• Tidak ada hasil yang ditemukan

Synthesis Of Nanosilica From Boiler Ash Sugar Cane Industry Use Ultrasonication Method With Surfactant Addition

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Synthesis Of Nanosilica From Boiler Ash Sugar Cane Industry Use Ultrasonication Method With Surfactant Addition"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

SINTESIS NANOSILIKA DARI ABU KETEL INDUSTRI

GULA MENGGUNAKAN METODE ULTRASONIKASI

DENGAN PENAMBAHAN SURFAKTAN

ERSYAD MAFQUH

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sintesis Nanosilika dari Abu Ketel Industri Gula Menggunakan Metode Ultrasonikasi dengan Penambahan Surfaktan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari skripsi saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Ersyad Mafquh

(4)
(5)

ABSTRACT

ERSYAD MAFQUH. Synthesis of Nanosilica from Boiler Ash Sugar Cane Industry Use Ultrasonication Method with Surfactant Addition. Under the guidance of NASTITI SISWI INDRASTI and ANDES ISMAYANA

Boiler ash from sugar industry contains silica compounds that could be synthesized into nanosilica by ultrasonication method. The addition of surfactants in this synthesis method could affected the characteristics of nanosilica. This research aims to synthesize nanosilica with ultrasonication method and determine the effect of surfactants against characteristics of nanosilica generated, as well as provide information related to the potential application in accordance with the characteristics of the resulted nanosilica. This research is divided into three stages, namely, boiler ash preparation into furnace ash, silica extraction from furnace ash, and synthesis of nanosilica using ultrasonication method with surfactant addition, namely PEG 6000 1:5, CMC 2.5% (b/b), CMC 5% (b/b), CMC 10% (b/b), and Tween 80 3% (b/v). Silica in the boiler ash and furnace ash respectively were 49.69% and 78.75%. Nanosilica that produced were multiphase compound and had the characteristics of a high degree of crystallinity with range of 75-85%. Addition of surfactant with a certain type as PEG 6000, CMC, and Tween 80 could affected both of the particle size, value of PDI (Polidispersity Index), amount of crystalline phase, diffraction pattern, diffraction peaks, intensity of the diffraction peaks, degrees of crystallinity, crystal size, and silanol-siloxanes functional bounds on nanosilica. The resulted nanosilica potentially could be applied as a filler on various products.

Keywords : boiler ash, furnace ash, nanosilica, ultrasonication, surfactants

ABSTRAK

ERSYAD MAFQUH. Sintesis Nanosilika dari Abu Ketel Industri Gula Menggunakan Metode Ultrasonikasi dengan Penambahan Surfaktan. Dibawah bimbingan NASTITI SISWI INDRASTI dan ANDES ISMAYANA

(6)

yang dihasilkan menggunakan metode ultrasonikasi dengan penambahan surfaktan merupakan senyawa multifase dan memiliki karakteristik derajat kristalinitas yang tinggi, yaitu pada rentang 75-85%. Penambahan surfaktan PEG 6000, CMC, dan Tween 80 dapat mempengaruhi baik ukuran partikel, nilai PDI (Polidispersity Index), jumlah fase kristal, pola difraksi, puncak difraksi, intensitas puncak difraksi, derajat kristalinitas, ukuran kristal, dan gugus fungsi silanol-siloksan pada nanosilika. Nanosilika yang dihasilkan berpotensi untuk diaplikasikan sebagai bahan pengisi pada berbagai produk.

(7)

SINTESIS NANOSILIKA DARI ABU KETEL INDUSTRI

GULA MENGGUNAKAN METODE ULTRASONIKASI

DENGAN PENAMBAHAN SURFAKTAN

ERSYAD MAFQUH

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Teknologi Industri Pertanian

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak Januari 2015 sampai April 2015 ini ialah nanopartikel, dengan judul Sintesis Nanosilika dari Abu Ketel Industri Gula Menggunakan Metode Ultrasonikasi dengan Penambahan Surfaktan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti dan Dr. Ir, Andes Ismayana, MT selaku pembimbing. Di samping itu teman seperjuangan dalam penelitian Sasongko Setyo Utomo, Mega Erin Setiyawati, Aji Wibowo, dan Novi Dian Ruri Erlinda yang selalu mendukung dan memberikan penyemangat kepada penulis. Ucapan terimakasih juga diucapkan untuk rekan-rekan TIN 48, ayah, ibu, serta keluarga, atas doa dan kasih sayangnya.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR GRAFIK ix

DAFTAR LAMPIRAN ix

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 3

METODOLOGI PENELITIAN 3

Waktu dan Tempat 3

Alat 3

Bahan 3

Tahapan Penelitian 3

Preparasi Abu Ketel 4

Ekstraksi Silika dari Abu Tanur 4 Sintesis Nanosilika dengan Metode Ultrasonikasi 5 Karakterisasi Abu Ketel dan Abu Tanur 6 Karakterisasi Nanosilika 6

Analisis Data 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Karakteristik Abu 7

Sintesis Nanosilika 8

Analisis Ukuran Partikel 10 Analisis Difraktogram XRD 12

Analisis Gugus Fungsi 14

Potensi Aplikasi 16

SIMPULAN DAN SARAN 18

Simpulan 18

Saran 19

DAFTAR PUSTAKA 19

(14)

DAFTAR TABEL

1 Kandungan senyawa abu ketel dan abu tanur PG Gunung Madu Plantation 8 2 Ukuran nanopartikel silika 11 3 Derajat kristalinitas nanosilika yang dihasilkan 13 4 Karakteristik nanosilika dan potensi aplikasinya 18

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir proses preparasi abu ketel 4 2 Diagram alir proses sintesis silika dari abu tanur 5 3 Diagram alir proses sintesis nanosilika metode ultrasonikasi 6 4 Teori Hot Spot kavitasi akustik 9 5 Distribusi ukuran nanosilika (A) tanpa template, (B) PEG 6000, (C1)

CMC 10%, (C2) CMC 5%, (C3) CMC 2.5%, dan (D) tween 80 11 6 Pola difraksi nanosilka (A) tanpa template, (B) PEG 6000, (C1) CMC 10%, (C2) CMC 5%, (C3) CMC 2.5%, dan (D) tween 80 14 7 Spektra FTIR dari nanosilika a) tanpa template, b) PEG 6000, c) CMC dan

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Silika adalah suatu polimer anorganik yang tersusun atas unsur silikon dan oksigen dengan rumus kimia SiO2. Silika merupakan suatu senyawa anorganik yang

sering digunakan dalam kehidupan manusia karena memiliki banyak potensi pemanfaatan yang luas, seperti insulator termal, penyangga katalis, adsorben, penghantar obat, bahan pengisi pada gelas, kaca, dan bahan baku pembuatan sel surya (Gurav et al 2009). Silika dapat disintesis dari berbagai sumber di alam, khususnya dari pertanian. Beberapa sumber silika dari kegiatan pertanian antara lain, seperti abu sekam padi (Thuadaij dan Nuntiya 2008; Suka et al 2008), abu cangkang sawit (Pausa et al 2015), abu boiler dari industri pulp dan kertas (Purwati et al 2007), dan abu ketel dari industri gula (Affandi et al 2009).

Abu ketel atau abu pembakaran bagas pada industri gula merupakan salah satu sumber potensial mineral silika. Abu ketel adalah hasil perubahan secara fisik dari pembakaran bagas murni. Bagas merupakan zat padat dari tebu yang diperoleh sebagai hasil samping proses pengolahan tebu pada industri gula. Bagas umumnya dimanfaatkan sebagai sumber energi utama untuk menghasilkan uap air. Hasil dari pembakaran bagas tersebut berupa abu pembakaran atau biasa disebut abu ketel (Affandi et al 2009). Menurut Affandi et al (2009), senyawa kimia abu ketel yang dominan adalah SiO2 (silika), yaitu sebesar 50.36% . Oleh karena itu, abu ketel dapat

dimanfaatkan untuk disintesis partikel silikanya sehingga dapat mengurangi penumpukan limbah padat pada industri gula dan meningkatkan nilai tambah dari abu ketel.

Pemanfaatan silika dapat diperluas dengan meningkatkan karakteristiknya. Salah satu cara untuk meningkatkannya adalah dengan melakukan sintesis silika dalam ukuran nano. Nanopartikel adalah partikel padat dengan ukuran sekitar 10– 1000 nm (Tiyaboonchai 2003; Mohanraj dan Chen 2006). Nanopartikel memiliki sifat yang khas seperti luas permukaan yang besar, jumlah atom dipermukaan yang besar, energi permukaan dan tegangan permukaan yang tinggi sehingga banyak diminati karena memiliki ukuran partikel yang sangat kecil (Thassu et al 2007).

(16)

2

Kendala yang umumnya terjadi pada sintesis nanopartikel adalah ketidakseragaman ukuran partikel dan cepatnya proses aglomerasi dari partikel tersebut. Oleh karena itu, perlu adanya perlakuan khusus pada proses sintesis nanopartikel, salah satunya yaitu dengan menambahkan surfaktan. Surfaktan dapat menurunkan tegangan permukaan suatu cairan saat terjadi proses kavitasi sehingga mampu mendispersikan suatu larutan secara sempurna dan menstabilkan partikel sehingga tidak terjadi aglomerasi (Lidiniyah 2011). Adapun surfaktan yang digunakan pada penelitian ini ada 3 jenis, yaitu PEG 6000, CMC (Carboximethyl cellulose), dan Tween 80.

PEG 6000 merupakan pembawa inert yang mudah larut air. Sifat kristalin PEG 6000 yang dominan dengan membentuk habit sferulit yang sangat teratur. Komponen molekul-molekul dalam kisi kristal PEG 6000 (suhu lebur yang lebih rendah) secara dinamis melakukan pertukaran tempat. PEG 6000 juga merupakan polimer kristalin dengan tingkat kesimetrian yang tinggi (Gao 1993). CMC (Carboxymethylcellulose) pada umumnya digunakan sebagai stabilizer, pengental, dan emulsifier (Lestari et al 2013). Tween 80 adalah cairan seperti minyak, jernih, berwarna kuning muda sampai coklat muda, bau khas lemah, rasa pahit dan hangat. Tween 80 rumus molekulnya C64H124O26. Kelarutannya sangat mudah larut dalam

air, larutan tidak berbau dan praktis tidak berwarna, larut dalam etanol dan etil asetat tapi tidak larut dalam minyak mineral. Tween 80 digunakan sebagai agen pengemulsi (1-15% konsentrasi), agen pelarut (1-10% konsentrasi), agen wetting, dispersi/suspensi (0.1-3% konsentrasi) dan sebagai surfaktan non-ionik (Tarirai 2005).

Perumusan Masalah

Parameter lama waktu, amplitudo, frekuensi, dan daya yang digunakan pada metode ultrasonikasi merupakan parameter yang sangat berpengaruh dalam mensintesis nanosilika. Pada penelitian terdahulu, diketahui bahwa waktu yang optimal dalam membentuk nanosilika adalah 120 jam untuk amplitudo 40%, frekuensi 20 kHz, dan daya 130 watt. Selain parameter tersebut, penggunaan

template surfaktan dalam sintesis nanosilika menjadi parameter yang berpengaruh terhadap keseragaman ukuran partikel dan derajat kristalinitas nanosilika yang dihasilkan. Setiap surfaktan yang digunakan memiliki kemampuan yang berbeda. Variasi konsentrasi surfaktan yang digunakan akan menunjukkan perbedaan dan menghasilkan sifat serta ciri nanosilika yang khas. Sifat dan ciri dari nanosilika yang dihasilkan akan disesuaikan terhadap potensi aplikasi yang mendukung.

Tujuan Penelitian

(17)

3

Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat memberikan ilmu pengetahuan baru mengenai sintesis nanosilika dari abu ketel industri gula menggunakan metode ultrasonikasi dengan penggunaan surfaktan. Ilmu pengetahuan baru tersebut mengenai pengaruh jenis surfaktan terhadap sifat dan ciri nanosilika yang dihasilkan. Manfaat lainnya bagi institusi, skripsi ini dapat dijadikan karya ilmiah dengan inovasi metodenya.

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik dan Manajemen Lingkungan, Laboratorium Dasar Ilmu Terapan, Laboratorium Pengawasan Mutu, dan Laboratorium Teknik Kimia Departemen Teknologi Industri Pertanian Fateta IPB, serta Laboraturium Departemen Fisika FMIPA IPB. Beberapa analisis dan karakterisasi dilakukan di Laboratorium Analisis Bahan Departemen Fisika FMIPA IPB, Laboratorium Nanotech Herbal Indonesia, Laboratorium Biofarmaka IPB, dan Laboratorium Terpadu Balitbang Kehutanan Gunung Batu Bogor. Penelitian dilakukan dari bulan Januari hingga April 2015.

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanur, peralatan refluks, dan ultrasonikator. Adapun peralatan analisis meliputi PSA (Particle Size Anayzer) Vasco, XRF (X-Ray Fliorescence) ARL OPTX-2050, XRD (X-Ray Diffractometer) GBC Emma, dan FTIR (Fourier Transform Infrared).

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah abu ketel yang diperoleh dari Pabrik Gula Gunung Madu Plantation (GMP), PEG 6000, CMC (Carboximethyl cellulose), dan Tween 80.

Tahapan Penelitian

(18)

4

Preparasi Abu Ketel

Preparasi dilakukan untuk membersihkan abu ketel dari kotoran dan bahan asing. Abu ketel dari industri gula dicuci menggunakan air aquades. Kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 105 ˚C selama 5 jam. Setelah itu, abu ketel

disaring menggunakan saringan kasar dan diabukan pada suhu 700 ˚C selama 6 jam

menggunakan tanur (Thuadaij dan Nuntiya 2008). Berikut adalah diagram alir proses preparasi abu ketel yang ditunjukkan oleh Gambar 1.

Gambar 1 Diagram alir proses preparasi abu ketel

Ekstraksi Silika dari Abu Tanur

Pada tahapan ini, basis yang digunakan adalah abu tanur sebanyak 10 gram. Abu tanur direfluks dalam 80 ml NaOH 3 N selama 3 jam. Larutan disaring dengan kertas saring dan residu dicuci menggunakan 20 ml air aquades mendidih. Filtrat didinginkan sesuai suhu ruang. Kemudian ditambahkan H2SO4 5 N hingga pH

menjadi 2 dan dilanjutkan dengan penambahkan NH4OH 2.5 N hingga pH menjadi

8.5. Penambahan senyawa asam dan basa tersebut dilakukan dengan menggunakan peralatan magnetic stirrer. Kemudian dibiarkan dalam suhu ruang selama 3.5 jam, dan selanjutnya dikeringkan pada suhu 105 ˚C selama 12 jam (Thuadaij dan Nuntiya 2008; Ismayana 2014). Berikut adalahdiagram alir proses sintesis silika dari abu tanur yang ditunjukkan oleh Gambar 2.

Mulai

Abu Ketel

Pencucian

Pengeringan

Penyaringan

Abu Tanur Pengabuan

(19)

5

Gambar 2 Diagram alir ekstraksi silika dari abu tanur

Sintesis Nanosilika dengan Metode Ultrasonikasi

Tahap selanjutnya adalah pembuatan nanosilika dengan metode ultrasonikasi. Metode ultrasonikasi dilakukan dengan menggunakan panjang gelombang 20 KHz, daya 130 watt, amplitudo 40% dan lama waktunya 120 jam. Silika yang dihasilkan didispersikan terlebih dahulu dengan surfaktan. Surfaktan yang digunakan pada penelitian ini adalah PEG 6000 dengan rasio 1:5 (Delmifiana dan Astuti 2013), CMC dengan konsentrasi 2.5%, 5%, dan 10% (b/b), dan tween 80 3% (Safitri 2012). Adapun penggunaan surfaktan CMC dilakukan dengan tiga konsentrasi yang berbeda, yaitu sebesar 10%, 5%, dan 2.5% (b/b). Hal ini dikarenakan belum terdapat penelitian yang menggunakan CMC dalam pembentukan nanopartikel, sehingga dilakukan optimasi dalam pemakaiannya di penelitian ini.

Cara penambahan tiap jenis surfaktan tidak sama. Pada jenis surfaktan yang bersifat mudah larut dalam air di suhu ruang, seperti CMC dan Tween 80, surfaktan dilarutkan terlebih dahulu dalam air dengan perbandingan 1:8 (b/v). Setelah terbentuk larutan, kemudian silika dilarutkan ke dalam larutan tersebut. Sementara itu, pada jenis surfaktan yang bersifat semi kristalin dan memiliki titik leleh yang tinggi, seperti PEG 6000, perlu adanya perlakuan pemanasan di suhu titik lelehnya. Setelah PEG 6000 mencair, kemudian silika dilarutkan dalam PEG cair tersebut dengan perbandingan 1:5. Pelarutan dibantu dengan menggunakan magnetic stirrer

selama 15 menit agar silika dapat terdispersi secara baik dalam larutan tersebut. Larutan yang telah ditambahkan surfaktan diultrasonikasi menggunakan

ultrasonic bath untuk memecah partikel silika menjadi partikel nano. Larutan hasil ultrasonikasi dikeringkan dengan oven 1050C selama 24 jam, kemudian dikalsinasi

Silika

Selesai Pengeringan

Mulai

10 Gram Abu Tanur

Ekstraksi

NaOH 3 N

Penyaringan

Pengaturan pH

NH4OH 2.5N

sampai pH 8-9

H2SO4 5N

sampai pH 2 Penetralan

(20)

6

dalam tanur pada suhu 750ºC (Thuadaij dan Nuntiya 2008; Delfimiana dan Astuti 2013). Selain membuat sampel dengan penambahan surfaktan, dibuat pula sampel kontrol yang tidak menggunakan surfaktan pada proses sintesis nanosilika. Berikut adalah diagram alir proses sintesis nanosilika dengan metode ultrasonikasi dan penambahan surfaktan yang ditunjukkan oleh Gambar 3.

Gambar 3 Diagram alir proses sintesis nanosilika metode ultrasonikasi

Karakterisasi Abu Ketel dan Abu Tanur

Abu ketel dan abu tanur dikarakterisasi terlebih dahulu guna mengetahui perbedaan kandungan masing-masing abu. Kandungan senyawa dan elemen dari abu ketel dan abu tanur dianalisis menggunakan XRF (X-Ray Fliorescence) ARL OPTX-2050 yang dioperasikan dengan arus 10 mA tegangan 50 kV. Sebanyak 5 gram sampel dipindai dan dikalibrasikan sesuai energi dan intensitasnya. Analisis unsur dari Na hingga U dengan detektor Si (Li) (Sintilation).

Karakterisasi Nanosilika

Karakterisasi nanosilika yang dihasilkan dilakukan dengan analisis PSA (Particle Size Analyzer), XRD (X-Ray Diffraction), dan FTIR (Fourier Transform Infrared). PSA digunakan untuk menganalisis ukuran partikel dan distribusi ukuran partikel. PSA yang digunakan bertipe Vasco. Analisis dilakukan dengan mengambil sampel nanosilika sebanyak 0.002 gram yang didispersikan dalam 100 ml aquades.

(21)

7

Pedispersian sampel dibantu dengan menggunakan magnetic stirrer selama 20 menit. Analisis partikel nanosilika dilakukan selama 2-10 menit.

XRD digunakan untuk menganalisis ukuran kristal, derajat kristalinitas, dan fase Kristal. XRD yang digunakan bertipe GBC Emma yang dioperasikan pada 35 kV dan 25 mA. XRD GBC Emma menggunakan radiasi Cu-Kα dengan panjang

gelombang (λ) 1.54056 Å. Difraktogram dipindai mulai 10˚ sampai 80˚ (2θ) dengan laju pemindaian 3˚ per menit.

Pola difraksi dan fase kristal diidentifikasi dan dihitung kemurniannya melalui pencocokkan dengan kartu PDF (Powder Diffraction File) menggunakan

software Match! 2. PDF [96-900-0076] merupakan kartu PDF dari fase quartz. PDF [96-900-0521] merupakan kartu PDF dari fase tridimit dan PDF [96-900-1579] merupakan kartu PDF dari fase kristobalit.

Pembentukan gugus fungsi pada sintesis nanosilika dianalisis menggunakan FTIR bertipe Tensor 37 (Bruker Optics). Sampel nanosilika sebanyak 2 mg ditambahkan 200 mg KBr untuk dibentuk menjadi pelet. Kemudian pelet dianalisis menggunakan FTIR.

Analisis Data

Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Menurut Hasan (2002), analisis deskriptif mempelajari alat, teknik, atau prosedur yang digunakan dalam menggambarkan atau mendeskripsikan sekumpulan data atau hasil pengamatan yang telah dilakukan. Analisis deskriptif berhubungan dengan hal menguraikan atau memberikan keterangan mengenai suatu data atau keadaan. Dengan kata analisis deskriptif berfungsi menerangkan keadaan, gejala, atau persoalan. Penarikan kesimpulan pada analisis deskriptif (jika ada) hanya ditujukan pada kumpulan data yang ada. Analisis deskriptif yang didapatkan berupa hasil gambar atau grafik yang diperoleh dari pengolahan data uji melalui perhitungan menggunakan excell.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Abu

(22)

8

Pada hasil karakterisasi abu ketel, diketahui bahwa kandungan silika SiO2

mencapai 49.69% dan masih terdapat banyak bahan pengotor lainnya, seperti Al2O3,

K2O, P2O5, Na2O, CaO, MgO, Fe2O3, SO3, dan TiO2. Hasil karakterisasi

menggunakan XRF (X-Ray Fluorescence) terhadap abu ketel dan abu tanur Pabrik Gula Gunung Madu Plantation ditunjukan pada Tabel 1.

Tabel 1 Kandungan senyawa abu ketel dan abu tanur No Senyawa Abu Ketel (%) Abu Tanur (%)

1 SiO2 49.69 78.75

2 Al2O3 11.24 10.36

3 K2O 8.76 1.80

4 P2O5 8.14 0

5 Na2O 7.00 0.206

6 CaO 4.95 0.886

7 MgO 3.59 1.06

8 Fe2O3 3.23 5.37

9 SO3 1.63 0

10 TiO2 0.790 0.622

Abu tanur yang dihasilkan secara visual menjadi berwarna coklat keabu-abuan dari warna semula hitam. Kadungan yang ada dalam abu pun menjadi lebih spesifik karena banyak kandungan yang tereduksi akibat proses pemanasan pada suhu 7000C. Kadar silika pada abu menjadi 78.75%. Hal ini terjadi setelah perhitungan terhadap persentase abu tanur sehingga diketahui bahwa persentase kandungan silika dalam abu meningkat. Selain itu, terdapat pula senyawa kandungan dalam abu yang persentase kadarnya menurun. Adapun senyawa pengotor tersebut ikut tereduksi dan kadarnya menjadi lebih kecil, bahkan ada diantaranya yang tidak terdeteksi lagi, seperti senyawa P2O5 dan SO3. Data tersebut menunjukkan bahwa

senyawa organik dan mineral lainnya menurun atau bahkan hilang saat suhu 7000C karena titik lebur dari senyawa-senyawa tersebut berada dibawah suhu 7000C. Silika memiliki titik lebur sekitar 1600-17000C sehingga tidak mengalami penurunan jumlah akibat pengabuan suhu 7000C.

Sintesis Nanosilika

Silika diekstraksi dari abu ketel industri gula yang terlebih dahulu dihilangkan senyawa pengotornya. Kemudian abu disintesis menjadi silika melalui metode yang dikemukakan oleh Thuadaij dan Nuntiya (2008), serta Ismayana (2014). Dari metode tersebut, diperoleh natrium silikat (Na2SiO3). Na2SiO3

merupakan senyawa prekursor untuk membentuk silika. Berikut adalah reaksi yang terjadi pada saat abu ditambahkan basa menjadi senyawa prekursor.

SiO2 + 2NaOH  Na2SiO3 + H2O

(23)

9

memiliki frekuensi sangat tinggi antara 20 kHz-10 MHz. Prinsip dari metode ultrasonikasi adalah pemanfaatan fenomena kavitasi akustik yang terjadi akibat rambatan getaran suara yang dihasilkan terhadap mediumnya. Fenomena kavitasi yaitu pembentukan, pertumbuhan, dan pecahnya gelembung yang terbentuk dalam medium cairan (Schroeder et al 2009). Fenomena ini mampu membangkitkan gelembung atau rongga (cavity) di dalam medium cairan tersebut. Ketika gelombang ultrasonik menjalar pada medium, terjadi siklus regangan dan rapatan. Tekanan yang turun mengakibatkan terjadinya regangan sehingga terbentuk gelembung yang akan menyerap energi dari gelombang ultrasonik dan gelembung tersebut dapat memuai sampai ukuran maksimum yang akhirnya akan pecah. Pecahnya gelembung tersebut dapat mengakibatkan terjadinya kondisi ekstrem yaitu kenaikan suhu lokal mencapai suhu 5000 K serta kenaikan tekanan yang mencapai 1000 atm dengan kecepatan pemanasan sampai pendinginan >1010 K/s. Kondisi ini menyebabkan terjadinya pemutusan ikatan kimia yang disebut dengan teori Hot Spot (Schroeder et al 2009). Gambar 5 berikut adalah ilustrasi yang menunjukkan teori Hot Spot. Fenomena inilah yang dimanfaatkan untuk mereduksi partikel yang dilarutkan dalam cairan antara lain melalui proses tumbukan antar partikel hingga diperoleh partikel berukuran nanometer (Lidiniyah 2011).

Gambar 4 Teori Hot Spot kavitasi akustik (Schroeder et al 2009)

Pada penelitian ini dilakukan proses sintesis menggunakan alat ultrasonikasi selama 2 jam. Menurut Ismayana (2014), peluang terbentuknya partikel nanosilika dilakukan dengan menggunakan metode ultrasonikasi dengan lama waktu 2 jam. Ultrasonikasi digunakan untuk memecah partikel silika menjadi berukuran lebih kecil dengan energi ultrasonik (Kurniawan 2013).

Selain itu, pada proses ekstraksi silika dari abu ketel yang kemudian akan disintesis menjadi nanosilika menggunakan proses pengabuan. Hal ini ternyata memberikan pengaruh terhadap salah satu karateristik nanosilika yang dihasilkan. Menurut Hanafi dan Nandang (2010), bentuk dari puncak SiO2 yang memiliki

kekristalan tinggi ditunjukkan dengan bentuk puncak yang menajam pada 2θ sebesar 20-250, puncak tersebut akan semakin tinggi ketika suhu pengabuan dinaikkan. Hal ini sesuai dengan teori pertumbuhan kristal yang akan naik dengan peningkatan suhu pemanasan sampai terbentuknya kristal secara sempurna. Dengan demikian, kenaikkan intensitas puncak SiO2 menandakan adanya pertumbuhan kristal.

Berdasarkan penelitian Hanafi dan Nandang (2010) tersebut, derajat kekristalan bentuk SiO2 pada suhu pengabuan 700 dan 8000C adalah tinggi dibandingkan dengan

kekristalan pada suhu pengabuan di bawahnya, artinya pada daerah ini fasa SiO2

(24)

10

Pada proses pembentukan nanosilika ini dilakukan menggunakan surfaktan. Hal ini dilakukan untuk mendispersikan silika yang dilarutkan dalam air agar lebih sempurna. Partikel silika akan disalut oleh surfaktan yang digunakan sehingga kemungkinan untuk terjadinya aglomerasi menjadi lebih kecil.

Penambahan surfaktan ini merupakan faktor yang mempengaruhi proses kavitasi yang terjadi dalam sintesis nanosilika dengan metode ultrasonikasi. Surfaktan yang ditambahkan akan terakumulasi pada bagian antarmuka antara gas dan cairan dalam gelembung kavitasi yang akan menurunkan tegangan permukaan gelembung. Tegangan permukaan yang menurun tersebut akan mengakibatkan bertambahnya kecepatan pembentukan gelembung. Akan tetapi, gelembung yang terbentuk tidak stabil dan akhirnya akan pecah menjadi ukuran yang lebih kecil daripada gelembung dalam medium cairan tanpa penambahan surfaktan. Dengan gelombang ultrasonik tersebut, gumpalan partikel dapat dipisah dan terjadi dispersi sempurna dengan penambahan surfaktan tersebut (Lidiniyah 2011).

Adapun proses kalsinasi pada suhu 700-8000C yang dilakukan di akhir proses sintesis yang bertujuan untuk menghilangkan kandungan organik surfaktan yang menyalut silika juga memberikan pengaruh terhadap meningkatnya derajat kristalinitas partikel. Hanafi dan Nandang (2010) menambahkan, pada pemanasan suhu 700-8000C fasa SiO2-kristalin dapat mendominasi bentuk kristal yang

dihasilkan. Apabila dibandingkan dengan nanosilika tanpa template, kristalinitas nanosilika dengan surfaktan lebih tinggi daripada nanosilika tanpa template yang tidak menggunakan proses kalsinasi.

Analisis Ukuran Partikel

(25)

11

tinggi dan energi ultrasonikasi rendah. Semakin tinggi viskositas medium cairan juga akan menghambat proses pendispersian nanosilika secara sempurna.

Tabel 2 Ukuran nanopartikel silika

Sampel Range (nm) Rataan

(nm) PDI Tanpa Template 22.39 – 3716.34 203.94 0.638 PEG 6000 44.68 – 1698.69 259.99 0.244 CMC 10% 35.39 – 3891.48 294.73 0.496 CMC 5% 213.85 – 1023.56 462.89 0.045 CMC 2.5% 186.26 – 933.5 408.76 0.047 Tween 80 3% 48.79 – 2239.31 300.02 0.32

Pada sampel tanpa template, rataan ukuran partikel yang dihasilkan paling kecil dengan ukuran 203.94 nm, tetapi keseragaman yang dihasilkan kurang seragam dengan PDI 0.638. Hal ini menunjukkan keseragaman ukuran yang dihasilkan sangat kecil karena peluang untuk terjadinya aglomerasi masih tinggi dengan tanpa penambahan surfaktan. Berbeda dengan sampel yang menggunakan surfaktan, keseragaman ukuran yang ditunjukkan dengan nilai PDI relatif lebih kecil karena penambahan surfaktan meminimumkan terjadinya proses aglomerasi. Surfaktan memiliki gugus hidrofob dan hidrofil yang dapat bekerja dengan cara menyelimuti partikel-partikel dari larutan silika sehingga dapat mencegah terjadinya penggabungan kembali partikel dan membentuk ukuran yang lebih besar. Hidrofob dan hidrofil yang dimiliki oleh surfaktan tersebut akan mempertahankan ukuran partikel akhir yang terbentuk akibat proses kavitasi sehingga ukuran partikel yang dihasilkan pada sampel PEG 6000, CMC, dan tween 80 lebih stabil. Gambar 5 menunjukkan persebaran ukuran nanosilika yang dihasilkan.

Gambar 5 Distribusi ukuran nanosilika (A) tanpa template, (B) PEG 6000, (C1) CMC 10%, (C2) CMC 5%, (C3) CMC 2.5%, dan (D) tween 80. 0,0

0,2 0,4 0,6 0,8 1,0

22 37 62 102 170 282 468 776 1.289 2.139 3.549

A B C1 C2 C3 D

nm

Int

ens

it

(26)

12

Keseragaman ukuran partikel nanosilika ini menjadi lebih baik disebabkan oleh penambahan surfaktan pada proses ultrasonikasi. Ukuran partikel koloid biasanya akan bertambah terus selama masih ada atom prekursor dalam larutan tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan deaktivasi permukaan koloid yang telah dibuat, salah satunya dengan menggunakan surfaktan. Molekul surfaktan akan menempel pada permukaan koloid yang dibuat dan melindungi permukaan tersebut dari penambahan atom prekursor walaupun masih ada atom prekursor yang belum terisi. Hal inilah yang yang menyebabkan keseragaman ukuran nanosilika dengan penambahan surfaktan lebih baik daripada nanosilika tanpa penambahan surfaktan (Kurniawan 2013).

Analisis Difraktogram XRD

Analisis difraktogram dengan XRD menunjukkan pola difraksi, fase kristal, derajat kristalinitas, dan ukuran kristal dari nanosilika yang dihasilkan. Pola difraksi dari setiap senyawa memiliki sifat yang spesifik pada nilai 2θ yang terbentuk. Begitu pula fase kristal dari senyawa tersebut yang berkorelasi dengan pola difraksi yang terbentuk. Nanosilika memiliki fase kristal yang beragam atau bisa disebut multifase. Fase kristal pada nanosilika yang terbentuk antara lain quartz, tridimit, dan kristobalit. Setiap fase kristal tersebut memiliki acuan yang telah disepakati dalam kartu PDF (Powder Diffraction File). Kode fase quartz ditunjukkan pada PDF [96-900-0076], fase tridimit ditunjukkan pada PDF [96-900-0521], dan fase kristobalit ditunjukkan pada PDF [96-900-1579]. Fase kristal dari nanosilika juga memiliki nilai

2θ yang khas. Gambar 6 menunjukkan pola difraksi dari nanosilika yang dihasilkan. Menurut Suka et al (2008) dan Pausa et al (2015), silika memiliki fase kristal

dengan puncak tertinggi pada 2θ sebesar 220. Fase kristal tersebut merupakan fase kristobalit, namun secara umum silika memiliki fase yang amorf (Suka et al 2008). Derajat kristalinitas kristal kristobalit ditentukan berdasarkan pada puncak-puncak utama yang bersesuaian dengan nilai hkl (111) (210) (211) (220) yang muncul pada sudut difraksi 2θ sebesar 22.010, 28.480, 31.470 dan 36.2650 (Pausa et al 2015). Fase kristal inilah yang menjadi penanda bahwa partikel yang dihasilkan dari sintesis nanosilika dengan metode ultrasonikasi dan penambahan surfaktan merupakan partikel silika dalam orde nano.

Pada hasil sintesis nanosilika yang dilakukan dalam penelitian ini, nanosilika yang dihasilkan memiliki sudut difraksi tinggi 2θ yang sama dengan Pausa et al

(27)

13

memecahkan struktur ikatan kimianya. Proses ultrasonikasi juga dapat menimbulkan panas yang mendorong susunan kristal menjadi lebih teratur.

Tabel 3 Derajat kristalinitas nanosilika yang dihasilkan

Sampel Derajat Kristalinitas (%) Rataan Ukuran Kristal (nm) Tanpa Template 76.96 41.40

PEG 6000 78.58 38.84

CMC 10% 84.04 37.69

CMC 5% 82.07 39.29

CMC 2,5% 78.45 39.53

Tween 80 3% 79.59 41.48

Berdasarkan data pola difraksi, diketahui bahwa fase kristal pada nanosilika yang dihasilkan secara keseluruhan memiliki tiga fase, yaitu fase quartz, tridimit, dan kristobalit. Hal ini dapat dilihat dari puncak-puncak yang terbentuk pada sudut difraksi 2θ. Pola difraksi pada Gambar 6 menunjukkan perbedaan yang jelas pada tinggi intensitas antara nanosilika tanpa template dan nanosilika dengan penambahan surfaktan. Nanosilika tanpa template memiliki intensitas paling rendah daripada nanosilika yang ditambahkan surfaktan, baik surfaktan jenis PEG, CMC, maupun tween 80. Perbedaan intensitas yang terjadi menjadi salah satu indikator yang menunjukkan tinggi atau rendahnya derajat kristalinitas nanosilika yang dihasilkan. Semakin tinggi intensitas yang ditunjukkan dalam pola difraksi, maka semakin tinggi pula derajat kristalinitas dari nanosilika. Jika intensitas pada pola difraksi rendah, maka derajat kristalinitas nanosilika cenderung lebih rendah pula.

Dalam memperhitungkan derajat kristalinitas suatu senyawa, dilihat pula luasan ruang yang dihasilkan dari puncak-puncak difraksi yang terbentuk. Oleh karena itu, tingginya intensitas puncak terkadang tidak menunjukkan kristalinitas yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan luasan intensitas puncak yang lebih besar. Ini terbukti pada nanosilika yang disintesis menggunakan surfaktan CMC. Pada konsentrasi CMC yang lebih kecil, yaitu 2.5%, intensitas puncak yang ditunjukkan lebih tinggi daripada konsentrasi CMC yang lebih besar, namun derajat kristalinitas yang dihasilkan lebih rendah daripada konsentrasi CMC yang lebih besar. Berikut adalah rumus dalam perhitungan derajat kristalinitas.

(Herdianita et al 1999)

(28)

14

Pada nanosilika yang ditambahkan surfaktan jenis CMC, penambahan CMC dengan kadar 2.5% menghasilkan pola difraksi dengan intensitas tertinggi daripada yang lainnya seperti terlihat pada Gambar 6. Hal ini dikarenakan sifat viskositas yang tinggi pada medium cairan akan menurunkan energi yang dihasilkan dari gelombang kejut ultrasonikasi sehingga menghambat terjadinya gelombang kavitasi (Lidiniyah 2011).

Gambar 6 Pola difraksi nanosilika (A) tanpa template, (B) PEG 6000, (C1) CMC 10%, (C2) CMC 5%, (C3) CMC 2.5%, dan (D) tween 80.

Analisis Gugus Fungsi

Nanosilika yang dihasilkan dari penambahan dan tanpa penambahan surfaktan memiliki karakteristik yang berbeda dari segi gugus fungsinya. Karakterisasi untuk melihat gugus fungsi nanosilika dilakukan dengan menggunakan analisis FTIR. Pada Gambar 7 ditunjukkan perbedaan gugus fungsi dari nanosilika tanpa template dan dengan jenis surfaktan yang berbeda.

Menurut Sriyanti et al (2005), silika memiliki gugus fungsi yang khas. Pada pita serapan di bilangan gelombang sekitar 3400 cm-1 menunjukkan vibrasi ulur gugus -OH (hidroksil) gugus silanol (Si-OH). Pita serapan pada bilangan gelombang sekitar 1600 cm-1 menunjukkan vibrasi tekuk –OH dari gugus silanol.

(29)

15

Gambar 7 Spektra FTIR dari nanosilika a) tanpa template, b) PEG 6000, c) CMC dan d) Tween 80.

c) CMC

a) Tanpa template

(30)

16

Pita serapan pada bilangan gelombang sekitar 1100 cm-1 menunjukkan vibrasi ulur dari gugus siloksan (Si-O-Si). Pita serapan pada bilangan gelombang sekitar 900 cm-1 dan 700 cm-1 secara berturut-turut menunjukkan vibrasi ulur dari Si-OH (silanol) dan Si-O-Si (siloksan) (Sriyanti et al 2005).

Pada nanosilika tanpa template, bilangan gelombang 803.44 cm-1 menginterpretasikan vibrasi tekuk gugus siloksan Si-O-Si. Bilangan gelombang 1085.92 cm-1 menginterpretasikan vibrasi ulur asimetri Si-O dari Si-O-Si. Bilangan gelombang 1643.51 cm-1 menginterpretasikan vibrasi tekuk –OH dari molekul air. Bilangan gelombang 3079.67 cm-1 menginterpretasikan vibrasi –OH dari Si-OH atau air. Nanosilika dengan menggunakan template surfaktan memperlihatkan perbedaan apabila dibandingkan dengan nanosilika yang tanpa template. Nanosilika yang pada prosesnya ditambahkan CMC menghasilkan gugus fungsi yang khas yaitu dengan timbulnya gugus karboksil pada panjang gelombang 1636.83 cm-1 dan terdapat ikatan –CH2 pada panjang gelombang 1429.15 cm-1. Gugus karboksil dan –CH2

merupakan gugus konstituen dari CMC (Lestari et al 2013). Nanosilika yang pada prosesnya ditambahkan PEG 6000 menghasilkan gugus fungsi yang khas yaitu timbulnya vibrasi tekuk C=O karboksilat pada panjang gelombang 1634.37 cm-1. Adapun nanosilika yang pada prosesnya ditambahkan tween 80 menghasilkan gugus fungsi yang khas yaitu terdapat vibrasi tekuk C=O keton pada panjang gelombang 1632.37 cm-1 serta tekukan N-H amina di panjang gelombang 2099.17 cm-1.

Pada spektra FTIR dalam Gambar 7 terlihat bahwa nanosilika dengan surfaktan dan tanpa template memiliki gugus fungsi yang berbeda pada intensitas silanolnya dan kemunculan gugus fungsi. Intensitas gugus silanol pada nanosilika tanpa template lebih tinggi daripada yang menggunakan surfaktan. Hal ini disebabkan oleh keberadaan surfaktan yang dapat bereaksi dengan gugus silanol silika sehingga gugus silika pada nanosilika akan menurun intensitasnya. Menurut Lidiniyah (2011), keberadaan surfaktan dapat menyerap air yang merupakan pembentuk gugus silanol. Semakin tinggi kandungan air dalam silika, maka intensitas gugus silanol akan semakin tinggi.

Potensi Aplikasi

Nanosilika yang dihasilkan dari metode ultrasonikasi dengan penambahan surfaktan menimbulkan karakteristik yang khas. Karakteristik nanosilika tersebut dianalisis terkait potensi aplikasi yang sesuai. Nanosilika memiliki banyak manfaat sehingga dapat dimanfaatkan ke dalam berbagai aplikasi, salah satunya adalah sebagai filler untuk berbagai produk. Analisis ini diharapkan dapat memberikan kesesuaian dari karakteristik nanosilika yang dihasilkan terhadap potensi aplikasi yang ada.

(31)

17

Tabel 4 Karakteristik nanosilika dan potensi aplikasinya

Perlakuan

Nanosilika sebagai Filler Lapisan Penyangga Tambahan pada Membran Komposit Ultrafiltrasi

Teknologi membran ultrafiltrasi merupakan salah satu teknologi untuk pengolahan air dan limbah. Teknologi ini dapat mengontrol mikroorganisme pathogen kecil seperti virus dengan sangat efektif dan mengurangi kekeruhan air. Ultrafiltrasi bekerja berdasarkan ukuran partikel. Membran komposit ultrafiltrasi terbentuk atas tiga lapisan utama, yaitu lapisan permukaan tipis, lapisan penyangga berpori, dan lapisan penyangga tambahan. Pada setiap lapisan memiliki fungsi yang berbeda-beda sehingga sifat dari tiap lapisan pun berbeda. Lapisan bagian atas yang tipis dengan ukuran pori kecil berfungsi sebagai penyaring, sedangkan lapisan bawah berupa lapisan penunjang dengan ukuran pori yang lebih besar berfungsi sebagai penunjang kekuatan mekanik membran. Dengan struktur yang demikian, membran asimetrik dapat menghasilkan fluks lebih tinggi (Yudhistira et al 2012).

Lapisan permukaan tipis bersifat hidrofilik yang bertujuan untuk menangkap air lebih mudah. Oleh karena itu, lapisan ini menggunakan filler yang sifatnya amorf atau derajat kristalinitas yang rendah <45%. Adapun lapisan penyangga memiliki hidrofilitas tidak terlalu tinggi dan fluks lebih tinggi dari lapisan permukaan tipis. kekuatan mekanik yang tinggi, ketebalan 50 hingga 150 um (Yudhistira et al 2012). Oleh karena itu, dibutuhkan filler yang memiliki derajat kritalinitas yang lebih tinggi. Kristalinitas yang tinggi untuk mendukung daya tahan tinggi terhadap tekanan mekanik (Yudhistrira et al 2012).

(32)

18

Nanosilika sebagai Filler Kompon Karet Rubber Air Bag Peluncur Kapal dari Kalangan

Salah satu contoh yang sesuai adalah sebagai filler kompon karet rubber air bag peluncur kapal dari galangan. Rubber air bag adalah suatu produk karet untuk aplikasi peluncuran kapal dari galangan karena bekerja dalam lingkungan air laut. Kondisi yang dibutuhkan rubber air bag sangat spesifik, yaitu memiliki kinerja wet traction dan wear resistance yang baik, serta memiliki ketahanan terhadap dampak

rolling resitance permukaan peluncur tersebut. Kondisi seperti ini merupakan kondisi yang dibutuhkan dan serupa dengan ban. Menurut Siswanto et al (2012),

silika digunakan sebagai filler dalam pembuatan produk karet ban kendaraan yang dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja wet traction, dan wear resistance serta mengurangi dampak rolling resitance permukaan ban.

Dalam morfologi filler kompon karet, bentuk kristal partikel nanosilika homogen dan roundness dengan ukuran rataan 200 nm memiliki pengaruh dapat meningkatkan kemampuan proses dibanding bentuk kristal partikel silika yang heterogen dan amorf. Semakin kecil ukuran partikel akan meningkatkan luas permukaan sehingga peluang partikel nanosilika meningkatkan reaksi antara nanosilika dengan kompon karet (Siswanto et al 2012).

Berdasarkan karakteristik nanosilika yang dihasilkan dalam penelitian ini, baik nanosilika tanpa template dan nanosilika yang menggunakan surfaktan memiliki kristalinitas tinggi dan keseragaman ukuran partikel yang baik dengan PDI di bawah 0.7. Menurut Nidhin (2008), nilai PDI di atas 0.7 merupakan distribusi ukuran yang sangat meluas dan memiliki stabilitas fisik, kimia, dan termal yang tidak baik. Pada penelitian ini secara keseluruhan diperoleh nanosilika yang memiliki PDI dibawah 0.7 dan dengan rataan ukuran partikel dalam orde nano. Oleh karena itu, nanosilika tersebut diharapkan dapat menjadi filler karena memiliki ukuran dalam skala nano (10-1000 nm) sehingga akan mendukung luasnya permukaan interaksi antara partikel nanosilika dengan kompon karet. Selain itu, distribusi ukuran partikel (PDI) yang sangat kecil dapat menimbulkan interaksi dan luas permukaan yang mencapai tingkat optimalnya. Jadi, secara keseluruhan nanosilika yang dihasilkan dapat diaplikasikan sebagai filler jika dilihat pada analisis karakteristiknya.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(33)

19

ikatan gugus fungsi baru pada panjang gelombang tertentu. Nanosilika yang dihasilkan dapat diaplikasikan sebagai filler pada lapisan penyangga tambahan membran komposit ultrafiltrasi dan filler pada rubber air bag untuk peluncur kapal dari galangan karena karakteristik kristalinitasnya yang tinggi dan memiliki keseragaman ukuran dengan PDI di bawah 0.7.

Saran

Penelitian lanjutan dapat dilakukan untuk memvariasikan waktu ultrasonikasi, menggunakan penambahan surfaktan dengan jenis yang berbeda dari penelitian ini, optimasi penambahan surfaktan yang memiliki viskositas tinggi dengan mengukur kadar viskositas larutan, dan penerapan pada potensi aplikasi yang disarankan.

DAFTAR PUSTAKA

Affandi S, Setyawan H, Winardi S, Purwanto A, Balgis R. 2009. A Facile Method for Production of High Purity Silica Xerogel from Bagasse Ash. Journal Advanced Powder Technology. 20 : 468–472.

Delmifiana B, Astuti. 2013. Pengaruh Sonikasi terhadap Struktur dan Morfologi Nanopartikel Magnetik yang Disintesis dengan Metode Kopresipitasi. Jurnal Fisika Unand. 2(3).

Gao K. 1993. Polyethylene Glycol as an Embedment for Microscopy and Histochemistry. CRC Press. 1-10

Gurav JL, Rao AV, Rao AP, Nadargi DY, Bhagat SD. 2009. Physical Properties of Sodium Silicate Based Silica Aerrogel Prepared by Single Step Sol-Gel Process Dried at Ambient Pressure. Alloys and Compounds. 476 : 397-402. Hanafi A, Nandang R. 2010. Studi Pengaruh Bentuk Silika dari Abu Ampas Tebu

terhadap Kekuatan Produk Keramik. Jurnal Kimia Indonesia. 5(1) : 35-38. Hasan MI. 2002. Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Bogor

: Ghalia Indonesia.

Herdianita NR, Ong HL, Subroto EA, Priadi B. 1999. Pengukuran Kristalinitas Silika Berdasarkan Metode Difraktometer Sinar-X. PROC ITB. 31(1).

Hernawati, Indarto. 2010. Pabrik silika dari abu ampas tebu dengan proses presipitasi. [Skripsi]. Surabaya (ID) : Institut Teknologi Surabaya.

Ismayana A. 2014. Perancangan proses co-composting dan nanoteknologi untuk penanganan limbah padat industry gula [Disertasi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Kurniawan D. 2013. Sintesis nanopartikel serat rami dengan metode ultrasonikasi. [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

(34)

20

Lidiniyah. 2011. Peningkatan jumlah nanopartikel kitosan terisi ketoprofen berdasarkan ragam surfaktan dan kondisi ultrasonikasi. [Tesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Mohanraj VJ, Chen Y. 2006. Nanoparticles – A Review. Tropical Journal of Pharmaceutical Research 5(1):561–573.

Munasir, Surahmat H, Triwikantoro, Zainuri M, Darminto. 2013. Pengaruh Molaritas NaOH pada Sintesis Nanosilika Berbasis Pasir Bancar Tuban. Jurnal Penelitian Fisika dan Aplikasinya (JPFA). 3(2).

Nidhin M, Indumathy R, Sreeram K, Nair B.U. 2008. Synthesis of iron oxide nanoparticles of narrow size distribution on polysaccharide templates. Bull. Mater. Sci. 31 : 93-96.

Pausa Y, Mariana B, Yudha A. 2015. Optimasi Tingkat Kemurnian Silika, SiO2, dari

Abu Cangkang Sawit Berdasarkan Konsentrasi Pengasaman. Prisma Fisika.

3(1) : 1-4.

Purwati S, Soetopo R, Setiawan Y. 2007. Potensi Penggunaan Abu Boiler Industri Pulp dan Kertas sebagai Bahan Pengkondisi Tanah Gambut pada Areal Gambut Tanaman Industri. Selulosa.42(1) :8-17.

Safitri D. Sintesis nanopartikel serat kulit rotan dengan metode ultrasonikasi. [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Schroeder A, Kost J, Barenholz Y. 2009. Ultrasound, Liposomes, and Drug Delivery: Principles for using Ultrasound to Control the release of Drugs from Liposomes. Chemistry and Physics of Lipids. 162:1–16.

Siswanto, Hamzah M, Mahendra A, Fausiah. 2012. Perekayasaan Nanosilika Berbahan Baku Silika Lokal Sebagai Filler Kompon Karet Rubber Air Bag

Peluncur Kapal Dari Galangan. Prosiding. Jakarta : Insinas (29-30 Nop 2012). Sriyanti, Taslimah, Nuryono, Narsito. 2005. Pengaruh Keasaman Medium dan

Imobilisasi Gugus Organik pada Karakter Silika Gel dari Abu Sekam Padi.

JSKA. 8 (3).

Suka I, Wasinton S, Simon S, Evi T. 2008. Karakteristik Silika Sekam Padi dari Provinsi Lampung yang Diperoleh dengan Metode Ekstraksi. MIPA. 37(1) : 47-52.

Tarirai C. 2005. Cross-linked chitosan matrix systems for sustained drug release [tesis]. Tshwane: Faculty of Health Sciences, Tshwane University of Technology.

Thassu D, Pathak Y, Deleers M. 2007. Nanoparticulate Drug-Delivery Systems : an Overview. Di dalam: Thassu D, Pathak Y, Deleers M, editor. Nanoparticulates Drug Delivery Systems. New York: Inforrma healthcare. Hlm. 1–31.

Thuadaij N, Nuntiya A. 2008. Preparation of Nanosilica Powder from Rice Husk Ash by Precipitation Method. Chiang Mai J. Sci. 35(1) : 206-211.

Tiyaboonchai W. 2003. Chitosan Nanoparticles: a Promising System for Drug Delivery. Naresuan University Journal 11(3): 51-66.

Yudhistira AD, Fajar BI, Tutuk DK. 2012. Pembuatan Asimetrik Membran Untuk Pengolahan Air : Pengaruh Waktu Penguapan Terhadap Kinerja Membran.

(35)

21

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pati tanggal 14 Maret 1993 dari ayah Abdul Azis dan ibu Nur Afifah. Penulis adalah putra ketiga dari empat bersaudara. Penulis memulai pendidikan di TK Dharma Wanita dan lulus pada tahun 1999. Kemudian penulis memulai pendidikan dasar di SD Kuryokalangan 01 dan lulus pada tahun 2004. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan tingkat menengah di SMP Negeri 3 Pati dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun 2008 penulis lulus dari Madrasah Diniyah Persiapan MA (Madrasah Aliyah) Raudlatul Ulum, Guyangan, Trangkil, Pati. Kemudian melanjutkan pendidikan di MA Raudlatul Ulum, Guyangan, Trangkil, Pati dan lulus pada tahun 2011. Setelah lulus pada tahun 2011, penulis diterima masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN Ujian Tulis di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai organisasi. Pada tahun 2011-2012 penulis aktif sebagai staf divisi Fundrising and Entrepreneurship

Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Tingkat Persiapan Bersama (TPB), anggota Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama (KMNU) IPB, anggota IPB Political School

(IPS), dan anggota Ikatan Keluarga Mahasiswa Pati (IKMP) IPB. Tahun 2012-2013 penulis aktif sebagai staf divisi Eksternal Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama (KMNU) IPB dan pengurus Ikatan Keluarga Mahasiswa Pati (IKMP) IPB. Tahun 2014-2015 penulis aktif sebagai kepala divisi Kajian dan Pelestarian Budaya Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama (KMNU) IPB dan pengajar di Rumah Sahabat (RUSA) Paguyuban Karya Salemba Empat (KSE) IPB.

Selain itu, penulis juga mendapatkan berbagai penghargaan selama perkuliahan. Pada tahun 2013, penulis memperoleh penghargaan berupa lolos

proposal PKM DIKTI dengan judul “Serasah Agroedutourism sebagai Sarana Pelatihan dan Pendampingan Manajemen Bidang Pertanian di Ponpes Mina 90 Kelurahan Mulyaharja, Kecamatan Kota Bogor Selatan, Bogor. Pada tahun 2014, penulis diterima sebagai salah satu penerima beasiswa dari Yayasan Karya Salemba Empat (KSE), finalis Program Mahasiswa Wirausaha (PMW) dari Career Development Alumny Affairs (CDA) IPB. Pada tahun 2015, penulis terpilih sebagai peserta kegiatan The 1st Mata Air Best of The Best, Student Leadership Camp di Yogyakarta, dan program sosial entreprener terpilih pada PGN Innovation Camp di Pusdiklat Indofood, Cibodas.

Gambar

Gambar 2 Diagram alir ekstraksi silika dari abu tanur
Gambar 3 Diagram alir proses sintesis nanosilika metode ultrasonikasi
Tabel 1 Kandungan senyawa abu ketel dan abu tanur
Tabel 2 Ukuran nanopartikel silika
+3

Referensi

Dokumen terkait