• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menggugat Tunjangan Kinerja Pajak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Menggugat Tunjangan Kinerja Pajak"

Copied!
1
0
0

Teks penuh

(1)

23

Kontan

Jumat, 17 April 2015

Opini

Menggugat Tunjangan Kinerja Pajak

B

anyak yang menyebut, Kabi-net Kerja adalah KabiKabi-net Pengusaha. Bukan saja ka-rena presiden dan wakil presiden adalah pengusaha, namun juga karena banyak menteri yang ber-latar belakang pengusaha. Barang-kali karena didominasi pengusa-ha, banyak pula kebijakan peme-rintah yang dikeluarkan dengan perspektif pengusaha yang sedang memimpin perusahaan.

Contoh paling anyar adalah di-terbitkannya Peraturan Presiden No. 37/ 2015 tentang Tunjangan Kinerja di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak. Berdasarkan Per-pres tersebut, pegawai pajak akan memperoleh tunjangan kinerja dengan jumlah sangat berlimpah.

Tunjangan kinerja tertinggi yang diberikan kepada pejabat struktu-ral eselon I, misalnya, mencapai Rp 117,375 juta, sedangkan teren-dah untuk Account Representati-ve Tk. V sebesar Rp 12,316 juta. Pemerintah beralasan, pemberian tunjangan kinerja yang besar itu diperlukan agar para pegawai pa-jak lebih bergairah mencapai tar-get pajak dan tidak lagi tergoda untuk melakukan korupsi.

Tentu saja, kebijakan ini mem-peroleh dukungan para pegawai pajak. Mereka merasa layak

men-dapatkannya karena memanggul target penerimaan pajak yang sa-ngat berat. Apalagi, mengumpul-kan pajak di Indonesia bumengumpul-kanlah perkara mudah karena banyak wajib pajak yang bandel.

Meskipun tidak disuarakan se-cara terbuka, banyak yang meng-kritisi perpres ini. Kebijakan ini jelas menjadikan pegawai Ditjen Pajak sebagai abdi negara kelas wahid, sementara PNS di instansi lain adalah aparatur negara kelas dua, tiga, dan seterusnya.

Lihat saja jumlah tunjangan ki-nerja terendah yang diterima oleh

Account Representative Tk. V jauh di atas gaji berikut tunjangan yang diterima oleh seorang guru besar di perguruan tinggi. Perbe-daan ini semakin timpang jika di-bandingkan dengan yang diterima oleh “guru kecil” di tingkat pendi-dikan dasar atau menengah.

Apabila para pegawai pajak me-rasa berhak memperoleh tunjang-an kinerja berlimpah karena harus bekerja keras memungut pajak dari wajib pajak, kelayakan klaim mereka layak dipertanyakan. Ma-rilah kita bandingkan dengan ba-gaimana perjuangan guru-guru di daerah terpencil yang setiap hari harus menempuh medan yang terjal dan penuh bahaya untuk menjalankan tugasnya mendidik generasi penerus bangsa.

Tidak sedikit pula kisah heroik para petugas kesehatan yang di

tengah keterbatasan fasilitas dan penghargaan dari negara, tetap menunaikan tugasnya menjaga kesehatan dan mencegah kemati-an warga bkemati-angsa di pelosok Tkemati-anah Air. Atau lihatlah kehidupan ten-tara yang setia berjaga di tengah sepi di ujung pelosok negeri demi menjaga keutuhan wilayah.

Keseimbangan organisasi

Bagaimanakah dapat dikatakan bahwa tugas mereka yang

memu-ngut pajak lebih utama dan kare-nanya layak mendapatkan tun-jangan kinerja fantastis? Apalagi, masyarakat merasa banyak ang-garan negara yang berasal dari pajak lebih sering digunakan un-tuk kepentingan yang sama sekali tak berkaitan dengan urusan pe-ningkatan kesejahteraan rakyat.

Dunia usaha sebenarnya berikan contoh bagaimana mem-pertahankan harmoni antar bagi-an dalam sebuah orgbagi-anisasi. Meskipun bagian penjualan, seba-gai revenue center yang berperan

utama sebagai ujung tombak memperoleh pendapatan, mereka tidak kemudian memperoleh ke-dudukan istimewa atau lebih pen-ting dibandingkan cost center, se-perti bagian sumberdaya manusia, keuangan, atau operasi.

Kaplan dan Norton (1996) mem-perkenalkan balanced scorecard

yang mengoreksi praktik peneka-nan besaran keuangan sebagai tolok ukur keberhasilan yang pada akhirnya justru merugikan keber-lanjutan organisasi. Mereka meng-anjurkan dikembangkannya kese-imbangan antara perspektif keuangan dengan perspektif pe-mangku kepentingan, proses bis-nis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan.

Dalam perspektif balanced sco-recard, kebijakan pemberian tjangan kinerja yang fantastis un-tuk pegawai pajak menyimpan potensi bahaya di masa menda-tang. Ibarat tubuh, kebijakan itu bak mengistimewakan kedua ta-ngan karena dianggap paling ber-peran dalam bekerja dan mema-sukkan makanan ke dalam tubuh. Anggapan ini jelas mengabaikan peran penting otak, hati, jantung, kaki, mulut, mata, telinga, serta anggota tubuh yang lain.

Yang berbahaya adalah jika pengabaian ini membuat anggota tubuh lain ini mogok bekerja, se-hingga seluruh sistem tubuh pun akan terganggu karenanya. ■

Ali Mutasowifi n,

Dosen Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB

Tunjangan yang

fantastis bagi

pegawai pajak

menyimpan bahaya.

Untung Santosa,

Jl. Jembatan II No. 11A, Pejagalan, Penjaringan, Jakarta Utara

Alexander Richard,

Jl. Dahlia III No. 11, Pakuan, Bogor Selatan

Hp 08783214xxxx

Hp 08531849xxxx

Hp 08579435xxxx

Referensi

Dokumen terkait

Pada ultrafiltrasi diamati nilai fluksi permeat dan rejeksi dengan parameter tekanan transmembran, kecepatan alir (kecepatan crossflow ) dan konsentrasi umpan

Selanjutnya, dapat kita lihat karakteristik yang lain lagi, yaitu dalam pedagogi orang belajar “berpusat pada mata pelajaran” di mana mata pelajaran tersebut pada

Karena inverter komersial yang digunakan bekerja pada range tegangan masukan 12V – 15V, maka pemberian beban aktivasi dilakukan sampai tegangan keluaran fuel cell terkondisikan

Kemungkinan dampak lain akibat pengaruh antropogenik yang terjadi yaitu terancamnya beberapa species penghuni danau yang rentan terhadap perubahan kualitas perairan yang terjadi

CA selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, dukungan, dan saran yang sangat berarti bagi penulis selama penyusunan skripsi.. Bapak dan Ibu dosen

Kajian sanad adalah meneliti sanad hadis untuk mengetahui kualitas perawi, tsiqah atau dhaif dan hal-hal tentang sanad, muttashil atau inqitha’ sanadnya,

1. Jika kita hanya dapat menunaikan kewajiban dzatiyah maka, kita baru dapat menshalihkan diri sendiri, secara fisik, intelektual, dan spiritual. Dan jika kita tidak

Penelitian oleh Arief Rachmawan (2011)yang berjudul “Pengaruh Efektivitas Penagihan Pajak Reklame Terhadap Penerimaan Pajak Daerah Pada Dinas Pendapatan Kota Bandung.” Hasil