• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN IMPOR DI INDONESIA PERIODE 1985-2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN IMPOR DI INDONESIA PERIODE 1985-2014"

Copied!
139
0
0

Teks penuh

(1)

PERIOD 1985-2014

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi Program Studi Ilmu Ekonomi

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Oleh

RAMADITYA BAYU PAMUNGKAS 20120430225

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

(2)

Menyatakan bahwa skripsi ini dengan judul: “ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN IMPOR DI INDONESIA PERIODE 1985-2014” tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam Daftar Pustaka. Apabila ternyata dalam skripsi ini diketahui terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain maka saya bersedia karya tersebut dibatalkan.

Yogyakarta, 09 November 2016

(3)

urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain). Dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap (QS. Al-Insyirah 6-8).

Orang-orang yang berhenti belajar akan menjadi pemilik masa lalu dan orang-orang yang masih terus belajar, akan menjadi pemilik masa depan (Mario Teguh).

(4)

putus sampai detik ini.

Kakak ku terimakasih karena telah memberikan nasehat serta bimbingan sampai aku dapat menyelesaikan kuliah ku.

Sahabat dan teman ku, Dayah, Bestian, Ardhi, Adi F, Fadil, Oby, Iyan, Mbong, Andri, Sofyan, Adi A, Ervin. Terimakasih atas support yang kalian berikan selama ini. Kalian HEBAT!! Semoga kita bisa menjadi orang yang berguna bagi bangsa dan negara dan tidak menjadi pengangguran agar jumlah pengangguran di Indonesia tidak bertambah.

(5)

Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Faktor -Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Impor di Indonesia periode 1985-2014”. Penulisan skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program strata satu (S1) pada Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Penulisan skripsi ini tidak mungkin dapat terselesaikan tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Nano Prawoto, SE., M.Si. selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Dr. Imamudin Yuliadi, SE., M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. 3. Masyhudi Muqorobin, M.Ec., Ph.D., Akt selaku dosen pembimbing yang

telah memberikan bimbingan dengan penuh kesabaran, ikhlas dan selalu menyempatkan waktunya untuk memberikan arahan dalam menyelesaikan skripsi ini.

(6)

menjalani kuliah ini hingga akhinya mampu mengakhiri studi S1 dengan membanggakan.

7. Serta kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan hingga terselesaikannya skripsi ini.

Semoga Allah membalas budi baik semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dorongan kepada penulis. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan yang disebabkan keterbatasan pengetahuan serta pengalaman penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.

Yogyakarta, 09 November 2016

(7)

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PNGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

INTISARI ... vii

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

A. ... L andasan Teori ... 8

1... P erdagangan Internasional ... 8

2... T eori Perdagangan Internasional ... 9

(8)

6... N ilai Valuta Asing (Kurs) ... 23 7... S

ejarah Perkembangan Nilai Tukar di Indonesia ... 28 8... P

roduk Domestik Bruto (PDB) ... 29 9... M

etode Perhitungan Pendapatan Nasional ... 32 10. ... I nflasi ... 33 11. ... I ndikator Inflasi ... 34 12. ... J

enis Inflasi Menurut Sebabnya ... 35 13. ... I nflasi Berdasarkan Parah Tidaknya ... 36 14. ... D BAB III METODE PENELITIAN... 42 A. ... J

enis Penelitian ... 42 B. ... J

enis Data ... 42 C. ... T

(9)

1... V ector Error Correction Model (VECM) ... 44 2... L

angkah-Langkah Analisis Data ... 47 a. ... U

ji Stationeritas Data ... 47 b. ... P

enentuan Lag Optimal ... 48 c. ... U

ji Kointegrasi ... 49 d. ... U

ji kausalitas granger ... 51 e. ... E

stimasi Model Vector Error Correction Model (VECM) ... 52 f. ... U

ji Impulse Response Function (IRF) ... 53 g. ... U

ji Variance decompositions ... 53 BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN ... 55 A. ... G

ambaran Umum Impor Indonesia ... 55 B. ... G

ambaran Umum Variabel Penelitian ... 56 1... K

urs (Nilai Tukar) ... 56 2... P

(10)

2... P enentuan Panjang Lag ... 65 3... U

ji Kointegrasi ... 66 4... P

engujian Stabilitas VECM ... 67 5... U

ji Kausalitas Granger ... 68 B. ... I nterpretasi Hasil Estimasi VECM ... 69 1... H

asil Analisis IRF (Impulse Response Function). ... 75 2... H

asil Analisis VDC (Variance Decomposition) ... 79 BAB VI SIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN PENELITIAN ... 82 A. ... S

impulan ... 82 B. ... S

aran ... 83 C. ... K

eterbatasan Penelitian ... 84 DAFTAR PUSTAKA

(11)

2.1 Keunggulan Absolut ... 10

2.2 Keunggulan Komparatif ... 11

4.1 Perkembangan Produk Doestik Bruto atas Harga Konstan 2000 menurut Lapangan Usaha (Milyar Rupiah) dari Tahun 2012-2014 ... 58

5.1 Hasil Uji ADF Menggunakan Intercept pada Tingkat Level ... 61

5.2 Hasil Uji ADF Menggunakan Intercept pada Tingkat First Difference ... 63

5.3 Pengujian Panjang Lag Menggunakan Nilai LR ... 65

5.4 Hasil Uji Kointegrasi (Johansen’s Cointegration Test) ... 66

5.5 Hasil Uji Stabilitas Estimasi VECM ... 67

5.6 Uji Kausalitas Granger ... 68

5.7 Hasil Estimasi VECM (Vector Error Correction Model) Jangka Pendek ... 70

5.8 Hasil Estimasi VECM (Vector Error Correction Model) Jangka Pendek ... 71

5.9 Hasil Estimasi VECM (Vector Error Correction Model) Jangka Panjang ... 73

(12)

4.1 Perkembangan Impor di Indonesiadari tahun 2005

sampai dengan 2014 (dalam Juta US$) ... 56

4.2 Perkembangan Kurs di Indonesia dari tahun 2005 sampai dengan 2014 (dalam Rupiah) ... 57

4.3 Perkembangan Inflasi di Indonesia dari tahun 2005 sampai dengan 2014 (dalam persen) ... 59

5.1 Hasil Analisis IRF Impor terhadap shock Kurs ... 76

5.2 Hasil Analisis IRF Impor terhadap shock PDB ... 77

(13)
(14)

1985-2014 yang bersumber dari Badan Pusat Statistik dan Bank Indonesia. Alat estimasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Vector Error Correction Model (VECM) menggunakan bantuan Eviews 7.2.

Hasil estimasi menunjukkan bahwa dalam jangka pendek variabel kurs (nilai tukar rupiah), Produk Domestik Bruto (PDB), dan inflasi tidak berpengaruh terhadap impor. Sedangkan, variabel impor justru berpengaruh terhadap variabel kurs (nilai tukar rupiah) dan inflasi. Dalam jangka panjang, hasil estimasi menunjukkan bahwa variabel kurs (nilai tukar rupiah) dan inflasi berpengaruh signifikan terhadap impor. Sedangkan, variabel Produk Domestik Bruto (PDB) tidak berpengaruh signifikan terhadap impor dalam jangka panjang. Hasil estimasi VECM dalam penelitian ini juga menghasilkan analisis penting, yaitu IRF (Impluse Response Function) dan VDC (Variance Decomposition).

(15)

dependent variable was import while the independent variables were Rupiah currency, Gross Domestic Product (GDP), and inflation. The data used in this research was yearly data during 1985-2014 collected from Central Bureau of Statistic and Bank of Indonesia. The estimation tool used in this research was Vector Error Correction Model (VECM) using Eviews 7.2.

The estimation result showed that within short term, Rupiah currency, Gross Domestic Product (GDP), and inflation did not influence the import. Meanwhile, import influenced Rupiah currency and inflation. In long term, the estimation result shows that Rupiah currency and inflation significantly influenced the import. Gross Domestic Product, in the other hand, did not significantly influence long term import. The estimation result obtained from VECM in this research also showed a crucial analysis that were Impulse Response Function (IRF) and Variance Decomposition (VDC).

(16)

1

A. Latar Belakang

Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, seperti Indonesia serta dalam era globalisasi sekarang ini, suatu negara tidak terlepas dari kegiatan perekonomian internasional, diantaranya yaitu impor. Kegiatan impor yang dilakukan suatu negara dapat mempengaruhi neraca perdagangan negara tersebut, ketidakseimbangan yang terjadi karena impor menyebabkan terjadinya defisit atau surplus neraca perdagangan. Perkembangan impor perlu dikendalikan agar tidak menyebabkan terjadinya dampak negatif pada perekonomian.

Perekonomian global merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi dengan tanpa rintangan batas territorial negara. Globalisasi perekonomian mengharuskan penghapusan seluruh batasan dan hambatan terhadap arus modal, barang dan jasa.

(17)

perdagangan internasional. Dengan adanya perdagangan internasional, maka akan berpengaruh terhadap komponen-komponen neraca pembayaran.

Defisit neraca pembayaran akan berakibat sistemik terhadap perekonomian dalam suatu negara. Defisit sebagai akibat impor lebih besar daripada ekspor, maka bisa berakibat pada menurunnya kegiatan ekonomi dalam negeri karena konsumen membeli barang bukan buatan dalam negeri, melainkan barang impor. Harga valuta asing yang naik akan berakibat pada barang impor yang menjadi mahal. Hal ini akan berdampak pada kegiatan ekonomi dalam negeri akan terhambat karena kegairahan pegusaha untuk menanamkan modal ke dalam negeri akan menurun.

Dengan demikian, sama halnya dengan masalah pengangguran dan inflasi, masalah difisit dalam neraca pembayaran juga memiliki efek yang buruk bagi perekonomian baik jangka pendek ataupun jangka panjang. Oleh karena itu setiap negara harus menghindari adanya defisit dalam neraca pembayaran. (Sadono Sukirno, 2002).

(18)

TABEL 1.1

Impor Indonesia 2005-2014 (Juta US$) (Ribu Ton) (Juta $) 2005 83.664,50 57.700,90 2006 83.808,90 61.065,50 2007 89.935,60 74.473,40 2008 98.664,30 129.197,30 2009 91.354,40 96.829,20 2010 110.701,00 135.663,30 2011 128.221,60 177.435,60 2012 136.283,60 191.689,50 2013 141.109,60 186.628,70 2014 147.734,30 178.178,80 Sumber : Badan Pusat Statistik

Dari tabel di atas impor indonesia terlihat bahwa dari tahun 2005-2014 secara umum meningkat. Walaupun pada tahun 2009 mengalami penurunan menjadi 96.829,20 juta Dollar, begitupun juga antara tahun 2012-1014 mengalami penurunan menjadi 178.178,80 juta Dollar. Sedangkan dari tahun 2005-2008 dan 2010-2012 terus mengalami peningkatan.

Fluktuasi nilai impor selama kurun waktu 2005– 2014, telah ikut berpengaruh besar terhadap perekonomian. Dalam kondisi tertentu, impor cenderung berpengaruh positif. Begitu pula ketika terjadi penurunan nilai impor berimplikasi pada terjadinya kelesuan pada perekonomian, khususnya pada sektor produksi.

(19)

memproduksi sendiri. Namun setiap negara berusaha untuk mengurangi impor barang konsumsi mereka.

Untuk keperluan produksi, maka impor yang dimaksud adalah impor bahan baku dan barang modal. Kedua jenis barang tersebut berhubungan langsung dengan proses produksi, dimana proses produksi akan berkaitan erat dengan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan negatif impor bahan baku dan barang modal berimplikasi pada proses produksi. Produksi barang dalam negeri menurun drastis sehingga menyebabkan inflasi dan pengangguran. Oleh karena itu, dengan perdagangan luar negeri memungkinkan untuk mengimpor mesin-mesin atau alat-alat modern untuk memproduksi kebutuhan dalam negeri. Dari proses ini diharapkan akan meningkatkan produktivitas dan menghasilkan atau memproduksi sendiri barang-barang yang sebelumnya harus diimpor.

Bukan rahasia umum lagi bahwa masayarakat Indonesia adalah masyarakat yang sangat konsumtif, maka untuk memenuhi kebutuhan penduduk, kita harus mengimpor barang dari luar negeri sebab sebagian besar industri dalam negeri tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Selain itu produksi dalam negeri masih mengimpor bahan baku dari luar negeri untuk menghasilkan produk untuk di konsumsi maupun untuk di ekspor sebagiannya.

(20)

besar kemungkinan impor maka makin besar pula permintaan akan valuta asing yang menyebabkan kurs valuta asing cenderung meningkat harganya sehingga mata uang domestic melemah terhadap mata uang asing. Karena pembelian barang impor meningkat maka cadangan devisapun berkurang sebab cadangan devisa berfungsi untuk membiayai transaksi luar negeri dan untuk berjaga-jaga, termasuk impor (Nopirin, 1995).

Realisasi impor juga ditentukan oleh kemampuan negara tersebut membiayai impornya. Keynes mengemukakan bahwa besar kecilnya impor lebih dipengaruhi oleh pendapatan negara tersebut. Analisis makro ekonomi menganggap bahwa makin besar pendapatan nasional suatu negara maka semakin besar pula impornya (Herlambang, 2001).

(21)

Bagi negara-negara sedang berkembang termasuk Indonesia, maka impor dimaksudkan untuk mendukung proses industrialisasi. Oleh karena itu, impor akan lebih banyak berupa bahan baku untuk industri, mesin-mesin atau barang-barang modal lainnya untuk memproduksi barang-barang tertentu untuk keperluan dalam negeri atau untuk kebutuhan ekspor.

Oleh karena itu, sesuai dengan paparan yang dijelaskan dalam latar belakang diatas, maka penulis mengajukan judul Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Impor di Indonesia Tahun 1985- 2014”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan uraian diatas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pengaruh kurs (nilai tukar) terhadap permintaan impor Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang ?

2. Bagaimana pengaruh PDB perkapita terhadap permintaan impor Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang ?

(22)

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh kurs (nilai tukar) terhadap permintaan impor Indonesia.

2. Untuk mengetahui pengaruh PDB terhadap permintaan impor Indonesia. 3. Untuk mengetahui pengaruh inflasi terhadap permintaan impor Indonesia.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu menambah khazanah serta keragaman literatur dan referensi pada perpustakaan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, khususnya literature dan referensi studi tentang permintaan impor Indonesia.

2. Manfaat praktis

(23)

8

A. Landasan Teori

1. Pengertian Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional diartikan sebagai proses tukar menukar yang didasarkan atas kehendak sukarela dari masing-masing pihak yang harus mempunyai kebebasan menentukan apakah dia mau melakukan perdagangan atau tidak. Perdagangan hanya akan terjadi jika tidak ada satu pihak yang memperoleh keuntungan dan tidak ada pihak lain yang dirugikan. Manfaat yang diperoleh dari perdagangan internasional tersebut disebut manfaat perdagangan atau gains from trade.

Pada dasarnya perdagangan internasional merupakan kegiatan yang menyangkut penawaran (ekspor) dan permintaan (impor) antar Negara. Pada saat melakukan ekspor, Negara menerima devisa untuk pembayaran. Devisa inilah yang nantinya digunakan untuk membiayai impor. Ekspor suatu Negara merupakan impor bagi Negara lain, begitu juga sebaliknya (Budiono, 1999).

(24)

Terdapat beberapa faktor yang menjadi pendorong semua Negara di dunia untuk melakukan perdagangan luar negeri. Dari faktor-faktor tersebut empat yang terpenting dinyatakan di bawah ini:

a. Memperoleh barang yang tidak dapat dihasilkan di dalam negeri b. Mengimpor teknologi yang lebih modern dari negara lain c. Memperluas pasar produk-produk dalam negeri

d. Memperoleh keuntungan dari spesialisai (Sukirno, 2004)

2. Teori Perdagangan Internasional

(25)

a. Teori Keunggulan Absolut

Teori keunggulan absolut dicetuskan pertama kali oleh Adam Smith. Menurut Adam Smith perdagangan dua negara didasarkan kepada keunggulan absolut (absolute advantage), yaitu jika sebuah negara lebih efisien daripada negara lain dalam memproduksi sebuah kmoditi, namun kurang efisien disbanding negara lain dalam memproduksi komoditi lainnya, maka kedua negara tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan cara masing-masing melakukan spesialisasi dan memproduksi komoditi yang memiliki keunggulan absolut (Salvator, 1997). Melalui proses ini, sumber daya di kedua negara dapat digunakan dengan cara yang paling efisien. Output yang diproduksi pun akan menjadi meningkat.

Sebagai ilustrasi, Tabel 2.1 menggambarkan dua negara yaitu Amerika Serikat dengan Inggris yang memproduksi dua komoditi yaitu kain dan gandum, sebagai berikut:

Tabel 2.1 Keunggulan Absolut

Amerika Serikat Inggris

Gandum (karung/jam kerja) 6 1

Kain (meter/jam kerja) 4 5

Sumber: Salvator, 1997

(26)

Amerika Serikat. Artinya bahwa Amerika Serikat lebih efisien memproduksi gandum (memiliki keunggulan absolut) dibandingkan Inggris, sedangkan dalam produksi kain Inggris lebih efisien (memiliki keunggulan absolut) dibanding Amerika Serikat.

b. Teori Keunggulan Komparatif’

Menurut David Ricardo yang ditulis bukunya Principle of Political Economy and Taxation tahun 1817 (Salvator, 1997), meskipun suatu negara kurang efisien dibanding (atau memiliki kerugian absolut) dengan negara lain dalam memproduksi dua komoditi, namun masih tetap terdapat dasar untuk dapat melakukan perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak. Negara tersebut harus melakukan spesialisasi dalam memproduksi dan mengekspor komoditi yang memiliki kerugian absolut lebih kecil (ini adalah komoditi dengan keunggulan komparatif) dan mengimpor komoditi yang memiliki kerugian absolut lebih besar (komoditi ini memiliki kerugian komparatif).

Tabel 2.2

Keunggulan Komparatif

Amerika Serikat Inggris

Gandum (karung/jam kerja) 6 1

Kain (meter/jam kerja) 4 2

Sumber: Salvator, 1997

(27)

kain maupun gandum. Dalam keadaan ini, untuk menunjukkan bahwa kedua negara dapat memperoleh keuntungan, misalnya bahwa Amerika Serikat dapat menukarkan 6G (gandum) dengan 6K (kain), Amerika Serikat kemudian akan memperoleh keuntungan sebesar 2K (atau menghemat 1/2 jam kerja) karena Amerika Serikat hanya dapat menukar 6G dengan 4K di dalam negeri. Untuk melihat bahwa Inggris juga memperoleh keuntungan, 6G yang diterima Inggris dari Amerika akan memerlukan enam jam untuk memproduksinya di dalam negri. Namun Inggris dapat menggunakan enam jam ini untuk memproduksi 12K, dan hanya menyerahkan 6K untuk memperoleh 6G dari Amerika. Dengan demikian, Inggris akan memperoleh keuntungan sebesar 6K atau dapat menghemat tiga jam kerja.

c. Teori Modern: Proporsi Faktor Produksi

(28)

yang input (atau faktor produksi) utamanya tidak dimiliki negara tersebut (atau jumlahnya terbatas).

Teori Heckscher-Ohlin atau teori kelimpahan faktor dapat diekspresikan ke dalam dua buah teorema yang saling berhubungan, yakni teorema Heckscher-Ohlin, sebuahn negara akan mengekspor komoditi yang padat faktor produksi yang ketersediaannya di negara tersebut melimpah dan murah, di sisi lain negara tersebut akan mengimpor komoditi yang padat dengan faktor produksi yang di negaranya merupakan faktor produksi yang langka dan mahal. Menurut teorema penyamaan harga faktor produksi, perdagangan internasional cenderung menyamakan harga-harga, baik secara relative maupun secara absolut, dari berbagai faktor produksi homogeny di antara negara-negara yang terlibat dalam hubungan dagang.

(29)

d. Teori Keunggulsn Kompetitif

Menurut Michael E. Porter (1990) The Competitive Advantage of Nation adalah tentang tidak adanya kerelasi langsung antara dua faktor poduksi (sumber daya alam yang tinggi dan sumber daya manusia yang murah) yang dimiliki suatu negara untuk dimanfaatkan menjadi data saing dalam perdagangan. Banyak negara di dunia ini yang jumlah tenaga kerjanya sangat besar secara proporsional dengan luar negri tetapi terbelakang dalam daya saing internasional.Begitu juga tingkat upah yang relatif murah daripada negara lainnya, begitu pula berkorelasi erat dengan rendahnya motivasi bekerja dan berprestasi.Hasil akhir Porter menyebutkan peranan pemerinntah sangat mendukung selain faktor produksi. Porter mengungkapkan bahwa ada empat atribut utama yang menentukan mengapa industri tertentu dalam suatu negara dapat mencapai sukses internasional, keempat atribut itu meliputi:

1) Kondisi faktor produksi

2) Kondisi permintaan dan tuntutan mutu dalam negeri 3) Eksistensi industri pendukung

4) Kondisi persaingan strategi dan struktur perusahaan dalam negeri

(30)

dalam negeri yang tinggi, indsutri hulu atau hilir yang maju dan persaingan domestic yang ketat. Keunggulan kompetitif yang hanya didukung oleh 1/2 atribut saja biasanya tidak akan dapat bertahan, sebab keempat atribut saling berinteraksi positif dalam negara yang sukses. Di samping keempat atribut di atas, peran pemerintah juga merupakan variabel yang cukup signifikan.

e. Teori Perdagangan dengan Permintaan dan Penawaran

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perdagangan internasional adalah karena adanya perbedaan permintaan dan penawaran suatu negara. Perbedaan ini terjadi karena: (a) tidak semua negara memiliki dan mampu menghasilkan komoditi yang diperdagangkan, karena faktor-faktor alam negara tersebut tidak mendukunng, seperti letak geografis dan kandungan buminya, dan (b) perbedaan pada kemampuan suatu negara dalam menyerap komoditi tertentu pada tingkat yang lebih efisien.

(31)

Amerika Serikat akan mengekspor sebagian televise yang diproduksinya (Tambunan, 2000).

Permintaan ini berbeda misalnya, karena perbedaan pendapatan dan selera masyarakat.Sedangkan penawaran berbeda, misalnya karena perbedaan di dalam jumlah dan kualitas faktor-faktor produksi, tingkat teknologi dan eksternalitas (Nopirin, 1999).

3. Kebijakan Perdagangan Internasional

Menurut nopirin (1999), kebijakan perdagangan internasional adalah tindakan atai kebijaksanaan ekonomi pemerintah yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi komposisi, arah serta bentuk dari perdagangan internasional. Instrument kebijakan internasional adalah:

a. Kebijakan perdagangan internasional

Meliputi tindakan peerintah terhadap rekening yang sedang berjalan (current account) dari neraca pembayaran internasional, khususnya tetang ekspor dan impor barang atau jasa.Misalnya adalah tariff terhadap impor, bilateral trade agreement dan lainnya.

b. Kebijakan pembayaran internasional

(32)

c. Kebijakan bantuan luar negeri

Tindakan atau kebijakan pemerintah yang berhubungan dengan bantuan (grants), pinjaman (loans), bantuan yang bertujuan untuk membantu rehabilitasi serta pembangunan dan bantuan militer terhadap negara lain.

4. Hambatan Perdagangan Internasional (Hambatan Impor) Penghambat impor (import barriers) adalah langkah-langkah pemerintah dalam perpajakan atau peratiran-peraturan impor yang mengurangi kebebasan perdagangan luar negeri. Penghambat impor biasanya dibedakan menjadi atas dua jenis, yaitu:

a. Tariff

Tariff adalah pembebanan pajak atau custom duties terhadap barang-barang yang melewati batas suatu negara. Dilihat dari aspek asal komoditi, ada dua macam tariff, yaitu (Salvatore, 1997):

1) Tariff impor, yakni pajak yang dikenakan untuk setiap komoditi yang diimpor dari negara lain.

2) Tariff ekspor, yakni pajak untuk suatu komoditi yang dieskpor.

(33)

1) Tariff ad valorem adalah pajak yang dikenakan berdasarkan angka presentase tertentu dari nilai barang-barang yang diimpor.

2) Tariff spesifik dikenakan sebagai beban tetap unit barang yang diimpor.

3) Tariff campuran adalah gabungan antara tariff ad valorem dengan tariff spesifik.

b. Penghambat bukan tariff

Salah satu bentuk hambatan bukan tariff adalah kuota.Kuota adalah pembatasan secara langsung jumlah fisik terhadap barang yang msuk (kuota impor) dan keluar (kuota ekspor).Pemberlakuan kuota impor memberikan dampak-dampak terhadap konsumsi dan produksi seperti yang ditimbulkan oleh penerapan tariff impor yang setara. Penyesuaian terhadap setiap pergeseran dalam kurva permintaan atau kurva penawaran sehubungan dengan adanya kuota impor akan terjadi pada harga-harga domestik. Sedangkan jika yang diberlakukan adalah tariff impor, maka penyesuaian tersebut akan terjadi pada kuantitas impor. Secara umum, kuota impor itu lebih menghambat daripada tariff yang setara.Kuota impor biasanya dikenakan terhadap bahan mentah sebagai barang perdagangan penting serta di bawah suatu pengawasan badan internasional.

(34)

ancaman bagi kelangsungan dan perkembangan perdagangan internasional yang bebas.

5. Impor

Impor adalah arus kebalikan dari ekspor yaitu barang dan jasa luar negeri yang masuk ke dalam suatu negara. Ketika ekspor dapat meningkatkan pendapatan nasional, impor bertindak sebaliknya. Impor merupakan pembelian dan pemasukan barang dari luar negeri ke dalam perekonomian suatu negara.

Aliran barang impor dapat menimbulkan aliran keluar atau bocoran dari aliran pegeluaran sektor rumah tangga ke sektor perusahaan yang pada akhirnya menurunkan pendapatan nasional yang mungkin dapat dicapai (Sukirno, 2001:2003). Impor ditentukan oleh kesanggupan atau kemampuan dalam ,menghasilkan barang-barang yang bersaing dengan buatan luar negeri. Nilai impor tergantung dari nilai tingkat pendapatan nasional negara tersebut, semakin tinggi pendapatan nasional, maka imporpun semakin tinggi sebagai akibatnya banyak kebocoran dalam pendapatan nasional.

Menurut Amir (1999) impor merupakan suatu kegiatan memasukkan barang-barang dari luar negeri sesuai dengan ketentuan pemerintah kedalam perdaran dalam masyarakat yang dibayar dengan mempergunakan valuta asing.

a. DampakImpor

(35)

a) Meningkatkan kesejahteraan konsumen. Dengan adanya impor barang-barang konsumsi, masyarakat Indonesia bisa menggunakan barang yang tidak dapat dihasilkan di dalam negeri.

b) Meningkatkan industri dalam negeri. Dengan adanya impor, negara mendapatkan kesempatan untuk mengimpor barang-barang modal,baik yang berupa mesin industri maupun bahan baku yang memungkinkan kita untuk mengembangkan suatu industri.

c) Ahli teknologi. Dengan adanya impor memungkinkan terjadinya alih teknologi. Secara bertahap Negara mencoba mengembangkan teknologi modern untuk mengurangi ketertinggalan suatu negara dengan negara yang sudah maju.

2) Dampak negatif

(36)

b) Menciptakan pengangguran. Dengan mengimpor barang dari luar negeri berarti negara tidak mempunyai kesempatan untuk memproduksi barang-barang tersebut. Sama artinya negara telah kehilangan kesempatan untuk membuka lapangan pekerjaan yang tercipta dari proses memproduksi barang tersebut. c) Konsumerisme. Konsumsi berlebihan terutama untuk

barang-barang mewah merupakan salah satu dampak yang dapat diciptakan dari adanya kegiatan impor barang.

b. Teori Permintaan Impor

(37)

dalam usaha pendayagunaan devisa menunjang usaha dan industri dalam negeri serta meningkatkan mutu produksi dalam negeri.

Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan impor suatu negara (Syamsurizal Tan, 1990) yaitu:

1) Harga impor relatif terhadap harga domestik, importir akan mengimpor suatu produk pada saat haga relatif impor lebih murah dibandingkan dengan harga produk domestik. Perbedaan harga antara impor relatif dan domestik sangat erat kaitannya dengan keuntungan faktor internal seperti rendahnya inflasi negara importir dan faktor internal seperti rendahnya inflasi negara importir dan faktor eksternal seperti kenaikan pendapatan negara importir.

2) PDB negara pengimpor, dalam teori dasar perdagangan internasional dinyatakan bahwa impor merupakan fungsi dari pendapatan. Pendapatan disini bisa juga PDB, Semakin besar pendapatan menyebabkan impor semakin meningkat. Mekanisme seperti ini dapat dijelaskan dengan 2 lajur yaitu : a) Kenaikan PDB menyebabkan meningkatnya tabungan

(38)

berupa barang modal maupun bahan mentah, sehingga harus impor.

b) Pada umumnya di negara sedang berkembang, kenaikan PDB yang menyebabkan meningkatnya kesejahteraan tetapi diikuti pula oleh perubahan selera yang semakin menggemari produk impor. Menggunakan produk impor memberikan simbol tersendiri bagi seorang konsumen, sehingga secara tidak langsung impor meningkat sejalan dengan peningkatan PDB.

6. Nilai Valuta Asing (Kurs)

Menurut Adiningsih, dkk (1998), nilai tukar rupiah adalah harga rupiah terhadap mata uang negara lain. Jadi, nilai tukar rupiah merupakan nilai mata uang rupiah yang ditranslasikan ke dalam mata uang negara lain. Misalnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika, nilai tukar rupiah terhadap Euro, dan lain sebagainya.

(39)

Menurut Mohamad Samsul (2006), perubahan satu variabel makro ekonomi memiliki dampak yang berbeda terhadap hargasaham, yaitu suatu saham dapat terkena dampak positif sedangkan saham lainnya terkena dampak negatif. Misalnya, perusahaan yang berorientasi impor, depresiasi kurs rupiah terhadap dolar Amerika yang tajam akan berdampak negatif terhadap harga saham perusahaan. Sementara itu, perusahaan yang berorientasi ekspor akan menerima dampak positif dari depresiasi kurs rupiah terhadap dolar Amerika. Ini berarti harga saham yang terkena dampak negatif akan mengalami penurunan di Bursa Efek Indonesia (BEI), sementara perusahaan yang terkena dampak positif akan mengalami kenaikan harga sahamnya. Selanjutnya, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga akan terkena dampak negatif atau positif tergantung pada kelompok yang dominan dampaknya.

(40)

a. Penentuan Nilai Tukar

Ada beberapa faktor penentu yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar, yaitu (Madura, 1993):

1) Faktor Fundamental

Faktor fundamental berkaitan dengan indikator ekonomi seperti inflasi, suku bunga, perbedaan relatif pendapatan antar negara, ekspektasi pasar dan intervensi bank sentral.

2) Faktor Teknis

Faktor teknis berkaitan dengan kondisi permintaan dan penawaran devisa pada saat tertentu. Apabila ada kelebihan permintaan, sementara penawaran tetap, maka harga valuta asing akan terapresiasi, sebaliknya apabila ada kekurangan permintaan, sementara penawaran tetap maka nilai tukar valuta asing akan terdepresiasi. 3) Sentimen Pasar

Sentimen pasar lebih banyak disebabkan oleh rumor atau berita politik yang bersifat insidentil, yang dapat mendorong harga valuta asing naik atau atau turun secara tajam dalam jangka pendek. Apabila rumor atau berita sudah berlalu, maka nilai tukar akan kembali normal.

b. Sistem Kurs Mata Uang

(41)

1) Sistem kurs mengambang (floating exchange rate)

Sistem kurs ini ditentukan oleh mekanisme pasar dengan atau tanpa upaya stabilisasi oleh otoritas moneter. Di dalam sistem kurs mengambang dikenal dua macam kurs mengambang, yaitu :

a) Mengambang bebas (murni) dimana kurs mata uang ditentukan sepenuhnya oleh mekanisme pasar tanpa ada campur tangan bank sentral/otoritas moneter. Sistem ini sering disebut clean floating exchange rate, di dalam sistem ini cadangan devisa tidak diperlukan karena otoritas moneter tidak berupaya untuk menetapkan atau memani pulasi kurs.

b) Mengambang terkendali (managed or dirty floating exchange rate) dimana otoritas moneter berperan aktif dalam menstabilkan kurs pada tingkat tertentu. Oleh karena itu, cadangan devisa biasanya dibutuhkan karena otoritas moneter perlu membeli atau menjual valuta asing untuk mempengaruhi pergerakan kurs.

c. Sistem kurs tertambat (pegged exchange rate).

Dalam sistem ini, suatu negara mengkaitkan nilai tukar mata uangnya dengan suatu mata uang negara lain atau sekelompok mata uang, yang biasanya merupakan mata uang negara partner dagang yang utama

(42)

bergerak mengikuti mata uang yang menjadi tambatannya. Jadi sebenarnya mata uang yang ditambatkan tidak mengalami fluktuasi tetapi hanya berfluktuasi terhadap mata uang lain mengikuti mata uang yang menjadi tambatannya.

d. Sistem kurs tertambat merangkak (crawling pegs).

Dalam sistem ini, suatu negara melakukan sedikit perubahan dalam nilai tukar mata uangnya secara periodik dengan tujuan untuk bergerak menuju nilai tertentu pada rentang waktu tertentu. Keuntungan utama sistem ini adalah suatu negara dapat mengatur penyesuaian kursnya dalam periode yang lebih lama dibanding sistem kurs tertambat. Oleh karena itu, sistem ini dapat menghindari kejutan-kejutan terhadap perekonomian akibat revaluasi atau devaluasi yang tiba-tiba dan tajam.

e. Sistem sekeranjang mata uang (basket of currencies).

Banyak negara terutama negara sedang berkembang menetapkan nilai tukar mata uangnya berdasarkan sekeranjang mata uang. Keuntungan dari sistem ini adalah menawarkan stabilitas mata uang suatu negara karena pergerakan mata uang disebar dalam sekeranjang mata uang. Seleksi mata

uang yang dimasukkan dalam “keranjang“ umumnya ditentukan oleh

(43)

f. Sistem kurs tetap (fixed exchange rate).

Dalam sistem ini, suatu negara mengumumkan suatu kurs tertentu atas nama uangnya dan menjaga kurs ini dengan menyetujui untuk menjual atau membeli valas dalam jumlah tidak terbatas pada kurs tersebut. Kurs biasanya tetap atau diperbolehkan berfluktuasi dalam batas yang sangat sempit.

7. Sejarah Perkembangan Kebijakan Nilai Tukar di Indonesia

Menurut Ana Ocktaviana (2007), sejak tahun 1970, negara Indonesia telah menerapkan tiga sistem nilai tukar, yaitu:

a. Sistem kurs tetap (1970 - 1978)

Sesuai dengan Undang-Undang No.32 Tahun 1964, Indonesia menganut sistem nilai tukar kurs resmi Rp. 250/dolar Amerika sementara kurs uang lainnya dihitung berdasarkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. Untuk menjaga kestabilan nilai tukar pada tingkat yang ditetapkan, Bank Indonesia melakukan intervensi aktif di pasar valuta asing.

b. Sistem mengambang terkendali (1978 - Juli 1997)

(44)

tertentu. Bank Indonesia hanya melakukan intervensi bila kurs bergejolak melebihi batas atas atau bawah dari spread.

c. Sistem kurs mengambang (14 Agustus 1997 - sekarang)

Sejak pertengahan Juli 1997, nilai tukar rupiah terhadap US dolar semakin melemah. Sehubungan dengan hal tersebut dan dalam rangka mengamankan cadangan devisa yang terus berkurang maka bank Indonesia memutuskan untuk menghapus rentang intervensi (sistem nilai tukar mengambang terkendali) dan mulai menganut sistem nilai tukar mengambang bebas (free floating exchange rate) pada tanggal 14 Agustus 1997. Penghapusan rentang intervensi ini juga dimaksudkan untuk mengurangi kegiatan intervensi bank Indonesia terhadap rupiah dan memantapkan pelaksanaan kebijakan moneter dalam negeri.

8. Produk Domestik Bruto (PDB)

Produk Domestik Bruto (PDB) dapat diartikan sebagai nilai barang-barang dan jasa-jasa yang diproduksikan didalam negara tersebut dalam satu tahun tertentu.

(45)

negara-negara tersebut. Perusahaan multinasional tersebut menyediakan modal, teknologi dan tenaga ahli kepada negara di mana perusahaan itu beroperasi. Operasinya membantu menambah barang dan jasa yang diproduksikan di dalam negara, menambah penggunaan tenaga kerja dan pendapatan dan sering sekali juga membantu menambah ekspor. Operasi mereka merupakan bahagian yang cukup penting dalam kegiatan ekonomi sesuatu negara dan nilai produksi yang disumbangkannya perlu dihitung dalam pendapatan nasional.

Dengan demikian, Produk Domestik Bruto atau dalam istilah Inggrisnya Gross Domestic Product (GDP), adalah nilai barang dan jasa dalam suatu negara yang diproduksikan oleh faktor-faktor produksi milik warganegara negara tersebut dan negara asing.

Menurut Biro Pusat Statistik (BPS, 2007) penetapan Gross Domestic Product(GDP) dapat dilakukan dari tiga sudut pandang, yaitu:

a. Sudut pandang produksi

(46)

b. Sudut pandang pendapatan,

GDP merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh berbagai faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi dalam suatu wilayah dan dalam jangka waktu tertentu.

c. Sudut pandang pengeluaran

GDP merupakan jumlah pengeluaran rumah tangga lembaga swasta yang tidak mencari untung dan pengeluaran pemerintah sebagai konsumen pengeluaran untuk pembentukan modal tetap serta perubahan stok dan ekspor netto di suatu daerah dalam jangka waktu tertentu.

(47)

ini disebut sebagai output riil. Perubahan persentase dari output riil disebut sebagai pertumbuhan ekonomi.

9. Metode Perhitungan Pendapatan Nasional a. Metode Produksi

Metode produksi ini digunakan untuk menentukan besarnya pendapatan nasional dengan cara menjumlahkan nilai produksi yang dihasilkan oleh sektor-sektor produktif . Hasil perhitungan dengan menggunakan pendekatan produksi sering dinamakan / disebut sebagai produk domestik bruto = PDB.

b. Metode Pendapatan

Metode ini menjumlahkan semua pendapatan dari faktor-faktor produksi dalam perekonomian, yaitu manusia (Tenaga Kerja), modal, tanah dan skill. Bila tenaga kerja menghasilkan upah (wages = W), modal menghasilkan bunga (interest= I), tanah menghasilkan sewa (rent= R), dan skill atau entrepreneurshipsmenghasilkan profit (profit= P). Hasil perhitungan dengan menggunakan pendekatan pendapatan sering dinamakan sebagai pendapatan nasional (PN = national income= NI).

c. Metode Pengeluaran/Penggunaan

(48)

Hasil perhitungan dengan menggunakan pendekatan pengeluaran sering dinamakan sebagai produk nasional bruto = PNB (gross national product= GNP).

10. Inflasi

Secara garis besar ada tiga kelompok teori mengenai inflasi, masing-masing teori ini menyatakan aspek-aspek tertentu dari proses inflasi dan masing-masing bukan teori inflasi yang lengkap yang mencakup semua aspek penting dari proses kenaikan harga. Teori tersebut diantaranya yaitu:

a. Teori Kuantitas

Menurut teori ini inflasi terjadi karena adanya penambahan volume uang yang beredar (apakah berupa penambahan uang giral atau kartal) tanpa diimbangi oleh penambahan arus barang dan jasa serta harapan msyarakat mengenai kenaikan harga dimasa akan datang (Boediono,1985).

b. Teori Keynes

(49)

c. Teori Strukturalis

Teori inflasi jangka panjang karena menyoroti sebab-sebab inflasi yang berasal dari kekakuan struktur ekonomi. Karena struktur pertambahan produksi barang-barang ini terlalu lambat dibanding dengan pertumbuhan kebutuhannya, sehingga menaikkan harga bahan makanan dan kelangkaan devisa. Akibat selanjutnya, adalah kenaikan harga-harga lain, sehingga terjadi inflasi.

11. Indikator Inflasi

Ada beberapa indikator ekonomi makro yang digunakan untuk mengetahui laju inflasi selama satu periode tertentu (Pratama,2008). Diantaranya yaitu:

a. Indeks harga konsumen (consumer price index atau CPI).

Indeks harga konsumen atau disingkat IHK adalah angka indeks yang menunjukkan tingkat harga barang dan jasa yang harus dibeli konsumen, setiap jenis barang ditentukan suatu timbangan atau bobot tetap yang proporsional terhadap kepentingan relatif dalam anggaran pengeluaran konsumen.

b. Indeks harga perdagangan besar (whosale proce index)

(50)

c. Indeks harga implicit (Gnp Deflator)

Indeks harga implicit (Gnp Deflator) adalah suatu indeks yang merupakan perbandingan atau rasio antara GNP nominal dan GNP rill dikalikan dengan 100. GNP Rill adalah nilai barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan di dalam perekonomian, yang diperoleh ketika output dinilai dengan menggunakan harga tahun dasar (base year). d. Alternative dari indeks harga implicit

Mungkin saja terjadi, pada saat ingin menghitung inflasi dengan menggunakan IHI tidak dapat dilakukan karena tidak memiliki data IHI. Hal ini bisa datasi. Sebab prinsip dasar perhitungan inflasi berdasarkan deflator PDB (GDP deflator) adalah membandingkan tingkat pertumbuhan ekonomi nominal dengan pertumbuhan rill. Selisih keduanya merupakan tingkat inflasi.

12. Jenis Inflasi Menurut Sebabnya

Diihat dari faktor penyebab timbulnya, inflasi dapat dibedakan ke dalam tiga macam (Pratama,2008) yaitu:

a. Inflasi tarikan permintaan (demand-pull inflation)

(51)

b. Inflasi dorongan biaya (cost-pust inflation)

Inflasi dorongan biaya atau juga sering disebut inflasi sisi penawaran (supply-side inflation) atau inflasi karena gunjangan penawaran (supply-shock inflation) adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat dari adanya kenaikan biaya produksi yang pesat dibandingkan dengan produktivitas dan efisiensi, yang menyebabkan perusahaan mengurangi supply barang dan jasa mereka ke pasar.

13. Inflasi Berdasarkan Parah Tidaknya

Berdasarkan parah tidaknya inflasi dibedakan menjadi 4 macam diantaranya:

a. Inflasi ringan (dibawah 10% setahun) b. Inflasi sedang (antara 10-30% setahun) c. Inflasi berat (antara 30-100% setahun) d. Hiperinflasi (di atas 100% setahun)

(52)

karena biaya produksi akan meningkat sehingga harga pokok dari hasil yang diporduksi juga meningkat.

14. Dampak Inflasi

Inflasi yang terjadi didalam suatu perekonomian memiliki beberapa dampak atau akibat yaitu sebaga berikut:

a. Inflasi dapat mendorong terjadinya redistribusi pendapatan diantara anggota masyarakat. Hal ini akan mempengaruhi kesejahteraan ekonomi dan anggota masyarakat, sebab redistribusi pendapatan yang terjadi akan menyebabkan pendapatan rill satu orang meningkat, tetapi pendapatan rill orang lainnya jatuh.

b. Inflasi dapat menyebabkan penurunan di dalam efisiensi ekonomi (economic efficiecy).

c. Inflasi dapat menyebabkan perubahan-perubahan didalam output dan kesempatan kerja (employment).

d. Inflasi dapat menciptakan suatu lingkungan yang tidak stabil (unstable environment).

Adapun dampak inflasi terhadap individu dan masyarakat yaitu: a. Memperburuk distribusi pendapatan

(53)

b. Pendapatan rill merosot

Sebagian besar tenaga kerja memiliki pendapatan nominal yang nilainya tetap. Dalam usaha inflasi kenaikan harga barang-barang akan membuat pendapatan rill masyarakat menjadi turun.

B. Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riris Septiana dan Drs. Nugroho SBM, MSP (2010), yang berjudul faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan impor Indonesia dari cina tahun 1985-2009 menyimpulkan bahwa PDB, cadangan devisa, kurs, tingkat suku bunga dan investasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap impor Indonesia dari Cina.

Penelitian Yanuar Rachmansyah Djoko Waluyo (2004) yang menganalisis pengaruh cadangan devisa, penanaman modal asing (PMA), penanaman modal dalam negeri (PMDN), produk domestik bruto (PDB), tingkat suku bunga riil dalam negeri, dan nilai tukar rupiah terhadap dollar terhadap impor bahan baku Indonesia pada sektor perindustrian. Alat analisis yang digunakan adalah OLS linear berganda. Hasil yang didapat dari penelitian tersebut adalah secara umum faktor yang stabil dan signifikan dalam mempengaruhi impor bahan baku untuk sektor industri Indonesia adalah kemampuan memiliki cadangan devisa, penanaman modal dalam negeri dan nilai tukar rupiah terhadap dollar.

(54)

sedangkan dalam jangka panjang Produk Domestik Bruto berpengaruh positif dan signifikan terhadap impor beras di Indonesia.

Made Adiel Pradipta dan I Wayan Yogi Swara (2015) mengemukakan bahwa tingginya impor non-migas Indonesia yang mendominasi total impor pertahunnya membawa dampak positif dan negatif bagi perekonomian. Semakin tinggi impor non-migas pertahunnya membawa dampak melemahnya industri domestik maupun sektor pertanian dikarenakan ketidak mampuan dalam persaingan harga terhadap produk luar negri. Namun disisi lain dengan adanya impor non-migas pemerintah mampu menyediakan barang-barang untuk menyokong kesejahteraan masyarakat. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh secara serempak dan parsial antara cadangan devisa, produk domestik bruto, kurs dollar Amerika dan inflasi terhadap impor non-migas kurun waktu waktu 1985-2012. Dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda dan secara serempak cadangan devisa, produk domestik bruto, kurs dollar Amerika dan inflasi signifikan terhadap impor non-migas kurun waktu waktu 1985-2012. Secara parsial variabel cadangan devisa dan produk domestik bruto memiliki pengaruh positif dan signifikan, sedangkan kurs dollar Amerika memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan, sementara inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap impor non-migas kurun waktu 1985-2012.

(55)

Indonesia berpengaruh positif terhadap impor barang konsumsi di Indonesia dan secara bersama-sama pengeluaran konsumsi, tingkat kurs dan pendapatan nasional Indonesia berpengaruh secara signifikan terhadap impor barang konsumsi di Indonesia secara bersama-sama sebesar 93,68 %.

Penelitian Hadi Cahyono (2010) tentang pengaruh kurs rupiah tehadap dollar, produk domestik bruto (harga konstan), tingkat inflasi, dan cadangan devisa terhadap impor Indonesia dari Amerika Serikat dengan model regresi OLS linear berganda. Hasil yang didapat dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa kurs rupiah terhadap dollar dan cadangan devisa memiliki pengaruh terhadap impor Indonesia dari Amerika Serikat.

C. Kerangka Pemikiran

Maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi impor beras di Indonesia. Secara matematis kerangka pemikiran ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

GAMBAR 2.1 Kerangka pemikiran

IMPOR

KURS

PDB

(56)

D. Hipotesis

Hipotesis adalah suatu pernyataan yang masih lemah kebenarannya dan perlu dibuktikan atau dugaan yang sifatnya masih sementara. Setelah ditentukan hipotesis maka diadakan pengujian tentang kebenarannya dengan menggunakan data empiris dari hasil penelitian (Hasan, 2002). Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka penulis membuat suatu hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Diduga kurs berpengaruh positif terhadap impor Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang di Indonesia periode 1985-2014. 2. Diduga PDB berpengaruh negatif terhadap impor Indonesia dalam

jangka pendek dan jangka panjang di Indonesia periode 1985-2014. 3. Diduga Inflasi berpengaruh Positif terhadap impor Indonesia dalam

jangka pendek dan jangka panjang di Indonesia periode 1985-2014.

(57)

42

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah kuantitatif. Penelitian kuantitatif merupakan analisis yang berupa angka-angka sehingga dapat diukur dan dihitung dengan menggunakan alat bantu matematika atau statistik. Disamping menggunakan metode kuantitaif penelitian ini juga menggunakan metode VECM (Vector Error Correction Model), dengan menggunakan 3 (tiga) variabel pengukuran, yaitu Kurs, Produk Domestik Bruto (PDB), dan Inflasi.

B. Jenis Data

Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder adalah jenis data yang diperoleh secara tidak lansung atau dengan kata lain, data sekunder adalah data yang diperoleh melalui sumber-sumber yang sudah dikumpulkan oleh pihak-pihak tertentu seperti dokumentasi, publikasi, karya ilmiah, ataupun catatan khusus dari dinas atau lembaga, dan pihak-pihak tertentu yang berhubungan dengan penelitian.

C. Teknik Pengumpulan Data

(58)

yang merupakan data yang dikumpulkan, dicatat atau diobservasi sepanjang waktu secara beruntutan dengan jenis data yang digunakan adalah data sekunder. D. Definisi Operasional dan Variabel Penelitian

Definisi operasional adalah penentuan konstrak sehingga menjadi variabel yang dapat diukur. Definisi operasional menjelaskan cara tertentu yang digunakan oleh peneliti dalam mengoperasionalisasikan konstrak, sehingga memungkinkan bagi peneliti yang lain untuk melakukakn replikasi pengukuran dengan cara yang sama atau mengembangkan cara pengukuran konstrak yang lebih baik (Irdriantoro dan Supomo,1999). Definisi operasional dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel dependen (terikat) adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Variabel terikat (dependen) yang digunakan dalam penelitian ini adalah Impor,

2. Variabel independen (bebas) adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen. Variabel bebasnya adalah Kurs, Produk Domestik Bruto (PDB), dan Inflasi.

3. Impor adalah arus kebalikan dari ekspor yaitu barang dan jasa luar negeri yang masuk ke dalam suatu negara.

4. Kurs adalah harga mata uang rupiah terhadap mata uang dollar atau mata uang Internasional..

(59)

6. Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara

terus-menerus dan saling pengaruh-memengaruhi.

E. Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan adalah Vector Auto Regressive (VAR)/ Vector Error Correction Model (VECM). Proses analisis VAR dan VECM dilakukan melalui beberapa tahap. Tahap pertama adalah uji unit roots test yang bertujuan untuk mengetahui data stasioner atau tidak. Setelah data dinyatakan stasioner, langkah selanjutnya adalah pengujian kointegrasi. Uji kointegrasi bertujuan untuk menentukan analisis yang digunakan dalam penelitian, jika data terkointegrasi maka analisis yang baik digunakan adalah VECM. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan perangkat lunak “ Eviews 7.2” untuk

menganalisis data yang telah dihimpun.

1. Vector Error Correction Model (VECM)

Metode VECM (Vector Error Correction Model) pertama kali dipopulerkan oleh Engle dan Granger untuk mengkoreksi disequilibrium jangka pendek terhadap jangka panjangnya. Metode ini digunakan di dalam model VAR non struktural ketika data time series tidak stasioner pada tingkat level, namun terkointegrasi. Adanya kointegrasi pada model VECM membuat model VECM disebut sebagai VAR yang terestriksi.

(60)

pendek. Terminologi kointegrasi ini disebut sebagai korelasi kesalahan (error correction) karena jika terjadi deviasi terhadap keseimbangan jangka panjang akan dikoreksi secara bertahap melalui penyesuaian parsial jangka pendek (Widarjono: 2007).

VECM merupakan suatu model analisis yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkah laku jangka pendek dari suatu variabel terhadap jangka panjangnya akibat adanya shock permanen (Kostov dan Lingard, 2000). Analisis VECM juga dapat digunakan untuk mencari pemecahan terhadap persoalan variabel runtun waktu yang tidak stasioner (non stasioner) dan regresi lancung spurious regresion) dalam analisis ekonometrika (Insukindro, 1992). Namun demikian, Gujarati (2003) berpendapat bahwa VECM ini dinilai kurang cocok jika digunakan dalam menganalisis suatu kebijakan. Hal ini dikarenakan analisis VECM yang atheoritic dan terlalu menekan pada forecasting atau peramalan dari suatu model ekonometrika.

Dari hasi pengujian Uji stasioneritas, uji kointegrasi, uji penentuan lag, uji kasualitas granger, impulse response function (IRF) dan Uji Variance Decomposition diperoleh keseimbangan baru, sebagai berikut: ΔZt = τ1ΔZt-1 + τ2ΔZt-1 + ... + τt-1ΔZt = 1+1 + ПZt-1 + µ + ᴨt’ t = 1, ..., T ... (3.1)

Dimana :

ΔZt : Impor

(61)

Ada beberapa keuntungan dari persamaan dalam model koreksi kesalahan atau VECM sebagai berikut (Gujarati, 2003):

a. Mampu melihat lebih banyak variabel yang menganalisis fenomena ekonomi jangka pendek dan jangka panjang.

b. Mampu mengkaji konsisten tidaknya model empirik dengan teori ekonometrika.

c. Mampu mencari pemecahan terhadap persoalan variabel runtun waktu yang tidak stasioner (nonstasionary) dan regresi lancung (spurious regression).

Namun di sisi lain menurut Gujarati (2003) terdapat beberapa kelemahan terhadap model persamaan VECM, yaitu:

a. Model VECM merupakan model yang atheoritic atau tidak berdasarkan teori.

b. Penekakanan pada model VECM terletak pada forecasting atau peramalan sehingga model ini kurang cocok untuk digunakan dalam menganalisis kebijakan.

c. Permasalahan besar dalam model persamaan VECM adalah pemilihan lag lenght atau panjang lag yang tepat. Karena semakin panjang lag, maka akan menambah jumlah parameter yang akan bermasalah pada degree of freedom.

(62)

e. Sering ditemui kesulitan dalam mengintrepretasikan tiap koefisien pada estimasi model VECM, sehingga sebagian besar peneliti melakukan interpretasi pada estimasi fungsi impluse response dan variance decomposition.

2. Langkah-Langkah Analisis Data a. Uji Stationeritas Data

Uji Stasioneritas data merupakan syarat penting bagi analisis data time series untuk menghindari regresi lancung (sporious regression). Langkah pertama yang harus dilakukan dalam estimasi model ekonomi dengan data time series adalah dengan menguji stasioneritas pada data atau disebut juga stationary stochastic prosess. Dalam penelitian ini uji stasioneritas data menggunakan Augmented Dickey-Fuller (ADF) pada derajat yang sama (level atau different) hingga diperoleh suatu data yang stasioner, yaitu data yang variansnya tidak terlalu besar dan mempunyai kecenderungan untuk mendekati nilai rata-ratanya (Enders, 1995). Data dikatakan stasioner bila memenuhi tiga syarat, yaitu rata-rata dan variannya konstan sepanjang waktu, serta kovarian antar data hanya tergantung pada (lag) (Widarjono, 2007).

Gujarati (2003) menjelaskan bentuk persamaan uji stasioneritas dengan analisis ADF dalam persamaan berikut:

ΔFt = α0 + Ft-1 + Σ Ft-i+1 + ɛt ... (3.2)

Di mana:

(63)

α0 = Intersep

= Variabel yang diuji stationeritasnya p = Panjang lag yang digunakan

ɛt = error term

Dalam persamaan tersebut diketahui bahwa hipotesis nol (H0) menunjukkan adanya unit root dan hipotesis satu (H1) menunjukkan tidak ada unit root. Jika dalam uji stasioneritas ini menunjukkan nilai ADFstatistik lebih besar dari Mackinnon Critical Value, maka dapat diketahui bahwa data tersebut stasioner karena tidak mengandung unit root. Sebaliknya jika nilai ADFstatistik lebih kecil dari Mackinnon critical value, maka dapat diketahui data tersebut tidak stasioner pada derajat level. Dengan demikian harus dilakukan uji ADF dalam bentuk first difference. Jika data belum juga stasioner kemudian dilanjutkan pada differensiasi ketiga, yakni pada 2nd difference untuk memperoleh data yang stasioner pada derajat yang sama.

b. Penentuan Lag Optimal

(64)

menolak H0 karena tambahan parameter yang terlalu banyak akan mengurangi degress off freedom.

Selanjutnya untuk mengetahui lag optimal dalam uji stasioneritas maka digunakan kriteria-kriteria berikut ini:

Akaike Information Criterion (AIC) : -2 ( + 2 (k + T) ... (3.3)

Schwarz Information Criterion (SIC) : -2 ( + k ... (3.4)

Hannan-Quinn (HQ) : -2 ( + 2k log ( ) ...(3.5)

Dimana :

1 : Jumlah Observasi

k : Parameter yang diestimasi

Penentuan jumlah lag ditentukan pada kriteria informasi yang direkomendasikan oleh Final Prediction Error (FPE), Aike Information Criterion (AIC), Schwarz Criterion (SC), dan Hannan-Quinn (HQ). Dimana hasil dalam uji panjang lag (Lag Length) ditentukan dengan jumlah bintang terbanyak yang direkomendasi dari masing-masing kriteria uji lag length.

c. Uji Kointegrasi

(65)

antar variabel dengan multivariate model. Kedua, mengidentifikasi apakah terdapat trend pada data kemudian menganalisa variabel apakah harus masuk ke dalam kointegrasi atau tidak. Ketiga, menguji variabel eksogen yang lemah. Keempat, menguji hipotesis linier pada hubungan kointegrasi (Harris, 1995).

Kointegrasi merupakan kombinasi hubungan linear dari variabel-variabel yang non-stasioner dan semua variabel tersebut harus terintegrasi pada orde derajat yang sama. Widarjono (2007) menjelaskan bahwa salah satu pendekatan yang dapat digunakan dalam uji kointegrasi adalah dengan Uji Johansen. Uji yang dikembangkan oleh Johansen dapat digunakan untuk menentukan kointegrasi sejumlah variabel (vektor). Uji Johansen dapat dilihat dengan model autoregresif dengan order p sebagai berikut:

yt = A1yt-1 + ... + Apyt-p + Bπt + ɛt ... (3.6)

Dimana :

yt : vector-k pada variabel-variabel tidak stasioner πt : vector-d pada variabel deterministik

ɛt : vector inovasi

Selanjutnya persamaan tersebut dapat ditulis ulang menjadi:

Δyt = Πyt-1 + tΔyt-1 + Bπt + ɛt ... (3.7)

(66)

Π = i – I, Πi = – j ... (3.8)

Representasi teori Granger menyebutkan bahwa koefisien matrik Π memiliki π < k reduce rank yang mempunyai k x π matriks α

dan dengan rank, π seperti Π = α yang merupakan I(0). II merupakan bilangan kointegrasi (rank). Sedangkan tiap kolom

menunjukkan vector kointegrasi. A lebih dikenal dengan parameter penyesuaian pada VECM.

Pengujian kointegrasi menggunakan selang optimal atau lag sesuai dengan pengujian sebelumnya untuk penentuan asumsi deterministik yang melandasi pembentukan persamaan kointegrasi didasarkan pada nilai kriteria informasi Akaike Information Criterion (AIC) dan Schwarz Information Criterion (SIC) yang dikembangkan oleh Johansen (Johansen Cointegration Approach). Pada uji kointegritas ini akan terlihat banyaknya hubungan kointegrasi, syarat kointegrasi adalah seluruh variabelnya terintegrasi pada derajat yang sama dimana hasil dari pengujian ini dilakukan adalah untuk melihat hubungan jangka pendek dan jangka panjang antara variabel dependen dan independen.

d. Uji Kasualitas Granger

(67)

e. Estimasi Model Vector Error Correction Model (VECM)

Jika suatu data time series telah terbukti terdapat hubungan kointegrasi, maka VECM dapat digunakan untuk mengetahui tingkah laku jangka pendek dari suatu variabel terhadap nilai jangka panjangnya. VECM juga digunakan untuk menghitung hubungan jangka pendek antar variabel melalui koefisien standar dan mengestimasi hubungan jangka panjang dengan menggunakan lag residual dari regresi yang terkointegrasi. Vector Error Correction Model (VECM) merupakan model turunan dari VAR (Vector Autoregression) atau VAR yang terestriksi. Perbedaan antara VAR dengan VECM terdapat hubungan kointegrasi antara masing-masing variabel yang menunjukkan hubungan dalam jangka panjang. Basuki & Yuliadi (2015), menjelaskan bahwa “VECM sering disebut sebagai

desain VAR bagi series non stasioner yang memiliki hubungan kointegrasi”.

(68)

t-statistik parsial dengan nilai pada tabel (2,02108). Hipotesis yang digunakan, yaitu:

H0 = variabel independen tidak signifikan mempengaruhi variabel dependen.

H1 = variabel independen mempengaruhi signifikan variabel dependen.

Wilayah untuk menolak H0 dan menerima H1, apabila nilai t-statistik parsial lebih dari +2,02108 atau kurang dari -2,02108 (Winarno, 2015). Ada dua cara melihat karakteristik dinamis model VECM, yaitu melalui impulse respons dan variance decompositions. Impulse response menunjukkan berapa lama pengaruh shock variabel yang satu terhadap variabel lainnya, sedangkan variance decomposition menunjukkan seberapa besar pengaruh variabel yang satu terhadap variabel lainnya.

f. Uji Impulse Response Function (IRF)

Uji Impulse Response Function (IRF) menggambarkan tingkat laju dari shock suatu variabel terhadap variabel lainnya pada suatu periode tertentu. Fungsi Impulse Response Function (IRF) yaitu dapat melihat lamanya pengaruh dari shock suatu variabel terhadap variabel lain sampai pengaruhnya hilang atau kembali ke titik keseimbangan g. Uji Variance Decomposition

(69)
(70)

55

A. Impor Indonesia

Impor adalah proses transportasi barang atau komoditas dari suatu negara ke negara lain secara legal, umumnya dalam proses perdagangan. Proses impor umumnya adalah tindakan memasukan barang atau komoditas dari negara lain ke dalam negeri. Impor barang secara besar umumnya membutuhkan campur tangan dari bea cukai di negara pengirim maupun penerima. Impor adalah bagian penting dari perdagangan internasional, lawannya adalah ekspor.

Sumber : Badan Pusat Statistik (2015)

GAMBAR 4.1

Perkembangan Impor di Indonesia

(71)

Dari gambar 4.1 diatas menunjukkan pergerakan impor di Indonesia dari tahun 2005 mengalami stagnan dati tahun ke tahunnya, dari tahun 2005 impor sebesar $57700,9 juta kemudian di tahun 2007 impor mengalami peningkatan yang cukup drastis sebesar $74473,4 juta sampai dengan tahun 2008 sebesar $129197,3 juta. Impor sempat mengalami penurunan sebesar $96829,2 juta pada tahun 2009. Perkembangan impor selanjutnya pada tahun ke tahun mengalami peningkatan sampai pada tahun terakhir 2014 perkembangan impor kembali mengalami penurunan sebesar $178178,8 juta.

B. Gambaran Umum Variabel Penelitian 1. Kurs (Nila Tukar)

(72)

Sumber : Bank Indonesia (2015)

GAMBAR 4.2

Perkembangan Kurs di Indonesia

dari tahun 2005 sampai dengan 2014 (dalam Rupiah)

Dapat dilihat dari Gambar 4.3 perkembangan kurs dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2014 mengalami perubahan dikarenakan pengaruh Kurs di Indonesia sesuai dengan perkembangan mata uang acuan Dollar dari tahun 2005 nilai Kurs sebesar 9.830 Rupiah kemudian di tahun 2008 nilai kurs mengalami perubahan sebesar 10.950 Rupiah, sampai dengan tahun 2014 nilai Kurs sebesar 12.440 Rupiah. Dilihat dari perkembangannya nilai mata uang Indonesia mengalami depresiasi atau penurunan dikarenakan mata uang acuan Dollar dari tahun ke tahun semakin menguat.

2. PDB (Produk Domestik Bruto)

PDB atau Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product) merupakan salah satu ukuran untuk mengukur kinerja (perfomance) perekonomian suatu negara. Dengan PDB, produksi yang dihasilkan oleh

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

(73)

suatu negara, baik produksi berupa barang maupun jasa (goods and services) dapat diketahui dan dihitung. Dan dari derivasi besarnya produksi tersebut dapat diketahui besarnya pendapatan nasional yang dihasilkan oleh negara bersangkutan, selanjutnya bisa menjadi salah satu cerminan dari keberhasilan suatu negara atau pemerintahan dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

TABEL 4.1

Perkembangan Produk Doestik Bruto atas Harga Konstan 2000 menurut Lapangan Usaha (Milyar Rupiah) dari Tahun 2012-2014

Lapangan Usaha 2012 2013 2014

Pertanian, Perternakan, Kehutanan dan Perikanan

328.279,1 339.560,8 350.772,2 Pertambangan dan Penggalian 193.139,2 195.853,2 195.420,5 Industri Pengolahan 670.170,6 707.481,7 741.835,7 Listrik, Gas dan Air Bersih 20.094,0 21.254,8 22.423,5

Bangunan 170.884,8 182.117,9 194.093,4

Perdagangan, Hotel dan Restoran 473.152,6 501.040,6 524.309,5 Pengangkutan dan Komunikasi 265.383,7 291.404,0 318.527,9 Keuangan, Persewaan dan Jasa

Perusahan

253.000,4 272.141,6 288.352,0

Jasa-jasa 244.807,0 258.198,4 273.493,3

Jumlah 2.618.932,0 2.769.053,0 2.909.181,5 Sumber : Badan Pusat Statistik (2015)

(74)

Air Bersih dari tahun 2012 sampai dengan 2014 sebesar 22.423,5 Milyar Rupiah.

3. Inflasi

Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung terus menerus dan saling mempengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab

meningkatnya harga.

Sumber: Badan Pusat Statistik (2015)

GAMBAR 4.4

Perkembangan Inflasi di Indonesia dari tahun 2005 sampai dengan 2014

Berdasarkan gambar 4.4 dapat dilihat bahwa inflasi selama periode tahun 2005 sampai dengan 2006 secara umum berfluktuasi, tetapi

17.11

6.6 6.59

11.06

2.78 6.96

3.79 4.3

8.38 8.36

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Inflasi

(75)

Gambar

GAMBAR 2.1 Kerangka pemikiran
GAMBAR 4.1
GAMBAR 4.2
TABEL 4.1 Perkembangan Produk Doestik Bruto atas Harga Konstan 2000
+7

Referensi

Dokumen terkait

Nilai Adjusted R Square sebagai nilai yang disarankan dapat diketahui besarnya adalah 0,988 yang artinya variabel bebas harga beras impor ( ), jumlah produksi beras ( ), dan

Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi permintaan bawang putih impor di Indonesia yaitu nilai tukar terhadap dollar Amerika, harga bawang putih lokal, harga bawang putih

Variabel lain yang juga mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap permintaan impor di Indonesia adalah Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar, dengan nilai probabilitas

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganlisa pengaruh nilai tukar (rupiah/dollar AS) dan Produk Domesti Bruto (PDB) terhadap nilai impor barang konsumsi di Indonesia.

Dalam jangka panjang menunjukkan hubungan yang positif terhadap Volume Impor daging sapi yaitu ditandai dengan nilai koefisien sebesar 1.590089 yang artinya jika Kurs

Sehingga saat terjadi inflasi Indonesia, pemerintah membutuhkan ddana yang lebih untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri tersebut dan dibutuhkanlah utang luar negeri.Jadi

Berdasarkan hasil penelitian mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi volume impor jagung Indonesia 1995-2014 menunjukkan bahwa variabel produksi jagung

meningkatkan ekspor, di mana harga barang ekspor di luar negeri akan lebih murah, sedangkan harga barang impor dari luar negeri akan lebih mahal sehingga impor atas