• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lupus Eritematosus Sistemik Pada Anak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Lupus Eritematosus Sistemik Pada Anak"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN KASUS

LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK PADA ANAK

KHAIRINA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

I. PENDAHULUAN ... 1

II. LAPORAN KASUS... 2

III. DISKUSI ... 5

(3)

LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK PADA ANAK

I. PENDAHULUAN

Lupus eritematosus sistemik (LES) merupakan penyakit inflamasi multiorgan yang tidak diketahui penyebabnya dengan spektrum manifestasi klinis dan laboratorium yang sangat luas.1,2 Sepuluh hingga dua puluh persen kasus LES timbul pada masa anak-anak. Penyakit LES jarang terjadi pada usia di bawah 5 tahun dan menjelang remaja. Perempuan lebih sering terkena dibanding laki-laki. Rasio tersebut meningkat seiring dengan pertambahan usia. Penyakit LES terutama terjadi antara menars dan menopouse. Prevalensi penyakit LES di kalangan penduduk berkulit hitam ternyata lebih tinggi dibandingkan orang Asia dan penduduk berkulit putih.

Penyebab LES belum diketahui secara jelas. Faktor predisposisi berupa faktor internal yaitu gen HLA, defisiensi komplemen, dan hormon, sedangkan faktor eksternal yaitu faktor lingkungan, seperti sinar matahari, infeksi, obat-obatan, faktor yang lain seperti usia, neoplasia, gizi dan faktor stress.

3,4

1,5

Secara singkat patogenesis LES berawal dari ketidakmampuan sistem tubuh mengenal struktur autoantigen sehingga terjadi mekanisme autoimun. Autoantibodi yang terbentuk akan berikatan dengan autoantigen membentuk kompleks imun yang mengendap dalam jaringan. Akibatnya akan terjadi aktivasi komplemen yang menimbulkan reaksi inflamasi serta kerusakan jaringan setempat.

Lupus eritematosus sistemik merupakan penyakit multisistem, sehingga gambaran klinis yang timbul bermacam-macam, dapat berupa demam, arthritis, artralgia, lesi pada kulit, kelainan ginjal, limfadenopati, pleuritis, perikarditis, fenomena Raynaud, hepatomegali, kelainan susunan saraf pusat, gangguan abdomen dan splenomegali.

5

Diagnosis LES berdasarkan pada riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Tes serologik termasuk Antinuclear antibody (ANA), anti-Rh, anti-La, anti-RNP, anti-Sm, anti-dsDNA dan antibodi anti-fosfolipid.

3

6

Karena manifestasi klinis bermacam-macam, maka pada tahun 1971 dibuat kriteria American Rheumatism Association (ARA) untuk menegakkan diagnosis LES. Kriteria ini mengalami revisi pada tahun 1982, ditetapkan diagnosis LES apabila dijumpai 4 atau lebih diantara 11 kriteria ARA tersebut.

Penatalaksanaan dilakukan berdasarkan manifestasi klinis. Sampai saat ini LES belum dapat disembuhkan secara sempurna. Terapi LES masih terbatas pada tujuan menekan gejala klinis dan komplikasi yang timbul, mengatasi fase akut dan dapat memperpanjang selang

(4)

waktu terjadinya remisi. Obat pilihan untuk LES adalah kortikosteroid. Obat alternatif lain berupa siklofosfamid dan anti malaria.

Pada LES, five year survival rate adalah 93-95%. Hampir semua penderita membutuhkan perawatan medis untuk mengontrol penyakit. Kehamilan, infeksi dan pembedahan dapat mencetuskan kekambuhan, namun banyak juga yang tidak diketahui pencetusnya. Secara umum pasien LES dapat hidup produktif secara baik dan normal.

1,3

2

II. LAPORAN KASUS

Seorang anak perempuan usia 13 tahun, suku Aceh , bangsa Indonesia dikonsulkan dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUP. H. Adam Malik Medan pada tanggal 13 April 2009 dengan keluhan kulit terkelupas terutama pada telapak kaki dan telapak tangan yang dialami oleh pasien 4 hari ini. Tiga bulan sebelumnya timbul bercak kehitaman pada daerah hidung dan pipi, dan bercak-bercak kemerahan yang lama kelamaan menjadi bercak – bercak putih hampir seluruh tubuh. Satu bulan terakhir pasien mengeluh sakit menelan yang disertai merah-merah dan luka pada mulut. Demam dialami pasien 1 minggu yang lalu, sembuh dengan obat penurun demam kemudian naik kembali. Pasien mengeluh adanya rambut gugur, mudah lelah pada saat melakukan aktivitas dan penurunan berat badan. Pasien juga mengeluh nyeri pada ujung-ujung jari kaki dan tangan. Tidak terdapat riwayat penyakit yang serupa dalam keluarga pasien. Pasien telah dirawat di Departemen Ilmu Kesehatan Anak sejak 30 Maret 2009.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum lemah, kesadaran kompos mentis, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 100 x / menit, suhu 370

Pada pemeriksaan dermatologi dijumpai plak hiperpigmentasi yang tertutup skuama tipis dengan gambaran seperti kupu-kupu pada regio nasalis, infra orbitalis sinistra dan dekstra, dan labialis superior sinistra dan dekstra, erosi dan ekskoriasi pada palatum durum, makula hiperpigmentasi, makula hipopigmentasi berukuran lentikular sampai numular, multipel, generalisata, deskuamasi pada regio palmar manus sinistra dan dekstra, plantar pedis sinistra dan dekstra.

(5)

Gambar 1. Pasien pada saat pertama kali dikonsulkan (a) plak hiperpigmentasi yang tertutup skuama tipis dengan gambaran seperti kupu-kupu pada regio nasalis, infra orbitalis sinistra dan dekstra, dan labialis superior sinistra dan dekstra (b) makula hiperpigmentasi, makula hipopigmentasi, berukuran lentikular sampai numular, multipel, generalisata (c) deskuamasi pada regio palmar manus sinistra dan dekstra (d) deskuamasi pada regio plantar pedis sinistra dan dekstra.

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 9,68 g/dl, leukosit 3700/mm3

Pasien didiagnosis banding dengan lupus eritematosus sistemik, lupus eritematosus diskoid dan erupsi alergi obat dengan diagnosis kerja lupus eritematosus sistemik.

, hematokrit 29%, trombosit 217.000/UI, LED 75 mm/jam,ureum 20 mg/dl, kreatinin 0,7 mg/dl, asam urat 2,9 mg/dl, SGOT 11 u/l, SGPT 17 u/l, CRP negatif, RA negatif. Pemeriksaan urinalisa didapatkan warna kuning jernih, protein urine (+)3, reduksi negatif, bilirubin negatif, urobilinogen negatif, eritrosit 2-3/lpb, leukosit 10-12/lpb, ANA tes positif (39,21), Anti ds-DNA positif (399). Foto toraks dan EKG dalam batas normal. Pada tanggal 1 April 2009, pasien telah dikonsulkan ke Divisi Alergi dan Imunologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUP. H. Adam Malik Medan dan diagnosis kerja lupus eritematosus sistemik dengan lupus nefritis dan diterapi dengan pemberian metilprednisolon intravena 30 mg/kg/hari untuk 3 hari berturut-turut, dilanjutkan dengan pemberian prednison oral setiap hari.

Penatalaksanaan Departemen Ilmu Kesehatan Anak adalah diet makanan biasa rendah garam 1750 kkal dengan 50 gram protein, metil prednisolon tablet 48 mg/hari yang dibagi 3 dosis, pagi 16 mg (4 tablet), siang 16 mg (4 tablet), malam 16 mg (4 tablet), amoxiclav oral 3x250 mg/hari, antasida 3x1 tablet, triamsinolon acetonide 0,1% oinment (kenalog in orabase®) pada mulut. Pada orang tua pasien juga diberi edukasi mengenai penyakit, penatalaksanaan, prognosis dan efek samping pengobatan kepada orang tua, serta tindakan yang akan dilakukan, pengobatan yang membutuhkan kepatuhan dan memotivasi keluarga agar memantau jadwal minum obat pasien serta ketersediaan obat. Penatalaksanaan dari Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin adalah krim hidrokortison 1%, 2 kali sehari

1.c 1.d

(6)

dioleskan pada lesi di wajah, badan, telapak tangan dan telapak kaki, krim tabir surya SPF 33 (dioleskan pada pagi hari), krim urea 10% 2 kali sehari dioleskan pada seluruh badan termasuk telapak tangan dan telapak kaki sebelum pengolesan hidrokortison.

Kontrol pertama pada tanggal 15 April 2009, pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum lemah, kesadaran kompos mentis, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 100 x / menit, suhu 370

Pada pemeriksaan dermatologi dijumpai plak hiperpigmentasi yang tertutup skuama tipis dengan gambaran seperti kupu-kupu pada regio nasalis, infra orbitalis sinistra dan dekstra, dan labialis superior sinistra dan dekstra, erosi dan ekskoriasi pada palatum durum berkurang, makula hiperpigmentasi, makula hipopigmentasi, berukuran lentikular sampai numular, multipel generalisata, deskuamasi mulai berkurang pada regio palmar manus sinistra dan dekstra, plantar pedis sinistra dan dekstra.

C, berat badan 28 kg, dan pada pemeriksaan mata didapati konjungtiva palpebra inferior pucat. Toraks dalam batas normal, abdomen soepel. Tidak dijumpai pembesaran hepar, limpa, dan kelenjar limfa pada leher.

Penatalaksanaan Departemen Ilmu Kesehatan Anak adalah diet makanan biasa rendah garam 1750 kkal dengan 50 gram protein, metil prednisolon tablet 44 mg/hari yang dibagi 3 dosis, pagi 16 mg (4 tablet), siang 16 mg (4 tablet), malam 12 mg (3 tablet), amoxiclav oral 3x250 mg/hari, antasida 3 x 1 tablet, triamsinolon acetonide 0,1% oinment (kenalog in orabase®

Kontrol kedua pada tanggal 18 April 2009, pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum lemah, kesadaran kompos mentis, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 100 x / menit, suhu 37

) pada mulut. Penatalaksanaan dari Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin adalah krim hidrokortison 1% 2 kali sehari dioleskan pada lesi di wajah, badan, telapak tangan dan telapak kaki, krim tabir surya SPF 33 (dioleskan pada pagi hari), krim urea 10% 2 kali sehari dioleskan pada seluruh badan termasuk telapak tangan dan telapak kaki sebelum pengolesan hidrokortison.

0

Pada pemeriksaan dermatologi dijumpai plak hiperpigmentasi yang tertutup skuama tipis dengan gambaran seperti kupu-kupu pada regio nasalis, infra orbitalis sinistra dan dekstra, dan labialis superior sinistra dan dekstra sudah berkurang, erosi dan ekskoriasi pada palatum durum berkurang, makula hiperpigmentasi, makula hipopigmentasi, berukuran lentikular sampai numular, multipel generalisata, deskuamasi pada regio palmar manus sinistra dan dekstra, plantar pedis sinistra dan dekstra tidak dijumpai lagi.

(7)

Penatalaksanaan Departemen Ilmu Kesehatan Anak adalah diet makanan biasa rendah garam 1750 kkal dengan 50 gram protein, metil prednisolon tablet 40 mg/hari yang dibagi 3 dosis, pagi 16 mg (4 tablet), siang 12 mg (3 tablet), malam 12 mg (3 tablet), amoxiclav oral 3x250 mg/hari, antasida 3 x 1 tablet, triamsinolon acetonide 0,1% oinment (kenalog in orabase®) pada mulut. Penatalaksanaan dari Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin adalah krim hidrokortison 1% 2 kali sehari dioleskan pada lesi di wajah dan badan, krim tabir surya SPF 33 (dioleskan pada pagi hari), krim urea 10% 2 kali sehari pada seluruh badan termasuk telapak tangan dan telapak kaki. Pasien pulang atas permintaan sendiri.

Gambar 2. Pasien pada tanggal 18 April 2009 (a) plak hiperpigmentasi yang tertutup skuama tipis dengan gambaran seperti kupu-kupu pada regio nasalis, infra orbitalis sinistra dan dekstra, dan labialis superior sinistra dan dekstra sudah berkurang (b) deskuamasi pada regio palmar manus sinistra dan dekstra tidak dijumpai lagi (c) deskuamasi pada regio plantar pedis sinistra dan dekstra tidak dijumpai lagi.

Prognosis quo ad vitam dubia, quo ad functionam dubia, dan quo ad sanationam dubia ad malam.

III. DISKUSI

Diagnosis LES pada kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis, laboratorium dan dikaitkan dengan kriteria ARA 1982 yang telah direvisi. Dikatakan diagnosis LES apabila kriteria ARA dijumpai 4 atau lebih dari 11 kriteria yang ada secara berurutan atau bersamaan dalam waktu observasi.

Penderita ini adalah seorang anak perempuan berusia 13 tahun. Pada kepustakaan dikatakan penyakit LES lebih banyak ditemukan pada wanita. Kelompok umur yang sering terkena adalah 15-45 tahun. Penyakit LES sering terjadi pada pubertas, waktu hamil, pasca persalinan dan penggunaan pil kontrasepsi oral yang mengandung estrogen, sedangkan pada

3

(8)

anak dan usia lanjut jarang ditemukan. Hal tersebut menunjukkan bahwa hormon berpengaruh pada penyakit LES.

Pada penderita dijumpai keadaan umum lemah, demam, rambut gugur, mudah lelah saat melakukan aktivitas dan penurunan berat badan. Pada kepustakaan dikatakan pada umumnya gejala-gejala penyakit LES adalah rasa lemah, capek, demam, atau berat badan menurun. Gejala-gejala lain yang sering dijumpai pada penderita penyakit LES, yang timbul sebelum ataupun seiring dengan aktivitas penyakit antara lain rambut rontok, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan.

3,4

2

Manifestasi kelainan kulit penderita LES mencapai 85%, kelainan ini dapat berupa

“malar rash”, lesi diskoid atau erupsi morbiliformis.

3

Ruam kulit yang dianggap khas adalah ruam kulit yang berbentuk kupu-kupu (butterfly rash), berupa eritema yang agak edematosa pada kedua pipi dan hidung. Pada bagian tubuh yang terpajan sinar matahari dapat timbul ruam kulit yang terjadi karena fotosensitivitas.7 Lesi diskoid dengan sikatrik atrofi hanya dijumpai sekitar 15% penderita.1,2

Pada kepustakaan juga disebutkan bahwa 36% kasus LES dijumpai kelainan membran mukosa. Lesi dimulai dengan eritema atau purpura kemudian timbul erosi dan ekskoriasi.

Pada penderita ini kelainan kulit yang dijumpai berupa plak hiperpigmentasi dengan skuama tipis pada wajah yang menyerupai “butterfly rash”.

3

Artritis dan artralgia merupakan gejala yang paling sering ditemukan pada LES, dan pada umumnya lebih banyak didapatkan keluhan artralgia daripada artritis. Pada sebagian penderita akan dijumpai manifestasi pada sendi sebesar 95%. Sendi-sendi yang paling sering terkena serangan adalah sendi interfalangeal, proksimal lutut dan pergelangan tangan.

Pada pasien ini dijumpai adanya erosi dan ekskoriasi pada langit-langit mulut bagian atas.

1,3 Pada pasien ini ditemukan keluhan nyeri pada ujung-ujung jari kaki dan tangan. Kriteria artritis pada LES apabila terdapat artritis nonerosif pada dua atau lebih persendian perifer, ditandai dengan nyeri tekan, bengkak atau efusi.

Pada pemeriksaan urinalisa pasien didapatkan warna kuning jernih, protein urine (+) 3, reduksi negatif, bilirubin negatif, urobilinogen negatif, eritrosit 2-3/lpb, leukosit 10-12/lpb.

1,3

Kelainan pada ginjal didapatkan pada 50-60% pasien LES . Keadaan ini dapat dilihat dari pemeriksaan proteinuria yang menetap >0,5 g/hari atau pemeriksaan proteinuri urine sewaktu >+3 atau ditemukan torak seluler, eritrosit, hemoglobin, granuler, tubuler atau campuran dalam sedimen urine.2

Kelainan hematologi pada penderita LES sangat bervariasi dan dapat menyerupai gangguan darah primer, umumnya berupa anemia, leukopenia dan trombositopenia.

(9)

217.000/mm3, laju endap darah 75 mm/jam. Pada awal diagnosis, 50% penderita LES menderita anemia normokrom normositer karena penyakit kronik, anemia defisiensi zat besi, anemia karena perdarahan gastrointestinal dan anemia hemolitik karena pengobatan atau autoantibodi terhadap eritrosit. Leukopenia dijumpai pada 15-20% penderita penyakit LES aktif, dengan kadar leukosit 2500-4000/mm3. Leukopenia pada LES dapat disebabkan karena pemakaian obat atau infeksi lain. Trombositopenia dijumpai pada 25-35% penderita penyakit LES karena adanya antibodi antitrombosit, juga karena obat atau infeksi. Trombositopenia terjadi karena proses penyakit LES atau akibat dari respon terapi, dengan kadar trombosit kurang dari 100.000/mm3. Pada pasien ini tidak terdapat trombositopenia. Laju endap darah meningkat pada pasien. Laju endap darah umumnya meningkat pada penderita LES aktif dan tetap tinggi pada fase remisi.

Pada pasien ini dijumpai Anti-dsDNA positif dengan kadar titer 399. Anti-dsDNA adalah imunoglobulin spesifik terhadap antigen dsDNA. Autoantibodi ini mempunyai spesifisitas yang sangat tinggi untuk penyakit LES, tetapi hanya dijumpai pada sekitar 60-70% penderita. Titer anti-dsDNA mempunyai hubungan dengan beratnya penyakit, oleh karena itu pemeriksaan titer anti-dsDNA digunakan untuk memantau aktivitas penyakit LES.

3

Pada pasien ini dijumpai tes ANA positif dengan kadar titer 39,21. Pada kepustakaan dikatakan penderita penyakit LES ditemukan hubungan antara keadaan klinis dengan hasil pemeriksaan serologisnya. Penderita LES dengan titer ANA tinggi menunjukkan keadaan klinis buruk.

2,7

2

ANA adalah sekelompok autoantibodi yang sering ditemukan pada penderita penyakit LES, yang mempunyai sifat spesifik terhadap antigen determinan yang berasal dari inti sel jaringan yang rusak. Pemeriksaan ANA merupakan pemeriksaan laboratorium yang paling sensitif untuk deteksi LES, dengan sensitivitas 95% walaupun spesifisitasnya hanya 50%.

Pada kasus ini, diagnosis ditegakkan dengan ditemukannya 7 tanda positif dari 11 kriteria ARA 1982. Adapun penemuan yang sesuai dengan kriteria ARA 1982 adalah :

(10)

Kriteria ARA

Diagnosis banding dengan LED dapat disingkirkan oleh karena pada kasus ini didapatkan 7 dari 11 kriteria ARA (1982).

Diagnosis banding erupsi alergi obat disingkirkan karena pada pasien tidak ada riwayat mengkonsumsi obat-obatan sebelum terjadinya kelainan pada kulit.

Pada pasien diberikan metilprednisolon intravena 30 mg/kg/kali selama 60 menit, 3 hari berturut-turut, dilanjutkan pemberian prednison dosis 2 mg/kgBB/hari dengan dosis terbagi yang kemudian diturunkan secara perlahan-lahan. Penatalaksanaan LES secara umum adalah istirahat total, menghindari kelelahan fisik, mencegah pajanan matahari.3 Menurut WHO 1992, tujuan pengobatan LES adalah menekan inflamasi dan respons imun penderita, baik dengan obat anti inflamasi non-steroid ataupun kortikosteroid dan bila perlu dengan obat imunosupresif atau plasmaferesis. Imunosupresif yang dipakai adalah prednison, prednisolon dan metil prednison. Prednison oral dapat digunakan 15-60 mg/hari (0,5-2 mg/kg/hari), minimal dalam 2 dosis terbagi.1-6 Pada penyakit yang berat (nefritis lupus aktif, krisis hematologi, penyakit SSP), dapat diberikan metilprednisolon intravena 30 mg/kg/kali selama 60 menit, 3 hari berturut-turut, dilanjutkan pemberian prednison oral setiap hari.2

Pada pasien diberikan krim hidrokortison 1% 2 kali sehari dioleskan pada lesi di wajah, badan, telapak tangan dan telapak kaki, krim tabir surya SPF 33 (dioleskan pada pagi hari), krim urea 10% 2 kali sehari dioleskan pada seluruh badan termasuk telapak tangan dan

(11)

telapak kaki sebelum pengolesan hidrokortison. Kortikosteroid topikal terbukti menjadi pengobatan yang sangat efektif terhadap lesi kulit pada semua tipe lupus eritematosus pada kulit. Tabir surya diberikan sebagai proteksi terhadap radiasi ultra violet yang bersumber dari matahari dan buatan.

Pasien ini mempunyai prognosis quo ad vitam dubia, quo ad functionam dubia dan quo ad sanationam dubia ad malam. Pada kepustakaan dikatakan, prognosis LES bervariasi, keterlibatan ginjal dan SSP merupakan indikator prognosis buruk. Penyakit ginjal,komplikasi infeksi maupun pemakaian imunosupresif adalah penyebab kematian yang umum pada tahap dini, sedangkan penyakit kardiovaskular merupakan etiologi kematian pada tahap lanjut penyakit.

1

(12)

DAFTAR PUSTAKA

1. Costner MI, Sontheimer RD, Lupus Erythematosus. Dalam : Freedberg IM, Wolf KS, Eisen AZ, et al editor, Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Edisi ke-7, New York: Mc.Graw Hill, 2008:h.1515-35.

2. Akip AA,Soepriadi M, Setiabudiawan B. Lupus eritematosus sistemik. Dalam : Akib AA, Munasir Z, Kurniati N, penyunting. Buku ajar alergi-imunologi anak. Edisi ke-2. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2008. h. 345-72.

3. Goodfield MJD, Jones SK, Viale DJ. The connective tissue diseases. Dalam : Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C, penyunting. Rook’s textbook of dermatology. Edisi ke-8. UK : Wiley Blackwell; 2010. h. 51.1-51.62.

4. Fitzpatrick TN, Johnson RA, Wolff MK, Surmon D. Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. Edisi ke-4, New York; McGraw Hill,2001;h.361-72.

5. Patricia W. Juvenile Chronic Arthritis, Systemic Lupus Erythematosus and Dermatomyositis. Dalam : Harper J. Oranje A, Prosone N. Textbook of Pediatric Dermatology, edisi ke-2, London. Blackwell Science LTd, 2000:h.1671-7.

6. Petri M. Treatment of systemic Lupus Erythematosus, available at 1998.

7. James WD, Berger TG, Elston DM, editor. Andrew’s diseases of the skin clinical dermatology, Edisi ke-10. United States of America : Saunders Elsevier; 2006.

Referensi

Dokumen terkait