PERANAN TAMAN PENDIDIKAN AL-QUR’AN (TPQ)
DALAM PEMBENTUKAN AKHLAK DI KALANGAN
REMAJA
Kampung Rawa, Johar Baru
Jakarta Pusat
Study Kasus: Remaja TPQ. Ihsan Makmur
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I.)
Disusun oleh:
Muhammad Ali Akbar
106011000124
Jurusan Pendidikan Agama Islam
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
▸ Baca selengkapnya: soal aqidah akhlak tpq kelas 1
(2)(3)(4)(5)i
ABSTRAK
Muhammad Ali Akbar. Peranan TPQ dalam Pembentukan Akhlak di Kalangan Remaja Kampung Rawa Jakarta. Studi Kasus Remaja TPQ Ihsan Makmur. Skripsi, Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada dunia pendidikan, terutama
ii
Maha Rahim terhadap seluruh makhluk-Nya. Dia-lah yang menganugerahkan
berbagai nikmat dan karunia khususnya kepada penulis, sehingga dengan hidayah dan
inayah-Nya yang tidak pernah berhenti mencurahkan itu semua dasn memberikan
kemudahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini guna mencapai gelar
Sarjana Pendidikan Islam pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Tiada terlupakan shalawat beriring salam semoga senantiasa tercurahkan kepada
pahlawan revolusi Islam se-Dunia, penyelamat umat manusia di dunia, Baginda Nabi
Besar Muhammad saw., sebagai insan utama pilihan Allah yang telah memancarkan
cahaya kebenaran dalam setiap sisi kehidupan manusia.
Setelah sekian lama mengikuti proses bimbingan akhirnya penyusunan skripsi
ini dapat terselesaikan. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini terwujud
bukan semata-mata atas upaya pribadi sendiri, melainkan berkat bantuan dan
dorongan dari semua pihak. Dan tentunya tidak sedikit kendala, hambatan serta
kesulitan yang dihadapi, namun berkat keyakinan, kesungguhan hati dan kerja keras
yang optimal serta bantuan dari semua pihak, segala kesulitan tersebut dapat penulis
hadapi dan atasi sebaik-baiknya. Oleh karena itu sebagai rasa syukur kepada Allah
swt., dalam kesempatan yang berbahagia ini penulis ingin mengucapkan dan terima
kasih yang terdalam serta tak terhingga kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Rosyada, MA., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
beserta stafnya, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
dapat belajar dan menambah wawasan di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
iii
2. Bapak Bahrissalim, MA., Ketua Juruasan PAI, Bapak Safiuddin, MA.,
sebagai sekretaris Jurusan PAI, serta seluruh bapak dan ibu dosen Jurusan PAI
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah mendidik dan mendewasakan
penulis dengan berbagai wawasan dan ilmu pengetahuan yang sangat beguna
selama mengikuti studi dikampus.
3. Ibu Dra. Hj. Eri Rossatria, M. Ag., selaku Penasehat Akademik dan
pembimbing, yang telah banyak meluangkan waktu serta mencurahkan
pikiran untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Pimpinan Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta stafnya dan
perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan keguruan beserta stafnya, yang telah
berkenan meminjam buku-buku perpustakaan kepada penulis.
5. Ustadz Asep Wahyu, sebagai pimpinan TPQ. Ihsan Makmur, yang telah
memberikan bantuan untuk riset penelitian (obsevasi, dan waw ancara) kepada penulis dalam penelitian ini.
6. Ayahanda Munaf Chaeruddin dan Ibunda Sari Manis tercinta yang tak
henti-hentinya memberikan dorongan dan motivasi serta doa yang tulus bagi penulis
dalam mengukir kehidupan yang bermakna.
7. Kakak dan adik-adikku tersayang, Syahrial, Rijal, Novi, Riyan, Vina, Siti
Suwarni, dan Nisa, yang selalu memberikan motivasi untuk berjuang meraih
mimpi-mimpi dan menggapai cita-cita.
8. Teman-teman seperjuangan dalam menuntut ilmu, Mega, Jihad, Habibi, Arief,
Mulyanti, Fajrin, Hendra, Rifki, dan semua kelas PAI-C. semoga kita selalu
diberikan kemudahan dan dirahmati Allah SWT.
9. Teman-teman seperjuangan dalam PPKT (Jamil, Aan, Nia, Uwi, Aji, Himma,
Asmiya, Arifah, dan Evie Shofia). Dan guru-guru MTsN 2 Ciganjur serta
murid-murid yang berkualitas.
Semoga Allah swt., membalasnya dengan balasan yang lebih baik dan belipat
iv
kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Wa Allahu al-Muwafiq Ila Aqwami al-Thariq
Jakarta, 29 April 2011
Penulis
v DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERSETUJUAN
SURAT PERNYATAAN SENDIRI
ABSTRAK………. i
KATA PENGANTAR ……….… ii
DAFTAR ISI ………... v
DAFTAR TABEL ………... vii
DAFTAR LAMPIRAN ………..………….... ix
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ..……… 1
B. Identifikasi Masalah……….……… 8
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ………...……… 8
D. Tujuan Penelitian ………..……….… 8
E. Manfaat Penelitian ………..……… . 9
BAB II. KAJIAN TEORITIS A. Peranan Taman Pendidikan al-Qur’an (TPQ) ……… 10
1. Pengertian Peranan ………...……… 10
2. Taman Pendidikan al-Qur’an (TPQ)……..………..… 11
3. Peranan Taman Pendidikan al-Qur’an (TPQ) ……….…… 13
B. Akhlak Remaja………... 14
1. Pengertian Remaja ……… 14
2. Keberagamaan Remaja ………….……… 17
3. Pengertian Akhlak…..……….……….. 20
4. Akhlak Remaja……….………. 25
vi
C. Variabel Penelitian ……… 32
D. Populasi dan Sampel ………...… 32
E. Teknik Pengumpulan Data ……….…… 32
F. Teknik Pengolahan Data ……….… 33
G. Teknik Analisa Data ………...……… 35
H. Instrumen Penelitian ……….…. 36
BAB IV. HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum TPQ. Ihsan Makmur ……….… 38
1. Sejarah Singkat TPQ. Ihsan Makmur ………...… 38
2. Keadaan Tenaga Pendidik ……… 39
3. Keadaan Siswa ………..…… 40
4. Sarana dan Prasarana ……… 41
B. Deskripsi Data ……… 42
BAB V. KESIMPULAN A. Kesimpulan ……….… 65
B. Saran ………...… 66
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Kisi-kisi Instrumen ……… 36
Tabel 2. Daftar Tenaga Pendidik………... 39
Tabel 3. Keadaan Sarana dan Prasarana……… 41
Tabel 4. Pembacaan al-Qur’an di Majelis Taklim ………..… 43
Tabel 5. Pelajaran Sejarah Islam di Majelis Taklim ………. 44
Tabel 6. Kegiatan Keagamaan Peringatan Hari Besar Islam ……… 45
Tabel 7. Latihan Kesenian di Majelis Taklim ……….….. 45
Tabel 8. Berwudhu dengan Baik ……….….. 46
Tabel 9.Proses Pembelajaran di Majelis Taklim ……… . 47
Tabel 10. Mengkaji Ulang Materi Pelajaran di Rumah ………. 48
Tabel 11. Melaksanakan Shalat ………. 49
T.abel 12. Melaksanakan Puasa ………. 50
Tabel 13. Bershalawat kepada Nabi ……….. 51
Tabel 14. Memakai Wangi-wangian ketika Shalat ……… 52
Tabel 15. Membiasakan Diri untuk Bersikap Jujur ………..… 53
Tabel 16. Membiasakan Diri untuk Berdisiplin ……… 53
Tabel 17. Mendoakan Kedua Orang Tua ………...… 54
Tabel 18. Bebrbicara yang Baik kepada Orang Tua ……….…. 54
Tabel 19. Menolak Perintah Kedua Orang Tua ……….… 55
Tabel 20. Mengajarkan Orang Tua untuk Membaca al-Qur’an ……… 56
viii
Tabel 25. Menunda Pembyaran Hutang kepada Orang Lain ……… 59
Tabel 26. Mengambila Barang Orang Lain tanpa Izin Pemiliknya ………. 59
Tabel 27. Memberi Makan kepada Binatang ………. 60
Tabel 28. Menanam Tanaman Hias di Rumah ……….. 61
Tabel 29. Membuang Sampah ………... 61
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Berita Wawancara
Lampiran 2. Instrumen Pengumpulan Data Lampiran 3. Surat Pengajuan Proposal Lampiran 4. Surat Bimbingan Skripsi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan suatu hal yang penting dalam pembentukan karakter manusia. Menurut Ahmad D. Marimba yang dinamakan pendidikan Islam adalah “Bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum agama Islam”.1 Seseorang tidak mampu memahami dan menjalani tanpa aspirasi (cita-cita) untuk maju. Untuk memajukan kehidupan mereka itulah maka pendidikan menjadi sarana utama yang di kelola secara sitematis dan konsisten berdasarkan berbagai pandangan teoritikal dan pratikal sepanjang waktu sesuai dengan lingkungan hidup manusia itu sendiri.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi informasi telah banyak berpengaruh dalam kehidupan manusia, termasuk bangsa Indonesia. Kemajuan pembangunan yang dicapai bangsa Indonesia sebagai akibat dari
1
2
pengaruh global tidak hanya memiliki dampak positif saja, melainkan juga memiliki dampak negatif. Dalam kehidupan modern ini bangsa Indonesia sudah dijangkit sifat-sifat hedonistic, materialistik, pragmatism, dan economic oriented. Selain itu, pengaruh lainnya yang melanda negeri ini antara lain krisis kepercayaan, demoralisasi, cultural lag, juvenile delinquency, dan konflik antar umat beragama dan sebagainya.
Dalam pada itu kondisi kehidupan yang berlangsung saat ini tak dapat dihindari telah melahirkan berbagai pergeseran bahkan perubahan, termasuk perubahan prilaku keagamaan. Gejala ini dapat dilihat dari tumbuhnya gerakan keagamaan yang menjurus ke arah eksklusifisme, kurang mendengarkan himbauan tokoh-tokoh agama, menurunnya minat dan aspirasi masyarakat untuk menyekolahkan putra putrinya ke lembaga pendidikan keagamaan. Munculnya pluralism agama, konflik intern antar umat beragama yang menjurus kepada arogansi dan anarkis, merupakan contoh dari adanya perubahan perilaku keagamaan. Demikian juga adanya perluasan pemahaman cakrawala keagamaan, maraknya pasaran buku keagamaan. Di perkotaan maupun pedesaan merupakan contoh dari adanya perubahan prilaku keagamaan di Indonesia.
Globalisasi telah menciptakan dunia yang semakin terbuka dan saling ketergantungan antar negara dan antar bangsa. Negara-negara dan bangsa-bangsa di dunia kini bukan saja saling terbuka terhadap satu sama lain, kalaupun saling ketergantungan (interdependency) itu akan senantiasa bersifat asimetris, artinya satu negara lebih tergantung pada negara lain dari pada sebaliknya. Karena saling ketergantungan dan saling keterbukaan ini, semua negara pada prinsipnya akan terbuka terhadap pengaruh globalisasi.
nilai-nilai agama dan nilai-nilai-nilai-nilai budaya bangsa, sehingga budaya asing banyak mempengaruhi kebudayaan bangsa dalam masyarakat.
Perubahan pemahaman dan prilaku keagamaan secara positif disebabkan karena adanya kontak langsung maupun tidak langsung melalui lektur keagamaan sehingga pengambilan unsur-unsur yang dianggap berguna dan lebih menguntungkan apa yang telah ada selama ini. Faktor keuntungan inilah yang menjadi salah satu penyebab terjadinya perubahan.
Manakala penafsiran atau pemahaman baru ajaran agama diterima oleh para penganut agama bersangkutan dan kemudian disosialisasikan oleh para tokoh atau pemimpin keagamaan, maka ajaran baru tersebut lambat laun akan menjadi nilai-nilai yang ditaati dan dijunjung oleh para penganut agama tersebut dan selanjutnya akan menjadi sebuah pranata keagamaan dan pranata keluarga yang mengatur kehidupan masyarakat.2
Manusia adalah makhluk yang dinamis dan bercita-cita ingin meraih kehidupan yang sejahtera dan bahagia dalam arti yang luas, baik lahiriyah, batiniyah, dunia dan ukhrawi. Namun cita-cita demikian tidak mungkin tercapai jika manusia itu sendiri tidak berusaha keras meningkatkan kemampuannya. Secara optimal mungkin melalui proses pendidikan. Proses pendidikan adalah suatu kegiatan secara bertahap berdasarkan perencanaan yang matang untuk mencapai tujuan atau cita-cita yang diharapkan oleh setiap pendidik dalam proses pembinaan dan peningkatan moralitas dan keilmuan di masa-masa yang akan datang.
Pendidikan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan kehidupan manusia. Jhon Dewey berpendapat bahwa pendidikan merupakan salah satu kebutuhan hidup, salah satu fungsi sosial, sebagai bimbingan dan sarana
2
4
pertumbuhan yang mempersiapkan dan membukakan serta membentuk disiplin hidup.3
Pendidikan membentuk manusia dari tidak mengetahui menjadi mengetahui, dan membentuk jasmani dan rohani yang matang, sebagaimana dinyatakan dalam Undang-undang RI No. 20 tahun 2003 BAB II Pasal 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS):
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.4
Tujuan pendidikan setidaknya terbagi menjadi dua, yaitu pendidikan yang bertujuan mengembangkan aspek rohaniah dan jasmaniah. Dengan demikian secara konseptual pendidikan mempunyai peran strategis dalam membentuk anak didik menjadi manusia berkualitas tidak saja berkualitas dalam segi skill, kognitif, afektif tetapi juga aspek spiritual. Hal ini membuktikan pendidikan mempunyai andil besar dalam mengarahkan anak didik dalam mengembangkan diri berdasarkan potensi dan bakatnya melalui pendidikan anak mungkin menjadi pribadi yang sholeh, pribadi berkualitas dalam segi skill, kognitif dan spiritual.
Masalah remaja merupakan topik yang selalu hangat di bicarakan oleh semua orang, sehingga tidak jarang permasalahan remaja seringkali ditulis dalam buku-buku, majalah dan artikel-artikel bahkan dijadikan topik di dalam seminar-seminar.
Usia remaja adalah usia yang rawan dan seringkali menerima apa saja yang datangnya dari luar, dimana kemampuan berfikir logis mulai berkembang, kemajuan teknologi yang bermanfaat bagi pendidikan akan mempercepat perkembangan daya tangkap dan pemahaman, namun kemampuan menyaring dan
3
A. Malik Fadjar, Reorientasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Fajar Dunia, 1999), h. 35.
4
memilih yang baik dan buruk belum tumbuh sempurna kecenderungan untuk meniru masih tinggi, segala bentuk tingkah laku dalam kehidupan banyak terpengaruh oleh hal-hal yang terlihat, terbaca, terdengar. Oleh karena itu, perlunya diberikan pendidikan yang menyeluruh baik itu pendidikan yang berupa agama atau pendidikan lainnya yang diberikan oleh orang tua atau orang dewasa lainnya.
Dalam keadaan terganggu secara emosional itu mereka menjadi lupa daratan. Mereka menjadi tidak sadar atau setengah sadar, sehingga emosinya menjadi tinggi dan sangat agresif, untuk kemudian tanpa berfikir panjang melakukan bermacam-macam tindak asusila. Dalam keadaan terganggu jiwanya ini hati nuraninya sering tidak berfungsi dengan baik. Akibatnya mereka melakukan perbuatan yang merugikan dan membahayakan diri sendiri maupun lingkungannya.
Kartini Kartono menggambarkan wujud perilaku anak-anak dalam kondisi lingkungan yang buruk, sebagai berikut:
1. Kriminalitas anak remaja dan adolesens antara lain berupa perbuatan pengancaman, intimidasi, merampas, maling, mencuri, mencopet, dan menjambret.
2. Kecanduan dan ketagihan bahan narkotika (obat bius; drugs) yang erat bergandengan dengan tindak kejahatan.
3. Perjudian dan bentuk-bentuk permainan lain dengan menaruh sehingga mengakibatkan kriminalitas.
4. Berpesta pora sambil mabuk-mabukkan, melakukan hubungan seks bebas yang menimbulkan keadaan kacau balau yang menggangu lingkungan . 5. Perkosaan, agresivitas dan pembunuhan dengan motif seksual, depresi
hebat, rasa kesunyian, emosi balas dendam, kekecewaan ditolak cintanya oleh seorang wanita, dan lain-lain.
6. Penyimpangan tingkah laku disebabkan oleh kerusakan pada karakter anak yang menuntut kompentensi, disebabkan adanya organ-organ. 5
5
6
Tetapi realitas di masyarakat membuktikan pendidikan belum mampu menghasilkan anak didik yang berkualitas keseluruhan. Kenyataan ini dapat dicermati dengan banyaknya prilaku tidak terpuji yang terjadi di masyarakat. Sebagai contoh merebaknya penggunaan narkoba, penyalahgunaan wewenang, korupsi, perampokkan, pembunuhan, pelecehan seksual, pelanggaran Hak Asasi Manusia, dan lain-lain. Realitas ini memunculkan anggapan bahwa pendidikan belum mampu membentuk anak didik berkepribadian sempurna. Anggapan tersebut menjadikan pendidikan sebagai institusi yang dianggap gagal membentuk akhlak. Padahal tujuan pendidikan diantaranya adalah membentuk pribadi yang watak, bermartabat beriman, dan bertakwa serta berakhlak.
Dalam pendidikan Islam, agama merupakan salah satu aspek yang perlu ditanamkan pada diri peserta didik. Karena melalui pendidikan Islam, bukan hanya pengetahuan dan pegembangan potensi yang akan terbentuk secara keseluruhan dari mulai pengetahuan agama latihan-latihan, sehari-hari keberagamaannya dan prilaku (akhlak) yang sesuai dengan ajaran agama baik yang menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia lain, serta manusia dengan dirinya sendiri. Maka penanaman akhlak yang mulia di kalangan remaja sangat dianjurkan.
Begitu pentingnya pendidikan Islam dalam kehidupan manusia oleh karena itu pendidikan Islam berperan dalam membina remaja yang sedang dalam masa pertumbuhan, dengan mengadakan pendekatan dan perhatian yang bersifat tuntunan dan bimbingan. Hal yang senada dikemukakan pula oleh Mahmud Yunus, bahwa: “Pendidikan Islam mempunyai kedudukan yang tinggi dan paling mulia karena pendidikan Islam menjamin untuk memperhatikan akhlak anak-anak dan mengangkat mereka ke derajat yang tinggi dan berbahagia dalam kehidupannya”.6
Sementara kenyataan sekarang membuktikan banyak remaja yang terjangkit demoralisasi dan dekadensi moral yang buruk. Akhlak di anggap usang, akhlak
6
tidak perlu lagi dalam tatanan kehidupan dan tata pergaulan hidup sehari-hari. Ini terbukti dengan maraknya berbagai kemaksiatan baik pemakaian narkoba serta pergaulan bebas pria dan wanita yang dilakukan pada generasi muda terlebih dilakukan oleh remaja yang masih berada di bangku sekolah. Jadi kurangnya kesadaran pada diri remaja untuk masa depan yang cerah.
Kenyataan ini sangat relevan dengan kondisi dan situasi yang ada di TPQ. Ihsan Makmur di Kelurahan Kampung Rawa kec. Johar Baru Jakarata Pusat, adanya remaja yang melakukan kekurangan dalam penanaman akhlak.
Untuk mengatasi hal ini perlu adanya pendidikan Islam yang baik dalam penerapan pendidikan akhlak agar tercipta generasi muda yang berakhlak yang baik. Pendidikan Islam merupakan penawar dan berperan dalam mengatasi problem tersebut. Pendidikan Islam merupakan konsep yang sangat relevan untuk menangani hal tersebut. Dan pendidikan Islam merupakan faktor pendukung untuk menyelesaikan persoalan remaja dan masyarakat yang rentan sekali dengan tindakan-tindakan yang jauh dari nilai-nilai Islami dalam masyarakat. Generasi Islam harus dibekali dengan pendidikan Islam sebagai pedoman moral untuk mengendalikan dampak perkembangan zaman yang dapat menggeserkan nilai-nilai moral dan kemanusiaan.
Melihat fenomena-fenomena tersebut, penulis tertarik untuk membahas permasalahan ini dalam skripsi yang berjudul: “Peranan Taman Pendidikan al-Qur’an (TPQ) dalam Pembentukkan Akhlak di Kalangan Remaja Kampung
Rawa Kec. Johar Baru Jakarta Pusat”. Dengan alasan sebagai berikut:
1. Karena TPQ mampu membentuk generasi muda yang berakhlak mulia. 2. Karena akhlak remaja merupakan barometer runtuh dan tegaknya suatu
8
B.
Identifikasi Masalah
Dengan melihat latar belakang masalah di atas maka dapat di identifikasi permasalahan yang berkaitan dengan akhlak remaja sebagai berikut:
1. Kurangnya kesadaran remaja dalam pengembangan keagamaan untuk masa depan.
2. Kurang efektifnya peranan Pendidikan Islam di TPQ kalangan remaja, disebabkan oleh pergaulan bebas.
3. Belum optimalnya penanaman akhlakul karimah di kalangan remaja. 4. Banyaknya penyimpangan-penyimpangan prilaku di kalangan remaja 5. Tingginya pengaruh negatif di lingkungan masyarakat kampung rawa.
C.
Pembatasan dan Perumusan masalah
Agar pembahasan hasil penelitian ini dapat lebih terarah, maka penulis membatasi masalah yang diteliti yaitu:
1. Kurang efektifnya peranan TPQ di kalangan remaja. 2. Belum optimalnya penanaman akhlak di kalangan remaja.
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimana peranan Taman Pendidikan al-Qur’an (TPQ) dalam pembentukan akhlak remaja?
D.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan sebagai berikut:
E.
Manfaat Penelitian
Sebagaimana tujuan penelitian diharapkan bermanfaat sebagai berikut:
1. Sebagai masukan bagi pihak TPQ. Ihsan Makmur dalam mengupayakan dan membina akhlak anak remaja.
10
BAB II
KAJIAN TEORI
A.Peranan Taman Pendidikan al-Qur’an (TPQ) 1. Pengertian Peranan
Arti peranan yaitu “sesuatu hal yang berlaku, berpindah, memerankan, dan
pola prilaku”. 1 Menurut Muhammad Ali, peranan adalah “sesuatu yang jadi bagian
atau memegang pembinaan yang terutama dari suatu hal atau peristiwa”.2 Sedangkan
menurut Soejono Soekanto, bahwa peranan merupakan “pola prilaku yang dikaitkan
dengan status atau kedudukan”.3 Dari ketiga pengertian peranan di atas maka dapat
disimpulkan bahwa peranan adalah sesuatu pekerjaan yang dipegang oleh seseorang
ataupun instansi dalam mengerjakan atau melakukan sesuatu hal atau peristiwa
tertentu.
1 Adi Gunawan, Kamus Praktis Ilmiyah Populer, (Surabaya: Kartika, 2000), h. 90.
2. Taman Pendidikan al-Qur’an (TPQ) a. Pengertian
Taman pendidikan al-Qur’an yang lebih dahulu dikenal dengan singkatan TPA
dan sekarang menjadi TPQ adalah sebuah sistem pendidikan dan sarana pelayanan
keagamaan non formal yang dirancang khusus bagi anak-anak dan remaja muslim.4
Sebagaimana namanya, Taman Pendidikan al-Qur’an menekankan pada upaya
bagaimana anak-anak bisa mengenal aksara al-Qur’an dengan baik dan benar serta
menjadikan kebiasaan dan kegemaran membaca al-Qur’an (tadarus) secara fasih
menurut kaidah ilmu tajwid ditambah dengan materi keagamaan lainnya dengan
mengguanakan metode bermain, bercerita, dan menyanyi (BBM) sehingga dalam
proses belajar mengajar tercermin dan tercipta suasana belajar yang menyenangkan
dan tidak menjenuhkan.
Jadi, yang dimaksud taman di sini bukan berarti taman yang sebenarnya, tapi
hanya suasana belajarnya saja yang dibuat menyenagkan yaitu dengan metode
bermain, bercerita, dan menyanyi, sehingga anak merasa senang dan tidak merasa
terbebani.
b. Ruang Lingkup Bahan Pengajaran
Ruang lingkup bahan pengajaran TPQ meliputi paket materi pokok, penunjang,
dan muatan lokal yang dapat di uraikan sebagai berikut:
1.Materi Pokok
a. Bacaan Iqra atau al-Qur’an
b. Hafalan bacaan shalat
c. Hafalan Surat Pendek
d. Latihan praktek shalat dan amalan ibdah shalat
e. Bacan tadarus bittartil
f. Ilmu ajwid
g. Hafalan ayat pilihan
4 Ditjen Bimas Islam dan Urusan Haji, Proyek Peningkatan Tenaga Keagamaan, Pedoman
12
2.Materi Penunjang
a. Doa dan adab harian
b. Dinul Islam
c. Tahsinul kitabah
3.Muatan Lokal
a. Bahasa Arab praktis
b. Bahsa Inggris praktis
c. Krativitas seni
d. Olahraga
e. Seni beladiri5
c. Tujuan Kelembagaan, dan Pengajaran
Taman pendidikan al-Qur’an TPQ sebagai lembaga pendidikan non formal
mempunyai tujuan kelembagaan sebagai berikut:
1. Membantu Pengembangan potensi anak kearah pembentukn sikap,
pengetahuan, dan keterampilan keagamaan, melalui pendekatan yang
disesuaikan dengan lingkungan dan taraf perkembangan anak berdasarkan
tuntunan al-Qur’an dan sunnah rasul.
2. Mempersiapkan anak agar mamapu mengembangkan sikap, pengatahuan,
dan keterampilan keagamaan yang dimiliknya melalui program pendidikan
lanjutan.
Adapun tujuan pengajaran TPQ adalah sebgai berikut:
1. Santri dapat mengagumi dan mencintai al-Qur’an sebagai bacaan Istimewa
serta pedoman utama
2. Santri dapat terbiasa membaca al-Qur’an dengan lancar dan pasih serta
memahami hukum-hukum bacaannya berdasarkan kaidah ilmu tajwid
3. Santri dapat mengerjakan shalat lima waktu dengan tata cara yang benar
dan menyadarinya sebagai kewajiban sehari-hari
5 U. Syamsudin MZ, Tasyrifin Karim, dan Mamsudi AR, Panduan Kurikulum dan Pengajaran
4. Santri dapat menguasai hafalan sejumlah surat pendek, ayat-ayat pilihan,
dan doa sehari-hari
5. Santri dapat mengembangkan prilaku sosial yang baik sesuai tuntutan islam
dan pengalaman pendidikannnya
6. Santri dapat menulis huruf arab dengan baik dan benar6
Karena itu penyelenggaran TPQ dapat dikatakan sebagai sub sistem dari
pendidikan nasional yang mengandung Keterkaitan dengan tujuan pendidikan
nasional yaitu tentang cita-cita terbentuknya manusia Indonesia yang beriman dan
bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, yang merupakan
unsure terdepadan dalam ujuan nasional hal ini menunjukan pentingnya TPQ pada
tiap lembaga pendidikan di Indonesia, baik pada pendidikan formal (sekolah) maupun
pendidikan non formal (luar sekolah).Oleh nilai strategis tersendiri dalam upaya
mengkondisikan kpribadian anak dalam mencapai tujuan pendidikan nasional.
3. Peranan Taman Pendidikan al-Qur’an (TPQ)
Lembaga Pembinaan TPQ memiliki peranan sebagai berikut:
a. Memfasilitasi dalam pembelajaran al-Qur’an.
b. Mengontrol dan memonitoring secara periodik perkembangan pendidikan
al-Qur’an.
c. Melakukan pembinaan secara menyeluruh dan berkelanjutan kepada
unit-unit tertentu.
d. Melakukan koordinasi secara intensif dengan instansi-instansi terkait baik
instansi horizontal maupun vertikal.7
Berdasarkan uraian dan teori-teori yang telah dijelaskan dapat disimpulkan
bahwa peranan TPQ sangat menentukan berhasil atau tidaknya dalam membentuk
akhlak remaja, baik keberhasilan akhlak di rumah maupun di TPQ. Peranan-peranan
6 Tim Penyusun, Kurikulum TK/TPQ, (Jakarta: Kanwil Depag DKI Jakarta, 2003), h.8
7 Tim Direktoran Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (DEPAG RI), Regulasi Pendidikan
14
tersebut dapat dijalankan oleh guru TPQ dengan cara memberikan bimbingan dan
latihan yang meliputi:
a. Membentuk akhlak yang baik.
b. Membiasakan baca al-Qur’an dengan baik. c. Mengembangkan prilaku sosial.
d. Mengontrol perkembangan pendidikan al-Qur’an.
B.
Akhlak Remaja
1. Pengertian RemajaKata remaja berasal dari bahasa latin yaitu dari kata kerja adolescere yang
berarti untuk tumbuh dan berkembang menjadi dewasa. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia kata ”remaja” diartikan “mulai dewasa, muda, atau pemuda”.8 Sedangkan
menurut Hurlock yang dikutip oleh Drs. Zahrotun Nihayah, M. Si., dkk., dalam
bukunya Psikologi Perkembangan menjelaskan bahwa “remaja dalam bahasa latin
dari kata benda yaitu Adolescentia berarti remaja yang tumbuh atau menjadi
dewasa”.9
Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak berakhir,
ditandai oleh petumbuhan fisik dengan cepat. Pertumbuhan cepat tejadi pada tubuh
remaja luar dan dalam itu akan membawa akibat yang tidak sedikit terhadap sikap,
prilaku, kesehatan serta kepribadian remaja.
Ada beberapa pandangan atau pendapat tentang pengertian remaja dari berbagai
lingkungan dan profesi, yaitu tinjauan menurut psikologi dan pendidikan, masyarakat
serta hukum dan perundang-undangan. Di sini terjadi perbedaan pendapat para pakar,
karena kematangan seseorang tidak saja diukur dari dalam diri remaja, akan tetapi
tegantung pula kepada penerimaan masyarakat sekitar dimana remaja tersebut berada.
8 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta:
Gramedia Pusaka Utama, 2008), edisi ke-4, h. 1160.
9 Zahrotun Nihayah, Psikologi Perkembangan Tinjauan Psikologi Barat dan Islam, (Jakarta:
Menurut Heny Narendrany Hidayati, di dalam bukunya Psikologi Agama10,
pengertian remaja sebagai berikut:
Remaja dalam pengertian psikologi dan pendidikan adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak berakhir, ditandai oleh pertumbuhan fisik dengan cepat. Sedangkan remaja dalam pengertian masyarakat adalah tergantung kepada penerimaan masyarakat terhadap remaja, yang mana masa remaja dikalangan masyarakat maju lebih panjang waktunya daripada masyarakat sederhana. Lebih lanjutnya remaja dalam pandangan hukum dan perundang-undangan adalah seseorang yang berumur 17 tahun.
Menurut Prof. Dr. Zakiah Darajat di dalam bukunya Ilmu Jiwa Agama, “masa
remaja adalah perpanjangan kanak-kanak sebelum mencapai masa dewasa”.11 Masa
remaja adalah masa bergejolaknya bermacam perasaan yang kadang-kadang
bertentangan satu sama lain. Misalnya rasa kertergantungan kepada orang tua, belum
lagi dapat dihindari, mereka tak ingin orang tua terlalu banyak campur tangan dalam
urusan pribadinya. Kita seringkali melihat remaja terombang ambing dalam gejolak
emosi yang tidak dikuasai itu, yang kadang-kadang membawa pengaruh terhadap
kesehatan jasmaninya.
Prof. Dr. Zakiah Darajat mengemukakan bahwa “masa remaja itu terbagi dua
tingkatan yaitu masa remaja awal (13-16 tahun), di mana pertumbuhan dan
kecerdasan berjalan sangat cepat dan masa remaja akhir (17-21 tahun), yang
merupakan pertumbuhan dan perubahan terakhir dalam pembinaan pribadi dan
sosial”.12
Sedangkan Menurut Harold Alberty yang dikutip oleh Prof. Dr. H. Abin
Syamsudin Makmun, M.A, bahwa “masa remaja adalah suatu periode dalam
10 Heny Narendrany Hidayati dan Andri Yudiantoro, Psikologi Agama, (Jakarta: UIN Jakarta
Press, 2007), cet. ke-1, h. 103-105.
16
perkembangan yang dijalani seseorang yang terbentang sejak berakhirnya masa
kanak-kanak sampai datang masa dewasanya”.13
Menurut Heny Narendrany Hidayati, di dalam bukunya Psikologi Agama,
bahwa “masa remaja adalah masa yang penuh kegoncangan jiwa, masa dalam
peralihan, yang menghubungkan masa kanak-kanak yang penuh kebergantungan
dengan masa dewasa yang matang dan berdiri sendiri”.14
Sedangkan Dr. Hendriati Agustiani mengemukakan di dalam bukunya
Psikologi Perkembangan, bahwa “masa remaja merupakan masa transisi atau
peralihan dari masa anak menuju masa dewasa, pada masa ini akan mengalami
berbagai perubahan baik fisik maupun psikis”.15 Beliau menambahkan “secara umum
masa remaja dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: masa remaja awal (12-15 tahun), masa
remaja pertengahan (15-18 tahun), dan masa remaja akhir (19-22 tahun)”.
Lebih lanjutnya Soerjono Soekanto di dalam bukunya Sosiologi Suatu
Pengantar mengemukakan, bahwa “masa remaja dikatakan sebagai suatu masa yang
berbahaya karena pada periode ini, seseorang meninggalkan tahap kehidupan
anak-anak untuk menuju ke tahap kedewasaan”.16
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan remaja adalah masa yang penuh
dengan goncangan ataupun tantangan sehingga mengakibatkan remaja
terombang-ambing dalam kehidupannya. Remaja harus ada pondasi dalam kehidupannya, agar
dalam menjalani kehidupan tersebut terlaksana dengan baik. Pondasi itu adalah
dengan mengamalkan ajaran agama Islam. Sehingga terbentuklah akhlak yang mulia
dan juga berada dalam masyarakat yang Islami.
13 Abin Syamsudin Makmun, Psikologi Kependidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004),
cet. 7, h. 130.
14 Heny Narendrany Hidayati dan Andri Yudiantoro, Psikologi …, h. 103-105.
15 Hendriati Agustiani, Psikologi Perkembangan Pendekatan Ekologi Kaitannya dengan
Konsep Diri dan Penyesuaian Diri pada Remaja, (Bandung : Refika Aditama, 2006), cet.1, h. 28.
16 Soejono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007), h.
2. Keberagamaan Remaja
Pertumbuhan tentang arti ajaran agama sejalan dengan pertumbuhan kecerdasan
manusia. Manusia diciptakan Allah dalam struktur yang paling baik diantara makhluk
Allah yang lain. Struktur manusia terdiri dari unsur jasmaniah dan rohaniah. Dalam
struktur jasmaniah dan rohaniah itu, Allah memberikan seperangkat kemampuan
dasar yang memiliki kecenderungan berkembang, dalam psikologi disebut
potensialitas. Dalam pandangan Islam kemampuan dasar atau pembawaan itu disebut
fitrah.
Ajaran-ajaran agama pada dasarnya telah diterima oleh seseorang pada masa
kecilnya. Dan apa yang tumbuh dan berkembang dari masa kecil itulah yang menjadi
pedoman terhadap pengalaman-pengalaman yang dirasakannya. Pertumbuhan tentang
ide-ide agama sejalan dengan perkembangan kecerdasannya. Pengertian-pengertian
tentang hal abstrak, seperti tentang akhirat, syurga neraka dan lain-lainnya baru dapat
diterima apabila perkembangan kecerdasannya telah memungkinkannya untuk itu.
Menurut Sururin di dalam bukunya Ilmu Jiwa Agama, “ekspresi dan
pengalaman beragama pada remaja dapat dilihat dari sikap-sikap beragama”. Adapun
sikap-sikap remaja dalam beragama, yaitu:17
a. Percaya dengan ikut-ikutan.
b. Percaya dengan kesadaran.
c. Percaya tetapi agak ragu-ragu.
d. Tidak percaya atau cenderung pada ateis.
Dari pendapat di atas bahwa ada satu sikap yang bisa membawa anak remaja
kepada kebaikan dalam beragama yaitu percaya dengan kesadaran, sedangkan yang
tiga lainnya cenderung kepada kurang baik dalam sikap beragama pada remaja.
Dengan kesadaran remaja maka akan timbul semangat dalam beragama. Semangat ini
harus yang positif sehingga remaja merasakan akan nikmatnya beribadah kepada
17 Sururin, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004), cet. 1, h. 72-77. Lihat
18
Tuhan serta dapat membersihkan agama dari segala macam hal yang mengurangi
kemurnian agama.
Remaja yang mendapatkan didikan agama dengan cara yang tidak memberi
kesempatan untuk berfikir logis dan mengkritik pendapat-pendapat yang tidak masuk
akal, disertai pula oleh kehidupan lingkungan dan orang tua, yang juga menganut
agama yang sama, maka kebimbangan pada masa remaja itu agak kurang.18
Di antara sebab-sebab atau sumber-sumber kegoncangan emosi pada remaja
adalah konflik atau pertentangan-pertentangan yang terjadi pada remaja dalam
kehidupan, baik yang terjadi pada dirinya sendiri, maupun yang terjadi dalam
masyarakat umum atau di sekolah.19
Perkembangan agama pada remaja ditandai oleh beberapa faktor perkembangan
jasmani dan rohaninya. Menurut W. Starbuck yang dikutip dari Jalaluddin dan
Ramayulis di dalam bukunya Pengantar Ilmu Jiwa Agama, perkembangan rohani dan
jasmani anak adalah sebagai berikut:20
a. Pertumbuhan pikiran dan mental
b. Perkembangan perasaan
c. Pertimbangan sosial
d. Perkembangan moral
e. Sikap dan minat
f.Ibadah
Sedangkan menurut Robert H. Thoules, ada empat faktor keberagamaan remaja,
yang dikutip oleh Sururin di dalam bukunya Ilmu Jiwa Agama, yaitu:
a. Pengaruh-penagruh sosial
b. Berbagai pengalaman
c. Kebutuhan, dan
18 Heny Narendrany Hidayati dan Andri Yudiantoro, Psikologi Agama, (Jakarta: UIN Jakarta
Press, 2007), cet. ke-1, hal. 119-120.
19 Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), cet. ke-17, h. 91.
20 Jalaluddin dan Ramayulis, Pengantar Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Kalam Mulia, 1998), cet.
d. Proses pemikiran21
Pembinaan kehidupan beragama remaja biasanya berada pada pada masa
remaja akhir, yang mana mempunyai ciri-ciri tersendiri. Adapun ciri-ciri tersebut
adalah:22
a. Pertumbuhan jasmani berjalan dengan cepat.
b. Pertumbuhan kecerdasan hampir selesai.
c. Pertumbuhan pribadi belum selesai.
d. Pertumbuhan jiwa sosial yang masih berjalan
Prof. Dr. Hj. Zakiah Darajat mengemukakan tentang konflik yang dialami oleh
remaja adalah sebagai berikut:
a. Konflik antara kebutuhan untuk mengendalikan diri dan kebutuhan untuk bebas dan merdeka.
b. Koflik antara kebutuhan akan bebas dan ketergantungan kepada orang tua.
c. Konflik antara kebutuhan seks dan ketentuan agama serta nilai sosial. d. Konflik nilai-nilai.23
Dari pendapat Zakiah Darajat, bahwa dengan konflik-konflik tersebut dapat
menimbulkan tentang keberagamaan seseorang itu. Semakin bagus pemikirannya
tentang keberagamaan maka akan mewujudkan keberagamaan yang baik.
Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan, bahwa keberagamaan pada
remaja harus dibentengi dengan kesadaran dan pemikiran remaja untuk hal yang baik.
Sehingga keberagamaan tersebut dapat diimplementasikan dalam kehidupan
sehari-hari.
3. Pengertian Akhlak
Pengertian akhlak menurut bahasa, kata akhlak dalam bahasa Indonesia berasal
dari kosakata bahasa Arab (akhlaq) yang merupakan bentuk jamak dari kata (Khuluq)
21 Sururin, Ilmu …, h. 79
22 Zakiah Daradjat, Ilmu …, h. 142-144
23 Zakiah Daradjat, Remaja Harapan dan Tantangan, (Bandung: Ruhama, 1994), cet. 1, h.
20
yang berarti al-Sajiyyah (perangai), al-Tabi’ah (watak), al-‘Adah (kebiasaan), dan
al-Din (keteraturan).24 Menurut Louis Ma’luf, kata akhlak berasal dari bahasa Arab,
jamak dari kata khuluk di dalam kamus al-Munjid Fil Lughati wa ‘Alam yang artinya
adalah “Akhlak adalah tabiat, budi pekerti, perangai, tingkah laku adat atau
kebiasaan”.25
Akhlak merupakan tujuan dari pendidikan Islam, karena akhlak merupakan
perbuatan manusia yang baik yang harus dikerjakan dan perbuatan yang harus
dihindari dalam pergaulan dengan Tuhan, manusia dan makhluk (alam) sekelilingnya
oleh kehidupan sehari-hari sesuai dengan nilai-nilai dan moral.26 Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia dikemukakan bahwa pengertian akhlak adalah “budi pekerti,
watak, tabiat”.27
Adapun akhlak dari segi terminologi (istilah), sebagaimana tertulis dalam
Ensiklopedia Pendidikan bahwa “akhlak adalah budi pekerti, watak, kesusilaan
(kesadaran, etika dan moral) yaitu kelakuan baik yang merupakan akibat dari sikap
jiwa yang benar terhadap Khaliknya dan terhadap sesama manusia”.28
Pengertian akhlak menurut Ibnu Atsir dalam bukunya al-Nihayah menerangkan
“Hakikat makna khuluk itu adalah gambaran batin manusia yang tepat (yaitu jiwa dan
sifatnya), sedangkan khalqun merupakan gambaran bentuk luarnya (raut muka, tinggi
rendahnya tubuh, dan lain sebagainya)”.29 Sedangkan menurut Khalil Al-Musawi
“bahwa kata akhlak berasal dari akar kata khalaqa yang berarti lembut, halus, dan
lurus juga dapat di artikan bergaul dengan akhlak yang baik”.
24 Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Etika Berkeluarga, Bermasyrakat dan Berpolitik
(Tafsir Al-Qur’an Tematik), (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2009), cet. 1, h. 1.
25 Louis Ma’luf, Kamus Munjid Asy-Syarkiyah, Beirut: al-Maktabah Asy-Syarkiyah, cet.ke-28,
hal. 194.
26 Asmaran AS, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), cet.ke-3,
hal. 5.
27 WJS Poerwardaminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada), 2002, cet.ke-3 hal. 15.
Menurut Prof. Dr. H. Abudin Nata, MA., di dalam bukunya, Pendidikan dalam
Perspektif Hadis, pengertian akhlak dirujuk dari beberapa pendapat, diantaranya:
Ibn Miskawaih mengemukakan di dalam bukunya Tahzib al-Akhlak wa
Tharir al-A’raq, akhlak adalah “Sifat yang tertanam dalam jiwa yang
mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan”. Sedangkan Imam al-Ghozali mengatakan di dalam bukunya Ihya ‘Ulum al-Din, bahwa akhlak adalah “Sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan”. Menurut Da’irat al-Ma’arif, akhlak yaitu “Sifat-sifat manusia yang terdidik”.
Kemudian Ibrahim Anas dalam al-Mu’jam al-Wasith, mengemukakan
bahwa akhlak adalah “Sifat yang tertanam dalam jiwa yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan baik atau buruk, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan”.30
Perumusan pengertian akhlak timbul sebagai media yang memungkinkan
adanya hubungan baik antara khalik dengan makhluk dan antara makhluk dengan
makhluk. Lebih jelasnya bahwa akhlak merupakan tata aturan atau norma prilaku
yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama
manusia dan juga manusia dengan alam sekitarnya sebagaimana firman Allah swt.
Dalam Al-Qur’an surat Al-Qalam ayat 4, yang berbunyi:
“Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang
agung”.31
Manusia merupakan makhluk yang selalu berhubungan atau berinteraksi
dengan makhluk lain, baik itu sesama manusia maupun makhluk ciptaan Tuhan
lainnya. Dengan demikian maka prilaku manusia (perilaku baik maupun buruk) akan
menjadi modal seseorang dalam kehidupannya dan sebagai sesuatu yang harus ada
dalam tata pergaulan sehari-hari.
30 Abudin Nata, MA., Pendidikan dalam Perspektif Hadits, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005),
cet. ke-1, h. 274.
31 Departemen Agama, Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahannya, (Semarang: Thoha Putra),
22
Untuk itulah akhlak selalu mendapat pujian dari orang yang ada di sekitarnya.
Sedangkan akhlak yang buruk akan menimbulkan sebuah permasalahan dalam
kehidupan seseorang walau terkadang kebaikan seseorang itu sering kali diartikan
sebagai sesuatu yang tidak mengenakan bagi orang yang tidak memiliki akhlak yang
kurang baik, namun sesuatu yang baik pasti akan menghasilkan sesuatu yang baik
pula, sebagaimana terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-Isra’ (17), ayat 7, yang
bebunyi:
...
“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, Maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) …”.
Jelaslah di sini bahwa jika manusia dapat membawa dirinya pada sebuah
pergaulan yang baik, maka akan mendapatkan perlakuan yang baik pula dari
lingkungan yang ada di sekitarnya. Meskipun tidak semua kebaikan itu mendapat
perlakuan yang baik pula akan tetapi hal tersebut bukan bermaksud untuk
mendidiknya menjadi seseorang yang mendapat julukan munafik.
Menurut al-Ghazali, bahwa akhlak memiliki tiga dimensi, yaitu:
1. Dimensi diri, yakni orang dengan dirinya dan Tuhannya, seperti ibadah,
puasa, dan shalat.
2. Dimensi sosial, yakni masyarakat, pememrintah, dan pergaulannya dengan
sesamanya.
3. Demensi metafisis, yakni aqidah dan pegangan dasar.32
Menurut Said Aqil Husin Al Munawar dalam bukunya Aktualisasi Nilai-nialai
Qur’ani Dalam Sistem Pendidikan Islam, dilihat dari segi bentuk dan macamnya
akhlak dibedakan menjadi dua bagian, yaitu:
32 Mohammad Ardani, Akhlak Tasawuf Nilai-nilai Akhlak/Budi Pekerti dalam Ibadah dan
a. Akhlak terpuji (akhlakul karimah)
Yang dimaksud akhlak terpuji adalah segala macam sikap dan tingkah laku
yang baik (terpuji). Adapun contoh dari akhlak terpuji adalah berlaku jujur, amanah,
ikhlas, sabar, tawakal, bersyukur, memelihara diri dari dosa, menerima pemberian
Tuhan (qana’ah), berbaik sangka, suka menolong, pemaaf, dan sebagainya.33
Akhlak mulia banyak jumlahnya, namun dilihat dari segi hubungan manusia
dengan Tuhan dan manusia, akhlak yang mulia itu dapat dibagi kepada tiga bagian,
yaitu:
1. Akhlak terhadap Allah.
2. Akhlak terhadap diri sendiri
3. Akhlak terhadap sesama manusia.34
b. Akhlak tercela (akhlakul mazmumah)
Akhlak tercela adalah sikap yang mengarah perbuatan jelek, contoh dari akhlak
tercela adalah mengingkari janji, menyalahgunakan kepercayaan, berbuat kejam,
pemarah, berbuat dosa dan sebagainya. Akhlak tercela berasal dari penyakit hati yang
keji seperti iri hati, ujub, dengki, sombong, nifaq (munafik), hasud, berprasangka
buruk, dan penyakit-penyakit hati lainnya. Akhlak yang buruk dapat mengakibatkan
berbagai macam kerusakan baik bagi orang itu sendiri, orang lain disekitarnya
maupun kerusakan lingkungan sekitarnya sebagai contoh yakni kegagalan dalam
membentuk masyarakat yang berakhlak mulia.
Menurut M. Yatimin Abdullah di dalam bukunnya Studi Akhlak dalam
Perspektif al-Qur’an, bahwa akhlakul mazmumah adalah sifat yang tercela dan
dilarang oleh norma-norma yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari, apabila
33 Said Aqil Husin Al Munawar, Aktualisasi Nilai-nilai Qur’ani dalam Sistem Pendidikan
Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2005),cet. 2, h. 28 .
24
seseorang melaksanakannya niscaya akan mendapat dosa dari Allah karena
perbuatannya.35
Dari beberapa definisi akhlak yang ada dapat disimpulkan bahwa akhlak secara
bahasa dapat diartikan sebagai budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat,
karakter dan juga kebiasaan. Perkataan akhlak tersebut mengandung segi-segi
persesuaian dengan perkataan khalqun yang berarti kejadian serta erat hubungannya
dengan khaliq yang berarti pencipta dan makhluk yang berarti diciptakan.
4. Akhlak Remaja
Peran remaja dalam Islam amat strategis, karena remaja merupakan aset bangsa
dan penerus syiarnya ajaran agama Islam serta penentu perjalanan bangsa di masa
berikutnya. Dalam akselerasinya generasi muda memiliki kelebihan dalam pemikiran,
semangat, daya kritis, kematangan berorganisasi dengan bingkai idealisme-nya.
remaja juga motor penggerak utama perubahan.
Hadirnya tokoh-tokoh muda yang tampil sebagai pemimpin nasional dan daerah
serta agama kini jadi isu hangat di Indonesia. Hal yang cukup beralasan sebab peran
generasi muda dalam proses perjuangan demi kemajuan suatu negara sudah
diterapkan sejak dulu oleh para pendiri bangsa ini.
Tokoh-tokoh pemimpin yang kini tampil di pemerintahan baik di tingkat
eksekutif maupun legislatif adalah generasi muda dengan macam latar belakang
organisasi yang berbeda, termasuk ideologi dan kulturnya. Harapan kita adalah
bagaimana remaja bisa beperan turut mewarnai dan mengawal program pembangunan
serta pengembangan ajaran agama Islam. Remaja harus bisa memberikan kontribusi
pemikiran, gagasan dan ide brilian demi kemajuan negara dan juga perkembangan
akhlak dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan bekal kemampuan tersebut, sudah sepatutnya peran remaja harus
dibalut dengan kepribadian berakhlak mulia yang senantiasa meneladani Rasulullah.
35 M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif al-Qur’an, (Jakarta: Hamzah, 2007),
Karena nilai–nilai akhlak yang baik harus tetap diwujudkan dan ditegakkan. Akhlak
seseorang akan dianggap mulia jika perbuatannya mencerminkan nilai-nilai yang
terkandung didalam Al-Qur’an.
Mentalitas remaja harus dibentengi dengan pribadi akhlak mulia diyakini akan
mampu mendorong terwujudnya khasanah negara yang berakhlakul karimah. Remaja
harus senantiasa meneladani sifat Nabi Muhammad yakni : Siddiq, Amanah,
Fathonah, Tabligh.
Siddiq berarti benar dalam perkataan dan perbuatan. Mustahil jika seorang nabi
dan rasul seorang pembohong yang suka berbohong. Esensinya adalah kejujuran,
remaja yang baik harus jujur dalam bersikap, santun dalam perbuatan serta bijak
dalam setiap keputusan. Maka remaja dianjurkan untuk bersikap jujur dalam
kehidupan sehari-hari.
Amanah artinya terpercaya atau dapat dipercaya. Mustahil jika seorang nabi
dan rasul seorang pengkhianat yang suka khianat. Sejatinya, remaja harus memiliki
keteguhan dalam berprinsip, komitmen mengemban kepercayaan yang dipikul dan
tegak lurus dalam cita-cita membangun masyarakat yang berakhlakul karimah.
Dengan sifat nabi yang terpercaya, remaja harus bisa menepati janjinya dan dapat
dipercaya oleh masyarakat.
Fathonah artinya cerdas, pandai atau pintar. Mustahil jika seorang nabi dan
rasul seorang yang bodoh dan tidak mengerti apa-apa. Intinya, remaja dipersiapkan
sebagai kader pemimpin masa depan. Maka, remaja harus cakap, pintar dan cerdas,
kaya wawasan pengetahuan, punya spirit belajar tinggi dan mengutamakan
pendidikan. Pada zaman modern sekarang ini, remaja harus pandai dalam teknologi
supaya tidak ketinggal dengan perkembangan zaman.
Tabligh artinya menyampaikan wahyu atau risalah dari Allah SWT kepada
orang lain. Mustahil jika seorang nabi dan rasul menyembunyikan dan merahasiakan
wahyu atau risalah Allah SWT. Hakikatnya, remaja harus mampu menuangkan
gagasan-pemikiran, ide-die dan argumentasi yang konstruktif. Remaja juga harus
26
Dengan akhlak remaja yang tercermin dari perilaku sifat-sifat Rasul ini niscaya
akan menjadi amunisi terbaik dalam perjuangan menuju bangsa Indonesia menjadi
bangsa berperadaban maju dan modern, namun tetap mulia, santun dan bermartabat.
Niscaya pula, semangat remaja dalam syiar Islam akan menumbuhkan kerja keras,
skill dan ketahanan mental.
Bermacam langkah nyata yang dapat dilakukan remaja dalam penanaman
akhlak, diantaranya:
Pertama, remaja harus giat menuntut ilmu pengetahuan. Kedua, remaja harus
berprestasi dalam hal apa pun, misalnya, pendidikan, olah raga, seni, budaya dan
lainnya serta pendidikan Islam. Ketiga, remaja harus memiliki karakter memimpin.
Keempat, remaja harus cakap dalam hal teknologi dan informasi (TI), karena dengan
menguasai TI remaja akan siap bersaing. Kelima, remaja harus memiliki jiwa
wirausahawan (entrepreneurship). Keenam, remaja harus memiliki integritas moral
dan akhlak mulia.
Pondasi akhlak adalah pendidikan Islam dan peran keluarga. Remaja sekarang
harus terbebas dari narkoba, pergaulan sex bebas, bebas penyakit HIV, AIDS, dan
lain-lain. Sejatinya, dengan meneladani kepribadian Rasulullah, niscaya remaja dalam
kiprahnya, tidak sekedar kontribusi pemikiran, tapi suatu karya nyata bermanfaat,
dengan bingkai akhlak mulia. Kita berharap peran remaja bisa menjadi teladan di
masyarakat dan generasi berikutnya
Pembinaan akhlak di kalangan remaja menurut Ibn Miskawaih adalah “dititik
beratkan kepada pembersihan pribadi dari sifat-sifat yang berlawanan dengan
tuntunan agama seperti takabur, pemarah dan penipu.”36 Keluhuran akhlak sebagai
media untuk menduduki tingkat kepribadian remaja yang berbobot Islam.
Kegunaan lain yang dapat dipetik dari hasil pembinaan akhlak, yakni:
terhindarnya anak-anak remaja dari tabiat-tabiat tercela. Dengan demikian pembinaan
36 Sudarsono, Etika Islam tentang Kenakalan Remaja, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), cet. ke-2,
akhlak menurut Ibn Miskawaih dapat memberi sumbangan positif bagi ketentraman
dan keamanan masyarakat dari kejahatan pada umumnya.
C.
Kerangka Berfikir
Pendidikan Islam di TPQ bagi remaja akan memberi pengaruh kuat terhadap
pembentukan akhlak. Pendidikan Islam yang memadai akan menghasilkan
pengetahuan dan penanaman agama yang tinggi sehingga dapat
mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan Islam dari orang tua
itu akan membentuk akhlak dan dapat mencegah anak tersebut untuk melakukan
hal-hal yang menyimpang. Demikian juga sebaliknya, ketika pendidikan Islam dari orang
tua minim maka kualitas anak dalam pengetahuan agama akan minim juga, dan bisa
saja anak tersebut melakukan perbuatan hal-hal yang menyimpang dari norma-norma
yang berlaku.
Pada saat ini, akhlak remaja sangat kurang dalam pergaulannya. Ini terjadi di
karenakan masih rendahnya pendidikan Islam di kalangan remaja dan juga remaja
rendahnya minat untuk menuntut ilmu agama Islam. Banyak kalangan remaja yang
belum bisa menghadapi pergaulan yang sangat cepat, sehingga budaya asing yang
masuk dalam pergaulan mereka. Ini mengakibatkan banyaknya remaja yang
menyimpang dalam pergaulannya.
Begitu banyak bukti untuk mengatakan bahwa anak remaja pada saat ini sedang
sakit parah dalam pergaulan. Sehingga harus ada upaya yang ditempuh untuk
memperbaiki kondisi mereka. Sebagai muslim, tentunya kita menginginkan
perubahan remaja yang rusak saat ini menjadi remaja yang Islami. Dan juga anak
remaja sekarang di harapkan dapat berprilaku baik (berakhlakul karimah) demi
mewujudkan generasi muda yang Islami. Maka umat Islam akan maju dan
berkembang di muka bumi ini.
Perubahan atau penurunan nilai akhlak terjadi di kalangan remaja, perubahan
28
kehidupan sehari-hari. Perubahan pergaulan mereka di sebabkan oleh rendahnya
akhlak pada diri remaja.
Untuk mencapai akhlak yang baik, yakni pembentukan akhlakul karimah, maka
pendidikan Islam harus di berikan sejak anak masih kecil terutama pendidikan yang
diberikan orang tua serta pengawasan dan bimbingan hingga mereka dewasa yang
tentunya dibantu oleh lembaga-lembaga pendidikan sekolah dan masyarakat ataupu
majelis taklim. Anak remaja membutuhkan pembinaan yang konsisten terutama
dalam keluarga dan pergaulan mereka. Akhlak yang ada pada remaja bukanlah
pembawaan sejak manusia dilahirkan, karena itu adalah salah besar jika di katakan
bahwa akhlak remaja terjadi dengan sendirinya dan merupakan sesuatu yang tidak
dapat di ubah.
Beberapa cara yang dapat menolong remaja untuk membentuk akhlak yaitu
melalui program pembinaan pendidikan Islam seperti pengajian atau Majelis Taklim,
pesantren kilat, ceramah agama dan lain-lain. Dan menambah waktu untuk program
pembinaan Islam serta materinya. Sedangkan melalui program pembinaan akhlak
dalam pergaulan seperti menerapkan ilmu-ilmu agama dalam sopan santun.
Pendidikan Islam juga dapat dijadikan wahana untuk selalu mengingatkannya pada
ajaran agama. Dan akhlak juga dapat membatasi tentang pergaulan-pergaulan yang
ada pada masa remaja saat ini. Dan langkah-langkah tersebut diharapkan pendidikan
Islam itu akan membentuk akhlak yang baik sehingga terwujudlah generasi remaja
31
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.Tempat dan Waktu
Tempat yang dijadikan objek penelitian oleh penulis adalah remaja TPQ. Ihsan
Makmur, yang terletak di Jl. Kampung Rawa II No. 10 Rt. 04/06 Kel. Kampung
Rawa Kec. Johar baru Jakarta Pusat. Penelitian ini dilaksanakan mulai 8 Maret
sampai 6 April 2011.
B.Pendekatan dan Metode Penelitian
Sesuai dengan sifat dan tujuan penelitian yang ada, maka penelitian ini
menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif dalam bentuk metode survey, di mana
32
Adapun dalam penyusunan skripsi ini penulis menggunakan metode deskriptif
analisis, yaitu menggambarkan secara sistematis, aktual dan akurat mengenai peran
pendidikan Islam di kalangan remaja dalam pembentukan akhlak, tentunya dengan
cara menganalisa data-data yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas.
C.Variabel Penelitian
Variabel dapat diartikan “segala sesuatu yang akan menjadi objek penelitian”.1
Variabel dalam penelitian ini dibedakan dalam dua variable, yaitu variable bebas dan
variabel terikat. Variabel penelitian ini adalah Peranan TPQ yang merupakan variabel
bebas dan variabel terikatnya yaitu akhlak.
D.Populasi dan Sampel
Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah keseluruhan dari remaja
TPQ. Ihsan Makmur, yang berjumlah 44 orang. Karena populasi kurang dari 100,
maka penulis tidak mengambil sampel, tetapi menjadikan populasi sebagai responden
penelitian. Dalam penelitian ini penulis menggunakan penelitian populasi. Mengacu
kepada pendapat Suharsimi Arikunto : “Apabila subyeknya kurang dari 100, lebih
baik di ambil semua. Sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi”.2
E.Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini adalah field research, yaitu suatu penelitian yang dilakukan
langsung ke objek penelitian. Untuk memperoleh data-data lapangan ini penulis
menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
1 S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), Cet. 4, h. 82. 2 Suharsimi Arikunto, Prosedur penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta),
1. Angket, teknik ini digunakan untuk memperoleh data tentang pendidikan
majelis taklim dan akhlak remaja. Dalam penelitian ini, yang menjadi
responden adalah remaja TPQ. Ihsan Makmur.
2. Observasi, yaitu cara menghimpun bahan-bahan keterangan yang dilakukan
dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap
fenomena-fenomena yang sedang dijadikan sasaran pengamatan. Observasi
ini dilakukan untuk memperoleh data tentang kondisi TPQ. Ihsan Makmur
yang akan diteliti dan juga data mengenaiperanan TPQ. Ihsan Makmur dan
akhlakul karimah di kalangan remaja.
3. Interview, yaitu komunikasi langsung dalam bentuk tanya jawab antara
peneliti dengan responden. Metode ini di gunakan untuk mengetahui dan
memperoleh informasi secara langsung dengan jalan wawancara langsung.
Adapun wawancara yang dilakukan dengan pimpinan TPQ. Ihsan Makmur
tentang gambaran umum majelis taklim tersebut dan juga sistem
pembelajaran yang digunakan.
F.Teknik Pengolahan Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik pengolahan data dengan
menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:
1. PengolahanData Angket
Pengolahan data angket terdiri dari empat tahap, yaitu:
a Editing (pemeriksaan data), yaitu merupakan proses di mana peneliti
melakukan klarifikasi, keterbacaan, konsistensi dan kelengkapan data yang
terkumpul. Proses klarifikasi terkait dengan pemberian penjelasan
mengenai apakah data yang sudah terkumpul akan menciptakan masalah
34
b Coding (pembuatan kode), merupakan usaha menyederhanakan data
dengan memberikan simbol angka pada masing-masing kategori jawaban
dari seluruh responden.
c Scoring, setelah melalui editing dan coding maka langkah selanjutnya
scoring, yaitu memberi skor terhadap data yang ada dalam angket.
d Tabulating, yaitu kegiatan mengelompokkan data ke dalam tabel frekuensi
guna mempermudah dalam proses menganalisa.3
2. Data observasi dan Interview:
Data observasi dan interview akan diolah melalui proses sebagai berikut:
a Klasifikasi, yakni proses pengelompokkan jawaban-jawaban yang
diperoleh dari responden.
b Kategorisasi, adalah proses pengelompokkan jawaban-jawaban responden
berdasarkan aspek-aspek masalah.
c Interpretasi, yaitu proses penafsiran terhadap aspek masalah berdasarkan
kerangka berfikir yang telah ditetapkan.
Analisa data merupakan proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke
dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan
dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. Sedangkan untuk
menganalisa setiap variabel data yang sudah terkumpul dari hasil angket atau
kuesioner, penulis menggunakan analisa frekuensi untuk memberikan penjelasan
yang lebih rinci.
G.Teknik Analisis Data
Setelah data dikumpulkan, maka langkah untuk selanjutnya data dideskripsikan,
dianalisa, di tafsirkan, dan disimpulkan. Maka hasilnya merupakan data yang konkret,
yaitu sebuah data kualitatif.
Dengan mengolah data kualitatif, yaitu dengan cara menguraikan data ke dalam
bahasa yang mudah dipahami maka data yang diperoleh di lapangan kemudian
diklasifikasikan, diolah, dan dianalisis secara deskriptif kualitatif yaitu suatu proses
pemecahan masalah yang menggambarkan objek yang diteliti berdasarkan data yang
diperoleh pada saat meneliti yang kemudian hasilnya diambil dan dijadikan sebuah
kesimpulan.
Hasil yang akan di analisis dalam penelitian ini adalah mengenai peranan TPQ
dalam pembentukan akhlak di kalangan remaja Kampung Rawa, Jakarta Pusat.
Dalam menghitung data-data yang diperoleh penulis menggunakan rumus
prosentase sebagai berikut:
Keterangan:
P : Angka Persentase
N : Jumlah frekuensi atau banyaknya individu
F : Frekuensi jawaban
36
H.Instrumen Penelitian
Penyusunan instrumen penelitian dilakukan berdasarkan teori-teori yang telah
[image:47.595.110.521.151.727.2]dipaparkan pada Bab II. Adapun kisi-kisi instrumen dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Kisi-kisi Instrumen
No. Variabel Dimensi Indikator Jumlah Item
No. Item
1. Pendidikan
TPQ. Ihsan
Makmur
a. Pendidikan Agama di TPQ
1. Membaca
al-Qur’an. 2. Sejarah Islam. 3. Pelajaran Fiqh
4. Akhlak dalam
belajar
4
3 2 5
1, 2, 3, 4
5, 6 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15 b. Kegiatan
di TPQ.
Ihsan Makmur
1. Peringatan Hari
Besar Islam
(PHBI)
2. Latihan kesenian
1
1
7
8
2. Akhlak a. Akhlak
kepada Allah
1. Melaksanakan
shalat.
2. Melakukan puasa.
3. Membaca
al-Qur’an.
4
2 1
1, 2, 3, 4
5, 6 7 b. Akhlak kepada Rasul 1. Menjawab shalawat 2. Menzikirkan shalawat. 1 1 8 9 c. Akhlak kepada diri sendiri
1. Melakukan sikap
Jujur
2. Membiasakan
disiplin
3. Memakai
d. Akhlak kepada orang tua
1. Mentaati perintah.
2. Membantu
pekerjaan rumah. 3. Mengajarkan
dalam hal agama.
3 2 16, 17 15 14, 18 e. Akhlak kepada orang lain 1. Memberikan sedekah 2. Menebarkan senyum. 3. Menolong sahabat. 4. Melaksanakan pembayaran hutang. 5. Meminjamkan barang. 2 1 1 1 1 19, 20 21 22 23 24 f. Akhlak kepada alam
1. Memberi makan
binatang.
2. Menanam
tumbuh-tumbuhan
di pekarangan
rumah.
3. Membuang
sampah pada
38
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum TPQ Ihsan Makmur 1. Sejarah Singkat TPQ Ihsan Makmur
TPQ. Ihsan Makmur didirikan pada tanggal 17 Juli 1992, oleh Ust. Elmo
Wasma, Ustzh. Ruqiyah, dan Ust. Asep Wahyu. Pertama berdirinya TPQ. Ihsan
Makmur terdiri dari 2 tingkat. Seiring dengan besarnya minat masyarakat untuk
mendidik anaknya melalui pengajian di TPQ sehingga tempat yang tersedia
dirasa kurang mencukupi, maka pada tahun 1995 TPQ. Ihsan Makmur
memperluas tempat pembelajaran, maka tempat pembelajaran menjadi 3
Pada awal nama TPQ. Ihsan Makmur adalah Majelis Taklim Ihsan
Makmur. Pada tahun 2005, TPQ. Ihsan Makmur sudah terdaftar di DEPAG
dengan SK.TPQ.DEPAG: K809.03/6/BA.04/1725/2005, No. INDUK:
K3./125/136/XI/2005. Sekarang namanya Yayasan Taman Pendidikan
al-Qur’an (TPQ) Ihsan Makmur dan Majelis Taklim Ihsan Makmur tetap
digunakan juga.
Pendirian TPQ. Ihsan Makmur dilatarbelakangi oleh keprihatinan
masyarakat terhadap perkembangan modernisasi, perkembangan pergaulan
yang sangat cepat, dan perkembangan teknologi yang diiringi dengan kesadaran
masyarakat yang dapat mempengaruhi keberagamaan.1
Sebagaimana yang dituturkan oleh Asep Wahyu,