• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan taman pendidikan Al-qur'an (TPQ) dalam pembentuka akhlak di kalangan remaja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peranan taman pendidikan Al-qur'an (TPQ) dalam pembentuka akhlak di kalangan remaja"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN TAMAN PENDIDIKAN AL-QUR’AN (TPQ)

DALAM PEMBENTUKAN AKHLAK DI KALANGAN

REMAJA

Kampung Rawa, Johar Baru

Jakarta Pusat

Study Kasus: Remaja TPQ. Ihsan Makmur

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I.)

Disusun oleh:

Muhammad Ali Akbar

106011000124

Jurusan Pendidikan Agama Islam

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

▸ Baca selengkapnya: soal aqidah akhlak tpq kelas 1

(2)
(3)
(4)
(5)

i

ABSTRAK

Muhammad Ali Akbar. Peranan TPQ dalam Pembentukan Akhlak di Kalangan Remaja Kampung Rawa Jakarta. Studi Kasus Remaja TPQ Ihsan Makmur. Skripsi, Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada dunia pendidikan, terutama

(6)

ii

Maha Rahim terhadap seluruh makhluk-Nya. Dia-lah yang menganugerahkan

berbagai nikmat dan karunia khususnya kepada penulis, sehingga dengan hidayah dan

inayah-Nya yang tidak pernah berhenti mencurahkan itu semua dasn memberikan

kemudahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini guna mencapai gelar

Sarjana Pendidikan Islam pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Tiada terlupakan shalawat beriring salam semoga senantiasa tercurahkan kepada

pahlawan revolusi Islam se-Dunia, penyelamat umat manusia di dunia, Baginda Nabi

Besar Muhammad saw., sebagai insan utama pilihan Allah yang telah memancarkan

cahaya kebenaran dalam setiap sisi kehidupan manusia.

Setelah sekian lama mengikuti proses bimbingan akhirnya penyusunan skripsi

ini dapat terselesaikan. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini terwujud

bukan semata-mata atas upaya pribadi sendiri, melainkan berkat bantuan dan

dorongan dari semua pihak. Dan tentunya tidak sedikit kendala, hambatan serta

kesulitan yang dihadapi, namun berkat keyakinan, kesungguhan hati dan kerja keras

yang optimal serta bantuan dari semua pihak, segala kesulitan tersebut dapat penulis

hadapi dan atasi sebaik-baiknya. Oleh karena itu sebagai rasa syukur kepada Allah

swt., dalam kesempatan yang berbahagia ini penulis ingin mengucapkan dan terima

kasih yang terdalam serta tak terhingga kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Rosyada, MA., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

beserta stafnya, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk

dapat belajar dan menambah wawasan di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

(7)

iii

2. Bapak Bahrissalim, MA., Ketua Juruasan PAI, Bapak Safiuddin, MA.,

sebagai sekretaris Jurusan PAI, serta seluruh bapak dan ibu dosen Jurusan PAI

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah mendidik dan mendewasakan

penulis dengan berbagai wawasan dan ilmu pengetahuan yang sangat beguna

selama mengikuti studi dikampus.

3. Ibu Dra. Hj. Eri Rossatria, M. Ag., selaku Penasehat Akademik dan

pembimbing, yang telah banyak meluangkan waktu serta mencurahkan

pikiran untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Pimpinan Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta stafnya dan

perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan keguruan beserta stafnya, yang telah

berkenan meminjam buku-buku perpustakaan kepada penulis.

5. Ustadz Asep Wahyu, sebagai pimpinan TPQ. Ihsan Makmur, yang telah

memberikan bantuan untuk riset penelitian (obsevasi, dan waw ancara) kepada penulis dalam penelitian ini.

6. Ayahanda Munaf Chaeruddin dan Ibunda Sari Manis tercinta yang tak

henti-hentinya memberikan dorongan dan motivasi serta doa yang tulus bagi penulis

dalam mengukir kehidupan yang bermakna.

7. Kakak dan adik-adikku tersayang, Syahrial, Rijal, Novi, Riyan, Vina, Siti

Suwarni, dan Nisa, yang selalu memberikan motivasi untuk berjuang meraih

mimpi-mimpi dan menggapai cita-cita.

8. Teman-teman seperjuangan dalam menuntut ilmu, Mega, Jihad, Habibi, Arief,

Mulyanti, Fajrin, Hendra, Rifki, dan semua kelas PAI-C. semoga kita selalu

diberikan kemudahan dan dirahmati Allah SWT.

9. Teman-teman seperjuangan dalam PPKT (Jamil, Aan, Nia, Uwi, Aji, Himma,

Asmiya, Arifah, dan Evie Shofia). Dan guru-guru MTsN 2 Ciganjur serta

murid-murid yang berkualitas.

Semoga Allah swt., membalasnya dengan balasan yang lebih baik dan belipat

(8)

iv

kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Wa Allahu al-Muwafiq Ila Aqwami al-Thariq

Jakarta, 29 April 2011

Penulis

(9)

v DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN

SURAT PERNYATAAN SENDIRI

ABSTRAK………. i

KATA PENGANTAR ……….… ii

DAFTAR ISI ………... v

DAFTAR TABEL ………... vii

DAFTAR LAMPIRAN ………..………….... ix

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ..……… 1

B. Identifikasi Masalah……….……… 8

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ………...……… 8

D. Tujuan Penelitian ………..……….… 8

E. Manfaat Penelitian ………..……… . 9

BAB II. KAJIAN TEORITIS A. Peranan Taman Pendidikan al-Qur’an (TPQ) ……… 10

1. Pengertian Peranan ………...……… 10

2. Taman Pendidikan al-Qur’an (TPQ)……..………..… 11

3. Peranan Taman Pendidikan al-Qur’an (TPQ) ……….…… 13

B. Akhlak Remaja………... 14

1. Pengertian Remaja ……… 14

2. Keberagamaan Remaja ………….……… 17

3. Pengertian Akhlak…..……….……….. 20

4. Akhlak Remaja……….………. 25

(10)

vi

C. Variabel Penelitian ……… 32

D. Populasi dan Sampel ………...… 32

E. Teknik Pengumpulan Data ……….…… 32

F. Teknik Pengolahan Data ……….… 33

G. Teknik Analisa Data ………...……… 35

H. Instrumen Penelitian ……….…. 36

BAB IV. HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum TPQ. Ihsan Makmur ……….… 38

1. Sejarah Singkat TPQ. Ihsan Makmur ………...… 38

2. Keadaan Tenaga Pendidik ……… 39

3. Keadaan Siswa ………..…… 40

4. Sarana dan Prasarana ……… 41

B. Deskripsi Data ……… 42

BAB V. KESIMPULAN A. Kesimpulan ……….… 65

B. Saran ………...… 66

(11)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kisi-kisi Instrumen ……… 36

Tabel 2. Daftar Tenaga Pendidik………... 39

Tabel 3. Keadaan Sarana dan Prasarana……… 41

Tabel 4. Pembacaan al-Qur’an di Majelis Taklim ………..… 43

Tabel 5. Pelajaran Sejarah Islam di Majelis Taklim ………. 44

Tabel 6. Kegiatan Keagamaan Peringatan Hari Besar Islam ……… 45

Tabel 7. Latihan Kesenian di Majelis Taklim ……….….. 45

Tabel 8. Berwudhu dengan Baik ……….….. 46

Tabel 9.Proses Pembelajaran di Majelis Taklim ……… . 47

Tabel 10. Mengkaji Ulang Materi Pelajaran di Rumah ………. 48

Tabel 11. Melaksanakan Shalat ………. 49

T.abel 12. Melaksanakan Puasa ………. 50

Tabel 13. Bershalawat kepada Nabi ……….. 51

Tabel 14. Memakai Wangi-wangian ketika Shalat ……… 52

Tabel 15. Membiasakan Diri untuk Bersikap Jujur ………..… 53

Tabel 16. Membiasakan Diri untuk Berdisiplin ……… 53

Tabel 17. Mendoakan Kedua Orang Tua ………...… 54

Tabel 18. Bebrbicara yang Baik kepada Orang Tua ……….…. 54

Tabel 19. Menolak Perintah Kedua Orang Tua ……….… 55

Tabel 20. Mengajarkan Orang Tua untuk Membaca al-Qur’an ……… 56

(12)

viii

Tabel 25. Menunda Pembyaran Hutang kepada Orang Lain ……… 59

Tabel 26. Mengambila Barang Orang Lain tanpa Izin Pemiliknya ………. 59

Tabel 27. Memberi Makan kepada Binatang ………. 60

Tabel 28. Menanam Tanaman Hias di Rumah ……….. 61

Tabel 29. Membuang Sampah ………... 61

(13)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Berita Wawancara

Lampiran 2. Instrumen Pengumpulan Data Lampiran 3. Surat Pengajuan Proposal Lampiran 4. Surat Bimbingan Skripsi

(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan suatu hal yang penting dalam pembentukan karakter manusia. Menurut Ahmad D. Marimba yang dinamakan pendidikan Islam adalah “Bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum agama Islam”.1 Seseorang tidak mampu memahami dan menjalani tanpa aspirasi (cita-cita) untuk maju. Untuk memajukan kehidupan mereka itulah maka pendidikan menjadi sarana utama yang di kelola secara sitematis dan konsisten berdasarkan berbagai pandangan teoritikal dan pratikal sepanjang waktu sesuai dengan lingkungan hidup manusia itu sendiri.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi informasi telah banyak berpengaruh dalam kehidupan manusia, termasuk bangsa Indonesia. Kemajuan pembangunan yang dicapai bangsa Indonesia sebagai akibat dari

1

(15)

2

pengaruh global tidak hanya memiliki dampak positif saja, melainkan juga memiliki dampak negatif. Dalam kehidupan modern ini bangsa Indonesia sudah dijangkit sifat-sifat hedonistic, materialistik, pragmatism, dan economic oriented. Selain itu, pengaruh lainnya yang melanda negeri ini antara lain krisis kepercayaan, demoralisasi, cultural lag, juvenile delinquency, dan konflik antar umat beragama dan sebagainya.

Dalam pada itu kondisi kehidupan yang berlangsung saat ini tak dapat dihindari telah melahirkan berbagai pergeseran bahkan perubahan, termasuk perubahan prilaku keagamaan. Gejala ini dapat dilihat dari tumbuhnya gerakan keagamaan yang menjurus ke arah eksklusifisme, kurang mendengarkan himbauan tokoh-tokoh agama, menurunnya minat dan aspirasi masyarakat untuk menyekolahkan putra putrinya ke lembaga pendidikan keagamaan. Munculnya pluralism agama, konflik intern antar umat beragama yang menjurus kepada arogansi dan anarkis, merupakan contoh dari adanya perubahan perilaku keagamaan. Demikian juga adanya perluasan pemahaman cakrawala keagamaan, maraknya pasaran buku keagamaan. Di perkotaan maupun pedesaan merupakan contoh dari adanya perubahan prilaku keagamaan di Indonesia.

Globalisasi telah menciptakan dunia yang semakin terbuka dan saling ketergantungan antar negara dan antar bangsa. Negara-negara dan bangsa-bangsa di dunia kini bukan saja saling terbuka terhadap satu sama lain, kalaupun saling ketergantungan (interdependency) itu akan senantiasa bersifat asimetris, artinya satu negara lebih tergantung pada negara lain dari pada sebaliknya. Karena saling ketergantungan dan saling keterbukaan ini, semua negara pada prinsipnya akan terbuka terhadap pengaruh globalisasi.

(16)

nilai-nilai agama dan nilai-nilai-nilai-nilai budaya bangsa, sehingga budaya asing banyak mempengaruhi kebudayaan bangsa dalam masyarakat.

Perubahan pemahaman dan prilaku keagamaan secara positif disebabkan karena adanya kontak langsung maupun tidak langsung melalui lektur keagamaan sehingga pengambilan unsur-unsur yang dianggap berguna dan lebih menguntungkan apa yang telah ada selama ini. Faktor keuntungan inilah yang menjadi salah satu penyebab terjadinya perubahan.

Manakala penafsiran atau pemahaman baru ajaran agama diterima oleh para penganut agama bersangkutan dan kemudian disosialisasikan oleh para tokoh atau pemimpin keagamaan, maka ajaran baru tersebut lambat laun akan menjadi nilai-nilai yang ditaati dan dijunjung oleh para penganut agama tersebut dan selanjutnya akan menjadi sebuah pranata keagamaan dan pranata keluarga yang mengatur kehidupan masyarakat.2

Manusia adalah makhluk yang dinamis dan bercita-cita ingin meraih kehidupan yang sejahtera dan bahagia dalam arti yang luas, baik lahiriyah, batiniyah, dunia dan ukhrawi. Namun cita-cita demikian tidak mungkin tercapai jika manusia itu sendiri tidak berusaha keras meningkatkan kemampuannya. Secara optimal mungkin melalui proses pendidikan. Proses pendidikan adalah suatu kegiatan secara bertahap berdasarkan perencanaan yang matang untuk mencapai tujuan atau cita-cita yang diharapkan oleh setiap pendidik dalam proses pembinaan dan peningkatan moralitas dan keilmuan di masa-masa yang akan datang.

Pendidikan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan kehidupan manusia. Jhon Dewey berpendapat bahwa pendidikan merupakan salah satu kebutuhan hidup, salah satu fungsi sosial, sebagai bimbingan dan sarana

2

(17)

4

pertumbuhan yang mempersiapkan dan membukakan serta membentuk disiplin hidup.3

Pendidikan membentuk manusia dari tidak mengetahui menjadi mengetahui, dan membentuk jasmani dan rohani yang matang, sebagaimana dinyatakan dalam Undang-undang RI No. 20 tahun 2003 BAB II Pasal 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS):

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.4

Tujuan pendidikan setidaknya terbagi menjadi dua, yaitu pendidikan yang bertujuan mengembangkan aspek rohaniah dan jasmaniah. Dengan demikian secara konseptual pendidikan mempunyai peran strategis dalam membentuk anak didik menjadi manusia berkualitas tidak saja berkualitas dalam segi skill, kognitif, afektif tetapi juga aspek spiritual. Hal ini membuktikan pendidikan mempunyai andil besar dalam mengarahkan anak didik dalam mengembangkan diri berdasarkan potensi dan bakatnya melalui pendidikan anak mungkin menjadi pribadi yang sholeh, pribadi berkualitas dalam segi skill, kognitif dan spiritual.

Masalah remaja merupakan topik yang selalu hangat di bicarakan oleh semua orang, sehingga tidak jarang permasalahan remaja seringkali ditulis dalam buku-buku, majalah dan artikel-artikel bahkan dijadikan topik di dalam seminar-seminar.

Usia remaja adalah usia yang rawan dan seringkali menerima apa saja yang datangnya dari luar, dimana kemampuan berfikir logis mulai berkembang, kemajuan teknologi yang bermanfaat bagi pendidikan akan mempercepat perkembangan daya tangkap dan pemahaman, namun kemampuan menyaring dan

3

A. Malik Fadjar, Reorientasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Fajar Dunia, 1999), h. 35.

4

(18)

memilih yang baik dan buruk belum tumbuh sempurna kecenderungan untuk meniru masih tinggi, segala bentuk tingkah laku dalam kehidupan banyak terpengaruh oleh hal-hal yang terlihat, terbaca, terdengar. Oleh karena itu, perlunya diberikan pendidikan yang menyeluruh baik itu pendidikan yang berupa agama atau pendidikan lainnya yang diberikan oleh orang tua atau orang dewasa lainnya.

Dalam keadaan terganggu secara emosional itu mereka menjadi lupa daratan. Mereka menjadi tidak sadar atau setengah sadar, sehingga emosinya menjadi tinggi dan sangat agresif, untuk kemudian tanpa berfikir panjang melakukan bermacam-macam tindak asusila. Dalam keadaan terganggu jiwanya ini hati nuraninya sering tidak berfungsi dengan baik. Akibatnya mereka melakukan perbuatan yang merugikan dan membahayakan diri sendiri maupun lingkungannya.

Kartini Kartono menggambarkan wujud perilaku anak-anak dalam kondisi lingkungan yang buruk, sebagai berikut:

1. Kriminalitas anak remaja dan adolesens antara lain berupa perbuatan pengancaman, intimidasi, merampas, maling, mencuri, mencopet, dan menjambret.

2. Kecanduan dan ketagihan bahan narkotika (obat bius; drugs) yang erat bergandengan dengan tindak kejahatan.

3. Perjudian dan bentuk-bentuk permainan lain dengan menaruh sehingga mengakibatkan kriminalitas.

4. Berpesta pora sambil mabuk-mabukkan, melakukan hubungan seks bebas yang menimbulkan keadaan kacau balau yang menggangu lingkungan . 5. Perkosaan, agresivitas dan pembunuhan dengan motif seksual, depresi

hebat, rasa kesunyian, emosi balas dendam, kekecewaan ditolak cintanya oleh seorang wanita, dan lain-lain.

6. Penyimpangan tingkah laku disebabkan oleh kerusakan pada karakter anak yang menuntut kompentensi, disebabkan adanya organ-organ. 5

5

(19)

6

Tetapi realitas di masyarakat membuktikan pendidikan belum mampu menghasilkan anak didik yang berkualitas keseluruhan. Kenyataan ini dapat dicermati dengan banyaknya prilaku tidak terpuji yang terjadi di masyarakat. Sebagai contoh merebaknya penggunaan narkoba, penyalahgunaan wewenang, korupsi, perampokkan, pembunuhan, pelecehan seksual, pelanggaran Hak Asasi Manusia, dan lain-lain. Realitas ini memunculkan anggapan bahwa pendidikan belum mampu membentuk anak didik berkepribadian sempurna. Anggapan tersebut menjadikan pendidikan sebagai institusi yang dianggap gagal membentuk akhlak. Padahal tujuan pendidikan diantaranya adalah membentuk pribadi yang watak, bermartabat beriman, dan bertakwa serta berakhlak.

Dalam pendidikan Islam, agama merupakan salah satu aspek yang perlu ditanamkan pada diri peserta didik. Karena melalui pendidikan Islam, bukan hanya pengetahuan dan pegembangan potensi yang akan terbentuk secara keseluruhan dari mulai pengetahuan agama latihan-latihan, sehari-hari keberagamaannya dan prilaku (akhlak) yang sesuai dengan ajaran agama baik yang menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia lain, serta manusia dengan dirinya sendiri. Maka penanaman akhlak yang mulia di kalangan remaja sangat dianjurkan.

Begitu pentingnya pendidikan Islam dalam kehidupan manusia oleh karena itu pendidikan Islam berperan dalam membina remaja yang sedang dalam masa pertumbuhan, dengan mengadakan pendekatan dan perhatian yang bersifat tuntunan dan bimbingan. Hal yang senada dikemukakan pula oleh Mahmud Yunus, bahwa: “Pendidikan Islam mempunyai kedudukan yang tinggi dan paling mulia karena pendidikan Islam menjamin untuk memperhatikan akhlak anak-anak dan mengangkat mereka ke derajat yang tinggi dan berbahagia dalam kehidupannya”.6

Sementara kenyataan sekarang membuktikan banyak remaja yang terjangkit demoralisasi dan dekadensi moral yang buruk. Akhlak di anggap usang, akhlak

6

(20)

tidak perlu lagi dalam tatanan kehidupan dan tata pergaulan hidup sehari-hari. Ini terbukti dengan maraknya berbagai kemaksiatan baik pemakaian narkoba serta pergaulan bebas pria dan wanita yang dilakukan pada generasi muda terlebih dilakukan oleh remaja yang masih berada di bangku sekolah. Jadi kurangnya kesadaran pada diri remaja untuk masa depan yang cerah.

Kenyataan ini sangat relevan dengan kondisi dan situasi yang ada di TPQ. Ihsan Makmur di Kelurahan Kampung Rawa kec. Johar Baru Jakarata Pusat, adanya remaja yang melakukan kekurangan dalam penanaman akhlak.

Untuk mengatasi hal ini perlu adanya pendidikan Islam yang baik dalam penerapan pendidikan akhlak agar tercipta generasi muda yang berakhlak yang baik. Pendidikan Islam merupakan penawar dan berperan dalam mengatasi problem tersebut. Pendidikan Islam merupakan konsep yang sangat relevan untuk menangani hal tersebut. Dan pendidikan Islam merupakan faktor pendukung untuk menyelesaikan persoalan remaja dan masyarakat yang rentan sekali dengan tindakan-tindakan yang jauh dari nilai-nilai Islami dalam masyarakat. Generasi Islam harus dibekali dengan pendidikan Islam sebagai pedoman moral untuk mengendalikan dampak perkembangan zaman yang dapat menggeserkan nilai-nilai moral dan kemanusiaan.

Melihat fenomena-fenomena tersebut, penulis tertarik untuk membahas permasalahan ini dalam skripsi yang berjudul: “Peranan Taman Pendidikan al-Qur’an (TPQ) dalam Pembentukkan Akhlak di Kalangan Remaja Kampung

Rawa Kec. Johar Baru Jakarta Pusat”. Dengan alasan sebagai berikut:

1. Karena TPQ mampu membentuk generasi muda yang berakhlak mulia. 2. Karena akhlak remaja merupakan barometer runtuh dan tegaknya suatu

(21)

8

B.

Identifikasi Masalah

Dengan melihat latar belakang masalah di atas maka dapat di identifikasi permasalahan yang berkaitan dengan akhlak remaja sebagai berikut:

1. Kurangnya kesadaran remaja dalam pengembangan keagamaan untuk masa depan.

2. Kurang efektifnya peranan Pendidikan Islam di TPQ kalangan remaja, disebabkan oleh pergaulan bebas.

3. Belum optimalnya penanaman akhlakul karimah di kalangan remaja. 4. Banyaknya penyimpangan-penyimpangan prilaku di kalangan remaja 5. Tingginya pengaruh negatif di lingkungan masyarakat kampung rawa.

C.

Pembatasan dan Perumusan masalah

Agar pembahasan hasil penelitian ini dapat lebih terarah, maka penulis membatasi masalah yang diteliti yaitu:

1. Kurang efektifnya peranan TPQ di kalangan remaja. 2. Belum optimalnya penanaman akhlak di kalangan remaja.

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimana peranan Taman Pendidikan al-Qur’an (TPQ) dalam pembentukan akhlak remaja?

D.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan sebagai berikut:

(22)

E.

Manfaat Penelitian

Sebagaimana tujuan penelitian diharapkan bermanfaat sebagai berikut:

1. Sebagai masukan bagi pihak TPQ. Ihsan Makmur dalam mengupayakan dan membina akhlak anak remaja.

(23)

10

BAB II

KAJIAN TEORI

A.Peranan Taman Pendidikan al-Qur’an (TPQ) 1. Pengertian Peranan

Arti peranan yaitu “sesuatu hal yang berlaku, berpindah, memerankan, dan

pola prilaku”. 1 Menurut Muhammad Ali, peranan adalah “sesuatu yang jadi bagian

atau memegang pembinaan yang terutama dari suatu hal atau peristiwa”.2 Sedangkan

menurut Soejono Soekanto, bahwa peranan merupakan “pola prilaku yang dikaitkan

dengan status atau kedudukan”.3 Dari ketiga pengertian peranan di atas maka dapat

disimpulkan bahwa peranan adalah sesuatu pekerjaan yang dipegang oleh seseorang

ataupun instansi dalam mengerjakan atau melakukan sesuatu hal atau peristiwa

tertentu.

1 Adi Gunawan, Kamus Praktis Ilmiyah Populer, (Surabaya: Kartika, 2000), h. 90.

(24)

2. Taman Pendidikan al-Qur’an (TPQ) a. Pengertian

Taman pendidikan al-Qur’an yang lebih dahulu dikenal dengan singkatan TPA

dan sekarang menjadi TPQ adalah sebuah sistem pendidikan dan sarana pelayanan

keagamaan non formal yang dirancang khusus bagi anak-anak dan remaja muslim.4

Sebagaimana namanya, Taman Pendidikan al-Qur’an menekankan pada upaya

bagaimana anak-anak bisa mengenal aksara al-Qur’an dengan baik dan benar serta

menjadikan kebiasaan dan kegemaran membaca al-Qur’an (tadarus) secara fasih

menurut kaidah ilmu tajwid ditambah dengan materi keagamaan lainnya dengan

mengguanakan metode bermain, bercerita, dan menyanyi (BBM) sehingga dalam

proses belajar mengajar tercermin dan tercipta suasana belajar yang menyenangkan

dan tidak menjenuhkan.

Jadi, yang dimaksud taman di sini bukan berarti taman yang sebenarnya, tapi

hanya suasana belajarnya saja yang dibuat menyenagkan yaitu dengan metode

bermain, bercerita, dan menyanyi, sehingga anak merasa senang dan tidak merasa

terbebani.

b. Ruang Lingkup Bahan Pengajaran

Ruang lingkup bahan pengajaran TPQ meliputi paket materi pokok, penunjang,

dan muatan lokal yang dapat di uraikan sebagai berikut:

1.Materi Pokok

a. Bacaan Iqra atau al-Qur’an

b. Hafalan bacaan shalat

c. Hafalan Surat Pendek

d. Latihan praktek shalat dan amalan ibdah shalat

e. Bacan tadarus bittartil

f. Ilmu ajwid

g. Hafalan ayat pilihan

4 Ditjen Bimas Islam dan Urusan Haji, Proyek Peningkatan Tenaga Keagamaan, Pedoman

(25)

12

2.Materi Penunjang

a. Doa dan adab harian

b. Dinul Islam

c. Tahsinul kitabah

3.Muatan Lokal

a. Bahasa Arab praktis

b. Bahsa Inggris praktis

c. Krativitas seni

d. Olahraga

e. Seni beladiri5

c. Tujuan Kelembagaan, dan Pengajaran

Taman pendidikan al-Qur’an TPQ sebagai lembaga pendidikan non formal

mempunyai tujuan kelembagaan sebagai berikut:

1. Membantu Pengembangan potensi anak kearah pembentukn sikap,

pengetahuan, dan keterampilan keagamaan, melalui pendekatan yang

disesuaikan dengan lingkungan dan taraf perkembangan anak berdasarkan

tuntunan al-Qur’an dan sunnah rasul.

2. Mempersiapkan anak agar mamapu mengembangkan sikap, pengatahuan,

dan keterampilan keagamaan yang dimiliknya melalui program pendidikan

lanjutan.

Adapun tujuan pengajaran TPQ adalah sebgai berikut:

1. Santri dapat mengagumi dan mencintai al-Qur’an sebagai bacaan Istimewa

serta pedoman utama

2. Santri dapat terbiasa membaca al-Qur’an dengan lancar dan pasih serta

memahami hukum-hukum bacaannya berdasarkan kaidah ilmu tajwid

3. Santri dapat mengerjakan shalat lima waktu dengan tata cara yang benar

dan menyadarinya sebagai kewajiban sehari-hari

5 U. Syamsudin MZ, Tasyrifin Karim, dan Mamsudi AR, Panduan Kurikulum dan Pengajaran

(26)

4. Santri dapat menguasai hafalan sejumlah surat pendek, ayat-ayat pilihan,

dan doa sehari-hari

5. Santri dapat mengembangkan prilaku sosial yang baik sesuai tuntutan islam

dan pengalaman pendidikannnya

6. Santri dapat menulis huruf arab dengan baik dan benar6

Karena itu penyelenggaran TPQ dapat dikatakan sebagai sub sistem dari

pendidikan nasional yang mengandung Keterkaitan dengan tujuan pendidikan

nasional yaitu tentang cita-cita terbentuknya manusia Indonesia yang beriman dan

bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, yang merupakan

unsure terdepadan dalam ujuan nasional hal ini menunjukan pentingnya TPQ pada

tiap lembaga pendidikan di Indonesia, baik pada pendidikan formal (sekolah) maupun

pendidikan non formal (luar sekolah).Oleh nilai strategis tersendiri dalam upaya

mengkondisikan kpribadian anak dalam mencapai tujuan pendidikan nasional.

3. Peranan Taman Pendidikan al-Qur’an (TPQ)

Lembaga Pembinaan TPQ memiliki peranan sebagai berikut:

a. Memfasilitasi dalam pembelajaran al-Qur’an.

b. Mengontrol dan memonitoring secara periodik perkembangan pendidikan

al-Qur’an.

c. Melakukan pembinaan secara menyeluruh dan berkelanjutan kepada

unit-unit tertentu.

d. Melakukan koordinasi secara intensif dengan instansi-instansi terkait baik

instansi horizontal maupun vertikal.7

Berdasarkan uraian dan teori-teori yang telah dijelaskan dapat disimpulkan

bahwa peranan TPQ sangat menentukan berhasil atau tidaknya dalam membentuk

akhlak remaja, baik keberhasilan akhlak di rumah maupun di TPQ. Peranan-peranan

6 Tim Penyusun, Kurikulum TK/TPQ, (Jakarta: Kanwil Depag DKI Jakarta, 2003), h.8

7 Tim Direktoran Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (DEPAG RI), Regulasi Pendidikan

(27)

14

tersebut dapat dijalankan oleh guru TPQ dengan cara memberikan bimbingan dan

latihan yang meliputi:

a. Membentuk akhlak yang baik.

b. Membiasakan baca al-Qur’an dengan baik. c. Mengembangkan prilaku sosial.

d. Mengontrol perkembangan pendidikan al-Qur’an.

B.

Akhlak Remaja

1. Pengertian Remaja

Kata remaja berasal dari bahasa latin yaitu dari kata kerja adolescere yang

berarti untuk tumbuh dan berkembang menjadi dewasa. Dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia kata ”remaja” diartikan “mulai dewasa, muda, atau pemuda”.8 Sedangkan

menurut Hurlock yang dikutip oleh Drs. Zahrotun Nihayah, M. Si., dkk., dalam

bukunya Psikologi Perkembangan menjelaskan bahwa “remaja dalam bahasa latin

dari kata benda yaitu Adolescentia berarti remaja yang tumbuh atau menjadi

dewasa”.9

Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak berakhir,

ditandai oleh petumbuhan fisik dengan cepat. Pertumbuhan cepat tejadi pada tubuh

remaja luar dan dalam itu akan membawa akibat yang tidak sedikit terhadap sikap,

prilaku, kesehatan serta kepribadian remaja.

Ada beberapa pandangan atau pendapat tentang pengertian remaja dari berbagai

lingkungan dan profesi, yaitu tinjauan menurut psikologi dan pendidikan, masyarakat

serta hukum dan perundang-undangan. Di sini terjadi perbedaan pendapat para pakar,

karena kematangan seseorang tidak saja diukur dari dalam diri remaja, akan tetapi

tegantung pula kepada penerimaan masyarakat sekitar dimana remaja tersebut berada.

8 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta:

Gramedia Pusaka Utama, 2008), edisi ke-4, h. 1160.

9 Zahrotun Nihayah, Psikologi Perkembangan Tinjauan Psikologi Barat dan Islam, (Jakarta:

(28)

Menurut Heny Narendrany Hidayati, di dalam bukunya Psikologi Agama10,

pengertian remaja sebagai berikut:

Remaja dalam pengertian psikologi dan pendidikan adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak berakhir, ditandai oleh pertumbuhan fisik dengan cepat. Sedangkan remaja dalam pengertian masyarakat adalah tergantung kepada penerimaan masyarakat terhadap remaja, yang mana masa remaja dikalangan masyarakat maju lebih panjang waktunya daripada masyarakat sederhana. Lebih lanjutnya remaja dalam pandangan hukum dan perundang-undangan adalah seseorang yang berumur 17 tahun.

Menurut Prof. Dr. Zakiah Darajat di dalam bukunya Ilmu Jiwa Agama, “masa

remaja adalah perpanjangan kanak-kanak sebelum mencapai masa dewasa”.11 Masa

remaja adalah masa bergejolaknya bermacam perasaan yang kadang-kadang

bertentangan satu sama lain. Misalnya rasa kertergantungan kepada orang tua, belum

lagi dapat dihindari, mereka tak ingin orang tua terlalu banyak campur tangan dalam

urusan pribadinya. Kita seringkali melihat remaja terombang ambing dalam gejolak

emosi yang tidak dikuasai itu, yang kadang-kadang membawa pengaruh terhadap

kesehatan jasmaninya.

Prof. Dr. Zakiah Darajat mengemukakan bahwa “masa remaja itu terbagi dua

tingkatan yaitu masa remaja awal (13-16 tahun), di mana pertumbuhan dan

kecerdasan berjalan sangat cepat dan masa remaja akhir (17-21 tahun), yang

merupakan pertumbuhan dan perubahan terakhir dalam pembinaan pribadi dan

sosial”.12

Sedangkan Menurut Harold Alberty yang dikutip oleh Prof. Dr. H. Abin

Syamsudin Makmun, M.A, bahwa “masa remaja adalah suatu periode dalam

10 Heny Narendrany Hidayati dan Andri Yudiantoro, Psikologi Agama, (Jakarta: UIN Jakarta

Press, 2007), cet. ke-1, h. 103-105.

(29)

16

perkembangan yang dijalani seseorang yang terbentang sejak berakhirnya masa

kanak-kanak sampai datang masa dewasanya”.13

Menurut Heny Narendrany Hidayati, di dalam bukunya Psikologi Agama,

bahwa “masa remaja adalah masa yang penuh kegoncangan jiwa, masa dalam

peralihan, yang menghubungkan masa kanak-kanak yang penuh kebergantungan

dengan masa dewasa yang matang dan berdiri sendiri”.14

Sedangkan Dr. Hendriati Agustiani mengemukakan di dalam bukunya

Psikologi Perkembangan, bahwa “masa remaja merupakan masa transisi atau

peralihan dari masa anak menuju masa dewasa, pada masa ini akan mengalami

berbagai perubahan baik fisik maupun psikis”.15 Beliau menambahkan “secara umum

masa remaja dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: masa remaja awal (12-15 tahun), masa

remaja pertengahan (15-18 tahun), dan masa remaja akhir (19-22 tahun)”.

Lebih lanjutnya Soerjono Soekanto di dalam bukunya Sosiologi Suatu

Pengantar mengemukakan, bahwa “masa remaja dikatakan sebagai suatu masa yang

berbahaya karena pada periode ini, seseorang meninggalkan tahap kehidupan

anak-anak untuk menuju ke tahap kedewasaan”.16

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan remaja adalah masa yang penuh

dengan goncangan ataupun tantangan sehingga mengakibatkan remaja

terombang-ambing dalam kehidupannya. Remaja harus ada pondasi dalam kehidupannya, agar

dalam menjalani kehidupan tersebut terlaksana dengan baik. Pondasi itu adalah

dengan mengamalkan ajaran agama Islam. Sehingga terbentuklah akhlak yang mulia

dan juga berada dalam masyarakat yang Islami.

13 Abin Syamsudin Makmun, Psikologi Kependidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004),

cet. 7, h. 130.

14 Heny Narendrany Hidayati dan Andri Yudiantoro, Psikologi …, h. 103-105.

15 Hendriati Agustiani, Psikologi Perkembangan Pendekatan Ekologi Kaitannya dengan

Konsep Diri dan Penyesuaian Diri pada Remaja, (Bandung : Refika Aditama, 2006), cet.1, h. 28.

16 Soejono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007), h.

(30)

2. Keberagamaan Remaja

Pertumbuhan tentang arti ajaran agama sejalan dengan pertumbuhan kecerdasan

manusia. Manusia diciptakan Allah dalam struktur yang paling baik diantara makhluk

Allah yang lain. Struktur manusia terdiri dari unsur jasmaniah dan rohaniah. Dalam

struktur jasmaniah dan rohaniah itu, Allah memberikan seperangkat kemampuan

dasar yang memiliki kecenderungan berkembang, dalam psikologi disebut

potensialitas. Dalam pandangan Islam kemampuan dasar atau pembawaan itu disebut

fitrah.

Ajaran-ajaran agama pada dasarnya telah diterima oleh seseorang pada masa

kecilnya. Dan apa yang tumbuh dan berkembang dari masa kecil itulah yang menjadi

pedoman terhadap pengalaman-pengalaman yang dirasakannya. Pertumbuhan tentang

ide-ide agama sejalan dengan perkembangan kecerdasannya. Pengertian-pengertian

tentang hal abstrak, seperti tentang akhirat, syurga neraka dan lain-lainnya baru dapat

diterima apabila perkembangan kecerdasannya telah memungkinkannya untuk itu.

Menurut Sururin di dalam bukunya Ilmu Jiwa Agama, “ekspresi dan

pengalaman beragama pada remaja dapat dilihat dari sikap-sikap beragama”. Adapun

sikap-sikap remaja dalam beragama, yaitu:17

a. Percaya dengan ikut-ikutan.

b. Percaya dengan kesadaran.

c. Percaya tetapi agak ragu-ragu.

d. Tidak percaya atau cenderung pada ateis.

Dari pendapat di atas bahwa ada satu sikap yang bisa membawa anak remaja

kepada kebaikan dalam beragama yaitu percaya dengan kesadaran, sedangkan yang

tiga lainnya cenderung kepada kurang baik dalam sikap beragama pada remaja.

Dengan kesadaran remaja maka akan timbul semangat dalam beragama. Semangat ini

harus yang positif sehingga remaja merasakan akan nikmatnya beribadah kepada

17 Sururin, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004), cet. 1, h. 72-77. Lihat

(31)

18

Tuhan serta dapat membersihkan agama dari segala macam hal yang mengurangi

kemurnian agama.

Remaja yang mendapatkan didikan agama dengan cara yang tidak memberi

kesempatan untuk berfikir logis dan mengkritik pendapat-pendapat yang tidak masuk

akal, disertai pula oleh kehidupan lingkungan dan orang tua, yang juga menganut

agama yang sama, maka kebimbangan pada masa remaja itu agak kurang.18

Di antara sebab-sebab atau sumber-sumber kegoncangan emosi pada remaja

adalah konflik atau pertentangan-pertentangan yang terjadi pada remaja dalam

kehidupan, baik yang terjadi pada dirinya sendiri, maupun yang terjadi dalam

masyarakat umum atau di sekolah.19

Perkembangan agama pada remaja ditandai oleh beberapa faktor perkembangan

jasmani dan rohaninya. Menurut W. Starbuck yang dikutip dari Jalaluddin dan

Ramayulis di dalam bukunya Pengantar Ilmu Jiwa Agama, perkembangan rohani dan

jasmani anak adalah sebagai berikut:20

a. Pertumbuhan pikiran dan mental

b. Perkembangan perasaan

c. Pertimbangan sosial

d. Perkembangan moral

e. Sikap dan minat

f.Ibadah

Sedangkan menurut Robert H. Thoules, ada empat faktor keberagamaan remaja,

yang dikutip oleh Sururin di dalam bukunya Ilmu Jiwa Agama, yaitu:

a. Pengaruh-penagruh sosial

b. Berbagai pengalaman

c. Kebutuhan, dan

18 Heny Narendrany Hidayati dan Andri Yudiantoro, Psikologi Agama, (Jakarta: UIN Jakarta

Press, 2007), cet. ke-1, hal. 119-120.

19 Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), cet. ke-17, h. 91.

20 Jalaluddin dan Ramayulis, Pengantar Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Kalam Mulia, 1998), cet.

(32)

d. Proses pemikiran21

Pembinaan kehidupan beragama remaja biasanya berada pada pada masa

remaja akhir, yang mana mempunyai ciri-ciri tersendiri. Adapun ciri-ciri tersebut

adalah:22

a. Pertumbuhan jasmani berjalan dengan cepat.

b. Pertumbuhan kecerdasan hampir selesai.

c. Pertumbuhan pribadi belum selesai.

d. Pertumbuhan jiwa sosial yang masih berjalan

Prof. Dr. Hj. Zakiah Darajat mengemukakan tentang konflik yang dialami oleh

remaja adalah sebagai berikut:

a. Konflik antara kebutuhan untuk mengendalikan diri dan kebutuhan untuk bebas dan merdeka.

b. Koflik antara kebutuhan akan bebas dan ketergantungan kepada orang tua.

c. Konflik antara kebutuhan seks dan ketentuan agama serta nilai sosial. d. Konflik nilai-nilai.23

Dari pendapat Zakiah Darajat, bahwa dengan konflik-konflik tersebut dapat

menimbulkan tentang keberagamaan seseorang itu. Semakin bagus pemikirannya

tentang keberagamaan maka akan mewujudkan keberagamaan yang baik.

Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan, bahwa keberagamaan pada

remaja harus dibentengi dengan kesadaran dan pemikiran remaja untuk hal yang baik.

Sehingga keberagamaan tersebut dapat diimplementasikan dalam kehidupan

sehari-hari.

3. Pengertian Akhlak

Pengertian akhlak menurut bahasa, kata akhlak dalam bahasa Indonesia berasal

dari kosakata bahasa Arab (akhlaq) yang merupakan bentuk jamak dari kata (Khuluq)

21 Sururin, Ilmu …, h. 79

22 Zakiah Daradjat, Ilmu …, h. 142-144

23 Zakiah Daradjat, Remaja Harapan dan Tantangan, (Bandung: Ruhama, 1994), cet. 1, h.

(33)

20

yang berarti al-Sajiyyah (perangai), al-Tabi’ah (watak), al-‘Adah (kebiasaan), dan

al-Din (keteraturan).24 Menurut Louis Ma’luf, kata akhlak berasal dari bahasa Arab,

jamak dari kata khuluk di dalam kamus al-Munjid Fil Lughati wa ‘Alam yang artinya

adalah “Akhlak adalah tabiat, budi pekerti, perangai, tingkah laku adat atau

kebiasaan”.25

Akhlak merupakan tujuan dari pendidikan Islam, karena akhlak merupakan

perbuatan manusia yang baik yang harus dikerjakan dan perbuatan yang harus

dihindari dalam pergaulan dengan Tuhan, manusia dan makhluk (alam) sekelilingnya

oleh kehidupan sehari-hari sesuai dengan nilai-nilai dan moral.26 Dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia dikemukakan bahwa pengertian akhlak adalah “budi pekerti,

watak, tabiat”.27

Adapun akhlak dari segi terminologi (istilah), sebagaimana tertulis dalam

Ensiklopedia Pendidikan bahwa “akhlak adalah budi pekerti, watak, kesusilaan

(kesadaran, etika dan moral) yaitu kelakuan baik yang merupakan akibat dari sikap

jiwa yang benar terhadap Khaliknya dan terhadap sesama manusia”.28

Pengertian akhlak menurut Ibnu Atsir dalam bukunya al-Nihayah menerangkan

“Hakikat makna khuluk itu adalah gambaran batin manusia yang tepat (yaitu jiwa dan

sifatnya), sedangkan khalqun merupakan gambaran bentuk luarnya (raut muka, tinggi

rendahnya tubuh, dan lain sebagainya)”.29 Sedangkan menurut Khalil Al-Musawi

“bahwa kata akhlak berasal dari akar kata khalaqa yang berarti lembut, halus, dan

lurus juga dapat di artikan bergaul dengan akhlak yang baik”.

24 Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Etika Berkeluarga, Bermasyrakat dan Berpolitik

(Tafsir Al-Qur’an Tematik), (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2009), cet. 1, h. 1.

25 Louis Ma’luf, Kamus Munjid Asy-Syarkiyah, Beirut: al-Maktabah Asy-Syarkiyah, cet.ke-28,

hal. 194.

26 Asmaran AS, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), cet.ke-3,

hal. 5.

27 WJS Poerwardaminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada), 2002, cet.ke-3 hal. 15.

(34)

Menurut Prof. Dr. H. Abudin Nata, MA., di dalam bukunya, Pendidikan dalam

Perspektif Hadis, pengertian akhlak dirujuk dari beberapa pendapat, diantaranya:

Ibn Miskawaih mengemukakan di dalam bukunya Tahzib al-Akhlak wa

Tharir al-A’raq, akhlak adalah “Sifat yang tertanam dalam jiwa yang

mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan”. Sedangkan Imam al-Ghozali mengatakan di dalam bukunya Ihya ‘Ulum al-Din, bahwa akhlak adalah “Sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan”. Menurut Da’irat al-Ma’arif, akhlak yaitu “Sifat-sifat manusia yang terdidik”.

Kemudian Ibrahim Anas dalam al-Mu’jam al-Wasith, mengemukakan

bahwa akhlak adalah “Sifat yang tertanam dalam jiwa yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan baik atau buruk, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan”.30

Perumusan pengertian akhlak timbul sebagai media yang memungkinkan

adanya hubungan baik antara khalik dengan makhluk dan antara makhluk dengan

makhluk. Lebih jelasnya bahwa akhlak merupakan tata aturan atau norma prilaku

yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama

manusia dan juga manusia dengan alam sekitarnya sebagaimana firman Allah swt.

Dalam Al-Qur’an surat Al-Qalam ayat 4, yang berbunyi:





“Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang

agung”.31

Manusia merupakan makhluk yang selalu berhubungan atau berinteraksi

dengan makhluk lain, baik itu sesama manusia maupun makhluk ciptaan Tuhan

lainnya. Dengan demikian maka prilaku manusia (perilaku baik maupun buruk) akan

menjadi modal seseorang dalam kehidupannya dan sebagai sesuatu yang harus ada

dalam tata pergaulan sehari-hari.

30 Abudin Nata, MA., Pendidikan dalam Perspektif Hadits, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005),

cet. ke-1, h. 274.

31 Departemen Agama, Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahannya, (Semarang: Thoha Putra),

(35)

22

Untuk itulah akhlak selalu mendapat pujian dari orang yang ada di sekitarnya.

Sedangkan akhlak yang buruk akan menimbulkan sebuah permasalahan dalam

kehidupan seseorang walau terkadang kebaikan seseorang itu sering kali diartikan

sebagai sesuatu yang tidak mengenakan bagi orang yang tidak memiliki akhlak yang

kurang baik, namun sesuatu yang baik pasti akan menghasilkan sesuatu yang baik

pula, sebagaimana terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-Isra’ (17), ayat 7, yang

bebunyi:

...



“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, Maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) …”.

Jelaslah di sini bahwa jika manusia dapat membawa dirinya pada sebuah

pergaulan yang baik, maka akan mendapatkan perlakuan yang baik pula dari

lingkungan yang ada di sekitarnya. Meskipun tidak semua kebaikan itu mendapat

perlakuan yang baik pula akan tetapi hal tersebut bukan bermaksud untuk

mendidiknya menjadi seseorang yang mendapat julukan munafik.

Menurut al-Ghazali, bahwa akhlak memiliki tiga dimensi, yaitu:

1. Dimensi diri, yakni orang dengan dirinya dan Tuhannya, seperti ibadah,

puasa, dan shalat.

2. Dimensi sosial, yakni masyarakat, pememrintah, dan pergaulannya dengan

sesamanya.

3. Demensi metafisis, yakni aqidah dan pegangan dasar.32

Menurut Said Aqil Husin Al Munawar dalam bukunya Aktualisasi Nilai-nialai

Qur’ani Dalam Sistem Pendidikan Islam, dilihat dari segi bentuk dan macamnya

akhlak dibedakan menjadi dua bagian, yaitu:

32 Mohammad Ardani, Akhlak Tasawuf Nilai-nilai Akhlak/Budi Pekerti dalam Ibadah dan

(36)

a. Akhlak terpuji (akhlakul karimah)

Yang dimaksud akhlak terpuji adalah segala macam sikap dan tingkah laku

yang baik (terpuji). Adapun contoh dari akhlak terpuji adalah berlaku jujur, amanah,

ikhlas, sabar, tawakal, bersyukur, memelihara diri dari dosa, menerima pemberian

Tuhan (qana’ah), berbaik sangka, suka menolong, pemaaf, dan sebagainya.33

Akhlak mulia banyak jumlahnya, namun dilihat dari segi hubungan manusia

dengan Tuhan dan manusia, akhlak yang mulia itu dapat dibagi kepada tiga bagian,

yaitu:

1. Akhlak terhadap Allah.

2. Akhlak terhadap diri sendiri

3. Akhlak terhadap sesama manusia.34

b. Akhlak tercela (akhlakul mazmumah)

Akhlak tercela adalah sikap yang mengarah perbuatan jelek, contoh dari akhlak

tercela adalah mengingkari janji, menyalahgunakan kepercayaan, berbuat kejam,

pemarah, berbuat dosa dan sebagainya. Akhlak tercela berasal dari penyakit hati yang

keji seperti iri hati, ujub, dengki, sombong, nifaq (munafik), hasud, berprasangka

buruk, dan penyakit-penyakit hati lainnya. Akhlak yang buruk dapat mengakibatkan

berbagai macam kerusakan baik bagi orang itu sendiri, orang lain disekitarnya

maupun kerusakan lingkungan sekitarnya sebagai contoh yakni kegagalan dalam

membentuk masyarakat yang berakhlak mulia.

Menurut M. Yatimin Abdullah di dalam bukunnya Studi Akhlak dalam

Perspektif al-Qur’an, bahwa akhlakul mazmumah adalah sifat yang tercela dan

dilarang oleh norma-norma yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari, apabila

33 Said Aqil Husin Al Munawar, Aktualisasi Nilai-nilai Qur’ani dalam Sistem Pendidikan

Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2005),cet. 2, h. 28 .

(37)

24

seseorang melaksanakannya niscaya akan mendapat dosa dari Allah karena

perbuatannya.35

Dari beberapa definisi akhlak yang ada dapat disimpulkan bahwa akhlak secara

bahasa dapat diartikan sebagai budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat,

karakter dan juga kebiasaan. Perkataan akhlak tersebut mengandung segi-segi

persesuaian dengan perkataan khalqun yang berarti kejadian serta erat hubungannya

dengan khaliq yang berarti pencipta dan makhluk yang berarti diciptakan.

4. Akhlak Remaja

Peran remaja dalam Islam amat strategis, karena remaja merupakan aset bangsa

dan penerus syiarnya ajaran agama Islam serta penentu perjalanan bangsa di masa

berikutnya. Dalam akselerasinya generasi muda memiliki kelebihan dalam pemikiran,

semangat, daya kritis, kematangan berorganisasi dengan bingkai idealisme-nya.

remaja juga motor penggerak utama perubahan.

Hadirnya tokoh-tokoh muda yang tampil sebagai pemimpin nasional dan daerah

serta agama kini jadi isu hangat di Indonesia. Hal yang cukup beralasan sebab peran

generasi muda dalam proses perjuangan demi kemajuan suatu negara sudah

diterapkan sejak dulu oleh para pendiri bangsa ini.

Tokoh-tokoh pemimpin yang kini tampil di pemerintahan baik di tingkat

eksekutif maupun legislatif adalah generasi muda dengan macam latar belakang

organisasi yang berbeda, termasuk ideologi dan kulturnya. Harapan kita adalah

bagaimana remaja bisa beperan turut mewarnai dan mengawal program pembangunan

serta pengembangan ajaran agama Islam. Remaja harus bisa memberikan kontribusi

pemikiran, gagasan dan ide brilian demi kemajuan negara dan juga perkembangan

akhlak dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan bekal kemampuan tersebut, sudah sepatutnya peran remaja harus

dibalut dengan kepribadian berakhlak mulia yang senantiasa meneladani Rasulullah.

35 M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif al-Qur’an, (Jakarta: Hamzah, 2007),

(38)

Karena nilai–nilai akhlak yang baik harus tetap diwujudkan dan ditegakkan. Akhlak

seseorang akan dianggap mulia jika perbuatannya mencerminkan nilai-nilai yang

terkandung didalam Al-Qur’an.

Mentalitas remaja harus dibentengi dengan pribadi akhlak mulia diyakini akan

mampu mendorong terwujudnya khasanah negara yang berakhlakul karimah. Remaja

harus senantiasa meneladani sifat Nabi Muhammad yakni : Siddiq, Amanah,

Fathonah, Tabligh.

Siddiq berarti benar dalam perkataan dan perbuatan. Mustahil jika seorang nabi

dan rasul seorang pembohong yang suka berbohong. Esensinya adalah kejujuran,

remaja yang baik harus jujur dalam bersikap, santun dalam perbuatan serta bijak

dalam setiap keputusan. Maka remaja dianjurkan untuk bersikap jujur dalam

kehidupan sehari-hari.

Amanah artinya terpercaya atau dapat dipercaya. Mustahil jika seorang nabi

dan rasul seorang pengkhianat yang suka khianat. Sejatinya, remaja harus memiliki

keteguhan dalam berprinsip, komitmen mengemban kepercayaan yang dipikul dan

tegak lurus dalam cita-cita membangun masyarakat yang berakhlakul karimah.

Dengan sifat nabi yang terpercaya, remaja harus bisa menepati janjinya dan dapat

dipercaya oleh masyarakat.

Fathonah artinya cerdas, pandai atau pintar. Mustahil jika seorang nabi dan

rasul seorang yang bodoh dan tidak mengerti apa-apa. Intinya, remaja dipersiapkan

sebagai kader pemimpin masa depan. Maka, remaja harus cakap, pintar dan cerdas,

kaya wawasan pengetahuan, punya spirit belajar tinggi dan mengutamakan

pendidikan. Pada zaman modern sekarang ini, remaja harus pandai dalam teknologi

supaya tidak ketinggal dengan perkembangan zaman.

Tabligh artinya menyampaikan wahyu atau risalah dari Allah SWT kepada

orang lain. Mustahil jika seorang nabi dan rasul menyembunyikan dan merahasiakan

wahyu atau risalah Allah SWT. Hakikatnya, remaja harus mampu menuangkan

gagasan-pemikiran, ide-die dan argumentasi yang konstruktif. Remaja juga harus

(39)

26

Dengan akhlak remaja yang tercermin dari perilaku sifat-sifat Rasul ini niscaya

akan menjadi amunisi terbaik dalam perjuangan menuju bangsa Indonesia menjadi

bangsa berperadaban maju dan modern, namun tetap mulia, santun dan bermartabat.

Niscaya pula, semangat remaja dalam syiar Islam akan menumbuhkan kerja keras,

skill dan ketahanan mental.

Bermacam langkah nyata yang dapat dilakukan remaja dalam penanaman

akhlak, diantaranya:

Pertama, remaja harus giat menuntut ilmu pengetahuan. Kedua, remaja harus

berprestasi dalam hal apa pun, misalnya, pendidikan, olah raga, seni, budaya dan

lainnya serta pendidikan Islam. Ketiga, remaja harus memiliki karakter memimpin.

Keempat, remaja harus cakap dalam hal teknologi dan informasi (TI), karena dengan

menguasai TI remaja akan siap bersaing. Kelima, remaja harus memiliki jiwa

wirausahawan (entrepreneurship). Keenam, remaja harus memiliki integritas moral

dan akhlak mulia.

Pondasi akhlak adalah pendidikan Islam dan peran keluarga. Remaja sekarang

harus terbebas dari narkoba, pergaulan sex bebas, bebas penyakit HIV, AIDS, dan

lain-lain. Sejatinya, dengan meneladani kepribadian Rasulullah, niscaya remaja dalam

kiprahnya, tidak sekedar kontribusi pemikiran, tapi suatu karya nyata bermanfaat,

dengan bingkai akhlak mulia. Kita berharap peran remaja bisa menjadi teladan di

masyarakat dan generasi berikutnya

Pembinaan akhlak di kalangan remaja menurut Ibn Miskawaih adalah “dititik

beratkan kepada pembersihan pribadi dari sifat-sifat yang berlawanan dengan

tuntunan agama seperti takabur, pemarah dan penipu.”36 Keluhuran akhlak sebagai

media untuk menduduki tingkat kepribadian remaja yang berbobot Islam.

Kegunaan lain yang dapat dipetik dari hasil pembinaan akhlak, yakni:

terhindarnya anak-anak remaja dari tabiat-tabiat tercela. Dengan demikian pembinaan

36 Sudarsono, Etika Islam tentang Kenakalan Remaja, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), cet. ke-2,

(40)

akhlak menurut Ibn Miskawaih dapat memberi sumbangan positif bagi ketentraman

dan keamanan masyarakat dari kejahatan pada umumnya.

C.

Kerangka Berfikir

Pendidikan Islam di TPQ bagi remaja akan memberi pengaruh kuat terhadap

pembentukan akhlak. Pendidikan Islam yang memadai akan menghasilkan

pengetahuan dan penanaman agama yang tinggi sehingga dapat

mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan Islam dari orang tua

itu akan membentuk akhlak dan dapat mencegah anak tersebut untuk melakukan

hal-hal yang menyimpang. Demikian juga sebaliknya, ketika pendidikan Islam dari orang

tua minim maka kualitas anak dalam pengetahuan agama akan minim juga, dan bisa

saja anak tersebut melakukan perbuatan hal-hal yang menyimpang dari norma-norma

yang berlaku.

Pada saat ini, akhlak remaja sangat kurang dalam pergaulannya. Ini terjadi di

karenakan masih rendahnya pendidikan Islam di kalangan remaja dan juga remaja

rendahnya minat untuk menuntut ilmu agama Islam. Banyak kalangan remaja yang

belum bisa menghadapi pergaulan yang sangat cepat, sehingga budaya asing yang

masuk dalam pergaulan mereka. Ini mengakibatkan banyaknya remaja yang

menyimpang dalam pergaulannya.

Begitu banyak bukti untuk mengatakan bahwa anak remaja pada saat ini sedang

sakit parah dalam pergaulan. Sehingga harus ada upaya yang ditempuh untuk

memperbaiki kondisi mereka. Sebagai muslim, tentunya kita menginginkan

perubahan remaja yang rusak saat ini menjadi remaja yang Islami. Dan juga anak

remaja sekarang di harapkan dapat berprilaku baik (berakhlakul karimah) demi

mewujudkan generasi muda yang Islami. Maka umat Islam akan maju dan

berkembang di muka bumi ini.

Perubahan atau penurunan nilai akhlak terjadi di kalangan remaja, perubahan

(41)

28

kehidupan sehari-hari. Perubahan pergaulan mereka di sebabkan oleh rendahnya

akhlak pada diri remaja.

Untuk mencapai akhlak yang baik, yakni pembentukan akhlakul karimah, maka

pendidikan Islam harus di berikan sejak anak masih kecil terutama pendidikan yang

diberikan orang tua serta pengawasan dan bimbingan hingga mereka dewasa yang

tentunya dibantu oleh lembaga-lembaga pendidikan sekolah dan masyarakat ataupu

majelis taklim. Anak remaja membutuhkan pembinaan yang konsisten terutama

dalam keluarga dan pergaulan mereka. Akhlak yang ada pada remaja bukanlah

pembawaan sejak manusia dilahirkan, karena itu adalah salah besar jika di katakan

bahwa akhlak remaja terjadi dengan sendirinya dan merupakan sesuatu yang tidak

dapat di ubah.

Beberapa cara yang dapat menolong remaja untuk membentuk akhlak yaitu

melalui program pembinaan pendidikan Islam seperti pengajian atau Majelis Taklim,

pesantren kilat, ceramah agama dan lain-lain. Dan menambah waktu untuk program

pembinaan Islam serta materinya. Sedangkan melalui program pembinaan akhlak

dalam pergaulan seperti menerapkan ilmu-ilmu agama dalam sopan santun.

Pendidikan Islam juga dapat dijadikan wahana untuk selalu mengingatkannya pada

ajaran agama. Dan akhlak juga dapat membatasi tentang pergaulan-pergaulan yang

ada pada masa remaja saat ini. Dan langkah-langkah tersebut diharapkan pendidikan

Islam itu akan membentuk akhlak yang baik sehingga terwujudlah generasi remaja

(42)

31

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.Tempat dan Waktu

Tempat yang dijadikan objek penelitian oleh penulis adalah remaja TPQ. Ihsan

Makmur, yang terletak di Jl. Kampung Rawa II No. 10 Rt. 04/06 Kel. Kampung

Rawa Kec. Johar baru Jakarta Pusat. Penelitian ini dilaksanakan mulai 8 Maret

sampai 6 April 2011.

B.Pendekatan dan Metode Penelitian

Sesuai dengan sifat dan tujuan penelitian yang ada, maka penelitian ini

menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif dalam bentuk metode survey, di mana

(43)

32

Adapun dalam penyusunan skripsi ini penulis menggunakan metode deskriptif

analisis, yaitu menggambarkan secara sistematis, aktual dan akurat mengenai peran

pendidikan Islam di kalangan remaja dalam pembentukan akhlak, tentunya dengan

cara menganalisa data-data yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas.

C.Variabel Penelitian

Variabel dapat diartikan “segala sesuatu yang akan menjadi objek penelitian”.1

Variabel dalam penelitian ini dibedakan dalam dua variable, yaitu variable bebas dan

variabel terikat. Variabel penelitian ini adalah Peranan TPQ yang merupakan variabel

bebas dan variabel terikatnya yaitu akhlak.

D.Populasi dan Sampel

Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah keseluruhan dari remaja

TPQ. Ihsan Makmur, yang berjumlah 44 orang. Karena populasi kurang dari 100,

maka penulis tidak mengambil sampel, tetapi menjadikan populasi sebagai responden

penelitian. Dalam penelitian ini penulis menggunakan penelitian populasi. Mengacu

kepada pendapat Suharsimi Arikunto : “Apabila subyeknya kurang dari 100, lebih

baik di ambil semua. Sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi”.2

E.Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini adalah field research, yaitu suatu penelitian yang dilakukan

langsung ke objek penelitian. Untuk memperoleh data-data lapangan ini penulis

menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1 S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), Cet. 4, h. 82. 2 Suharsimi Arikunto, Prosedur penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta),

(44)

1. Angket, teknik ini digunakan untuk memperoleh data tentang pendidikan

majelis taklim dan akhlak remaja. Dalam penelitian ini, yang menjadi

responden adalah remaja TPQ. Ihsan Makmur.

2. Observasi, yaitu cara menghimpun bahan-bahan keterangan yang dilakukan

dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap

fenomena-fenomena yang sedang dijadikan sasaran pengamatan. Observasi

ini dilakukan untuk memperoleh data tentang kondisi TPQ. Ihsan Makmur

yang akan diteliti dan juga data mengenaiperanan TPQ. Ihsan Makmur dan

akhlakul karimah di kalangan remaja.

3. Interview, yaitu komunikasi langsung dalam bentuk tanya jawab antara

peneliti dengan responden. Metode ini di gunakan untuk mengetahui dan

memperoleh informasi secara langsung dengan jalan wawancara langsung.

Adapun wawancara yang dilakukan dengan pimpinan TPQ. Ihsan Makmur

tentang gambaran umum majelis taklim tersebut dan juga sistem

pembelajaran yang digunakan.

F.Teknik Pengolahan Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik pengolahan data dengan

menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:

1. PengolahanData Angket

Pengolahan data angket terdiri dari empat tahap, yaitu:

a Editing (pemeriksaan data), yaitu merupakan proses di mana peneliti

melakukan klarifikasi, keterbacaan, konsistensi dan kelengkapan data yang

terkumpul. Proses klarifikasi terkait dengan pemberian penjelasan

mengenai apakah data yang sudah terkumpul akan menciptakan masalah

(45)

34

b Coding (pembuatan kode), merupakan usaha menyederhanakan data

dengan memberikan simbol angka pada masing-masing kategori jawaban

dari seluruh responden.

c Scoring, setelah melalui editing dan coding maka langkah selanjutnya

scoring, yaitu memberi skor terhadap data yang ada dalam angket.

d Tabulating, yaitu kegiatan mengelompokkan data ke dalam tabel frekuensi

guna mempermudah dalam proses menganalisa.3

2. Data observasi dan Interview:

Data observasi dan interview akan diolah melalui proses sebagai berikut:

a Klasifikasi, yakni proses pengelompokkan jawaban-jawaban yang

diperoleh dari responden.

b Kategorisasi, adalah proses pengelompokkan jawaban-jawaban responden

berdasarkan aspek-aspek masalah.

c Interpretasi, yaitu proses penafsiran terhadap aspek masalah berdasarkan

kerangka berfikir yang telah ditetapkan.

Analisa data merupakan proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke

dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan

dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. Sedangkan untuk

menganalisa setiap variabel data yang sudah terkumpul dari hasil angket atau

kuesioner, penulis menggunakan analisa frekuensi untuk memberikan penjelasan

yang lebih rinci.

(46)

G.Teknik Analisis Data

Setelah data dikumpulkan, maka langkah untuk selanjutnya data dideskripsikan,

dianalisa, di tafsirkan, dan disimpulkan. Maka hasilnya merupakan data yang konkret,

yaitu sebuah data kualitatif.

Dengan mengolah data kualitatif, yaitu dengan cara menguraikan data ke dalam

bahasa yang mudah dipahami maka data yang diperoleh di lapangan kemudian

diklasifikasikan, diolah, dan dianalisis secara deskriptif kualitatif yaitu suatu proses

pemecahan masalah yang menggambarkan objek yang diteliti berdasarkan data yang

diperoleh pada saat meneliti yang kemudian hasilnya diambil dan dijadikan sebuah

kesimpulan.

Hasil yang akan di analisis dalam penelitian ini adalah mengenai peranan TPQ

dalam pembentukan akhlak di kalangan remaja Kampung Rawa, Jakarta Pusat.

Dalam menghitung data-data yang diperoleh penulis menggunakan rumus

prosentase sebagai berikut:

Keterangan:

P : Angka Persentase

N : Jumlah frekuensi atau banyaknya individu

F : Frekuensi jawaban

(47)

36

H.Instrumen Penelitian

Penyusunan instrumen penelitian dilakukan berdasarkan teori-teori yang telah

[image:47.595.110.521.151.727.2]

dipaparkan pada Bab II. Adapun kisi-kisi instrumen dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Kisi-kisi Instrumen

No. Variabel Dimensi Indikator Jumlah Item

No. Item

1. Pendidikan

TPQ. Ihsan

Makmur

a. Pendidikan Agama di TPQ

1. Membaca

al-Qur’an. 2. Sejarah Islam. 3. Pelajaran Fiqh

4. Akhlak dalam

belajar

4

3 2 5

1, 2, 3, 4

5, 6 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15 b. Kegiatan

di TPQ.

Ihsan Makmur

1. Peringatan Hari

Besar Islam

(PHBI)

2. Latihan kesenian

1

1

7

8

2. Akhlak a. Akhlak

kepada Allah

1. Melaksanakan

shalat.

2. Melakukan puasa.

3. Membaca

al-Qur’an.

4

2 1

1, 2, 3, 4

5, 6 7 b. Akhlak kepada Rasul 1. Menjawab shalawat 2. Menzikirkan shalawat. 1 1 8 9 c. Akhlak kepada diri sendiri

1. Melakukan sikap

Jujur

2. Membiasakan

disiplin

3. Memakai

(48)

d. Akhlak kepada orang tua

1. Mentaati perintah.

2. Membantu

pekerjaan rumah. 3. Mengajarkan

dalam hal agama.

3 2 16, 17 15 14, 18 e. Akhlak kepada orang lain 1. Memberikan sedekah 2. Menebarkan senyum. 3. Menolong sahabat. 4. Melaksanakan pembayaran hutang. 5. Meminjamkan barang. 2 1 1 1 1 19, 20 21 22 23 24 f. Akhlak kepada alam

1. Memberi makan

binatang.

2. Menanam

tumbuh-tumbuhan

di pekarangan

rumah.

3. Membuang

sampah pada

(49)

38

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum TPQ Ihsan Makmur 1. Sejarah Singkat TPQ Ihsan Makmur

TPQ. Ihsan Makmur didirikan pada tanggal 17 Juli 1992, oleh Ust. Elmo

Wasma, Ustzh. Ruqiyah, dan Ust. Asep Wahyu. Pertama berdirinya TPQ. Ihsan

Makmur terdiri dari 2 tingkat. Seiring dengan besarnya minat masyarakat untuk

mendidik anaknya melalui pengajian di TPQ sehingga tempat yang tersedia

dirasa kurang mencukupi, maka pada tahun 1995 TPQ. Ihsan Makmur

memperluas tempat pembelajaran, maka tempat pembelajaran menjadi 3

(50)

Pada awal nama TPQ. Ihsan Makmur adalah Majelis Taklim Ihsan

Makmur. Pada tahun 2005, TPQ. Ihsan Makmur sudah terdaftar di DEPAG

dengan SK.TPQ.DEPAG: K809.03/6/BA.04/1725/2005, No. INDUK:

K3./125/136/XI/2005. Sekarang namanya Yayasan Taman Pendidikan

al-Qur’an (TPQ) Ihsan Makmur dan Majelis Taklim Ihsan Makmur tetap

digunakan juga.

Pendirian TPQ. Ihsan Makmur dilatarbelakangi oleh keprihatinan

masyarakat terhadap perkembangan modernisasi, perkembangan pergaulan

yang sangat cepat, dan perkembangan teknologi yang diiringi dengan kesadaran

masyarakat yang dapat mempengaruhi keberagamaan.1

Sebagaimana yang dituturkan oleh Asep Wahyu,

Gambar

Tabel 1. Kisi-kisi Instrumen
Tabel 2.  Daftar Tenaga Pendidik
Tabel di atas menunjukan bahwa jumlah tenaga pengajar di TPQ Ihsan
Tabel 3. Keadaan Sarana dan Prasarana
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jenis penelitian yang dilakukan adalah observasional dengan desain korelasional yaitu mengkaji hubungan antara indeks massa tubuh dengan tekanan darah dan golongan

Wujud saham yang berupa selembar kertas dan menerangkan bahwa pemilik kertas adalah pemilik perusahaan terbagi atas dua jenis, yaitu : (Sapto Rahardjo, 2006) : 1) Saham

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keragaman genetik beberapa origin kelapa sawit terkait dengan biosintesis asam oleat dan primer SSR yaitu primer

Pembelajaran berdiskusi merupakan suatu kegiatan penting yang sering dilakukan siswa, berdiskusi merupakan salah satu bagian dari keterampilan berbicara, namun dalam

Hasil penelitian dari sikap ibu terhadap efek samping KB suntik 3 bulan diperoleh gambaran pada diagram 1 yang menunjukkan bahwa dari 76 responden KB suntik 3 bulan

Menimbang, bahwa setelah akad nikah, para mempelai masing-masing diberikan Kutipan Akta Nikah sebagaimana tersebut dalam Pasal 13 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor

Dengan menjawab pertanyaan tersebut, memiliki hipotesis bahwa meskipun penerjemah adalah seorang penerjemah setia, ia mencoba untuk menerjemahkan novel dengan melakukan

[r]