• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan hukum bagi pemegang hak desain industri dikatakan dengan asas sistem pendaftaran pertama: Analisis putusan MA nomor 01/K/N/HaKI/2005

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perlindungan hukum bagi pemegang hak desain industri dikatakan dengan asas sistem pendaftaran pertama: Analisis putusan MA nomor 01/K/N/HaKI/2005"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh: Ilyas Aghnini 1111048000022

KONSENTRASI HUKUM BISNIS ISLAM PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

K/N/HaKI/2005). Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Bisnis Islam, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H/2015 M. x + 61 halaman + 25 lampiran.

Skripsi ini menganalisis desain industri yang berkaitan dengan asas sistem sistem pendaftaran pertama (first to file system). Karena sistem pendaftaran pertama mengisyaratkan suatu desain industri yang baru diberikan kepada pendaftar pertama. Sebagaimana yang diamanatkan Undang-Undang No. 31 Tahun 2000 Pasal 2 ayat (1) Hak Desain Industri diberikan untuk Desain Industri yang baru. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif bersifat kualitatif. Penulis menganalisis antara PT. Cahaya Buana Intitama melawan Robert Ito sebagai pihak yang bersengketa pada kasus desain lemari. Tujuan dari skripsi ini untuk mengetahui perlindungan hukum bagi pemegang hak desain industri dikaitkan dengan asas sistem pendaftaran pertama dan menentukan kriteria desain industri yang disebut sebagai inovasi baru pada putusan MA No. 01 K/N/HaKI/2005.

Hasil penelitian menyimpulkan, adanya perbedaan konfigurasi bagian depan dan samping, garis, ukiran, dari sebuah lemari. Dalam kasus ini perlindungan yang diberikan kepada pemegang hak desain industri sudah sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) yang menyatakan Hak Desain Industri diberikan untuk Desain Industri yang baru. Yang sebelumnya dikatakan jika desain industri milik terggugat / pemohon kasasi tidak memiliki kebaruan dan merupakan pengulangan dari desain industri yang telah ada sebelumnya.

Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Pemegang Hak, Pendaftaran Pertama

Pembimbing : 1. Nahrowi, SH, MH

2. Drs. H. Subarkah, MH

(6)

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Melihat lagi Maha Mendengar, atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehinga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW.

Penyusunan skripsi ini adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (SH) pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penulisan skripsi ini banyak pihak yang telah membantu baik materil maupun immateril, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Drs. H. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H dan Drs. Abu Thamrin , S.H.,M.Hum., Ketua dan Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum.

3. Nahrowi, SH, MH., dan Drs. H. Subarkah, MH., dosen pembimbing skripsi yang telah banyak meluangkan waktu disela-sela kesibukan dalam memberikan nasihat, kritik dan saran untuk membangun penulis dalam penyusunan skripsi ini.

4. Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah ikhlas berbagi ilmu pengetahuan dan pengalamanya kepada penulis.

5. Ucapan terimakasih yang tak terhingga atas pengorbanan kedua orang tuaku tercinta H. Sulanjana dan Hj. Eti Rachmawati, yang telah memberikan segala dukungan baik materil maupun immateril serta doanya sehingga penulis dapat menyelesaikan masa studi S1.

6. Kakak Aini Fatnawati, Harun Briandi Malik dan Gita Triatmojo yang telah memberikan dukungan untuk menyelesaikan studi S1.

(7)

yang telah diberikan selama kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

8. Seluruh teman-teman seperjuangan Program Studi Ilmu Hukum angkatan 2011, khususnya Alif, Nevo, Dadan, Syawal dan lain-lain, terimakasih atas segala bantuan dan dukungan yang diberikan selama ini.

9. Seluruh teman-teman Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia yang telah memberikan Pengalaman yang dapat diambil selama kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

10. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Semoga Allah SWT memberikan berkah dan karunia-Nya serta membalas kebaikan mereka. Amin.

Demikian ini penulis ucapkan terimakasih dan mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat kata-kata di dalam penulisan skripsi ini yang kurang berkenan bagi pihak-pihak tertentu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.

Jakarta, Agustus 2015 Penulis

(8)

PESETUJUAN PEMBIMBING ... ii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

BAB II DESAIN INDUSTRI DALAM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL A.Pengertian Desain Industri ... 16

B.Asas Hukum Desain Industri ... 18

C.Pemegang Hak Desain Industri... 19

D.Objek Syarat Desain Industri... 21

E. Ruang Lingkup Desain Industri... 22

F. Pengalihan Hak Desain Industri... 23

G.Jangka Waktu Perlindungan Desain Industri... 25

H.Proses Pendaftaran Desain Industri... 25

BAB III PRINSIP-PRINSIP HUKUM PERLINDUNGAN DESAIN

INDUSTRI SEBAGAI SALAH SATU BAGIAN HAK ATAS

KEPEMILIKAN INTELEKTUAL

(9)

Berdasarkan

Undang-Undang No. 31 Tahun 2000 ... 36

BAB IV ANALISIS PUTUSAN SENGKETA DESAIN INDUSTRI ANTARA PT. CAHAYA BUANA INTITAMA MELAWAN ROBERT ITO A.Posisi Kasus ... 44

B.Analisis Kasus Berbeda ... 45

C.Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Hak Desain Industri Dalam Putusan Mahkamah Agung No. 01/K/N/Haki/2005 ... 49

D.Kriteria Desain Industri yang Disebut Sebagai Inovasi Baru Dalam Kasus PT. Cahaya Buana Intitama Melawan Robert Ito Dikaitkan Dengan Sistem Pendaftaran Pertama... 54

BAB V PENUTUP A.Kesimpulan ... 60

B.Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 63

LAMPIRAN ... 65

(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hak atas kekayaan intelektual (HAKI) atau Intellectual Property Right saat

ini menjadi isu global khususnya di kalangan negara-negara industri maju yang

selama ini banyak melakukan ekspor produk industri kreatif berbasis Hak atas

kekayaan intelektual. Perlindungan hukum terhadap Hak atas kekayaan intelektual

telah menjadi perhatian dunia. Indonesia bahkan telah turut serta dalam perjanjian

internasional yang berkaitan dengan Hak atas kekayaan intelektual. Hak atas

kekayaan intelektual atau Intellectual Property Right adalah hak hukum yang

bersifat ekslusif (khusus) yang dimiliki oleh para pencipta/penemu sebagai hasil

aktivitas intelektual tersebut, dapat berupa hasil karya di bidang ilmu pengetahuan,

seni dan sastra, serta hasil penemuan (invensi) di bidang teknologi.

Hak atas kekayaan intelektual secara umum dapat digolongkan kedalam dua

kategori utama, yaitu hak cipta dan hak kekayaan desain industri. Dasar hukum hak

cipta di Indonesia terdapat di dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014

tentang Hak Cipta. Sedangkam Hak Kekayaan Desain industri merupakan salah

satu cabang dari Hak Kekayaan Intelektual diatur dalam Undang-Undang Nomor

31 Tahun 2000 tentang Desain Industri (selanjutnya penulis sebut dengan UU No.

31 Tahun 2000). Desain industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi,

(11)

padanya, yang berbentuk tiga atau dua dimensi yang memberi kesan estetis dan

dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri atau

kerajinan tangan.1

Indonesia sebagai negara berkembang perlu memajukan sektor industri

dengan meningkatkan kemampuan daya saing. Salah satu daya saing tersebut

adalah dengan memanfaatkan peranan desain industri serta keanekaragaman

budaya yang dipadukan dengan upaya untuk ikut serta dalam globalisasi

perdagangan, dengan memberikan pula perlindungan hukum terhadap desain

industri akan mempercepat pembangunan industri nasional.2

Indonesia termasuk sebagai anggota organisasi perdagangan dunia (World

Trade Organization) yang telah ikut meratifikasi Konvensi International tentang

(Agreement Establishing The World Trade Organization) dengan Keppres Nomor

7 Tahun 1994 tentang Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia

(WTO). Indonesia yang meratifikasi konvensi Paris juga mengatur perlindungan

hukum dibidang hak milik perindustrian, diantaranya adalah mengenai desain

industri (Industrial Design). Desain industri diatur dalam Pasal 11 Konvensi Paris,

dan dalam Pasal 25 dan Pasal 26 Persetujuan TRIPs. Sebagai konsekuensi dari

1Ok. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Cetakan Kedelapan, (Intelellectual

Property Rights), (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), h. 468.

2

Abdul Kadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Cetakan

(12)

ratifikasi Konvensi Paris dan Persetujuan TRIPs, Indonesia perlu memberikan

perlindungan hukum terhadap Hak Kekayaan Intelektual di bidang desain industri.3

Untuk melindungi desain industri dari peniruan atau persaingan yang

curang, maka desain industri tersebut harus didaftarkan di Direktorat Jenderal Hak

Kekayaan Intelektual. Hak atas desain industri tercipta karena pendaftaran dan hak

eksklusif atas suatu desain akan diperoleh karena pendaftaran. Pendaftaran adalah

mutlak untuk terjadinya suatu hak desain industri. Oleh karena itu sistem

pendaftaran yang dianut UU No. 31 Tahun 2000 adalah bersifat konstitutif, yakni

sistem yang menyatakan hak itu baru terbit setelah dilakukan pendaftaran (first to

file).4

Berarti bahwa orang yang pertama mengajukan permohonan hak atas

desain industri itulah yang akan mendapatkan perlindungan hukum dan bukan

orang yang mendesain pertama kali. Sistem pendaftaran pertama (first to file

system) mempunyai kekuatan hukum dan menjamin suatu keadilan setelah

diundangkan dan sebagai bukti telah dilakukannya pendaftaran hak dan telah

dipenuhinya, baik persyaratan substantif maupun persyaratan administrasi, maka

pendaftar akan memperoleh sertifikat hak desain industri. Hal ini dimaksudkan

untuk memberikan landasan perlindungan hukum agar pemegang hak desain

3

Abdul Kadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Cetakan

Kedua, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2007), h. 291-292.

4

Insan Budi Maulana, A-B-C Desain Industri Teori dan Praktek Di Indonesia, Cetakan

(13)

industri dilindungi dari berbagai bentuk pelanggaran berupa penjiplakan,

pembajakan, atau peniruan atas desain industri terkenal.5

Hak desain industri adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara

kepada pendesain atas hasil kreasinya untuk selama waktu tertentu melaksanakan

sendiri kreasi tersebut, atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk

melaksanakan hak tersebut. Pemegang hak desain industri memiliki hak eksklusif

untuk melaksanakan hak desain industri dan melarang orang lain yang tanpa

persetujuannya membuat, memakai, menjual, atau mengimpor, mengekspor dan

mengedarkan barang yang diberi hak desain industri. Namun demikian pelaksanaan

hak tersebut dikecualikan terhadap pemakaian desain industri untuk kepentingan

penelitian dan pendidikan sepanjang tidak merugikan kepentingan yang wajar dari

pemegang hak desain industri.6

Pada dasarnya pemegang hak desain industri saling bersaing untuk

menciptakan suatu barang inovatif pada produk yang sama. Walaupun di akhir

hasilnya akan terlihat berbeda dan sama-sama mendaftarkan produk inovatifnya ke

Direktorat Jenderal Hak Kekayaan intelektual. Namun kurangnya pemahaman

dibidang Hak Kekayaan Intelektual khususnya dibidang desain industri membuat

pemegang hak desain industri menjadi salah dalam menafsirkan tentang sistem

5 Abdul Kadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Cetakan Kedua,

(Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2007), h. 292.

6

Abdul Kadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Cetakan Kedua,

(14)

pendaftaran pertama desain industri. Oleh karena itu, penulis mencoba

menganalisis kasus yang berkaitan dengan pemegang hak desain industri terkait

dengan sistem pendaftaran pertama.

Seperti salah satu kasus yang terjadi mengenai sistem pendaftaran pertama

yaitu desain industri yang dimiliki PT Cahaya Buana Intitama adalah pemegang

hak desain industri yang bergerak dalam industri lemari CBK 124 yang telah

terdaftar dengan Nomor ID 0 006 689 yang permohonannya diajukan pada tanggal

1 Agustus 2003 dan mendapatkan sertifikat pada 23 Desember 2003. Kemudian

Robert Ito mengajukan permohonan pendaftaran desain industri pada tanggal 28

Oktober 2003 telah terdaftar dalam daftar umum desain industri dengan Nomor ID

0 006 357dan mendapatkan sertifikat pada tanggal 13 April 2004 berupa lemari.

Dalam hal ini PT Cahaya Buana Intitama merasa keberatan dengan

pendaftaran desain industri lemari yang diajukan oleh Robert Ito. Karena desain

industri lemari milik Robert Ito bukan desain industri yang baru yang telah

terungkap dan telah ada sebelumnya, yaitu desain industri lemari CBK 124 milik

penggugat. Maka sudah sepatutnya desain industri milik Robert Ito tidak dapat

didaftarkan. Dan harus dibatalkan oleh Pengadilan Niaga dan diikutsertakan turut

Robert Ito untuk memuat pembatalannya dalam berita resmi desain industri.

Pada Putusan Hakim Niaga Jakarta Pusat Nomor 46/Desain

Industri/2004/PN menyatakan bahwa desain industri yang dimiliki Robert ito

adalah lemari tidak mempunyai kebaruan dan bukan merupakan dan bukan yang

(15)

01/KN/Haki/2005 mengabulkan permohonan kasasi Robert Ito dan membatalkan

Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor 46/Desain Industri/2004/PN.

Mahkamah Agung berpendapat mempertimbangkan Bahwa lemari CBK 124

dengan milik Robert Ito tampak pada konfigurasi (ukir yang menonjol) pada lemari

CBK 124 tidak memiliki tonjolan demikian pula konfigurasi yang terdapat pada

pintu, berupa garis-garis seperti anyaman tikar yang tidak sama dan tidak ditiru

pada lemari pintu milik Robert Ito. Berdasarkan putusan tersebut, penulis tertarik

memilih judul “ Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak Desain Industri Terkait Asas Sistem Pendaftaran Pertama (Analisis Putusan MA Nomor 01

K/N/HaKI/2005) ”

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Agar masalah yang akan penulis bahas tidak terlalu meluas sehingga

dapat mengakibatkan ketidakjelasan maka penulis membuat pembatasan

masalah yakni, membahas perlindungan hukum bagi pemegang hak desain

industri dan sistem pendaftaran pertama serta membahas mengenai kriteria

desain industri yang disebut sebagai inovasi baru.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut, maka

penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut:

(16)

Putusan Mahkamah Agung Nomor 01/K/N/Haki/2005?

b. Bagaimana Kriteria Desain Industri yang Disebut Sebagai Inovasi Baru

Dalam Kasus PT. Cahaya Buana Intitama Melawan Robert Ito Dikaitkan

Dengan Sistem Pendaftaran Pertama?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan penulisan

Secara umum tujuan penulisan adalah untuk mendalami tentang

permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan dalam perumusan masalah.

Secara khusus tujuan penulisan ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui perlindungan hukum yang diberikan kepada pemegang

hak desain industri dalam UU No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri

pada putusan Mahkamah Agung Nomor 01/K/N/Haki/2005.

b. Untuk mengetahui Kriteria Desain Industri yang Disebut Sebagai Inovasi

Baru Dalam Kasus PT. Cahaya Buana Intitama Melawan Robert Ito

Dikaitkan Dengan Sistem Pendaftaran Pertama.

2. Manfaat penulisan

Adapun manfaat penulisan ini adalah sebagai berikut:

a. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini dapat memperkaya khasanah ilmu

pengetahuan dalam hukum bisnis dibidang HKI, utamanya mengenai

(17)

sistem pendaftaran pertama. Selain itu adanya tulisan ini dapat menambah

perbendaharaan koleksi karya ilmiyah dengan memberikan kontribusi juga

bagi perkembangan hukum bisnis di Indonesia.

b. Manfaat Praktis

Secara praktis penulisan ini diharapkan dapat menjadi kerangka

acuan dan landasan bagi pembaca dan penulis lanjutan. Mudah-mudahan

dapat memberikan bahan informasi dan masukan bagi pemerintah maupun

semua pihak yang ingin menyempurkan Haki khususnya di bidang desain

industri, karena desain industri dianggap masih lemah di Indonesia.

D. Tinjauan (Riview) Kajian Terdahulu

Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini, penulis akan

menyertakan beberapa hasil penelitian terdahulu sebagai perbandingan tinjauan

kajian materi yang akan dibahas, sebagai berikut:

Skripsi yang disusun oleh Alfi Nadzirotul Faizah,dari universitas Jember (UNEJ) pada tahun 2014 dengan judul Tinjauan Yuridis Sengketa Desain Industri Antara

PT. Aplus Pacific Dengan Onggo Warsito (Studi Putusan Mahkamah Agung

Republik Indonesia Nomor: 801 K/Pdt.Sus/2011. Penelitian tersebut mengkaji

dan menganalisis mengenai tinjauan dari putusan berdasarkan UU Nomor 31

Tahun 2000 yang secara khusus mengatur tentang Desain Industri serta akibat

(18)

Dari buku Abdul Kadir Muhammad yang berjudul ”Kajian Hukum Ekonomi Haki” diterbitkan oleh Citra Aditya Bakti, Bandung, tahun 2007. Pada

buku ini hanya diuraikan hak prioritas yang diberikan oleh Negara kepada

pendesain atas hasil kreasinya dan pemegang hak desain industri memiliki hak

eksklusif untuk melaksanakan hak desain industri yang dimilikinya serta

melarang orang lain untuk melakukan tindakan yang dapat merugikan pendesain

tersebut.

Sebagai perbandingan sekaligus pembeda, pada skripsi ini penulis fokus

terhadap prinsip sistem pendaftaran pertama yang diberikan kepada pemegang

hak desain industri dan menjelaskan perlindungan hukum desain industri di

Indonesia serta asas kebaruan yang dikaitkan dengan sistem pendaftaran pertama.

Jadi terdapat perbedaan pembahasan dan masalah yang diangkat penulis dengan

penelitian-penelitian yang sudah ada.

E. Kerangka Teoritis

Hak cipta adalah hak yang melekat pada setiap pencipta atas karya cipta yang

dihasilkannya baik di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra. John Locke, filsuf

Inggris abad ke-18 dalam kaitan antara Hak Cipta dan hukum alam

mengemukakan, Hukum Hak Cipta memberikan hak milik eksklusif kepada karya

(19)

karya-karyanya dan secara adil dikompensasikan untuk kontribusi kepada masyarakat.7

Dalam buku klasiknya John Locke, “The Second Treatise of Civil Government and

a Letter Concerning Toleration” John Locke mengajukan sebuah pemikiran bahwa

semua individu dikaruniai oleh alam hak yang melekat atas hidup, kebebasan dan

kepemilikan, yang merupakan milik mereka sendiri dan tidak dapat dicabut atau

dipreteli oleh Negara.8 John Locke juga mengatakan bahwa hak milik dari seorang

manusia terhadap benda yang dihasilkannya itu sudah ada sejak manusia lahir.

Benda dalam pengertian disini tidak hanya benda yang berwujud tetapi juga benda

yang abstrak, yang disebut dengan hak milik atas benda yang tidak berwujud yang

merupakan hasil dari intelektualitas manusia.9

F. Kerangka Konseptual

Suatu kerangka konsepsi merupakan kerangka yang menggambarkan

hubungan antara konsep-konsep khusus yang ingin atau yang akan diteliti.10 Salah

satu cara untuk menjelaskan konsep adalah definisi. Definisi merupakan suatu

pengertian yang relatif lengkap tentang suatu istilah, dan biasanya definisi bertitik

7

Otto Hasibuan, Hak Cipta Di Indonesia, Cetakan Pertama, (Bandung: P.T. Alumni, 2008), h.

52.

8

Otto Hasibuan, Hak Cipta Di Indonesia, Cetakan Pertama, (Bandung: P.T. Alumni, 2008), h.

53.

9

Syafrinaldi, Hukum Tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual Dalam Menghadapi Era

Globalisasi, Cetakan Pertama, (Riau: UIR-Press, 2010), h. 285.

10 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan Pertama, (Jakarta: UI-Press,2010),

(20)

tolak pada referensi. Dengan demikian, definisi harus mempunyai ruang lingkup

yang tegas, sehingga dalam pengertian tidak boleh ada kurang atau

dilebih-lebihkan.

Untuk menghindari terjadinya salah pengertian dan pemahaman yang

berbeda tentang tujuan yang akan dicapai dalam skripsi ini, maka perlu

dikemukakan konsepsi dalam bentuk defenisi sebagai berikut:11

1. Desain industri pada Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000

tentang Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau

komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan dari padanya

yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis

dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat

dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau

kerajinan tangan.

11

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Cetakan Pertama,

(21)

2. Penjelasan tentang kebaruan pada Pasal 2 ayat (2) UU No. 31 Tahun 2000

adalah Hak Desain Industri diberikan untuk Desain Industri yang baru.

a. Pengungkapan sebelumnya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2)

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 adalah pengungkapan Desain

Industri yang sebelum: tanggal penerimaan; atau

b. Tanggal prioritas apabila Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas; telah

diumumkan atau digunakan di Indonesia atau di luar Indonesia.

G. Metode Penelitian

Soerjono Soekanto mengatakan “Penelitian hukum merupakan suatu

kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika tertentu yang bertujuan

untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan

menganalisanya. Kecuali itu, maka juga diadakan pemeriksaan yang mendalam

terhadap fakta hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan

atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala yang

bersangkutan”.12 Metode penelitian ini disistematikakan dalam suatu format

sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian dan Sifat Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode jenis penelitian yuridis

normatif. Dimana penulis mencari fakta-fakta yang akurat dan valid tentang

12

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan Pertama, (Jakarta:

(22)

sebuah peristiwa konkrit yang menjadi objek penelitian. Penelitian ini juga

dilakukan dan ditujukan pada peraturan-peraturan tertulis dan bahan-bahan

lain, serta menelaah peraturan perundang-undang yang berhubungan dengan

penulisan penelitian ini. Sedangkan sifat dari penelitian ini adalah deskriptif

yaitu tipe penelitian untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang

suatu gejala atau fenomena, agar dapat membantu dalam memperkuat

teori-teori yang sudah ada, atau mencoba merumuskan teori-teori baru.

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan-pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum adalah

pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case

approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif

(comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual

approach).13

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan perundang-undangan (statue

approach), dan pendekatan kasus (case approach). Pendekatan

perundang-undangan mengacu kepada UU No. 31 Tahun 2000. Sedangkan Pendekatan

kasus adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah suatu kasus

yang telah menjadi putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, dalam hal

ini yaitu putusan Mahkamah Agung Nomor 01/K/N/Haki/2005.

13

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Cetakan Pertama, (Jakarta: Kencana, 2007), h.

(23)

3. Data dan Sumber data

Berdasarkan jenis penelitian di atas, maka data yang dikumpulkan berasal dari

data sekunder. Data sekunder yang dimaksudkan antara lain:

a. Bahan hukum primer, diperoleh dari UU Nomor 31 tahun 2000 tentang

Desain Industri dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 01

K/N/Haki/2005 yang bertujuan untuk melengkapi dan mendukung

data-data ini, agar penelitian menjadi lebih sempurna.

b. Bahan hukum sekunder diperoleh dengan melakukan penelitian

kepustakaan (library research) yang diperoleh dari berbagai literatur

yang terdiri dari dokumen-dokumen resmi, buku-buku, dan hasil

penelitian yang mempunyai hubungan erat terhadap permasalahan yang

diteliti.

c. Bahan hukum tersier yang dipergunakan penulis sebagai bahan yang

mendukung, memberi penjelasan bagi bahan hukum sekunder seperti

Kamus Besar Indonesia, Kamus Bahasa Inggris, dan Kamus Hukum.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui

penelitian kepustakaan (library research) yakni upaya untuk memperoleh data

dari penelusuran literatur kepustakaan, peraturan perundang-undangan, dan

sumber lainnya yang relevan dengan penelitian ini.

(24)

Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif. Analisis kualitatif

adalah metode analisa data yang mengelompakan dan menyeleksi data yang

diperoleh dari berbagai sumber kepustakaan dan peristiwa konkrit yang

menjadi objek penelitian, kemudian dianalisa secara interpretative

menggunakan teori maupun hukum positif yang telah dituangkan, kemudian

secara induktif ditarik kesimpulan untuk menjawab permasalahan yang ada.

6. Metode Penulisan

Dalam penyusunan penelitian ini penulis menggunakan metode penulisan

sesuai dengan sistematika penulisan yang ada pada Buku Pedoman Penulisan

Skripsi, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun

2012.

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini dimaksudkan untuk mempermudah penjabaran

dan pemahaman tentang permasalahan yang dikaji serta untuk memberikan

gambaran garis besar mengenai tiap-tiap bab sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini menguraikan tentang Latar Belakang Masalah, Batasan dan

Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan (Riview)

Kajian Terdahulu, Kerangka Teori, Kerangka Konseptual, Metodelogi

Penelitian, Sistematika Penulisan yang berkenaan dengan permasalahan

(25)

BAB II DESAIN INDUSTRI DALAM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

Pada bab ini menjelaskan mengenai tinjauan umum pengertian desain

industri, asas hukum perlindungan desain Industri, pemegang hak desain

industri, ruang lingkup perlindungan desain industri, obyek desain industri,

Proses pendaftaran desain industri, pengalihan hak dan lisensi desain

industri, jangka waktu perlindungan.

BAB III PRINSIP-PRINSIP HUKUM PERLINDUNGAN DESAIN

INDUSTRI SEBAGAI SALAH SATU BAGIAN HAK ATAS

KEPEMILIKAN INTELEKTUAL

Pada Bab ini menjelaskan mengenai asas-asas umum tentang prinsip

umum hak atas kekayaan intelektual, prinsip perlindungan hak desain

industri, desain industri sebagai salah satu bagian hak kekayaan

intelektual, mekanisme penyelesaian sengketa desain industri.

BAB 1V PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG HAK DESAIN

INDUSTRI TERKAIT ASAS SISTEM PENDAFTARAN PERTAMA

(Analisis Putusan MA Nomor 01K/N/HaKI/2005)

Pada bab ini menjelaskan mengenai posisi kasus,analisis kasus berbeda,

perlindungan hukum terhadap pemegang hak desain industri dalam

putusan Mahkamah Agung dan kriteria desain industri yang disebut

sebagai inovasi baru dikaitkan dengan sistem pendaftaran pertama.

BAB V penutup

(26)

BAB II

DESAIN INDUSTRI DALAM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

A. Pengertian Desain industri

David I. Brainbridge mengemukakan pendapatnya mengenai desain

Desain merupakan aspek-aspek dari atau fitur-fitur yang terdapat pada suatu

barang.14 Dalam hukum HAKI, kata “desain” memiliki makna yang terbatas. Dalam penggunaan yang wajar, kata “desain” dapat diartikan sebagai rencana atau

skema yang dapat berupa tulisan atau gambar yang menunjukan bagaimana

sesuatu harus diwujudkan atau bagaimana elemen-elemen dari suatu item atau

barang harus diwujudkan atau bagaimana elemen-elemen dari suatu barang harus

disusun. Kemungkinan lainnya adalah suatu desain dapat berupa dekoratif. Tetapi

dalam bahasa hukum, suatu desain didefinisikan berdasarkan referensi terhadap

ketentuan-ketentuan yang dapat diterapkan atas desain terdaftar atau hak desain

sebagaimana mestinya.

Jeremy Philips dan Alison Firth berpendapat bahwa desain

mencakup segala aspek tentang bentuk atau konfigurasi/susunan baik internal maupun eksternal baik yang merupakan bagian maupun keseluruhan dari sebuah benda. Dekorasi permukaan dikesampingkan dan suatu desain harus spesifik.15

14

Ranti Fauza Mayana, Perlindungan Desain Industri Di Indonesia Dalam Era Perdagangan

Bebas, Cetakan Pertama, (Jakarta: PT Grasindo, 2004), h. 49.

15 Ranti Fauza Mayana, Perlindungan Desain Industri Di Indonesia Dalam Era Perdagangan

(27)

Desain industri merupakan bagian dari hak atas kekayaan intelektual.

Perlindungan atas desain industri didasarkan pada konsep pemikiran bahwa

lahirnya desain industri tidak terlepas dari kemampuan kreativitas cipta, rasa dan

karya yang dimiliki oleh manusia.

Ada kesamaan antara hak cipta bidang seni lukis (seni grafika) dengan

desain industri, akan tetapi perbedaannya akan lebih terlihat ketika desain industri

itu dalam wujudnya lebih mendekati paten. Jika desain industri itu semula

diwujudkan dalam bentuk lukisan, karikatur atau gambar/grafik, satu dimensi yang

dapat diklaim sebagai hak cipta maka, pada tahapan berikutnya ia disusun dalam

bentuk dua atau tiga dimensi dan dapat diwujudkan dalam satu pola yang

melahirkan produk materil dan dapat diterapkan dalam aktivitas industri. Dalam

wujud itulah kemudian ia dirumuskan sebagai desain industri.16

B. Asas Hukum Desain Industri

Di samping berlakunya asas-asas (prinsip hukum) hukum benda terhadap

hak atas desain industri, asas hukum yang mendasari hak ini adalah:17

1. Asas Publisitas

Asas publisitas bermakna bahwa adanya hak tersebut didasarkan pada

pengumuman publikasi di mana masyarakat umum dapat mengetahui

16

Ok. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Cetakan Ketujuh, (Intelellectual

Property Rights), (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), h. 467.

17

OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Cetakan Keempat, (Jakarta: PT Raja

(28)

keberadaan tersebut. Untuk itu hak atas desain industri diberikan oleh negara

setelah hak tersebut terdaftar dalam berita resmi negara. Di sini perbedaan yang

mendasar dengan hakcipta, yang menyangkut sistem pendaftaran deklaratif,

sedangkan hak atas desain industri menganut sistem pendaftaran konsumtif,

jadi ada persamaan dengan paten.

2. Asas Kemanunggalan (Kesatuan)

Tentang asas kemanunggalan, ini bermakna bahwa hak atas desain

industri tidak boleh dipisah-pisahkan dalam satu kesatuan yang utuh untuk satu

komponen desain. Misalnya kalau desain itu berupa sepatu, maka harus sepatu

yang utuh, tidak boleh hanya desain taplaknya saja, maka hak yang dilindungi

hanya telapaknya saja. Demikian pula bila desain itu berupa botol berikut

tutupnya, maka yang dilindungi dapat berupa botol dan tutupnya berupa satu

kesatuan. Konsekuensinya jika ada pendesain baru mengubah bentuk tutupnya,

maka pendesain pertama tidak bisa mengklaim. Oleh karena itu, jika botol dan

tutupnya dapat dipisahkan, maka tutup botol satu kesatuan dan botolnya satu

kesatuan, jadi ada dua desain industri.

3. Asas Kebaruan

Oleh karena itu, asas kebaruan menjadi prinsip hukum yang juga perlu

mendapat perhatian dalam perlindungan hak atas desain industri ini. Hanya

(29)

kebaruan itu adalah apabila desain industri yang akan didaftarkan itu tidak

sama dengan desain industri yang telah ada sebelumnya.

C. Pemegang Hak Desain Industri

Orang yang berhak memegang hak desain industri adalah pendesain atau

orang yang menerima hak tersebut dari pendesain. Jika desain industri dibuat

dalam hubungan dinas dengan pihak lain dalam lingkungan pekerjaan, maka

pemegang hak desain industri adalah pihak pemberi kerja. Jika desain industri

dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan, maka pembuat desain

industri dianggap sebagai pendesain dan pemegang Hak Desain Industri.

Ketentuan ini juga berlaku untuk desain yang dikerjakan oleh orang lain (bukan

karyawan) berdasarkan pesanan yang dibuat oleh lembaga swasta atau perorangan.

Ketentuan sebagaimana dimaksud tidak menghapus hak pendesain untuk tetap

dicantumkan namanya dalam sertifikat desain industri, daftar umum desain

industri dan berita resmi desain industri. Pencantuman nama pendesain merupakan

suatu keharusan dalam bidang HaKI dan dikenal dengan istilah Hak Moral (Moral

right).18

Berita resmi desain industri adalah lembaran resmi yang diterbitkan secara

berkala oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang memuat hal-hal

18 Tomi Suryo Utomo, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Di Era Global:Sebuah Kajian

(30)

yang yang menurut undang-undang ini harus dimuat di dalamnya. Dengan

demikian, pemegang hak desain industri adalah:19

1. Pendesain, atau

2. Penerima hak dari pendesain karena pewarisan atau pengalihan atau sebab-sebab lain yang dibenarkan Undang-Undang, atau

3. Pemberi kerja dalam hubungan dinas, atau

4. Pembuat sebagai pendesain dalam hubungan kerja.

Dalam pemberian hak yang diberikan kepada pemegang Hak Desain Industri adalah hak ekslusif dimana hak tersebut merupakan hak untuk melaksanakan Hak Desain Industri yang dimilikinya dan untuk melarang orang lain yang tanpa persetujuannya membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor, dan atau mengedarkan barang yang diberi Hak Desain Industri akan tetapi dalam pelaksanaan tersebut dikecualikan dari ketentuan apabila pemakaian desain industri untuk kepentingan penelitian dan pendidikan, sepanjang tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pemegang Hak Desain Industri.20

D. Objek Syarat Desain Industri

Hak desain industri diberikan untuk desain industri yang baru, desain

industri dianggap baru apabila pada tanggal penerimaan, desain industri tersebut

tidak sama dengan pengungkapan yang telah ada sebelumnya, meskipun terdapat

kemiripan. Pengungkapan sebelumnya, sebagaimana dimaksud adalah

pengungkapan desain industri yang sebelum:

19

Abdul Kadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Cetakan

Kedua, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2007), h. 297.

20

Iswi Hariyani, Prosedur Mengurus HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual) Yang Benar,

(31)

1. Tanggal penerimaan, atau

2. Tanggal prioritas apabila permohonan diajukan dengan hak prioritas.

3. Telah diumumkan atau digunakan di Indonesia atau luar Indonesia.Suatu

desain industri tidak dianggap telah diumumkan apabila dalam jangka waktu

paling lama 6 (enam) bulan sebelum tanggal penerimaannya, desain industri

tersebut:

a. Telah dipertunjukan dalam suatu pameran nasional ataupun internasional

di Indonesia di luar negeri yang resmi atau diakui sebagai resmi; atau

b. Telah digunakan di Indonesia oleh pendesain dalam rangka percobaan

dengan tujuan pendidikan, penelitian, atau pengembangan. Selain itu

desain industri tersebut tidak bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum, agama, atau, kesusilaan.

E. Ruang Lingkup Desain Industri

Pemegang hak desain industri memiliki hak eklusif untuk melaksanakan

hak desain industri yang dimilikinya dan untuk melarang orang lain yang tanpa

persetujuannya membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor, dan/ atau

mengedarkan barang yang diberi hak desain industri. Dalam hal ini lingkup desain

industri dibagi menjadi dua, yaitu:21

1. Desain Industri yang Dilindungi

21 Syopiansyah Jaya Putra. Yusuf Durachman, Etika Bisnis dan Hak Kekayaan Intelektual,

(32)

Hak desain industri diberikan untuk desain industri yang baru, yaitu apabila pada tanggal penerimaan permohonan desain industri tersebut tidak sama dengan pengungkapan sebelumnya.

2. Desain industri yang Tidak Dilindungi

Hak desain industri tidak dapat diberikan apabila suatu desain industri bertentangan dengan:

a. Peraturan perundang-undangan yang berlaku b. Ketertiban umum

c. Agama

d. Kesusilaan

F. Pengalihan Hak Desain Industri

Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemegang hak desain industri

kepada pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan

pengalihan hak) untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu desain industri yang

diberi perlindungan dalam jangka waktu tertentu dan syarat tertentu (pasal 1angka

11 UU No. 31 Tahun 2000). 22 Pengalihan Hak Desain Industri dibagi menjadi dua

bagian, yaitu:

1. Pengalihan Non lisensi

Seperti halnya dengan hak kekayaan intelektual lainnya seperti hak

cipta, paten, merek dan lainnya, hak atas desain industri juga dapat dialihkan

atau diserahkan kepada pihak lain. Dengan adanya pengalihan atau

22 Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis: Lisensi, Cetakan Pertama, (Jakarta: PT Raja Grafindo

(33)

penyerahan hak kepada pihak lain, ini berati yang beralih adalah hak

ekonominya. Sedangkan, hak moralnya tetap melekat pada pendesain.

Hak Desain Industri dapat beralihatau dialihkan dengan:23

a. Pewarisan b. Hibah c. Wasiat

d. Perjanjian tertulis

e. Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang undangan.

Pengalihan terhadap Hak Desain Industri di atas harus disertai dengan

dokumen tentang pengalihan hak dimana segala bentuk pengalihan Hak

Desain Industri wajib dicatat dalam daftar umum desain industri pada

Direktorat Jenderal dengan membayar biaya akan tetapi pengalihan Hak

Desain Industri yang tidak dicatatkan dalam daftar umum desain industri tidak

berakibat hukum pada pihak ketiga. Apabila pengalihan Hak Desain Industri

itu terjadi, maka pengalihan Hak Desain Industri diumumkan dalam

beritaresmi desain industri.

Dalam pengalihan Hak Desain Industri tersebut tidak menghilangkan

hak pendesain untuk tetap dicantumkan nama dan identitasnya, baik dalam

setifikat desain industri, berita resmi desain industri, maupun dalam

daftarumum desain industri, inilah yang disebut dengan hak moral.

2. Pengalihan Dengan Lisensi

23

Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Cetakan Keempat,(Bandung: PT.

(34)

Khusus mengenai pengalihan dengan lisensi, pemegang Hak Desain

Industri berhak memberikan lisensi kepada pihak lain berdasarkan perjanjian

lisensi untuk melaksanakan semua perbuatan sebagaimana dimaksud dalam

pasal 9, kecuali jika diperjanjikan lain (Pasal 33 UU No. 31 Tahun 2000).

Pasal 34 UU No. 31 Tahun 2000 menegaskan lagi bahwa dengan tidak

mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 33, pemegang hak

desain industri tetap dapat melaksanakan sendiri atau memberikan lisensi

kepada pihak ketiga untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 9 Undang , kecuali jika diperjanjikan lain.

Perjanjian lisensi wajib dicatatkan dalam daftar umum desain industri.

Perjanjian lisensi dilarang memuat ketentuan, baik langsung maupun tidak

langsung dapat menimbulkan akibat yang merugikan perekonomian Indonesia

atau memuat ketentuan yang mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat.

Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual wajib menolak pencatatan

perjanjian lisensi yang memuat ketentuan seperti tersebut diatas. (Pasal 36 UU

No. 31 Tahun 2000).24

G. Jangka Waktu Perlindungan Desain industri

Perlindungan terhadap Hak Desain Industri diberikan untuk jangka waktu

10 (sepuluh) tahun terhitung sejak Tanggal Penerimaan. Tanggal mulai berlakunya

24

Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Cetakan Keempat, (Bandung: PT.

(35)

jangka waktu perlindungan sebagaimana dimaksud dicatat dalam Daftar Umum

Desain Industri dan diumumkan dalam Berita Resmi Desain Industri.25

H. Proses Pendaftaran Desain Industri

Setelah dikeluarkannya UU No. 31 Tahun 2000Tentang Desain Industri

telah terjadi proses pendaftaran desain industri yang dilakukan melalui kantor

pendaftaran desain industri di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual,

selanjutnya perlindungan akan diberikan hanya terhadap desain industri yang

didaftarkan. Hal ini berbeda dengan perlindungan desain industri sebelum

berlakunya UU No. 31 Tahun 2000 yang dilindungi di bawah rezim hak cipta

karena berdasarkan Undang-Undang Hak Cipta pendaftaran bukan merupakan

sesuatu hal yang diwajibkan.

Hak desain industri merupakan hak khusus yang diberikan oleh negara

kepada pendesain atau pemegang hak desain industri atas hasil kreasinya untuk

selama waktu tertentu untuk melaksanakan sendiri kreasi tersebut atau

memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya. Dengan

memerhatikan hal tersebut, berarti hak desain industri tidak muncul seketika sesaat desain itu selesai dikerjakan dan prinsip itu tidak sama dengan “hak cipta” yang

memberikan hak kepada penciptanya sesaat suatu ciptaan “selesai diwujudkan atau

dilahirkan”, dan penciptanya atau pemegang hak cipta memiliki hak untuk

memperbanyak atau mengumumkan hasil karyanya yang khas dan bersifat

25Dgip.go.id, “jangka waktu perlindungan desain industri

(36)

orisinal.

Jika hak cipta “muncul” atau “lahir” seketika ciptaan itu selesai dibuat,

diwujudkan, diperdengarkan, atau di umumkan pertama kali, dalam sistem desain

industri karena hak desain diberikan oleh negara maka terjadinya hak desain

industri baru diperoleh setelah desain industri itu didaftarkan permintaanya kepada

negara melalui Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, dan telah memenuhi

persyaratan perundang-undangan yang berlaku, serta diterima pendaftarannya.26

1. Pemeriksaan Administratif

Permohonan Pemeriksaan desain industri diawali dengan pemeriksaan

administrasi permohonan pendaftaran desain industri. Pemeriksaan

administrasif disini adalah pemeriksaan yang berkaitan dengan kelengkapan

persyaratan administratif permohonan sebagaimana dimaksud dalam pasal 11

UU No. 31 Tahun 2000 yang menyebutkan:

a. Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia ke Direktorat Jenderal dengan membayar biaya sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.

b. Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditandatangani oleh Pemohon atau Kuasanya.

c. Permohonan harus memuat:

1) tanggal, bulan, dan tahun surat Permohonan;

2) nama, alamat lengkap, dan kewarganegaraan Pendesain; 3) nama, alamat lengkap, dan kewarganegaraan Pemohon;

26

Insan Budi Maulana, A-B-C Desain Industri Teori dan Praktek Di Indonesia, Cetakan

(37)

4) nama dan alamat lengkap Kuasa apabila Permohonan diajukan melalui Kuasa; dan

5) nama negara dan tanggal penerimaan permohonan yang pertama kali, dalam hal Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas.

d. Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dilampiri dengan: 1) contoh fisik atau gambar atau foto dan uraian dari Desain Industri

yang dimohonkan pendaftarannya;

2) surat kuasa khusus, dalam hal Permohonan diajukan melalui Kuasa; 3) surat pernyataan bahwa Desain Industri yang dimohonkan

pendaftarannya adalah milik Pemohon atau milik Pendesain.

e. Dalam hal Permohonan diajukan secara bersama-sama oleh lebih dari satu Pemohon, Permohonan tersebut ditandatangani oleh salah satuPemohon dengan melampirkan persetujuan tertulis dari para Pemohon lain.

f. Dalam hal Permohonan diajukan oleh bukan Pendesain, Permohonan harus disertai pernyataan yang dilengkapi dengan bukti yang cukup bahwa Pemohon berhak atas Desain Industri yang bersangkutan.

g. Ketentuan tentang tata cara Permohonan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Untuk tujuan pengumuman permohonan, Direktorat Jenderal Hak

Kekayaan Intelektual melakukan pemeriksaan administratif terhadap

permohonan pendaftaran desain industri sesuai dengan ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Setelah melakukan pemeriksaan syarat formalitas, Direktorat Jenderal Hak

Kekayaan Intelektual akan memberitahukan keputusan penolakan

permohonannya kepada pemohon apabila desain industri yang dimohonkan

masuk desain industri yang tidak mendapat perlindungan atau

memberitahukan anggapan ditarik kembali permohonannya karena tidak

(38)

Pemohon atau kuasanya diberi kesempatan untuk mengajukan

keberatan atas keputusan penolakan atau anggapan penarikan kembali dalam

waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diterimanya

surat penolakan atau pemberitahuan penarikan kembali tersebut.

Dalam hal ini dimaksud untuk memberikan kesempatan kepada pihak

yang mengajukan permohonan untuk memperbaiki desain industri tersebut,

umpamanya dengan menghilangkan bagian yang dianggap bertentangan

dengan kesusilaan. Keputusan penolakan atau penarikan kembali oleh

Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dinyatakan bersifat tetap bila

pemohon atau kuasanya tidak mengajukan keberatan dalam tenggang waktu

yang telah ditentukan.

2. Pengumuman Serta Pemeriksaan Substantif Permohonan Pendaftaran Desain

Industri

Setelah memenuhi segala persyaratan yang telah ditentukan,

permohonan pendaftaran desain industri akan diumumkan oleh Direktorat

Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dan diumumkan kepada masyarakat.

Mengenai tata cara mengumumkannya diatur lebih lanjut dalam Pasal 25 dan

26 Undang-Undang Desain Industri.

Pengumuman permohonan pendaftaran desain industri yang telah

(39)

pada sarana yang khusus yang dapat dengan mudah serta jelas dilihat oleh

masyarakat, paling lama 3(tiga) bulan terhitung sejak tanggal penerimaan.

Data yang harus dicantumkan dalam pengumuman pendaftaran desain industri,

ditentukan dalam Pasal 25 ayat (2) Undang-Undang desain industri, yaitu:

a. nama dan alamat lengkap Pemohon;

b. nama dan alamat lengkap Kuasa dalam hal Permohonan diajukan melalui Kuasa;

c. tanggal dan nomor penerimaan Permohonan;

d. nama negara dan tanggal penerimaan permohonan yang pertama kali apabila Permohonan diajukan dengan menggunakan Hak Prioritas; e. judul Desain Industri; dan

f. gambar atau foto Desain Industri.

Dalam hal permohonan ditolak atau dianggap ditarik kembali, tetapi

kemudian didaftarkan atas putusan pengadilan yang telah mempunyai

kekuatan hukum tetap, pengumumannya dilakukan setelah Direktorat

Jenderal Hak Kekayaan Intelektual menerima salinan putusan tersebut. Pada

saat pengajuan permohonan pendaftaran desain industri, pemohon dapat

meminta secara tertulis agar pengumuman permohonan pendaftaran desain

industri ditunda, dengan ketentuan tidak boleh melebihi waktu 12 (dua belas)

bulan terhitung sejak tanggal penerimaan atau terhitung sejak tanggal

prioritas. Ketentuan demikian dimaksudkan untuk memberikan kesempatan

kepada pemohon yang menganggap perlu penundaan pengumuman

kepentingannya.

Sejak tanggal dimulainya pengumuman permohonan desain industri

(40)

Industri setiap pihak dapat mengajukan keberatan (oposisi) tertulis yang

mencakup hal-hal yang bersifat substantif kepada Direktorat Jenderal Hak

Kekayaan Intelektual dengan membayar biaya. Pengajuan oposisi paling lama

3(tiga) bulan terhitung sejak tanggal dimulainya pengumuman, kemudian oleh

Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual diberitahukan kepada

pemohon.

Pemohon dapat menyampaikan sanggahan atas keberatannya paling

lama 3(tiga) bulan terhitung sejak tanggal pengiriman pemberitahuan oleh

Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Dalam hal adanya oposisi,

dilakukan pemeriksaan substantif oleh pemeriksa. Pemeriksaan substantif

adalah pemeriksaan terhadap permohonan berdasarkan Pasal 2 dan Pasal 4

Undang –Undang desain industri untuk mengetahui aspek kebaruan yang

dimohonkan, yang dapat dilakukan dengan menggunakan referensi yang ada.

Pemeriksaan substantif dilakukan oleh pemeriksa yang merupakan

tenaga ahli yang secara khusus dididik dan diangkat untuk melaksanakan

tugas tersebut. Pemeriksa desain industri seperti juga pemeriksa pada

bidang-bidang hak kekayaan intelektual lainnya diberi status sebagai pejabat

fungsional karena sifat keahlian dan lingkup pekerjaannya yang khusus.27

27 Rachmadi Usman, Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual Perlindungan Dan Dimensi

(41)

Dalam hal tidak terdapat keberatan terhadap permohonan hingga

berakhirnya jangka waktu pengumuman 3 (tiga) bulan, Direktorat Jenderal

Hak Kekayaan Intelektual melakukan pemeriksaan subtantif terhadap

permohonan yang telah diterima tersebut. Bila hasil pemeriksaan subtantif

menyatakan bahwa permohonan yang bersangkutan telah memenuhi dan

sesuai dengan ketentuan Undang-Undang, maka menurut ketentuan Pasal 29

UU No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, Direktorat Jenderal Hak

Kekayaan Intelektual menerbitkan dan memberikan sertifikat desain industri

dalam tenggang waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal

berakhirnya jangka waktu tersebut.

Sertifikat desain industri mulai berlaku terhitung sejak tanggal

penerimaan (filling date). Sertifikat desain industri dicatat dalam daftar umum

desain industri dan diumumkan secara resmi melalui berita resmi desain

industri. Pihak yang memerlukan salinan sertifikat desain industri dapat

memintanya kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dengan

membayar sejumlah biaya.28

28 Tim Lindsey, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Cetakan Kedua, (Bandung: P.T.

(42)

BAB III

PRINSIP-PRINSIP HUKUM PERLINDUNGAN DESAIN INDUSTRI SEBAGAI SALAH SATU BAGIAN HAK ATAS KEPEMILIKAN

INTELEKTUAL

A. Prinsip Umum Hak Atas Kekayaan Intelektual

Prinsip dalam membedakan perlindungan Hak Cipta dengan Perlindungan

Hak atas Kekayaan Intelektual lainnya adalah bahwa hak cipta melindungi karya

sastra (literary works) dan karya seni (artistic works). Sebagai contoh, karya sastra

dapat berupa buku pelajaran, teks lagu, tulisan, dan lain-lain, sedangkan karya seni

dapat berupa lagu/musik, tarian, lukisan, dan lain-lain.29

Bouwman Noor Mout menyatakan bahwa HAKI merupakan hasil,

kegiatan berdaya cipta pikiran manusia yang diungkapkan ke dunia luar dalam suatu bentuk, baik materiil (benda) maupun immateriil (hak). Bukan bentuk penjelemaannya yang dilindungi, melainkan daya cipta itu sendiri. Daya cipta itu dapat berwujud dalam bidang seni, industri, dan ilmu pengetahuan atau ketiga-tiganya.30

Pada dasarnya, HAKI digolongkan dalam dua bagian, pertama adalah hak

cipta dan hak-hak yang terkait dengan hak cipta (neighboring rights). Hak cipta

29 Suyud Margono, Hukum Hak Cipta Indonesia, Cetakan Pertama, (Bogor: Ghalia Indonesia,

2010), h. 21.

30

Ranti Fauza Mayana, Perlindungan Desain Industri Di Indonesia Dalam Era Perdagangan

(43)

lahir sejak ciptaan di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra diwujudkan,

sedangkan hak-hak yang berkaitan diberikan kepada para pelaku pertunjukan,

produser rekaman suara dan lembaga penyiaran yang terwujud karena adanya

suatu kegiatan yang berhubungan dengan hak cipta. Hak cipta dan hak-hak yang

berkaitan terdiri dari karya-karya tulis, karya musik, rekaman suara, pertunjukan

pemusik, aktor, dan penyanyi.

Kedua adalah Hak Kepemilikan Industri (Industrial Property Rights) yang

khusus berkenaan dengan industri. Yang diutamakan dalam Hak Kepemilikan

Industri adalah bahwa hasil penemuan atau ciptaan di bidang ini dapat

dipergunakan untuk maksud-maksud industri. Penggunaan dibidang industri inilah

yang merupakan aspek terpenting dak hak Kepemilikan Industri. Kekayaan

industrial (Industrial Property Rights) terdiri atas invensi teknologi (paten),

merek, desain industri, rahasia dagang, indikasi geografis.31

B. Prinsip Perlindungan Hak Desain Industri

Perlindungan terhadap hak desain industri baik perlindungan hak ekonomi

maupun hak moral apabila diberikan secara memadai akan mempunyai korelasi

yang erat dengan peningkatan kreasi pendesain yang pada akhirnya akan

memberikan kontribusi ekonomi yang besar, baik untuk pendesain maupun untuk

negara.

31 Ranti Fauza Mayana, Perlindungan Desain Industri Di Indonesia Dalam Era Perdagangan

(44)

Bagi pendesain, adanya perlindungan yang memadai akan menumbuhkan

semangatnya untuk berkreasi lebih baik lagi, sedangkan bagi negara, dengan

adanya perlindungan yang memadai akan menumbuhkan dan memicu

pembangunan ekonomi negara karena perlindungan terhadap desain industri

memiliki nilai yang sangat penting dalam dunia investasi dan perdagangan.

Pada dasarnya, perlindungan terhadap hak desain industri diperoleh

melalui mekanisme pendaftaran. Mengingat sistem pendaftaran desain industri

yang di anut oleh Indonesia adalah sistem konstitutif, pemilik desain yang sah dan

diakui adalah pihak yang pertama kali mendaftarkan desain tersebut pada kantor

Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.dengan demikian, perlindungan atas

suatu desain industri baru diperoleh jika suatu desain telah didaftarkan. Tanpa

pendaftaran, tidak akan ada perlindungan.32

Muhammad Djumhana menyatakan,

Adanya kepentingan untuk pendaftaran desain merupakan kepentingan hukum pemilik hak desain industri tersebut untuk memudahkan pembuktian dan perlindungannya meskipun pada prinsipnya perlindungan tersebut akan diberikan semenjak timbulnya hak desain industri tersebut, sedangkan kelahiran hak tersebut ada sekaligus bersamaan pada saat suatu desain tersebut mewujud secara nyata dari seorang pendesain.33

C. Desain industri sebagai salah satu bagian Hak Kekayaan Intelektual

32

Ranti Fauza Mayana, Perlindungan Desain Industri Di Indonesia Dalam Era Perdagangan

Bebas, Cetakan Pertama, (Jakarta: PT Grasindo, 2004), h. 85-86.

33

Ranti Fauza Mayana, Perlindungan Desain Industri Di Indonesia Dalam Era Perdagangan

(45)

Desain industri merupakan salah satu bagian Hak Kekayaan Intelektual,

mengingat adanya tumpang tindih antara desain industri dan bagian Hak Atas

Kekayaan Intelektual lainnya. Selain itu terdapat beberapa konsep hukum

mengenai bagian Hak Atas Kekayaan Intelektual lain seperti hak paten dan hak

cipta yang juga digunakan dalam desain industri.

Richard J. Gallafent menyatakan,

Bahwa hukum desain meminjam konsep baik dari hukum paten maupun hukum hak cipta. Dari hukum paten mengambil jangka waktu monopoli yang terbatas yang didapat melalui pendaftaran yang memberikan hak kepada pemilik/ pemegang haknya untuk menghentikan pihak lain untuk memproduksi artikel dengan desain yang sama, yang mana konsep kebaruan tersebut merupakan syarat agar suatu desain dapat didaftarkan. Adapun dari hukum hak cipta, desain meminjam konsep ide-ide menjadi bentuk-bentuk fisik yang merupakan perwujudan dari ide-ide.34

D. Mekanisme Penyelesaian sengketa desain industri berdsarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000

1. Penyelesaian Melalui Jalur Litigasi

Pada dasarnya, penyebab timbulnya sengketa di bidang desain industri dapat

meliputi hal-hal sebagai berikut :

a. Penggunaan desain secara tanpa hak, yaitu adanya kegiatan seseorang

34Ranti Fauza Mayana, Perlindungan Desain Industri Di Indonesia Dalam Era Perdagangan

(46)

secara tanpa hak atau tanpa kewenangan untuk menggunakan desain

dalam proses produksi barangnya tanpa dilandasi suatu alas hukum yang

sah. Pelanggaran seperti ini bentuknya dapat berupa peniruan dari

aslinya, yaitu peniruan desain produk tertentu sehingga produk yang

bersangkutan mempunyai esensi yang sama dengan desain yang asli

atau juga berupa esensi produksi barangnya hampir sama dengan

penampilan seolah-olah asli.

b. Persengketaan desain industri juga dapat disebabkan oleh adanya

perbedaan pendapat di antara pihak-pihak yang terkait dengan

perikatan.

c. Bantahan atau permohonan pencoretan pendaftaran desain industri.

Ketentuan tentang mekanisme penyelesaian sengketa diatur secara

khusus dalam UU No. 31 Tahun 2000 pada Bab VIII. Ketentuan ini

menyangkut penyelesaian terhadap kasus-kasus desain dari segi perdata

karena penyelesaian secara pidana diatur lebih lanjut dalam Bab X dan

Bab XII UU No. 31 Tahun 2000.

Pada Pasal 46 ayat (1) dan (2) UU No. 31 Tahun 2000 pada prinsipnya

mengatur bahwa pemegang hak desain industri atau penerima lisensi dapat

menggugat siapa pun yang dengan sengaja atau tanpa hak melakukan perbuatan

membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor dan atau mengedarkan

barang yang diberi hak desain industri melalui gugatan ganti rugi dan atau

(47)

diajukan ke Pengadilan Niaga.

Penyelesaian sengketa berdasarkan ketentuan Pasal 46 UU No. 31

Tahun 2000 tersebut dapat diklasifikasikan sebagai penyelesaian sengketa

litigasi yang dipersingkat, hal ini berbeda dengan penyelesaian sengketa biasa

yang di proses melalui pengadilan umum. Dengan kata lain penyelesaian

sengketa ini tidak mengenal proses banding, tetapi melalui tingkat kasasi.

Disamping penyelesaian litigasi, Undang-Undang Nomor 31 Tahun

2000 juga memungkinkan penyelesaian nonlitigasi melalui arbitrase. Kedua

bentuk penyelesaian sengketa ini dikenal dengan penggolongan penyelesaian

sengketa ajudikasi. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 membuka peluang

kemungkinan penyelesaian sengketa lain melalui alternatif penyelesaian

sengketa atau yang dikenal dengan Alternative Dispute Resolution (ADR).

Materi yang digugat pihak yang dirugikan, yaitu pemegang hak desain

industri atau penerima lisensi dapat berupa gugatan ganti rugi atau penghentian

perbuatan membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor, dan atau

mengedarkan barang yang diberi hak desain industri.

Pada proses penyelesaian sengketa, pihak yang dirugikan dapat

meminta Hakim Pengadilan Niaga untuk menerbitkan surat penetapan

sementara sebagaimana yang diatur dalam Pasal 49 Undang-Undang Nomor 31

Tahun 2000 yang meliputi pencegahan masuknya produk yang berkaitan

dengan pelanggaran hak desain industri dan menyimpan bukti yang berkaitan

(48)

Pengadilan Niaga dapat melaksanakan penetapan yang menyangkut hal-hal

tersebut dan dengan segera memberi tahu pihak yang dikenai tindakan dengan

catatan pihak yang dikenai tindakan tersebut diberi kesempatan untuk didengar

keterangannya.

Pasal 51 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 menentukan bahwa

jika Hakim Pengadilan Niaga tetap menerbitkan surat penetapan sementara,

Hakim Pengadilan Niaga yang memeriksa sengketa harus memutuskan dengan

beberapa alternatif putusan sebagai berikut:

1) Mengubah,

2) Membatalkan, atau

3) Menguatkan penetapan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 49 dalam

jangka waktu maksimal 30 hari sejak dikeluarkannya surat penetapan

sementara Pengadilan tersebut.

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 secara seimbang juga

melindungi pihak-pihak yang dituntut secara adil. Pada ketentuan Pasal 52

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 yang menyatakan dalam hal penetapan

sementara Pengadilan Niaga dibatalkan, pihak yang merasa dirugikan dapat

menuntut ganti rugi kepada pihak yang meminta penetapan sementara

pengadilan atas segala kerugian yang ditimbulkan oleh penetapan sementara

pengadilan tersebut.35

35 Ranti Fauza Mayana, Perlindungan Desain Industri Di Indonesia Dalam Era Perdagangan

(49)

2. Penyelesaian Sengketa Melalui Alternative Dispute Resolution (ADR)

Bentuk-bentuk ADR meliputi negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan

arbitrase. Ketiga bentuk ADR ini dapat diterapkan dalam kasus-kasus sengketa

di bidang HAKI, termasuk desain industri. Dalam negosiasi, penyelesaian

sengketa pada dasarnya diupayakan oleh para pihak yang bersangkutan sendiri.

Mediasi dan konsiliasi saling menggantikan karena pada hakikatnya adalah

sama, yaitu penyelesaian sengketa dimana para pihak secara sukarela mencari

penyelesaian dengan jalan merundingkan suatu kesepakatan tentang

penyelesaian yang mengikat dengan bantuan pihak ketiga yang tidak

berpihak.36 Garry Goopaster memberikan definisi sebagai berikut:

Mediasi sebagai proses negosiasi pemecahan masalah dimana pihak luar yang tidak memihak (imparsial) bekerja sama dengan pihak-pihak yang bersengketa untuk membantu mereka memperoleh kesepakatan perjanjian yang memuaskan.37

Pada mediasi, kadar keterlibatan pihak ketiga lebih banyak bertindak

selaku fasilitator, yaitu mengupayakan agar para pihak dapat dengan mudah

menyelesaikan sendiri sengketa yang bersangkutan, sedangkan konsiliasi pihak

ketiga secara aktif membantu menemukan penyelesaian sengketa untuk dapat

36 Ranti Fauza Mayana, Perlindungan Desain Industri Di Indonesia Dalam Era Perdagangan

Bebas, Cetakan Pertama, (Jakarta: PT Grasindo, 2004), h. 179

37 Syahrial Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah Hukum Adat dan Nasional,

(50)

disepakati para pihak. Arbitrase dalam arti luas menempatkan peranan pihak

ketiga dalam menyelesaikan sengketa dimana pihak ketiga tersebut membuat

putusan yang mengikat para pihak untuk dilaksanakan seperti halnya putusan

pengadilan.38

Negosiasi yaitu cara untuk mencari penyelesaian masalah melalui

diskusi (musyawarah) secara langsung antara pihak-pihak yang bersengketa

yang hasilnya diterima oleh para pihak tersebut.39Negosiasi banyak dibutuhkan

orang dalam hal mereka membutuhkan sesuatu yang dapat diberikan oleh pihak

lain atau juga dalam hal mereka mengiginkan adanya suatu kerja sama atau

bantuan. Negosiasi juga dibutuhkan dalam hal penyelesaian sengketa yang

terjadi di antara para pihak yang berkepentingan dalam lingkungan yang

sederhana.

Pada awalnya, mediasi adalah prosedur yang tidak mengikat sama

sekali yang memberikan kesempatan para pihak untuk meningkatkan prosedur

dalam beberapa tingkatan dan netral dalam suatu keadaan di mana ia tidak

mempunyai kekuatan untuk menjatuhkan suatu keputusan yang mengikat para

pihak. Putusan mediasi mengikat berdasarkan iktikad bak dari para pihak, tetapi

38 Ranti Fauza Mayana, Perlindungan Desain Industri Di Indonesia Dalam Era Perdagangan

Bebas, Cetakan Pertama, (Jakarta: PT Grasindo, 2004), h. 180.

39 Gatot P. Soemartono, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, Cetakan Pertama, (Jakarta: PT

(51)

tidak memiliki kekuatan hukum seperti halnya putusan hakim.40

3. Penyelesaian Sengeketa Secara Pidana

Masalah desain industri dimungkinkan diselesaikan melalui sistem

hukum pidana. Proses pidana dimulai dari penyidikan sebagaimana yang diatur

dalam ketentuan Pasal 53 UU Nomor 31 Tahun 2000. Ayat (1) dari Pasal 53

UU Nomor 31 Tahun 2000 tersebut berbunyi, selain Penyidik Pejabat Polisi

Negara Republik Indonesia, Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil di

lingkungan departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi

Hak Kekayaan Intelektual diberi wewenang khusus sebagai penyidik

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang

Desain Industri.

Kewenangan penyidik diatur lebih lanjut dalam Pasal 53 ayat (2) UU

Nomor 31 Tahun 2000 yang meliputi hal-hal sebagai berikut:

a. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran pengaduan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang Desain Industri;

b. Melakukan pemeriksaan terhadap pihak yang diduga telah melakukan tindak pidana di bidang Desain Industri;

c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari para pihak sehubungan dengan peristiwa tindak pidana di bidang Desain Industri;

d. Melakukan pemeriksaan atas pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang Desain Industri;

40

Ranti Fauza Mayana, Perlindungan Desain Industri Di Indonesia Dalam Era Perdagangan

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan data hasil wawancara kepada para Narasumber yang bersangkutan dan melihat secara langsung kejadian di lokasi yaitu di Desa Sirnasari Kecamatan Surade Kabupaten Sukabumi

En Familie-Recht) , Surabaya, Airlangga University Press, hlm.. Anak angkat tersebut hidup menetap bersama orang tua angkatnya. Sebelumnya telah putus hubungan antara anak

ciri-ciri sikap orang tua yang disebutkan sama dengan pengasuhan demokratis. Dimana orang tua menyeimbangkan hak antara orang tua dan anak, memberikan bimbingan dan

Antara cara lain yang dapat dilakukan bagi memperkasa penggunaan bahasa Melayu yang betul dalam media elektronik ialah memperbanyakkan blog yang ditulis dengan

lainnya dan akumulasi ekuitas dicatat seolah-olah Perseroan telah melepas secara langsung aset yang relevan (yaitu direklasifikasi ke laba rugi atau ditransfer langsung ke saldo

Kata Kunci : Strategi Inquiring Minds Want To Know dan Hasil Belajar Dari hasil observasi penelitian di kelas V MIN Lhoknga Aceh Besar, penulis melihat masalah rendahnya hasil

Pembelajaran Bahasa dengan materi tentang Days diajarkan di kelas V semester I. Dalam penelitian ini, materi tersebut diajarkan dengan menggunakan model

Penggunaan yang tercantum dalam Lembaran Data Keselamatan Bahan ini tidak mewakili kesepakatan pada kualitas bahan / campuran atau penggunaan yang tercantum sesuai dalam kontrak.