Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh: Ilyas Aghnini 1111048000022
KONSENTRASI HUKUM BISNIS ISLAM PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
K/N/HaKI/2005). Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Bisnis Islam, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H/2015 M. x + 61 halaman + 25 lampiran.
Skripsi ini menganalisis desain industri yang berkaitan dengan asas sistem sistem pendaftaran pertama (first to file system). Karena sistem pendaftaran pertama mengisyaratkan suatu desain industri yang baru diberikan kepada pendaftar pertama. Sebagaimana yang diamanatkan Undang-Undang No. 31 Tahun 2000 Pasal 2 ayat (1) Hak Desain Industri diberikan untuk Desain Industri yang baru. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif bersifat kualitatif. Penulis menganalisis antara PT. Cahaya Buana Intitama melawan Robert Ito sebagai pihak yang bersengketa pada kasus desain lemari. Tujuan dari skripsi ini untuk mengetahui perlindungan hukum bagi pemegang hak desain industri dikaitkan dengan asas sistem pendaftaran pertama dan menentukan kriteria desain industri yang disebut sebagai inovasi baru pada putusan MA No. 01 K/N/HaKI/2005.
Hasil penelitian menyimpulkan, adanya perbedaan konfigurasi bagian depan dan samping, garis, ukiran, dari sebuah lemari. Dalam kasus ini perlindungan yang diberikan kepada pemegang hak desain industri sudah sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) yang menyatakan Hak Desain Industri diberikan untuk Desain Industri yang baru. Yang sebelumnya dikatakan jika desain industri milik terggugat / pemohon kasasi tidak memiliki kebaruan dan merupakan pengulangan dari desain industri yang telah ada sebelumnya.
Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Pemegang Hak, Pendaftaran Pertama
Pembimbing : 1. Nahrowi, SH, MH
2. Drs. H. Subarkah, MH
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Melihat lagi Maha Mendengar, atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehinga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW.
Penyusunan skripsi ini adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (SH) pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penulisan skripsi ini banyak pihak yang telah membantu baik materil maupun immateril, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Drs. H. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H dan Drs. Abu Thamrin , S.H.,M.Hum., Ketua dan Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum.
3. Nahrowi, SH, MH., dan Drs. H. Subarkah, MH., dosen pembimbing skripsi yang telah banyak meluangkan waktu disela-sela kesibukan dalam memberikan nasihat, kritik dan saran untuk membangun penulis dalam penyusunan skripsi ini.
4. Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah ikhlas berbagi ilmu pengetahuan dan pengalamanya kepada penulis.
5. Ucapan terimakasih yang tak terhingga atas pengorbanan kedua orang tuaku tercinta H. Sulanjana dan Hj. Eti Rachmawati, yang telah memberikan segala dukungan baik materil maupun immateril serta doanya sehingga penulis dapat menyelesaikan masa studi S1.
6. Kakak Aini Fatnawati, Harun Briandi Malik dan Gita Triatmojo yang telah memberikan dukungan untuk menyelesaikan studi S1.
yang telah diberikan selama kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
8. Seluruh teman-teman seperjuangan Program Studi Ilmu Hukum angkatan 2011, khususnya Alif, Nevo, Dadan, Syawal dan lain-lain, terimakasih atas segala bantuan dan dukungan yang diberikan selama ini.
9. Seluruh teman-teman Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia yang telah memberikan Pengalaman yang dapat diambil selama kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
10. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Semoga Allah SWT memberikan berkah dan karunia-Nya serta membalas kebaikan mereka. Amin.
Demikian ini penulis ucapkan terimakasih dan mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat kata-kata di dalam penulisan skripsi ini yang kurang berkenan bagi pihak-pihak tertentu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.
Jakarta, Agustus 2015 Penulis
PESETUJUAN PEMBIMBING ... ii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ... iii
LEMBAR PERNYATAAN ... iv
BAB II DESAIN INDUSTRI DALAM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL A.Pengertian Desain Industri ... 16
B.Asas Hukum Desain Industri ... 18
C.Pemegang Hak Desain Industri... 19
D.Objek Syarat Desain Industri... 21
E. Ruang Lingkup Desain Industri... 22
F. Pengalihan Hak Desain Industri... 23
G.Jangka Waktu Perlindungan Desain Industri... 25
H.Proses Pendaftaran Desain Industri... 25
BAB III PRINSIP-PRINSIP HUKUM PERLINDUNGAN DESAIN
INDUSTRI SEBAGAI SALAH SATU BAGIAN HAK ATAS
KEPEMILIKAN INTELEKTUAL
Berdasarkan
Undang-Undang No. 31 Tahun 2000 ... 36
BAB IV ANALISIS PUTUSAN SENGKETA DESAIN INDUSTRI ANTARA PT. CAHAYA BUANA INTITAMA MELAWAN ROBERT ITO A.Posisi Kasus ... 44
B.Analisis Kasus Berbeda ... 45
C.Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Hak Desain Industri Dalam Putusan Mahkamah Agung No. 01/K/N/Haki/2005 ... 49
D.Kriteria Desain Industri yang Disebut Sebagai Inovasi Baru Dalam Kasus PT. Cahaya Buana Intitama Melawan Robert Ito Dikaitkan Dengan Sistem Pendaftaran Pertama... 54
BAB V PENUTUP A.Kesimpulan ... 60
B.Saran ... 61
DAFTAR PUSTAKA ... 63
LAMPIRAN ... 65
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hak atas kekayaan intelektual (HAKI) atau Intellectual Property Right saat
ini menjadi isu global khususnya di kalangan negara-negara industri maju yang
selama ini banyak melakukan ekspor produk industri kreatif berbasis Hak atas
kekayaan intelektual. Perlindungan hukum terhadap Hak atas kekayaan intelektual
telah menjadi perhatian dunia. Indonesia bahkan telah turut serta dalam perjanjian
internasional yang berkaitan dengan Hak atas kekayaan intelektual. Hak atas
kekayaan intelektual atau Intellectual Property Right adalah hak hukum yang
bersifat ekslusif (khusus) yang dimiliki oleh para pencipta/penemu sebagai hasil
aktivitas intelektual tersebut, dapat berupa hasil karya di bidang ilmu pengetahuan,
seni dan sastra, serta hasil penemuan (invensi) di bidang teknologi.
Hak atas kekayaan intelektual secara umum dapat digolongkan kedalam dua
kategori utama, yaitu hak cipta dan hak kekayaan desain industri. Dasar hukum hak
cipta di Indonesia terdapat di dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014
tentang Hak Cipta. Sedangkam Hak Kekayaan Desain industri merupakan salah
satu cabang dari Hak Kekayaan Intelektual diatur dalam Undang-Undang Nomor
31 Tahun 2000 tentang Desain Industri (selanjutnya penulis sebut dengan UU No.
31 Tahun 2000). Desain industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi,
padanya, yang berbentuk tiga atau dua dimensi yang memberi kesan estetis dan
dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri atau
kerajinan tangan.1
Indonesia sebagai negara berkembang perlu memajukan sektor industri
dengan meningkatkan kemampuan daya saing. Salah satu daya saing tersebut
adalah dengan memanfaatkan peranan desain industri serta keanekaragaman
budaya yang dipadukan dengan upaya untuk ikut serta dalam globalisasi
perdagangan, dengan memberikan pula perlindungan hukum terhadap desain
industri akan mempercepat pembangunan industri nasional.2
Indonesia termasuk sebagai anggota organisasi perdagangan dunia (World
Trade Organization) yang telah ikut meratifikasi Konvensi International tentang
(Agreement Establishing The World Trade Organization) dengan Keppres Nomor
7 Tahun 1994 tentang Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia
(WTO). Indonesia yang meratifikasi konvensi Paris juga mengatur perlindungan
hukum dibidang hak milik perindustrian, diantaranya adalah mengenai desain
industri (Industrial Design). Desain industri diatur dalam Pasal 11 Konvensi Paris,
dan dalam Pasal 25 dan Pasal 26 Persetujuan TRIPs. Sebagai konsekuensi dari
1Ok. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Cetakan Kedelapan, (Intelellectual
Property Rights), (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), h. 468.
2
Abdul Kadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Cetakan
ratifikasi Konvensi Paris dan Persetujuan TRIPs, Indonesia perlu memberikan
perlindungan hukum terhadap Hak Kekayaan Intelektual di bidang desain industri.3
Untuk melindungi desain industri dari peniruan atau persaingan yang
curang, maka desain industri tersebut harus didaftarkan di Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual. Hak atas desain industri tercipta karena pendaftaran dan hak
eksklusif atas suatu desain akan diperoleh karena pendaftaran. Pendaftaran adalah
mutlak untuk terjadinya suatu hak desain industri. Oleh karena itu sistem
pendaftaran yang dianut UU No. 31 Tahun 2000 adalah bersifat konstitutif, yakni
sistem yang menyatakan hak itu baru terbit setelah dilakukan pendaftaran (first to
file).4
Berarti bahwa orang yang pertama mengajukan permohonan hak atas
desain industri itulah yang akan mendapatkan perlindungan hukum dan bukan
orang yang mendesain pertama kali. Sistem pendaftaran pertama (first to file
system) mempunyai kekuatan hukum dan menjamin suatu keadilan setelah
diundangkan dan sebagai bukti telah dilakukannya pendaftaran hak dan telah
dipenuhinya, baik persyaratan substantif maupun persyaratan administrasi, maka
pendaftar akan memperoleh sertifikat hak desain industri. Hal ini dimaksudkan
untuk memberikan landasan perlindungan hukum agar pemegang hak desain
3
Abdul Kadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Cetakan
Kedua, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2007), h. 291-292.
4
Insan Budi Maulana, A-B-C Desain Industri Teori dan Praktek Di Indonesia, Cetakan
industri dilindungi dari berbagai bentuk pelanggaran berupa penjiplakan,
pembajakan, atau peniruan atas desain industri terkenal.5
Hak desain industri adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara
kepada pendesain atas hasil kreasinya untuk selama waktu tertentu melaksanakan
sendiri kreasi tersebut, atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk
melaksanakan hak tersebut. Pemegang hak desain industri memiliki hak eksklusif
untuk melaksanakan hak desain industri dan melarang orang lain yang tanpa
persetujuannya membuat, memakai, menjual, atau mengimpor, mengekspor dan
mengedarkan barang yang diberi hak desain industri. Namun demikian pelaksanaan
hak tersebut dikecualikan terhadap pemakaian desain industri untuk kepentingan
penelitian dan pendidikan sepanjang tidak merugikan kepentingan yang wajar dari
pemegang hak desain industri.6
Pada dasarnya pemegang hak desain industri saling bersaing untuk
menciptakan suatu barang inovatif pada produk yang sama. Walaupun di akhir
hasilnya akan terlihat berbeda dan sama-sama mendaftarkan produk inovatifnya ke
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan intelektual. Namun kurangnya pemahaman
dibidang Hak Kekayaan Intelektual khususnya dibidang desain industri membuat
pemegang hak desain industri menjadi salah dalam menafsirkan tentang sistem
5 Abdul Kadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Cetakan Kedua,
(Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2007), h. 292.
6
Abdul Kadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Cetakan Kedua,
pendaftaran pertama desain industri. Oleh karena itu, penulis mencoba
menganalisis kasus yang berkaitan dengan pemegang hak desain industri terkait
dengan sistem pendaftaran pertama.
Seperti salah satu kasus yang terjadi mengenai sistem pendaftaran pertama
yaitu desain industri yang dimiliki PT Cahaya Buana Intitama adalah pemegang
hak desain industri yang bergerak dalam industri lemari CBK 124 yang telah
terdaftar dengan Nomor ID 0 006 689 yang permohonannya diajukan pada tanggal
1 Agustus 2003 dan mendapatkan sertifikat pada 23 Desember 2003. Kemudian
Robert Ito mengajukan permohonan pendaftaran desain industri pada tanggal 28
Oktober 2003 telah terdaftar dalam daftar umum desain industri dengan Nomor ID
0 006 357dan mendapatkan sertifikat pada tanggal 13 April 2004 berupa lemari.
Dalam hal ini PT Cahaya Buana Intitama merasa keberatan dengan
pendaftaran desain industri lemari yang diajukan oleh Robert Ito. Karena desain
industri lemari milik Robert Ito bukan desain industri yang baru yang telah
terungkap dan telah ada sebelumnya, yaitu desain industri lemari CBK 124 milik
penggugat. Maka sudah sepatutnya desain industri milik Robert Ito tidak dapat
didaftarkan. Dan harus dibatalkan oleh Pengadilan Niaga dan diikutsertakan turut
Robert Ito untuk memuat pembatalannya dalam berita resmi desain industri.
Pada Putusan Hakim Niaga Jakarta Pusat Nomor 46/Desain
Industri/2004/PN menyatakan bahwa desain industri yang dimiliki Robert ito
adalah lemari tidak mempunyai kebaruan dan bukan merupakan dan bukan yang
01/KN/Haki/2005 mengabulkan permohonan kasasi Robert Ito dan membatalkan
Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor 46/Desain Industri/2004/PN.
Mahkamah Agung berpendapat mempertimbangkan Bahwa lemari CBK 124
dengan milik Robert Ito tampak pada konfigurasi (ukir yang menonjol) pada lemari
CBK 124 tidak memiliki tonjolan demikian pula konfigurasi yang terdapat pada
pintu, berupa garis-garis seperti anyaman tikar yang tidak sama dan tidak ditiru
pada lemari pintu milik Robert Ito. Berdasarkan putusan tersebut, penulis tertarik
memilih judul “ Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak Desain Industri Terkait Asas Sistem Pendaftaran Pertama (Analisis Putusan MA Nomor 01
K/N/HaKI/2005) ”
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah
Agar masalah yang akan penulis bahas tidak terlalu meluas sehingga
dapat mengakibatkan ketidakjelasan maka penulis membuat pembatasan
masalah yakni, membahas perlindungan hukum bagi pemegang hak desain
industri dan sistem pendaftaran pertama serta membahas mengenai kriteria
desain industri yang disebut sebagai inovasi baru.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut, maka
penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut:
Putusan Mahkamah Agung Nomor 01/K/N/Haki/2005?
b. Bagaimana Kriteria Desain Industri yang Disebut Sebagai Inovasi Baru
Dalam Kasus PT. Cahaya Buana Intitama Melawan Robert Ito Dikaitkan
Dengan Sistem Pendaftaran Pertama?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan penulisan
Secara umum tujuan penulisan adalah untuk mendalami tentang
permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan dalam perumusan masalah.
Secara khusus tujuan penulisan ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui perlindungan hukum yang diberikan kepada pemegang
hak desain industri dalam UU No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri
pada putusan Mahkamah Agung Nomor 01/K/N/Haki/2005.
b. Untuk mengetahui Kriteria Desain Industri yang Disebut Sebagai Inovasi
Baru Dalam Kasus PT. Cahaya Buana Intitama Melawan Robert Ito
Dikaitkan Dengan Sistem Pendaftaran Pertama.
2. Manfaat penulisan
Adapun manfaat penulisan ini adalah sebagai berikut:
a. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini dapat memperkaya khasanah ilmu
pengetahuan dalam hukum bisnis dibidang HKI, utamanya mengenai
sistem pendaftaran pertama. Selain itu adanya tulisan ini dapat menambah
perbendaharaan koleksi karya ilmiyah dengan memberikan kontribusi juga
bagi perkembangan hukum bisnis di Indonesia.
b. Manfaat Praktis
Secara praktis penulisan ini diharapkan dapat menjadi kerangka
acuan dan landasan bagi pembaca dan penulis lanjutan. Mudah-mudahan
dapat memberikan bahan informasi dan masukan bagi pemerintah maupun
semua pihak yang ingin menyempurkan Haki khususnya di bidang desain
industri, karena desain industri dianggap masih lemah di Indonesia.
D. Tinjauan (Riview) Kajian Terdahulu
Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini, penulis akan
menyertakan beberapa hasil penelitian terdahulu sebagai perbandingan tinjauan
kajian materi yang akan dibahas, sebagai berikut:
Skripsi yang disusun oleh Alfi Nadzirotul Faizah,dari universitas Jember (UNEJ) pada tahun 2014 dengan judul Tinjauan Yuridis Sengketa Desain Industri Antara
PT. Aplus Pacific Dengan Onggo Warsito (Studi Putusan Mahkamah Agung
Republik Indonesia Nomor: 801 K/Pdt.Sus/2011. Penelitian tersebut mengkaji
dan menganalisis mengenai tinjauan dari putusan berdasarkan UU Nomor 31
Tahun 2000 yang secara khusus mengatur tentang Desain Industri serta akibat
Dari buku Abdul Kadir Muhammad yang berjudul ”Kajian Hukum Ekonomi Haki” diterbitkan oleh Citra Aditya Bakti, Bandung, tahun 2007. Pada
buku ini hanya diuraikan hak prioritas yang diberikan oleh Negara kepada
pendesain atas hasil kreasinya dan pemegang hak desain industri memiliki hak
eksklusif untuk melaksanakan hak desain industri yang dimilikinya serta
melarang orang lain untuk melakukan tindakan yang dapat merugikan pendesain
tersebut.
Sebagai perbandingan sekaligus pembeda, pada skripsi ini penulis fokus
terhadap prinsip sistem pendaftaran pertama yang diberikan kepada pemegang
hak desain industri dan menjelaskan perlindungan hukum desain industri di
Indonesia serta asas kebaruan yang dikaitkan dengan sistem pendaftaran pertama.
Jadi terdapat perbedaan pembahasan dan masalah yang diangkat penulis dengan
penelitian-penelitian yang sudah ada.
E. Kerangka Teoritis
Hak cipta adalah hak yang melekat pada setiap pencipta atas karya cipta yang
dihasilkannya baik di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra. John Locke, filsuf
Inggris abad ke-18 dalam kaitan antara Hak Cipta dan hukum alam
mengemukakan, Hukum Hak Cipta memberikan hak milik eksklusif kepada karya
karya-karyanya dan secara adil dikompensasikan untuk kontribusi kepada masyarakat.7
Dalam buku klasiknya John Locke, “The Second Treatise of Civil Government and
a Letter Concerning Toleration” John Locke mengajukan sebuah pemikiran bahwa
semua individu dikaruniai oleh alam hak yang melekat atas hidup, kebebasan dan
kepemilikan, yang merupakan milik mereka sendiri dan tidak dapat dicabut atau
dipreteli oleh Negara.8 John Locke juga mengatakan bahwa hak milik dari seorang
manusia terhadap benda yang dihasilkannya itu sudah ada sejak manusia lahir.
Benda dalam pengertian disini tidak hanya benda yang berwujud tetapi juga benda
yang abstrak, yang disebut dengan hak milik atas benda yang tidak berwujud yang
merupakan hasil dari intelektualitas manusia.9
F. Kerangka Konseptual
Suatu kerangka konsepsi merupakan kerangka yang menggambarkan
hubungan antara konsep-konsep khusus yang ingin atau yang akan diteliti.10 Salah
satu cara untuk menjelaskan konsep adalah definisi. Definisi merupakan suatu
pengertian yang relatif lengkap tentang suatu istilah, dan biasanya definisi bertitik
7
Otto Hasibuan, Hak Cipta Di Indonesia, Cetakan Pertama, (Bandung: P.T. Alumni, 2008), h.
52.
8
Otto Hasibuan, Hak Cipta Di Indonesia, Cetakan Pertama, (Bandung: P.T. Alumni, 2008), h.
53.
9
Syafrinaldi, Hukum Tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual Dalam Menghadapi Era
Globalisasi, Cetakan Pertama, (Riau: UIR-Press, 2010), h. 285.
10 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan Pertama, (Jakarta: UI-Press,2010),
tolak pada referensi. Dengan demikian, definisi harus mempunyai ruang lingkup
yang tegas, sehingga dalam pengertian tidak boleh ada kurang atau
dilebih-lebihkan.
Untuk menghindari terjadinya salah pengertian dan pemahaman yang
berbeda tentang tujuan yang akan dicapai dalam skripsi ini, maka perlu
dikemukakan konsepsi dalam bentuk defenisi sebagai berikut:11
1. Desain industri pada Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000
tentang Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau
komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan dari padanya
yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis
dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat
dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau
kerajinan tangan.
11
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Cetakan Pertama,
2. Penjelasan tentang kebaruan pada Pasal 2 ayat (2) UU No. 31 Tahun 2000
adalah Hak Desain Industri diberikan untuk Desain Industri yang baru.
a. Pengungkapan sebelumnya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 adalah pengungkapan Desain
Industri yang sebelum: tanggal penerimaan; atau
b. Tanggal prioritas apabila Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas; telah
diumumkan atau digunakan di Indonesia atau di luar Indonesia.
G. Metode Penelitian
Soerjono Soekanto mengatakan “Penelitian hukum merupakan suatu
kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika tertentu yang bertujuan
untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan
menganalisanya. Kecuali itu, maka juga diadakan pemeriksaan yang mendalam
terhadap fakta hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan
atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala yang
bersangkutan”.12 Metode penelitian ini disistematikakan dalam suatu format
sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian dan Sifat Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode jenis penelitian yuridis
normatif. Dimana penulis mencari fakta-fakta yang akurat dan valid tentang
12
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan Pertama, (Jakarta:
sebuah peristiwa konkrit yang menjadi objek penelitian. Penelitian ini juga
dilakukan dan ditujukan pada peraturan-peraturan tertulis dan bahan-bahan
lain, serta menelaah peraturan perundang-undang yang berhubungan dengan
penulisan penelitian ini. Sedangkan sifat dari penelitian ini adalah deskriptif
yaitu tipe penelitian untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang
suatu gejala atau fenomena, agar dapat membantu dalam memperkuat
teori-teori yang sudah ada, atau mencoba merumuskan teori-teori baru.
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan-pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum adalah
pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case
approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif
(comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual
approach).13
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan perundang-undangan (statue
approach), dan pendekatan kasus (case approach). Pendekatan
perundang-undangan mengacu kepada UU No. 31 Tahun 2000. Sedangkan Pendekatan
kasus adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah suatu kasus
yang telah menjadi putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, dalam hal
ini yaitu putusan Mahkamah Agung Nomor 01/K/N/Haki/2005.
13
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Cetakan Pertama, (Jakarta: Kencana, 2007), h.
3. Data dan Sumber data
Berdasarkan jenis penelitian di atas, maka data yang dikumpulkan berasal dari
data sekunder. Data sekunder yang dimaksudkan antara lain:
a. Bahan hukum primer, diperoleh dari UU Nomor 31 tahun 2000 tentang
Desain Industri dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 01
K/N/Haki/2005 yang bertujuan untuk melengkapi dan mendukung
data-data ini, agar penelitian menjadi lebih sempurna.
b. Bahan hukum sekunder diperoleh dengan melakukan penelitian
kepustakaan (library research) yang diperoleh dari berbagai literatur
yang terdiri dari dokumen-dokumen resmi, buku-buku, dan hasil
penelitian yang mempunyai hubungan erat terhadap permasalahan yang
diteliti.
c. Bahan hukum tersier yang dipergunakan penulis sebagai bahan yang
mendukung, memberi penjelasan bagi bahan hukum sekunder seperti
Kamus Besar Indonesia, Kamus Bahasa Inggris, dan Kamus Hukum.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui
penelitian kepustakaan (library research) yakni upaya untuk memperoleh data
dari penelusuran literatur kepustakaan, peraturan perundang-undangan, dan
sumber lainnya yang relevan dengan penelitian ini.
Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif. Analisis kualitatif
adalah metode analisa data yang mengelompakan dan menyeleksi data yang
diperoleh dari berbagai sumber kepustakaan dan peristiwa konkrit yang
menjadi objek penelitian, kemudian dianalisa secara interpretative
menggunakan teori maupun hukum positif yang telah dituangkan, kemudian
secara induktif ditarik kesimpulan untuk menjawab permasalahan yang ada.
6. Metode Penulisan
Dalam penyusunan penelitian ini penulis menggunakan metode penulisan
sesuai dengan sistematika penulisan yang ada pada Buku Pedoman Penulisan
Skripsi, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun
2012.
H. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ini dimaksudkan untuk mempermudah penjabaran
dan pemahaman tentang permasalahan yang dikaji serta untuk memberikan
gambaran garis besar mengenai tiap-tiap bab sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini menguraikan tentang Latar Belakang Masalah, Batasan dan
Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan (Riview)
Kajian Terdahulu, Kerangka Teori, Kerangka Konseptual, Metodelogi
Penelitian, Sistematika Penulisan yang berkenaan dengan permasalahan
BAB II DESAIN INDUSTRI DALAM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
Pada bab ini menjelaskan mengenai tinjauan umum pengertian desain
industri, asas hukum perlindungan desain Industri, pemegang hak desain
industri, ruang lingkup perlindungan desain industri, obyek desain industri,
Proses pendaftaran desain industri, pengalihan hak dan lisensi desain
industri, jangka waktu perlindungan.
BAB III PRINSIP-PRINSIP HUKUM PERLINDUNGAN DESAIN
INDUSTRI SEBAGAI SALAH SATU BAGIAN HAK ATAS
KEPEMILIKAN INTELEKTUAL
Pada Bab ini menjelaskan mengenai asas-asas umum tentang prinsip
umum hak atas kekayaan intelektual, prinsip perlindungan hak desain
industri, desain industri sebagai salah satu bagian hak kekayaan
intelektual, mekanisme penyelesaian sengketa desain industri.
BAB 1V PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG HAK DESAIN
INDUSTRI TERKAIT ASAS SISTEM PENDAFTARAN PERTAMA
(Analisis Putusan MA Nomor 01K/N/HaKI/2005)
Pada bab ini menjelaskan mengenai posisi kasus,analisis kasus berbeda,
perlindungan hukum terhadap pemegang hak desain industri dalam
putusan Mahkamah Agung dan kriteria desain industri yang disebut
sebagai inovasi baru dikaitkan dengan sistem pendaftaran pertama.
BAB V penutup
BAB II
DESAIN INDUSTRI DALAM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
A. Pengertian Desain industri
David I. Brainbridge mengemukakan pendapatnya mengenai desain
Desain merupakan aspek-aspek dari atau fitur-fitur yang terdapat pada suatu
barang.14 Dalam hukum HAKI, kata “desain” memiliki makna yang terbatas. Dalam penggunaan yang wajar, kata “desain” dapat diartikan sebagai rencana atau
skema yang dapat berupa tulisan atau gambar yang menunjukan bagaimana
sesuatu harus diwujudkan atau bagaimana elemen-elemen dari suatu item atau
barang harus diwujudkan atau bagaimana elemen-elemen dari suatu barang harus
disusun. Kemungkinan lainnya adalah suatu desain dapat berupa dekoratif. Tetapi
dalam bahasa hukum, suatu desain didefinisikan berdasarkan referensi terhadap
ketentuan-ketentuan yang dapat diterapkan atas desain terdaftar atau hak desain
sebagaimana mestinya.
Jeremy Philips dan Alison Firth berpendapat bahwa desain
mencakup segala aspek tentang bentuk atau konfigurasi/susunan baik internal maupun eksternal baik yang merupakan bagian maupun keseluruhan dari sebuah benda. Dekorasi permukaan dikesampingkan dan suatu desain harus spesifik.15
14
Ranti Fauza Mayana, Perlindungan Desain Industri Di Indonesia Dalam Era Perdagangan
Bebas, Cetakan Pertama, (Jakarta: PT Grasindo, 2004), h. 49.
15 Ranti Fauza Mayana, Perlindungan Desain Industri Di Indonesia Dalam Era Perdagangan
Desain industri merupakan bagian dari hak atas kekayaan intelektual.
Perlindungan atas desain industri didasarkan pada konsep pemikiran bahwa
lahirnya desain industri tidak terlepas dari kemampuan kreativitas cipta, rasa dan
karya yang dimiliki oleh manusia.
Ada kesamaan antara hak cipta bidang seni lukis (seni grafika) dengan
desain industri, akan tetapi perbedaannya akan lebih terlihat ketika desain industri
itu dalam wujudnya lebih mendekati paten. Jika desain industri itu semula
diwujudkan dalam bentuk lukisan, karikatur atau gambar/grafik, satu dimensi yang
dapat diklaim sebagai hak cipta maka, pada tahapan berikutnya ia disusun dalam
bentuk dua atau tiga dimensi dan dapat diwujudkan dalam satu pola yang
melahirkan produk materil dan dapat diterapkan dalam aktivitas industri. Dalam
wujud itulah kemudian ia dirumuskan sebagai desain industri.16
B. Asas Hukum Desain Industri
Di samping berlakunya asas-asas (prinsip hukum) hukum benda terhadap
hak atas desain industri, asas hukum yang mendasari hak ini adalah:17
1. Asas Publisitas
Asas publisitas bermakna bahwa adanya hak tersebut didasarkan pada
pengumuman publikasi di mana masyarakat umum dapat mengetahui
16
Ok. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Cetakan Ketujuh, (Intelellectual
Property Rights), (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), h. 467.
17
OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Cetakan Keempat, (Jakarta: PT Raja
keberadaan tersebut. Untuk itu hak atas desain industri diberikan oleh negara
setelah hak tersebut terdaftar dalam berita resmi negara. Di sini perbedaan yang
mendasar dengan hakcipta, yang menyangkut sistem pendaftaran deklaratif,
sedangkan hak atas desain industri menganut sistem pendaftaran konsumtif,
jadi ada persamaan dengan paten.
2. Asas Kemanunggalan (Kesatuan)
Tentang asas kemanunggalan, ini bermakna bahwa hak atas desain
industri tidak boleh dipisah-pisahkan dalam satu kesatuan yang utuh untuk satu
komponen desain. Misalnya kalau desain itu berupa sepatu, maka harus sepatu
yang utuh, tidak boleh hanya desain taplaknya saja, maka hak yang dilindungi
hanya telapaknya saja. Demikian pula bila desain itu berupa botol berikut
tutupnya, maka yang dilindungi dapat berupa botol dan tutupnya berupa satu
kesatuan. Konsekuensinya jika ada pendesain baru mengubah bentuk tutupnya,
maka pendesain pertama tidak bisa mengklaim. Oleh karena itu, jika botol dan
tutupnya dapat dipisahkan, maka tutup botol satu kesatuan dan botolnya satu
kesatuan, jadi ada dua desain industri.
3. Asas Kebaruan
Oleh karena itu, asas kebaruan menjadi prinsip hukum yang juga perlu
mendapat perhatian dalam perlindungan hak atas desain industri ini. Hanya
kebaruan itu adalah apabila desain industri yang akan didaftarkan itu tidak
sama dengan desain industri yang telah ada sebelumnya.
C. Pemegang Hak Desain Industri
Orang yang berhak memegang hak desain industri adalah pendesain atau
orang yang menerima hak tersebut dari pendesain. Jika desain industri dibuat
dalam hubungan dinas dengan pihak lain dalam lingkungan pekerjaan, maka
pemegang hak desain industri adalah pihak pemberi kerja. Jika desain industri
dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan, maka pembuat desain
industri dianggap sebagai pendesain dan pemegang Hak Desain Industri.
Ketentuan ini juga berlaku untuk desain yang dikerjakan oleh orang lain (bukan
karyawan) berdasarkan pesanan yang dibuat oleh lembaga swasta atau perorangan.
Ketentuan sebagaimana dimaksud tidak menghapus hak pendesain untuk tetap
dicantumkan namanya dalam sertifikat desain industri, daftar umum desain
industri dan berita resmi desain industri. Pencantuman nama pendesain merupakan
suatu keharusan dalam bidang HaKI dan dikenal dengan istilah Hak Moral (Moral
right).18
Berita resmi desain industri adalah lembaran resmi yang diterbitkan secara
berkala oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang memuat hal-hal
18 Tomi Suryo Utomo, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Di Era Global:Sebuah Kajian
yang yang menurut undang-undang ini harus dimuat di dalamnya. Dengan
demikian, pemegang hak desain industri adalah:19
1. Pendesain, atau
2. Penerima hak dari pendesain karena pewarisan atau pengalihan atau sebab-sebab lain yang dibenarkan Undang-Undang, atau
3. Pemberi kerja dalam hubungan dinas, atau
4. Pembuat sebagai pendesain dalam hubungan kerja.
Dalam pemberian hak yang diberikan kepada pemegang Hak Desain Industri adalah hak ekslusif dimana hak tersebut merupakan hak untuk melaksanakan Hak Desain Industri yang dimilikinya dan untuk melarang orang lain yang tanpa persetujuannya membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor, dan atau mengedarkan barang yang diberi Hak Desain Industri akan tetapi dalam pelaksanaan tersebut dikecualikan dari ketentuan apabila pemakaian desain industri untuk kepentingan penelitian dan pendidikan, sepanjang tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pemegang Hak Desain Industri.20
D. Objek Syarat Desain Industri
Hak desain industri diberikan untuk desain industri yang baru, desain
industri dianggap baru apabila pada tanggal penerimaan, desain industri tersebut
tidak sama dengan pengungkapan yang telah ada sebelumnya, meskipun terdapat
kemiripan. Pengungkapan sebelumnya, sebagaimana dimaksud adalah
pengungkapan desain industri yang sebelum:
19
Abdul Kadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Cetakan
Kedua, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2007), h. 297.
20
Iswi Hariyani, Prosedur Mengurus HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual) Yang Benar,
1. Tanggal penerimaan, atau
2. Tanggal prioritas apabila permohonan diajukan dengan hak prioritas.
3. Telah diumumkan atau digunakan di Indonesia atau luar Indonesia.Suatu
desain industri tidak dianggap telah diumumkan apabila dalam jangka waktu
paling lama 6 (enam) bulan sebelum tanggal penerimaannya, desain industri
tersebut:
a. Telah dipertunjukan dalam suatu pameran nasional ataupun internasional
di Indonesia di luar negeri yang resmi atau diakui sebagai resmi; atau
b. Telah digunakan di Indonesia oleh pendesain dalam rangka percobaan
dengan tujuan pendidikan, penelitian, atau pengembangan. Selain itu
desain industri tersebut tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum, agama, atau, kesusilaan.
E. Ruang Lingkup Desain Industri
Pemegang hak desain industri memiliki hak eklusif untuk melaksanakan
hak desain industri yang dimilikinya dan untuk melarang orang lain yang tanpa
persetujuannya membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor, dan/ atau
mengedarkan barang yang diberi hak desain industri. Dalam hal ini lingkup desain
industri dibagi menjadi dua, yaitu:21
1. Desain Industri yang Dilindungi
21 Syopiansyah Jaya Putra. Yusuf Durachman, Etika Bisnis dan Hak Kekayaan Intelektual,
Hak desain industri diberikan untuk desain industri yang baru, yaitu apabila pada tanggal penerimaan permohonan desain industri tersebut tidak sama dengan pengungkapan sebelumnya.
2. Desain industri yang Tidak Dilindungi
Hak desain industri tidak dapat diberikan apabila suatu desain industri bertentangan dengan:
a. Peraturan perundang-undangan yang berlaku b. Ketertiban umum
c. Agama
d. Kesusilaan
F. Pengalihan Hak Desain Industri
Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemegang hak desain industri
kepada pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan
pengalihan hak) untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu desain industri yang
diberi perlindungan dalam jangka waktu tertentu dan syarat tertentu (pasal 1angka
11 UU No. 31 Tahun 2000). 22 Pengalihan Hak Desain Industri dibagi menjadi dua
bagian, yaitu:
1. Pengalihan Non lisensi
Seperti halnya dengan hak kekayaan intelektual lainnya seperti hak
cipta, paten, merek dan lainnya, hak atas desain industri juga dapat dialihkan
atau diserahkan kepada pihak lain. Dengan adanya pengalihan atau
22 Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis: Lisensi, Cetakan Pertama, (Jakarta: PT Raja Grafindo
penyerahan hak kepada pihak lain, ini berati yang beralih adalah hak
ekonominya. Sedangkan, hak moralnya tetap melekat pada pendesain.
Hak Desain Industri dapat beralihatau dialihkan dengan:23
a. Pewarisan b. Hibah c. Wasiat
d. Perjanjian tertulis
e. Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang undangan.
Pengalihan terhadap Hak Desain Industri di atas harus disertai dengan
dokumen tentang pengalihan hak dimana segala bentuk pengalihan Hak
Desain Industri wajib dicatat dalam daftar umum desain industri pada
Direktorat Jenderal dengan membayar biaya akan tetapi pengalihan Hak
Desain Industri yang tidak dicatatkan dalam daftar umum desain industri tidak
berakibat hukum pada pihak ketiga. Apabila pengalihan Hak Desain Industri
itu terjadi, maka pengalihan Hak Desain Industri diumumkan dalam
beritaresmi desain industri.
Dalam pengalihan Hak Desain Industri tersebut tidak menghilangkan
hak pendesain untuk tetap dicantumkan nama dan identitasnya, baik dalam
setifikat desain industri, berita resmi desain industri, maupun dalam
daftarumum desain industri, inilah yang disebut dengan hak moral.
2. Pengalihan Dengan Lisensi
23
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Cetakan Keempat,(Bandung: PT.
Khusus mengenai pengalihan dengan lisensi, pemegang Hak Desain
Industri berhak memberikan lisensi kepada pihak lain berdasarkan perjanjian
lisensi untuk melaksanakan semua perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 9, kecuali jika diperjanjikan lain (Pasal 33 UU No. 31 Tahun 2000).
Pasal 34 UU No. 31 Tahun 2000 menegaskan lagi bahwa dengan tidak
mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 33, pemegang hak
desain industri tetap dapat melaksanakan sendiri atau memberikan lisensi
kepada pihak ketiga untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 Undang , kecuali jika diperjanjikan lain.
Perjanjian lisensi wajib dicatatkan dalam daftar umum desain industri.
Perjanjian lisensi dilarang memuat ketentuan, baik langsung maupun tidak
langsung dapat menimbulkan akibat yang merugikan perekonomian Indonesia
atau memuat ketentuan yang mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat.
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual wajib menolak pencatatan
perjanjian lisensi yang memuat ketentuan seperti tersebut diatas. (Pasal 36 UU
No. 31 Tahun 2000).24
G. Jangka Waktu Perlindungan Desain industri
Perlindungan terhadap Hak Desain Industri diberikan untuk jangka waktu
10 (sepuluh) tahun terhitung sejak Tanggal Penerimaan. Tanggal mulai berlakunya
24
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Cetakan Keempat, (Bandung: PT.
jangka waktu perlindungan sebagaimana dimaksud dicatat dalam Daftar Umum
Desain Industri dan diumumkan dalam Berita Resmi Desain Industri.25
H. Proses Pendaftaran Desain Industri
Setelah dikeluarkannya UU No. 31 Tahun 2000Tentang Desain Industri
telah terjadi proses pendaftaran desain industri yang dilakukan melalui kantor
pendaftaran desain industri di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual,
selanjutnya perlindungan akan diberikan hanya terhadap desain industri yang
didaftarkan. Hal ini berbeda dengan perlindungan desain industri sebelum
berlakunya UU No. 31 Tahun 2000 yang dilindungi di bawah rezim hak cipta
karena berdasarkan Undang-Undang Hak Cipta pendaftaran bukan merupakan
sesuatu hal yang diwajibkan.
Hak desain industri merupakan hak khusus yang diberikan oleh negara
kepada pendesain atau pemegang hak desain industri atas hasil kreasinya untuk
selama waktu tertentu untuk melaksanakan sendiri kreasi tersebut atau
memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya. Dengan
memerhatikan hal tersebut, berarti hak desain industri tidak muncul seketika sesaat desain itu selesai dikerjakan dan prinsip itu tidak sama dengan “hak cipta” yang
memberikan hak kepada penciptanya sesaat suatu ciptaan “selesai diwujudkan atau
dilahirkan”, dan penciptanya atau pemegang hak cipta memiliki hak untuk
memperbanyak atau mengumumkan hasil karyanya yang khas dan bersifat
25Dgip.go.id, “jangka waktu perlindungan desain industri”
orisinal.
Jika hak cipta “muncul” atau “lahir” seketika ciptaan itu selesai dibuat,
diwujudkan, diperdengarkan, atau di umumkan pertama kali, dalam sistem desain
industri karena hak desain diberikan oleh negara maka terjadinya hak desain
industri baru diperoleh setelah desain industri itu didaftarkan permintaanya kepada
negara melalui Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, dan telah memenuhi
persyaratan perundang-undangan yang berlaku, serta diterima pendaftarannya.26
1. Pemeriksaan Administratif
Permohonan Pemeriksaan desain industri diawali dengan pemeriksaan
administrasi permohonan pendaftaran desain industri. Pemeriksaan
administrasif disini adalah pemeriksaan yang berkaitan dengan kelengkapan
persyaratan administratif permohonan sebagaimana dimaksud dalam pasal 11
UU No. 31 Tahun 2000 yang menyebutkan:
a. Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia ke Direktorat Jenderal dengan membayar biaya sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.
b. Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditandatangani oleh Pemohon atau Kuasanya.
c. Permohonan harus memuat:
1) tanggal, bulan, dan tahun surat Permohonan;
2) nama, alamat lengkap, dan kewarganegaraan Pendesain; 3) nama, alamat lengkap, dan kewarganegaraan Pemohon;
26
Insan Budi Maulana, A-B-C Desain Industri Teori dan Praktek Di Indonesia, Cetakan
4) nama dan alamat lengkap Kuasa apabila Permohonan diajukan melalui Kuasa; dan
5) nama negara dan tanggal penerimaan permohonan yang pertama kali, dalam hal Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas.
d. Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dilampiri dengan: 1) contoh fisik atau gambar atau foto dan uraian dari Desain Industri
yang dimohonkan pendaftarannya;
2) surat kuasa khusus, dalam hal Permohonan diajukan melalui Kuasa; 3) surat pernyataan bahwa Desain Industri yang dimohonkan
pendaftarannya adalah milik Pemohon atau milik Pendesain.
e. Dalam hal Permohonan diajukan secara bersama-sama oleh lebih dari satu Pemohon, Permohonan tersebut ditandatangani oleh salah satuPemohon dengan melampirkan persetujuan tertulis dari para Pemohon lain.
f. Dalam hal Permohonan diajukan oleh bukan Pendesain, Permohonan harus disertai pernyataan yang dilengkapi dengan bukti yang cukup bahwa Pemohon berhak atas Desain Industri yang bersangkutan.
g. Ketentuan tentang tata cara Permohonan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Untuk tujuan pengumuman permohonan, Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual melakukan pemeriksaan administratif terhadap
permohonan pendaftaran desain industri sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Setelah melakukan pemeriksaan syarat formalitas, Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual akan memberitahukan keputusan penolakan
permohonannya kepada pemohon apabila desain industri yang dimohonkan
masuk desain industri yang tidak mendapat perlindungan atau
memberitahukan anggapan ditarik kembali permohonannya karena tidak
Pemohon atau kuasanya diberi kesempatan untuk mengajukan
keberatan atas keputusan penolakan atau anggapan penarikan kembali dalam
waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diterimanya
surat penolakan atau pemberitahuan penarikan kembali tersebut.
Dalam hal ini dimaksud untuk memberikan kesempatan kepada pihak
yang mengajukan permohonan untuk memperbaiki desain industri tersebut,
umpamanya dengan menghilangkan bagian yang dianggap bertentangan
dengan kesusilaan. Keputusan penolakan atau penarikan kembali oleh
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dinyatakan bersifat tetap bila
pemohon atau kuasanya tidak mengajukan keberatan dalam tenggang waktu
yang telah ditentukan.
2. Pengumuman Serta Pemeriksaan Substantif Permohonan Pendaftaran Desain
Industri
Setelah memenuhi segala persyaratan yang telah ditentukan,
permohonan pendaftaran desain industri akan diumumkan oleh Direktorat
Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dan diumumkan kepada masyarakat.
Mengenai tata cara mengumumkannya diatur lebih lanjut dalam Pasal 25 dan
26 Undang-Undang Desain Industri.
Pengumuman permohonan pendaftaran desain industri yang telah
pada sarana yang khusus yang dapat dengan mudah serta jelas dilihat oleh
masyarakat, paling lama 3(tiga) bulan terhitung sejak tanggal penerimaan.
Data yang harus dicantumkan dalam pengumuman pendaftaran desain industri,
ditentukan dalam Pasal 25 ayat (2) Undang-Undang desain industri, yaitu:
a. nama dan alamat lengkap Pemohon;
b. nama dan alamat lengkap Kuasa dalam hal Permohonan diajukan melalui Kuasa;
c. tanggal dan nomor penerimaan Permohonan;
d. nama negara dan tanggal penerimaan permohonan yang pertama kali apabila Permohonan diajukan dengan menggunakan Hak Prioritas; e. judul Desain Industri; dan
f. gambar atau foto Desain Industri.
Dalam hal permohonan ditolak atau dianggap ditarik kembali, tetapi
kemudian didaftarkan atas putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap, pengumumannya dilakukan setelah Direktorat
Jenderal Hak Kekayaan Intelektual menerima salinan putusan tersebut. Pada
saat pengajuan permohonan pendaftaran desain industri, pemohon dapat
meminta secara tertulis agar pengumuman permohonan pendaftaran desain
industri ditunda, dengan ketentuan tidak boleh melebihi waktu 12 (dua belas)
bulan terhitung sejak tanggal penerimaan atau terhitung sejak tanggal
prioritas. Ketentuan demikian dimaksudkan untuk memberikan kesempatan
kepada pemohon yang menganggap perlu penundaan pengumuman
kepentingannya.
Sejak tanggal dimulainya pengumuman permohonan desain industri
Industri setiap pihak dapat mengajukan keberatan (oposisi) tertulis yang
mencakup hal-hal yang bersifat substantif kepada Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual dengan membayar biaya. Pengajuan oposisi paling lama
3(tiga) bulan terhitung sejak tanggal dimulainya pengumuman, kemudian oleh
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual diberitahukan kepada
pemohon.
Pemohon dapat menyampaikan sanggahan atas keberatannya paling
lama 3(tiga) bulan terhitung sejak tanggal pengiriman pemberitahuan oleh
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Dalam hal adanya oposisi,
dilakukan pemeriksaan substantif oleh pemeriksa. Pemeriksaan substantif
adalah pemeriksaan terhadap permohonan berdasarkan Pasal 2 dan Pasal 4
Undang –Undang desain industri untuk mengetahui aspek kebaruan yang
dimohonkan, yang dapat dilakukan dengan menggunakan referensi yang ada.
Pemeriksaan substantif dilakukan oleh pemeriksa yang merupakan
tenaga ahli yang secara khusus dididik dan diangkat untuk melaksanakan
tugas tersebut. Pemeriksa desain industri seperti juga pemeriksa pada
bidang-bidang hak kekayaan intelektual lainnya diberi status sebagai pejabat
fungsional karena sifat keahlian dan lingkup pekerjaannya yang khusus.27
27 Rachmadi Usman, Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual Perlindungan Dan Dimensi
Dalam hal tidak terdapat keberatan terhadap permohonan hingga
berakhirnya jangka waktu pengumuman 3 (tiga) bulan, Direktorat Jenderal
Hak Kekayaan Intelektual melakukan pemeriksaan subtantif terhadap
permohonan yang telah diterima tersebut. Bila hasil pemeriksaan subtantif
menyatakan bahwa permohonan yang bersangkutan telah memenuhi dan
sesuai dengan ketentuan Undang-Undang, maka menurut ketentuan Pasal 29
UU No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual menerbitkan dan memberikan sertifikat desain industri
dalam tenggang waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal
berakhirnya jangka waktu tersebut.
Sertifikat desain industri mulai berlaku terhitung sejak tanggal
penerimaan (filling date). Sertifikat desain industri dicatat dalam daftar umum
desain industri dan diumumkan secara resmi melalui berita resmi desain
industri. Pihak yang memerlukan salinan sertifikat desain industri dapat
memintanya kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dengan
membayar sejumlah biaya.28
28 Tim Lindsey, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Cetakan Kedua, (Bandung: P.T.
BAB III
PRINSIP-PRINSIP HUKUM PERLINDUNGAN DESAIN INDUSTRI SEBAGAI SALAH SATU BAGIAN HAK ATAS KEPEMILIKAN
INTELEKTUAL
A. Prinsip Umum Hak Atas Kekayaan Intelektual
Prinsip dalam membedakan perlindungan Hak Cipta dengan Perlindungan
Hak atas Kekayaan Intelektual lainnya adalah bahwa hak cipta melindungi karya
sastra (literary works) dan karya seni (artistic works). Sebagai contoh, karya sastra
dapat berupa buku pelajaran, teks lagu, tulisan, dan lain-lain, sedangkan karya seni
dapat berupa lagu/musik, tarian, lukisan, dan lain-lain.29
Bouwman Noor Mout menyatakan bahwa HAKI merupakan hasil,
kegiatan berdaya cipta pikiran manusia yang diungkapkan ke dunia luar dalam suatu bentuk, baik materiil (benda) maupun immateriil (hak). Bukan bentuk penjelemaannya yang dilindungi, melainkan daya cipta itu sendiri. Daya cipta itu dapat berwujud dalam bidang seni, industri, dan ilmu pengetahuan atau ketiga-tiganya.30
Pada dasarnya, HAKI digolongkan dalam dua bagian, pertama adalah hak
cipta dan hak-hak yang terkait dengan hak cipta (neighboring rights). Hak cipta
29 Suyud Margono, Hukum Hak Cipta Indonesia, Cetakan Pertama, (Bogor: Ghalia Indonesia,
2010), h. 21.
30
Ranti Fauza Mayana, Perlindungan Desain Industri Di Indonesia Dalam Era Perdagangan
lahir sejak ciptaan di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra diwujudkan,
sedangkan hak-hak yang berkaitan diberikan kepada para pelaku pertunjukan,
produser rekaman suara dan lembaga penyiaran yang terwujud karena adanya
suatu kegiatan yang berhubungan dengan hak cipta. Hak cipta dan hak-hak yang
berkaitan terdiri dari karya-karya tulis, karya musik, rekaman suara, pertunjukan
pemusik, aktor, dan penyanyi.
Kedua adalah Hak Kepemilikan Industri (Industrial Property Rights) yang
khusus berkenaan dengan industri. Yang diutamakan dalam Hak Kepemilikan
Industri adalah bahwa hasil penemuan atau ciptaan di bidang ini dapat
dipergunakan untuk maksud-maksud industri. Penggunaan dibidang industri inilah
yang merupakan aspek terpenting dak hak Kepemilikan Industri. Kekayaan
industrial (Industrial Property Rights) terdiri atas invensi teknologi (paten),
merek, desain industri, rahasia dagang, indikasi geografis.31
B. Prinsip Perlindungan Hak Desain Industri
Perlindungan terhadap hak desain industri baik perlindungan hak ekonomi
maupun hak moral apabila diberikan secara memadai akan mempunyai korelasi
yang erat dengan peningkatan kreasi pendesain yang pada akhirnya akan
memberikan kontribusi ekonomi yang besar, baik untuk pendesain maupun untuk
negara.
31 Ranti Fauza Mayana, Perlindungan Desain Industri Di Indonesia Dalam Era Perdagangan
Bagi pendesain, adanya perlindungan yang memadai akan menumbuhkan
semangatnya untuk berkreasi lebih baik lagi, sedangkan bagi negara, dengan
adanya perlindungan yang memadai akan menumbuhkan dan memicu
pembangunan ekonomi negara karena perlindungan terhadap desain industri
memiliki nilai yang sangat penting dalam dunia investasi dan perdagangan.
Pada dasarnya, perlindungan terhadap hak desain industri diperoleh
melalui mekanisme pendaftaran. Mengingat sistem pendaftaran desain industri
yang di anut oleh Indonesia adalah sistem konstitutif, pemilik desain yang sah dan
diakui adalah pihak yang pertama kali mendaftarkan desain tersebut pada kantor
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.dengan demikian, perlindungan atas
suatu desain industri baru diperoleh jika suatu desain telah didaftarkan. Tanpa
pendaftaran, tidak akan ada perlindungan.32
Muhammad Djumhana menyatakan,
Adanya kepentingan untuk pendaftaran desain merupakan kepentingan hukum pemilik hak desain industri tersebut untuk memudahkan pembuktian dan perlindungannya meskipun pada prinsipnya perlindungan tersebut akan diberikan semenjak timbulnya hak desain industri tersebut, sedangkan kelahiran hak tersebut ada sekaligus bersamaan pada saat suatu desain tersebut mewujud secara nyata dari seorang pendesain.33
C. Desain industri sebagai salah satu bagian Hak Kekayaan Intelektual
32
Ranti Fauza Mayana, Perlindungan Desain Industri Di Indonesia Dalam Era Perdagangan
Bebas, Cetakan Pertama, (Jakarta: PT Grasindo, 2004), h. 85-86.
33
Ranti Fauza Mayana, Perlindungan Desain Industri Di Indonesia Dalam Era Perdagangan
Desain industri merupakan salah satu bagian Hak Kekayaan Intelektual,
mengingat adanya tumpang tindih antara desain industri dan bagian Hak Atas
Kekayaan Intelektual lainnya. Selain itu terdapat beberapa konsep hukum
mengenai bagian Hak Atas Kekayaan Intelektual lain seperti hak paten dan hak
cipta yang juga digunakan dalam desain industri.
Richard J. Gallafent menyatakan,
Bahwa hukum desain meminjam konsep baik dari hukum paten maupun hukum hak cipta. Dari hukum paten mengambil jangka waktu monopoli yang terbatas yang didapat melalui pendaftaran yang memberikan hak kepada pemilik/ pemegang haknya untuk menghentikan pihak lain untuk memproduksi artikel dengan desain yang sama, yang mana konsep kebaruan tersebut merupakan syarat agar suatu desain dapat didaftarkan. Adapun dari hukum hak cipta, desain meminjam konsep ide-ide menjadi bentuk-bentuk fisik yang merupakan perwujudan dari ide-ide.34
D. Mekanisme Penyelesaian sengketa desain industri berdsarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000
1. Penyelesaian Melalui Jalur Litigasi
Pada dasarnya, penyebab timbulnya sengketa di bidang desain industri dapat
meliputi hal-hal sebagai berikut :
a. Penggunaan desain secara tanpa hak, yaitu adanya kegiatan seseorang
34Ranti Fauza Mayana, Perlindungan Desain Industri Di Indonesia Dalam Era Perdagangan
secara tanpa hak atau tanpa kewenangan untuk menggunakan desain
dalam proses produksi barangnya tanpa dilandasi suatu alas hukum yang
sah. Pelanggaran seperti ini bentuknya dapat berupa peniruan dari
aslinya, yaitu peniruan desain produk tertentu sehingga produk yang
bersangkutan mempunyai esensi yang sama dengan desain yang asli
atau juga berupa esensi produksi barangnya hampir sama dengan
penampilan seolah-olah asli.
b. Persengketaan desain industri juga dapat disebabkan oleh adanya
perbedaan pendapat di antara pihak-pihak yang terkait dengan
perikatan.
c. Bantahan atau permohonan pencoretan pendaftaran desain industri.
Ketentuan tentang mekanisme penyelesaian sengketa diatur secara
khusus dalam UU No. 31 Tahun 2000 pada Bab VIII. Ketentuan ini
menyangkut penyelesaian terhadap kasus-kasus desain dari segi perdata
karena penyelesaian secara pidana diatur lebih lanjut dalam Bab X dan
Bab XII UU No. 31 Tahun 2000.
Pada Pasal 46 ayat (1) dan (2) UU No. 31 Tahun 2000 pada prinsipnya
mengatur bahwa pemegang hak desain industri atau penerima lisensi dapat
menggugat siapa pun yang dengan sengaja atau tanpa hak melakukan perbuatan
membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor dan atau mengedarkan
barang yang diberi hak desain industri melalui gugatan ganti rugi dan atau
diajukan ke Pengadilan Niaga.
Penyelesaian sengketa berdasarkan ketentuan Pasal 46 UU No. 31
Tahun 2000 tersebut dapat diklasifikasikan sebagai penyelesaian sengketa
litigasi yang dipersingkat, hal ini berbeda dengan penyelesaian sengketa biasa
yang di proses melalui pengadilan umum. Dengan kata lain penyelesaian
sengketa ini tidak mengenal proses banding, tetapi melalui tingkat kasasi.
Disamping penyelesaian litigasi, Undang-Undang Nomor 31 Tahun
2000 juga memungkinkan penyelesaian nonlitigasi melalui arbitrase. Kedua
bentuk penyelesaian sengketa ini dikenal dengan penggolongan penyelesaian
sengketa ajudikasi. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 membuka peluang
kemungkinan penyelesaian sengketa lain melalui alternatif penyelesaian
sengketa atau yang dikenal dengan Alternative Dispute Resolution (ADR).
Materi yang digugat pihak yang dirugikan, yaitu pemegang hak desain
industri atau penerima lisensi dapat berupa gugatan ganti rugi atau penghentian
perbuatan membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor, dan atau
mengedarkan barang yang diberi hak desain industri.
Pada proses penyelesaian sengketa, pihak yang dirugikan dapat
meminta Hakim Pengadilan Niaga untuk menerbitkan surat penetapan
sementara sebagaimana yang diatur dalam Pasal 49 Undang-Undang Nomor 31
Tahun 2000 yang meliputi pencegahan masuknya produk yang berkaitan
dengan pelanggaran hak desain industri dan menyimpan bukti yang berkaitan
Pengadilan Niaga dapat melaksanakan penetapan yang menyangkut hal-hal
tersebut dan dengan segera memberi tahu pihak yang dikenai tindakan dengan
catatan pihak yang dikenai tindakan tersebut diberi kesempatan untuk didengar
keterangannya.
Pasal 51 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 menentukan bahwa
jika Hakim Pengadilan Niaga tetap menerbitkan surat penetapan sementara,
Hakim Pengadilan Niaga yang memeriksa sengketa harus memutuskan dengan
beberapa alternatif putusan sebagai berikut:
1) Mengubah,
2) Membatalkan, atau
3) Menguatkan penetapan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 49 dalam
jangka waktu maksimal 30 hari sejak dikeluarkannya surat penetapan
sementara Pengadilan tersebut.
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 secara seimbang juga
melindungi pihak-pihak yang dituntut secara adil. Pada ketentuan Pasal 52
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 yang menyatakan dalam hal penetapan
sementara Pengadilan Niaga dibatalkan, pihak yang merasa dirugikan dapat
menuntut ganti rugi kepada pihak yang meminta penetapan sementara
pengadilan atas segala kerugian yang ditimbulkan oleh penetapan sementara
pengadilan tersebut.35
35 Ranti Fauza Mayana, Perlindungan Desain Industri Di Indonesia Dalam Era Perdagangan
2. Penyelesaian Sengketa Melalui Alternative Dispute Resolution (ADR)
Bentuk-bentuk ADR meliputi negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan
arbitrase. Ketiga bentuk ADR ini dapat diterapkan dalam kasus-kasus sengketa
di bidang HAKI, termasuk desain industri. Dalam negosiasi, penyelesaian
sengketa pada dasarnya diupayakan oleh para pihak yang bersangkutan sendiri.
Mediasi dan konsiliasi saling menggantikan karena pada hakikatnya adalah
sama, yaitu penyelesaian sengketa dimana para pihak secara sukarela mencari
penyelesaian dengan jalan merundingkan suatu kesepakatan tentang
penyelesaian yang mengikat dengan bantuan pihak ketiga yang tidak
berpihak.36 Garry Goopaster memberikan definisi sebagai berikut:
Mediasi sebagai proses negosiasi pemecahan masalah dimana pihak luar yang tidak memihak (imparsial) bekerja sama dengan pihak-pihak yang bersengketa untuk membantu mereka memperoleh kesepakatan perjanjian yang memuaskan.37
Pada mediasi, kadar keterlibatan pihak ketiga lebih banyak bertindak
selaku fasilitator, yaitu mengupayakan agar para pihak dapat dengan mudah
menyelesaikan sendiri sengketa yang bersangkutan, sedangkan konsiliasi pihak
ketiga secara aktif membantu menemukan penyelesaian sengketa untuk dapat
36 Ranti Fauza Mayana, Perlindungan Desain Industri Di Indonesia Dalam Era Perdagangan
Bebas, Cetakan Pertama, (Jakarta: PT Grasindo, 2004), h. 179
37 Syahrial Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah Hukum Adat dan Nasional,
disepakati para pihak. Arbitrase dalam arti luas menempatkan peranan pihak
ketiga dalam menyelesaikan sengketa dimana pihak ketiga tersebut membuat
putusan yang mengikat para pihak untuk dilaksanakan seperti halnya putusan
pengadilan.38
Negosiasi yaitu cara untuk mencari penyelesaian masalah melalui
diskusi (musyawarah) secara langsung antara pihak-pihak yang bersengketa
yang hasilnya diterima oleh para pihak tersebut.39Negosiasi banyak dibutuhkan
orang dalam hal mereka membutuhkan sesuatu yang dapat diberikan oleh pihak
lain atau juga dalam hal mereka mengiginkan adanya suatu kerja sama atau
bantuan. Negosiasi juga dibutuhkan dalam hal penyelesaian sengketa yang
terjadi di antara para pihak yang berkepentingan dalam lingkungan yang
sederhana.
Pada awalnya, mediasi adalah prosedur yang tidak mengikat sama
sekali yang memberikan kesempatan para pihak untuk meningkatkan prosedur
dalam beberapa tingkatan dan netral dalam suatu keadaan di mana ia tidak
mempunyai kekuatan untuk menjatuhkan suatu keputusan yang mengikat para
pihak. Putusan mediasi mengikat berdasarkan iktikad bak dari para pihak, tetapi
38 Ranti Fauza Mayana, Perlindungan Desain Industri Di Indonesia Dalam Era Perdagangan
Bebas, Cetakan Pertama, (Jakarta: PT Grasindo, 2004), h. 180.
39 Gatot P. Soemartono, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, Cetakan Pertama, (Jakarta: PT
tidak memiliki kekuatan hukum seperti halnya putusan hakim.40
3. Penyelesaian Sengeketa Secara Pidana
Masalah desain industri dimungkinkan diselesaikan melalui sistem
hukum pidana. Proses pidana dimulai dari penyidikan sebagaimana yang diatur
dalam ketentuan Pasal 53 UU Nomor 31 Tahun 2000. Ayat (1) dari Pasal 53
UU Nomor 31 Tahun 2000 tersebut berbunyi, selain Penyidik Pejabat Polisi
Negara Republik Indonesia, Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil di
lingkungan departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi
Hak Kekayaan Intelektual diberi wewenang khusus sebagai penyidik
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang
Desain Industri.
Kewenangan penyidik diatur lebih lanjut dalam Pasal 53 ayat (2) UU
Nomor 31 Tahun 2000 yang meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran pengaduan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang Desain Industri;
b. Melakukan pemeriksaan terhadap pihak yang diduga telah melakukan tindak pidana di bidang Desain Industri;
c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari para pihak sehubungan dengan peristiwa tindak pidana di bidang Desain Industri;
d. Melakukan pemeriksaan atas pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang Desain Industri;
40
Ranti Fauza Mayana, Perlindungan Desain Industri Di Indonesia Dalam Era Perdagangan