• Tidak ada hasil yang ditemukan

Problematika Penetapan Hari Raya Idul Fitri 1427 H/2006 M antara PBNU dan PWNU Jawa Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Problematika Penetapan Hari Raya Idul Fitri 1427 H/2006 M antara PBNU dan PWNU Jawa Timur"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh: NurSaid NIM: 10304422119

KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM

PROGRAM STUDI AL-AHWAL AL-SYAKHSIYYAH

FAI{ULTAS SYARI' AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SY ARIF HIDAYATULLAH

JAJ{ARTA

(2)

SKRIP SI

Diajukan pada Fakultas Syari'ah dan Hukum Untuk memenuhi syarat-syarat mencapai

Gelar Sarjana Hukum Islam (S.H.I)

Disusun oleh : Nur Said

NJ1.1: 10304422119

Di Bawah Bimbingan:

(.,

-

"-.

Drs. H A. Basi D" alil SH. MA NfP. 150 169 102

KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM

PROGRAM STUD I AL-AHW AL AL-SY AKHSIYY AH:

F AKULTAS SY ARI' AH DAN HUiillM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)

Skripsi yang berjudul "Problematika Penetapan 1-Iari Raya Idul Fitri 1427 ID2006 M antara PBNU dan PWNU Jawa Timur" telah diujikan dalm Sidang Munaqasyah Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakaita pada tanggal 06 Desember 2007. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Strata Satu (SI) pada Jurusan Al-Ahwal Al-Syakhshiyyah, program studi Administrasi Keperdataan Islam.

NIP. 150 210 422 Panitia Sidang Munaqasyah

Ketua : Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., MA

. (, I

(

...

:::

..

;

...

) NIP. 150 169 102

Sekretaris : Kamarusdiana, S.Ag., MH. (

...

セNZᄋZZZZ[@

...

) NIP. 150 285 927

Pembimbing : Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., MA. (

...

セ@ • t ) NIP. 150 169 102

Penguji I : Dra. Maskufa, M.Ag.

NIP. 150 277 911

HNセFN]@

... )

Penguji II : Hotnidah Nasution, S.Ag., MA. NIP. 150 282 631

(4)

Segala puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah swt, yang telah memberikan rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa dicurahkan kepada Nabi Muhammad saw, keluarga dan para sahabatnya serta orang-orang Islam yang selalu mengikuti langkah-langkahnya hingga akhir zaman.

Skripsi yang berjudul disusun untuk melengkapi syarat-syarat memperoleh gelar sarjana strata satu (S-1) pada fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Selanjutnya penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan tepat pada ,;

waktunya, karena mendapat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih dan rasa hormat yang sebesar-besamya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. H. Muhanunad Amin Suma, SH., MA selaku Dekan Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN SyarifHidayatullah Jakarta.

2. Bapak Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., MA selaku Ketua Jurusan Administrasi Keperdataan Islam Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, terimakasih atas bimbingan serta waktu luangnya yang telah diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.

(5)

dalam mengikuti perkuliahan.

4. Seluruh Staf Pengajar Fakultas Syari'ah dan Hukum yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis selama masa perkuliahan.

5. Seluruh pegawai perpustakaan utanm dan perpustakaan Syari'ah dan Hukum yang telah membantu menunjukkan buku-buku yang penulis perlukan.

6. Kedua orang tua penulis Ayahanda Wanadi dan Ibunda St. Mariyati atas cinta dan kasih sayang dan pengorbanannya, Paman Muslih yang selalu memberikan dorongan materi, nasehat dan motivasi. serta kakakku Munawir dan adik-adikku (M. Syukron, M. Arafiq, Dwi Wahyuni Sri Lestari dan Jamal Ali Hasan) yang selalu memberikan Semangat di saat penulis jenuh.

7. Big Family BIMMASAKTI, Kang Muslim trima kasih yang selalu mendorong dan membantu penulis untuk menyelaesaikan skripsi ini, Kang Aslam, Kang Ali, kang Dardiri dan Jazuli dan temen-temen IKAMARU Jakarta, Rina, mu!, Mbah Wer, Y eni, Ida terima kasih atas do' a dan motivasinya.

8. Temen-temen Administrasi keperdataan Islam Khususnya; Idik, Sahih, Budi, Salman, Oeng dan temen Kosan; Omen, Jiban, Ari, Bang Hendra Cool, Ive, Oga, Ozi, Yani dan Ita. Tank's Banget! ! ! Semoga ceria selalu.

(6)

pihak.

Akhimya kepada Allah swt, jualah penulis serahkan segalanya, semoga amal baik seluruh pihak menjadi amal ibadah.

Jakarta, 12 Nopember 2007

(7)

LEMBAR PENGESAHAN ... .i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFT AR ISi ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

D. Metode Penelitian ... 6

E. Sistematika Penulisan ... 7

BAB II GAMBARAN UMUM HISAB DAN RUKYAT DI INDONESIA ... 9

A. Pengertian dan Landasan Hisab Rukyat ... 9

B. Sejarah Hisab Rukyat ... 15

C. Aliran dalam Perkembangan Hisab Rukyat ... 23

D. Hisab Rukyat dalarn Penentuan Awai Bulan ... 36

BAB III SEKILAS TENTANG NAHDLATUL ULAMA ... 40

A. Sejarah Berdirinya Nahdlatul Ularna ... 40

B. Gagasan Kelahiran Nahdlatul Ulama ... 47

C. Prinsip-prinsip Pergerakan Nahdlatul Ulama ... 48

(8)

A. Dasar Penetapan Bulan Syawal 1427 H/2006 M dalarn Perspektif PBNU dan

PWNU Jawa Timur ... 55

B. Sebab Perbedaan Penetapan Hari Raya !du! Fitri 1427 H antara PBNU dan PWNU Jawa Timur ... 66

C. Pandangan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur terhadap Penetapan Awai Bulan Syawal 1427 H/2006 M oleh Pemerintah ... 74

D. Analisis Penulis ... 79

BAB V PENUTUP ... 82

A. Kesimpulan ... 82

B. Saran-saran ... 83

DAFTAR PUSTAKA ... 85

LAMPIRAN-LAMPIRAN Lampiran I : Tentang Hasil Wawancara Dengan Koresponden ... 88

Lampiran II : Tentang Data Hisab Rukyat Idul Fitri 1427 H/2006 M PWNU Jawa Timur ... 91

Lampiran III : Tentang Data Hisab Rukyat Idul Fitri 1427 H/2006 M PBNU ... 99

(9)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perbedaan penetapan awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhiijah sangatlah menarik dikaji untuk memperoleh pemahaman yang lebih universal dan mencari titik temu perbedaan dalam penetapan awal bulan Qamariyah. Dalam penentuan awal bulan dengan hisab rnkyat, Allah Swt., menjelaskan dalam surat Yunus ayat 5:

4.111 "<1'.:

t:.

C...,t:...,,,jj' -•.. 1 11 :l.il::. I .'.1'-':t -1 ·U::., セM セ@ I' ' -NMNセQQᄋ@ セ|NjNNNNZ。@ - · '·''11 -r.-. :ill - '

(..)=' • • .J セ@ セ@ U.J .) .J .).J-' ..>-.J - セ@ l..J"';' <.j -

.JI'

-. -'.,._-. ; MセG@ c::..iwi.i1 セ@ G\MMGGMGiャャセ@

• (..).,,...;,_,.,_ - ,t.,:)"' • •

-Artinya: "Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bu/an bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzi/ah (tempat-tempat) bagi perja/anan bu/an itu, supaya kamu mengetahui bi/angan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menje/askan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui. " (Q.S. Yunus: 5)

Pengetahuan tentang benda-benda langit yang dikenal dengan astronomi, memang banyak cabang dan ragamnya, satu di antaranya adalah ilmu falaq.1 Ilmu falaq atau bisa disebut juga dengan ilmu hisab merupakan khazanah Islam yang sangat berharga. Ilmu ini dikembangkan oleh ilmuwan-ilmuwan Muslim sejak abad pertengahan yang bukan hanya untuk pengembangan ilmu itu sendiri, tetapi juga lebih penting, untuk praktis menjalaukan perintah-perintah agama yang sangat erat berkaitan dengan waktu, misalnya shalat, puasa, dan haji. Dalam abad-abad pertengahan itu perkembangan ilmu falaq menandai majunya peradaban Islam di tengah kegelapan Barat. Pengembangan ilmu tersebut didukung oleh berdirinya teropong-teropong bintang (observatorium) yang menjadi semacam laboratorium yang melibatkan banyak

1

(10)

ilmuwan dan pemerintah di berbagai negeri Muslim.2 Dengan ilmu falaq setiap Muslim

dapat memastikan saat-saat masuk dan keluarnya waktu-waktu shalat dapat ditentukan

dengan akurat. 3 Begitu pula dalam penentuan bulan Hijriyah, yang erat hubungannya

dengan pelaksanaan ibadah umat Islam di dunia.

Kalender Hijriyah didasarkan pada peredaran bulan mengelilingi bumi, sebagai

pelaksanaan hadist Nabi yang berbunyi:

セセ@

..

セG@ GᄋBイLセ@ セ@

...

セ@

:r .

..>A ... , ... セ@ .. (il.ll

l!jh

MセセZNGエ@ Gセ@

'·"

LN⦅セ@

..

".t1 セ@ lゥZャセ@

..>.lY. iY.

y.-'

,

oc.

r--

w.

<FY

セ@ Y セ@

r

iY.

v=

Y . '.l:'.1:.. "· •.

\.!

.w::u'-'

r '. Uf'

,u,:,

'.Ir' . ' · 1 u セlM セNZゥゥゥ@

r

- '

.'.I\ Gᄋiセ@ セi@ . -セ@ セ@ t .. L - .... Y .JY""' .J ... Y Y' _,... U F .J.... セ@ セ@ U <F"".)

THセ@ r--L'. セ|BG@ - )

.l.WI 1

1

t'\.9

.J.) - セ@ Artinya: "Te/ah menceritakan pada kami Abdurrahman bin Salman al-Jamahiy, le/ah menceritakan pada

kami a/-Rabi'i (lbn Muslim), dari Muhammad (lbn Jiyad), dari Abu Hurairah, semoga Allah meridhoinya, sesungguhnya Nabi Saw., bersabda: Berpuasa/ah kamu karena melihat hi/al (tanggal) dan berbuka/ah (ber/ebarlah) karena melihat tanggal. Bila kamu tertutup o/eh mendung, maka sempurnakan/ah bilangan (menjadi liga puluh hari). "(HR. Muslim)

Dalam memahami dan memenuhi perintah hadist tersebut, dalam setiap

menentukan awal bulan Syawal, selalu saja mengundang kontroversi. Kontroversi itu

tidak hanya dalam wacana, tetapi berimplikasi pada awal dimulainya pelaksanaan

ibadah puasa dengan segala macam kegiatan ibadah di dalamnya, penentuan Idnl Fitri

dan Idul Adha. Bahkan tidak jarang berpengaruh pada keharmonisan sosial antara

sesama pemeluk agama Islam.5

Di Indonesia, yang penduduk mayoritas beragama Islam, Di <la.lam menentukan

awal bulan Qamariyah, khususnya Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah, ada tiga arus

2

Salamun Ibrahim, I/mu Falaq Cara Mengetahui Awai Bulan, Awai Tahun, Musim, Kiblat dan Perbedaan Waktu (Surabaya: Pustaka Progressif, 2003), h. V.

3 Muhyidin Khazin, Jlmu Falaq dalam., h. IX.

' Imam Ibnu al-Rusen Muslim Ibn al-Hajaj Ibn Muslim al-Qusairy al-Naisaburi, Al-Jami' a/-Shahih a/-Musamma a/-Shahih Muslim Juz II (Semarang: Toha Putera, t.th), h. I24.

5

(11)

utama yang disebut "mazhab" oleh Ahmad Izzudin. Pertama, mazhab rukyat yang dipresentasikan oleh organisasi kemasyarakatan Islam terbesar di Indonesia (NU).

Kedua, mazhab hisab dengan sponsor utama Muharnmadiyah. Dan ketiga, mazhab

imkanurukyah yang dimunculkan oleh "pemerintah".6 Menilik pada tahun 2006 M/1427

H Menteri Agama Menetapkan tanggal I Syawal bertepatan pada hari Selasa 24

Oktober 2006, Muhammadiyah pada hari Senin 23 Oktober 2006, sedangkan NU ada dua Macam yaitu: PBNU mengikhbarkan hari raya Idul Fitri pada hari selasa 24

Oktober 2006 sama dengan pemerintah, sedangkan PWNU Jawa Timur mengikhbarkan hari raya Idul Fitri pada tanggal 23 Oktober 2006.

Jika dilihat dari sekilas peristiwa tersebut kelihatan aneh. Umat Islam tinggal dalam satu negara terjadi perbedaan dalam berhari raya, apalagi Nahdlatul Ulama adalah salah satu organisasi besar kemasyarakatan Islam di Indonesia yang mempunyai masa cukup banyak dan cukup mempunyai pengaruh dalam masyarakat umum, khususnya untuk masalah penetapan hari raya Idul Fitri pada tahun 2006 berbeda. Mungkin hal ini bisa dikatakan ha! yang wajar, sebab penetapan hari raya merupakan lapangan ijtihadiyah. Namun hal tersebut sangat membahayakan ukhuwah Islamiyah karena dalam satu organisasi berbeda dalam penetapan hari raya Idul Fitri, apalagi dalan1 satu negara.

Berangkat dari fenomena inilah, penulis ingin mengetahui selnk belnk permasalahan yang terjadi dalam Organisasi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur, bagaimana organisasi ini berbeda

6

(12)

dalam menetapkan awal bulan Syawal 1427 H/2006 M dan apa dasar rujukan penetapan awal bulan tersebut. Oleh karena itulah penulis mewujudkan dalam bentuk skripsi denganjudul "Problematika Penetapan Hari Raya Idul Fitri 1427 H/2006 M antara Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur".

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka penelitian secara umum akan dibatasi pada penetapan awal bulan Syawal 1427 H/2006l M dalam perspektif Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur, dalam hal ini penulis akan membatasi penelitian ini dengan perincian sebagai berikut:

l. Nahdlatul Ulama yang dimaksud dalam tulisan ini adalah yang berdomisili di Jakarta dan Jawa Timur.

2. Penetapan bulan yang dimaksud dalam tulisan ini merupakan awal bulan dalam kalender Islam atau dengan kata lain awal bulan Qamariyah

3. Dalam pembahasan penetapan awal bulan dalam tulisan ini, penulis hanya akan memberikan fokus bahasan mengenai penetapan hari raya Idul Fitri 1427 H/2006 M.

Berkaitan dengan pembatasan masalah di atas, maka untuk lebih memperjelas arah penelitian ini, perlu dirumuskan beberapa pokok masalah sebagai berikut:

(13)

2. Apakah penyebab dari perbedaan Pengums Besar Nahdlatul Ulama dan Pengums Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur dalam penetapan awal bulan Syawal 1427 H/2006 M.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Secara umum penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui penetapan awal bulan Syawal 1427 H/2006 M menurut Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dan Pengums Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur dengan perincian sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui konsep penetapan awal bulan Idul Fitri PBNU dan PWNU Jawa Timur.

2. Untuk mengetahui penyebab dari perbedaan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur dalam penetapan awal bulan Syawal 1427 H/2006 M.

Selain penelitian ini memiliki tujuan, juga diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

I. Untuk mengetahui di setiap penetapan hari raya Idul Fitri dimungkinkan akan terjadi perbedaan lagi pada PBNU dan PWNU Jawa Timur dalam menentukan awal bulan Syawal.

2. Dapat memberikan informasi mengenai seluk beluk, pemikiran dan penetapan awal bulan Syawal 1427 H/2006 M menumt PBNU dan PWNU Jawa Timur kepada pihak-pihak yang memerlukannya.

(14)

D. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan cara utama yang diperguukan untuk menjawab

berbagai permasalaban yang sudab di eksplorasi dalam rumusan masalab untuk

menentukan langkab selanjutnya.

I. Jenis penelitian

Penelitian yang dilaksanakan adalab jenis penelitian kualitatif, yang

menekankan kualitas (Ciri-ciri data yang alami) sesuai dengan pemahaman yang

diskriptif. Penelitian berupa studi empiris untuk menemukan teori-teori proses

terjadinya perbedaan penetapan awal bulan Syawal 1427 H/2006 M antara Pengurus

Besar Nahdlatul Ulama dan Pengurus Wilayab Nabdltul Ulama Jawa Timur melalui

pendekatan kualitatif. Jenis data yang dihimpun adalah data primer dan sekunder. Data

primer yang dimaksud adalab data laporan penetapan awal bulan Syawal 1427 H/2006

M antara Pengurus Besar Nabdlatul Ulama dan Pengurus Wilayah Nahdltul Ulama Jawa

Timur dan wawancara kepada Kyai Nahdlatul Ulama di lembaga falakiyab PBNU yang

terlibat langsung dalam penetapan awal bulan Syawal 1427 H/2006 M. Sedangkan data

sekunder berupa konsep-konsep pemikiran teoritis dalam buku, kitab, hasil pnelitian,

surat kabar yang relevan dengan fokus penelitian.

2. Metode Pengumpulau Data

Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data pada penelitian ini adalab:

a. Kajian Kepustakaan (Library Research) Penelitian kepustakaan dilakukan

dengan menggunakan metode ini yaitu pengkajian dari buku-buku yang

(15)

data-datanya, dengan cara ini penulis mengunjungi beberapa kepustakaan yang

dapat dijangkau penulis di wilayah Jakarta.

b. Wawancara dengan pihak yang bersangkutan dengan obyek penelitian. Dalam

ha! ini wawancara dilakukan kepada Ketua Lembaga Lajnah Falakiyah PBNU

Sebagai lembaga yang bertugas untuk menetapkan awal bulan Syawal, untuk

mendapatkan data primer mengenai latar belakang perbedaan dalam penetapan

hari raya Idul Fitri 1427 H/2006 M.

3. Analisis Data

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematis, faktual dan

akurat mengenai latar belakang perbedaan dalam penetapan hari raya !du! Fitri 1427

H/2006 M antara PBNU dan PWNU Jawa Timur. Maka dari hasil kajian kepustakaan

dan wawancara akan dianalisis secara deskriptif- analitis setelah melalui proses

penyuntingan. Analisis dilakukan juga dengan komparatif-analitis, membandingkan

dasar penetapan hari raya Idul Fitri 1427 H/2006 M antara PBNU dan PWNU.

4. Metode Penulisan

Metode penulisan yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada Buku

Pedoman Penulisan Skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta Press, Cet. 2, Tahun 2007.

E. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan penelitian ini, penulis membaginya dalam lima bah, yang

(16)

BAB Pertama Menjelaskan pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, pembatasan masalah yang akan diteliti oleh penulis, pernmusan masalah yang merupakan pedoman dalam melaksanakan penelitian, tujuan penelitian itu diadakan yang merupakan salah satu dasar mengapa penelitian ini dilakukan, metode penelitian yang digunakan oleh peneliti, dan sistematika penulisan dalam Japoran penelitian ini.

BAB Kedua Menjelaskan tentang gambaran umum hisab dan rukyat di Indonesia; menjelaskan pembahasan yang berkaitan dengan penelitian. Yakni mengenai pengertian dan landasan hukum hisab rnkyat, sejarah hisab rukyat, aliran dalam perkembangan hisab rnkyat dan hisab rukyat dalam penentuan awal bulan, Lembaga Falaqiyah.

BAB Ketiga menjelaskan Sekilas tentang Nahdlatul Ulama; menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan karakteristik umum tentang, Sejarah berdirinya Nahdlatul Ulama, Gagasan kelahiran Nahdlatul Ulama, Prinsip-prinsip pergerakan Nahdlatul Ulama.

BAB Keempat Menjelaskan Dasar penetapan bulan Syawal 1427 H/2006 M dalam perspektif Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur; Sebab perbedaan penetapan hari raya ldul Fitri 1427 H antara PBNU dan PWNU Jawa Timur; Pandangan Pengurns Besar Nahdlatul Ulama dan Pengurns Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur terhadap penetapan awal bulan Syawal

1427 H/2006 M oleh Pemerintah; Analisis Penulis.

(17)
[image:17.595.36.469.148.490.2]

GAMBARAN UMUM HISAB RUKYAT A. Pengertian dan Landasan Hisab Rukyat

I. Pengertian Hisab a. Secara Etimologi

Hisab dalam tata babasa Arab yaitu: hasaba, yahsibu, hisaaban yang mempunyai arti "menghitung atau membilang. 1 Tujuan hisab dalam konteks bahasan ini adalah memperkirakan kapan tibanya awal suatu bulan Qomariyab, terntama yang berhubungan dengan waktu ibadab. 2 Jadi pengertian ilmu hisab j ika dikaitkan dengan perhitungan revolusi bulan dalam babasa yang sederhana mernpakan ilmu untuk membahas posisi bulan (awal bulan) pada bumi dari segi perhitungan rnang dan waktu.

b. Secara Terminologi

Dalam pengertian yang luas Ilmu hisab adalah ilmu pengetahuan yang membabas seluk beluk perhitungan, yang dalam kamus-kamus istilal1 disamakan artinya dengan Aritmatik. Hisab secara terminologi adalab suatu ilmu pengetabuan yang membabas tentang perhitungan dalam menentukan awal bulan Qomariyab yang didasarkan pada peredaran bulan mengelilingi bumi.3 Selain itu dalam kitab Fath

al-Lathiif al-Rahiim yang ditulis oleh Abd Al-Muhaimin Bin Abd Al-Lathiif disebutkan

babwa ilmu hisab memiliki makna yang sama dengan ilmu Irshad (penelitian), ilmu

1

Louis Ma'luf, al-Munjd (Mesir: Al-Mathbaah Al-Katholikiyah, 1918), Cet. XVIII, h. 132.

2

Farid Ruskanda, 100 Masalah Hisab dan Rukyat; Telaah Syar'iah, Sains, dan Tekno/ogi

(Jakarta: Gema Insani Press, 1996), h. 29.

3 Departemen Agama, Almanak Hisab Rukyat (Jakarta: Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama

(18)

Falak, ilmu Miqat Gamak dari kata bahasa Arab "waktu" yakni ilmu mengetahui waktu-waktu), ilmu Hai'ah (ilmu mengetahui tingkah laku seseorang), ilmu Astronomi dan Qawanina Al-Nujwn (peraturan perbintangan).4

Dalam sistem hisab yang dihitung bermacam-macam. Hisab yang paling sederhana adalah dalam memperkirakan lama/panjangnya suatu bulan, apakah 29 atau 30 hari, dalam rangka menentukan awal bulan Qamariyal1.5 Benda langit yang dipergunakan oleh wnat Islam untuk kepentingan hisab adalah matahari, bulan dan bumi, itupun terbatas pada status posisinya saja sebagai akibat oleh adanya pergerakan benda-benda langit yang disebut Astromekanika. 6 Dalam perkembangan ilmu hisab, selanjutnya menggunakan perhitungan modem yang mempunyai tingkat akurasi lebih tinggi dan dapat dipertanggllilgjawabkan, ilmu tersebut adalah ilmu ukur segitiga bola

Spherical trigonometri. 7 Sistem hisab dapat menetapkan awal bulan dari jauh-jauh hari sebelumnya, sebab sistem ini tidak bergantung pada rukyatul hilal apakah posisi bulan sudah di atas ufuk atau belum, setelah matahari terbenam, dan setelah terjadinya ijtima'. Walaupun sistem ini masih diperdebatkan tentang boleh tidaknya digunakan dalam menetapkan awal bulan yang ada kaitannya dalam pelaksanaan ibadah, namun sistem

4 Abd Al-Muhaimin Bin Abd Lathiif, Fath Lathiif Rahiim Fi Falq Bijadwaa/i

Al-Lughortiimiyyah Libni Lathif(Cibeber-Banten: Matbah Tsaniyah, 1986), h. I.

5

Muharram 30 hari, Shafar 29 hari, Rabi'ul Awai 30 hari, Rabi'ul Akhir 29 hari, Jumadil Ula 30 hari, Jumadil Akhirah 29 hari, Rajah 30 hari, Sya'ban 29 hari, Ramadhan 30 hari, Syawal 29 hari, Dzulq'dah 30 hari, dan Dzulbijjah 29/30 hari.

6 Astromekanika adalah bagian dari ilmu astronomi yang mempelajari gerak dan gaya tarik

benda-benda langit dengan menggunakan cara dan teori mekanika. Lih. Departemen Agama, Almanak

Hisab Rukyat, h. 375.

7

Ilmanudin, Penentuan Awai Bulan da/am Perspektif NU dan Muhammadiyah Suatu Komparas

(19)

ini adalah mutlak diperluka11 dalam menetapkan awal-awal bulan untuk kepentingan

kalender.

2. Pengertian Rukyat a. Secara Etimologi

Secara etimologi rukyat berasal dari bahasa Arab "-:l).J - <.SY-- <.SI .J yang berarti

melihat dengan mata dan akal.8 Arti yang paling wnum adalah "melihat dengan mata

kepala". Jadi, secara umwn, rukyat dapat dikatakan sebagai "pengamatam terhadap

hilal".9 Melihat dengan mata kepala berarti rukyat bilfi'li, sedangkan melihat dengan

aka! berarti hisab, yaitu dengan perhitw1gan.

b. Sccara Terminologi

Rukyat billfi'li adalah usaha melihat hilal dengan mata telanjang pada saat

matahari terbenam pada tanggal 29 bulan Qomariyah.10 Deng an redaksi yang beda tapi

esensinya sama juga telah dikemukakan oleh Muhyidin Khazin. Beliau mengatakan

bahwa rukyat atau lengkapnya "rukyatul hilal" adalah suatu kegiatan atau usaha melihat

hilal atau bulan sabit di Ian git ( ufuk) sebelah barat sesaat setelah matahari terbenam

menjelang awal bulan baru- khususnya menjelang bulan Ramadhan, Syawal dan

Dzulhijjah- untuk menentukan kapan bulan baru itu dimulai.11 Dengan demikian, rukyat

8 Louis Ma'luf, al-Mwyid, h. 243.

9

Farid Ruskanda, I 00 Mas a/ah His ab, h. 41.

Ditbinbapera, Pedoman Perhitungan Awai Bulan Qamariyah (Jakarta: Departemen Agarna RI, 1994/1995), h. 7.

11

(20)

dapat dikatakan sebagai pengamatan terhadap hilal. Kalau hilal terlihat pada tanggal 29

malam maka malam itu dan keesokan harinya ditetapkan tanggal I bulan baru,

sedangkan pada tanggal 29 malam itu tidak terlihat, maka keesokan harinya belum bisa

dikatakan tanggal I yakni bilangan bulan dibulatkan menjadi 30 hari ( diistikmalkan).

Rukyat dalam penetapan penanggalan hanyalah untuk menentukan bulan-bulan

yang berhubungan dengan ibadah dan tidak untuk penyusunan kalender. Perhitungan

kalender harus sudah diperhitungkan jauh-jauh sebelumnya dan tidak tergantung pada

terlihatnya hilal pada saat matahari berada berada di bawah ufuk (terbenam).

3. Landasan Hnkum Hisab Rukyat a. Al-Qnr'an

Ayat-ayat tentang rukyat dan hisab telah disebutkam dalam al-Qur'an yang

berkaitan dengan gerak dan keadaan benda-benda langit, terutama bulan dan matahari

yang sangat penting guna menetapkan awal bulan, baik awal bulan Masehi maupun

Hijriyah.12 Di antaranya ayat al-Qur'an yang berkaitan dengan hisab rukyat di antaranya

surat Yunus ayat 5 sebagai berikut:

4111

;_;l1.

C. オセゥG@ . . J セi@ - '.).ii::. I セ@.'.v:t (J J ᄋエイNセM .)

'.ii"

J I' ' • .)_JJ .r"' NMNセQQᄋ@ J 'G...:... · '-'''I セ@ - (.)""""' セ@ .

i.f.

セi@ • '

y.

• •. '.1·.·. GMセG@ c::.ili\.ll Gセ@ 0' GセZ@ 1\.i di セヲ。@ . オセ@

r-""' . ..

U'""'-":l L.:?-' • , • Artinya: "Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bu/an bercahaya dan ditetapkan-Nya

manzi/ah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bu/an itu, supaya kamu mengetahui bi/angan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu me/ainkan dengan hak. Dia menjelaskan landa-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui. " (Q.S. Yunus: 5)

Dari ayat terse but, kata-kata LljtI. セjNZNAGNj@ disambung dengan kata-kata '.).ii::. iセ@

セi@ menunjukkan bahwa bilangan yang dimaksud oleh ayat tersebut adalah tahun

12

(21)

Qomariyah (lunar calender) sebagai rangkaian dari bulan-bulan Qomariyah.13 Selain ayat tersebut, dalam surat Yasin ayat 39 juga disebutkan bahwa Allah menjadikan manzilah-manzilah bulan, sehingga setelah bulan menduduki manzilah terakhir, ia kembali ke bentuk seperti tandan tua (bulan Sabit).14

. i'"'-.i>i1

Pセセゥウ@ ::it<:. .;;:..

JJl.I.

セ@

u:_,'.ii

:_,:.Jl1:.,

Artinya: "Dan telah Kami tetapkan bagi bu/an manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzi/ah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua." (QS. Yasin: 39) Sebagaimana diketahui bahwa bentuk bulan yang terlihat di bumi, setiap hari mengalami perubahan. Mula-mula kecil, kemudian membesar dan menjadi setengah lingkaran, lalu pumama satu lingkaran penuh, kemudian mengecil kembali, lalu menghilang dan akhimya muncul kembali berbentuk seperti tandan tua yang digambarkan dalam surat Yasin ayat 3 9. 15 Peri ode perubahan bentuk bulan terse but diakibatkan oleh perpindahan penelusuran satu manzilah ke manzilah lainnya dan merupakan periode pergantian waktu bulan Qomariyah.

Ayat al-Qur' an lai1111ya yang berkaitan dengan benda-benda langit dan penetapan awal bulan Qomariyah adalah al-Baqarah ayat 189, al-Isra ayat 12, at-Atubah ayat 36, an-Nahl ayat 16, al-Hijr ayat 16, al-Anbiya ayat 33, al-An'am ayat 96 dan 97, Yasin ayat 39 dan 40, ar-Rahman ayat 5 dan 33, dan lain-lain.

b. I-Iadis

Selain disebutkan dalam ayat-ayat al-Qur'an landasan hisab rukyat juga di sebutkan di dalam hadis sebagai berikut:

13 Ibid, h.4

14

Ibid.

15

(22)

Artinya: "Te/ah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya berkata saya te/ah membacakan kepada Malik dari Naji' dari bin Umar semoga Allah merid/oi keduanya dari Nabi saw., bahwasanya Nabi saw., telah menuturkan Ramadhan maka be/iau bersabda: janganlah kamu berpuasa sebelum kamu melihat hi/a/ (Ramadhan) dan janganlah kamu berbuka sebelum kamu me/ihat hi/a/ (Symval). Jika tertutup alas ka/ian maka taqdirkanlah (HR. muslim dari ibn umar)

QᄋZNセ[N@... :&1 · · · '·' ··1 ·· <.r-"'.)

..>=

JJ! t,JC (:7

·u ·.•

t,JC • ...iii ...

i.UC.

ur,i;,,,

:l.:.t:..l" 'I

>! Lt.'.l;.. ZイLN[LセL@ .•

yp

I ··

JJ! .i::·.

·'I

ur,i;,,,

J-'"! >! '')IL' IL. 1.:i!>A '.'.'•11 •1

m

.W:.fu

w '·'

MNセM Gクセ@ ·.t.· .wlC. :&I 1· - NNNゥゥゥMセGN@

'-I

r'

.J .J セ@ U -. - . セ@ (.) .) ..)"'. ('"""'.J-. セN@ UY".)(.)

17 • GᄋNGN^N\LQセ@セ@

4.J

I" ' .J.)

'.ii\l

".1:',f-セ@ ._..All • 'I"·

\l

-.:J.,'.' .I\" '• ' • H[[ェェセi@ . :(.1·.•,j :lli:,

(.). .. • .J.J; Y' Y-1"5 • • セ@ '"(!-:'

Artinya: "Te/ah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaybah, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, le/ah menceritakan kepada kami Ubaidi/lah dari Naji' dari bin Umar semoga Allah meridhoi keduanya, bahwasanya Rasu/ullah saw., menuturkan tentang bu/an Ramadhan, la/u beliau berisyarat dengn tangannya seraya berkata sebulan itu sekian, sekian dan sekian (dengan menekuk ibu jarinya pada yang ketiga kali), kemudian beliau berkata: berpuasalah ka/ian karena terlihat hi/a/ (Ramadhan) dan berbukalah kalian karena melihat hi/al (Syawal). Jika tertutup atas kalian maka taqdirkan/ah bu/an itu 30 hari. (HR. Muslim dari ibn Umar).

Berdasarkan hadis-hadis di atas, sebagian fuqaha menetapkan bahwa melaksanakan rnkyatul hilal untuk menentukan awal bulan Ramadhan dan Syawal adalah wajib kifayah. Sedangkan sebagian fuqaha lainnya menetapkan bahwa perihal penetapan awal bulan tidaklah demikian.18 Di samping itu, sebagian fuqaha memandang bahwa rnkyat merupakan salah satu cara dalam menetapkan awal bulan Qomariyah, yang selain itu dapat ditempuh dengan cara hisab.19

Berkaitan dengan landasan hukum hisab rukyat ini, selain riwayat Bukhari dan Muslim, juga terdapat riwayat ulama lainnya, seperti yang terkumpul dalam kitab Kutub

16

Imam ibn al-Husain Muslim bin al-Hajaj ibn Muslim al-Qusairi al-Naisaburi, Jami 'u al-Shahih a/-Musamma al-Shahih (Semarang: Toha Putra, t.t.}, h. 122. Dalam Buku Kumpulan Hadits Shahih

"a/-Jami'u al-Shahih" karangan Husein Bahreisj dikatan hadis ini merupakan riwayat Bukhari dan Muslim.

17 Ibn Muslim al-Qusairi al-Naisaburi, a/-Jami'u a/-Shahih a/-Musamma Shahih.

18

Departemen Agarna RI, Pedoman Teknik Rukyat, h. 6.

(23)

al-Sittah (Abu Daud, lbn Majjah, at-Tirmidzi, dan an-Nasa'i) dan beberapa kitab karangan ulama lainnya.

c. Pendapat Ulama

Selain ayat al-Qur'an dan Hadis sebagaimana di atas, persoalan hisab rukyat juga didasarkan pendapat ulama, seperti dalam kitab Bidayatul Mujtahid karangan lbn Rusyd telah menulis bahwa diriwayatkan dari sebagian ulama salaf, bila hilal tertutup awan, maka ia kembali kepada hisab yang berdasarkan perjalanan bulan dan matahari20•

Namun, ketika hisab ingin menjadi penentu timbul perselisihan di kalangan ulama sendiri, khususnya dari kalangan Syafi'iyah, karena kalangan Malikiyah, Hanafiyah, dan Hanbaliyah tidak menerima kehadiran hisab secara mutlak, baik untuk perorangan maupun dalam lingkungan umum bagi seluruh umat Islam.21 Para Iman1 mazhab empat sepakat bahwa awal Ramadhan dan Syawal ditetapkan berdasarkan rukyatul hilal atau istikmal, mereka mengatakan "Tidak perlu diperhatikan perkataan Ahli astronorni. Maka tidak wqjib rnereka berpuasa berdasarkan hisabnya, karena pernbuat syari'ah

(Allah) rnengkaitkan puasa pada tanda yang tetap dan tidak berubah sarna sekali, yaitu

ru 'yatul hi/al atau menyempurnakan bilangan tiga puluh hari "22

B. Sejarah Hisab Rukyat

Sebelum Islam orang-orang Arab Jahiliyah telal1 memiliki pengetahuan-pengetahuan dasar tentang ilmu astronomi. Nanmn pengetahuan-pengetahuan yang mereka miliki

20

lbnu Rusyd, Bidayatul mujtahid Penerjemah M. Abdurrahman dan A. Haris Abdullah (Semarang: Asy Syifa', 1990), h. 588.

21 Ma'ruf Amin, Rukyat untuk Penentuan Awai dan Akhir Ramadhan Menurut Pandangan

Syari 'ah (Tangerang: ICM!, Orsa! Kawasan Puspitek dan Sekitarnya, 1994), h. 72.

22

(24)

belum berbentuk rnmusan-rnmusan ilmiyah. Ilmu astronomi dalam Islam boleh dikatakan muncul dengan gemilang pada masa pemerintahan khalifah Abbasiyah sebagai hasil perpaduan antara kebudayaan Persia, kebudayaan India dan kebudayaan Yunani. Mungkin pada masa Bani Umayyah, ilmu astronomi telah muncul, namun buku-buku tentang itu belum pemah ditemukan.

Di dalam kitabnya "Taa-rii-khul Hadlaa-rah Al lslaa-miyah Fil 'Ushuu-ri

al-Qush-tha", Abdul Mun'in Majid mengatakan, "prinsip-prinsip ilmu astronomi telah

dimiliki oleh orang-orang Arab maju, seperti orang-orang Arab Y aman dan Kaldea. Pada orang-orang Arab Badawi pengembara, ilmu astronomi, baru terbatas pada pengenalan terhadap peristiwa-peristiwa alam yang berpindah antara yang satu kepada yang lain melalui turun temurun. Dalam kasidah-kasidah syiir Arab Jahiliyal1, kita dapat membaca nama-nama bintang. Namun secara ternmuskan, ilmu astronomi Arab baru muncul pada pertengahan abad ke-2 Hijriyal1 pada masa pemerintahan Bani Abbas. Hal itu te1jadi berkat hubungan mereka dengan berbagai macam kebudayaan dunia yang mereka salin dari kitab-kitab klasik karangan orang-orang India dan Yunani.23

Di istana al Mansur telal1 terkumpul insinyur-insinyur dan ahli-ahli astronomi. Untuk rencana pembangunan Bagdad baru diserahkan pada pengawasan menteri Khalid bin Barmaki. Kepala proyek manajemya adalah Naubakh, seorang astronom. Ia dibantu oleh seorang insinyur muda, Masha-Allah. Bagdad baru didirikan pada tahun 145 H/762 M di tepi barat sw1gai Tigris. Sesudah itu, di kota lain, yaitu Bagdad baru yang muncul pula di tepi timur sungai itu, yang diberi nama Darus Salam, kota perdamaian. Nama

23

(25)

tersebut dipilih oleh Naubakh seorang astronom, dan ahli bintang kerajaan. Atas pemerintahan al Mansur, beliau diperintahkan w1tuk menterjemahkan buku-buku kesusasteran dan ilmiah dari bahasa asing ke bahasa Arab. Ia menyuruh MuhanlIDad al Fazari untuk menterjemahkan ke bahasa Arab buku karangan India mengenai ilmu bintang, yaitu Siddhanta Barahmagupta sepulangnya dari India bersama seorang ahli bintang, bemama Manka. Penterjemahan Siddhanta Aryabhrata dilakukan oleh Ya'kub ibn Thariq, sedangkan Hunai ibn Ishak telah mente1jemahkan buku Algagest karangan Cladius Ptolomeus dari bahasa Yllilani ke bahasa Arab. Ahli-ahli perbintangan sudah sama-sama mengenal buku ini yaitu buku ilmu astronomi yang paling kuno yang dikenal hingga sampai saat ini. 24

Dari pembahasan di atas, meskipun ihnu falak atau hisab baru terlihat setelah Islam ada, namllil sebagaimana telah disebutkan dalam setiap mukddimah kitab-kitab falak, bahwa penemu pertan1a ilmu hisab atau astronomi adalah Nabi Idris AS.,25 ha! ini menunjukkan bahwa wacana hisab rukyat sudah ada sejak waktu itu, atau bahkan lebih awal dari itu.

Berkaitan dengan sejarah hisab ini, sejauh pelacakan Ahmad Izzudin didapatkan bahwa sekitar abad ke-28 SM, embrio ilmu falak mulai tampak. Pada waktu itu falak digunakan untuk menentukan waktu saat-saat penyembahan berhala. Keadaan seperti ini sudah tampak di beberapa negara seperti di Mesir (Wltuk menyembah Dewa Orisis,

24 Ahinad Thoha, Astronomi dalam Islam, h. 18-20.

25

(26)

Isis dan Amon), di Babilonia dan Mesopotamia untuk menyembah Dewa Astoroth dan Baal.26

Meskipun embrio falak tampak pada abad ke-28 SM, namun pengetahuan mengenai nama-nama hari dalam seminggu sudah ada sejak 5000 tahun sebelum Masehi yang masing-masing diberi nama dengan nma-nama benda langit.27 Pada abad XX SM, di negeri Tionghoa telah ditemukan alat untuk mengetahui gerak matahari dan benda-benda langit lainnya yang sekaligus mereka pulalah yang mula-mula dapat menentukan terjadinya gerhana matahari. 28

Setelah itu berlanjut pada asmnsi Pythagoras (580-500 SM), bahwa bumi berbentuk bulat bola, yang dilanjutkan Heraklius dari Plotinus (388-315 SM) mengemukakan bahwa bmni berputar pada sumbunya, Merkurius dan Venus mengelilingi matahari dan matahari mengelilingi bumi. Penemuan ini bertentangan dengan hasil dari Ristarchus dari San1os (310-230 SM) mengenai hasil pengukuran jarak antara bumi dan matahari, dan pemyataannya bumi beredar mengelilingi matahari. Selain itu juga dari Mesir bemama Eratosthenes telah mendapatkan perhitllilgan keliling bumi.29

26 Ahmad Izzudin, Fiqh Hisab Rukyah, h. 42

27

Matahari untuk hari Ahad, bulan untuk hari Senin, Mars untuk hari Selasa, Mercurius untuk hari Rabu, Yupiter untuk hari Kamis, Venus untuk hari Jum'at dan Satumus untuk hari Sabtu, Rahmat Taufik Hidayat, dkk., Almanak Alam Islam: Sumber Rujukan Keluarga Muslim Milenium Baru (Jakarta: Pustaka Jaya, 2000), h. 166.

28

Ahmad Izzudin, Fiqh Hisab Rukyah, h. 42.

29 Ensiklopedi Islam

(27)

Dari semua penemuan di atas, sebagaimana diungkapkan oleh Ahmad lzzudin

bahwa ia menduga persoalan hisab rukyat telah nampak sejak sebelum Masehi,

meskipun dalam redaksi dan kemasan yang berbeda. Pada masa sesudah Masehi terlihat

dengan penemuan Claudius Ptolomeus (140 M) berupa catatan-catatan tentang

bintang-bintang yang diberi nama Tabril Magesthi. Beraswnsi bahwa semesta alam ini

berbentuk geosentris.30

Kemudian pada masa Islam datang (masa Nabi Muhammad SAW), hal ini

ditandai dengan adanya penggunaan perhitungan tahun Hijriyah oleh Nabi sendiri

ketika beliau menulis surat kepada kaum Nasrani Bani Najran, tertulis ke V Hijriyah,

namun di dunia Arab lebih mengenal peristiwa-peristiwa yang terjadi dijadikan sebagai

nama tahun atau tanggalan, seperti ta11w1 gajah, tahun izin, tahun amar, tahun zilzal dan

sebagainya.31

Secara formal, pada masa itu wacana hisab rukyat barn tampak dengan adanya

penetapan Hijrah Nabi dari Mekkah ke Madinah, yang dijadikan sebagai fondasi dasar

kalender Hijriyah yang dilakukan oleh sahabat Umar bin Khaththab, yakni tepatnya

pada tahun ketujuh belas Hijriyah. Dan dengan berbagai pertimbangan yang matang

bulan Muharram dijadikan sebagai awal bulan Hijriyah. 32

30

Teori Geosentris mernpakan teori pusat alam terletak pada bumi yang tidak berputar pada sumbunya dan dikelilingi oleh bulan, merkurius, venus, matahari, mars, yupiter, dan saturnus. Ahmad Izzudin, Fiqh Hisab Rukyah, h. 42.

31 Dinamakan tahun Gajah karena saat kelahiran Nabi Muhammad terjadi penyerangan pasukan

gajah. Tahun Izin; tahun diizinkannya hijrah ke Madinah. Tahun Amar; tahun diperintahkannya menggunakan senjata. Tahun Zilzal; terjadi gonjang ganjing pada tahun ke-4 Hijriyah. Rahmat Taufik,

Almanak Alam Islam, h. 183.

32

(28)

Persoalan hisab rukyat ini, mulai mendapatkan masa keemasannya pada masa

dinasti Abbasiyah. Hal ini terlihat pada masa khalifah Abu Ja'far al-Manshur, ilmu

astronomi mendapat perhatian khusus, salah satunya adanya upaya menterjemahkan

kitab Sindihid dari India. 33

Kemudian pada masa khalifal1 al-Makmun, naskah Tabri/ Magesthi

diterjemahkan dalam bahasa Arab. Dan dari sinilah lahir istilah ilmu hisab sebagai salal1

satu dari cabang ilmu ke-Islaman dan tumbuhnya ilmu hisab mengenai penetapan awal

waktu shalat, penentuan gerhana, awal bulan Qomariyah dan penentuan arah Kiblat.34

Selain itu pada khalifah ini, obsevatorium telah didirikan di Sinyar dan Junde Shahfur

Bag dad.

Masa kejayaan hisab rukyat ditandai oleh lahirnya beberapa tokoh yaitu

al-Farghani seorang ahli falak, yang oleh orang Baral dipanggil Farganus. Kemudian

Maslamah ibnu al-Marjiti di Andalusia telah mengubah tahun Persi dengan tahun

Hijriyal1. Pakar ilmu falak kenamaan lainnya seperti; Mirza Ulugh bin Timur Lank yang

terkenal dengan Ephemerisya, ibnu Yunis (950-100 M), Nasiruddin (1201-1274 M),

dan Ulugh Beik (1344-1449 M) terkenal dengan landasan ijtima' dalam penentuan awal

bulan Qamariyah. Di Bashrah, Abu Ali al-Hasan bin al-Haytam (965-1039 M) seorang

pakar falak terkenal dengan Kitabul Manadhir dan tahun 1572 diterjemahkan dengan

Optics merupakan penemuan baru tentang refraksi (sinar bias). Tokoh-tokoh tersebut

33

Ahmad Izzudin, Fiqh Hisab Rukyah di Indonesia, h. 44.

34

(29)

sangat mempengarnhi clan memberikan kontribusi positif bagi perkembangan ilmu falak

di dunia Islam pada masanya. Meskipun masih terkesan bemuansa Ptolomeus.35

セ@

.

Pada pertengahan abad XIII M, setelah umat Islam menampakkan kemaJUan

ilmu pengetahuan yang dimilikinya, maka umat Islam mengadakan ekspansi

intelektualitas ke Eropa melalui Spanyol. Pada waktu itu Eropa sedang dilanda oleh

tumbuhnya isme-isme baru seperti Humanisme, Rasionalisme clan Renaisans yang

mempakan reaksi dari filsafat Skolastik di masa itu, dimana adanya larangan

penggunaan rasio atau berpaham kontradiksi dengan paham Gereja. Kemudian muncul

Nicolass Copernicus (1473-1543 M) yang berupaya membongkar teori Geosentris yang

dikembangkan oleh Claudius Ptolomeus. Teori yang dikembangkan Claudius

Ptolomeus adalah bukan bumi yang dikelilingi matahari, tetapi sebaliknya, serta

planet-planet beserta satelit-satelit yang mengelilingi matahari. Teori ini kemudian dinamakan

teori Heliosentris. 36

Perdebatan mengenai teori tersebut berkembang san1pai pada abad XVIII,

dimana penyelidikan Galilleo Galilei clan Jolm Keppler menyatakan pembenaran teori

Heliosentris. Meskipun antara Jolm Keppler clan Copernicus berbeda dalam hal lintasan

planet mengelilingi matahari, dimana menumt Copernicus berbentuk bulat, sedangkan

menurut Jolm Keppler berbentuk elips (bulat telur). Hal ini pada masa sesudalmya

banyak ditemukan penemuan-penemuan yang berkaitan dengan kosmografi. Berkaitan

dengan teori di atas, dalam wacana historitas hisab mkyat Islam, bahwa tokoh yang

35 Ibid, h. 45.

36 Ensiklopedi Islam,

(30)

pertama kali melakukan kritik tajam terhadap teori Geosentris adalah al-Biruni dengan

asumsi tidak masuk aka! bila langit yang besar dan luas dengan bintang-bintangnya

dinyatakan mengelilingi bumi sebagai pusat tata surya. 37

Kembali kepada penemuan Ulugh Beik (1344-1449) berupa jadwal Ulugh Beik.

Jadwal ini pada tahun 1650 M diterjemahkan dalam bahasa Inggris oleh J. Greaves dan

Thyde, dan oleh Saddilet disalin dalam bahasa Prancis. Kemudian sekitar tahun

1857-1861 di Nautical al-Manac Amerika, Simon New Comb (1835-1909 M) berhasil

membuat jadwal astronomi. Jadwal tersebut terkenal dengan nama Almanac Nautica.38

Di Indonesia berkembang ilmu hisab yang berasal dari abad pertengahan,

kemudian disusul dengan ilmu hisab yang bersumber dari ilmu astronomi dan akhirnya

berkembang ilmu hisab yang bersumber dari ilmu astronomi serta ilmu matematika

kontemporer. Maka ilmu hisab yang berkembang di Indonesia di kelompokkan menjadi

. . 39

t1ga generas1:

I. Ilmu Hisab Hakiki Taqribi. Termasuk dari generasi ini antara lain kitab Su/lamu

an-Nayyiraini oleh Muhammad Manshur bin Abdul Hamid bin Muhammad Damiri

al-Betawi dan kitab Fathu Al- Ruujil Manan oleh K.H. Dahlan Semarang.

2. Ilmu Hisab Hakiki Tahqiqi. Termasuk dalam generasi ini antara lain kitab

Khulasshah Al-Wajiyah oleh K.H. Zubair, kitab Badi 'atul Mitsal oleh K.H.

Ma'shum dan kitab Hisab Hakiki oleh K.H. Wardan.

37

Ahmad Izzudin, Fiqh Hisab Rukyah di Indonesia, h. 46.

38

Ibid, h.47.

39

(31)

3. Ilmu Hisab Kontemporer. Tem1asuk dalam generasi ketiga ini antara lain buku-buku

yang bersumber dari table/buku New Comb, Astronomical formuly for Computer.

Dengan demikian di Indonesia memiliki tiga metode hisab rukyat yakni metode

Ilmu hisab hakiki taqribi, hisab hakiki tahqiqi dan hisab kontemporer.

C. Aliran-aliran Hisab dan Perkembangannya

Mekanisme dan upaya penentuan awal bulan Qomariyah ini telah dimulai sejak

Nabi Muhammad SAW,. hingga sampai sekarang. Bahkan dalam cara dan upaya yang

saat ini semakin berkembang dengan berbagai macam urgennya. Yang mana dalam

penentuan awal bulan terjadi perbedaan di kalangan orang Islam. Perbedaan itu sampai

saat ini selalu bermula dari pemahaman atau cara penafsiran terhadap ayat-aya

al-Qur'an, Hadi-hadis Nabi, dan sebabkan oleh ilmu pengetahuan yang digunakan dalam

penetapan awal bulan.

Kalau kita merujuk dari masalah tersebut bila kita kaitkan dengan ilmu

pengetahuan kita dapat mengenal 2 metode utama dalam penentuan awal bulan

Qomariyah. Kedua metode dimaksud adala11 sistem rukyat bi! fi'li dan hisab.40

Sekarang kedua cara atau metode itu lebih akrab dengan istilah hisab dan rukyat. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan dijelaskan seputar dua metode utama dalam

penenentuan awal bulan Qomariyah yang

pertama,

nama aliran hisab yang terdiri dari

hisab urfi dan hakiki.

Kedua,

ad al ah aliran rukyat bi! fi' Ii

Di bawah ini akan dijelaskan dan kajian ini membatasi pada aliran yang

mewakili pemikiran di Indonesia, yakni Hisab Urfi dan Hisab Hakiki.

40

(32)

a. Hisab Urfi

Hisab urji adalah sistem perhitungan dalam penanggalan yang didasarkan pada perhitungan rata-rata bulan mengelilingi bmni dan ditetapkan secara konvensional, lamanya setiap bulannya selalu tetap beraturan dan tidak bernbal1. Sistem hisab ini tidak dapat dipergilllakan dalam menentukan awal bulan Qomariyah Wltuk pelaksanaan ibadah, karena lamanya hari setiap bulan tertentu selalu tetap dan tidak berubah, dimana ditentukan dengan aturannya yang tetap dan berurutan yakni dimulai dari Muharram yang mempunyai jumlah hari 30, Safar 29 dan begitu seterusnya kecuali tahilll Kabisat yang terjadi 11 kali dalam satu daur yakni 30 tahun, maka khusus untuk bulan Dzulhijjah 30 hari, yang seharusnya 29 hari berdasarkan perhitungan secara urji.

Dengan demikian Wltuk hisab

wfz

ini merupakan sistem selang seling antara 30 dan 29 hari mulai dari bulan Muharram hingga seterusnya (untuk bulan ganjil 30 dan bulan genap 29 hari), kecuali bulan Dzulhijjah pada tahun Kabisat.41

Hisab urji dalam perhitlllgannya masih bersifat tradisional yakni membuat anggapan-anggapan dalam menentukan perhitungan, yang berdasarkan pada prinsip: 42

I. Ditetapkan awal bulan Hijriyah, dalam hal ini ditentukan bahwa tanggal satu Muharram mernpakan satu Hijriyah, bertepatan dengan hari Kan1is 15 Juli 622 M. 2. Ditetapkan pula bahwa satu tahun itu mnunmya 3 54 hari sehingga dalam 30 tahilll

atau satu daur terdapat 11 tahun panjang dan 19 tahun pendek.

41 Departemen Agama Rl, Pedoman Perhitungan Awai Bulan Qamariyah (Jakarta: Direktorat

Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, 1994/l 995), h.8.

42

(33)

3. Tahun panjang ditetapkan umurnya 355 hari sedangkan tahun pendek ditetapkan 354 hari.

4. Tahun panjang terletak pada deretan tahun ke-2, 5, 7, 10, 13, 15 (namun sebagian ulama menyatakan ke-16), 18, 21, 24, 26 dan ke-29, sedangkan deretan lainnya sebagai tahun pendek. Hal ini terkumpul dalam kalimat:

Keterangan: Dari kalimat di atas, huruf Hijaiyah yang ada titilmya merupakan penunjukan dari tahun panjang, sedangkan huruf Hijaiyah yang tidak ada titiknya merupakan tahun pendek.

5. Bulan-bulan gasal umumya ditetapkan 30 hari sedangkan bulan-bulan genap umurnya 29 hari dengan keterangan untuk tahun-tahun panjang bulan yang ke-12 (Dzulhijjah) ditetapkan 30 hari.

b. Hisab Hakiki

Hisab hakiki adalah hisab yang didasarkan pada peredaran bulan dan bumi yang sebenarnya, yaitu penentuan kedudukan bulan pada saat matahari terbenam. Menurut sistem ini wnur bulan tidaklah tetap dan tidak beraturan, terkadang dua bulan berurutan wnurnya 29 hari atau 30 hari, tergantung hasil hisabnya. Berbeda dengan hisab Urji, yang selalu tetap dan tidak berubah serta beraturan. Hisab hakiki masuk pada kategori hisab modern, karena sudah menggunakan kaidah-kaidah ilmu ukur bola Spherical Trigonornetri.43 Hisab hakiki menggunakan beberapa prinsip pada penerapannya, yaitu:

43

(34)

I. Menentukan terjadinya ghurub 44 matahari untuk suatu tern pat.

2. Dengan berdasarkan ghurub matahari tadi hisab hakiki menghitung longitude

matahari dan bulan data lain dengan koordinat ekleptika.

3. Selanjutnya atas dasar longitude ini mereka menghitung terjadinya ijtima'45

4. Kedudukan matahari dan bulan yang ditentukan dengan sistem koordinat ekleptika diproyeksikan ke ekuator dengan koordinat equator. Dengan ini dapat diketahui mukuts Garak sudut Iintasan matahari dan bulan pada saat matahari terbenam) 5. Kedudukan matahari dengan sistem koordinat equator itu diproyeksikan lagi ke

vertikal sehingga menjadi koordinat horizon, dengan demikian dapatlah ditentukan berapa tinggi bulan pada saat matahari terbenam dan berapa azimutnya.

Pandangan ahli hisab dalam menentukan awal bulan barn berbeda-beda yang pada intinya menyebabkan hasil perhitungan hisab yang berbeda-beda pula. Dari beberapa perbedaan ini melahirkan beberapa aliran pemahaman dalam menentukan masuknya bulan barn mempergunakan sistem hisab hakiki ini. Misalnya, badan hisab dan rukyat Departemen Aganm, pada garis besarnya terdiri dari dua golongan, yaitu golongan yang berpedoman kepada ijtima' semata dan golongan yang berpedoman kepada posisi bulan di atas ufuk pada saat matahari terbenam. Kedua golongan tersebut terpecah lagi menjadi beberapa golongan, bagi golongan yang berpedoman kepada

44

Apabila matahari dan bulan bersinggungan pada piringan atasnya (uper limb) dengan kaki langit, dalam pengertian astronomi dikatakan terbenam jika jarak zenitnya sama dengn 90 derajat lebih semi diameter ditambah refraksi dikurangi paralaks. Departemen Agama RJ, Pedoman Perhitungan.

45

(35)

ijtima' semata terpecah menjadi 2, yaitu golongan yang meyakini ijtima' qobla al ghurub dan ijtima' qobla al fajri. 46

1. Ijtima' Qobla al-Glturub

Golongan yang berpedoman kepada ijtima' qobla al-ghurub berpendapat, bahwa jika ijtima · itu terjadi sebelum matahari terbenam, maka malamnya sudah dianggap bulan barn. Sedangkan, jika ijtima' terjadi setelah matahari terbenam, maka malam itu dan keesokan harinya ditetapkan sebagai tanggal 30 bulan yang sedang berlangsung.47 Sistem ini sama sekali tidak memperhitungkan ru 'yat, juga tidak memperhitungkan posisi hilal dari ufuk, asalkan sebelum matahari terbenan1 sudah terjadi ijtima '. Golongan yang berpedoman kepada ijtima· qobla al ghurub walaupun hilal berada di bawah ufuk, malam hari itujuga sudah masuk bulan baru.

Sistem ini lebih menitikberatkan pada penggunaan astronomi murni yang dalam ilmu astronomi dikatakan bahwa, bulan baru terjadi sejak matahari dan bulan dalam keadaan konjungsi (ijtima').48 Sistem ini menglmbungkan ijtima' dengan saat terbenam matahari, sebab sistem ini mempunyai anggapan bahwa hari menurut Islam adalah dimulai dari terbenam matahari sampai terbit pada keesokan harinya hingga matahari terbenam kembali. Konsep yang dipegang di sini adalah malam mendahului siang. Menurut sistem ini, dapat dikatakan bahwa ijtima' adalal1 pemisah di antara dua bulan Qomariyah. Namun karena hari menurut Islam dimulai sejak terbenam matahari, maka

46 lmanuddin, Penentuan Awai Bulan dalam, h. 15.

47 Ibid, h. 9

(36)

ketika ijtima' terjadi sebelum terbenam matabari, malam itu sudah dianggap masuk

bulan barn. Jika ijtima' terjadi setelab terbenam matahari, maka malam itu masih

merupakan bagian dari bulan yang sedang berlangsung. Secara singkat dapat dikatakan

babwa yang dijadikan ukuran adalab apakah ijtima' itu terjadi sebelum tibanya batas

hari (saat terbenam matahari) atau sesudalmya.49

2. Ijtima' Qobla al- Fajri

Golongan yang berpedoman pada qobla al-fajri berpendapat babwa permulaan

bulan Qomariyab ditentukan oleh ijtima' sebelum fajar, dikarenakan antara terjadinya

ijtima' dan matahari terbenam itu tidak saling berkaitan satu sama lain dan secara

dalilpun tidak ada yang mengharuskan babwa batas hari itu saat matahari terbenam.50

Menurut sistem ini, jika terjadi sebelum terbit fajar, maka malam itu sudab

masuk bulan barn walaupun pada saat matabari terbenam pada malam itu belum terjadi

ijtima'. Pendapat ini berdasarkan arti dari perintah dimulafoya puasa secara harian,51

sebagaimana firman Allab swt., dalam surat al-Baqarab ayat 187:

Artinya: "Makan dan minumlah kamu sehingga terang bagimu benang putih dari benang hitam yaitu /ajar". (QS. al-Baqarah : 187)

Di Indonesia, belum diketabui secara pasti adanya para abli yang berpegang

pada ijtima' qabla al-fajri ini. Hanya saja pendapat ini ditemukan dan digunakan di

49

Departemen Agama RI, Pedoman Perhitungan Awai.

50 Ibid.

(37)

pemerintah Saudi Arabia. Hal ini terlihat pada penentuan hari raya Idul Adha pada

tahun 1395 H atau 1975 M.52

Pada tahun ini, pemerintah Arab Saudi menetapkan bahwa, hari raya Idul Adha

jatuh pada hari Jum'at, tanggal 12 Desember 1975, sementara di Indonesia hari raya

Idul Adha ditetapkan pada hari Sabtu, tanggal 13 Desember 197 5. Mengenai hal ini

para ahli di Indonesia mengemukakan bahwa jika pemerintah Arab Saudi dalam

penentuan awal bulan berdasarkan hisab, maka ijtima' qabla al-fajriya dijadikan

pedoman juga. Penilaian didasarkan pada kenyataan bahwa ijtima' menjelang awal

bulan Dzulhijjah 1395 H terjadi hari Rabu tanggal 3 Desember 1975 jam 00.50 GMT

atau 07.50 WIB ataujam 03.50 waktu Mekah. Pemerintah Arab Saudi tetap mengambil

keputusan tersebut walaupun saat itu belum terjadi ijtima', hilal sudah 2 menit lebih

dahulu dari matahari dan alam kondisi ini posisi hilal tidak mungkin untuk di lihat.53

Dari beberapa keterangan di atas, golongan yang memegang ijtimak semata.

Badan Hisab dan Rukyat Departemen Agama pada garis besamya terdiri dari dua

golongan yaitu golongan yang berpedoman kepada ijtimak semata dan golongan yang

berpedoman kepada posisi bulan di atas ufuk pada saat matahari terbenam. Adapaun

golongan yang berpedoman pada posisi hilal di atas ufuk terbagi pada golongan posisi

bulan di atas ufuk hakiki, ufuk hissi, ufuk mar 'i dan golongan imkan ar-rukyat. 54

52

Departemen Agama RI, Pedoman Perhitungan Awai.

53 Ibid.

54

(38)

1) Ufuk Hakiki

Golongan ini menganggap bahwa ketentuan bulan baru haruslah didasarkan

pada penampakan hilal yang benar yakni hilal harus berada di atas ufuk hakiki. 55

p

Q

Ufuk Hakiki P

Ufuk Hakiki

Q

[image:38.595.36.468.143.506.2]

BUMI

Gambar I

Pada gambar I di atas "ufuk hakiki P", merupakan ufuk hakiki bagi si Peninjau

yang berdiri pada titik P, demikian pulan "ufuk hakiki Q" merupakan ufuk hakiki bagi si Peninjau yang berdiri pada titik Q.

Sistem ini tidak memperhitungkan pengaruh tinggi tempat si peninjau, dengan

demikian jari-jari bulan, parralaks clan refraksi tidak turut diperhitungkan. Sistem ini

memperhitungkan posisi bulan tidak untuk dilihat. Berbeda halnya dengan perhitungan

matahari terbenam, golongan ini memperhitungkan unsur-unsur di atas, sebab mereka

mempergunakan pengertian terbenam matahari seperti apa yang dilihat atau menurut

istilah dinamakan ufuk atau horizon mar 'i56•

55

Ufuk Hakiki adalah bidang datar yang ditarik melalui pusat bumi tegak lurus pada garis vertical, lih. Departemen Agama RI, Pedoman Perhitungan Awai, h. I 0.

56

(39)

Dengan demikian menurnt sistem ini setelah terjadi ijtimak dan hilal sudah di

atas ufuk hakiki pada saat matahari terbenam, maka malam hari itu juga sudah dianggap

bulan barn. Namun sebaliknyajika hilal masih di bawah ufuk hakiki pada saat matahari

terbenam, maka malam itu belum tanggal barn.

2) Ufuk Hissi

Adapun pada segolongan yang berpedoman kepada posisi hilal di atas ufuk

Hissi,57 berpendapat bahwa jika pada saat matahari terbenam telah terjadi ijtimak dan

hilal sudah di atas ufuk hissi, maka sudah dianggap masuk tanggal satu bulan baru. Hal

ini dapat dilihat pada gambar 2 (dua) berikut:

Ufuk Hissi P

[image:39.595.32.467.155.489.2]

BUMI Ufuk Hakiki P

Gambar2

Pada gambar 2, dapat terlihat bahwa "Ufuk Hissi P" merupakan ufuk Hissi bagi

si peninjau yang berdiri di titik P dan "ufuk Hakiki P" merupakan ufuk bagi si peninjau

tersebut. 58 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa letak perbedaan diantara keduanya

adalah titik pengukuran yang dilihat si peninjau. Kalau pada ufuk Hakiki si peninjau

melihatnya dari pusat titik bumi, sedangkan pada ufuk hissi dilihat dari atas permukaan

bumi.

57

Ufuk Hissi adalah bidang datar mata peninjau yang sejajar dengan ufuk hakiki. Departemen Agama RI, Pedoman Perhitungan Awai, h. 11.

58

(40)

Golongan yang berpegang pada ufuk hissi memang kurang popular, sehingga

banyak para ahli yang kurang mementingkan sistem ini. Namun sistem ini cukup diakui

di Indonesia, meskipun penganutnya tidak terlihat ban yak dan kurang terkenal. 59

3) Ufuk Mar'i

Selain berpegang pada ufuk hakiki dan hissi, juga terdapat golongan yang

berpedoman ufuk mar 'i. Ufuk mart'i ini masih tergantung pada ketinggian mata pengamat dari pennukaan air laut. Di mana jika ketinggian mata peninjau berubah,

maka berubah pula horizon yang dilihatnya. Dan jika mata peninjau dari permukaan air

laut, maka letak horizon sebenarya merupakan ufuk hakiki.60 Seperti gambar berikut:

p

Ufuk Mar'i P

Ufuk Hakiki P Q

[image:40.595.40.464.156.501.2]

Gambar 3

Berdasarkan pada gambar 3 di atas, "Ufuk Mar'i P" merupakan ufuk mar'i si

peninjau yang berada pada posisi P. Sedangkan "ufuk Halciki P" merupakan ufuk

hakikinya. Perbedaan kedua ufuk tersebut sama besamya dengan sudut

Q

(kerendahan

ufuk), yakni sudut yang timbul karena pengaruh ketinggian tempat si peniajau dari

permukaan laut. 61

59 Ibid.

60

Almanuddin, Penentuan Awai Bulan Menurut, h. 20.

61

(41)

Pada sistem ini bukan hanya berpedoman pada ufuk mar'i yang memperhatikan

kerendahan ufuk saja, tetapi juga memperhatikan semi diameter, parralaks dan refraksi.

Dengan kata lain, sistem ini memperhitungkan posisi hilal untuk dapat dirukyat (hilal

mar'i) bukan memperhitungkan posisi hilal yang sebenarnya (hilal hakiki)

4) Imkanurrukyat

Golongan ini berpendapat bahwa pada saat matahari terbenam setelah terjadinya

ijtima', hilal harus mempunyai posisi yang sedemikian rupa sehingga memungkinkan

untuk dapat dilihat. Para ahli yang terrnasuk pada golongan ini sependapat tentang

beberapa ukuran ketinggian hilal yang mungkin dapat dirukyat. Dalam ha! ini ada yang

berpendapat 8, 7, 6, 5 dan lain sebagainya. 62

Berkaitan dengan ha! ini, pada tahun 1978 telah diadakan konfrensi

intemasional di Turki yang menetapkan bahwa untuk dapat terlihatnya hilal terdapat

dua syarat yang harus dipenuhi, yaitu ketinggian hilal di atas ufuk tidak kurag dari 5 dan

sudut padang Angular Distance antara hilal dan matahari tidak kurang dari 8.63 Jadi

hilal akan terlihat jika sudah memenuhi dua syarat tersebut. Akan tetapi

ketetapan-ketetapan yang diberikan oleh negara-negara ASEAN yang bersangkutan dengan

penentuan bulan Qamariyah dan dengan kaidah imkanurrukyat yaitu 2 derajat dengan

tenggang waktu te1jadi11ya ijtima' dan terbenamnya matahari tidak kurang dari 8 jam.64

62 Ibid, h. 14.

63

Ibid.

64

(42)

b. Perkembangan Hisab Rukyat Di Indonesia

Dalam perjalanan sejarah hisab rukyat di Indonsia sudah barang tentu tidak akan terlepas dari sejarah Islam itu sendiri di Indonesia. Dalan1 catatan sejarah dikatakan bahwa sebelum kedatangan Agama Islam, di Indonesia telah terdapat Suatu perhitungan tahun yang ditempuh kalender Jawa Hindu atau tahun Soko.65 Tahun Sako ini didasarkan pada peredaran matahari, dimulai saat penobatan Prabu Syali Wahono (Adji Sako) pada hari Sabtu tanggal 14 Maret tahun ke-1 nya dimulai sesudah satu tahun kemudian.

Tahun Saka tersebut pada tahun 1633 M digabungkan dengan tahun Hijriyah (yang didasarkan pada peredaran bulan) oleh Sultan Agung Prabu Anyokro Kusuma, tetapi tahunnya tetap tahun 1555 dengan daur atau windunya berumur 8 tahun bukan 30 tahun seperti tahun Hijriyah.66 Ketetapan itu merupakan gabungan antara penanggalan Hindu Jawa dengan penanggalan Hijriyah. Dengan demikian, sejak saat tahun Jawa yang berlaku adalah Jawa Islam.67 Dengan adanya penggunaan kalender Hijriyah sebagai kalender resmi pada zaman berkuasanya kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia, maka sudah sangat jelas bahwa ha! itu sebagai tanda umat Islam di Indonesia telah terlibat dalam pemikiran hisab rukyat dan sekaligus sebagai tanda adanya perubahan kemasyarakatan dari ke-Hinduan menjadi Masyarakat yang ke-Islaman.

65

Maskufah, Memahami Tarikh Masehi dan Hijri: Suatu Perbandingan, makalah inii disampaikan pada seminar llmu Falaq I pada tanggal 14 Desember 2004 di gedung Teater lanatai II. h. 7

66 Ibid.

67

(43)

Pada perkembangan selanjutnya penggunaan kalender Hijriyah ini diubah

menjadi kalender Masehi oleh penjajah Belanda sebagai kalender resmi pemerintah.

Namun meskipun demikian, umat Islam tetap menggunakan kalender Hijriyah,

khususnya segala penetapan yang berkaitan dengan persoalan ibadah diserahkan kepada

kerajaan-kerajaan Islam, seperti l Ramadhan, l Syawal dan I 0 Dzulhijjah.68

Setelah Indonesia merdeka, secara beranggsur-angsur mulai terjadi perubahan.

Setelah terbentuknya Depaiiemaen Agama pada tanggal 3 Januari 1946,69

persoalan-persoalan hari libur yang berkaitan dengan ibadah diserahkan kepada Departemen ini

sesuai dengan PP Tahun 1946 No. 2/Um.7/Um.9/Um jo Keputusan Presiden No. 25

tahun 1967 No. 148 tahun 1068 dan No. JO talmn 1971. Meskipun penetapan hari libur telah diserahkan Departemen Agama, nanmn secara praktis sampai saat ini terkadang

masih belum terlaksana. Hal ini sebagai dampak adanya perbedaan pemahaman antara

beberapa pemahaman yang ada dalam wacana hisab rukyat.

Dengai1 adanya fenomena tersebut, Departemen Agama berinisiatif membentuk

Badan Hisab Rukyat Departemen Agama, guna mempertemukan perbedaan-perbedaan

tersebut, 70 meskipun dalam kenyataanya masih belum terwujud. Hal ini dapat terlihat

seringkali terjadi perbedaan awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha.

Melihat fenomena tersebut Ahmad Izzudin mengemukakan bahwa, persoalan

hisab rukyat ini masih terkesan formalis, belum membumi dan belum menyentuh pada

68

Ahmad lzzudin, Fiqh Hisab Rukyat, h. 49.

69

Harun Nasution, Ensik/opedilslam Indonesia (.Jakarta: Djambatan, l 992), h. 211.

70

(44)

akar penyatuan yang baik. Sehingga wajar kiranya di masa pemerintahan Gus Dur, sebagaimana disampaikan Wahyu Widiana ketika menjadi Key Note Speech dalam acara Work Shop Nasional Mengkaji Ulang metode penetapan awal waktu shalat yang diselenggarakan UII Y ogyakarta, pada tanggal 7 April 200 I bahwa Badan Hisab Rukyat Depaiiemen Againa akan dibubarkan dan persoalan hisab rukyat ini akan dikembalikan pada masyarakat (Umat Islan1 Indonesia). 71 Namun meskipun demikian eksistensi Badan Hisab Rukyat di Indonesia ini telah memberikan warna tersendiri dalam dinamika penetapan awal bulan Qainariyah

di

Indonesia.

D. Hisab Rukyat dalam Penentuan Awai Bulan

Dalam Islam, banyak sekali ibadah-ibadah yang berkaitan erat dengan waktu .. Salah satunya adalah pelaksanaan ibadah yang terkait dengan bulan Qamariyah, seperti puasa Ramadhan, Idul Fitri, Idul Adha dai1 ibadah Haji. Untuk melaksanakan semua ibadah tersebut sai1gat diperlukan adanya suatu penetapan bagi pelaksanaanya. Dengan demikian guna mendapat ketetapan tersebut perlu kiranya suatu perhitungan bagi permulaan dan akhir bulan, ha! ini menjadi pondasi dalam pelaksanaan ibadah yang berkaitan dengan bulan-bulan tertentu. Hisab ya!lg didasarkan pada peredaran bula!l ini akan memungkinkai1 para ahli hisab dalam mengetahui posisi bula!l dalam ja!lgka waktu tertentu, sehingga mereka dapat mengetahui awal dan akhir bulaI1-bulaI1 Hijriyah jauh sebelum waktunya. Hal ini akan sa!lgat berguna bagi masyarakat muslim untuk

lebih meyakinkan dari mereka dalam melakasa!lakai1 ritual ibadah. 72

71

Ibid, h. 51 dan 69.

72

(45)

Penentuan awal bulan kalender Islam, kbususnya bulan Ramadhan dan Syawal sering menimbulkan problemantika yang komplek bagi umat Islam. Hal ini akan mengakibatkan perbedaan waktu pelaksanaan ibadah sehingga mengganggu keharmonisan dan rasa persaudaraan an tar umat Islam. 73 Problemantika ini muncul akibat adanya perbedaan faktor, di antaranya: 74

(I) Perbedaan pendapat mengenai penentuan awal bulan Hijriyah; (2) Perbedaan antara hasil-hasil pengamatan laporan;

(3) Perbedaan antara berbagai macam metode perhitungan; dan ( 4) Perbedaan antara pengamatan dan perhitungan.

Dari beberapa faktor di atas, pokok permasalahan lahirnya perbedaan tersebut adalah jika seseorang menelaah lebih mendalam maksud hadist-hadist di atas. Adapun hasil telaah untuk menentukan awal bulan itu dapat dikategorikan sebagai berikut: 75 I. Rukyat

a. Rukyat Praktis

Secara praktis, keberadaan hilal dapat dibuktikan dengan melakukan pengamatan langsung di lapangan sesaat setelah matahari terbenam pada tanggal 29 bulan Hijriyah. Untuk mengurangi kesalahan hasil pengamatan, tentulah harus dilakukan persiapan-persiapan yang matang, seperti pemilihan lokasi rukyat yang strategis, penga

Gambar

GAMBARAN UMUM HISAB RUKYAT
Gambar I Pada gambar I di atas "ufuk hakiki P", merupakan ufuk hakiki bagi si Peninjau
Gambar2 Pada gambar 2, dapat terlihat bahwa "Ufuk Hissi P" merupakan ufuk Hissi bagi
Berdasarkan pada gambar 3 di atas, "Ufuk Gambar 3 Mar'i P" merupakan ufuk mar'i si

Referensi

Dokumen terkait