• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis kinerja perusahaan tuna loin dengan pendekatan balanced scorecard untuk penyusunan strategi peningkatan keberhasilan haccp

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis kinerja perusahaan tuna loin dengan pendekatan balanced scorecard untuk penyusunan strategi peningkatan keberhasilan haccp"

Copied!
242
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KINERJA PERUSAHAAN TUNA LOIN

DENGAN PENDEKATAN

BALANCED SCORECARD

UNTUK

PENYUSUNAN STRATEGI PENINGKATAN

KEBERHASILAN HACCP

FEDWI ANGGI INDRAYANI

C34061478

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

RINGKASAN

FEDWI ANGGI INDRAYANI. Analisis Kinerja Perusahaan Tuna Loin dengan Pendekatan Balanced Scorecard untuk Penyusunan Strategi Peningkatan Keberhasilan HACCP. Dibimbing oleh WINI TRILAKSANI dan BAMBANG RIYANTO

Penelitian ini bertujuan menganalisis kinerja perusahaan tuna loin dengan pendekatan balanced scorecard untuk penyusunan strategi peningkatan keberhasilan HACCP. Metodologi penelitian ini meliputi penyusunan kerangka balanced scorecard, pembobotan keempat perspektif balanced scorecard, analisis kinerja keempat persepektif balanced scorecard dan penyusunan rencana perbaikan berdasarkan balanced scorecard. Jenis data yang digunakan adalah data hasil rekaman (record keeping) selama bulan Agustus sampai September 2010, penilaian program kelayakan dasar dan HACCP, serta kuesioner pembobotan keempat perspektif balanced scorecard dan kuesioner kepuasan kerja.

Hasil penyusunan kerangka balanced scorecard memperlihatkan bahwa pada perspektif keuangan PT X memiliki sasaran strategis peningkatan profitabilitas dengan indikatornya ROI (Return On Investment) dan peningkatan penjualan dengan indikatornya jumlah penjualan produk tuna. Sasaran strategis perspektif pelanggan yaitu peningkatan kepuasan pelanggan dan penguatan citra produk serta layanan. Indikator hasil untuk peningkatan kepuasan pelanggan yaitu kualitas produk dan tingkat keluhan pelanggan, sedangkan indikator hasil untuk penguatan citra produk serta layanan adalah tingkat kepercayaan pelanggan, kualitas layanan, dan sistem informasi pelanggan.

Pada perspektif proses bisnis internal yaitu peningkatan kualitas produk dengan indikator hasilnya implementasi HACCP yang dibagi ke dalam dua topik yaitu penilaian kelayakan dasar dan evaluasi HACCP, serta indikator hasil kedua yaitu pengendalian bahaya histamin pada produk tuna. Hasil penilaian kelayakan dasar PT X memperlihatkan bahwa terdapat 1 penyimpangan minor dan 3 penyimpangan mayor sehingga dapat dikategorikan PT X memiliki nilai kelayakan dasar A. Evaluasi HACCP pada PT X meliputi 12 tahapan HACCP dimana pada tahapan yang menjadi CCP adalah pada penerimaan bahan baku. Bahaya utama pada tahapan penerimaan bahan baku adalah kadar histamin yang tidak boleh melebihi 30 ppm. Oleh karena itu diperlukan analisis pengendalian bahaya histamin pada produk tuna menggunakan konsep six sigma. Berdasarkan data verifikasi pengujian histamin pada bulan Agustus-September memperlihatkan bahwa nilai sigma untuk proses pengujian histamin adalah 5,39 dengan DPMO 50 dan nilai Cpm 1,797; sedangkan berdasarkan data evaluasi histamin pada bulan Mei-Juli memperlihatkan nilai 2,67 sigma dengan DPMO 175,622 dan nilai Cpm 0,89, sehingga dapat diartikan bahwa kemampuan pengendalian histamin pada bulan Agustus-September lebih baik dibandingkan pada bulan Mei-Juli.

(3)

peningkatan komitmen serta loyalitas dengan indikator hasilnya yaitu tingkat kepuasan kerja karyawan dan tingkat retensi karyawan. Tingkat kepuasan karyawan dianalisis menggunakan kuesioner yang dibagikan kepada 40 panelis. Hasil analisis kepuasan kerja karyawan PT X adalah 5 orang dengan tingkat kepuasan kerja ≥ 50%; 18 orang dengan tingkat kepuasan ≥ 60%; 13 orang dengan tingkat kepuasan kerja ≥ 70%; 3 orang dengan tingkat kepuasan kerja ≥ 80%; dan hanya 1 orang dengan tingkat kepuasan kerja ≥ 90%. Jumlah karyawan yang mengundurkan diri selama setahun adalah 8 orang, menunjukkan bahwa tingkat retensi karyawannya cukup besar (90, 805 %) atau dapat dikatakan bahwa frekuensi pergantian karyawannya rendah.

(4)

ANALISIS KINERJA PERUSAHAAN TUNA LOIN

DENGAN PENDEKATAN

BALANCED SCORECARD

UNTUK

PENYUSUNAN STRATEGI PENINGKATAN

KEBERHASILAN HACCP

FEDWI ANGGI INDRAYANI

C34061478

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas perikanan dan Ilmu kelautan

Institut pertanian Bogor.

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(5)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Analisis Kinerja Perusahaan Tuna Loin dengan Pendekatan Balanced Scorecard untuk Penyusunan Strategi Peningkatan Keberhasilan HACCP

Nama : Fedwi Anggi Indrayani

NRP : C34061478

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Wini Trilaksani, M.Sc Bambang Riyanto, S.Pi, M.Si NIP. 19610128 198601 2 001 NIP. 19690631 199802 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan

Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil NIP. 19580511 1985 03 1 002

(6)

RIWAYAT HIDUP

Fedwi Anggi Indrayani dilahirkan di Banjarnegara pada tanggal 18 Februari 1988, dan merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Sutarno dan Ibu Lili Anggraeni, S.Pd, M.M. Penulis memulai pendidikan formal di SD Sered 1, kemudian melanjutkan ke SLTP N 1 Banjarnegara dan SMA N 1 Bawang, Banjarnegara. Selepas pendidikan menengah atas, penulis diterima di Departemen Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI.

Selama belajar di Institut Pertanian Bogor, penulis pernah aktif menjadi anggota HIMASILKAN staf PSDM, kemudian penulis pernah mengikuti pelatihan ISO 22000, dan penulis pernah menjabat sebagai Asisten Teknologi Hasil Samping dan Limbah, Diversifikasi Produk Hasil Perairan, dan Teknologi Tradisional Hasil Perikanan.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat, hidayah serta karunia-Nya penulis mampu menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Kinerja Perusahaan Tuna Loin dengan Pendekatan Balanced Scorecard untuk Penyusunan Strategi Peningkatan Keberhasilan HACCP”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu baik moral maupun materil dalam penyelesaian skripsi ini, diantaranyakepada :

1. Ibu Ir. Wini Trilaksani, M.Sc dan Bapak Bambang Riyanto, S.Pi, M.Si selaku dosen pembimbing atas segala nasihat, bimbingan dan pengarahan yang diberikan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

2. Ibu Dra. Pipih Suptidjah, MBA selaku dosen penguji atas segala bimbingan dan pengarahan yang diberikan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Kedua orang tua tercinta atas ketulusan cinta, kasih sayang, dukungan moril dan materil serta kepercayaan dan doa yang telah diberikan pada penulis, semoga selalu dalam lindungan Allah SWT.

4. Kedua saudaraku, Mbak Widi dan Dek Dewi serta Tomo atas dukungan dan kasih sayangnya.

5. Bapak Hendra Sugandhi sebagai Direktur Utama PT X atas izin penelitian di perusahaan serta Bapak Nur Hadipitoyo sebagai Manager Umum PT X atas bantuan, bimbingan dan kerjasamanya.

6. Rekan-rekan karyawan PT X, terutama kepada Mbak Upi, Pipit, Yayan, Mas Danuri, Mbak Hesti, Mas Eko, Mbak Khomsatun, Mbak Ulfa dan Mbak Nana.

7. Sahabat-sahabat dari Perkumpulan Wisma Ayu “Zehra Khalishi, Rida Marta Siswina, Norita Afridiana, Ratna Sari , Lia Astriani, Molly, Arin Kusuma, Hilda Dasa Indah dan Aisha Putri Hapsari” yang selalu memberikan dukungan semangat kepada penulis.

(8)

8. Sahabat dan rekan satu perjuangan selama magang di PT X “ Achmad Rizal dan Minal Fitrani” yang selalu memotivasi dan memberi semangat kepada penulis.

9. Sahabat-sahabatku di THP 43 “ Wahyu, Patmawati, Tika, Efga, Cuby, Ibnu, Ozi, Pipit, dan semua keluarga besar THP 43”. Terima kasih buat dukungan semangat dan motivasinya yang diberikan kepada penulis. 10.Teman-teman THP 44 dan 45 yang telah mendukung dan memberikan

semangat kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan.

Bogor, Juni 2011

Fedwi Anggi Indrayani

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 5

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Tuna Loin Beku ... 6

2.2 Histamin ... 9

2.3 HACCP ... 10

2.3 Balanced Scorecard ... 13

2.3.1 Perspektif keuangan ... 13

2.3.2 Perspektif pelanggan ... 14

2.3.3 Perspektif proses bisnis internal ... 15

2.3.4 Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan ... 15

3 METODOLOGI PENELITIAN ... 20

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 20

3.2 Tahap Penelitian ... 20 

3.2.1 Penyusunan kerangka balanced scorecard………...……...20

3.2.2 Pembobotan keempat perspektif balanced scorecard ... 21

3.2.3 Analisis kinerja keempat perspektif balanced scorecard ... 23

3.2.4 Penyusunan rencana perbaikan balanced Scorecard ... 33

4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

4.1 Penyusunan Kerangka Balanced Scorecard ... 34

4.2 Pembobotan Keempat Perspektif Balanced Scorecard ... 37

4.3 Analisis Kinerja Keempat Perspektif Balanced Scorecard ... 38

4.4.1 Analisis kinerja perspektif keuangan ... 38

4.2.2 Analisis kinerja perspektif pelanggan ... 40

4.2.3 Analisis kinerja perspektif proses bisnis internal ... 42

4.2.3.1 Implementasi HACCP pada pengolahan tuna loin ... 43

4.2.3.2 Analisis Pengendalian CCP ... 56

(10)

4.4 Penyusunan Rencana Perbaikan Balanced Scorecard ... 67

5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 71

5.1 Kesimpulan ... 71

5.2 Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 72

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

1 Ikan Tuna (Kardarron 2007). ... 6

2 Kerangka kerja ukuran pembelajaran dan pertumbuhan ... 16

3 Struktur umum peta strategis (Kasperskaya 2006) ... 17

4 Penyusunan kerangka balanced scorecard (Modifikasi Mulyadi 2001 dan Rampersad 2006). ... 21

5 Tahapan penentuan target dan tindakan perbaikan (Rampersad 2006). ... 33

6 Peta strategi PT X. ... 36

7 Diagram alir proses produksi tuna loin. ... 47

8 Peta kontrol kadar histamin ikan tuna pada tahap retouching selama bulan Mei- Juli 2010 ... 58

9 Peta kontrol kadar histamin ikan tuna pada tahap retouching selama bulan Agustus- September 2010 ... 59

10 Peta kontrol suhu cold storage selama bulan Mei-Juli 2010. ... 61

11 Peta kontrol suhu cold storage selama bulan Agustus-September 2010 ... 62

12 Diagram batang tingkat kepuasan kerja karyawan. ... 66

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

1 Contoh penyusunan balanced scorecard menurut Rampersad (2006) ... 18

2 Matrik perbandingan berpasangan ... 23

3 Perhitungan bobot penilaian kuesioner kepuasan karyawan ... 31

4 Standar kompetensi ... 32

5 Penyusunan kerangka balanced scorecard berdasarkan Kaplan dan Norton (2000) dan Rampersad (2006)... 35

6 Hasil pembobotan perspektif balanced scorecard PT X ... 37

7 Data ekspor produk tuna PT X ... 39

8 Penyimpangan persyaratan kelayakan dasar pada unit pengolahan ... 44

9 Deskripsi produk tuna PT X ... 46

10 Hasil perhitungan data evaluasi dan data hasil pemantauan (verifikasi) kadar histamin pada tahap sortasi mutu (retouching) di PT X ... 58

11 Hasil perhitungan data evaluasi dan verifikasi suhu cold storage PT X ... 60

12 Model rancangan interpretasi standar kompetensi mengacu Mc Clelland (1993) ... 65

13 Rencana perbaikan balanced scorecard mengacu pada Rampersad (2006) .. 67

(13)

DAFTAR LAMPIRAN  

 

Nomor Halaman

1 Kuesioner penyusunan kerangka balanced scorecard yang mengacu pada

Rampersad (2006). ... 78

2 Penilaian Kelayakan Dasar. ... 80

3 Lembar Kerja Control Measure (HACCP Plan). ... 89

4 Pohon Keputusan HACCP (CAC 2003). ... 93

5 Surat tanda daftar usaha perikanan ... 94

6 Profil PT X ... 95

7 Kuesioner pembobotan keempat perspektif balanced scorecard ... 96

8 Sertifikat HACCP. ... 102

9 Tugas dan kewajiban anggota tim HACCP. ... 103

10 Analisis bahaya tuna loin PT X... 104

11 Identifikasi CCP pada PT X. ... 106

12 Data Kandungan histamin ... 107

13 Kuesioner kepuasan kerja karyawan. ... 109

14 Hasil uji validitas dan reliabilitas. ... 111

(14)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saat ini, keamanan pangan merupakan masalah dan isu penting dalam produksi pangan dunia, terlebih dengan makin banyaknya kasus keracunan pangan yang terjadi di berbagai negara (Beulens et al. 2003). WHO (1999) mencatat bahwa sekitar 81 juta orang setiap tahunnya menderita sakit akibat keracunan makanan dan 9.000 kasus diantaranya menyebabkan kematian. Berdasarkan data kasus keracunan pangan yang terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya, dari 76 juta jiwa yang keracunan, terdapat 5.000 kasus yang menyebabkan kematian dan sebanyak 350.000 jiwa dirawat di rumah sakit dengan menghabiskan biaya sekitar 7 milyar dolar (Mead et al. 1999). Kasus keracunan makanan di Cina diperkirakan terjadi sekitar 2.700 kasus setiap tahunnya, dimana sekitar 2,4 juta menyebabkan kematian untuk anak-anak di bawah usia lima tahun (WHO, 1997). Sedangkan berdasarkan data Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit, Layanan Kesehatan Masyarakat Amerika Serikat (Centers for Disease Control and Prevention) menunjukkan bahwa pada tahun 2005 tercatat sebanyak 1.400 kasus akibat keracunan makanan. Kasus ini terlihat cenderung meningkat, dimana pada tahun 2007 telah terjadi 21.244 kasus keracunan makanan dan 18 kasus telah menyebabkan kematian (CDC 2007).

(15)

Meskipun penggunaan HACCP sudah tersebar luas pada industri makanan, namun Wallace et al. (2011) mencatat beberapa kejadian timbulnya bahaya keamanan pangan pada industri pangan yang telah menerapkan program HACCP. Sebagai contoh tercatat di Jepang pada tahun 2000, dimana terjadi kontaminasi Staphylococcus aureus pada produk susu dan yogurt yang disebabkan oleh monitoring suhu pada titik kendali kritis penyimpanan susu mentah yang tidak tercatat dengan baik saat terjadinya pemadaman listrik. Pada tahun 2006, tercatat terjadi 60 kasus kontaminasi Salmonella montevideo pada produk coklat di Amerika yang ternyata diakibatkan dari adanya kebocoran pipa air limbah yang menetes ke dalam area produksi pembuatan coklat. Selain itu pernah juga dilaporkan bahwa di Amerika Serikat pada tahun 1982 telah terjadi wabah besar akibat kontaminasi E.coli. Kejadian tersebut ternyata diakibatkan dari hamburger yang dikonsumsi tidak matang. Akibat kejadian tersebut 500.000 orang mengalami keracunan (Riley et al.1983). Kejadian-kejadian tersebut menunjukkan bahwa permasalahan dalam pengelolaan industri pangan merupakan masalah yang komplek dan memerlukan perencanaan yang matang dalam pelaksanaannya, terutama penerapan pelaksanaan program HACCP. Belum modernnya sistem manajemen rantai pasokan (supply chain management), sistem ketelusuran (traceability) dan penarikan produk (recall procedur), serta surveilance yang buruk dapat juga mengindikasikan bahwa masih kurang berhasilnya penerapan program HACCP ini, contoh kasus ini adalah kesalahan pelabelan pada produk tuna beku Indonesia yang terjadi pada tahun 2008 di Australia, yang menyebabkan kerugian yang sangat besar pada produsen tuna Indonesia, akibat dari adanya penolakan para pemasok tuna di Australia (Rushdy et al. 1998).

(16)

oleh kadar histamin yang melebihi ambang batas (FDA 2009). Hasil evaluasi pengendalian risiko bahaya histamin pada proses pengolahan tuna dengan menggunakan six sigma pada tahapan yang menjadi titik kendali kritis oleh Dahyar (2009); Yahya (2010), terlihat masih menunjukkan adanya berbagai hambatan dalam pelaksanaan HACCP di perusahaan-perusahaan pengolahan tuna di Indonesia, baik yang bersifat eksternal maupun internal.

Hambatan eksternal pelaksanaan program HACCP diantaranya meliputi kurangnya kepercayaan pelanggan terhadap pelaksanaan HACCP pada industi tuna. Sebagai contoh yaitu adanya pihak pembeli (buyer) yang bersikeras melakukan monitong sendiri terhadap pelaksanaan program HACCP di perusahaan, terutama pada tahapan titik kendali kritisnya. Sedangkan hambatan internal antara lain meliputi kurangnya kesadaran pihak manajemen mengenai praktek-praktek sanitasi dan higiene, pemahaman dan pengetahuan mengenai HACCP, dan perhatian terhadap sumber daya manusia seperti tingkat kompetensi, kompensasi, komitmen, motivasi dan pelatihan HACCP (Gilling et al. 2001). Oleh karena itu, upaya peningkatan kinerja HACCP tidak hanya menyangkut pelaksanaan HACCP, tetapi juga menyangkut kinerja sumber daya yang dimiliki.

(17)

perencanaan strategi, dan sistem penyusunan program untuk memotivasi seluruh personel perusahaan dalam mencari dan merumuskan langkah-langkah strategi untuk membangun masa depan perusahaan (David 2006).

Berbagai bentuk konsep manajemen dan perencanaan strategis telah banyak dikembang dan diterapkan pada berbagai perusahaan dan industri. Salah satu konsep perencanaan strategi yang sudah cukup luas digunakan oleh berbagai jenis perusahaan adalah balanced scorecard (Bernadine, 2001). Konsep ini banyak digunakan, karena mampu menerjemahkan visi, misi, dan tujuan perusahaan menjadi strategi-strategi jangka panjang yang dapat diukur dan di monitor terus-menerus. Selain itu, konsep ini dalam prakteknya memberikan pengertian penyeimbangan empat perspektif utama dari suatu unit bisnis yaitu persepektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal dan perspektif pembelajaran serta pertumbuhan (Kaplan dan Norton 1996).

Sejak kemunculannya, balanced scorecard telah banyak diadopsi oleh berbagai perusahaan dunia. Berdasarkan hasil riset dari beberapa penelitian ditemukan bahwa pada tahun 2001 sekitar 44 % perusahaan di seluruh dunia telah menggunakan balanced scorecard dengan rincian 57% perusahaan di Inggris, 46 % di Amerika Serikat, dan sebanyak 26 % di Jerman dan Austria. Brain dan Company memperlihatkan bahwa 708 perusahaan di lima benua, sebanyak 62 % telah menggunakan balanced scorecard (Gumbus dan Lyons 2002). Survei lain di Amerika Serikat oleh majalah Fortune mengestimasikan bahwa 60 % dari 1000 perusahaan telah mencoba balanced scorecard (Hendricks et.al 2004). Salah satu contoh keberhasilan penerapan balanced scorecard adalah pada perusahaan business jet milik Frank Jansen yang mampu meningkatkan angka pertumbuhan penjualan sebesar 10 %, penurunan tingkat keluhan pelanggan sebesar 30 %, peningkatan tingkat kepuasan karyawan sebesar 85 %, serta peningkatan proses bisnis internal sebesar 25 % (Rampersad 2005).

(18)

peningkatan mutu produk maupun peningkatan kualitas sumber daya yang dimilikinya.

1.2 Tujuan

Tujuan penelitian ini menganalisis kinerja perusahaan tuna loin dengan pendekatan balanced scorecard untuk penyusunan strategi peningkatan keberhasilan implementasi HACCP.

(19)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tuna Loin Beku

Tuna loin beku adalah produk yang dibuat dari tuna segar atau beku yang mengalami perlakuan penyiangan, pembelahan membujur menjadi empat bagian (loin), pembuangan daging gelap (dark meat), pembuangan lemak, pembuangan kulit, perapihan, dan pembekuan cepat dengan suhu pusatnya maksimum -18 oC (BSN 2006). Berikut ini adalah klasifikasi ikan tuna menurut Saanin (1984) :

Phylum : Chordata Subphylum : Vertebrata Thunnus Class : Teleostei Subclass : Actinopterygii

Ordo : Perciformes

Subordo : Scrombidei Family : Scrombridae Genus : Thunnus

Spesies : Thunnus obesus (bigeye tuna, tuna mata besar) Thunnus alalunga (albacore, tuna alcar)

Thunnus albacore (yellowfin tuna, madidihang)

Thunnus macoyii (southtern bluefin tuna, tuna sirip biru selatan)

Thunnus thynnus (nouthtern bluefin tuna, tuna sirip biru utara) Thunnus tongkol (longtail tuna, tuna ekor panjang)

Gambar 1 Ikan Tuna (Kardarron 2007).

(20)

Cara penanganan dan pengolahan ikan tuna loin berdasarkan ketentuan SNI 01-4104.3-2006 meliputi:

(1) Penerimaan

Bahan baku yang diterima di unit pengolahan diuji secara organoleptik, untuk mengetahui mutunya. Bahan baku kemudian ditangani secara hati-hati, cepat, cermat dan saniter dengan suhu pusat produk maksimal 4,4 °C. (2) Penyiangan atau tanpa penyiangan

Apabila ikan yang diterima masih dalam keadaan utuh, ikan disiangi dengan cara membuang kepala dan isi perut. Penyiangan dilakukan secara cepat, cermat dan saniter sehingga tidak menyebabkan pencemaran pada tahap berikutnya dengan suhu pusat produk maksimal 4,4 °C.

(3) Pencucian 1 (khusus yang menggunakan bahan baku segar).

Ikan dicuci dengan hati-hati menggunakan air bersih dingin yang mengalir secara cepat, cermat dan saniter untuk mempertahankan suhu pusat produk maksimal 4,4 °C.

(4) Pemotongan daging (pembuatan loin)

Pembuatan loin dilakukan dengan cara membelah ikan menjadi empat bagian secara membujur. Proses pembuatan loin dilakukan secara cepat, cermat dan saniter dan tetap mempertahankan suhu pusat produk 4,4 °C. (5) Pengulitan dan perapihan

Tulang, daging merah, dan kulit yang ada pada loin dibuang hingga bersih. Pengulitan dan perapihan dilakukan secara cepat, cermat dan saniter dan tetap mempertahankan suhu produk 4,4 °C.

(6) Sortasi mutu

Sortasi mutu dilakukan dengan memeriksa loin apakah masih terdapat tulang, duri, daging merah dan kulit secara manual. Sortasi dilakukan secara hati-hati, cepat, cermat dan saniter dengan suhu pusat produk maksimal 4,4°C.

(7) Pembungkusan

(21)

cermat dan saniter dan tetap mempertahankan suhu pusat produk maksimal 4,4 °C.

(8) Pembekuan

Loin yang sudah dibungkus kemudian dibekukan dengan alat pembeku seperti ABF hingga suhu pusat ikan mencapai maksimal –18 °C dalam waktu maksimal 4 jam.

(9) Penimbangan

Loin ditimbang satu per satu dengan menggunakan timbangan yang sudah dikalibrasi. Penimbangan dilakukan dengan cepat, cermat dan saniter serta tetap mempertahankan suhu pusat produk maksimal -18 °C.

(10) Pengepakan

Loin yang telah dilepaskan dari pan pembeku, kemudian dikemas dengan plastik dan dimasukkan dalam master carton secara cepat, cermat dan saniter.

(11) Pengemasan

Produk akhir dikemas dengan cepat, cermat secara saniter dan higienis. Pengemasan dilakukan dalam kondisi yang dapat mencegah terjadinya kontaminasi dari luar terhadap produk.

(12) Pelabelan dan pemberian kode

Setiap kemasan produk tuna loin beku yang akan diperdagangkan diberi tanda dengan benar dan mudah dibaca, mencantumkan bahasa yang dipersyaratkan disertai keterangan sekurang-kurangnya sebagai berikut :

a) Jenis produk

b) Berat bersih produk

c) Nama dan alamat lengkap unit pengolahan secara lengkap d) Bila ada bahan tambahan lain diberi keterangan bahan tersebut e) Tanggal, bulan, dan tahun produksi

f) Tanggal, bulan, dan tahun kadaluarsa

(22)

sejumlah perubahan. Denaturasi protein dan agregasi protein miofibrillar yang dapat menyebabkan perubahan dalam sifat fungsional dari protein otot ikan sehingga akan kehilangan daya ikat air dan terjadi perubahan tekstur (Baroso et al. dalam Martines et al. 2010).

2.2 Histamin

Histamin adalah senyawa amin biogenik yang terbentuk dari asam amino histidin akibat reaksi dengan enzim dekarboksilase. Satuan kadar histamin dalam daging tuna dapat dinyatakan dalam mg/100 g, mg %, atau ppm (mg/1000 g) (Sumner et al. 2004). Histidin bebas yang terdapat dalam daging ikan erat kaitannya dengan histamin dalam daging. Enzim pemecah karboksil dapat berasal dari daging tubuh ikan sendiri, namun sebagian besar enzim tersebut dihasilkan oleh mikroba yang terdapat dalam saluran pencernaan ikan serta mikroba lain yang mengkontaminasi ikan (Keer et al. 2002). Bakteri jenis Clostridium perfringens, Enterobacter aerogenes, Klebsiella pneumoniae, Morganella morganii, Proteus mirabilis, Raoutella planticula dan Vibrio alginolyticus termasuk dalam golongan bakteri yang menyebabkan histamin sampai tingkat membahayakan (Kanki et al. 2002; Kimata diacu dalam Borgstrom 1961; Taylor et al. 1979; Yoshinaga dan Frank 1982).

Sistem intestinal dari manusia mengandung enzim diamine oxidase (DAO) dan Histamin N-methyl transferase (HMT) dimana akan mendegradasi histamin menjadi produk yang tidak berbahaya, akan tetapi jika dosis histamin yang dikonsumsi besar maka kemampuan dari DAO dan HMT untuk menghancurkan histamin akan menyebabkan efek toksik dari histamin pada jaringan tubuh. Gejala keracunan histamin adalah gatal-gatal, diare, demam, sakit kepala, dan tekanan darah turun (Keer et al. 2002).

(23)

2.3 HACCP

Sistem HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) merupakan suatu sistem yang mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mengendalikan bahaya-bahaya yang signifikan dalam keamanan pangan (CAC 2003). Keberhasilan pelaksanaan program HACCP tergantung pada empat pilar utama yaitu komitmen manajemen, pendidikan dan pelatihan, ketersediaan sumber daya dan adanya tekanan dari pihak luar (misalnya peraturan, kekuatan pasar, harapan konsumen dan pengendalian keamanan pangan) yang dianggap merupakan prioritas utama pada perusahaan (Panisello dan Quantick 2001).

Sejak Codex Guidelines for the Application of the HACCP System diadopsi oleh FAO/WHO, Codex Alementarius Commission pada tahun 1993, termasuk the Codex Code on General Principle direvisi untuk mencakup sistem HACCP, beberapa negara di dunia mulai merubah sistem keamanan pangan dari end product testing menuju aplikasi HACCP. Konsep HACCP menurut CAC (2003) terdiri dari 12 tahap yang terdiri dari 5 langkah awal dan 7 prinsip HACCP, yaitu :

(1) Pembentukan tim HACCP

Pembentukan tim HACCP merupakan kesempatan baik untuk memotivasi karyawan dan menginformasikan tentang HACCP kepada karyawan. Tim HACCP harus memberikan jaminan bahwa pengetahuan dan keahlian spesifik produk tertentu tersedia untuk pengembangan rencana HACCP secara efektif.

(2) Deskripsi produk

Deskripsi produk adalah perincian informasi lengkap mengenai produk. Deskripsi produk harus digambarkan termasuk informasi mengenai komposisi, struktur kimia/fisik, perlakuan-perlakuan (pemanasan, pembekuan, penggaraman, pengeringan), pengemasan, kondisi penyimpanan, daya tahan, persyaratan standar, dan metode pendistribusian.

(3) Identifikasi penggunaan produk

(24)

(4) Penyusunan diagram alir proses produksi

Penyusunan diagram alir proses pembuatan produk dilakukan dengan mencatat seluruh proses sejak diterimanya bahan baku sampai dengan dihasilkannya produk jadi untuk disimpan. Diagram alir harus meliputi tahapan-tahapan dalam proses secara jelas mengenai rincian seluruh kegiatan proses termasuk inspeksi, transportasi, penyimpanan, penundaan proses, bahan-bahan yang dimasukkan ke dalam proses, keluaran proses seperti limbah, pengemasan, bahan baku, dan lain-lain.

(5) Verifikasi diagram alir proses produksi

Diagram alir yang telah dibuat seringkali masih belum sesuai dengan kenyataan yang terjadi di lapangan. Proses verifikasi diagram alir harus dilakukan secara hati-hati dan teliti terhadap keseluruhan lini proses.

(6) Identifikasi bahaya

Analisis bahaya yang merupakan prinsip pertama dari HACCP yang mencakup identifikasi semua potensi bahaya, analisis bahaya, dan pengembangan tindakan pencegahan. Analisis bahaya seharusnya mencakup : (a) kemungkinan terjadinya bahaya dan tingkat pengaruhnya terhadap kesehatan, (b) evaluasi kualitatif dan kuantitatif dari bahaya, (c) ketahanan hidup atau perkembangan bahaya potensial mikroorganisme, (d) produksi atau keberadaan toksin, (e) kondisi yang mempunyai kecenderungan menuju terjadinya bahaya.

(7) Penetapan CCP (Critical Control Point)

Critical Control Point atau CCP adalah tahapan dari prosedur dimana pengendalian dapat diterapkan dan bahaya bagi keamanan produk makanan itu dapat dicegah, dihilangkan, atau dikurangi. Alat yang digunakan untuk membantu dalam penentuan CCP yang benar menurut Codex Alimentarius Commission GL/32 1998 adalah dengan CCP Decision Tree.

(8) Penetapan batas kritis (critical limit)

(25)

(9) Pemantauan pada setiap CCP (monitoring)

Pemantauan (monitoring) terdiri atas aktivitas pengamatan, pengukuran atau pengujian yang dilakukan untuk menilai apakah suatu CCP berada dalam batas-batas kritis yang ditetapkan atau tidak. Kegiatan monitoring dapat berupa pengukuran suatu parameter misalnya suhu dan waktu.

(10) Penetapan tindakan koreksi (corective action)

Selama pemantauan, bila hasil pemantauan pada suatu CCP melampaui batas kritis atau toleransi maka harus dilakukan tindakan perbaikan (corection). Program HACCP harus mencakup prosedur tindakan korektif dan/atau preventif untuk menghindari pemusnahan produk dari ketidaksesuaian serta melakukan perbaikan atau korektif dengan mencari akar-akar penyebab masalah dan memperbaikinya.

(11) Penetapan prosedur verifikasi

Kegiatan verifikasi terhadap CCP dilakukan untuk menjaga agar kegiatan pengendalian dan pemantauan CCP dapat berjalan dengan normal. Kegiatan verifikasi harus menjamin bahwa sistem pada CCP dapat kembali berjalan normal. Informasi yang didapat melalui verifikasi harus dipakai untuk meningkatkan sistem HACCP (Pierson dan Corlett 1992).

(12) Penetapan dokumentasi

HACCP memerlukan penetapan prosedur pencatatan yang efektif untuk mendokumentasikan sistem HACCP. Dokumentasi dan catatan harus cukup melingkupi sifat dan ukuran operasi di lapangan. Catatan harus dapat membuktikan bahwa batas-batas kritis telah terpenuhi dan tindakan koreksi yang benar telah diambil pada saat batas kritis terlampaui.

(26)

khusus dan menghasilkan produk yang sesuai dengan spesifikasi, dapat dilihat dari nilai kapabilitas prosesnya (Breyfogle 2003).

Penerapan sistem HACCP di industri perikanan Indonesia ternyata masih belum efektif dilakukan untuk menjamin tidak adanya bahaya keamanan pangan (food safety). Sistem dokumentasi (record keeping), misalnya dilakukan hanya untuk memenuhi formalitas sertifikasi dari instasi yang berwenang saja dengan penekanan hanya pada aspek persyaratan kelayakan dasar (pre-requisite) yang tidak dioptimalkan fungsinya sebagai alat yang dapat memberikan informasi mengenai efektifitas proses produksi yang sedang berlangsung (Yahya 2010). Berdasarkan evaluasi dengan konsep dasar lean six sigma yang dilakukan oleh Dahyar (2009), hasil penilaian keefektifan dari pengendalian resiko bahaya histamin menunjukkan bahwa pengendalian CCP di suatu perusahan pengolahan tuna di Indonesia masih belum berjalan efektif.

2.3 Balanced Scorecard

Balanced scorecard merupakan pendekatan yang menerjemahkan visi, misi, dan strategi perusahaan ke dalam tujuan-tujuan dan pengukuran-pengukuran yang dilihat dari empat perspektif yaitu perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, dan pembelajaran serta pertumbuhan (Kaplan dan Norton 2000). Berikut ini adalah keempat perspektif dalam konsep balanced scorecard yaitu :

2.3.1 Perspektif keuangan

Pengukuran kinerja keuangan akan menunjukkan apakah perencanaan dan pelaksanaan stategi memberikan perbaikan yang mendasar bagi keuntungan perusahaan. Berikut ini adalah tahapan dalam perspektif keuangan menurut Kaplan dan Norton (2000) yaitu :

(1) Pertumbuhan (Growth)

(27)

(2) Bertahan (Sustain Stage)

Bertahan merupakan tahap kedua yaitu suatu tahap di mana perusahaan masih melakukan investasi dan reinvestasi dengan mempersyaratkan tingkatan pengembalian yang terbaik. Sasaran keuntungan pada tahap ini yaitu pada besarnya tingkat pengembalian atas investasi yang dilakukan.

(3) Menuai (Harvest)

Tahap ini merupakan tahap kematangan, yaitu di mana perusahaan melakukan panen terhadap investasi mereka. Perusahaan tidak lagi melakukan investasi lebih jauh kecuali hanya untuk memelihara dan perbaikan fasilitas, tidak untuk melakukan ekspansi atau membangun suatu kemampuan baru.

2.3.2 Perspektif pelanggan

Menurut Kaplan dan Norton (2000), filosofi manajemen terkini telah menunjukkan peningkatan pengakuan atas pentingnya customer satisfaction. Jika pelanggan tidak puas maka konsumen akan mencari produsen lain yang sesuai dengan kebutuhan konsumen. Kelompok utama pelanggan terdiri dari komponen: pangsa pasar, retensi pelanggan, akuisisi pelanggan, kepuasan pelanggan dan profitabilitas pelanggan.

(1) Pangsa pasar yaitu mengukur seberapa besar proporsi segmen pasar tertentuyang dikuasai perusahaan seperti jumlah pelanggan, jumlah penjualan, dan volume unit penjualan.

(2) Akuisisi pelanggan yaitu mengukur seberapa banyak perusahaan berhasil menarik pelanggan baru.

(3) Retensi pelanggan yaitu kemampuan mempertahankan pelanggan lama dengan mengukur seberapa banyak perusahaan berhasil mempertahankan pelanggan-pelanggan lama.

(4) Tingkat kepuasan pelanggan yaitu mengukur seberapa jauh pelanggan merasa puas terhadap layanan perusahaan.

(28)

2.3.3 Perspektif proses bisnis internal

Pada perspektif proses bisnis internal, dilakukan identifikasi berbagai proses internal penting yang harus dikuasai dengan baik oleh perusahaan untuk mencapai tujuan pelanggan dan pemegang saham. Perusahaan biasanya mengembangkan tujuan dan ukuran-ukuran untuk perspektif finansial dan pelanggan. Analisis proses bisnis internal perusahaan dilakukan dengan menggunakan analisis rantai nilai. Scorecard dalam perspektif ini memungkinkan perusahaan untuk mengetahui seberapa baik bisnis mereka berjalan dan apakah produk/jasa mereka sesuai dengan spesifikasi pelanggan (Kaplan dan Norton 2000).

2.3.4 Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan

Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan digunakan untuk menciptakan pertumbuhan dan peningkatan kinerja jangka panjang. Tiga sumber utama pembelajaran dan pertumbuhan perusahaan adalah manusia, sistem dan prosedur perusahaan. Tujuan dari perspektif ini adalah menyediakan infrastruktur yang memungkinkan tujuan tiga perspektif lainnya tercapai (Kaplan dan Norton 2000). Hubungan keempat perspektif balanced scorecard di awali dengan fondasi yang kuat pada perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Hal ini dikarenakan SDM memegang peran penting dalam mencapai keberhasilan strategi perusahaan (Banker 2004).

(29)

Hasil

Retensi kerja Produktivitas kerja

Kepuasan kerja

Faktor yang mempengaruhi

Kompetensi Staff Infrastruktur Teknologi Iklim untuk bertindak

Gambar 2 Kerangka kerja ukuran pembelajaran dan pertumbuhan (Kaplan dan Norton 1996)

Ada tiga hal yang diperhatikan dalam kemampuan karyawan yang perlu dipertimbangkan oleh manajemen, yaitu :

(1) Kepuasan karyawan

Kepuasan karyawan dipandang sangat penting karena karyawan yang puas merupakan suatu kondisi sebelum peningkatan produktivitas, tanggung jawab, kualitas dan customer service. Tingkat kepuasan karyawan dapat dilakukan dengan survey (Schuler dan Jackson 2000).

(2) Retensi karyawan

Tujuan dari retensi karyawan adalah untuk mempertahankan karyawan yang dianggap berkualitas yang dimiliki perusahaan selama mungkin, karena karyawan yang berkualitas merupakan harta tidak tampak (intangible asset) yang ternilai bagi perusahaan (Umar 1997).

(3) Kompetensi karyawan

Kompetensi didefinisikan sebagai karakter yang mendasari seseorang dan berkaitan dengan efektivitas kinerja individu dalam pekerjaanya. Selain itu, kompetensi individu merupakan sesuatu yang melekat dalam diri seseorang yang dapat digunakan untuk memprediksi tingkat kinerjanya (Moheriono 2009).  

(30)

Financial

Customer

Internal Processes

Learning and Growth

komprehensif dan berkomunikasi secara efektif di semua tingkat organisasi, kesempatan untuk menerapkannya akan meningkat pesat (Kaplan dan Norton 2000). Oleh karena itu diperlukan suatu peta strategi yang mampu mengkomunikasikan hubungan sebab akibat dari keempat perspektif balanced scorecard (Epstein dan Westbrook 2000). Peta strategis adalah gambaran sederhana prioritas strategi dari keseluruhan strategi perusahaan, yang menampilkan hubungan sebab akibat di antara masing-masing sasaran strategi yang ada (Tunggal 2001). Peta strategis menggambarkan bagaimana aset-aset tak terwujud seperti proses bisnis internal dan karyawan memberikan hasil yang nyata dalam bentuk keuangan dan pelanggan. Struktur umum peta strategis dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Struktur umum peta strategis (Kasperskaya 2006).

 

(31)

Tabel 1 Contoh penyusunan balanced scorecard menurut Rampersad (2006)

Target Tindakan perbaikan

Hasil di pasar global

Pangsa pasar

(32)

PERSPEKTIF PROSES BISNIS INTERNAL

- Memperkenalkan sistem pemeliharaan

Produk dan jasa yang baru dan jasa via internet

Waktu yang

organisasi secara lebih efisien

PERSPEKTIF PEMBELAJARAN DAN PERTUMBUHAN

(33)

3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Agustus-September 2010 di PT X, yang beralamat di Jalan Muara Baru Ujung Blok B No. 168, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara.

3.2 Tahap Penelitian

Penelitian dilakukan dalam empat tahapan yaitu : penyusunan kerangka balanced scorecard yang mengacu pada Mulyadi (2000) dan Rampersad (2006), yang dilanjutkan dengan pembobotan keempat perspektif balanced scorecard menggunakan metode perbandingan berpasangan yang mengacu pada Oliver (2005), analisis keempat perspektif balanced scorecard yang mengacu pada Kaplan dan Norton (2005) dan Rampersad (2005), dan tahap terakhir yaitu membuat rencana perbaikan yang mengacu pada (Rampersad 2006), yaitu mencakup target dan tindakan perbaikan yang diperlukan dalam upaya peningkatan keberhasilan HACCP PT X.

3.2.1 Penyusunan kerangka balanced scorecard

(34)

Visi dan misi Apa visi dan misi masa depan kita?

Financial Customer Internal bussiness Jika visi dan misi kita berhasil, bagaimana kita membedakannya?

Ukuran strategi

Apa indikator yang dijadikan sebagai alat ukur strategi?

Faktor Penentu Keberhasilan Apa faktor-faktor penentu keberhasilan

strategi kita?

tersusun di dalam kuesioner dapat dilihat pada Lampiran 1. Gambaran penyusunan kerangka balanced scorecard di PT X dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Penyusunan kerangka balanced scorecard (Modifikasi Mulyadi 2001 dan Rampersad 2006).

3.2.2 Pembobotan keempat perspektif balanced scorecard

Sebelum melakukan analisis kinerja perusahaan PT X, terlebih dahulu harus ditentukan bobot atau tingkat kepentingan organisasi terhadap masing-masing perspektif balanced scorecard, sasaran-sasaran strategis dan juga ukuran strategiknya. Pembobotan dilakukan agar pengukuran kinerja memberikan indikasi yang lebih terperinci dan terkait langsung dengan kepentingan organisasi. Semakin penting suatu perspektif, sasaran dan ukuran hasil bagi organisasi maka semakin besar bobot yang diberikan (Reisinger et al. 2003). Pembobotan menggunakan metode perbandingan berpasangan yang mengacu pada Oliver (2005).

(35)

ukuran strategis. Caranya adalah membandingkan sasaran strategis dengan sasaran lainnya dan membandingkan antara ukuran hasilnya.  

Langkah-langkah dalam pemberian bobot bagi masing-masing perspektif, sasaran dan ukuran hasil utamanya adalah :

(1) Melakukan perbandingan antara suatu elemen (perspektif, sasaran strategis, atau ukuran hasil) dengan elemen lainnya yang disajikan dalam bentuk tabulasi (Tabel 1). Perbandingan dilakukan dengan memberikan nilai pada skala 1 sampai 5. Nilai yang telah dipertimbangkan kemudian diisikan pada sel Aij. Perbandingan antara dua unsur elemen yang sama tidak diberi nilai, dan untuk sasaran yang hanya memiliki satu ukuran maka bobot dari ukuran tersebut disamakan dengan bobot sasarannya. Adapun makna nilai tersebut adalah : 1) Nilai 1 berarti suatu elemen dianggap tidak penting dibandingkan dengan

elemen yang menjadi pembandingnya.

2) Nilai 2 berarti suatu elemen dianggap kurang penting dibandingkan dengan elemen yang menjadi pembandingnya.

3) Nilai 3 berarti suatu elemen dianggap sama penting dibandingkan dengan elemen yang menjadi pembandingnya.

4) Nilai 4 berarti suatu elemen dianggap lebih penting dibandingkan dengan elemen yang menjadi pembandingnya.

5) Nilai 5 berarti suatu elemen dianggap sangat penting dibandingkan dengan elemen yang menjadi pembandingnya.

(2) Memberikan nilai kebalikan dari perbandingan pada langkah satu untuk mengisi sel Aij, misalnya nilai 2 untuk kebalikan dari nilai 4.

(3) Menjumlahkan masing-masing nilai unsur elemen tiap baris dan tiap kolom, kemudian menjumlahkan hasilnya.

(36)

Tabel 2 Matrik perbandingan berpasangan Perspektif/sasaran

startegi/ukuran hasil

A1 A2 A3 Aj ∑ Bobot

A1

A2

A3

Ai

Total

Perhitungan nilai bobot dalam elemen balanced scorecard :

3.2.3 Analisis kinerja keempat perspektif balanced scorecard

Analisis kinerja keempat perspektif balanced scorecard dilakukan berdasarkan sasaran strategis dan indikator hasil perusahaan. Adapun bentuk analisis kinerja tersebut adalah :

1. Analisis perspektif keuangan lebih ditekankan pada analisis perkembangan bisnis dan volume penjualan produk tuna loin. Analisis dilakukan dengan melihat data penjualan produk tuna perusahaan.

2. Analisis perspektif pelanggan lebih difokuskan pada kepuasan pelanggan dan peningkatan citra serta layanan konsumen. Analisis dilakukan dengan teknik wawancara kepada pihak manajemen (General Manager).

3. Analisis kinerja perspektif proses bisnis internal diawali dengan penilaian program kelayakan dasar, dilanjutkan dengan evaluasi penerapan program Hazard Analysis Critical Point (HACCP) yang mengacu pada (BSN 1998), dan analisis terakhir yaitu analisis tingkat efektivitas pengendalian bahaya yang menjadi CCP pada pengolahan tuna loin menggunakan lean six sigma (Gasperz 2006). Berikut ini adalah teknik-teknik dalam analisis proses bisnis internal yang meliputi :

(37)

(1) Penilaian kelayakan dasar (pre-requisite program)

Penilaian kelayakan dasar dengan menggunakan daftar penilaian unit pengolahan ikan yang diterbitkan oleh Direktorat Jendral Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (2007), sedangkan lembar penilaian dapat dilihat pada pada Lampiran 2. Aspek yang dinilai meliputi penilaian GMP (Good Manufacturing Practice) dan SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures), kemudian ditentukan jumlah penyimpangan yang meliputi penyimpangan Minor (MN), Mayor (MY), Serius (S) maupun Kritis (K) yang sesuai dengan kondisi di lapangan.

(2) Evaluasi penerapan program Hazard Analysis Critical Control Point

(HACCP)

Tahapan selanjutnya yaitu mengevaluasi penerapan program HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) yang disesuaikan dengan Codex Food Hygiene Basic Text yang diadopsi oleh SNI 01-4852-1998. Tahapan penerapan HACCP adalah sebagai berikut :

1) Pembentukan tim HACCP

Langkah ini dilakukan dengan mengambil data sekunder berupa struktur tim HACCP, kemudian menjabarkan setiap tugas dan tanggung jawab setiap anggota tim HACCP. Langkah selanjutnya yaitu menentukan rencana dan target yang sedang dikembangkan oleh tim HACCP.

2) Deskripsi produk

Deskripsi produk merupakan sebuah daftar yang berisikan jenis produk akhir yang dicakup dalam konsep HACCP. Langkah ini dilakukan dengan mengambil data sekunder berupa deskripsi produk. Data yang diambil meliputi nama produk, asal bahan baku, alur proses produk, bahan pengemas, cara penyimpanan, label dan spesifikasi, dan tujuan penggunaan produk.

3) Identifikasi penggunaan

(38)

4) Penyusunan diagram alir proses produksi

Penyusunan diagram alir proses produksi bertujuan untuk menggambarkan urutan atau tahap operasional produk mulai dari tahap penerimaan sampai pemuatan. Penyusunan diagram alir dilakukan dengan melihat alur proses produksi dan mengurutkannya mulai dari tahap penerimaan bahan baku hingga pemuatan ke dalam kontainer.

5) Verifikasi diagram alir

Tahapan ini sangat penting karena menjadi dasar atau sarana untuk menganalisis bahaya. Langkah ini dilakukan dengan mencocokan diagram alir proses yang telah dibuat dengan proses pada lini produksi yang selanjutnya diketahui oleh ketua tim HACCP.

6) Analisis bahaya

Tahapan analisis bahaya merupakan suatu proses pengumpulan dan penilaian informasi mengenai bahaya dan keadaan sampai dapat terjadinya bahaya untuk menentukan mana yang berdampak nyata terhadap keamanan pangan dan harus ditangani dalam rencana HACCP. Langkah ini dilakukan dengan mengidentifikasi dan menginventarisasi bahaya-bahaya terhadap keamanan produk yang dapat terjadi dalam proses produksi serta tindakan-tindakan pencegahan yang diperlukan untuk mengendalikan bahaya atau resiko potensial yang membahayakan. Teknik analisis bahaya adalah menggunakan tabel analisis bahaya yang mengacu pada Mortimore dan Wallace (1998). Model tabel analisis bahaya dapat dilihat pada Lampiran 3.

7) Identifikasi CCP (Critical Control Point)

Setiap tahapan yang menyebabkan adanya bahaya yang nyata harus diidentifikasi lebih lanjut untuk menyakinkan tahapan tersebut termasuk dalam CCP atau tidak. Langkah ini dilakukan dengan menilai CCP dengan menggunakan decision tree atau diagram pengambilan keputusan yang mengacu pada CAC (2003). Model decision tree dapat dilihat pada Lampiran 4.

8) Penetapan batas-batas kritis (critical limit)

(39)

data sekunder berupa data kritis yang digunakan pihak perusahaan yang terdapat dalam HACCP plan. Teknik pengambian data menggunakan parameter batas kritis yang menjadi CCP seperti suhu, waktu, jumlah bahan tambahan, pH, dan lain-lain.

9) Prosedur monitoring

Prosedur monitoring terdiri atas aktivitas pengamatan, pengukuran atau pengujian yang dilakukan untuk menilai apakah suatu CCP berada dalam batas-batas kritis yang ditetapkan atau tidak. Langkah ini dilakukan dengan membuat suatu tabel pengendalian CCP yang mengacu pada CAC (2003) yang berisi apa, bagaimana, kapan dan siapa yang melakukan pemantauan. Model tabel pengendalian dapat dilihat pada Lampiran 3.

10) Penetapan tindakan koreksi

Tindakan koreksi merupakan prosedur-prosedur yang harus dilaksanakan ketika batas kritis terlampaui. Langkah ini dilakukan dengan membuat suatu tindakan koreksi yang harus dilakukan apabila batas kritis terlampaui. Tindakan ini tercantum dalam tabel pengendalian CCP yang dapat dilihat pada Lampiran 3.

11) Penetapan prosedur verifikasi

Verifikasi merupakan metode, prosedur, pengujian dan cara penilaian lainnya di samping pemantauan untuk menentukan kesesuaian dengan HACCP plan. Langkah ini dilakukan dengan membuat suatu langkah berupa metode, prosedur ataupun pengujian yang dapat dilakukan apabila batas kritis terlampaui. Prosedur ini tercantum dalam tabel pengendalian CCP yang dapat dilihat pada Lampiran 3.

12) Prosedur pencatatan dan pendokumentasian

(40)

(3) Analisis efektivitas pengendalian CCP

Setelah analisis implementasi program HACCP pada perusahaan, langkah selanjutnya yaitu melihat seberapa efektif pengendalian CCP dilakukan oleh perusahaan. Pengukuran keefektifan CCP pada perusahaan menggunakan stastistik pengendalian proses (Statistical Process Control/SPC) yang terintergrasi dengan konsep analisis Six Sigma yang mengacu pada (Gaspersz 2006).

Data pengendalian CCP diolah menggunakan Software Microsoft Office Excell 2007. Proses analisis data dilakukan melalui tahapan sebagai berikut: 1) Penentuan nilai rata-rata (X-bar) dan nilai standar deviasi (S) proses serta

nilai batas spesifik atas dan atau nilai batas spesifik bawah, dengan persamaan sebagai berikut :

• Rata-rata proses (X-bar)

• Standar deviasi proses (S) ∑

• Nilai batas spesifik atas (upper specific limit-USL), merupakan nilai batas maksimal yang besarnya ditentukan oleh pembeli.

• Nilai batas spesifik bawah (lower specific limit-LSL), merupakan batas minimal yang besarnya ditentukan oleh pembeli.

2) Penentuan nilai DPMO (Defect per Million Opportunities) dan nilai Sigma. ¾ Nilai DPMO merupakan ukuran kegagalan yang menunjukkan peluang

kegagalan per sejuta ukuran kegagalan kesempatan produksi. Nilai ini diperoleh dengan menggunakan persamaan :

DPMO USL = P[ z ≥ (USL – Xbar ) /s ] x 1.000.000 DPMO LSL = P[ z ≥ (LSL – Xbar ) /s ] x 1.000.000

Nilai peluang kegagalan untuk distribusi normal baku (z), diperoleh dari Tabel distribusi normal kumulatif. Sementara nilai Sigma diperolah dari Tabel konversi nilai DPMO ke nilai Sigma berdasarkan konsep Motorola (Gaspersz 2002).

3) Penentuan nilai standar deviasi maksimal (Smaks) dan uji hipotesis variasi

(41)

¾ Standar deviasi maksimum (Smaks) merupakan nilai batas toleransi

maksimum terhadap nilai standar deviasi proses. Nilai standar deviasi maksimum diperoleh dengan menggunakan persamaan :

Smaks

Bila proses tersebut hanya memiliki satu batas spesifik, batas spesifik atas (upper specific limit-USL) atau batas spesifik bawah lowerspecific limit (LSL) saja, maka persamanaan yang digunakan :

™Hanya memiliki batas spesifik atas (USL) Smaks

™Hanya memiliki batas spesifik atas (USL) Smaks

4) Penentuan nilai batas Control atas (upper control limit-UCL), dan atau batas Control bawah (lowercotrol limit-LCL)

¾ Nilai batas Control atas (upper control limit-UCL) merupakan sebuah persamaan yang digunakan untuk menentukan nilai batas atas dari suatu proses yang dimanfaatkan untuk mengevaluasi proses tersebut.

UCL = X-bar + (1,5 x Smaks)

Keterangan :

X-bar : nilai rata-rata proses Smaks : Standar deviasi proses

¾ Nilai batas Control bawah (lower control limit-LCL) merupakan sebuah persamaan yang digunakan untuk menentukan nilai batas bawah dari suatu proses yang dimanfaatkan untuk mengevaluasi proses tersebut.

LCL = X-bar - (1,5 x Smaks)

Keterangan :

X-bar : nilai rata-rata proses Smaks : Standar deviasi proses

5) Penentuan nilai kapabilitas proses

Kapabilitas proses (Cpm) merupakan suatu ukuran kinerja kritis yang

(42)

dan ekspentasi pelanggan. Perhitungan kapabilitas proses hanya dilakukan untuk proses yang stabil.

Cpm

Namun jika proses hanya memiliki satu batas spesifik (SL), maka digunakan persamaan sebagai berikut :

Cpm

dengan :

SL : nilai batas spesifik X-bar : nilai rata-rata proses S : nilai standar deviasi proses Jika :

Cpm ≥ 2,0 : keadaan proses industri berada dalam keadaan stabil dan

mampu, artinya proses mampu untuk menghasilkan produk sesuai dengan kebutuhan proses dan ekspektasi pelanggan. 1 ≤ Cpm < 1,99 : keadaan proses berada dalam keadaan stabil dan tidak

mampu, artinya proses berada dalam keadaan tidak mampu sampai cukup mampu untuk menghasilkan produk sesuai dengan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan.

Cpm < 1,0 : keadaan proses berada dalam keadaaan tidak mampu untuk

menghasilkan produk sesuai dengan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan.

4. Analisis kinerja perspektif pembelajaran dan pertumbuhan menekankan pada tiga hal utama yaitu tingkat retensi karyawan (yang mengacu Schuler dan Jackson 2000), tingkat kepuasan kerja (yang mengacu Umar 1997) dan tingkat kompetensi karyawan (yang mengacu Moeheriono 2009). Analisis tersebut menggunakan perhitungan:

(1) Tingkat retensi karyawan

(43)

Semakin tinggi tingkat retensi karyawan, berarti menunjukkan semakin tinggi pula presentasi perputaran karyawan.

(2) Tingkat kepuasan karyawan

Tingkat kepuasan karyawan merupakan penentu dari pengukuran tingkat produktivitas karyawan dan tingkat retensi karyawan. Rumus untuk mencari tingkat kepuasan karyawan adalah sebagai berikut :

Semakin tinggi tingkat kepuasan karyawan, berarti semakin tinggi tingkat kepuasan mereka dalam bekerja di perusahaan. Banyaknya sampel menggunakan sumus Slovin (Umar 1997).

Keterangan :

n : Ukuran sampel N : Ukuran populasi

Ne : Presentase kelonggaran ketelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir yaitu 10 %

Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah teknik pemilihan sampel probabilitas, yaitu pemilihan sampel acak secara sederhana (simple random sampling), yang memberikan kesempatan yang sama dan bersifat tidak terbatas pada elemen populasi untuk dipilih sebagai sampel. Pengujian instrument penelitian menggunakan :

1) Uji validitas dengan menghitung korelasi menggunakan teknik korelasi product moment sebagai berikut (Sugiono 1999)

Keterangan :

r = koefisien korelasi n= jumlah sampel x = variable independen tarif signifikan = 5 %

Retensi karyawan = x 100%

Kepuasan karyawan %

n =

r ∑ ∑ ∑

(44)

y = variable dependen n = jumlah sampel

2) Uji reliabilitas menggunakan Spearmen Brown (Sugiono 1999)

Keterangan :

ri = reliabilitas internal seluruh instrument

rb = korelasi product moment antara belahan pertama dan kedua

Tabel 3 Perhitungan bobot penilaian kuesioner kepuasan karyawan

Tingkat kepuasan Skor

Sangat puas 5

Puas 4

Netral/cukup puas 3

Tidak puas 2

Sangat tidak puas 1

3) Tingkat kompetensi karyawan

Tingkat kmpetensi digunakan untuk mengukur kompetensi pada sumber daya manusia yang menangani proses pengolahan tuna loin. Tahapan ini dilakukan dengan menghubungkan tahapan proses produksi tuna loin yang menjadi CCP dengan sumber daya manusia yang menanganinya dan penilaian kinerja lebih difokuskan pada bagian quality Control. Hal ini dilakukan agar dapat diketahui tingkatan kinerja setiap QC yang menangani tentang CCP tuna loin.

Penilaian kinerja berbasis kompetensi ini mengacu pada The Concept of Competence oleh Mc Clelland (1993) yaitu dengan tahapan :

(45)

b) Menganalisis jabatan dengan menjabarkan tanggung jawab posisi yang telah dipilih pada langkah (a) yaitu dengan pengambilan data sekunder berupa prosedur penerapan GMP (Good Manufacturing Practice).

c) Mengidentikasi kompetensi yang dibutuhkan pada posisi yang telah dipilih pada langkah (a) berdasarkan tanggung jawab yang telah dijabarkan. Langkah ini dilakukan dengan melakukan survey pada lini produksi yang bersangkutan untuk melihat kompetensi yang dibutuhkan pada posisi tersebut.

d) Membuat daftar tentang jenis kompetensi yang diperlukan pada posisi tersebut. Langkah ini dilakukan dengan membuat tabel standar kompetensi yang dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Standar kompetensi

Posisi Kompetensi yang diperlukan

e) Menentukan skala tingkat penguasaan kompetensi yang ingin dibuat, misalkan skala 1 (sangat rendah), 2 (rendah), 3 (sedang), 4 (baik), 5 (sangat baik) atau menggunakan skala B (basic), I (intermediet), A (advance) dan E (expert).

f) Membuat penjelasan dari suatu jenis kompetensi ke dalam skala yang dibuat. Misalnya kompetensi komunikasi tertulis. Untuk kompetensi ini, skala basic-nya adalah mampu menulis memo dan surat saja; skala intermediet-nya mampu menulis laporan dengan analisis minimal; skala advace-nya menulis laporan disertai analisis lebih mendalam dalam bentuk grafik dan gambar; sedangkan skala expert-nya yaitu mampu menuliskan laporan yang berisikan pendapat, analisis dengan dukungan dan fakta dengan konsep dan variabel yang rumit dan lengkap. 

(46)

Visi dan misi Apa visi dan misi masa depan kita?

Financial Customer Internal bussiness Jika visi dan misi kita berhasil, bagaimana kita membedakannya?

Ukuran strategi

Apa indikator yang dijadikan sebagai alat ukur strategi?

Faktor Penentu Keberhasilan Apa faktor-faktor penentu keberhasilan

strategi kita?

Apa target pencapaian strategi kita?

Tindakan Perbaikan Bagaimana kita bisa mewujudkan visi dan misi? Tindakan perbaikan apa yang

akan kita terapkan?

3.2.4 Penyusunan rencana perbaikan balanced scorecard

Tahapan dalam penyusunan rencana perbaikan adalah menentukan target dan tindakan perbaikan yang disesuaikan dengan hasil analisis keempat perspektif balanced scorecard PT X. Proses penyusunan target dan tindakan perbaikan mengacu pada Rampersad (2006). Gambaran penyusunan rencana perbaikan dalam upaya peningkatan keberhasilan HACCP PT X dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Tahapan penentuan target dan tindakan perbaikan (Rampersad 2006).

 

 

(47)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penyusunan Kerangka Balanced Scorecard

PT X merupakan perusahaan pengolahan ikan tuna dengan status perusahaan adalah Penanaman Modal Asing (PMA) yang berasal dari Taiwan. Hal ini terlihat dari Surat Pendaftaran Usaha Perikanan No.02.1411-7/-1.823.57 yang dapat dilihat pada Lampiran 5. Pemegang saham PT X terdiri dari dua pihak yaitu pihak Taiwan dengan total saham 60 % yang dimiliki oleh Mr. Liu yang juga menjabat sebagai Direktur perusahaan, dan kepemilikan saham kedua yaitu Bapak Hendra Sugandhi dengan total saham 40 % dan menjabat sebagai Komisaris perusahaan. Secara umum PT X adalah perusahaan perseroan tertutup sehingga saham yang dimiliki perusahaan hanya dimiliki oleh dua pihak saja dan sahamnya tidak diperjualbelikan kepada masyarakat. Oleh karena itu pihak perusahaan tidak melakukan Rapat Umum Pemegang Saham. Sedangkan profil perusahaan secara umum dapat dilihat pada Lampiran 6.

Penyusunan kerangka balanced scorecard pada PT X diawali dengan menerjemahkan visi, misi,dan tujuan perusahaan. Berikut ini adalah visi, misi, dan tujuan PT X.

¾ Visi : Menjadi perusahaan pengolahan ikan tuna yang paling berkualitas dengan selalu memuaskan kepentingan pelanggan, karyawan dan lingkungan sekitar.

¾ Misi : Meningkatkan pertumbuhan dan keuntungan yang bersinambung melalui proses pengolahan ikan tuna yang berprinsip pada zero waste atau cleaner production, yaitu memanfaatkan ikan secara optimal sehingga tidak ada bagian yang terbuang dan bernilai guna.

(48)

Hasil penjabaran visi, misi, dan tujuan PT X disesuaikan dengan proses bisnis yang dilakukan yaitu strategi-strategi yag berhubungan dengan peningkatan kinerja HACCP pengolahan tuna loin. Penyusunan kerangka balanced scorecard dapat dilihat pada Tabel 5, sedangkan gambaran hubungan sebab-akibat di antara perspektif balanced scorecard dapat dilihat pada Gambar 6.

Tabel 5 Penyusunan kerangka balanced scorecard berdasarkan Kaplan dan Norton (2000) dan Rampersad (2006)

PERSPEKTIF KEUANGAN

Faktor penentu keberhasilan Tujuan strategis Tolak Ukur kinerja

Hasil keuangan yang baik dan kemungkinan perolehan keuntungan yang meningkat

Memaksimalkan nilai pemegang saham

Pertumbuhan penjualan tuna

Penghasilan keuntungan lebih besar

ROI

(Return On Investament)

PERSPEKTIF KEUANGAN

Pelayanan berkualitas Peningkatan kepuasan pelanggan

Peningkatan kualitas produk Tingkat keluhan pelanggan Tingkat pengenalan publik

yang lebih baik

Penguatan citra produk dan layanan

Tingkat kepercayaan pelanggan

Kualitas layanan

PERSPEKTIF PROSES BISNIS INTERNAL

Memaksimalkan kualitas produk tuna yang dihasilkan

Peningkatan kualitas produk

Implementasi HACCP pada pengolahan tuna loin Pengendalian bahaya histamin pada produk tuna

PERSPEKTIF PEMBELAJARAN DAN PERTUMBUHAN

Perkembangan bersinambung menyangkut potensi SDM

Peningkatan

kompetensi karyawan

Kompetensi bagian Quality Control

Pelatihan sistem jaminan keamanan pangan Peningkatan

komitmen dan loyalitas karyawan

(49)

Menjadi perusahaan pengolahan ikan tuna yang paling berkualitas dengan selalu memuaskan kepentingan pelanggan, karyawan dan lingkungan sekitar.

MISI

Mewujudkan pertumbuhan dan keuntungan yang bersinambung melalui proses pengolahan ikan tuna yang berprinsip pada zero waste atau cleaner production, yaitu memanfaatkan ikan secara optimal sehingga tidak

ada bagian yang terbuang dan bernilai guna.

Perspektif Kompetensi QC  Pelatihan sistem

jaminan mutu

Implementasi HACCP pada pengolahan tuna loin 

Pengendalian bahaya histamin pada produk tuna  Peningkatan kepuasan

pelanggan 

Penguatan citra produk dan layanan 

Pertumbuhan profitabilitas Pertumbuhan Penjualan 

(50)

4.2 Pembobotan Keempat Perspektif Balanced Scorecard

Konsep balanced scorecard meninjau empat perspektif yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis, dan perspektif pembelajaran serta pertumbuhan (Kaplan dan Norton 2000). Berdasarkan kondisi di lapangan, keempat perspektif balanced scorecard dijabarkan ke dalam beberapa sasaran strategis yang mencakup indikator hasil pada setiap sasaran strategis. Gambaran keempat perspektif balanced scorecard beserta hasil pembobotan setiap sasaran strategis dan indikator hasilnya pada PT X dapat dilihat pada Tabel 6, sedangkan kuesioner pembobotannya dapat dilihat pada Lampiran 7.

Tabel 6 Hasil pembobotan perspektif balanced scorecard PT X Perspektif Sasaran Strategis Bobot

(%)

14,29 Peningkatan jumlah ekspor tuna

11,11 Kualitas Produk 6,35 Tingkat keluhan

pelanggan

4,76 B2- Penguatan citra

produk dan layanan

8,33 Tingkat kepercayaan pelanggan

2,38 Kualitas layanan 3,57 Sistem informasi

27,78 Implementasi HACCP pada pengolahan tuna

loin

15,87

Pengendalian bahaya histamin pada produk

tuna

9,72 Kompetensi QC 5,56

Pelatihan sistem

9,72 Tingkat kepuasan kerja karyawan

(51)

Hasil pembobotan terbesar berada pada perspektif keuangan yaitu 33,33 %; sedangkan hasil pembobotan untuk perspektif pelanggan dan perspektif pembelajaran serta pertumbuhan adalah sama yaitu 19,44 %. Hasil pembobotan untuk perspektif proses bisnis internal 27,78 %. Besarnya nilai pembobotan untuk perspektif keuangan dikarenakan PT X memiliki visi, misi dan tujuan perusahaan yaitu memperoleh keuntungan sebesar-besarnya dari proses bisnis yang dilakukan. Sedangkan hasil pembobotan terbesar kedua yaitu perspektif proses bisnis internal terkait dengan kualitas produk tuna yang dihasilkan PT X yang sangat diperhatikan mutunya.

4.3 Analisis Kinerja Keempat Perspektif Balanced Scorecard

Analisis kinerja keempat perspektif balanced scorecard meliputi perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Berikut adalah analisis keempat perspektif tersebut :

4.4.1 Analisis kinerja perspektif keuangan

Berdasarkan kondisi di lapangan, PT X termasuk ke dalam kategori perusahaan yang masih bertahan (sustain stage), di mana perusahaan masih melakukan investasi dan reinvestasi dengan mempersyaratkan tingkatan pengembalian yang terbaik (Kaplan dan Norton 2000). Tujuan ekspor PT X adalah ke Amerika, dan sampai saat ini perusahaan masih kewalahan memenuhi permintaan buyer Amerika terkait produk tuna loin yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan adanya penurunan jumlah bahan baku yang diterima oleh perusahaan yang diperkirakan karena jumlah tangkapan ikan tuna yang mengalami penurunan. Berikut ini adalah kedua sasaran strategis pada perspektif keuangan PT X.

(1) Peningkatan profitabiltas (keuntungan)

(52)

perusahaan, sedangkan pada pertumbuhan profitabilitas yang menjadi indikator hasil utamanya adalah ROI (Return On Investament) (Bernadine 2004).

Hasil pembobotan untuk sasaran strategis peningkatan profitabilitas adalah sebesar 19,04 % dengan indikator hasil ROI sebesar 19,04 %. Return On Investament adalah laba bersih dibagi dengan total aktiva dan dianggap penting untuk dimasukkan ke dalam perencanaan strategi karena rasio ini dipengaruhi oleh kegiatan operasional maupun kegiatan pendanaan, sehingga dapat memantau semua aktivitas perusahaan (O’connor dan Feng 2005).

(2) Pertumbuhan penjualan

Sasaran strategis kedua yaitu pertumbuhan penjualan dengan bobot nilai sebesar 14,29 %. Indikator hasil pada sasaran strategis pertumbuhan penjualan yaitu peningkatan jumlah ekspor tuna dengan bobot 14,29 %. Data eskpor tuna PT X dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Data ekspor produk tuna PT X

Berdasarkan Tabel 7, nilai ekspor terbesar berada pada tahun 2005 dengan jumlah ekspor produk tuna sebesar 727,732 kg sedangkan nilai ekspor terendah berada pada tahun 2010 dengan jumlah ekspor sebesar 304.363 kg. Hal ini dikarenakan jumlah bahan baku tuna yang semakin sedikit dan sulit menemukan bahan baku tuna dengan kualitas yang bagus. Penurunan jumlah ekspor dari tahun ke tahun, mengindikasikan adanya penurunan keuntungan yang diperoleh oleh pihak perusahaan, sehingga perlu dilakukan upaya perbaikan yang dapat meningkatkan jumlah ekspor produk tuna PT X. Salah satu upaya yang dapat digunakan untuk meningkatkan jumlah produksi tuna PT X adalah dengan

Tahun Volume (Kg)

Others Europe U.S.A Total

2003 63.475 244.621 227.509 535.605

2004 257.431 495.799 245.107 998.337

2005 131.409 394.625 201.698 727.732

2006 85.053 242.625 172.253 499.931

2007 67.100 - 238.851 305.951 2008 126.062 - 310.684 436.746 2009 61.050 - 365.363 426.413 2010 15.490 - 288.873 304.363

(53)

mencari suplier bahan baku yang berasal dari daerah atau mengimpor bahan baku dari luar negeri.

4.2.2 Analisis kinerja perspektif pelanggan

Pelanggan memegang peran penting dalam perusahaan, karena pelanggan mendatangkan pendapatan bagi perusahaan yaitu dengan membeli produk yang dihasilkan. Oleh karena itu, kebutuhan pelanggan dijadikan sebagai pemicu segala kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan pertumbuhan perusahaan. Berdasarkan kondisi yang ada, PT X termasuk ke dalam perusahaan yang dikategorikan bertahan (sustain stage), yang artinya pada prspektif pelanggan perusahaan memiliki potensi untuk berkembang dan mengembangkan hubungan dengan pelanggan lain (Kaplan dan Norton 2000). Perspektif pelanggan meraih bobot pengukuran sebesar 19,44 % dari total keseluruhan pembobotan keempat perspektif balanced scorecard. Berikut ini adalah kedua sasaran strategis pada perspektif pelanggan PT X.

(1) Peningkatan kepuasan pelanggan

Pelanggan tetap PT X adalah buyer yang berasal dari Amerika Serikat. Hal ini dikarenakan pasar Amerika Serikat masih memberikan peluang yang sangat besar untuk produk-produk perikanan Indonesia. Selain itu kurang ketatnya pemeriksaan dalam importasi makanan dan produk perikanan di Amerika Serikat dibandingkan dengan negara tujuan ekspor lainnya seperti Uni Eropa memberikan peluang yang besar untuk produk-produk asal Indonesia. Faktor lainnya yang mempengaruhi besarnya ekpor produk perikanan ke Amerika adalah karena besarnya sumber daya alam produk perikanan dan beragamnya jenis produk perikanan Indonesia dibandingkan negara eksportir lainnya, yang menjadikan keunggulan competitive tersendiri bagi produk Indonesia untuk tetap dapat menempati pasar di Amerika Serikat sebagai tujuan utama ekspor perikanan, selain Jepang dan negara-negara di Uni Eropa (Arifin 2009).

Gambar

Gambar 3 Struktur umum peta strategis (Kasperskaya 2006).
Tabel 1  Contoh penyusunan balanced scorecard menurut Rampersad (2006)
Gambar 4 Penyusunan kerangka balanced scorecard
Gambar 5.
+7

Referensi

Dokumen terkait