ANALISIS SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KLOROFIL-A
DARI CITRA AQUA MODIS SERTA HUBUNGANNYA
DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS
DI SELAT SUNDA
NURUL AENI
SKRIPSI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
ANALISIS SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KLOROFIL-A DARI CITRA AQUA MODIS SERTA HUBUNGANNYA DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI SELAT SUNDA
adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir Skripsi ini.
Bogor, Januari 2012
RINGKASAN
NURUL AENI, Analisis Suhu Permukaan Laut dan Klorofil-a dari Citra Aqua-Modis Dan Hubungannya dengan Hasil Tangkapan Ikan Pelagis di Selat Sunda. Dibimbing oleh VINCENTIUS PAULUS SIREGAR.
Perairan Selat Sunda merupakan salah satu wilayah yang berperan penting dalam kegiatan perikanan di nusantara. Dinamika perairan Selat Sunda
dipengaruhi oleh aliran dari Laut Jawa dan Samudera Hindia, sehingga
pencampuran kedua massa air ini mempengaruhi kelimpahan dan produktivitas perikanan pelagis di wilayah tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis variabilitas suhu permukaan laut (SPL) dan konsentrasi klorofil-a permukaan dengan hasil tangkapan ikan pelagis di perairan Selat Sunda. Hasil tangkapan dalam penelitian ini dikhususkan untuk jenis ikan tongkol (Euthynnus sp.).
Penelitian dilakukan dari Februari hingga Agustus 2011, yang meliputi kegiatan pengunduhan dan pemrosesan citra pada bulan Februari-April, serta pengambilan data sekunder perikanan tangkap dilakukan pada Agustus 2011. Data satelit Aqua MODIS yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari tahun 2007 hingga 2010, yang diolah dan ditampilkan dengan menggunakan program SeaDas 5.2. Data hasil tangkapan yang digunakan adalah data berdasarkan Cacth Per Unit Effort (CPUE) yang diperoleh dari TPI Labuan, Banten.
© Hak cipta milik Nurul Aeni, tahun 2012
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotocopy, microfilm, dan sebagainya
ANALISIS SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KLOROFIL-A
DARI CITRA AQUA MODIS SERTA HUBUNGANNYA
DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI SELAT
SUNDA
NURUL AENI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS
PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
IKAN PELAGIS DI SELAT SUNDA
Nama : Nurul Aeni
NRP : C54070023
Departemen : Ilmu dan Teknologi Kelautan
Menyetujui,
Komisi Pembimbing
Dosen Pembimbing I
Dr.Ir. Vincentius. P. Siregar NIP. 19561103 198503 1 003
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
Prof. Dr. Ir. Setyo Budi Susilo, M.Sc NIP. 19680909 198303 1 003
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas semua rahmat
dan karunia-Nya sehingga Skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi yang berjudul
ANALISIS SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KLOROFIL-A DARI CITRA AQUA MODIS SERTA HUBUNGANNYA DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI SELAT SUNDA diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada Departemen Ilmu dan Teknologi
Kelautan.
Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Kedua orangtua penulis, Bapak Bahrudin Haryono dan Ibu Hindun Najib serta
semua keluarga besar penulis yang tak henti-hentinya mendoakan dan
memotivasi.
2. Dr. Ir. Vincentius .P. Siregar selaku dosen pembimbing utama yang telah
banyak memberikan arahan dan bimbingan selama proses penyusunan skripsi
ini sehingga dapat tersusun dengan baik.
3. Teman-teman dan semua pihak khususnya ITK 44 yang telah membantu dan
mendukung penulis dalam banyak hal.
Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan, sehingga
diharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari semua pihak untuk
kesempurnaan skripsi ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat untuk berbagai
pihak.
Bogor, Januari 2012
viii
3.3. Metode pengumpulan data hasil tangkapan ... 14
3.4. Metode pengolahan data ... 14
4.3. Distribusi konsentrasi klorofil-a... 22
4.4. Variasi nilai konsentrasi khlorofil di perairan Selat Sunda ... 24
4.5. Produksi Ikan Pelagis ... 28
ix
4.5.2. Hubungan Konsentrasi Klorofil-a dengan CPUE ... 30
5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 33
5.1. Kesimpulan ... 33
5.2. Saran ... 34
DAFTAR PUSTAKA ... 35
LAMPIRAN ... 38
x
1. Spesifikasi teknik satelit Aqua MODIS ... 8
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Lokasi Penelitian ... 11
2. Diagram alir pengolahan data penelitian... 16
3. Distribusi SPL Musim Barat ... 18
4. Distribusi SPL Musim Peralihan 1 ... 19
5. Distribusi SPL Musim Timur ... 19
6. Distribusi SPL Musim Peralihan 2 ... 20
7. Fluktuasi nilai rata-rata SPL di perairan Selat Sunda dan sekitarnya ... 21
8. Sebaran rata-rata bulanan SPL ... 21
9. Sebaran spasial bulanan konsentrasi klorofil-a ... 23
10.Sebaran rata-rata bulanan SPL ... 24
11.Pola pergerakan angin ... 27
12.Grafik hubungan antara SPL dengan CPUE ... 30
xii
1. Tabel nilai CPUE di Selat Sunda ... 38
2. Tabel nilai sebaran rata-rata bulanan suhu permukaan laut ... 39
3. Nilai sebaran rata-rata konsentrasi klorofil-a ... 39
4. Nilai rata-rata konsentrasi klorofil-a ... 40
5. Nilai rata-rata SPL bulanan di perairan laut Selat Sunda ... 40
6. Nilai minimum, maksimum dan rata-rata SPL siang ... 41
7. Nilai minimum, maksimum dan rata-rata SPL malam ... 43
1
1.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perairan Selat Sunda merupakan salah satu wilayah yang berperan penting
dalam kegiatan perikanan di nusantara. Dinamika perairan Selat Sunda
dipengaruhi oleh aliran dari Laut Jawa dan Samudera Hindia, sehingga
pencampuran kedua massa air ini mempengaruhi kelimpahan dan produktivitas
perikanan pelagis di wilayah tersebut.
Topografi dasar perairan Selat Sunda bervariasi dari arah timur laut ke
arah barat laut. Di bagian utara selat, memiliki kedalaman laut yang dangkal,
kemudian secara berangsur-angsur dasar laut menurun ke arah barat daya dengan
kedalaman laut sekitar 75 sampai dengan 100. Selanjutnya, semakin ke arah barat
daya, dasar laut menurun secara drastis, sehinggga mengakibatkan pada bagian
tengah perairan ini terdapat tubir sebagai batas dasar perairan dangkal dengan
perairan dalam. Hasil penelitian menunjukan bahwa pada wilayah ini, ditemukan
indikasi upwelling pada musim timur dan musim peralihan 2 ( Muripto., et al
2000). Fenomena upwelling tersebut dapat diamati dari data penginderaan jauh
satelit (sensor visible) terhadap peningkatan sebaran klorofil-a seperti dikatakan
Amri et al., 2007.
Menurut penelitian dari Muripto. et al (2000), densitas ikan terpadat
terjadi pada musim timur yang menyebar merata hampir di setiap lapisan
kedalaman, sedangkan densitas terendah terjadi pada musim peralihan dan musim
barat. Penelitian lainnya pernah dilakukan oleh Amri (2002), dengan hasil
tahun karena dipengaruhi oleh pola perubahan musim yang terjadi di perairan
tersebut. Hasil penelitian juga menunjukan bahwa di perairan Selat Sunda
memiliki SPL terendah ( 27 °C) dengan kandungan klorofil-a terendah (0,1
mg/m3) yang terjadi pada musim barat , sedangkan tertinggi (30,5 °C) terjadi
pada musim timur dan musim peralihan 2 dengan salinitas berkisar antara 31,0
sampai 33,70/00. Musim peralihan 1 merupakan musim awal keberadaan ikan di
Selat Sunda dan mencapai puncaknya pada musim timur.
Sumberdaya perikanan perairan Selat Sunda sudah banyak dimanfaatkan,
khususnya sumber daya ikan-ikan pelagis. Pemanfaatan sumber daya perikanan
pelagis Selat Sunda salah satunya dilakukan dengan menggunakan alat tangkap
mini purse seine ( pukat cincin mini). Keberadaan sumberdaya ikan pelagis
sangat tergantung pada faktor-faktor lingkungan sehingga kelimpahannya sangat
bervariasi di suatu perairan. Oleh karena itu, perlu kajian lebih lanjut mengenai
faktor-faktor lingkungan tersebut, salah satunya dengan analisis parameter suhu
permukaan laut dan klorofil-a untuk melihat hubungan kedua parameter tersebut
terhadap hasil tangkapan ikan pelagis di Selat Sunda.
1.2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji distribusi konsentrasi klorofil-a
dan suhu permukaan laut dari Citra Aqua MODIS dan hubungannya dengan hasil
tangkapan ikan pelagis di perairan Selat Sunda yang dilakukan berdasarkan
3
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kondisi geografis lokasi penelitian
Keadaan topografi perairan Selat Sunda secara umum merupakan perairan
dangkal di bagian timur laut pada mulut selat, dan sangat dalam di mulut selat
yang berhubungan dengan Samudera Hindia. Karakteristik perairan Selat Sunda
juga dicirikan oleh keberadaan gunung yang masih aktif di tengah selat,
pulau-pulau kecil dan pertemuan dua massa air dengan karakteristik yang berbeda, yang
menjadikan wilayah ini secara geologis maupun oseanografis sangat menarik,
dengan demikian dapat diduga secara spesifik akan mempengaruhi populasi, jenis,
sebaran dan kelimpahan sumberdaya perikanan di Selat Sunda (Hendiarti et
al.,2004).
Perairan Selat Sunda juga dapat menghubungkan wilayah Laut Jawa
bagian barat dengan perairan Selatan Jawa bagian barat dan pantai barat Sumatera
bagian selatan, yang merupakan perairan dengan musim yang dipengaruhi oleh
pergerakan massa air dari Laut Jawa dan Samudera Hindia (Hendiarti et
al.,2004). Hal ini dapat mempengaruhi kelimpahan dan produktivitas perairan di
Selat Sunda.
Selat Sunda dipengaruhi oleh Angin Muson Tenggara dan Angin Muson
Barat Laut yang terjadi di Indonesia. Pada saat angin Muson Tenggara, suhu
permukaan Selat Sunda lebih dari 29 °C, dengan konsentrasi klorofil-a lebih dari
0.5 mg/m3 dan salinitas rendah. Pada saat terjadi angin muson tenggara (southeast
monsoon), di wilayah pantai Jawa-Sumatera terjadi Upwelling, namun kondisi ini
2.2. Suhu Permukaan Laut
Suhu permukaan laut merupakan salah satu parameter oseanografi yang
mencirikan massa air di lautan dan berhubungan dengan keadaan lapisan air laut
yang terdapat di bawahnya,sehingga dapat digunakan dalam menganalisis
fenomena-fenomena yang terjadi di lautan seperti fenomena arus, upwelling,
front ( pertemuan dua massa air yang berbeda), dan aktifitas biologi di laut (
Robinson, 1985). Suhu berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap
proses fotosintesis di laut. Pengaruh langsung dalam fotosintesis disebabkan
karena reaksi kimia enzimatik yang berperan dalam proses fotosintesis.
Sedangkan reaksi tidak langsung suhu dapat berpengaruh dalam menentukan
struktur hidrologis suatu perairan. Semakin dalam perairan, maka suhu akan
semakin rendah dan salinitas semakin meningkat, yang dapat mengurangi laju
penenggelaman fitoplankton.
Suhu perairan juga dapat berpengaruh terhadap aktifitas biologi di
dalamnya sehingga perubahan suhu perairan yang sangat kecil (±0.02 °C) dapat
menyebabkan perubahan densitas populasi ikan di suatu perairan. Ikan-ikan
cenderung akan menghindari perairan yang bersuhu tinggi dan bergerak ke suhu
yang lebih rendah ( Laevastu dan Hayes, 1981). Perubahan suhu perairan di
bawah suhu optimal menyebabkan penurunan aktivitas gerakan dan aktivitas
gerakan dan aktivitas makan sehingga menghambat proses berlangsungnya
pemijahan.
Perubahan suhu musiman pada suatu perairan, selain disebabkan oleh
panas matahari, juga dipengaruhi oleh faktor arus permukaan, keadaan awan,
5
merupakan parameter yang mudah dan biasa diamati. Setiap spesies memiliki
tingkatan suhu optimum dan batas toleransi terhadap suhu sekitar 0,1 °C. Ikan
merupakan hewan yang tubuhnya dapat menyesuaikan dengan suhu lingkungan di
sekitarnya atau juga bisa disebut hewan berdarah dingin (poikilothermal) (
Laevastu dan Hayes, 1981).
Menurut penelitian Gordon (2005), berdasarkan analisis data Aqua
MODIS dan Sea WiFS diketahui bahwa SPL, distribusi klorofil-a, dan upwelling
masing-masing sangat dipengaruhi oleh angin monsoon. Dari hasil penelitian arus
lintas kepulauan Indonesia diketahui bahwa, termoklin di Samudera Hindia
dengan suhu dingin dan salinitas rendah bergerak memotong arus lalu lintas
kepulauan Indonesia dekat 12 °LS. Menurut penelitian dari Amri (2002), nilai
suhu permukaan laut di selat Sunda bervariasi sepanjang tahun, tergantung
musim. Nilai suhu permukaan laut terendah ( 27 °C) terjadi pada musim barat dan
nilai tertinggi terjadi pada musim timur dan peralihan 2 (30,5 °C) .
2.3. Klorofil-a
Klorofil adalah pigmen hijau yang terdapat pada tumbuhan. Klorofil-a
adalah tipe klorofil yang paling umum dari tumbuhan. Dalam inventarisasi dan
pemetaan sumberdaya alam pesisir dan laut, klorofil-a digunakan untuk
mengetahui keberadaan fitoplankton dalam air. Semakin tinggi konsentrasi
klorofil-a semakin berlimpah fitoplankton di air tersebut (United State
Environmental Protection Agency, http://seawifs.gsfc.nasa.gov/SEAWIFS.html).
Fitoplankton adalah organisme laut yang melayang dan hanyut dalam air laut serta
Kandungan klorofil-a dapat digunakan sebagai ukuran banyaknya
fitoplankton pada suatu perairan tertentu dan dapat digunakan sebagai petunjuk
produktivitas perairan. Berdasarkan penelitian Nontji (1974), nilai rata-rata
kandungan klorofil di perairan Indonesia sebesar 0,19 mg/m3, nilai rata-rata pada
saat berlangsung musim timur (0,24 mg/m3) menunjukkan nilai yang lebih besar
daripada musim barat (0,16 mg/m3).
Daerah-daerah dengan nilai klorofil tinggi mempunyai hubungan erat
dengan adanya proses penaikan massa air / upwelling (Laut Banda, Arafura, Selat
Bali dan Selatan Jawa), proses pengadukan dan pengaruh sungai-sungai (Laut
Jawa, Selat Malaka dan Laut Cina Selatan). Salah satu satelit inderaja yang
mampu mendata nilai klorofil adalah satelit Aqua MODIS yang diluncurkan
pertama kali pada 4 Mei 2002 yang spesifikasinya digunakan untuk memetakan
lautan (Maccherone, 2005).
2.4. Penginderaan Jauh
Pada pemanfaatan data penginderaan jauh di bidang perikanan yang umum
dipergunakan adalah pengamatan suhu permukaan laut dan warna laut. Penentuan
suhu permukaan laut menggunakan citra satelit dilakukan dari besarnya nilai
radiasi infra merah jauh (infra merah panas) yang mempunyai kisaran panjang
gelombang 3µm-14µm. Perlu diketahui bahwa pengukuran spektrum infra merah
jauh yang dipancarkan oleh permukaan laut hanya dapat memberikan informasi
suhu pada lapisan permukaan sampai kedalaman 0.1 mm (Kushardono, 2003).
Data SPL dan konsentrasi klorofil-a dapat diperoleh dari data
7
memanfaatkan cahaya matahari sebagai sumber energi untuk melakukan
penginderaan terhadap objek yang terdapat di permukaan bumi. Satelit membawa
sensor yang dapat menerima pantulan radiasi sinar matahari dari permukaan dan
kolom perairan.
Proses yang terjadi dalam sistem penginderaan jauh ocean color adalah
transfer radiasi dalam sistem sinar matahari-perairan-sensor satelit. Sebagai
contoh SPL dan konsentrasi klorofil-a diturunkan dari data satelit Aqua MODIS
yang memiliki karakteristik dengan kuantitasi 12 bits dan memiliki 36 band
dengan resolusi spasial 250 m untuk band 1 dan 2, 500 m untuk band 3 hingga 7
dan 1 km untuk band 8 hingga 36 (Kushardono, 2003).
Penelitian yang menggunakan data Aqua MODIS sudah banyak dilakukan,
antara lain yaitu penelitian yang dilakukan oleh peneliti dari Southes Asian
Regional Centre for Tropical Biology ( SEAMEO BIOTROP), Vincentius (2011)
yang menggunakan data level 3 SPL dan konsentrasi klorofil-a dari citra Aqua
MODIS untuk mengkaji dampak dari pemanasan global terhadap aktifitas
perikanan, baik perikanan tangkap maupun perikanan budidaya di perairan utara
Jawa. Penelitian lainnya yaitu yang dilakukan oleh Julisca 2009, mengenai
variabilitas konsentrasi klorofil-a dan suhu permukaan laut dari citra Aqua
MODIS serta hubungannya dengan hasil tangkapan ikan lemuru di perairan Selat
Bali.
2.5. Satelit Aqua MODIS
Berbagai jenis sensor satelit telah dikembangkan untuk mendeteksi
secara fisik, kimia maupun proses biologi. Salah satunya adalah satelit aqua yang
membawa sensor Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS).
Sensor modis mempunyai 36 kanal dengan kisaran panjang gelombang (0,4- 4,4
m) sehingga diharapkan dapat di peroleh informasi yang lebih akurat bila
dibandingkan dengan sensor ocean color lainya.
Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS) merupakan
instrumen penting yang telah dikembangkan sejak pertengahan 1995. Sebagian
besar kanal MODIS memiliki resolusi spasial sebesar 1 km ( 29 kanal), namun
terdapat juga kanal yang memiliki resolusi spasial sebesar 250m ( 2 kanal) dan
500 m ( 5 kanal), dimana 2 kanal tersebut berada pada rentang spektral daerah
tengah sinar tampak. Instrumen MODIS ini berhasil diluncurkan satelit Terra
(EOS AM) pada tanggal 18 Desember 1999 dan satelit Aqua (EOS PM) yang
diluncurkan pada 4 Mei 2002 (www.modis.gsfc.nasa.gov), untuk lebih jelasnya
spesifikasi MODIS dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Spesifikasi teknik satelit Aqua MODIS (Maccherone, 2005)
Orbit 705 km; 13.30 P.M., ascending node,
sun-synchronous, near polar, sirkular
Rataan pantauan 20,3 rpm, cross track
Luas liputan 2330 km (cross track) dengan lintang 10°
lintasan pada nadir
Berat 228,7 kg
Tenaga (power) 168,5 W (single orbit average)
Kuantisasi 12 bit
Resolusi spasial
9
Aqua MODIS mempunyai beberapa produk dengan berbagai sumber.
Salah satu produk Aqua MODIS adalah citra level 3. Citra MODIS level 3 terdiri
dari data suhu permukaan laut, konsentrasi klorofil-a dan data parameter lainnya
yang dapat digunakan dan diproses lebih lanjut oleh para peneliti dari berbagai
disiplin ilmu, termasuk oseanografi dan biologi. Citra MODIS level 3 merupakan
produk data yang sudah diproses. Citra tersebut sudah dikoreksi atmosferik, yang
dilakukan untuk menghilangkan hamburan cahaya yang sangat tinggi yang
disebabkan oleh komponen atmosfer. Komponen yang dikoreksi yaitu hamburan
Rayleigh dan hamburan aerosol (www.modis.gsfc.nasa.gov).
2.6. Ikan pelagis
Ikan pelagis merupakan ikan yang hampir sepanjang daur hidupnya berada
pada kolom perairan , bebas dari dasar perairan. Daerah yang diminati oleh ikan
pelagis yaitu daerah yang masih dapat terkena sinar matahari ( zona eufotik)
dengan perbatasan bawah pada umumnya terletak pada kedalaman 100-200 meter,
bervariasi terhadap batas tembus cahaya dan kejernihan air ( Nybakken, 1988).
Potensi perikanan pelagis di selat Sunda salah satunya yaitu jenis ikan
tongkol (Euthynnus sp). Ikan tongkol termasuk ikan pelagis kecil karena
panjangnya 20-60 cm tetapi kadang-kadang bisa mencapai 100 cm ( Kriswantoro
dan Sunyoto 1986). Berat maksimum ikan tongkol dapat mencapai 13,6 kg.
Makanan Ikan Tongkol adalah teri, ikan pelagis dan cumi-cumi. Pada famili
Scombiridae lainnya, ikan tongkol cenderung membentuk kumpulan multi spesies
menurut ukurannya, misalkan dengan kumpulan Thunnus albacores, Katsuwonus
Ikan tongkol umumnya hidup di Samudera Hindia dan Samudera Pasifik
bagian barat ( Nontji, 2005). Ikan ini bersifat epipelagis berenang membentuk
schooling dan umumnya hidup pada kisaran 21,6 °C-30 °C.
Beberapa sifat dan kebiasaan hidup ikan tongkol dikemukakan Unar dalam
Nurjaelani (1991) sebagai berikut :
1). Tongkol umumnya adalah karnivor yang rakus.
2). Dalam ruayanya, tongkol kadang-kadang berhenti untuk mencari makan.
3). Terdapat di daerah tropis yang berkadar salinitas tinggi.
4). Bergerak dalam gerombolan besar di lautan bebas dan dapat beruaya dengan
jarak yang sangat jauh.
Blackburn (1965), mengemukakan bahwa ikan tongkol memiliki daerah
penyebaran yang luas. Pada umumnya ikan tongkol menyenangi perairan panas
dan hidup pada lapisan permukaan hingga kedalaman 40 meter. Kondisi
oseanografi yang mempengaruhi penyebaran ikan tongkol adalah suhu, arus dan
salinitas ( Hela dan Laevastu, 1970). Hal tersebut sesuai dengan yang dinyatakan
Gunarso (1985) bahwa ikan tongkol dapat mendeteksi perubahan suhu sampai
sekecil 0,03 °C, sedangkan untuk salinitas dapat mendeteksi perubahan sampai
besarnya sekitar 0,02. Oleh karena itu, ikan tongkol sangat sensitif terhadap
11
3. METODE
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan dari Februari hingga Agustus 2011. Proses
penelitian dilakukan dengan beberapa tahap : pertama, pada bulan Februari
dilakukan pengumpulan dan pemprosesan data citra SPL dan klorofil-a. Kedua,
pada bulan Agustus dilakukan survei langsung ke lokasi lapangan penelitian
berupa wawancara kepada nelayan dan petugas di Tempat Pelelangan Ikan (TPI)
pelabuhan Labuan, dan melakukan pengumpulan data produksi ikan pelagis tahun
2009-2010 ke TPI Labuan, Banten.
Lokasi penelitian adalah perairan laut Selat Sunda dan sekitarnya dengan
posisi koordinat 3° 00’ 00”-9° 00’ 00” LS dan 103° 00’ 00”-109 °00’ 00” BT.
3.2. Alat dan Bahan 3.2.1. Alat
Alat yang digunakan antara lain seperangkat komputer yang dilengkapi
dengan beberapa perangkat lunak yang dapat menunjang dalam penelitian ini.
Perangkap lunak yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Perangkat lunak yang digunakan untuk pengolahan data konsentrasi
klorofil-a dan SPL dalam bentuk ASCII file dari citra satelit Aqua MODIS
level 3 komposit 8 harian.
2. Perangkat lunak untuk menampilkan pola pergerakan angin di lokasi
penelitian dan pengolahan data Aqua MODIS untuk tampilan SPL dan
klorofil-a di perairan selat Sunda dan sekitarnya.
3. Perangkat lunak untuk pengolahan data angin yang di download dari data
Ecmwf perata-rataan bulanan selama 4 tahun.
4. Perangkat lunak untuk menampilkan peta lokasi penelitian.
3.2.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut :
1. Data konsentrasi klorofil-a dan SPL yang diekstrak dari citra Aqua
MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) level 3 komposit
mingguan dengan resolusi 4 km.
2. Data sekunder hasil tangkapan ikan pelagis di perairan Selat Sunda seperti
halnya data produksi hasil tangkapan ikan pelagis dan data upaya penangkapan
ikan menggunakan alat tangkap Purse Seine.
13
Data produksi hasil tangkapan ikan pelagis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data produksi jenis ikan tongkol (Euthynnus sp), periode
tahun 2009 sampai 2010.
3.3. Metode pengumpulan data hasil tangkapan ikan
Metode yang digunakan adalah pengambilan sampel responden yang
dilakukan dengan proses wawancara kepada pihak-pihak terkait, seperti halnya
nelayan penangkap ikan, instansi-instansi di DKP Kabupaten Pandeglang dan TPI
Labuan, Banten. Selain itu data sekunder hasil tangkapan ikan diperoleh dari TPI
Labuan, Banten dari alat tangkap purse seine (pukat cincin). Data yang diperoleh
berupa informasi mengenai hasil penangkapan ikan di perairan Selat Sunda tahun
2009-2010.
3.4. Metode pengolahan data
3.4.1. Pengolahan Data Aqua MODIS
Pengolahan data Aqua MODIS dilakukan dalam beberapa tahap, antara
lain pengumpulan data, pemotongan citra (cropping), pengolahan data konsentrasi
klorofil-a dan SPL, serta visualisasi data. Setelah pengumpulan data Aqua
MODIS level 3 komposit mingguan resolusi 4 km berupa data klorofil-a dan SPL,
selanjutnya data tersebut di ekstrak terlebih dahulu menggunakan WinRAR 3.40.
Kemudian dilakukan pemotongan citra (cropping) sesuai wilayah yang diinginkan
dengan menggunakan perangkat lunak SeaDAS 5.2.
Pemotongan wilayah yang dilakukan yaitu merupakan perairan Selat
Jawa Barat untuk melihat pengaruh perairan tersebut terhadap wilayah perairan
Selat Sunda, yang secara geografis terletak antara 3° 00’ 00”-9° 00’ 00” LS dan
103° 00’ 00”-109° 00’ 00” BT, output yang dihasilkan adalah berupa data ASCII
yang berisi nilai bujur, lintang dan data geofisik.
Selain itu, untuk menganalisis pengaruh SPL dan konsentrasi klorofil-a di
Selat Sunda, dilakukan pemotongan citra SPL dan klorofil-a di wilayah perairan
tersebut dengan posisi koordinat antara 5,4° 00’ 00”-7° 00’ 00” LS dan 104,5° 00’
00”-107,5°00’ 00” BT. Analisis pengaruh SPL dan konsentrasi klorofil-a terhadap
hasil tangkapan ikan pelagis ini dilakukan selama 2 tahun, dikarenakan
ketersediaan data yang ada hanya pada tahun 2009-2010. Pengolahan data
selanjutnya dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 untuk kontrol
data ASCII. Kontrol data ini bertujuan untuk menghilangkan nilai tutupan awan
dan juga nilai daratan sehingga hanya tersedia nilai ASCII yang berada pada
perairan Selat Sunda dan sekitarnya.
Nilai ASCII kemudian divisualisasikan dalam bentuk time series dengan
menggunakan Microsoft Excel 2007 untuk mengetahui variasi dari konsentrasi
klorofil-a dan SPL berdasarkan pola musimnya, sedangkan tampilan spasial SPL
dan konsentrasi klorofil-a diolah dengan menggunakan perangkat lunak untuk
pengolahan parameter oseanografi. Visualisasi data SPL dan konsentrasi klorofil-a
ini merupakan data perata-rataan bulanan selama 4 tahun yaitu dari Januari 2007 –
Desember 2010. Sedangkan untuk analisa SPL dan konsentrasi klorofil-a yang
dihubungkan dengan hasil tangkapan ikan, hanya menggunakan data SPL dan
15
3.4.2. Pengolahan data hasil tangkapan ikan pelagis
Kelimpahan sumberdaya ikan dilakukan dengan pengolahan data hasil
tangkapan dan upaya penangkapan selama 2 tahun terakhir dengan menggunakan
analisis Cacth Per Unit Effort ( CPUE), yang didasarkan pada rasio antara total
hasil tangkapan (Cacth) dengan upaya penangkapan (Effort). Menurut Sparre dan
Venema (1992), dalam Gufran (2010), rumus yang digunakan adalah :
CPUE = ………...(1)
Keterangan : Cacth ( C ) = Total hasil tangkapan (kg)
Effort (F ) = Total upaya penangkapan (trip)
3.4.3. Uji Statistik
Pengujian statistik untuk melihat hubungan antara SPL dan klorofil-a
dengan hasil tangkapan ikan pelagis ( CPUE) dilakukan dengan pendugaan
korelasi linear yang merupakan ukuran hubungan linear antara dua peubah, dalam
hal ini antara SPL dengan CPUE atau klorofil-a dengan CPUE, Ukuran korelasi
linear antara dua peubah yang digunakan adalah koefesien korelasi
momen-hasilkali Pearson atau koefesien korelasi contoh. Ukuran hubungan linear antara
dua peubah X dan Y diduga dengan koefesien korelasi contoh r, yaitu dengan
menggunakan rumus sebagai berikut : (Walpole, 1993).
∑ ∑ ∑
∑ ∑ ∑ ∑ = b ……… (2)
Keterangan : n = jumlah produksi hasil tangkapan ikan
x = konsentrasi klorofil-a /SPL
Berikut merupakan diagram alir pengolahan data penelitian ini, yang dapat
dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Diagram alir pengolahan data
Mulai
Data klorofil-a
mingguan Aqua MODIS
Data SPL mingguan Aqua MODIS
Pengolahan data dengan menggunakan perangkat lunak SeaDas 5.2 Ubuntu untuk melakukan pemotongan (cropping) dan menghasilkan output nilai ASCII
Pengunduhan citra satelit Aqua MODIS level 3 klorofil-a dan SPL mingguan di (http://oceancolor.gsfc.nasa.gov)
Analisis sebaran konsentrasi klorofil-a dan SPL rata-rata bulanan
-Data perikanan ( CPUE)
-Data Oseanografi (Angin)
- Suhu optimum - Nilai klorofil
17
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Distribusi SPL
Dari pengamatan pola sebaran suhu permukaan laut di sepanjang perairan
Selat Sunda yang di analisis dari data penginderaan jauh satelit modis terlihat ada
pembagian karakter massa air di Selat Sunda berdasarkan nilai sebaran suhu
permukaan laut, yaitu massa air yang berasal dari Laut Jawa, massa air yang
berasal dari Samudera Hindia dan percampuran dari kedua tipe massa air tersebut.
Massa air di Laut Jawa cenderung dicirikan dengan suhu permukaan laut yang
tinggi, sementara massa air dari Samudera Hindia memiliki suhu permukaan laut
yang lebih rendah. Wilayah perairan Selat Sunda yang merupakan percampuran
dari kedua karakteristik massa air tersebut, memiliki distribusi suhu permukaan
laut yang bersifat dinamis, dan bergeser ke utara atau selatan tergantung dorongan
arus dominan.
4.1.1. SPL Musim Barat
Sebaran SPL yang dapat diamati pada musim barat dapat dilihat pada
Gambar 3. Bulan November merupakan awal masuknya musim barat di perairan
Selat sunda. Distribusi SPL pada musim barat yaitu bulan November-Januari
berada pada kisaran 27-29 °C. Rendahnya SPL di perairan Selat Sunda pada
musim barat diduga karena adanya indikasi dominansi massa air dingin yang
berasal dari Samudera Hindia dan juga diduga disebabkan oleh tingginya curah
Pola pergerakan SPL di Selat Sunda merupakan SPL perata-rataan bulanan
dari data 8 harian citra Aqua MODIS. Pada gambar terlihat bahwa di bulan
November, SPL di laut Jawa lebih tinggi dibandingkan SPL di selatan Jawa,
sedangkan SPL di perairan Selat Sunda cukup hangat dengan kisaran 29 °C
berada di ujung mulut selatan selat. Memasuki bulan Desember, terlihat adanya
pergerakan massa air yang bersuhu 29 °C di perairan dekat Lampung, mulut selat
bagian utara dan selatan. Pada bulan Januari SPL di perairan Selat Sunda menjadi
semakin rendah dengan kisaran nilai 25 °C-28 °C.
Gambar 3. Distribusi SPL pada Musim Barat
4.1.2. SPL Musim Peralihan 1
Bulan Februari merupakan awal masuknya musim peralihan 1, yang
ditunjukan oleh Gambar 4. Tampilan gambar tersebut juga menunjukan bahwa
distribusi SPL di Samudera Hindia cukup hangat dibandingkan SPL di Utara
Jawa, sehingga berpengaruh terhadap hangatnya SPL di perairan Selat Sunda di
bagian selatan mulut selat. Kondisi ini berbeda jauh saat memasuki bulan Maret,
SPL di Samudera Hindia terlihat lebih rendah dibandingkan di Utara Jawa,
19
sehingga mengakibatkan SPL di Selat Sunda menjadi lebih rendah pada bulan
Maret dan meningkat pada bulan April sebagai akhir musim peralihan 1.
Gambar 4. Distribusi SPL pada Musim Peralihan 1
4.1.3. SPL Musim Timur
Gambar 5 menunjukan SPL bulanan pada bulan Mei hingga Juli. Bulan
Mei merupakan awal masuknya musim timur, SPL pada musim timur terlihat
lebih hangat dibandingkan pada musim barat dan musim peralihan. SPL tinggi
terlihat tersebar di perairan Selat Sunda, Indikasi ada dominansi massa air hangat
yang berasal dari Laut Jawa seperti terdeteksi citra suhu permukaan laut pada
musim timur, diperkuat juga oleh data temporal suhu permukaan laut (Gambar 8).
Gambar 5. Distribusi SPL pada Musim Timur
0 C
0 C
Mei Juni Juli
4.1.4. SPL Musim Peralihan 2
Bulan Agustus merupakan awal masuknya musim peralihan 2, dicirikan
dengan rendahnya nilai SPL di selatan Jawa akibat pengaruh dari angin muson
tenggara. SPL pada musim peralihan 2 menjadi lebih rendah dibandingkan musim
timur, hal ini dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Distribusi SPL pada Musim Peralihan 2
Fluktuasi rata-rata bulanan SPL di perairan Selat Sunda dari tahun
2007-2010 dapat dilihat pada Gambar 7. Pada musim peralihan 2 ( Agustus-Oktober)
dan musim barat (November-Januari) nilai suhu permukaan laut cenderung
menurun dibandingkan dengan SPL pada musim peralihan 1 (Februari-April) dan
musim timur (Mei-Juli), sehingga grafik tersebut menunjukan SPL yang
cenderung meningkat memasuki musim timur sedangkan rendah pada musim
barat. Hal ini menunjukan adanya indikasi dominasi massa air hangat yang berasal
dari Laut Jawa.
Suhu permukaan laut di perairan Selat Sunda dan sekitarnya bervariasi
sepanjang tahun. Suhu permukaan laut berkisar antara 26,9 °C sampai 30,9 °C.
0 C
21
Fluktuasi nilai SPL ini cenderung meningkat memasuki musim timur dan menjadi
rendah memasuki musim barat dan peralihan.
Gambar 7. Fluktuasi nilai rata-rata bulanan SPL di perairan Selat Sunda dan sekitarnya tahun 2007 sampai dengan tahun 2010.
4.2. Variasi nilai SPL di perairan laut Selat Sunda
Gambar 8. Nilai rata-rata SPL di perairan Selat Sunda dari tahun 2007 sampai
2010
Grafik di atas menunjukan variasi SPL di perairan Selat Sunda selama
periode tahun 2007 sampai 2010. Terlihat pada grafik bahwa musim timur
25.00
jan feb mar apr mei juni juli ags sept okt nov des
memiliki kisaran nilai SPL 29 °C -30 °C yang diduga merupakan suhu optimum
bagi ikan pelagis. SPL cenderung meningkat pada musim timur. Adapun adanya
perbedaan SPL yang rendah pada musim timur di tahun 2008 yaitu 28 °C, diduga
karena adanya pengaruh dari kondisi perairan laut yang dinamis, menurut
Manurung. et al (1998), variabilitas faktor lingkungan perairan Selat Sunda sangat
tinggi, hal ini berpengaruh terhadap ketersediaan ikan dan kondisi oseanografi di
perairan Selat Sunda.
4.3. Distribusi Konsentrasi Klorofil-a
Sebaran spasial distribusi konsentrasi klorofil-a di Selat Sunda mulai
tinggi pada bulan Februari (Musim Peralihan 1) dan mencapai maksimum pada
bulan Juni (Musim Timur). Pada bulan November dan Desember konsentrasi
klorofil-a rendah dan tinggi kembali pada bulan Januari sebagai akhir musim
barat. Distribusi konsentrasi klorofil tinggi pada musim Timur diduga akibat
tingginya konsentrasi klorofil-a di Selatan Jawa bagian barat dan bergerak ke
Selat Sunda. Tingginya konsentrasi klorofil-a di Selatan Jawa pada musim timur
diduga karena pengaruh dari pergerakan massa air yang kaya akan nutrien akibat
fenomena upwelling dan berpengaruh juga ke perairan sekitarnya dalam hal ini
dapat mencapai perairan Selat Sunda, namun untuk validasi lebih akurat
diperlukan tambahan data tinggi paras muka laut.
Selain itu, dari sebaran spasial diketahui bahwa Laut Jawa memberikan
pengaruh besar pada konsentrasi klorofil-a di Selat Sunda, hal ini terlihat dari
tingginya konsentrasi klorofil-a pada musim timur ( Mei-Juli) yang penyebaranya
23
timur diduga akibat pengaruh dari pergerakan arus yang bergerak dari wilayah
timur menuju perairan barat yang membawa serta massa air yang kaya akan
nutrien ke Selat Sunda. Sebaran spasial rata-rata bulanan konsentrasi klorofil-a
selama tahun 2007-2010 dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Sebaran spasial bulanan konsentrasi klorofil-a tahun 2007-2010.
Mg/m3
Mg/m3
Mg/m3
Mg/m3
Januari Februari Maret
April Mei Juni
Juli Agustus September
4.4. Variasi nilai konsentrasi klorofil di perairan Selat Sunda
Gambar 10. Sebaran rata-rata bulanan konsentrasi klorofil-a di perairan Selat Sunda tahun 2007 sampai dengan tahun 2010.
Variasi distribusi konsentrasi klorofil di Selat Sunda disebabkan oleh
adanya pengaruh dari 2 karakteristik massa air yang berbeda yaitu aliran massa air
dari Samudera Hindia dan massa air dari utara Jawa. Perairan Samudera Hindia
cenderung mempunyai konsentrasi klorofil-a yang rendah dibandingkan perairan
utara Jawa , hal ini dikarenakan Perairan Samudera Hindia merupakan perairan
lepas pantai, adapun terjadinya peningkatan nilai klorofil-a pada musim timur,
diduga akibat adanya fenomena upwelling di perairan selatan Jawa di musim
25
Grafik di atas memperlihatkan variasi yang cenderung meningkat pada
periode musim timur ( Gambar 10). Musim barat cenderung mempunyai
konsentrasi klorofil-a yang relatif rendah. Variasi nilai konsentrasi klorofil-a di
perairan ini tidak terlepas dari pengaruh angin musiman yang terjadi di perairan
Indonesia. Pada musim barat, aliran massa air dari Samudera Hindia yang lebih
dingin lebih dominan masuk ke perairan Selat Sunda, sehingga karakteristik
massa air di perairan tersebut lebih rendah dengan konsentrasi klorofil yang
rendah, hal ini dapat dilihat pada tampilan sebaran spasial bulanan konsentrasi
klorofil-a tahun 2007 sampai tahun 2010 (Gambar 9). Sebaliknya, pada musim
timur massa air dari Laut Jawa lebih dominan mendorong massa air hangat
dengan kandungan klorofil tinggi masuk ke Selat Sunda, sehingga pada musim ini
dapat diindikasikan sebagai musim yang optimal untuk penangkapan.
Menurut Muripto (2000), Selat Sunda merupakan perairan yang
dipengaruhi oleh aliran dua massa air utama, yaitu massa air Laut Jawa dan
Samudera Hindia. Oleh karena itu faktor oseanografi yang berpengaruh adalah
pergerakan angin di Selat Sunda dan sekitarnya. Adanya pergerakan arah dan
kecepatan angin apabila dihubungkan dengan sebaran konsentrasi klorofil akan
memperkuat pernyataan bahwa tinggi atau rendahnya nilai konsentrasi klorofil-a
dipengaruhi oleh angin dan perubahan musim. Pola angin yang berperan di
Indonesia adalah angin muson. Letak geografi Indonesia yang berada di antara
Benua Asia dan Benua Australia membuat kawasan ini paling ideal untuk
berkembangnya angin muson.
Perairan Selat Sunda merupakan salah satu kawasan yang dipengaruhi oleh
mengakibatkan belahan bumi selatan khususnya Australia bertemperatur tinggi
dan tekanan udara rendah, sebaliknya di Asia memiliki temperatur rendah dan
tekanan udara tinggi. Oleh karena itu terjadilah pergerakan angin dari Benua Asia
ke Benua Australia sebagai angin muson barat. Angin ini melewati Samudera
Pasifik dan Laut Cina Selatan.
Angin muson timur berhembus setiap bulan April sampai Oktober, ketika
matahari mulai bergeser ke belahan bumi utara, sehingga terjadi pergerakan angin
dari benua Australia ke benua Asia melalui Indonesia, angin ini tidak banyak
mengakibatkan turun hujan, oleh karena itu disebut juga sebagai musim kemarau.
Pola pergerakan angin berdasarkan Gambar 11, menunjukan bahwa di
perairan Selat Sunda dan sekitarnya dipengaruhi oleh musim barat dan musim
timur. Pada periode musim barat hingga awal musim peralihan, angin bertiup dari
arah barat laut ( Desember – Maret). Bulan November dan April ( musim
pancaroba), dimana pengaruh musim barat dan musim timur masih ada,
menyebabkan terjadi pergerakan pola angin yang berlawanan di daerah Samudera
Hindia sehingga terjadi pembelokan arah ke Selat Sunda dan Laut Jawa dengan
kecepatan angin yang lebih tinggi di wilayah Samudera Hindia dibandingkan
wilayah Laut Jawa, sehingga berpengaruh ke perairan Selat Sunda.
Pada musim timur dan peralihan 2 pergerakan angin bertiup dari arah
timur yaitu datang dari Samudera Hindia dan memiliki kecepatan yang tinggi
menuju Selat Sunda. Berikut merupakan pola pergerakan angin yang dapat
27
Gambar 11. Pola pergerakan angin di Selat Sunda dan sekitarnya.
4.5. Produksi Ikan Pelagis
Data hasil tangkapan ikan pelagis yang diperoleh merupakan data
sekunder dari TPI Labuan Pandeglang Banten, Dinas Perikanan Kabupaten
Pandeglang, dan hasil wawancara. Data tersebut berupa data waktu penangkapan
(bulan), jumlah dan jenis hasil tangkapan dari alat penangkapan ikan pelagis yaitu
pukat cincin ( purse seine). Data produksi ikan yang digunakan adalah jenis ikan
pelagis yang dominan selalu tertangkap setiap bulannya di TPI Labuan, data ikan
tersebut yaitu jenis ikan tongkol (Euthynnus sp) yang kemudian dianalisis dengan
menggunakan analisis CPUE ( Cacth Per Unit Effort) untuk melihat kelimpahan
ikan di suatu periran. Data ini dikumpulkan selama kurun waktu 2 tahun yaitu
dari tahun 2009 sampai tahun 2010.
Menurut Nyebakken (1988), ikan pelagis merupakan organisme yang
hidup di perairan terbuka. Sementara itu Amin, et.al (1991), menyatakan ikan
pelagis umumnya bertingkah laku bergerombol pada siang hari dan berpencar
pada malam hari. Perairan Selat Sunda juga mempunyai sumber daya ikan yang
banyak dimanfaatkan terutama jenis ikan pelagis, pemanfaatan sumber daya
perikanan pelagis di Selat Sunda dilakukan dengan menggunakan alat tangkap
mini purse seine ( pukat cincin mini). Produksi ikan ini di dapat dari data
sekunder pelabuhan Labuan, Pandeglang Banten. Pada subbab berikut
digambarkan hubungan antara SPL dan konsentrasi klorofil-a terhadap CPUE di
perairan Selat Sunda. Menurut Muripto (2000), daerah penangkapan ikan pada
musim timur terjadi di perairan sekitar Labuan yaitu di perairan Tanjung Lesung,
29
4.5.1. Hubungan SPL dengan catch per unit effort (CPUE) ikan tongkol di Selat Sunda
Gambar 12 memperlihatkan hubungan antara SPL dengan CPUE ikan
tongkol di perairan Selat Sunda yang diambil dari data perikanan. Secara umum,
nilai SPL pada saat musim barat cukup rendah, dengan SPL berkisar antara 27-28
°C serta diikuti oleh rendahnya nilai CPUE ikan tongkol, sedangkan pada saat
Musim Timur (Mei-Juli), SPL di lokasi penelitian berada pada kisaran 29-30,5 °C
. Nilai CPUE ikan tongkol tinggi pada bulan Juni 2009 dan bulan Mei, Juni 2010.
Tingginya nilai CPUE pada musim timur ini diduga karena ikan tongkol
menyenangi perairan panas, sehingga SPL pada musim timur merupakan suhu
yang optimum bagi penangkapan ikan tongkol di perairan tersebut.
Berdasarkan uji statistik korelasi Pearson periode tahun 2009-2010
(Lampiran 8), menunjukan bahwa tidak ada korelasi yang erat antara parameter
SPL dengan CPUE ikan tongkol, hal tersebut juga dapat dilihat dari diagram
pencar yang tidak menyebar normal dimana variabel y merupakan nilai CPUE dan
variabel x merupakan SPL. Selain itu juga, tidak adanya korelasi antara SPL
dengan CPUE ini diperkuat dengan kecilnya nilai R2 sebesar 0.27, hal ini diduga
karena ikan tongkol tidak hanya dipengaruhi oleh suhu permukaan laut, tetapi
juga sangat sensitif terhadap perubahan salinitas ( Gunarso, 1985).
Berdasarkan data yang ada, menunjukan bahwa secara umum, hasil
tangkapan tertinggi ikan tongkol terjadi pada musim timur dengan suhu 29-30,5
°C, hal ini dapat diindikasikan bahwa suhu yang cocok untuk penangkapan ikan
tongkol di Selat Sunda adalah pada saat Musim Timur ( Mei-Juli). Hubungan SPL
Gambar 12. Hubungan antara Konsentrasi SPL dengan CPUE ikan tongkol
4.5.2. Hubungan Klorofil-a dengan CPUE ikan Tongkol
Berdasarkan Gambar 13, diketahui bahwa CPUE ikan tongkol selama
kurun waktu 2 tahun cenderung berfluktuasi. Secara umum , peningkatan nilai
konsentrasi klorofil-a diikuti oleh peningkatan CPUE, hal tersebut terjadi pada
Musim Timur (Mei-Juli). Tingginya konsentrasi klorofil-a yang terjadi di Selat
Sunda pada Musim Timur akibat masukan massa air yang kaya akan nutrien dari
wilayah upwelling di pesisir Selatan Jawa.
Tingginya konsentrasi klorofil-a yang juga diikuti oleh peningkatan nilai
31
tidak semua peningkatan CPUE ikan tongkol diikuti oleh tingginya konsentrasi
klorofil-a, hal ini dikarenakan ada waktu sela (time lag) dimana naiknya nilai
konsentrasi klorofil-a tidak langsung berdampak pada naiknya nilai CPUE, tetapi
membutuhkan beberapa waktu sehingga klorofil yang ada telah dimanfaatkan oleh
zooplankton sebagai sumber makanan, berikutnya zooplankton akan dimanfaatkan
oleh ikan-ikan kecil sebagai bahan makanan atau dimakan langsung oleh ikan
pelagis dalam hal ini ikan tongkol yang merupakan ikan karnivor.
Nilai CPUE cenderung rendah pada Musim Barat dikarenakan rendahnya
rata-rata konsentrasi klorofil-a, namum pada November 2010 terjadi peningkatan
nilai CPUE, sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Fitriah
(2008), yang menyatakan bahwa kenaikan hasil tangkapan ikan tongkol tidak
selalu langsung dipengaruhi oleh tingginya konsentrasi klorofil-a di suatu
perairan, dikarenakan adanya selang waktu (time lag) sekitar satu bulan antara
naiknya konsentrasi klorofil dengan naiknya hasil tangkapan ikan tongkol.
Berdasarkan uji statistik, menunjukan bahwa tidak ada korelasi yang erat
antara parameter konsentrasi klorofil-a dengan CPUE ikan tongkol di perairan
Selat Sunda, hal tersebut dapat ditunjukan dari diagram pencar yang menyebar
tidak normal ( Lampiran 8 ). Rendahnya hubungan antara konsentrasi klorofil-a
dengan CPUE ikan tongkol ini, diduga diakibatkan oleh faktor-faktor lain yang
mempengaruhi hasil tangkapan ikan tongkol selain SPL dan konsentrasi
klorofil-a, yaitu adanya waktu sela sebagaimana dijelaskan di atas. Selain itu jugklorofil-a, perlu
adanya analisis salinitas dan arus di perairan Selat Sunda untuk analisis tambahan
sehingga diharapkan dapat mendapatkan hasil yang lebih akurat. Hubungan antara
Gambar 13. Hubungan antara Konsentrasi klorofil-a dengan CPUE ikan tongkol
Berdasarkan analisis deskriptif, menunjukan bahwa peningkatan
konsentrasi klorofil-a di Selat Sunda tidak langsung diikuti oleh peningkatan
CPUE ikan tongkol, hal ini diduga disebabkan karena ikan tongkol merupakan
ikan karnivor yang tidak langsung memakan fitoplankton, ada waktu tunda (time
lag) antara peningkatan konsentrasi klorofil-a dan CPUE. Secara umum Gambar
13 menunjukan bahwa terjadi waktu sela 1 bulan antara peningkatan konsentrasi
klorofil-a dan CPUE ikan tongkol. Hal tersebut ditunjukan pada bulan Maret,
Oktober 2009 dan April, Oktober 2010. Tingginya konsentrasi klorofil tidak
disertai dengan peningkatan CPUE, akan tetapi 1 bulan berikutnya terjadi
33
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Suhu permukaan laut dan nilai konsentrasi klorofil-a yang terjadi di Selat
Sunda bervariasi sepanjang tahun hal ini dipengaruhi oleh perbedaan musim yang
terjadi di perairan Indonesia. Suhu permukaan laut yang cenderung tinggi terjadi
pada musim timur ( rata-rata berkisar 29 °C -30,5 °C). Suhu terendah terjadi pada
musim barat yaitu 28 °C. Hal ini juga didukung oleh konsentrasi klorofil-a yang
lebih tinggi terjadi pada musim timur dibandingkan dengan musim barat.
Secara umum kisaran konsentrasi klorofil-a di wilayah penelitian sebesar
0,15 mg/m3-0,72 mg/m3. Konsentrasi terendah terjadi pada Musim Barat dan
konsentrasi tertinggi terjadi pada Musim Timur, hal ini juga dapat dibuktikan pada
tampilan spasial konsentrasi klorofil-a di perairan Selat Sunda. Hubungan antara
konsentrasi klorofil-a dengan CPUE ikan tongkol, menunjukan bahwa pada
Musim Timur konsentrasi klorofil-a cenderung tinggi dan diikuti oleh
peningkatan hasil tangkapan ikan tongkol. Pada musim timur, pergerakan massa
air dari Laut Jawa lebih dominan ke Selat Sunda, yang menyebabkan konsentrasi
klorofil-a cenderung tinggi, sehingga mengakibatkan perairan di Selat Sunda pada
musim timur merupakan kondisi optimum bagi upaya penangkapan ikan pelagis.
Sebaliknya pada musim barat, massa air dari Samudera Hindia lebih dominan ke
perairan Selat Sunda yang mengakibatkan massa air di perairan ini mempunyai
kandungan nutrien yang rendah, sehingga terjadi penurunan nilai CPUE pada
yang erat antara parameter SPL dan konsentrasi klorofil-a dengan hasil tangkapan
ikan tongkol (CPUE) di perairan Selat Sunda.
5.2. Saran
Sebaiknya dilakukan analisis salinitas dan arus untuk parameter tambahan
sehingga dapat dilihat pengaruhnya terhadap hasil tangkapan ikan pelagis di
35
DAFTAR PUSTAKA
Amin, E. 2001. Potensi Penyebaran Ikan Pelagis di Perairan ZEE Barat Sumatera pada Periode Musim Timur dan Barat. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. 71: 47-59
Amri, K. 2002. Hubungan Kondisi Oseanografi ( Suhu Permukaan Laut, Klorofil-a dKlorofil-an Arus) DengKlorofil-an hKlorofil-asil tKlorofil-angkKlorofil-apKlorofil-an IkKlorofil-an PelKlorofil-agis Kecil di PerKlorofil-airKlorofil-an SelKlorofil-at Sunda. Thesis. Program Pasca sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Amri, K. 2008. Hubungan Kondisi Oseanografi dengan Fluktuasi Hasil Tangkapan Ikan Pelagis di Selat Sunda.Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Vol. 14(1) : 51-61
Blackburn. 1965. Oceanography and the Ecology of Thunnus. In Barnes N. (Editor). Oceanoghraphy and the Marine Biology . Vol. III : 299-322
Fitriah, N. 2008. Aplikasi Data Inderaan Multi Spektral untuk Estimasi Kondisi Perairan dan Hubungannya dengan Hasil Tangkapan Ikan Pelagis di Selatan Jawa barat. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Gufran. 2010. Pengembangan Teknologi Penagkapan Ikan Pelagis Kecil di Perairan Kabupaten Kupang Nusa Tenggara Timur. Thesis. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Gunarso, W. 1985. Tingkah Laku Ikan dalam Hubungannya dengan Alat, Metoda dan Taktik Penangkapan. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Gordon. 2005. Oseanography of the Indonesian Seas and Their Througflow. Jurnal The Oseanography Society. Vol. 18(4): 15-27.
Hendiarti, N., H. Siegel, and T. Ohde. 2004. Investigation of Different Coastal Processes in Indonesian Waters Using Sea WiFS Data. Deep Sea Res.,
Part II. 51:85-97.
Hendiarti, N., Suwarsono, E. Aldrian, K. Amri,. Andiastuti, S. I. Sachoemar, and I.B. Wahyono. 2005. Seasonal Variation of Pelagic Fish Catch Around Java. Vol. 18(4):112-123.
Kriswantoro, M.,Y.A. Sunyoto. 1986. Mengenal Ikan Laut. Penerbit BP. Karya Bani. Jakarta.
Kushardono, D. 2003. Penginderaan Jauh untuk Wilayah Pesisir dan Kelautan. Teknologi Penginderaan Jauh dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Lautan. Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi Penginderaan Jauh Lembaga Penerbangan Antariksa Nasional. Jakarta. hlm 7-22.
Laevastu, T and I. Hela. 1970. Fisheries Oceanography. Fishing News (Book) Ltd. London.
Laevastu, T and M.L. Hayes. 1981. Fisheries Oceanography and Ecology. Fishing News Books Ltd. London.
Maccherone, B. 2005. About MODIS. From The World Wide Web : http://modis.gsfc.nasa.gov/about.htm [01 Maret 20011].
Manurung, D., Miharjo, IM dan Johnson, L. 1998. Studi tentang kondisi oseanografi di perairan selat Sunda. Seminar STP di Lab. DPI dan Eksplorasi Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Muripto, I. 2000. Analisis Pengaruh Faktor Oseanografi terhadap Sebaran Spasial dan Temporal Sumberdaya Ikan di Selat Sunda. Thesis. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Muripto, I., D. Manurung, & Rahadian. 2000. Oceanographic features that define the Sunda strait upwelling related to hot spot area. The Proceeding of the JSP-DGHE Intenational Symposium on Fisheries Science in Tropical Area. Bogor. Indonesia.
NASA. 2010. Word Fact Book http:/rst.gstc.nasa.gov. [01 Maret 20011].
Nontji, A. 1974. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta.
Nontji, A. 2005. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta.
Nurjaelani. 1991. Pengaruh Karakteristik Permukaan Laut Terhadap Hasil Tangkapan Ikan Tongkol di Perairan Pelabuhan Ratu. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Nybakken, J.W. 1988. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis. Cetakan I. Gramedia. Jakarta.
37
Siregar, V.P. 2011. Dampak Pemanasan Global Terhadap Aktifitas Perikanan Di Perairan Laut Jawa. Kementerian Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Studi Regional Penelitian Biologi Tropis (Seameo Biotrop). Bogor
38 Lampiran 1. Perhitungan hasil tangkapan ( catch) per upaya penangkapan ( effort ) ikan pelagis (ikan tongkol) di Selat Sunda tahun
2009-2010 dari alat tangkap purse seine
Keterangan :
Cacth : Hasil Tangkapan
Effort : Upaya Penangkapan
Lampiran 2 Nilai sebaran rata-rata bulanan suhu permukaan laut di perairan Selat Sunda dan sekitarnya hasil pengukuran sensor satelit aqua modis mingguan dengan posisi koordinat antara 3° 00’ 00”-9° 00’ 00” LS dan 103° 00’ 00”-109° 00’ 00” BT.
40
Lampiran 4. Nilai rata-rata konsentrasi klorofil-a bulanan di perairan laut Selat Sunda dengan posisi koordinat antara 5,4° 00’ 00”-7° 00’ 00” LS dan 104,5° 00’ 00”-107,5°00’ 00” BT.
Lampiran 2 Nilai sebaran rata-rata bulanan suhu permukaan laut di perairan Selat Sunda dan sekitarnya hasil pengukuran sensor satelit aqua modis mingguan dengan posisi koordinat antara 3° 00’ 00”-9° 00’ 00” LS dan 103° 00’ 00”-109° 00’ 00” BT.
40
Lampiran 4. Nilai rata-rata konsentrasi klorofil-a bulanan di perairan laut Selat Sunda dengan posisi koordinat antara 5,4° 00’ 00”-7° 00’ 00” LS dan 104,5° 00’ 00”-107,5°00’ 00” BT.
41 Lampiran 6. Nilai minimum, maksimum dan rata-rata SPL siang dari citra Aqua MODIS di perairan Selat Sunda dan sekitarnya pada
koordinat 3° 00’ 00”-9° 00’ 00” LS dan 103° 00’ 00”-109° 00’ 00” BT.
Bulan 2010
1 2 3 4
max min mean max min mean max min mean max min mean
januari 26.4701 33.3952 29.6801 26.2248 32.7749 29.0036 26.3747 32.2814 29.5406 26.3553 32.0971 29.4997
februari 26.8251 33.2281 30.3358 27.7847 33.1678 30.2744 26.9097 32.9398 30.497
maret 27.1701 33.5236 30.8665 28.7079 33.3551 31.0032 27.3752 33.4411 30.8507 27.472 34.0823 30.8229
april 28.1849 34.06 31.5113 27.4878 34.2602 31.365 27.1701 34.1597 30.9337 27.7998 34.4473 31.3588
mei 28.1103 33.4978 30.4315 27.2647 33.1349 30.3526 28.8052 34.8952 31.0238 27.0697 33.7144 30.2868
juni 26.3252 33.6054 30.6589 27.1399 33.2002 30.6917 26.5475 32.0297 29.761 26.3252 32.82 29.092
juli 25.8696 32.095 29.8526 25.8397 31.5851 29.6812 26.28 32.6472 29.4873
agustus 25.6927 32.2779 29.3696 26.8301 32.5999 29.007 25.3699 33.1951 28.5383 26.3202 32.6551 29.6043
september 26.44 31.7299 29.0543 25.5399 33.165 29.9346 27.0732 33.0001 29.7288 26.5547 33.0625 29.9319
oktober 26.4701 33.4447 30.4394 25.8626 33.1263 30.1036 26.8552 33.6147 30.0424 26.8351 32.6228 30.3507
november 26.4701 33.4447 29.9469 26.975 33.3049 30.1457 26.8552 33.6147 30.0424 26.805 33.1851 29.4233
desember 27.1701 32.6049 29.6002 26.3596 33.4347 30.0032 25.9853 33.3751 30.1857 26.6752 33.2597 29.3362
Bulan 2009
1 2 3 4
min max mean min max mean min max mean min max mean
januari 25.9702 32.4048 29.2617 27.0897 30.8198 29.0584 26.7914 32.6644 29.3926 26.4149 31.7428 29.1921
februari 26.5474 30.5831 28.5718 25.0852 31.4574 28.1576 25.6697 31.6016 29.2029
maret 26.5526 32.3051 28.8551 26.6099 32.7247 29.8826 26.3102 33.8478 30.2492 27.7288 33.8478 30.328
april 27.288 33.6613 30.5762 26.3847 32.5898 29.8943 27.6032 33.9001 30.8368 28.3613 33.8961 30.7799
mei 26.5339 33.35 29.8634 26.3998 33.4748 30.0995 26.5052 33.6721 30.3066 28.225 34.3699 30.4327
juni 27.0352 33.8047 30.1403 27.3443 34.2451 29.9381 25.3298 31.755 28.5968 27.3924 33.5674 29.6946
juli 27.477 32.5698 29.1542 26.3417 31.565 28.8525 24.4275 30.6047 27.8259
agustus 24.315 31.6353 28.1309 24.8335 30.5143 27.9163 27.7947 33.3751 29.6831 25.6045 31.8002 28.3515
september 24.7223 31.0658 28.4048 25.3147 31.1598 28.0875 23.7749 32.1853 28.0591 25.4861 32.11452 28.5872
oktober 24.4763 31.9702 28.5587 25.0852 32.3424 28.8843 26.3381 32.975 28.9781 25.0924 32.1602 29.2244
november 25.3649 31.8253 28.6135 26.3797 33.0201 30.0876 26.105 33.0201 30.0876 25.8748 32.1653 29.3037
desember 27.1701 32.6049 29.6002 26.3596 33.4347 30.0032 25.9853 33.2597 29.3362 26.6752 33.2597 29.3362
42
Bulan 2008
1 2 3 4
min max mean min max mean min max mean min max mean
januari 26.6752 31.4947 28.8523 25.7651 31.8597 29.1525 26.2664 32.0993 29.3656 26.3001 32.4349 28.9808 februari 26.9951 31.3097 29.0211 27.4749 27.7101 27.5325 26.275 31.5549 28.2558
maret 25.4782 31.2501 28.1415 25.57 32.2018 29.1916 26.1297 32.1423 29.3276 26.8351 32.8803 29.6784 april 27.9002 32.602 30.2157 27.2898 32.4328 30.2606 26.6967 32.7935 29.4997 25.4065 32.7684 29.4529 mei 24.1837 31.4624 27.8815 25.92 33.1449 29.1372 27.8227 32.7196 29.1557 25.2373 31.2566 28.5551 juni 24.1837 31.4624 27.8815 25.1648 32.8451 27.94446 24.3551 31.9903 27.8252 24.675 31.0802 28.0336 juli 23.5074 31.0149 27.4949 22.6224 30.5372 26.9835 22.2824 30.5616 26.6363 23.5425 30.6549 27.3752 agustus 24.3401 30.0051 27.4708 23.7369 31.2444 27.356 22.1849 30.4799 26.6014
september 24.1808 31.811 27.1464 23.3927 32.5468 27.6221 25.4352 32.3654 28.5164 25.1892 31.3764 27.9329 oktober 24.9798 32.1502 27.8605 24.9848 31.7436 28.0204 25.3398 32.3553 28.0187 25.5923 33.3228 28.5585 november 25.2351 33.0603 29.6015 26.1847 31.925 28.4155 25.8447 31.4667 28.9525 25.7852 32.5375 29.2449 desember 26.0197 33.2202 29.1605 25.925 32.5647 29.469 26.1201 31.7041 29.1184 25.6152 30.8815 28.8143
Bulan 2007
1 2 3 4
min max mean min max mean min max mean min max mean
januari 25.6798 32.3976 29.1854 26.2298 32.7003 29.5474 26.9198 33.198 29.7993 26.1251 33.0452 29.7628 februari 26.9377 32.8172 29.5013 27.6147 33.5559 29.9387 25.9752 32.7103 30
agustus 24.7704 30.6448 28.273 24.5932 30.8377 28.0341 23.0183 31.4803 27.0669 22.4704 30.9934 27.1287 september 22.3972 30.16 27.0549 22.3398 30.3077 26.579 22.2222 30.837 26.3826 22.395 30.9145 27.1955 oktober 22.8426 30.6685 27.1369 23.9987 31.3247 27.3442 23.6623 32.1237 27.6578 25.3197 31.8318 27.9263 november 25.915 30.7001 28.1046 25.4409 32.1402 26.4902 33.1399 29.5774 28.6476 25.1749 31.9028 29.1287 desember 25.1749 31.9477 28.9542 25.8547 32.2298 29.1323 25.7902 31.3097 29.5897 27.4261 29.5145 28.54
4
43 Lampiran 7. Nilai minimum, maksimum dan rata-rata SPL malam dari citra Aqua MODIS di perairan Selat Sunda dan
sekitarnya pada koordinat 3° 00’ 00”-9° 00’ 00” LS dan 103° 00’ 00”-109° 00’ 00” BT.
Bulan 2007
1 2 3 4
min max mean min max mean min max mean min max mean
januari 25.215 29.0591 27.4578 25.9602 29.7871 28.4419 26.1301 29.5497 27.9253 26.0197 30.2088 28.7557 februari 25.5801 30.4548 28.7976 25.5449 30.5552 28.585 25.6152 30.0151 28.138
maret 25.9501 29.7483 28.1009 25.5399 30.2224 28.4053 25.6948 30.3508 28.31 26.1753 30.5996 28.707 april 26.0247 31.1899 28.7803 26.1803 30.4526 28.6316 26.2212 30.6663 29.0006 25.6998 29.5999 28.3656 mei 26.2499 31.3247 29.0216 26.3553 30.9898 29.193 26.3302 30.6957 29.2485 26.2499 30.8951 29.1713 juni 26.0577 30.5186 29.0608 25.4452 30.4311 28.5241 24.4548 30.1897 28.4758 25.8605 30.6298 28.8383 juli 25.1203 30.6749 28.6383 24.7252 29.9499 28.0527 23.7096 29.7297 27.3154
agustus 23.8552 29.5153 27.6713 23.7598 29.5396 27.8136 22.4452 29.8853 26.6248 22.4574 29.2047 26.7301 september 22.0651 29.6149 26.8788 21.9461 29.5949 26.5222 22.2401 29.09 26.229 22.2853 29.8251 26.6505 oktober 22.4352 29.4966 26.5072 23.61 29.7333 26.8643 23.5949 30.0453 26.651 23.9599 29.5447 26.7644 november 24.1199 29.4765 26.943 23.8502 29.7397 28.0148 25.035 29.9506 27.6061 25.5349 30.8349 28.2944 desember 25.5449 29.6652 27.8225 25.5449 30.0151 27.221 25.6102 29.7899 27.4621 25.4897 29.422 27.9802
Bulan 2008
1 2 3 4
min max mean min max mean min max mean min max mean
januari 25.2652 29.1072 27.7839 25.5248 29.2972 27.8042 25.6252 29.8401 28.4328 25.8626 29.8072 28.4283 februari 25.5198 28.2903 26.7805 25.4201 27.2303 26.095 25.0271 28.1999 27.1044
maret 25.1899 27.7151 26.0374 24.9647 28.9178 27.1613 25.6453 29.7598 27.8041 25.8798 30.2999 28.5655 april 25.6073 30.16 28.6063 26.3503 30.6484 28.9748 25.8002 30.9869 28.9014 25.4603 31.56 28.8028 mei 25.925 31.1275 28.75 26.2549 31.0242 28.7897 26.7799 30.1349 28.7761 24.4928 30.0698 27.9804 juni 23.9248 29.7197 26.9912 23.8251 29.6085 26.8797 23.9757 29.6616 27.5892 23.5081 29.8853 27.7027 juli 22.9501 29.625 27.2127 22.5349 29.265 26.6111 22.2975 29.1251 26.3601 22.8999 29.4299 25.8847 agustus 23.3116 29.4873 27.3357 22.2602 29.7197 27.3357 22.1899 29.4299 25.8847
september 22.7701 30.1198 27.1225 23.2439 29.9355 26.8763 23.8803 29.8552 28.0541 24.4347 30.5 27.7354 oktober 23.9427 30.259 27.0403 23.5303 30.7051 27.3823 23.9506 30.0632 27.3427 24.4053 30.3329 28.775 november 25.4875 30.4003 28.8239 25.1799 30.505 28.2698 25.575 30.2138 28.5306 25.4424 30.1098 28.432 desember 25.5148 29.5597 27.8391 25.5363 28.6869 27.3932 25.7228 29.275 28.2634 25.9552 29.3998 27.9518
4
44
Bulan 2009
1 2 3 4
min max mean min max mean min max mean min max mean
januari 25.4897 29.6099 28.2792 25.5901 29.2298 28.0984 24.9482 29.5597 28.1146 25.0902 30.0847 27.3939 februari 24.9948 29.0835 27.1675 24.9948 29.1854 27.5452 26.024 30.3222 29.4022
maret 30.1132 29.2142 25.6754 30.7823 30.3214 26.0197 30.5753 29.0918 26.2133 31.6001 29.1535 september 24.4899 30.0402 27.8053 24.0388 30.1349 27.8472 23.7835 29.9248 26.9689 24.5201 30.7703 28.2188 oktober 24.2382 30.5451 28.3286 24.1801 30.5559 28.1253 24.9203 30.9898 28.4271 24.3028 30.827 28.4118 november 24.4849 30.6785 27.8555 25.2401 30.7051 27.7006 25.7586 29.9248 27.793 25.8748 29.8803 28.291 desember 26.1301 31.1397 28.7101 25.9716 30.5401 28.6725 26.1251 30.5953 28.636 26.1301 28.575 27.2254
Bulan 2010
1 2 3 4
min max mean min max mean min max mean min max mean
januari 26.1452 29.3001 28.0799 25.8296 29.5676 284335 25.9501 29.4923 28.3106 25.745 30.0639 28.158 februari 26.0548 30.3572 28.6504 26.1552 30.5996 28.7947 26.6229 30.6692 29.3724
maret 26.1653 31.1748 29.1976 26.4701 31.0637 29.8772 26.7103 31.0837 29.3245 27.165 30.8141 29.4487 september 26.275 30.7352 29.0027 26.1803 30.3874 28.6102 26.1201 30.4246 29.1922 25.5901 28.5951 27.396 oktober 25.0601 30.8048 28.8881 25.92 30.7947 29.4847 25.2272 30.0847 28.4769 25.8002 29.2169 27.7055 november 26.1251 30.101 28.0848 25.7099 29.9513 28.5021 26.4601 30.3285 29.1293 26.1803 29.7232 27.7512 desember 26.1703 28.5349 27.2652 25.7551 28.9673 27.5582 25.7551 30.17 27.7493 25.565 26.6085 26.1035
4
Lampiran 8. Diagram Hubungan antara konsentrasi klorofil-a dan SPL
terhadap CPUE ikan tongkol di Selat Sunda
Contoh perhitungan uji statistika :
46
24 95734,35 684,5 3320,33
24 19537.33 684,5 24 721667.78 3320.33
1990 da
Penulis dilahirkan di Pandeglang, Ba
1990 dari Ayah Bahrudin Haryono dan Ibu Hi
Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaud
Tahun 2003-2006, Penulis menyelesa
kolah di Madrasah Aliyah Mathlau’ul Anwar Pus
. Pada tahun 2007 penulis tercatat sebagai mah
akultas Perikanan dan Ilmu Kelautan , Jurusan I
n, Program Studi ilmu dan Teknologi kelautan me
eleksi Masuk IPB).
nempuh pendidikan di Fakultas Perikanan dan Il
ertanian Bogor, penulis aktif di organisasi Himpuna
a Ilmu dan Teknologi Kelautan (HIMITEKA)
kukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di Pelabuhan P
o, Pekalongan, Jawa Tengah. Selain itu juga Penul
aktikum Mata Kuliah Ekologi Laut Tropis periode
yelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu
kan penelitian dengan judul “Analisis Suhu Perm
a Aqua MODIS Serta Hubungannya dengan Ha
ANALISIS SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KLOROFIL-A
DARI CITRA AQUA MODIS SERTA HUBUNGANNYA
DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS
DI SELAT SUNDA
NURUL AENI
SKRIPSI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
Aqua-Modis Dan Hubungannya dengan Hasil Tangkapan Ikan Pelagis di Selat Sunda. Dibimbing oleh VINCENTIUS PAULUS SIREGAR.
Perairan Selat Sunda merupakan salah satu wilayah yang berperan penting dalam kegiatan perikanan di nusantara. Dinamika perairan Selat Sunda
dipengaruhi oleh aliran dari Laut Jawa dan Samudera Hindia, sehingga
pencampuran kedua massa air ini mempengaruhi kelimpahan dan produktivitas perikanan pelagis di wilayah tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis variabilitas suhu permukaan laut (SPL) dan konsentrasi klorofil-a permukaan dengan hasil tangkapan ikan pelagis di perairan Selat Sunda. Hasil tangkapan dalam penelitian ini dikhususkan untuk jenis ikan tongkol (Euthynnus sp.).
Penelitian dilakukan dari Februari hingga Agustus 2011, yang meliputi kegiatan pengunduhan dan pemrosesan citra pada bulan Februari-April, serta pengambilan data sekunder perikanan tangkap dilakukan pada Agustus 2011. Data satelit Aqua MODIS yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari tahun 2007 hingga 2010, yang diolah dan ditampilkan dengan menggunakan program SeaDas 5.2. Data hasil tangkapan yang digunakan adalah data berdasarkan Cacth Per Unit Effort (CPUE) yang diperoleh dari TPI Labuan, Banten.