• Tidak ada hasil yang ditemukan

Arang Aktif Berbasis Kulit Buah Malapari (Pongamia pinnata) sebagai Adsorben dalam Penangan Limbah Batik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Arang Aktif Berbasis Kulit Buah Malapari (Pongamia pinnata) sebagai Adsorben dalam Penangan Limbah Batik"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

ARANG AKTIF BERBASIS KULIT BUAH MALAPARI

(Pongamia pinnata) SEBAGAI ADSORBEN DALAM

PENANGANAN LIMBAH BATIK

IBRAHIM

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK

CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Arang Aktif Berbasis Kulit Buah Malapari (Pongamia pinnata) sebagai Adsorben dalam Penangan Limbah Batik adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014

Ibrahim

(4)
(5)

ABSTRAK

IBRAHIM. Arang Aktif Berbasis Kulit Buah Malapari (Pongamia pinnata) sebagai Adsorben dalam Penanganan Limbah Batik. Dibimbing oleh ETI ROHAETI dan DJENI HENDRA.

Pengolahan minyak nabati dari buah malapari (Pongamia pinnata ) menyisakan kulit buah yang belum dimanfaatkan. Tujuan penelitian ini adalah memanfaatkan kulit buah malapari sebagai bahan baku arang aktif, mencirikan dan mengaplikasikan arang aktif mutu terbaik sebagai adsorben dalam penanganan limbah batik. Karbonisasi contoh pada suhu 450 ℃, dilanjutkan aktivasi dengan asam fosfat 2%, dan aktivasi fisik pada suhu 750 ℃ dengan pengaliran uap air selama 60 menit menghasilkan arang aktif mutu terbaik dengan kapasitas adsorpsi terhadap biru metilena sebesar 120 mg/g. Pencucian arang aktif tersebut dengan HCl 10% meningkatkan kapasitas adsorpsi terhadap larutan biru metilena menjadi 193 mg/g yang memenuhi persyaratan SNI 06-3730-1995 dengan luas permukaan spesifik dan luas permukan pori berturut-turut 715 m2/g dan 138 m2. Adsorpsi warna indigosol dengan arang aktif tersebut mengikuti isoterm Freundlich. Arang aktif tersebut mampu menurunkan intensitas warna limbah batik dan kebutuhan oksigen kimia sebesar 98.51% dan 97.43%.

Kata kunci: arang aktif, limbah batik, malapari

ABSTRACT

IBRAHIM. Activated Charcoal Based on Malapari Peel (Pongamia pinnata) as an Adsorbent for Dyes of Batik Waste Water. Supervised by ETI ROHAETI and DJENI HENDRA.

Vegetable oil production of malapari (Pongamia pinnata) fruit leaving unprocessed waste. The purpose of this study was to use malapari fruit peel as raw material for preparing activated charcoal, characterizing, and applying the best quality activated charcoal produced as adsorbent for dyes of batik industry waste water. Some samples treated through carbonization at temperature of 450 ℃ and continued activation with phosphoric acid 2% and physical activation at 750 ℃ with flow steam for 60 minutes resulted the best quality of activated charcoal with methylene blue adsorptivity of 120 mg/g. Leaching with HCl 10% was able to increase methylene blue adsorptivity up to 193 mg/g which meet SNI 06-3730-1995 requrement with specific surface area and pore surface area of 715 m2/g and 138 µm2,respectively. Indigosol dye adsorption by the best quality charcoal followed the Freundlich isotherm. The activated charcoal was able to reduce intensity of the dye in the waste water and the chemical oxygen demand of 98.51% and 97.43%, respectively.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Kimia

ARANG AKTIF BERBASIS KULIT BUAH MALAPARI

(Pongamia pinnata) SEBAGAI ADSORBEN DALAM

PENANGANAN LIMBAH BATIK

IBRAHIM

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Arang Aktif Berbasis Kulit Buah Malapari (Pongamia pinnata) sebagai Adsorben dalam Penangan Limbah Batik

Nama : Ibrahim NIM : G44100099

Disetujui oleh

Dr Eti Rohaeti, MS Pembimbing I

Djeni Hendra, MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS Ketua Departemen

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing umatnya hingga akhir zaman. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Pebruari 2014 ini ialah Adsorben, dengan judul Arang Aktif Berbasis Kulit Buah Malapari (Pongamia pinnata) sebagai Adsorben dalam Penanganan Limbah Batik.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Eti Rohaeti, MS dan Bapak Djeni Hendra, MSi selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Prof Dr Gustan Pari, Bapak Mahfudin, Bapak Dadang, SE, Bapak Dery, Bapak Ahmad, Bapak Dikdik, Bapak Slamet beserta staf Laboratorium Kimia dan Energi dan Laboratorium terpadu Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan (Pustekolah) Bogor, serta Bapak Eman, Ibu Nunung, Bapak Dede, dan Bapak Kosasih selaku staf Laboratorium Kimia Analitik IPB. Ungkapan terimakasih disampaikan kepada Habibie, Rahmat, Sylvia, Imel, Lidia, Diani, Thaibah, Kartiyem, Ali, Annis, Alit, Gemi, dan krisna sebagai teman-teman seperjuangan yang selalu menyemangati. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayang yang telah dicurahkan. Ungkapan terima kasih juga kepada PT Adaro Indonesia dan semua pihak yang terkait dalam pembiayaan penulis selama menempuh studi di Institut Pertanian Bogor.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 3

METODE 3

Waktu dan Tempat Penelitian 3

Bahan 3

Alat 3

Prosedur 4

Pencirian Aakubri 5

Pencirian Limbah Batik 8

HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Karakteristik Aakubri 11

Serapan Maksimum dan Kurva Standar Indigosol 16

Kondisi Adsorpsi Tertinggi 16

Isoterm Adsorpsi 17

Pengolahan Limbah Batik 18

SIMPULAN DAN SARAN 20

Simpulan 20

Saran 20

DAFTAR PUSTAKA 20

LAMPIRAN 23

RIWAYAT HIDUP 39

DAFTAR TABEL

1 Kondisi pembuatan Aakubri 4

2 Nilai konstanta isoterm adsorpsi 18

3 Pencirian dan baku mutu limbah batik 18

(13)

DAFTAR GAMBAR

1 Struktur biru metilena (a) dan struktur indigosol (b) 2

2 Penguraian lignin 12

3 Pengaruh aktivasi kimia-fisik dengan lama pengaliran uap air 60 menit dan 90

menit terhadap rendemen Aakubri. 13

4 Pengaruh aktivasi kimia-fisik dengan pengaliran uap air selama 60 menit dan 90 menit terhadap kapasitas adsorpsi biru metilena. 14 5 Mikrografi Aakubri dan komposisi penyusunnya sebelum dan sesudah dicuci

dengan HCl 10% 15

6 Kapasitas adsorpsi Aakubri terhadap larutan indigosol 500 ppm 16 7 Kurva isoterm adsopsi Aakubri terhadap larutan indigosol. Isoterm adsorpsi

Freundlich dan Langmuir 17

8 Intensitas warna limbah batik awal, setelah koagulasi-flokulasi, dan setelah

adsorpsi 20

DAFTAR LAMPIRAN

1 Pembuatan Aakubri 24

2 Diagram alir pengolahan limbah batik 25

3 Rendemen arang kulit buah malapari 26

4 Rendemen Aakubri pada berbagai perlakuan 27

5 Penentuan kadar air Aakubri 28

6 Penentuan kadar zat terbang Aakubri 29

7 Penentuan kadar abu Aakubri 30

8 Kadar karbon terikat Aakubri 31

(14)
(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Buah malapari (Pongamia pinnata) merupakan salah satu sumber energi alternatif selain sebagai bahan baku industri sabun dan obat-obatan herbal. Saat ini pemanfaatan malapari sebagai bahan bakar nabati banyak ditemukan di India (Alimah 2010). Namun proses pengolahan minyak nabati dari buah malapari menyisakan kulit yang belum dimanfaatkan. Sementara itu, prospek pengolahan minyak nabati berbahan baku buah malapari sangatlah menjanjikan karena mudahnya pengembangbiakannya. Satu hekter populasi malapari dapat menghasilkan 9 ton biji malapari kering, meskipun tumbuhan tersebut sudah berusia lebih dari 50 tahun tetap menghasilkan biji (Mardjono 2008). Sehingga perlu dikaji sejak dini pemanfaatan kulitnya agar dapat meningkatkan nilai tambah dan tidak mencemari lingkungan.

Tekstur kulit buah malapari yang cukup keras, kemungkinan banyak mengandung lignin dan selolusa yang bisa dimanfaatkan sebagai sumber karbon dalam pembuatan arang aktif. Beberapa peneliti juga telah melaporkan pemanfaatan limbah sebagai sumber karbon dalam pembuatan arang aktif seperti limbah padat agar (Azalia 2013), limbah padat tapioka (Kurniawan 2011), serabut kelapa dan jerami (Pakpahan et al. 2013) dan limbah pembalakan kayu puspa (Hendra 2007). Arang aktif sangat luas pemanfaatannya seperti dalam penanganan polutan baik berupa gas maupun cairan. Azalia (2013) telah meneliti arang aktif dari limbah padat agar yang mampu mengadsorpsi zat warna indigosol sebesar 6239.39 g/g. Mizwar dan Diena (2012) memanfaatkan arang aktif dari tempurung kelapa yang memiliki kapasitas adsorpsi warna pada limbah industri sasirangan (kain khas Kalimantan Selatan) sebesar 29.412 mg/g. Pornomo (2010) juga telah meneliti arang aktif dari kulit biji kopi yang mampu mengadsorpsi warna biru metilena dan kuning naftol dengan kapasitas adsorpsi sebesar 0.33 mg/g dan 7.81 mg/g. Riyanti (2012) memanfaatkan serbuk gergaji kayu mindi sebagai arang aktif yang mampu mengadsorpsi warna reaktif merah cibakron sebesar 4891.55 g/g.

Proses pembuatan arang aktif dapat melalui dua tahap, yaitu karbonisasi dan aktivasi. Proses karbonisasi menggunakan metode pirolisis, yaitu proses dekomposisi termokimia dengan suhu tinggi terhadap bahan organik tanpa menggunakan udara. Proses aktivasi ada dua, yaitu aktivasi fisik dan aktivasi kimia. Prinsip aktivasi fisika adalah pemberian uap air atau CO2 terhadap arang yang telah dipanaskan, sedangkan aktivasi kimia adalah perendaman arang di dalam larutan kimia seperti CaCl2, ZnCl2, H3PO4, NaOH, KOH, dan Na2SO4 (Sudrajat dan Pari 2011).

(16)

H3PO4 dapat juga diartikan sebagai zat yang memperlambat laju reaksi oksidasi karbon, sehingga rendemen arang aktif yang dihasilkan meningkat. Arang aktif dengan kapasitas adsorpsi biru metilena tertinggi dijadikan sebagai adsorben untuk pengolahan limbah batik. Hal ini berdasarkan salah satu komponen limbah batik yang akan diolah mengandung pewarna indigosol yang kemungkinan ukuran molekulnya tidak jauh berbeda dengan biru metilena. Sehingga dapat dianalogikan jika kapasitas adsorpsi arang aktif terhadap biru metilena tinggi, maka juga akan berlaku terhadap pewarna indigosol. Struktur pewarna biru metilena dan indigosol ditunjukkan pada Gambar 1.

(a)

(b)

Gambar 1 Struktur biru metilena (a) dan struktur indigosol (b)

Arang aktifmutu terbaik yang dihasilkan dicuci terlebih dahulu dengan HCl 10 % untuk menghilangkan pengotor yang menutupi pori-porinya dengan harapan mampu memperbesar pori, sehingga kapasitas adsorpsinya meningkat.Mengingat konsentrasi warna limbah batik yang sangat tinggi (Azalia 2013), maka pengolahan limbah batik dilakukan dengan proses koagulasi-flokulasi menggunakan tawas, kemudian dilanjutkan dengan adsorpsi menggunakan arang aktif yang diperoleh dan memiliki mutu terbaik. Parameter yang diukur adalah penurunan konsentrasi warna dan kebutuhan oksigen kimia (KOK) limbah batik.

(17)

kehidupan akuatik dan populasi bakteri akan meningkat. Azalia (2013) telah meneliti konsentrasi warna limbah batik sebelum pengolahan sebesar 13500 Pt-Co. Nugroho dan Ikbal (2005) juga telah meneliti konsentrasi wara limbah batik pada pabrik yang berbeda sebesar 5610 Pt-Co. Hal ini menunjukkan ada potensi membahayakan bagi lingkungan perairan jika langsung dibuang ke sungai terus menerus tanpa pengolahan terlebih dahulu.

Proses penanganan zat warna pada limbah cair secara konvensional dapat dilakukan dengan proses fisika, kimia, dan biologi seperti koagulasi, filtrasi, adsorpsi, oksidasi, reduksi, dan perlakuan biologis (Abramian dan El-Rassy 2009). Koagulasi-flokulasi dapat dilakukan dengan penambahan zat koagulan seperti tawas, poli aluminium klorida dan FeCl2. Adsorpsi dapat dilakukan dengan menggunakan suatu material berpori. Salah satunya adalah arang aktif.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan memanfaatkan kulit buah malapari (Pongamia pinnata) sebagai bahan baku pembuatan arang aktif, pencirian arang aktif kulit buah malapari (Aakubri) yang diperoleh, dan mengaplikasikan Aakubri mutu terbaik sebagai adsorben dalam penanganan limbah batik.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Pebruari hingga bulan Juni 2014 di Lab. Kimia Analitik Departemen Kimia Institut Pertanian Bogor (IPB), Lab. Terpadu Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Huan (Pustekolah) Bogor dan Lab. Pengujian Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB

Bahan

Bahan yang digunakan yaitu kulit buah malapari dari Batu Karas, Pangandaran (Jawa Barat). serbuk indigosol, KCl, NaOH, HCl 10 %, K2Cr2O7, , HgSO4, Ag2SO4, biru metilena (BM), H2SO4 pekat, NaOH 13 %, H3PO4 1%, dan 2%, I2 0.1 N, Na2SO3 0.1 N, kanji 1%, FAS 0.1 N (ferro ammonium sulfat), indikator ferroin, akuades, akuabides, Al2(SO4)3.18H2O (tawas), dan limbah batik dari pabrik X.

Alat

(18)

Prosedur

Penelitian ini terdiri dari beberapa tahap. Tahap pertama adalah preparasi adsorben. Tahap kedua adalah pencirian Aakubri. Tahap ketiga pencucian Aakubri

mutu terbaik dengan HCl 10 %. Tahap keempat adalah analisis mikrografi

Aakubri dengan Scanning Electron Microscopy-Energy Dispertive Analysis X-Ray (SEM-EDAX). Tahap kelima adalah pencirian limbah batik. Tahap keenam adalah penentuan panjang gelombang serapan maksimum warna indigosol. Tahap ketujuh adalah penentuan kondisi adsorpsi tertinggi. Tahap kedelapan adalah penentuan isoterm adsorpsi. Tahap kesembilan adalah pengolahan limbah batik dengan tawas dan Aakubri. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2.

Preparasi Adsorben

Adsorben yang dibuat adalah arang aktif kulit buah malapari (Aakubri) yang diawali dengan penimbangan kulit buah malapari, kemudian dikarbonisasi dengan tiga perlakuan, yaitu pada suhu 300 ℃, 400 ℃ dan 450 ℃ secara pirolisis. Pirolisis dilakukan dalam tungku baja tahan karat selama 4 jam. Kemudian tungku karbonisasi dimatikan dan dibiarkan sampai dingin (± 20 jam). Arang dikeluarkan dan ditenttukan rendemennya, kemudian dilanjutkan proses aktivasi.

Tabel 1 Kondisi pembuatan Aakubri

Perlakuan

(19)

dengan menaikkan suhu menjadi 750 ℃ secara bertahap sampai tercapai suhu konstan dan tekanan dibuat konstan pada 35 mbar. Dilakukan juga pengaliran uap air ke dalam reaktor dengan waktu 60 dan 90 menit (modifikasi Lempang et al

2011). Setelah proses aktivasi selesai, alat dibiarkan sampai dingin (± 24 jam) dan pada proses ini akan dihasilkan arang teraktivasi secara kimia-fisik. Arang aktif kulit buah malapari (Aakubri) yag dihasilkan ditimbang dan ditentukan rendemennya serta dihaluskan dengan ukuran 200 mesh menggunakan penggilingan mill Herzog selama 1 menit. Proses ini menghasilkan 12 jenis perlakuan seperti Tabel 1.

Pencirian Aakubri Kadar Air (SNI 06-3730-1995)

Sebanyak ± 1.00 g contoh ditimbang dalam cawan porselen yang telah diketahui bobot kosongnya, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105 ℃ selama 3 jam. Selanjutnya didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Pengeringan dan penimbangan diulangi sampai diperoleh bobot konstan.

Keterangan:

a = bobot contoh awal (g) b = bobot contoh akhir (g)

Kadar Zat Terbang (SNI 06-3730-1995)

Bobot awal adalah bobot contoh akhir pada penentuan kadar air. Cawan ditutup dan diikat dengan kawat kemudian dipanaskan dalam tanur listrik pada suhu 950 ℃ selama 10 menit, didinginkan dalam desikator dan ditimbang sampai diperoleh bobot konstan.

Kadar Abu (SNI 06-3730-1995)

(20)

Kadar Karbon Terikat (SNI 06-3730-1995)

Karbon dalam arang aktif adalah hasil dari proses karbonisasi dengan pirolisis selain abu (zat anorganik) dan zat terbang (zat-zat atsiri yang masih terdapat pada pori-pori arang).

Kadar Karbon terikat = 100% - (u + z) Keterangan:

u = kadar abu (%)

z = kadar zat terbang (%)

Kapasitas Adsorpsi Iodin (SNI 06-3730-1995)

Contoh yang telah dikeringkan dalam oven pada suhu 105 ℃ selama 1 jam, kemudian dimasukkan ke dalam desikator. Selanjutnya ditimbang sebanyak 0.25 g dan ditempatkan di dalam erlenmeyer 250 mL. Selanjutnya di tambahkan 25 mL larutan iodin 0.1 N, lalu erlenmeyer segera ditutup dan dikocok selama 15 menit. Lalu suspensi disaring, filtratnya dipipet sebanyak 10 mL ke dalam erlenmeyer dan langsung dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat 0.1 N sampai warna kuning muda. Setelah itu ditambahkan beberapa tetes amilum 1%, titrasi dilanjutkan sampai warna biru tepat hilang. Penentuan kapasitas adsorpsi iodin dengan perhitungan sebagai berikut:

Keterangan:

Qi = kapasitas adsorpsi iodin (mg/g) B = volume larutan Na-tiosulfat (ml) C = normalitas Na-tiosulfat (N) D = normalitas iodin (N) Fp = faktor pengenceran

12.693 = jumlah iodin yang sesuai dengan 1 mL larutan Na2S2O3 0.1 N Kapasitas Adsorpsi Benzena (SNI 06-3730-1995)

Sebanyak ± 1.00 g contoh ditimbang beralaskan cawan petri yang telah diketahui bobot keringnya (a gram). Cawan petri kemudian dimasukkan ke dalam desikator yang telah dijenuhi uap benzena, diinkubasi selama 24 jam agar kesetimbangan adsorpsi tercapai. Selanjutnya contoh ditimbang kembali (b gram), namun sebelum ditimbang cawan dibiarkan 5 menit di udara terbuka untuk menghilangkan uap benzena yang menempel pada cawan.

Kapasitas Adsorpsi Biru Metilena (SNI 06-3730-1995)

(21)

spektrofotometer Uv-Vis Shimadzu P1700 pada panjang gelombang 664 nm. Kemudian dibuat kurva standar biru metilena yaitu hubungan konsentrasi terhadap absorbans.

Sebanyak ± 0.25 g Aakubri ditimbang dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer, kemudian ditambahkan 25 ml larutan biru metilena 1200 ppm dan dikocok selama 15 menit, lalu larutan disaring. Filtrat diukur absorbansnya dengan spektrofotometer Uv-Vis Shimadzu P1700 pada panjang gelombang 664 nm. Berdasarkan konsentrasi awal dan akhir larutan biru metilena, maka konsentrasi larutan biru metilena yang teradsorpsi oleh Aakubri dapat diketahui. Kapasitas adsorpsi biru metilena dapat ditentukan dari selisih konsentrasi awal dengan konsentrasi akhir larutan biru metilena dan dibagi dengan bobot Aakubri.

Penentuan Luas Permukaan Spesifik Metode Biru Metilena (Muthia 1998)

Luas permukaan spesifik (LPS) Aakubri dihitung berdasarkan banyaknya biru metilena (BM) yang diadsorpsi dengan rumus sebagai berikut.

Keterangan :

Xm = kapasitas adsorpsi BM (mL/g)

N = bilangan avogadro (6.023 × 1023/mol)

A = luas penampang BM (1.969 × 10 -21 m2/molekul)

ρBM =masa jenis BM (1g/mL)

MBM =bobot molekul BM (319.86 g/mol) Pencucian Aakubri Mutu Terbaik dengan HCl 10%

Aakubri dicuci melalui perendaman dengan larutan HCl 10% disertai pemanasan 85 ℃ sambil di aduk dengan magnetic stirrer selama 60 menit. Setelah itu, Aakubri dibilas dengan akuades panas sampai pH netral. Kemudian

Aakubri di oven pada suhu 105 ℃ selama jam. Aakubri disimpan dalam desikator dan ditentukan lagi kapasitas adsorpsinya terhadap larutan biru metilena dan luas permukaan spesifiknya.

Analisis Mikrografi Aakubri dengan Scanning Electron Microscopy-Energy Dispertive Analysis X-Ray (SEM-EDAX)

Sekitar ± 0.5 gram Aakubri mutu terbaik sebelum dan sesudah dicuci dengan HCl 10 % ditempatkan di atas sampel holder SEM-EDAX yang telah dilapisi karbon. Diamati mikrografinya mulai perbesaran 100 sampai 1000 kali hingga terlihat ukuran dan bentuk pori dengan jelas. Analisis ini dilakukan untuk melihat perbedaan ukuran pori dan komponen yang mengotori permukaan

(22)

Pencirian Limbah Batik Penentuan pH

Limbah batik diendapkan, kemudian bagian cairan disaring dengan kain blacu untuk memisahkan partikel yang berukuran besar. Filtrat tersebut kemudian diukur pHnya dengan pH meter yang telah dikalibrasi.

Penentuan Daya Hantar Listrik (DHL) (SNI 06-6989.1-2004)

Elektroda konduktometer yang telah dikalibrasi dibilas dengan filtrat limbah batik sebanyak tiga kali, kemudian elektroda dicelupkan ke dalam filtrat limbah batik sampai konduktometer menunjukkan pembacaan yang tetap. Dicatat hasil pembacaan angkanya.

Penentuan Total Padatan Tersuspensi (TPT) ( SNI 06-6989.3-2004)

Sebanyak 20 mL filtrat limbah batik dimasukkan ke dalam gelas piala, kemudian diaduk sampai homogen dan disaring dengan membran Whatman

berpori 0.45 m yang telah diketahui bobot konstannya. Penyaringan dibantu dengan alat vakum untuk mempercepat prosesnya. Setelah itu membran dicuci dengan akuades sebanyak 30 mL dan dibiarkan selama 3 menit. Membran dikeringkan pada suhu 105 °C selama 1 jam. Membran didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga bobot konstan.

TPT (mg/L) =

Penentuan Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK) Metode Dikromat Refluks-Terbuka Secara Titrimetri (SNI 06-6989.15-2004)

Sebanyak 2.50 mL filtrat limbah batik dimasukkan ke dalam botol reaksi. Kemudian ditambahkan 10 mL larutan K2Cr2O7 0.25 N, 15 mL larutan Ag2SO4 -H2SO4 dan 0.20 g HgSO4. Selanjutnya dipanaskan pada suhu 150 °C selama 2 jam kemudian didinginkan. Campuran tersebut ditambahkan 3 tetes indikator ferroin dan dititrasi dengan larutan FAS 0.1 N yang sudah distandardisasi. Langkah-langkah tersebut juga dilakukan untuk akuabides sebagai blanko.

KOK (mg/L) = Keterangan :

A = volume FAS untuk menitrasi blanko (mL) B = volume FAS untuk menitrasi contoh (mL) BE = bobot ekivalen (g/mol eq)

Fp = faktor pengenceran

Uji Warna Limbah Batik Secara Spektofotometri (APHA ed. 21 th 2120 C, 2005)

(23)

panjang gelombang serapan maksimum ( maks) diantara 450 dan 465 nm. maks digunakan untuk pengukuran absorbans larutan standar dan limbah batik. Selanjutnya pembuatan deret larutan standar dari larutan induk minimal 3 konsentrasi yang berbeda secara proporsional berada pada rentang pengukuran dan pembuatan 1 blanko. Absobansnya diukur pada maks dan dibuat kurva linear hubungan antara konsentrasi dengan absorbans.

Limbah batik yang akan di uji adalah limbah batik awal, limbah batik setelah koagulasi-flokulasi dan limbah batik setelah adsorpsi. Sebelum ketiga contoh tersebut diukur, terlebih dahulu dilakukan penetralan pH. Jika pH tinggi, maka ditambahkan HCl 13 % dan jika pH rendah, maka ditambahkan NaOH 13%. Selanjutnya ketiga contoh disaring dengan kertas saring berpori 0.45 m. Filtratnya diukur absorbansnya pada maks. Kemudian ditentukan konsentrasi warnanya dari kurva standar dalam satuan unit warna, yaitu Pt-Co.

Penentuan Panjang Gelombang Serapan Maksimum dan Kurva Standar Warna Indigosol

Penentuan panjang gelombang serapan maksimum (λmaks) dilakukan dengan cara mengukur absorbans larutan stok indigosol 1000 ppm pada λ 400 sampai 700 nm menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Puncak grafik pada data menunjukkan λmaks. Kemudian dibuat larutan standar berkonsentrasi 100 ppm, 200 ppm, 300 ppm, 400 ppm dan 500 ppm dari larutan stok 1000 ppm dan diukur

pada λmaks. Selanjutnya dibuat kurva standar hubungan antara konsentrasi dengan absorbans.

Penentuan Kondisi Adsorpsi Tertinggi

Penentuan kondisi adsorpsi tertinggi ditentukan menurut metode Raghuvansi (2004) yang dimodifikasi. Aakubri dengan variasi bobot 1 g, 1.5 g, dan 2 g dimasukkan ke dalam 50 mL larutan standar zat warna indigosol dengan konsentrasi awal 500 ppm, 550 ppm dan 600 ppm, kemudian dikocok dengan variasi waktu 60 menit, 90 menit, dan 120 menit. Setelah waktu pengocokan terpenuhi, campuran disaring dan diukur absorbansnya pada panjang gelombang maksimum. Kemudian ditentukan kapasitas adsorpsi dan efisiensi adsorpsi dengan persamaan:

Q (mg/g ) =

E (%) =

x 100 % Keterangan:

Q = kapasitas adsorpsi per bobot Aakubri (mg/g) E = efisiensi adsorpsi (%)

V = volume larutan (mL)

Co = konsentrasi awal larutan (ppm) Ca = konsentrasi akhir larutan (ppm) m = bobot Aakubri (g)

Penentuan Isoterm Adsorpsi

(24)

kemudian ditambahkan 50 mL larutan zat warna indigosol pada konsentrasi 20 mg/L, 40 mg/L, 60 mg/L, 80 mg/L, dan 100 mg/L, kemudian dikocok selama waktu adsorpsi tertinggi. Setelah waktu pengocokan optimum terpenuhi, kemudian disaring dan diukur absorbansnya pada λmaks dan dihitung dengan model isoterm Langmuir dan Freundlich.

isoterm Langmuir

…...isoterm Freundlich Keterangan:

Ce = konsentrasi akhir solut (mg/L) x = massa solut yang teradsorpsi (mg) m = massa Aakubri (g)

= kapasitas adsorpsi (mg/g)

= konstanta kesetimbangan adsorpsi (L/mg) k = kapasitas adsorpsi (mg/g)

n = intensitas adsorpsi

Pengolahan Limbah Batik dengan Koagulan dan Aakubri

(25)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Aakubri

Aakubri yang dihasilkan dari suhu karbonisasi dan cara aktivasi yang berbeda akan menghasilkan karakteristik yang berbeda. Hal ini disebabkan tingkat penguraian bahan baku yang berbeda dengan peningkatan suhu karbonisasi. Semakin banyak komponen yang terurai maka semakin banyak potensi terbentuknya pori. Pada suhu 300 ℃ telah terjadi penguraian selolusa dan pada suhu diatas 00 ℃ tidak hanya terjadi penguraian selolusa, namun juga telah terjadi penguraian lignin. Komponen yang terurai membentuk arang, CO, CO2, CH4, fenol, abu dan tar (Sudrajat dan Pari 2011). Hal ini terbukti dengan menurunnya rendemen arang seiring peningkatan suhu karbonisasi karena terbentuknya komponen volatil seperti gas CO, CO2 dan CH4 (Lampiran 3). Selama proses karbonisasi, bahan yang mengandung karbon mengalami proses fragmentasi membentuk struktur aromatik yang termostabil yang menginisiasi pembentukan poliaromatik. Proses ini terjadi pada suhu karbonisasi ± 400 ℃ (Mochida et al. 2006).

Ukuran pori arang yang terbentuk masih berukuran kecil karena tertutupi oleh abu, tar dan resin yang terbentuk selama proses karbonisasi. Komponen-komponen yang terbentuk dari penguraian lignin selama proses karbonisasi ditunjukkan pada gambar 2. Komponen abu, tar dan resin yang menutupi pori dapat dihilangkan melalui proses aktivasi. Penggunaan H3PO4 sebagai bahan aktivator dapat memperluas pori arang yang teraktivasi dengan melarutkan abu dan tar yang menutupi porinya (Kurniati 2008). H3PO4 juga berperan penting dalam pembentukan struktur mesopori dan mikropori pada struktur bagian dalam arang aktif (Yue et al. 2003). Sehingga peningkatan konsentrasi H3PO4 dapat memberikan peningkatan potensi perluasan dan pembentukan pori arang yang diaktivasi. Aktivasi lanjutan secara fisik juga berperan penting dalam pembentukan pori melalui proses penguraian hidrokarbon membentuk senyawa volatil karena panas yang diberikan. Luas permukaan arang aktif akan meningkat dengan hilangnya senyawa volatil tersebut (Khah dan Ansari 2009). Aktivasi fisika ini disertai dengan pengaliran uap air ke dalam reaktor yang menyebabkan terjadinya rekasi oksidasi karbon membentuk gas CO2 dan H2. Reaksi oksidasi meningkat dengan peningkatan pengaliran uap air, sehingga rendemen arang aktif menurun (Gambar 3). Hal ini diperkuat oleh Aprianis (2012) dan Lempang et al.

(26)

pirokatekol

2-metoksifenol 4-etilfenol 2,6-dimtoksifenol Abu, tar, CO, CO2, CH4

(27)

Gambar 3 Pengaruh aktivasi kimia-fisik dengan lama pengaliran uap air 60 menit ( ) dan 90 menit ( ) terhadap rendemen Aakubri.

Rendemen arang aktif juga menurun dengan peningkatan konsentrasi H3PO4 karena semakin banyaknya oksida logam, tar dan resin yang larut bersamanya (Gambar 3). Hasil karakteristik Aakubri menunjukkan bahwa hanya kadar air (Lampiran 5) dan zat terbang (Lampiran 6) yang memenuhi persyaratan SNI 06-3730-1995. Rendahnya kadar karbon terikat (Lampiran 8), kapasitas adsorpsi iodin (Lampiran 9), benzena (Lampiran 10) dan biru metilena (Lampiran 12) karena dipengaruhi oleh tingginya kadar abu (Lampiran 7). Kadar abu yang tinggi dapat menutupi pori-pori Aakubri, sehingga fungsinya sebagai adsorben terhadap larutan dan gas menurun.

Aakubri mutu terbaik berasal dari bahan baku yang dikarbonisasi pada suhu 450 ℃, diaktivasi kimia menggunakan H3PO4 2% dilanjutkan dengan aktivasi secara fisik pada suhu 750 ℃ dengan pengaliran uap air selama 60 menit. Kapasitas adsorpsinya terhadap larutan biru metilena sebesar 120 mg/g (Gambar 4) yang mendekati persyaratan SNI 06-3730-1995, yaitu 120 mg/g (BSN 1995) dengan LPS sebesar 443 m2/g (Lampiran 13). Kapasitas adsorpsi Aakubri

terhadap biru metilena lebih besar daripada arang aktif dari tempurung kelapa yang diaktivasi dengan ZnCl2 (Anggarini et al. 2013) dan arang aktif dari biji kapuk yang diaktivasi dengan asam fosfat 85% (Whidianti 2010), namun lebih kecil daripada arang aktif dari kulit biji teh yang diaktivasi dengan ZnCl2 (Gao et

al. 2013) dan arang aktif dari kulit pohon Cina (Cao et al. 2010).Semakin tinggi kapasitas adsorpsinya terhadap larutan biru metilena, maka luas permukaan spesifiknya (LPS) semakin besar. LPS yang besar menyebabkan semakin banyak molekul-molekul adsorbat yang bisa berinteraksi dengan molekul adsorbat. Menurut Kirk dan Othmer (1964) luas permukaan spesifik arang aktif berkisar

K3H1 K3H2 K4H1 K4H2 K45H1 K45H2

(28)

Gambar 4 Pengaruh aktivasi kimia-fisik dengan pengaliran uap air selama 60 menit ( ) dan 90 menit ( ) terhadap kapasitas adsorpsi biru metilena. Kemampuan Aakubri mengadsorpsi biru metilena meningkat dengan peningkatan suhu karbonisasi dan konsentrasi asam fosfat (Gambar 4). Peningkatan suhu karbonisasi dapat meningkatkan penguraian komponen bahan baku seperti selolusa dan lignin. Penguraian komponen tersebut menyebabkan terbentuknya pori, namun masih ditutupi oleh pengotor berupa abu dan tar. Penggunaan asam fosfat sebagai aktivator berfungsi melarutkan tar dan mineral-mineral yang terkandung di dalam abu sehingga pori-pori terbuka. Peningkatan konsentrasi asam fosfat dapat meningkatkan pelarutan pengotor-pengotor tersebut. Hal ini didukung oleh Gonzalez et al. (2013) yang menyatakan bahwa peningkatan konsentrasi asam fosfat dapat meningkatkan volume pori. Kapasitas adsorpsi Aakubri terhadap larutan biru metilena sedikit menurun dengan peningkatan waktu pengaliran uap air. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh peningkatan oksidasi karbon, sehingga dapat merusak sebagian pori yang telah terbentuk.

Aakubri mutu terbaik sebelum diaplikasikan untuk penanganan limbah batik dicuci lebih dahulu melalui proses perendaman di dalam larutan HCl 10% selama 1 jam dan dibilas dengan akuades panas sampai pH netral. Pencucian ini bertujuan mengurangi kandungan oksida logam dan pengotor lainnya yang berpotensi menutupi pori-pori Aakubri. Hasil Analisis menggunakan SEM-EDAX diketahui permukaan Aakubri sebelum dicuci dengan HCl 10% terlihat kotor (Gambar 5). Komponen pengotor tersebut adalah oksida dari natrium, magnesium, kalium, kalsium, aluminium, silikon, sulfur, dan klorin (Lampiran 14). Setelah dilakukan pencucian, semua pengotor hilang kecuali klorin dan kalium sebanyak 0.18% dan 0.36% (Lampiran 15)

K3H1 K3H2 K4H1 K4H2 K45H1 K45H2

(29)

Gambar 5 Mikrografi Aakubri dan komposisi penyusunnya sebelum (kiri) dan sesudah (kanan) dicuci dengan HCl 10%

Oksida-oksida logam yang terbentuk selama proses karbonisasi dan aktivasi fisika hilang dari permukaan Aakubri karena berubah wujudnya dari fase padatan menjadi fase terlarut. Reaksi yang terlibat adalah reaksi penggaraman. Reasi ini menghasilkan garam dan air. Semua garam yang terbentuk dari oksida tersebut dapat larut dalam air dan dapat membentuk larutan elektrolit (Vogel 1979). Chang (2003) menyatakan bahwa sebagian besar senyawa yang mengandung klorida dapat larut dalam air pada suhu 25 ℃, kecuali senyawa yang mengandung Ag+, Hg22+ dan Pb2+. Reaksi pelarutan oksida logam tersebut ditunjukkan pada reaksi berikut.

Na2O(s) + 2HCl(aq) → 2NaCl(aq) + H2O(l) CaO(s) + 2HCl(aq) → CaCl2(aq) + H2O(l)

MgO(s) + 2HCl(aq) → MgCl2(aq) + H2O(l) K2O(s) + 2HCl(aq) → 2KCl(aq) + H2O(l) Al2O3(s) + 6HCl(aq) → 2AlCl3(aq) + 3H2O(l)

Berubahnya oksida-oksida logam menjadi bentuk garam terlarut menyebabkan permukaan Aakubri menjadi lebih bersih (Gambar 5), sehingga terjadi peningkatan luas pori dan luas permukaan spesifik berturut-turut 35 m2 dan 443 m2/g menjadi 138 m2 dan 715 m2/g. Kapasitas adsorpsi biru metilena pun meningkat dari 120 mg/g menjadi 193 mg/g yang telah memenuhi persyaratan SNI 06-3730-1995 (BSN 1995). Luas permukaan spesifik yang dihasilkan mendekati dengan luas permukaan arang aktif komersial yang berukuran 200-325 mesh, yaitu 750 m2/g (Sigma Aldrich 2013). Luas permukaan

(30)

Serapan Maksimum dan Kurva Standar Indigosol

Pemilihan panjang gelombang serapan maksimum berguna untuk menentukan kondisi yang tepat dalam pengukuran contoh dengan kesalahan minimum dan keakuratan tinggi. Panjang gelombang serapan maksimum larutan indigosol yang diperoleh adalah 525 nm. Hal ini berdasarkan serapan maksimum larutan induk indigosol 1000 ppm dengan rentang pemanyaran 400 sampai 700 nm. Pengolahan kurva standar berguna untuk menentuakan konsentrasi larutan indigosol yang teradsorpsi per bobot Aakubri berdasarkan persamaan garis linear yang diperoleh, yaitu y = 0.0027x – 0.0023 dengan R2 = 0.998 (Lampiran 16).

Kondisi Adsorpsi Tertinggi

Kondisi adsorpsi tertinggi zat warna indigosol terjadi pada bobot Aakubri 1 gram dan waktu kontak 120 menit dengan konsentrasi larutan indigosol 500 ppm. Saat waktu kontak dan konsentrasi indigosol konstan, terjadi penurunan kapasitas adsorpsi (Gambar 6) dan secara keseluruhan terjadi peningkatan efisiensi adsorpsi (Lampiran 17). Hal ini menunjukkan pada bobot Aakubri 1 gram, hampir semua permukaannya yang memiliki sisi aktif telah berinteraksi dengan molekul indigosol. Sementara itu, peningkatan bobot Aakubri menjadi 1.5 dan 2 gram sama dengan meningkatkan luas permukaan sisi aktifnya menjadi setengah dan dua kalinya dari semula, sehingga banyak permukaan dengan sisi aktif yang belum berinteraksi. Hal ini diperkuat oleh Diapati (2009), Victoria (2010) dan Kurniawan (2011) yang menyatakan bahwa peningkatan bobot adsorben dapat menurunkan kapasitas adsorpsi dan meningkatkan efisiensi adsorpsi. Saat bobot

Aakubri dan konsentrasi indigosol dibuat konstan, terjadi peningkatan kapasitas adsorpsi. Hal ini terjadi karena peningkatan waktu kontak dapat memberikan peluang yang lebih besar untuk terjadinya interaksi antara sisi aktif Aakubri

dengan molekul indigosol. Kapasitas adsorpsi Aakubri tertinggi sebesar 30 mg/g dengan efisiensi adsorpsi 99.73 %. Hal ini menunujukkan ada 30 mg indigosol yang terjerap dalam 1 gram Aakubri. Hasil ini lebih baik daripada kapasitas adsorpsi arang aktif limbah padat agar terhadap pewarna indigosol (Azalia 2013).

Gambar 6 Kapasitas adsorpsi Aakubri terhadap larutan indigosol 500 ppm

(31)

Isoterm Adsorpsi

Penentuan tipe isoterm adsorpsi berguna untuk mengetahui mekanisme interaksi antara adsorbat terhadap adsorben. Informasi ini dapat diperoleh dengan membuat kurva hubungan antara Ce terhadap Ce/(x∕m) untuk tipe isoterm Langmuir dan hubungan antara log Ce terhadap log (x∕m) untuk isoterm Freundlich. Ce adalah konsentrasi akhir indigosol, x adalah massa indigosol yang terjerap dan m adalah massa Aakubri. Isoterm adsorpsi Aakubri terhadap larutan indigosol mengikuti tipe isoterm Freundlich berdasarkan linearitas kurva dan koefisien determinasi yang dihasilkan. Hal ini menunjukkan bahwa persamaan Freundlich dapat diterapkan dalam proses adsorpsi larutan indigosol oleh Aakubri

(Gambar 7).

Model isoterm adsorpsi Freundlich mengasumsikan bahwa pada proses adsorpsi terjadi banyak lapisan pada permukaan Aakubri, sisi bersifat heterogen dan berlangsung secara fisika. Pada proses ini terjadi gaya tarik menarik antara molekul indigosol dengan Aakubri lebih besar daripada gaya tarik menarik antara indigosol dengan pelarutnya, sehingga indigosol akan teradsorpsi dipermukaan

Aakubri. Interaksi antara sisi aktif Aakubri dengan molekul indigosol bersifat lemah karena melibatkan interaksi van der waals, sehingga adsorbat bebas bergerak (Atkins 1996). Hal inilah yang dapat menyebabkan molekul adsorbat mudah lepas kembali, sehingga efisiensi adsorpsi berfluktuatif.

Gambar 7 Kurva isoterm adsopsi Aakubri terhadap larutan indigosol. Isoterm adsorpsi Freundlich (kiri) dan Langmuir (kanan)

Konstanta Freundlich dan Langmuir dapat ditentukan dari persamaan garis linear log (x∕m) = 0.6113log Ce + 0.6693 dan Ce∕(x∕m) = 0.0294Ce + 0.2321. Nilai n dan k pada isoterm Freundlich dipengaruhi oleh suhu, adsorben dan adsorbat (Kurniawan 2011). Nilai n menunjukkan intensitas dari adsorpsi dan k menunjukkan kapasitas adsorpsi Aakubri. Nilai dan pada isoterm Langmuir menunjukkan kapasitas adsorpsi untuk membentuk lapisan sempurna pada

Aakubri dan konstanta kesetimbangan adsorpsi. Kapasitas adsorpsi maksimum berdasarkan nilai k pada tipe isoterm adsorpsi Freundlich adalah 4.67 mg/g (Tabel 2). Hasil ini lebih baik daripada penelitian sebelumnya menggunakan arang aktif

(32)

dari limbah padat agar (Azalia 2013). Nilai-nilai konstanta Freundlich dan Langmuir ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2 Nilai konstanta isoterm adsorpsi

Tipe isoterm Konstanta Nilai R2

Freundlich N 1.64 0.8693

K 4.67 mg/g

Langmuir 34.01 mg/g 0.7607

0.13 L/mg

Pengolahan Limbah Batik

Pengolahan limbah batik diawali dengan proses pencirian untuk mengetahui tingkat pencemarannya. Hasil karakteristik limbah batik menunjukkan bahwa semua nilai parameter berada diatas baku mutu (tabel 3). Hasil ini juga didukung oleh Azalia (2013) bahwa pada limbah batik tersebut memiliki parameter yang berada diatas baku mutu limbah berdasarkan Kep. Gubernur Kepala DIY No. 281/KPTS/1998. Hal ini mengindikasikan bahwa limbah tersebut cukup berpotensi mencemari lingkungan, sehingga perlu pengolahan terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan.

Tabel 3 Pencirian dan baku mutu limbah batik

Parameter Kadar Satuan Baku mutu*

pH 9.01 6−9

Daya hantar listrik 3.80 mmho/cm 0.05−1.5

Total padatan terlarut 465 mg/L 200

Warna 30900 Pt-Co 50

Kebutuhan oksigen kimia 103680 mg/L 100

*Kep. Gubernur Kepala DIY No. 281/KPTS/1998

Kondisi pH limbah batik sebelum pengolahan sebesar 9.01 sehingga perlu dinetralkan. Penetralan ini bertujuan mengkondisikan kerja optimum dari koagulan tawas. Menurut ikbal dan Nugroho (2002) proses netralisasi limbah mampu mereduksi intensitas warnanya. Limbah batik yang telah mengalami penetralan kemudian ditambahkan tawas sebagai koagulan. Tawas di dalam air akan membentuk Al(OH)3, seperti rekasi di bawah ini(Makki et al. 2010).

Al2(SO4)3.18H2O + 6H2O → 2Al(OH)3 + 6H+ + 3SO4 − + 18H2O

(33)

cepat (koagulasi). Tawas akan bekerja mendestabilisasi muatan partikel terlarut yang bermuatan negatif dengan memberikan proton sehingga partikel-partikel koloid akan beraglomerasi. Proses pengadukan lambat (flokulasi) bertujuan mengumpulkan partikel-partikel kecil hasil koagulasi membentuk flok yang lebih besar, sehingga mengendap. Komponen yang mengendap akan menurunkan KOK dan konsentrasi warna karena semakin berkurangnya komponen terlarut. Penurunan KOK menunjukkan penurunan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi semua zat yang bisa dioksidasi, sehingga kadar oksigen terlarut meningkat. Sementara itu, penurunan konsentrasi warna limbah menunjukkan penurunan jumlah komponen yang memiliki gugus kromofor, sehingga kemampuan limbah batik untuk menyerap dan mentransmisikan cahaya visibel berkurang. Penurunan konsentrasi warna dan KOK melalui proses koagulasi-flokulasi berturut-turut 29.45% dan 13.79%.

Proses adsorpsi limbah batik setelah koagulasi-flokulasi dengan 1 gram

Aakubri mutu terbaik mampu menurunkan konsentrasi warna dan KOK sebesar 98.51% dan 97.43% (Tabel 4). Hasil ini lebih baik daripada penelitian yang dilakukan oleh Azalia (2013) yang mampu menurunkan konsentrasi warna dan KOK sebesar 59.81% dan 22.19%. Hasil penurunan konsentrasi warna limbah dengan proses adsorpsi menggunakan Aakubri juga lebih baik dari pada penggunaan arang aktif tempurung kelapa (Mizwar et al. 2012). Besarnya penurunan KOK dan konsentrasi warna karena banyaknya jumlah komponen adsorbat yang berinteraksi dengan sisi aktif Aakubri. Komponen yang berinteraksi dengan sisi aktif Aakubri bersifat lebih stabil daripada dalam keadaan bebas, sehingga mudah dipisahkan dari pelarutnya. Penurunan konsentrasi warna limbah batik setelah diadsorpsi dengan Aakubri masih berada di atas ambang batas baku mutu, sehingga perlu pengolahan lebih lanjut. Visualisasi limbah batik awal, setelah koagulasi-flokulasi dan adsorpsi dapat dilihat pada Gambar 8.

(34)

Gambar 8 Intensitas warna limbah batik awal (kanan), setelah koagulasi-flokulasi (tengah), dan setelah adsorpsi (kiri)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Arang aktif kulit buah malapari (Aakubri) telah berhasil dibuat. Karakterisitiknya hanya kadar air dan zat terbang yang memenuhi persyaratan SNI 06-3730-1995. Aakubri mutu terbaik dihasilkan dari kulit malapari yang dikarbonisasi pada suhu 450 ℃, diaktivasi dengan H3PO4 2% dan dilanjutkan aktivasi pada suhu 750 ℃ disertai pengaliran uap air selama 60 menit. Kapasitas adsorpsinya terhadap biru metilena sebesar 120 mg/g. Pencucian lanjut dengan HCl 10% mampu meningkatkan luas pori Aakubri dan kapasitas adsorpsinya terhadap biru metilena menjadi 193 mg/g (memenuhi persyaratan SNI 06-3730-1995). Luas permukaan spesifik dan pori Aakubri sebesar 715 m2/g dan 138 m2. Aplikasi Aakubri sebagai adsorben dalam pengolahan limbah batik dapat mereduksi warna dan kebutuhan oksigen sebesar 98.51 % dan 97.43 %.

Saran

Perlu perendaman bahan kulit malapari dengan asam fosfat sebelum karbonisasi untuk meningkatkan rendemen arang. Perlu dicoba menggunakan bahan aktivator lain untuk memperoleh arang aktif yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Achmad R. 2004. Kimia Lingkungan. Jakarta: C. V Andi Offset (ID)

Abramian L, Houssam E. 2009. Adsorption kinetics and thermodynamics of azo-dye Orange II onto highly porous titania aerogel. Chemical Engineering journal. 150: 403-410.

Aldrich Sigma. 2014. Catalog Product. [Internet]. [diunduh 2014 Juli 07]. Tersedia pada: www.sigmaaldrich.com/catalog/product/sial/c3345? lang=en&region=ID

Aldrich Sigma. 2013. Activated Carbon Technical Information Bulletin. [Internet].

(35)

www.sigmaaldrich.com/chemistry/chemical-synthesis/learning-center/technicalbulletins/al-1430/activated-carbon/html.

Alimah D. 2010. Budidaya dan potensi malapari (Pongamia pinnata L.) pierre sebagai tanaman penghasil bahan bakar nabati. Galam. 4(2):147-159.

Anggarini D, Tjahjanto RT, Darjito. Studi aktivasi arang dari tempurung kelapa dengan pengozonan. Kimia Student Journal. 2(1). 400-407.

[APHA] American Public Health Association. 2005. Standard Method for the Examination of Water and WastewaterADMI Weighed Ordinate Spectrophotometric Methods. APHA 2120 C. Washington: American Public Health Association.

[APHA] American Public Health Association. 2005. Standard Method for the Examination of Water and WastewaterADMI Weighed Ordinate titrimetric Methods. APHA 5220 B. Washington: American Public Health Association. Atkins PW. 1996. KIMIA FISIKA. Irma I. Kartohadprodjo, penerjemah. Jakarta:

Erlangga (ID). Terjemahan dari : Physical Chemistry.

Azalia N. 2013. Adsorben berbasis limbah padat agar-agar sebagai penjerap zat warna dan zat organik pada limbah industri batik. [Skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2009. SNI 6989.2-2009. Air dan Air Limbah-Cara Uji Kebutuhan Oksigen Kimia (Chemical Oxygen Demand/COD) dengan Refluks Tertutup secara Spektrofotometri. Serpong (ID): BSN.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2004. SNI 06-6989.1-2004. Air dan Air Limbah-Cara Uji Daya Hantar Listrik. Serpong (ID): BSN.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2004. SNI 06-6989.3-2004. Air dan Air Limbah-Cara Uji Total Padatan Terlarut. Serpong (ID): BSN.

[BSN] Standar Nasional Indonesia. 1995. SNI-06-3730-1995: Arang aktif Teknis. Jakarta (ID): BSN.

Cao Y, Pawlowski A, Zhang J. 2010. Preparation of activated carbons with enhanced adsorption of cationic and dyes from Chinese hickory husk using the taguchi method. Enviromental Protection Engineering. 36(3): 69-86. Chang R. 2003. Kimia Dasar: Konsep-Konsep Inti Edisi Ketiga. M. Abdulkadir

Martoprawiro, Indra Noviandri, Deana Wahyuningrum, Buchari, Ismunandar, Hiskia Achmad, I Nyoman Marsih, dan Hidayat Muchsinuddi, penerjemah. Lemeda S, editor. Bandung (ID). Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: General Chemistry: The Essential Concepts. Ed ke-3 Diapati M. 2009. Ampas tebu sebagai adsorben zat warna reaktif cibarcon red.

[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Foo PYL and Lee LY. 2010. Preparation of activated carbon from parkia speciosa pod by chemical activation. Di dalam: [tidak ditemukan], editor. Wordl Congress on Engineering Computer Science; 2010 Oct 20-22; San Fransisco, USA. [tidak ditemukan]

Gau J, Qin Y, Zhou T, Cao D, Xu P, Hochstetter D, Wang Y, 2013. Adsorption of methylene blue onto activated carbon produced from tea (Camellia sinensis

L.) seed shells: kinetics, equilibrium, and thermodynamics studies.

Journalof Zhejiang University-Science B. 14(7): 650-658.

(36)

phosphoric acid. Adsorption of methylene blue. Revista Mexicana de Inngenieria Quimica. 12(3): 595-608.

Hendra D. 2007. Pengolahan arang aktif dari limbah pembalakan kayu puspa dengan teknologi produksi skala semi pilot. Jurnal Penelitian HasilHutan: 1-19.

Khah AM, Ansari R. 2009. Activated charcoal: preparation, characterization, and application: a review article. J of Chemtech Research. 1(4):859-864.

Kurniati, E., 2008, Pemanfaatan kulit sawit sebagai arang aktif. Jurnal Penelitian Ilmu Teknik. 8(2).

Kurniawan T. 2011. Adsorben berbasis limbah padat tapioka. [Skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.

Lempang M, Syafii W dan Pari G. 2011. Struktur dan komponen arang serta arang aktif tempurung kemiri. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. 3(29): 278-284. Lempang M, Syafii W dan Pari G. 2012. Sifat dan mutu arang aktif tempurung

kemiri. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. 30(2): 100-113.

Mardjono R. 2008. Mengenal ki pahang (Pongamia pinnata) sebagagai bahan bakar alternatif harapan masa depan. Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. 14(1):1-3.

Makki HF, Al-Alawy AF, N Nada, Razaq A, dan Mohammed MA. 2010. Using aluminum refuse as a coagulant in the coagulation and fliocculation processes. Iraqi Journal of Chemical and Petroleum Engineering. 11 (3): 15-22.

Ma XJ, Xia HL. 2009. Treatment of water-based printing ink wastewater by fenton process combined with coagulation. Journal of Hazardous Materials. 162: 386-390.

Mizwar dan Diena. 2012. Penyisihan warna dari limbah industri sasirangan dengan dengan adsorpsi arang aktif. Info Teknik 13(1): 11-16.

MSDS [Material Safety Data Sheet]. 2013. Indigo MSDS. USA: Scincelab.com, Inc.

Mochida I, Yoon SH dan Qiao W. 2006. Catalysts in syntheses of carbon and carbon precursors. J. Bruz. Chem. Soc. 17(6): 1059-1073.

Muthia F. 1998. Pengolahan arang aktif dari sabut kelapa sawit sebagai bahan penjernih air. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Muhdori. 2010. Pertumbuhan industri melampaui terget. Media Industri 03: 1-60. Nugroho S. 2013. Elektrodegradasi indigosol golden yellow IRK dalam limbah

batik dengan elektroda grafit. [skripsi]. Semarang (ID): Universitas Negri Semarang.

Nugroho R, Ikbal. 2005. Pengolahan air limbah berwarna industri tekstil dengan proses AOPs. JAI 1(2): 163-172.

Nurdalia I. Kajian dan analisis peluang penerapan produksi bersih pada usaha kecil batik CAP. [Tesis]. Semarang (ID). Universitas Diponegoro.

Pakpahan JF, Tambunan T, Harimby A, Ritongga MS. 2013. Pengurangan FFA dan warna dengan adsorben serabut kelapa dan jerami. Jurnal Teknik Kimia. 2(1): 31-36.

(37)

Raghuvanshi SP, Sing R, Kaushik CP. 2004. Kinetics study of methylene blue dye biadsorption on baggase.App Ecol Env Res. 2: 35-43.

Riyanti S. 2012. Pemanfaatan arang aktif serbuk gergaji kayu mindi sebagai penjerap zat warna reaktif cibacron red. [Skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.

Sinartani. 2011. Arang aktif meningkatkan mutu lingkungan. Agroinovasi. 3400:10-12.

Sudradjat R dan Pari G. 2011. Arang aktif:Teknologi Pengolahan dan Masa Depannya. Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. (ID) Sudradjat R dan Pari G. Tresnawati D, Setiawan D. 2005. Pengolahan arang aktif

dari tempurung biji jarak pagar (Jatrophaa curcas L). Jurnal Penelitian Hasil Hutan: 1-25.

Victoria. 2009. Adsorpsi asam lemak bebas dan zat warna menggunakan campuran kaolin-limbah padat tapioka. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Vogel AI, 1979. Textbook of Macro and Semimicro Qualitative Inorganic Analysis Fith Edition. New York: Longman Inc. (US)

Wibowo S, Syafii W dan Pari G. 2010. Karakteristik arang aktif tempurung biji nyamplung (Calophyllum inophyllum Linn). Jurnal Penelitian Hasil Hutan

28 (1): 43-54.

Widhianti WD. 2010. Pembuatan arang aktif dari biji kapuk (Ceiba pentandra L.) sebagai adsorben zat warna rhodamin B. [skripsi]. Surabaya (ID). Universitas Airlangga Surabaya.

Wild PJ de, Laan RR Van der dan Wilberink RWA. 2010. Thermolysis of Lignin for Value-Added Products. Spain (ES): ECN

Yue, Economy Z, J dan Mangun CL. 2003. Preparation of fibrous porous materials by chemical activation H3PO4 activation of polymer coated fibers.

(38)

Aakubri

mutu terbaik

Aakubri serbuk Arang Limbah kulit buah malapari

Arang teraktivasi kimia-fisika

Pencirian -Kadar air -Kadar abu

-Kadar zat mudah menguap -Kadar arang aktif

-Penentuan kapasitas adsorpsi iod -Penentuan kapasitas adsorpsi benzena

-Penentuan kapasitas adsorpsi biru metilena

- luas permukaan spesifik (LPS)

Uap air Perendaman

di dalam H3PO4 1 dan 2 %

Karbonisasi suhu 300, 400 dan 450 ℃

Digiling dengan ukuran 200 mesh

Lampiran 1 Pembuatan Aakubri

Aakubri

mutu terbaik

Aakubri bebas pengotor

Aakubri siap dijadikan adsorben limbah batik Pencucian

(39)

Lampiran 2 Diagram alir pengolahan limbah batik

Sedimentasi dan penyaringan

Pencirian

Netralisasi

Koagulasi, Flokulasi dan filtrasi

Analisis

Analisis Limbah batik

Filtrat

*pH *DHL *KOK *Konsentrasi warna

Fitrat

*KOK *Konsentrasi warna

Endapan Endapan

Filtrat

Endapan Bobot Aakubri

kondisi adsorpsi tertinggi

Aakubri

Kondisi adsorpsi tertinggi

Penentuan kondisi adsorpsi tertinggi terhadap pewarna indigosol

Isoterm adsorpsi

(40)

Lampiran 3 Rendemen arang kulit buah malapari

Perlakuan Bobot bahan

baku (g) Bobot arang (g) Rendemen (%) Karbonisasi suhu

300 ℃

1 1100 567 59.31

2 1100 573 59.94

Karbonisasi suhu 400 ℃

1 1100 432 45.19

2 1100 432 45.19

karbonisasi suhu 450 ℃

1 1100 405 42.36

(41)

Lampiran 4 Rendemen Aakubri pada berbagai perlakuan

Perlakuan Rendemen (%)

K3H1S6 46

K3H1S9 43

K3H2S6 45

K3H2S9 35

K4H1S6 31

K4H1S9 27

K4H2S6 54

K4H2S9 28

K45H1S6 82

K45H1S9 27

K45H2S6 20

(42)

Lampiran 5 Penentuan kadar air Aakubri

(43)

Lampiran 6 Penentuan kadar zat terbang Aakubri

SNI 06-3730-1995 Maks 25

(44)

Lampiran 7 Penentuan kadar abu Aakubri

(45)

Lampiran 8 Kadar karbon terikat Aakubri

(46)

Lampiran 9 Kapasitas adsorpsi Aakubri terhadap larutan iodin

(47)

Lampiran 10 Kapasitas adsorpsi Aakubri terhadap uap benzena

(48)

Lampiran 11 Absorbans dan Kurva standar larutan biru metilena Perlakuan [Biru metilena] (ppm) Absorbans

Blangko 0.000 0.000

Standar 1 1.000 0.136

Standar 2 3.000 0.478

Standar 3 5.000 0.768

Standar 4 7.000 1.096

Standar 5 9.000 1.373

y = 0,1544x - 0,0015 R² = 0,9993

-0,2 0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,2 1,4 1,6

0 2 4 6 8 10

A

b

sor

b

an

s

(49)

Lampiran 12 Kapasitas adsorpsi Aakubri terhadap biru metilena

Perlakuan

Bobot contoh

(g)

Fp Absorbans (%)

[BM]sebelum (ppm)

[BM]sesudah (ppm)

Kapasitas adsorpsi

BM (mg/g) K3H1S6 0.250 400 0.219 1200 571.200 62.88 K3H1S9 0.254 200 0.450 1200 623.200 60.47

K3H2S6 0.253 40 1.317 1200 341.56 84.83

K3H2S9 0.255 200 1.217 1200 481.800 70.41

K4H1S6 0.253 1 0.076 1200 0.502 118.53

K4H1S9 0.251 40 0.455 1200 98.040 109.75

K4H2S6 0.252 100 0.497 1200 253.600 93.89

K4H2S9 0.253 1 0.370 1200 0.198 118.56

K45H1S6 0.255 200 0.238 1200 282.000 90.00

K45H1S9 0.252 1 0.275 1200 1.635 118.88

K45H2S6 0.251 1 0.036 1200 0.188 119.50

K45H2S9 0.254 1 0.025 1200 0.126 118.09

(50)

Lampiran 13 Luas permukaan spesifik Aakubri metode biru metilena

Perlakuan Luas permukaan spesifik (m2/g)

K3H1S6 233.14

K3H1S9 224.21

K3H2S6 314.50

K3H2S9 261.06

K4H1S6 439.46

K4H1S9 406.94

K4H2S6 348.11

K4H2S9 439.57

K45H1S6 333.69

K45H1S9 440.78

K45H2S6 443.08

(51)
(52)
(53)

Lampiran 16 Absorbans dan Kurva standar larutan indigosol

Contoh Konsentrasi (ppm) Absorbans

Blanko 0 0.000

Standar 1 10 0.023

Standar 2 20 0.052

Standar 3 30 0.077

Srandar 4 40 0.110

Standar 5 50 0.134

y = 0.0027x - 0.0023 R² = 0.998

-0,02 0 0,02 0,04 0,06 0,08 0,1 0,12 0,14 0,16

0 10 20 30 40 50 60

Ab

sor

b

an

s

(54)
(55)

41 Lampiran 18 Data isoterm adsorpsi Aakubri terhadap indogosol

C0 Absorbans Ce Ct m (g) V (L) x(mg)

x/m (mg/g)

Isoterm Langmuir

Isoterm Freundlich

Ce Ce/x/m Log Ce

Log (x/m) 20 0.0017 1.4815 18.5185 0.2023

0.05

0.9259 4.5769 1.4815 0.3237 0.1707 0.6606 40 0.0026 1.8148 38.1852 0.2050 1.9092 9.3135 1.8148 0.1949 0.2588 0.9691 60 0.0159 6.7407 53.2593 0.2033 2.6629 13.0987 6.7407 0.5146 0.8287 1.1172 80 0.0214 8.7778 71.2222 0.2005 3.5611 17.7612 8.7778 0.4942 0.9434 1.2495 100 0.0278 11.1481 88.8519 0.2048 4.4426 21.6924 11.1481 0.5139 1.0472 1.3363

Keterangan:

C0 adalah [indigosol] awal (ppm) Ce adalah [indigosol] (ppm) Ct adalah [indigosol] teradsorpsi m adalah massa Adsorben

x adalah massa adsorbat. Ct × volume larutan (V)

4

(56)

Lampiran 19 Penentuan KOK limbah batik pada beberapa perlakuan

Perlakuan Vcontoh (mL) V FAS 0.1024 N (mL) Fp KOK (mg/L)

Blanko − 8.20 − −

Limbah awal

2.5

0.10 40 103680

Koagulasi-flokolasi 1.30 40 89379.840

Adsorpsi 1.10 1 2299.264

Contoh perhitungan

(57)

×12.693×fp

(58)

Persamaan garis linear kurva isoterm Langmuir y= 0.0294Ce + 0.2321 dengan r2= 0.7607, maka dari persamaan

sehingga nilai

Persamaan garis linear kurva isoterm Freundlich y=0.6113x+ 0.6693 dengan r2= 0.8693, maka dari persamaan

log , sehingga nilai

(59)

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Gambar 1  Struktur biru metilena (a) dan struktur indigosol (b)
Tabel  1   Kondisi pembuatan Aakubri
Gambar 2  Penguraian lignin
Gambar 3  Pengaruh aktivasi kimia-fisik dengan lama pengaliran uap air 60 menit
+5

Referensi

Dokumen terkait

Ide utama dari profit rate ini adalah, bahwa pada bulan berapapun seorang investor mulai berinvestasi, ia akan mendapatkan laba yang setara dengan investor lain yang berinvestasi di

Para pihak sebelumnya telah sepakat untuk menyerahkan penyelesaian sengketa atau perselisihannya yang mungkin akan terjadi di kemudian hari kepada lembaga arbitrase seperti ini

Kosakata bahasa Jawa yang diserap dalam bahasa Sunda Brebes dengan perubahan atau inovasi merupakan kosakata yang berasal dari bahasa Jawa kemudian diserap dalam

Setelah didapatkan cairan serebrospinal akan dilakukan beberapa pemeriksaan antara lain : (1) jumlah dan jenis sel serta jenis kuman (2) kadar protein dan

Diberitahukan kepada warga jemaat GPIB Jemaat Bukit Sion Balikpapan bahwa demi alasan keamanan lingkungan gereja, maka terhitung mulai 1 Pebruari 2017 untuk sementara pintu

Mengetahui dampak kesejahteraan (welfare effect) model Gordon-Schaefer tanpa shock dan dengan shock Menganalisis tingkat efisiensi perikanan tangkap dan implikasi kebijakannya

(1) Bahwa dalam rangka meningkatkan kematangan organisasi ULP pada penyelenggaraan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah, PIHAK PERTAMA sebagai satu-satunya Lembaga yang

Seratus tujuh puluh tujuh juta tujuh ratus tujuh puluh tujuh ribu rupiah maka Panitia Pengadaan Barang/Jasa Bidang Cipta Karya Dinas PU TAMBEN Kabupaten Flores Timur Tahun