• Tidak ada hasil yang ditemukan

Response of two varieties of upland rice to fertilizer and its residue in organic farming systems

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Response of two varieties of upland rice to fertilizer and its residue in organic farming systems"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

RESPON DUA VARIETAS PADI GOGO TERHADAP

PUPUK DAN RESIDUNYA DALAM

SISTEM BUDIDAYA ORGANIK

BASO DAENG

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Respon Dua Varietas Padi Gogo Terhadap Pupuk dan Residunya dalam Sistem Budidaya Organik adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2012

(3)

ABSTRACT

BASO DAENG. Response of Two Varieties of Upland Rice to Fertilizer and Its Residue in Organic Farming Systems. Under direction of SANDRA ARIFIN AZIZ and MAYA MELATI.

Irrigation water crisis and the conversion of productive land constantly threaten the productivity of rice. The phenomenon of degradation of land productivity due to excessive synthetic chemical fertilizers in the past has contributed to the limiting factor of rice production. Development of organic-based upland rice on dry land is one alternative solution. Organic cultivation of upland rice needs attention so that the empowerment of local input and the fulfillment of food need can be realized. This experiment aims to determine the effect of organic fertilizer types and its residue on growth and yield components of two varieties of upland rice. Experiments were carried out in two planting seasons. The first growing season used a split-plot design. The main plot consisted of chicken manure (20 tons/ha), Centrosema pubescens (4.3 tons/ha) + chicken manure (10 tons/ha), and Tithonia diversifolia (4.3 tons/ha) + chicken manure (10 tons/ha). Subplot productivity of upland rice in the second growing season. Productivity of upland rice in a row according to the treatment were 1.23,1.26, and 1.19 tons/ha. The use of Tithonia diversifolia gives the best effect on some variables of plant growth and plant resistance to pests and diseases. Limboto variety in the first growing season and Batu Tegi variety in the second growing season are varieties that give the best response to organic fertilizer. Danau Gaung and Batu Tegi varieties have similar yield in the second growing season, with the productivity of each variety is 1.25 and 1.22 ton/ha. Dosage of 50 and 100% resulted similar productivity of upland rice, the productivity given by each dosage is 1.28 and 1.19 ton/ha. Combined treatment of type of organic fertilizer and varieties had the same effect on plant productivity. Fertilizer dosage of 50 and 100 % give the same effect on the components of crop yield in the second growing season. The combination of fertilizer dosage, fertilizer types, and varieties only influenced plant height. Chicken manure, C. pubescens and T. diversifolia can be used as the source of organic fertilizer, depending on the level of difficulty in obtaining the material. Key words : upland rice, organic, chicken manure, Centrosema pubescens,

(4)

RINGKASAN

BASO DAENG. Respon Dua Varietas Padi Gogo Terhadap Pupuk dan Residunya dalam Sistem Budidaya Organik. Dibimbing oleh SANDRA ARIFIN AZIZ dan MAYA MELATI.

Krisis air irigasi secara terus-menerus mengancam produktivitas padi pada lahan irigasi. Kenyataan ini semakin diperparah dengan tingginya laju konversi lahan serta terjadinya fenomena degradasi produktivitas lahan akibat pemberian pupuk kimia sintetik secara berlebihan pada masa lalu. Pengembangan padi gogo berbasis organik pada lahan kering merupakan salah satu pilihan pemecahannya.

Sistem budidaya tanaman secara organik dapat dijadikan sebagai pilihan teknik budidaya karena sistem ini berorientasi pada pemanfaatan input yang tersedia (bahan lokal) sebagai sumber pupuk maupun pestisida untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Budidaya padi gogo secara organik perlu mendapat perhatian sehingga pemberdayaan input lokal serta pemenuhan kebutuhan pangan dapat terwujud.

Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jenis pupuk organik yang berbeda serta pengaruh residunya pada komponen pertumbuhan dan hasil dua varietas padi gogo. Percobaan dilaksanakan dalam dua musim tanam.

Percobaan musim tanam pertama menggunakan rancangan split-plot. Petak utama adalah jenis pupuk organik yang terdiri atas pupuk kandang ayam (20 ton/ha), pupuk kandang ayam (10 ton/ha) + pupuk hijau Centrosema pubescens (4.3 ton/ha), dan pupuk kandang ayam (10 ton/ha) + pupuk hijau Tithonia diversifolia (4.3 ton/ha). Anak petak terdiri atas varietas Situ Patenggang dan Limboto. Percobaan musim tanam ke-dua menempatkan faktor dosis pupuk sebagai petak utama. Dosis yang digunakan adalah 50 dan 100 % dosis perlakuan musim tanam pertama. Jenis pupuk organik sebagai anak petak, sedangkan anak-anak petaknya adalah varietas Danau Gaung dan Batu Tegi.

Tanaman yang diberi pupuk T. diversifolia pada musim tanam pertama nyata lebih tinggi dibandingkan tanaman lain yang diberi kedua jenis pupuk lainnya, walaupun pada saat tanaman berumur 9 dan 10 MST tingginya relatif sama dengan tanaman yang diberi pupuk C. pubescens. Kadar hara P tajuk

(5)

C. pubescens walaupun berbeda tidak nyata dengan tanaman yang diberi pupuk kandang ayam.

Tanaman yang diberi pupuk T. diversifolia menunjukkan ketahanan yang lebih baik terhadap serangan pathogen dan secara statistik berbeda nyata pada umur tanaman 6, 12, dan 14 MST. Pengaruh terbaik pupuk T. diversifolia terhadap ketahanan tanaman ini juga terlihat pada musim tanam ke-dua, saat tanaman berumur 10, 12, 14, dan 16 MST). Ketahanan tanaman yang diberi pupuk kandang ayam dan C. pubescens relatif sama.

Jumlah anakan terbanyak pada musim tanam pertama ditunjukkan oleh varietas Limboto, saat tanaman berumur 7, 9, dan 11 MST. Memasuki umur tanaman 13 MST, jumlah anakan tidak berbeda nyata antar varietas walaupun varietas Limboto masih menunjukkan jumlah anakan terbanyak.

Serapan hara terlihat berbeda nyata akibat pengaruh perbedaan varietas. Serapan hara N, P, dan K tertinggi pada musim tanam pertama ditunjukkan oleh varietas Limboto. Varietas Batu Tegi memberikan respon terbaik dan nyata pada variabel serapan hara N, P, dan K pada musim tanam ke-dua. Perbedaan varietas memberikan respon yang berbeda pula dan nyata pada variabel pengamatan intensitas serangan hama dan keparahan penyakit pada kedua musim tanam. Varietas Limboto menunjukkan tingkat ketahanan tanaman terbaik pada musim tanam pertama dan varietas batu tegi pada musim tanam ke-dua.

Pemberian pupuk organik dengan dosis 50 % memberikan jumlah anakan terbanyak saat tanaman berumur 17 dan 19 MST. Serapan hara K tertinggi ditunjukkan oleh tanaman yang mendapatkan dosis pupuk sebanyak 100 %. Ketahanan tanaman umur 6 dan 8 MST terlihat berbeda nyata dan tertinggi pada pemberian pupuk organik dengan dosis 50 %.

(6)

Interaksi perlakuan dosis pupuk dan jenis pupuk hanya berpengaruh pada variabel persentase gabah hampa pada penanaman musim ke-dua. Padi gogo yang diberi kombinasi dosis pupuk 100 % dan jenis pupuk T. diversifolia menghasilkan persentase gabah hampa tertinggi. Interaksi dosis pupuk 50 % dan pupuk kandang ayam menunjukkan persentase gabah hampa paling rendah.

Interaksi perlakuan dosis pupuk dan varietas berpengaruh pada komponen pertumbuhan yaitu variabel tinggi tanaman 2 MST dan indeks keparahan serangan hama dan penyakit. Pengaruh nyata interaksi perlakuan dosis pupuk dan varietas terlihat juga pada komponen produksi yaitu variabel pengamatan bobot basah tajuk dan akar.

Interaksi perlakuan varietas dan tiga jenis pupuk yang berbeda dapat memberikan pengaruh pada komponen pertumbuhan tanaman yaitu tinggi tanaman umur 10 dan 12 MST, serapan hara N, dan intensitas serangan hama dan keparahan penyakit tanaman umur 8 MST. Interaksi pupuk T. diversifolia dan varietas Batu Tegi menunjukkan nilai tinggi tanaman dan serapan hara N paling tinggi dibanding kombinasi perlakuan lainnya. Interaksi perlakuan ini juga dikatahui menyebabkan ketahanan tanaman paling baik terhadap serangan hama dan penyakit.

Pupuk kandang ayam; pupuk kandang ayam + C. pubescens; pupuk kandang ayam + T. diversifolia memberikan pengaruh yang sama pada produktivitas padi gogo pada musim tanam kedua. Produktivitas padi gogo berturut-turut sesuai perlakuan yaitu 1.23, 1.26, dan 1,19 ton/ha. Penggunaan T. diversifolia memberikan pengaruh terbaik pada beberapa variabel pertumbuhan tanaman dan ketahanan tanaman terhadap hama dan penyakit. Varietas Limboto pada musim tanam pertama dan Batu Tegi pada musim tanam kedua memberikan respon terbaik akibat pemberian pupuk organik. Varietas Danau Gaung dan Batu Tegi memberikan pengaruh yang sama pada produktiviytas musim tanam kedua, dengan produktivitas masing-masing varietas adalah 1,25 dan 1,22 ton/ha. Dosis 50 dan 100% memberikan produktivitas padi gogo yang sama, produktivitas yang diberikan oleh masing-masing dosis adalah 1,28 dan 1,19 ton/ha.

(7)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB.

(8)

RESPON DUA VARIETAS PADI GOGO TERHADAP

PUPUK DAN RESIDUNYA DALAM

SISTEM BUDIDAYA ORGANIK

BASO DAENG

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Mayor Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)
(10)

Judul Tesis : Respon Dua Varietas Padi Gogo Terhadap Pupuk dan Residunya dalam Sistem Budidaya Organik

Nama : Baso Daeng

NIM : A252090091

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Sandra Arifin Aziz, M.S. Ketua

Dr. Ir. Maya Melati, M.S., M.Sc. Anggota

Diketahui

Ketua Mayor Agronomi dan Hortikultura

Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, M.S.

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(11)

PRAKATA

Laju konversi lahan menyebabkan penyempitan lahan pertanian produktif. Pengembangan padi pada lahan kering merupakan solusi alternatif untuk menjawab tingginya permintaan beras seiring semakin meningkatnya pertambahan penduduk. Padi gogo maupun padi lainnya yang toleran pada kondisi kering perlu ditingkatkan produktivitas dan mutunya agar pengembangan padi pada lahan kering dapat memenuhi kebutuhan padi nasional. Pengembangan padi dalam sistem budidaya organik diharapkan mampu memenuhi kebutuhan sekaligus mewujudkan keamanan pangan serta kelestarian lingkungan.

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan karunia dan penyertaanNya sehingga rangkaian penelitian hingga penulisan tesis ini dapat terselesaikan. Tesis dengan judul “Respon Dua Varietas Padi Gogo Terhadap Pupuk dan Residunya dalam Sistem Budidaya Organik” ini merupakan kajian ilmiah terhadap upaya pemanfaatan sumber daya lokal sebagai sumber nutrisi bagi tanaman padi gogo. Sebagian besar dari penelitian ini didanai melalui program I-MHERE B.2.c IPB tahun 2009-2011 dengan judul “Good Agricultural Practices (GAP) of Rice and Soybean Production under Organic Farming System” yang diterima oleh Dr. Ir. Maya Melati, M.S., M.Sc.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Sandra Arifin Aziz, M.S dan Dr. Ir. Maya Melati, M.S., M.Sc sebagai komisi pembimbing, atas segala arahan dan kontribusi selama penelitian hingga penulisan tesis ini. Rasa hormat dan penghargaan penulis persembahkan kepada isteri, anak tercinta serta keluarga, atas iringan doa, motivasi, dan kebersamaan. Kepada tim peneliti organik Cikarawang II (ibu Emma, ibu Tyas, ibu Elrisa, Deri, Ayu, Ezta, Tatied, Merry, Siddiq), terima kasih atas kebersamaannya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada tim teknis (pak Sarta, pak Samad, ibu Warni), terima kasih atas segala bantuannya. Kepada rekan-rekan FORSCA AGH-IPB dan seluruh mahasiswa pascasarjana IPB, terima kasih atas dukungannya. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi kemajuan bersama.

(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ujung Pandang (Makassar) pada tanggal 18 Januari 1978 dari ayah Sudirman dan ibu Subriah (almh). Penulis merupakan anak pertama dari lima bersaudara.

Tahun 1996 penulis diterima sebagai mahasiswa di Universitas Cenderawasih melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN). Penulis diterima pada program studi Agronomi, Fakultas Pertanian. Gelar Sarjana penulis peroleh pada tahun 2001.

Tahun 2009 penulis diterima sebagai mahasiswa pascasarjana IPB pada mayor Agronomi dan Hortikultura. Penulis mengikuti program pendidikan pascasarjana di IPB dengan memperoleh beasiswa melalui program Nuffic – NTP 250 Agri4 UNIPA.

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 4

Tujuan ... 5

Hipotesis ... 5

TINJAUAN PUSTAKA ... 7

Perkembangan Tanaman Padi Gogo ... 7

Pertanian Organik ... 7

Pupuk Organik ... 10

Residu Pupuk Organik ... 12

BAHAN DAN METODE ... 15

Waktu dan Tempat ... 15

Bahan dan Alat ... 15

Metode Penelitian ... 15

Pelaksanaan Penelitian ... 18

Pengamatan ... 20

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

Keadaan Umum ... 27

Hasil ... 30

Pembahasan ... 47

KESIMPULAN DAN SARAN ... 59

Kesimpulan ... 59

Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 61

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Sumbangan Unsur Hara Perlakuan Pupuk Organik pada Musim

Tanam Pertama dan Ke-dua ... 29 2. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Komponen Pertumbuhan dan

Produksi Padi Gogo akibat Perlakuan Pupuk dan Varietas pada

Musim Tanam Pertama ... 31 3. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Komponen Pertumbuhan dan

Produksi Padi Gogo akibat Perlakuan Dosis, Pupuk, dan Varietas

pada Musim Tanam Ke-dua ... 33 4. Pengaruh Jenis Pupuk terhadap Komponen Pertumbuhan Padi

Gogo yang Dibudidayakan Secara Organik dalam Dua Musim Tanam ... 36 5. Pengaruh Varietas terhadap Komponen Pertumbuhan Padi

Gogo yang Dibudidayakan Secara Organik dalam Dua Musim Tanam ... 38 6. Pengaruh Dosis Pupuk terhadap Komponen Pertumbuhan Padi Gogo

yang Dibudidayakan Secara Organik pada Musim Tanam Ke-dua ... 39 7. Pengaruh Jenis Pupuk terhadap Komponen Produksi Padi Gogo

yang Dibudidayakan Secara Organik dalam Dua Musim Tanam ... 41 8. Pengaruh Varietas terhadap Komponen Produksi Padi Gogo

yang Dibudidayakan Secara Organik dalam Dua Musim Tanam ... 42 9. Pengaruh Dosis Pupuk terhadap Komponen Produksi Padi Gogo

yang Dibudidayakan Secara Organik pada Musim Tanam Ke-dua ... 43 10. Pengaruh Kombinasi Perlakuan Jenis Pupuk dan Varietas terhadap

Komponen Pertumbuhan Padi Gogo yang Dibudidayakan Secara

Organik pada Musim Tanam Pertama ... 44 11. Pengaruh Kombinasi Perlakuan Dosis Pupuk dan Jenis Pupuk terhadap

Komponen Produksi Padi Gogo yang Dibudidayakan Secara Organik

pada Musim Tanam Ke-dua ... 45 12. Pengaruh Kombinasi Perlakuan Dosis Pupuk dan Varietas terhadap

Komponen Pertumbuhan Padi Gogo yang Dibudidayakan Secara

Organik pada Musim Tanam Ke-dua ... 45 13. Pengaruh Kombinasi Perlakuan Dosis Pupuk dan Varietas terhadap

Komponen Produksi Padi Gogo yang Dibudidayakan Secara Organik

pada Musim Tanam Ke-dua ... 46 14. Pengaruh Kombinasi Perlakuan Jenis Pupuk dan Varietas terhadap

Komponen Pertumbuhan Padi Gogo yang Dibudidayakan Secara

Organik pada Musim Tanam Ke-dua ... 46 15. Pengaruh Kombinasi Perlakuan Dosis Pupuk, Jenis Pupuk dan

Varietas terhadap Komponen Pertumbuhan Padi Gogo yang

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Tanaman Centrosema pubescens ... 20

2. Tanaman Tithonia diversifolia ... 20

3. Data Iklim Selama Penelitian Berlangsung ... 30

4. Serapan Hara pada Musim Tanam Pertama ... 56

5. Serapan Hara pada Musim Tanam Kedua ... 56

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Kandungan Hara Pupuk Organik pada Musim Tanam Pertama

dan Kedua ... 67

2. Deskripsi Tanaman Padi Gogo ... 68

3. Denah Petak Percobaan dan Penempatan Perlakuan ... 70

4. Hasil Analisis Sifat Tanah pada Lokasi Penelitian ... 72

5. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah ... 74

6. Batas Optimal dan Titik Kritis Kandungan Hara pada Tanaman Padi ... 75

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Padi (Oryza sativa L.) merupakan komoditas pangan pokok bangsa Indonesia. Sampai saat ini beras merupakan bahan pangan yang hampir selalu muncul dalam menu sehari-hari. Beras mengambil porsi terbesar dalam hidangan dan merupakan sumber energi yang terbesar (Khumaidi 2008).

Upaya peningkatan produksi padi akhir-akhir ini terus mengalami permasalahan serius. Fenomena krisis air secara terus-menerus mengancam produktivitas padi pada lahan irigasi. Kenyataan ini semakin diperparah dengan tingginya laju konversi lahan serta terjadinya fenomena degradasi produktivitas lahan akibat pemberian pupuk kimia sintetik secara berlebihan pada masa lalu. Dengan demikian, pemenuhan pangan (terutama beras) tidak dapat bergantung hanya pada usaha padi sawah saja tetapi perlu diupayakan pengembangan padi gogo pada lahan kering.

Saat ini pemerintah memberi perhatian pada pembangunan wilayah yang didominasi oleh lahan kering (Toha et al. 2008). Pengembangan pertanian lahan kering dengan membudidayakan padi gogo varietas unggul merupakan salah satu alternatif pengembangan produksi pertanian yang layak dipertimbangkan dengan tetap memperhatikan persyaratan agronominya. Hasil penelitian Toha (2007) menunjukkan bahwa padi gogo varietas Situ Patenggang dan Limboto merupakan varietas unggul yang layak dikembangkan karena memiliki kelebihan utama yaitu toleran terhadap serangan penyakit blas.

Proporsi padi gogo dalam perpadian nasional masih tergolong rendah, 9 % dari segi luas areal tanam dan 5 % dari segi produksi (Suwarno et al. 2008). Data sementara produksi padi gogo Indonesia pada tahun 2009 adalah luas panen 1.08 juta hektar, produksi total 3.22 juta ton, produktivitas 2.96 ton/ha. Produktivitas padi gogo tersebut masih jauh di bawah produktivitas padi sawah yang telah mencapai 4.99 ton/ha (KEMENTAN 2010; BPS 2010). Potensi produktivitas padi gogo pada skala penelitian dapat mencapai 3.5-6.6 ton/ha (Toha 2000).

(18)

Lahan kering umumnya memiliki kesuburan tanah yang rendah sehingga dikhawatirkan akan menghambat upaya pengembangan padi gogo. Menurut Go (2008), padi gogo hanya dapat berproduksi tinggi pada tanah berkadar humus tinggi (di atas 5 %), berstruktur mantap dan tidak mengalami genangan air berkepanjangan. Pernyataan tersebut mengindikasikan bahwa penambahan bahan organik mutlak diperlukan guna meningkatkan kesuburan tanah pada daerah lahan kering.

Penggunaan pupuk organik sebagai sumber hara dapat diterapkan dalam budidaya secara organik. Sistem pertanian organik merupakan suatu bentuk budidaya yang tidak menggunakan bahan kimia sintetik sama sekali dan mengandalkan sepenuhnya pada penggunaan bahan organik alami (FAO 2003). Sistem budidaya organik merupakan trend pertanian masa kini dengan prinsip “back to nature”. Meningkatnya kembali pengembangan pertanian organik dipicu oleh semakin meningkatnya kesadaran manusia terhadap bahaya dan dampak negatif penggunaan pupuk bahan kimia sintetik yang diketahui berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan.

Saat ini, produksi secara organik sudah menjadi syarat bagi beberapa komoditi yang bernilai ekonomi tinggi terutama untuk tujuan ekspor termasuk komoditi pangan. Data produksi padi gogo Indonesia seperti yang telah disebutkan di atas merupakan data produksi padi yang dibudidayakan secara konvensional. Sejauh ini belum dijumpai data yang menginformasikan potensi maupun produksi padi gogo Indonesia yang dibudidayakan secara organik. Sistem budidaya tanaman secara organik dapat dijadikan sebagai pilihan teknik budidaya karena sistem ini berorientasi pada pemanfaatan input yang tersedia (input lokal) sebagai sumber pupuk maupun pestisida untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Budidaya padi gogo secara organik perlu mendapat perhatian sehingga pemberdayaan input lokal serta pemenuhan kebutuhan pangan dapat terwujud.

(19)

1991). Pemberian bahan organik dapat memberi beberapa manfaat di antaranya dapat meningkatkan kandungan unsur hara, mengurangi pencemaran lingkungan serta mampu memperbaiki sifat-sifat tanah. Bahan organik dalam bentuk segar maupun yang sudah dikomposkan berperan penting dalam perbaikan sifat kimia, biologi dan fisika tanah serta berfungsi sebagai sumber nutrisi tanaman.

Penambahan bahan organik ke dalam tanah dapat dilakukan dengan mengaplikasikan pupuk kandang maupun pupuk hijau. Hasil penelitian penggunaan bahan organik seperti sisa-sisa tanaman dan pupuk kandang menunjukkan bahwa pupuk organik dapat meningkatkan produktivitas tanah dan efisiensi pemupukan serta mengurangi kebutuhan pupuk terutama pupuk K (Iqbal 2008).

Serangan penyakit blas merupakan penyakit yang sangat ditakuti dalam budidaya padi gogo. Oleh karena itu, perlu dipilih varietas yang tahan blas dalam budidaya padi gogo. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2009) menyatakan bahwa beberapa varietas padi gogo yang tahan blas diantaranya Situ Patenggang, Limboto, Danau Gaung dan Batu Tegi. Kelebihan yang dimiliki varietas-varietas padi gogo ini menunjukkan potensinya untuk dikembangkan secara organik.

Hijauan berpotensi sebagai sumber hara yang banyak dijumpai adalah

kelompok tanaman legum yaitu Centrosema pubescens dan Tithonia diversifolia. C. pubescens merupakan tanaman kacangan penutup tanah, memiliki bintil akar

(20)

kandang kotoran ayam untuk mensubtitusi pupuk sintetik, ternyata mampu meningkatkan serapan unsur N serta meningkatkan kandungan klorofil a dan b.

Unsur hara yang terkandung dalam bahan organik dapat dimanfaatkan tanaman dalam waktu yang lama. Umumnya proses pelepasan unsur hara berlangsung secara perlahan. Hal ini memungkinkan bahan organik tersebut meninggalkan residu setelah dimanfaatkan tanaman pada musim tanam pertama. Residu bahan organik ini dapat dimanfaatkan oleh tanaman pada musim tanam berikutnya dan akan berkurang seiring dengan berjalannya waktu. Webstern and Wilson (1996) menyatakan bahwa pupuk organik umumnya melepaskan unsur hara secara perlahan sehingga residunya dapat dimanfaatkan dalam jangka waktu yang lama.

Brady (1990) menyatakan bahwa pemanfaatan bahan organik dapat memberikan keuntungan karena residunya dapat dimanfaatkan sampai 3 atau 4 tahun. Hasil penelitian Melati et al. (2008) menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi residu pupuk organik mampu meningkatkan bobot kering dan bobot basah akar serta mampu menekan intensitas serangan hama dan kejadian penyakit pada tanaman kedelai. Sutanto (2002) menjelaskan bahwa penggunaan residu bahan organik pada tanah latosol cenderung meningkatkan kadar C-organik tanah.

Perumusan Masalah

Fenomena terjadinya tingkat produksi padi per satuan luas yang mendatar akhir-akhir ini merupakan akibat dari penurunan daya dukung lahan sawah. Akumulasi residu bahan kimia sintetik yang terkandung dalam tanah akibat pemupukan tidak berimbang telah menghadirkan masalah tersendiri bagi kesuburan tanah pertanian sehingga perlu dilakukan perbaikan kondisi tanah.

(21)

peningkatan produksi dan kondisi lingkungan yang lestari dalam jangka panjang dapat tercapai.

Salah satu manfaat pemberian pupuk organik adalah memungkinkan tersedianya residu pupuk yang dapat dimanfaatkan pada penanaman selanjutnya. Adanya residu pupuk ini akan membantu penyediaan unsur hara dalam tanah sehingga dapat mengurangi dosis pemberian pupuk organik pada musim penanaman selanjutnya.

Penelitian dengan pemberian pupuk organik perlu dilakukan sedikitnya dalam dua musim penanaman. Hal ini untuk melihat pengaruh yang ditimbulkan oleh residu pupuk yang masih tersisa di dalam dan belum dimanfaatkan tanaman pada musim tanam sebelumnya.

Banyak potensi bahan organik di sekitar lahan yang dapat dikembangkan sehingga dapat membantu dalam menjaga dan meningkatkan kesuburan tanah. Pupuk kandang, hijauan C. pubescens serta T. diversifolia merupakan sumber bahan organik yang perlu dikaji kemampuannya masing-masing dalam meningkatkan kandungan unsur hara tanah dan produksi padi gogo.

Tujuan

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh jenis pupuk organik yang berbeda serta pengaruh residunya pada komponen pertumbuhan dan hasil dua varietas padi gogo.

Hipotesis Hipotesis pada penelitian ini adalah :

1. Terdapat jenis pupuk organik yang terbaik bagi produktivitas padi gogo. 2. Terdapat varietas padi gogo yang memberikan respon terbaik akibat

pemberian pupuk organik.

3. Terdapat interaksi perlakuan jenis pupuk organik dan varietas yang memberikan pengaruh terbaik pada produktivitas padi gogo.

(22)
(23)

TINJAUAN PUSTAKA

Perkembangan Penanaman Padi Gogo

Secara umum presentasi pengembangan tanaman padi di Indonesia adalah padi sawah 63 %, padi gogo 14 %, padi rawa 3 % dan padi tadah hujan 20 % (Prasetyo 2003). Padi gogo sendiri umumnya ditanam sekali setahun pada awal musim hujan. Setelah panen, dilanjutkan dengan penanaman palawija atau kacang-kacangan. Saat ini budidaya padi gogo tengah mendapatkan perhatian yang lebih dibandingkan beberapa waktu sebelumnya. Hal ini erat kaitannya dengan program pemberdayaan lahan kering.

Sehubungan dengan program tersebut di atas, pemerintah telah melepas beberapa varietas padi gogo unggul seperti Limboto dan Situ Patenggang. Varietas ini diketahui memiliki kelebihan yaitu tahan blas, berumur genjah, toleran terhadap naungan dan kekeringan serta memiliki potensi hasil tinggi. Kelebihan tersebut memungkinkan pengembangan padi gogo dapat dioptimalkan pada lahan kering terbuka maupun ternaungi.

Prasetyo (2003) menyatakan bahwa upaya optimalisasi pemanfaatan lahan kering untuk pengembangan padi gogo memiliki beberapa nilai positif, di antaranya :

1. Secara nasional ikut andil dalam mempertahankan swasembada beras maupun dalam upaya pencapaian swasembada berkelanjutan.

2. Petani akan mendapatkan tambahan pendapatan.

3. Padi gogo yang dibudidayakan sebagai tanaman sela pada areal pertanaman komoditi perkebunan, akan memberikan tambahan pendapatan bagi perusahaan.

4. Konservasi tanah setempat akan terjaga karena dapat mencegah erosi serta memperbaiki kondisi fisik maupun kimia tanah.

Pertanian Organik

(24)

(Rigby & Caceres 2001). Daya dukung lingkungan terhadap agroekosistem dalam jangka waktu panjang (long term sustainable agriculture) menjadi perhatian utama dalam sistem pertanian organik.

Perlu diakui bahwa kehadiran revolusi hijau sangat berjasa bagi kehidupan manusia, terutama dalam hal pemenuhan kebutuhan pangan. Hadirnya revolusi hijau ini ditandai dengan adanya aktivitas pemuliaan tanaman, pemupukan serta pemberantasan hama secara intensif. Kemajuan bioteknologi memberi kesempatan bagi para pemulia tanaman dalam menciptakan berbagai tanaman hibrida. Pada bidang pemupukan, muncul berbagai pupuk kimia buatan yang dapat memenuhi kebutuhan hara bagi tanaman secara lengkap dan cepat. Selanjutnya dalam hal pemberantasan hama dan penyakit tanaman, ditemukan pestisida yang sangat efektif memberantas hama dan penyakit yang menyerang tanaman. Hanya saja, program yang baik ini nyatanya diikuti pula oleh bencana yang merugikan lingkungan hidup dan kesehatan manusia.

Terdapat beberapa kelemahan sebagai dampak pelaksanaan revolusi hijau. Kemajuan teknologi pemuliaan tanaman memberikan ancaman terhadap keanekaragaman hayati. Penanaman varietas hibrida secara besar-besaran, menyebabkan banyak jenis tanaman lokal yang tersingkirkan, kurang diperhatikan, bahkan punah. Pupuk kimia semakin gencar diaplikasikan karena memiliki kemampuan ajaib untuk memacu pertumbuhan tanaman. Akhirnya, diketahui juga bahwa pupuk kimia dapat menyebabkan kerusakan pada tanah. Struktur tanah yang secara alami remah dapat berubah menjadi liat dan keras secara simultan.

(25)

pada manusia diketahui disebabkan karena adanya akumulasi residu bahan organik dalam tubuh (Andoko 2002).

Kesadaran akan pentingnya sistem pertanian organik yang ramah lingkungan dipicu oleh semakin memburuknya keadaan lingkungan dan penurunan daya dukung lahan terhadap produksi pertanian. Penggunaan bahan kimia yang tinggi dalam proses produksi pertanian menjadi salah satu penyebab terjadinya kerusakan lingkungan dan degradasi lahan.

Pertanian organik dengan mengandalkan penggunaan pupuk organik sebenarnya merupakan sistem budidaya yang lebih dulu dikenal petani. Menurut Rachman et al. (2008), sebelum tahun 1950an penggunaan pupuk organik pada areal pertanaman sangat tinggi. Setelah tahun 1960an, penggunaan pupuk anorganik justru lebih mendominasi, bahkan peran pupuk organik seakan terabaikan. Hal ini sejalan dengan semakin meningkatnya produksi pupuk anorganik dan semakin berkembangnya varietas unggul yang lebih responsif terhadap pupuk anorganik.

Banyak hasil penelitian telah menunjukkan bahwa aplikasi pupuk NPK saja tidak dapat mempertahankan produktivitas pada sistem pertanaman intensif secara berkepanjangan (Yaduvanshi 2003; Jiang et al. 2008). Penambahan pupuk organik dapat meningkatkan sifat fisik tanah (Li & Zhang 2007; Mandal et al. 2003), kesuburan tanah dan produksi tanaman (Yang et al. 2008; Mandal et al. 2003; Li & Zhang 2007; Manna et al 2007).

Menurut Sugiyanta (2007), teknologi produksi tanaman padi sejak tahun 2000 dirancang dengan prinsip penghematan dalam sarana produksi, ramah lingkungan tetapi tetap memperhatikan peningkatan produksinya. Kesemuanya ini dilakukan dalam rangka mencari solusi yang tepat untuk menanggulangi akibat buruk yang timbul sejak dilakukannya revolusi hijau. Suriadikarta dan Simanungkalit (2008) menyatakan bahwa tumbuhnya kesadaran tentang dampak negatif penggunaan pupuk buatan dan sarana pertanian modern lainnya terhadap lingkungan, menyebabkan sebagian kecil petani mulai beralih dari sistem pertanian konvensional ke sistem pertanian organik.

(26)

signifikan untuk beberapa harga sarana produksi. Harga-harga sarana produksi melampaui ambang ekonomis bagi suatu kegiatan produksi pertanian. Akibatnya, petani tidak lagi menggunakan pupuk kimia yang mahal melainkan hanya menggunakan pupuk kandang atau kompos. Penanganan serangan hama dilakukan menggunakan berbagai ramuan alam yang diyakini dapat mengusir bahkan mematikan hama tersebut (Andoko 2002).

Pupuk Organik

Pemberian bahan organik merupakan salah satu cara dalam upaya meningkatkan kualitas tanah. Beberapa manfaat pemberian bahan organik adalah meningkatkan kandungan humus tanah, mengurangi pencemaran lingkungan, mengurangi pengurasan tanah yang terangkut dalam bentuk panenan dan erosi, memperbaiki sifat-sifat tanah serta memperbaiki kesehatan tanah (Swift & Sanchez 1984).

Peranan bahan organik dengan hasil akhir dekomposisi berupa humus dapat meningkatkan kesuburan fisik tanah, kesuburan kimiawi serta kesuburan biologis tanah. Peranan bahan organik dalam meningkatkan kesuburan fisik tanah adalah dengan mengurangi plastisitas dan kelekatan serta memperbaiki aerasi tanah. Humus juga menyebabkan warna tanah menjadi lebih gelap sehingga penyerapan panas meningkat (Syukur 2005). Fungsi bahan organik dalam meningkatkan kesuburan kimiawi adalah pengikatan atau penyerapan ion lebih besar, meningkatkan kapasitas tukar kation. Misel mengandung muatan negatif dari gugus –COOH dan –OH yang memungkinkan pertukaran kation meningkat. Secara kimiawi, bahan organik dapat juga mengurangi kehilangan unsur hara akibat pelindian. Bahan organik mampu mengikat ion dan immobilisasi N, P dan S (Schnitzer 1991).

(27)

Kandungan bahan organik merupakan kunci utama bagi kesuburan kesehatan tanah (Rachman et al. 2008). Kadar bahan organik yang optimum untuk pertumbuhan tanaman adalah sekitar 3-5 %, sedangkan pada banyak lahan pertanian di Indonesia (lahan kering maupun sawah) memiliki kadar bahan organik <1% (Adiningsih 2005). Penambahan bahan organik ke dalam lahan pertanian akan memberikan nilai yang besar pada peningkatan kesuburan tanah.

Pemanfaatan limbah pertanian adalah prinsip utama dari sistem pertanian organik yang didasarkan pada tiga pilar praktis yaitu (1) pemeliharaan dan peningkatan kesuburan tanah dengan menggunakan pupuk organik, (2) penghilangan pupuk dan pestisida kimia sintetis, (3) penggunaan energi yang lebih rendah (Flierbach et al. 2007). Produksi tanaman yang tinggi dan berkelanjutan akan berhubungan dengan tanah yang memiliki sifat fisik, sifat kimia, dan biologi yang baik, yang merupakan fungsi utama dari bahan organik (Zeng et al. 1999; Jiang et al. 2008).

Pupuk Kandang

Pupuk kandang memiliki sifat alami tidak merusak tanah, menyediakan unsur hara makro (N, P, K, Ca dan S) serta unsur mikro (Santoso et al. 2004 ; Musnawar 2005). Selain itu, pupuk kandang juga berfungsi untuk meningkatkan daya pegang air tanah, meningkatkan aktivitas mikrobiologi, meningkatkan nilai kapasitas tukar kation serta memperbaiki struktur tanah (Santoso et al. 2004). Unsur P kebanyakan dijumpai pada kotoran padat, sedangkan unsur N dan K dijumpai pada kotoran cairnya (Musnawar 2005).

(28)

Pupuk Hijau

Pupuk hijau merupakan jenis pupuk organik tertua dalam sistem budidaya pertanian. Pupuk hijau merupakan pupuk yang berasal dari tanaman atau bagian tanaman yang didekomposisikan dengan cara dibenamkan dalam tanah atau dibiarkan membusuk sebelum digunakan (FFTC 1995).

Tanaman legum banyak digunakan sebagai bahan pupuk hijau karena memiliki kandungan unsur hara (terutaman nitrogen) serta kemampuan dekomposisinya jauh lebih baik dibandingkan jenis tanaman lain. Tanaman jenis non-legum seperti sisa tanaman jagung, ubi-ubian, jerami padi dan lain-lain dapat juga digunakan sebagai pupuk hijau. Walaupun memiliki kandungan nitrogen yang rendah, tanaman non-legum di atas memiliki kandungan unsur kalium relatif tinggi.

Palm et al. (2001) secara tegas membagi tanaman sumber pupuk hijau ke dalam dua kategori berdasarkan kandungan bahan. Tanaman dikategorikan kualitas tinggi bila mengandung nitrogen sedikitnya 2.5 % ; lignin <15% ; dan polifenol <4%. Sumber pupuk hijau yang tergolong kualitas rendah adalah bahan dengan kandungan nitrogen <2,5% dengan kandungan lignin dan polifenol yang tinggi. Tingginya kandungan lignin dan polifenol dapat menyebabkan terjadinya imobilisasi nitrogen sebelum dekomposisi.

Sumber pupuk hijau yang relatif mudah ditemukan adalah adalah tanaman pagar kebun dan penutup tanah. Keberadaannya yang kurang dimanfaatkan menyebabkan tanaman ini tumbuh liar dan subur. Jiang et al. (2008) menyatakan bahwa residu tanaman adalah sumber karbon organik untuk mikroorganisme tanah dan juga berkontribusi terhadap nutrisi tanaman (Jiang et al 2008).

Tithonia diversifolia mampu mengambil sejumlah besar P dari dalam tanah dan menyimpannya dalam biomass pohonnya. Pemberian hijauan T. diversifolia sebagai pupuk juga dapat meningkatkan kandungan P dalam tanah (Pypers et al. 2005).

(29)

rendah (6.5%). Menurut Jama et al. (2000), daun Tithonia diversifolia mengandung unsur hara yang cukup tinggi yaitu 3.5 % N ; 0.37 % P serta 4.1 % K dari bobot kering daun. Biomass tithonia juga diketahui cepat terurai (terdekomposisi) setelah diaplikasikan ke dalam tanah sehingga sangat efektif sebagai sumber NPK bagi tanaman yang dibudidayakan.

Residu Pupuk Organik

Salah satu kelebihan penggunaan pupuk organik adalah dalam hal residu yang ditinggalkan pupuk tersebut. Residu pupuk organik merupakan sisa pelapukan bahan organik yang belum dimanfaatkan oleh tanaman, sehingga masih dapat dimanfaatkan pada musim penanaman berikutnya. Residu pupuk organik diketahui tidak berbahaya bagi tanaman dan lingkungan.

Pupuk organik melakukan pelepasan unsur hara ke dalam tanah, dipengaruhi oleh tingkat dekomposisi bahannya. Hal ini menyebabkan terjadinya pelepasan hara secara perlahan. Pada saat tanaman dipanen, kemungkinan masih terdapat residu pupuk organik yang juga mengandung unsur hara penting bagi pertumbuhan tanaman.

Beberapa hasil penelitian telah menunjukkan bukti kontribusi residu pupuk organik pada peningkatan pertumbuhan dan hasil tanaman. Kariada & Aribawa (2006) menyatakan bahwa kadar residu pupuk organik yang semakin tinggi dapat memberikan hasil padi yang semakin meningkat pula. Semakin banyak pupuk organik yang diberikan atau semakin tinggi dosis pupuk organik berarti semakin banyak kadar hara yang akan dihasilkan dari hasil mineralisasi pupuk organik yang dapat diserap oleh tanaman padi untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil padi.

(30)

Ramadhani (2011) menyatakan bahwa tanaman kedelai memberikan respon yang berbeda akibat pemberian pupuk organik dalam dua musim tanam pada sistem budidaya jenuh air. Respon tanaman yang baik masih ditunjukkan pada musim tanam ke-dua sebagai akibat masih adanya pengaruh residu pupuk organik musim pertama. Hal ini menegaskan bahwa dengan adanya residu pupuk organik yang terkandung di dalam tanah, maka penambahan pupuk organik pada musim tanam kedua cukup diberikan sebanyak 50 % dari dosis pupuk organik yang diberikan pada musim pertama.

(31)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan dalam dua musim tanam, mulai bulan Desember 2009 sampai Juni 2011. Seluruh rangkaian percobaan lapangan dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikarawang II. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Tanah IPB, sedangkan analisis jaringan tanaman dilakukan di Molecular Marker, Spectrophotometry and UV-Vis Laboratory IPB. Proses identifikasi organisme pengganggu tanaman dilakukan di Laboratorium Proteksi Tanaman IPB.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih padi gogo varietas Situ Patenggang dan Limboto pada musim tanam pertama dan varietas Danau Gaung dan Batu Tegi pada musim tanam kedua (deskripsi varietas padi gogo disajikan pada Lampiran 2), pupuk kandang kotoran ayam, hijauan Tithonia diversifolia, benih Centrosema pubescens, alkohol 75 %, bibit Tagetes erecta, Cymbopogon citratus dan Cymbopogon nardus.

Peralatan yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah rumah pengeringan, bagan warna daun, sprayer, timbangan analitik, kantong sampel, kamera digital, Beberapa peralatan laboratorium juga digunakan untuk menganalisis kandungan unsur hara tanah serta kandungan bahan organik pada jaringan tanaman.

Metode Penelitian Musim Tanam Pertama

Pada musim tanam pertama, rancangan yang digunakan adalah rancangan petak terbagi (split plot design) yang terdiri atas 2 faktor. Denah petak percobaan dan penempatan perlakuan disajikan pada Lampiran 3. Faktor pertama adalah jenis pupuk organik (P) yang ditempatkan sebagai petak utama yaitu :

P1 : Pupuk kandang ayam sebanyak 21 kg/petak (20 ton/ha)

P2 : Pupuk kandang sebanyak 10.5 kg/petak (10 ton/ha) + hijauan Centrosema

(32)

P3 : Pupuk kandang sebanyak 10.5 kg/petak (10 ton/ha) + hijauan Tithonia

diversifolia sebanyak 4.5 kg/petak (4.3 ton/ha)

Penanaman 26.25 g benih C. pubescens per petak (25 kg/ha) ke dalam setiap petak perlakuan diharapkan dapat menghasilkan biomass sebanyak 20 ton/ha pada 9 minggu setelah tanam (MST) berdasarkan penelitian Kurniasih (2006). Kenyataannya, pada umur tanaman 9 MST rata-rata biomass yang berhasil dipanen adalah 4.5 kg/petak. Rata-rata biomass per petak inilah yang dijadikan

acuan untuk penetapan dosis C. pubescens dan diikuti oleh perlakuan T. diversifolia.

Faktor kedua adalah varietas padi gogo (V) yang ditempatkan sebagai anak petak, terdiri atas :

V1 : Varietas Situ Patenggang

V2 : Varietas Limboto

Dengan demikian terdapat 6 kombinasi perlakuan, selanjutnya diulang sebanyak 6 kali sehingga diperoleh 36 satuan percobaan. Model aditif linier yang digunakan untuk musim tanam pertama adalah :

Yijk = µ + Bk + Pi + αik + Vj + (PV)ij + εijk Keterangan :

i = 1, 2, 3. j = 1, 2.

k = 1, 2, 3, 4, 5, 6.

Yijk = Nilai pengamatan akibat pengaruh faktor pupuk organik taraf ke-i dan

faktor varietas taraf ke-j pada ulangan ke-k. µ = Nilai tengah umum.

Bk = Pengaruhblok atau ulangan ke-k.

Pi = Pengaruh faktor pupuk organik taraf ke-i.

αik = Pengaruh sisa untuk petak utama atau pengaruh faktor pupuk organik

taraf ke-i pada ulangan ke-k. Vj = Pengaruh faktor varietas taraf ke-j.

(PV)ij = Pengaruh interaksi antara pupuk organik pada taraf ke-i dan varietas

(33)

εijk = Pengaruh sisa karena pengaruh faktor pupuk organik taraf ke-i dan

pengaruh varietas taraf ke-j pada ulangan ke-k. Musim Tanam Kedua

Rancangan yang diterapkan dalam musim tanam ke dua adalah split-split plot dengan 3 faktor dan 3 ulangan. Denah petak percobaan dan penempatan perlakuan disajikan pada Lampiran 2. Faktor pertama adalah dosis pupuk (D) yang ditempatkan sebagai petak utama. Petak utama terdiri atas 2 taraf yaitu : D1 : Aplikasi 100 % dari dosis pupuk organik pada musim tanam pertama.

D2 : Aplikasi 50 % dari dosis pupuk organik pada musim tanam pertama.

Faktor kedua adalah jenis pupuk organik (P) yang ditempatkan sebagai anak petak yaitu :

P1 : Pupuk kandang ayam sebanyak 21 kg/petak (20 ton/ha)

P2 : Pupuk kandang sebanyak 10.5 kg/petak (10 ton/ha) + hijauan Centrosema

pubescens sebanyak 4.5 kg/petak (4.3 ton/ha)

P3 : Pupuk kandang sebanyak 10.5 kg/petak (10 ton/ha) + hijauan Tithonia

diversifolia sebanyak 4.5 kg/petak (4.3 ton/ha)

Faktor ketiga adalah varietas padi gogo (V) yang ditempatkan sebagai anak-anak petak, terdiri dari :

V1 : Varietas Danau Gaung

V2 : Varietas Batu Tegi

Setiap petak utama terdapat 6 kombinasi perlakuan yang diulang sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 36 satuan percobaan. Model aditif linier yang digunakan untuk penelitian ini adalah :

Yijkl = µ+αl+Di+βil+Pj+(DP)ij+γijl+Vk+(DV)ik+(PV)jk+(DPV)ijkl+εijk Keterangan :

i = 1, 2.

j = 1, 2, 3.

k = 1, 2.

l = 1, 2, 3.

Yijkl = Nilai pengamatan pada dosis pupuk ke-I, jenis pupuk ke-j dan

(34)

αi = Pengaruhblok atau ulangan ke-l.

Di = Pengaruh perlakuan dosis pupuk ke-i.

βil = Galat perlakuan dosis pupuk ke-i dan ulangan ke-l.

Pj = Pengaruh perlakuan jenis pupuk ke-j.

(DP)ij = Kombinasi perlakuan dosis pupuk ke-i dan jenis pupuk ke-j.

γijl = Galat perlakuan dosis pupuk ke-i, jenis pupuk ke-j dan ulangan ke-l.

Vk = Pengaruh perlakuan varietas ke-k.

(DV)ik = Kombinasi perlakuan dosis pupuk ke-i dan varietas ke-k.

(PV)jk = Kombinasi perlakuan jenis pupuk ke-jdan varietas ke-k.

(DVP)ijkl = Kombinasi perlakuan dosis pupuk ke-i, jenis pupuk ke-j, varietas

ke-k dan ulangan ke-l. εijkl = Galat total.

Data yang diperoleh dari dua musim tanam selanjutnya dianalisis dengan analisis sidik ragam (Anova). Apabila berpengaruh nyata akan dilanjutkan dengan uji DMRT (membandingkan lebih dari 2 rataan).

Pelaksanaan Penelitian Pengolahan Tanah

Lahan yang sudah dibersihkan, selanjutnya dilakukan pengolahan tanah sebanyak 2 kali pengolahan. Pengolahan tanah ke-dua dilakukan dengan cara berbentuk bedengan dengan ukuran 3 m x 3.5 m sehingga luas petak utama adalah 10.5 m2. Daerah pemisah anak petak berada pada bagian tengah petak utama dengan ukuran 3 m x 0.5 m.

Persiapan dan Aplikasi Pupuk Organik Musim Tanam Pertama Aplikasi Centrosema pubescens

(35)

alur tanam dengan dosis 5 ton/ha (5.25 kg/petak) untuk mendukung pertumbuhan C. pubescens. Dua minggu kemudian, benih C. pubescens ditabur secara merata ke dalam alur tanam dengan dosis 25 kg/ha (26.25 g/petak). Alur tanam tersebut selanjutnya ditutup dengan tanah tipis. Sembilan minggu kemudian, C. pubescens dipanen dengan cara mencabut keseluruhan bagian tanaman (Gambar 1). Hijauan C. pubescens tersebut dicacah lalu dibenamkan kembali ke dalam alur tanam padi gogo, dicampur dengan abu sekam dengan dosis 2 ton/ha (2.1 kg/petak), dolomit dengan dosis 2 ton/ha (2.1 kg/ha) serta pupuk kandang kotoran ayam untuk mempercepat proses dekomposisi.

Penambahan pupuk kandang ayam pada musim tanam pertama dilakukan dengan dosis 5 ton/ha (5.25 kg/petak) sedangkan pada musim tanam ke-dua dengan dosis 10 ton/ha (10.5 kg/petak). C. pubescens pada musim tanam ke-dua diperoleh dari luar petak percobaan sehingga penambahan 10 ton/ha pupuk kandang ayam diberikan sekaligus.

Aplikasi Tithonia diversifolia

Hijauan Tithonia diversifolia untuk musim tanam pertama maupun ke-dua, diperoleh dari luar lokasi penelitian. Bagian tanaman T. diversifolia yang dipilih adalah bagian pucuk tanaman sepanjang ± 30 cm dengan ciri-ciri batangnya masih berwarna hijau (Gambar 2). Pucuk T. diversifolia yang sudah dikumpulkan, selanjutnya dicacah lalu dibenamkan ke dalam alur tanam. Kegiatan ini dilakukan empat minggu sebelum penanaman padi gogo. Cacahan T. diversifolia diaplikasikan dengan dosis 4.3 ton/ha (4.5 kg/petak) dan dicampur dengan abu sekam dengan dosis 2 ton/ha (2.1 kg/petak), dolomit dengan dosis 2 ton/ha (2.1 kg/petak) serta pupuk kandang dengan dosis 10 ton/ha (10.5 kg/petak).

Lokasi penelitian merupakan daerah yang banyak dijumpai tumbuhan T. diversifolia yang tumbuh liar (Gambar 2). Pemungutan T. diversifolia dilakukan satu hari sebelum aplikasi dengan cara memetik bagian pucuk tanaman sepanjang ± 30 cm dan batangnya masih berwarna hijau.

Aplikasi Pupuk Kandang

Aplikasi pupuk kandang dilaksanakan 2 minggu sebelum penanaman

(36)

(21 kg/petak) dicampur abu sekam dengan dosis 2 ton/ha (2.1 kg/petak), dolomit dengan dosis 2 ton/ha (2.1 kg/petak) dibenamkan ke dalam alur tanam.

Gambar 1. Tanaman Centrosema pubescens

Gambar 2. Tanaman Tithonia diversifolia

Aplikasi Pupuk Organik pada Musim Tanam Kedua

Percobaan pada musim tanam ke-dua, hijauan Centrosema pubescens tidak lagi ditanam dalam petak percobaan melainkan telah disiapkan terlebih dahulu di luar petak percobaan sebelum pemanenan padi gogo musim tanam pertama. Aplikasi Tithonia diversifolia dan pupuk kandang secara umum sama dengan musim tanam pertama.

(37)

Penanaman

Penanaman benih padi gogo dilakukan dengan cara tanam benih langsung (tabela) menggunakan tugal. Jarak tanam yang digunakan adalah 30 cm x 30 cm. Setiap lubang tanam ditanami 5 butir benih. Setelah pemanenan musim tanam pertama, dilanjutkan dengan penanaman benih untuk musim tanam ke-dua dengan jarak tanam, dan jumlah benih yang sama dengan penanaman musim tanam pertama.

Pemeliharaan

Selama masa pertumbuhan tanaman, penyiraman menjadi perhatian utama dan penyiangan dilakukan saat diperlukan. Pengocoran pupuk kandang dilakukan serentak pada seluruh petak percobaan dengan dosis 2 kg/4 liter air/petak (0.5 kg/l). Pengocoran dilakukan di antara alur tanaman dilakukan pada saat terlihat gejala defisiensi hara pada tanaman. Penanaman Tagetes erecta pada daerah pembagi petak serta Cymbopogon citratus dan Cymbopogon nardus di pinggiran areal lahan dilakukan untuk menekan serangan OPT (Organisme Pengganggu Tanaman). Penyemprotan pestisida nabati secara terbatas disesuaikan dengan tingkat serangan OPT.

Panen

Pemanenan dilakukan saat tanaman terlihat sudah masak optimal yang ditandai dengan sudah merunduknya malai padi dan warna bulir sudah tampak kuning bercahaya. Setelah dipanen, dilakukan penjemuran selama 1 minggu.

Pengamatan

Pengamatan dilakukan terhadap 10 tanaman contoh yang ditentukan secara acak. Pengamatan meliputi pertumbuhan tanaman, komponen hasil tanaman, tanah dan jaringan tanaman.

1. Komponen Pertumbuhan dan Hasil Tanaman. a. Tinggi Tanaman (cm)

(38)

ditandai dengan keluarnya daun bendera. Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah sampai ujung daun tertinggi.

b. Panjang dan Lebar Daun Bendera (cm)

Pengamatan dilakukan dengan mengukur panjang dan lebar daun bendera pada 3 daun bendera terbaik setiap tanaman sampel.

c. Jumlah Anakan per Rumpun

Pengamatan dilakukan sekali saat tanaman padi mencapai pertumbuhan maksimum, dengan cara menghitung jumlah anakan yang terbentuk dalam satu rumpun.

d. Jumlah Anakan Produktif dan Jumlah Malai per Rumpun

Data jumlah anakan produktif dan jumlah malai per rumpun diperoleh dengan cara menghitung jumlah anakan yang berhasil mengeluarkan malai. Pengamatan ini dilakukan saat pertumbuhan vegetatif maksimal dan saat panen.

e. Panjang Malai (cm)

Panjang malai diukur dari leher malai sampai ujung malai, dilakukan pada saat panen. Setiap rumpun diwakili oleh tiga malai yang mewakili.

f. Jumlah Bulir per Malai

Jumlah bulir per malai ditentukan dengan cara menghitung jumlah bulir pada malai yang digunakan sebagai sampel saat pengukuran panjang malai.

g. Persentase Gabah Hampa (%)

Data diperoleh dari total persentase bobot gabah hampa per tanaman. h. Bobot Kering Gabah dan Jerami per Rumpun (g)

Bobot kering gabah dan jerami per rumpun diperoleh setelah rumpun dijemur selama 7 hari. Setelah kering, gabah dirontokkan dari jerami lalu masing-masing ditimbang.

i. Bobot 1000 biji (g)

(39)

j. Bobot Gabah per Petak (g)

Pengamatan dilakukan setelah gabah dikeringkan, dengan menimbang keseluruhan gabah dalam satu anak petak (10.5 m2) maupun anak-anak petak (4.5 m2).

k. Potensi Hasil per Hektar (ton)

Data ini merupakan hasil konversi total gabah kering per petak menjadi luasan per hektar.

2. Komponen Tanah

Sampel tanah diambil secara komposit dengan memperhatikan keterwakilan dari masing-masing ulangan. Komponen analisis tanah yang dilakukan adalah :

a. Analisis tanah awal

Pengamatan ini dimaksudkan untuk mengetahui kandungan unsur hara yang ada dalam tanah sebelum diberikan perlakuan.

b. Analsisi tanah sebelum penanaman

Pengamatan ini dilakukan untuk mengetahui jumlah penambahan unsur hara yang terjadi akibat pembenaman bahan organik.

c. Analisis tanah setelah musim tanam pertama

Pengamatan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kandungan hara yang terpakai untuk musim tanam pertama, juga untuk mengetahui residu bahan organik yang terkandung dalam tanah.

d. Analisis tanah sebelum dan setelah musim tanam kedua

Pengamatan ini dilakukan untuk mengetahui jumlah unsur hara yang terpakai selama 2 musim tanam padi gogo.

3. Analisis Kandungan Hara Tanaman a. Analisis tanaman pupuk hijau

(40)

b. Analisis tanaman padi gogo

Pengamatan terhadap jaringan tanaman padi gogo ini dimaksudkan untuk mengetahui efisiensi pemanfaatan unsur hara dari dalam tanah yang terserap oleh tanaman.

4. Intensitas Serangan Hama dan Keparahan Penyakit

Pengamatan terhadap intensitas serangan hama dan penyakit yang menyerang pertanaman dilakukan 2 minggu sekali sejak tanaman berumur 2 MST. Pengamatan ini dilakukan dengan cara mengamati setiap bagian tanaman di atas tanah. Hama yang dijumpai pada tanaman langsung ditangkap dan dimasukkan kedalam larutan alkohol berdasarkan prosedur koleksi hama (Ratna 1984). Spesimen hama tersebut selanjutnya diidentifikasi di Laboratorium proteksi tanaman untuk memperoleh informasi tentang jenis hama beserta musuh alaminya.

Pengamatan terhadap serangan penyakit dilakukan dengan mengamati dan mengidentifikasi berdasarkan gejala serangan penyakit yang terlihat pada tanaman. Penghitungan intensitas serangan hama dan keparahan penyakit, mengacu pada rumus sebagai berikut (Sinaga 2003) :

IP = x 100%

Keterangan :

IP : Intensitas serangan hama dan keparahan penyakit (%). ni : Jumlah tanaman dengan skor ke-i.

vi : Nilai skor dari i = 0,1,2 sampai it (skor tertinggi).

N : Jumlah tanaman yang diamati. V : Skor tertinggi.

Kriteria Skor :

0 = Tidak ada serangan.

1 = Bagian tanaman yang terserang 10%. NV

i

∑ (nivi)

(41)
(42)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum

Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa tanah pada lokasi penelitian membutuhkan tambahan hara agar dapat mendukung pertumbuhan optimal tanaman (Lampiran 4 dan 5). Secara umum kandungan unsur hara yang terkandung pada tanah tersebut tergolong rendah sampai sangat rendah, kecuali unsur hara Mg tergolong tinggi dengan nilai sebesar 3.07 me/100 g. Kandungan bahan organik tanah juga tergolong rendah dengan nilai sebesar 1.35 %. Kandungan unsur hara penting (N, P, K) tergolong rendah sampai sangat rendah dengan nilai masing-masing sebesar 0.15 %, 2.60 ppm, dan 0.32 me/100g. Kandungan hara makro lainnya yaitu Ca sebesar 5.78 me/100g dan tergolong rendah sampai sedang. Nilai pH tanah sebesar 6.30 dan tergolong tanah agak masam. Kapasitas tukar kation dan kejenuhan basa tergolong sedang dengan masing-masing nilai sebesar 17.62 me/100g dan 54.03 %. Tekstur tanah tergolong liat berdebu dengan kandungan pasir 8.43 %, debu 40.81 %, dan liat 50.76 %.

Hasil analisis sumber pupuk organik yang digunakan pada musim tanam pertama (Lampiran 1) menunjukkan adanya perbedaan keunggulan pada masing-masing sumber pupuk. Perbedaan kandungan hara ini terutama pada kandungan hara N, P, dan K. Pupuk C. pubescens memiliki kandungan hara N tertinggi dibandingkan kedua pupuk lainnya walaupun semuanya berada dalam kategori sangat tinggi. Pupuk kandang ayam mengandung unsur hara P paling banyak diikuti C. pubescens dan T. diversifolia. Pupuk T. diversifolia unggul dalam kandungan hara K dan berbeda jauh dibandingkan pupuk kandang ayam maupun pupuk C. pubescens.

(43)

ayam memberikan tambahan hara P yang paling banyak sehingga tergolong sangat tinggi, sedangkan pupuk hijau C. pubescens dan T. diversifolia memberikan tambahan hara P yang sama pada level sedang. Nilai kejenuhan basa meningkat menjadi sangat tinggi sedangkan kapasitas tukar kation tetap pada kategori sedang.

Setelah kegiatan budidaya musim tanam pertama, terjadi penurunan kandungan hara pada tanah. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh penyerapan hara oleh tanaman maupun kemungkinan kehilangan hara akibat faktor lainnya. Perlakuan pemupukan organik pada musim tanam kedua menunjukkan pola yang sama pada status kandungan hara.

Memasuki musim tanam ke-dua, keunggulan pupuk C. pubescens seperti pada musim tanam pertama tidak terlihat. Kandungan hara N pada pupuk C. pubescens justru lebih rendah dibandingkan kandungan pupuk T. diversifolia. Perbedaan kondisi iklim mikro pada kedua musim tanam kemungkinan

menyebabkan terjadinya perbedaan kandungan hara pada sumber pupuk C. pubescens. Kandungan hara P dan K pada ketiga sumber pupuk terlihat relatif

sama.

Rasio C/N pupuk kandang ayam pada musim tanam ke-dua sebesar 53.64. Hal ini dapat terjadi akibat penanganan sumber pupuk yang kurang baik sebelum aplikasi. Unsur hara N diketahui mudah hilang karena tercuci atau menguap. Penyimpanan tumpukan pupuk kandang pada tempat terbuka kemungkinan telah menyebabkan berkurangnya kandungan hara N akibat tercuci saat hujan.

(44)

tinggi rasio C/N suatu bahan organik maka waktu yang dibutuhkan untuk dekomposisi akan semakin lama.

Data sumbangan hara yang diperoleh dari ketiga sumber pupuk merupakan hasil konversi dosis pupuk organik yang diberikan dengan memperhitungkan kandungan hara pada masing-masing pupuk organik (Tabel 1).

Tabel 1. Sumbangan Unsur Hara Perlakuan Pupuk Organik pada Musim Tanam Pertama dan Ke-dua

Kondisi iklim sangat mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Data iklim memperlihatkan rata-rata curah hujan, temperatur dan intensitas penyinaran matahari yang berdampak langsung pada kegiatan penelitian. Rata-rata curah hujan selama musim tanam pertama adalah sebesar 100.79 mm/minggu dan 45.57 mm/minggu pada musim tanam kedua. Perbedaan relatif kecil diperlihatkan oleh rata-rata temperatur mingguan yaitu sebesar 12.82 oC pada musim tanam pertama dan 12.85 oC pada musim tanam kedua (Gambar 3).

(45)

yang sudah dihisap walang sangit akan berubah warna menjadi coklat kehitaman ketika umur gabah semakin tua, disamping kebanyakan gabah menjadi hampa. Hama penting lainnya yang cukup berpengaruh adalah burung pipit peking (Lonchura punctulata). Kehadiran burung perlu diwaspadai karena akibat serangan burung, banyak gabah yang rontok dan termakan oleh burung tersebut. Selain kedua hama tersebut, dijumpai juga hama-hama lainnya tetapi kehadirannya tidak membahayakan tanaman. Sistem budidaya organik yang diterapkan pada penelitian ini dengan sendirinya menghadirkan serangga sejenis belalang yang berperan sebagai musuh alami bagi hama walang sangit.

Salah satu faktor yang turut mendukung perkembangan populasi hama adalah sistem penanaman yang tidak serempak di areal sekeliling penelitian dilakukan. Lokasi penelitian berada di pinggiran areal penanaman padi sawah. Petani tidak seragam dalam penentuan waktu tanam sehingga perkembangan hama terus meningkat karena sumber makanan tersedia secara kontinyu

(a). Curah Hujan (b). Temperatur

(c). Intensitas Sinar Matahari

(46)

Hasil

Rekapitulasi hasil sidik ragam (Tabel 2 dan 3) menunjukkan bahwa secara umum jenis pupuk organik yang diaplikasikan hanya memberikan pengaruh pada beberapa variabel pertumbuhan maupun produksi tanaman, baik pada musim tanam pertama maupun musim tanam kedua. Begitu juga pengaruh yang disebabkan oleh varietas. Pengaruh dosis pupuk pada musim tanam kedua tidak nyata secara statistik pada sebagian besar variabel yang diamati. Kombinasi antara faktor jenis pupuk dan varietas pada musim tanam pertama maupun musim tanam ke-dua juga hanya memberikan pengaruh pada komponen pertumbuhan tanaman. Interaksi perlakuan dosis pupuk dengan jenis pupuk maupun dosis pupuk dengan varietas juga memberikan pengaruh pada beberapa variabel pengamatan. Interaksi perlakuan dosis pupuk, jenis pupuk, dan varietas pada musim tanam kedua berpengaruh pada beberapa variabel pertumbuhan tanaman.

(47)

Tabel 2. Lanjutan …

Interaksi perlakuan jenis pupuk organik dan varietas memberikan pengaruh yang nyata secara statistik pada pertambahan jumlah anakan padi gogo (Tabel 2). Pertambahan jumlah anakan terjadi karena didukung oleh tingkat serapan hara yang berlangsung baik. Pengaruh interaksi perlakuan jenis pupuk dan varietas juga berpengaruh nyata pada serapan hara N, P, dan K. Serapan hara yang baik ini selanjutnya akan mempengaruhi proses fisiologis sehingga memacu pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

(48)

Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Komponen Pertumbuhan dan Produksi Padi Gogo akibat Perlakuan Dosis, Pupuk, dan Varietas pada Musim Tanam Kedua.

Peubah Umur

(MST)

Dosis (D)

Pupuk (P)

Varietas

(V) D*P D*V P*V D*P*V

KK (%) Komponen Pertumbuhan :

Tinggi Tanaman (cm) 2 tn * ** tn * tn tn 4.62

4 tn tn ** tn tn tn ** 8.33

6 tn tn * tn tn tn tn 17.16

8 tn tn ** tn tn tn ** 6.47

10 tn tn ** tn tn ** ** 3.73

12 tn tn ** tn tn ** ** 2.87

Jumlah Anakan 7 tn tn tn tn tn tn tn 10.21

9 tn tn tn tn tn tn tn 11.07

11 tn tn tn tn tn tn tn 13.14

13 tn tn tn tn tn tn tn 11.31

15 tn tn tn tn tn tn tn 11.94

17 * tn tn tn tn tn tn 12.36

19 * tn tn tn tn tn tn 12.21

Bobot Basah Tajuk (g) 14 tn tn * tn tn tn tn 6.43 1

Bobot Kering Tajuk (g) 14 tn tn ** tn tn tn tn 8.16 1

Bobot Basah Akar (g) 14 tn tn tn tn tn tn tn 9.36 1

Bobot Kering Akar (g) 14 tn tn tn tn tn tn tn 11.94 1

Kadar Hara :

N (%) 14 tn tn tn tn tn tn tn 14.04

P (%) 14 tn tn tn tn tn tn tn 8.25

(49)

Tabel 3. Lanjutan …

Peubah Umur

(MST)

Dosis (D)

Pupuk (P)

Varietas

(V) D*P D*V P*V D*P*V

KK (%) Serapan Hara :

N (mg/tan) 14 tn tn ** tn tn tn tn 28.01

P (mg/tan) 14 tn tn ** tn tn * tn 29.30

K (mg/tan) 14 tn tn ** tn tn tn tn 4.82 1

Serangan Hama/Penyakit :

Intensitas Serangan Hama 6 * tn ** tn tn tn tn 23.53

dan Keparahan Penyakit (%) 8 * * ** tn * * * 15.07

10 tn ** ** tn tn tn tn 22.67

12 tn ** ** tn tn tn tn 18.05

14 tn ** ** tn tn tn tn 16.33

16 tn ** ** tn tn tn tn 9.47

18 tn tn ** tn tn tn tn 10.26

Komponen Produksi :

Umur Berbunga (HST) tn tn ** tn tn tn tn 5.44

Panjang Daun Bendera (cm) 17 tn tn tn tn tn tn tn 1.17

Lebar Daun Bendera (cm) 17 tn tn tn tn tn tn tn 1.66

Jumlah Anakan Produktif 20 tn tn * tn tn tn tn 16.10

Panjang Malai (cm) 20 tn tn tn tn tn tn tn 4.94

Jumlah Bulir per Malai 20 tn tn tn tn tn tn tn 23.41

Total Bobot Gabah per Petak (g) 20 tn tn tn tn tn tn tn 17.01

Persentase Gabah Hampa (%) 20 tn * tn * tn tn tn 9.05

Bobot 1000 Butir Gabah (g) 20 tn tn ** tn tn tn tn 3.74

(50)

Tabel 3. Lanjutan …

Peubah Umur

(MST)

Dosis (D)

Pupuk (P)

Varietas

(V) D*P D*V P*V D*P*V

KK (%)

Bobot Basah Tajuk (g) 20 tn tn ** tn * tn tn 20.66

Bobot Kering Tajuk (g) 20 tn * tn tn tn tn tn 19.73

Bobot Basah Akar (g) 20 tn tn ** tn * tn tn 24.58

Bobot Kering Akar (g) 20 tn tn tn tn tn tn tn 11.87 1

(51)

I. Komponen Pertumbuhan Tanaman

A. Pengaruh Jenis Pupuk Organik terhadap Komponen Pertumbuhan Padi Gogo pada Dua Musim Tanam

Jenis pupuk organik yang diaplikasikan pada musim tanam pertama berpengaruh nyata pada variabel tinggi tanaman umur 9, 10, 11, dan 12 MST (Tabel 4). Tanaman yang diberi pupuk T. diversifolia terlihat tumbuh lebih tinggi dibandingkan tanaman lain yang diberi kedua jenis pupuk lainnya, walaupun pada saat tanaman berumur 9 dan 10 MST tingginya relatif sama dengan tanaman yang diberi pupuk C. pubescens. Pupuk T. diversifolia juga memberikan pengaruh paling baik pada variabel tinggi tanaman pada musim tanam ke-dua, disusul oleh perlakuan pupuk kandang dan pupuk C. pubescens yang menunjukkan pengaruh yang sama.

Pengaruh nyata akibat jenis pupuk organik juga terjadi pada variabel pengamatan kadar hara P yang terkandung pada tajuk tanaman pada musim tanam pertama. Kadar hara P tajuk tanaman berbeda nyata dan lebih tinggi pada tanaman yang diberi pupuk C. pubescens walaupun berbeda tidak nyata dengan tanaman yang diberi pupuk kandang ayam.

Tanaman yang diberi pupuk T. diversifolia menunjukkan ketahanan yang lebih baik terhadap serangan pathogen dan secara statistik berbeda nyata pada umur tanaman 6, 12, dan 14 MST. Pengaruh terbaik pupuk T. diversifolia terhadap ketahanan tanaman ini juga terlihat pada musim tanam kedua, saat tanaman berumur 10, 12, 14, dan 16 MST). Ketahanan tanaman yang diberi pupuk kandang ayam dan C. pubescens relatif sama.

Tabel 4. Pengaruh Jenis Pupuk terhadap Komponen Pertumbuhan Padi Gogo yang Dibudidayakan Secara Organik dalam Dua Musim Tanam

Peubah MST Musim Tanam Pertama MST Musim Tanam Ke-dua

(52)

Tabel 4. Lanjutan …

Peubah MST Musim Tanam Pertama MST Musim Tanam Ke-dua

PK PK+CP PK+TD PK PK+CP PK+TD

PK (pupuk kandang ayam); CP (Centrosema pubescens); TD (Tithonia diversifolia)

B. Pengaruh Varietas terhadap Komponen Pertumbuhan Padi Gogo dalam Dua Musim Tanam

Perbedaan varietas hanya memberikan perbedaan nyata pada variabel tinggi tanaman umur 2, 4, 6, 8, 10, dan 12 MST pada musim tanam ke-dua. Varietas Batu Tegi mempunyai nilai tertinggi pada variabel tinggi tanaman musim tanam kedua (Tabel 5).

Jumlah anakan terbanyak pada musim tanam pertama ditunjukkan oleh varietas Limboto, saat tanaman berumur 7, 9, dan 11 MST. Memasuki umur tanaman 13 MST, jumlah anakan tidak berbeda nyata antar varietas walaupun varietas Limboto masih menunjukkan jumlah anakan terbanyak.

(53)

dikering-ovenkan. Pada musim tanam pertama, justru tidak ada perbedaan yang nyata di antara kedua varietas pada variabel bobot basah maupun bobot kering tanaman.

Serapan hara terlihat berbeda nyata akibat pengaruh perbedaan varietas. Serapan hara N, P, dan K tertinggi pada musim tanam pertama ditunjukkan oleh varietas Limboto. Varietas Batu Tegi memberikan respon terbaik dan nyata pada variabel serapan hara N, P, dan K pada musim tanam kedua.

Perbedaan varietas memberikan respon yang berbeda pula dan nyata pada variabel pengamatan intensitas serangan hama dan keparahan penyakit pada kedua musim tanam. Varietas Limboto menunjukkan tingkat ketahanan tanaman terbaik pada musim tanam pertama dan varietas Batu Tegi pada musim tanam kedua.

Tabel 5. Pengaruh Varietas terhadap Komponen Pertumbuhan Padi Gogo yang Dibudidayakan Secara Organik dalam Dua Musim Tanam

(54)

Tabel 5. Lanjutan …

C. Pengaruh Dosis Pupuk terhadap Komponen Pertumbuhan Padi Gogo pada Musim Tanam Kedua

Dosis pupuk berpengaruh nyata pada variabel jumlah anakan, kadar hara K tanaman, serta variabel pengamatan intensitas serangan hama dan keparahan penyakit tanaman (Tabel 6). Pemberian pupuk organik dengan dosis 50 % memberikan jumlah anakan paling banyak saat tanaman berumur 17 dan 19 MST. Serapan hara K tertinggi ditunjukkan oleh tanaman yang mendapatkan dosis pupuk sebanyak 100 %. Ketahanan tanaman umur 6 dan 8 MST terlihat berbeda nyata dan tertinggi pada pemberian pupuk organik dengan dosis 50 %.

Tabel 6. Pengaruh Dosis Pupuk terhadap Komponen Pertumbuhan Padi Gogo yang Dibudidayakan Secara Organik pada Musim Tanam Kedua

(55)

Tabel 6. Lanjutan …

Gambar

Gambar 1.  Tanaman Centrosema pubescens
Gambar 3.  Data Iklim Selama Penelitian Berlangsung
Tabel  2. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Komponen Pertumbuhan dan Produksi
Tabel  2. Lanjutan …
+7

Referensi

Dokumen terkait

55 An Introduction to Asset-Backed Securities 54 An Introduction to Asset-Backed Securities New EOC questions 56 Understanding Fixed-Income Risk and Return 55

Penelitian ini akan menggabungkan metode depolimerisasi dengan cara kimia dan fisik menggunakan asam klorida dan lama penyinaran sinar ultraviolet dengan tujuan menentukan

Hasil penelitian terhadap 10 negara ASEAN adalah menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan timbal balik antara daya saing industri dengan ekspor industri manufaktur akan

En este proyecto se habló sobre la máquina de sierra cinta lo que fue su funcionamiento y el mantenimiento como de toda la maquina como

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan Rahmat serta Hidayah-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

Hasil wawancana akan disusun dalam bentuk catatan lapangan (field note) dan selanjutnya akan dilakukan analisis deskriptif untuk mendesain suatu model kelembagaan

Selanjutnya, adanya peningkatan hasil belajar siswa pada mata pelajaran PKn dari siklus pertama ke siklus kedua menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif

Berdasarkan hasil dan pembahasan dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan kemampuan praktik shalat anak, gerakan dan sebagian