• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi patologi Q fever pada hewan kurban sapi di wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi patologi Q fever pada hewan kurban sapi di wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Selatan"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI PATOLOGI

Q FEVER

PADA HEWAN KURBAN SAPI

DI WILAYAH JAKARTA TIMUR DAN JAKARTA SELATAN

MUTYA FADHILAH

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya berjudul Studi Patologi Q

Fever pada Hewan Kurban Sapi di Wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Selatan

adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

MUTYA FADHILAH. Studi Patologi Q Fever pada Hewan Kurban Sapi di Wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Selatan. Dibimbing oleh AGUS SETIYONO dan MAWAR SUBANGKIT.

Query fever (Q fever) merupakan salah satu penyakit yang bersifat

zoonosis yang sangat berbahaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan agen penyebab Q fever, Coxiella burnetii pada hewan kurban sapi yang disembelih pada perayaan Idul Adha di wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Selatan pada tahun 2011 dan 2012. Sebanyak 10 sampel organ hati dan 7 sampel organ paru diambil pada perayaan Idul Adha tahun 2011 dan 2012. Keberadaan bakteri Coxiella burnetii dideteksi dengan menggunakan teknik pewarnaan imunohistokimia. Perubahan jaringan pada organ hati dan paru ditentukan dengan teknik pewarnaan Hematoxylin Eosin.Hasil penelitian ini menunjukkan sebanyak 1 sampel organ hati yang diambil di wilayah Jakarta Selatan pada tahun 2012 positif Q fever. Pada semua sampel yang diuji dengan pewarnaan Hematoxylin

Eosin ditemukan sel radang, kongesti dan fibrosis.

Kata kunci : Idul Adha, imunohistokimia, Q fever, sapi, zoonosis.

ABSTRACT

MUTYA FADHILAH. Pathology Study of Q Fever in Eid Adha Sacrificial Cattle in East Jakarta and South Jakarta District. Supervised by Agus Setiyono and Mawar Subangkit.

Query fever (Q fever) is one of the dangerous zoonoses. This research was to determined the existence of Coxiella burnetti, the agent of Q fever, in sacrificial cattle for Eid Adha in East and South Jakarta in 2011 and 2012. Ten samples of liver and seven samples of lung taken during Eid Adha in 2011 and 2012. The existence of Coxiella burnetii was determined by using immunohistochemistry stain. Histopahology of liver sample and lung sample was determined using Hematoxylin Eosin stain. This studi showed that one liver sample from South Jakarta in 2012 were positive Q fever and other samples were negative Q fever based on immunohistochemistry stain. All organ showed inflammatory cells, congestion and fibrosis.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan

STUDI PATOLOGI

Q FEVER

PADA HEWAN KURBAN SAPI

DI WILAYAH JAKARTA TIMUR DAN JAKARTA SELATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

(6)
(7)

Judul Skripsi : Studi Patologi Q fever pada Hewan Kurban Sapi di Wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Selatan

Nama Mahasiswa : Mutya Fadhilah NIM : B04090041

Disetujui Komisi Pembimbing

Drh. Agus Setiyono, MS., Ph.D. APVet Drh. Mawar Subangkit M.Si, APVet Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

Drh. Agus Setiyono, MS., Ph.D. APVet Wakil Dekan FKH IPB

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan dari bulan November 2011 sampai dengan bulan Juli 2013 ini bertemakan Studi Q fever pada Hewan Kurban Sapi di wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Selatan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drh. Agus Setiyono, MS, Ph.D. APVet dan Bapak Drh. Mawar Subangkit M.Si. APVet selaku dosen pembimbing. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. drh. Agik Suprayogi M.Sc Agr selaku dosen pembimbing akademik yang telah banyak memberikan masukan kepada penulis. Terima kasih penulis ucapkan kepada staf laboratorium Histopatologi FKH IPB Pak Kasnadi, Pak Soleh dan Pak Endang yang telah banyak membantu, menuntun dan memberikan pengetahuan baru bagi penulis selama penelitian. Ungkapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada keluarga tercinta Ayahanda Harnal, Ibunda Ahem Kasta, serta adik-adik tersayang Fuad Hanif, Tiwi Permata Mulya, Ella Aisha Putri dan Qoisra Shahnaz Fahresti atas doa, dukungan dan kasih sayangnya. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Abd. Hakim Jabbir MY untuk dukungan dan bantuannya dalam proses penulisan skripsi. Terima kasih penulis ucapkan pada rekan-rekan sepenelitian Uwi, Iwi, Lia, Vivi, Wulan, Mita, Hario, dan Andre yang telah banyak membantu penulis dalam proses pewarnaan HE dan IHK di laboratorium Histopatologi.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

METODOLOGI PENELITIAN 3

Waktu dan Tempat Penelitian 3

Alat dan Bahan 3

Alat dan Bahan untuk Pengambilan Sampel Organ 3

Alat dan Bahan untuk Pembuatan Sediaan Histopatologi 3

Alat dan Bahan untuk Pewarnaan Imunohistokimia 4

Metode Penelitian 4

Pengambilan Sampel 4

Proses Dehidrasi 4

Pembuatan Blok Parafin 4

Pemotongan Parafin 4

Pewarnaan Hematoxylin Eosin 4

Pewarnaan Imunohistokimia 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

SIMPULAN 11

DAFTAR PUSTAKA 11

(10)

DAFTAR TABEL

1 Gambaran histopatologi sampel organ hati negatif Q fever yang diambil pada perayaan Idul Adha tahun 2011 dengan pewarnaan

Hematoxylin Eosin 9

2 Gambaran histopatologi sampel organ hati negatif Q fever yang diambil pada perayaan Idul Adha tahun 2012 dengan pewarnaan

Hematoxylin Eosin 9

3 Perbedaan gambaran histopatologi organ hati positif Q fever dengan organ hati negatif Q fever dengan pewarnaan imunohistokimia 10

DAFTAR GAMBAR

1 Coxiella burnetii dengan mikroskop elektron pada perbesaran

75.000x (Fournier et al. 1998) 1

2 Antigen Coxiella burnetii tampak sebagai substansi berwarna coklat dalam sel fagosit dengan pewarnaan imunohistokimia pada

perbesaran objektif 20x 6

3 Organ hati hewan kurban sapi yang secara makroskopis menunjukkan

cirrhosis, perubahan warna dan kebengkakan. 6

4 Gambaran perubahan histopatologi sampel organ hati sapi positif Q

fever dengan pewarnaan Hematoxylin Eosin, fibrosis (1) vaskulitis (2)

pada perbesaran objektif 10x 8

5 Gambaran perubahan histopatologi sampel organ hati sapi positif Q

fever dengan pewarnaan Hematoxylin Eosin, degenerasi lemak (1)

degenerasi hepatosit (2) pada perbesaran objektif 20x 8 6 Gambaran histopatologi organ hati sapi negatif Q fever dengan

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Query fever (Q fever) merupakan jenis penyakit menular yang disebabkan

oleh bakteri gram negatif obligat intraseluler yang bersifat patogen Coxiella

burnetii (Gambar 1). Penyakit ini pertama kali ditemukan di Queensland Australia

pada tahun 1935. Q fever merupakan penyakit yang bersifat zoonotik yaitu penyakit yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia maupun sebaliknya (Martens and Samuel 2007). Vranakis et al. (2012) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa Q fever pada manusia ditemukan dalam bentuk akut dan kronis. Sebanyak 60% dari kejadian penyakit ini tidak menunjukkan gejala, sisanya 40% merupakan penyakit dalam bentuk kronis. Manifestasi klinis utama dari Q fever kronis adalah endokarditis. Sementara itu gejala klinis Q fever bentuk akut pada manusia tampak seperti influenza atau flu yang tidak spesifik dan bentuk kronis dari penyakit ini umumnya berjalan dalam waktu yang sangat lama, bahkan 20 tahun baru tampak adanya gejala seperti timbulnya sesak nafas dan batuk kardial akibat endokarditis, hepatitis dan pneumonia yang berakhir fatal (Marrie 2003). Hanormand (2012) menyatakan infeksi akut Q fever menyebabkan pneumonia yang ditandai dengan batuk, demam dan kelainan auskultasi, namun pada beberapa kasus terjadi gangguan pernapasan akut dan efusi pleura.

Gambar 1 Coxiella burnetii dengan mikroskop elektronpada perbesaran 75.000x (Fournier et al. 1998)

Menurut Setiyono (2005) infeksi Q fever pada manusia juga dapat menyebabkan kondisi fatal seperti kegagalan fungsi hati, radang tulang, radang otak dan gangguan pada pembuluh darah. Pada wanita hamil, infeksi Q fever menyebabkan aborsi spontan di awal kehamilan (Roult 2002). Sebanyak 50% kasus pada kehamilan mengakibatkan terjadinya penyimpangan kromosom dan malformasi embrio atau janin (ECDC 2010).

(12)

2

dapat terjadi melalui konsumsi bahan pangan asal hewan terutama pangan asal ruminansia yang terinfeksi C. burnetii yang tidak dimasak dengan sempurna. Sehingga diketahui bahwa Q fever merupakan jenis penyakit yang dapat ditularkan melalui makanan (foodborne disease) (Guatteo et al. 2011).

Berdasarkan uji laboratorium, ruminansia merupakan hewan yang paling berisiko terinfeksi Q fever. Pada ruminansia yang sedang bunting, infeksi Q fever dapat menyebabkan abortus. Infeksi juga dapat menyebabkan demam, kehilangan nafsu makan dan sesak nafas dengan intensitas yang dalam. Infeksi Q fever pada hewan sering tidak memiliki tanda-tanda penyakit atau asimptomatis. Banyak kasus Q fever akut tidak menunjukkan gejala atau tampak sangat ringan. Gejala-gejala penyakit akut biasanya berupa flu, demam tinggi, menggigil, kelelahan, malaise, mialgia, sakit tenggorokan dan nyeri dada. Penyakit ini umumnya berlangsung seminggu hingga lebih dari tiga minggu (ECDC 2010).

Pemeriksaan keberadaan agen penyebab Q fever, C. burnetii dilakukan di wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Selatan mengingat sejauh ini diketahui bahwa provinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta merupakan provinsi padat penduduk dengan total jumlah penduduk pada tahun 2010 sebanyak 8.524.152 jiwa dengan luas wilayah 662,33 km² (BPS 2013). Ketidakseimbangan antara jumlah penduduk dan luas wilayah menyebabkan padatnya pemukiman masyarakat di provinsi DKI Jakarta. Hal ini mengakibatkan tidak tersedianya area pemotongan hewan kurban yang jauh dari pemukiman masyarakat. Di wilayah Jakarta pemotongan hewan kurban biasanya dilakukan di halaman mesjid yang berada dalam komplek perumahan masyarakat. Keadaan ini dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya transmisi penyakit zoonotik yang menular melalui rute aerosol dari hewan ke manusia. Sementara itu hewan kurban di wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Selatan sebagian besar didatangkan dari luar provinsi DKI Jakarta. Hewan yang didatangkan dari luar ini memiliki kemungkinan menderita penyakit zoonootik dan Q fever merupakan salah satu penyakit zoonotik yang umumnya menyerang ruminansia (Rousset et. al 2007)

Penelitian ini menggunakan sampel organ hati dan organ paru hewan kurban sapi. Pengambilan sampel berupa sayatan organ dilakukan karena agen kausa penyakit Q fever, C. burnetii merupakan bakteri intraseluler yang pada fase akut dapat ditemukan di dalam darah, tetapi pada fase kronis bakteri ini banyak terakumulasi dalam sel fagosit yang terdapat pada organ-organ seperti jantung, hati, paru-paru, limpa dan plasenta (Lorenz et al. 1998).

(13)

3 menggunakan pewarnaan imunohistokimia, antigen yang berada dalam sel makrofag pada organ yang terinfeksi bakteri C. burnetii akan tampak berwarna coklat dengan sitoplasma sel makrofag berwarna ungu.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan agen penyebab Q

fever, Coxiella burnetii pada hewan kurban sapi yang disembelih pada perayaan

Idul Adha pada tahun 2011 dan tahun 2012 di wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Selatan.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang keberadaan bakteri C. burnetii yang dapat menginfeksi hewan ruminansia yang bersifat zoonotik bagi manusia. Informasi yang diperoleh dapat dijadikan sebagai dasar dalam melakukan tindakan pencegahan serta pengobatan pada masing-masing wilayah endemik guna mengurangi kemungkinan terjadinya penularan penyakit dari hewan ke manusia. Selain itu hasil penelitian ini juga dapat menambah kepustakaan atau referensi tentang penyebaran penyakit Q fever di Indonesia.

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 sampai Juli 2013. Pengambilan sampel dilakukan di salah satu tempat pemotongan hewan kurban di daerah Jakarta Timur dan Jakarta Selatan. Pembuatan sediaan histopatologi dan pewarnaan imunohistokimia dilakukan di Laboratorium Histopatologi, Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

Alat dan Bahan untuk Pengambilan Sampel Organ

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah 10 sampel organ hati dan 7 sampel organ paru yang berasal dari hewan kurban sapi yang mengalami perubahan patologi anatomi, larutan formalin dan tabung tempat penyimpanan sampel organ.

Alat dan Bahan untuk Pembuatan Sediaan Histopatologi

(14)

4

cover glass, automatic tissue processor, microtome, staining sistem, alat

photomicrograph, mikroskop cahaya dan software image.

Alat dan Bahan untuk Pewarnaan Imunohistokimia

Xylene, etanol 95%, etanol 97%, Phospat Buffer Salin (PBS), H2O2 0.3%,

citrate buffer, microwave, blocking agent, serum BSA 0.3 %, Rabbit anti-Coxiella

burnertii antibody (FKH-IPB), Biotin, Streptavidin Horse Radish Peroxidase

(S-HRP), diaminobenzidine (DAB), counterstain dengan Mayer Hematoxylin,object

glass dan cover glass.

Metode Penelitian

Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan mengamati keadaan patologi anatomi organ hati dan paru yang diduga mengalami peradangan. Sampel yang diduga terinfeksi agen patogen diambil dengan memisahkan jaringan yang terinfeksi dari organ dan dimasukkan ke dalam tabung yang berisi cairan formalin sebelum mendapatkan perlakuan lebih lanjut di laboratorium.

Proses Dehidrasi

Sampel organ yang telah diambil dipotong dengan ketebalan kurang lebih 3 mm, dimasukkan ke dalam tissue cassette kemudian dilakukan proses dehidrasi dengan merendam sediaan tersebut secara berurutan ke dalam etanol 70%, 80%, 90%, etanol absolut I, etanol absolut II, xylene I, xylene II, parafin I dan parafin II selama masing-masing 2 jam. Proses perendaman dilakukan secara otomatis dalam automatic tissue processor selama 20 jam.

Pembuatan Blok Parafin

Jaringan yang telah didehidrasi dimasukkan ke dalam cetakan dan diisi parafin cair. Letak jaringan diatur agar tetap berada di tengah-tengah cetakan. Parafin terus ditambahkan sampai cetakan penuh dan dibiarkan mengeras. Agar lebih keras lagi, jaringan yang berada di dalam parafin tadi dimasukkan ke dalam refrigerator.

Pemotongan Parafin

Jaringan dipotong dengan mikrotom dengan ketebalan 0.3 mm. Hasil potongan dimasukkan ke dalam waterbath yang berisi air hangat 45° C untuk menghilangkan lipatan akibat pemotongan. Sediaan diangkat dengan object glass kemudian dikeringkan dalam inkubator 60° C. Deparafinasi dilakukan dengan cara memasukkan sediaan ke dalam xylene sebanyak 2 kali selama 2 menit. Proses dilanjutkan dengan rehidrasi jaringan, dimulai dari pencelupan jaringan ke dalam etanol absolut, sampai ke etanol 80% secara berurutan selama 2 menit, dicuci dengan air mengalir dan kemudian dikeringkan.

Pewarnaan Hematoxylin Eosin

Pewarnaan dimulai dengan merendam slide ke dalam pewarna Mayer

(15)

5 karbonat selama 15-30 kali, kemudian dibilas dengan air mengalir lagi. Selanjutnya jaringan dicelupkan ke dalam pewarna Eosin selama 2 menit. Sediaan dicuci dengan mencelupkannya ke dalam alkohol 90% sebanyak 10 kali, alkohol absolut I 10 kali, alkohol absolut II selama 2 menit, xylene I selama 1 menit, xylene II selama 1 menit. Langkah berikutnya dilanjutkan dengan menenetesi sediaan dengan perekat PermountTM kemudian ditutup dengan cover glass. Setelah perekat mengering, sediaan diamati di bawah mikroskop.

Pewarnaan Imunohistokimia

Slide preparat dicuci dengan PBS pH 7.4 selama 5 menit sebanyak 3 kali, kemudian diaplikasikan menggunakan 0.3% H2O2 selama 10 menit. Slide

selanjutnya dicuci kembali dengan PBS pH 7.4 sebanyak 3 kali selama 5 menit. Kemudian dilakukan blocking menggunakan serum 0.3% BSA selama 60 menit. Slide preparat yang telah di-blocking diinkubasi dengan antibodi primer Rabbit

anti-Coxiella burnetii antibody selama 24 jam pada suhu 40°C. Slide yang telah

diinkubasi tersebut dicuci sebanyak 3 kali selama 5 menit dengan menggunakan PBS pH 7.4, kemudian ditetesi dengan antibodi sekunder berlabel Biotin dan diinkubasi selama 1 jam. Selanjutnya dilakukan pencucian sebanyak 3 kali selama 5 menit dengan menggunakan PBS pH 7.4, kemudian ditetesi dengan

Streptavidin-Horse Radish Peroxidase (SHRP) selama 40 menit. Slide dicuci lagi

dengan menggunakan PBS pH 7.4 sebelum dilakukan proses aplikasi kromogen untuk SHRP yaitu diaminobenzidine (DAB) dan dibilas dengan H2O. Slide yang

telah dibilas selanjutnya dicuci lagi sebanyak 3 kali selama 5 menit dengan menggunakan PBS pH 7.4. Proses selanjutnya dilakukan counter staining selama 10 menit dengan menggunakan Mayer Hematoxylin, kemudian dilakukan pencucian dengan tap water dan dilanjutkan dengan proses mounting menggunakan cover glass, kemudian slide diamati di bawah mikroskop.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sebanyak 10 sampel dikoleksi dari hewan kurban sapi pada perayaan Idul Adha tahun 2012 di wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Selatan. Sampel tersebut terdiri atas 5 sampel organ hati dan 4 sampel organ paru dari wilayah Jakarta Timur dan 1 sampel organ hati dari wilayah Jakarta Selatan. Hasil pengujian dengan menggunakan metode pewarnaan imunohistokimia menunjukkan 1 sampel organ hati dari wilayah Jakarta Selatan positif Q fever (Gambar 2). Pada Idul Adha tahun 2011 sebanyak 3 sampel organ hati dan 1 sampel organ paru diambil di wilayah Jakarta Timur serta 1 sampel organ hati dan 2 sampel organ paru diambil di wilayah Jakarta Selatan, semua sampel tersebut negatif Q fever.

(16)

6

Gambar 2 Antigen Coxiella burnetii tampak sebagai substansi berwarna coklat dalam sel fagosit dengan pewarnaan imunohistokimia pada perbesaran objektif 20x

Sampel organ hati yang digunakan dalam penelitian ini adalah organ yang mengalami kebengkakan, berwarna lebih gelap, mengalami cirrhosis ataupun yang terdapat lesio pada permukaannya (Gambar 3). Organ hati yang mengalami peradangan umumnya mengalami pembengkakan dan berwarna lebih gelap karena terjadinya kongesti. Dijk et al. (2007) menyatakan hati yang mengalami kongesti akut terlihat bengkak, berwarna gelap dengan deposisi fibrin pada serosa permukaannya, sedangkan hati yang mengalami kongesti kronis berwarna lebih gelap dan padat.

Gambar 3 Organ hati hewan kurban sapi yang secara makroskopis menunjukkan

cirrhosis, perubahan warna dan kebengkakan.

(17)

7 menunjukkan adanya infiltrasi sel radang limfosit dalam jumlah banyak. Selain itu juga ditemukan adanya sel radang makrofag dan sel plasma. Sinusoid hati mengalami dilatasi dan hemoragi yang ditandai dengan adanya sel-sel darah merah yang mengisi daerah sinusoid. Sel-sel hepatosit juga mengalami degenerasi yang ditandai dengan hilangnya batas antar sel dan ukuran inti sel yang tidak sama besar, fibroblas mengalami proliferasi dan pembuluh darah hati mengalami peradangan.

Pada infeksi kronis, bakteri intraseluler C. burnetii akan menimbulkan lokalisasi makrofag. Reaksi inflamasi ini akan menyebabkan terjadinya nekrosis serta fibrosis pada jaringan (Baratawidjaja 2006). Gangguan sirkulasi terjadi karena agen C. burnetii akan menyebabkan munculnya mediator inflamasi yang akan menginduksi vaskular, aliran darah dan mengaktifkan leukosit. Keadaan ini akan menyebabkan endothel kapiler meregang sehingga timbul rongga, permeabilitas endothel kapiler meningkat, menyebabkan plasma darah keluar dan kemudian terakumulasi di jaringan perivaskuler. Keadaan ini akan menyebabkan terjadinya akumulasi protein albumin pada jaringan di luar vaskuler atau yang disebut edema. Sementara itu pembengkakan sel-sel hepatosit akibat infeksi agen

C. burnetii akan menggencet pembuluh darah hingga robek dan menyebabkan

terjadinya hemoragi (Maurin dan Raoult 1999).

Marrie et al. (2003) menyatakan infiltrasi sel radang mononuklear dari saluran portal dan dari sel-sel kupffer sinusoidal, fokal sel parenkim yang merata dan degenerasi lemak merupakan ciri perubahan hepatitis yang disebabkan oleh Q

fever. Infeksi pada organ hati akan ditandai dengan granuloma berbentuk sirkuler

seperti donat, yang terdiri dari cincin fibrin yang padat dikelilingi oleh vakuola lipid. Menurut Maurin dan Raoult (1999) sel kupffer merupakan target infeksi dari

C. burnetii pada hati. Pemeriksaan histopatologi jaringan hati menunjukkan

(18)

8

Gambar 4 Gambaran perubahan histopatologi sampel organ hati sapi positif Q

fever dengan pewarnaan Hematoxylin Eosin, fibrosis (1) vaskulitis (2)

pada perbesaran objektif 10x

Gambar 5 Gambaran perubahan histopatologi sampel organ hati sapi positif Q

fever dengan pewarnaan Hematoxylin Eosin, degenerasi lemak (1)

degenerasi hepatosit (2) pada perbesaran objektif 20x

Hasil pewarnaan HE pada organ hati negatif Q fever menunjukkan adanya peradangan yang ditandai dengan ditemukannya sel radang limfosit, makrofag, neutrofil dan eosinofil pada daerah interstisial hepatosit dan perifer hati, terjadi hemoragi, kongesti, vaskulitis dan fibrosis (Gambar 5). Keberadaan sel radang ini menandakan adanya respon tubuh terhadap invasi agen patogen di hati. Keberadaan sel radang limfosit tidak selalu menunjukkan adanya peradangan. Sel radang limfosit dapat muncul ketika hewan dalam kondisi stress. Namun dalam sediaan histopatologi sampel yang diuji juga ditemukan sel radang jenis lain seperti makrofag dan neutrofil yang menandakan bahwa organ mangalami infeksi yang disebabkan oleh agen patogen.

(19)

9 positif Q fever. Berdasarkan hasil pengamatan perbedaan gambaran histopatologi organ hati positif Q fever dengan organ hati negatif Q fever diketahui bahwa lesio yang tampak pada kedua sampel hampir sama (Tabel 3). Pada sampel organ hati positif Q fever tidak ditemukan adanya lesio spesifik yang menandakan terjadinya infeksi C. burnetii. Lesio yang terlihat pada sampel ini hampir sama dengan lesio pada sampel organ hati negatif Q fever. Kesamaan ini terlihat dari terjadinya hemoragi, fibrosis, vaskulitis dan ditemukannya sel-sel radang.

Tabel 1 Gambaran histopatologi sampel organ hati negatif Q fever yang diambil pada perayaan Idul Adha tahun 2011 dengan pewarnaan Hematoxylin Eosin

(20)

10

Gambar 6 Gambaran histopatologi organ hati sapi negatif Q fever dengan pewarnaan Hematoxylin Eosin sarang radang (1), fibrosis (2), vaskulitis (3) pada perbesaran objektif 10x

Tabel 3 Perbedaan gambaran histopatologi organ hati positif Q fever dengan organ hati negatif Q fever dengan pewarnaan imunohistokimia

Sampel hati positif Q fever Sampel hati negatif Q fever

ditemukan sel radang limfosit dan

terjadi degenerasi lemak akumulasi protein albumin di interstisial

Penelitian untuk mendeteksi keberadaan Q fever pada ruminansia dengan menggunakan metode imunohistokimia sejauh ini belum pernah dilaporkan di Indonesia. Deteksi keberadaan Q fever sangat penting dilakukan mengingat penyakit ini merupakan penyakit zoonotik yang berbahaya bagi manusia. Temuan infeksi Q fever pada hewan kurban di wilayah Jakarta Selatan harus menjadi perhatian serius dari pemerintah daerah setempat. Office Internationale des

Epizootics (OIE) menyatakan bahwa Q fever merupakan jenis penyakit yang

berada pada list B yang berarti Q fever merupakan penyakit menular yang dianggap memiliki dampak penting bagi aspek sosio-ekonomi dan atau kepentingan kesehatan masyarakat dalam negara serta memiliki pengaruh yang signifikan dalam perdagangan internasional hewan dan produk hewan (OIE 2013)

(21)

11 Hal ini akan mengakibatkan mudahnya transmisi penyakit Q fever dari daerah yang terinfeksi ke wilayah DKI Jakarta terutama Jakarta Selatan.

Mahatmi et al. (2005) dalam penelitiannya, dengan pengujian menggunakan

nested-PCR menyatakan 2.93% dari 175 ekor sapi di Bogor menderita penyakit Q

fever. Sementara itu 0.73% dari 73 ekor sapi bali dari provinsi Bali juga menderita

penyakit Q fever. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hewan kurban yang didatangkan dari Bogor dan Bali sangat mungkin untuk mentransmisikan penyakit Q fever dari Bali dan Bogor ke daerah lain jika hewan kurban didatangkan dari kedua daerah tersebut.

SIMPULAN

Pemeriksaan terhadap agen penyebab Q fever, C. burnetii pada organ hati dan paru hewan kurban sapi yang dikoleksi pada perayaan Idul Adha tahun 2012 di wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Selatan, dengan menggunakan pewarnaan imunohistokimia menunjukkan 1 ekor (10%) dari 10 ekor hewan kurban sapi positif Q fever. Sementara itu sebanyak 4 sampel organ hati dan 3 sampel organ paru sapi dari wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Selatan yang diambil pada perayaan Idul Adha tahun 2011, seluruhnya negatif Q fever. Dilihat dari gambaran histopatologinya, diketahui bahwa tidak ada lesio spesifik yang membedakan organ yang positif terinfeksi C. burnetii dengan organ yang tidak terinfeksi.

DAFTAR PUSTAKA

Baratawidjaja KG. 2006. Imunologi Dasar edisi ketujuh. Jakarta (ID): Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

[BPS] Badan Pusat Statistik DKI Jakarta. 2013. Banyaknya penduduk berdasarkan hasil registrasi menurut wilayah di provinsi DKI Jakarta [Internet]. [diunduh 3 Juli 2013]. Tersedia pada : http://jakarta.bps.go.id.

Coons AH, Creech HJ, Jones RN, Berliner E. 1942. The Demonstration of pneumococcal antigen in tissues by the use of fluorescent antibody. J.

Immunol 45: 159-170.

Dijk JEV, Gruys E, Mouwen JMVM. 2007. Color Atlas of Veterinary Pathology 2nd edition. Utrecht (NL): University of Utrecht.

[ECDC] European Center for Disease Prevention and Control. 2010. Risk assessment on Q fever. ECDC Technical Report. doi:0.2900/28860.

Fournier PE, Thomas J, Marrie, Raoult D. 1998. Minireview : Diagnosis of Q fever. Clin Microbiol Rev. 36(7):1823–1834.

Guatteo R, Seegers H, Taurel AF, Joly A, Beaudeau FO. 2011. Prevalence of C.

burnetii infection in domestic ruminants: a critical review. Vet Microbiol.

(149):1-16.

Hanormand H. 2012. Q fever : An old but still a poorly understood disease.

(22)

12

Lepidi H, Gouriet F, Raoult D. 2006. Immunohistochemical detection of C.

burnetii in chronic Q fever hepatitis. J Comp Eur Soc of Clin Microbiol and

Infect Dis. Supl. 2:169–170.

Lorenz H, Jager C, Willems H, Baljer G. 1998. Detection of C. burnetii from different clinical specimens, especially bovine milk on the basis of DNA preparation with silica matrix. Environ Microbiol. 64(11):4234-4237.

Mahatmi H, Setiyono A, Soejoedono RD, Pasaribu FH. 2005. Deteksi C. burnetii penyebab Q fever pada sapi, domba dan kambing di Bogor dan Bali. Jur Vet :180-182.

Marrie TJ. 2003. C. burnetii pneumonia. Eur Resp J. 2:713-719.

Maurin M, Raoult D. 1999. Q fever. J Clin. Microbiol. Rev. 12 (4) : 518-553. Martens K, Samuel JE. 2007. Bacteriology of Coxiella: rickettsial diseases

:257-270.

[OIE] Office Internationale des Epizootics. 2013. Old Classification of Diseases Notifiable to the OIE. [Internet] [diunduh 20 Juli 2013] Tersedia pada : http://www.oie.int/animal-health-in-the-world/the-world-animal-health

information-system/old-classification-of-diseases-notifiable-to-the-oie-list-b/. Renshaw S. 2006. Immunochemical Staining Techniques Chapter 4.

Immunohistochemistry: Methods Express. London (UK): Socion Pub Ltd.

Setiyono A. 2005. Q fever ditinjau dari aspek zoonosis (Review on Zoonosis of Q Fever). Di dalam: Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner; 2005 sept 12-13; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Pustlitbangnak.

Raoult D. 2002. Q fever: still a mysterious disease. Q J Med. 95:491-492.

Rousset E, Durand B, Berri M, Dufour P, Prigent M, Russo P, Delcroix T,

Rodolakis A, Aubert M, Touratier T. 2007. Comparative diagnostic potential of three serological tests for abortive Q fever in goat herds. Vet

Microbiol. (124): 286–297

(23)

13

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Padang, Sumatera Barat pada tanggal 9 Mei 1991 dari ayah Harnal dan ibu Ahem Kasta. Penulis adalah putri pertama dari 5 bersaudara. Tahun 2003 penulis lulus dari SD N 08 Koto Berapak. Pada tahun 2006 penulis lulus dari SMP N 1 Bayang. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA 1 Bayang. Pada tahun yang sama juga penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Fakultas Kedokteran Hewan.

Gambar

Gambar 2 Antigen Coxiella burnetii tampak sebagai substansi berwarna coklat
Gambar 4 Gambaran perubahan histopatologi sampel organ hati sapi positif Q
Gambar 6  Gambaran histopatologi organ hati sapi negatif Q fever dengan

Referensi

Dokumen terkait

Minyak jelantah tanpa pemurnian biasanya mengandung / yang Minyak jelantah tanpa pemurnian biasanya mengandung / yang cukup tinggi, oleh karena itu dalam proses

Dinamika psikologis perilaku kecurangan akademik pada sekolah berbasis agama, dapat disimpulkan sebagi berikut: (1) informan memiliki sikap positif terhadap

untuk mengolah informasi yang mereka peroleh. Karena dalam proses belajarnya peserta didik dilibatkan dalam proses pencarian, para guru hanya memposisikan dirinya sebagai

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh dari Investasi Hijau, Keragaman Gender dan Nasionalitas Dewan Direksi terhadap Pengungkapan Emisi Karbon dengan Liputan Media

Jaya dan KSU Mahkota Tani tidak keberatan apabila ada distributor pupuk bersubsidi baru untuk wilayah Kabupaten Sragen (vide Bukti B5, B6, B7); --- 1.6.3.5 Bahwa Majelis

(1) Rancangan berita acara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (6) beserta lampirannya ditetapkan menjadi berita acara kesepakatan hasil musrenbang RKPD

Pada bab ini dipaparkan pula sejarah pelaksanaan sensus penduduk di Indonesia dan modernisasi pelaksanaan sensus pada tiap sensus penduduk yang sudah dilaksanakan di

Penyimpanan dan penempatan alat-alat atau bahan kimia menganut prinsip sedemikian sehingga tidak menimbulkan kecelakaan pada pemakai ketika mengambil dari dan mengembalikan alat