• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Jumlah Inokulum pada Pembuatan Kopi Secara Fermentasi Menggunakan Isolat Xilanolitik dan Proteolitik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Jumlah Inokulum pada Pembuatan Kopi Secara Fermentasi Menggunakan Isolat Xilanolitik dan Proteolitik"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH JUMLAH INOKULUM PADA PEMBUATAN

KOPI SECARA FERMENTASI MENGGUNAKAN ISOLAT

XILANOLITIK DAN PROTEOLITIK

LISA SILVIA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Jumlah Inokulum pada Pembuatan Kopi Secara Fermentasi Menggunakan Isolat Xilanolitik dan Proteolitik adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

LISA SILVIA. Pengaruh Jumlah Inokulum pada Pembuatan Kopi Secara Fermentasi Menggunakan Isolat Xilanolitik dan Proteolitik. Dibimbing oleh ERLIZA NOOR dan ANJA MERYANDINI.

Produksi kopi luwak dengan memanfaatkan hewan luwak memiliki keterbatasan. Untuk itu dilakukan rekayasa proses produksi kopi luwak melalui fermentasi dengan memanfaatkan isolat bakteri dari feses luwak. Isolat bakteri yang digunakan yaitu bakteri xilanolitik dan proteolitik. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui jumlah inokulum terbaik dari penggunaan kombinasi bakteri xilanolitik dan proteolitik serta lamanya waktu fermentasi. Hasil perlakuan terbaik selanjutnya dilakukan pengujian asam organik, kadar kafein, dan citarasa. Jumlah inokulum yang digunakan pada penelitian ini yaitu 5%, 10%, dan 15%. Hasil pengujian menunjukkan bahwa kopi fermentasi terbaik yaitu kopi dengan kombinasi bakteri xilanolitik dan proteolitik sebanyak 5% yang difermentasi selama 2 hari. Kopi yang telah difermentasi mengalami penurunan kadar kafein, seperti halnya kopi luwak. Akan tetapi citarasa yang dihasilkan masih belum baik berdasarkan pengujian organoleptik yang dilakukan oleh panelis ahli karena proses pengeringan dan penanganan bahan yang belum tepat.

Kata kunci: kopi luwak, fermentasi, jumlah inokulum, xilanolitik, proteolitik

ABSTRACT

LISA SILVIA. Effect of Inoculum Density on Coffee Production in Fermentation Using Xylanolytic and Proteolytic Isolates. Supervised by ERLIZA NOOR and ANJA MERYANDINI

The production of civet coffee by civet has many restrictions. Therefore, artificial civet coffee production is introduced by fermentation process using bacterial isolates from the civet feces. Bacterial isolates used were xylanolytic and proteolytic bacteria. The objectives of this research were to determine the best inoculum density using combination of xylanolytic and proteolytic bacteria and period of fermentation. Percentages of inoculums used were 5%, 10%, and 15%. The result showed that the best fermentation process was one using 5% of xylanolytic and proteolytic bacteria fermented for 2 days. Fermented coffee as well as civet coffee decreased level of the caffeine. However, the resulting flavor was not good enough according to cupping test conducted by the expert panelists due to improper drying and material handling.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Teknologi Industri Pertanian

PENGARUH JUMLAH INOKULUM PADA PEMBUATAN

KOPI SECARA FERMENTASI MENGGUNAKAN ISOLAT

XILANOLITIK DAN PROTEOLITIK

LISA SILVIA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Pengaruh Jumlah Inokulum pada Pembuatan Kopi Secara Fermentasi Menggunakan Isolat Xilanolitik dan Proteolitik Nama : Lisa Silvia

NIM : F34090016

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Erliza Noor Pembimbing I

Diketahui oleh

Prof Dr Anja Meryandini, MS Pembimbing II

Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti Ketua Departemen

(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret hingga Oktober 2013 ini ialah Pengaruh Jumlah Inokulum pada Pembuatan Kopi Secara Fermentasi Menggunakan Isolat Xilanolitik dan Proteolitik.

Ungkapan terima kasih penulis ucapkan kepada :

1. Ibu Prof Dr Ir Erliza Noor dan Ibu Prof Dr Anja Meryandini, MS selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberi arahan, bimbingan, serta saran.

2. Dr Ir Titi Candra Sunarti, MSi selaku dosen penguji yang telah memberikan saran bagi perbaikan skripsi ini.

3. Ayahanda Munardi, Ibunda Arneti, serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.

4. Ibu Egnawati, Bapak Gun, Bapak Edi, dan laboran TIN lainnya yang telah membantu selama penelitian berlangsung.

5. Nur Faizah, Syarifah Aini, dan Fatia Tririzqi atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan.

6. Keluarga besar TIN 46 atas semangat, bantuan, dan kebersamaan selama menjalani masa studi hingga penulis menyelesaikan karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

METODE 3

Waktu dan Tempat Penelitian 3

Bahan 3

Alat 3

Prosedur Penelitian 3

Penelitian pendahuluan 3

Kinerja fermentasi 4

Kinerja produk 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Karakteristik Bahan 5

Karakteristik Isolat 6

Kinerja Fermentasi 7

Aktivitas enzim xilanase dan protease 7

Kadar protein dan aktivitas spesifik 9

Gula pereduksi 11

Total gula 11

Derajat polimerisasi 12

Susut bobot substrat kulit kopi 13

Kinerja Produk 14

Kadar kafein dan asam-asam organik 14

(11)

SIMPULAN DAN SARAN 18

Simpulan 18

Saran 19

DAFTAR PUSTAKA 19

LAMPIRAN 21

(12)

DAFTAR TABEL

1 Hasil analisis proksimat kulit dan biji kopi arabika (basis kering) 5 2 Kandungan karbohidrat pada biji kopi arabika 5 3 Kadar protein dan aktivitas spesifik xilanolitik 7 4 Asam-asam organik biji kopi sebelum dan setelah fermentasi 15 5 Skor citarasa biji dan seduhan kopi hasil fermentasi 17

DAFTAR GAMBAR

1 Kurva turbidimetri () dan aktivitas enzim () isolat Flx3 pada media

xilan 0.5% yang diinkubasi pada suhu ruang 6

2 Kurva turbidimetri (▲) dan aktivitas enzim ()

7 isolat Flp1 pada media skim 1% yang diinkubasi pada suhu 30 oC

3 Aktivitas enzim xilanase dengan jumlah inokulum 5% (), 10% (), dan 15% (▲) pada cairan fermentasi kopi pada suhu ruang 8 4 Aktivitas enzim protease dengan jumlah inokulum 5% (), 10% (),

dan 15% (▲) pada cairan fermentasi kopi pada suhu ruang 8 5 Kadar protein dengan jumlah inokulum 5% (), 10% (), dan 15%

(▲) pada cairan fermentasi kopi pada suhu ruang 9 6 Aktivitas spesifik xilanase dengan jumlah inokulum 5% (), 10% (),

dan 15% (▲) pada cairan fermentasi kopi pada suhu ruang 10 7 Aktivitas spesifik protease dengan jumlah inokulum 5% (), 10% (),

dan 15% (▲) pada cairan fermentasi kopi pada suhu ruang 10 8 Gula pereduksi dengan jumlah inokulum 5% (), 10% (), dan 15%

(▲) pada cairan fermentasi kopi pada suhu ruang 11 9 Gula total dengan jumlah inokulum 5% (), 10% (), dan 15% (▲)

pada cairan fermentasi kopi pada suhu ruang 12 10 Derajat polimerisasi dengan jumlah inokulum 5% (), 10% (), 15%

(▲), dan 10% bobot kering substrat () pada cairan fermentasi kopi

pada suhu ruang 12

11 Susut bobot substrat kulit kopi dengan jumlah inokulum 5% (▧), 10% (), dan 15% (▨) pada fermentasi kopi suhu ruang 13 12 Penurunan kadar kafein pada biji kopi setelah difermentasi pada jumlah

inokulum 5%, 10%, dan 15% pada suhu ruang 14

DAFTAR LAMPIRAN

1 Metode analisis proksimat (AOAC 1995) 21

2 Metode analisis kinerja fermentasi dan kinerja produk 23

(13)
(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan unggulan Indonesia yang memiliki nilai ekspor tinggi dan memberikan devisa cukup besar bagi negara. Sekitar 60% dari jumlah produksi kopi nasional diekspor dengan negara tujuan utama yaitu Amerika Serikat, Jerman, dan Jepang (Rahardjo 2013). Keunggulan ini menjadi salah satu faktor perlunya pengolahan kopi menjadi produk yang memiliki nilai tambah tinggi. Bagian tanaman kopi yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat adalah biji. Biji kopi diolah menjadi minuman yang mengandung kafein, yang dalam dosis rendah mampu mengurangi rasa lelah dan membuat pikiran menjadi segar. Kafein bermanfaat sebagai zat perangsang syaraf di bidang farmasi dan kedokteran (Panggabean 2011b). Sifat kopi yang berperan sebagai perangsang (stimulant) membuat kopi digemari oleh banyak orang.

Di Indonesia terdapat dua jenis kopi yang berkembang, yaitu kopi robusta dan arabika. Selain kedua jenis kopi tersebut, di Indonesia juga berkembang jenis kopi lain yaitu kopi luwak. Kopi luwak merupakan jenis kopi yang telah melalui proses fermentasi singkat di dalam pencernaan luwak. Enzim-enzim pada saluran pencernaan mampu menghasilkan kopi yang terfermentasi dengan citarasa dan aroma khas (Panggabean 2011b). Biji kopi dikeluarkan bersama-sama kotoran luwak setelah mengalami proses fermentasi sempurna (Rahardjo 2013).

Dalam perkembangannya, kopi luwak digemari oleh para penikmat kopi. Namun produksi kopi luwak dengan memanfaatkan spesies luwak tidak dapat terus menerus diandalkan karena dapat dikategorikan sebagai usaha eksploitasi alam. Kendala lain dalam produksi kopi luwak adalah beberapa kalangan menganggap kopi luwak sebagai produk yang tidak layak dikonsumsi karena diperoleh dari biji kopi pada feses luwak. Sementara nilai tambah yang diperoleh dengan memproduksi kopi luwak cukup tinggi.

Untuk mengatasi keterbatasan pada produksi kopi luwak, dibutuhkan suatu alternatif produksi sehingga kebutuhan terhadap kopi luwak dapat terus dipenuhi. Produksi harus dapat dilakukan dalam jumlah besar dan status kebersihan yang lebih terjamin. Dengan demikian perlu dilakukan rekayasa proses produksi kopi luwak dengan kondisi enzimatis menyerupai pada pencernaan luwak. Rekayasa proses dilakukan melalui fermentasi kopi dengan menggunakan isolat bakteri yang telah diisolasi dari feses luwak, yaitu xilanolitik (Flx3) dan proteolitik (Flp1). Dewi (2012) melaporkan bahwa isolat Flx3 merupakan isolat xilanolitik yang terpilih dari isolasi pada feses luwak. Sementara itu Rohman (2013) melaporkan bahwa isolat proteolitik yang terpilih dari isolasi pada feses luwak adalah isolat Flp1.

(15)

2

menyerap air dan mempunyai permukaan yang lebih luas dibandingkan dengan selulosa. Hidrolisis hemiselulosa menjadi mono- dan oligosakarida relatif lebih mudah, dan berlangsung sempurna baik dengan asam maupun dengan enzim dalam kondisi sederhana (Judoamidjojo dan Said 1989). Menurut Hadipernata dan Nugraha (2012) luwak tergolong sebagai karnivora yang sistem pencernaannya mampu mensekresikan enzim protease untuk memecah protein pada biji kopi. Kadar gula dan protein ini akan berpengaruh saat proses penyangraian yaitu akan menyebabkan perubahan warna cokelat dan pembentukan senyawa volatil atau flavor.

Perumusan Masalah

1. Berapakah jumlah inokulum terbaik untuk fermentasi biji kopi pada kombinasi bakteri xilanolitik dan proteolitik?

2. Berapa lama waktu terbaik untuk fermentasi biji kopi dengan kombinasi bakteri xilanolitik dan proteolitik?

3. Bagaimana penilaian asam-asam organik, kafein, dan citarasa kopi fermentasi yang dihasilkan?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah inokulum terbaik dari penggunaan kombinasi bakteri xilanolitik (isolat Flx3) dan proteolitik (isolat Flp1) serta lamanya waktu fermentasi terbaik untuk menghasilkan kopi fermentasi. Penelitian ini juga dilakukan untuk mengetahui penilaian asam organik, penurunan kafein, dan citarasa kopi yang dihasilkan.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan sebagai rekayasa proses untuk memperoleh kopi fermentasi yang menyerupai kopi luwak dengan metode pembuatan tanpa pemanfaatan hewan luwak. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai metode alternatif untuk memproduksi kopi luwak sehingga secara tidak langsung eksploitasi hewan luwak dapat diminimalisasi.

Ruang Lingkup Penelitian

(16)

3 difermentasi dengan jumlah inokulum dan waktu terbaik dianalisis kadar kafein, asam organik, dan citarasa yang dihasilkan.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Maret 2013 sampai dengan Oktober 2013. Penelitian dilakukan di Laboratorium Dasar Ilmu Terapan, Laboratorium Bioindus tri, dan Laboratorium Instrumen Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, serta Laboratorium Mikrobiologi Pangan SEAFAST.

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan yaitu biji kopi dan kulit kopi dari buah kopi arabika yang diperoleh dari wilayah Sukabumi, Jawa Barat. Media yang digunakan terdiri atas xilan, sukrosa, ekstrak khamir, nutrient broth, susu skim, dan aquades. Isolat bakteri yang digunakan merupakan hasil pemilihan isolat terbaik dari feses luwak yang telah dilakukan oleh Dewi (2012) dan Rohman (2013), yaitu Stenotropomonas sp (Flx3) dan Bacillus aerophilus (Flp1). Untuk prosedur pengujian digunakan pula bahan-bahan larutan DNS, fenol 5%, asam sulfat pekat, TCA 0.1 M, dan bahan-bahan kimia lainnya.

Alat

Peralatan yang digunakan selama penelitian antara lain tabung reaksi, mikropipet, Erlenmeyer, cawan petri, autoklaf, spektrofotometer, inkubator goyang (shaker), clean bench, dan sentrifuse.

Prosedur Penelitian

Metode penelitian yang dilakukan terbagi menjadi penelitian pendahuluan dan penelitian utama.

Penelitian Pendahuluan

(17)

4

media cair. Kultur diinkubasi pada inkubator goyang (shaker) suhu ruang dengan kecepatan 100 rpm. Sebanyak 25 ml sampel diambil setiap 12 jam untuk diukur nilai Optical Density menggunakan spektrofotometer dan dilakukan pengujian aktivitas enzim. Metode pengujian aktivitas enzim dapat dilihat pada Lampiran 2 Kinerja fermentasi

Penelitian utama terdiri atas fermentasi kopi dengan variasi jumlah inokulum bakteri xilanolitik dan proteolitik sebanyak 5%, 10%, dan 15% dari bobot basah substrat. Substrat yang digunakan terdiri dari kulit kopi kering dengan kadar air 10%. Diagram alir produksi kopi fermentasi dapat dilihat pada Lampiran 3.

Persiapan substrat. Mula-mula buah kopi dipisahkan biji dan kulit luarnya. Kulit kopi dikeringkan dengan panas matahari selama 1-2 hari sehingga kadar air menjadi 10%. Untuk mempermudah penyimpanan kulit kopi dilakukan pengecilan ukuran. Sementara itu, biji kopi yang masih diselimuti kulit tanduk disimpan di dalam freezer untuk mencegah kerusakan.

Kulit kopi dan biji kopi yang masih diselimuti kulit tanduk ditempatkan pada wadah fermentasi dengan perbandingan bobot 1:2. Kulit dan biji kopi dilembabkan menggunakan akuades sehingga kadar air menjadi 60%, kemudian disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121 oC selama 15 menit.

Persiapan inokulum. Mula-mula isolat Flx3 dan Flp1 diremajakan masing-masing pada media padat xilan 0.5% dan skim lalu diinkubasi selama 48 jam. Kemudian dibuat kultur dengan memindahkan sebanyak 1-2 ose biakan dari media padat ke dalam 100 ml media cair. Kultur diinkubasi pada inkubator goyang (shaker) suhu ruang dengan kecepatan putar 100 rpm selama 22 jam untuk isolat xilanolitik dan 18 jam untuk isolat proteolitik. Kultur siap digunakan sebagai inokulum pada proses fermentasi kopi.

Fermentasi kopi. Kulit dan biji kopi yang telah steril diinokulasi dengan bakteri xilanolitik dan proteolitik dengan variasi jumlah inokulum 5%, 10%, dan 15% dari bobot basah kulit dan biji kopi. Kombinasi bakteri xilanolitik dan proteolitik digunakan pada rasio 1:1. Fermentasi kopi dilakukan selama 4 hari pada suhu ruang. Pada setiap selang waktu 24 jam dilakukan analisis cairan fermentasi. Cairan fermentasi diperoleh melalui penambahan 100 ml akuades lalu dilakukan pemisahan dengan kulit dan biji kopi. Analisis pada cairan fermentasi meliputi pengujian aktivitas enzim xilanase, aktivitas enzim protease, gula pereduksi, total gula, dan kadar protein. Kemudian dilakukan perhitungan sehingga diperoleh nilai aktivitas spesifik xilanase dan protease serta nilai derajat polimerisasi. Pada kulit kopi dilakukan pengujian susut bobot substrat. Prosedur pengujian dapat dilihat pada Lampiran 2.

Kinerja produk

(18)

5 dilihat pada Lampiran 2. Sebelum pengujian, biji kopi dikeringkan pada suhu 40

o

C menggunakan blower selama 24 jam lalu dipisahkan dari kulit tanduknya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Bahan

Karakterisasi dilakukan terhadap bahan baku yang digunakan untuk mengetahui komponen penyusunnya. Karakterisasi bahan dilakukan dengan metode analisis proksimat. Hasil analisis proksimat kulit kopi dan biji kopi dapat dilihat pada Tabel 1.

Penentuan kadar air dilakukan dengan metode gravimetri, yaitu menguapkan air yang ada di dalam bahan dengan jalan pemanasan. Kadar air yang tinggi mengakibatkan bahan tidak dapat disimpan dalam waktu lama, rentan rusak terutama oleh mikroorganisme, dan dapat mengalami penurunan kualitas. Untuk itu dilakukan tahapan pengeringan pada kulit kopi sehingga dapat terhindar dari kerusakan bila disimpan pada suhu ruang. Sementara itu untuk biji kopi dilakukan penyimpanan pada freezer untuk menghindari kerusakan.

Tabel 1 Hasil analisis proksimat kulit dan biji kopi arabika (basis kering) No. Komponen Kulit Kopi (%) Biji Kopi (%)

Kadar protein kulit kopi berdasarkan analisis proksimat basis kering sebesar 9.31%. Protein yang terkandung pada kulit kopi berperan sebagai sumber nitrogen untuk pertumbuhan bakteri dan sintesis enzim. Komponen yang berperan sebagai sumber karbon adalah serat kasar dan karbohidrat. Berdasarkan pengujian diperoleh nilai kadar serat kasar dan karbohidrat basis kering kulit kopi masing-masing sebesar 10.16% dan 81.02%. Sumber karbon pada substrat kulit kopi akan dimanfaatkan untuk pertumbuhan bakteri.

Tabel 2 Kandungan karbohidrat pada biji kopi arabika Komponen Karbohidrat Arabika (% bobot kering) Monosakarida 0.2-0.5

(19)

6

Gambar 1 Kurva turbidimetri () dan aktivitas enzim () isolat Flx3 pada media xilan 0.5% yang diinkubasi pada suhu ruang

Pada proses fermentasi, komponen protein pada biji kopi akan dihidrolisis oleh enzim proteolitik menjadi senyawa yang lebih sederhana. Analisis proksimat menunjukkan kadar protein basis kering pada biji kopi sebesar 9.90%. Sementara itu komponen karbohidrat khususnya hemiselulosa pada biji kopi akan dihidrolisis oleh enzim xilanase. Dari hasil hidrolisis akan diperoleh gula-gula sederhana. Analisis proksimat menunjukkan kadar karbohidrat (by difference) basis kering pada biji kopi sebesar 81.27%. Kandungan karbohidrat pada biji kopi arabika dapat dilihat pada Tabel 2. Komponen hemiselulosa terdapat pada biji kopi sebagai polisakarida.

Karakteristik Isolat

Kurva turbidimetri bakteri xilanolitik pada Gambar 1 menunjukkan bahwa fase eksponensial telah berlangsung mulai dari jam ke-0. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2012) bahwa isolat Flx3 mulai memasuki fase eksponensial pada jam ke-0.

Fase eksponensial merupakan fase di mana bakteri mengalami pertumbuhan yang optimal atau suatu periode pertumbuhan bakteri yang cepat. Fase ini terus berlangsung hingga mencapai fase stasioner pada jam ke-63. Pada fase eksponensial inilah xilanolitik menghasilkan enzim xilanase yang mampu menghidrolisis substrat.

(20)

7 Pada karakterisasi isolat xilanolitik juga dilakukan pengukuran kadar protein dan perhitungan aktivitas spesifik. Data yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 3. Aktivitas spesifik tertinggi terjadi pada jam ke-63 yaitu sebesar 0.68 unit/mg.

Tabel 3 Kadar protein dan aktivitas spesifik xilanolitik Jam ke- Kadar Protein

Gambar 2 menunjukkan kurva turbidimetri dan aktivitas enzim isolat Flp1 yang diperoleh berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rohman (2013). Isolat Flp1 sebagai bakteri proteolitik mulai memasuki fase eksponensial pada jam ke-12. Sementara itu puncak aktivitas enzim isolat FLp1 terjadi pada jam ke-24 sebesar 1.4 unit/ml. Sintesis enzim maksimum terjadi sebelum fase stasioner atau akhir fase eksponensial menjelang fase stasioner. Umumnya setelah fase stasioner, aktivitas enzim akan menurun. Hal ini disebabkan oleh adanya hasil-hasil metabolisme yang dapat menghambat aktivitas enzim (Sumarlin 2008).

Kinerja Fermentasi

Aktivitas enzim xilanase dan protease

Satu unit aktivitas enzim xilanase adalah banyaknya enzim yang dapat memproduksi 1 μmol xilosa/menit/ml dan satu unit aktivitas enzim setara dengan 16.67 nkat/ml (Dybkaer 2001). Aktivitas enzim xilanase menyatakan kemampuan Gambar 2 Kurva turbidimetri (▲) dan aktivitas enzim () isolat Flp1

(21)

8

enzim menguraikan hemiselulosa menjadi produknya yaitu xilosa. Aktivitas enzim xilanase dapat dilihat pada Gambar 3. Berdasarkan hasil analisis terhadap aktivitas enzim xilanase, diperoleh nilai aktivitas enzim tertinggi untuk jumlah inokulum 15% pada hari ke-2 sebesar 1.75 unit/ml. Sementara itu untuk jumlah inokulum 5% pada hari ke-1 sebesar 0.98 unit/ml dan jumlah inokulum 10% pada hari ke-2 yaitu 0.6 unit/ml.

Aktivitas enzim protease dapat dilihat pada Gambar 4. Berdasarkan hasil analisis terhadap aktivitas enzim protease, diperoleh nilai aktivitas tertinggi untuk jumlah inokulum 15% pada hari ke-3 sebesar 0.129 unit/ml. Sementara itu untuk jumlah inokulum 5% pada hari ke-1 sebesar 0.11 unit/ml dan jumlah inokulum 10% pada hari ke-2 yaitu 0.092 unit/ml. Pada jumlah inokulum 5% dan 10% terjadi penurunan nilai aktivitas enzim mulai dari hari ke-1. Sementara itu pada jumlah inokulum 15% aktivitas enzim meningkat hingga hari ke-3 kemudian mengalami penurunan hingga hari ke-4.

Gambar 4 Aktivitas enzim protease dengan jumlah inokulum 5% (), 10% (), dan 15% (▲) pada cairan fermentasi kopi pada suhu ruang

0

Gambar 3 Aktivitas enzim xilanase dengan jumlah inokulum 5% (), 10% (), dan 15% (▲) pada cairan fermentasi kopi pada suhu ruang

(22)

9 Gambar 3 dan Gambar 4 menunjukkan bahwa aktivitas enzim akan mengalami penurunan setelah mencapai fase puncak. Penurunan aktivitas enzim dapat disebabkan oleh adanya penghambatan metabolit (feedback inhibition). Menurut Purwoko (2007) hal ini terjadi karena produk akhir enzim biasanya memberikan efek alosterik negatif terhadap kerja enzim. Bakteri memliki kecenderungan memanfaatkan gula-gula sederhana sebelum memecah substrat kompleks (Lestari et al. 2001). Gula-gula sederhana yang terbentuk karena aktivitas enzim menyebabkan bakteri memanfaatkan sumber karbon dari senyawa yang lebih sederhana sehingga jumlah enzim yang disekresikan untuk menghidrolisis substrat kompleks semakin lama semakin berkurang.

Konsentrasi inokulum merupakan faktor yang sangat penting untuk pertumbuhan sel dan pembentukan produksi enzim (Cai et al. 2008). Pengujian aktivitas enzim xilanase dan protease menunjukkan aktivitas enzim mengalami penurunan lebih cepat pada jumlah inokulum yang lebih kecil. Sementara itu pada jumlah inokulum yang lebih besar, aktivitas enzim mengalami peningkatan lalu diikuti dengan penurunan hingga hari terakhir fermentasi. Hal ini diduga karena jumlah inokulum yang lebih besar memicu aktivitas enzim yang lebih tinggi. Kadar protein dan aktivitas spesifik

Pengujian kadar protein dilakukan untuk mengetahui jumlah protein yang diproduksi oleh enzim pada substrat yang menjadi media pertumbuhan bakteri. Metode yang digunakan adalah metode Bradford sehingga yang terukur adalah protein kasar. Prinsip dasar metode Bradford adalah pengikatan warna Coomassie Brilliant Blue oleh protein. Keuntungan metode Bradford adalah menggunakan pereaksi yang sederhana dan mudah disiapkan, serta pembentukan kompleks warna biru yang cepat dan bersifat stabil. Kekurangan dari metode ini ialah sensitivitas yang kurang terhadap sampel yang mengandung sedikit protein (Wilson dan Walker 2000). Protein terlarut yang terukur tidak mutlak mencerminkan enzim yang disintesis oleh mikroorganisme, karena di dalam media juga mengandung protein terlarut atau hasil metabolisme protein mikroorganisme yang disekresikan.

(23)

10

Gambar 6 Aktivitas spesifik xilanase dengan jumlah inokulum 5% (), 10% (), dan 15% (▲) pada cairan fermentasi kopi pada suhu ruang

0

Gambar 7 Aktivitas spesifik protease dengan jumlah inokulum 5% (), 10% (), dan 15% (▲) pada cairan fermentasi kopi pada suhu ruang

0

Kadar protein dapat dilihat pada Gambar 5. Berdasarkan hasil pengujian diperoleh kadar protein untuk setiap perlakuan mengalami peningkatan pada hari ke-2, kemudian terjadi penurunan pada hari ke-3. Nilai kadar protein pada jumlah inokulum 15% lebih rendah dibandingkan kadar protein pada jumlah inokulum 5% dan 10%. Nilai tertinggi pada jumlah 5% dan 10% masing-masing 0.089 mg/ml dan 0.088 mg/ml. Untuk jumlah inokulum 15% nilai kadar protein tertinggi yaitu 0.044 mg/ml.

(24)

11

Gambar 8 Gula pereduksi dengan jumlah inokulum 5% (), 10% (), dan 15% (▲) pada cairan fermentasi kopi pada suhu ruang 0

dibandingkan dengan jumlah inokulum 5% dan 10%, sehingga pada jumlah inokulum 15% aktivitas spesifik pun mengalami peningkatan.

Nilai aktivitas spesifik protease ditunjukkan pada Gambar 7. Aktivitas spesifik protease pada jumlah inokulum 5% dan 10% mengalami penurunan. Nilai aktivitas spesifik protease mengalami peningkatan pada jumlah inokulum 15% pada hari ke-3 yaitu sebesar 4.12 unit/mg. Peningkatan ini sejalan dengan nilai aktivitas enzim protease pada jumlah inokulum 15%.

Gula pereduksi

Pembentukan gula pereduksi dikuantifikasi dengan metode DNS (Miller 1959). Penambahan DNS memperlihatkan adanya perubahan warna yang terjadi karena reaksi antara gula pereduksi yang memiliki gugus karbonil yang berada pada ujung rantai karbon dengan asam dinitrosalisilat (Miller 1959). Hasil analisis gula pereduksi dapat dilihat pada Gambar 8. Pada jumlah inokulum 5%, 10%, dan 15% terjadi peningkatan gula pereduksi pada hari ke-2, yaitu masing-masing 47.02 mg/ml, 48.15 mg/ml, dan 26.06 mg/ml. Secara keseluruhan peningkatan gula pereduksi terjadi pada hari ke-2. Hal ini diduga karena aktivitas enzim pada hari ke-2 lebih tinggi sehingga lebih banyak hemiselulosa yang dirombak menjadi gula pereduksi oleh enzim xilanase.

Saat awal kultivasi bakteri akan menggunakan gula-gula sederhana, setelah gula sederhana habis barulah bakteri memecah substrat kompleks (Lestari et al. 2001). Xilosa merupakan contoh gula sederhana yang berperan sebagai sumber karbon yang berguna dalam aktivitas metabolisme sel bakteri. Semakin lama waktu fermentasi menyebabkan terjadi penurunan kadar gula pereduksi, karena penggunaan xilosa sebagai sumber karbon lebih besar dibandingkan dengan pembentukan gula sederhana oleh bakteri.

Total gula

(25)

12

Hasil pengujian total gula dapat dilihat pada Gambar 9. Pada semua perlakuan yang diuji terjadi penurunan nilai total gula selama fermentasi sampai hari ke-4. Untuk jumlah inokulum 5% dan 15% total gula tertinggi terdapat pada hari ke-1, masing-masing 494.67 mg/ml dan 489.60 mg/ml. Untuk jumlah inokulum 10% terjadi peningkatan total gula pada hari ke-2 sehingga menjadi 582.74 mg/ml, kemudian terjadi penurunan hingga hari ke-4. Penurunan nilai total gula diduga terjadi karena adanya pemanfaatan substrat oleh mikroorganisme sebagai sumber karbon.

Derajat polimerisasi

Gambar 10 Derajat polimerisasi dengan jumlah inokulum 5% (), 10% (), 15% (▲), dan 10% bobot kering substrat () pada cairan fermentasi kopi pada suhu ruang

(26)

13 Derajat polimerisasi menunjukkan seberapa banyak rantai polisakarida, dalam hal ini polimer xilan, dapat dipecah menjadi monomernya yaitu xilosa. Nilai derajat polimerisasi terus mengalami penurunan. Nilai derajat polimerisasi yang semakin menurun menunjukkan adanya proses hidrolisis secara enzimatik oleh xilanase pada substrat kulit kopi. Semakin kecil derajat polimerisasi maka semakin banyak fraksi polisakarida yang terhidrolisis menjadi gula-gula yang lebih sederhana (Surhaini 2010).

Nilai derajat polimerisasi dapat dilihat pada Gambar 10. Jumlah inokulum 5% menunjukkan nilai derajat polimerisasi yang lebih rendah, kemudian diikuti oleh jumlah inokulum 10% dan 15%. Jumlah inokulum 5% dipilih sebagai perlakuan terbaik karena dengan konsentrasi kecil mampu menghidrolisis polisakarida dengan baik sehingga dinilai lebih efisien. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Susilo (2013), diperoleh bahwa derajat polimerisasi pada fermentasi kopi dengan jumlah inokulum 10% bobot kering menunjukkan nilai yang lebih tinggi daripada jumlah inokulum 5%. Dengan demikian jumlah inokulum 5% mampu menghidrolisis polisakarida dengan lebih baik.

Susut bobot substrat kulit kopi

Susut bobot merupakan kehilangan bobot dari kulit kopi selama fermentasi dibandingkan dengan bobot awal sebelum fermentasi. Selama berlangsungnya proses fermentasi, terjadi pemanfaatan substrat oleh bakteri xilanolitik dan proteolitik. Menurut Sanchez (2009) tingginya penyusutan bobot disebabkan adanya perombakan selulosa, hemiselulosa, dan protein oleh enzim yang dihasilkan bakteri menjadi bahan mudah larut sehingga menyebabkan bobot substrat menjadi berkurang.

(27)

14

Pada jumlah inokulum 15% nilai susut bobot tertinggi yaitu 37.88%. Pada jumlah inokulum 10% diperoleh nilai susut bobot yang tidak signifikan, dengan nilai tertinggi pada hari ke-4 yaitu 36.7%. Secara keseluruhan penyusutan bobot substrat tertinggi terjadi pada hari ke-4. Hal ini menunjukkan adanya pemanfaatan substrat oleh mikroorganisme selama proses fermentasi berlangsung.

Kinerja Produk

Kadar kafein dan asam-asam organik

Kafein merupakan jenis alkaloid yang umumnya terkandung dalam bahan-bahan penyegar, termasuk biji kopi. Asam-asam organik dari produk fermentasi dapat dihasilkan dari aktivitas pertumbuhan bakteri. Setelah dilakukan pengujian kafein dan asam-asam organik dengan metode High Performance Liquid Chromatography, diperoleh kadar kafein, asam laktat, dan asam oksalat.

Pada Gambar 12 dapat dilihat bahwa biji kopi yang telah melalui proses fermentasi mengalami penurunan kadar kafein. Berkurangnya kadar kafein dapat disebabkan oleh adanya aktivitas bakteri selama fermentasi. Kafein adalah senyawa kimia hasil metilasi xantin. Pengurangan kafein juga dapat disebabkan adanya kemampuan bakteri menguraikan senyawa kafein (trimetilxantin) menjadi bentuk senyawa yang lebih sederhana misalnya dimetilxantin melalui proses demetilasi (Mazzafera 2002).

Pengujian dilakukan pada kopi yang difermentasi dengan jumlah inokulum terbaik, yaitu 5% pada fermentasi hari ke-1, hari ke-2, dan hari ke-3. Sementara itu juga dilakukan pengujian pada waktu fermentasi terbaik berdasarkan hasil analisis kinerja fermentasi, yaitu hari ke-2 pada jumlah inokulum 5%, 10%, dan 15%. Perlakuan XP5 H1 menunjukkan biji kopi yang difermentasi dengan inokulum xilanolitik dan proteolitik dengan jumlah inokulum 5% selama 2 hari. Sementara itu perlakuan XP5 H2 dan XP5 H3 difermentasi dengan jumlah inokulum yang sama, masing-masing selama 2 hari dan 3 hari. Perlakuan XP10

Gambar 12 Penurunan kadar kafein pada biji kopi setelah difermentasi pada jumlah inokulum 5%, 10%, dan 15% pada suhu ruang

(28)

15 H2 menunjukkan biji kopi yang difermentasi dengan jumlah inokulum 10% selama 2 hari. Perlakuan XP15 H2 menunjukkan kopi yang difermentasi dengan jumlah inokulum 15% selama 2 hari.

Penurunan kadar kafein tertinggi terjadi pada kopi yang difermentasi dengan inokulum 15% selama 2 hari. Berdasarkan data yang diperoleh, kadar kafein semakin menurun seiring dengan meningkatnya jumlah inokulum yang digunakan. Fermentasi kopi pada hari ke-2 untuk jumlah inokulum 5%, 10%, dan 15% masing-masing menghasilkan biji kopi dengan penurunan kadar kafein berturut-turut 0.219%, 0.236%, dan 0.257%. Hal ini mengindikasikan adanya peningkatan aktivitas bakteri pada fermentasi biji kopi. Penurunan kadar kafein pada kopi fermentasi sesuai dengan karakteristik biji kopi yang diharapkan. Menurut Panggabean (2011b) kopi luwak digemari karena keistimewaannya yang memiliki kandungan kafein yang lebih rendah dibandingkan dengan jenis kopi lain.

Pengujian asam-asam organik yang dilakukan meliputi asam laktat, asam oksalat, dan asam butirat. Asam organik dari produk fermentasi merupakan hasil aktivitas pertumbuhan bakteri dan menjadi salah satu ciri produk yang dihasilkan melalui fermentasi. Asam laktat diperoleh melalui pemecahan glukosa yang terkandung dalam biji kopi. Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan asam laktat pada kopi yang difermentasi bila dibandingkan terhadap kopi tanpa fermentasi. Peningkatan ini menunjukkan adanya aktivitas bakteri dalam pemecahan glukosa pada biji kopi sehingga diperoleh asam laktat. Peningkatan asam laktat khususnya terjadi seiring bertambahnya jumlah inokulum yang digunakan. Kadar asam laktat pada hari fermentasi ke-2 dengan jumlah inokulum 5%, 10%, dan 15% masing-masing 1703.23 ppm, 1897.55 ppm, dan 2081.52 ppm. Peningkatan ini diduga terjadi karena lebih banyak komponen gula yang mengalami perubahan menjadi asam organik. Menurut Hadipernata dan Nugraha (2012) hasil dari proses pemecahan gula adalah asam laktat dan asam-asam lain yaitu etanol, asam butirat, dan propionat. Hal ini seiring dengan penurunan nilai gula pereduksi dan total gula pada pengujian kinerja fermentasi yang telah dilakukan sebelumnya. Kadar asam laktat ini lebih tinggi daripada kadar asam laktat yang diperoleh oleh Susilo (2013) pada penelitian sebelumnya, yaitu 1176 ppm.

Tabel 4 Asam-asam organik biji kopi sebelum dan setelah fermentasi Sampel Asam Laktat

(ppm)

Asam Oksalat (ppm)

Asam Butirat (ppm) Biji kopi arabika tanpa fermentasi 1567.24 6.02 66.16 Kopi + Inokulum 5% (1 hari) 1347.66 3.00 52.96 Kopi + Inokulum 5% (2 hari) 1703.23 5.58 36.13 Kopi + Inokulum 5% (3 hari) 1514.05 2.99 64.32 Kopi + Inokulum 10% (2 hari) 1897.55 6.02 51.77 Kopi + Inokulum 15% (2 Hari) 2081.52 2.14 54.14

(29)

16

yang diperoleh mengalami fluktuasi, namun cenderung mengalami penurunan dengan bertambahnya jumlah inokulum yang digunakan. Hal ini menunjukkan semakin banyak jumlah inokulum yang digunakan maka kebutuhan energi menjadi lebih banyak sehingga semakin banyak asam oksalat yang disintesis menjadi asam sitrat dan ATP. Asam oksalat pada kopi yang telah difermentasi pada hari ke-2 dengan jumlah inokulum 5%, 10%, dan 15% masing-masing 5.58 ppm, 6.02 ppm, dan 2.14 ppm. Kadar asam oksalat yang diperoleh jauh lebih rendah dibandingkan dengan kadar asam oksalat yang diperoleh pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Susilo (2013), yaitu sebesar 1176.26 ppm. Hal ini dapat terjadi karena perbedaan sumber bahan baku buah kopi yang digunakan.

Kadar asam butirat pada kopi yang telah mengalami fermentasi dapat dilihat pada Tabel 4. Kadar asam butirat pada hari ke-2 dengan jumlah inokulum 5%, 10%, dan 15% masing-masing 36.13 ppm, 51.77 ppm, dan 54.14 ppm. Hal ini menunjukkan telah terjadi peningkatan kadar asam butirat seiring dengan meningkatnya jumlah inokulum yang digunakan. Peningkatan ini diduga terjadi karena lebih banyak komponen gula yang mengalami perubahan menjadi asam organik, dalam hal ini asam butirat. Pada pengujian kinerja fermentasi telah diketahui bahwa terjadi penurunan nilai gula pereduksi dan total gula pada penambahan jumlah inokulum yang digunakan. Kadar asam butirat yang diperoleh jauh lebih rendah dibandingkan dengan kadar asam butirat pada penelitian yang dilakukan oleh Susilo (2013) yaitu sebesar 432 ppm. Perbedaan ini dapat terjadi karena perbedaan sumber bahan baku buah kopi yang digunakan. Pengujian organoleptik

Untuk dapat menghasilkan kopi fermentasi dengan kualitas yang baik perlu dilakukan pengujian organoleptik. Pengujian organoleptik merupakan metode pengujian citarasa yang dilakukan oleh panelis ahli. Hasil pengujian organoleptik terhadap kopi yang telah difermentasi dapat dilihat pada Tabel 5.

Pengujian organoleptik dilakukan terhadap kopi arabika tanpa fermentasi sebagai kontrol dan kopi yang difermentasi pada enam perlakuan. Pengujian organoleptik dilakukan pada kopi fermentasi dengan perlakuan terbaik yaitu kopi yang difermentasi dengan inokulum xilanolitik dan proteolitik sebanyak 5% selama 2 hari (XP5 H2). Kopi fermentasi lainnya yang diujikan terdiri atas 5 perlakuan fermentasi terbaik berdasarkan penelitian sebelumnya yang menggunakan jumlah inokulum 10% dari bobot kering substrat. Rohman (2013) melaporkan bahwa kopi yang difermentasi dengan inokulum proteolitik tunggal terbaik adalah kopi yang difermentasi selama 1 hari (P10 H1), sementara itu untuk kopi fermentasi dengan inokulum proteolitik dan selulolitik yang terbaik adalah yang difermentasi selama 2 hari (SP10 H2). Zahiroh (2013) melaporkan bahwa kopi yang difermentasi dengan inokulum selulolitik tunggal dan kombinasi inokulum xilanolitik dengan selulolitik terbaik adalah kopi yang difermentasi selama 2 hari (S10 H2 dan XS10 H2). Susilo (2013) melaporkan bahwa kopi yang difermentasi dengan inokulum xilanolitik tunggal yang terbaik adalah kopi yang difermentasi selama 3 hari (X10 H3).

(30)

17 intensity of aroma menunjukkan kualitas dan intensitas sensasi aroma berbagai macam gas dari permukaan kopi seduhan. Karakteristik quality of flavor dan intensity of flavor menunjukkan kualitas dan intensitas citarasa seduhan.

Tabel 5 Skor citarasa biji dan seduhan kopi hasil fermentasi Karakteristik

keterangan : X= Xilanolitik; P = Proteolitik; S= Selulolitik; H= hari fermentasi

Karakteristik body menunjukkan tekstur kehalusan/ kepekatan larutan seduhan. Karakteristik acidity menunjukkan sensasi asam-manis karena adanya keberadaan senyawa asam yang berinteraksi dengan gula. Karakteristik sweetness menunjukkan sensasi rasa manis seduhan. Karakteristik quality of aftertaste dan intensity of aftertaste menunjukkan kualitas dan intensitas sensasi aroma serta rasa yang tertinggal di dalam mulut. Karakteristik bitterness menunjukkan sensasi rasa pahit oleh senyawa alkaloid dan asam organik. Karakteristik astringency menunjukkan cacat pada rasa berupa sepat atau campuran asam, asin, dan pahit yang tidak seimbang. Karakteristik clean cups menunjukkan citarasa yang menonjol. Karakteristik balance menunjukkan keseimbangan berbagai aspek pada seduhan kopi. Karakteristik taints/ defect menunjukkan cacat pada citarasa seduhan kopi.

(31)

18

selama 2 hari memiliki intensity of fragrance yang lebih kuat daripada kontrol, namun quality of fragrance yang diberikan kurang baik. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh karakteristik aroma. Nilai intensity of aroma pada kopi dengan perlakuan proteolitik tunggal, selulolitik tunggal, dan kombinasi xilanolitik-proteolitik menunjukkan hasil yang baik, namun kurang baik pada quality of aroma. Karakteristik body paling kuat dihasilkan oleh kopi dengan perlakuan kombinasi xilanolitik-proteolitik. Secara tidak langsung body mampu menunjukkan adanya kandungan serat dan protein yang terdapat di dalam kopi.

Citarasa khas aroma pada kopi akan terbentuk dari menguapnya asam-asam yang terdapat pada kopi akibat proses penyangraian. Asam-asam seperti asam asetat, butirat dan valerat yang terbentuk dari pemecahan gula pada proses fermentasi bersifat mudah menguap dan menciptakan aroma khas pada kopi (Siswoputranto 1993). Asam-asam karbokasilat pada biji kopi antara lain asam format, asam asetat, asam oksalat, asam suksinat, asam sitrat, pimvic acid, asam laktat, asam malat, dan asam quinat berubah pada proses penyangraian menjadi asam asetat, asam malat, asam sitrat, dan asam phosporat yang sangat penting pada pembentukan komponen citarasa acidity (Velmourougane 2011). Karakteristik acidity dan sweetness pada kopi fermentasi dinilai belum lebih baik daripada kontrol. Hal ini dapat disebabkan proses pengeringan yang belum tepat pada biji kopi yang mengalami fermentasi sehingga mempengaruhi citarasa kopi yang dihasilkan. Berbeda dengan biji kopi tanpa fermentasi yang tidak mengalami tahapan pengeringan terlebih dahulu.

Karakteristik astringency pada kopi yang dihasilkan terdapat pada rentang nilai 1-2 dan terdeteksi lemah. Secara keseluruhan preference kopi dinilai pada rentang 5-6 dan dinyatakan netral. Penilaian preference kopi dinilai baik bila memperoleh skor lebih dari 7. Nilai preference tertinggi setelah kontrol dimiliki oleh kopi dengan perlakuan xilanolitik 10%.

Penilaian terhadap kontrol secara keseluruhan lebih baik daripada kopi dengan perlakuan. Hal ini dapat disebabkan oleh treatment yang berbeda pada biji kopi. Biji kopi dengan perlakuan mengalami proses penyimpanan di dalam freezer terlebih dahulu sehingga diduga terjadi penurunan mutu kopi selama penyimpanan. Penanganan bahan dan proses pengeringan yang dilakukan juga belum tepat sehingga citarasa yang dihasilkan masih belum baik.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(32)

19 menunjukkan adanya penurunan kadar kafein. Pengujian organoleptik yang dilakukan terhadap kopi tersebut menunjukkan hasil yang belum optimal. Hal ini dapat disebabkan oleh penanganan bahan dan proses pengeringan yang belum tepat.

Saran

Pada penelitian selanjutnya dapat diteliti lebih lanjut faktor penting yang berpengaruh dalam menghasilkan kopi fermentasi yang menyerupai kopi luwak sehingga dihasilkan kualitas citarasa kopi yang lebih baik. Selain itu perlu diperhatikan penanganan dan penyimpanan bahan baku, dalam hal ini biji kopi, agar tidak terjadi penurunan mutu kopi yang berdampak pada kopi yang dihasilkan.

DAFTAR PUSTAKA

[AOAC] Association of Official Analytical Chemistry. 1995. Official Method of Analysis of the Association of Official Analytical Chemistry. Washington DC (USA): AOAC.

Cai C, B Lou, X Zheng. 2008. Keratinase production and keratin degradation by mutant strains of Bacillus subtilis. J ZUS. 9:60-67.

Dewi SL. 2012. Isolasi Bakeri Selulolitik dan Xilanolitik dari Feses Luwak. [skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.

Dubois M, Gilles KA, Hamilton JK, Rebers PA, Smith F. 1956. Colorimetric method for determination of sugar and related substances. Anal Chem. 28:350-356.

Dybkaer R. 2001. Unit katal for catalytic activity. Pure Appl Chem. 73:927-931. Hadipernata M, Nugraha S. 2012. Identifikasi fisik, kimia dan mikrobiologi biji

kopi luwak sebagai dasar acuan teknologi proses kopi luwak artificial. J Kementer Pertan. 372:117-121.

Iriani N. 2004. Perubahan kandungan oksalat selama proses silase rumput setaria. Pros.Temu Tek. Nas. Tenaga Fungsional PertanianBogor. 104-109.

Judoamidjojo M, Said LH. 1989. Biokonversi. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.

Lehninger AL. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta(ID): Erlangga.

Lestari P, Darwis AA, Syamsu K, Richana N, dan Damardjati DS. 2001. Analisis gula reduksi hasil hidrolisis enzimatik pati ubi kayu oleh alfa amilase termostabil dari Bacillusstearothermophillus. J Mikrobiol Indones. hlm 23-26. Mazzafera P. 2002. Degradation of caffeine by microorganism and potential use

of decaffeinated coffee husk and pulp in animal feeding. Scient Agric. 59:815-821.

Miller GL. 1959. Use of dinitrosalicylic acid reagent for determination of reducing sugar. Anal Chem. 31:426-428.

Panggabean E. 2011a. Buku Pintar Kopi. Jakarta(ID): Agromedia Pustaka.

(33)

20

Purwoko T. 2007. Fisiologi Mikroba. Jakarta(ID): Bumi Aksara. Rahardjo P. 2013. Kopi. Jakarta(ID): Penebar Swadaya.

Richana N. 2002. Produksi dan prospek enzim xilanase dalam pengembangan bioindustri di Indonesia. Agrobiol. 5:29-36.

Rohman H. 2013. Produksi Kopi Secara Enzimatis Menggunakan Bakteri Proteolitik dan Kombinasi Bakteri Selulolitik dan Xilanolitik Dari Luwak. [skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.

Sanchez C. 2009. Lignocellulosic residues: biodegration and bioconversion by fungi. Biotechnol. Advan. 27:185-194.

Siswoputranto PS. 1993. Kopi Internasional dan Indonesia. Yogyakarta(ID): Penerbit Kanisius.

Sumarlin L. 2008. Aktivitas protease dari Bacillus circulans pada media pertumbuhan dengan pH tidak terkontrol. J UIN Jakarta. 1(2).

Surhaini. 2010. Pengaruh pH dan lama fermentasi oleh enzim selulase dalam proses hidrolisis untuk meningkatkan nilai gizi enceng gondok. Percikan 211: 0854-8996.

Susilo A. 2013. Produksi Kopi Luwak Sintesis Secara Enzimatis Menggunakan Bakteri Xilanolitik dan Kombinasi dengan Bakteri Proteolitik dan Selulolitik. [skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.

Velmourougane K. 2011. Effects of wet processing methods and subsequent soaking of coffee under different organic acids on cup quality. WJST. 1:32-38. Wilson K, Walker J. 2000. Principles and Techniques of Practical Biochemistry.

5th ed. Cambridge(GB): Cambridge University Press.

(34)

21 Lampiran 1 Metode analisis proksimat (AOAC 1995)

Kadar air

Pinggan alumunium dipanaskan pada suhu 105 oC, kemudian didinginkan di dalam desikator dan ditimbang beratnya. Lebih kurang 2 g contoh dimasukkan di dalam pinggan alumunium dan dipanaskan di dalam oven pada suhu 105 oC selama 1 jam (pengukuran 1 jam dimulai ketika suhu oven tepat 105 oC ). Setelah itu pinggan cepat-cepat dimasukkan di dalam desikator dan ditimbang setelah mencapai suhu kamar. Pemanasan diulang hingga diperoleh berat konstan. Sisa contoh dihitung sebagai total padatan dan berat yang hilang sebagai kadar air. Kadar air dihitung dengan rumus :

Kadar air = ����� ���� ����� ℎ−����� ��ℎ������� ℎ

����� ���� ����� ℎ x 100%

Kadar abu

Abu dalam bahan pangan ditetapkan dengan menimbang sisa mineral sebagai hasil pembakaran bahan organik pada suhu sekitar 550 °C. Penentuan dilakukan dengan memanaskan cawan porselin di dalam tanur, didinginkan di dalam desikator dan secepatnya ditimbang setelah dicapai suhu kamar. Contoh sekitar 2-3 g ditimbang di dalam cawan kemudian dibakar di dalam tanur pada suhu 550 °C hingga abu berwarna kelabu atau beratnya konstan, didinginkan di dalam desikator dan ditimbang secepatnya setelah mencapai suhu kamar. Kadar abu dihitung dengan rumusan sebagai berikut :

Kadar abu = ����� ���

����� ����� ℎ x 100%

Kadar protein

Contoh seberat 1 g didekstruksi dengan 5 ml asam sulfat pekat dengan katalisator CuSO4 sampai berwarna hijau jernih. Destilasi dilakukan setelah ditambahkan 5 ml air suling dan 15 ml NaOH 50%. Sebagai penampung digunakan 25 ml asam sulfat 0,02 N dan 2-3 tetes indikator mengsel. Hasil destilasi dititrasi dengan larutan NaOH 0,02 N. Prosedur blanko ditentukan seperti diatas tanpa menggunakan bahan yang dianalisis. Kadar protein dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Kadar protein = ���� 14 � 16.25

�� ����� ℎ x 100%

Keterangan :

(35)

22

Kadar lemak

Contoh sebanyak 3 g dimasukkan ke dalam kertas saring yang dibuat seperti kantong. Kemudian dimasukkan ke dalam soxhlet dan diekstraksi selama 6 jam dengan menggunakan petroleum benzene. Sebelumnya labu lemak dan batu didih dikeringkan di dalam oven 105 – 110 oC selama 1 jam, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Setelah ekstraksi cukup, pelarut dalam labu lemak diuapkan sampai habis lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang sampai diperoleh berat yang konstan. Kadar lemak dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Kadar lemak = �−�

� x 100%

Keterangan : a = berat contoh

c = berat labu dan batu didih setelah diekstraksi Kadar serat kasar

Prinsip uji ini adalah ekstraksi contoh dengan asam dan basa untuk memisahkan serat kasar dari bahan lain. Sebanyak 2-4 g sampel (a) ditimbang dan dibebaskan lemaknya dengan cara ekstraksi menggunakan soxhlet atau dengan cara mengaduk-mengendap-tuangkan sampel dalam pelarut organik sebanyak 3 kali. Sampel dikeringkan dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml. Ditambahkan 50 ml larutan H2SO4 1,25%, kemudian dididihkan selama 30 menit dengan menggunakan pendingin tegak. Selanjutnya ditambahkan 50 ml NaOH 3,25% dan dididihkan lagi selama 30 menit. Dalam keadaan panas, sampel disaring menggunakan corong bunchner yang berisi kertas saring Whatman 41 yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Endapan yang terdapat pada kertas saring berturut-turut dicuci menggunakan H2SO4 1,25% panas, air panas, dan etanol 96%. Kertas saring beserta isinya diangkat, dikeringkan dalam oven suhu 105 oC, didinginkan, dan ditimbang sampai bobot tetap (b).

Kadar serat kasar = �

� x 100%

Keterangan :

a = bobot sampel (g)

(36)

23 Lampiran 2 Metode analisis kinerja fermentasi dan kinerja produk

Pengujian aktivitas enzim xilanase

Nilai absorban yang diperoleh digunakan untuk menghitung konsentrasi gula pereduksi (X) melalui persamaan kurva standar xilosa. Aktivitas enzim dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

�������������� (� ��) =

(X sampel−X kontrol) x FP x 1000 BM gula pereduksi x waktu inkubasi

Keterangan :

BM : Bobot molekul FP : Faktor pengenceran

Pengujian gula pereduksi

Nilai gula pereduksi dapat diperoleh dengan menambahkan 2 ml DNS ke dalam 2 ml sampel (supernatan), kemudian dikocok dan dipanaskan dengan penangas air pada suhu 100 oC selama 15 menit. Larutan didiamkan sampai dingin dan diukur menggunakan spektrofotometer pada λ 540 nm.

Pengujian total gula

Pengujian total gula dilakukan dengan metode Fenol-H2SO4 (Dubois et al.

1956). Sebanyak 0.5 ml fenol 5% dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi 1 ml supernatan, dikocok dan ditambah 2.5 ml H2SO4 pekat. Larutan didiamkan sampai

dingin dan diukur menggunakan spektrometer pada λ 490 nm.

Pereaksi Sampel (ml) Blanko (ml) Kontrol (ml) Substrat (1%) 0.5 0.5 0.5

DNS - 1.0 1.0

Enzim ekstrak kasar 0.5 - 0.5 Akuades steril - 0.5 - Inkubasi 40oC, 60 menit Iya Tidak Tidak

DNS 1.0 - -

Vortex Iya Iya Iya

(37)

24

Pengujian aktivitas enzim protease dengan metode Kunitz yang dimodifikasi (Walter 1984)

Unit aktivitas setiap sampel dihitung dengan persamaan : �� =(Asp−Abl )

(Ast−Abl ) x P x 1/T

Keterangan :

UA = Jumlah tirosin yang dihasilkan per ml emzim enzim per unit Asp = Nilai absorbansi sampel

Abl = Nilai absorbansi blanko Ast = Nilai absorbansi standar P = Faktor pengenceran T = Waktu inkubasi

Pengujian kadar protein dengan metode Bradford (1976)

Penentuan kadar protein dilakukan dengan mengambil 0.4 ml sampel ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambah 4 ml larutan Bradford dan dikocok. Larutan didiamkan selama 15 menit dan diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 595 nm.

Pereaksi Sampel (ml) Blanko (ml) Standar (ml) Buffer Tris HCl (0,2 M)

pH 8

1.00 1.00 1.00

Buffer Kasein (1% w/v) 1.00 1.00 1.00

Tirosin standar (5 mM) - - 0.20

Akuades - 0.20 -

Larutan Enzim 0.20 - -

Diinkubasi pada suhu 37 oC selama 10 menit Asam trikloroasetat (0,1

M)

2.00 2.00 2.00

Larutan enzim - 0.20 0.20

Akuades 0.20 - -

Diinkubasi pada suhu 37 oC selama 10 menit kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit

Supernatan 1.5 1.5 1.5

Na2CO3 (0,4 M) 5.00 5.00 5.00

Pewarna folin (1:2) 1.00 1.00 1.00

(38)

25 Pengujian susut bobot substrat kulit kopi

Kertas saring yang telah dikeringkan dan ditimbang (diketahui bobotnya) diisi dengan kulit kopi hasil fermentasi dan dimasukkan ke dalam oven selama ±24 jam. Kertas saring dan kulit kopi yang telah kering ditimbang sampai bobotnya konstan. Selisih antara bobot kulit kopi sebelum fermentasi (W1) dan bobot kulit kopi setelah dikeringkan (W2) dihitung sebagai total susut bobot substrat.

Susut Bobot (%) = �1−�2

�1 � 100%

Pengujian asam-asam organik pada biji kopi dengan metode HPLC

Mula-mula dibuat larutan buffer (NH4)2HPO4 0.5% dengan pH 2.5 (larutan

A). Kemudian dibuat fasa gerak yaitu larutan B, dengan melarutkan asetonitrit 0.4% dalam larutan A. Pengujian dilakukan dengan melarutkan 1-2 g sampel dalam 50 ml larutan B lalu dihomogenkan dengan shaker pada kecepatan putar 145 rpm selama 30 menit. Kemudian larutan disaring dan diinjeksikan dengan kolom C18 pada panjang gelombang 214 dan 235 nm. Pembuatan standar

dilakukan dengan melarutkan dengan fasa gerak.

Asam organik (ppm) = �

�����

Keterangan : a = Area sampel b = Area standar

K = Konsentrasi standar V = Volume akhir g = gram sampel

Pengujian organoleptik (SCAA Protocols, 2009)

Mula-mula dilakukan penyangraian pada biji kopi hingga mencapai level light-medium selama 8-12 menit. Kemudian biji kopi dibiarkan dingin pada suhu ruang hingga mencapai suhu ± 20 oC. Biji kopi selanjutnya dapat disimpan di tempat gelap dan dingin (bukan lemari pendingin atau freezer) selama lebih dari 8 jam sebelum waktu pengujian untuk meminimalisasi paparan terhadap udara dan mencegah kontaminasi.

(39)

26

Lampiran 3 Diagram alir produksi kopi fermentasi

isolat bakteri

kopi fermentasi

substrat steril kultur

substrat kulit kopi dan biji

penggoresan (media padat)

diinkubasi 48 jam pada suhu ruang

diremajakan (media cair)

ditimbang dengan rasio 1 : 2

disterilisasi 121

o

C 20 menit diinkubasi 18-22

jam pada suhu ruang (100rpm)

(40)

27

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bukittinggi pada tanggal 9 Mei 1992 dari ayah Munardi dan ibu Arneti. Penulis adalah putri pertama dari dua bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Kota Jambi. Pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian.

Gambar

Gambar 1 Kurva turbidimetri ( ) dan aktivitas enzim () isolat Flx3 pada media xilan 0.5% yang diinkubasi pada suhu ruang
Tabel 3. Aktivitas spesifik tertinggi terjadi pada jam ke-63 yaitu sebesar 0.68
Gambar 3 Aktivitas
Gambar 3 dan Gambar 4 menunjukkan bahwa aktivitas enzim akan
+4

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, kajian utama dalam penelitian ini adalah besarnya potensi emisi dan potensi daya serap karbon pada tanaman jarak pagar dari aplikasi pemupukan N dari sumber

Contoh yang digunakan di dalam penelitian ini adalah air dari sumber air yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari kegiatan RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor, limbah cair

(2) Dalam hal belum dapat dilakukan perbaikan Jalan yang rusak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelenggara Jalan wajib memberi tanda atau rambu pada Jalan yang rusak

bahwa penilaian otentik merupakan penilaian yang dilakukan secara komprehensif untuk menilai mulai dari masukan (input), proses, dan keluaran (output)

Pada 2012, menjadi Kolegium terbaik yang menghasilkan Dokter Spesialis Obstetri Ginekologi dan Dokter Spesialis Obstetri Ginekologi Konsultan bermutu tinggi di

Dengan ini kami mengundang perusahaan saudara untuk megikuti klarifikasi penawaran paket pekerjaan Pembangunan Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan

Perancangan sistem informasi manajemen administrasi kampus ini, diterapkan sistem berbasis Electronic Office (E-Office) yang dapat memberikan kemudahan dalam menyimpan dan

Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) Surakarta dilaksanakan dengan beberapa tahap, yaitu : Penerimaan permintaan kredit limit dan atau perubahan serta dokumen