ANALISIS IKLIM MIKRO DI DALAM RUMAH TANAMAN UNTUK MEMPREDIKSI WAKTU PEMBUNGAAN DAN MASAK FISIOLOGIS
TANAMAN TOMAT MENGGUNAKAN METODE HEAT UNIT DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK
ABD. SYAKUR
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Analisis Iklim Mikro di Dalam Rumah Tanaman Untuk Memprediksi Waktu Pembungaan dan Masak Fisiologis Tanaman Tomat Menggunakan Metode Heat Unit dan Artificial Neural Network adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Januari 2012
Abd. Syakur
ABSTRACT
ABD.SYAKUR. Analysis of microclimate in a greenhouse in predicting flowering time and physiological maturity of tomato plants by using heat unit and artificial neural network method. Supervised by YONNY KOESMARYONO, HERRY SUHARDIYANTO and MUNIF GHULAMAHDI
The objective of the research was to analyze the microclimate in a greenhouse in order to predict flowering time and physiological maturity of tomato by using heat unit and artificial neural network method. The research was conducted at Indonesian Agroclimate and Hydrology Research Institute (IAHRI), Cimanggu, Bogor during the period of August – December 2010. Determining heat unit was done by using temperature daily average data, and artificial neural network (ANN) by using Matlab software. Measured data were divided into two parts: one part was for training data, and the other part was for testing. The performance of ANN model was described by the value of correlation coefficience (R). The validation process that were ANN performance test on sample data never used before in the training was done by calculating the RMSE (Root Mean Square Error), Standard Error of Prediction (SEP) and Coefficient Variation (CV). The result indicated that the heat unit during the growth of the plants was 1661 oC day while the average temperature inside the greenhouse during the research was 27.1 oC, the average humidity was 74.2 %, and solar radiation intensity was 9.3 MJ/m2/day. The R values based on the prediction of flowering time was 0.51, with value of RMSE, SEP and CV were 4.88, 26.43 and 69%. The R values based on the physiological maturity was 0.63 while RMSE, SEP and CV were 2.1, 4.63 and 9 %, respectively.
The result of mesurement in the field indicated that the average flowering time in the greenhouse was 34 dap (days after planting), and based on ANN simulation model flowering time was 31 dap. The result of measurement indicated that of physiological maturity was 49 daf (day after flowering), and based on ANN simulation model was 48 daf.
RINGKASAN
ABD. SYAKUR. Analisis Iklim Mikro di Dalam Rumah Tanaman Untuk Memprediksi Waktu Pembungaan dan Masak Fisiologis Tanaman Tomat Dengan Menggunakan Metode Heat Unit dan Artificial Neural Network. Dibimbing oleh YONNY KOESMARYONO, HERRY SUHARDIYANTO dan MUNIF GHULAMAHDI.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis iklim mikro di dalam rumah tanaman untuk memprediksi waktu pembungaan dan masak fisiologis tanaman tomat dengan menggunakan metode heat unit dan artificial neural network (ANN). Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Desember 2010 di rumah tanaman Balai Penelitian Agroklimatologi dan Hidrologi, Cimanggu, Bogor. Penentuan heat unit dilakukan dengan menggunakan data rata-rata suhu udara harian di dalam rumah tanaman. Sedang analisis data untuk pemodelan ANN dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak (software) Matlab. Dalam pemodelan ANN, data pengukuran di lapangan dipilah menjadi dua bagian; satu bagian digunakan untuk data pelatihan (training) dan satu bagian lainnya digunakan untuk data pengujian (testing). Model yang diperoleh dari data pelatihan digunakan untuk data pengujian. Untuk mengevaluasi performa model ANN atau kinerja jaringan ditentukan dari nilai koefisien korelasi (R) yang diperoleh dari data pelatihan (training), sedang untuk pengujian (testing) dihitung dari nilai RMSE (root mean square error), Standard Error of Prediction (SEP) dan Coefficient of Variation (CV) antara nilai hasil prediksi berdasarkan pemodelan ANN dan nilai pengukuran di lapangan (observasi).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa heat unit pertumbuhan tanaman tomat sejak semai sampai masak fisiologis adalah 1661 oC hari, dengan rata-rata suhu udara di dalam rumah tanaman selama penelitian berlangsung adalah 27.1 oC, rata-rata kelembaban udara adalah 74.2 %, dan rata-rata intensitas radiasi surya 9.3 MJ/m2/hari.
Nilai R hasil prediksi waktu pembungaan adalah 0.51, dengan nilai RMSE, SEP dan CV masing-masing 4.88, 26.43 dan 69%. Nilai R untuk masak fisiologis adalah 0.63, dengan nilai RMSE, SEP dan CV masing-masing 2.1, 4.63 dan 9%. Dari hasil pengukuran di lapangan menunjukkan rata-rata waktu pembungaan tanaman tomat di dalam rumah tanaman yaitu pada 34 HST atau dengan satuan panas (heat unit) 590 oC hari, sedang berdasarkan hasil prediksi dengan pemodelan ANN yakni 31 HST atau dengan satuan panas 539 oC hari. Rata-rata waktu masak fisiologis adalah 49 HSP (hari setelah pembungaan) atau dengan satuan panas 848 oC hari, sedang berdasarkan hasil pemodelan ANN adalah 48 HSP atau dengan satuan panas 831 oC hari.
Metode ANN belum efektif dalam memprediksi waktu pembungaan dan masak fisiologis tanaman tomat dengan menggunakan data iklim mikro dan data agronomis tanaman. Untuk memperoleh hasil prediksi ANN yang lebih akurat dibutuhkan jumlah sampel yang lebih banyak dengan melakukan penanaman beberapa kali musim tanam sehingga akurasi ANN untuk memprediksi waktu pembungaan dan masak fisiologis tanaman tomat dapat ditingkatkan.
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
ANALISIS IKLIM MIKRO DI DALAM RUMAH TANAMAN UNTUK MEMPREDIKSI WAKTU PEMBUNGAAN DAN MASAK FISIOLOGIS
TANAMAN TOMAT MENGGUNAKAN METODE HEAT UNIT DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK
ABD. SYAKUR
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada
Program Studi Agroklimatologi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Penguji pada Ujian Tertutup : 1. Prof. Dr. Ir. Kudang Boro Seminar, M. Sc (Guru Besar pada Departemen Ilmu Keteknikan Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian IPB) 2. Dr. Ir. Impron, M. Agr Sc
(Staf Pengajar pada Departemen Geofisika dan Meteorologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB)
Penguji pada Ujian Terbuka : 1. Dr. Ir. Rini Hidayati, MS
(Staf Pengajar pada Departemen Geofisika dan Meteorologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB)
2. Dr. Ir. Sandra Arifin Azis, MS
(Staf Pengajar pada Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB)
Judul Penelitian : Analisis Iklim Mikro di Dalam Rumah Tanaman Untuk Memprediksi Waktu Pembungaan dan Masak Fisiologis Tanaman Tomat Menggunakan Metode Heat Unit dan Artificial Neural Network
Nama : Abd. Syakur N R P : G261060031
Program Studi : Klimatologi Terapan
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS Ketua
Prof. Dr. Ir. Herry Suhardiyanto, M.Sc Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS Anggota Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Handoko, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr
PRAKATA
Puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian ini adalah Analisis Iklim Mikro di Dalam Rumah Tanaman Untuk Memprediksi Waktu Pembungaan dan Masak Fisiologis Tanaman Tomat Menggunakan Metode Heat Unit dan Artificial Neural Network.
Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :
RIWAYAT HIDUP
Abd. Syakur dilahirkan di Donggala, Sulawesi Tengah pada tanggal 16 Januari 1968 sebagai anak kedua dari lima bersaudara dari ayah (alm) Muh. Wahis dan ibu (alm) Rohana Mansur. Pada 2 September 2000 di Jakarta penulis menikah dengan Dilla Hikmayanti.
DAFTAR ISI
2.1 Pengaruh Naungan Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman ... 11
2.2 Pengaruh Radiasi Surya Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman ... 16
2.3 Pengaruh Suhu Udara Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman ... 19
3.3.1 Pengamatan/Pengukuran Iklim Mikro ... 38
3.3.2 Pengukuran Komponen Agronomi ... 39
3.3.3 Perhitungan Satuan Panas (Heat Unit)………... 39
3.3.4 Teknik Budidaya Tomat di dalam Rumah Tanaman…… 40
3.3.5 Penyusunan Model Artificial Neural Network ... 41
3.3.6 Analisis Data ... 46
4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 47
4.1. Kondisi Iklim Mikro di Dalam Rumah Tanaman ... 50
4.2. Fase Perkembangan Tanaman Tomat di Dalam Rumah Tanaman (heat unit) ... 54
4.3. Prediksi Waktu Pembungaan dan Masak Fisiologis Tanaman dengan Pemodelan ANN ... 51
5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 60
5.1. Kesimpulan ... 60
5.2. Saran ... 60
DAFTAR PUSTAKA ... 61
DAFTAR TABEL
Halaman 1 Beberapa Penelitian yang Menggunakan Metode ANN ... 9 2 Panjang gelombang radiasi dan pengaruhnya pada tumbuhan
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Proses perpindahan panas dalam rumah tanaman (diadaptasi dari
Suhardiyanto, 2009) ... 8 2. Pertumbuhan tanaman sebagai fungsi suhu pada empat spesies
tumbuhan (Sumber : Salisbury dan Ross 1995)... 21 3. Aktivitas enzim dan suhu. I laju reaksi dengan Q10 = 2 khas
untuk berbagai reaksi kimia yang dikendalikan enzim. III reaksi dengan Q10 = 6 khas untuk denaturasi protein. II kurva perkiraan selisih antara laju reaksi enzim dan
Denaturasi (Sumber : Salisbury dan Ross 1995)... 22
4. Susunan neuron manusia (a) ... 30 5. Susunan neuron manusia (b) ... 30 6. Model matematika ANN ... 31 7. Model multilayer neural network (Rich dan Knight, 1983) ... 32 8. Multilayer feedforward network ... 33 9. Diagram alir (flow chart) pemodelan dengan metode ANN ... 41 10. Struktur ANN yang dikembangkan untuk waktu pembungaan ... 43 11 Struktur ANN yang dikembangkan untuk masak fisiologis ... 44 12. Suhu udara di dalam rumah tanaman selama penelitian berlangsung ... 47 13. Kelembaban udara di dalam rumah tanaman selama penelitian ... 48 14. Intensitas radiasi surya di dalam rumah tanaman selama penelitian
berlangsung ... 49 15. Hasil pelatihan (a) dan pengujian (b) waktu pembungaan tanaman
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Cuaca dan iklim merupakan peubah utama yang mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Alasan utama yang melandasi
pentingnya mempelajari pengaruh cuaca pada tanaman yaitu : 1). pengetahuan
tentang cuaca tersebut akan membantu pemulia tanaman untuk memilih kultivar
yang cocok terhadap kondisi iklim tempat tumbuh tanaman; 2). dasar tersebut
akan membantu ahli agronomi dan fisiologi untuk menghitung efek cuaca pada
pertumbuhan, perkembangan, dan hasil tanaman sehingga mereka dapat
memutuskan pengaruh perlakuan dalam setiap percobaannya.
Iklim adalah salah satu faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas
dan dapat mengoptimalisasi penggunaan sumberdaya dalam sistem produksi
(Koesmaryono et al. 1997). Pada pertumbuhan tanaman hampir semua unsur cuaca sangat mempengaruhinya, sedangkan faktor yang paling berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman adalah suhu udara dan panjang
hari (Handoko 1994). Produk fotosintesis bruto sangat ditentukan oleh radiasi
Photosintetically Active Radiation (PAR), sedangkan suhu udara dan radiasi inframerah sangat menentukan laju respirasi.
Sampai saat ini budidaya tanaman di dalam greenhouse (rumah tanaman) telah digunakan oleh hampir seluruh negara di dunia, khususnya pada ketinggian
menengah karena hal itu dapat memungkinkan pengendalian kondisi meteorologi
yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Haraguchi
et al. 2005). Suhardiyanto (2009) mengemukakan bahwa penggunaan greenhouse dalam budidaya tanaman merupakan salah satu cara untuk memberikan
lingkungan yang lebih mendekati kondisi optimum bagi pertumbuhan tanaman.
Selanjutnya disebutkan bahwa penggunaan greenhouse (rumah tanaman) memungkinkan dilakukannya modifikasi lingkungan yang tidak sesuai bagi
pertumbuhan tanaman menjadi lebih mendekati kondisi optimum bagi
pertumbuhan tanaman.
Penggunaan naungan rumah plastik atau dalam istilah Suhardiyanto (2009)
“rumah tanaman” diterapkan untuk menjawab tingginya permintaan akan
2
digunakan tanaman tomat (Lycopersicum esculentum Mill) yang dibudidayakan dalam rumah tanaman sebagai indikator karena tanaman ini merupakan kebutuhan
sehari-hari yang dikonsumsi masyarakat, dan seringkali petani kita mengalami
kesulitan dalam budidaya tanaman tomat karena kendala cuaca/iklim (utamanya di
saat musim hujan). Disamping itu, tanaman tomat juga merupakan salah satu
tanaman yang penting dan utama di Indonesia. Tomat menempati peringkat
kelima dari produksi buah-buahan dan sayuran di Indonesia (Impron 2011)
Pertumbuhan dan perkembangan tanaman merupakan rangkaian proses
pembelahan sel dan diferensiasi sel dalam bentuk dua fase, yaitu vegetatif dan
generatif Tumbuhan tumbuh karena adanya meristem yang menghasilkan sel baru,
yang kemudian membesar dan berdiferensiasi. Fase perkembangan sel melalui
pembelahan dan pembesaran serta diferensiasi sel terjadi setiap saat pada akar,
batang dan daun (vegetatif). Tumbuhan meningggalkan catatan riwayat
pertumbuhan dan memberikan kemungkinan untuk menduga potensi
pertumbuhannya. Sesudah akar, batang dan daun kemudian terbentuk bunga, buah
dan biji (generatif) untuk melestarikan spesies dan melengkapi daur hidupnya
(Salisbury dan Ross 1995).
Pertumbuhan dan perkembangan tanaman berlangsung secara
terus-menerus sepanjang daur hidupnya, bergantung pada tersedianya meristem, hasil
asimilasi, hormon dan substansi pertumbuhan lainnya, serta lingkungan yang
mendukung. Secara agronomi pertumbuhan tanaman dapat dinyatakan sebagai
fungsi genotype dan lingkungan. Meristem pucuk menghasilkan pemula daun
atau pembungaan, tergantung pada fotoperiode dan kemungkinan interaksi dengan
temperatur. Setelah induksi pembungaan, terjadi transisi morfologis meristem
dari keadaan vegetatif ke keadaan generatif (Gardner et al. 1991).
Secara fisiologi pertumbuhan dan perkembangan tanaman adalah
penggunaan bahan makanan untuk pembentukan protoplasma dan dinding sel.
Protoplasma terbentuk dari protein, sedangkan dinding sel terbentuk dari
karbohidrat. Untuk kegiatan pertumbuhan (pembelahan sel secara mitosis),
pengangkutan air, karbohidrat dan protein serta zat-zat lain ke arah mesitem harus
berjalan lancar melalui pembuluh xilem da floem. Akibatnya terbentuk
3
dimulai dengan pembelahan dari sel meristem ranting dan dahan melalui
pembelahan miosis menjadi sel-sel meristem generatif. Perubahan ini terjadi
akibat masuknya macam-macam zat hormon dan zat lain ke dalam sel meristem.
Perubahan dari meristem vegetatif ke generatif membawa perubahan besar
terhadap kehidupan tanaman : aktivitas respirasi meningkat, asimilasi meningkat,
dan dengan demikian kecepatan pengangkutan air, makanan dan hara ke arah
bunga juga meningkat (Darmawan dan Baharsjah 2010). Secara agronomi dan
fisiologi pertumbuhan dan perkembangan tanaman dari fase vegetatif ke generatif
merupakan suatu rangkaian yang berlangsung secara teratur untuk melengkapi
daur hidup suatu tanaman. Hal ini dapat dibuat suatu pola dalam bentuk kurva
pertumbuhan yang berbentuk sigmoid.
Tanaman akan memberikan respon fisiologi akibat interaksinya dengan
lingkungan. Respon ekofisiologi sangat menentukan pertumbuhan dan
perkembangan, termasuk peningkatan produksi tanaman. Proses-proses
ekofisiologi mempengaruhi efisiensi fotosintesis, juvenilitas, pembungaan,
pembuahan, perkecambahan, dan penuaan. Lingkungan biotik yang direspon
tersebut antara lain : cahaya, suhu, dan kelembaban (Chozin 2006).
Campbell et al. (2001) mengemukakan masa pembungaan adalah periode waktu antara terbentuknya bunga (jantan dan betina), kemudian terjadi
penyerbukan dan diikuti terbentuknya bakal buah. Sedangkan masa pematangan
adalah terbentuknya buah secara sempurna sampai masak fisiologis.
Waktu pembungaan dan matang fisiologis tanaman tomat merupakan fase
pertumbuhan generatif tanaman yang perlu diketahui. Dengan mengetahui hal
tersebut maka persiapan waktu panen dan produksi dapat lebih terencana atau
dapat dipersiapkan dengan baik, baik dari segi kuantitas maupun kualitas.
1.2. Perumusan Masalah
Dalam pembangunan pertanian, sumberdaya iklim seringkali tidak
memperoleh perhatian yang serius dibanding faktor tanah dan lainnya
(Koesmaryono 2005). Selanjutnya disebutkan bahwa di dalam budidaya pertanian
sering terjadi ketidakharmonisan antara sistem pertanaman dan karakteristik
4
Pemberian naungan pada tanaman tertentu akan menyebabkan tanaman
tersebut memperoleh intensitas radiasi matahari dan suhu udara yang lebih sesuai
untuk pertumbuhannya. Dengan demikian pengaruh yang merugikan dari
intensitas radiasi surya yang berlebihan dan suhu udara yang tinggi dapat
dikurangi atau dihilangkan.
Penggunaan rumah tanaman merupakan salah satu metode budidaya
tanaman dalam lingkungan yang terkendali (Controlled Environment Agriculture). Lingkungan pertumbuhan tanaman dijaga untuk berada atau mendekati kondisi
optimum bagi tanaman yang dibudidayakan (Suhardiyanto 2009).
Pengendalian lingkungan dapat meliputi beberapa parameter lingkungan,
seperti cahaya, suhu, kelembaban, konsentrasi CO2 dan sebagainya. Untuk kondisi
di kawasan yang beriklim tropika basah, pengendalian suhu udara sangatlah
penting. Kondisi lingkungan di sekitar tanaman perlu dijaga agar selalu mendekati
keadaan optimum bagi pertumbuhan tanaman (Suhardiyanto 2009).
Radiasi surya yang dibutuhkan oleh tanaman dapat masuk ke dalam rumah
tanaman sedangkan tanaman terhindar dari kondisi lingkungan yang tidak
menguntungkan, yaitu suhu udara yang terlalu rendah, curah hujan yang terlalu
tinggi, dan tiupan angin yang terlalu kencang. Di dalam rumah tanaman,
parameter lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman, yaitu
radiasi surya, suhu udara, kelembaban udara, pasokan nutrisi, kecepatan angin,
dan konsentrasi karbondioksida dapat dikendalikan dengan lebih mudah.
Penggunaan rumah tanaman memungkinkan dilakukannya modifikasi lingkungan
yang tidak sesuai bagi pertumbuhan tanaman menjadi lebih mendekati kondisi
optimum bagi pertumbuhan tanaman (Suhardiyanto 2009).
Modifikasi iklim mikro (microclimate) dengan menggunakan rumah tanaman dimaksudkan agar tanaman yang dibudidayakan dapat memperoleh
iklim/cuaca dan lingkungan tumbuh yang optimal sehingga dapat diperoleh
kuantitas dan kualitas produksi yang optimal. Disamping itu, teknologi ini
memungkinkan produksi secara lebih terencana, baik dan segi kuantitas, kualitas,
maupun waktu panen.
Dalam bidang pertanian, untuk menentukan faktor yang paling
5
mengalami kesulitan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan hasil
tanaman seperti tanah, cuaca/iklim, dan manajemen adalah sangat kompleks,
dimana untuk menentukan faktor yang paling berpengaruh dengan menggunakan
statistik seringkali tidak diperoleh hasil yang akurat.
Elizondo et al. (1994) menggunakan model Artificial Neural Network (ANN) untuk memprediksi waktu pembungaan dan masak fisiologis tanaman
kedelai dengan menggunakan parameter input yang terdiri dari data iklim (suhu
maksimum, suhu minimum, dan fotoperiod) yang ditempatkan sebagai input layer. Suhardiyanto et al. (2007) mengembangkan model ANN untuk pendugaan suhu udara dalam rumah tanaman dengan menempatkan faktor lingkungan, seperti
kecepatan angin, kelembaban udara, radiasi matahari, suhu udara di luar rumah
tanaman, dan kemiringan atap dijadikan sebagai parameter input (Xi). Suhu udara
di dalam rumah tanaman dijadikan sebagai parameter output (Yk).
Hubungan filosofi antara input layer yakni parameter iklim mikro adalah
faktor iklim (intensitas radiasi surya, suhu dan kelembaban udara) menentukan
laju pertumbuhan vegetative tanaman (tinggi tanaman, jumlah daun, dan jumlah
tangkai daun). Sebagai contoh intensitas radiasi surya yang tinggi akan
menghasilkan fotosintesis yang tinggi sehingga pertumbuhan lebih cepat.
Penelitian ini menggunakan metode heat unit dan pemodelan Artificial Neural Network (ANN) untuk menentukan waktu pembungaan dan masak fisiologis tanaman tomat yang ditumbuhkan di dalam rumah tanaman sebagai
parameter output (Yk) dan parameter input berbasis pada data iklim dan data
agronomis tanaman.
1.3. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah :
1). Menentukan fase pertumbuhan dan perkembangan tanaman tomat dengan
pendekatan konsep satuan panas (heat unit).
2). Menganalisis karakteristik iklim mikro (microclimate) di dalam rumah tanaman untuk memprediksi waktu pembungaan dan masak fisiologis
6
1.4. Hasil yang Diharapkan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang keterkaitan
faktor iklim/cuaca dan faktor agronomis tanaman dalam memprediksi waktu
pembungaan dan masak fisiologis tanaman tomat yang ditumbuhkan di dalam
rumah tanaman dengan menggunakan metode ANN. Selain itu, model ANN yang
dibangun juga dapat digunakan untuk memprediksi parameter pertumbuhan
tanaman lainnya seperti tinggi tanaman, jumlah daun, dan jumlah tangkai daun
tanaman tomat.
1.5. Kerangka Pemikiran
Radiasi surya yang masuk ke dalam rumah tanaman sebagian akan
mengalami pemencaran (refleksi) ke angkasa, sedangkan sebagian lainnya diteruskan (transmisi) ke dalam rumah tanaman dan diserap (absorbsi) oleh penutup rumah tanaman dan tanaman yang ada di dalamnya.
Proses aliran energi dalam rumah tanaman selengkapnya dapat dilihat pada
Gambar 1.
Gambar 1. Proses perpindahan panas dalam rumah tanaman (diadaptasi dari Suhardiyanto 2009).
Ventilasi
Konveksi
Konduksi Konveksi
Radiasi termal ke angkasa
Evaporasi Evapotranspirasi Radiasi
Surya
7
Radiasi surya yang merupakan radiasi gelombang pendek setelah
memasuki rumah tanaman berubah menjadi radiasi gelombang panjang. Radiasi
tersebut selanjutnya dipantulkan dan mengenai atap rumah tanaman serta
dipantulkan kembali ke dalam rumah tanaman yang menyebabkan suhu udara
lebih tinggi dibandingkan dengan suhu udara di luar rumah tanaman. Karena
radiasi surya terdiri dari berbagai spektrum panjang gelombang, maka dilakukan
pengukuran terhadap intensitas radiasi surya yang masuk ke dalam rumah
tanaman. Demikian halnya dengan komponen cuaca/iklim lainnya seperti suhu
dan kelembaban udara.
Pengukuran parameter tanaman dilakukan untuk mengetahui seberapa
besar respon tanaman terhadap iklim/cuaca yang ada di dalam rumah tanaman,
utamanya terhadap waktu pembungaan dan matang fisiologis tanaman tomat.
Pengukuran parameter tanaman seperti tinggi tanaman, jumlah daun, dan jumlah
tangkai daun dimaksudkan untuk dijadikan sebagai parameter input (input layer) digabungkan dengan parameter iklim/cuaca (intensitas radiasi surya, suhu udara
dan kelembaban udara) dalam pemodelan ANN untuk memprediksi waktu
pembungaan dan masak fisiologis tanaman tomat.
Metode ANN sudah banyak diterapkan untuk melakukan prediksi dalam
bidang klimatologi dan hidrologi. Lee et al. (1998) melakukan interpolasi spasial untuk menduga curah hujan harian di 367 titik berdasarkan data curah hujan dari
100 stasiun yang terdekat di Swiss. Model linier menggunakan ANN
menghasilkan prediksi yang sangat baik, sedangkan model linier di daerah yang
kecil memberikan hasil prediksi yang buruk.
Koesmaryono et al. (2007) telah memanfaatkan model ini untuk melakukan analisis dan prediksi curah hujan dan memanfaatkannya untuk
pendugaan produksi padi dalam rangka antisipasi kerawanan pangan di sentra
produksi Pulau Jawa. Model prediksi curah hujan yang disusun tersebut memiliki
sensivitas yang beragam, berkisar dari 0.380 di Ngale Ngawi hingga 0.848 di
Baros Serang. Model secara umum mampu menjelaskan 80 – 91% keragaman
8
ANN juga telah banyak digunakan dalm bidang pertanian dan
kehutananan. Liu et al. (2001) menggunakan ANN untuk memprediksi hasil tanaman jagung. Suhardiyano et al. (2006) menggunakan ANN dan algoritma genetik untuk menentukan waktu fertigasi pada sistem hidroponik tanaman
ketimun yang ditumbuhkan dalam rumah tanaman (greenhouse). Hasil analisis menunjukkan ANN mampu menjelaskan hubungan antara faktor lingkungan dan
volume fertigasi untuk sistem hidroponik berdasarkan kebutuhan air tanaman;
hasil yang diperoleh menunjukkan nilai prediksi menghampiri nilai pengukuran di
lapangan. Koefisien determinasi (R2) antara hasil prediksi dan nilai pengukuran
yaitu 0.9673, 0.9432 dan 0.8248 masing-masing pada fase vegetatif, pembungaan,
dan pembuahan.
Beberapa hasil penelitian lainnya yang terkait dengan model ANN dapat
9
Tabel 1. Beberapa penelitian terkait yang menggunakan metode ANN
No. Bidang Penulis (author) Fokus kajian pakan ternak dengan algoritma genetik dan ANN.
7. Pertanian Kaul et al. 2003 Model ANN untuk memprediksi hasil tanaman jagung dan kedelai. 8. Hidrologi Bowden et al. 2003 Penentuan input untuk model ANN dalam aplikasi sumberdaya air.
9. Pertanian Rowland et al.2004 ANN untuk menentukan indikator seleksi pertanian yang berkelanjutan.
10. Pertanian Soehardiyanto 2007 Pendugaan suhu udara dalam rumah tanaman dengan indikator faktor-faktor lingkungan.
Dari berbagai perkembangan riset yang menggunakan model ANN
sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, penelitian ini mengembangkan
model ANN untuk memprediksi waktu pembungaan dan masak fisiologis
tanaman tomat dengan menggunakan data iklim (suhu udara, kelembaban udara,
dan intensitas radiasi surya) serta data agronomis tanaman (tinggi tanaman,
jumlah daun, dan jumlah tangkai daun). Selain itu, model ANN yang
dikembangkan juga dapat digunakan untuk memprediksi faktor pertumbuhan
tanaman tomat lainnya, seperti tinggi tanaman, jumlah daun, dan jumlah tangkai
11
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengaruh Naungan Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman
Salah satu bentuk modifikasi iklim mikro pada tanaman yaitu dengan
penggunaan naungan rumah plastik. Rumah plastik atau rumah kaca (greenhouse) adalah suatu bangunan yang ditutup dengan benda transparan untuk melindungi
tanaman dari pengaruh negatif lingkungan. Akibat penutupan ini akan diatur jenis
spektrum matahari yang dibutuhkan oleh tanaman dengan menggunakan jenis
penutup.
Struktur greenhouse berinteraksi dengan parameter iklim di sekitar greenhouse dan menciptakan iklim mikro di dalamnya berbeda dengan parameter iklim di sekitar greenhouse. Hal ini disebut sebagai peristiwa efek rumah kaca (greenhouse effect). Suhardiyanto (2009) menyebutkan greenhouse effect disebabkan oleh dua hal, yaitu:
1. Pergerakan udara di dalam greenhouse yang relatif sangat sedikit atau cenderung stagnan. Karena struktur greenhouse yang tertutup dan laju pertukaran udara di dalam greenhouse dengan lingkungan luar yang sangat kecil. Hal ini menyebabkan suhu udara di dalam greenhouse cenderung lebih tinggi daripada di luar.
2. Radiasi matahari gelombang pendek yang masuk ke dalam greenhouse melalui atap diubah menjadi radiasi gelombang panjang. Radiasi gelombang panjang
ini tidak dapat keluar dari greenhouse dan terperangkap di dalamnya. Hal ini menimbulkan greenhouse effect yang menyebabkan meningkatnya suhu udara di dalam greenhouse.
Radiasi gelombang pendek yang masuk ke dalam greenhouse diubah menjadi gelombang panjang karena melewati bahan penutup, yaitu atap dan
dinding serta dipantulkan oleh lantai maupun bagian konstruksi greenhouse. Radiasi gelombang panjang yang terperangkap di dalam greenhouse menyebabkan naiknya suhu udara di dalam greenhouse. Untuk mengatasi masalah tersebut, perlu diperhatikan bentuk greenhouse maupun sirkulasi udara di dalamnya (Suhardiyanto 2009).
12
jika greenhouse tersebut dibangun untuk fasilitas produksi tanaman sepanjang tahun. Kaca merupakan bahan utama dalam pembuatan greenhouse (Suhardiyanto 2009).
Begitu juga yang terjadi di Indonesia, greenhouse pada umumnya dibangun menggunakan kaca sebagai atap dan dinding. Itulah sebabnya
greenhouse kemudian identik dengan glasshouse dan diterjemahkan sebagai rumah kaca. Namun dalam perkembangannya, penggunaan kaca sebagai bahan
penutup greenhouse sudah jauh tertinggal dibandingkan dengan penggunaan plastik. Sehingga, istilah rumah kaca sebagai terjemahan dari greenhouse sudah kurang tepat lagi. Agar lebih mencerminkan fungsi greenhouse sebagai bangunan perlindungan tanaman maka digunakan istilah “rumah tanaman” sebagai
terjemahan dari greenhouse (Suhardiyanto 2009).
Rumah tanaman merupakan suatu bangunan yang berfungsi untuk
melindungi tanaman dari berbagai macam gangguan cuaca seperti hujan, angin,
dan intensitas radiasi matahari yang tinggi serta melindungi tanaman dari
serangan hama penyakit. Pada umumnya rumah tanaman diperlukan untuk
tanaman yang memiliki nilai ekonomi yang cukup penting seperti berbagai jenis
tanaman bunga-bungaan (diantaranya mawar, anyelir, gladiol, anggrek, dan
krisan), tanaman sayur-sayuran (diantaranya tomat, kapri, brokoli, sawi, dan
paprika), tanaman buah-buahan (diantaranya melon, anggur, dan semangka).
Selain itu, rumah tanaman di Indonesia sangat sesuai diterapkan untuk tanaman
komoditas ekspor yang menghendaki kualitas baik dan ukuran yang seragam
(Noor 2006).
Penggunaan rumah tanaman di kawasan yang beriklim tropika semakin
banyak, sebagai bangunan pelindung tanaman dalam budidaya sayuran daun,
sayuran buah, dan bunga. Tingginya suhu udara di dalam rumah tanaman dapat
mencapai tingkat yang memicu cekaman pada tanaman. Masalah lainnya adalah
tingginya kelembaban udara serta seringnya kerusakan atap rumah tanaman akibat
angin yang kencang (Suhardiyanto 2009). Selanjutnya disebutkan bahwa
tingginya kelembaban udara dapat rnengganggu pertumbuhan tanaman karena
merangsang pertumbuhan jamur yang rnenimbulkan penyakit pada tanaman. Oleh
13
perlu dikembangkan sesuai dengan kondisi iklim yang panas dan lembab tersebut.
Hal ini akan meningkatkan efisiensi penggunaan energi dalam pengendalian iklim
mikro di dalam rumah tanaman agar mendekati kondisi optimum bagi
pertumbuhan tanaman.
Di kawasan yang beriklim tropika basah, rumah tanaman berfungsi
sebagai bangunan pelindung tanaman pada budidaya tanaman dengan media tanah
maupun dengan sistem hidroponik. Untuk kawasan yang beriklim tropika basah
seperti di Indonesia konsep rumah tanaman dengan umbrella effect dipandang lebih sesuai. Rumah tanaman lebih ditujukan untuk melindungi tanaman dari
hujan, angin, dan hama. Selain itu, rumah tanaman dibangun untuk mengurangi
intensitas radiasi matahari yang berlebihan, mengurangi penguapan air dari daun
dan media, serta memudahkan perawatan tanaman (Suhardiyanto 2009).
Berdasarkan fungsi tersebut maka tidak tepat jika rancangan rumah
tanaman di kawasan yang beriklim tropika basah menggunakan rancangan rumah
tanaman subtropika yang umumnya dikembangkan dengan konsep greenhouse effect. Untuk kawasan yang beriklim tropika basah, rancangan rumah tanaman yang telah dikembangkan di kawasan yang beriklim subtropika perlu diadaptasi
dengan konsep umbrella effect tersebut. Rancangan rumah tanaman untuk kawasan yang berikim tropika basah sering disebut juga adapted greenhouse (Suhardiyanto 2009).
Ketika rumah tanaman mulai diperkenalkan di kawasan yang beriklim
tropika, terjadi adaptasi rancangan atap dari berbagai rumah tanaman yang umum
digunakan di kawasan yang beriklim subtropika. Adaptasi tersebut menjadi tiga
jenis rumah tanaman yang kemudian umum digunakan di kawasan yang beriklim
tropika, yaitu semi monitor, modified standard peak, dan modified arch. Masing-masing tipe rumah tanaman tersebut dilengkapi dengan bukaan ventilasi pada
bubungan. Bukaan ventilasi ini dibuat agar udara di dalam rumah tanaman yang
suhunya lebih tinggi dibandingkan dengan udara luar dapat mengalir keluar
melalui bukaan tersebut secara lancar (Suhardiyanto, 2009).
Suhardiyanto (2009) mengemukakan bahwa rancangan rumah tanaman
yang paling sesuai dan banyak digunakan di kawasan yang beriklim tropika
14
atau lebih. Tipe atap tersebut memungkinkan bukaan ventilasi pada bubungan
rumah tanaman dapat dibuat dengan mudah dan strukturnya cukup stabil menahan
angin yang kencang. Untuk kawasan yang beriklim tropika orientasi rumah
tanaman sebaiknya memanjang ke timur dan barat sehingga atap rumah tanaman
menghadap ke utara dan selatan. Hal ini rnemungkinkan cahaya matahari dapat
mengenai tanaman secara lebih merata sepanjang hari. Namun, perbedaan yang
diakibatkan oleh perbedaan orientasi rumah tanaman ini tidak besar.
Modified standard peak greenhouse banyak digunakan di Indonesia karena sesuai dengan kondisi iklim Indonesia yang memiliki intensitas radiasi matahari
dan curah hujan yang tinggi. Bentuk atap berundak dengan kemiringan tertentu
mempercepat aliran air hujan ke arah ujung bawah atap. Bentuk atap standard peak dengan kemiringan sudut 250 - 350 tergolong optimal dalam mentransmisikan radiasi matahari (Suhardiyanto 2009).
Dengan bukaan ventilasi pada bagian bubungan, suhu udara di dalam
rumah tanaman tipe ini dapat dipertahankan pada tingkat yang dapat ditolerir oleh
tanaman. Hal ini terjadi karena pertukaran udara berlangsung melalui bukaan
ventilasi pada bubungan dan dinding yang ditutup dengan screen. Ketika tidak ada angin bertiup, udara masih dapat keluar dari rumah tanaman melalui bukaan pada
atap. Perbedaan kerapatan udara terjadi karena perbedaan suhu udara. Suhu udara
di bagian atas rumah tanaman cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan suhu
udara di bagian bawah. Hal ini menyebabkan terjadinya aliran udara ke atas, yaitu
ke arah bukaan pada atap, sehingga berlangsunglah ventilasi alamiah. Ketika
angin bertiup, ventilasi alamiah berlangsung secara lebih lancar (Suhardiyanto
2009).
Ventilasi alamiah perlu menjadi salah satu aspek pertimbangan yang
penting dalam perancangan struktur rumah tanaman di kawasan yang beriklim
tropika basah. Hal ini karena ventilasi alamiah merupakan metode yang sangat
murah untuk menjaga lingkungan di dalam rumah tanaman berada pada tingkat
yang baik bagi pertumbuhan tanaman. Selain itu, rancangan struktur rumah
tanaman sangat berpengaruh terhadap laju pertukaran udara dari dalam ke luar
atau sebaliknya melalui ventilasi alamiah. Pertukaran udara tersebut menentukan
15
Ventilasi alamiah adalah pertukaran udara di dalam suatu bangunan
dengan udara di luarnya tanpa mengunakan kipas atau peralatan mekanik lainnya.
Pertukaran udara pada rumah tanaman sangat diperlukan untuk mencegah terlalu
tingginya suhu dan kelembaban udara. Selain itu, ventilasi alamiah juga menjaga
tersedianya CO2 yang sangat penting bagi proses fotosintesis pada daun tanaman
(Suhardiyanto 2009).
Tujuan penggunaan rumah tanaman adalah menciptakan iklim mikro yang
kondusif untuk pertumbuhan tanaman ketika kondisi iklim tidak kondusif. Atap
rumah tanaman sangat menentukan iklim mikro dalam rumah tanaman tersebut.
Pemilihan atap harus mempertimbangkan karakteristik fisik, termal, optik, dan
harga bahan tersebut (Suhardiyanto, 2009). Selanjutnya disebutkan bahwa
karakteristik termal atap rumah tanaman terhadap radiasi matahari meliputi
transmissivity, absorptivity, dan reflectivity. Dari segi optik, atap rumah tanaman perlu mempunyai karakteristik dapat meneruskan sebanyak mungkin sinar tampak
yang diperlukan tanaman untuk fotosintesis.
Bahan dalam pembuatan sebuah rumah tanaman beraneka ragam.
Pemilihannya sangat ditentukan oleh banyak faktor, demikian pula mengenai
bentuk, konstruksi, dan sistem pengontrol lainnya disesuaikan dengan kondisi
iklim suatu daerah, tujuan penggunaan, jenis tanaman, dan biaya. Secara umum
bangunan rumah tanaman terdiri atas bagian kerangka sebagai penopang kekuatan
yang dapat terbuat dan besi, kayu atau bambu tergantung dari ketersediaan bahan
baku setempat. Masing-masing bahan baku tersebut mencerminkan ketahanan dan
kekuatan bangunan serta umur ekonomisnya.
Atap rumah tanaman terbuat dari bahan tembus pandang seperti kaca,
plastik film, fiberglass, panel aknilik dan panel polykarbonat (Noor 2006).
Konstruksi atap dan bahan plastik yang sesuai untuk Indonesia yang beriklim
tropis sehingga dapat mengurangi dari pengaruh negatif intensitas radiasi
matahari yang berlebihan. Jenis plastik terdiri atas plastik berproteksi UV dan
plastik biasa. Jika petani atau pengusaha ingin berinvestasi untuk jangka waktu
yang pendek, misalnya untuk beberapa tahun saja maka bahan penutup dari
plastik film dapat menjadi pilihan. Ada beberapa plastik film yang dapat
16
polyvinyichloride (PVC) (Suhardiyanto 2009). Selanjutnya disebutkan bahwa PE memiliki sifat fisik yang fleksibel dan ringan sehingga sering digunakan pada
rumah tanaman dengan atap melengkung. PE dapat mentransmisikan PAR
85-87%. Kelemahan PE adalah umur pakainya yang hanya dua sampai empat tahun.
PE lebih popular sebagai bahan penutup rumah tanaman dibandingkan dengan
PVC. PE dengan UV stabilizer merupakan bahan penutup yang paling banyak digunakan di Indonesia karena harganya relatif murah dan daya tahannya cukup
baik. Jenis plastik tersebut memiliki transmisivitas cahaya matahari yang baik,
serta tidak terlalu kedap terhadap radiasi gelombang panjang dibandingkan
dengan bahan kaca (Suhardiyanto 2009).
Naungan secara langsung berpengaruh terhadap intensitas cahaya yang
sampai di permukaan tajuk tanaman. Pemberian naungan pada tanaman selain
mengurangi intensitas cahaya juga spektrum cahaya yang diterima daun di bawah
naungan akan berbeda dengan spektrum cahaya langsung (Noor 2006). Bagian
energi matahari yang paling bermanfaat untuk fotositesis adalah spektrum cahaya
tampak (0.4 - 0.7 µm). Pada daerah tropik spektrum cahaya tampak dapat
mencapai 50 % dari total radiasi (Jones 1992).
Pemberian naungan akan menyebabkan iklim mikro di sekitamya berubah.
Pada siang hari sinar matahari yang masuk terhalang oleh naungan. Hal tersebut
menyebabkan berkurangnya akumulasi radiasi matahari yang sampai ke
permukaan tanah. Pada malam hari naungan dapat menahan radiasi gelombang
panjang yang dilepaskan permukaan tanah sehingga energi dari pelepasan radiasi
akan terakumulasi yang menyebabkan meningkatnya suhu udara di bawah
naungan. Keadaan masing-masing iklim mikro ini akan mempengaruhi proses
pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Pemberian naungan berpengaruh terhadap produksi tanaman. Hasil
penelitian terhadap tanaman lada menunjukkan secara umum tanaman di bawah
naungan 50% (tingkat radasi surya 50%) memperlihatkan hasil produksi tertinggi
dibandingkan dengan tingkat radiasi 75% dan tanpa naungan (Faisal 1984).
Sumiati dan Filman (1994) mengemukakan bahwa hasil bobot buah cabai paprika
varietas Blue Star tertinggi dihasilkan dari tanaman yang dibudidayakan secara
17
berbentuk kubus setengah lingkaran dengan arah memanjang menghadap ke arah
timur-barat di Lembang, Jawa Barat. Sebaliknya, hasil penelitian Syakur et al. (2003) menunjukkan bahwa penggunaan naungan plastik UV tidak berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman tomat, namun keunggulan dari
plastik ini yaitu memiliki waktu pemakaian yang lebih lama dan ketahanan yang
lebih baik dibanding plastik biasa.
Hasil penelitian Noor (2006) menunjukkan bahwa perlakuan naungan
27.5% dapat menurunkan intensitas radiasi matahari hingga 155 W/m2 (49%)
sehingga memberikan kondisi lingkungan yang sesuai untuk mendukung
pertumbuhan, produktivitas, dan mutu hasil paprika.
Kondisi optimum di dalam rumah plastik sebagaimana hasil penelitian
Yushardi (2007) yaitu pada penggunaan plastik polyetylena berproteksi ultraviolet (UV) 14% dapat menurunkan suhu udara di dalam rumah plastik sebesar 3.0 °C
(7.4%).
Sumiati dan Filman (1994) mengemukakan penggunaan naungan plastik
bening dapat menekan evaporasi yang mungkin terjadi akibat tiupan angin,
sehingga kelembaban tanah tetap terjamin untuk pertumbuhan dan perkembangan
tanaman tomat. Selanjutnya dikemukakan bahwa naungan dapat menahan
percikan air hujan yang deras, sehingga dapat menekan gugurnya bunga dan buah
tomat serta menekan kemungkinan timbulnya penyakit. Hasil penelitian Sumiati
dan Filman (1994) menunjukkan bahwa naugan plastik bening secara nyata dapat
meningkatkan bobot buah per hektar. Selain itu, manfaat rumah plastik di daerah
tropis antara lain yaitu melindungi tanaman dari curah hujan, angin dan sinar
matahari yang terlalu kuat serta mengatur kelembaban ruang. Rumah plastik dapat
menyerap sinar UV yang berlebihan yang tidak menguntungkan bagi tanaman.
2.2. Pengaruh Radiasi Surya Terhadap Pertumbuhan Tanaman
Radiasi surya sangat diperlukan oleh komunitas tanaman karena memiliki
energi untuk proses fotosintesis, terutama energy dari cahaya tampak (400 – 700
18
efek foto-energi, dan efek fotostimulus yang dapat diringkaskan seperti pada
Tabel 2.
Tabel 2. Panjang gelombang radiasi dan pengaruhnya pada tumbuhan (Ross 1975)
Tipe Radiasi Wilayah Spektral
Persen Radiasi
Surya
Termal Fotosintesis Fotomor fogenetik
Keterangan : - = tidak nyata berpengaruh; + = nyata berpengaruh
Pengaruh interaksi radiasi surya terhadap tumbuhan terdiri atas tiga bagian
(Ross 1975) :
1). Pengaruh termal radiasi hampir 70% diserap oleh tanaman dan diubah sebagai
bahang dan energi untuk transpirasi serta untuk pertukaran panas dengan
lingkungannya.
2). Pengaruh fotosintesis karena hampir 28% dari energi yang ada diserap untuk
fotosintesis dan disimpan dalam bentuk energi kimia.
3). Pengaruh fotomorfogenetik yaitu sebagai regulator dan pengendali proses
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Contoh dalam proses ini adalah
untuk proses gerakan nastik, orientasi, pembentukan pigmen dan
pembungaan.
Tiga karakteristik radiasi surya yang berpengaruh terhadap pertumbuhan
dan perkembangan tanaman adalah intensitas, lama penyinaran, dan panjang
19
Tabel 3. Pengaruh spektrum cahaya terhadap pertumbuhan tanaman
Band λ (mikron) Pengaruh terhadap tanaman
1 >1.02 Tidak ada pengaruh spesifik yang diketahui. Radiasi diserap dan diubah menjadi panas tanpa mempengaruhi proses biokimia.
2 1.0-0.72 Pengaruh khas terhadap aktivitas pemanjangan organ tanaman. Wilayah infra merah jauh penting bagi fotoperiodeisme, perkecambahan biji, kontrol pembungaan, dan warna buah.
3 0.72 – 0.61 Diserap oleh klorofil. Menghasilkan proses aktivitas fotosintesis yang kuat. Terkadang menunjukkan adanya aktivitas fotoperiodik yang kuat.
4 0.61 – 0.51 Wilayah spektrum hijau dengan efektivitas fotosintesis rendah dan aktivitas formatif lemah.
5 0.51 – 0.40 Wilayah serapan terkuat oleh klorofil dan pigmen kuning. Merupakan wilayah aktivitas fotosintesis yang kuat pada cahaya biru violet. Mempunyai pengaruh formatif yang kuat.
6 0. 40 – 0.315 Menghasilkan pengaruh formatif. Tanaman menjadi lebih pendek dan daun lebih tebal.
7 0.315 – 0.28 Umumnya merugikan tanaman.
8 <0.28 Secara cepat mematikan tanaman. Mempunyai aksi germisidal
Sumber : Chang (1968)
Radiasi atau cahaya matahari dapat dinyatakan dalam hal : 1). panjang
gelombang atau kualitas cahaya. 2). intensitas cahaya. 3). panjang hari. Ketiga
komponen radiasi tersebut mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan tanaman melalui berbagai proses fisiologi :1). fotosintesis
(intensitas, panjang gelombang). 2). fotorespirasi (intensitas). 3). fotoperiodisme
(panjang hari, fotoperiode). 4). fototropisme (arah datang cahaya). 5).
perkecambahan benih (panjang gelombang) 7). pembentukan anthocyanin
(intensitas, panjang gelombang). Pengurangan intensitas cahaya antara lain
dengan naungan akan meningkatkan kelembaban udara, tetapi menurunkan suhu
20
2.3. Pengaruh Suhu Udara Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman
Perkembangan maupun pertumbuhan tanaman sangat ditentukan oleh
unsur-unsur cuaca seperti suhu udara. Namun faktor yang paling berpengaruh
terhadap perkembangan tanaman adalah suhu dan panjang hari, sedangkan pada
pertumbuhan hampir semua unsur cuaca sangat mempengaruhinya (Handoko
1994).
Pertumbuhan tanaman sangat dipengaruhi oleh suhu udara. Sering
perubahan beberapa derajat saja sudah menyebabkan perubahan yang nyata dalam
laju pertumbuhan. Pada tahap tertentu dalam daur hidup tanaman, tiap spesies
atau varietas mempunyai suhu minimum, (rentang) suhu optimum dan suhu
maksimum. Di bawah suhu minimum ini tanaman tidak akan tumbuh; pada
rentang suhu optimum, laju tumbuhnya paling tinggi; dan di atas suhu maksimum
tanaman tidak akan tumbuh bahkan mati (Salisbury dan Ross 1995). Selanjutnya
disebutkan bahwa suhu tidak hanya mempengaruhi pertumbuhan jaringan. Sering
selang suhu tertentu mengawali tahap kritis pada daur hidup tanaman :
perkecambahan biji, awal pembungaan, dan induksi atau berakhirnya dormansi
pada tanaman tahunan. Respon perkembangan tanaman itu sering dipengaruhi
oleh faktor lingkungan selain suhu, antara lain tingkat cahaya, lama cahaya, dan
kelembaban udara.
Pengaruh suhu udara terhadap pertumbuhan terutama pada proses respirasi
dan kecepatan proses biokimia dalam fotosintesis. Dalam proses respirasi, hasil
fotosintesis akan diubah menjadi CO2 dan H2O, sehingga semakin besar respirasi
laju pertumbuhan tanaman menjadi berkurang. Fotosintesis dan respirasi
merupakan reaksi kimia yang dikenal dengan nama proses biokimia.
Intensitas/kecepatan reaksinya sangat ditentukan oleh aktivitas katalisator. Hanya
saja pada proses biokimia katalisatornya adalah enzim, yang daya toleransinya
terhadap suhu lingkungan sangat terbatas dan bervariasi untuk tiap varietas
tanaman karena enzim tersebut dari protein yang spesifik. Pada batas kisaran
toleransi optimum, semakin tinggi suhu akan semakin meningkatkan aktivitas dari
enzim, yang akhirnya akan meningkatkan produk fotosintesis dan respirasi.
Meningkatnya cahaya dari angka optimumnya akan mengakibatkan penurunan
21
dan respirasi akan berhenti bila seluruh enzim rusak oleh suhu yang terlalu tinggi
(Nasir 1999).
Produk fotosintesis bruto sangat ditentukan oleh intensitas radiasi PAR
dan tingginya suhu daun yang diakibatkan oleh penyerapan radiasi gelombang
pendek tersebut. Terutama pada daun yang memperoleh radiasi surya langsung di
puncak tajuk, laju fotosintesis tidak terlalu terpengaruh oleh suhu udara.
Sedangkan untuk respirasi berlangsung terus menerus selama 24 jam dan
kecepatannya sangat dipengaruhi oleh suhu udara dan radiasi infra merah.
Pertumbuhan tanaman sangat dipengaruhi suhu. Perubahan suhu beberapa
derajat menyebabkan perubahan yang tajam terhadap laju pertumbuhan. Pada
tahap tertentu dalam daur hidupnya dan pada kondisi tertentu, tiap spesies atau
varietas memiliki suhu minimum, suhu optimum dan suhu maksimum. Di bawah
suhu minimum, tumbuhan tidak akan tumbuh; pada rentang suhu optimum laju
pertumbuhannya paling tinggi; dan di atas suhu maksimum, tumbuhan tidak akan
tumbuh bahkan mati.
Kurva laju pertumbuhan sebagai fungsi suhu (gambar 1) memperlihatkan
pertumbuhan berbagai spesies lazimnya menyesuaikan diri dengan lingkungan
alaminya. Spesies alpin dan spesies kutub utara mempunyai suhu minimum,
optimum dan maksimum yang rendah; spesies tropika mempunyai suhu utama
yang jauh lebih tinggi. Tumbuhan yang tumbuh mendekati suhu minimum atau
22
Gambar 2. Pertumbuhan tanaman sebagai fungsi suhu pada empat spesies tumbuhan (Sumber : Salisbury dan Ross 1995)
Suhu tidak hanya mempengaruhi pertumbuhan jaringan. Selang suhu
tertentu mengawali tahap kritis pada daur hidup pertumbuhan : perkecambahan
biji, awal pembungaan dan induksi dan berakhirnya dormansi pada tumbuhan
tahunan. Respons perkembangan itu sering dipengaruhi oleh faktor lingkungan
selain suhu, antara lain : tingkat cahaya, lama cahaya dan kelembaban. Interaksi
ini sangat beragam dan rumit.
Respon pertumbuhan terhadap suhu yang mendalilkan reaksi enzim yang
dipengaruhi oleh dua faktor yang berlawanan. Kenaikan suhu meningkatkan
energi kinetik molekul yang bereaksi dan hal ini meningkatkan laju reaksi; tetapi
kenaikan suhu juga menaikkan laju denaturasi enzim. Selisih antara kurva reaksi
dan kurva perombakan menghasilkan kurva yang setangkup yang mempunyai
suhu minimum, optimum dan maksimum sendiri (Gambar 2.). Kurva tersebut
berlaku untuk respirasi, fotosintesis dan berbagai respon tumbuhan lainnya,
23
Gambar 3. Aktivitas enzim dan suhu. I laju reaksi dengan Q10 = 2 khas untuk berbagai reaksi kimia yang dikendalikan enzim. III reaksi dengan Q10 = 6 khas untuk denaturasi protein. II kurva perkiraan selisih antara laju reaksi enzim dan Denaturasi (Sumber : Salisbury dan Ross 1995).
Selain respons positif bila suhu meningkat dari minimum ke optimum,
sebaliknya beberapa proses tertentu ternayata meningkat bila suhu menurun
mendekati titik beku. Pada vernalisasi, pemajanan tumbuhan tertentu pada suhu
rendah selama beberapa minggu memyebabkan tumbuhan mampu berbunga,
biasanya setelah dikembalikan ke suhu normal. Suhu rendah pada musim gugur
sering menyebabkan atau membantu berlangsungnya dormansi pada banyak biji,
tunas atau organ bawah tanah,
Perkembangan tanaman merupakan suatu kombinasi dari sejumlah proses
yang kompleks, yaitu pertumbuhan dan diferensiasi yang mengarah pada
akumulasi bobot kering. Proses diferensiasi ini mensyaratkan : (1) hasil asimilasi
yang tersedia dalam keadaan berlebihan untuk dimanfaatkan pada banyak
kegiatan metabolik; (2) temperatur yang menguntungkan; dan (3) terdapat sistem
24
Intensitas cahaya tinggi di siang hari berakibat meningkatkan hasil
fotosintesis bruto. Bila siang hari cahaya surya terik kemudian diikuti oleh suhu
udara rendah di malam hari, hal tersebut menguntungkan bagi tanaman karena
meningkatkan produk fotosintesis neto. Pengurangan produk fotosintesis oleh
respirasi sangat ditentukan oleh suhu udara. Suhu udara yang terus menerus
tinggi akan mengurangi fotosintesis neto. Suhu udara akan mempengaruhi
kecepatan reaksi metabolisme (fotosintesis dan respirasi), sehingga pertumbuhan
generative untuk menghasilkan biji menurun. Ditinjau terhadap respon suhu
udara, terdapat tiga batas suhu penting (suhu kardinal) pada tanaman yaitu suhu
minimum, suhu optimum, dan suhu maksimum. Untuk tanaman tomat, suhu
optimumnya adalah 18 – 24 oC, suhu minimum 14oC, dan suhu maksimum 26 oC
(Nasir 1999).
Tanaman mengalami dua proses hidup yakni tumbuh (bertambah ukuran
panjang, luas, volume dan bobot) dan berkembang yakni mengalami penggandaan
dan pemisahan fungsi organ melalui fase-fase benih, kecambah, pertumbuhan
vegetatif dan pertumbuhan generatif bunga, buah dan biji untuk memperoleh
generasi baru (benih baru). Dalam batas kisaran toleransi kenaikan suhu udara
akan diikuti oleh laju pertumbuhan dan semakin pendeknya periode antar fase
perkembangan. Dalam hal ini untuk tanaman semusim peningkatan suhu udara
akan ,menyebabkan semakin pendek umurnya.
2.3.1. Hubungan Suhu dengan Fotosintesis
Fiksasi CO2 dalam peristiwa fotosintesis merupakan reaksi yang
dikendalikan oleh enzim, dan meningkat dengan laju penambahan semakin tinggi
sejalan dengan meningkatnya suhu, hingga mencapai temperatur yang
menyebabkan denaturasi enzim
Semua reaksi di dalam tumbuhan sangat dipengaruhi oleh suhu luar. Pada
umumnya reaksi yang dikatalis oleh enzim akan meningkat dengan kenaikan suhu
dari 0 oC sampai 35 oC atau 40 oC. Nilai Q10 umumnya antara 2 sampai 3 dalam
rentang suhu 0 oC sampai 30 oC, sebagian karena panas akan meningkatkan
jumlah molekul yang mempunyai energi setara dengan atau lebih besar daripada
energi pengaktifan. Karena laju reaksi sangat bergantung pada katalis oleh enzim,
25
menentukan kemampuannya, baik untuk bergabung dengan substratnya maupun
untuk katalis. Berbagai enzim, bahkan yang berasal dari spesies yang sama,
responsnya terhadap suhu sering sangat berbeda. Hal ini berarti bahwa pada suhu
tertentu beberapa enzim berfungsi optimum, sedangkan yang lain tidak.
Pertumbuhan dan reproduksi organisme sangat beragam pada suhu yang
berlainan. Pada suhu tertentu hal ini mungkin bergantung pada suhu optimum
bagi kerja enzim tertentu yang mengendalikan reaksi pembatas laju pertumbuhan.
Perbedaan suhu optimum enzim akan menentukan di lingkungan mana
spesies akan hidup. Sebagai contoh, suhu optimum bagi proses fotosintesis pada
tumbuhan alpina dan tundra adalah 10 – 15 oC, sedangkan suhu optimum bagi
jagung sekitar 30 oC.
Tanaman budidaya bervariasi menurut kisaran suhu pertumbuhannya.
Tanaman budidaya yang tumbuh dalam kondisi dingin (tumbuh pada suhu utama
antara 0 – 5 oC) seperti gandum mempunyai keuntungan mampu menghasilkan
indeks luas daun (ILD) kritis cukup dini agar dapat bertepatan dengan saat energi
matahari maksimum. Tanaman budidaya musim hangat (tumbuh pada suhu
utama antara 5 – 15 oC) seperti jagung, harus menunggu suhu cukup tinggi untuk
bisa menunjang pertumbuhan, karena tanaman ini tidak dapat menghasilkan luas
daun secara cukup cepat untuk mencapai ILD kritis pada energi matahari
maksimum.
Tingkat energi radiasi dan suhu tanah serta udara merupakan dua variabel
lingkungan utama yang cenderung berfluktuasi sama. Peningkatan suhu
permukaan pada lokasi mana saja sangat dipengaruhi oleh energi radiasi yang
diterima (Gardner et al. 1991).
2.3.2. Hubungan Suhu dengan Respirasi dan Transpirasi
Respirasi tanaman juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain suhu.
Peningkatan suhu sebesar 10 oC akan meningkatkan laju reaksi 2 – 3 kali lipat
(Darmawan dan Baharsjah 2010). Demikian pula halnya dengan transpirasi.
Kehilangan uap air melalui stomata (80 – 90 %) dan kutikula (± 10%) akibat
adanya gradien tekakanan uap air antara rongga daun dan udara sekitarnya,
26
kemudian dipantulkan kembali ke udara daun, menyebabkan makin tingginya
suhu daun dan transpirasi semakin meningkat.
Transpirasi tidak hanya mempengaruhi proses fisika penguapan dan difusi,
tetapi juga mempengaruhi membuka dan menutupnya stomata pada permukaan
daun yang dilalui air yang ditranspirasikan dan lalulintas CO2. Naiknya suhu
daun misalnya, sangat meningkatkan penguapan dan sedikit difusi, namun
mungkin menyebabkan stomata tertutup atau terbuka lebar, bergantung pada
spesies dan faktor lain. Saat matahari terbit, stomata membuka karena
meningkatnya pencahayaan dan cahaya meningkatkan suhu daun, sehingga air
menguap lebih cepat. Naiknya suhu membuat udara mampu membawa lebih
banyak kelembaban, maka transpirasi meningkat, dan bukaan stomata
terpengaruh. Angin membawa CO2 dan mengusir uap air. Hal ini menyebabkan
penguapan dan penyerapan CO2 meningkat, meskipun semakin meningkatnya
kadar CO2 akan menyebabkan stomata menutup sebagian. Bila daun dipanaskan
oleh sinar matahari dengan panas yang melebihi suhu udara, angin akan
menurunkan suhunya. Akibatnya transpirasi menurun (Salisbury dan Ross 1995).
Meningkatnya suhu daun yang meningkatkan pula respirasi dan transpirasi.
Respirasi mengubah heksosa menjadi bahan-bahan struktural, cadangan makanan
dan metabolik yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman
(Campbell et al. 2003).
2.3.3. Pengaruh Suhu terhadap Perkecambahan
Selain imbibisi, proses perkecambahan juga meliputi sejumlah proses
katabolisme dan anabolisme yang dikendalikan enzim, dan karena sangat
responsif terhadap suhu. Suhu kardinal (maksimum, optimum dan minimum)
untuk perkecambahan pada kebanyakan biji tanaman budidaya pada dasarnya
merupakan suhu kardinal untuk pertumbuhan vegetatif yang normal. Suhu
optimum adalah suhu yang memberikan persentase perkecambahan yang paling
tinggi dalam periode waktu yang paling pendek (Gardner et al. 1991).
Biji yang belum mengalami masak lanjutan yang dormansinya sebagian atau
relatif berkecambah dalam rentangan waktu yang sempit, misalnya 5 – 15 oC bagi
27
kebanyakan tanaman budidaya) tidak memiliki rentang perkecambahan yang
sempit. Temperatur kardinal untuk perkecambahan biji tanaman budidaya saling
menelumpang, tetapi kecepatan berkecambah pada seluruh tanaman budidaya
lebih lambat pada suhu yang rendah (Gardner et al. 1991).
2.3.4. Hubungan Suhu dengan Ketinggian Tempat
Suhu udara kering atmosfer bumi lebih dingin sekitar 1 oC setiap kenaikan
tegak 100 m. Jadi, jika udara kering pada suhu 30 oC di lembah. Suhu udara pada
ketinggian tegak 1.500 m akan mendingin menjadi 15 oC, kecuali jika dipanaskan
atau didinginkan oleh lereng gunung dan atau sinar matahari dalam perjalanan ke
atas. Hal disebabkan karena udara yang naik akan memuai karena tekanan lebih
rendah pada elevasi yang lebih tinggi (Salisbury dan Ross 1995).
Pertumbuhan dan perkembangan tanaman dipengaruhi oleh suhu, yang
berkaitan dengan reaksi enzim yang terlibat dalam metabolisme tanaman. Laju
reaksi enzim terhadap suhu merupakan rentang suhu kardinal, yaitu suhu
minimum, optimum dan maksimum.
2.4. Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Tomat
Morfologi atau penampilan fisik tanaman tomat bisa dibedakan menjadi
beberapa bagian, yakni akar, batang, daun, bunga, buah dan biji. Tanaman tomat
memiliki akar tunggang yang bisa menembus tanah sekaligus akar serabut (akar
samping) yang bisa tumbuh menyebar ke segala arah. Kemampuannya menembus
lapisan tanah terbatas, yakni pada kedalaman 30 – 70 cm. Sesuai sifat
perakarannya, tomat bisa tumbuh dengan baik di tanah yang gembur dan mengikat
air.
Batang berwarna hijau dengan bentuk persegi empat hingga bulat.
Sewaktu masih muda batangnya memiliki tekstur yang lunak, tapi setelah tua
berubah menjadi bulu atau rambut halus. Diantara bulu-bulu tersebut terdapat
rambut kelenjar yang mampu mengeluarkan bau khas.
Daun tomat berbentuk oval dengan panjang 20 – 30 cm. Tepi daun
bergerigi dan membentuk celah-celah yang menyirip. Diantara daun-daun yang
28
daun tomat tumbuh di dekat ujung dahan atau cabang, memiliki warna hijau dan
berbulu.
Bunga tanaman tomat tergolong sempurna (hermaphrodite), yakni memiliki benang sari dan kepala putik pada bunga yang sama. Dengan demikian
tomat bisa melakukan penyerbukan sendiri, sekaligus mampu melakukan
penyerbukan silang dengan bantuan serangga. Penyerbukan silang lebih umum
terjadi di daerah tropis dibandingkan dengan di daerah beriklim sedang. Ukuran
bunga relative kecil dengan diameter sekitar 2 cm. Bunga berwarna kuning dan
tersusun dalam satu rangkaian dengan jumlah 5 – 10 bunga tergantung
varietasnya. Dalam satu kuntum bunga terdapat 5 – 6 helai mahkota yang
berwarna kuning cerah dan berukuran sekitar 1 cm, bertangkai pendek dengan
kepala sari yang panjangnya 5 mm. Kelopak berjumlah lima buah, berwarna hijau
dan terletak di bagian bawah atau pangkal bunga. Benang sari berjumlah enam
buah, bertangkai pendek dengan kepala sari yang panjangnya 5 mm, dan berwarna
sama dengan mahkota bunga. Pada benang sari terdapat kantong yang letaknya
menjadi satu dan membentuk bumbung yang mengelilingi tangkai kepala putik.
Bunga tomat tumbuh dari cabang yang masih muda dengan letak menggantung.
Buah tomat memiliki bentuk bervariasi, mulai bulat lonjong, bulat halus,
bulat beralur, bulat dengan bentuk datar pada ujung atau pangkalnya, hingga
bentuk yang tidak teratur. Bentuk dan ukuran tersebut tergantung varietas.
Sewaktu masih muda buahnya berwarna hijau muda sampai hijau tua. Setelah tua
buahnya menjadi sedikit kuning, merah cerah atau gelap, merah kekuningan, atau
kuning atau merah gelap.
Tanaman tomat merupakan tanaman hari netral (day-natural vegetable) yang tidak terpengaruh oleh panjang hari (Yamaguchi 1983). Karena tanaman
tomat adalah tanaman netral; laju perkembangan dan kejadian fenologinya
didekati dengan konsep degree-day atau heat unit. Heat unit tidak dipengaruhi oleh perbedaan lokasi dan waktu tanam (Koesmaryono et al. 2002). Laju perkembangan tanaman terjadi bila suhu udara rata-rata harian melebihi suhu
dasar.
Idealnya tanaman tomat tumbuh di tempat yang dingin, cuaca kering dan
29
season crop yang memerlukan suhu optimum 20 °C - 28 °C dengan variasi pergantian suhu sebesar 18 °C pada malam hari dan 25 °C pada siang hari pada
masa pembungaannya. Nasir (1999) mengemukakan bahwa suhu udara optimum
untuk tanaman tomat yaitu 18 - 24 oC dengan suhu minimum dan maksimum
masing-masing 14 °C dan 26 °C. Suhu udara yang terlalu panas dan kering akan
menyebabkan kepala putik cepat kering dan tabung sari tidak banyak terjadi
pembentukan buah. Suhu dibawah 12 °C dapat menyebabkan chilling injury, dan suhu diatas 27 °C akan meghambat pertumbuhan dan pembentukan buah,
kerusakan pollen dan sel telur ketika suhu harian 38 °C atau lebih selama 5 - 10
hari.
Tanaman tomat akan tumbuh optimal bila tanah dan iklim dimana tanaman
ini tumbuh sesuai yang diinginkan. Tekstur tanah yang baik yaitu medium dengan
kedalaman akar medium (60 - 90 cm). Tingkat kesuburan tanah tinggi dengan pH
5.0 – 7.0. Tingkat kedalaman air tanah minimum selama periode pertumbuhan
yaitu 50 cm. Bila target penanaman tomat adalah kegenjahannya, maka tanaman
tomat cocok ditanam di tanah lempung berpasir yang baik drainasenya. Namun
bila yang ditargetkan adalah jumlah total produksi yang tinggi maka yang cocok
adalah tanah lempung liat dan lempung berdebu.
Tanaman tomat sangat rentan terhadap lingkungan secara menyeluruh
yaitu cahaya, temperatur, dan lingkungan sekitar akar tanaman. Selain faktor
tanah, iklim yang bervariasi perlu modifikasi yang mengarah pada keadaan
lingkungan yang diinginkan tanaman tomat.
Tanaman tomat menyenangi tempat yang terbuka dan cukup sinar
matahari. Kurangnya sinar matahari menyebabkan pertumbuhan memanjang
(etiolasi), lemah dan pucat karena pembentukan kloroplas tidak sempurna. Namun
radiasi surya yang terlalu terik kurang baik karena transpirasi akan meningkat
serta bunga dan buah mulai gugur. Tanaman tomat tergolong tanaman C3 yang
30
2.5. Artificial Neural Network (ANN)
2.5.1. Jaringan Syaraf Biologi
Sistem syaraf merupakan sistem koordinasi atau sistem kontrol yang
bertugas menerima rangsangan, menghantarkan rangsangan ke seluruh bagian
tubuh, dan memberikan tanggapan terhadap rangsangan tersebut. Sistem syaraf
dengan pusat kendali di otak manusia memiliki struktur yang sangat kompleks
dan memiliki kemampuan yang luar biasa. Otak terdiri dari neuron-neuron dan
penghubung yang disebut sinapsis. Neuron bekerja berdasarkan impuls/sinyal
yang diberikan pada neuron. Neuron meneruskannya pada neuron lain.
Diperkirakan manusia memiliki 1012 neuron (Kristanto, 2004) dan 6.1018 sinapsis
(Siang 2005). Dengan jumlah neuron dan sinapsis yang begitu banyak, otak
mampu mengenali pola, melakukan perhitungan dan mengontrol organ-organ
tubuh dengan kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan komputer (Siang, 2005).
Neuron memiliki tiga komponen penting yaitu dendrit, soma dan axon (Fausett 1994). Adapun susunannya diperlihatkan pada Gambar 4. Dendrit menerima sinyal dari neuron lain, sinyal tersebut berupa impuls elektrik yang
dikirim melalui celah sinaptik melalui proses kimiawi. Sinyal tersebut
dimodifikasi di celah sinapsis. Berikutnya, soma menjumlahkan semua sinyal-sinyal yang masuk. Apabila jumlahan tersebut cukup kuat dan melebihi batas
ambang (threshold), maka sinyal tersebut akan diteruskan ke sel lain melalui axon.
Bagian-bagian neuron manusia seperti yang diperlihatkan pada Gambar 5
yaitu inti sel, dendrit, akson, dan sinapsis. Inti sel berfungsi memproses informasi
yang masuk ke dalam otak, dendrit merupakan serabut syaraf yang keluar dari
badan sel, strukturnya pendek. Dendrit berfungsi mengirimkan pesan (impuls) dari badan sel ke jaringan lain. Akson merupakan serabut syaraf yang keluar dari
badan sel, strukturnya memanjang. Akson berfungsi mengirimkan impuls dari badan sel ke jaringan yang lain. Sinapsis merupakan titik temu antara terminal
31
Gambar 4. Susunan neuron manusia (a)
Informasi yang dikirimkan antar neuron berupa rangsangan yang dilewatkan
melalui dendrit. Informasi yang datang dan diterima oleh dendrit dijumlahkan dan
dikirimkan melalui akson menuju dendrit neuron lain. Pengiriman informasi ini
disertai dengan bobot sinapsis. Informasi akan diterima neuron lain jika memenuhi batasan tertentu yang disebut nilai ambang (threshold), pada kondisi ini neuron dikatakan teraktivasi . Struktur pada Gambar 4 diperjelas pada Gambar
5 berikut.
Gambar 5. Susunan neuron manusia (b)
2.5.2. Artificial Neural Network (ANN)
Artificial Neural Network (ANN) atau Jaringan syaraf tiruan (JST) adalah sistem pemroses informasi yang memiliki karakteristik mirip dengan jaringan
syaraf biologi di dalam otak. ANN dapat digambarkan sebagai model matematis dendrit
inti sel
akson