EFEKTIFITAS KOMUNIKASI ANTARPRIBADI PETUGAS KEROHANIAN TERHADAP KESIAPAN PASIEN MENGHADAPI TINDAKAN OPERASI
DI RUMAH SAKIT IMANUEL PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2013
Oleh:
CESARIANA JOJOR HARIABRI SITANGGANG
Skripsi
Sebagai salah satu syarat mencapai gelar SARJANA ILMU KOMUNIKASI
Pada
Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRACT
THE EFFECTIVITY OF INTERPERSONAL COMMUNICATION
SPIRITUAL OFFICERS FOR READINESS PATIENT FACING THE SURGERY IN IMANUELS HOSPITAL LAMPUNG PROVINCE
By
Cesariana Jojor Hariabri Sitanggang Ilmu Komunikasi
0916031089
Interpersonal Communication is one of the proper communication applied to other persons or a small group of people, to gain a feedback immediately. As Interpersonal Communications carried by the spiritual officers to patients who will face the surgery in Imanuel’s Hospital. Spiritual officers visit patients who will be facing surgery in the treatment room and perform accompaniment by applying Interpersonal Communications. Often happens that patients who will face surgery be very anxiety and fear so not ready having surgery, even reject the
surgery. Through the effective and persuasive of Interpersonal Communication by the officers with patient is expected to overcome the anxiety and fear so that the patient ready to face the surgery, especially the ready in psychologist mentals.
Based on the background of problem above, then obtained the problem formulation of research namely “ How big the effectiveness of Interpersonal Communication Spirituality Officers levels for readiness patient against the surgery in Imanuels Hospital Lampung Province?”. Research purposes is how big amount of the effectiveness of interpersonal communication between the spiritual officers with readiness patient against the surgery in Imanuels Hospital Lampung Province. Type of research used in this research is descriptive reseach with the main purpose to make a picture or description by the approach of
quantitative who uses a method of research survey to 50 respondents. Data collecting technique using questionnaire
Data processing through stage editing, coding and tabulating. Data analysis using formulas correlation spearmen brown, a coefficient of determination ( CD ) and the equation with linear regression aid software spss 19.0. Spearmen correlation test based on the Brown note the existence of a significant relationship between interpersonal communication Spiritual Officer of the readiness patient's to face the surgeryin Imanuels Hospital Bandar Lampung, the rvalue 0,704 > rtable 0,284. Based on calculations of the Coefficients Determination ( CD )
the patient in Imanuels Hospital Lampung against their surgery, which amounted to 49,56%. Based on calculations by a formula linear regression can be known that there are influence between spritual officers interpersonal communication for readiness patient to face the surgery in Imanuels Hospital is 56,1 %, which amounted to which is evidenced by Tcount is
7,750 > Ttable is 1,684.
ABSTRAK
EFEKTIFITAS KOMUNIKASI ANTARPRIBADI PETUGAS KEROHANIAN TERHADAP KESIAPAN PASIEN MENGHADAPI TINDAKAN OPERASI
DI RUMAH SAKIT IMANUEL PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2013
Oleh
Cesariana Jojor Hariabri Sitanggang Ilmu Komunikasi
0916031089
Komunikasi antarpribadi adalah salah satu jenis komunikasi yang tepat diterapkan kepada orang lain atau sekelompok kecil orang, untuk mendapatkan umpan balik segera. Sebagaimana komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh petugas kerohanian kepada pasien yang akan menghadapi tindakan operasi di Rumah Sakit Imanuel. Petugas kerohanian mengunjuni pasien yang akan menghadapi operasi di ruang perawatannyadan melakukan pendampingan dengan menerapkan komunikasi antarpribadi. Sering terjadi bahwa pasien yang akan menghadapi tindakan operasi menjadi sangat cemas dan ketakutan sehingga tidak siap dioperasi dan menolak dioperasi. Melalui komunikasi antarpribadi yang efektif dan persuasive oleh petugas kerohanian dengan pasien, diharapkan dapat mengatasi operasinya, terutama kesiapan mental psikologis.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka yang menjadi rumusan masalah penelitian, yaitu “Seberapa besar tingkat efektifitas komunikasi antarpribadi petugas kerohanian terhadap kesiapan pasien menghadapi tindakan operasi di Rumah Sakit Imanuel
Provinsi Lampung?”. Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui besarnya efektifitas komunikasi antar pribadi petugas kerohanian terhadap kesiapan pasien
menghadapi tindakan operasi di Rumah Sakit Imanuel Provinsi Lampung tahun 2013”. Tipe
Pengolahan data melalui tahap editing, coding dan tabulating. Analisa data menggunakan rumus korelasi Spearmen Brown, koefisien determinasi (KD) dan rumus regresi linier dengan bantuan software SPSS 19.0. Berdasarkan uji korelasi Spearmen Brown diketahui adanya hubungan yang signifikan antara komunikasi antarpribadi petugas kerohanian terhadap kesiapan pasien menghadapi tindakan operasinya di RS. Imanuel Bandar Lampung, yakni nilai r hitung adalah 0,704 > r table 0,284. Berdasarkan perhitungan koefisien determinasi (KD) diketahui besarnya efektifitas komunikasi antarpribadi petugas kerohanian terhadap kesiapan pasien menghadapi tindakan operasinya di RS. Imanuel Bandar Lampung, yakni sebesar 49,56%. Berdasarkan perhitungan dengan rumus regresi linier dapat diketahuibahwa terdapat pengaruh antara komunikasi antarpribadi petugas kerohanian terhadap kesiapan pasien menghadapi tindakan operasinya di RS. Imanuel Bandar Lampung, yakni sebesar 56,1%, yang dibuktikan dengan T hitung 7,750 > T Tabel 1,684
DAFTAR ISI
Halaman
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah... 6
1.3. Tujuan Penelitian... 7
1.4. Kegunaan Penelitian... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Efektivitas ... 8
2.2. Tinjauan Tentang Komunikasi ... 9
2.3. Tinjauan Komunikasi Antarpribadi ... 11
2.3.1. Pengertian Komunikasi Antarpribadi ... 11
2.3.2. Tujuan Komunikasi Antarpribadi ... 12
2.3.3. Karakteristik Keluasan dan Kedalaman Hubungan dalam Komunikasi Antarpribadi... 13
2.3.4. Efektivitas Komunikasi Antarpribadi... 14
2.3.5. Efektivitas Komunikasi Antarpribadi dari Sudut Pandang Humanistik... 15
2.4. Tinjauan Tentang Kesiapan... 17
2.4.1. Pengertian Kesiapan... 17
2.4.2. Aspek-Aspek Psikologis Yang Mempengaruhi Kesiapan... 18
2.4.3. Kesiapan Pasien Menghadapi Operasi ... 2.4.4. Tinjauan Tentang Petugas Kerohanian di RS Imanuel ... 2.5. Tinjauan Tentang Pasien Menghadapi Tindakan Operasi ... 19
2.6. Tinjauan Tentang Petugas Kerohanian di Rumah Sakit Imanuel ... 21 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian ... 29
3.2. Variabel Penelitian ... 30
3.2.1 Variabel Bebas (Independent Variable) ... 30
3.2.2 Variabel Terikat (Dependent Variable)... 30
3.3. Definisi Konseptual... 30
3.3.1 Efektivitas ... 30
3.3.2 Komunikasi Antarpribadi ... 31
3.3.3 Petugas Kerohanian ... 31
3.4.2 Kesiapan Pasien Menghadapi Operasi ... 34
3.5. Dimensi-Dimensi Variabel Penelitian ... 36
3.6. Jenis Data ... 43
3.6.1 Data primer ... 43
3.6.2 Data Sekunder ... 43
3.7. Populasi dan Sampel ... 44
3.7.1 Populasi ... 44
3.7.2 Sampel ... 44
3.8. Teknik Pengumpulan Data ... 45
3.8.1 Kuesioner ... 45
3.8.2 Wawancara ... 45
3.8.3 Observasi ... 45
3.9. Teknik Pengolahan Data ... 46
3.9.1 Editing ... 46
3.9.2 Tabulasi ... 46
3.9.3 Interpretasi ... 46
3.10. Pengukuran Variabel... 46
3.11. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 47
3.12. Teknik Analisis Data ... 49
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum ... 51
4.1.1 Lokasi Rumah Sakit Imanuel Bandar Lampung ... 51
4.1.2 Visi Rumah Sakit Imanuel Bandar Lampung ... 51
4.1.3 Misi Rumah Sakit Imanuel Bandar Lampung ... 51
4.1.4 Motto Rumah Sakit Imanuel Bandar Lampung ... 52
4.1.5 Fasilitas Pelayanan Rumah Sakit Imanuel BDL... 52
4.1.6 Sejarah Singkat Petugas Kerohanian ... 53
4.2. Uji Coba Instrumen Penelitian ... 53
4.3. Hasil Penelitian ... 57
4.3.1. Data Umum Responden ... 58
4.3.1.1 Responden Berdasarkan Usia ... 58
4.3.1.2 Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 59
4.3.1.3 Responden Berdasarkan Pekerjaan... 60
4.3.2. Efektifitas Komunikasi Antarpribadi Petugas Kerohanian dan Pasien Yang Akan Menghadapi Operasi... 60
4.3.2.1. Analisis Tabel Tunggal Tentang KAP Petugas Kerohanian... 85
4.3.2.1. Analisis Tabel Tunggal Tentang Kesiapan Pasien... 111 4.4. Analisis Tabel Silang Berdasarkan Kategori Jawaban Responden
Operasi di RS. Imanuel Bandar Lampung... 111 4.5. Analisis Hubungan Antar Variabel X dan Y... 115 4.6. Analisis Penerapan Rumus Regresi Linear ... 117
BAB V PEMBAHASAN
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan... 130 6.2. Saran... 132
Tabel Halaman
1 Dimensi variabel X dan variabel Y... 36
2 Uji Validitas Variabel X... 54
3 Uji Validitas Variabel Y... 55
4 Uji Reliabilitas Variabel X... 56
5 Uji Reliabilitas Variabel Y... 57
6 Distribusi Responden Menurut Usia... 58
7 Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin... 59
8 Distribusi Responden Menurut Pekerjaan... 60
9
Sikap Spontanitas Petugas Kerohanian Membantu Mengatasi Masalah Pasien Menghadapi Tindakan Operasi di RS. Imanuel
Provinsi Lampung Tahun 2013... 61
10
Kesediaan Petugas Kerohanian Mendengar Keluhan Pasien Yang Akan Menghadapi Tindakan Operasi
di RS. Imanuel Bandar Lampung Tahun 2013... 62
11
Kesediaan Petugas Kerohanian Memperhatikan Pasien Berbicara dan Akan Menghadapi Tindakan Operasi
di RS Imanuel Bandar Lampung Tahun 2013... 64
12
Pemberian Dorongan Oleh Petugas Kerohanian Mengungkapkan Isi Hati dan Perasaan Pasien Yang Akan Menghadapi Tindakan
Operasi di RS. Imanuel Bandar Lampung Tahun 2013... 65
13
Sikap Petugas Kerohanian Menghargai Pendapat Yang Dikemukakan Pasien Yang Akan Menghadapi Tindakan Operasi di RS. Imanuel Bandar Lampung Tahun 2013...
67
14
Pengakuan Petugas Kerohanian Terhadap Kesamaan Nilai Setiap
PasienYang Akan Menghadapi Tindakan Operasi di RS. Imanuel
ProvinsiLampung Tahun 2013... 68
15
Pengakuan Petugas Kerohanian Akan Kesamaan Hak Setiap Pasien Yang Akan Menghadapi Tindakan Operasi di RS. Imanuel
Provinsi Lampung Tahun 2013... 69
16
Pengakuan Petugas Kerohanian Akan Hak Pasien Untuk Dihargai Dalam Menghadapi Tindakan Operasi di
RS. Imanuel Provinsi Lampung Tahun 2013... 71
17
Sikap Petugas Kerohanian Memberi Tanggapan Baik Kepada Pasien Yang Akan Menghadapi Tindakan Operasi di
RS. Imanuel Bandar Lampung Tahun 2013... 72
18
Sikap Petugas Kerohanian Memberi Perlakuan Sama Kepada Pasien Yang Akan Menghadapi Tindakan Operasi di
RS. Imanuel Bandar Lampung Tahun 2013... 74
19 Kemampuan Petugas Kerohanian Mempengaruhi Pasien Menjadi
Bandar Lampung Tahun 2013...
20
Sikap Petugas Kerohanian Memberikan Dorongan Sehingga Pasien Menerima Tindakan Operasi Pasien di RS. Imanuel
Bandar Lampung Tahun 2013... 77
21
Kemampuan Petugas Kerohanian Memberi Pujian Kepada Pasien Yang Menyatakan Dirinya Siap Menghadapi Operasi
di RS.Imanuel Bandar Lampung Tahun 2013... 78
22
Kemampuan Petugas Kerohanian Meningkatkan Perasaan Siap Menghadapi Operasi Pada Pasien Yang Akan Menghadapi Tindakan Operasi di RS. Imanuel Bandar Lampung Tahun 2013...
79
23
Kemampuan Petugas Kerohanian Meyakinkan Keputusan Pasien Menghadapi Tindakan Operasinya di RS. Imanuel Bandar Lampung Tahun 2013...
81
23
Kemampuan Petugas Kerohanian Meyakinkan Perasaan Nyaman Pasien Menghadapi Tindakan Operasi di
RS. Imanuel Bandar Lampung Tahun 2013... 82
24
Kemampuan Petugas Kerohanian Mempengaruhi Pikiran Pasien Sehingga Mampu Mempertahankan Keputusannya Akan
Menghadapi Tindakan Operasi di RS. Imanuel Bandar Lampung... 83
25 Kemampuan Petugas Kerohanian Meyakinkan Pasien Bahwa
Operasinya Akan Sukses di RS. Imanuel Bandar Lampung... 85
26
Kategori Komunikasi Antarpribadi Petugas Kerohanian Terhadap Pasien Yang Akan Menghadapi Tindakan Operasi
di RS. Imanuel Bandar Lampung... 86
27 Kekuatan dan Ketabahan Pasien Menghadapi Operasinya
di RS. Imanuel Bandar Lampung Tahun 2013... 87
28 Kesiapan Pasien Menghadapi Operasi di RS. Imanuel
Bandar Lampung Tahun 2013... 89
29 Gambaran Pulas Tidur Pasien Sebelum Pelaksanaan Operasi
di RS. Imanuel Bandar Lampung Tahun 2013... 90
30 Suasana Hati Nyaman Pasien Menghadapi Operasi di
RS. Imanuel Bandar Lampung Tahun 2013... 91
31 Pengertian dan Pemahaman Pasien Tentang Tindakan
Operasi di RS. Imanuel Bandar Lampung Tahun 2013... 92
32 Penerimaan Pasien Tanpa Terpaksa Menghadapi Tindakan
Operasi di RS. Imanuel Bandar Lampung Tahun 2013... 93
33 Sikap Siap Menjalani Pilihan Operasi di RS. Imanuel
Bandar Lampung Tahun 2013... 95
34 Sikap Optimis Pasien Operasi Dengan Kesuksesan Operasinya
di RS. Imanuel Bandar Lampung Tahun 2013... 96
35 Ikhlas Menerima Perubahan Pada Tubuh Setelah Operasi di
RS. Imanuel Bandar Lampung Tahun 2013... 97
36 Kesiapan Pasien Menghadapi Resiko Operasi di RS. Imanuel
Bandar Lampung Tahun 2013... 98
37 Suasana Hati Stabil Pasien Menghadapi Operasi di RS. Imanuel
Bandar Lampung Tahun 2013... 100
38 Perasaan Tenang Pasien Mendengar Jadwal Operasi di
40
Menghadapi Operasi di RS. Imanuel Bandar Lampung Tahun 2013.. 103
41 Kesiapan Pasien Melakukan Instruksi Dokter Tentang Persiapan
Operasi di RS. Imanuel Bandar Lampung Tahun 2013... 104
42
Kesiapan Pasien Menuruti Tindakan Persiapan Operasi Yang Dilakukan Perawat Sesuai Instruksi Dokter di RS. Imanuel
Bandar Lampung Tahun 2013... 105
43 Kesiapan Memakai Alat dan Perlengkapan Yang Harus Dikenakan
Saat Operasi di RS. Imanuel Bandar Lampung Tahun 2013... 107
44 Kesiapan Pasien Mengikuti Prosedur Operasi di
RS. Imanuel Bandar Lampung Tahun 2013... 108
45
Kesiapan Keluarga dan Pasien Mengikuti Prosedur . Persetujuan dan Syarat Operasi di RS. Imanuel Bandar
Lampung Tahun 2013... 109
46 Keluarga Menyetujui dan Menandatangani Surat
Persetujuan Operasi di RS. Imanuel Bandar Lampung Tahun 2013.... 110
47 Kategori Jawaban Responden tentang Kesiapan Pasien
Menghadapi Tindakan Operasi di RS. Imanuel Bandar Lampung... 112
48
Efektifitas Komunikasi Antarpribadi Petugas Kerohanian Terhadap Kesiapan Pasien Menghadapi Tindakan Operasi
di RS. Imanuel Bandar Lampung... 113
49
Hasil Uji Korelasi Spearmen Brown Komunikasi Petugas Kerohanian Terhadap Kesiapan Pasien Yang Akan Menghadapi
Tindakan Operasi di RS. Imanuel Bandar Lampung... 117
50 Hasil Analisis Regresi Linear KAP Petugas Kerohanian
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia tidak dapat hidup sendiri untuk mempertahankan hidupnya, tetapi perlu
berkomunikasi dengan orang lain. Disisi lain, manusia membutuhkan komunikasi
untuk memperoleh dan memberi informasi yang diperlukan dan
mempertimbangkan solusi alternatif atas masalah dan mengambil keputusan.
Kehidupan manusia tidak terlepas dari permasalahan, baik masalah fisik,
psikologis maupun rohani dan penyelesaian masalah tersebut memerlukan
bantuan orang lain. Dalam proses inilah manusia memerlukan hubungan antar
manusia yang di dalamnya terdapat komunikasi.
Komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang (komunikator)
menyampaikan rangsangan untuk mengubah perilaku orang lain (Hovlan et.al,
1953 dalam Munir, 2001 : 74). Komunikasi yang bertujuan mengubah sikap dan
perilaku orang lain menjadi sangat penting. Sebagaimana komunikasi yang
dilakukan oleh petugas kerohanian dengan pasien yang akan menghadapi tindakan
operasi di Rumah Sakit Imanuel. Adapun kegiatan petugas kerohanian tersebut,
antara lain mengunjungi pasien yang akan menghadapi operasi di ruang
Pendampingan kepada pasien yang akan menghadapi operasi yang dilakukan
petugas kerohanian di Rumah Sakit Imanuel Provinsi Lampung bertujuan untuk
membentuk kesiapan, terutama secara psikologis dan mental. Sering terjadi bahwa
pasien yang direkomendasikan dokter untuk tindakan operasi, tetapi karena pasien
sangat cemas dan ketakutan atau tidak siap dioperasi sehingga mereka menolak
atau menunda dan meminta pulang paksa.
Berhasilnya pendampingan membentuk kesiapan pada pasien menghadapi
tindakan operasi sangat bergantung pada efektifitas komunikasi yang terjadi
antara petugas kerohanian dengan pasien. Efektifitas komunikasi tersebut juga
sangat menentukan untuk membentuk hubungan-hubungan yang memuaskan.
Jika hubungan terputus atau menjadi sumber stres, pada umumnya yang ditunjuk
sebagai penyebab adalah komunikasi yang buruk.
Seringkali masalah dalam berhubungan berasal dari proses komunikasi itu sendiri
dan bukan pada apa yang dikomunikasikan. Kebanyakan orang marah dan tidak
berdaya jika mereka tidak didengarkan ketika mengatakan sesuatu yang penting.
Apa yang terjadi dalam hubungan dan komunikasi diantara individu akan
mempengaruhi pikiran dan perasaan internal setiap manusia. Oleh karena itu
dengan berkomunikasi secara efektif, kita tidak hanya dituntut untuk memahami
prosesnya, tetapi juga mampu menerapkan pengetahuan dan keterampilan kita
secara kreatif.
Adapun komunikasi, diantaranya yaitu komunikasi antarpribadi, yang merupakan
proses penyampaian pesan oleh satu orang dan penerimaan pesan oleh orang lain
3
untuk memberikan umpan balik segera. Melalui komunikasi antarpribadi, kita
berinteraksi dengan orang lain, mengenal mereka dan diri kita sendiri dan
mengungkapkan diri sendiri kepada orang lain. Jenis komunikasi yang dilakukan
oleh petugas kerohanian dengan pasien yang akan menghadapi tindakan operasi di
Rumah Sakit Imanuel Provinsi Lampung adalah komunikasi antarpribadi.
Ada empat ciri komunikasi antarpribadi. Pertama, kualitas komunikasi bersifat
dalam dan meluas. Komunikasi bersifat dalam, artinya dapat menembus
kepribadian yang paling tersembunyi dan meluas artinya sedikit sekali kendala
yang menentukan rentangan dan cara berkomunikasi. Kedua, komunikasi bersifat
personal, dimana hubungan antar anggota dalam kelompok bersifat unik dan
tidak tergantikan. Ketiga, lebih menekankan aspek hubungan dari pada isi.
Keempat, komunikasi bersifat ekspresif dan informal.
Komunikasi antarpribadi petugas kerohanian dengan pasien yang akan
menghadapi tindakan operasi berlangsung selama pendampingan. Petugas ini
memberi dukungan moral, mental dan psikologis yang menghambat kesiapan
pasien menghadapi operasinya. Pendampingan dilakukan sebelum tindakan
operasi dilaksanakan. Ketika pendampingan dilakukan, terjadi proses interaksi
antara petugas dengan pasien secara kontak langsung (face to face) yang diharapkan dapat membentuk kesiapan pada pasien menghadapi tindakan
operasinya. Oleh karena itu perlu diterapkan komunikasi yang efektif.
Thomas M. Scheidel mengemukakan bahwa kita berkomunikasi terutama untuk
menyatakan dan mendukung identitas diri, untuk membangun kontak sosial
berfikir, atau berperilaku seperti yang kita inginkan. Selain itu, Scheidel juga
mengungkapkan bahwa tujuan dasar kita berkomunikasi adalah untuk
mengendalikan lingkungan fisik.
Komunikasi antarpribadi dalam bentuk pendampingan kepada pasien yang akan
menghadapi operasi di RS. Imanuel Provinsi Lampung telah menjadi kegiatan
rutin dan terjadwal sejak tahun 2000. Akan tetapi, masih ada juga pasien yang
menolak dioperasi. Pasien meminta pulang paksa setelah dokter memutuskan
tindakan operasi. Adapun alasan menolak operasi tersebut karena pasien tidak
siap. Pasien mengatakan takut, kesal, dan bingung ketika dokter memutuskan
pasien harus menjalani tindakan operasi. Disamping itu juga karena tidak yakin
terhadap kesuksesan operasi yang akan dihadapi.
Selama bulan April 2013, ada sebanyak 66 orang pasien yang terdaftar pasien
bedah mayor dan 92 orang pasien bedah minor di RS. Imanuel Provinsi Lampung.
Sebanyak enam orang tidak bersedia dioperasi dengan berbagai alasan, seperti
takut dan ada juga yang tidak percaya bahwa penyembuhan penyakitnya harus
dengan tindakan operasi. Keadaan seperti inilah yang memerlukan pentingnya
komunikasi antarpribadi, yang diharapkan dapat membangun kepercayaan dan
kesiapan pada pasien menghadapi tindakan operasi. Hal ini dapat tercapai jika
komunikasi yang diterapkan petugas kerohanian adalah komunikasi antarpribadi
yang efektif dengan pasien.
Efektifitas komunikasi antar pribadi perlu diketahui sehingga dapat menerapkan
pendekatan yang sesuai untuk mengatasi situasi komunikasi tertentu (Devito,
5
antar pribadi sehingga dapat memperoleh gambaran dari faktor-faktor yang dapat
membuat komunikasi menjadi efektif. Menurut Devito (1989 : 6), komunikasi
antarpribadi memiliki 5 (lima ) ciri, yaitu keterbukaan, empati, sikap mendukung,
sikap positip, dan kesetaraan.
Komunikasi antarpribadi yang akan diuraikan dalam penelitian ini adalah
komunikasi dalam bentuk pendampingan yang dilakukan oleh petugas kerohanian
kepada pasien yang akan menghadapi operasi di RS. Imanuel. Pendampingan ini
merupakan salah satu tugas rutin dilakukan dan diharapkan dapat membentuk
kesiapan pada pasien. Sebelum pendampingan dilakukan oleh petugas
kerohanian, mereka terlebih dahulu meminta informasi dari kepala ruangan
tentang ruang perawatan dan identitas pasien yang akan di operasi. Sesuai
informasi yang diperoleh, selanjutnya petugas menemui pasien dan menawarkan
kepada pasien tentang pelayanan pendampingan. Jika pasien bersedia didampingi,
maka kegiatanpun dilaksanakan.
Penulis tertarik meneliti lebih lanjut tentang efektifitas komunikasi antarpribadi
petugas kerohanian terhadap kesiapan pada pasien menghadapi tindakan operasi.
Peneliti memilih pasien yang akan menghadapi tindakan operasi di RS. Imanuel
Provinsi Lampung sebagai obyek penelitian. Adapun alasan peneliti adalah karena
RS. Imanuel merupakan rumah sakit pendidikan, petugas kerohanian melakukan
pendampingan kepada pasien yang akan di operasi, namun masih ada juga pasien
yang menolak dioperasi. Disamping itu belum pernah dilakukan penelitian tentang
efektifitas komunikasi antarpribadi yang diterapkan petugas kerohanian di tempat
Berdasarkan uraian yang dikemukakan diatas, penulis ingin mengetahui seberapa
besarkah tingkat efektifitas komunikasi antar pribadi yang terjadi pada
komunikasi antarpribadi petugas kerohanian dengan pasien yang akan
menghadapi tindakan operasi sehingga terbentuk kesiapan pada pasien tersebut
menghadapi tindakan operasinya di RS. Imanuel Provinsi Lampung.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka rumusan
masalah pada penelitian ini adalah : “Seberapa besar tingkat efektifitas
komunikasi antar pribadi petugas kerohanian terhadap kesiapan pasien
menghadapi tindakan operasi di Rumah Sakit Imanuel Provinsi Lampung?”
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan masalah dalam penelitian ini, maka tujuan dari penelitian ini
adalah untuk :”Mengukur besarnya efektifitas komunikasi antar pribadi petugas
kerohanian terhadap kesiapan pasien menghadapi tindakan operasi di Rumah
Sakit Imanuel Provinsi Lampung”.
1.4 Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut :
1.4.1Secara teoritis
Secara teoritis, penelitian ini bermanfaat mengembangkan ilmu komunikasi dan
pengetahuan serta diharapkan dapat menjadi bahan acuan untuk penelitian
7
pertimbangan melakukan penelitian lebih lanjut terutama mengenai efektifitas
komunikasi membentuk kesiapan bagi pasien yang akan menghadapi
tindakan-tindakan operasi.
1.4.2 Secara praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran
penulis dalam memberikan informasi mengenai efektifitas komunikasi antar
pribadi petugas kerohanian terhadap kesiapan pasien menghadapi tindakan operasi
di RS Imanuel Provinsi Lampung. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Tentang Efektifitas
Efektifitas berasal dari kata dasar efektif, yang dalam bahasa Inggris sama dengan
“effective” yang berarti berhasil atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik.
Sedangkan efektivitas berasal dari kata “effectiveness” yang artinya sejauhmana
suatu kelompok mencapai tujuannya. Jadi efektifitas merupakan unsur pokok
untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan didalam setiap
organisasi, kegiatan ataupun program. Disebut efektif apabila tercapai tujuan atau
sasaran yang ditentukan. Hal ini sesuai dengan pendapat H. Emerson yang dikutip
Handayaningrat, S (1995 : 16) yang menyatakan bahwa efektifitas adalah
pengukuran dalam arti tercapainya tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
Sedangkan Kurniawan, A (2005 : 109) dalam bukunya Transformasi Pelayan
Publik mendefinisikan bahwa efektifitas adalah kemampuan melaksanakan tugas, fungsi (operasi kegiatan atau misi) dari pada suatu organisasi atau sejenisnya
yang tidak adanya tekanan atau ketegangan diantara pelaksanaanya. Pendapat lain
dikemukakan oleh Hidayat bahwa efektifitas adalah suatu ukuran yang
menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) telah tercapai.
9
Berdasarkan beberapa pendapat diatas mengenai efektifitas, dapat disimpulkan
bahwa efektifitas adalah suatu kegiatan pengukuran dan memperoleh ukuran
yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) telah
dicapai oleh manajemen yang mana target tersebut sudah ditentukan terlebih
dahulu. Dimana makin besar persentase target yang dicapai, makin tinggi
efektifitasnya.
2.2. Tinjauan Tentang Komunikasi
Komunikasi atau dalam bahasa Inggris “communication”, berasal dari kata Latin
“communis” yang berarti “sama”. Kata sama disini artinya adalah sama makna
(Onong Uchyana Efendi 1988 : 11). Menurut Carl I. Hovland yang dikutip oleh
Mulyana,D (2011 : 68) bahwa komunikasi adalah proses yang memungkinkan
seseorang (komunikator) menyampaikan ransangan untuk mengubah perilaku
orang lain (komunikate). Komunikasi akan berlangsung selama ada kesamaan
makna antara orang-orang yang berbicara. Kesamaan makna ini penting untuk
mencapai komunikasi yang efektif.
Rudolph F. Verderber mengemukakan bahwa komunikasi mempunyai dua fungsi.
Pertama, fungsi sosial, yakni untuk tujuan kesenangan, untuk menunjukkan ikatan
dengan orang lain, membangun dan memelihara hubungan. Kedua, fungsi
pengambilan keputusan, yakni memutuskan untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu pada saat tertentu.
Harorld Laswell yang dikutip oleh Onong Uchyana Efendi (1988 : 13)
menjelaskan komunikasi ialah menjawab pertanyaan : Who, Says What, In Which
Channel, To Whom, With What Effect. Paradigma Laswell diatas menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban pertanyaan yang diajukan
tersebut, yaitu : komunikator (communicator, source, sender), pesan (message), media (channel), komunikan (communicant, communicate, receiver, recipient),
dan efek (effect, impact, influence). Komunikator menyampaikan pesan kepada
komunikan melalui suatu media sehingga menghasilkan efek tertentu.
Proses komunikasi pada hakekatnya adalah proses penyampaian pikiran atau
perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan) (Onong
Uchyana Efendi, 1988 : 14). Wilbur Schramm menyatakan bahwa komunikasi
akan berhasil apabila pesan yang disampaikan komunikator cocok dengan
kerangka acuan (frame of reference), yakni paduan pengalaman dan pengertian (collection of experiences and meanings) yang pernah diperoleh komunikan
(Onong Uchyana Efendi, 1988 : 88). Penelaahan pesan oleh komunikan sangat
tergantung pada bidang pengalaman (field of experience). Semakin besar field of experience, semakin besar kemungkinan komunikasi tersebut menjadi lancar.
Komunikasi juga dapat didefinisikan secara luas sebagai berbagi pengalaman
(Deddy Mulyana, 2001 : 42). Menurut Joseph A. Devito (2002 : 21), dalam
komunikasi terdapat tiga prinsip dasar. Pertama, hanya dapat terjadi apabila
terdapat pertukaran pengalaman yang sama (sharing similar experience). Kedua,
semakin besar daerah tumpang tindih, semakin besar pula kemungkinan terjadinya
komunikasi yang efektif. Ketiga, sebaliknya, bila daerah tumpang tindih mengecil,
11
2.3. Tinjauan Komunikasi Antarpribadi 2.3.1. Pengertian komunikasi antarpribadi
Menurut Bochner, dkk dalam Devito (2011 : 252), komunikasi antarpribadi
diartikan melalui pendekatan komponen (componential), hubungan diadik
(relational dyadic) dan pengembangan (developmental). Sesuai pendekatan
komponen, komunikasi antarpribadi adalah penyampaian pesan oleh satu orang
dan penerimaan pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil orang, dengan
berbagai dampaknya dan dengan peluang memberi umpan balik segera. Menurut
pendekatan hubungan diadik, komunikasi antarpribadi adalah komunikasi yang
berlangsung diantara dua orang yang mempunyai hubungan yang mantap dan
jelas. Berdasarkan pendekatan pengembangan, komunikasi antarpribadi dilihat
sebagai akhir perkembangan dari komunikasi pribadi yang intim pada ektrem
yang lain.
Berdasarkan ketiga pendekatan tersebut dapat disimpulkan bahwa komunikasi
antarpribadi adalah penyampaian pesan dari satu orang dan penerimaan pesan
oleh orang lain atau sekelompok kecil orang dengan peluang memberikan umpan
balik segera; ditandai dengan komunikasi yang intim, mantap dan jelas; dan akhir
perkembangan dari komunikasi pribadi yang intim pada ektrem yang lain.
2.3.2. Tujuan komunikasi antarpribadi
Menurut Wijaya (2000 : 122-125), komunikasi antarpribadi bertujuan untuk
membantu orang lain. Tujuan ini dijelaskan melalui enam tujuan. Pertama,
mengenal diri sendiri dan orang lain. Kedua, mengetahui dunia luar. Ketiga,
sikap dan perilaku. Kelima, bermain dan mencari hiburan. Keenam, membantu
orang lain.
Melalui komunikasi antarpribadi kita membicarakan diri kita sendiri kepada orang
lain sehingga memahami lebih mendalam tentang sikap dan perilaku kita.
Komunikasi antarpribadi memungkinkan kita memahami lingkungan secara baik
tentang objek, kejadian-kejadian dan orang lain. Melalui komunikasi antarpribadi
banyak waktu kita gunakan menciptakan dan memelihara hubungan sosial dengan
orang lain. Melalui komunikasi antarpribadi kita banyak menggunakan waktu
mempersuasi orang lain. Bahwa melalui komunikasi antarpribadi kita dapat
memberi suasana lepas dari ketegangan, keseriusan, kejenuhan. Melalui
komunikasi antarpribadi kita dapat juga memberi nasehat dan saran kepada teman
yang sedang menghadapi masalah dan berusaha menyelesaikan masalah tersebut.
Komunikasi bertujuan untuk menciptakan perubahan pada diri komunikan, baik
perubahan opini, sikap maupun perilaku. Ada beberapa teknik komunikasi yang
digunakan untuk perubahan tersebut. Dalam bidang kajian komunikasi dikenal
empat teknik yang biasa digunakan, antara lain informatif, persuasif, koersif dan
hubungan manusiawi. Teknik komunikasi persuasif memiliki karakteristik yang
khas dalam memberikan efek positif bagi komunikan karena kemampuannya
yang dapat mengubah sikap, opini dan perilaku komunikan dengan tanpa paksaan.
Karakteristik komunikasi persuasif ditandai dengan unsur membujuk, mengajak,
mempengaruhi dan meyakinkan. Bertujuan untuk merubah atau mempengaruhi
kepercayaan, sikap dan perilaku seseorang sehingga bertindak sesuai dengan apa
13
komunikasi seringkali menekankan bahwa persuasif adalah kegiatan psikologis
(Jalaluddin Rakhmat, 2000 : 18)
2.3.3. Karakteristik keluasan dan kedalaman hubungan dalam komunikasi antarpribadi
Menurut Altman & Taylor dan Taylor & Altman dalam Devito (2011 : 259)
bahwa salah satu karakteristik penting hubungan antarpribadi dalam komunikasi
antarpribadi adalah bahwa hubungan antarpribadi tersebut berbeda-beda dalam hal
keluasan (breadth) dan kedalaman (depth). Banyaknya topik yang
dikomunikasikan disebut keluasan dan derajat kepersonalannya disebut
kedalaman.
Ada dua hal yang mungkin terjadi dalam hubungan antarpribadi ini. Pertama,
penetrasi sosial, dimana tahap awal hubungan yang terjadi biasanya ditandai
dengan kesempitan (narrowness), hanya sedikit dan dangkal (shallowness). Bila hubungan berkembang ke tingkat yang akrab dan kuat, maka baik keluasan
maupun kedalaman meningkat dan peningkatan ini dipandang nyaman, normal
dan alamiah. Kedua, depenetrasi, dimana bila suatu hubungan mulai rusak,
mungkin seseorang akan menghilangkan topik-topik tertentu dari interaksi
antarpribadinya dan mendiskusikan topik lain secara kurang mendalam. Orang
tersebut akan mengurangi tingkat pengungkapan diri maupun pengungkapan
2.3.4. Efektifitas komunikasi antarpribadi
Komunikasi antar pribadi, seperti bentuk perilaku yang lain, dapat sangat efektif
dan dapat pula sangat tidak efektif. Karakteristik efektifitas dari komunikasi
antarpribadi dapat dilihat dari tiga sudut pandang. Pertama, dari sudut pandang
humanistis. Kedua, dari sudut pandang pragmatis atau keperilakuan. Ketiga, dari
sudut pandang pergaulan sosial dan sudut pandang kesetaraan.
Komunikasi antarpribadi dari sudut pandang humanistis yang menekankan pada
keterbukaan, empati, sikap mendukung, dan kualitas-kualitas lain yang
menciptakan interaksi yang bermakna, jujur dan memuaskan. Pendekatan ini
dimulai dengan kualitas-kualitas umum yang menurut para filsuf dan humanis
menentukan terciptanya hubungan antar manusia yang superior.
Komunikasi antarpribadi dari sudut pandang pragmatis atau keperilakuan, yang
menekankan pada manajemen dan kesegaran interaksi, dan secara umum,
kualitas-kualitas yang menentukan pencapaian tujuan yang spesifik. Pendekatan
ini berawal dari keterampilan spesifik yang dari riset diketahui efektif dalam
komunikasi antarpribadi, kemudian mengelompokkan keterampilan-keterampilan
ini ke dalam kelas-kelas perilaku umum.
Komunikasi antarpribadi dari sudut pandang pergaulan sosial dan sudut pandang
kesetaraan. Pendekatan ini didasari pada model ekonomi imbalan dan biaya saling
dipertukarkan. Teori ini mengatakan bahwa dalam mengembangkan hubungan
15
2.3.5. Efektifitas komunikasi antarpribadi dari sudut pandang humanistik. Karakteristik efektifitas dari komunikasi antarpribadi dari sudut pandang
humanistik mempertimbangkan lima kualitas umum. Adapun pertimbangan
tersebut terdiri dari : keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positip, dan
keterbukaan. Kelima kualitas umum tersebut akan diuraikan lebih lanjut sebagai
berikut :
2.3.5.1. Keterbukaan
Terbuka dalam pengertian ini yaitu mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang
kita lontarkan adalah memang milik kita dan kita bertanggung jawab atasnya.
Kualitas keterbukaan mengacu pada tiga aspek dari komunikasi antarpribadi.
Pertama, komunikator yang efektif harus terbuka kepada orang yang diajaknya
berinteraksi, harus ada kesediaan membuka diri, mengungkapkan informasi yang
biasanya disembunyikan, asalkan memang patut dilakukan. Kedua, aspek
keterbukaan memacu kesediaan komunikator bereaksi secara jujur terhadap
stimulus yang datang. Kita ingin orang bereaksi secara terbuka terhadap apa yang
kita ucapkan. Ketiga, aspek yang menyangkut kepemilikan perasaan dan pikiran
(Bocher & Kelly, 1974).
2.3.5.2. Empati
Orang yang memiliki perasaan empatik akan mampu mengetahui dan
memahami motivasi serta pengalaman orang lain. Selain itu juga mampu
mengetahui dan memahami perasaan, sikap serta harapan maupun keinginan
orang lebih mampu menyesuaikan komunikasinya ketika dia berinteraksi dengan
orang lain.
2.3.5.3. Sikap mendukung
Hubungan antarpribadi yang efektif adalah hubungan dimana terdapat sikap
mendukung (supportiveness). Sikap mendukung dalam bersikap mencakup tiga
hal. Pertama, yakni deskriptif, bukan evaluatif yang mampu menumbuhkan sikap
mendukung. Kedua, spontan, bukan strategik yang nantinya seseorang akan
berterus terang dan terbuka. Ketiga, provisinal, bukan sangat yakin artinya
bersikap tentatif dan berfikir terbuka serta bersedia mendengar pandangan yang
berlawanan dan bersedia mengubah posisi jika keadaan mengharuskan.
2.3.5.4. Sikap positif
Kita mengkomunikasikan sikap positif dalam komunikasi antarpribadi dengan
sedikitnya dua cara, yaitu dengan menyatakan sikap positif dan secara positif
mendorong orang yang menjadi teman kita berinteraksi. Sikap positif mengacu
pada komunikasi antarpribadi terbina jika orang memiliki sikap positif terhadap
diri mereka sendiri dan situasi komunikasi umumnya penting untuk berinteraksi
yang efektif.
2.3.5.5. Kesetaraan
Dalam setiap situasi, barangkali terjadi ketidaksetaraan. Salah seorang mungkin
lebih pandai, lebih kaya, lebih tampan atau cantik, atau lebih atletis dari pada yang
17
Terlepas dari ketidaksetaraan ini, komunikasi antarpribadi akan lebih efektif bila
suasananya setara. Artinya, harus ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua
pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan bahwa masing-masing pihak
mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan.
2.4. Tinjauan Tentang Kesiapan 2.4.1. Pengertian kesiapan
Kesiapan (ready / stand by) adalah sikap terhadap objek tertentu, yang dapat merupakan sikap pandangan atau sikap perasaan, tetapi sikap tersebut disertai oleh
kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan objek tadi. Kesiapan merupakan
keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi) dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan
sekitarnya. ( Gerungan, dikutip oleh Sunaryo, 2004 : 197 ).
Kesiapan sangat penting untuk memulai suatu pekerjaan, karena dengan adanya
kesiapan maka pekerjaan tersebut akan teratasi lancar dan menghasilkan hasil
maksimal. Menurut Slameto (1995 : 61) mengemukakan bahwa kesiapan adalah
prasyarat untuk belajar berikutnya seseorang untuk dapat berinteraksi dengan cara
tertentu.
Kesiapan adalah keseluruhan kondisi seseorang atau individu yang membuatnya
siap untuk memberikan respon atau jawaban dengan di dalam cara tertentu
terhadap suatu situasi. Penyesuaian pada suatu saat akan berpengaruh pada atau
kecenderungan untuk memberi respon. Kondisi individu setidaknya mencakup
kebutuhan-kebutuhan, motif dan tujuan,. Ketiga, keterampilan dan pengetahuan (Slameto,
1995 :113)
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kesiapan merupakan sikap
pandangan atau sikap perasaan terhadap suatu objek, disertai kecenderungan
untuk bertindak sesuai dengan objek tersebut. Kesiapan juga merupakan faktor
internal seseorang sebelum dan selama menghadapi sesuatu permasalahan atau
kegiatan, dimana sikap itu berdasarkan mental, sikap, keterampilan yang harus
dimiliki dan dipersiapkan sebelum ataupun sesudah melakukan kegiatan tertentu
berupa perencanaan, guna menghadapi masalah yang akan timbul.
2.4.2. Aspek-aspek psikologis yang mempengaruhi kesiapan
Ada enam aspek penting yang dapat mempengaruhi kesiapan seseorang, yaitu
kematangan, kecerdasan, keterampilan, kemampuan dan minat, motivasi, dan
kesehatan. Kematangan merupakan suatu kondisi yang dapat menimbulkan
perubahan tingkah laku sebagai akibat dari pertumbuhan dan perkembangan.
Kecerdasan, adalah daya pikir dan merupakan salah satu aspek penentu
keberhasilan seseorang melaksanakan tugas tertentu. Seseorang yang memiliki
kecerdasan normal atau di atas normal akan lebih siap menghadapi dan mengatasi
masalah-masalah yang dihadapinya dibandingkan dengan orang-orang yang
kecerdasannya dibawah normal.
Keterampilan, adalah kegiatan psikomotorik yang merupakan salah satu aspek
yang harus dimiliki seseorang agar dapat mengembangkan dirinya lebih kreatif
19
seseorang untuk mengembangkan hal di bidang tertentu. Motivasi, merupakan
dorongan yang mendasari dan mempengaruhi setiap usaha serta kegiatan
seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Seseorang yang memiliki
motivasi yang tinggi dalam melakukan suatu kegiatan, maka akan mendorong
dirinya untuk terus berusaha untuk menghasilkan produk yang lebih baik.
Kesehatan, dimana tubuh yang sehat merupakan kondisi yang memungkinkan
seseorang lebih siap untuk melakukan tugasnya dengan baik.
2.4.3. Kesiapan pasien menghadapi tindakan operasi
Tindakan bedah adalah ancaman potensial atau aktual kepada integritas orang,
dapat membangkitkan reaksi stres fisiologi maupun psikologi. Respon psikologi
yang selalu terjadi menanggapi operasi adalah ketakutan dan penghayatan umum.
Sebagian ketakutan yang melatar belakangi keinginan mengelak dan orang tidak
akan mengetahui penyebabnya.
Secara umum, ketakutan terhadap tindakan operasi dapat terjadi karena hal-hal
yang tidak diketahui, takut hilang kendali, takut hilang kasih sayang dari orang
penting dan takut karena ancaman seksualitas. Sedangkan yang lebih spesifik
karena ketakutan terhadap diagnosa keganasan, takut anesthesi, takut sakratul
maut, takut nyeri, takut perubahan penampilan dan takut keterbatasan permanen.
Takut terhadap anesthesi biasanya adalah maut, tidur terus tidak bangun kembali.
Ketakutan mengenai ketidak mampuan permanen dapat realistis atau dipengaruhi
Pasien yang sangat cemas dan ketakutan sehingga tidak bisa berbicara seringkali
menderita banyak kesukaran setelah selesai operasi. Pada umumnya pasien ini
cenderung banyak marah, kesal, bingung, gelisah dan depresi. Oleh karena itu,
persiapan pasien dalam menghadapi tindakan operasi (pra-bedah) sangat penting
untuk memperkecil resiko operasi. Keberhasilan dari suatu pembedahan sangat
bergantung pada penilaian keadaan penderita dan persiapan sebelum pembedahan
dilakukan. Tindakan umum yang dilakukan setelah diputuskan melakukan
pembedahan adalah mempersiapkan pasien untuk mengurangi
penyulit/faktor-faktor penghambat sesudah pembedahan.
Secara mental, pasien harus dipersiapkan untuk menghadapi pembedahan karena
selalu ada rasa cemas atau takut terhadap penyuntikan, nyeri luka, anesthesia,
bahkan terhadap kemungkinan cacat atau mati. Dalam hal ini hubungan baik
antara pasien, keluarga, dokter, perawat dan petugas kerohanian sangat
menentukan. Kecemasan ini adalah reaksi normal yang dapat dihadapi dengan
sikap terbuka dan penerangan dari dokter dan petugas pelayanan kesehatan
lainnya. Atas dasar pengertian, pasien menjadi berani, terbuka, realistis, suasana
hati tenang, semangat dan bekerjasama sehingga setuju diopearsi. Setelah pasien
menyetujui tindakan operasi, maka keluarganya menandatangani persetujuan
operasi.
2.4.4. Tinjauan tentang petugas kerohanian di Rumah Sakit Imanuel
Pelayanan spiritual yang dimaksud identik dengan pelayanan rohani kepada
21
perhatian (attention), dukungan (sustaining), perdamaian (reconciling), bimbingan
(guiding), penyembuhan luka batin (inner-healing), serta doa (praying). Apabila pasien terlayani aspek rohaninya maka akan terjadi keseimbangan dalam hidup
dan berdampak positif untuk menjalani pengobatan penyakitnya.
Petugas kerohanian di RS. Imanuel adalah seseorang yang terpanggil memberi
pelayanan pendampingan, baik kepada karyawan, pasien dan keluarga dimana
keberadaan mereka sedang terlibat dalam penanganan masalah kesehatan /
penyakit pada pasien di rumah sakit. Tujuan utama kegiatan ini, khususnya
adalah menjembatani komunikasi dokter-perawat-pasien yang sulit disampaikan.
Robert C. Anderson sebagaimana dikutip Purwadarminta (2000 : 8) dalam
mendefinisikan kata pelayanan sebagai seseorang yang bertanggung jawab
mengelola aset dari rumah yang diaturnya agar sesuatu berjalan dengan baik dan
teratur. Pendampingan adalah suatu proses dalam menyertai dan menemani secara
dekat, bersahabat dan bersaudara serta hidup bersama-sama dalam keadaan suka
dan duka, bahu membahu dalam menghadapi kehidupan demi mencapai tujuan
bersama yang diinginkan.
Petugas kerohanian melakukan pelayanan pendampingan kepada pasien-pasien
yang dirawat di RS. Imanuel, bertujuan untuk mengatasi masalah yang sedang
dihadapi pasien tersebut, terutama masalah mental-psikologis. Salah satu sasaran
tugas pendampingan tersebut adalah pasien yang akan menghadapi tindakan
operasi. Jika petugas menerapkan komunikasi antarpribadi yang efektif dan
menghadapi tindakan operasinya. Petugas kerohanian yang bekerja di RS.
Imanuel berada diluar struktural rumah sakit, sehingga mereka bekerja sebagai
pekerja sosial (social worker) yang bertanggung jawab langsung kepada Direktur
rumah sakit.
Uraian tugas dari petugas kerohanian ini adalah berdasarkan hasil kesepakatan
bersama antar anggota tim dan kemudian diusulkan kepada Direktur untuk
disetujui. Adapun tugas utama yang dilakukan terdiri dari pelayanan
pendampingan ke bangsal-bangsal, pertemuan dengan tim setelah selesai
pelayanan di bangsal-bangsal, dan melaporkan hasil kegiatannya setiap hari
kepada penanggung jawab tim
Bentuk-bentuk pendampingan yang dilaksanakan terdiri dari pendampingan
kepada pasien sebelum dan sesudah operasi, pendampingan kepada pasien melalui
kunjungan ke bangsal-bangsal, pendampingan kepada pasien terminal (terminal
illness), pendampingan kepada keluarga pasien yang meninggal dunia, dan pendampingan kepada pasien yang ancaman bunuh diri.
Strategi pelaksanaan kegiatan pendampingan kepada pasien, secara garis besar
dilakukan dengan tiga cara. Pertama, dengan mendatangi pasien secara langsung.
Petugas kerohanian mendatangi pasien langsung ke bangsal-bangsal perawatan.
Sebelum ke pasien, petugas menanyakan perawat ruangan mengenai identitas dan
lokasi tempat tidur pasien yang akan didampingi. Kedua, petugas diundang oleh
perawat ruangan. Perawat ruangan memanggil petugas melalui telpon untuk
23
langsung oleh pasien / keluarga pasien, dimana pasien atau keluarga mengajukan
permintaan melalui perawat ruangan untuk diberi pelayanan pendampingan.
Pelayanan yang diberikan mengatasi masalah mental dan psikologis, yakni dengan
memberi dorongan, semangat dan meyakinkan pasien sehingga terlepas dari
perasaan cemas dan ketakutannya menghadapi tindakan operasinya. Komunikasi
antarpribadi yang efektif sangat berperan dalam situasi ini sehingga kemungkinan
untuk menunda atau menolak operasi oleh pasien/keluarganya dapat diatasi.
2.5. Kerangka Pikir
Manusia berkomunikasi terutama untuk menyatakan dan mendukung identitas
diri, membangun kontak sosial dengan orang di sekitar kita dan untuk
mempengaruhi orang lain untuk merasa, berpikir atau berperilaku seperti yang
kita inginkan. Selain dari pada itu juga berkomunikasi bertujuan untuk
mengendalikan lingkungan fisik dan psikologis kita. Dalam komunikasi dituntut
adanya pemahaman makna dari pesan yang disampaikan oleh komunikator
sehingga terjadi interaksi sosial. Salah satu bentuk dari komunikasi tersebut
adalah komunikasi antarpribadi.
Komunikasi antarpribadi adalah penyampaian pesan oleh satu orang dan
penerimaan pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil orang, dengan berbagai
dampaknya dan dengan peluang memberi umpan balik segera. Komunikasi antar
pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil orang dengan peluang memberikan
umpan balik segera dan ditandai dengan komunikasi yang intim, mantap dan jelas.
Komunikasi antarpribadi yang dilakukan petugas kerohanian dengan pasien yang
akan menghadapi operasi di RS. Imanuel adalah sama dengan konsep komunikasi
yang dikemukakan Devito (1989 : 6). Komunikasi yang terjadi adalah dengan
menerapkan karakteristik komunikasi antarpribadi secara efektif dan persuasif.
Komunikasi efektif meliputi sikap mendukung, rasa positip dan kesamaan,
sedangkan komunikasi persuasif meliputi sikap mengajak dan meyakinkan.
Pasien yang akan menghadapi tindakan operasi sering disertai respon psikologi
ketakutan penghayatan umum yang berlebihan. Ketakutan yang dialami pasien
karena hal-hal yang tidak diketahui, takut hilang kendali, takut hilang kasih
sayang dari orang penting dan takut karena ancaman seksualitas. Sedangkan yang
lebih spesifik karena ketakutan terhadap diagnosa keganasan, takut anesthesi,
takut sakratul maut, takut nyeri, takut perubahan penampilan dan takut
keterbatasan permanen. Takut terhadap anesthesi biasanya adalah maut, tidur
terus tidak bangun kembali.
Petugas kerohanian di RS. Imanuel memberikan pelayanan pendampingan kepada
pasien yang akan menghadapi tindakan operasi di ruang perawatan sebelum
menjalani operasinya. Melalui pendampingan petugas kerohanian membantu
pasien melepaskan ketakutan dan kecemasannya. Adapun metode yang diterapkan
25
menerapkan sikap mendukung, rasa positip, kesamaan, mengajak dan
meyakinkan.
Kesiapan pasien menghadapi suatu tindakan operasinya seringkali tidaklah mudah
diperoleh. Sehingga dengan menerapkan komunikasi antarpribadi efektif dalam
kegiatan pendampingan petugas kerohanian, diharapkan bahwa pasien menjadi
siap. Pasien yang memiliki kesiapan secara mental psikologis menghadapi
tindakan operasinya dapat diketahui dari penampilan dan perasaan pasien. Pasien
tersebut menjadi tenang dan tidak mengalami kecemasan, tidak ketakutan, tidak
marah-marah, tidak kesal, tidak bingung, tidak depresi dan setuju dioperasi.
Penampilan dan perasaan seorang pasien yang siap menghadapi tindakan operasi
dapat diketahui dari hasil wawancara dan pengamatan kepada pasien tersebut.
Pasien yang siap menghadapi tindakan operasi menunjukkan beberapa enam hal.
Pertama, yaitu hilangnya kecemasan dan ketakutan dan berubah menjadi berani
dan tentram hati. Kedua, tidak lagi merasa kesal dan marah-marah tetapi menjadi
terbuka dan realistis. Ketiga, pasien tidak lagi kebingungan tetapi menjadi
realistis. Keempat, pasien tidak gelisah tetapi fokus dan suasana hati tenang.
Kelima, pasien tidak mengalami depresi tetapi menjadi semangat dan kerjasama.
Keenam, pasien tidak menolak operasi tetapi menyetujui sehingga keluarga
menandatangani izin operasi.
Pasien yang tidak takut menghadapi operasi tampak berani dan merasa tentram
hati. Melalui observasi diketahui bahwa pasien tidur pulas di malam hari. Pasien
delapan jam per-hari. Selain itu menjadi konsentrasi menjawab pertanyaan dan
tidak ada keluhan seperti tersumbat di tenggorokan.
Pasien yang siap operasi tidak akan merasa kesal dan tidak marah-marah.
Biasanya, seseorang yang kesal dan marah-marah akan menyampaikan
protes, rasa malu, ketidakamanan atau frustrasi terhadap seseorang / sesuatu.
Hal ini dapat terjadi ketika ego seseorang terluka / merasa terancam ( http :
// Ide.shpoong com/ humanities / theory / critism / 2291404 / pengertian/marah, diakses tanggal 19 April 2013 Pukul 21.00 WIB).
Seorang yang kebingungan akan ditandai dengan hilang akal, tidak tau apa
yang harus diperbuat ketika disuruh menceritakan pengalamannya, tidak tau
arah, dimana posisi Barat atau Timur, gugup tidak karuan ketika tersiar berita
yang mengancam dirinya dan menyerang, bodoh, kurang jelas, kurang mengerti
(http: // selaputs. blokspot.com /2011/08/ definisi/ arti/ pengertian/ bingung.html,
diakses tanggal 19 April 2013 Pukul 21.00 WIB).).
Pasien yang mengalami kegelisahan ditandai dengan perasaan tidak tentram,
suasana hati selalu merasa khawatir, tidur tidak tenang, tidak sabar
(http://m.artikata.com /arti / 328202 /gelisah. html, diakses tanggal 19 April 2013 Pukul 21.00 WIB). Sedangkan pasien yang tidak mengalami depresi
mengatakan nyaman bersama dengan orang di ruang perawatannya, sabar dan
dapat melalui waktu perawatannya, mengatakan dirinya masih sangat dibutuhkan
dan berguna bagi orang lain dan keluarga, dan yakin tindakan operasi dapat
27
Pasien yang sudah siap operasi akan menyetujui tindakan operasinya sehingga
keluarga menandatangani surat persetujuan operasi. Surat persetujuan operasi
adalah sebagai salah satu persyaratan administrasi yang harus dipenuhi sebelum
pasien dioperasi. Penandatanganan surat persetujuan ini menunjukkan bahwa
pasien dan keluarganya benar-benar telah memiliki kesiapan menghadapi tindakan
operasi. Sebelum surat ditanda tangani oleh pasien atau keluarga, petugas
memberi penjelasan tentang waktu pelaksanaan, lamanya proses operasi dan
gejala-gejala dan perubahan yang mungkin dapat terjadi setelah operasi.
Berdasarkan uraian diatas, lebih lanjut dapat dilihat pada kerangka pikir
sebagaimana dapat digambarkan pada bagan 1 dibawah ini :
Bagan 1 : Kerangka Pikir
Komunikasi antarpribadi petugas Kesiapan pasien menghadapi kerohanian dan pasien sebelum tindakan operasi operasi
(X) (Y)
Karakteristik komunikasi efektif 1. Berani dan tenteram hati
1. Sikap mendukung 2. Sikap terbuka dan menerima
2. Rasa positif 3. Realistis
3. Kesamaan 4. Fokus dan suasana hati tenang
4. Membujuk 5. Semangat dan kerjasama
5. Meyakinkan 6. Menyetujui tindakan operasi
2.6. Hipotesis
Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan
penelitian, sampai terbukti melalui data yang akan terkumpul. Berdasarkan
kerangka pikir diatas maka dapat ditarik kesimpulan yang merupakan jawaban
sementara masalah penelitian sebagai berikut :
Ho : Tidak ada hubungan antara komunikasi antarpribadi petugas kerohanian dan
pasien sebelum operasi dengan kesiapan pasien menghadapi tindakan
operasi
Hi : Ada hubungan antara komunikasi antarpribadi petugas kerohanian dan
pasien sebelum operasi dengan kesiapan pasien menghadapi tindakan
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Tipe Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode survei deskriptif, yaitu suatu metode
penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau
deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif. Penelitian ini dilakukan dengan
menempuh langkah-langkah pengumpulan data, klasifikasi, pengolahan/analisis
data, membuat kesimpulan dan menyusun laporan (Notoatmodjo, S, 2010 : 36).
Menurut Machfoedz (200 7:7 ), penelitian deskriptif umumnya untuk mengetahui
perkembangan dan frekuensi sarana fisik tertentu misalnya fenomena sosial, yang
hasilnya dicantumkan dalam tabel-tabel frekuensi.
Penelitian deskriptif dapat juga digunakan untuk menggambarkan fenomena
sosial tertentu, misalnya interaksi sosial dan sistem kekerabatan. Menurut Masri
Singarimbun dan Sofian Effendi (1989 : 4 ) mengemukakan bahwa penelitian
deskriptif dimaksudkan untuk pengukuran yang cermat terhadap fenomena sosial
tertentu, misalnya perceraian, pengangguran, keadaan gizi, preferensi terhadap
politik tertentu dan lain-lain.
Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa penelitian yang bersifat
deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif, dengan menempuh
langkah-langkah pengumpulan data, klasifikasi, pengolahan/analisis data, membuat
kesimpulan dan laporan, dimana hasil penelitian dicantumkan dalam tabel-tabel
frekuensi.
3.2. Variabel Penelitian
Variabel penelitian pada penelitian ini terdiri dari :
3.2.1. Variabel bebas (independent variable)
Adapun variabel bebas atau independent variabel (X) pada penelitian ini adalah komunikasi antarpribadi petugas kerohanian dan pasien.
3.2.2. Variabel terikat (dependent variable)
Adapun variabel terikat atau dependent variabel (Y) pada penelitian ini adalah kesiapan pasien menghadapi tindakan operasi di Rumah Sakit Imanuel Provinsi
Lampung
3.3. Definisi Konseptual
Untuk memahami konsep-konsep yang digunakan dalam penelitian ini, maka
definisi konseptual dapat diuraikan sebagai berikut :
3.3.1. Efektifitas
Handayaningrat, S (1994 : 16) mengatakan bahwa efektivitas adalah pengukuran,
dalam arti tercapainya tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Sedangkan
31
menyampaikan ransangan untuk mengubah perilaku orang lain (komunikate).
Komunikasi antarpribadi yang diterapkan adalah komunikasi efektif dan persuasif.
Dapat dilihat dengan tercapainya sasaran dan tujuan dari komunikasi tersebut,
yaitu adanya sikap mendukung, rasa positif, kesamaan, membujuk dan
meyakinkan.
3.3.2. Komunikasi antarpribadi
Menurut Bochner, 1978, dkk dalam Devito ( 2011 : 252), komunikasi antarpribadi
diartikan penyampaian pesan oleh satu orang dan penerimaan pesan oleh orang
lain atau sekelompok kecil orang, dengan berbagai dampaknya dan dengan
peluang memberi umpan balik segera. Komunikasi antarpribadi dapat juga
diartikan sebagai komunikasi yang berlangsung diantara dua orang yang
mempunyai hubungan yang mantap dan jelas.
3.3.3. Petugas kerohanian
Petugas kerohanian adalah seseorang petugas sosial (social worker) yang
terpanggil memberi pelayanan pendampingan, baik kepada karyawan, pasien dan
keluarga dimana keberadaan mereka sedang terlibat dalam penanganan masalah
kesehatan/penyakit pada pasien di rumah sakit. Pendampingan kepada pasien
yang akan menghadapi tindakan operasi dilakukan agar pasien dapat terbebas dari
rasa cemas dan ketakutan menghadapi tindakan operasinya. Bentuk
pendampingan yang diberikan adalah penanganan untuk mengatasi masalah
mental-psikologis dengan menerapkan komunikasi antarpribadi petugas
3.3.4. Kesiapan pasien menghadapi tindakan operasi di RS. Imanuel Provinsi Lampung.
Kesiapan, yaitu sikap pandangan atau sikap perasaan terhadap suatu objek,
disertai kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan objek tersebut. Kesiapan
juga merupakan faktor internal seseorang sebelum dan selama menghadapi
sesuatu permasalahan atau kegiatan, dimana sikap itu berdasarkan mental, sikap,
keterampilan yang harus dimiliki dan dipersiapkan sebelum ataupun sesudah
melakukan kegiatan tertentu berupa perencanaan, guna menghadapi masalah yang
akan timbul. Kesiapan pasien menghadapi tindakan operasi di RS. Imanuel
Provinsi Lampung adalah pasien yang menghadapi tindakan operasi
menunjukkan sikap berani dan tenteram hati, terbuka dan menerima, realistis,
fokus dan suasana hati tenang, semangat dan kerjasama, memahami dan
menyetujui operasi.
3.4. Definisi Operasional
Definisi operasional dalam pelaksanaan penelitian ini adalah :
3.4.1. Komunikasi antarpribadi petugas kerohanian dan pasien.
Komunikasi antarpribadi petugas kerohanian dan pasien yang akan menghadapi
tindakan operasi akan diukur dengan indikator :
3.4.1.1. Dukungan
- Adanya kemampuan memberi support/dukungan saat orang lain
mengalami masalah
33
- Adanya kesediaan mendengar pandangan atau keluhan orang lain
- Adanya sikap memotivasi orang lain yang kesulitan,lemah atau ketakutan
3.4.1.2. Rasa positif
- Adanya kesediaan mendengar dan memperhatikan pembicaraan orang lain
yang menjadi teman berinteraksi
- Adanya sikap mendorong orang lain mengungkapkan hal-hal yang ingin
diucapkannya.
- Adanya sikap saling menghargai pendapat yang dikemukakan orang lain
saat berinteraksi.
- Adanya sikap percaya tentang ungkapan perasaan orang lain
3.4.1.3. Kesetaraan
- Tidak merasa lebih dari anggota lain
- Tidak mementingkan diri sendiri
- Tidak membuat jarak sosial dan saling menghargai
- Tidak ada merasa diabaikan
- Tidak membedakan perlakuan antara satu dengan yang lain
3.4.1.3. Membujuk
- Adanya kemampuan memberi pengertian kepada orang lain yang sulit
mengambil suatu keputusan
- Adanya kemampuan mendorong orang lain menerima sesuatu yang sulit
- Adanya kemampuan memberi pujian (reinforcement) kepada seseorang
yang berhasil menerima suatu keputusan yang sulit
- Mampu memberikan semangat kepada orang lain yang memerlukan
3.4.1.4. Meyakinkan
- Adanya kemampuan mempengaruhi seseorang membenarkan
keputusannya
- Adanya kemampuan mempengaruhi seseorang melakukan keputusannya
- Adanya kemampuan mempengaruhi seseorang mempertahankan
keputusannya
- Mampu meyakinkan orang lain tentang sesuatu keberhasilan
3.4.2. Kesiapan pasien menghadapi tindakan operasi
Kesiapan pasien menghadapi tindakan operasi di RS. Imanuel Provinsi Lampung,
diukur dengan indikator sebagai berikut :
3.4.2.1. Berani dan tenteram hati
- Pasien berani menghadapi operasinya
- Pasien siap dioperasi
- Pasien pulas tidurnya kurang lebih enam jam per-hari
- Pasien berinteraksi dengan tenang dengan dengan orang lain
3.4.2.2. Sikap terbuka dan menerima
- Pasien mengerti dan menerima tindakan operasinya
35
- Pasien pasrah menerima hal-hal yang terkait operasinya
- Pasien mengatakan optimis dengan kesuksesan operasinya
3.4.2.2. Realistis
- Pasien dapat memahami perubahan yang akan terjadi setelah operasi
- Pasien menerima kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi dalam
operasi
- Pasien mengertis mengenai jenis dan resiko operasinya
- Menerima dengan iklas resiko menjalani operasi
3.4.2.3. Fokus dan suasana hati tenang
- Pasien mengatakan perasaan nyaman saja menghadapi operasinya
- Pasien tetap tenang dan emosi stabil mendengar jadwal operasinya
- Pembicaraan pasien tetap terarah dan konsisten
- Pasien melakukan semua instruksi dokter tentang persiapan operasi
3.4.2.4. Semangat dan kerjasama
- Pasien mengatakan akan melakukan semua instruksi dokter tentang
persiapan operasi
- Pasien mengatakan akan menuruti tindakan persiapan operasi yang
dilakukan perawat
- Pasien mengatakan mau mengenakan alat dan perlengkapan yang harus
dikenakan saat operasi
3.4.2.5. Menyetujui operasi
- Pasien/keluarga memahami tentang surat persetujuan operasi
- Pasien/keluarga memahami syarat administrasi tindakan operasi
- Pasien dan keluarga mengikuti prosedur persetujuan dan administrasi
operasi
- Keluarga pasien menanda tangani surat persetujuan operasi atas persetujuan
pasien
3.5. Dimensi-Dimensi Variabel Penelitian
Dimensi-dimensi variabel X dan variabel Y dalam penelitian ini dapat diuraikan
[image:50.595.116.512.437.748.2]pada tabel 1.
Tabel 1. Dimensi-Dimensi Variabel X dan Variabel Y
Variabel Dimensi Variabel Indikator
X Dukungan - Apakah petugas kerohanian mampu
memberi support/dukungan kepada
anda menghadapi tindakan operasi?
- Apakah petugas kerohanian memiliki
sikap spontanitas membantu anda
dalam pemecahan masalah yang
sedang anda alami?
- Apakah petugas kerohanian bersedia
mendengar keluhan anda saat ini?
37
motivasi kepada anda supaya lebih
siap menghadapi operasi?
Rasa positif - Apakah petugas kerohanian bersedia
mendengar dan memperhatikan anda
berbicara ketika sedang berinteraksi?
- Apakah petugas kerohanian memberi
dorongan supaya anda dapat/mampu
mengungkapkan hal-hal yang masih
ingin anda ucapkan?
- Apakah petugas kerohanian bersikap
menghargai pendapat yang anda
kemukakan selama berinteraksi?
- Apakah petugas kerohanian
menunjukkan sikap percaya kepada
hal-hal yang anda ucapkan?
Kesetaraan - Apakah petugas kerohanian mengakui
kepada anda bahwa semua insan
manusia sama nilainya dan sama
berartinya?
- Apakah petugas kerohanian mengakui
kepada anda bahwa setiap orang berhak
mendapat perlakuan yang adil?