PROPOSAL PENELITIAN
Opini Mahasiswa Mengenai Eskploitasi Masyarakat
Kecil PadaTayangan Reality Show
(Studi Deskriptif Opini Mahasiswa FISIP USU Mengenai Eksploitasi Masyarakat Kecil Pada Tayangan Reality Show ‘Minta Tolong’ di RCTI)
Diajukan Oleh :
SRI NUR UTAMY 070904018
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
LEMBAR PERSETUJUAN
Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh: Nama : Sri Nur Utamy
Nim : 070904018
Judul : Opini Mahasiswa Mengenai Eksploitasi Masyarakat Kecil Pada Tayangan Reality Show
(Studi Deskriptif Opini Mahasiswa FISIP USU Mengenai Eksploitasi Masyarakat Kecil Pada Tayangan Reality Show “Minta Tolong” Di RCTI.
Medan, Juli 2012
Pembimbing Ketua Departemen
(Yovita Sabarina Sitepu, S.Sos, M.Si)
NIP. 198011072006042002 NIP. 19620828 198601 2 001 (Dra. Fatma Wardi Lubis, M.A)
Dekan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul tentangopini mahasiswa mengenai eksploitasi masyarakat kecil pada tayangan Reality Show “Minta Tolong”. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui persepsi mahasiswa FISIP USU terhadap tayangan Reality Show “Minta Tolong” yang disiarkan di RCTI.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, yaitu hanya menggambarkan keadaan subjek atau objek penelitian pada saat sekarang ini berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Adapun Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori media massa, teori SOR, perancangan alat ukur adalah kuesioner yaitu setiap responden diberikan angket yang berisi pertanyaan yang dijawab dengan cara memilih. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 1412 orang.Untuk meghitung jumlah sampel dari data populasi yang digunakan rumus Taro Yamane dengan presisi 10% dan tingkat kepercayaan 90% sehingga jumlah sampel yang diperoleh sebanyak 100 orang. Langkah-langkah dalam pengambilan sampel menggunakan proportional
stratified sampling dan purposive sampling. Lalu peneliti melakukan
pengumpulan data dilapangan dan studi kepustakaan data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan analisis tabel tunggal dan diskusi penelitian. Dalam penelitian ini juga dapat dilihat dari opini mahasiswa FISIP USU bahwa masalah sosial adalah hal yang sangat penting untuk dikaji dan dipahami, seyogyanya mahasiswa harus sadar akan masalah sosial yang menjadi polemik yang patut diperbincangkan oleh mahasiswa sebagai penerus generasi bangsa.
KATA PENGANTAR
Penulis memanjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT, karena atas
segala rahmat, hidayah dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan
skripsi dengan judul “Opini Mahasiswa Mengenai Eskploitasi Masyarakat Kecil
Pada Tayangan Reality Show”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Sosial Jurusan Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Sumatera Utara.
Penulis selama masa perkuliahan hingga penulisan skripsi ini telah banyak
mendapat bimbingan, nasihat dan dorongan dari berbagai pihak, terutama kedua
orang tua tersayang, ibunda Dra. Hj. Srijati Pohan dan ayahanda Laidin Sofyan Efendy, SH yang merupakan sumber inspirasi dan senantiasa memberikan kasih sayang, bimbingan, motivasi, nasihat, bantuan material, serta doa yang tidak
pernah berhenti kepada penulis. Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini :
1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Dra. Fatma Wardi Lubis, MA selaku Ketua Jurusan Departemen Ilmu
3. Ibu Yovita Sabarina Sitepu, S.Sos, M.Si selaku Dosen Pembimbing saya.
Terima kasih atas bimbingan, arahan, saran dan kritik yang berguna bagi
penulisan skripsi ini.
4. Seluruh Dosen dan staf pengajar Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan
ilmu-ilmunya tanpa pamrih.
5. Seluruh bagian administrasi dan tata usaha Departemen Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang telah
membantu kelancaran peneliti dalam melaksanakan perkuliahan selama ini.
6. Adik tersayang M. Ihdan Nugraha dan M. Ali Akbar.
7. Teman seperjuangan penulis: T. Said Syah Maulana, Zakia, Rocky Irfan,
Farah Tania, M.arief, Nurdelima Purnamasari, Amalia Widyastuti, dkk yang
telah membantu serta memberikan hiburan, semangat, nasihat dan doa dalam
penulisan skripsi ini. Semoga kita tetap bisa menjadi teman selamanya.
8. Seluruh staf dan tata usaha di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas
Medan Area yang telah banyak membantu untuk kelancaran penelitian.
9. Terima kasih kepada teman-teman, semua responden serta pihak-pihak yang
tidak dapat disebutkan namanya satu per satu yang telah memberikan kasih
sayang, nasihat, dorongan, semangat serta doanya kepada penulis.
Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
yang membutuhkan. Semoga Allah SWT selalu membimbing dan menyertai
setiap langkah kita. Amin.
Penulis
I.5.2. Televisi Sebagai Media Massa ... 12
I.5.3. Opini Publik ... 14
I.5.4. Teori S-O-R ... 18
I.5.5. Reality Show ... 20
I.5.6.Eksploitasi dalam Tayangan “Minta Tolong” ... 21
1.6. Kerangka Konsep ... 21
1.7. Model Teoritis ... 22
1.8. Variabel Operasional ... 22
1.9. Defenisi Variabel Operasional ... 23
BAB II. URAIAN TEORITIS... 26
II.1. Komunikasi Massa ... 26
II.2. Televisi Sebagai Komunikasi Media Massa ... 30
II.2.1. Kelebihan dan Kelemahan Televisi ... 30
II.2.2. Kelemahan Televisi ... 31
II.2.3. Tiga Dampak yang Ditimbulkan dari Acara Televisi Terhadap Pemirsa ... 31
II.2.4. Karakter Televisi ... 31
II.2.6. Program Acara Reality Show ... 34
II.3. Teori S-O-R ... 35
II.4. Opini dan Opini Publik ... 38
II.5. Pengertian Opini Publik ... 40
II.5.1. Proses Pembentukan Opini Publik ... 42
II.5.2. Kekuatan Opini Publik ... 43
II.6. Eksploitasi Di Dalam Media Massa ... 44
II.7. Masyarakat Kecil/ Masyarakat Miskin ... 47
II.7.1. Klasifikasi Masyarakat Miskin ... 47
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 49
III.1. Metode Penelitian ... 49
III.2. Populasi Dan Sampel ... 49
III.2.1. Populasi ... 49
III.2.2. Sampel ... 50
III.2.3. Teknik Penarikan Sampel ... 51
III.3. Lokasi Penelitian ... 54
III.4. Teknik Pengumpulan Data ... 54
III.5. Teknik Analisa Data ... 55
III.5.1. Analisis Tabel Tunggal ... 55
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 56
IV.1. Sejarah FISIP USU ... 56
IV.2. Pelaksanaan Pengumpulan Data ... 60
IV.2.1. Tahap Awal ... 60
IV.2.2. Pengumpulan Data ... 60
IV.3. Proses Pengolahan Data ... 61
IV.3.1. Penomeran Kuesioner ... 61
IV.3.2. Editing ... 61
IV.3.3. Coding ... 61
IV.3.4. Invetarisasi Variabel ... 61
IV.3.5. Tabulasi Data ... 62
IV.4. Analisa Tabel Tunggal ... 62
IV.5. Karakteristik Responden ... 62
IV.5.1. Program Reality Show “Minta Tolong” di RCTI ... 65
IV.5.2.Opini Mahasiswa ... 72
IV.6. Pembahasan ... 77
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 81
V.2. Saran... 83
4.8. Mengangkan Kondisi Masyarakat Kelas Bawah ... 68
4.9. Masyarakat Kecil Sebagai Pelaku/Pemeran... 69
4.10. Penolong Juga Berasal Dari Masyarakat Kelas Bawah ... 69
4.11. Pesan Sosial Dalam Tayangan “Minta Tolong”... 70
4.12. Peka Terhadap Kesusahan Orang Lain ... 71
4.13. Tidak Mementingkan Diri Sendiri ... 71
4.14. Gambaran Kesusahan Masyarakat Kecil Dalam Acara “Minta Tolong” ... 72
4.15. Nilai Spiritual Acara Reality Show “Minta Tolong” ... 73
4.16. Dorongan Yang Timbul Untuk Membantu Kesusahan Orang Lain ... 73
4.17. Perasaan Bahagia Ketika Menolong Orang Lain ... 74
4.18. Gambaran Masyarakat Kelas Bawah... 75
4.19. Mengiba/Memelas Agar Ditolong ... 75
DAFTAR GAMBAR
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul tentangopini mahasiswa mengenai eksploitasi masyarakat kecil pada tayangan Reality Show “Minta Tolong”. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui persepsi mahasiswa FISIP USU terhadap tayangan Reality Show “Minta Tolong” yang disiarkan di RCTI.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, yaitu hanya menggambarkan keadaan subjek atau objek penelitian pada saat sekarang ini berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Adapun Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori media massa, teori SOR, perancangan alat ukur adalah kuesioner yaitu setiap responden diberikan angket yang berisi pertanyaan yang dijawab dengan cara memilih. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 1412 orang.Untuk meghitung jumlah sampel dari data populasi yang digunakan rumus Taro Yamane dengan presisi 10% dan tingkat kepercayaan 90% sehingga jumlah sampel yang diperoleh sebanyak 100 orang. Langkah-langkah dalam pengambilan sampel menggunakan proportional
stratified sampling dan purposive sampling. Lalu peneliti melakukan
pengumpulan data dilapangan dan studi kepustakaan data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan analisis tabel tunggal dan diskusi penelitian. Dalam penelitian ini juga dapat dilihat dari opini mahasiswa FISIP USU bahwa masalah sosial adalah hal yang sangat penting untuk dikaji dan dipahami, seyogyanya mahasiswa harus sadar akan masalah sosial yang menjadi polemik yang patut diperbincangkan oleh mahasiswa sebagai penerus generasi bangsa.
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Masalah
Televisi merupakan salah satu media komunikasi yang sangat efektif untuk
memberikan informasi dibandingkan dengan media lainnya. Kelebihan media
televisi dalam menyampaikan pesan adalah pesan-pesan yang disampaikan
melalui gambar dan suara secara bersamaan dan memberikan suasana hidup dan
sangat mudah diterima oleh pemirsa. Bila dibandingkan dengan radio yang hanya
didengar (audibel), televisi jelas mempunyai pengaruh yang lebih kuat dalam
kapasitasnya tersebut, karena selain siaran dapat didengar (audibel) juga dapat
dilihat (visibel). Siaran televisi juga memiliki sifat-sifat langsung, simultan, intim
dan nyata (Mulyana, 1997:169).
Perkembangan televisi di Indonesia didahului oleh kuatnya posisi
tayangan televisi sebagai media hiburan. Sebagai sarana hiburan, televisi menjadi
sebuah bentuk kebudayaan tersendiri yang menghipnotis 100 juta lebih penonton
Indonesia yang setia menyerap berbagai macam informasi dan hiburan. Setiap
hari, rata-rata setiap keluarga Indonesia di era abad 21 ini menghabiskan 5-7 jam
berada di depan televisi.
Berdasarkan survei AC Nielsen, jam-jam prime time (20.00-23.00)
menjadi acara ‘nonton bareng’ seluruh anggota keluarga. Berbagai jenis program
entertainment lainnya dihadirkan untuk memenuhi keinginan pemirsa
(Set, 2008:111-112).
Pada dasarnya fungsi televisi sama dengan fungsi media massa lainnya
(surat kabar dan radio siaran), yakni memberi informasi, mendidik, menghibur,
dan membujuk. Tetapi, pada kenyataannya fungsi menghiburlah yang lebih
dominan pada media televisi dan selanjutnya untuk memperoleh informasi
(Ardianto, 2004:128).
Sejak didirikannya stasiun televisi pertama di indonesia, yaitu TVRI pada
tahun 1962 sebagai salah satu stasiun televisi milik pemerintah, TVRI menjadi
salah satu sarana komunikasi massa milik pemerintah yang terbaik pada saat itu.
Kehadiran TVRI diatur dalam Kepres pasal 4 No. 215 tahun 1963 yang bertujuan
sebagai alat hubungan masyarakat dalam melaksanakan pembangunan
mental/spritual, fisik, bangsa dan negara, khususnya pembangunan manusia sosial
Indonesia (Fahmi, 1997:49).
Pada tahun 1989, berdirilah stasiun swasta pertama di Indonesia, yaitu
RCTI dan resmi dibuka untuk masyarakat mulai tanggal 21 Maret 1992 di
Bandung stasiun televisi free-to-air di Indonesia meski saat pertama kali
mengudara siarannya hanya dapat disaksikan melalui antena parabola.
Sejak berlakunya Undang-Undang no 32 tentang Penyiaran, izin
penyelenggaraan siaran televisi yang dikeluarkan hanyalah untuk stasiun lokal.
Stasiun televisi yang ingin melakukan siaran regional atau nasional harus
melakukan siaran jaringan antar beberapa stasiun televisi lokal
Sebagai media pendidikan, televisi menyampaikan pesan-pesan edukatif
baik dalam aspek kognitif, afektif ataupun psikomotorik yang dikemas dalam
bentuk program televisi. Dengan kata lain, televisi dapat mengubah pola hidup
masyarakat, dengan kecenderungan mengedepankan unsur hiburan dan
komersialisme sebagai bagian dari gaya hidup. Gaya hidup berubah akibat
berbagai macam informasi yang diasupkan lewat telinga dan mata pemirsa lewat
kemasan berbagai tayangan menarik (Set, 2008:30-31).
Menurut Effendy (2002), yang dimaksud dengan televisi adalah siaran
yang merupakan media dari jaringan komunikasi dengan ciri-ciri yang dimiliki
komunikasi massa, yaitu berlangsung satu arah, komunikatornya melembaga,
pesannya bersifat umum, sarananya menimbulkan keserempakan dan
komunikannya bersifat heterogen. Televisi saat ini sudah merupakan kebutuhan
hidup bagi sebagian keluarga di dunia ini. Kekuatan dan kelemahan televisi,
menurut Renald Kasali (1992) adalah:
Kekuatan televisi:
1. Efisiensi biaya, kemampuan menjangkau khalayak sasaran yang sangat luas.
2. Dampak yang kuat, televisi media audio visual.
3. Pengaruh yang kuat, televisi mempunyai kemampuan yang kuat untuk mempengaruhi persepsi khalayak sasaran.
Kelemahan televisi:
1. Biaya yang besar, biaya absolut yang sangat ektrem untuk memproduksi dan menyiarkan siaran komersial.
2. Khalayak yang tidak efektif, televisi adalah media yang tidak selektif, segmentasinya tidak tajam.
3. Kesulitan teknis, jam tayang dalam siaran televisi tidak dapat diubah.
Terlepas dari kelemahan yang dimiliki televisi, kini televisi justru menjadi
media informasi yang terus berkembang cepat. Semakin lama televisi semakin
menayangkan suatu program acara yaitu tayangan yang memang ditujukan untuk
perubahan sikap pemirsa dan tayangan acara yang hanya hanya selintas
memberikan hiburan tanpa bertujuan mengubah sikap pemirsa
(Kuswandi, 1996:103). Hal ini sesuai fungsi televisi sebagai alat menghibur
(fungsi entertainment) yaitu melalui isinya seseorang dapat terhibur,
menyenangkan hatinya, memenuhi hobinya dan mengisi waktu luangnya
(Munthe, 1996).
Saat ini reality show merupakan perangkat yang mendominasi dunia
hiburan televisi. Hampir tidak dapat ditemui sebuah stasiun televisi yang tidak
memiliki sebuah acara reality show. Keunggulan acara reality show ini karena
unsur kedekatan dengan masyarakat, baik karena tokohnya berasal dari kalangan
biasa maupun karena adanya keterlibatan masyarakat dalam aktivitas acara
tersebut. Sehingga dengan adanya unsur tersebut, terjadi keterikatan emosi antara
masyarakat dan program acara, ditambah lagi sifat persuasif dari media massa
televisi yang mampu mempengaruhi dan mengubah sikap masyarakat
(Widyaningrum dan Christiatuti, 2004).
Reality show adalah genre acara televisi yang menggambarkan adegan
yang seakan-akan benar-benar berlangsung tanpa skenario, dengan pemain yang
umumnya khalayak umum biasa, bukan pemeran aktor/aktris. Acara realitas
umumnya menampilkan kenyataan yang dimodifikasi, seperti menaruh partisipan
di lokasi-lokasi eksotis atau situasi-situasi yang tidak lazim, memancing reaksi
tertentu dari partisipan dan melalui penyuntingan teknik-teknik pascaproduksi
Tayangan reality show pertama kali diproduksi oleh stasiun televisi
Amerika Serikat yang kemudian diadaptasi dalam berbagai tema oleh berbagai
stasiun-stasiun televisi dari berbagai negara. Acara rekayasa atau reality show ini
biasanya menggunakan tema seperti persaingan, kehidupan sehari-hari seorang
selebritis, pencarian bakat, rekayasa jebakan, dan mengangkat status seseorang.
Reality show yang ditampilkan sekarang ini sudah menurun kualitasnya.
Reality show yang banyak ditampilkan di televisi sekarang adalah
cerita-cerita yang bertema kehidupan mulai dari cerita percintaan remaja, tentang
agama, alam gaib, hadiah jutaan rupiah, sampai pada kisah-kisah kehidupan orang
miskin yang dianggap lebih menarik dan menggugah rasa kemanusiaan. Khusus
reality show yang mengangkat kisah-kisah kehidupan orang miskin, peneliti
tertarik untuk meneliti salah satu tayangan reality show ‘Minta Tolong’.
‘Minta Tolong’ merupakan pelopor tayangan reality show lokal yang
ditayangkan di stasiun televisi swasta RCTI pada awal bulan januari 2009 hingga
sekarang yang tayang setiap hari senin hingga rabu pukul 16.30. Dalam
pandangan masyarakat secara umum, tayangan ‘Minta Tolong’ sangat bagus
untuk ditayangkan karena kita dapat melihat dan bahkan menilai bagaimana
masyarakat kita masih banyak yang tidak atau belum mempunyai hati nurani
sehingga tayangan ini berhasil menarik rating dan share pemirsa di RCTI
sebanyak 4,57% dengan menempati peringkat 7 berdasarkan poling reality show
(www.indorating.com).
Terlepas dari rating yang diraih oleh reality show tersebut, peneliti melihat
masyarakat kalangan bawah untuk menjadi pesertanya. Adanya unsur eksploitasi
berupa munculnya momen dramatik objek permainan. Momen dramatik ini akan
menjadi ‘tontonan’ yang mengasyikkan (exciting), karena akan memunculkan
emosi-emosi spontan, tidak terkendali, di luar dugaan, yang bisa merangsang
syaraf keharuan, syaraf tawa bagi masyarakat pemirsanya.
Meski mengaku sebagai charity show, konsep program ini
mengeksploitasi penderitaan atau kemiskinan manusia, dengan menjadikan kedua
hal tersebut sebagai tontonan. Beberapa program tayangan seperti ‘Uang Kaget’
sangat jelas watak eksploitatifnya. Lepas dari uang yang didapatkan dari objek, si
objek harus menuruti perintah pemberi uang terlebih dahulu dan yang terjadi
kemudian adalah titik ledak dari momen dramatik dan hal tersebut adalah
tontonan yang dijual. Hal yang sama juga terjadi pada program sejenisnya.
Reality show ini menggarap masyarakat sebagai obyek program. Mereka
menjadi komoditi yang dieksploitasi oleh kapitalis hanya untuk meraih
keuntungan finansial bagi mereka saja. Sistem yang saling menguntungkan antara
produser dengan klien dapat dikatakan sebuah kamuflase saja, karena pada
kenyataannya hanya produser program ini saja yang diuntungkan. Keuntungan
yang diraih dapat dilihat dari peningkatan rating dan share. Rating adalah
persentase penonton acara itu dari keseluruhan pemirsa yang menonton televisi.
Share adalah persentase penonton acara itu dari keseluruhan pemirsa yang
menonton televisi saat itu.
Peningkatan rating dan share meningkatkan pemasang iklan dalam
bertambah. Sebuah riset kuantitatif yang dilakukan di tahun 2005 oleh Halida
mencatat bahwa contoh spot iklan sebuah acara reality show diantri oleh para
pengiklan, tiap spot (30 detik) dihargai Rp 18 juta. Pada sebuah acara kontes
bakat yang berdurasi tiga jam, sepertiga diisi dengan iklan dengan pendapatan
sebesar Rp 3,24 milliar. Belum lagi keuntungan yang diperoleh dari sms premium
(Rp2000/sms) yang diperkirakan rata-rata mencapai Rp 10 milliar untuk setiap
episode. Dari hasil riset ini dapat dipahami bahwa tujuan utama dari pembuatan
program reality show ini untuk meraih untung sebesar-besarnya bagi kapitalis itu
sendiri (http://majalah.tempointeraktif.com).
Hal yang patut dipertanyakan adalah apakah pantas dengan bertopengkan
memberi bantuan sosial, para pebisnis hiburan memanfaatkan kaum kecil seperti
yang terjadi pada tayangan reality show khususnya ‘Minta Tolong’. Para pebisnis
hiburan mengeksploitasi kejujuran dan keluguan mereka demi meraih
keuntungan. Sementara mereka sendiri tidak paham bahwa mereka hanya menjadi
objek, yang mereka tahu mereka mendapat rezeki yang tidak terduga. Mereka juga
sadar bahwa rezeki yang mereka terima itu, sebenarnya tidak ada apa – apanya
dibandingkan biaya proses produksi dan biaya penayangan di stasiun televisi.
Dengan mengetahui opini mahasiswa terhadap tayangan ‘Minta Tolong’, peneliti
dapat melihat apakah mahasiswa yang menyaksikan acara tersebut sadar bahwa
telah terjadi eksploitasi.
Mahasiswa, merupakan salah satu penonton yang biasanya memiliki
pandangan kritis mengenai suatu tayangan. Selain itu terkadang seorang
dengan kebutuhan mereka. Penelitian ini nantinya akan dilakukan dengan memilih
sampel yang mewakili populasi penelitian. Berdasarkan latar belakang yang telah
diuraikan diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang bagaimana
pembentukan opini mahasiswa FISIP USU mengenai eksploitasi masyarakat kecil
melalui tayangan reality show ‘Minta Tolong’ di RCTI.
I.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dipaparkan, maka
dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : “Bagaimana opini mahasiswa
FISIP Universitas Sumatera Utara mengenai eksploitasi masyarakat kecil pada
tayangan reality show ‘Minta Tolong’ di RCTI?”
I.3. Pembatasan Masalah
Untuk menghindari ruang lingkup penelitian yang terlalu luas dan
mengambang, maka peneliti merasa perlu untuk membuat pembatasan masalah
yang lebih spesifik dan jelas. Adapun yang menjadi pembatasan masalah dalam
penelitian ini adalah :
1. Penelitian ini bersifat deskriptif yang hanya menggambarkan suatu situasi
atau peristiwa penelitian, tanpa mencari atau menjelaskan hubungan, serta
tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi.
2. Penelitian ini terbatas pada tayangan reality show “Minta Tolong” di RCTI,
karena sampai saat ini stasiun RCTI masih aktif menayangkan reality show
3. Objek penelitian adalah seluruh mahasiwa FISIP USU angkatan
2010-2011
I.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian a. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui opini mahasiswa FISIP USU mengenai program
reality show yang “Minta Tolong” di RCTI.
2. Untuk mengetahui opini mahasiswa FISIP USU mengenai eksploitasi
masyarakat kecil pada tayangan reality show “Minta Tolong” di RCTI.
b. Manfaat Penelitian
1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi positif terhadap khasanah keilmuan pada Jurusan llmu
komunikasi, khususnya mengenai komunikasi massa media televisi
dan pembentukan persepsi. Juga dapat memberikan sumbangan
pemikiran bagi para pembacanya, khususnya mahasiswa Ilmu
Komunikasi yang ingin meneliti komunikasi massa media televisi.
2. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
serta wawasan bagi penelitian Ilmu komunikasi, khususnya
komunikasi massa media televisi tentang tayangan reality show.
I.5. Kerangka Teori
Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berpikir
kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan pikiran
yang menggambarkan dari sudut mana akan disoroti (Nawawi,2001:39-40).
Teori menurut F.M Kerlinger merupakan himpunan defenisi dan preposisi
yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan
relasi diantara variabel, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut
(Rakhmat, 2002:6). Dengan adanya kerangka teori, peneliti akan memiliki
landasan dalam menentukan tujuan arah penelitiannya.
Adapun teori-teori yang dianggap relevan dengan penelitian ini antara
lain:
I.5.1. Komunikasi Massa
Joseph A Devito dalam bukunya "Communicology: An Introductian to The
Study of Communication,” mendefinisikan komunikasi massa sebagai berikut:
pertama, komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada rnassa,
kepada khalayak yang luar biasa banyaknya. lni tidak berarti bahwa khalayak
meliputi seluruh penduduk atau semua orang yang menonton televisi, agaknya ini
berarti bahwa khalayak itu besar dan pada umumnya agak sukar untuk
didefenisikan.
Kedua, komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh
pemancar-pemancar yang audio dan visual. Komunikasi massa barangkali akan
lebih mudah dan lebih logis bila didefenisikan menurut bentuknya: televisi, radio,
surat kabar, majalah, film, buku dan pita. Komunikasi massa merniliki ciri-ciri
khusus yang disebabkan oleh sifat komponennya, yaitu sebagai berikut:
2. Komunikator pada komunikasi massa melembaga.
3. Pesan pada komunikasi massa bersifat umum.
4. Media komunikasi massa menimbulkan keserempakan.
5. Komunikan komunikasi massa bersifat heterogen (Effendy, 1990).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa komunikasi massa itu merupakan
penyampaian informasi atau pesan-pesan melalui sebuah media massa yang berisi
sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang dan apabila pesan-pesan sugesti
itu cukup kuat,maka akan memberikan dasar efektif untuk menilai dalam sesuatu
hal sehingga terbentuklah sikap.
Sedangkan fungsi komunikasi massa menurut Wilbur Schramm
menyatakan, komunikasi massa berfungsi sebagai decoder, interpreter, dan
encoder. Komunikasi massa men-decode lingkungan sekitar untuk kita,
mengawasi kemungkinan timbulnya bahaya, mengawasi terjadinya persetujuan
dan juga efek-efek dari hiburan. Pendapat Schramm pada dasarnya tidak berbeda
dengan pendapat Yoseph R. Dominick, dalam bukunya The Dinamics of Mass
Communication yang menyebutkan fungsi-fungsi komunikasi massa sebagai
berikut:
1. Surveillance (Pengawasan)
Pengawasan terdiri dari:
a. Pengawasan Peringatan, yaitu fungsi yang terjadi ketika media massa
menginformasikan sesuatu yang berupa ancaman.
b. Pengawasan Instrumental, yaitu penyampaian informasi yang memiliki
2. Interpretation (Penafsiran)
Media massa tidak hanya memasok fakta dan data tetapi juga memberikan
penafsiran terhadap kejadian-kejadian penting.
3. Linkage (Hubungan)
Media massa dapat menyatukan masyarakat yang beragam sehingga
membentuk pertalian berdasarkan kepentingan dan minat yang sama.
Yoseph R. Dominick tidak memberikan rincian lebih lanjut mengenai
fungsi-fungsi yang ia kemukakan itu, sehingga terbuka kesempatan terhadap
berbagai spekulasi dan penafsiran. Seorang ahli sosiologi, Charles R. Wright
menambahkan fungsi keempat yaitu entertainment dan ia memberikan penjelasan
keempat fungsi itu sebagai berikut:
1. Surveillance, menunjukkan pada fungsi pengumpulan dan penyebaran
informasi mengenai kejadian-kejadian dalam lingkungan, baik dari luar maupun di dalam masyarakat. Fungsi ini berhubungan dengan apa yang disebut handling of news.
2. Correlation, meliputi fungsi interpretasi pesan yang menyangkut
lingkungan dan tingkah laku tertentu dalam mereaksi kejadian-kejadian. Untuk sebagian fungsi ini diidentifikasikan sebagai fungsi editorial dan propaganda.
3. Transmission, menunjukkan pada fungsi mengkomunikasikan informasi,
nilai-nilai, dan norma sosial budaya dari satu generasi ke generasi yang lain atau dari anggota suatu masyarakat kepada pendatang baru. Fungsi ini diidentifikasikan sebagai fungsi pendidikan.
4. Entertainment, menunjukkan pada kegiatan komunikatif yang
dimaksudkan untuk memberikan hiburan tanpa mengharapkan efek-efek tertentu.
Fungsi terakhir inilah yang dijalankan oleh tayangan reality show “Minta Tolong” di RCTI, Maksudnya agar permirsa tidak jenuh dengan berbagai isi pesan oleh media televisi, tayangan ini memberikan unsur baru yang perhatian khalayak penonton (Effendy, 2003:29-30)
Komunikasi massa media televisi merupakan proses komuniksi antara
komunikator dengan komunikan (massa) melalui sebuah sarana, yaitu televisi
(Kuswandi, 1996:16). Televisi tumbuh dan berkembang menjadi salah satu bentuk
media massa audio – visual. Kelebihan media televisi terletak pada kekuatannya
menguasai jarak dan ruang, sasaran yang dicapai untuk mencapai massa cukup
besar. Nilai aktualitas terhadap suatu liputan atau pemberitaan sangat cepat. Daya
rangsang seseorang terhadap televisi cukup tinggi, disebabkan oleh kekuatan
suara dan gambar yang bergerak (ekspresif ) (Kuswandi, 1996).
Namun dibalik kelebihannya, televisi juga memiliki kelemahan. Drs Willy
Karamoy menyebutkan kelemahan televisi, yaitu :
1. Televisi merupakan medium transitory, begitu terlihat pula begitu pula ia menghilang, terbatas oleh waktu dan tak dapat diulangi (kecuali dengan menggunakan alat yang khusus ).
2. Untuk perlengkapan dalam penyiarannya memerlukan biaya yang besar, serta pesawat penerimanya masih merupakan barang yang mahal/mewah di negara-negara sedang berkembang (Wahyudi, 1986).
Media televisi sebagai sarana realitas sosial menjadi penting artinya bagi
manusia untuk memantau diri manusia dalam kehidupan sosialnya. Televisi
mudah menyebabkan penonton menjadi kosmopolit. Adanya budaya media, pada
umumnya menjelaskan interdependensi manusia kepada media massa untuk
memperoleh informasi dan hiburan ( Kuswandi, 1996).
Televisi memiliki pengaruh yang sangat tinggi, hal ini sesuai dengan
pendapat yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Mar’at dari Unpad bahwa acara
televisi mempengaruhi sikap, pendapat, persepsi, dan perasaan para penonton,
terpesona, atau latah bukanlah sesuatu yang istimewa. Sebab salah satu pengaruh
psikologis dari televisi seakan-akan menghipnotis penonton, sehingga mereka
seolah-olah terhanyut dalam keterlibatan pada kisah atau peristiwa yang
dihidangkan televisi. Dari pendapat tersebut, kita mengetahui bahwa pengaruh
yang besar dari televisi merupakan suatu yang istimewa yang dimiliki oleh
televisi jika dibandingkan dengan media massa lain (Effendy, 1992).
Penayangan sebuah program acara televisi bukan hanya bergantung pada
konsep penyutradaraan atau kreativitas penulisan naskah, melainkan sangat
bergantung pada kemampuan profesionalisme dari seluruh kelompok kerja di
dunia broadcast dengan seluruh mata rantai divisinya. Acara yang bagus akan
menjadi buruk apabila jam tayangnya tidak tepat.
Acara yang bagus juga bisa jatuh bila kualitas gambar on-air pada
program TV mengalami gangguan frekuensi seperti suaranya bergema atau
gambarnya rusak. Namun, semuanya bisa diantisipasi, kuncinya ada pada
penentuan format acara televisi. Format acara televisi merupakan sebuah
perencanaan dasar dari suatu konsep acara televisi yang akan menajdi landasan
kreativitas dan desain produksi yang akan terbagi dalam berbagai kriteria utama
yang disesuaikan dengan tujuan dan target pemirsa acara tersebut. Jadi harus
dilakukan eksploitasi kreativitas dalam format acara televisi yang terancang dan
terencana (Naratama, 2004).
I.5.3.Opini Publik
William Albig mengemukakan bahwa pendapat atau opini itu dinyatakan
yang berlainan mengenai masalah tersebut (Sunarjo, 1984). Opini adalah suatu
respon yang aktif terhadap suatu stimulus, suatu respon yang dikonstruksikan
melalui interpretasi pribadi yang berkembang dari dan menyumbang image.
Opini mencerminkan suatu pernyataan atau sikap dalam kata–kata. Suatu
sikap dapat dinyatakan sebagai disposisi seseorang atau suatu kecendrungan untuk
bertindak (to act) atau membalas tindakan (to react). Opini menyangkut
pandangan pribadi seseorang dalam menghadapi suatu isu yang terjadi di
sekitarnya. Opini sebagai opini pribadi memiliki karakteristik tertentu, yaitu:
a. Mempunyai pesan (content), artinya opini itu berhubungan dengan sesuatu.
b. Arah (percaya tidak percaya)
c. Memiliki intensitas kuat moderat, lemah (Nasution, 1990).
Selama opini itu merupakan opini seseorang (individual opinion) tidak akan
menimbulkan permasalahan. Demikian juga bila opini itu merupakan opini
pribadi (private opinion). Permasalahan akan timbul apabila opini itu menjadi
opini publik (public opinion) yang menyangkut orang banyak.
Istilah opini publik berasal dari bahasa inggris yakni public opinion, yang
dapat diartikan dalam bahasa Indonesia dengan istilah pendapat umum. Bila kita
ingin mengartikan istilah opini publik secara umum dan luas, dapat kita sebut
sebagai pendapat atau opini dari sebagian besar anggota dari suatu masyarakat.
Jadi ia bukan merupakan kebulatan pendapat yang mutlak, karena ada
anggota-anggota dari publik itu yang mempunyai opini atau pendapat yang lain mengenai
Timbulnya opini publik pada seseorang atau sejumlah orang disebabkan ia
atau mereka menerima suatu pesan dari komunikator. Mula-mula pesan yang
diterimanya merupakan sikap saja, tetapi kemudian mereka mengekspresikan
kepada orang lain. Maka terjadilah proses komunikasi yang di antara mereka ada
yang pro dan ada yang kontra terhadap pesan tersebut.
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia Opini adalah pendapat, pikiran, pendirian”. Sedangkan menurut Rousydiy (1992) “opini merupakan jawaban terbuka (overt) terhadap suatu persoalan atau issue ataupun jawaban yang dinyatakan berdasarkan kata-kata yang diajukan secara tertulis ataupun terucapkan”.
Opini dapat dinyatakan secara aktif maupun pasif, dan verbal serta terbuka
melalui kata-kata yang dapat ditafsirkan dengan jelas, juga melalui kata-kata
pilihan yang tersamar dan tidak secara langsung, sehingga dapat diartikan sebagai
konotatif. Untuk memahami opini seseorang dan publik tersebut, menurut R.P.
Abelson dalam Ruslan (1999) bukanlah hal yang mudah, karena mempunyai
hubungan yang erat dengan :
a. Kepercayaan mengenai sesuatu (belief)
b. Apa yang sebenarnya dirasakan atau menjadi sikapnya (attitude)
c. Persepsi (perception)
Kepercayaan adalah merupakan komponen kognitif berisikan persepsi,
kepercayaan, dan stereotip yang dimiliki individu mengenai sesuatu yang dapat
menghasilkan pemaknaan. Kepercayaan sebagai komponen kognitif, timbul dari
apa yang dilihat atau diketahui mengenai sesuatu objek. Berdasarkan itu
terbentuklah suatu ide atau gagasan mengenai sifat atau karakteristik umum objek
Penilaian adalah suatu pemaknaan individu terhadap sesuatu. Panuju
(2001) menyebutkan dalam perspektif psikologis diyakini bahwa tidak ada
individu yang sama identik dengan individu lain. Perbedaan-perbedaan atas
individu bisa meliputi preferensi nilai, hobi, kepentingan, pengalaman, selera,
kerangka berpikir da sebagainya. Oleh sebab itu setiap individu berbeda dalam
bentuk dan cara responnya terhadap stimulus yang menghampirinya. Perbedaan
penilaian ini menyebabkan pemaknaan yang berbeda sehingga menghasilkan
penyandian yang berbeda.
Sikap adalah pernyataan yang dapat bersifat secara terbuka atau secara
tertutup baik dengan ucapan maupun secara tertulis. Hal ini sesuai dengan yang
disebutkan Rousydiy (1992) bahwa sikap (attitude) adalah reaksi seseorang yang
mungkin sekali terbuka/terlihat, tetapi tidak selalu dimaksudkan untuk
dinyatakan/ diperlihatkan. Karena itu sikap dinyatakan sebagai reaksi tertutup
(covert). Biasanya sikap seseorang mencerminkan sekaligus pendapatnya, akan
tetapi belum tentu apa yang dinyatakan seseorang akan menentukan sikapnya
yang sebenarnya.
Sikap dalam hal ini adalah dinyatakan dalam tindakan yang dilakukan oleh
mahasiswa FISIP USU. Bagimana sikap itu muncul tentu tidak lepas dari
komunikasi yang ada.
Effendi (1990) menyebutkan: “Komunikasi adalah suatu penyampaian pesan yang secara sengaja dilakukan oleh komunikator kepada komunikan dengan tujuan membuat komunikan berperilaku tertentu”.
Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh penginderaan, yaitu
reseptornya. Namun proses itu tidak berhenti sampai disitu saja, melainkan
stimulus itu diteruskan ke pusat syaraf yaitu otak dan terjadilah proses psikologis,
sehingga individu menyadari apa yang ia lihat, apa yang ia dengar dan sebagainya
(Walgito, 1990 : 35).
Selanjutnya persepsi merupakan suatu proses memberikan makna, yang
berakar dari berbagai faktor, yakni :
- Latar belakang budaya, kebiasaan dan adat istiadat yang dianut
seseorang atau masyarakat.
- Pengalaman masa lalu seseorang/kelompok tertentu menjadi landasan atas
pendapat atau pandangannya.
- Nilai-nilai yang dianut atau nilai-nilai etika (agama, moral, hak, susila) yang
berlaku di masyarakat
- Berita-berita, dan pendapat-pendapat yang berkembang yang kemudian
mempunyai pengaruh terhadap pandangan seseorang. Bisa diartikan
berita-berita yang dipublikasikan itu dapat sebagai pembentuk opini masyarakat.
(Ruslan, 1999 : 52)
I.5.4. Teori S-O-R
Teori S-O-R sebagai singkatan dari Stimulus-Organism-Response ini
semula berasal dari psikologi. Menurut teori ini, efek yang ditimbulkan adalah
reaksi khusus terhadap stimulus khusus, sehingga dapat mengharapkan dan
memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikan. Jadi unsur-unsur
1. Pesan (Stimulus, S), stimulus atau pesan yang dimaksud disini adalah tayangan
reality show “Minta Tolong” di RCTI.
2. Komunikan (Organism, O), yang menjadi sasaran dalam penelitian ini adalah
Mahasiswa Universitas Sumatera Utara.
3. Efek (Response, R), berupa opini dari Mahasiswa USU sebagai respon yang
ditujukan terhadap perangsang yang bersifat konservatif.
Gambar I Skema S-O-R
Sumber: Skinner dalam Notoatmodjo (2005)
Berdasarkan skema di atas memberi gambaran bahwa proses perubahan
sikap karena adanya stimulus (gerakan) dari tiga faktor yaitu perhatian, pengertian
dan penerimaan. Dengan perkataan lain perubahan sikap tergantung pada proses
yang terjadi dalam diri individu. Stimulus yang diterima komunikan melalui
komunikasi tergantung bagaimana perhatian, pengertian dan penerimaan
komunkan terhadap pesan yang disampaikan sehingga diharapkan dapat merubah
sikap komunikan.
Selanjutnya Effendi (1986) menyebutkan: “sebuah pesan yang menimbulkan efek kognitif pada komunikan, telah berhasil membuat
Stimulus Organism
• Perhatian • Pengertian • Penerima
komunikan mengerti, sehingga menjadi suatu informasi atau pengetahuan baginya. Apabila pesan tadi selain membuat komunikan mengerti, tetapi juga tersentuh lubuk hatinya, sehingga menimbulkan perasaan tertentu padanya, misalnya merasa iba, marah, takut, khawatir, sedih, benci, iri, penasaran, gembira, bahagia, dan sebagainya, maka efek itu adalah efek afektif. Yang lebih tinggi lagi kadarnya dari kedua jenis efek tersebut adalah efek behavioral, karena pesan komunikasi tadi tidak saja berhasil membuat komunikan mengerti disertai perasaan tertentu, tetapi juga membuat ia melakukan suatu kegiatan atau tindakan”.
I.5.5. Reality Show
Program Reality show adalah genre acara televisi yang menggambarkan
adegan yang seakan-akan benar-benar berlangsung tanpa skenario, dengan pemain
yang umumnya khalayak umum biasa, bukan pemeran. ‘Minta Tolong’ termasuk
dalam Formulated docusoap, yaitu suatu penyajian acara reality show yang
menggabungkan rekaman asli dan plot. Disini penonton dan kamera menjadi
pengamat pasif dalam mengikuti orang-orang yang sedang menjalani kegiatan
sehari-hari mereka, baik yang professional maupun pribadi. Dalam hal ini
produser menciptakan plot sehingga enak ditonton oleh pemirsa. Para kru dalam
proses editing menggabungkan setiap kejadian sesuai dengan yang mereka
inginkan sehingga akhirnya terbentuk cerita yang berdurasi 30 menit tiap episode.
Features realitastelevisi itu sendiri :
1. Real-life-participants : mengambil pemain bukan aktor.
2. Unscripted performance :tanpa naskah, produsen sengaja membuat situasi.
3. Voice-over narration : terdapat narasi yang dibacakan.
4. Observation/surveillance : pengamatan dengan hidden camera.
5. Voyeurism : emosi yang ditampilkan adalah nyata.
I.5.6. Eksploitasi dalam Tayangan ‘Minta Tolong’ I.5.6.1. Pengertian Eksploitasi
Eksploitasi (bahasa Inggris: exploitation) adalah politik pemanfaatan yang
secara sewenang-wenang terlalu berlebihan terhadap sesuatu subyek eksploitasi
hanya untuk kepentingan ekonomi semata-mata tanpa mempertimbangan rasa
kepatutan, keadilan serta kompensasi kesejahteraan (http://id.wikipedia.org).
Dalam tayangan Minta Tolong, eksploitasi yang terjadi adalah:
• Eksploitasi terhadap orang miskin yang tidak punya pilihan dan mudah
dikelabuhi media untuk bekerja di dalamnya
• Membuat pandangan orang miskin yang malas
• Tidak meningkatkan derajat, tetapi minimal meningkatkan sedikit
kesejahteraan meskipun diperoleh dengan susah payah (eprints.undip.ac.id).
I.6. Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan hasil pemikiran rasional yang bersifat kritis
dalam memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang akan dicapai. Dengan
adanya kerangka konsep ini merupakan bahan yang akan menuntun dan
merumuskan hipotesis penelitian (Nawawi 2001:40).
Konsep adalah penggambaran secara tepat fenomena yang hendak diteliti
yakni istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak
kejadian, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial
Opini Mahasiswa FISIP USU
Jadi kerangka konsep adalah hasil pemikiran yang rasional dalam
menguraikan hipotesis yang merupakan jawaban sementara dari masalah yang
diuji kebenarannya. Agar konsep-konsep dapat diteliti secara empiris, maka harus
dioperasionalkan dengan mengubahnya menjad i variabe l.
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Opini mahasiswa FISIP USU.
2. Tayangan reality show ‘Minta Tolong’ di RCTI.
3. Karakteristik Responden. Karakteristik responden adalah nilai-nilai yang
dimiliki oleh seseorang yang dapat membedakannya dengan orang lain.
I.7. Model Teoritis
Dalam penulisan riset – riset ilmu sosial, pada umumnya kerangka konsep
yang telah dibuat digambarkan dengan menggunakan bagan/skema untuk
memudahkan kelanjutan penelitian yang disebut dengan istilah model teoritis.
Adapun model teoritis dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
Variabel Terikat (Y)
I.8. Variabel Operasional
Operasional adalah mengukur konsep yang abstrak menjadi konstruk yang
dapat diamati dan diukur. Berdasarkan kerangka teori dan konsep diatas, maka Eksploitasi Masyarakat Kecil
dibuat operasional variabel untuk melakukan kemudahan dalam penelitian, yaitu
sebagai berikut :
Tabel 1
Variabel Operasional
Variabel Teoritis Variabel Operasional Tayangan reality show “Minta
Tolong”di RCTI
Opini Mahasiswa
Tayangan reality show “Minta Tolong”di RCTI
• Waktu Penayangan • Frekuensi Penayangan
• Setting
• Narator
Eksploitasi Pada Masyarakat Kecil • Materi Acara
Karakteristik Responden a. Usia
b. Jenis Kelamin c. Angkatan d. Fakultas
e. Frekuensi Menonton reality show ‘Minta Tolong’
I.9. Defenisi Variabel Operasional
Defenisi variabel operasional merupakan penjabaran lebih lanjut tentang
konsep yang telah dikelompokkan dalam kerangka konsep. Maka variabel yang
terdapat dalam penelitian ini perlu didefenisikan sebagai berikut :
2. Frekuensi penayangan yaitu bagaimana pendapat mahasiswa tingkat
keseringan penayangan acara Reality show tiga kali dalam seminggu.
3. Setting yaitu tempat dimana adegan-adegan pemeran reality show
‘Minta Tolong’ berlangsung.
4. Narator yaitu orang yang memandu acara Reality show, yang dinilai
adalah apakah pembawa acara benar – benar menguasai seluruh materi
acara, apakah penyampaiannya sudah jelas.
• Eksploitasi Pada Tayangan Reality Show ‘Minta Tolong’
1. Materi acara adalah Tema acara yang dihadirkan
dalam tayangan
reality show ‘Minta Tolong’
2. Peserta/pelaku yaitu:
-Masyarakat kecil yang membutuhkan pertolongan
-Masyarakat kecil yang diharapkan memberikan pertolongan
3. Pesan sosial yang disampaikan, yaitu misi atau
pesan yang disampaikan secara tidak langsung melalui media terhadap
masyarakat.
II. Opini mahasiwa USU terdiri dari :
1. Belief, yaitu kepercayaan mengenai sesuatu dan merupakan komponen
kognitif berisikan persepsi, kepercayaan dan stereotype yang dimiliki oleh
mahasiswa FISIP USU 2010-2011.
2. Attitude, yaitu apa yang sebenarnya dirasakan atau menjadi sikapnya
atau terbuka baik dengan ucapan maupun secara tertulis terhadapa
tayangan reality show ‘Minta Tolong’.
3. Perception, yaitu persepsi mahasiswa FISIP USU angkatan 2010-2011
dalam memberikan makna terhadap tayangan reality show
“Minta Tolong”.
III. Karakteristik Responden terdiri dari : a) Usia : tingkatan umur responden
b) Jenis Kelamin : laki – laki dan Perempuan.
c) Angkatan : yaitu tahun dimana responden dinyatakan diterima sah sebagai
mahasiswa USU, Seluruh responden terdiri dari angkatan 2010 dan 2011.
d) Departemen : Seluruh departemen yang terdapat di FISIP Universitas
BAB II
URAIAN TEORITIS
II.1. Komunikasi Massa
Dari berbagai macam cara komunikasi dilaksanakan dalam masyarakat manusia, salah satunya adalah komunikasi massa. Konsep komunikasi massa itu
sendiri pada satu sisi mengandung pengertian suatu proses dimana organisasi
media memproduksi dan menyebarkan pesaan kepada publik secara luas dan pada
sisi lain merupakan proses dimana pesan tersebut dicari, digunakan dan
dikonsumsi oleh audience (Sendjaja, 2002:21).
Pada dasarnya komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa
(media cetak dan elektronik). Sebab awal perkembangannya saja, komunikasi
massa berasal dari perkembangan kata media of mass communication (media
komunikasi massa). Massa dalam arti komunikasi massa lebih menunjuk pada
penerima pesan yang berkaitan dengan media massa. Oleh karena itu, massa disini
menunjuk kepada khalayak, audience, penonton, pemirsa atau pembaca.
Pengertian komunikasi massa, merujuk kepada pendapat Tan dan Wright
dalam Liliweri (1991), bahwa komunikasi massa merupakan bentuk komunikasi
yang mengguankan saluran (media) dalam menghubungkan komunikator dan
komunikasi secara massal, berjumlah banyak, bertempat tinggal yang jauh
(terpencar), sangat heterogen, dan menimbulkan efek tertentu.
Defenisi paling sederhana tentang komunikasi massa dirumuskan Bittner
media massa pada sejumlah besar orang, dari defenisi tersebut dapat diketahui
bahwa komunikasi itu harus menggunakan media massa. Media komunikasi yang
termasuk media massa adalah radio siaran dan televisi, keduanya dikenal sebagai
media elektronik; surat kabar dan majalah, keduanya disebut sebagai media cetak;
serta media film. Film dikenal sebagai media komunikasi massa adalah bioskop
(Ardianto, 2004:3).
Sedangkan menurut Jay Black dan Frederick C. Whitney (1988),
komunikasi massa adalah sebuah proses dimana pesan – pesan yang diperoleh
secara massal/tidak sedikit itu disebarkan kepada massa penerima pesan yang
luas,anonim, dan heterogen.
Banyak defenisi dari komunikasi massa yang telah dikemukakan oleh
beberapa ahli komunikasi. Tetapi, dari sekian banyak defenisi itu ada benang
merah kesamaan defenisi satu sama lain. Melalui defenisi itu dapat diketahui
karakteristik dari komunikasi massa, yaitu:
1. Komunikator Terlembagakan
Komunikator dalam komunikasi massa itu bukan satu orang, tetapi kumpulan orang – orang. Artinya, gabungan antar berbagai macam unsur dan bekerja satu sama lain dalam sebuah lembaga.
2. Pesan Bersifat Umum
Pesan – pesan dalam komunikasi massa tidak ditujukan kepada satu orang atau satu kelompok masyarakat tertentu. Oleh karenanya, pesan komunikasi massa bersifat umum.
3. Komunikatornya Anonim dan Heterogen
Komunikator tidak mengenal komunikan (anonim), karena komunikasinya menggunakan media dan tidak tatap muka. Disamping anonim, komunikan komunikasi massa adalah heterogen, karena terdiri dari berbagai macam lapisan masyarakat yang berbeda.
4. Media Massa Menimbulkan Keserempakan
5. Komunikasi Mengutamakan Isi Ketimbang Hubungan
Dalam komunikasi massa, pesan harus disusun sedemikian rupa berdasarkn sistem tertentu dan disesuaikan dengan karaketristik media massa yang akan digunakan.
6. Komunikasi Bersifat Satu Arah
Komunikator dan komunikannya tidak dapat melakukan kontak langsung. Komunikator aktif menyampaikan pesan, komunikan pun aktif menerima pesan, namun diantara keduanya tidak dapat melakukan dialog.
7. Stimuli Alat Indera “Terbatas”
Dalam komunikasi massa, stimuli alat indera bergantung pada jenis media massa. Pada surat kabar dan majalah, pembaca hanya melihat. Pada radio siaran, khalayak hanya mendengar. Sedangkan pada media televisi dan film menggunakan indra penglihatan dan pendengaran. 8. Umpan Balik Tertunda (Delayed)
Efektivitas komunikasi seringkali dapat dilihat dari feedback yang disampaikan oleh komunikan (Ardianto, 2004:7).
Menurut Wright (1959) dalam buku Teori Komunikasi,
perubahan teknologi baru menyebabkan perubahan dalam defenisi komunikasi
yang mempunyai tiga ciri yaitu:
1. Komunikasi massa diarahkan kepada audiens yang relatif besar, heterogen
dan anonim.
2. Pesan-pesan yang disebarkan secara umum, sering dijadwalkan untuk bisa
mencapai khalayak sebanyak mungkin menjadi anggota audiens secara
serempak dan sifatnya sementara.
3. Komunikator cenderung berada atau beroperasi dalam sebuah organisasi yang
kompleks yang mungkin membutuhkan biaya yang besar (Saverin, 2007:4).
Fungsi komukasi media massa sebagai bagian dari komunikasi massa
1. Fungsi Pengawasan adalah berupa peringatan dan kontrol sosial maupun
kegiatan persuasif. Pengawasan dan kontrol sosial dapat dilakukan untuk
aktivitas preventif untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.
Fungsi persuasif sebagai upaya memberi reward dan punishment kepada
masyarakat sesuai dengan apa yang dilakukannya.
2. Fungsi Social Learning, yaitu melakukan guiding dan pendidikan sosial
kepada seluruh masyarakat. Media massa bertugas untuk memberikan
pencerahan – pencerahan kepada masyarakat dimana komunikasi massa itu
berlangsung.
3. Fungsi penyampaian Informasi, yaitu menjadi proses penyampaian informasi
kepada masyarakat luas. Yang memungkinkan informasi dari sebuah institusi
publik tersampaikan kepada masyarakat secara luas dalam waktu cepat.
4. Fungsi Transformasi Budaya, komunikasi massa menjadi proses transformasi
budaya yang dilakukan bersama-sama oleh semua komponen komunikasi
massa, terutama yang didukung oleh media massa.
5. Hiburan komunikasi massa juga digunakan sebagai media hiburan, terutama
karena komunikasi massa menggunakan media massa, jadi fungsi-fungsi
hiburan yang ada pada media massa juga merupakan bagian dari fungsi
komunikasi massa.
Adapun efek komunikasi oleh Lavidge dan Steiner, terdiri atas enam
langkah yang dikelompokkan dalam tiga dimensi atau kategori-kategori berikut:
tentang segala sesuatu, afektif berhubungan dengan sikap kita terhadap sesuatu
dan konatif berhubungan dengan tingkah laku kita terhadap sesuatu
(Saverin, 2007:16).
II.2. Televisi Sebagai Komunikasi Media Massa
Secara etimologis, televisi berasal dari 2 kata yang berbeda, yakni tele
(bahasaYunani) yang berarti jauh, dan visi (vidire-Bahasa Latin) yang artinya
penglihatan. Dalam bahasa inggris, televisi disebut televition yang artinya melihat
jauh. Melihat jauh disini diartikan dengan gambar dan suara yang diproduksi di
suatu tempat dan dapat dilihat melalui seperangkat penerima (Televisi set).
Secara operasional pengertian televisi menurut Wahyudi adalah sistem
pengambilan, penyampaian dan penyuguhan kembali gambar melalui tenaga
listrik. Cara penyampaian gambar menggunakan gelombang elektromagnetik yang
disiarkan stasiun pemancar televisi.
Televisi menciptakan suasana tertentu pada pemirsanya agar dapat melihat
sambil duduk tanpa kesenjangan untuk menyaksikan siaran televisi. Penyampaian
isi pesan seolah-olah langsung antar komunikator terhadap komunikan.
II.2.1. Kelebihan dan Kelemahan televisi
Dengan sifatnya yang audio visual menjadikan televisi sebagai media yang
sangat efektif. Selain itu, televisi juga memiliki berbagai kelebihan yaitu:
a. Kemampuannya dalam menjangkau wilayah secara luas.
b. Karena pesan televisi bersifat umum, maka pemirsanya beragam.
II.2.2. Kelemahan Televisi
Kelemahan televisi ada 2, yaitu:
a. Khalayak tidak dapat memberikan feedback secara langsung.
b. Khalayaknya tidak selektif, karena televisi cenderung menjangkau
pemirsanya secara massal.
II.2.3. Tiga (3) Dampak yang Ditimbulkan Dari Acara Televisi Terhadap Pemirsanya
Adapun dampak yang ditimbulkan dari acara televisi yaitu:
1. Dampak kognitif yaitu kemampuan seseorang atau pemirsa untuk
menyerap dan memahami acara yang ditayangkan televisi yang
melahirkan pengetahuan bagi pemirsanya.
2. Dampak peniruan yaitu pemirsa dihadapkan pada trendi aktual yang
ditayangkan televisi. Misalnya: model pakaian, model rambut dari bintang
televisi yang kemudian ditiru secara fisik.
3. Dampak perilaku yaitu proses tertanamnya nilai-nilai sosial budaya yang
ditayangkan acara televisi yang diterapkan dalam kehidupan pemirsanya
sehari-hari.
II.2.4. Karakter Televisi
Beberapa karakter yang dimiliki televisi, yaitu:
1. Audiovisual
Karena sifatnya yang audiovisual, maka acara siaran televisi harus
dapat memperoleh gambaran yang lengkap tentang informasi yang disiarkan serta
mempunyai keyakinan akan kebenaran berita tersebut.
2.Berfikir dalam gambar
Ada 2 tahap yang dilakukan dalam proses berpikir dalam gambar. Pertama
adalah visualisasi, yakni menerjemahkan kata-kata yang mengandung gagasan
yang menjadi gambar secara individual. Dalam proses visualisasi pengarah acara
harus berusaha menujukkan objek-objek tertentu menjadi gambar yang jelas an
menyajikan sedemikian rupa, sehingga mengandung makna. Objek tersebut bisa
manusia, benda, kegiatan dan sebagainya (Effendy, 1993:96).
Misalnya ada seorang gadis yang dilanda duka sedang duduk termenung maka
visualisasinya adalah gadis dengan wajah sedih duduk di kursi dan tangannya
menopang dagu. Tahap kedua dari proses berpikir dalam gambar adalah
penggambaran, yakni kegiatan merangkai gambar-gambar individual sedemikian
rupa, sehingga kontiniutasnya mengandung makna tertentu. Misalnya: tentang
metamorphosa kupu-kupu, dari mulai telur berubah menjadi ulat, berubah menjadi
ulat, berubah menjadi kepompong, hingga menjadi kupu-kupu. Dalam proses
penggambaran ada gerakan-gerakan kamera tertentu yang dapat menghasilkan
gambar yang sangat besar yang diambil dari jarak dekat.
3.Pengoperasian lebih kompleks
Pengoperasian sebuah televisi lebih kompleks dibandingkan dengan radion
II.2.5. Format Acara Televisi / Genre
Penayangan sebuah program acara televisi bukan hanya bergantung pada
konsep penyutradaraan atau kreativitas penulisan naskah, melainkan sangat
bergantung pada kemampuan profesionalisme dari seluruh kelompok kerja di
dunia broadcast dengan seluruh mata rantai divisinya. Acara yang bagus akan
menjadi buruk apabila jam tayangnya tidak tepat.
Acara yang bagus juga bisa jatuh bila kualitas gambar on-air nya
mengalami gangguan frekuensi seperti suaranya bergema atau gambarnya rusak.
Namun, semuanya bisa diantisipasi, kuncinya ada pada penentuan format acara
televisi. Format acara televisi merupakan sebuah perencanaan dasar dari suatu
konsep acara televisi yang akan menjadi landasan kreativitas dan desain produksi
yang akan terbagi dalam berbagai kriteria utama yang disesuaikan dengan tujuan
dan target pemirsa acara tersebut. Jadi harus dilakukan eksploitasi kreativitas
dalam format acara televisi yang dirancang dan terencana.
Ada tiga bagian dari format acara televisi, yaitu:
1.Fiksi (drama), yaitu sebuah format acara televisi yang diproduksi dan dicipta
melalui proses imajinatif kreatif dari kisah-kisah drama atau fiksi yang
direkayasa dan diulang. Format yang digunakan merupakan interpretasi kisah
kehidupan yang diwujudkan dalam suatu runtutan cerita dalam sejumlah
adegan. Adegan-adegan tersebut akan menggabungkan antara realitas
kenyataan hidup dengan fiksi atau imajinasi khayalan para kreatornya.
Contohnya, Drama Percintaan (Love Story), tragedi, horor, komedi, legenda,
2.Nonfiksi (nondrama), yaitu sebuah format acara televisi yang diproduksi dan
dicipta melalui proses pengolahan imajinatif kreatif dari realitas kehidupan
sehari-hari tanpa harus menginterpretasi ulanng dan tanpa harus menjadi dunia
khayalan. Nondrama bukanlah runtutan cerita fiksi dari setiap pelakunya.
Untuk itu, format-format acara nondrama merupakan sebuah runtutan
pertunjukan kreatif yang mengutamakan unsur hiburan yang dipenuhi dengan
aksi, gaya, dan musik. Contohnya: Talkshow, Konser musik, Reality Show, dan
sebagainya.
3.Berita dan olahraga, yaitu sebuah format acara televisi yang diproduksi
berdasarkan informasi dan fakta atau kejadian dan peristiwa yang berlangsung
pada kehidupan masyarakat sehari-hari. Format ini memerlukan nilai-nilai
faktual dan aktual yang disajikan dengan ketepatan dan kecepatan waktu
dimana dibutuhkan sifat liputan yang independen. Contohnya, Berita Ekonomi,
Liputan Siang dan Laporan Olahraga (Naratama, 2004:62-66).
II.2.6. Program Acara Reality Show
Reality show adalah program televisi termuda yang banyak digemari dan
popular saat ini, tidak hanya di negara asalnya Amerika, namun juga di Indonesia.
Bukti kepopuleran program reality show di Indonesia adalah meroketnya rating
dan polling sms yang datang dari segala lapisan usia dalam membela idola
mereka. Belum lagi program acara ini menjadi produk wajib bagi semua stasiun
televisi di Indonesia. Semua berlomba-lomba untuk menayangkan program reality
show sebagai produk stasiun tersebut. Rating tinggi dan gila-gilaan yang
tertentu sampai banyak episode. Berdasarkan data AC Nielsen di akhir tahun
2008, Termehek-Mehek merupakan program acara paling populer dengan raihan
rating 7,2 poin dan share 27,3 persen. Ini adalah yang tertinggi dari semua acara
reality show yang ada di stasiun televisi lainnya. Kemudian disusul dengan
munculnya ajang pencarian bakat di salah satu stasiun televisi swasta yaitu
Indonesian Idol dari season 1-7 dimana season ke-7 ini tidak lama lagi akan
segera tayang. Disini tampak jelasnya adanya fenomena populernya reality show
dikalangan masyarakat yang menonton televisi.
Kegemaran dan akhirnya keputusan untuk memilih menonton reality show
dipengaruhi oleh archetype, karena archetype merupakan struktur dalam diri
individu yang menjadi motivasi dasar, dan yang menjadi acuan kebutuhan dasar
seorang individu. Disini seseorang akan berusaha menemukan pemenuhan
keinginan dasarnya sehingga adanya kepuasan dalam hidup, dimana keinginan
dasarnya dipengaruhi oleh archetype apa yang dominan pada diri individu.
Sehingga saat individu gemar menonton reality show atau paling tidak
memutuskan untuk menonton reality show, apakah hal ini benar dipengaruhi oleh
archetype yang dominan dalam dirinya, ataukah archetype tidak mempengaruhi
kegemaran menonton reality show(http://lib.atmajaya.ac.id).
II.3. Teori S-O-R
Pengertian dan Proses S-O-R
Pada awalnya model teori ini dikenal sebagai model Stimulus-Response
(S-R), akan tetapi kemudian DeFleur menambahkan Organism dalam bagiannya
Teori S-O-R merupakan model penelitian yang beranjak dari anggapan
bahwa organisme akan menghasilkan perilaku atau reaksi tertentu jika diberikan
suatu kondisi stimulus tertentu kepadanya. Efek yang timbul adalah reaksi
terhadap stimulus tersebut, sehingga seseorang dapat mengaharpak kesesuaian
antara pesan dengan reaksi komunikan. Adapun elemen-elemen utama dari model
teori S-O-R ini adalah: Stimulus adalah rangsangan atau dorongan yang berupa
pesan, Organism adalah manusia atau seorang penerima, response adalah reaksi,
efek, pengaruh atau tanggapan.
Asumsi stimulus respon mengacu kepada isi media massa sebagai stimulus
yang diberikan kepada individu yang menghasilkan respon tertentu yang sesuai
dengan stimulus yang diberikan. Dalam proses perubahan sikap yang akan dialami
oleh komunikan, sikapnya akan berubah jika stimulus yang menerpanya
benar-benar melebihi apa yang pernah ia alami.
Dalam mempelajari sikap yang baru tersebut ada tiga variabel yang harus
diperhatikan, yaitu: perhatian, pengertian, dan penerimaan. Proses tersebut dapat
Stimulus
Organism: -perhatian -pengertian -penerimaan Gambar 2
Model S-O-R
Sumber: Skinner dalam Notoatmodjo (2005)
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa stimulus yang disampaikan kepada
komunikan dapat berdampak diterima atau ditolak. Komunikasi terjadi jika
komunikan memberikan perhatian kepada stimulus yang disampaikan kepadanya
sampai kepada proses komunikan memikirkannya dan timbul pengertian dan
penerimaan atau mungkin sebaliknya.
Respon yang ditimbulkan stimulus hanya sampai pada tahap kognitif dan
afektif saja tidak sampai pada tahap behavioral (perubahan sikap terhadap pesan)
dikarenakan penelitian tentang pembentukan opini melalui tayangan reality show
dibatasi hanya pada opini publik saja. Adapun tahap-tahap yang sesuai dari respon
tersebut adalah:
1.Tahap kognitif, yaitu meliputi ingatan-ingatan terhadap suatu pesan,
kesadaran/pengenalan terhadap pesan, dan pengetahuan terhadap pesan
tersebut.
2.Tahap afektif, meliputi kesediaan untuk mencari lebih banyak lagi informasi,
evaluasi terhadap pesan, dan minat untuk mencoba melakukannya (Rakhmat,
2004:209).
Jika disederhanakan lagi maka dapat disebutkan bahwa model dari teori S-O-R
yaitu merupakan stimulus yang akan ditangkap oleh organisme khalayak.
Komunikasi tersebut akan berlangsug jika adanya suatu perhatian dari
komunikan. Adapun proses berikutnya dapat terlihat bahwa komunikan
mengerti dan menerima.
II.4. Opini dan Opini Publik
Public Opinion dalam bahasa indonesia sering diterjemahkan dengan
“pendapat umum”, dengan demikian public diterjemahkan dengan “umum”.
Sedangkan opinion dialih bahasakan dengan “pendapat”. Dalam ilmu komunikasi
terdapat istilah lain yaitu public relations yang umumnya diterjemahkan dengan
“hubungan masyarakat”. Sedangkan relations diterjemahkan dengan “hubungan”.
Istilah masyarakat sudah digunakan untuk mengalih bahasakan “society”.
Pengertian aslinya dalam bahasa inggris baik untuk pengertian “public” pada
public opinion maupun pada public relations, mempunyai arti yang sama,
sedangkan dalam bahasa indonesia pengertian umum dan masyarakat mempunyai
pengertian yang berbeda.
Dengan demikian akan cukup membingungkan bila public opinion kita
terjemahkan dengan pendapat umum. Di lain pihak public relations juga kita alih
bahasakan dengan hubungan masyarakat, apalagi bila diingat bahwa apa yang
Terutama sekali kalau diingat bahwa public relations ada kata (s) dibelakangnya
yang dalam bahasa inggris mempunyai arti jamak, sehingga yang lebih tepat
adalah hubungan-hubungan. Namun demikian terjemahan tersebut dari public
opinion menjadi pendapat umum dan public relations dengan hubungan
masyarakat rupanya telah diterima secara luas.
Adapun cara mengetahui adanya opini publik, dapat diketahui pada tahun
1963, indonesia berkonfrontasi dengan Belanda mengenai Irian Barat. Di radio,
surat kabar, rapat-rapat umum, pidato-pidato, ceramah-ceramah dan lain-lain
orang membicarakan tentang Irian Barat. Pada umumnya pembicara-pembicara itu
cenderung kepada pendapat bahwa Irian Barat bahwa Irian Barat adalah milik
pemerintah Indonesia, oleh karena itu bangsa Indonesia wajib merebutnya
kembali, dan hal inilah yang menjadikan bahwa pendapat-pendapat itu sangatlah
penting dikarenakan dapat mengambil suatu keputusan bersama.
Gejala demikian biasanya disebut public opinion atau opini publik.
Adapun dari gejala tersebut diatas, dapat diketahui bahwa adanya pengertian
tentang pendapat itu sama dengan opinion, yang mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut:
a. Selalu diketahui dari pernyataan-pertanyaan.
b. Merupakan sintesa atau kesatuan dari banyak pendapat.
c. Mempunyai pendukung dalam jumlah yang besar.
Adapun ciri-ciri tersebut misalnya pendapat mengenai demonstrasi atau
unjuk pendapat yang dilakukan oleh mahasiswa dinyatakan dalam berbagai media
merupakan suatu sintesa yakni bahwa masyarakat kita menyetujui gerakan atau
unjuk pendapat yang dilakukan oleh mahasiswa tersebut. Akhirnya aksi-aksi yang
digerakkan oleh mahasiswa itu mempunyai pendukung yang besar.
II.5. Pengertian Opini Publik
Opini yang berarti tanggapan ataupun pendapat merupakan suatu jawaban
terbuka terhadap suatu persoalan ataupun isu. Menurut Cultip dan Center opini
adalah suatu ekspresi tentang sikap mengenai suatu masalah yang bersifat
konroversial. Opini timbul sebagai hasil pembicaraan tentang masalah yang
kontroversial, yang menimbulkan pendapat yang berbeda-beda
(Sastropoetro, 1990:41).
Opini merupakan tanggapan aktif terhadap rangsangan disusul melalui
interpretasi personal yang diturunkan dan akan menimbulkan perasaan, pikiran
dan kesediaannya terhadap sesuatu yang terjadi. Abelson menyebutkan
unsur-unsur yang merupakan molekul dari opini, yaitu belief (kepercayaan tentang
sesuatu), attitude (apa yang sebenarnya dirasakan seseorang), dan perception
(persepsi) (Kasali, 1994:20).
Menurut Bernard Berelson dalam tulisannya berjudul “Communication
and Public Opinion” (Komunikasi dan Pendapat/Opini Publik) mengemukakan
bahwa dengan pendapat publik diartikan people’s response atau jawaban rakyat
(persetujuan, ketidaksetujuan/penolakan atau sikap acuh tak acuh) terhadap
issue-issue/hal-hal yang bersifat politis dan sosial yang memerlukan perhatian umum,
seperti hubungan internasional, kebijaksanaan dalam negeri, pemilihan (umum)