• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upacara Adat Kenduri SKO (Studi Deskriptif di Desa Keluru, Kecamatan Keliling Danau, Kabupaten Kerinci)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Upacara Adat Kenduri SKO (Studi Deskriptif di Desa Keluru, Kecamatan Keliling Danau, Kabupaten Kerinci)"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

UPACARA ADAT KENDURI SKO

(Studi Deskriptif di Desa Keluru, Kecamatan Keliling Danau, Kabupaten Kerinci)

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

Dalam Bidang Antropologi

Oleh:

NASUTION NIM. 030905044

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan oleh: Nama : Nasution

NIM : 030905044 Departemen : Antropologi

Judul : Upacara Adat Kenduri Sko (Studi Deskriptif di Desa Keluru, Kecamatan Keliling Danau, Kabupaten Kerinci)

Medan, November 2008 Pembimbing Skripsi Ketua Departemen

( Drs. Ermansyah, M.Hum.) (Drs. Zulkifli Lubis, M.A.) NIP. 131 996 173 NIP. 131 882 278

Dekan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

(3)

KATA PENGANTAR

Terlebih dahulu penulis panjatkan syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, karena atas karunia dan keridhaan-Nyalah skripsi yang berjudul Upacara Adat Kenduri Sko ini dapat selesai. Selawat beriring salam disampaikan kepada jujungan kita yaitu Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabat sahabat Beliau, semoga kelak mendapatkan safaatnya. Tulisan ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Antropologi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Poltik Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak sekali kekurangan-kekurangan. Hal itu disebabkan karena keterbatasan waktu dan dana dalam mengerjakannya. Semoga Allah SWT meridhoi isi skripsi ini, sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Dalam penyelesaian skripsi ini dari awal sampai selesai, penulis telah melibatkan berbagai pihak. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:

- Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, M.A., seelaku Dekan FISIP.

- Bapak Drs. Zulkifli Lubis, M.A., selaku ketua Departemen Antropologi - Bapak Drs. Ermansyah, M.Hum., selaku dosen wali dan merangkap

sebagai dosen pembimbing, yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan petunjuk kepada penulis.

- Bapak-bapak dan ibu-ibu dosen Antropologi yang telah membekali, mengarahkan dan membimbing penulis selama mengikuti perkuliahan di Departemen Antropologi sehingga selesainya skripsi ini.

(4)

- Bapak Daimi, selaku Kepala Desa Keluru yang telah memberikan kemudahan dalam penelitian, serta para informan-informan kunci dan informan-informan biasa yang telah menjadi sumber dalam penelitian ini. - Kedua adik tercinta, Ahmadillah dan Mustika, yang telah memberikan

dorongan semangat sehingga skripsi ini dapat selesai.

- Rekan-rekan di Departemen Antropologi Khususnya stambuk 03.

- Ikatan Mahasiswa Jambi-Medan (IMAJA-MEDAN), IIkatan Mahasiswa Kerinci-Medan (IPMK-MEDAN) beserta para anggota Asrama Mahasiswa Jambi (Bang Okta, Bang Indra,Bang Rizal, Bang Syaif, Bang Rusmen, Bang Dona, Alan, Ucok, Arju, Wawan, Viktor dan Yoga) yang telah memberikan semangat dan dorongan dalam penyelesaian skripsi ini. Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada kedua orang tua tercinta, Ayahanda Abastion dan Ibunda Muslina, yang telah memberikan doa dan restu serta dorongan semangat kepada penulis, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

Semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat dan karunianya kepada kita semua dan juga kesehatan dunia kahirat.

Medan, November 2008 Penulis

(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……… i

DAFTAR ISI ……….. iii

ABSTRAK ………. iv

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar BelakangMasalah………... 1

1.2. Perumusan Masalah ……….... 5

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……...………... 6

1.4. Tinjauan Pustaka ...………. 6

1.5. Metode Penelitian … ………... 11

1.5.1. Teknik Observasi ………. 11

1.5.2. Teknik Wawancara ………... 11

1.6. Analisis Data ………... 12

BAB II. GAMBARAN UMUM DESA KELURU 2.1. Sejarah Desa Keluru ………... 14

2.2 Letak dan Kondisi Geografis ..……….... 15

2.3. Kependudukan ……...……….…….... 17

2.3.1. Komposisi Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin…. 17 2.3.2. Komposisi Penduduk Menurut Agama… ……….... 18

2.3.3. Komposisi Penduduk Menurut Suku Bangsa ………... 19

2.3.4. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Kelahiran dan Kematian Penduduk………... 20

(6)

2.4. Pola Pemukiman dan Mata Pencaharian Penduduk.. ………. 22

2.4.1. Pola Pemukiman Penduduk………... 22

2.4.2. Mata Pencaharian Penduduk ……… 23

2.5. Sistem Kekerabatan dan Struktur Sosial ……… 27

2.5.1. Sistem kekerabatan……….... 27

2.5.2. Struktur Sosial………... 29

BAB III. UPACARA ADAT KENDURI SKO 3.1 Sejarah Kenduri sko ... 38

3.2. Iuran Kenduri Sko ……….. 40

3.3. Orang-orang yang terlibat Dalam Kenduri Sko ………... 42

3.4. Pelaksanaan Upacara Kenduri Sko ………... 44

3.4.1. Musyawarah Memilih Siapa yang Akan Diberi Gelar……. 44

3.4.2. Tempat Pelaksanaan Kenduri Sko ………... 46

3.4.3. Perlengkapan Atau benda-benda Dalam Kenduri Sko ….... 47

3.4.4. Menurunkan Benda-benda Pusaka Nenek Moyang …….... 49

3.4.5. Penobatan yang Diberi Gelar ………..…… 50

3.4.6. Makan Bersama ………...…….... 53

3.5. Kebertahanan Kenduri Sko……….……… 53

BAB IV. MAKNA KENDURI SKO 4.1. Rasa Syukur Atas Hasil Panen ……….………. 56

4.2. Keterikatan Sebagai Suatu Komunitas ………. ……… 60

4.2.1. Komunitas Kekerabat………... 60

4.2.2. Komunitas Desa ………... 62

(7)
(8)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul: Upacara Adat Kenduri Sko (Studi deskriptif Di Desa Keluru, Kecamatan Keliling Danau, Kabupaten Kerinci)

Upacara kenduri sko merupakan upacara adat siap penen yang dilakukan sebagai rasa syukur kepada Allah SWT atas hasil panen yang telah didapat masyarakat. Di dalamnya juga terdapat acara penurunan dan pembersihan benda-benda pusaka nenek moyang serta pengangkatan para pemimpin-pemimpin adat. Bagi masyarakat Keluru, keberadaan upacara tersebut memiliki arti penting yang meliputi berbagai acara-acara yang dilakukan dan melibatkan seluruh anggota masyarakat. Atas dasar tersebut, maka permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah apa makna upacara adat kenduri sko bagi orang Melayu Tua di Desa Keluru Kabupaten Kerinci, sehingga uipacara tersebut masih bertahan sampai sekarang ini.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif, yang mana dalam mencari data di lapangan penulis menggunakan teknik observasi dan wawancara. Observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi partisipasi. Sedangkan wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam dan wawancara sambil lalu. Wawancara mendalam ditujukan kepada informan kunci dan informan biasa. Informan kunci dalam penelitian ini adalah para pemangku-pemangku adat daerah setempat. Sedangkan untuk informan biasa dalam penelitian ini adalah para anggota masyarakat setempat. Wawancara mendalam kepada informan kunci dilakukan untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan sejarah, iuran, orang-orang yang terlibat, proses pelaksanaan, serta kepentingan-kepentingan dari upacara adat kenduri sko. Sedangkan wawancara mendalam yang ditujukan kepada informan biasa dilakukan untuk memperoleh informasi yang berkenaan dengan iuran dan kepentingan-kepentingan yang terkandung dalam upacara adat kenduri sko, sehingga masih tetap bertahan hingga sekarang ini. Wawancara sambil lalu juga dilakukan untuk memperoleh informasi yang berkenaan dengan tujuan penelitian, yang mungkin tidak diperoleh melalui informan kunci dan informan biasa.

(9)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul: Upacara Adat Kenduri Sko (Studi deskriptif Di Desa Keluru, Kecamatan Keliling Danau, Kabupaten Kerinci)

Upacara kenduri sko merupakan upacara adat siap penen yang dilakukan sebagai rasa syukur kepada Allah SWT atas hasil panen yang telah didapat masyarakat. Di dalamnya juga terdapat acara penurunan dan pembersihan benda-benda pusaka nenek moyang serta pengangkatan para pemimpin-pemimpin adat. Bagi masyarakat Keluru, keberadaan upacara tersebut memiliki arti penting yang meliputi berbagai acara-acara yang dilakukan dan melibatkan seluruh anggota masyarakat. Atas dasar tersebut, maka permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah apa makna upacara adat kenduri sko bagi orang Melayu Tua di Desa Keluru Kabupaten Kerinci, sehingga uipacara tersebut masih bertahan sampai sekarang ini.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif, yang mana dalam mencari data di lapangan penulis menggunakan teknik observasi dan wawancara. Observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi partisipasi. Sedangkan wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam dan wawancara sambil lalu. Wawancara mendalam ditujukan kepada informan kunci dan informan biasa. Informan kunci dalam penelitian ini adalah para pemangku-pemangku adat daerah setempat. Sedangkan untuk informan biasa dalam penelitian ini adalah para anggota masyarakat setempat. Wawancara mendalam kepada informan kunci dilakukan untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan sejarah, iuran, orang-orang yang terlibat, proses pelaksanaan, serta kepentingan-kepentingan dari upacara adat kenduri sko. Sedangkan wawancara mendalam yang ditujukan kepada informan biasa dilakukan untuk memperoleh informasi yang berkenaan dengan iuran dan kepentingan-kepentingan yang terkandung dalam upacara adat kenduri sko, sehingga masih tetap bertahan hingga sekarang ini. Wawancara sambil lalu juga dilakukan untuk memperoleh informasi yang berkenaan dengan tujuan penelitian, yang mungkin tidak diperoleh melalui informan kunci dan informan biasa.

(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan suatu bangsa yang terdiri dari beribu-ribu suku bangsa yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia dan telah ada sejak ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu. Jaspan (dalam Soekanto 2001:21) mengklasifikasikan suku bangsa Indonesia dengan mengambil patokan kriteria bahasa, kebudayaan daerah serta susunan masyarakat, dengan rincian yaitu (1) Sumatera, 49 suku bangsa; (2) Jawa, 7 suku bangsa; (3) Kalimantan, 73 suku bangsa; (4) Sulawesi, 117 suku bangsa; (5) Nusa Ternggara, 30 suku bangsa; (6) Maluku-Ambon, 41 suku bangsa; (7) Irian Jaya, 49 suku bangsa. Selama ratusan bahkan ribuan tahun itu pula mereka telah menumbuhkan, memelihara dan mengembangkan tradisi. Masing-masing suku bangsa tersebut memilki tradisi yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Hal inilah yang menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara yang majemuk akan kebudayaan, baik itu dalam bentuk bahasa sehari-hari maupun tradisi-tradisi lainnya.

(11)

Salah satu tradisi yang masih dipertahankan dalam berbagai suku bangsa adalah tradisi pelaksanaan pesta adat siap panen. Hampir setiap daerah masih melaksanakannya, seperti upacara adat fuaton di Nusa Tenggara Timur, upacara adat aruh mahannyari pada suku dayak, upacara penolak bala sebagai rasa syukur setelah berhasil panen di Sulawesi Selatan dan lain sebagainya. Tradisi-tradisi ini di maksud untuk mensyukuri hasil panen yang telah didapat oleh masyarakat, sekaligus memohon berkah agar mereka mendapat hasil yang lebih baik di musim panen mendatang.

Begitu juga halnya yang terjadi pada masyarakat yang ada di Propinsi Jambi, yakni di Kabupaten Kerinci. Mereka dikenal sebagai orang Melayu Tua (Zakaria, 1985:15). Orang Melayu Tua tersebut masih mengenal bentuk-bentuk upacara atau pesta adat siap panen yang lebih dikenal dengan istilah kenduri sko.

Kenduri sko merupakan upacara adat yang terbesar di daerah Kerinci dan termasuk kedalam upacara adat Titian Teras Bertangga Batu. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Daud (1991:32) bahwa upacara adat di Kerinci dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian yang disebut dengan:

1. Upacara Adat Titian Teras Bertangga Batu. 2. Upacara Adat Cupak Gantang Kerja Kerapat. 3. Upacara Adat Tumbuh-tumbuh Roman-roman.

(12)

kemasyarakatan yang dilaksanakan secara bergotong royong. Upacara ini meliputi kegiatan mendirikan rumah baru mencangkup kerja sama menarik ramuan kayu di hutan, merendam ramuan kayu, betegak rumah, gotong royong menuai padi, tolak bala, dan upacara yng berhubungan dengan spritual seperti upacara tolak bala dan upacara minta ahi hujan. Upacara Adat Tumbuh-tumbuh Roman-roman memilki pengertian suatu upacara adat yang dilaksanakan pada waktu tertentu sesuai dengan pokok persoalan yang timbul pada bentuk tertentu pula dan bersifat khusus. Upacara ini meliputi upacara asyeik negeri, mengangkat anak angkat, pelanggaran terhadap hukum adat, melepas nazar, dan upacara silang sengketa.

Lebih lanjut dijelaskan Daud bahwa upacara-upacara adat yang dilaksanakan oleh penduduk Kerinci selain menjadi warisan budaya nenek moyang juga mempuyai fungsi antara lain:

1. Memperkokoh persatuan dan kesatuan kekerabatan dan meningkatkan silaturrahmi dalam kehidupan masyarakat pada umumnya.

2. Wadah untuk menjalin rasa kebersamaan dalam prinsip hidup bergotong-royong.

3. Wujud kebanggaan bagi masyarakat Kerinci bahwa mereka memiliki tata cara adat tersendiri yang tidak kalah dengan adat lainnya.

4. Forum komunikasi antara generasi tua dengan generasi muda dalam menyampaikan pesan untuk kehidupan masa depan yang lebih baik.

5. Sarana pembinaan nilai-nilai tradisional yang tak lapuk kena hujan tak lekang kena panas.

(13)

Upacara kenduri sko merupakan upacara puncak kebudayaan masyarakat Kerinci. Dengan kata lain dapat diartikan sebagai suatu perhelatan tradisional masyarakat Kerinci dengan maksud dan tujuan tertentu. Upacara kenduri sko hanya dilakukan pada desa pesekutuan adat atau masyarakat adat dari dusun asal desa-desa yang memiliki sejarah tetua adat depati ninik mamak dan juga memiliki benda-benda pusaka. Ciri khas upacara adat tersebut adalah penobatan seseorang putra daerah menjadi depati atau pemimpin adat, yang kemudian akan diberi sumpah yang harus dipegang teguh oleh mereka yang dipilih.

Desa-desa yang masih melaksanakan upacara ini diantaranya adalah Desa Keluru yang terletak di Kecamatan Keliling Danau. Bagi masyarakat Keluru upacara ini sangat penting dilaksanakan sebagai rasa syukur atas hasil panen yang diberikan Allah SWT kepada mereka, dan pada upacara ini juga akan dipilih para pemangku-pemangku adat yang akan memimpin desa tersebut. Di keluru, upacara ini dilaksanakan dengan sangat meriah, selain dihadiri oleh masyarakat setempat, juga dihadiri oleh masyarakat desa-desa terdekat. Sebelum acara ini selesai maka masyarakat dilarang untuk keluar desa, dengan tujuan agar semua elemen masyarakat setempat terlibat dalam acara tersebut.

Sebagaimana upacara-upacara adat lainnya, upacara adat kenduri sko

(14)

penting sekali bagi orang Melayu Tua yang ada di Kabupaten Kerinci khususnya Desa Keluru.

1.2. Rumusan Masalah

Kenduri sko merupakan upacara adat yang masih bertahan atau tetap dijalankan hingga saat ini. Bagi orang Melayu Tua di Desa Keluru Kabupaten Kerinci keberadaan upacara tersebut memiliki arti penting yang mencakupi berbagai acara-acara yang dilakukan dan melibatkan seluruh anggota masyarakat. Atas dasar tersebut maka permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah apa makna upacara adat kenduri sko bagi orang Melayu Tua di Desa Keluru Kabupaten Kerinci, sehingga upacara tersebut bertahan hingga saat ini ? Permasalahan ini diuraikan ke dalam empat pertanyaan penelitian yakni:

1. Siapa-siapa saja yang terlibat dalam upacara adat kenduri sko yang ada di Desa Keluru Kabupaten Kerinci ?

2. Bagaimana proses pelaksanaan upacara adat kenduri sko yang ada di Desa Keluru Kabupaten Kerinci ?

3. Apa kepentingan-kepentingan yang tercangkup dari pelaksanaan upacara adat kenduri sko bagi kehidupan masyarakat di Desa Keluru Kabupaten Kerinci ?

(15)

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan upacara adat kenduri sko yang memiliki arti penting bagi orang Melayu Tua di Desa Keluru Kabupaten Kerinci, yang meliputi : orang-orang yang terlibat di dalamnya, proses pelaksanaannya, dan kepentingan-kepentingan yang tercakup dari upacara adat tersebut. Dengan demikian, akan diketahui makna upacara adat kenduri sko

bagimasyarakat Keluru sehingga masih dapat bertahan hingga sekarang ini. Secara akademis, penelitian ini dapat menambah khasanah keilmuan di bidang Antropologi khususnya yang membahas tentang keberadaan upacara adat. Secara praktis dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap pihak-pihak yang berkepentingan untuk memahami maupun dalam membuat berbagai kebijakan yang diperlukan dan dalam rangka upaya pelestarian kebudayaan daerah.

1.4. Tinjauan Pustaka

(16)

Berbicara masalah upacara adat, sudah banyak sekali para peneliti yang telah mengkaji maupun menulis tentang hal tersebut. Seperti halnya Siregar (1994) yang mengkaji upacara mebat pada orang Batak Angkola. Kajiannya ingin mengungkapkan faktor-faktor yang menyebabkan pergeseran yang terjadi dalam upacara Mebat di daerah Sidore Timur jika dibandingkan dengan konsepsi asli upacara dimaksud di daerah asalnya Bona Pasogit. Pada akhirnya ditemukan kesimpulan bahwa faktor yang menjadi penyebab pergeseran dalam upacara

mebat boru na marlojong adalah pihak yang melaksanakan kebanyakan sudah kurang memahami rangkaian upacara yang dimaksud seperti yang terdapat di Bona Pasogit, dan juga adanya pengaruh kebudayaan luar yang sifatnya lebih demikian.

Sagala (1990) dalam kajiannya tentang upacara mengongkol holi (upacara penggalian tulang) pada masyarakat Batak Toba. Adapun Masalah pokok yang ingin diungkapkan dalam penelitiannya adalah mengapa upacara itu masih dilaksanakan dan bagaimana jalannya upacara. Pada akhirnya ditemukan kesimpulan bahwa ada beberapa Faktor yang mendorong masyarakat Batak Toba masih melakukan upacara tersebut yaitu faktor religi, faktor tuntutan adat, faktor ekonomi dan faktor gengsi sosial.

(17)

kekuatan-kekuatan yang tidak terlihat, juga merupakan sarana penghormatan dan penyembahan masyarakat desa terhadap kekuatan yang dapat dijadikan pelindung masyarakat agar terhindar dari bencana. Peristiwa ini menunjukkan adanya sifat yang abstrak dari jiwa manusia, apabila tidak dilaksanakan upacara ini masyarakat merasa bencana yang akan datang dua kali lipat dari sebelumnya, kepuasan batin penduduk tidak akan tercapai.

Dari berbagai kajian tersebut dapat dipahami bahwa suatu upacara adat dianggap memiliki fungsi-fungsi tertentu di dalam kebudayaan suatu masyarakat. Fungsi-fungsi tersebut seakan-akan tidak berubah dan tetap langgeng bagi masyarakat, tanpa memperhitungkan masyarakat pembentuk kebudayaan telah berganti. Dengan kata lain, kajian fungsi tersebut tidak memperhitungkan adanya perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Lebih dari itu, kajian-kajian terhadap upacara adat sangat jarang menjelaskan tentang makna yang terkandung di dalamnya. Penelitian ini diajukan untuk mengkaji makna-makna yang terkandung dalam upacara adat kenduri sko. Suatu makna yang yang memiliki arti penting bagi masyarakat Keluru yang menjadikan upacara tersebut dapat terus bertahan hingga sekarang ini.

(18)

Geertz (1992: 5) menjelaskan bahwa kebudayaan merupakan Suatu sistem keteraturan dari makna dan simbol, yang dengan makna dan simbol-simbol tersebut individu-individu mendefenisikan dunia mereka, mengekspresikan perasaan-perasaan mereka, dan membuat penilaian mereka. Geertz menfokuskan konsep kebudayaan kepada nilai-nilai budaya yang menjadi pedoman masyarakat untuk bertindak dalam menghadapi berbagai permasalahan hidupnya. Sehingga pada akhirnya konsep budaya lebih merupakan sebagai pedoman penilaian terhadap gejala-gejala yang dipahami oleh si pelaku kebudayaan tersebut.

Lebih lanjut dijelaskan Geertz, di dalam kebudayaan, makna tidak bersifat individual tetapi publik. Ketika sistem makna kemudian menjadi milik kolektif dari suatu kelompok, kebudayaan menjadi suatu pola makna yang diteruskan secara historis terwujud dalam simbol-simbol. Kebudayaan juga menjadi suatu sistem konsep yang diwariskan terungkap dalam bentuk-bentuk simbolik yang dengannya manusia berkomunikasi, melestarikan, dan memperkembangkan pengetahuan mereka tentang kehidupan dan sikap-sikap tentang kehidupan.

(19)

Di lihat dari kegiatan-kegaiatan yang dilakukan saat kenduri sko, dapat dijelaskan bahwa kenduri sko memiliki makna sebagai ucapan terima kasih kepada Sang Pencipta dan roh-roh nenek moyang atas hasil panen yang telah diberikan, dan sko merupakan simbol yang diidentikkan dengan pembersihan benda pusaka nenek moyang. Untuk memperbincangkan makna, setiap individu harus menafsirkannya, sehingga dapat mengatur tingkah laku individu tersebut. Hal itu hanya dapat ditampilkan melalui simbol yang terdapat dalam upacara.

Berkaitan dengan hal itu, kenduri sko dilaksanakan sebagai pengikat hubungan antara Sang Pencipta dan roh-roh nenek moyang dengan masyarakat Keluru, karena diyakini telah memberikan keselamatan bagi mereka serta rezeki yang berlimpah dengan hasil panen yang didapat. Menurut kepercayaan masyarakat, padi tidak akan tumbuh dan hidup dengan sendirinya tanpa adanya kekuatan-kekuatan yang mempengaruhi semuanya. Hal itu yang menimbulkan keyakinan, bahwa sang pencipta dan roh-roh nenek moyang merekalah yang memberikan segalanya. Baik itu keselamatan bagi mereka waktu melaksanakan aktivitas pertanian maupun hasil yang didapat dari pertanian tersebut.

Selain makna-makna tersebut, kemungkinan ada makna-makna lain yang terdapat dalam pelaksanaan kenduri sko. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini akan mendeskripsikan makna dari pelaksanaan upacara adat kenduri

(20)

upacara adat kenduri sko bagi kehidupan masyarakat di Desa Keluru Kabupaten Kerinci .

1.5. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif. Dalam penelitian ini peneliti akan mencoba memberi gambaran secara terperinci mengenai makna dari upacara adat kenduri sko yang ada di Desa Keluru sehingga masih bertahan hingga sekarang ini.

Adapun teknik penelitian yang digunakan dalam mencari data di lapangan antara lain:

1.5.1. Teknik Observasi

Teknik observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik observasi partisipasi, yang mana peneliti mengadakan pengamatan kepada objek yang diteliti dan secara langsung mengikuti setiap aktifitas masyarakat yang berkaitan dengan pelaksanaan upacara adat kenduri sko. Teknik observasi partisipasi digunakan peneliti agar dapat memperoleh data secara mendalam tentang siapa-siapa saja yang terlibat dalam upacara, tahapan-tahapan dalam pelaksanaan upacara, serta suasana dalam pelaksanaan upacara tersebut. Untuk mempermudah memperoleh data ini, peneliti bergaul dan mengadakan pendekatan secara kekeluargaan kepada masyarakat setempat.

1.5.2. Teknik Wawancara

(21)

pemangku-pemangku adat daerah setempat, meliputi depati ninik mamak, orang tuo cerdik pandai, dan para alim ulama. Sedangkan untuk informan biasa dalam penelitian ini adalah para anggota masyarakat desa setempat. Penentuan informan dilakukan secara bertujuan. Di samping itu, informan juga ditentukan kriteria usia, status sosial dan lama tinggal di desa.

Wawancara mendalam kepada informan kunci dilakukan untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan sejarah, iuran, orang-orang yang terlibat, proses pelaksanaan, serta kepentingan-kepentingan dari upacara adat kenduri sko. Sedangkan wawancara mendalam yang ditujukan kepada informan biasa dilakukan untuk memperoleh informasi yang berkenaan dengan iuran dan kepentingan-kepentingan yang terkandung dalam upacara adat kenduri sko

sehingga masih tetap bertahan hingga sekarang ini.

(22)

1.6. Analisa Data

(23)

BAB II

GAMBARAN UMUM DESA KELURU

2.1. Sejarah Desa Keluru

Masyarakat Keluru berasal dari dua orang nenek moyang. Dua orang tersebut adalah pertama nenek Kapin yang bergelar Rio Ganum. Rio Ganum ini berasal dari Pulau Sangkar yang merupakan salah satu nama desa di Kerinci. Beliau adalah hulu balang penjaga batas wilayah Kedepatian Biang Seri di Pulau Sangkar. Dia ditugaskan menjaga perbatasan antara Desa Jujun, Lolo dan Pidung. Kedua Rio Gilang Belang Badan, yang berasal dari Kerajaan Sriwijaya. Dia datang ke Keluru dikarenakan kekalahan Kerajaan Sriwijaya berperang melawan Kerajaan Majapahit. Rio Gilang adalah panglima perang Kerajaaan Sriwijaya. Dikarenakan tidak mau menyerah, dia melarikan diri dan sampai di hutan Kerinci atau Desa Keluru. Dalam pelariannya ke Kerinci, Rio Gilang disertai dengan istrinya yang bernama Silahut, anaknya Bujang Palembang dan kemenakannya Rio Gilang Panjang Awak.

(24)

Ganum ingin bermukim bersama dengan Rio Gilang, maka pada waktu itu dibuatlah keputusan antara Rio Gilang dan Rio Ganum. Adapun isi keputusan tersebut adalah ”mai kito samo-samo, duduk samo rendah, tegak samo tinggi, hati gajah samo di lapo, hati tungau samo di cacah”. Maksud dari pepatah tersebut adalah ”marilah kita bersama-sama, senasib sepenanggungan, ada sama dimakan, kalau gak ada sama kita cari”. Setelah itu maka dusun tempat tinggal mereka diberi nama Dusun Cempaka Kecil dan diangkatlah kemenakannya Rio Gilang Panjang Awak menjadi Menggung. Setelah tinggal bersama, pada malam hari sering terdengar suara gemuruh yang berasal dari Danau Kerinci. Dari suara gemuruh inilah yang akhirnya menjadi Desa Keluru.

Sekarang, ketiga keturunan inilah yang diangkat menjadi pemimpin-pemimpin adat Desa Keluru. Rio Gilang menyangkut pemerintahan, Rio Ganum menjaga hutan dan perbatasan desa, sedangkan Menggung menyelesaikan masalah-masalah yang ada dalam masyarakat.

2.2. Letak dan Kondisi Geografis

Desa Keluru terletak di sebelah Timur Kabupaten Kerinci, tepatnya di Kecamatan Keliling Danau. Desa ini berada pada ketinggian 750-1000 meter di atas permukaan laut dengan suhu udaranya berkisar antara 23-34 oC. Desa Keluru mempunyai luas 559 Ha yang memiliki batas-batas antara lain:

- Sebelah Utara berbatas dengan Danau Kerinci.

- Sebelah Selatan berbatas dengan Desa Lolo Kecil dan Lolo Gedang. - Sebelah Barat berbatas dengan Desa Jujun dan Koto Agung.

(25)

Untuk penggunaan tanah dengan luas desa 559 Ha, selain untuk pemukiman penduduk juga digunakan untuk perkantoran, pendidikan/sekolah, persawahan, perladangan, dan lain sebagainya. Untuk lebih jelas penggunaan tanah di Desa Keluru dan luasnya dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini:

Tabel 1

Sumber: Kantor Kepala Desa Keluru, 2008

Tabel 1 menunjukkan bahwa pemakaian lahan terbesar digunakan untuk persawahan dan perladangan yakni 93,1 %. Hal ini disebabkan karena mayoritas masyarakat di Desa Keluru bermata pencaharian sebagai petani dan sejak dahulu nenek moyang mereka telah meninggalkan sawah dan ladang yang luas untuk kehidupan anak cucunya. Sedangkan lahan yang digunakan untuk pemukiman penduduk luasnya jauh lebih kecil dibandingkan dengan luas persawahan dan perladangan yakni sebesar 1,7 %. Hal ini disebabkan jumlah penduduk Keluru yang relatif sedikit dikarenakan banyak yang merantau ke daerah lain dengan alasan mencari pekerjan dan setelah mendapat pekerjaan ditempat tujuan, mereka langsung memilih bermukim ditempat tersebut.

(26)

tergolong lambat, hal itu dikarenakan jalan yang digunakan sudah banyak yang rusak. Untuk mencapai pusat kabupaten yakni Sungai Penuh masyarakat menggunakan bus mini, dan ada juga sebagian masyarakat yang menggunakan sepeda motor. Sedangkan untuk mencapai pusat propinsi yakni Jambi masyarakat menggunakan bus besar yang bisa menampung banyak orang.

Desa Keluru dibagi menjadi dua Dusun yaitu Dusun Lama dan Dusun Baru yang masing-masing terdiri dari 2 RT. Kedua Dusun tersebut dipisahkan oleh satu jalan utama. Jalan utama ini digunakan untuk transportasi ke pusat kabupaten dan pusat propinsi, serta menghubungkan desa-desa yang ada di Kecamatan Keliling Danau. Selain itu, jalan utama juga digunakan masyarakat untuk mengangkut hasil panen mereka yang berupa padi, cengkeh, kopi, dan segala jenis tanaman muda seperti sayur-sayuran dan cabe. Untuk mengangkat semua itu masyarakat biasanya mengunakan sepeda, gerobak dan ada juga yang menggunakan sepeda motor.

2.3. Kependudukan

2.3.1. Komposisi Penduduk Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin

Jumlah penduduk Keluru berdasarkan data yang diperoleh dari kantor Kepala Desa Keluru tahun 2008 adalah sebanyak 657 jiwa atau sebanyak 167 kepala keluarga. Di mana 293 orang diantaranya berjenis kelamin laki-laki dan 364 orang berjenis kelamin perempuan.

(27)

Tabel 2

Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur

No Kelompok Umur Jumlah Persentase (%)

1

Sumber : Kantor Kepala Desa Keluru, 2008

Pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa jumlah penduduk terbanyak berdasarkam umur adalah penduduk dengan kelompok usia antara 19-44 tahun dengan persentase sebesar 40,4%. Sedangkan jumlah penduduk yang paling sedikit berdasarkan kelompok umur adalah penduduk dengan usia antara 13-15 tahun dengan persentase sebesar 4.1%. Dari tabel tersebut juga dapat dilihat bahwa masyarakat Keluru merupakan masyarakat yang memiliki usia kerja produktif, karena masyarakat yang memasuki usia kerja yakni usia 19-44 tahun hampir mancapai 50 %.

2.3.2. Komposisi Penduduk Menurut Agama

Sebagai suatu sistem kepercayaan dan keyakinan, agama bagi masyarakat setempat memiliki peranan yang teramat penting dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Sistem nilai dan norma yang terdapat dalam ajaran agama ditempatkan dalam posisi teratas dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh semua lapisan masyarakat.

(28)

dilihat pada waktu shalat Magrib dan Isya mesjid di Desa Keluru penuh, digunakan masyarakat untuk shalat berjamah. Magrib menjelang Isya dipergunakan oleh remaja mesjid dan anak-anak untuk membaca Al-Qur an, yang setelah shalat Isya baru mereka pulang. Apabila ada perayan hari-hari besar agama Islam seperti Maulid Nabi, Isro Miraj dan hari-hari besar lainnya, maka masyarakat memperingatinya dengan meriah. Perayan hari-hari besar ini cendrung dirayakan di dalam Mesjid dari dulu sampai sekarang.

Mesjid yang terdapat di Desa Keluru ada satu, yang terletak di Dusun Lama. Selain mesjid juga terdapat mushalla. Mushalla di Keluru ada 2 yakni satu di Dusun Lama dan satunya lagi di Dusun Baru. Mushalla ini digunakan anak-anak untuk belajar mengaji pada sore hari. Mushalla juga digunakan oleh bapak-bapak dan ibu-ibu untuk acara tahlilan yang biasanya dilakukan pada hari um at.

2.3.3. Komposisi Penduduk Menurut Suku Bangsa

(29)

2.3.4. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Kelahiran dan Kematian Penduduk

Berdasarkan data yang diperoleh dari kantor Kepala Desa Keluru tahun 2008. Maka tingkat kelahiran penduduk Keluru untuk tahun 2008 adalah laki-laki 7 orang dan perempuan 3 orang, sedangkan untuk kematian penduduk laki-laki 2 orang dan perempuan 4 orang. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat kelahiran dan kematian penduduk di daerah ini tergolong rendah.

Rendahnya tingkat kelahiran penduduk dikarenakan masyarakat sudah banyak yang mengikuti program KB. Hal ini dapat dilihat pada setiap keluarga hanya memiliki dua orang atau tiga orang anak saja. Sedangkan rendahnya tingkat kematian penduduk dikarenakan semakin berkembangnya pembangunan fasilitas-fasilitas kesehatan seperti rumah sakit, PUSKESMAS dan lain sebagainya. Kalau anggota masyarakat Keluru ada yang sakit, mereka langsung pergi ke PUSKESMAS yang ada di desa tetangga mereka yakni Desa Jujun.

2.3.5. Mobilitas Penduduk

(30)

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi mobilitas penduduk antara lain:

a). Faktor di daerah asal yang disebut faktor pendorong seperti adanya bencana alam, lapangan kerja terbatas, keamanan terganggu dan kurangnya sarana pendidikan.

b). Faktor yang ada di daerah tujuan yang disebut faktor penarik seperti tersedianya lapangan kerja, upah tinggi, tersedianya sarana pendidikan, kesehatan dan hiburan.

c). Faktor yang terletak di daerah asal dan daerah tujuan yang disebut penghalang seperti jarak yang tidak jauh dan mudahnya transportasi mendorong mobilitas penduduk.

d). Faktor yang terdapat pada diri seseorang yang disebut faktor individu seperti umur, jenis kelamin, dan tempat pendidikan.

Mobilitas penduduk yang terdapat di Desa Keluru yaitu mobilitas permanen, karena mereka yang melakukan mobilitas semuanya karena alasan pekerjaan. Hal ini menjelaskan kurangnya lapangan kerja, sehingga banyak masyarakat melakukan mobilitas untuk mencari pekerjan yang layak. Setelah mendapat pekerjan di daerah tujuan, merekapun langsung menetap disana. Berdasarkan data yang didapat dari kantor Kepala Desa Keluru tahun 2008, maka perpindahan penduduk di Desa Keluru adalah sebagai berikut:

- Tenaga kerja Indonesia di luar negeri sebanyak 103 jiwa, terdiri dari 67 jiwa laki-laki dan 36 jiwa perempuan

- TNI dan POLRI, laki-laki 12 jiwa.

(31)

- PNS sebanyak 46 jiwa, terdiri dari 37 jiwa laki-laki dan 9 jiwa perempuan.

2.4. Pola Pemukiman dan Mata Pencaharian Penduduk 2.4.1. Pola Pemukiman Penduduk

Pada awalnya, pemukiman penduduk dibangun di daerah Dusun Lama yang terletak sebelah Selatan jalan utama. Dengan semakin berkembangnya kehidupan masyarakat, maka pemukiman penduduk juga dibangun di sebelah Utara jalan utama yang sekarang dinamakan Dusun Baru.

Bentuk rumah-rumah penduduk disesuaikan dengan kondisi lingkungan yang mereka tempati. Dengan kondisi lingkungan yang dikelilingi oleh perbukitan dan danau, maka bentuk rumah yang tepat bagi masyarakat setempat adalah berbentuk rumah panggung yang besar dan bisa menampung beberapa keluarga. Rumah panggung ini terbuat dari kayu dan dibangun dua tingkat, bagian bawahnya digunakan untuk bertenak seperti ayam, bebek dan lain sebaginya. Selain itu, bagian bawah juga dibuat ruangan untuk menyimpan padi atau bahasa setempat disebut dengan bilek padoi. Jarak rumah yang satu dengan yang lainnya sangat berdekatan dan hanya dipisahkan oleh dinding yang juga merupakan dinding dari rumah sebelahnya. Oleh masyarakat setempat, rumah seperti ini dinamakan dengan rumah larik kereta api.

(32)

Rumah permanen yakni rumah yang bahan bakunya terbuat dari beton, rumah semi permanen yakni rumah yang bahan bakunya terdiri dari beton dan kayu, seperti yang banyak dibangun di Keluru saat ini, sedangkan non permanen merupakan rumah yang bahan bakunya berasal dari kayu seperti rumah panggung atau rumah larik kereta api.

Jalan-jalan yang digunakan untuk memasuki pemukiman penduduk masih belum diaspal. Hanya jalan utama yang digunakan untuk kepusat kabupaten yakni Sungai Penuh dan pusat propinsi yakni Jambi yang diaspal. Walaupun demikian, menurut kepala desa sudah ada rencana dari PEMDA setempat untuk mengaspal jalan-jalan masuk menuju pemukiman penduduk.

2.4.2. Mata Pencaharian Penduduk

Pada umumnya masyarakat Keluru mata pencahariannya yang utama adalah petani. Mengingat kondisi tanah yang cukup subur dan didukung tingginya curah hujan, sangat cocok untuk areal persawahan. Dalam satu tahun masyarakat dapat memanen padi dua kali, sawah yang terbentang luas sangat mencukup i dalam memenuhi kebutuhan pokok masyarakat Keluru. Dalam pengelolaan sawah, mereka masih menggunakan peralatan tradisional. Peralatan tersebut, seperti cangkul, sabit, bahkan masih ada masyarakat yang memamfaatkan tenaga sapi atau kerbau dalam penggarapan sawah.

(33)

1. Sawah Ternak

Sawah ternak adalah sawah yang telah menjadi hak milik seseorang atau keluarga yang didapat melalui harta warisan ataupun sengaja dibeli kepada orang lain. Orang yang memiliki sawah ternak ini di Keluru menandakan orang tersebut orang yang kaya dan sangat disegani dalam masyarakat karena hartanya. Kepemilikan sawah ternak yang merupakan warisan dari keluarganya memiliki ukuran yang luas dan sangat mencukupi untuk kebutuhan pokok sehari-hari bahkan dapat dijual di pusat Kabupaten.

2. Sawah Giliran

Sawah giliran adalah sawah yang didapat atau dikerjakan menunggu terlebih dahulu giliran dari klen lain yang juga mempunyai hak dalam kepemilikan sawah, maksudnya adalah sawah giliran ini adalah sawah yang tidak bisa di jual oleh siapapun karena banyak orang yang berhak dalam kepemilikannya.

Proses pembagian dalam sawah giliran ini adalah dilihat dari perut masing-masing keluarga. Umpamanya, si A memiliki dua bidang sawah dan mempunyai empat orang anak. Dua bidang sawah tersebut dibagi empat. Apabila keempat orang tersebut sudah berkeluarga dan telah memiliki anak, maka bagian yang telah dibagi kembali berdasarkan perut masing-masing.

(34)

3. Sawah Sasahan

Sawah sasahan adalah sawah yang sengaja disasah atau disewa dari orang yang memiliki sawah ternak dan sawah giliran. Harga sasahan dalam sawah sasahan ini tergantung luas dan kondisi padi itu sendiri. Apabila sawahnya luas dan padinya baik maka harga sasahan tinggi begitu pula sebaliknya apabila sawah kurang begitu luas maka harga sasahannya kurang pula.

4. Sawah Bagi Hasil

Sawah bagi hasil adalah adalah sawah ternak ataupun sawah giliran yang sengaja dibagikan kepada orang lain untuk menggarapnya dan hasilnya nanti dibagi rata. Dalam mengerjakan sawah bagi hasil, dikerjakan oleh orang yang dipercaya mulai dari menggarap, menanam, menyiangi, memupuk, sampai memanen. Setelah panen, baru dilakukan pembagian hasil antara pemilik sawah dengan penggarap sawah. Proses pembagian hasil dari sawah bagi hasil ini tergantung dari hasil padi yang diperoleh, umpamanya hasil padi yang diperoleh adalah 2000 Kg, maka hasilnya dibagi dua, 1000 Kg untuk yang membuat dan 1000 Kg untuk yang punya sawah.

(35)

masyarakat lebih memfokuskan menanam cengkeh, cabe, dan segala jenis sayur-sayuran. Hasil perkebunan tersebut sangat membantu sekali bagi masyarakat dalam memenuhi kehidupan sehari-hari. Mata pencaharian lain di Keluru adalah Nelayan, PNS, Pertukangan, TNI dan POLRI, Wira swasta dan lain sebagainya.

Untuk lebih jelas mengenai komposisi penduduk berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 3

Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

No Jenis Mata Pencaharian Jumlah %

Sumber : Kantor Kepala Desa Keluru, 2008

(36)

2.5. Sistem Kekerabatan dan Struktur Sosial 2.5.1. Sistem Kekerabatan

Pada umumnya, sistem kekerabatan itu dibagi ke dalam 4 macam, seperti yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat sebagai berikut:

1. Sistem Kekerabatan Patrilineal yaitu sistem kekerabatan yang menghitung hubungan kekerabatan melalui pihak pria saja.

2. Sistem Kekerabatan Matrilineal yaitu sistem kekerabatan yang menghitung hubungan kekerabatan melalui pihak wanita saja.

3. Sistem Kekerabatan Bilineal yaitu yang menghitung hubungan kekerabatan melalui pihak pria saja untuk sejumlah hak dan kewajiban tertentu, dan melalui pihak wanita saja untuk sejumlah hak dan kewajiban yang lain.

4. Sistem Kekerabatan Bilateral yaitu yang menghitung hubungan kekerabatan melalui pihak pria dan wanita.

Di Desa Keluru, sistem kekerabatan masyarakat sama dengan sistem kekerabatan masyarakat Minangkabau, yakni sisitem kekerabatan matrilineal. Dalam sistem kekerabatan yang matrilineal, garis keturunan ditarik dari pihak ibu. Segala permasalahan keluarga, baik yang menyangkut perkawinan, harta warisan, dan lainya diurus oleh seorang mamak . Istilah mamak dalam Minang Kabau yang berarti paman atau saudara laki-laki dari ibu, diserahi tanggung jawab untuk mengurusi semua permasalahan keluarga, baik itu perkawinan, harta warisan, dan lain sebagainya.

(37)

saudara perempuannya, seperti pepatah adat setempat mengatakan anak dipangku, kemenakan dibimbing. Pepatah adat tersebut memiliki makna bahwa anak dan keponakan harus diperhatikan secara bersamaan dan adil.

Sesuai dengan garis keturunan yang matrilineal, maka perkawinan sesama anggota kerabat lebih diutamakan dari pada harus memilih orang dari luar kerabat, dan perkawinan yang ideal adalah perkawinan seorang laki-laki dengan anak gadis mamak atau pamannya (saudara laki-laki dari ibu). Dalam hal perkawinan, peran orang tua sangat besar dalam menentukan pasangan yang akan dinikahi oleh anaknya. Tujuan perkawinan antara sesama kerabat ini dimaksudkan untuk lebih mendekatkan hubungan kekerabatan dan menjaga agar harta keluarga tidak jatuh ke pihak luar, dan juga perkawinan dengan sesama anggota kerabat juga bertujuan agar gelar kedepatian tidak jatuh ketangan pihak luar.

Setelah menikah, maka penganten yang baru menikah selanjutnya akan menetap di rumah pihak perempuan, sampai mereka memiliki kemampuan untuk mempunyai rumah sendiri. Pola menetap setelah kawin seperti ini disebut dengan Uxorilokal yakni menetap di rumah pihak perempuan.

(38)

menyangkut kepentingan keluarga besarnya, dan fungsi keluarga batih atau tumbi

adakalanya hilang dan terlebur dalam keluarga luasnya.

Beberapa istilah kekerabatan dalam masyarakat Keluru yaitu: 1. Pak/bapak : panggilan untuk orang tua laki-laki

2. Mak/indok : panggilan untuk orang tua perempuan 3. Wo/abang/ngah : panggilan untuk kakak laki-laki 4. Une : panggilan untuk kakak perempuan

5. Kakek/nino : panggilan untuk kakek dan nenek dari pihak ibu 6. Nanggut/nunngoh : panggilan untuk kakek dan nenek dari pihak

bapak

7. Datung/itek : pangilan untuk saudara perempuan dari bapak dan Ibu.

8. Mamak/pak itek : panggilan untuk saudara laki-laki dari ibu (juga berlaku untuk saudara laki-laki dari bapak).

2.5.2. Struktur Sosial

(39)

Sebuah interaksi sosial terdiri atas serangkaian aturan-aturan dan norma-norma yang mengatur penggolongan para pelaku menurut status dan peranannya dan membatasi tindakan-tindakan yang boleh dan yang tidak boleh serta yang seharusnya diwujudkan oleh para pelakunya.

Begitu juga halnya yang terdapat di Desa Keluru, secara tradisional masyarakat setempat masih mengenal adanya pengelompokan anggota masyarakat berdasarkan fungsinya dalam masyarakat. Pengelompokan tersebut meliputi

depati ninik mamak, cerdik pandai, alim ulama dan orang kebanyakan atau masyarakat.

Dalam masyarakat Keluru, gelar depati ninik mamak diberikan kepada pimpinan tertinggi. Akan tetapi, dia tidak bisa berjalan sendiri tanpa bermusyawarah dengan pejabat lain sesuai dengan kepentingannya. Seluruh pejabat itu terdiri dari depati ninik mamak, orang tua cerdik pandai dan alim ulama.

a. Depati

Tentang asal kata depati ada berbagai pendapat yaitu kata adipati yang berasal dari kata adat jawa, ada pula yang menyatakan bahwa kata itu berasal dari kata didapati karena segala sesuatu masalah kepada merekalah tempat menempatinya. Kata depati adalah kata memutus, dialah yang memakan habis memenggal putus dan membunuh mati. Artinya, segala perkara yang sampai kepadanya, lalu diputuskan, maka hasil keputusan itu tidak dapat dibantah lagi.

Di Keluru, depati merupakan seorang pemimpin adat dalam masyarakat.

(40)

yang tumbuh dan terjadi dalam masyarakat Keluru. Seperti yang dikatakan dalam pepatah adat :

Depati itoah menjalankan sagalo perkaro gantoin putauh, biea tbeuk, mengga putauh

Artinya:

Tugas depati adalah menjalankan segala perkara genting putus, biang tembus, memenggal putus

Pepatah adat lain mengatakan:

Depati itoah menghukum dengan undang, mambujeo lalau malinta patah, lantoak idak boleh guyah, cermain idak boleh kabeo di asak matai, di anggoa layau, itolah kato adek ngan empat di alam kincai

Artinya:

Depati itu memegang hukum dengan undang, membujur lalu, melintang patah lantak tidak boleh goyah, cermin tidak boleh kabur, di geser mati, di ganggu layu, itulah kata adat yang empat di alam kincai

Maksud dari pepatah adat tersebut adalah bahwa depati itu memegang hukum dengan undang, segala peraturan yang dikeluarkan dan segala hukuman yang telah dijatuhkan hendaklah menurut garis adat yang telah ditentukan, yaitu hukum adat yang disesuaikan dengan hukum Syarak Bersendikan Kitabullah. Tidak dibenarkan menyimpang dari ketentuan yang berlaku, kalau depati yang berbuat salah baik salah adat maupun salah hukum, sebagai akibatnya negeri akan kacau, kedudukan depati akan goyah dan bisa diperhentikan dengan tidak hormat dengan mencabut gelat depatinya. Pencabutan gelar tersebut bertujuannya agar para depati menjalankan hukum dan undang-undang yang telah dibuat. Seperti dikatakan dalam pepatah adat:

(41)

pungko idak basuo

Artinya:

Jangan terjadi dalam negeri, padi pulut samo setangkai, padi anak indrapura, yang kusut tidak selesai,

ujung pangkal tidak bersua.

Maksudnya adalah agar tidak terjadi hal-hal yang tidak dingini dalam menentukan hukum sehingga yang kusut tidak bisa diselesaikan dan yang keruh tidak bisa dijernihkan. Sebaliknya, apabila depati telah menjalankan peraturan yang telah ditentukan, istilahnya mengukir hendaklah pada garis, bertunas hendaklah pada tunggul. Segala sesuatu itu harus dijalankan dengan kebijaksanan. Misalnya, orang berbuat salah dengan tidak sengaja dapat diringankan hukumannya Atau denda pada orang miskin tentu lebih kecil dari pada orang kaya, itulah tugas depati.

Sebagai depati, sangat dihormati dan disegani oleh seluruh anggota masyarakat, sesuai dengan pepatah adat mengatakan ditinggikan seranting, didahulukan selangkah. Artinya seorang depati ditinggikan sedikit dan didahulukan selangkah, dalam hal yang berkaitan dengan adat seperti upacara pernikahan, aqiqah anak, pendirian rumah, dan hal-hal yang berhubungan dengan adat lainnya.

(42)

tanggung jawab dan wewenang dalam jabatan tersebut. Syarat-syarat menjadi

depati Keluru adalah: 1. Laki-laki

Menjadi seorang depati harus laki-laki, tidak boleh perempuan. Hal itu dikarenakan tugas menjadi depati sangat berat, dan berhubungan dengan masyarakat banyak.

2. Memiliki hubungan pertalian darah dengan depati sebelumnya

Untuk di angkat menjadi depati, pengganti depati tersebut harus laki-laki dewasa yang bertalian darah satu nenek dan menjadi seorang depati harus mempunyai keturunan. Depati yang tidak mempunyai keturunan seperti kemenakan dan lain sebagainya, tidak boleh menjadi seorang depati, karena tidak ada pewaris berikutnya dalam menyandang gelar depati. Depati yang terpilih merupakan warisan depati yang lama, yaitu suami dari kemenakan perempuan yang bertalian darah, dihitung menurut garis keturunan ibu (matrilineal).

3. Baik zatnya

Artinya yang menjadi depati adalah keturunan yang baik-baik, tidak boleh cacat keturunannya misalnya gila, mabuk, penjudi, penjahat dan lain sebagainya. 4. Kaya

Seorang depati harus orang yang kaya, baik kaya harta warisan, maupun harta pribadi. Hal ini bertujuan agar depati nantinya tidak melakukan tindakan korupsi atau lain sebagainya.

5. Berilmu

(43)

umum. Seorang depati haruslah pintar, karena yang dipimpin adalah masyarakat dengan jumlah yang banyak.

6. Arif dan bijaksana

Dalam memimpin masyarakat Keluru, seorang depati harus mampu bersikap arif dan bijaksanan. Keputusan yang diambil dalam menetapkan sesuatu seperti jumlah iuran kenduri sko, denda bagi masyarakat yang melanggar peraturan adat dan lain sebagainya hendaklah secara adil. Maksudnya tidak memandang itu anak kemenakan, sanak keluarga maupun orang lain.

Sosok depati juga diibaratkan dengan seekor ayam jantan yang nyaring kokoknya, simbai ekornya, kembang sayapnya, besar paruhnya, dan runcing tajinya. Nyaring kokoknya diartikan memiliki kemampuan berbicara, dan apa yang menjadi perintahnya dapat diterima dan dituruti masyarakat. Simbai ekornya diartikan bisa menuruti kemampuan masyarakat dan tahu mana yang baik dan mana yanag buruk. Kembang sayapnya diartikan mampu bertindak secara adil dan bijaksana terhadap siapa saja tanpa memandang status sosial serta dapat melindungi yang lemah. Besar paruhnya dapat diartikan mengetahui seluk beluk adat dan memiliki pemikiran yang luas serta panjang akal. Runcing tajinya dapat diartikan mengetahui dan mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku dan bisa memberikan keputusan yang tepat. Keputusan yang diambil tidak boleh dibantah, serta sanggup menempuh segala resiko dan bertanggung jawab dalam upaya menegakkan hukum dan peraturan.

(44)

seperti upacara perkawinan, mendirikan rumah, aqiqah anak dan lain sebagainya. Adapun tugas dari depati tersebut yaitu Rio Gilang bertugas pucuk pemerintahan

dengan sebutan berkato dulu sepatah, berjalan dulu selangkah, tinggi tampak

jauh, putih tampak malam. Rio Ganum di bidang pertanahan, dengan sebutan yang menyipat pertanian dan tempat perumahan untuk rakyat. Menggung, di bidang urusan rakyat, dengan sebutan menyelesaikan yang kusut, menjernihkan yang kerut, dan meluruskan yang bengkok dan meniup yang sumbing.

b. Ninik mamak

Di samping para depati-depati yang tersebut di atas sebagai pemimpin informal di Keluru, juga dibantu oleh ninik mamak. Ninik mamak adalah orang yang mengatur segalanya. Dialah yang jadi nenek yang akan menasehati cucu-cucunya dan dialah yang menjadi mamak yang akan mengatur anak kemenakannya, dialah yang mengatur kesejahteranan dalam negeri. Segala keputusan yang akan ditetapkan oleh depati harus disetujui oleh para ninik mamak. Depati tidak boleh mengambil keputusan sepihak tanpa persetujuan ninik mamak seperti dalam penetapan iuran kenduri sko, sanksi yang ditetapkan bagi anggota masyarakat yang melanggar ketentuan adat, seperti zina, sengketa tanah, dan lain sebagainya.

c. Orang Tuo Cerdik Pandai

(45)

yang pintar dan bijaksana. Kepada orang-orang inilah diminta pendapat dan petunjuk yang baik dari pada segala perkara dan urusan.

Segala sesuatu yang berkaitan dengan masyarakat, keluhan yang dialami oleh masyarakat maka tugas cerdik pandai yang mengatasi semuanya. Cerdik pandai disini sebagai jembatan penyalur aspirasi masyarakat. Dia tidak memihak satu sama lain, ia mampu mengkondisikan posisinya kapan berada dalam masyarakat dan kapan berada dalam adat. Misalnya dalam penetapan iuran kenduri sko, apabila jumlah iuran tersebut tidak disetujui masyarakat, maka cerdik pandailah yang menyampaikan keluhan masyarakat tersebut kepada para depati.

d. Alim Ulama

Alim ulama yan dimaksud disini adalah imam, khatib, bilal, Kadhi, guru agama, dan pengurus mesjid. Semua persoalan yang menyangkut agama Islam, misalnya soal nikah, talak, rujuk, cerai, perzinaan, dan pelanggaran-pelanggaran terhadap norma-norma agama, pada alim ulama lah berurusan.

Alim ulama disebut juga imam pegawai. Imam adalah segala orang yang dianggap tahu dengan seluk beluk agama Islam, sedangkan pegawai adalah pengurus mesjid, dari ketua sampai kepada penjaga mesjid. Imam pegawai itulah ditunjuk oleh kerapatan negeri, untuk mengatur segala urusan agama Islam. Dalam pepatah adat disebutkan:

Kato ulamo kato hakikat.Ada t basendi syarak syarak basendi kitabullah. Ulamo itouh tau ngan syoah dengan batea hak dengan haroa, ngan batea kato syarak saloh kato adat, ideak bennea dalam pemakaian.

Artinya:

(46)

Dari pepatah tersebut dijelaskan bahwa alim ulama itu diberikan tanggung jawab dalam hal agama. Alim ulama menyesuaikan antara agama dengan adat karena agama dalam adat Keluru menjadi pondasi dalam berbuat dan bertindak.

Di samping kepemimpinan tradisional, juga terdapat pemimpin formal. Kepala desa merupakan pemimpin formal di Keluru. Segala hal yang menyangkut permasalahan pemerintahan di Keluru, seperti pembuatan akta kelahiran, kartu keluarga, surat keterangan tidak mampu dan lain sebagainya, maka kepala desa lah yang menjadi tanggung jawab. Kedudukan antara kepala desa dan depati tidak saling tumpang tindih satu sama lain. Hal-hal yang berkaitan dengan hari-hari besar nasional seprti 17 agustus, lomba kebersihan, PKK, dan lain sebagainya maka kepala desalah yang menjadi panutan, lain halnya dengan depati, apabila ada acara yang berkaitan dengan adat seperti perkawinan, aqiqah, kenduri sko,

Maulid Nabi, Isra Miraj, lebaran , hajatan, dan acaa-acara adat lainnya maka

depatilah yang menjadi pemimpin. Tidak ada kecemburuan sosial satu sama lain, semuanya berjalan dengan baik.

(47)

BAB III

UPACARA ADAT KENDURI SKO

3.1. Sejarah Kenduri Sko

Dalam penelitian ini, peneliti tidak dapat menemukan data ataupun dokumen tentang kapan pastinya kenduri sko muncul. Namun, berdasarkan hasil wawancara dari informan dijelaskan bahwa kenduri sko itu sudah dilakukan sejak lebih kurang 200 tahun yang lalu. Kenduri sko merupakan suatu upacara adat siap panen yang dilakukan sebagai ucapan syukur atas hasil panen yang telah diberikan Allah SWT kepada masyarakat. Di dalamnya juga terdapat penurunan dan pembersihan benda-benda pusaka nenek moyang.

Upacara kenduri sko ini muncul dari gabungan dua upacara yang dilakukan masyarakat pada saat itu, yakni upacara kenduri adat dan upacara pembersihan benda-benda pusaka nenek moyang atau disebut juga upacara sko. Kenduri adat pada mulanya hanya dilakukan dilingkungan keluarga saja. Apabila salah satu keluarga masyarakat Keluru ada hajatan karena kesuksesan panen padi, ataupun yang lainnya seperti diangkat menjadi depati, sunatan, perkawinan dan lain sebagainya, maka keluarga tersebut melaksanakan kenduri, dengan mengundang sanak keluarga dan masyarakat untuk hadir.

(48)

acara hajatan tersebut. Kaum bapak dan remaja putra biasanya ditugaskan mencari buah nangka untuk digulai dan kayu bakar diladang-ladang terdekat. Mereka melakukan semuanya dengan bergotong royong tanpa mengharap imbalan. Tradisi kenduri ini lambat laun oleh kaum adat dijadikan sebagi kenduri adat yang diikuti oleh seluruh masyarakat desa untuk mensyukuri hasil panen yang didapat. Upacara ini dilakukan setiap tahun setelah siap memanen padinya.

Upacara pembersihan benda-benda pusaka nenek moyang atau upacara sko

dilakukan masyarakat untuk menghormati jasa para nenek moyang mereka yang telah meninggalkan sawah yang luas, sehingga dapat berguna bagi anak cucunya. Setelah benda-benda pusaka dibersihkan dilanjutkan dengan pemilihan para pemangku-pemangku adat yang akan memimpin desa tersebut. Upacara ini juga dilaksanakan setiap tahunnya. Kalau upacara ini tidak dilaksanakan, mala petaka akan datang kepada masyarakat berupa penyakit yang datang silih berganti dan kehidupan masyarakat bisa jadi kacau. Dikarenakan kenduri adat dan pembersihan pusaka nenek moyang sama-sama dilakukan setiap tahun, maka orang-orang adat pada waktu itu menggabungkan kedua upacara tersebut. Dari gabungan kedua upacara itu maka lahirlah kenduri sko.

Dikatakan kenduri sko karena salah satu kegiatan dalam upacara tersebut adalah pembersihan dan penurunan benda-benda pusaka nenek moyang, yang mana sko bagi orang Keluru itu diartikan pusaka. Sampai sekarang ini, kenduri

(49)

memanen padinya maka para orang-orang adat belum akan menyetujui upacara ini.

3.2. Iuran Kenduri Sko

Sumber dana dalam upacara kenduri sko didapat melalui iuran masyarakat Keluru per kepala keluarga yang berupa uang. Tidak ada ketetapan adat berapa jumlah iuran yang harus dibayar dalam kenduri sko, hal itu tergantung pada hasil panen masyarakat. Apabila dalam tahun ini hasil panen masyarakat melimpah, maka jumlah iuran akan dinaikkan, begitu pula sebaliknya hasil panen kurang memuaskan iuran akan disesuaikan pula. Sebagaimana yang dikatakan Bapak Dahlan (bukan nama sebenarnya):

“ Memang tidak ada ketetapan yang mutlak berapa iuran dalam upacara kenduri sko ini dibayar. Yang jelas menjadi patokannya

adalah tergantung hasil panen masyarakat”.

Ibu Tutik (bukan nama sebenarnya) juga memberikan tanggapan dengan mengatakan:

Selamo kamai berado di Keluru, tiap melaksanakan kenduri sko, pupuan kadang-kadang tetap sebanyak tahun ngak duleu

kadang-kadang baruboah, tergantung uhang adat lah ngak menetapkan berapo banyeak jumlah pupuan”.

Artinya:

(50)

Pada pelaksanaan kenduri sko masyarakat juga harus membawa lemang serta nasi yang telah dibungkus dengan daun pisang serta lauk pauknya. Biasanya lemang dibawa 3 batang dan nasi bungkus yang dibawa sekitar 2-3 bungkus per kepala keluarga, tergantung dengan hasil musyawarah yang telah dilaksanakan oleh para pemangku-pemangku adat. Begitu juga dengan uang yang harus dibayar.

Uang hasil pungutan dari masyarakat tersebut digunakan untuk membeli kerbau yang akan dikorbankan pada acara kenduri sko dan dagingnya nanti akan dibagi-bagikan lagi kepada masyarakat setelah acara kenduri sko selesai. Lemang dan nasi bungkus akan dimakan secara bersama-sama oleh para masyarakat dan para tamu-tamu yang hadir pada acara tersebut.

Dalam penetapan iuran ini ada pertimbangan-pertimbangan tertentu bagi warga masyarakat yang kurang mampu kehidupan ekonominya, seperti janda dan keluarga yang benar-benar kurang mampu, biasanya menyumbang semampunya saja. Seperti Ungkapan ibu Santi (bukan nama sebenarnya) mengatakan:

“Bilo kenduri sko tibo, kamai menyambut dengan gembira mengenai pupuan kamai tetap unyumbang demi lancarnyo upacara ngak meriah inih. Biasonyo kamai nyumbang tergantung adea padi dumeah apo ideak, kalu adokamai bageh kalu adak ado ya manen...:”.

Artinya:

(51)

3.3. Orang-orang yang Terlibat Dalam Kenduri Sko

Pelaksana dalam kenduri sko ini dilaksanakan oleh orang-orang yang duduk di lembaga adat Keluru, seperti depati ninik mamak, cerdik pandai, alim ulama dan perangkat adat lainnya. Segala sesuatu yang berhubungan dengan waktu pelaksanaan, penetapan iuran, sampai bentuk-bentuk upacara mereka semua yang mengaturnya. Alasan mengapa orang yang duduk di lembaga adat yang menjadi panitia dalam pelaksanaan kenduri sko adalah karena sudah menjadi aturan adat serta orang-orang tersebut dianggap lebih berpengalaman. Sesuai yang dikatakan oleh Bapak Abdullatif (bukan nama sebenarnya):

“ uhang-uhang ngak dudeuk diadatlah ngak mengatur jalannyo Kenduri sko dan dibantu oleh uhang tuo terkemuko serto dibantu oleh alim ulamo, kareno sudah menjadi ketentuan adat”.

Artinya:

Orang-orang yang duduk diadatlah yang mengatur jalanya upacara kenduri sko dan dibantu oleh orang tua terkemuka, serta alim ulama karena sudah menjadi ketentuan adat.

Depati ninik mamak, cerdik pandai, alim ulama, dan perangkat adat lainya mempunyai tugas tersendiri dalam pelaksanaan kenduri sko. Tugas depati dalam pelaksanan kenduri sko adalah memimpin jalannya upacara. Mulai dan belumnya kenduri sko sangat ditentukan oleh depati. Sebelum depati datang, maka kenduri

sko belum bisa dilaksanakan.

Ninik mamak dalam pelaksanaan kenduri sko, berdampingan dengan

(52)

usulan yang diberikan oleh depati maka ketetapan tersebut sudah mutlak dan tidak bisa diganggu gugat lagi.

Cerdik pandai dalam kenduri sko juga mempunyai fungsi tersendiri. Hal-hal yang berurusan dengan masyarakat seperti kesepakatan dalam penetapan iuran, keluhan masyarakat tentang iuran, maka cerdik pandailah yang bertugas dalam hal itu. Cerdik pandai disini adalah disamping bisa lebih dekat dan mengetahui apa kehendak masyarakat juga sebagai orang yang dipercaya depati

dalam menyampaikan masalah adat di Keluru.

Dalam menentukan halal haram dan bisa tidaknya rangkaian kegiatan dalam pelaksanaan kenduri sko, maka alim ulama yang bertanggung jawab dalam hal itu. Segala yang berkaitan dengan agama alim ulama yang berwenang, seperti dalam kegiatan pemotongan kerbau, makanan yang akan di bawa dalam pelaksanaan kenduri sko dan lain sebagainya. Dalam hal pemotongan kerbau dalam kenduri sko, alim ulama diberi kepercayaan dalam hal itu. Kerbau yang telah dipotong dagingnya dibagi-bagikan kepada masyarakat. Pemotongan kerbau ini berlangsung satu hari sebelum pelaksanaan kenduri sko.

(53)

Masyarakat juga mempunyai peran dalam pelaksanaan kenduri sko yaitu untuk memeriahkan upacara tersebut yang merupakan salah satu dari upacara adat warisan nenek moyang. Dalam pelaksanaan kenduri sko ini, seluruh masyarakat harus hadir karena sudah menjadi ketentuan adat di Keluru. Sesuai dengan pepatah adat mengatakan: “Nan di bukit turun, diluhah naik, nan kecik dibangkit, nan tuo dipapah, nan lemah dibimbing”. Dari pepatah tersebut, jelas sekali bahwa masyarakat dituntut untuk hadir dalam pelaksanaan kenduri sko, kalau masyarakat tidak hadir dalam pelaksanaan kenduri sko maka masyarakat tersebut telah melanggar adat.

Selain dihadiri oleh masyarakat desa setempat, upacara kenduri sko juga dihadiri oleh masyarakat desa terdekat, karena karena kenduri sko tersebut merupakan upacara adat yang sangat meriah dan mempunyai nilai-nilai religi yang sangat tinggi, setiap diadakan kenduri sko, masyarakat akan saling mengunjungi satu sama lain untuk memeriahkan acara tersebut.

3.4. Pelaksanaan Upacara Kenduri Sko

Dalam proses pelaksanaan kenduri sko di Desa Keluru ada beberapa tahap yang akan dilalui, mulai dari musyawarah pemilihan siapa yang akan dipilih, sampai dengan acara terakhir yaitu makan bersama. Adapun proses pelaksanaannya adalah sebagai berikut:

3.4.1. Musyawarah Memilih Siapa yang Akan diberi Gelar

(54)

duduklah para pemangku-pemangku adat yang terdiri dari para depati ninik mamak, orang tuo cerdik pandai, alim ulama, dan orang-orang yang dituakan dalam masyarakat Keluru. Mulanya diteliti dulu siapa-siapa orang tua yang bergelar yang sudah meninggal, atau siapa-siapa saja diantara mereka yang menyandang gelar tersebut yang patut diperhentikan karena mungkin sudah tua atau tidak bisa lagi menjalankan kewajiban mereka dalam mengurus masyarakat. Setelah itu diteliti pula siapa anak kemenakan yang harus menerima gelar itu.

Di Keluru, warisan gelar adat tersebut diwariskan kepada kemenakan yang perempuan, tetapi yang memakai gelar tersebut adalah suaminya. Dalam istilah adat dikatakan “ anak batino yang menerimo, suami yang memakai”. Berbeda dengan daerah-daerah lain di Kerinci terutama Kerinci daerah mudik, warisan gelar itu diturunkan kepada kemenakan jantan atau anak jantan. Jadi apabila anak laki-laki di Keluru kawin dengan anak batino di daerah lain, maka dia tidak akan mendapat gelar adat.

Kalau kemenakannya banyak, mungkin ada dua atau lebih. Maka gelar itu akan diturunkan kepada orang pilihan antara kemenakan-kemenakan tersebut. Dalam pepatah adat disebutkan bahwa depati itu hendaknya orang yang langsing kokoknya, sibar ekornya, kembang sayapnya, besar paruhnya, lebar dadanya, dan runcing tajinya, adapun maksud dari pepatah tersebut adalah:

- Langsing kokoknya yaitu Orang yang pandai berbicara, kata-kata dan perintahnya dapat diterima dan dituruti oleh orang atau masyarakat.

(55)

- Kembang sayapnya yaitu orangnya harus adil, tidak memihak kepada seseorang, dan suka melindungi yang lemah.

- Besar paruhnya yaitu orang yang tau dengan adat dan banyak akalnya. - Lebar dadanya yaitu berhati lapang, kalau berpikir tenamg, orangnya sabar

dan tak pemarah.

- Runcing tajinya yaitu orang yang tau dengan hukum dan peraturan, putusannya tidak bisa dibantah.

Kepada orang-orang yang mempunyai sifat tersebutlah diturunkan gelar adat dan kalau semua kemenakan calon penerima gelar itu mempunyai sifat yang sama, maka akan dipilih orang yang tertua, kuat fisiknya dan mau bekerja. Di dalam musyawarah ini juga ditentukan kapan upacara kenduri sko dilaksanakan, dan berapa iuran yang harus dibayar untuk upacara kenduri sko nanti.

3.4.2. Tempat Pelaksanaan Kenduri Sko

Dahulu, kenduri sko dilaksanakan di rumah panggung yang disebut dengan rumah deret kareta api dan dihadiri dengan meriah oleh masyarakat. Sebagaimana yanag dikatakan oleh Ibu Aminah (bukan nama sebenarnya):

“kamai dengan kanti-kanti butino ngan lain duleu munari busamo untuk memeriahkan kenduri sko, kecak nak, tuo mudo serentok tibea”.

Artinya:

“kami dengan teman-teman perempuan lain dulu menari bersama Untuk memeriahkan kenduri sko. Semua datang, besar kecil tua maupun muda”.

(56)

penduduk yang semakin lama semakin bertambah, dan rumah deret kareta api

tidak bisa menampung warga masyarakat yang banyak.

3.4.3. Perlengkapan atau Benda-benda Dalam Kenduri Sko

Perlengkapan dan benda-benda merupakan alat yang dipakai dalam menjalankan suatu upacara. Dalam kenduri sko, perlengkapan yang digunakan adalah perlengkapan adat. Perlengkapan itu berupa:

a. Nasi Bungkus Serta Lauk Pauk

Nasi bungkus ini berupa nasi putih yang telah dibungkus dengan dedaunan. Adapun daun yang digunakan adalah daun pisang. Nasi bungkus ini di kumpul di gedung tempat pelaksanan kenduri sko pada pagi harinya. Biasanya nasi bungkus yang dibawa dalam Kenduri sko itu sebanyak tiga bungkus perkepala keluarga. Nasi bungkus tersebut disertai dengan lauk pauknya, yang mana nasi bungkus tersebut akan dimakan bersama-sama oleh para masyarakat dan para tamu yang hadir dalam acara kenduri sko.

b. Lemang

(57)

c. Sko

Upacara siap panen ini selalu diiringi dengan dengan penurunan benda-benda pusaka, yang mana nantinya pusaka tersebut akan dibersihkan sebagai penghormatan kepada leluhur atau nenek moyang mereka. Sko yang dimaksud disini adalah berupa keris, tombak, dan tanduk kerbau peninggalan nenek moyang mereka, yang selalu diabadikan dan dijaga dengan baik. Apabila sko ini tidak dijaga dengan baik, masyarakat percaya bahwa malapetaka akan menimpa kehidupan mereka. Seperti Yang diungkapkan oleh Bapak Nuh (bukan nama sebenarnya) :

Sko ini memang harus dijaga dengan baik dan bukan sembarang orang yang memegangnya, karena ini sudah menjadi ketentuan adat yang sudah mendarah daging, yang takkan lapuk kena hujan, dan takkan lekang kena panas.

d. Carano

Carano merupakan perlengkapan adat yang terbuat dari logam atau kuningan yang digunakan saat melakukan kenduri sko. Di dalam carano terdapat daun sirih, pinang, kapur gambir, dan tembakau. Carano yang berisikan hal itu diatas, diberikan kepada yang dianggap istimewa, yang datang pada upacara kenduri sko tersebut. Carano yang lengkap dengan sekapur sirih, memberikan makna penghormatan kepada tamu agung seperti para bapak Gubernur dan bapak Bupati dan para depati serta para pemangku-pemangku adat lainya yang hadir dalam upacara kenduri sko.

e. Kemenyan

(58)

moyang melalui tari-tarian yang disebut tari tauh. Kemenyan dalam kenduri sko

ini mengandung makna yang sangat penting. Disamping sebagai alat untuk pemangilan roh-roh leluhur, kemenyan juga digunakan sebagai penyembuhan bagi penari dan warga masyarakat yang kemasukan roh-roh leluhur tersebut. Caranya dengan membakar kemenyan dan membaca doa, lalu diusapkan kemuka orang yang kesurupan.

f. Gong dan Rabana

Gong dan rabana adalah suatu jenis alat musik pukul tradisional yang biasa digunakan untuk mengiringi nyanyi-nyanyian dan tari-tarian. Gong ini selalu dibawa dalam kenduri sko untuk mengiringi tari tauh dalam hal pemanggilan roh nenek moyang. Gong dan rabana ini tidak bisa ditingglkan dalam kenduri sko, karena gong dan rabana ini mengandung makna sebagai alat untuk pemangilan roh-roh nenek moyang mereka. Selain itu, gong juga digunakan dalam penyampaian parno adat untuk penobatan gelar depati.

3.4.4. Menurunkan Benda-benda Pusaka Nenek Moyang

(59)

benda-benda pusaka tersebut, diperiksa oleh para depati nini mamak, apakah masih cukup atau mungkin sudah ada yang rusak. Setelah diperiksa benda-benda pusaka tersebut, lalu dibersihkan dengan air. Adapun air yang digunakan dalam membersihkan pusaka tersebut adalah air limau. Setelah dibersihkan benda-benda pusaka tersebut, disimpan kembali didalam peti dan diletakkan dibatas loteng.

3.4.5. Penobatan yang Diberi Gelar

Setelah dibersihkan benda-benda pusaka nenek moyang, para depati ninik mamak, orang tuo cerdik pandai, alim ulamo, beserta orang-orang yang akan dinobatkan diiringi dengan bunyi gong dan rabana serta dengan pencak silat sepanjang jalan menuju tempat penobatan.

Di tempat penobatan telah menanti pula orang ramai yang menunggu para rombongan datang. Pengangkatan gelar ini berdasarkan pepatah:

“Penobatan dilakukan diatas tanah nan sebingkah, di bawah payung nan sekaki yang dilakukan oleh orang adat ataupun orang yang ditunjuk dalam musyawarah”.

Dalam acara itu, pertama dibacakan siapa-siapa yang menerima gelar itu serta dari mana gelar itu diperolehnya. Dalam pembacaan gelar itu dilakukan dengan bertale, yang mana pembacaan siapa yang diberi gelar tersebut disebut dengan parno adat atau parno penobatan. Adapun isi dari parno tersebut adalah Pemberitahuan kepada masyarakat tentang penobatan, perjanjian bagi yang dinobatkan, sumpah sarapah, penobatan dan nasihat-nasihat.

Adapun parno adat atau parno penobatan yang ada di Keluru adalah sebagai berikut:

Gambar

Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3

Referensi

Dokumen terkait

Jawab : Suami: Saya tidak memahami semua makna dari empat benda adat/simbol adat tersebut, menurut saya simbol ulos hela (ulos pengantin laki- laki) yang diberikan kepada

Makna Simbol yang Terkadung pada Orang yang Melakukan Penepung Tawaran atau yang Menepung Tawari dalam Kegiatan Budaya dan Praktek Adat Tradisi Upacara Tepuk

Hasil penelitian menunjukkan bahwa makanan yang disajikan pada upacara perkawinan adat Jawa Tengah di desa sungai jambu, ada tiga macam yaitu makanan yang disajikan

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Djelantik (1999:17-18), yang membahas tentang nilai estetis semua benda atau peristiwa kesenian mengandung

pengaruh konkret pada orang Samin setelah berinteraksi, tentu akan ada sebuah perubahan pola tingkah laku yang terjadi dalam kehidupan masyarakat Samin itu

karena orang tua sudah melaksanakan tugasnya dengan baik dengan mencontohkan kepribadian dan tingkah laku yang baik dalam kehidupan sehari-hari, keluarga

Fungsi permohonan dalam UALB, khususnya pada peristiwa Upacara Reka Uwa sebagaimana yang dimaksudkan dalam studi ini, terfokus pada keinginan Masyarakat Desa

Interaksionisme Simbolik Interaksionisme Simbolik adalah segala hal yang saling berhubungan dengan pembentukan makna dari suatu benda atau lambang atau simbol, baik