PENGARUH DESENTRALISASI TERHADAP KEKUASAAN KEPALA
DAERAH
(Studi Analisis Kekuasaan Bupati Asahan Dalam Pengelolaan Sumber Daya
Alam Tahun 2009-2014)
EVI RIZKI RAHMADANI 090906035
DEPARTEMEN ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK
EVI RIZKI RAHMADANI (090906035)
PENGARUH DESENTRALISASI TERHADAP KEKUASAAN KEPALA DAERAH
(Studi Analisis Kekuasaan Bupati Asahan Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Tahun 2009-2014). Rincian isi Skripsi : 104 halaman, 10 tabel, 1 gambar, 21 buku, 8 situs internet, 4 arsip daerah, serta 4 wawancara. (Kisaran buku dari tahun 1983-2009).
ABSTRAK
Penelitian ini mencoba memberikan gambaran mengenai fenomena yang terjadi dalam pelaksanaan Desentralisasi dan Otonomi daerah di kabupaten Asahan. Kajian mengenai Otonomi daerah di Asahan ini menarik untuk dikaji karena Asahan merupakan salah satu Kabupaten yang cukup memiliki kekayaan Alam melimpah di Sumatera Utara ini terutama dalam sektor Pertanian. Dengan adanya sistem desentralisasi seharusnya Asahan menjadi daerah yang cukup maju karena unggul dari kabupaten-kabupaten lainnya di Sumatera Utara, tetapi kenyataannya adalah Asahan tidak menjadi Kabupaten yang maju sesuai harapan. Permasalahan tentang pengelolaan sumber daya alam penting untuk diangkat sebab menyangkut masalah kebijakan kepala daerah dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang menjadi tulang punggung bagi kemakmuran suatu daerah. Timbulnya masalah-masalah desentralisasi terkait dengan pengelolaan Sumber daya Alam pada umumnya tidak lepas dari potret kekuasaan kepala daerahnya. Kepala daerah dan wakil kepala daerah sangat menentukan perannya sebagai lokomotif majunya otonomi daerah.
Penelitian ini sendiri merupakan penelitian deskriptif yang dimaksudkan untuk menjelaskan atau penggambaran secara mendalam tentang seberapa besar kewenangan dan kekuasaan kepala daerah di Asahan selama desentralisasi diberlakukan. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Asahan dengan informan yang berjumlah 4 orang, penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif dengan tujuan memberi gambaran mengenai situasi atau kondisi yang terjadi dengan menggunakan analisa kualitatif yaitu data-data yang dikumpulkan baik data primer dan sekunder akan dieksplor secara mendalam.
menandatangani investasi, dan segala hal keputusan terkait dengan pengembangan Sumber daya Alam di daerah.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK
EVI RIZKI RAHMADANI (090906035)
DECENTRALIZATION EFFECTON THEHEAD OFREGIONALPOWERS
(Analysis Study Regents Power shavings in Natural Resources Management 2009-2014). Details of thesis contents : 104pages, 10tables, 1image, 21books, internet sites8, 4regional archives, as well as fourinterviews. (Publication from 1983 - 2009).
ABSTRACT
This study tries to provide an overview of the phenomena that occur in the implementation of decentralization and regional autonomy in the district shavings. The study of regional autonomy in the shavings interesting to study because it is one of the districts that have enough Natural wealth is abundant in North Sumatra , especially in the agricultural sector . With the decentralized system shavings should be advanced enough area for superior other districts in North Sumatra , but the reality is that the District shavings not be advanced as expected . The issue of natural resource management is important for policy issues raised concerning the cause of head and revenue ( PAD ) which became the backbone of the prosperity of a region . The emergence of the problems associated with the decentralization of natural resource management in general can not be separated from the portrait head of a local authority . The regional head and deputy head of the region largely determines its role as the locomotive of the rapid advancement of regional autonomy.
This study itself is a descriptive study which is intended to explain or portrayal in depth about how much authority and power in the area of head shavings for decentralization . This research was conducted in the District of shavings with informants who are 4 people , this study is descriptive qualitative in order to provide an overview of the situation or condition that occurs by using qualitative analysis of data collected both primary and secondary data will be explored in depth .
The results of the analysis concluded that the major effect of the decentralization of power in the region head shavings. Regent has substantial powers in the dynamics of district level administration . Political decentralization delegate some authority to the regions has been put into the position of head of the region is very powerful . He is free to make decisions , give the license to use , signed an investment , and all matters related to the development decisions of Natural Resources in the area .
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
Halaman Persetujuan
Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan dan diperbanyak oleh :
Nama : Evi Rizki Rahmadani NIM : 090906035
Departemen : Ilmu Politik
Judul : Pengaruh desentralisasi terhadap Kekuasaan Kepala Daerah (Studi analisis Kekuasaan Bupati Asahan dalam pengelolaan Sumber Daya Alam Tahun 2009-2014)
Menyetujui :
Ketua Departemen Ilmu Politik
(Dra. T. Irmayani, M.Si) NIP. 196806301994032001
Dosen Pembimbing Dosen Pembaca
(Dra. T. Irmayani, M.Si) (Husnul Isa Harahap S.Sos,M.Si) NIP. 196806301994032001 NIP.198212312010121001
Mengetahui : Dekan FISIP USU
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Alhamdulillahirabbil’alamin Wassalatuwassalamu’ala Ashrofil Anbiya Iwalmursalin
wa’ala alihi wa-ashabihi ajma’in, puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT,
yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya atas kesehatan jasmaniah sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini, juga tak lupa penulis ucapkan shalawat beriringkan salam
kepada baginda Rasulullah SAW teladan yang baik bagi seluruh umat.
Skripsi berjudul “PENGARUH DESENTRALISASI TERHADAP KEKUASAAN KEPALA DAERAH (STUDI ANALISIS KEKUASAAN BUPATI ASAHAN DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM TAHUN 2009-2014)” ini penulis susun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan jenjang S1 pada program studi Ilmu Politik
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Penyusunan skripsi ini
merupakan sebuah rangkaian proses yang dilakukan oleh setiap mahasiswa dalam mencapai
kelulusan pada perkuliahan di tingkat akhir, termasuk mahasiswa Departemen Ilmu Politik Fisip
USU.
Penelitian ini terdiri dari 4 bab dengan rincian, BAB I: Membahas latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori, metodologi
penelitian dan sistematika penulisan. BAB II: Membahas mengenai profil sejarah dan deskripsi lokal Kabupaten Asahan BAB III: Memuat penyajian dan analisis data yang diperoleh dari hasil wawancara yang telah diberikan kepada narasumber, data tersebut disajikan dan dianalisis sesuai
dengan pengaruh Desentralisasi terhadap kekuasaan Bupati di Asahan BAB IV: Berisi kesimpulan atas kritik dan saran yang terkait dengan penelitian.
Melalui skripsi mengenai “Pengaruh Desentralisasi terhadap kekuasaan Kepala Daerah”
ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi orang banyak, khusus bagi pembaca diharapkan
dapat mengetahui dan memahami bagaimana pelaksanaan desentralisasi dan otonomi ditingkat
lokal, khususnya di Asahan serta memperluas khasanah dan pengetahuan di bidang politik dan
menjadi bahan rujukan bagi mahasiswa/i Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Departemen Ilmu
Politik. Sementara bagi penulis penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan
Dalam penyusunan skripsi ini tentu penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat
kekurangan dan kesalahan baik dalam tulisan, susunan kalimat maupun proses analisisnya.
Untuk itu dengan segala kerendahan hati, penulis akan menyambut dan menerima kritik serta
saran yang nantinya akan membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Medan, 7 Maret 2014
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Selama penyelesaian skripsi ini, penulis mendapat banyak masukan, bimbingan dan bantuan dari
berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Terima Kasih kepada Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si. Selaku Dekan Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
2. Terima Kasih kepada Ibu T.Irmayani, M.Si. Selaku Ketua Departemen Ilmu Politik FISIP
USU, sekaligus sebagai dosen pembimbing yang senantiasa memberikan bantuan, arahan,
motivasi dan masukan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
3. Terima Kasih kepada Bapak Husnul Isa Harahap S.Sos, M.Si selaku Dosen Pembaca
yang telah banyak memberikan bantuan, catatan, dan arahannya dalam setiap penulisan
skripsi ini hingga akhir.
4. Terima Kasih Kepada Para dosen yang telah memberikan ilmunya selama penulis
menempuh pendidikan di Jurusan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
5. Terima Kasih kepada Bapak Gimin dan Bapak Suratno di Dinas Pertanian, Ibu Meilyana
di Dinas Pertambangan Asahan, Bapak Ardiansyah Pane dan Bapak Mis Di Pemkab
Asahan, Bapak Giman dan Bapak Suratin serta Bang Bakrie di Kesbang Polinmas
Asahan, yang telah bersedia menjadi narasumber dan pihak-pihak yang banyak
6. Terima Kasih kepada Orang Tua saya Tercinta Ibu Sulastri dan Bapak Hartono yang
yang selalu mendoakan, mengarahkan dan membimbing saya. Buat bapak, terima kasih
untuk pengorbanan, kerja keras dan kasih sayangmu. Terima kasih tak terhingga untuk
mama yang selalu sabar, mendukung, menyayangi dan tidak pernah lelah berjuang demi
kami anak-anakmu. Terima kasih untuk semua kasih sayang dan pengorbanan yang tidak
ternilai harganya. Semoga kalian panjang umur, sehat dan diberikan berkat yang indah
oleh-Nya. Semoga saya bisa membalas semua kebaikan dan jasa kalian di masa depan.
Kalian adalah motivasi terbesar saya dalam hidup ini.
7. Terima Kasih kepada kedua kakanda tercinta Harry Sugiarto dan Indra Lesmana, yang
selama ini menjadi panutan bagi saya. Terima Kasih atas semua bentuk perhatian dan
bantuan yang telah kalian berikan. Terima kasih kepada adik tercinta Wahyu Darmawan
yang saat ini sedang menyelesaikan studinya di Institut Pertanian Yogyakarta, jadilah
adik yang membanggakan bagi saya dan selalu menjadi orang yang bertanggung jawab.
Serta terima kasih pula untuk kakak ipar Kak Juli dan Kak Tiwi yang telah hadir menjadi
bagian dari keluarga ini dan melengkapi kebahagiaan keluarga. Salam cinta dan kasih
saya untuk keponakan yang selalu lucu Bila, Tika dan Yudha.
8. Terima Kasih kepada seluruh staff pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik USU
yang telah banyak membantu menyelesaikan urusan administrasi terkait perkuliahan
selama masa studi di departemen Ilmu Politik FISIP USU. Kepada kak Siti, bang Burhan
dan kak Ema terimakasih banyak atas bantuannya selama ini.
9. Terima Kasih kepada sahabat-sahabat terbaik dan tercinta selama menjalani perkuliahan
di Departemen Ilmu Politik ini, Utari Romauli Sitorus (sahabat yang benar-benar
memahami saya sekaligus salah satu orang terbaik yang pernah saya kenal), Rita Silalahi
suka maupun duka) dan Elisa Laura Munthe (sahabat optimis dan tegar yang saya kenal).
Terima kasih untuk semua bantuan, kebersamaan, dan persahabatan kita. Saya harap
waktu dan Tujuan hidup kita tidak pernah memutuskan tali persahabatan kita. I love u my
strong Girls.
10. Terima Kasih kepada teman-teman terbaik yang telah menjadi teman suka duka dalam
penyelesaian skripsi ini: Tri Maulia Ningsih, Meilyska Purba, dan Fredy Purba. Terima
Kasih juga kepada teman-teman lainnya di Departemen Ilmu Politik: Febri Mahyani,
Desy Lumbanraja, Riska Deniati Hutasoit, Albert Septian, Frans Sinulingga, Tri Edo Ati
Pinem, Novi Hariani, Andy Samosir. Terima kasih banyak untuk semua waktu
kebersamaan kita selama di Kampus. I always remember about us. Dan kepada seluruh
teman-teman stambuk 2009 yang tidak dapat saya sebut satu persatu, terima kasih atas
segalanya.
11.Terima Kasih kepada teman-teman sekaligus adik-adik saya tercinta di Departemen
Antropologi 2011, my beloved sista Suci Wulan Sari, Rini Rezeki Oetami, Wisnu Tri
Wibowo, dan Rianda Purba yang sering menjadi teman dan berbagi kesenangan bersama
saya, terimakasih banyak atas waktu indahnya selama ini. Teruslah berjuang kedepannya.
12.Terima kasih kepada teman-teman yang tak pernah lelah dan terus mensupport saya
dalam kesusahan Dina, Erin siskawati, Sarah. Terima kasih semuanya atas bantuan kalian
selama ini. Semoga kita bisa tetap menjaga persahabatan kita selama kita hidup. Terus
menjadi SONE ya….you are the best forever.
13.Terima Kasih kepada teman-teman semasa SMA yang selalu mendoakan dan mensupport
Adhawiyah. Terimakasih telah menjadi sahabat terbaik saya selama ini. Semoga kita
sukses dijalan kita masing-masing dan tetap menjaga persahabatan hingga kita renta.
14.Semoga skripsi ini berguna bagi pembaca nantinya dan semoga Allah SWT senantiasa
melimpahkan rahmat-Nya, melindungi kita dari segala kemaslahatan dan memberikan
keberkahan pada kita semua.
Medan, 7 Maret 2014
Penulis
DAFTAR ISI
Abstrak……….. .…. i
Abstrack……….……. iii
Halaman persetujuan……….…….…... v
Lembar Persembahan……….……….. vi
Kata Pengantar………. vii
Ucapan Terima Kasih………... ix
Daftar Isi……….…….. xiii
Daftar Tabel dan Gambar ……….. xvii
BAB I PENDAHULUAN 1.Latar Belakang Masalah ……….…… 1
2.Perumusan Masalah ………... 6
2.1. Batasan masalah……….6
3.Tujuan Penelitian ………. 6
4.Manfaat Penelitian ………...…… 6
5.Kerangka Teori ……… 9
5.1 Demokrasi ……… 9
5.2.Teori Kekuasaan ……….. 15
6. Metodologi Penelitian ……… 23
6.1 Metode Penelitian ……….... 30
6.2 Jenis penelitian ……… 30
6.3 Lokasi Penelitian ………. 31
6.4 Teknik Pengumpulan Data ……….. 31
6.5 Teknik Analisa Data ……… 31
7. Sistematika Penulisan ……… 32
BAB II DESKRIPSI LOKASI KABUPATEN ASAHAN 2.1. Latar belakang sejarah Kabupaten Asahan……….. 34
2.1.1. Sejarah Kesultanan Asahan……….. 34
2.1.2. Perluasan Kekuasaan Belanda……….. 35
2.1.3. Revolusi Sosial 1946 dan berakhirnya Kesultanan Asahan….. 40
2.2.Pemerintahan Umum………... 46
2.2.1. Wilayah Administratif………...….... 48
2.3.Kondisi Geografi... 49
2.3.1. Keadaan Geografi... 49
2.3.2. Iklim………... 50
2.4. Sumber daya Alam dan Potensi daerah 2.4.1. Pertanian……….... 54
2.4.2. Perkebunan……….……..…. 55
2.4.4. Perikanan……….………..… 57
2.4.5. Perindustrian……….….... 57
2.4.6. Energi………..….. 58
2.5. Demografi 2.5.1. Jumlah Penduduk………..……….... 59
2.5.2. Sosial Ekonomi……….…… 63
2.5.3. Pendidikan………..…….. 64
2.5.4. Kesehatan dan KB……….... 66
2.5.5. kemiskinan……… 67
2.6. Sarana dan Prasarana 2.5.1. Transportasi………...… 67
2.5.2. Komunikasi……….. 68
2.7. Keuangan dan Harga 2.7.1. Keuangan………. 68
2.7.2. Harga……… 69
2.7.3. Pengeluaran……….. 69
2.7.4. Pendapatan Regional……….. .70
BAB III Pengaruh Desentralisasi Terhadap Kekuasaan Kepala Daerah Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam di Asahan
Daya Alam ………..… ….. 72
3.2. Kepala daerah berwenang mengatur dan mengelola Sumber Daya
Alam Daerahnya secara mandiri……….… 79
3.3. Kebijakan yang telah dilakukan terkait dengan pengelolaan
Sumber Daya Alam Pertanian……….…...…... 84
BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan………... 99
4.2. Kritik dan saran……… 102
DAFTAR TABEL
TABEL 1 Batas Wilayah Asahan ……….. ……….30
TABEL 2 Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan Dan Jenis Kelamin Tahun 2010………..60
TABEL 3 Penduduk Kabupaten Asahan Berdasarkan Agama………62
TABEL 4 Sarana Pendidikan Di kabupaten Asahan………64
TABEL 5 Tabel Sekolah Madrasah di Kabupaten Asahan………..65
TABEL 6 Dinas Sumber Daya Alam di Kabupaten Asahan………78
TABEL 7 Hasil Komoditas dan Sumbangan terhadap PDRB……….82
TABEL 8 Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2008 dan 2009 ……….83
TABEL 9 : Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha atas Dasar Harga Konstan Tahun 2008 dan 2009……….. 84
TABEL 10 Realisasi Pendapatan Asli Daerah Asahan (2009-2012)………100
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK
EVI RIZKI RAHMADANI (090906035)
PENGARUH DESENTRALISASI TERHADAP KEKUASAAN KEPALA DAERAH
(Studi Analisis Kekuasaan Bupati Asahan Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Tahun 2009-2014). Rincian isi Skripsi : 104 halaman, 10 tabel, 1 gambar, 21 buku, 8 situs internet, 4 arsip daerah, serta 4 wawancara. (Kisaran buku dari tahun 1983-2009).
ABSTRAK
Penelitian ini mencoba memberikan gambaran mengenai fenomena yang terjadi dalam pelaksanaan Desentralisasi dan Otonomi daerah di kabupaten Asahan. Kajian mengenai Otonomi daerah di Asahan ini menarik untuk dikaji karena Asahan merupakan salah satu Kabupaten yang cukup memiliki kekayaan Alam melimpah di Sumatera Utara ini terutama dalam sektor Pertanian. Dengan adanya sistem desentralisasi seharusnya Asahan menjadi daerah yang cukup maju karena unggul dari kabupaten-kabupaten lainnya di Sumatera Utara, tetapi kenyataannya adalah Asahan tidak menjadi Kabupaten yang maju sesuai harapan. Permasalahan tentang pengelolaan sumber daya alam penting untuk diangkat sebab menyangkut masalah kebijakan kepala daerah dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang menjadi tulang punggung bagi kemakmuran suatu daerah. Timbulnya masalah-masalah desentralisasi terkait dengan pengelolaan Sumber daya Alam pada umumnya tidak lepas dari potret kekuasaan kepala daerahnya. Kepala daerah dan wakil kepala daerah sangat menentukan perannya sebagai lokomotif majunya otonomi daerah.
Penelitian ini sendiri merupakan penelitian deskriptif yang dimaksudkan untuk menjelaskan atau penggambaran secara mendalam tentang seberapa besar kewenangan dan kekuasaan kepala daerah di Asahan selama desentralisasi diberlakukan. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Asahan dengan informan yang berjumlah 4 orang, penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif dengan tujuan memberi gambaran mengenai situasi atau kondisi yang terjadi dengan menggunakan analisa kualitatif yaitu data-data yang dikumpulkan baik data primer dan sekunder akan dieksplor secara mendalam.
menandatangani investasi, dan segala hal keputusan terkait dengan pengembangan Sumber daya Alam di daerah.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK
EVI RIZKI RAHMADANI (090906035)
DECENTRALIZATION EFFECTON THEHEAD OFREGIONALPOWERS
(Analysis Study Regents Power shavings in Natural Resources Management 2009-2014). Details of thesis contents : 104pages, 10tables, 1image, 21books, internet sites8, 4regional archives, as well as fourinterviews. (Publication from 1983 - 2009).
ABSTRACT
This study tries to provide an overview of the phenomena that occur in the implementation of decentralization and regional autonomy in the district shavings. The study of regional autonomy in the shavings interesting to study because it is one of the districts that have enough Natural wealth is abundant in North Sumatra , especially in the agricultural sector . With the decentralized system shavings should be advanced enough area for superior other districts in North Sumatra , but the reality is that the District shavings not be advanced as expected . The issue of natural resource management is important for policy issues raised concerning the cause of head and revenue ( PAD ) which became the backbone of the prosperity of a region . The emergence of the problems associated with the decentralization of natural resource management in general can not be separated from the portrait head of a local authority . The regional head and deputy head of the region largely determines its role as the locomotive of the rapid advancement of regional autonomy.
This study itself is a descriptive study which is intended to explain or portrayal in depth about how much authority and power in the area of head shavings for decentralization . This research was conducted in the District of shavings with informants who are 4 people , this study is descriptive qualitative in order to provide an overview of the situation or condition that occurs by using qualitative analysis of data collected both primary and secondary data will be explored in depth .
The results of the analysis concluded that the major effect of the decentralization of power in the region head shavings. Regent has substantial powers in the dynamics of district level administration . Political decentralization delegate some authority to the regions has been put into the position of head of the region is very powerful . He is free to make decisions , give the license to use , signed an investment , and all matters related to the development decisions of Natural Resources in the area .
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Perkembangan suatu negara sangat ditentukan dari pembangunan yang dilakukannya.
Tidak ada suatu negara yang ingin maju tanpa dilakukannya pembangunan. Begitu pentingnya
pembangunan sebagai faktor dari kemajuan, maka banyak pakar mulai meneliti dan merumuskan
teori-teori pembangunan beserta dampak yang dihasilkan. Hasil dari berbagai penelitian yang
telah dilakukan para ahli dijadikan landasan dalam menetapkan arah dan strategi untuk mencapai
kemajuan sesuai dengan yang diharapkan. Indonesia sebagai salah satu negara yang sampai saat
ini masih menyandang gelar negara berkembang sudah tentu akan sangat membutuhkan
pembangunan yang tepat sasaran sebagai upaya untuk mempercepat langkah menuju terciptanya
kemajuan di segala bidang. Untuk merealisasikan hal ini, berbagai upaya telah dilakukan
pemerintah termasuk di dalamnya yaitu otonomi daerah.
Proses mencari format Undang-Undang pemerintahan daerah yang ideal di Indonesia
telah berlangsung sejak diproklamasikannya kemerdekaan yang diawali dengan dikeluarkannya
UU Nomor 1 Tahun 1945 tentang Peraturan Kedudukan Komite Nasional Daerah, dan disusul
silih berganti dengan diterbitkannya beberapa Undang-Undang dan Peraturan lainnya, hingga
yang terakhir UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang merupakan
pengganti dari UU Nomor 22 Tahun 1999.
Setiap Undang-Undang Pemerintahan Daerah yang baru, pada dasarnya merupakan
koreksi dan penyempurnaan dari undang-undang dan peraturan yang lama, yang dianggap tidak
sesuai lagi dengan amanah konstitusi dan perkembangan zaman. Begitu seterusnya,
undang-undang pemerintahan daerah baru selalu memuat ketenuan-ketentuan baru guna memenuhi
tuntutan aktual masyarakat lokal sebagai stakeholder dan kehendak pemerintah pusat sebagai
shareholder. Dampaknya, implementasi kebijakan otonomi daerah kita penuh dengan aneka eksperimen. Belum tuntas suatu undang-undang pemerintahan daerah dijalankan, sudah terbit
lagi undang-undang yang baru yang menimbulkan berbagai kebingungan dan kekacauan dalam
Ditandatanganinya UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah oleh
Presiden B.J. Habibie pada tanggal 4 Mei 1999, menandai berputarnya kembali roda otonomi
daerah setelah 25 tahun dikepinggirkan pemerintahan Orde Baru Presiden Soeharto. sejak itu
daerah mulai memperoleh kewenangan menyelenggarakan urusan pemerintahan yang diserahkan
kepadanya baik dibidang politik, administrasi, keuangan, dan sosial budaya sesuai prinsip
Desentralisasi, seraya meninggalkan prinsip tata pemerintahan lama yang sentralistis dibawah
UU Nomor 5 Tahun 1974 yang tidak mampu memberikan kesejahteraan dan keadilan kepada
rakyat Indonesia. Desentralisasi dan Otonomi Daerah yang timbul pada Reformasi ini pada
awalnya bertujuan secara politik, yaitu untuk memperkuat Pemerintahan Daerah, menunjang
kemampuan dan keterampilan berpolitik para penyelenggara pemerintah dan masyarakat untuk
mempertahankan integrasi Nasional Serta bertujuan secara ekonomi untuk meningkatkan
kemampuan daerah dalam mengelola potensi ekonomi demi mewujudkan pembangunan daerah
dan terciptanya kesejahteraan dimasing-masing daerah. 1
Ketimpangan pembangunan dan ketidakmerataan hasil pembangunan telah menjadi isu
pokok dalam periode penyelenggaraan pemerintahan negara Republik Indonesia sejak masa awal
kemerdekaan. Penyelenggraan pemerintahan Indonesia semakin sentralistik akibat dominasi
peranan pemerintah pusat dalam setiap sektor pembangunan. Sentralisasi kekuasaan ini
menyebabkan terjadinya ketimpangan geografis dalam pembangunan perekonomian nasional.
Pembanguan lebih terpusat di Jakarta dibandingkan daerah lainnya terutama daerah-daerah yang
berada diluar pulau jawa.
Politik desentralisasi telah membawa perubahan yang cukup besar bagi daerah dalam
proses pengelolaan kekuasaan. Implikasinya adalah kelompok elit politik lokal atau
kepala-kepala daerah yang kini lebih memiliki akses dalam mengontrol sumber daya kekuasaan, dan
lebih banyak terlibat dalam proses dan pengambilan kebijakan-kebijakan politik.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 merupakan dasar
hukum berlakunya sistem desentralisasi ini. Menurut UU ini, Pemerintah Daerah diberikan hak
dan kewajiban dalam mengatur dan mengelola daerahnya sendiri, hal ini disebut asas otonomi.
1
Ketika otonomi daerah digulirkan, banyak kalangan menyambutnya dengan sikap optimis.
Rasa bosan dan trauma terhadap kekuasaan monopoli yang bertumpu di Jakarta, disadari atau
tidak telah melahirkan Era Baru yang dinilai akan sanggup mensejahterakan rakyat. Otonomi
daerah diharapkan akan mampu menumbuhkembangkan potensi genius lokal sehingga
kesenjangan ekonomi antar daerah bisa dikurangi, tingkat kesejahteraan makin merata, rakyat
makin makmur, bangsa kian mandiri, dan muncul semangat lokal berbasis global untuk memicu
semangat baru dalam membangun tata kehidupan berbangsa dan bernegara. Otonomi daerah
dibuat dengan tujuan agar daerah-daerah dapat mengelola secara mandiri segala sumberdaya,
keuangan, maupun sumber-sumber lain sebagai pendapatan bagi daerah. Tujuan utama
penerapan otonomi daerah yang sebenarnya berintikan dua hal yakni untuk menciptakan
kesejahteraan dan untuk mendukung demokrasi di tingkat lokal.
Pada ranah implementasi pelaksanaan otonomi daerah justru jauh dari harapan. Hasil
evaluasi pelaksanaan otonomi daerah oleh berbagai kalangan, termasuk LIPI (2007) dan UNDP
(2008), memperlihatkan bahwa agenda ini lebih menunjukkan kegagalan daripada wujud
kesuksesannya. Kegagalan yang sangat nyata adalah nampak dari terdesentralisasikannya
korupsi ke daerah, sehingga banyak kepala daerah yang terlibat kasus korupsi. Memang tidak
bisa dipungkiri bahwa UU No 22 tahun 1999 yang kemudian diubah menjadi UU No 32 tahun
2004 tentang Pemerintah Daerah memicu kegairahan baru yang membuka ruang kebebasan lebih
bagi masyarakat dan elite lokal. Namun, kebebasan itu justru dipahami berbeda oleh para elite
lokal sebagai kebebasan dalam berbagai hal.2
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mencatat dari 524 kepala daerah (gubernur,
bupati, dan wali kota), 173 di antaranya terlibat kasus korupsi pada tahun 2004-2012. Siklus Pilkada lima tahunan menjadi ajang
kompetisi untuk bersaing meraih kekuasaan. Praktik korupsi di era reformasi yang kian
menyebar ke daerah dan melibatkan semakin banyak aktor. ini tentu menggambarkan sebuah
ironi dari desentralisasi. Kekhawatirannnya adalah sebagian besar praktik korupsi di daerah
justru dilakukan oleh kepala daerah dan anggota legislatif (DPRD).
3
2
Lukman santoso Az. Otonomi daerah dan Menjamurnya Korupsi di daerah; http;//investor.co.id/berita/otonomi daerah dan menjamurnya korupsi di daerah. diakses pada 4 April 2013 pukul 15.30 WIB.
Sedangkan Menteri Dalam Negeri gamawan Fauzi dalam pembukaan Orientasi Kepemimpinan
3
dan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Angkatan II/2013, menyatakan bahwa sudah ada 291
kepala daerah yang terjerat kasus korupsi hingga Februari 2013 baik berstatus tersangka maupun
terpidana. Lonjakan angka kasus korupsi tersebut dinilai cukup melambung dan
mengkhawatirkan banyak pihak karena terkait dengan kelangsungan pemerintahan daerah yang
seharusnya terfokus mensejahterahkan rakyat.
Fenomena korupsi Kepala daerah tidak terlepas dari faktor penyelenggaraan Pilkada.
Dewasa ini Pemilihan Kepala daerah dan wakil Kepala daerah sulit lepas dari masalah biaya
politik dan terjadi politik uang. Biaya politik dan politik uang dapat bersumber dari pasangan
calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah, partai politik dan sumbangan pihak-pihak
lain (perseorangan dan atau badan hukum swasta). Besar kecilnya biaya politik dan politik uang
dalam Pilkada sangat mempengaruhi sikap kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah. Semakin besar seorang kepala daerah dan wakilnya
mengeluarkan biaya politik pada saat Pilkada, semakin besar pula dorongan atau tekanan kepada
kepala daerah terpilih mengembalikan uang tersebut dengan segala strategi yang berujung pada
pada perbuatan korupsi. Disamping itu, keinginan untuk melakukan korupsi saat kepala daerah
dan wakil kepala daerah menyelenggarakan pemerintahan didorong keinginan diri sendiri atau
orang lain, tidak tertutup kemungkinan didorong oleh keluarga, kroni-kroni, tim suksess dan
penyandang dana(Pengusaha).
Banyaknya kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi dikarenakan terlibat pendanaan
Kampanye oleh investor/pengusaha mengakibatkan mereka harus memikirkan cara
mengembalikan dana kampanye tersebut. Caranya adalah dengan korupsi atau menjual berbagai
sumber daya alam dengan berbagai kebijakan kepala daerah yang harus membayar investasi dari
penyandang dana. Akibatnya banyak aset SDA yang potensial di Indonesia dikuasai oleh para
pengusaha asing seperti dari Jepang, China, Amerika, India, dan sebagainya. Fakta ini
sesungguhnya sudah jauh dari nilai-nilai konstitusi, karena dalam konstitusi sudah diatur bahwa
segala sumber daya alam, tanah, air dan semua yang terkandung didalamnya digunakan
sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, bukan untuk diserahkan pengelolaanya kepada pihak asing
Timbulnya masalah-masalah desentralisasi terkait dengan pengelolaan Sumber daya
Alam pada umumnya tidak lepas dari potret kekuasaan kepala daerahnya yang tidak terkontrol.
Kepala daerah dan wakil kepala daerah sangat menentukan perannya sebagai lokomotif majunya
otonomi daerah. Maju mundurnya otonomi daerah dianggap sebagian besar tergantung pada
kekompakan mereka, kepemimpinan, managemen serta bagaimana mereka melaksanakan
program-program yang dibutuhkan rakyat. Berdasarkan uraian diatas Penulis tertarik untuk
melakukan penelitian terkait dengan pengelolaan sumber daya alam di Kabupaten Asahan.
Kabupaten Asahan merupakan salah satu kabupaten yang memiliki potensi sumber daya
alam potensial di Sumatera Utara. Hal ini dibuktikan dengan melimpahnya kawasan Asahan
akan sumber daya air, perkebunan, hutan, perikanan dan hasil tambang lainnya. Kabupaten
Asahan merupakan salah satu sentral perkebunan di Provinsi Sumatera Utara, dan bahkan
Provinsi Sumatera Utara menjadi penghasil kelapa sawit utama di Indonesia. Selain kelapa sawit
dan karet, komoditi penting lainnya adalah kakao (coklat) dan kelapa. Hingga saat ini terdapat
lebih dari 30 perusahaan perkebunan baik itu milik pemerintah, swasta nasional dan asing telah
menguasai lahan lebih dari 140 ribu hektar dan menyerap sekitar 23 ribu tenaga kerja.4
Tetapi dengan Sumber Daya Alam yang melimpah itu, Asahan tidak tumbuh menjadi
daerah yang maju. Pelayanan terhadap penyediaan air bersih masih buruk dan tidak memuaskan
masyarakat. Pasokan air bersih oleh PDAM sering kali mengalami masalah dan menyebabkan
masyarakat kecewa terhadap pemerintah yang tidak kunjung menyelesaikan masalah air tersebut.
Begitu juga dengan krisis pengadaan listrik yang secara berkelanjutan mengalami masalah
pemadaman dan secara umum Pembangunan sarana dan prasarana sosial juga berjalan lambat.
Dari segi ekonomi dan sosial masyarakatnya juga jauh dari kata sejahtera dan masih banyak lagi Wilayah
Asahan juga memiliki beberapa potensi air terjun yang dapat di manfaatkan sebagai penggerak
motor sumber daya listrik. Air terjun Asahan III dan Asahan IV merupakan alternatif yang dapat
memberikan kontribusi kelistrikan yang memadai dalam skala besar serta adanya Sungai Asahan
yang mampu mengadakan penyediaan air bersih dan sebagai objek wisata bagi masyarakat.
4
Herman akbar. Kabupaten Asahan Rambate Rataraya
masalah terkait dengan pengelolaan sumber daya alam disana. Untuk mengatasi hal tersebut,
diperlukan pembenahan sistem pemerintahan, pengalihan investasi dan penyokongan ekonomi ke
bidang industri lain, serta peningkatan transparansi dan akuntabilitas dalam pemberdayaan
sumber daya alam. Permasalahan tentang pengelolaan sumber daya alam penting untuk diangkat
sebab menyangkut masalah kebijakan kepala daerah dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang
menjadi tulang punggung bagi kemakmuran suatu daerah. Berdasarkan uraian diatas penulis
akan melakukan penelitian dengan judul: Pengaruh Desentralisasi terhadap Kekuasaan Kepala
Daerah (Studi Analisis Kekuasaan Bupati Asahan dalam Pengelolaan Sumber daya Alam tahun
2009 - 2014).
2.Perumusan Masalah
Perumusan masalah adalah usaha untuk menyatakan secara tersurat pertanyaan penelitian
apa saja yang perlu dijawab atau dicarikan jalan pemecaahannya. Perumusan masalah merupakan
penjabaran dari identifikasi masalah dan pembatasan masalah. Dengan kata lain, perumusan
masalah merupakan pertanyaan yang lengkap dan rinci mengenai ruang lingkup masalah yang
akan diteliti didasarkan atas identifikasi masalah dan pembatasan masalah. 5
2.1. Batasan Masalah
Dari latar belakang
serta pemaparan diatas maka dalam penelitian ini yang menjadi perumusan masalah adalah Apa
Pengaruh Desentralisasi terhadap Kekuasaan Kepala Daerah dalam Pengelolaan Sumber Daya
Alam di Kabupaten Asahan tahun 2009-2014 ?
Kekuasaan Kepala Daerah dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam di Sektor Pertanian
Kabupaten Asahan.
3.Tujuan penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah: Mengetahui dan menganalisis Kekuasaan
Kepala daerah di Kabupaten Asahan terkait dengan pengelolaan Sumber Daya Pertanian Alam
tahun 2009-2014 .
4.Manfaat Penelitian
5
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
• Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan berfikir dan
kemampuan menulis karya ilmiah yang sesuai dengan kaedah yang berlaku serta untuk
memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan studi program Strata satu (S1)
Departemen ilmu Politik Sumatera Utara .
• Bagi Akademis, untuk memperkaya perbendaharaan pengetahuan dan referensi data-data
yang dapat digunakan untuk membantu mengetahui bagaimana sebenarny pelaksanaan
Desentralisasi secara umum di indonesia.
• Bagi masyarakat, untuk menambah literature daftar kepustakaan bagi yang tertarik untuk meneliti tentang masalah desentralisasi dan Otonomi Daerah serta memperkaya khazanah
pengetahuan.
5.Kerangka Teori
Untuk menulis sebuah karya ilmiah ataupun penelitian sudah pasti harus memiliki sebuah
landasan yang nantinya akan dijadikan sebagai acuan . adanya teori-teori yang dijadikan sebagai
landasan berfikir membuat sebuah tulisan akan lebih bersifat ilmiah karena salah satu syarat
karya ilmiah haruslah berpedoman kepada salah satu atau lebih dari suatu teori yang digunakan
sebagai bahan acuan.
5.1. Demokrasi
Pengertian demokrasi dalam tinjauan bahasa (etimology) baik asal kata maupun asal bahasanya adalah gabungan dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu “Demos” yang berarti rakyat atau penduduk suatu wilayah, dan “Cratein” atau “Cratos” yang berarti pemerintahan atau pemerintahan/otoritas, Sehingga demokrasi sederhananya mengandung arti berarti
pemerintahan rakyat atau kedaulatan/otoritas rakyat.
Joseph A.Schmeter menyebutkan, “demokrasi merupakan suatu perencanaan institusional
untuk mencapai suatu keputusan politik dimana individu-individu memperoleh kekuasaan untuk
menentukan dan memutuskan dengan cara perjuangan kompetitif atas suara rakyat”, sedangkan
Sidney Hook, menyebutkan “demokrasi sebagai bentuk pemerintahan dimana
kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa. Sedangkan Henry B.
Mayo menyatakan, demokrasi sebagai sistem politik merupakan suatu sistem yang menunjukkan
bahwa kebijakan kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang
diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas
prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik. 6
Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa hakikat demokrasi adalah peran
utama rakyat dalam proses sosial dan politik. Pemerintahan demokrasi adalah pemerintahan di
tangan rakyat yang mengandung pengertian tiga hal : pemerintahan dari rakyat, pemerintahan
oleh rakyat dan pemerintahan untuk rakyat. Tiga faktor ini merupakan tolak ukur umum dari
suatu pemerintahan yang demokratis. Ketiganya dapat dijelaskan sebagai berikut;
pertama, pemerintahan dari rakyat yang mengandung pengertian bahwa suatu pemerintahan yang sah adalah suatu pemerintahan yang mendapat pengakuan dan dukungan
mayoritas rakyat melalui mekanisme demokrasi, pemilihan umum. Pengakuan dan dukungan
masyarakat bagi suatu pemerintahan sangatlah penting, karena dengan legitimasi politik tersebut
pemerintahan dapat menjalankan roda birokrasi dan program-programnya sebagai wujud dari
amanat yang diberikan oleh rakyat kepadanya.
Kedua, pemerintahan oleh rakyat memiliki pengertian bahwa suatu pemerintahan menjalankan kekuasaannya atas nama rakyat, bukan atas dorongan pribadi elite negara atau elite
birokrasi. Selain pengertian ini, unsur kedua ini mengandung pengertian bahwa dalam
menjalankan kekuasaannya, pemerintah berada dalam pengawasan rakyat. Pengawasan dapat
dilakukan secara langsung oleh rakyat maupun tidak langsung melalui para wakilnya di parlemen.
Dengan adanya pengawasan para wakil rakyat di parlemen ambisi otoritarianisme dari para
penyelenggara negara dapat dihindari.
Ketiga, pemerintahan untuk rakyat mengandung pengertian bahwa kekuasaan yang diberikan oleh rakyat kepada pemerintah harus dijalankan untuk kepentingan rakyat.
Kepentingan rakyat umum harus dijadikan landasan utama kebijakan sebuah pemerintahan yang
demokratis.
6
Ditinjau dari sudut pandang ilmu politik modern, Leo Agustino menyebutkan beberapa
ciri pokok suatu sistem politik yang demokratis, antara lain:
1) Adanya partisipasi politik yang luas dan otonom. Demokrasi pertama-tama mensyaratkan
dan membutuhkan adanya keleluasaan partisipasi bagi siapapun baik individu maupun
kelompok secara otonom.
2) Terwujudnya kompetisi politik yang sehat dan adil. dalam konteks demokrasi liberal,
seluruh kekuatan politik atau kekuasaan sosial kemasyarakatan diakui hak hidupnya dan
diberi kebebasan untuk saling berkompetisi secara adil sebagai penyalur suara masyarakat.
3) Adanya suksesi atau sirkulasi kekuasaan yang berkala, terkelola, serta terjaga dengan bersih
dan transparan, khususnya melalui pemilihan umum.
4) Adanya monitor, kontrol dan pengawasan terhadap kekuasaan (eksekutif, legislatif,
yudikatif, birokrasi dan militer) secara efektif, juga terwujudnya mekanisme cheks and balance diantara lembaga-lembaga negara.
5) Adanya tatakrama, nilai, dan norma yang disepakati bersama dalam bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.7
Robert Dahl dalam tulisannya yang mengupas secara mendalam tentang demokrasi,
menjelaskan bahwa demokrasi membutuhkan kondisi-kondisi awal yang memadai guna
mewujudkan demokrasi itu sendiri, yaitu: 1) Adanya pemilihan umum yang bebas,adil, dan
berkala; 2) Adanya kebebasan berpendapat; 3) Adanya akses ke sumber-sumber informasi yang
luas dan beralternatif; 4) Adanya otonomi assosiasional; 5) dibangunnya pemerintah perwakilan;
6) Adanya hak warga negara yang inklusif. 8
Setidaknya ada sepuluh manfaat/keuntungan dari Demokrasi menurut Dahl, yaitu :1)
demokrasi mencegah tumbuhnya pemerintahan oleh kaum otokrat yang tidak manusiawi; 2)
demokrasi menjamin warga negaranya dengan sejumlah hak asasi yang tidak diberikan dan tidak
dapat diberikan oleh sistem yang non-demokratis; 3) demokrasi menjamin kebebasan pribadi
yang lebih luas bagi setiap warga negarany; 4) demokrasi membantu rakyat untuk melindungi
kepentingan dasar mereka; 5) demokrasi membantu manusia mengembangkan manusia dirinya
lebih baik dari alternatif sistem politik lain yang memungkinkan; 6) hanya pemerintahan yang
7
Agustino Leo, Politik dan Otonomi daerah , Serang Banten: Untirta press, 2005, hal.xiii.
demokratis yang dapat memberikan kesempatan sebesar-besarnya bagi orang-orang untuk
menggunakan kebebasan dalam menentukan nasibnya sendiri; 7) hanya pemerintahan yang
demokratis yang dapat memberikan kesempatan sebesar-besarnya untuk menjalankan tanggung
jawab moral; 8) hanya pemerintahan yang demokratis yang dapat membantu perkembangan
tingkat persamaan politik yang tinggi; 9) negara-negara demokrasi modern tidak berperang satu
dengan lainnya; dan 10) negara-negara dengan pemerintahan yang demokratis cenderung lebih
makmur daripada negara-negara dengan pemerintahan non-demokratis. 9
Salah satu elemen penting dalam perwujudan nilai-nilai demokrasi dalam suatu negara
adalah adanya pemilihan umum untuk memilih wakil rakyat yang akan duduk baik di eksekutif
maupun di dalam lembaga perwakilan rakyat, karena hal itu bisa mencerminkan adanya
keterlibatan warga negara dalam pengambilan keputusan politik dalam suatu negara, baik secara
langsung atau tidak dengan melalui suatu lembaga perwakilan. Indonesia sebagai negara yang
menganut asas demokrasi, tentunya mengedepankan aspek tersebut. Buktinya dapat dilihat
bahwa Indonesia menerapkan sistem pemilihan umum secara langsung, dimana rakyat secara
langsung aktif sebagai penentu siapakah kepala negara atau kepala daerah selanjutnya. Pemilihan
umum kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah pemilihan umum untuk memilih secara
langsung di Indonesia oleh penduduk yang ada di daerah tersebut yang telah memenuhi
syarat-syarat tertentu. Adapun kepala daerah dan wakil kepala daerah yang dipilih berdasarkan UU
No.32 tahun 2004 pasal 24 adalah: 1) Gubernur dan wakil gubernur untuk propinsi; 2) Bupati
dan wakil bupati untuk kabupaten; 3) Walikota dan wakil walikota untuk kota.
Demokratisasi membawa perubahan dalam sistem pemerintahan daerah yang semula
sentralistis (UU No.5 Tahun 1974) menjadi desentralistis. Implikasinya, terjadi pergeseran fokus
kekuasaan dari pusat ke daerah. Setelah adanya Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan berbagai undang-undang atau peraturan lain yang mengatur akan
pemilihan umum kepala daerah, maka hal tersebut menghapus tatanan lama dimana sebelumnya
kepala daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menjadi dipilih langsung
oleh rakyat.10
9
Ibid., hal.63.
Sebelum tahun 2005, berdasarkan UU No. 22 tahun 1999 kepala daerah dan wakil kepala
daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat daerah (DPRD). Sejak berlakunya
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah dipilih secara
langsung oleh rakyat melalui Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat
Pilkada. Pilkada pertama kali diselenggarakan pada bulan juni 2005. Sejak berlakunya
Undang-undang Nomor 22 tahun 2007 tentang penyelenggara Pemilihan Umum, Pilkada dimasukkan
dalam rezim pemilu, sehingga secara resmi bernama Pemilihan umum Kepala daerah dan Wakil
Kepala Daerah atau disingkat Pemilukada . pemilihan kepala daerah pertama diselenggarakan
berdasarkan Undang-Undang ini adalah Pilkada DKI Jakarta 2007. Pada tahun 2011, terbit
undang-undang baru mengenai penyelenggaraan pemilihan umum yaitu Undang-Undang Nomor
15 Tahun 2011. Di dalam undang-undang ini, istilah yang digunakan adalah pemilihan Gubernur,
bupati, dan walikota.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, peserta pilkada adalah pasangan
calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. ketentuan ini dirubah
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 yang menyatakan bahwa peserta pilkada juga
dapat berasal dari pasangan calon perseorangn yang didukung oleh sejumlah orang.
Undang-undang ini menindaklanjuti keputusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan beberapa pasal
menyangkut peserta Pilkada dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.
Pada dasarnya, keberadaan Pemilihan Umum kepala daerah sangat dominan peranannya
dalam penentuan sukses atau gagalnya proses otonomi di suatu daerah. Selain itu, sebagaimana
diketahui, tiap-tiap penyelenggaraan pemilihan umum kepala daerah teremban misi desentralisasi
kekuasaan dari pusat ke daerah-daerah. Sebanding dengan logika desentralisasi tersebut maka
sudah seharusnya, dalam tiap pemilihan umum kepala daerah, kekuasaan politik semakin berada
dekat dengan rakyat. Dengan demikian kebijakan pemerintahan daerah menjadi lebih sesuai
dengan kehendak rakyat, bahkan, dapat dimajukan untuk melibatkan rakyat sebagai perencana,
pelaksana, sekaligus pengawas pemerintahan. 11
5.2. Teori Kekuasaan
11
Istilah kekuasaan (power) yang berarti sanggup untuk membuat sesuatu, sanggup untuk
mempengaruhi orang, sanggup untuk membuat perubahan dan tanpa kekuasaan sesuatu itu tidak
akan terjadi. Kekuasaan juga diartikan sebagai kapasitas yang dapat mendorong, memaksa atau
mempengaruhi pihak lain untuk mengubah tingkah laku atau untuk mengerjakan apa yang tidak
dikehendaki. bertolak dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa konsep kekuasaan
sebenarnya menunjukkan kelebihan atau kemampuan pribadi seorang pemimpin yang tercermin
dalam berbagai aspek khususnya di dalam interaksi personal, sehingga seseorang memiliki
kekuasaan dapat merealisasikan keinginannya melalui orang lain.
Menurut Laswell kekuasaan merupakan salah satu tipe dari pengaruh dimana seseorang
dapat memiliki power dan pengaruh jika yang bersangkutan memiliki kemampuan, reputasi, dan
popularitas yang dapat meyakinkan orang lain untuk melakukan sesuatu. Konsep ini lebih
berkonotasi positif karena sumber pengaruh tersebut biasanya berasal dari keahlian dan
keteladanan. berbeda halnya dengan konsep paksaan (coercion) yang lebih berkonotasi negatif,
karena sumbernya cenderung pada kedudukan resmi atau karena memegang suatu jawaban.
Namun demikian, istilah-istilah itu dalam operasionalnya sulit untuk dipisahkan karena
keduanya masing-masing memiliki tempat dalam situasi tertentu. Demikian halnya dengan
kekuasaan (power) dan kepemimpinan sulit untuk dipisahkan karena keduanya mengandung
interaksi antara A (seseorang) yang mempengaruhi B (orang lain).12
Kekuasaan (power) dapat terwujud dalam bentuk otoritas, pengaruh, dan paksaan . istilah
kekuasaan (power) seringkali digunakan silih berganti dengan istilah wewenang (authority),
namun tidak berarti kedua istilah tersebut mempunyai pengertian yang sama, karena wewenang /
otoritas hanya bagian dari kekuasan, yaitu tercakup dalam salah satu variabel kekuasaan yang
disebut kekuasaan resmi. Otoritas merupakan suatu kekuasaan yang sah untuk melakukan
tindakan atau membuat peraturan untuk memerintah orang lain. dengan kata lain bahwa
wewenang/otoritas diperoleh karena adanya power/kekuasaan yang dimiliki seseorang yang
menimbulkan pengaruh bagi orang lain . Ada beberapa sumber kekuasaan yaitu :
12
1. Kekayaan, cara memperolehnya adalah dengan menguasai sumber-sumber ekonomi,
warisan, dan pemberian.
2. Kedudukan, cara memperolehnya dengan kekerasan fisik, pewarisan,
penunjukkan/pengangkatan dan sebagainya.
3. Kepercayaan, cara memperolehnya dengan meraih dukungan dari masyarakat.
Di dunia Barat, khususnya Eropa Barat sudah menjadi kebiasaan untuk memisahkan
kekuasaan negara kedalam tiga bidang kekuasaan, yaitu; kekuasaan Legislatif, kekuasan
Eksekutif, dan kekuasaan Yudikatif . orang pertama yang mengemukakan teori pemisahan
kekuasaan Negara tersebut adalah Jhon Locke, yang dalam bukunya “Two Treatises on Civil
Government “ memisahkan kekuasaan Negara dalam tiga bidang, yaitu:
a. Kekuasaan dalam bidang pembuatan Undang-Undang(Legislatif)
b. Kekuasaan dalam melaksanakan /menjalankan Undang-Undang (Eksekutif)
c. Kekuasaan dalam bidang hubungan luar negeri, perjanjian atau perserikatan dengan
orang-orang, lembaga atau negara-negara (Federatif).
Beberapa puluh tahun kemudian tampillah Montesquieu, yang mengemukakan teori
pembagian kekuasaan Negara kedalam tiga bidang yang terpisah satu sama lain, yaitu:
a. Legislatif (perundang-undangan), yaitu kekuasaan dalam pembuatan Undang-Undang
dalam arti formal.
b. Eksekutif (pelaksana), ialah kekuasaan yang berwenang melaksanakan segala tindakan
yang telah diperintahkan oleh Undang-Undang dan/atau yang diperlukan guna
terselenggaranya tujuan-tujuan yang tersirat dalam Undang-Undang itu.
c. Yudikatif (Peradilan), yaitu kekuasaan yang berwenang menjaga agar Undang-Undang
itu dapat dijalankan sebagaimana mestinya, dengan memberikan reaksi (dengan cara
menimbang dan mengadili) terhadap tindakan-tindakan yang bertentangan dari
Undang-Undang atau tindakan menghalangi tercapainya tujuan-tujuan daripada peraturan
perundang-undangan tersebut. 13
Menurut Montesquieu, kemerdekaan setiap individu hanya bisa dijamin apabila tiga
kekuasaan tersebut tidak berada dalam satu badan. Konsep pemisahan kekuasaan tersebut
menimbulkan keseimbangan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan negara. Trias politika
adalah konsep pemisahan kekuasaan yang banyak dianut oleh banyak negara. Konsep dasarnya
adalah kekuasaan disuatu negara tidak boleh dilimpahkan pada satu struktur kekuasaan politik
melainkan harus terpisah dilembaga-lembaga negara yang berbeda. Kekuasaan politik itu
merupakan representasi dari legislatif, eksekutif dan yudikatif. Pemisahan kekuasaan perlu
dilakukan dikarenakan:
a. Kekuasaan eksekutif cenderung korup atau tidak adil. Sejauh kekuasaan pemerintah
berada di tangan satu orang atau satu lembaga saja, ada kemungkinan sangat besar bahwa
ia akan menyalahgunakannya, karena tidak ada kekuasaan lain yang cukup untuk
mengontrolnya.
b. Jika tidak ada pemisahan kekuasaan, kekuasaan eksekutif cenderung menjadi sangat kuat
dan karena itu sulit sekali untuk menjamin adanya kebebasan bagi warganya.
c. Betapapun baiknya oknum pemerintah, mereka bukan tidak punya kepentingan pribadi.
Karena itu sangat mungkin mereka melakukan ketidakadilan, bahkan tanpa disadarinya.
Mereka bisa saja melanggar hak warganya, bahkan tanpa niat untuk melakukan demikian.
Dalam beberapa literatur yang ada, kekuasaan telah dikonsepkan berbeda-beda oleh
berbagai pakar, namun French dan Raven menggunakan konsep kekuasaan untuk menjelaskan
proses interaksi antara dua orang atau dua pihak. menurut kedua pakar tersebut bahwa secara
normal hubungan dua orang atau dua pihak ditandai oleh sejumlah variabel kualitatif yang
merupakan dasar-dasar kekuasaan. Mereka membagi kedalam 5 jenis kekuasaan itu, yaitu: 14
1. Kuasa Paksaan (Coercive Power)
adalah kemampuan untuk menghukum atau memperlakukan seseorang yang tidak melakukan
permintaan atau perintah. Diperoleh dari salah satu kapasitas untuk membagikan punishment
pada mereka yang tidak mematuhi permintaan atau perintah. Kekuasaan ini juga bisa dibilang
kekuasaan karena rasa takut oleh seseorang yang memiliki kuasa dalam suatu hal. Karena hal
itulah orang-orang yang menjadi bawahan atau pengikutnya, menjadi tunduk dan mau untuk
melakukan perintah yang diberikan oleh orang yang berkuasa itu. Karena jika mereka tidak
mengikuti apa yang diperintahkan, maka bawahan/pengkutnya tersebut akan mendapatkan
sebuah hukuman.
2.Kekuasaan imbalan (Reward Power)
Kekuasan imbalan adalah kekuasaan yang terwujud karena kemampuan pemimpin memberikan
penghargaan dan imbalan baik materil maupun nonmateril kepada bawahan. pemimpin dipatuhi
karena dapat memberikan imbalan positif kepada bawahan, seperti gaji, promosi, rekomendasi
untuk kenaikan pangkat, rekomendasi mengenai kerja, atau penghargaan nonmateril lain.
3. Kekuasaan resmi ( Legitimate Power)
Legitimate power adalah Pemimpin memperoleh hak dari pemegang kekuatan untuk
memerlukan dan menuntut ketaatan. Seseorang yang telah memiliki legitimate power akan
menuntut bawahan atau pengikutnya untuk selalu taat pada peraturannya. Karena legitimate
power memiliki definisi lain, yaitu kekuatan yang bersumber dari otoritas yang dapat
dipertimbangkan hak untuk memerlukan dan pemenuhan perintah.
4. Kekuasaan Pakar (Expert power)
Kekuasaan berdasarkan pada kepercayaan target bahwa pemegang kekuatan memiliki keahlian
dan kemampuan yang superior dalam bidangnya. Seseorang yang memang ahli dalam bidangnya,
akan mudah untuk menguasai/ mempengaruhi orang lain. Para anggota dalam suatu kelompok,
pasti memiliki skill dan kemampuan yang berbeda. Maka dari itulah, suatu kelompok tercipata
untuk saling melengkapi kekurangan anggota kelompok lainnya. 15
5. Kekuasaan Keteladanan (Referent Power)
Kekuasaan keteladanan adalah kekuasaan yang terbentuk karena sifat pribadi dari seorang
pemimpin . kekuasaan keteladanan tergantung pada kepribadian pemimpin yang mampu menarik
simpati bawahan atau pengikutnya. daya tarik dan kekaguman bawahan dapat memberikan
identifikasi tersendiri terhadap pengaruh pimpinannya. pimpinan yang selalu tampil dengan
kepribadiannya yang jujur, satunya kata dengan perbuatan, taat pada agama, loyal pada
undang-undang negara, sederhana gaya hidup dan tutur katanya, mengutamakan kepentingan orang
banyak daripada kepentingan kepentingan sendiri, pemimpin yang seperti itu umumnya
mempunyai keteladanan yang tinggi.
5.3. Desentralisasi dan Otonomi Daerah
Istilah otonomi daerah dan desentralissi sebenarnya mempunyai pengertian yang berbeda.
Istilah otonomi lebih cenderung berada pada aspek politik kekuasaan negara, sedangkan
desentralisasi lebih cenderung berada dalam aspek administratif negara. sebaliknya jika dilihat
dari pembagian kekuasaan (sharing of power) kedua istilah tersebut mempunyai keterkaitan yang erat, dan tidak dapat dipisahkan, artinya, jika berbicara mengenai otonomi daerah, tentu akan
menyangkut pula pada pembicaraan seberapa besar wewenang untuk menyelenggarakan urusan
pemerintahan yang telah diberikan sebagai wewenang daerah, demikian pula sebaliknya.
Desentralisasi berasal dari bahasa latin, yaitu De yang berarti lepas, dan Centrum yang berarti pusat. Desentralisasi adalah penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan
aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia. dengan adanya
desentralisasi maka muncullan otonomi bagi suatu pemerintahan daerah. 16
Desentralisasi
sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian yang secara sederhana di definisikan sebagai
penyerahan kewenangan. Dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan Indonesia, desentralisasi
akhir-akhir ini seringkali dikaitkan dengan sistem pemerintahan karena dengan adanya
desentralisasi sekarang menyebabkan perubahan
Desentralisasi juga dapat diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab, kewenangan, dan
sumber-sumber daya (dana, manusia dll) dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah.
Definisi tentang Desentralisasi tidak ada yang tunggal, banyak definisi yang
dikemukakan oleh para pakar mengenai desentralisasi. Dari semua definisi yang ada, secara garis
besar ada dua definisi tentang Desentralisasi, yaitu defenisi dari perspektif administratif dan
perspektif politik. Berdasarkan perspektif administratif, desentralisasi didefinisikan sebagai the
16
transfer of administerative responsibility from central to local governments. Disini desentralisasi sesungguhnya kata lain dari dekonsentrasi sendiri, menurut Parson, adalah the sharing of power between members of the same ruling group having authority respectively in different areas of the state. Dalam bahasa UU Otonomi daerah, dekosentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Dalam perspektif politik, Mawhood mengatakan
Desentralisasi adalah devolusi kekuasaan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.
Sedangkan Smith mengatakan desentralisasi adalah the transfer of power, from top level to lower
level, in a territorial hierarchy, which could be one of government within a state, or office within
a large organization.17
Sistem desentralisasi melimpahkan kekuasaan dari pusat ke daerah untuk mengatur rumah
tangganya sendiri, hal ini mengindikasikan pembagian kekuasaan tidak lagi sekedar berada di
pusat, Dalam hal ini adalahPembagian Kekuasaan antara beberapa tingkat pemerintahan. Carl J.
Friedrich memakai istilahPembagian Kekuasaan secara Teritorial (Territorial Division of Power).
Pembagian kekuasaan secara vertikal melahirkan garis hubungan antara pusat dan daerah dalam
3 sistem yang dijelaskan pada UU No.22 tahun 1999 dan UU No.32 tahun 2004 pada pasal 1,
yakni:
1. Desentralisasi, penyerahan urusan pemerintah dari Pemerintah atau Daerah tingkat atasnya kepada Daerah menjadi urusan rumah tangganya.
2. Dekonsentrasi, pelimpahan wewenang dari Pemerintah atau Kepala Wilayah atau Kepala Instansi Vertikal tingkat atasnya kepada Pejabat-pejabat di daerah;
3. Tugas Pembantuan, tugas untuk turut serta dalam melaksanakan urusan pemerintahan yang ditugaskan kepada Pemerintah Daerah oleh Pemerintah oleh Pemerintah Daerah
atau Pemerintah Daerah tingkat atasnya dengan kewajiban mempertanggungjawabkan
kepada yang menugaskannya.
Pada hakikatnya desentralisasi adalah otonomisasi suatu masyarakat yang berada dalam
teritoir tertentu. Sebagai pancaran paham kedaulatan rakyat, tentu otonomi diberikan oleh
Pemerintah kepada masyarakat dan sama sekali bukan kepada daerah ataupun Pemerintah
17
Daerah. Ketegasan pernyataan otonomi milik masyarakat dan masyarakat sebagai subyek dan
bukan obyek otonomi perlu dicanangkan di masa depan untuk meluruskan penyelenggaraan
otonomi daerah. Hal ini menegaskan bahwa otonomisasi suatu masyarakat oleh Pemerintah tidak
saja berarti melaksanakan demokrasi tetapi juga mendorong berkembangnya prakarsa sendiri
dalam pembentukan dan pelaksanaan kebijakan untuk kepentingan masyarakat setempat. Dengan
berkembangnya prakarsa sendiri tercapailah apa yang dimaksud dengan demokrasi yaitu
pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat. Rakyat tidak saja menentukan nasibnya sendiri,
melainkan juga dan terutama memperbaiki nasibnya sendiri.18
Dasar pemikiran yang melatarbelakangi desentralisasi adalah keinginan untuk
memindahkan pengambilan keputusan untuk lebih dekat dengan mereka yang merasakan
langsung pengaruh program dan pelayanan yang dirancang dan dilaksanakan oleh pemerintah.
Hal ini akan meningkatkan relevansi antara pelayanan umum dengan kebutuhan dan kondisi
masyarakat lokal, sekaligus tetap mengejar tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah ditingkat
daerah dan nasional, dari segi sosial dan ekonomi. Inisiatif peningkatan perencanaan,
pelaksanaan, dan keuangan pembangunan sosial ekonomi diharapkan dapat menjamin
digunakannya sumber-sumber daya pemerintah secara efektif dan efisien untuk memenuhi
kebutuhan lokal.
Ada beberapa alasan mengapa pemerintah perlu melaksanakan desentralisasi kekuasaan
kepada pemerintahan daerah. Alasan-alasan ini didasarkan pada kondisi ideal yang diinginkan,
sekaligus memberikan landasan filosofis bagi penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai
sistem pemerintahan yang dianut oleh negara. Mengenai alasan-alasan ini, Joseph Riwu Kaho
menyatakan sebagai berikut :19
18
Josef Riwu Kaho, Prospek Otonomi daerah di Negara Republik Indonesia: Identifikasi faktor-faktor yang meempengaruhi penyelenggaraan Otonomi daerah . Jakarta: PT. Raja Grafindo Pesada ,1988, hal.5.
1) Dilihat dari sudut politik sebagai permainan kekuasaan,
desentralisasi dimaksudkan untuk mencegah penumpukan kekuasaan pada satu pihak saja yang
pada akhirnya dapat menimbulkan tirani; 2) Dalam bidang politik, penyelenggaraan
desentralisasi dianggap sebagai tindakan pendemokrasian untuk menarik rakyat ikut serta dalam
pemerintahan dan melatih diri dalam mempergunakan hak-hak demokrasi; 3) Dari sudut teknik
organisatoris pemerintahan, alasan mengadakan pemerintahan daerah (desentralisasi) adalah
19
semata-mata untuk mencapai suatu pemerintahan yang efisien. Apa yang dianggap lebih utama
untuk diurus oleh pemerintah setempat, pengurusannya diserahkan kepada daerah; 4) Dari sudut
kultural, desentralisasi perlu diadakan supaya perhatian dapat sepenuhnya ditumpukan kepada
kekhususan suatu daerah, seperti geografi, keadaan penduduk, kegiatan ekonomi, watak
kebudayaan atau latar belakang sejarahnya; 5) dari sudut kepentingan pembangunan ekonomi,
desentralisasi diperlukan karena pemerintahan daerah dapat lebih banyak dan secara langsung
membantu pembangunan tersebut.
Rondinelli mengklasifikasikan desentralisasi berdasarkan tujuannya menjadi empat
bentuk, yaitu desentralisasi politik, desentralisasi fiskal, desentralisasi pasar, dan desentralisasi
administratif. 20
1. Desentralisasi politik, digunakan oleh pakar ilmu politik yang menaruh perhatian di bidang demokratisasi dan masyarakat sipil untuk mengidentifikasi transfer kewenangan
pengambilan keputusan kepada unit pemerintahan yang lebih rendah atau kepada
masyarakat atau kepada lembaga perwakilan rakyat. Dengan demikian desentralisasi
politik juga melimpahkan kewenangan pengambilan keputusan kepada tingkat
pemerintahan yang lebih rendah, mendorong masyarakat dan perwakilan mereka untuk
berpartisipasi di dalam proses pengambilan keputusan. Dalam suatu struktur
desentralisasi, pemerintah tingkat bawahan merumuskan dan mengimplementasikan
kebijakan-kebijakan secara independen, tanpa intervensi dan tingkatan pemerintahan
yang lebih tinggi. Desentralisasi politik bertujuan memberikan kekuasaan yang lebih
besar dalam pengambilan keputusan kepada masyarakat melalui perwakilan yang dipilih
oleh masyarakat sehingga dengan demikian masyarakat dapat terlibat dalam penyusunan
dan implementasi kebijakan. Biasanya desentralisasi dalam bidang politik merupakan
bagian dan upaya demokratisasi sistem pemerintahan.
2. Desentralisasi pasar, umumnya digunakan oleh para ekonom untuk menganalisis dan melakukan promosi barang dan jasa yang diproduksi melalui mekanisme pasar yang
sensitif terhadap keinginan dan melalui desentralisasi pasar barang-barang dan pelayanan
publik diproduksi oleh perusahaan kecil dan menengah, kelompok masyarakat, koperasi,
dan asosiasi swasta sukarela. desentralisasi ekonomi, bertujuan lebih memberikan
tanggungjawab yang berkaitan sektor publik ke sektor swasta.
3. Desentralisasi administratif, memusatkan perhatian pada upaya ahli hukum dan pakar administrasi publik untuk menggambarkan hierarki dan distribusi kewenangan serta
fungsi-fungsi di antara unit pemerintah pusat dengan unit pemerintah non pusat
(sub-national government). Desentralisasi administratif, memiliki tiga bentuk utama yaitu
dekonsentrasi, delegasi dan devolusi, bertujuan agar penyelenggaraan pemerintahan dapat
berjalan efektif dan efisien
4. Desentralisasi fiskal, bertujuan memberikan kesempatan kepada daerah untuk menggali berbagai sumber dana, meliputi pembiayaan mandiri, dan pemulihan biaya dalam
pelayanan publik, peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), bagi hasil pajak dan
bukan pajak secara lebih tepat, transfer dana ke daerah, utamanya melalui Dana Alokasi
Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) secara lebih adil, kewenangan daerah
untuk melakukan pinjaman berdasar kebutuhan daerah.
Ada dua tujuan yang ingin dicapai melalui kebijakan desentralisasi yaitu tujuan politik
dan tujuan administratif. Tujuan Politik akan memposisikan Pemda sebagai medium pend
idikan politik bagi masyarakat di tingkat local dan secara nasional untuk mempercepat
terwujudnya civil society. Sedangkan tujuan administratif akan memposisikan Pemda sebagai
unit pemerintahan di tingkat local yang berfungsi untuk menyediakan pelayanan masyarakat
secara efektif dan ekonomis.
Elemen utama Undang-Undang dari desentralisasi ini adalah: 21
1. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 yang kemudian diubah menjadi UU No. 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur wewenang serta tanggung jawab
politik dan administratif pemerintah pusat, provinsi, kota, dan kabupaten dalam struktur
yang terdesentralisasi.
21
2. Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang kemudian diubah menjadi UU No. 33 Tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
memberikan dasar hukum bagi desentralisasi fiskal dengan menetapkan aturan baru
tentang pembagian sumber-sumber pendapatan dan transfer antarpemerintah. Kemudian
UU No. 12 tahun 2008 tentang pemerintahan daerah.
Undang-undang di atas mencakup semua aspek utama dalam desentralisasi fiskal dan
administrasi. Berdasarkan kedua undang-undang ini, sejumlah besar fungsi-fungsi pemerintahan
dialihkan dari pusat ke daerah sejak awal 2001 dalam banyak hal melewati provinsi. Berdasarkan
undang-undang ini, semua fungsi pelayanan publik kecuali pertahanan, urusan luar negeri,
kebijakan moneter dan fiskal, urusan perdagangan dan hukum, telah dialihkan ke daerah otonom.
Kota dan Kabupaten memikul tanggung jawab di hampir semua bidang pelayanan publik seperti
kesehatan, pendidikan, dan prasarana; dengan provinsi bertindak sebagai koordinator. Jika ada
tugas-tugas lain yang tidak disebut dalam undang-undang, hal itu berada dalam tanggung jawab
pemerintah daerah.
Pergeseran konstitusional ini diiringi oleh pengalihan ribuan kantor wilayah (perangkat
pusat) dan pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara langsung mulai tahun 2005. Lebih
penting lagi, Dana Alokasi Umum atau DAU yang berupa block grant menjadi mekanisme utama
dalam transfer fiskal ke pemerintah daerah, menandai berakhirnya pengendalian pusat terhadap
anggaran dan pengambilan keputusan keuangan daerah. DAU ditentukan berdasarkan suatu
formula yang ditujukan untuk memeratakan kapasitas fiskal pemerintah daerah guna memenuhi
kebutuhan pengeluarannya. Pemerintah Pusat juga akan berbagi penerimaan dari sektor Sumber
Daya Alam (SDA) pertambangan, kehutanan, perkebunan, perikanan, dan sumber-sumber lain
dengan pemerintah daerah otonom.
Kewenangan akan pengelolaan Sumber daya Alam (SDA) oleh pemerintah daerah