Studi Kasus Terowongan Diversion Tunnel Rencana Bendungan Jambu Aye, Nangro Aceh Darusalam
(Komunitas Bidang Ilmu : Geoteknik)
SKRIPSI
Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Sipil dari Universitas Komputer Indonesia
Oleh
JUNAIDA WALLY 13010003
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR TABEL ... xxiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1-1
1.1 Latar Belakang ... 1-1 1.2 Maksud dan Tujuan ... 1-1 1.3 Pembatasan Masalah... 1-2 1.4 Sistematika Pembahasan Masalah ... 1-2 BAB II STUDI LITERATUR ... 2-1
2.1.6 Metode Kontruksi Terowongan... ... 2-8 2.1.7 Metode Pelaksanaan Terowongan... ... 2-13 2.1.7.1 Pekerjaan Persiapan... ... 2-13 2.1.7.2 Pekerjaan Galian Terowongan (Tunnel Driving) .... 2-15 2.1.7.3 Pekerjaan Pembuangan Hasil Galian ... 2-17 2.1.7.4 Pekerjaan Galian Pada Rock... ... 2-17 2.1.7.5 Pengendalian Air Tanah... ... 2-24 2.1.8 Fasilitas Untuk Pekerjaan Galian... ... 2-29 2.1.9 Steel Support... ... 2-29 2.1.10 Lining Tunnel ... 2-30 2.2 Mekanika Batuan ... 2-33 2.2.1 Perilaku Batuan ... 2-33 2.2.2 Sifat Fisik dan Sifat Mekanik Batuan ... 2-35 2.2.2.1 Penentuan Sifat Fisik Batuan ... 2-35 2.2.2.2 Penentuan Sifat Mekanik Batuan ... 2-36 2.2.3 Kriteria Keruntuhan Batuan ... 2-43
2.2.3.1 Kriteria Mohr – Coulomb ... 2-43 2.2.3.2 Kriteria Hoek-Brown ... 2-46 2.2.3.3 Kriteria Tegangan Tarik Maksimum ... 2-52
2.2.3.4 Kriteria Tegangan Geser Maksimum ... 2-53 2.2.4 Korelasi Parameter Batuan ... 2-53 2.2.4 Pemodelan Pada Batuan ... 2-58 2.3 Struktur Geologi Batuan ... 2-58
2.3.3 Bidang Diskontinu ... 2-60 2.3.3.1 Bidang Perlapisan... ... 2-60 2.3.3.2 Patahan/Sesar (Faults) ... 2-61 2.3.3.3 Lipatan (Folds) ... 2-64 2.3.3.4 Kekar (Joint) ... 2-66 2.3.3.5 Bidang Ketidakselarasan (Unconformity) ... 2-73 2.4 Metode Analisis dan Desain Terowongan... ... 2-77 2.4.1 Metode Analitis... ... 2-77 2.4.1.1 Metode Elastis ... 2-78 2.4.1.2 Metode Plastis dan Elastoplastis... ... 2-80 2.4.1.2.1 Analisis Plastis pada Material Kohesif .... 2-81 2.4.1.2.2 Analisis Plastis pada Material Non Kohesif 2-83 2.4.2 Metode Empirik... ... 2-85
2.4.2.1 Terzaghi‟s Rock Mass Classification or Rock Load Classification Method ... 2-87 2.4.2.2 Klasifikasi Stand-Up Time... ... 2-90 2.4.2.3 Rock Quality Designing Index (RQD)... ... 2-91 2.4.2.3.1 Metode Langsung... ... 2-91 2.4.2.3.2 Metode Tidak Langsung... ... 2-94
2.4.3.2 Material Elastik Linier... ... 2-127 2.4.3.1 Kondisi Plane Strain ... 2-128 2.4.3.2 Kondisi Plane Stress... ... 2-129 2.4.3.1 Kondisi Axially Symetric Solid ... 2-129 BAB III METODE PENELITIAN... 3-1
3.1 Umum ... 3-1 3.2 Studi Literatur ... 3-2 3.3 Pengumpulan Data Batuan ... 3-2 3.4 Penentuan Parameter Desain ... 3-2 3.5 Analisis Desain Terowongan pada Batuan. ... 3-3 3.6 Metode Empirik ... 3-3 3.7 Metode Numerik ... 3-4
BAB IV METODE PERHITUNGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE ... ... 4-1
4.1 Umum ... 4-1 4.2 Program Komputer Phase2 ... 4-1
4.2.1 Pendahuluan ... 4-1 4.2.2 Model (Input Data)... ... 4-3
4.2.2.1 Project Setting ... 4-3
4.2.2.8 Excavating ... 4-20 4.2.3 Compute (Perhitungan dalam Phase2) ... 4-23 4.2.4 Interpret (Output Data)... ... 4-24
4.2.4.1 Total Displacement ... 4-24 4.2.4.2 Lining/Shotcrete ... 4-25 4.3 Program Komputer Plaxis 3D Tunnel ... 4-27 4.3.1 Penduluan ... 4-27 4.3.2 Input Data... ... 4-30
4.3.2.1 General Setting ... 4-30 4.3.2.2 Geometry Contour and Structures ... 4-32 4.3.2.3 Boundary Conditions ... 4-35 4.3.2.4 Material Data Sets ... 4-36 4.3.2.5 2D Mesh Generation ... 4-41 4.3.2.6 3D Mesh Generation ... 4-42 4.3.2.7 Initial Condition ... 4-43 4.3.3 Calculations (Perhitungan dalam Plaxis 3D Tunnel) ... 4-46
4.3.4 Output Data... ... 4-52 4.3.4.1 Total Diplacement ... 4-52 4.3.4.2 Lining/Shotcrete ... 4-56
5.4.2 Data Geologi ... 5-4 5.4.3 Parameter Batuan ... 5-5 5.5 Analisis Desain Terowongan ... 5-11 5.5.1 Analisis Desain Terowongan dengan Metode Empirik ... 5-11 5.5.1.1 Terzaghi’s Rock Mass Classification ... 5-11 5.5.1.2 Klasifikasi Stund Up Time ... 5-12 5.5.1.3 Rock Mass Rating System (RMR) ... 5-13 5.5.1.4 Rock Quality Designing Index (RQD) ... 5-17 5.5.1.5 Rock Structure Rating (RSR) ... 5-17 5.5.1.6 Rock Mass Quality (Q) System ... 5-17 5.5.2 Analisis Desain Terowongan dengan Menggunakan
PHASE2 ... 5-28 5.5.2.1 Analisis PHASE2 Tanpa Support dan Tidak
Mempertimbangkan Joint ... 5-29 5.5.2.2 Analisis PHASE2 Dengan Support dan Tidak
Mempertimbangkan Joint ... 5-31
5.5.2.3 Analisis PHASE2 Tanpa Support dan
Mempertimbangkan Joint ... 5-38 5.5.2.4 Analisis PHASE2 Dengan Support dan
Mempertimbangkan Joint ... 5-41 5.5.3 Perbandingan Pengaruh Support dan Joint Pada Analisis
PHASE2 ... 5-48
5.5.4 Analisis Desain Terowongan dengan Menggunakan Plaxis 3D Tunnel ... 5-50
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 6-1 6.1 Kesimpulan ... 6-1 6.2 Saran ... 6-2 DAFTAR PUSTAKA... ... xxviii
LAMPIRAN... ... xxx
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2. 1 Bentuk terowongan lingkaran ... 2-2 Gambar 2. 2 Bentuk terowongan kotak... 2-2 Gambar 2. 3 Bentuk terowongan tapal kuda ... 2-3 Gambar 2. 4 Bentuk terowongan oval... 2-3 Gambar 2. 5 Bentuk terowongan poligon ... 2-4 Gambar 2. 6 Shield tunneling... 2-8 Gambar 2. 7 Cut and Cover System ... 2-9
Gambar 2. 22 Metode Sumuran Vertikal ... 2-23 Gambar 2. 23 Metode Pilot Tunnel . ... 2-24 Gambar 2. 24 Ilustrasi dari proses Dewatering . ... 2-25 Gambar 2. 25 Tipikal Instalasi Deep well ... 2-25 Gambar 2. 26 Aplikasi Grouting Pada Saluran Air ... 2-26 Gambar 2. 27 Pemakaian Compressed Air dalam Penggalian Terowongan . . 2-27 Gambar 2. 28 Proses Ground Freezing pada Terowongan Essen ... 2-28 Gambar 2. 29 Ilustrasi prinsip Eektro-osmosis pada Proses Dewatering ... 2-29 Gambar 2. 30 Macam-macam Stell Support . ... 2-30 Gambar 2. 31 Ketebalan Lining ... 2-31 Gambar 2. 32 Penulangan Lining ... 2-31 Gambar 2. 33 Bermacam-macam metode pengecoran (Asiyanto, 2012) ... 2-33 Gambar 2.34 (a,b) Kurva tegangan-regangan, (c) Kurva regangan-waktu
untuk perilaku elastik linier dan elastik non linier ... 2-34 Gambar 2. 35 (a) Kurva tegangan-regangan dan (b) Kurva regangan-waktu
untuk perilaku batuan elasto plastik ... 2-34
Gambar 2.36 Penyebaran tegangan didalam percontoh batu (a) teoritis dan (b) eksperimental, (c) Bentuk pecahan teoritis dan (d) Bentuk pecahan eksperimental... 2-37
Gambar 2. 44 Kriteria keruntuhan Mohr – Coulomb ... 2-45 Gambar 2. 45 Penentuan Faktor Keamanan ... 2-46 Gambar 2.46 GSI untuk karakterisasi massa batuan blocky berdasarkan
Interlocking dan kondisi joint (Hoek, 2000) ... 2-49 Gambar 2. 47 Perkiraan Kekuatan Geologi Index GSI untuk massa batuan
heterogen seperti Flysch (After Marinos and Hoek, 2001) ... 2-50 Gambar 2. 48 Grafik untuk menentukan nilai kohesi batuan (Hoek, 200) ... 2-51 Gambar 2. 49 Grafik untuk menentukan nilai sudut geser bataun (Hoek, 2000)
... 2-51 Gambar 2. 50 Konsep Pembentukkan Massa Batuan (Palmstrom, 2001) ... 2-59 Gambar 2. 51 Bidang perlapisan pada batuan ... 2-61 Gambar 2. 52 Macam-macam struktur sesar dalam geologi ... 2-62 Gambar 2. 53 Dip dan Strike... 2-64 Gambar 2. 54 Lipatan Sinklin (Syncline folds) ... 2-65 Gambar 2. 55 Lipatan Antiklin (Anticline folds) ... 2-65 Gambar 2. 56 Srinkage Joint. ... 2-67
Gambar 2. 57 Sheet Joint. ... 2-68 Gambar 2. 58 Sistematik Joint. ... 2-68 Gambar 2. 59 Non Sistematik Joint ... 2-69
Gambar 2. 67 Paraconformity . ... 2-75 Gambar 2. 68 Diagram Blok dengan 3 Joint Set ... 2-76 Gambar 2. 69 Strike dan Dip... 2-77 Gambar 2. 70 Penamaan tegangan-tegangan berdasarkan solusi Kirsch pada
lubang silindris di dalam medium elastis yang isotropis dan
homogen ... 2-79 Gambar 2. 71 Distribusi tegangan disekitar terowongan lingkarna pada
media elastis, isotropic, dan homogen (Paulus P.Raharjo,
2004). ... 2-80 Gambar 2. 72 Daerah plastis disekitar lingkaran terowongan pada
material kohesif ... 2-82 Gambar 2. 73 Radius dari Zona plastis sebagai fungsi dari parameter
tanah (Paulus P.Raharjo, 2004). ... 2-84 Gambar 2. 74 Distribusi tegangan disekeliling tegangan terowongan
untuk kasus tertentu (Paulus P.Raharjo, 2004) ... 2-85 Gambar 2. 75 Konsep Terzaghi (1946) ... 2-88
Gambar 2. 76 Contoh aplikasi rockbolt ... 2-89 Gambar 2. 77 Metode pengukuran RQD menurut Deere. ... 2-92 Gambar 2. 78 Metode pengukuran RQD menurut CNI ... 2-94
Gambar 2. 79 Hubungan RQD dan Jv Palmstron (1982)... 2-95 Gambar 2. 80 Perkiraan support RSR untuk terowongan bentuk lingkaran
dengan diameter 24 feet (7.3 m) ... 2-99 Gambar 2. 81 Contoh Petunjuk Penggalian ... 2-109 Gambar 2. 82 Grafik hubungan stand up time, span dan klasifiksai RMR
Gambar 2. 84 Grafik Penentuan Rekomendasi Penyangga Berdasarkan
Q-System ... 2-119 Gambar 2. 85 Hubungan antara variabel-variabel dalam penyusunan
persamaan elemen hingga (Chen and Baladi, 1985) ... 2-126 Gambar 2. 86 Elemen Axisymmetric (Cook, 1989) ... 2-130 Gambar 3. 1 Diagram alir metode penelitian ... 3-1 Gambar 4. 1 Diagram alir PHASE2 ... 4-2 Gambar 4. 2 Tampilan project setting ... 4-3 Gambar 4. 3 Tampilan Add External ... 4-5 Gambar 4. 4 Tampilan Add Excavation ... 4-6 Gambar 4. 5 Tampilan Creat Joint ... 4-6 Gambar 4. 6 Tampilan add joint ... 4-7 Gambar 4. 7 Tampilan add piezometric line ... 4-7 Gambar 4. 8 Tampilan Add Stage ... 4-8 Gambar 4. 9 Tampilan mesh setup ... 4-9 Gambar 4. 10 Tampilan discretize ... 4-10
Gambar 4. 11 Tampilan mesh ... 4-10 Gambar 4. 12 Tampilan boundary condition ... 4-12 Gambar 4. 13 Tampilan field stress properties ... 4-13
Gambar 4. 14 Tampilan Field Stress ... 4-13 Gambar 4. 15 Tampilan add iner... 4-14 Gambar 4. 16 Tampilan define material properties batuan untuk model
Mohr Coulumb ... 4-15 Gambar 4. 17 Tampilan define material properties batuan untuk model
Gambar 4. 19 Tampilan Define Joint Properties ... 4-19 Gambar 4. 20 Tampilan excavate pada jendela assign material ... 4-21 Gambar 4. 21 Tampilan galian top heading PHASE2 ... 4-22 Gambar 4. 22 Tampilan galian bench PHASE2... 4-22 Gambar 4. 23 Tampilan assign liner ... 4-23 Gambar 4. 24 Tampilan Total Displacement Top Heading PHASE2 ... 4-24 Gambar 4. 25 Tampilan Total Displacement Bench PHASE2 ... 4-25 Gambar 4. 26 Tampilan show values liner... 4-25 Gambar 4. 27 Tampilan output bending moment liner top heading PHASE2. 4-26 Gambar 4. 28 Tampilan output bending moment liner bench PHASE2 ... 4-26 Gambar 4. 29 Tampilan output sheer force liner top heading PHASE2 ... 4-27 Gambar 4. 30 Tampilan output sheer force liner bench PHASE2 ... 4-27 Gambar 4. 31 Diagram Alir Plaxis 3D ... 4-29 Gambar 4. 32 Tampilan Creat/Open Object ... 4-30 Gambar 4. 33 Tampilan tab parameter general setting ... 4-31 Gambar 4. 34 Tampilan tab dimension general setting... 4-32
Gambar 4. 35 Tampilan geometry contour ... 4-33 Gambar 4. 36 Tampilan tunnel designer ... 4-34 Gambar 4. 37 Tampilan geometry stucture ... 4-35
Gambar 4. 44 Tampilan plates properties ... 4-40 Gambar 4. 45 Tampilan drag material ... 4-41 Gambar 4. 46 Tampilan 2D mesh generation ... 4-41 Gambar 4. 47 Tampilan input koodinat z-palne... 4-42 Gambar 4. 48 Tampilan rear plane ... 4-43 Gambar 4. 49 Tampilan 3D mesh generation ... 4-43 Gambar 4. 50 Tampilan water weight ... 4-44 Gambar 4. 51 Tampilan input muka air tanah... 4-44 Gambar 4. 52 Tampilan pore pressure ... 4-45 Gambar 4. 53 Tampilan K0-procedure ... 4-45 Gambar 4. 54 Tampilan initial soil stresses ... 4-46 Gambar 4. 55 Tampilan save project ... 4-46 Gambar 4. 56 Tampilan calculation ... 4-47 Gambar 4. 57 Tampilan input plate... 4-48 Gambar 4. 58 Tampilan slice 1 <Phase 1> ... 4-48 Gambar 4. 59 Tampilan slice 1 <Phase 2> ... 4-49
Gambar 4. 60 Tampilan select node for displacement curve ... 4-50 Gambar 4. 61 Tampilan select stress pint for stress/strain curve ... 4-50 Gambar 4. 62 Tampilan proses calculation ... 4-51
Gambar 4. 69 Total Displacement Bench Plaxis 3D Tunnel . ... 4-55 Gambar 4. 70 Arah Axial Force (manual Plaxis 3D Tunnel) ... 4-56 Gambar 4. 71 Arah Shear Force (manual Plaxis 3D Tunnel) ... 4-56 Gambar 4. 72 Arah Bending Moment (manual Plaxis 3D Tunnel) ... 4-57 Gambar 4. 73 Bending Moment Shotcrete Top Heading Plaxis 3D Tunnel .... 4-57 Gambar 4. 74 Bending Moment Shotcrete Bench Plaxis 3D Tunnel ... 4-58 Gambar 4. 75 Shear Force Shotcrete Top Heading Plaxis 3D Tunnel... 4-58 Gambar 4. 76 Shear Force Shotcrete Bench Plaxis 3D Tunnel ... 4-59 Gambar 5. 1 Lokasi Studi ... 5-1 Gambar 5. 2 Penampang Terowong ... 5-3 Gambar 5. 3 Profil melintang geologi sepanjang as terowongan... 5-4 Gambar 5. 4 Parameter desain modulus young ... 5-10 Gambar 5. 5 Stand Up Time untuk batu pasir RMR
(after Bieniawski 1989) ... 5-15 Gambar 5. 6 Grafik Penentuan Rekomendasi Penyangga Berdasarkan
Q-System untuk Batu Lumpur (After Grimstad & Barton,
1993) ... 5-19 Gambar 5. 7 Grafik Penentuan Rekomendasi Penyangga Berdasarkan
Q-System untuk Batu Pasir (After Grimstad & Barton,
1993) ... 5-22 Gambar 5. 8 Total Displacement Top Heading dengan Pemodelan
Mohr-Coulumb PHASE2 Tanpa Support dan Tidak
Mempertimbangkan Joint ... 5-29 Gambar 5. 9 Total Displacement Bench dengan Pemodelan
Mohr-Coulumb PHASE2 Tanpa Support dan Tidak
Gambar 5. 10 Total Displacement Top Heading dengan Pemodelan Hoek and Brown PHASE2 Tanpa Support dan Tidak
Mempertimbangkan Joint ... 5-30 Gambar 5. 11 Total Displacement Bench dengan Pemodelan
Hoek and Brown PHASE2 Tanpa Support dan Tidak
Mempertimbangkan Joint ... 5-31 Gambar 5. 12 Total Displacement Top Heading dengan Pemodelan
Mohr-Coulumb PHASE2 Dengan Support dan Tidak
Mempertimbangkan Joint ... 5-32 Gambar 5. 13 Total Displacement Bench dengan Pemodelan
Mohr-Coulumb PHASE2 Dengan Support dan Tidak
Mempertimbangkan Joint ... 5-32 Gambar 5. 14 Bending Moment Shotcrete Top Heading Mohr Coulumb
PHASE2 Dengan Support dan Tidak Mempertimbangkan
Joint ... 5-33 Gambar 5. 15 Bending Moment Shotcrete Bench Mohr Coulumb
PHASE2 Dengan Support dan Tidak Mempertimbangkan
Joint ... 5-33 Gambar 5. 16 Shear Force Shotcrete Top Heading Mohr Coulumb
PHASE2 Dengan Support dan Tidak Mempertimbangkan
Joint ... 5-34 Gambar 5. 17 Shear Force Shotcrete Bench Mohr Coulumb PHASE2
Dengan Support dan Tidak Mempertimbangkan Joint ... 5-34 Gambar 5. 18 Total Displacement Top Heading dengan Pemodelan Hoek
and Brown PHASE2 Dengan Support dan Tidak
Mempertimbangkan Joint ... 5-35 Gambar 5. 19 Total Displacement Bench dengan Pemodelan Hoek and
Brown PHASE2 Dengan Support dan Tidak
Gambar 5. 20 Bending Moment Shotcrete Top Heading Hoek and Brown PHASE2 Dengan Support dan Tidak Mempertimbangkan
Joint ... 5-36 Gambar 5. 21 Bending Moment Shotcrete Bench Hoek and Brown
PHASE2 Dengan Support dan Tidak Mempertimbangkan
Joint ... 5-36 Gambar 5. 22 Shear Force Shotcrete Top Heading Hoek and Brown
PHASE2 Dengan Support dan Tidak Mempertimbangkan
Joint ... 5-37 Gambar 5. 23 Shear Force Shotcrete Bench Hoek and Brown PHASE2
Dengan Support dan Tidak Mempertimbangkan Joint ... 5-37 Gambar 5. 24 Total Displacement Top Heading dengan Pemodelan
Mohr-Coulumb PHASE2 Tanpa Support dan Mempertimbangkan
Joint ... 5-39 Gambar 5. 25 Total Displacement Bench dengan Pemodelan Mohr-
Coulumb PHASE2 Tanpa Support dan Mempertimbangkan
Joint ... 5-39 Gambar 5. 26 Total Displacement Top Heading dengan Pemodelan Hoek
and Brown PHASE2 Tanpa Support dan Mempertimbangkan Joint ... 5-40 Gambar 5. 27 Total Displacement Bench dengan Pemodelan Hoek and
Brown PHASE2 Tanpa Support dan Mempertimbangkan
Joint ... 5-40 Gambar 5. 28 Total Displacement Top Heading dengan Pemodelan
Mohr-Coulumb PHASE2 Dengan Support dan
Mempertimbangkan Joint ... 5-41 Gambar 5. 29 Total Displacement Top Bench dengan Pemodelan
Gambar 5. 30 Bending Moment Shotcrete Top Heading Mohr Coulumb
PHASE2 Dengan Support dan Mempertimbangkan Joint ... 5-42 Gambar 5. 31 Bending Moment Shotcrete Bench Mohr Coulumb
PHASE2 Dengan Support dan Mempertimbangkan Joint ... 5-43 Gambar 5. 32 Shear Force Shotcrete Top Heading Mohr Coulumb
PHASE2 Dengan Support dan Mempertimbangkan Joint ... 5-43 Gambar 5. 33 Shear Force Shotcrete Bench Mohr Coulumb PHASE2
Dengan Support dan Mempertimbangkan Joint ... 5-44 Gambar 5. 34 Total Displacement Top Heading dengan Pemodelan Hoek
and Brown PHASE2 Dengan Support dan Mempertimbangkan Joint ... 5-44 Gambar 5. 35 Total Displacement Bench dengan Pemodelan Hoeak and
Brown PHASE2 Dengan Support dan Mempertimbangkan
Joint ... 5-45 Gambar 5. 36 Bending Moment Shotcrete Top Heading Hoek and Brown
PHASE2 Dengan Support dan Mempertimbangkan Joint ... 5-45
Gambar 5. 37 Bending Moment Shotcrete Bench Hoek and Brown
PHASE2 Dengan Support dan Mempertimbangkan Joint ... 5-46 Gambar 5. 38 Shear Force Shotcrete Top Heading Hoek and Brown
PHASE2 Dengan Support dan Mempertimbangkan Joint ... 5-46 Gambar 5. 39 Shear Force Shotcrete Bench Hoek and Brown PHASE2
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Nilai miuntuk batuan utuh (Hoek, 2000) ... 2-41
Tabel 2. 2 Pedoman untuk menentukan besarnya nilai D (Hoek,200)... 2-46 Tabel 2. 3 Porasities of Some Typical Rocks Showing Effects of Age and
Deptha ... 2-47 Tabel 2. 4 Specific Gravities of Common Minerals ... 2-48 Tabel 2. 5 Dry Densities of Some Typical Rocks ... 2-48 Tabel 2. 6 Conductivtties of Typical Rock ... 2-49 Tabel 2. 7 Typical Point Load Index Values... 2-49 Tabel 2. 8 Kuat tekan uniaksial dan kuat tarik dari beberapa jenis bataun
(Peters, 1978) ... 2-49 Tabel 2. 9 Weathering indices for granite (after Irfan & Dearman, 1978) ... 2-50 Tabel 2. 10 Physical properties of fresh rock materials ... 2-50 Tabel 2. 11 Mechanical properties of rock materials ... 2-51 Tabel 2. 12 Selected equations for estimating deformation modulus of rock
mass Emass ... 2-51
Tabel 2. 20 Adjustment Factor untuk berbagai diameter terowongan ... 2-92 Tabel 2. 21 Kekuatan material batuan utuh (Bieniawski, 1989) ... 2-95 Tabel 2. 22 Rock Quality Designation (RQD) (Bieniawski, 1989) ... 2-95 Tabel 2. 23 Jarak antar (spasi) kekar (Bieniawski, 1989) ... 2-96 Tabel 2. 24 Penggolongan dan pembobotan kekasaran menurut Bienawski
(1976) ... 2-97 Tabel 2. 25 Tingkat pelapukan batuan (Bieniawski, 1976) ... 2-98 Tabel 2. 26 Panduan Klasifikasi Kondisi Kekar (Bieniawski, 1989) ... 2-98 Tabel 2. 27 Kondisi air tanah (Bieniawski, 1989) ... 2-99 Tabel 2. 28 Penyesuaian rating untuk orientasi bidang-bidang
diskontinuitas ... 2-100 Tabel 2. 29 Kelas massa batuan, kohesi dan sudut geser dalam berdasarkan
nlai RMR (Bieniawski, 1989) ... 2-100 Tabel 2. 30 Rock Mass Rating System (Bieniawski, 1989) ... 2-100 Tabel 2. 31 Petunjuk untuk penggalian dan penyangga terowongan batuan
dengan sistem RMR ... 2-102
Tabel 2. 32 RQD-values and volumetric jointing. ... 2-106 Tabel 2. 33 Jn-values... 2-106 Tabel 2. 34 Jr – values... 2-107
Tabel 2. 35 Ja –values ... 2-107 Tabel 2. 36 Jw – values ... 2-108 Tabel 2. 37 SRF-values ... 2-109 Tabel 2. 38 Conversion from actual Q-values to adjusted Q-values for
Tabel 2. 41 Penyelesaian soal berdasarkan metode RMR. ... 2-115 Tabel 2. 42 Penyelesaian soal berdasarkan metode Q-system. ... 2-116 Tabel 4. 1 Koordinat penampang terowongan ... 4-5 Tabel 4. 2 Parameter batuan untuk kedua tipe keruntuhan ... 4-17 Tabel 4. 3 Parameter liner ... 4-19 Tabel 4. 4 Parameter Joint ... 4-20 Tabel 4. 5 Parameter batuan Plaxis 3D Tunnel ... 4-38 Tabel 4. 6 Parameter lining (plates) Plaxis 3D Tunnel ... 4-39 Tabel 5. 1 Parameter batuan Phase2 ... 5-10 Tabel 5. 2 Parameter batuan Plaxis 3dTunnel ... 5-11 Tabel 5. 3 Analisis klasifikasi RMR untuk batu lumpur ... 5-13 Tabel 5. 4 Analisis klasifikasi RMR untuk batu lumpur ... 5-16 Tabel 5. 5 Analisis Q-System untuk batu lumpur ... 5-18 Tabel 5. 6 Analisis Q-System untuk batu pasir ... 5-21 Tabel 5. 7 Tabel Hasil dari Metode Empiris ... 5-24 Tabel 5. 8 Tabel Perabandingan studi kasus dan tugas akhir ... 5-27
Tabel 5. 9 Nilai total displacement PHASE2 tanpa support dan tidak
memepertimbangkan joint untuk kedua jenis pemodelan tanah ... 5-31 Tabel 5. 10 Nilai total displacement displacement PHASE2 dengan support
dan tidak memepertimbangkan joint untuk kedua jenis pemodelan tanah ... 5-38 Tabel 5. 11 Hasil analisis support PHASE2 dengan support dan tidak
memepertimbangkan joint untuk kedua jenis pemodelan tanah ... 5-38 Tabel 5. 12 Nilai total displacement displacement PHASE2 dengan
support dan tidak memepertimbangkan joint untuk kedua
Tabel 5. 13 Nilai total displacement displacement PHASE2 dengan support dan mempertimbangkan joint untuk kedua jenis
pemodelan tanah ... 5-47 Tabel 5. 14 Hasil analisis support PHASE2 dengan support dan tidak
mempertimbangkan joint untuk kedua jenis pemodelan tanah ... 5-47 Tabel 5. 15 Pengaruh support pada PHASE2 dengan tidak
mempertimbangkan joint... 5-48 Tabel 5. 16 Pengaruh support pada PHASE2 dengan mempertimbangkan
joint... 5-49 Tabel 5. 17 Pengaruh joint pada PHASE2 untuk kondisi support ... 5-49 Tabel 5. 18 Pengaruh joint pada PHASE2 untuk kondisi unsupport ... 5-49 Tabel 5. 19 Hasil Analisis total displacemnet Plaxis 3D Tunnel ... 5-54 Tabel 5. 20 Hasil analisis support Plaxis 3D Tunnel ... 5-55 Tabel 5. 21 Hasil analisis total displacement PHASE2 2D dan Plaxis 3D
Tunnel Tanpa Support ... 5-55 Tabel 5. 22 Hasil analisis gaya dalam PHASE2 2D dan Plaxis 3D Tunnel
Dengan Support ... 5-56 Tabel 5. 23 Niali tegangan yang terjadi di atas terowongan untuk metode
DAFTAR PUSTAKA
Andarhtamp (2007), Studi Analisis Pengaruh Pembangunan Terowongan MRT Terhadap. Lingkungan Sekitar Dengan Menggunakan MetodeElemen Hingga.
http://digilib.itb.ac.id/files/disk1/545/jbptitbpp-gdl-andarhtamp-27221-3-2007ta-2.pdf
Alphazero (2013), Kekar, Joint, Fracture dan Rekahan.
http://tambangunp.blogspot.com/2013/03/kekar-joint-fracture-rekahan.html
Ansyari Isya (2013), Struktur Geologi.
http://learnmine.blogspot.com/2013/04/geologi-struktur.html
Arild Palmström, Ph.D dan Rajbal Singh, Ph.D (2001), The Deformation Modulus Of Rock Masses - comparisons between in situ tests and indirect estimates.
Asiyanto (2012), Metode Konstruksi Terowongan. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press).
Bahrul Agus (2014), Pelajaran Teknik Sipil
http://freecivilengineeringscience.blogspot.com/2013/04/pelajaran-teknik-sipil.html
Central Subway (2012), FSEIS-SEIR Chapter 6.
http://centralsubwaysf.com/FSEIS-SEIR-Chapter-6
CH Karnchang Public Company Limited (2006), Tunneling in Soft Clay By Cut & Cover & Shield Tunnel.
http://www.ch-karnchang.co.th/articles_en.php?option=detail&nid=76
Chapter 4: Properties Of Rock Materials (2014)
http://lmrwww.epfl.ch/en/ensei/Rock_Mechanics/ENS_080312_EN_JZ_No tes_Chapter_4.pdf
Dr. Marte S. Gutierrez, dkk. 2003. Distinct Element Modeling of the Shimizu Tunnel No.3 in Japan. Thesis. Virginia: Sotirios Vardakos
DSI Underground Systems Inc (2014), Steel Rib supports.
Encyclopedia Britannica (2014), Full Face Method.
http://www.britannica.com/EBchecked/topic/221829/full-face-method
Hilman Windi (2014), Sifat Mekanika Batuan
http://mataratu22.blogspot.com/2013/04/sifat-mekanik-batuan.html
Himpunan Mahasiswa Teknik Geologi (2013), Geologi Struktur.
http://hmtgsttmi12.blogspot.com/2013/07/geologi-struktur_27.html
Hindustan Time (2014), Workers fix the reinforcement lining in one of the new water tunnels.
http://www.hindustantimes.com/photos-news/photos-india/mumbaiwatersupply/Article4-261733.aspx
Hoek. E & Brown. E.T (2005), Underground Excavation in Rock. London: Institution of Mining and Metallurgy
Kawitarka Yappy (2012), Tunnel Boring Mechine.
http://mannaismayaadventure.com/2012/12/21/tunnel-boring-machine/
Kuswanto (2006), Perilaku Batuan.
http://eprints.undip.ac.id/33820/5/1617_chapter_II.pdf.
Krita Engineering Pvt.Ltd (2010), Microtunneling Method http://krita.in/method.html
Luisaam (2011), Tunneling Constuction.
http://www.slideshare.net/luisaam/tunneling-construction-natm
Mazmur Togar BB, ST. dkk (2012), Analisis Stabilitas Terowongan Batuan Dengan Metode Elemen Hingga Berdasarkan teori Mohr-Coulumb & Hoek and Brown.
Plaxis (2001), Manual Plaxis 3D Tunnel . Netherlands: PLAXIS B.V. Rocscience (2001), Manual PHASE2.
Prasastia. Ega G (2012), Tekstur dan Serpih.
http://eggz-geologirls.blogspot.com/2012/01/tekstur-dan-struktur-serpih.html
Rahardjo. Paulus P (2004), Teknik Terowongan. Bandung: Geotechnical Engineering Center, Parahyangan Catholic University.
Rizma Safprada (2011), Lipatan Bumi.
http://shafprada-rizma.blogspot.com/2011_01_13_archive.html
Rocscience (2014), Rock massproperties.
http://www.rocscience.com/hoek/corner/11_Rock_mass_properties.pdf
Saepullah Ahmad (2011), Ketidakselarasan-Unconformity .
http://medlinkup.wordpress.com/2011/09/25/ketidakselarasan-unconformity/
Sauder Richard (2006), Underground Basesm and Tunnels. http://projectcamelot.org/underground_bases.html
Suyono. Reza A. 2008. Analisis Stabilitas Terowongan Dengan Metode Element Hingga 2D dan 3D (Studi Kasus Terowongan Irigasi Panti Roa) Skripsi. Bandung: Central Library Institute Technology Bandung
Tampubolon, Andra H. 2007. Studi Analisis Pengaruh Pembangunan
Terowongan MRT Terhadap Lingkungan Sekitar dengan Metode Elemen Hingga Skripsi. Bandung: Central Library Institute Technology Bandung Tunnel Talk (2011), Immersed TubePplans for Holland's Lake Ijmeer.
http://www.tunneltalk.com/Netherlands-IJmeer-connection-Jan12-Tunnel-designs-compared.php
Tunnels (2014), Predicting TBM excavability
http://www.tunnelsonline.info/features/predicting-tbm excavability/image/ predicting-tbm-excavability-5.html
U.S. Department of Transportation/Federal Highway Administration (2013), Chapter 6 - Rock Tunneling.
https://www.fhwa.dot.gov/bridge/tunnel/pubs/nhi09010/06a.cfm
Serkan Ucer (2006), Comparison Of 2D And 3D Finite Element Models Of Tunnel Advance In Soft Ground: A Case Study On Bolu Tunnels - Comparisons Between In Situ Tests And Indirect Estimates.
Zeidler, K dan Gall, V (1999), Shotcrete Lining Design Concepts for new and Rehabilitated Tunnels
http://www.dr-sauer.com/resources/presentations-lectures/400
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat-Nya penyusunan skripsi yang berjudul “Desain Terowongan pada Batuan dengan Metode Finite Element (Studi Kasus Terowongan Diversion Channel Rencana Bendungan Tapin, Kalimantan Selatan)” dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan skripsi ini banyak mengalami kendala, namun berkat bantuan dan kerja sama dari berbagai pihak maka kendala-kendala yang dihadapi tersebut dapat diatasi. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Kedua orangtua yang banyak memberikan bantuan moril, materi, arahan, dan selalu mendoakan keberhasilan dan keselamatan selama menempuh pendidikan dan Bapak Muhammad Riza, ST., MT selaku pembimbing yang telah dengan sabar memberikan bimbingan dan saran yang sangat bermanfaat kepada penulis selama menyusun skripsi.
Selanjutnya ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Eddy Soeryanto Soegoto selaku Rektor Universitas Komputer Indonesia.
2. Bapak Prof. Dr. Ir Denny Kurniadie, M.Sc selaku Dekan Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer Universitas Komputer Indonesia.
3. Bapak DR. Y. Djoko, Setiyarto, ST,. MT selaku ketua Program Studi Teknik Sipil Universitas Komputer Indonesia yang telah memberikan dorongan dan semangat untuk segera menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
4. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Teknik Sipil Universitas Komputer Indonesia yang telah memberi bekal ilmu pengetahuan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan menyelesaikan penulisan skripsi ini.
perkuliahan maupun dalam penulisan skripsi ini. Khususnya Wilson Koven, Tri Wardani dan Cepy Herdian.
6. Teman-teman kostan 21, Kak Sulis, Nita dan Nur yang telah memberi semangat dan motivasi.
7. Seluruh kariyawan dan karyawati PT. Bima Sakti Geotama.
8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.
Akhirnya, dengan segala kerendahan hati penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan, sehingga penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Bandung, 20 Agustus 2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Terowongan adalah salah satu infrastruktur yang penting bagi peradaban modern. Pada umumnya bangunan terowongan dibuat untuk keperluan transportasi yang terhalang oleh kondisi alam yang ada, misalnya batuan yang berlapis dan bersendi yang merupakan titik lemah dalam mendesain suatu terowongan. Transportasi yang dimaksud dapat digunakan untuk keperluan khusus, misalnya untuk angkutan hasil tambang yang dieksploitasi melalui terowongan, mengantarkan air untuk keperluan irigsi, keperluan transportasi manusia, baik untuk jalan kereta api maupun jalan raya.
Studi tentang terowongan juga terus berkembang dari waktu ke waktu sehingga melahirkan teori serta metode untuk merencanakan dan mengkonstruksi terowongan. Namun demikian, masih sering dijumpai kegagalan pada terowongan dan gangguan pada lingkungan di sekitarnya. Sehingga masih dibutuhkan pemahaman yang lebih mendalam akan kondisi batuan/tanah, kondisi geologi, dan aspek-aspek perpindahan gaya yang terjadi di dalam batuan/tanah akibat penggalian atau pembuatan terowongan. Desian terowongan yang sering digunakan adalah desain terowongan dengan metode empirik. Namun seiring perkembangan zaman terciptalah program komputer finite element yang dapat digunakan untuk melakukan pengecekan ulang berdasarkan hasil metode empirik.
1.2 Maksud dan Tujuan
Pembatasan masalah tugas akhir ini meliputi hal-hal berikut:
1. Pemodelan terowongan pada batuan hanya menggunakan perkuatan shotcrete. 2. Bentuk terowongan adalah lingkaran
3. Terowongan akan ditinjau pada kondisi unsupport dan support
4. Terowongan akan ditinjau dengan mempertimbangkan joint dan tanpa joint. 5. Metode Analisis yang digunakan adalah Metode Empirik dan Metode
Numerik.
6. Program komputer yang digunakan adalah PHASE2 dan Plaxis 3D Tunnel dengan membandingkan model Mohr-Coulumb dan model Hoek and Brown. 7. Nilai yang dianalisis adalah nilai bending moment dan shear force yang
bekerja pada shotcrete dan deformasi serta tegangan yang terjadi disekitar terowongan diversion tunnel Jambo Aye, Nangro Aceh Darusalam.
1.4 Sistematika Pembahasan Masalah
Sistematika pembahasan masalah terbagi menjadi lima bab, pada masing-masing bab membahas hal-hal berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menyajikan penjelasan umum mengenai penyusunan tugas akhir, yaitu latar belakang, maksud dan tujuan, pembatasan masalah dan sistematika pembahasan masalah.
BAB II STUDI LITERATUR
Bab ini menyajikan kumpulan studi literatur yang digunakan sebagai dasar dalam penulisan tugas akhir ini. Bab ini akan berisi mengenai teori-teori yang berkaitan dengan, mekanika batuan, geologi batuan, penentuan parameter material, metode analisis desain pada terowongan, serta hal-hal yang menentukan desain terowongan.
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini menyajikan tutorial untuk mendesain terowongan dengan menggunakan program komputer finite element yaitu Plaxis 3D Tunnel dan PHASE2.
BAB V ANALISIS DATA
Bab ini menyajikan mengenai hasil analisis perhitungan yang dilakukan dalam tugas akhir. Pada bab ini akan dijelaskan analisis desain terowongan pada batuan dengan metode empirik dan metode numerik. Metode empirik terdiri dari beberapa metode antara lain Terzaghi's Rock Mass Classification, Klasifikasi Stand-Up Time, Rock Quality Designing Index (RQD), Rock Structure Rating (RSR), Rock Mass Rating System (RMR), dan Rock Mass Quality (Q) System. Sedangkan untuk metode numerik menggunakan program komputer PHASE2 dan Plaxis 3D Tunnel.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Umum
Bab ini akan membahas metode penelitian yang akan dilakukan untuk mendesain terowongan pada batuan. Berikut dijelaskan diagram alir yang menjelaskan urutan-urutan langkah yang diperlukan untuk mendesain terowongan pada batuan.
Gambar 3. 1 Diagram alir metode penelitian
Studi Literatur
Pengumpulan Data Batuan Hasil Pengujian Lapangan dan
Laboratorium
Penentuan Parameter Desain
Analisis Desain Terowongan
Metode Numerik Metode Empiris
Rock Load, Kualitas Batuan, Tebal Shotcrete, Petunjuk Penggalian dan Penyangga, Stand-up Time, Jenis Steel Support, Nilai Q, Panjang Rockbolt, Span Maksimum dan Tekanan penyangga
PHASE2 dan Plaxis 3D
Model Mohr-Coulumb Model Hoek and Brown - Terzaghi‟s Rock Mass Classification
- Klasifikasi Stand-Up Time
- Rock Quality Designing Index (RQD) - Rock Structure Rating (RSR) - Rock Mass Rating System (RMR) - Rock Mass Quality (Q) System
Mulai
Selesai
Selanjutnya akan dibahas langkah-langkah dari diagram alir diatas.
3.2 Studi literatur
Pada tahap ini penulis mengumpulkan berbagai teori mengenai mekanika batuan, struktur geologi, terowongan serta metode analisis dan desain terowongan. Studi literatur dibahas pada bab 2.
3.3 Pengumpulan data batuan
Data ini berupa parameter dari batuan yang digunakan untuk mendesain terowongan. Nilai-nilai tersebut didapat dari tes di lapangan dan di laboratorium. Dari lapangan pengujian pada batuan yang umumnya dilakukan adalah pengujian RQD dan Insitu Permeability Test. Sedangkan pengujian yang dilakukan di laboratorium adalah uji Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compressive Strength), uji Triaxial, uji Kuat Tarik-uji Brazilia (Indirect Tensile Strength Test). Dari berbagai macam pengujian tersebut akan dihasilkan berbagai paremeter tanah. Terakhir adalah pengumpulan korelasi–korelasi parameter batuan.
3.4 Penentuan parameter desain
3.5 Analisis Desain Terowongan pada Batuan
Analisis desain terowongan pada bataun menggunakan metode empirik dan metode numerik.
3.6 Metode Empirik
Pada metode empirik ini terdapat beberapa macam metode, antara lain: Terzaghi‟s Rock Mass Classification.
Metode yang diperkenalkan oleh Karl von Terzaghi pada tahun 1946 merupakan metode pertama yang cukup rasional yang mengevaluasi beban batuan untuk desain terowongan dengan penyangga baja.
Klasifikasi Stand-Up Time.
Klasifikasi yang diperkenalkan oleh Laufer pada tahun 1958 ini digunakan untuk mengetahui stand up time yang dibutuhkan untuk suatu konstruksi terowongan maka diperlukan klasifikasi Rock Mass Rating (RMR).
Rock Quality Designing Index (RQD)
Pada tahun 1967 D.U. Deere memperkenalkan Rock Quality Designation (RQD) sebagai sebuah petunjuk untuk memperkirakan kualitas dari massa batuan.
Rock Structure Rating (RSR).
Parameter geologi dan kostruksi merupakan dua faktor dari konsep RSR yang harus diperhatikan. Kedua faktor tersebut dapat dikelompokan dalam tiga parameter dasar yaitu parametar A, B dan C yang telah dijelaskan pada bab 2. Klasifikasi Rock Mass Rating (RMR) hanya dapat digunakan untuk terowongan berbentuk lingkaran dengan diameter maksimal 7.3 m.
Rock Mass Rating System (RMR).
Rock Mass Quality (Q) System
Q-System merupakan salah satu dari klasifikasi massa batuan yang dibuat berdasarkan studi kasus dilebih dari 200 kasus tunneling dan caverns. Q-system merupakan fungsi dari enam parameter yaitu Rock Quality Designation, Joint set number, Joint roughness number, Joint alteration number, Joint water reduction factor dan Stress Reduction Factor.
Metode-metode diatas dikerjakan berdasarkan data geologi dari lokasi studi. Yang kemudian data geologi ini akan sesuaikan berdasarkan tabel-tabel yang telah dijelaskan pada satudi literatur. Sehingga dari berbagai metode diatas maka akan diperoleh nilai Rock Load, Kualitas Batuan, Tebal Shotcrete, Petunjuk Penggalian dan Penyangga, Stand-up Time, Jenis Steel Support, Nilai Q, Panjang Rockbolt, Span Maksimum dan Tekanan penyangga. Dimana hasil rekomendasi penggalian dan penyangga pada metode empirik akan dianalisis ulang dengan menggunakan metode numerik.
3.7 Metode Numerik
Analisis metode numerik ini menggunakan program komputer PHASE2 dan Plaxis 3D Tunnel. Untuk PHASE2 pemodelan tanah/batuan yang digunakan adalah Mohr-Coulumb dan Hoek and Brown. Dengan mempertimbangkan joint maupun tanpa mempertimbangkan joint. Analisis PHASE2 akan ditinjau pada kondisi support dan unsupport. Dan Untuk Plaxis 3D Tunnel analisis hanya dilakukan dengan menggunakan pemodelan tanah/batuan berupa Mohr-Coulumb. Nilai yang akan dianalisis pada metode numerik adalah besarnya deformasi yang terjadi disekitar terowongan, tegangan yang bekerja disekitar terowongan, bending moment dan shear force yang bekerja pada shotcrete.
BAB IV
METODE PERHITUNGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE
4.1 Umum
Analisis desain tunnel pada studi ini akan dilakukan dengan menggunakan program komputer finite elemant . Adapun program komputer yang digunakan adalah Phase2 dan Plaxis 3D Tunnel. Phase2 digunakan untuk menganalisis bending momen yang terjadi pada lining, gaya aksial yang terjadi pada rockbolt, tegangan dan deformasi yang terjadi disekitar terowongan serta penurunan tanah diatas terowongan dalam bentuk dua dimensi. Pada Phase2 pemodelan tanah yang digunakan adalah Mohr-Coulumb dan Hoek-Brown. Sedangkan Program komputer Plaxis 3D Tunnel digunakan untuk menganalisis bending momen yang terjadi pada lining, tegangan dan deformasi yang terjadi disekitar terowongan serta penurunan tanah diatas terowongan dalam bentuk tiga dimensi. Pada Plaxis 3D Tunnel pemodelan tanah yang digunakan adalah Mohr-Coulumb.
4.2 Program Komputer Phase2
4.2.1 Pendahuluan
Gambar 4. 1 Diagram alir PHASE2
Mulai
Project Setting
Boundaries
Boundary Conditions Mesh
Properties Suppot Field Stress
Output
(Bending moment, tegangan dan serta penurunan tanah diatas terowongan )
Excavating
Selesai Input
( , , , ,TS, EA,
EI, v, w, d, UCS, m, s)
Compute
4.2.2 Model (Input Data)
4.2.2.1 Project Setting
Setting project tersedia pada menu file atau toolbar. Project setting harus dipilih pada awal pemodelan, karena beberapa pengaturan mempengaruhi ketersediaan dan operasi beberapa model.
Pada umumnya The Number of Stages, Analysis Type, and Groundwater Method selalu dipilih pada awal pemodelan.
Pengaturan lain seperti Tolerance and Solver Type dapat dirubah selama pemodelan maupun pada saat menjalankan compute.
Tahapan setting project adalah sebagai berikut:
Klik Project Settings pada toolbar. Setelah itu jendela project setting akan mucul. Tampilan project setting dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Project name dapat diisi sesuai keinginan pengguna.
Number of Stages. PHASE2 memungkinkan analisis multi-stage finite element pada penggalian hingga 50 stage. Pada studi ini stage yang di masukkan adalah 2.
Analysis Type. Dua jenis model dapat dibuat dan dianalisis dalam PHASE2. Pilih Plane Strain.
Maximum Number of Iterations. Nilai default adalah 500.
Tolerance. Nilai yang disarankan untuk tolerance adalah 0,01 - 0,001. Standarnya adalah 001.
Number of Load Steps. Secara default, The Number of Load Steps digunakan oleh COMPUTE pada setiap tahap secara otomatis ditentukan oleh PHASE2 (Number of Load Steps : Auto)
Solver Type. Opsi ini menentukan bagaimana COMPUTE memecahkan matriks mewakili sistem persamaan yang didefinisikan oleh model yang telah dibuat. Metode default adalah Eliminasi Gaussian.
Groundwater. Pada PHASE2, pengaruh air tanah dapat dimasukkan. Pilih Piezometric Lines.
4.2.2.2 Boundaries
Untuk memasukkan geometry model, Anda dapat menggunakan keyboard, mouse, atau kombinasi dari keduanya untuk memasukkan koordinat. Semua batas dimodelkan oleh serangkaian segmen garis lurus didefinisikan oleh koordinat x-y. Sistem koordinat menggunakan konvensi x adalah horisontal dan y adalah vertikal. Gunakan spasi sebagai pemisah untuk tiap koordinat. Tahapan untuk input boundaries adalah sebagai berikut:
Gambar 4. 3 Tampilan Add External
Pilih Boundaries → Add Excavation. Masukkan koordinat untuk penampang terowongan. Diameter terowongan adalah 8 m. Untuk membuat terowongan dengan bentuk penampang lingkaran yaitu masukkan koordinat pada pormpt line yang berada dikanan bawah. Koordinat yang dimasukan dapat dilihat pada data berikut:
Tabel 4. 1 Koordinat penampang terowongan
Enter vertex [a=arc,esc=quit]: a
Number of segments in arc <36>: enter 60
Enter first arc point[esc=quit]: 36 26
Enter second arc point[u=undo, esc=quit]: 44 26
Gambar 4. 4 Tampilan Add Excavation
Pilih Boundaries → Add Joint. Setelah klik add joint maka akan muncul jendela create joint seperti gambar dibwah ini:
Terima default dari program kemudian klik OK. Seteah itu masukkan koodinat titik sesuai dengan letak joint. Tampilan Add Joint dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 4. 6 Tampilan add joint
Pilih Boundaries → Add Piezometric Line. Masukkan koodinat titik (0:36.9)-(80;36.9) untuk muka air tanah. Tampilan add piezometric line dilihat pada gambar berikut ini.
Pilih Boundaries → Add Stage. Masukkan koordinat yang sesuai dengan proses penggalian yang akan dilakukan. Tampilan Add Stage dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 4. 8 Tampilan Add Stage
4.2.2.3 Mesh
Setelah mendefinisikan semua boundaries (batas), langkah selanjutnya adalah membuat mesh elemen hingga. Secara umum prosedur mesh generation dilakukan dalam dua langkah:
Discretize.
Anda harus terlebih dahulu discretize batas-batas dengan memilih opsi discretize. Proses ini membagi segmen garis batas ke discretizations yang akan membentuk kerangka jaring elemen hingga.
Mesh.
Setelah diskretisasi, pilih opsi Mesh, untuk menghasilkan mesh elemen hingga, yang akan didasarkan pada diskritisasi, dan jenis mesh serta elemen pada opsi Mesh Setup.
Mesh dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut:
Gambar 4. 9 Tampilan mesh setup
Mesh Type. Pilih Graded sebab pada kebanyakan kasus yang digunakan adalah tipe mesh Graded.
Element Type. Pilih 6 Noded Triangles.
Gradation Factor. Dalam hubungannya dengan Number of Excavation Nodes, menentukan diskritisasi dari semua batas-batas dalam model. Terima nilai default yaitu 0.1.
Default Number of Nodes on All Excavtion. Ini menentukan diskritisasi dari batas GALIAN. Terima nilai default yaitu 75.
Klik Ok.
Pilih Mesh → Discretize
Gambar 4. 10 Tampilan discretize
Pilih Mesh → Mesh
Mesh akan dihasilkan sesuai dengan Mesh Type dan Element Type pada dialog Setup Mesh. Tampilan mesh dilihat pada gambar berikut ini.
4.2.2.4 Boundary Condition
Secara default, ketika mesh dihasilkan, semua node di external boundary diberikan fixed, perpindahan boundary condition adalah nol. Hal ini ditunjukkan dengan segitiga "Pin" simbol yang dapat Anda lihat di setiap node dari external boundary.
Pada studi ini kita akan melihat besarnya penurunan tanah di atas terowongan oleh sebab itu boundary condition harus ditentukan. Boundary condition-nya yaitu free untuk permukaan tanah, fixed x untuk menahan gaya yang bekerja dalam arah x pada bagian kanan dan kiri boundary, serta fixed xy untuk menahan gaya yang bekerja dalam arah x dan y pada bagian bawah boundary. Berikut adalah cara untuk menentukan boundary condition.
Pilih Displacements→ Free
Pilih segmen batas untuk free [enter = dilakukan, esc = membatalkan]: Gunakan mouse (klik kiri) untuk memilih segmen permukaan tanah. Setelah selesai, klik kanan dan pilih done selection, atau tekan Enter.
Pilih: Displacements → Restrain X
Pilih segmen batas untuk menahan gaya arah X [enter = dilakukan, esc = membatalkan]: Gunakan mouse (klik kiri) untuk memilih tepi kiri dan kanan dari batas eksternal. Klik kanan dan pilih done selection, atau tekan Enter.
Pilih: Displacements → Restrain X,Y
Pilih segmen batas untuk menahan gaya arah X dan Y [enter = dilakukan, esc = membatalkan]: Gunakan mouse untuk memilih tepi bawah batas eksternal. Klik kanan dan pilih done selection, atau tekan Enter.
Gambar 4. 12 Tampilan boundary condition
4.2.2.5 Field Stress
Field Stres memungkinkan pengguna untuk mendefinisikan in-situ kondisi stres sebelum penggalian. Dua pilihan yang tersedia untuk mendefinisikan stres lapangan di PHASE2, Constant atau Gravity field stress. Constant field stress digunakan untuk pemodelan penggalian yang dalam. Sedangkan Gravity field stress digunakan untuk pemodelan penggalian dipermukaan atau yang dekat permukaan.
Pilih Loading→ Field Stress
Gambar 4. 13 Tampilan field stress properties
Field Stress Type. Pilih Gravity.
Ground Surface Elevation ditandai dengan garis putus-putus abu-abu horisontal, dan sesuai dengan y-koordinat dari permukaan atas batas eksternal (40 meter).
Unit Weight of Overbuden adalah nilai rata-rata dari total unit weight. Stress Ratio adalah0.5 dan Locked in Horizontal Stress adalah 0. Klik Ok.
Berikut adalah tampilan Field Stress:
4.2.2.6 Support
Bolt ditambahkan pada sebuah model menggunakan pilihan Add Liner.
Pilih Support →Add Liner.
Pilih segmen garis batas yang ingin Anda liner. Liners ditambahkan ke excavation. Ketika Anda selesai memilih, tekan Enter atau klik kanan dan pilih Done Selection. Semua segmen yang dipilih akan menampilkan segmen garis biru tebal di sepanjang excavation. Tampilan add iner dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 4. 15 Tampilan add iner
4.2.2.7 Propeties
Properti didefinisikan menggunakan pilhan Define pada toolbar atau menu Properties. Parameter tanah, bolt dan lining akan di di input dalam sub menu difine material, define bolth dan define liner. Langkahnya adalah sebagai berikut:
Define Material Properties
Setelah itu jendela define material properties akan muncul. Tampilan Tampilan define material properties untuk model Mohr Coulumb dan Hoek-Brown dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 4. 17 Tampilan define material properties batuan untuk model Hoek-Brown
Material Name. Nama Materi yang Anda masukkan di Define Material Properties dialog akan muncul di assign dialog ketika menempatkan sifat material.
Material Colour. Material Warna yang Anda pilih di Define Material Properties dialog akan muncul di assign dialog, di samping Material Name Initial Element Loading. Pilih Field Stress Only.
Elastic Properties. Pilih Isotropic. Isotropic hanya membutuhkan Young’s Modulus and Poisson’s Ratio.
Tabel 4. 2 Parameter batuan untuk kedua tipe keruntuhan
Parameter Nilai
Satuan Batu Lumpur
Material model Morh Coulumb Hoek Brown Initial Element
Loading
Field Stress Only
Field Stress
Only -
Unit Weight 0.01832 0.01832 MN/mᵌ Elastic Properties
Material Type Isotropic Isotropic - Young's Modulus 3990 3990 Mpa
Poisson's Ratio 0.15 0.15 -
Strength Parameter
Material Type Elastic Elastic -
Tensile Strenght 5 - Mpa
Friction Angle 39.5 - °
Cohesi 0.343 - Mpa
Intac UCS - 1.61 Mpa
m Parameter - 0.00 -
s Parameter - 0.00001 -
Setelah input material properties maka langkah berikutnya adalah input material liner.
Define Material Liner
Liners biasanya digunakan untuk model shotcrete. Namun, liners juga dapat digunakan untuk model beton atau baja pelapis.
Pilih Properties → Define Liner
Gambar 4. 18 Tampilan define liner properties
Name. Nama yang Anda masukkan di Define Material Properties dialog akan muncul di assign dialog ketika menempatkan sifat material.
Material Colour. Material Warna yang Anda pilih di Define Material Properties dialog akan muncul di assign dialog, di samping Material Name. Beam formulation. Pilih Timoshenko. Timoshenko memungkinkan untuk efek
deformasi geser transversal.
Tabel 4. 3 Parameter liner
Parameter Nilai Satuan
Name Liner -
Thickness 0.15 m
Beam
Formulation Timoshenko - Young's Modulus 20311 MPa Pisson's Ratio 0.2 - Material Type Elastic -
Pilih Properties → Define Joint
Tampilan define joint properties dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Tabel 4. 4 Parameter Joint
Parameter Nilai Satuan Normal Stiffness 5000 MPa/m Shear Stiffness 5882 MPa/m Criterion Mohr Coulumb - Tensile Strength 4 MPa
Cohesion 0.41 MPa
Friction Angle 42 °
Setelah proses define material selesai maka proses selajutnya adalah excavating.
4.2.2.8 Excavating
Assign Properties digunakan untuk memasukkan lapisan batuan, menggali bahan dari dalam batas penggalian, memasukkan rockbolt dan liner, caranya adalah sebagai berikut:
Pilih Properties → Assign Propertie→ Assign Material Untuk melakukan pada penggalian ikuti langkah berikut:
Pilih jenis batuan yang berada pada jendela assign material kemudian klik kiri pada lapisan batuan yang dimaksud. Karena pada studi ini lapisan tanah hanya satu maka secara otomatis program akan mengistall material tanah yang telah diinput sebelumnya.
Gambar 4. 20 Tampilan excavate pada jendela assign material
Setelah itu sebuah ikon cross-hair kecil (+) akan muncul pada akhir kursor. Tempatkan cross-hair pada bagian yang akan digali, dan klik tombol kiri mouse.
Setelah assign material langkah selanjutnya adalah assign liner.
Pilih Properties → Assign Properties→ Assign Liners Tampilan assign liners dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 4. 23 Tampilan assign liner
Untuk menginstall liner ikuti langkah berikut:
Kilk liner yang dimaksud pada jendela assign bolth atau klik isntall. Kemudian klik kiri untuk memilih liner.
Tekan enter untuk menginstall liner.
Setelah itu kilik tanda x yang berada disebelah kanan atas jendela assign material untuk menutup jendela assign. Langkah selanjutnya adalah compute.
4.2.3 Compute (Perhitungan dalam Phase2)
Simpan file terlebih dahulu sebelum menganalisis model yang telah dibuat.
Pilih File → Save
Gunakan dialog Save As untuk menyimpan file. Sekarang siap untuk menjalankan analisis.
Compute Phase2 akan menjalankan analisis. Ketika selesai, maka hasil dapat dilihat dalam Interpret.
Setelah proses perhitungan maka output akan di tampilkan pada jendela Interpret.
4.2.4 Interpret (Output Data)
Pilih Analysis → Interpret, Untuk melihat hasil analisis. Berikut adalah output phase2:
4.2.4.1 Total Displacement
Total displacement yang terjadi di sekitar terowongan dan tanah di atas terowongan dapat dilihat pada total displacemen pada jendela interpret. Tampilan Total Displacement dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 4. 25 Tampilan Total Displacement Bench PHASE2
4.2.4.5 Lining/Shotcrete
Besarnya Bending moment dan Shear force dapat dilihat pada pada jendela interpret. Caranya adalah sebagai berikut:
Pilih Analysis→ Show values
Setelah itu akan muncul jendela show values seperti gambar di bawah ini:
Check list liner dan pilih bending moment. Hal sama dapat dilakukan jika anda ingin melihat besarnya nilai sheer force pada liner. Berikut adalah tampilan dari outputbending moment dan sheer force pada liner.
Gambar 4. 29 Tampilan output sheer forceliner top heading PHASE2
Gambar 4. 30 Tampilan output sheer forceliner bench PHASE2
4.3 Program Komputer Plaxis 3D Tunnel
4.3.1 Pendahuluan
Gambar 4. 31 Diagram Alir Plaxis 3D
Mulai
General Setting
Geometry Counture dan Structure
Material Data Set Boundary Conditions
Initial Conditions 2D Mesh Generation
3D Mesh Generation
Output
(Bending moment, tegangan dan serta penurunan tanah diatas terowongan)
Calculations
Selesai Input
( , , , , ,
4.3.2 Input Data
Input data pada Plaxis 3D Tunnel di mulai dengan membuat suatu lembar kerja, Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
Mulai PLAXIS 3D Tunnel dengan mengklik dua kali ikon dari program Plaxis 3D Input.
Sebuah kotak dialog Creat/Open project akan muncul di mana kita dapat memilih project yang ada atau membuat yang baru. Tampilan create/open project dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 4. 32 Tampilan Creat/Open Object
Pilih new project baru dan klik pada tombol OK.
Setelah itu jendela General Setting akan muncul, yang terdiri dari dua lembar tab Project dan Dimension.
4.3.2.1 General Setting
Langkah pertama dalam setiap analisis adalah untuk mengatur parameter dasar dari model elemen hingga. Hal ini dilakukan dalam jendela General Setting. Pengaturan ini mencakup deskripsi masalah, orientasi model, unit dasar dan ukuran draw area. Untuk memasukkan pengaturan yang sesuai untuk perhitungan pijakan ikuti langkah berikut:
Dalam lembar tab Project, masukkan "judul" di kotak Tittle dan ketik
Dalam kotak General jenis analisis (Model) dan jenis elemen dasar (Elements) telah ditetapkan yaitu 3D parallel planes dan 15-noded. Tampilan general setting dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 4. 33 Tampilan tab parameter general setting
Kotak Acceleration menunjukkan sudut gravitasi tetap -90, yang berada dalam arah vertikal (ke bawah).
Kotak Model orientation menunjukkan declination default 0.
Klik pada tombol Next bawah lembaran tab atau klik pada tab Dimensions. Dalam lembar tab Dimensions, menggunakan unit default di kotak Units
(Satuan Panjang = m; Satuan Force = kN; Satuan Waktu = hari).
Dalam kotak Geometry dimensions ukuran draw area yang perlukan harus dimasukkan.
Kotak Grid berisi nilai-nilai untuk mengatur jarak grid. Grid menyediakan matriks titik pada layar yang dapat digunakan sebagai titik acuan.
Gambar 4. 34 Tampilan tab dimension general setting
4.3.2.2 Geometry Contour and Structures
Setelah General Setting telah selesai, area draw muncul dengan sumbu-x menunjuk ke kanan dan sumbu y menunjuk ke atas. Z-arah tegak lurus ke daerah draw, menunjuk ke arah pengguna. Sebuah model penampang 2D dapat dibuat di mana saja dalam wilayah draw. Perpanjangan ke-arah z diasumsikan kemudian. Untuk membuat objek, seseorang bisa menggunakan tombol dari toolbar atau pilihan dari menu Geometry. Untuk proyek baru, tombol garis Geometry sudah aktif. Jika opsi ini dapat dipilih dari tombol blok pertama dengan objek geometri pada toolbar atau dari menu Geometry. Dalam rangka untuk membangun kontur geometri yang diusulkan, ikuti langkah berikut:
Geometry contour:
Gambar 4. 35 Tampilan geometry contour
Geometry structure:
Pilih Tunnel designer dan jendela Tunnel designer akan muncul.
Pilih Whole Tunnel tunnel.
Cek list Symmetric tunnel dan Circular tunnel shape pada jendela Tunnel designer.
Pilih NATM Tunnel untuk Type of tunnel.
Masukkan nilai radius 4 m di section 1 dan angle : 60°. Lanjutkan ke section 2. Radius secara otomatis diperbaharui sesuai nilai radius pada section 1. Angle harus tetap pada 60°. Pastikan section 3 sesuai dengan section sebelumnya.
Gambar 4. 36 Tampilan tunnel designer
Klik Ok untuk menutup jendela Tunnel designer.
Gambar 4. 37 Tampilan geometry stucture
4.3.2.3 Boundary Conditions
Boundary conditions dilakukan sebagai berikut:
Klik ikon standart fixities, setelah standart fixities di klik maka akan muncul dua garis pararel untuk rol dan empat garis silang untuk jepit. Tampilan standart fixities dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
4.3.2.4 Material Data Sets
Setelah masukan boundary conditions maka material data set dari kelompok tanah/batuan dan objek geometri lainnya dimasukkan dalam data set. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
Klik pada Material Sets pada toolbar.
Pilih Soil & interfaces sebagai tipe Set-nya. Tampilan soil & interfaces dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 4. 39 Tampilan soil & interfaces
Gambar 4. 40 Tampilan input parameter bataun tabs general
Gambar 4. 41 Tampilan input parameter bataun tabs parameter
Untuk memasukkan nilai Tensile strength (tension cut-off) maka klik advanced pada tab parameters. Setelah itu jendela advanced parameters Mohr Coulumb akan muncul seperti gambar dibawah ini:
Gambar 4. 42 Tampilan advanced parameters Mohr Coulumb
Masukkan nilai Tensile strength (tension cut-off) dan Klik Ok untuk menutup jendela ini.
Selanjutnya adalah tab Interfaces. Setelah selesai memasukan semua data tanah atau batuan klik Ok. Material tanah/batuan dapat lihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4. 5 Parameter batuan Plaxis 3D Tunnel
Parameter Nama Batu Lumpur Satuan Material model Model
Morh-Coulumb - Type of material behaviour Type Drained - Soil weight above phr. level unsat 18.32 kN/m³ Soil weight below phr. level sat 19.9 kN/m³ Young's modulus (constant) Eref 3990000 kN/m²
Poisson's ratio 0.15 -
Cohesion (constant) cref 342 kN/m²
Friction angle 39.5 °
Dilatancy angle 9.5 °
Tensile strength (tension
Jika terdapat lebih dari 1 lapisan tanah atau batuan maka perlu untuk memasukan material data set lagi. Material data data set dapat dilakukan seperti langkah di atas.
Selain Material data set untuk soil dan interface, data set dari tipe plates harus dibuat. Caranya adalah sebagai berikut:
Pilih Plates pada windows Material sets. Tampilan plates dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 4. 43 Tampilan Plates
Klik New. Masukan data lining terowongan yang diperlukan. Data lining dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4. 6 Parameter lining (plates) Plaxis 3D Tunnel
Parameter Nama Batu Pasir Satuan
Type of behaviour Material type Elastic -
Flexural rigidity EI 12660 kNm³/m
Equivalent thickness d 0.15 m
Weight w 118.72 kN/m/m
Poisson's ratio
0.2 -Tampilan plates properties dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 4. 44 Tampilan plates properties
Klik Ok, jika semua data selesai di masukkan.
Gambar 4. 45 Tampilan drag material
4.3.2.5 2D Mesh Generation
Jika input data semua telah lengkap dimasukkan kemudian bisa dilakukan meshing 2D, yaitu membagi elemen. Caranya adalah sebagai berikut:
Klik Generate mesh pada toolbar. Setelah itu mesh akan ditampilkan pada jendela output. Kemudian kilik update untuk kembali ke input geometry. Tampilan 2D mesh generation dapat dilihat pada gambar di bawah ini
Untuk menambah jumlah mesh di sekitar terowongan dapat dilakukan dengan cara klik bagian di dalam terowongan kemudian klik refine cluster yang terdapat pada menu Mesh. Setelah itu akan muncul jendela baru kemudian klik update.
4.3.2.6 3D Mesh Generation
Massing 3D dapat dilakukan sebagai berikut:
Klik Generate 3D mesh, kemudian masukkan koordinat z-planes. Tampilan input koordinat z-plane dapat dilihat pada gambar di bawah ini
Gambar 4. 47 Tampilan input koodinat z-palne
Klik Insert untuk memasukan semua koordinat pada z-plane.
dapat dimasukkan, terima nilai default yang ada. Tampilan rear plane dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 4. 48 Tampilan rear plane
Klik OK pada jendela Rear Plane.
Klik Generate pada jendela 3D mesh generation, setelah itu 3d mesh akan ditampilkan dalam jendela output. Tampilan 3D mesh generation dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 4. 49 Tampilan 3D mesh generation
Klik Update untuk kembali ke mode input geometry.
4.3.2.7 Initial Condition
Kondisi awal yang dimasukkan dalam mode yang terpisah dari Input Pogram. Untuk menghasilkan kondisi awal dengan benar, ikuti langkah berikut:
Klik Initial conditions pada toolbar atau pilih opsi Initial conditions dari Initial menu.
Jendela kecil muncul menunjukkan nilai default dari berat unit air, yaitu 10 (kN/m³). Tampilan water weight dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 4. 50 Tampilan water weight
Klik OK untuk menerima nilai default.
Masukkan muka air tanah, dengan koordinat titik (0;36.9)-(100;36.9). Tampilan input muka air tanah dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 4. 51 Tampilan input muka air tanah
Klik generate water pressure setelah itu tampilan pore pressure akan muncul pada jendela output. Klik update untuk kembali ke jendela geometry input. Tampilan pore pressure dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 4. 52 Tampilan pore pressure
Klik kanan pada ikon initial pore pressure.
Klik Generate initial stress, setelah itu tampilan K0-procedure akan muncul. Tampilan K0-procedure dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Klik Ok untuk menerima nilai default.
Kemudian tampilan Initial soil stresses akan muncul pada jendela output. Tampilan Initial soil stresses dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 4. 54 Tampilan initial soil stresses
Klik update untuk kembali ke jendela geometry line.
Setelah itu masuk pada proses calculate atau perhitungan. Untuk melakukan calculate dapat mengikuti proses berikut:
Klik calculate. Tampilan save project dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 4. 55 Tampilan save project
Klik yes untuk menyimpan project yang telah dibuat.
4.3.3 Calculations (Perhitungan dalam Plaxis 3D Tunnel)