• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tantangan masa depan perguruan tinggi pertanian dan pangan di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tantangan masa depan perguruan tinggi pertanian dan pangan di Indonesia"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)

Tantangan MasaDepan Perguruan Tinggi Pertanian dan Pangan di Indonesia

Departemen Teknologi Pangan dan Gizi-IPB

TANTANGAN MASA DEPAN

PERGURUAN TINGGI PERTANIAN DAN

PANGAN DI INDONESIA

Bayu Krisnamurthi

Kepala Pusat Studi Pembangunan-IPB

Kita sangat butuh daya kerjasama, bukan hanya daya saing.

TANTANGAN DAN TUNTUTAN PERUBAHAN

PERGURUAN TINGGI

Pendidikan tinggi hakekatnya adalah sebuah proses merespon

dan mengantisipasi perkembangan kehidupan manusia melalui

pengembangan kemampuan manusia itu dalam pemahamannya

terhadap moral dan nilai serta ilmu pengetahuan, teknologi dan seni

pada tingkatan yang mencapai batas-batas pemahaman manusia itu

sendiri. Proses tersebut kemudian dikelola dan dijalankan dalam

suatu perguruan tinggi. Dengan demikian, perguruan tinggi akan

selalu ditantang untuk mampu merespon, baik secara substansi

maupun manajerial, perkembangan aktual yang terjadi di

masyarakat yang dilayaninya, sekaligus mampu mengantisipasi

perkembangan tersebut dimasa yang akan datang.

(49)

Rangkuman Hasil Diskusi Panel “Kebijakan Pangan untuk Menangkal Jebakan Pangan (Food Trap)” Jakarta 1 Nopember 2001

Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi-IPB49

GEJALA KETER-JEBAKAN

17

Digunakan istilah “keter-jebakan” dan bukan sekedar “jebakan” karena “food trap” merupakan suatu proses yang berjalan relatif lambat, sering tidak disadari, tetapi sebenarnya hampir selalu merupakan hal yang aktif dan dengan rencana yang matang. Sehingga yang terjadi adalah baru pada kemudian hari kita sadar bahwa kita “terjebak”

18

Dr Bayu Krisnamurti adalah Kepala Pusat Studi Pembangunan, IPB

Keter-jebakan pangan (food trap) dapat diartikan sebagai suatu proses ketergantungan pada sutau jenis pangan yang tidak mampu dihasilkan sendiri.1 Proses terjadinya “keter-jebakan” pangan dapat dijelaskan secara sederhana. Pertimbangan ekonomi dalam pemenuhan kebutuhan pangan ditentukan oleh suatu proses dasar. Pemenuhan kebutuhan pangan yang dilakukan melalui transaksi jual beli terjadi jika konsumen melakukan pembelian pangan yang dalam prosesnya mempertimbangkan harga, ketersediaan dan pendapatan. Jika terdapat alternatif beberapa pangan yang dapat dibeli maka proses pemilihan diantara alternatif akan ditentukan oleh pertimbangan harga relatif dar pertimbangan selera, kebiasaan, gengsi dan sebagainya yang dapat disebut sebagai pertimbangan aspek non harga.

Aspek harga relatif dan aspek non harga merupakan aspek yang dapat

dipengaruhi untuk pada gilirannya mempengaruhi proses pengambilan

keputusan konsumsi. Misalnya, perusahaan mie instan dapat menerapkan strategi menetapkan harga yang relatif murah untuk produk yang dipasarkannya. Tingkat harga yang murah dan juga berbagai keunggulan lain (mudah, tahan lama, selalu tersedia, keragaman produk, dll) akan menyebabkan konsumen berminat untuk membeli. Jika proses tersebut berjalan terus dalam waktu yang panjang (tentunya didukung oleh daya tahan perusahaan yang bersangkutan untuk berusaha dengan margin yang ‘tipis’) maka sangat dimungkinkan aspek non-harga (selera, kebiasaan, dll.) dari konsumen akan dipengaruhi. Jika hal tersebut terjadi (aspek non harga sudah sangat mendukung) tidak tertutup kemungkinan harga relatif akan dinaikkan. Kondisi sebaliknya adalah melalui ikan dan promosi yang sangat mempengaruhi aspek non harga. Importir apel mengembangkan strategi promosi yang sangat agresif sehingga dapat menggambarkan bahwa apel mampu memberikan kepuasan karena sehat, nikmat, bergengsi, dan dapat tersedia setiap saat. Untuk harapan kepuasan tersebut konsumen bersedia membayar dengan harga relatif yang lebih mahal dari buah lokal. Kedua hal diatas umumnya merupakan hasil dari strategi pemasaran yang diterapkan seasra terencana, karena pada prinsipnya adalah suatu keberhasilan bagi suatu kegiatan usaha jika pelanggan menjadi “tergantung” pada produk yang dihasilkan. Bersangkutan.

(50)

Rangkuman Hasil Diskusi Panel “Kebijakan Pangan untuk Menangkal Jebakan Pangan (Food Trap)” Jakarta 1 Nopember 2001

(51)

___Prosiding Seri Seminar Pemantapan Roadmap Penganekaragaman Pangan Indonesia___

25

II

Penganekaragaman Pangan dan Politik Pangan

Indonesia

Dr. Bayu Krisnamurthi

Dr. Bayu Krisnamurthi adalah Kepala Pusat Studi Pembangunan, Institut Pertanian Bogor dan anggota pengurus Forum Kerjna Penganekaragaman Pangan.

Pengantar

Pangan merupakan kebutuhan pokok terpenting bagi kehidupan manusia, setelah udara dan air. Tanpa pangan manusia tidak dapat hidup, bahkan tanpa pangan yang baik manusia tidak dapat hidup layak. Oleh karenanya, pemenuhan kebutuhan pangan merupakan hak azasi untuk setiap manusia, yang harus dihormati dan mendapat kesempatan untuk diwujudkan. Disamping itu, dalam berbagai tatanan sosial-ekonomi-kultural bahkan religius, memastikan bahwa manusia mampu memenuhi kebutuhan pangannya juga merupakan kewajiban azasi, baik bagi individu manusia sebagai anggota masyarakat maupun bagi masyarakat secara keseluruhan.

Hal ini seharusnya menjadi dasar berpikir - dan bersikap - dalam setiap diskusi mengenai pangan. Pangan tidak dapat hanya dipandang sebagai ‘komoditi’ atau sebuah aktivitas mata pencaharian. Pangan harus dilihat sebagai salah satu esensi kehidupan manusia.

Ketahanan Pangan

Ketahanan pangan didefinisikan sebagai “usaha mewujudkan ketersediaan pangan bagi seluruh rumah tangga, dalam jumlah yang cukup, mutu dan gizi yang layak, aman dikonsumsi, merata serta terjangkau oleh setiap individu”, (Undang-undang nomor 7, tahun 1996 tentang Pangan). Definisi ini mengandung empat unsur penting yaitu: (i) ketersediaan, (ii) (jenis) mutu dan gizi yang layak, (iii) keamanan; dan (iv) keterjangkauan pangan.

Ketersediaan pangan dalam jumlah yang cukup dan setiap waktu merupakan dimensi pertama ketahanan pangan. Pencapaiannya harus memperhatikan aspek produksi pangan, pengaturan dan pengelolaan stok atau cadangan pangan, serta penyediaan dan pengadaan pangan yang mencukupi.

Referensi

Dokumen terkait

Dari latar belakang di atas penulis tertarik untuk mengkaji persoalan mengenai “Perkawinan Madureso” yang terjadi di Desa Trimulyo Kecamatan Guntur Kabupaten Demak

memberikan laporan tentang tugas yang telah dilaksanakan/dikerjakan secara periodik kepada pimpinannya masing-masing, oleh karena itu sebaiknya para pegawai di kabag humas harus

Gambar 15BCD merupakan proses yang terjadi dimana asap dari pengelasan dihisap keluar oleh exhaust fan.untuk pola aliran yang dihasilakn tidak ada perbedaan yang

Dari ketiga jenis bullying, bullying dalam bentuk verbal adalah salah satu jenis yang paling mudah dilakukan dan bullying bentuk verbal akan menjadi awal dari

Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang yang selama ini telah memberikan bekal Ilmu dan pengetahuan kepada penulis.. Seluruh

Kedua, dasar pemikiran kebijakan nonpenal dalam penanggulangan tindak pidana perbankan yang akan datang didasarkan pada hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis

Menurut Supriyono (2011:121) produk cacat yaitu produk dihasilkan yang kondisinya rusak atau tidak memenuhi ukuran mutu yang sudah ditentukan, akan tetapi produk tersebut

Reassignment adalah dasar dan hal yang diperlukan pada spectrum “planning” yang dilakukan oleh pemerintah dan disediakan pada ITU Radio Regulation. • Jika pemerintah memiliki