RINGKASAN
YULI NURHAYATI. Analisis Morfologi dan Anatomi Aksesi Pisang Ambon
Hijau Tahan Fusarium Hasil Induksi Mutasi dan Seleski In Vitro Generasi Ke Empat. (Dibimbing oleh SOBIR).
Penelitian ini dilaksanakan untuk mempelajari keragaman morfologi dan anatomi aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium hasil mutasi dan seleski in vitro generasi ke empat yang dilaksanakan di Kebun Percobaan Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (PKBT) Pasir Kuda, Bogor, laboratorium PKBT, Baranangsiang, Bogor, dan laboratorium Biologi, Institut Pertanian Bogor pada bulan November 2009-Juni 2010.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dan perbandingan keragaman antar aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium dan kontrol dengan membandingkan nilai koefisien keragaman masing-masing aksesi. Bahan tanam yang digunakan yaitu aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium generasi ketiga yang terdiri dari AH 500 F30, AH 1 000 F30, AH 1 000 F45, dan AH (kontrol). Masing-masing aksesi ditanam dalam satu baris dengan jumlah 23 tanaman per aksesi (23 ulangan). Keseluruhan tanaman berjumlah 92 tanaman. Pengamatan dilakukan terhadap morfologi dan anatomi tanaman pisang Ambon hijau tahan fusarium dan kontrol. Karakter morfologi yang diamati yaitu karakter vegetatif, generatif, dan kualitatif. Karakter anatomi yaitu kerapatan stomata dan anatomi akar.
ABSTRACT
YULI NURHAYATI. Morphologi and Anatomy Analysis of Banana Accession of Ambon Hijau Resistant to Fusarium Result of Mutation Induction and In VitroSelection of Four Generation. Under the direction of SOBIR.
Fusarium wilt that caused by Fusarium oxysporum cubense (FOC) has been a
serious problem on most banana cultivar in the world including Ambon hijau variety.
Availability of the disease resistant variety can solve the disease problem. In order to
obtain genetic variability related to fusarium resistant Ambon hijau variety, an
irradiation treatment apply to the cali followed by in vitro selection and field
evaluation among promising mutants. The research aimed to study the variability of
anatomy and morphology of Ambon hijau mutants accessions that resistant to
fusarium wilt result after for four generations. Plant material used in this exsperiment
was fusarium resistant ambon hijau accession result to mutation for three generation
with of treatment AH 500 F30, AH 1000 F30, AH 1000 F45, and AH.
This research was conducted at Pusat Kajian Buah-buahan (PKBT) Field
Station in Pasir Kuda, Bogor, and PKBT laboratory at Baranangsiang, Bogor, and
Biology laboratoy of IPB, dramaga Bogor from November 2009 to Juny 2010. The
exsperiment was arranged randomize block design and comparison of diversity
between banana accession of Ambon hijau resistant to fusarium and control by
comparing coefficient value of variability each accession. The observation conducted
to anatomy and morphology of Ambon hijau resistant to fusarium and control.
Morphologi character perceived that is character of vegetative, generative, and
qualitative. Anatomy character that is stomata density and root anatomy.
The result showed that character of vegetative height of crop (height
pseudostem), circular of stem (circular of pseudostem), number of leaf and number of
suckers of Ambon hijau resistant to fusarium show different appearance with control,
while among each accession of Ambon hijau resistant to fusarium don’t show
from at control that is age have earlier heart to 7 BST while control 10 BST.
Qualitative character for the type of leaf habit, position of suckers, shape of leaf blade
base, male bud shape, bract apex shape, and bract behaviour before falling don’t
show difference between third accession of Ambon hijau resistant to fusarium and
control. While development of suckers show difference of appearance. Generative
character for number of hands and bunch weight show appearance which equal to
control, while hands weight show different appearance. Appearance of stomata
density and root anatomy show appearance which equal to control. Third banana
accession of Ambon hijau resistant to fusarium have uniform appearance.
ANALISIS MORFOLOGI DAN ANATOMI AKSESI PISANG
AMBON HIJAU TAHAN FUSARIUM HASIL INDUKSI
MUTASI DAN SELEKSI
IN VITRO
GENERASI KE EMPAT
Skripsi sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
YULI NURHAYATI
A24060515
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : ANALISIS MORFOLOGI DAN ANATOMI AKSESI PISANG
AMBON HIJAU TAHAN FUSARIUM HASIL INDUKSI MUTASI
DAN SELEKSIIN VITROGENERASI KE EMPAT
Nama : YULI NURHAYATI
NIM : A24060515
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Sobir, M.Si NIP 19640512.198903.1.002
Mengetahui,
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian, IPB
Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc. Agr NIP 19611101.198703.1.003
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Garut pada tanggal 18 Desember 1987. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak Suparman dan Ibu Cicin Lustini.
Penulis menempuh pendidikan pertama di SD Negeri Dawungsari 3, tahun 2003 penulis menyelesaikan studi di SMPN 1 Cilawu, Garut. Selanjutnya penulis lulus dari SMA Negeri 1 Cilawu tahun 2006. Tahun 2006 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI, dan tahun 2007 penulis diterima pada Mayor Agronomi dan Hortikultura, Departemen Agronomi Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT segala nikmat dan rahmat-Nya sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan baik. Penelitian ini berjudul “ANALISIS MORFOLOGI DAN ANATOMI AKSESI PISANG AMBON HIJAU TAHAN FUSARIUM HASIL INDUKSI MUTASI DAN
SELEKSI IN VITRO GENERASI KE EMPAT” yang berlokasi di Kebun Percobaan Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (PKBT) Pasir Kuda, Bogor. Penelitian ini dilaksanakan dalam rangka penyelesaian tugas akhir pada Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian ini dilaksanakan sebagai salah satu tahapan dalam penyusunan tugas akhir. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dr. Ir. Sobir, M.Si sebagai pembimbing skripsi, yang banyak memberikan arahan dan masukan serta bimbingan selama kegiatan penelitian.
Semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat serta informasi mengenai keragaman morfologi dan anatomi pisang Ambon hijau tahan fusarium hasil induksi mutasi dan seleksiin vitrogenerasi ke empat.
Bogor, Januari 2011
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT segala nikmat dan rahmat-Nya sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan baik. Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Dewi Sukma, Sp. MSi selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan dukungan dalam penyelesaian skripsi.
2. Kedua orang tua dan adik yang telah memberikan perhatian, dukungan, do’a dan semangat selama pelaksanaan penelitian dan penyelesaian skripsi.
3. Dosen dan Staf pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB.
4. Bu Dorli yang telah memberikan pengarahan dan masukan selama pelaksanaan penelitian.
5. Mba Lasih yang telah memberikan pengarahan selama penelitian dan kepada teh Pipit, pak Leman serta staf PKBT yang lain yang telah membantu.
6. Pak Baisuni dan pegawai Kebun Percobaan Pasir Kuda yang lainnya yang telah membantu penelitian.
7. Tika, Arti, Cha, Hatipah, Uli, Wahyu, dan teman-teman AGH yang telah memberikan semangat dan bantuannya selama penelitian.
8. Tias dan Aci yang telah membantu penelitian.
9. Teman-teman kostan yang telah memberikan semangat.
DAFTAR ISI
Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Karakter Vegetatif... 22
Karakter Generatif... 26
Kerapatan Stomata Dan Anatomi Akar... 29
KESIMPULAN DAN SARAN ... 33
Kesimpulan ... 33
Saran... 33
DAFTAR PUSTAKA ... 34
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Keragaan Karakter Morfologi Daun, Anakan, Tunas Jantan, dan Braktea Tiga Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan Kontrol (AH) ...20 2. Karakter Morfologi Daun, Anakan, Tunas Jantan, dan Braktea Tiga Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan Kontrol (AH) ...21 3. Rekapitulasi Sidik Ragam Karakter Vegetatif Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan Kontrol Saat 4, 5, dan 6 BST...22 4. Rataan Tinggi Tanaman Tiga Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan Kontrol (AH) Saat 4, 5, dan 6 BST...23 5. Rataan Lingkar Batang Tiga Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan Kontrol (AH) Saat 4, 5, dan 6 BST...23 6. Rataan Jumlah Daun Tiga Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan Kontrol (AH) Saat 4, 5, dan 6 BST...24 7. Rataan Jumlah Anakan Tiga Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan Kontrol (AH) Saat 4, 5, dan 6 BST...25 8. Perbandingan Keragaman Tinggi Tanaman, Lingkar Batang, Jumlah Daun, dan Jumlah Anakan Tiga Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan Kontrol (AH) pada 6 BST ...25 9. Waktu Berjantung dan Jumlah Tanaman yang Berjantung Tiga Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan Kontrol (AH)...26 10. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Karakteristik Buah Aksesi Pisang
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Tipe Pertumbuhan Daun Pisang ...14
2. Bentuk Pangkal Helai Daun Pisang...14
3. Bentuk Tunas Jantan Pisang ...15
4. Bentuk Ujung Braktea Pisang ...15
5. Tipe Pelepasan Braktea Pisang ...16
6. Skema Perolehan Bahan Tanam...17
7. Kondisi Pertanaman Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan Kontrol ...19
8. Penampilan Anakan Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan Kontrol ...25
9. Penampilan Buah Tiga Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan Kontrol (AH) Saat 10 dan 11 BST...29
10. Anatomi Stomata Pisang Ambon Hijau...31
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pengembangan tanaman pisang mengalami banyak kendala seperti adanya serangan penyakit layu fusarium. Layu fusarium disebabkan oleh Fusarium oxysporum Schlechtend:Fr. f. sp. cubense (E.F. Smith) Snyder dan Hansen. Penyakit ini dapat menimbulkan kerugian yang sangat besar. Serangan penyakit layu tersebut terjadi hampir di seluruh sentra produksi pisang dengan intensitas serangan layu yang tinggi. Kerusakan lebih dari 40 000 ha pada pertanaman pisang di Amerika Tengah dan Selatan. Tahun 1976 di Taiwan 500 000 tanaman pisang dalam luasan 1 200 ha terserang penyakit fusarium, di Indonesia layu fusarium menghancurkan 2 000 ha pertanaman pisang Cavendish di Sumatera Selatan tahun 1996 (Hwang dan Ko, 2004).
Banyak upaya yang dilakukan untuk mengatasi penyakit fusarium, salah satunya dengan meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit melalui perakitan varietas tahan atau mengurangi tingkat serangan melalui penerapan teknologi budidaya yang baik misalnya dengan penggunaan bibit bebas penyakit (perbanyakan secara in vitro), pengendali hayati menggunakan agens antagonis, solarisasi, penggunaan pupuk kandang/kompos, identifikasi ras dan VCGs populasi fusarium (Riset Unggulan Strategis Nasional, 2003; Riset Unggulan Strategis Nasional 2004). Perbaikan tanaman terutama sifat ketahanan terhadap penyakit dapat dilakukan dengan induksi mutasi melalui peningkatan keragaman somaklonal dengan radiasi yang diikuti seleksi in vitro. Peningkatan keragaman genetik tanaman dilakukan melalui mutasi induksi dengan radiasi sinar gamma, sedangkan peningkatan sifat ketahanan terhadap fusarium dilakukan melalui seleksiin vitro(Zarmiyeniet al., 2007).
Sumber Daya Genetika Pertanian (BBBiogen), Bogor. Melalui teknologi iradiasi dan seleksiin vitrodihasilkan tiga pisang baru tahan fusarium dengan penampilan seperti Barangan, Cavendish, dan Ambon hijau. Sampai saat ini ketiga klon pisang tersebut telah diuji ketahanannya terhadap fusarium sampai generasi ketiga.
Beberapa klon/aksesi pisang tahan fusarium tersebut dapat digunakan sebagai varietas baru untuk mengendalikan penyakit layu fusarium. Penggunaan klon tahan fusarium diharapkan dapat meningkatkan produksi pisang. Pisang tahan fusarium memiliki pertumbuhan lebih baik dibandingkan tanaman pisang yang rentan sehingga akan memiliki ketahanan yang tinggi terhadap serangan penyakit dan dapat meningkatkan produksi pisang. Penggunaan klon pisang tahan penyakit perlu diuji coba ketahanannya dengan penanaman langsung di lapang. Penelitian ini menggunakan aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium generasi ketiga untuk melihat keragaman morfologi dan anatominya pada penanaman tahap empat.
Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA
Syarat Tumbuh
Menurut Nakasone (1998) suhu untuk pisang berkisar 15-380C dengan suhu optimum 270C. Suhu Optimum untuk akumulasi bahan kering dan kematangan buah berkisar 200C dan untuk penampilan daun baru sekitar 300C. Tanaman yang tumbuh di daerah subtropis memproduksi lebih sedikit daun per tahun dibandingkan daerah tropis dan lebih lama diproduksi dan perkembangan buah. Pisang dapat tumbuh pada jenis tanah lempung aluvial yang gembur dan mengandung bahan organik yang tinggi dengan tekstur tanah antara berpasir sampai tanah liat yang berat dan pH tanah yang digunakan antara 4.5 dan 7.5 dan yang direkombinasikan 5.8-6.5. Selanjutnya Nelson et al. (2006) menambahkan bahwa pisang tumbuh pada ketinggian 0-920 m tergantung garis lintang, suhu tahunan 26-30oC, curah hujan tahunan 2000 mm. Sedangkan Suhartanto et al. (2007) menyatakan bahwa karakteristik lahan yang sesuai untuk pertumbuhan pisang yaitu temperatur 25-270C, ketinggian tempat 800 m dpl (di atas permukaan laut), curah hujan 1500-2500 mm/tahun dengan 0-2 bulan lamanya masa kering, dan kelembaban >60%.
Morfologi Pisang
Pisang merupakan tanaman monokotil dan herba perennial dengan tinggi 2-9 m yang mempunyai batang di bawah tanah atau rhizom. Corm mempunyai pucuk yang menghasilkan rhizom pendek dan tunas yang berada dekat induk. Bentuk akar banyak dan menjalar secara ekstensif 4-5 m dari induk dan ke bawah 75 cm (Nakasone, 1998). Akar utama memiliki ketebalan sekitar 5-8 mm berwarna putih ketika baru dan sehat. Kemudian dari beberapa akar utama akan berkembang akar sekunder dan tersier, yang terakhir akan semakin tipis dan lebih pendek dari akar utama. Akar sekunder berasal dari protoxilem dekat ujung akar dan terus berkembang melewati tanah. Beberapa jarak di belakang ujung akar pada perkembangan akar utama dihasilkan rambut akar yang bertugas dalam pengambilan air dan mineral (Robinson, 1999).
Batang sejati pada tanaman pisang sebagian atau keseluruhan ada di bawah tanah yang disebut rhizom. Rhizom dewasa berdiameter sekitar 300 mm. Rhizom merupakan organ penting yang mendukung pertumbuhan tandan buah dan perkembangan anakan. Sebelum berbunga, rhizom berisi sekitar 35% total bahan kering dan menurun menjadi 20% saat kematangan buah karena cadangan didistribusikan untuk pertumbuhan buah (Robinson, 1999). Daun pertama dihasilkan dari meristem pusat pada perkembangan anakan. Daun-daun yang paling besar adalah yang muncul sebelum berbunga. Tangkai daun berlanjut kedalam daun itu sendiri menjadi tulang daun membagi helai menjadi dua bagian lamina. Lamina dewasa memiliki panjang berkisar 1.5-2.8 m pada kultivar Cavendish dan lebar 0.7-1.0 m. Stomata terdapat pada kedua permukaan, kerapatan pada permukaan abaxialsekitar 140 per mm2 tiga kali dari permukaan adaxial. Lamina membutuhkan 6-8 hari untuk membuka secara sempurna. umumnya 10-15 daun fungsional pada tanaman saat muncul bunga dan total luas daun 25 m2(Nakasone, 1998; Robinson, 1999).
epidermis dan aerenkim, dengan daging menjadi mesokarp. Endokarp terdiri atas lapisan hampir rongga ovarian. Masing-masing node mempunyai dua baris pada bunga membentuk tandan pada buah yang secara umum disebut sisir dengan buah individual disebut finger. Pisang Cavendish mempunyai 16 sisir per tandan dengan 30fingerper sisir dan berat tandan buah 70 kg. Buah matang pada daerah tropik sekitar 85-110 hari setelah muncul inflorescence (antesis). Perkembangan buah pada daerah subtropik dingin atau di bawah kondisi mendung sekitar 210 hari (Nakasone, 1998).
Penyakit Layu Fusarium
Layu fusarium disebabkan oleh jamur tular tanah Fusarium oxysporumf. sp. cubense (FOC). Gejala awal menguning pada daun tua yang menyebar ke daun yang lebih muda yang mengakibatkan daun pada pangkal tangkai daun menjadi layu. Penguningan daun mulai dari garis tepi dan naik ke arah tulang daun. Tangkai daun patah pada bagian pangkalnya yang berbatasan dengan batang semu. Sebagian daun menjadi hijau pada beberapa keadaan. Selama perkembangan penyakit, daun yang lebih muda roboh sampai seluruh bagian kanopi mati atau daun kering (Ploetzet al., 2003; Mooreet al., 1995; Hwang dan Ko, 2004).
Infeksi terjadi ketika patogen menembus sistem akar. Patogen menyerang jaringan empulur batang melalui akar yang luka atau terinfeksi. Penyebaran tejadi melalui pembuluh xilem kemudian ke dalam rhizom dan batang semu. Batang yang terserang akan kehilangan banyak cairan dan berubah warna menjadi kecoklatan (Robinson, 1999; Direktorat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan, 1994). Pada batang semu sedikit lapisan coklat atau bintik menjadi jelas dan sampai pelepah daun yang lebih tua (Ploetzet al., 2003). Menurut Nelson (1993) spesies fusarium pada tanaman dapat mengakibatkan gejala bercak daun, busuk akar, busuk buah, penyakit layu, danblight(hawar daun).
berbuah atau buahnya tidak terisi (Direktorat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan, 1994). Beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit layu fusarium yaitu kultivar pisang, drainase, kondisi lingkungan dan tipe tanah (Mooreet al., 1995). Penyakit ini mudah menular melaui bibit dan alat pertanian yang dipakai terutama terjadi pada tanah yang aerasinya kurang baik, becek, dan air tanahnya menggenang. Pada tanah lempung berpasir penyakit ini dapat meluas dengan cepat (Direktorat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan, 1994).
Pisang Tahan Fusarium
Penyakit fusarium merupakan masalah dalam pengembangan tanaman pisang. Upaya untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit melalui penggunaan varietas tahan (Sukmadaja et al., 2006). Perakitan varietas tahan terhadap penyakit memerlukan keragaman genetik yang besar. Perlakuan radiasi yang dikombinasikan dengan seleksi in vitro dapat digunakan untuk memperoleh varietas tanaman yang tahan terhadap penyakit. Perbaikan sifat ketahanan tanaman terhadap penyakit dapat dilakukan melalui peningkatan keragaman somaklonal dengan seleksi in vitro. (Damayanti, 2004; Riset Unggulan Strategis Nasional, 2004).
Penanggulangan Penyakit Fusarium
Pengendalian penyakit pisang dilaksanakan dengan meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit melalui perakitan varietas tahan atau mengurangi tingkat serangan melalui penerapan teknologi budidaya yang baik. Tingkat serangan dapat dikurangi melalui penggunaan bibit bebas penyakit dengan perbanyakan in vitro dan desinfektan bibit (bonggol) pisang yang berasal dari lapang dan menekan perkembangan patogen dengan modifikasi lingkungan tumbuh sehingga tidak mendukung pertumbuhan patogen. Selain itu melalui pengendalian hayati secara biokultural menggunakan agens antagonis dengan memanfaatkan mikroba (mikroorganisme, saprofit, plant growth promoting rhizobacteria), hasil eksplorasi yang dikombinasikan dengan aplikasi kompos, dan solarisasi tanah (Riset Unggulan Strategis Nasional, 2004 ).
Solarisasi tanah yang disertai aplikasi pupuk kandang dan introduksi kombinasi Gliocladium dan Bacillus sp. berindikasi kuat sebagai strategi pengendalian terbaik untuk menekan penyakit layu fusarium pada pisang. Selain itu melalui pengembangan konsorsium mikroba yang telah memperoleh bakteri yang mampu menekan perkembangan penyakit layu fusarium yaitu satu perlakuan tunggal L32 dari antagonis kelompok Bacillus dan empat perlakuan konsorsium ThES32, BaPT3, TvPT3, dan ThBRA61 dari kelompokPseudomonas fluorescens (Riset Unggulan Strategis Nasional, 2007).
Serangan lebih dari 40% maka dilakukan eradikasi total (Balai Penelitian Tanaman Buah, 2004).
Induksi Mutasi
Mutasi merupakan variasi atau perubahan mendadak yang dapat diturunkan dalam gen atau dalam struktur sebuah kromosom (Allard, 1995) yang dihasilkan dari segala macam perubahan bahan keturunan yang mengakibatkan perubahan kenampakan fenotip yang diinginkan (Crowder, 2006). Perubahan keturunan yang secara tiba-tiba sebagai suatu mutasi yaitu titik mutasi atau merupakan hasil dari perubahan jumlah atau struktur kromosom. Penyimpangan kromosom ini termasuk pelipatgandaaan atau kehilangan dari kromosom (perpindahan atau perubahan), dan perbanyakan dari seluruh kromosom atau seperangkat kromosom (poliploida) (Allard, 1992).
Suatu mutasi dapat terjadi pada setiap tahap perkembangan dari suatu organisme, dalam sel-sel dari setiap jaringan baik somatik maupun germinal (Crowder, 2006), pada bagian tanaman dan fase pertumbuhan tanaman, namun lebih banyak terjadi pada pada bagian yang sedang aktif mengadakan pembelahan sel seperti tunas dan biji. Mutasi diduga bersifat khas, hanya mempengaruhi karakter tunggal yang lebih umum (Allard, 1995). Dalam jaringan somatik mutasi mengakibatkan pola mosaik pada satu atau beberapa sel sedangkan dalam jaringan generatif mutasi dapat dipindahkan kepada keturunannya tetapi tidak terlihat untuk beberapa generasi (Crowder, 2006).
peluang terjadinya mutasi yang menghasilkan perubahan karakter yang diinginkan (Sastrosumarjo et al., 2006). Menurut Megia (2005) keuntungan utama induksi mutasi pada tanaman yang memperbanyak diri secara vegetatif seperti pisang adalah kemampuan untuk merubah satu atau beberapa karakter suatu kultivar tanpa merubah genotip baik yang telah ada pada kultivar.
Secara langsung setelah peristiwa mutasi induksi akan terjadi bentuk khimera yang soloid pada sel, jaringan atau organ. Sering kali penampakkan akibat mutasi baru muncul setelah generasi selanjutnya, yakni M, V2, atau kelanjutannya. Perubahan sifat pada mutan mencapai 95-100%, umumnya dari sifat dominan ke resesif (Soedjono, 2003). Mutasi induksi dapat dilakukan dengan mutagen kimia atau mutagen fisik. Mutagen fisik misalnya radiasi menggunakan sinar X, sinar gamma, ultraviolet dan neutron (Sastrosomarjoet al., 2006).
Radiasi menembus bagian tertentu dari gen menyebabkan perubahan bahan DNA. Akibatnya tidak langsung yaitu menimbulkan perubahan zat kimia tertentu di sekitar gen yang menghasilkan perubahan nukleotida. Sinar gamma lebih sering digunakan karena merupakan sinar kuat yang dipancarkan dari isotop radioaktif, panjang gelombang lebih pendek dari sinar X yang penting untuk menginduksi perubahan genetik (Crowder, 2006). Selain itu juga mempunyai daya tembus yang lebih tinggi sehingga peluang terjadinya mutasi akan lebih besar pula (Sastrosomarjoet al., 2006).
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (PKBT) Pasir Kuda, Pasir Kuda, Bogor dengan ketinggian lahan 250 m di atas permukaan laut dan suhu harian berkisar 22.7-31.70C. Untuk analisis lab dilakukan di laboratorium PKBT, Baranangsiang, Bogor dan laboratorium Biologi, Departemen Biologi IPB, Dramaga. Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2009 sampai Juni 2010.
Bahan dan Alat
Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah aksesi pisang Ambon hijau hasil perbanyakan dengan cacah bonggol yang dikategorikan tahan fusarium hasil mutasi melalui radiasi sinar gamma dengan seleksi menggunakan asam fusarat dan filtrat generasi ketiga yaitu AH 500 F30, AH 1 000 F30, dan AH 1000 F45 (Gambar 6). Untuk tanaman kontrol digunakan Ambon hijau tanpa radiasi (AH). Bahan lain yang digunakan yaitu alkohol 70%, gliserin 20% dan 30%, safranin 1%, HNO320%, aquades, bayclin, daun dan akar tanaman pisang.
Alat yang digunakan kamera, meteran, penggaris, mikroskop, petri disk, preparat, cover glas, gelas obyek, pinset, dan alat tulis.
Metode
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan tiga aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium generasi ketiga yang terdiri dari AH 500 F30, AH 1 000 F30, AH 1 000 F45, dan AH (kontrol). Masing-masing aksesi terdiri dari 23 tanaman yang ditanam dalam satu baris yang dijadikan sebagai ulangan.
Keterangan :
Yij : Pengamatan pada aksesi ke-i dan ulangan ke-j (i = 1, 2, 3, 4 ; j =1,2, 3) µ : Nilai rataan umum
α i : Pengaruh aksesi ke-i β j : Pengaruh ulangan ke-j
ε i j : Pengaruh galat percobaan pada aksesi ke- i dan ulangan ke-j
Hasil yang diperoleh kemudian dianalisis dengan uji F. Bila uji F menunjukkan pengaruh nyata maka dilakukan uji lanjut dengan uji Tukey pada taraf α = 5 %.
Analisis keragaman dilakukan dengan membandingkan nilai KK (koefisien keragaman) masing-masing aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium dan tanaman kontrol untuk karakter yang menunjukkan pengaruh nyata hasil sidik ragam dan uji lanjut. Koefisien keragaman masing-masing aksesi tidak dikaitkan dengan sidik ragam tetapi dari data mentah yang dikumpulkan dari semua ulangan dihitung ragamnya (ragam contoh) menurut Walpole (1993) menggunakan rumus sebagai berikut :
s =
∑
( x −
̅)
n − 1
kemudian dihitung koefisien keragamannya (KK) menggunakan rumus sebagai berikut:
KK= 2
Rata-rata Perlakuan
Keterangan : s2= ragam contoh n = jumlah tanaman
= data tanaman ke-i
̅ = nilai tengah contoh = rata-rata perlakuan
Pelaksanaan
masing-masing aksesi, setiap aksesi diambil satu daun per satu pohon. Daun yang dijadikan sampel merupakan daun pada posisi ke empat dari pucuk di daerah tengah helaian daun. Sampel akar masing-masing aksesi diambil tiga sampel. Sampel daun dan akar diambil pada tanaman dewasa berumur sekitar 8-9 bulan.
Pengamatan anatomi stomata dilakukan dengan membuat sayatan paradermal menggunakan metode utuh (whole mount) yang diwarnai dengan 1% safranin (Sass, 1951). Pengujian kerapatan stomata dilakukan dengan prosedur kerja :
1. Daun difiksasi dalam 70% alkohol, kemudian dicuci dengan akuades 2. Selanjutnya direndam dalam larutan 20% HNO3 selama 3-4 jam agar
lapisan epidermis dapat dengan mudah dilepaskan dari jaringan mesofil. 3. Lapisan epidermis atas dan bawah daun diperoleh dengan bantuan pinset
dan silet. Sebelum disayat menggunakan silet, daun tersebut terlebih dahulu dicuci menggunakan akuades.
4. Untuk menghilangkan klorofil dari mesofil yang terikat, sayatan epidermis direndam dalam larutan bayclin selama 1-5 menit kemudian dicuci menggunakan akuades.
5. Lapisan epidermis tersebut direndam dalam 1% safranin selama 5 menit setelah diwarnai diletakkan pada gelas objek dengan medium gliserin, kemudian ditutup dengan gelas penutup.
6. Preparat diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 100x
7. Setiap sampel diamati sebanyak lima ulangan dengan sudut pandang yang berbeda (lima bidang pandang).
Kerapatan stomata = jumlah stomata / luas bidang pandang (mm2) Pengamatan Anatomi Akar
Pengamatan anatomi akar dengan mengamati penampang melintang akar. Peubah yang diamati meliputi jumlah xilem, diameter xilem, diameter korteks, panjang epidermis, dan lebar epidermis. Data yang diperoleh merupakan nilai rata-rata dari lima pengukuran yang dipilih secara acak sebanyak tiga ulangan.
Gambar 6. Skema Perolehan Bahan Tanam a
Radiasi sinar gamma dosis 500, 750, 1 000 dan 1 500 rad
Di peroleh 90 anakan di tanam kembali Generasi 2
Seleksi asam fusarat dosis 30 dan 45 ppm Inkubasi dan subkultur
Di pindah ke lokasi endemik, 20 tanaman hidup normal
Generasi 1
Aklimatisasi dan uji ketahanan terhadap fusarium dengan isolatF. oxysporum
Di hasilkan 20 tanaman dengan aksesi AH 500 F30, AH 1000 F30, AH 1000 F45
Generasi 3 Ambon
Hijau
Induksi Kalus
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Penanaman dilakukan pada bulan Juli 2009 dengan menggunakan bahan tanam yang diperoleh dengan perbanyakan melalui cacah bonggol pada umur yang sama. Bahan tanam berupa tiga aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium hasil induksi mutasi dengan iradiasi sinar gamma dan seleksi in vitroyang sudah mencapai generasi ketiga yang dikategorikan tahan fusarium. Sebagai pembanding digunakan aksesi pisang Ambon hijau bukan hasil induksi mutasi (AH). Jumlah tanaman keseluruhan ada 92 tanaman. Pengamatan pertama dilakukan pada bulan November 2009 saat tanaman berumur empat bulan setelah tanam (4 BST). Saat pengamatan pertama keseluruhan tanaman menunjukkan pertumbuhan yang normal dan sehat (Gambar 7b) namun ada beberapa tanaman yang pertumbuhannya tidak normal yaitu penampilan tanaman kerdil bahkan ada yang mati dan roboh karena terkenabunchi top(Gambar 7a).
Tabel 2. Karakter M Tiga Akse (AH)
Karakter
AH 500 F30
Tipe Pertumbuh
an Daun
Bentuk Pangkal Helai Daun
Bentuk Tunas Jantan
Morfologi Daun, Anakan, Tunas Jantan, dan Br sesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan Ko
Aksesi
0 AH 1000 F30 AH 1000 F45 AH
Braktea Kontrol
Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Karakter Vegetatif
Hasil rekapitulasi sidik ragam karakter vegetatif tinggi tanaman, lingkar batang, jumlah daun, dan jumlah anakan dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Rekapitulasi Sidik Ragam Karakter Vegetatif Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan Kontrol Saat 4, 5, dan 6 BST
Karakter Aksesi kk (%)
Tinggi tanaman 4 BST ** 20.31
Lingkar batang 4 BST ** 16.56
Jumlah daun 4 BST ** 15.91
Jumlah anakan 4 BST ** 66.40
Tinggi tanaman 5 BST ** 20.02
Lingkar batang 5 BST ** 16.46
Jumlah daun 5 BST ** 15.35
Jumlah anakan 5 BST ** 48.66
Tinggi tanaman 6 BST ** 20.57
Lingkar batang 6 BST ** 16.41
Jumlah daun 6 BST ** 14.30
Jumlah anakan 6 BST ** 35.53
Keterangan: *) nyata pada P < 0.05, **) nyata pada P < 0.01, tn) tidak berbeda nyata
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa antara ketiga aksesi pisang Ambon tahan fusarium dan tanaman kontrol terdapat perbedaan untuk semua karakter vegetatif yang diamati selama tiga kali pengamatan baik untuk karakter tinggi tanaman, lingkar batang, jumlah daun, dan jumlah anakan. Nilai koefisien keragamannya berkisar antara 14.30-66.40% (Tabel 3). Induksi mutasi dengan iradiasi sinar gamma mempengaruhi perubahan sifat pada karakter vegetatif tanaman pisang sehingga menunjukkan penampilan yang berbeda dari tanaman kontrol.
Tinggi Tanaman
yang lebih tinggi. Aksesi AH 1000 F30 memiliki penampilan tinggi tanaman tertinggi diantara aksesi yang lain.
Tabel 4. Rataan Tinggi Tanaman Tiga Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan Kontrol (AH) Saat 4,5, dan 6 BST
Aksesi Tinggi Tanaman (cm)
4 BST 5 BST 6 BST
AH 500 F30 89.05a 120.60bc 136.91bc
AH 1000 F30 100.89a 143.30a 163.84a
AH 1000 F45 88.05a 130.70ab 156.55ab
AH 70.25b 103.82c 122.86c
Keterangan : Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey pada tarafα5%
Lingkar Batang
Tabel 5 menunjukkan bahwa karakter lingkar batang antara masing-masing aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium tidak berbeda nyata, namun memiliki penampilan yang berbeda dengan tanaman kontrol. Ketiga aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium memiliki rataan lingkar batang yang lebih tinggi daripada kontrol. Rataan tertinggi terdapat pada aksesi AH 1000 F30. Selama tiga kali pengamatan menunjukkan peningkatan lingkar batang untuk semua aksesi baik aksesi pisang Ambon tahan fusarium maupun tanaman kontrol.
Tabel 5. Rataan Lingkar Batang Tiga Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan Kontrol (AH) Saat 4, 5, dan 6 BST
Aksesi Lingkar Batang (cm)
Keterangan : Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey pada tarafα5%
Jumlah Daun
yang tua atau layu sehingga jumlah daun menjadi berkurang. Aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium memiliki rataan jumlah daun yang lebih banyak daripada tanaman kontrol yaitu antara 6-9 daun sedangkan untuk tanaman kontrol 6-7 daun. Aksesi AH 1000 F30 memiliki jumlah daun yang terbanyak diantara aksesi yang lain.
Tabel 6. Rataan Jumlah Daun Tiga Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan Kontrol (AH) Saat 4, 5, dan 6 BST
Aksesi Jumlah Daun
Keterangan : Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey pada tarafα5%
Jumlah Anakan
Masing-masing aksesi memiliki penampilan jumlah anakan yang relatif sama. Namun jika dibandingkan dengan tanaman kontrol menunjukkan perbedaan. Jumlah anakan ketiga aksesi meningkat selama tiga kali pengamatan dan jumlahnya lebih tinggi dari pada tanaman kontrol. Aksesi AH 1000 F30 memiliki rataan jumlah anakan paling banyak diantara aksesi yang lain (Tabel 7).
Aksesi
4 BST 5 BST 6 BST
AH 500 F30 2.00a 4.05a 4.86a
AH 1000 F30 2.68a 4.36a 5.36a
AH 1000 F45 2.09a 4.00a 4.23a
AH 0.59b 1.41b 1.64b
Aksesi
kk (%) Tinggi
Tanaman
Lingkar Batang
Jumlah Daun
Jumlah Anakan
AH 500 F30 0.27 0.22 0.21 0.29
AH 1000 F30 0.07 0.08 0.15 0.29
AH 1000 F45 0.25 0.19 0.20 0.49
Karakter Generatif
Pisang tahan fusarium diharapkan memiliki ketahanan terhadap layu fusarium sehingga dapat tumbuh dengan baik dan mampu berproduksi meskipun ditanam sampai beberapa generasi. Pisang Ambon hijau tahan fusarium untuk ketiga aksesi menunjukkan pertumbuhan yang lebih cepat yang ditunjukkan dengan waktu berjantung yang lebih awal daripada kontrol yaitu sekitar awal Februari 2010 saat umur 7 BST untuk aksesi AH 500 F30 dan AH 1000 F45 dan 8 BST untuk aksesi AH 1000 F30 dengan waktu berbuah sekitar akhir bulan Februari (Tabel 9). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Mariska et al. (2006) yang menyebutkan bahwa pisang Ambon kuning tahan fusarium hasil radiasi dan seleksi asam fusarat dapat tumbuh di lokasi endemik dan berbuah 7 bulan setelah tanam. Menurut Hwang (1993) umumnya varietas pisang tahan fusarium memiliki karakter yang lebih baik daripada varietas yang rentan. Pisang tahan fusarium memiliki pertumbuhan yang lebih cepat, kualitas buah lebih baik, dengan ukuran buah lebih besar dan produksi yang dihasilkan lebih tinggi.
Sampai bulan Juni hampir seluruh tanaman untuk ketiga aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium sudah berjantung, untuk aksesi AH 1000 F30 sekitar 22 tanaman sudah berjantung. Namun untuk kontrol baru berjantung sekitar awal Mei 2010 dan berbuah akhir Mei 2010 saat umur 10 BST dan jumlah tanaman yang berjantung ada 7 tanaman (Tabel 9).
Tabel 9. Waktu Berjantung dan Jumlah Tanaman yang Berjantung Tiga Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan Kontrol (AH)
Berdasarkan Tabel 10 karakteristik buah yang diamati untuk jumlah sisir dan bobot tandan ketiga aksesi tidak berbeda nyata dengan kontrol, namun untuk karakter bobot sisir berbeda nyata. Induksi mutasi mempengaruhi penampilan bobot sisir sehingga menunjukkan penampilan yang berbeda dengan tanaman kontrol. Hal ini menunjukkan pisang Ambon hijau tahan fusarium memiliki penampilan buah yang normal seperti tanaman kontrol.
Tabel 10. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Karakteristik Buah Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan Kontrol
Karakter Varietas Pr>f kk (%)
Jumlah Sisir tn 0.8411 12.82
Bobot Tandan (kg) tn 0.1654 15.73
Bobot Sisir (kg) ** 0.0054 8.09
Keterangan: *) nyata pada P < 0.05, **) nyata pada P < 0.01, tn) tidak berbeda nyata
Karakter jumlah sisir dan bobot tandan tidak menunjukkan perbedaan baik antara masing-masing aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium maupun dengan tanaman kontrol. Untuk karakter jumlah sisir rata-rata berjumlah 7-8 sisir dan rata-rata bobot tandan 7-9 kg (Tabel 11).
Tabel 11. Rataan Jumlah Sisir dan Bobot Tandan Tiga Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan Kontrol (AH)
Aksesi Jumlah Sisir Bobot Tandan (kg)
AH 500 F30 7.33 6.907
AH 1000 F30 6.67 8.553
AH 1000 F45 7 8.867
AH 7 6.937
Keterangan : Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey pada tarafα5%
Bobot Sisir
mutasi mempengaruhi salah satu karakter dari penampilan buah untuk bobot sisir sehingga menunjukkan penampilan yang berbeda dari tanaman kontrol.
Tabel 12. Rataan Bobot Sisir Tiga Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan Kontrol (AH)
Keterangan : Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey pada tarafα5%
Berdasarkan Tabel 13 aksesi Ambon hijau tahan fusarium memiliki nilai koefisien keragaman yang lebih rendah dibandingkan tanaman kontrol untuk karakter bobot sisir. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium menunjukkan penampilan yang seragam.
Tabel 13. Perbandingan Keragaman Bobot Sisir Tiga Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan Kontrol (AH)
Aksesi kk (%)
Jumlah Stomata Atas tn 0.7036 30.29
Jumlah Stomata Bawah tn 0.6579 9.46
Kerapatan Stomata Atas tn 0.7036 30.28
Kerapatan Stomata Bawah tn 0.6552 9.45
Karakter Varietas Pr>f kk (%)
Jumlah Xilem tn 0.5822 13.13
Diameter Xilem(μ m) tn 0.2175 16.36
Diameter Korteks(μ m) tn 0.1404 8.80
Panjang epidermis(μ m) tn 0.8566 17.75
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan karakteristik kerapatan stomata dan anatomi akar antara masing-masing aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium dan kontrol. Semua peubah kerapatan stomata dan anatomi akar tidak berbeda nyata (Tabel 14 dan 15). Hal ini berarti mutasi induksi dengan iradiasi sinar gamma tidak mempengaruhi perubahan sifat pada anatomi stomata dan akar pisang. Mutasi induksi dalam hal ini hanya merubah sifat-sifat tertentu yaitu karakter tanaman dalam ketahanannya terhadap penyakit fusarium tetapi tidak merubah penampilan fenotipik tanaman seperti anatomi stomata dan akar. Hal ini sesuai dengan pendapat Kosmiatinet al. (2006) bahwa induksi mutasi yang diikuti dengan seleksi efektif secara in vitro maka perubahannya dapat ditujukan pada tingkat sel dan hanya pada sifat-sifat tertentu. Tidak semua penampilan tanaman mengalami perubahan tetapi terkadang hanya sifat-sifat tertentu saja yang diharapkan mengalami perubahan yang lebih baik dari tanaman induknya namun sifat yang lain diharapkan tidak terlalu banyak berubah misalnya dalam sifat agronomisnya.
Stomata pada pisang terdapat pada bagian atas dan bawah daun. Ketiga aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium memiliki rataan kerapatan stomata dan jumlah stomata yang relatif sama dengan tanaman kontrol. Stomata bagian bawah memiliki jumlah stomata yang lebih banyak dan lebih rapat daripada stomata bagian bawah (Tabel 16). Kerapatan stomata tanaman pisang Ambon hijau tahan fusarium ini diharapkan tidak mengalami perubahan penampilannya ketika ditanam di lapang. Setelah penanaman tahap empat penampilan kerapatan stomata pada tanaman pisang tersebut menunjukkan penampilan yang sama dengan tanaman kontrol (Lampiran 1). Anatomi stomata dapat dilihat pada Gambar 10.
Tabel 16. Rataan Jumlah dan Kerapatan Stomata Atas dan Bawah Tiga Aksesi Pisang Ambon Hijau Tahan Fusarium dan Kontrol (AH) Aksesi Kerapatan Stomata (per mm
2
) Jumlah Stomata
Atas Bawah Atas Bawah
AH 500 F30 45.692 164.35 120.12 432.04
AH 1000 F30 54.184 171.32 142.44 450.36
AH 1000 F45 44.066 177.43 115.84 466.44
AH 46.928 170.36 123.36 447.84
Keterangan: a = Sel Teta
Gambar 10. Anatomi Selama masa penana sehingga tidak mempenga fusarium pada akar, antara t kontrol tidak terdapat perbe kontrol maupun aksesi pisan yang terkena fusarium. Sem dan diameter xilem, diame epidermis ketiga aksesi pisa hampir sama dengan kontro pada Gambar 11.
Keterangan : Nilai pada kolom ya berbeda nyata berda
a
tangga, b = Epidermis, c = Stomata
mi Stomata Pisang Ambon Hijau
anaman sampai panen tidak memasuki musim kem garuhi akar. Akibatnya tidak menunjukkan g a tanaman pisang Ambon hijau yang tahan fusarium rbedaan pada penampilan anatomi akar. Baik tan
ang Ambon hijau tahan fusarium tidak terdapat tan emua karakter anatomi akar yang diamati baik ju meter korteks, maupun panjang epidermis dan isang Ambon hijau tahan fusarium memiliki rataan
trol (Tabel 17). Penampilan anatomi akar dapat d
Karakter Anatomi Akar Tiga Aksesi Pisang Am Tahan Fusarium dan Kontrol (AH)
yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan dasarkan uji Tukey pada tarafα5%
Ketera
Gambar 11. Anatom b
rangan: a = korteks, b = epidermis, c = xilem
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Karakter vegetatif tinggi tanaman, lingkar batang, jumlah daun dan jumlah anakan aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium menunjukkan penampilan yang berbeda dengan tanaman kontrol, sedangkan diantara masing-masing aksesi Ambon hijau tahan fusarium tidak menunjukkan perbedaan.
2. Aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium memiliki laju pertumbuhan yang lebih cepat dari pada kontrol yaitu umur berjantung lebih awal 7 BST sedangkan kontrol 10 BST.
3. Karakter kualitatif untuk tipe pertumbuhan daun, posisi anakan, bentuk pangkal helai daun, bentuk tunas jantan, bentuk ujung braktea, dan pola pelepasan braktea tidak menunjukkan perbedaan antara ketiga aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium dan kontrol. Sedangkan perkembangan anakan menunjukkan perbedaan penampilan.
4. Karakter generatif jumlah sisir dan bobot tandan menunjukkan penampilan yang sama dengan kontrol, sedangkan bobot sisir menunjukkan penampilan yang berbeda.
5. Penampilan kerapatan stomata dan anatomi akar menunjukkan penampilan yang sama dengan tanaman kontrol.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Allard, R.W. 1995. Pemuliaan Tanaman. (Terjemahan dari : Principle of Plant Breeding. Penerjemah: Manna). Penerbit PT Rineka Cipta. Jakarta.
Allard, R.W. 1992. Pemuliaan Tanaman. (Terjemahan dari : Principle of Plant Breeding. Penerjemah: Manna). Penerbit PT Rineka Cipta. Jakarta.
Balitbu. 2004. Eradikasi Tanaman Pisang Terserang Penyakit Layu. Balai Penelitian Tanaman Buah, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Jakarta. 2 hal.
Crowder, L.V. 2006. Genetika Tumbuhan. Terjemahan dari: Plant Genetics. Penerjemah: L. Kusdiarti. Penerbit Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 499 hal.
Damayanti, F. 2004. Seleksi in vitro tanaman abaka (Musa textilis Nee) dengan filtrat Fusarium oxysporum untuk ketahanan terhadap penyakit layu fusarium. Bioscientiae 1(2):11-22.
Direktorat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan. 1994. Penyebaran Penyakit Penting pada Tanaman Hortikultura Prioritas (Buah-buahan). Direktorat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan, Direktorat Bina Perlindungan Tanaman. Jakarta. 86 hal.
Handayati, W. 2006. Keragaman genetik mawar mini dengan iradiasi sinar gamma. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 28(4):1-2.
Hwang, S.C., and Ko, W.H. 2004. Cavendish banana cultivars resistant to fusarium wilt acquired through somaclonal variation in Taiwan. Plant Disease 88(6): 580−588.
Hwang, S.C. 1993. Somaclonal resistance in Cavendish banana to fusarium wilt, p. 122-123. InR.C. Ploetz (Ed.). Fusarium Wilt of Banana. The American Phytophathological Society. New York.
IPGRI. 1996. Descriptor for Banana (Musa spp.). International Board for Plant Genetic Resources (IBPGR). Rome. Itali.
Kosmiatin, M. I. Mariska, Roostika, dan E. Gati. 2006. Pembentukan pisang ambon toleran terhadap penyakit layu fusarium melalui variasi somaklonal. Zuriat 17(1):4-8.
Megia, R. 2005. Variasi somaklonal dan induksi mutasi in vitro guna mempercepat pemuliaan tanaman pisang. Zuriat 16(2):153-164.
Moore, N.Y., S. Bentley, K.G, Pegg, and D.R, Jones. 1995. Fusarium Wlit of Banana. International Network for Improvement of Banana and Plantain (INIBAP). France. 4p.
Nakasone, H.Y., and R.E. Paull. 1998. Tropical Fruit. CAB International. London. 445p.
Nelson, S.C., R.C. Ploetz, and A.K. Kepler. 2006. Musa species (banana and plantains), ver.2.2. In Elevitch, C.R (ed.). Species Profiles for Pasific Island Agroforestry. Permanent Agriculture Resources (PAR). Hawai. Nelson, P.E. 1993. Taxonomy of fungi in the genus Fusarium with empahsis on
Fusarium oxysporum, p. 27-28. In R.C. Ploetz (Ed.). Fusarium Wilt of Banana. The American Phytophathological Society. New York.
Ploetz, R.C., J.G. Thomas, and W.R. Slabaugh. 2003. Deseases of banana and plantain, p.109-112. In R.C. Ploetz (Ed.). Deseases of Tropical Fruit Crops. CABI Publishing. Washington.
Robinson, J.C. 1999. Bananas and Plantains. CABI Publishing. New York. 238 p. RUSNAS. 2007. Ringkasan pencapaian hasil tahun 2007. Laporan Akhir Riset
Unggulan Strategis Nasional Pengembangan Buah-Buahan Unggulan Indonesia. 21 hal.
RUSNAS. 2004. Executive summary laporan akhir riset unggulan strategis nasinal pengembangan buah-buahan unggulan indonesia komoditas pisang. Laporan Akhir Riset Unggulan Strategis Nasional Pengembangan Buah-Buahan Unggulan Indonesia. 8 hal.
RUSNAS. 2003. Executive summary laporan akhir riset unggulan strategis nasinal pengembangan buah-buahan unggulan indonesia komoditas pisang. Laporan Akhir Riset Unggulan Strategis Nasional Pengembangan Buah-Buahan Unggulan Indonesia. 12 hal.
Sass. JE. 1951. Botanical Microtechniq Ed. Ke2. The lowa State Coll: Press. Lowa.
Sastrosumarjo, S., Yudiwanti, S.I. Aisyah, S. Sujiprihati, M. Syukur, dan R. Yunianti. 2006. Sitogenetika Tanaman. Institut Pertanian Bogor. Bogor 268 hal.
Suhartanto, M.R., H. Harti, Sobir, dan S. Setiati. 2007. Acuan Standar Operasional Produksi Pisang. Pusat Kajian Buah-buahan Tropika, LPPM-IPB. Bogor. 79 hal.
Sukmadjaja, D.,I. Mariska, E.G. Lestari, M. Tombe, dan M. Kosmiatin. 2006. Pengujian planlet abaka hasil seleksi terhadap Fusarium oxysporum. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Rintisan dan Bioteknologi Tanaman. Bogor, 23-24 September 2003. Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian. Bogor, 23-24 September 2003. Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian.
Walpole. 1993. Pengantar Statistika. Edisi ke-3. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 515 hal.
Lampiran 1. Penamp 40x10 Aksesi
B
AH 500 F30
AH 1 000 F30
AH 1000 F45
AH
LAMPIRAN
mpilan Stomata Bagian Atas dan Bawah Perbe 0
Stomata
Bagian Atas Bagian Bawah
RINGKASAN
YULI NURHAYATI. Analisis Morfologi dan Anatomi Aksesi Pisang Ambon
Hijau Tahan Fusarium Hasil Induksi Mutasi dan Seleski In Vitro Generasi Ke Empat. (Dibimbing oleh SOBIR).
Penelitian ini dilaksanakan untuk mempelajari keragaman morfologi dan anatomi aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium hasil mutasi dan seleski in vitro generasi ke empat yang dilaksanakan di Kebun Percobaan Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (PKBT) Pasir Kuda, Bogor, laboratorium PKBT, Baranangsiang, Bogor, dan laboratorium Biologi, Institut Pertanian Bogor pada bulan November 2009-Juni 2010.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dan perbandingan keragaman antar aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium dan kontrol dengan membandingkan nilai koefisien keragaman masing-masing aksesi. Bahan tanam yang digunakan yaitu aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium generasi ketiga yang terdiri dari AH 500 F30, AH 1 000 F30, AH 1 000 F45, dan AH (kontrol). Masing-masing aksesi ditanam dalam satu baris dengan jumlah 23 tanaman per aksesi (23 ulangan). Keseluruhan tanaman berjumlah 92 tanaman. Pengamatan dilakukan terhadap morfologi dan anatomi tanaman pisang Ambon hijau tahan fusarium dan kontrol. Karakter morfologi yang diamati yaitu karakter vegetatif, generatif, dan kualitatif. Karakter anatomi yaitu kerapatan stomata dan anatomi akar.
ABSTRACT
YULI NURHAYATI. Morphologi and Anatomy Analysis of Banana Accession of Ambon Hijau Resistant to Fusarium Result of Mutation Induction and In VitroSelection of Four Generation. Under the direction of SOBIR.
Fusarium wilt that caused by Fusarium oxysporum cubense (FOC) has been a
serious problem on most banana cultivar in the world including Ambon hijau variety.
Availability of the disease resistant variety can solve the disease problem. In order to
obtain genetic variability related to fusarium resistant Ambon hijau variety, an
irradiation treatment apply to the cali followed by in vitro selection and field
evaluation among promising mutants. The research aimed to study the variability of
anatomy and morphology of Ambon hijau mutants accessions that resistant to
fusarium wilt result after for four generations. Plant material used in this exsperiment
was fusarium resistant ambon hijau accession result to mutation for three generation
with of treatment AH 500 F30, AH 1000 F30, AH 1000 F45, and AH.
This research was conducted at Pusat Kajian Buah-buahan (PKBT) Field
Station in Pasir Kuda, Bogor, and PKBT laboratory at Baranangsiang, Bogor, and
Biology laboratoy of IPB, dramaga Bogor from November 2009 to Juny 2010. The
exsperiment was arranged randomize block design and comparison of diversity
between banana accession of Ambon hijau resistant to fusarium and control by
comparing coefficient value of variability each accession. The observation conducted
to anatomy and morphology of Ambon hijau resistant to fusarium and control.
Morphologi character perceived that is character of vegetative, generative, and
qualitative. Anatomy character that is stomata density and root anatomy.
The result showed that character of vegetative height of crop (height
pseudostem), circular of stem (circular of pseudostem), number of leaf and number of
suckers of Ambon hijau resistant to fusarium show different appearance with control,
while among each accession of Ambon hijau resistant to fusarium don’t show
from at control that is age have earlier heart to 7 BST while control 10 BST.
Qualitative character for the type of leaf habit, position of suckers, shape of leaf blade
base, male bud shape, bract apex shape, and bract behaviour before falling don’t
show difference between third accession of Ambon hijau resistant to fusarium and
control. While development of suckers show difference of appearance. Generative
character for number of hands and bunch weight show appearance which equal to
control, while hands weight show different appearance. Appearance of stomata
density and root anatomy show appearance which equal to control. Third banana
accession of Ambon hijau resistant to fusarium have uniform appearance.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pengembangan tanaman pisang mengalami banyak kendala seperti adanya serangan penyakit layu fusarium. Layu fusarium disebabkan oleh Fusarium oxysporum Schlechtend:Fr. f. sp. cubense (E.F. Smith) Snyder dan Hansen. Penyakit ini dapat menimbulkan kerugian yang sangat besar. Serangan penyakit layu tersebut terjadi hampir di seluruh sentra produksi pisang dengan intensitas serangan layu yang tinggi. Kerusakan lebih dari 40 000 ha pada pertanaman pisang di Amerika Tengah dan Selatan. Tahun 1976 di Taiwan 500 000 tanaman pisang dalam luasan 1 200 ha terserang penyakit fusarium, di Indonesia layu fusarium menghancurkan 2 000 ha pertanaman pisang Cavendish di Sumatera Selatan tahun 1996 (Hwang dan Ko, 2004).
Banyak upaya yang dilakukan untuk mengatasi penyakit fusarium, salah satunya dengan meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit melalui perakitan varietas tahan atau mengurangi tingkat serangan melalui penerapan teknologi budidaya yang baik misalnya dengan penggunaan bibit bebas penyakit (perbanyakan secara in vitro), pengendali hayati menggunakan agens antagonis, solarisasi, penggunaan pupuk kandang/kompos, identifikasi ras dan VCGs populasi fusarium (Riset Unggulan Strategis Nasional, 2003; Riset Unggulan Strategis Nasional 2004). Perbaikan tanaman terutama sifat ketahanan terhadap penyakit dapat dilakukan dengan induksi mutasi melalui peningkatan keragaman somaklonal dengan radiasi yang diikuti seleksi in vitro. Peningkatan keragaman genetik tanaman dilakukan melalui mutasi induksi dengan radiasi sinar gamma, sedangkan peningkatan sifat ketahanan terhadap fusarium dilakukan melalui seleksiin vitro(Zarmiyeniet al., 2007).
Sumber Daya Genetika Pertanian (BBBiogen), Bogor. Melalui teknologi iradiasi dan seleksiin vitrodihasilkan tiga pisang baru tahan fusarium dengan penampilan seperti Barangan, Cavendish, dan Ambon hijau. Sampai saat ini ketiga klon pisang tersebut telah diuji ketahanannya terhadap fusarium sampai generasi ketiga.
Beberapa klon/aksesi pisang tahan fusarium tersebut dapat digunakan sebagai varietas baru untuk mengendalikan penyakit layu fusarium. Penggunaan klon tahan fusarium diharapkan dapat meningkatkan produksi pisang. Pisang tahan fusarium memiliki pertumbuhan lebih baik dibandingkan tanaman pisang yang rentan sehingga akan memiliki ketahanan yang tinggi terhadap serangan penyakit dan dapat meningkatkan produksi pisang. Penggunaan klon pisang tahan penyakit perlu diuji coba ketahanannya dengan penanaman langsung di lapang. Penelitian ini menggunakan aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium generasi ketiga untuk melihat keragaman morfologi dan anatominya pada penanaman tahap empat.
Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA
Syarat Tumbuh
Menurut Nakasone (1998) suhu untuk pisang berkisar 15-380C dengan suhu optimum 270C. Suhu Optimum untuk akumulasi bahan kering dan kematangan buah berkisar 200C dan untuk penampilan daun baru sekitar 300C. Tanaman yang tumbuh di daerah subtropis memproduksi lebih sedikit daun per tahun dibandingkan daerah tropis dan lebih lama diproduksi dan perkembangan buah. Pisang dapat tumbuh pada jenis tanah lempung aluvial yang gembur dan mengandung bahan organik yang tinggi dengan tekstur tanah antara berpasir sampai tanah liat yang berat dan pH tanah yang digunakan antara 4.5 dan 7.5 dan yang direkombinasikan 5.8-6.5. Selanjutnya Nelson et al. (2006) menambahkan bahwa pisang tumbuh pada ketinggian 0-920 m tergantung garis lintang, suhu tahunan 26-30oC, curah hujan tahunan 2000 mm. Sedangkan Suhartanto et al. (2007) menyatakan bahwa karakteristik lahan yang sesuai untuk pertumbuhan pisang yaitu temperatur 25-270C, ketinggian tempat 800 m dpl (di atas permukaan laut), curah hujan 1500-2500 mm/tahun dengan 0-2 bulan lamanya masa kering, dan kelembaban >60%.
Morfologi Pisang
Pisang merupakan tanaman monokotil dan herba perennial dengan tinggi 2-9 m yang mempunyai batang di bawah tanah atau rhizom. Corm mempunyai pucuk yang menghasilkan rhizom pendek dan tunas yang berada dekat induk. Bentuk akar banyak dan menjalar secara ekstensif 4-5 m dari induk dan ke bawah 75 cm (Nakasone, 1998). Akar utama memiliki ketebalan sekitar 5-8 mm berwarna putih ketika baru dan sehat. Kemudian dari beberapa akar utama akan berkembang akar sekunder dan tersier, yang terakhir akan semakin tipis dan lebih pendek dari akar utama. Akar sekunder berasal dari protoxilem dekat ujung akar dan terus berkembang melewati tanah. Beberapa jarak di belakang ujung akar pada perkembangan akar utama dihasilkan rambut akar yang bertugas dalam pengambilan air dan mineral (Robinson, 1999).
Batang sejati pada tanaman pisang sebagian atau keseluruhan ada di bawah tanah yang disebut rhizom. Rhizom dewasa berdiameter sekitar 300 mm. Rhizom merupakan organ penting yang mendukung pertumbuhan tandan buah dan perkembangan anakan. Sebelum berbunga, rhizom berisi sekitar 35% total bahan kering dan menurun menjadi 20% saat kematangan buah karena cadangan didistribusikan untuk pertumbuhan buah (Robinson, 1999). Daun pertama dihasilkan dari meristem pusat pada perkembangan anakan. Daun-daun yang paling besar adalah yang muncul sebelum berbunga. Tangkai daun berlanjut kedalam daun itu sendiri menjadi tulang daun membagi helai menjadi dua bagian lamina. Lamina dewasa memiliki panjang berkisar 1.5-2.8 m pada kultivar Cavendish dan lebar 0.7-1.0 m. Stomata terdapat pada kedua permukaan, kerapatan pada permukaan abaxialsekitar 140 per mm2 tiga kali dari permukaan adaxial. Lamina membutuhkan 6-8 hari untuk membuka secara sempurna. umumnya 10-15 daun fungsional pada tanaman saat muncul bunga dan total luas daun 25 m2(Nakasone, 1998; Robinson, 1999).
epidermis dan aerenkim, dengan daging menjadi mesokarp. Endokarp terdiri atas lapisan hampir rongga ovarian. Masing-masing node mempunyai dua baris pada bunga membentuk tandan pada buah yang secara umum disebut sisir dengan buah individual disebut finger. Pisang Cavendish mempunyai 16 sisir per tandan dengan 30fingerper sisir dan berat tandan buah 70 kg. Buah matang pada daerah tropik sekitar 85-110 hari setelah muncul inflorescence (antesis). Perkembangan buah pada daerah subtropik dingin atau di bawah kondisi mendung sekitar 210 hari (Nakasone, 1998).
Penyakit Layu Fusarium
Layu fusarium disebabkan oleh jamur tular tanah Fusarium oxysporumf. sp. cubense (FOC). Gejala awal menguning pada daun tua yang menyebar ke daun yang lebih muda yang mengakibatkan daun pada pangkal tangkai daun menjadi layu. Penguningan daun mulai dari garis tepi dan naik ke arah tulang daun. Tangkai daun patah pada bagian pangkalnya yang berbatasan dengan batang semu. Sebagian daun menjadi hijau pada beberapa keadaan. Selama perkembangan penyakit, daun yang lebih muda roboh sampai seluruh bagian kanopi mati atau daun kering (Ploetzet al., 2003; Mooreet al., 1995; Hwang dan Ko, 2004).
Infeksi terjadi ketika patogen menembus sistem akar. Patogen menyerang jaringan empulur batang melalui akar yang luka atau terinfeksi. Penyebaran tejadi melalui pembuluh xilem kemudian ke dalam rhizom dan batang semu. Batang yang terserang akan kehilangan banyak cairan dan berubah warna menjadi kecoklatan (Robinson, 1999; Direktorat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan, 1994). Pada batang semu sedikit lapisan coklat atau bintik menjadi jelas dan sampai pelepah daun yang lebih tua (Ploetzet al., 2003). Menurut Nelson (1993) spesies fusarium pada tanaman dapat mengakibatkan gejala bercak daun, busuk akar, busuk buah, penyakit layu, danblight(hawar daun).
berbuah atau buahnya tidak terisi (Direktorat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan, 1994). Beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit layu fusarium yaitu kultivar pisang, drainase, kondisi lingkungan dan tipe tanah (Mooreet al., 1995). Penyakit ini mudah menular melaui bibit dan alat pertanian yang dipakai terutama terjadi pada tanah yang aerasinya kurang baik, becek, dan air tanahnya menggenang. Pada tanah lempung berpasir penyakit ini dapat meluas dengan cepat (Direktorat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan, 1994).
Pisang Tahan Fusarium
Penyakit fusarium merupakan masalah dalam pengembangan tanaman pisang. Upaya untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit melalui penggunaan varietas tahan (Sukmadaja et al., 2006). Perakitan varietas tahan terhadap penyakit memerlukan keragaman genetik yang besar. Perlakuan radiasi yang dikombinasikan dengan seleksi in vitro dapat digunakan untuk memperoleh varietas tanaman yang tahan terhadap penyakit. Perbaikan sifat ketahanan tanaman terhadap penyakit dapat dilakukan melalui peningkatan keragaman somaklonal dengan seleksi in vitro. (Damayanti, 2004; Riset Unggulan Strategis Nasional, 2004).
Penanggulangan Penyakit Fusarium
Pengendalian penyakit pisang dilaksanakan dengan meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit melalui perakitan varietas tahan atau mengurangi tingkat serangan melalui penerapan teknologi budidaya yang baik. Tingkat serangan dapat dikurangi melalui penggunaan bibit bebas penyakit dengan perbanyakan in vitro dan desinfektan bibit (bonggol) pisang yang berasal dari lapang dan menekan perkembangan patogen dengan modifikasi lingkungan tumbuh sehingga tidak mendukung pertumbuhan patogen. Selain itu melalui pengendalian hayati secara biokultural menggunakan agens antagonis dengan memanfaatkan mikroba (mikroorganisme, saprofit, plant growth promoting rhizobacteria), hasil eksplorasi yang dikombinasikan dengan aplikasi kompos, dan solarisasi tanah (Riset Unggulan Strategis Nasional, 2004 ).
Solarisasi tanah yang disertai aplikasi pupuk kandang dan introduksi kombinasi Gliocladium dan Bacillus sp. berindikasi kuat sebagai strategi pengendalian terbaik untuk menekan penyakit layu fusarium pada pisang. Selain itu melalui pengembangan konsorsium mikroba yang telah memperoleh bakteri yang mampu menekan perkembangan penyakit layu fusarium yaitu satu perlakuan tunggal L32 dari antagonis kelompok Bacillus dan empat perlakuan konsorsium ThES32, BaPT3, TvPT3, dan ThBRA61 dari kelompokPseudomonas fluorescens (Riset Unggulan Strategis Nasional, 2007).
Serangan lebih dari 40% maka dilakukan eradikasi total (Balai Penelitian Tanaman Buah, 2004).
Induksi Mutasi
Mutasi merupakan variasi atau perubahan mendadak yang dapat diturunkan dalam gen atau dalam struktur sebuah kromosom (Allard, 1995) yang dihasilkan dari segala macam perubahan bahan keturunan yang mengakibatkan perubahan kenampakan fenotip yang diinginkan (Crowder, 2006). Perubahan keturunan yang secara tiba-tiba sebagai suatu mutasi yaitu titik mutasi atau merupakan hasil dari perubahan jumlah atau struktur kromosom. Penyimpangan kromosom ini termasuk pelipatgandaaan atau kehilangan dari kromosom (perpindahan atau perubahan), dan perbanyakan dari seluruh kromosom atau seperangkat kromosom (poliploida) (Allard, 1992).
Suatu mutasi dapat terjadi pada setiap tahap perkembangan dari suatu organisme, dalam sel-sel dari setiap jaringan baik somatik maupun germinal (Crowder, 2006), pada bagian tanaman dan fase pertumbuhan tanaman, namun lebih banyak terjadi pada pada bagian yang sedang aktif mengadakan pembelahan sel seperti tunas dan biji. Mutasi diduga bersifat khas, hanya mempengaruhi karakter tunggal yang lebih umum (Allard, 1995). Dalam jaringan somatik mutasi mengakibatkan pola mosaik pada satu atau beberapa sel sedangkan dalam jaringan generatif mutasi dapat dipindahkan kepada keturunannya tetapi tidak terlihat untuk beberapa generasi (Crowder, 2006).
peluang terjadinya mutasi yang menghasilkan perubahan karakter yang diinginkan (Sastrosumarjo et al., 2006). Menurut Megia (2005) keuntungan utama induksi mutasi pada tanaman yang memperbanyak diri secara vegetatif seperti pisang adalah kemampuan untuk merubah satu atau beberapa karakter suatu kultivar tanpa merubah genotip baik yang telah ada pada kultivar.
Secara langsung setelah peristiwa mutasi induksi akan terjadi bentuk khimera yang soloid pada sel, jaringan atau organ. Sering kali penampakkan akibat mutasi baru muncul setelah generasi selanjutnya, yakni M, V2, atau kelanjutannya. Perubahan sifat pada mutan mencapai 95-100%, umumnya dari sifat dominan ke resesif (Soedjono, 2003). Mutasi induksi dapat dilakukan dengan mutagen kimia atau mutagen fisik. Mutagen fisik misalnya radiasi menggunakan sinar X, sinar gamma, ultraviolet dan neutron (Sastrosomarjoet al., 2006).
Radiasi menembus bagian tertentu dari gen menyebabkan perubahan bahan DNA. Akibatnya tidak langsung yaitu menimbulkan perubahan zat kimia tertentu di sekitar gen yang menghasilkan perubahan nukleotida. Sinar gamma lebih sering digunakan karena merupakan sinar kuat yang dipancarkan dari isotop radioaktif, panjang gelombang lebih pendek dari sinar X yang penting untuk menginduksi perubahan genetik (Crowder, 2006). Selain itu juga mempunyai daya tembus yang lebih tinggi sehingga peluang terjadinya mutasi akan lebih besar pula (Sastrosomarjoet al., 2006).
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (PKBT) Pasir Kuda, Pasir Kuda, Bogor dengan ketinggian lahan 250 m di atas permukaan laut dan suhu harian berkisar 22.7-31.70C. Untuk analisis lab dilakukan di laboratorium PKBT, Baranangsiang, Bogor dan laboratorium Biologi, Departemen Biologi IPB, Dramaga. Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2009 sampai Juni 2010.
Bahan dan Alat
Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah aksesi pisang Ambon hijau hasil perbanyakan dengan cacah bonggol yang dikategorikan tahan fusarium hasil mutasi melalui radiasi sinar gamma dengan seleksi menggunakan asam fusarat dan filtrat generasi ketiga yaitu AH 500 F30, AH 1 000 F30, dan AH 1000 F45 (Gambar 6). Untuk tanaman kontrol digunakan Ambon hijau tanpa radiasi (AH). Bahan lain yang digunakan yaitu alkohol 70%, gliserin 20% dan 30%, safranin 1%, HNO320%, aquades, bayclin, daun dan akar tanaman pisang.
Alat yang digunakan kamera, meteran, penggaris, mikroskop, petri disk, preparat, cover glas, gelas obyek, pinset, dan alat tulis.
Metode
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan tiga aksesi pisang Ambon hijau tahan fusarium generasi ketiga yang terdiri dari AH 500 F30, AH 1 000 F30, AH 1 000 F45, dan AH (kontrol). Masing-masing aksesi terdiri dari 23 tanaman yang ditanam dalam satu baris yang dijadikan sebagai ulangan.