• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Konsep Taman Islam Berdasarkan Kandungan Quran dan Hadis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Konsep Taman Islam Berdasarkan Kandungan Quran dan Hadis"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN KONSEP TAMAN ISLAM

BERDASARKAN KANDUNGAN QURAN DAN HADIS

MIFTAHUL JANNAH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

▸ Baca selengkapnya: carilah hikmah dan manfaat ibadah dan bersyukur dengan menganalisis berbagai ayat dan hadis lain yang terkait

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Kajian Konsep Taman Islam Berdasarkan Kandungan Quran dan Hadis” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi baik yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

MIFTAHUL JANNAH. Kajian Konsep Taman Islam Berdasarkan Kandungan Quran dan Hadis. Dibimbing oleh WAHJU QAMARA MUGNISJAH dan ANDI GUNAWAN.

Islam adalah agama yang memiliki konsep menyeluruh (syumuliyyah). Hal ini berarti bahwa segala hal dalam kehidupan seorang muslim memiliki kaitan dan aturan dalam agama Islam, termasuk di dalamnya merencanakan, mendesain, dan memanajemen suatu taman. Hingga saat ini, telah terdapat beragam studi mengenai taman Islam, tetapi pada umumnya pembahasan mengacu pada taman yang berkembang pada periode kejayaan Islam, tidak bersumber dari hukum dasar Islam. Oleh karena itu, studi ini memiliki beberapa tujuan, yaitu menganalisis kedudukan hukum dan batasan-batasan syariah dalam perencanaan, desain, dan manajemen taman Islam, mengidentifikasi elemen dan karakter taman Islam berdasarkan kandungan Quran dan hadis, serta menganalisis perbedaan antara konsep taman Islam yang berkembang saat ini dengan konsep taman Islam berdasarkan kandungan Quran dan hadis.

Pengumpulan data pada kajian menggunakan metode studi literatur. Sumber data yang digunakan dalam kajian ini meliputi dua literatur utama dalam agama Islam, yaitu Quran dan hadis, beserta literatur lainnya berupa buku, jurnal, dan hasil penelitian yang terkait dengan topik bahasan. Selanjutnya, data yang telah dikumpulkan dianalisis menggunakan metode analisis isi.

Berdasarkan hasil studi literatur, didapatkan bahwa hukum asal dari perencanaan, desain, dan manajemen taman dalam syariat Islam adalah diperbolehkan selama tidak mengandung hal-hal yang diharamkan. Batasan utama dari hal-hal yang diharamkan tersebut adalah hal-hal yang bersifat mempersekutukan Allah Swt. dan tidak membawa manfaat bagi manusia dan alam. Terdapat tiga kategori mengenai hal-hal yang diharamkan, yaitu elemen yang diharamkan (menggunakan patung dan bentukan yang menyerupai makhluk hidup serta elemen dari emas dan perak), karakter yang diharamkan (mencampuradukkan kebaikan dan keburukan serta berlebihan), dan aktivitas yang diharamkan (mempersekutukan Allah Swt., menyimpang dari sunnatullah, merusak, mendekati zina, serta hal-hal yang minim manfaat atau sia-sia). Kemudian, didapatkan penggambaran elemen lunak (air, vegetasi, dan hewan), elemen keras (bangunan taman, pintu, dan elemen keras lainnya), elemen desain (warna, suara, dan aroma), serta karakter fisik (indah, teduh, area yang luas, kemudahan akses, dan area bersama (publik)), nonfisik (aman dan tenang serta rekreatif), dan pengunjung (tipe, perasaan, pakaian, dan aktivitas) dari taman surga dalam Quran dan hadis sebagai rekomendasi dalam perencanaan, desain, dan manajemen sebuah taman Islam.

(5)
(6)

SUMMARY

MIFTAHUL JANNAH. Study of Islamic Garden Concept Based on the Content of Quran and Hadith. Supervised by WAHJU QAMARA MUGNISJAH and ANDI GUNAWAN.

Islam is a religion that has a comprehensive concept (syumuliyyah). It means that everything in a Muslim’s life is connected in Islam, included in planning, designing, and managing a garden. Up until now, there have been various studies about Islamic garden, but in general, the discussion refers to the garden that emerged in Islamic glory period, not based on the Islamic law itself. Therefore, this study has several objectives, namely to analyze the law position and some limits in planning, designing, and managing an Islamic garden according to sharia, to identify elements and characters of Islamic garden based on the content of Quran and hadith, and also to analyze differences between the Islamic garden concept based on gardens that emerged in Islamic glory period and the concept based on the content of Quran and hadith.

The data collection in this study is using study literature methods. The designing, and managing a garden in Islamic law is allowed as long as it does not contain forbidden things. The main limitations of the forbidden things are the things that associating others as partners with Allah Swt. and things that brings unbenefical uses for human beings and nature. There are three categories of forbidden things, namely the forbidden elements (sculptures and forms that resemble living beings and materials from gold and silver), the forbidden characters (mixing good and evil as well as excessive), and the forbidden activities (associating others as partners with Allah Swt., activities that does not fit the Allah Swt.’s rules (sunnatullah), vanadalism activities, activities that close to adultery, and useless activities). There are also some depiction found about softscapes (water, vegetation, and animal), hardscapes (garden buildings, gates, and the other hardscapes), design elements (color, sound, and scent), and also physical characters (beautiful, shady, wide area, easy-access area, and public area), nonphysical characters (safe and quiet and also recreational), and user characters (types, feelings, clothes, and activities) from the paradise garden on Quran and hadith as a recommendation in planning, designing, and managing an Islamic garden.

(7)

on physical features, but more about the value and functional aspects that isn’t contrary with the Islamic law. So, it should be emphasized that basically the planning, designing, and managing of the Islamic garden can be freer and adjusted to the location and the needs of garden users.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Arsitektur Lanskap

KAJIAN KONSEP TAMAN ISLAM

BERDASARKAN KANDUNGAN QURAN DAN HADIS

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(10)

ii

(11)

iii

Judul Tesis : Kajian Konsep Taman Islam Berdasarkan Kandungan Quran dan Hadis

Nama : Miftahul Jannah NIM : A451130256

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Wahju Qamara Mugnisjah, M.Agr. Ketua

Dr. Ir. Andi Gunawan, M.Agr.Sc. Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Arsitektur Lanskap

Dr. Ir. Nizar Nasrullah, M.Agr.

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

(12)

iv

PRAKATA

Assalamu’alaykum warahmatullahi wabarakatuh.

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahuwataala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini ialah taman Islam, dengan judul “Kajian Konsep Taman Islam Berdasarkan Kandungan Quran dan Hadis”. Penggunaan Quran dan hadis sebagai rujukan utama pada karya ilmiah ini menjadi pertimbangan penting tersendiri dikarenakan nilai kebenaran yang terpercaya dari kedua sumber tekstual tersebut sebagai sumber hukum utama bagi umat Islam. Penulisan kata Quran dan hadis pada karya ilmiah ini mengacu pada kata baku yang terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Wahju Qamara Mugnisjah, M.Agr. dan Dr. Ir. Andi Gunawan, M.Agr.Sc. selaku komisi pembimbing, Dr. Ir. Alinda F. M. Zain, M.Si, serta Dr. Ir. Nizar Nasrullah M.Agr. selaku Ketua Program Studi Arsitektur Lanskap dan jajaran staf pengajar yang telah banyak memberikan masukan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada K. H. Badruddin H. Subky, M.H.I. serta Dr. H. Ibdalsyah, M.A. atas kesediaannya menelaah karya ilmiah ini. Tidak terlupa ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak, Ibu, suami tercinta, seluruh keluarga, teman-teman ‘lingkaran cahaya’, pengurus FORKOM Alims dan pejuang dakwah sekolah lainnya, adik-adik mentoring dan mentoring plus, teman-teman ‘lima bintang’, seluruh mahasiswa Pascasarjana Arsitektur Lanskap 2012 dan 2013, Arsitektur Lanskap 46, serta berbagai pihak lainnya atas segala doa dan bantuannya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat sebagai penerapan ilmu yang telah dipelajari sekaligus mengawali studi mengenai taman Islam berdasarkan kandungan dari sumber hukum Islam yang utama, yaitu Quran dan hadis.

Wassalamu’alaykum warahmatullahi wabarakatuh.

(13)

v

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vii

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 3

Batasan dan Ruang Lingkup Penelitian 3

Kerangka Pikir 3

2 TINJAUAN PUSTAKA

Taman Islam sebagai Sebuah Produk Budaya 4

Konsep Dasar Ajaran Islam 10

3 METODE

Tempat dan Waktu Penelitian 11

Metode Penelitian 11

Prosedur Analisis Data 12

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kedudukan Hukum Taman Islam 18

Batasan Syariah 20

Elemen Taman dan Desain 32

Karakter Taman 45

Perbandingan Konsep Taman Islam 57

5 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan 61

Saran 62

DAFTAR PUSTAKA 62

LAMPIRAN 66

(14)

vi

DAFTAR TABEL

1 Daftar nama pakar dan bidang kompetensi 17

2 Batasan syariah 21

3 Elemen taman dan desain dalam Quran dan hadis 33

4 Karakter taman dalam Quran dan hadis 45

5 Perbandingan konsep taman Islam 57

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pikir 3

2 Halaman Mesjid Cordoba, Spanyol 4

3 Lukisan Taman Persia setelah masuknya pengaruh Islam dari Mongol 5

4 Taj Mahal di India sebagai karya terbesar 6

5 Lukisan Turki yang menggambarkan mengenai taman Islam 6 6 Humayun's Tomb, India, dengan kesan geometris yang kuat 7

7 Alcázar of Seville, Spanyol 7

8 Perkembangan pola chahar bagh (kiri ke kanan) 8

9 Modifikasi tekstur pada dinding taman 8

10 Pola arabesque (tidak terputus) 9

11 Ilustrasi penerangan pada taman Islam di malam hari 9 12 Pergerakan air dalam taman Alhambra, Spanyol 10 13 Al-Qur'an dan terjemahnya (1), Tafsir Jalalain (2), dan Tafsir Ibnu

Katsir (3) 12

14 Ilustrasi aplikasi Ensiklopedi Hadis 9 Imam 14

15 Beberapa buku rujukan lain sebagai sumber pustaka 15

16 Alur penelitian 16

17 Turunan konsep taman Islam berdasarkan hasil studi literatur 17

18 Court of Lions, Alhambra, Spanyol 22

19 Ilustrasi patung kura-kura dari emas pada taman 23 20 Islam kejawen: bersemedi di taman dengan sesajen 24 21 Pola chahar bagh pada Shalimar Garden, Lahore, Isfahan, Iran 25 22 Boleh menghias taman seindah mungkin, asalkan sesuai kegunaan 25

23 Membuat sesajen di taman 27

24 Menanam tanaman tidak pada tempatnya sehingga menimbulkan

kerusakan 28

25 Mencoret-coret fasilitas taman termasuk vandalisme 29 26 Berpacaran di taman termasuk aktivitas mendekati zina 31 27 Duduk-duduk tanpa alasan yang jelas termasuk perbuatan sia-sia 32

28 Argo, Persian Garden, Iran 35

29 Pohon berbuah sebagai naungan (1) dan taman bernaungan pohon (2) 36

30 Ilustrasi keberadaan burung di taman 38

31 Moorish style gazebo di Pettibone Beach, Amerika 39

32 Ilustrasi pintu gerbang taman 40

33 Ilustrasi elemen keras lainnya 41

(15)

vii

35 Welcoming sound dari air yang mengalir 43

36 Bunga sebagai elemen yang memberikan wangi dalam taman 44

37 Garden in Hamsphire, Inggris 46

38 Halaman rumah bernaungan pohon di dekat Islamlar, Turki 47

39 Taj Mahal, India 48

40 Ghavam Garden, Shiraz, Iran, dengan akses yang jelas dan mudah 49

41 Beragam aktivitas dalam satu taman 50

42 Suasana tenang di Highrove Garden, Inggis 51

43 Rekreasi di The Garden of Al-Azhar, Mesir 52

44 Ilustrasi beragam pengguna taman 53

45 Bergembira piknik bersama keluarga di Taman Babur, Afghanistan 54

46 Ilustrasi pakaian muslim dan muslimah 55

47 Beragam aktivitas dalam taman 56

DAFTAR LAMPIRAN

(16)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Islam sebagai agama yang memiliki karakteristik menyeluruh atau universal (syumuliyyah) mengatur tidak hanya dimensi vertikal (ibadah mahdah) saja, tetapi mencakup dimensi horizontal (ibadah ghairu mahdah atau muamalah) (Asy’ari 2007). Sabiq (2006) menerangkan bahwa dalam perundangan Islam (fikih), dalam hal-hal yang masih menyangkut urusan keduniaan (muamalah), sangat terbuka kemungkinan penyesuaian-penyesuaian dalam pelaksanannya, bergantung kepada situasi dan kondisi yang menyertai. Urusan-urusan keduniaan ini mencakup segala hal termasuk di dalamnya konsep dalam membangun sebuah taman.

Terminologi taman Islam sebenarnya bukanlah merupakan sebuah hal yang baru dalam bidang arsitektur lanskap. Hamed (1994) menjelaskan definisi taman Islam sebagai sebuah lanskap yang didesain dengan tujuan tertentu yang spesifik, mengaplikasikan ideologi dan prinsip berdasarkan agama Islam dan budaya masyarakat muslim, dan menggunakan elemen desain yang relatif khusus. Beriringan dengan terminologi taman Islam tersebut, dikenal pula terminologi taman surga. Lehrman (1980) menerangkan bahwa sejak periode awal studi taman Islam, istilah taman Islam seringkali disamakan dengan taman surga.

Paradise (surga) dalam bahasa Inggris diturunkan dari kata pairidaeza dari bahasa Yunani yang merujuk pada kata paradeisos dari bahasa Persia dengan pengertian yang sama (Lehrman 1980). Sementara itu, Alwi (2007) dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan pengertian surga sebagai alam akhirat yang membahagiakan roh manusia yang hendak tinggal di dalamnya dengan keabadian. Hardianto dan Widayat (2006) menerangkan bahwa kata surga dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sansekerta ‘svarga’ yang memiliki arti kurang lebih sama, yaitu tempat mulia yang menjadi tujuan manusia setelah mati.

Ajaran Islam memiliki beberapa terminologi yang digunakan dalam Quran dan hadis mengenai surga. Al-Jauziyyah (2000) menyebutkan beberapa nama surga sesuai dengan sifat-sifatnya, yaitu, 1) al-jannah yang berarti negeri dengan seluruh jenis kenikmatan, kelezatan, kebahagiaan, kesenangan, dan hal-hal yang menyejukkan mata, 2) darus-salam yang berarti negeri penuh kesejahteraan, 3) darul khuldi yang berarti negeri yang abadi, 4) darul muqamah yang berarti tempat kediaman, 5) jannatul ma’wa yang berarti surga tempat tinggal, 6) surga ‘Adn yang merupakan nama bagi keseluruhan surga, 7) darul hayawan yang berarti negeri yang sesungguhnya, 8) firdaus yang berarti surga yang paling mulia dan paling tinggi, 9) jannatun na’im yang berarti surga kenikmatan, 10) al-maqam al-amin yang berarti tempat yang aman, 11) maq’ad sidq yang berarti tempat yang disenangi, serta 12) qadam sidq yang berarti tempat yang disenangi.

(17)

2

penggambaran surga telah terdapat pula pada kitab-kitab agama lainnya yang hadir sebelum Quran, salah satunya kitab agama Hindu dan Budha.

Hingga saat ini, telah terdapat beragam studi mengenai berbagai aspek dalam taman Islam. Namun, sangat sulit untuk memisahkan mengenai pembahasan taman Islam secara tekstual melalui sumber-sumber hukum Islam dengan pembahasan mengenai taman yang berkembang pada periode kejayaan Islam. Lehrman (1980) menyatakan bahwa terdapat berbagai hal yang mempengaruhi karakter taman Islam dalam perkembangannya di berbagai area di dunia, termasuk di antaranya adalah iklim dan kebiasaan serta tradisi masyarakat setempat yang telah mengakar sebelum Islam memasuki wilayah tersebut.

Sejalan dengan hal tersebut, Ansari (2011) menyatakan bahwa terdapat kemungkinan karakter taman Islam yang dikenal saat ini tidak sepenuhnya berkiblat pada Quran dan hadis saja, melainkan telah terasimilasi dengan budaya. Salah satu contoh dari asimilasi konsep Islami dengan budaya adalah pada Court of Lions di Alhambra. Lehrman (1980) menerangkan bahwa taman ini memiliki water basin yang dihias dengan dekorasi berupa patung singa. Menurut Qardhawi (2000), penggunaan patung singa ini berlawanan dengan ajaran Islam yang melarang penggunaan patung dan hal-hal yang menyerupai makhluk hidup.

Studi mengenai taman Islam terus berkembang hingga saat ini. Akan tetapi, mulai terlihat indikasi bahwa studi tersebut menjadi lebih terfokus pada sejarah taman yang berkembang pada periode kejayaan Islam dahulu dan mengambil konsep dasar serta konsep desain darinya, bukan kembali kepada sumber hukum Islam yang utama, yaitu Quran dan hadis. Oleh karena itulah, perlu dilakukan sebuah studi tekstual terhadap sumber utama hukum Islam untuk dapat merumuskan dasar-dasar dari perencanaan, desain, dan pengelolaan taman Islam.

Perumusan Masalah

Saat ini telah terdapat penyempitan makna dari taman Islam, hal ini didasari oleh perkembangan literatur dan studi mengenai taman Islam yang menjadi sangat spesifik pada satu bentuk desain saja. Padahal, pembahasan mengenai taman Islam sebagai bagian dari konsep ajaran Islam secara keseluruhan akan lebih luas dan menyeluruh. Oleh karena itu, perlu dilakukan sebuah kajian tekstual untuk menyusun ulang konsep taman Islam berdasarkan sumber hukum Islam yang utama, yaitu Quran dan hadis.

Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai melalui kajian ini adalah

1. menganalisis kedudukan hukum dan batasan-batasan syariah dalam perencanaan, desain, dan pengelolaan taman Islam berdasarkan syariat Islam, 2. mengidentifikasi elemen dan karakter taman Islam berdasarkan kandungan

Quran dan hadis, serta

(18)

3

Manfaat Penelitian

Beberapa manfaat yang diharapkan dari kajian ini adalah

1. mengetahui kedudukan hukum dan batasan syariah dari taman Islam berdasarkan kandungan Quran dan hadis,

2. memberikan rekomendasi elemen dan karakter taman Islam berdasarkan kandungan Quran dan hadis, serta

3. mengetahui perbedaan konsep taman Islam yang berkembang saat ini dengan konsep taman Islam berdasarkan kandungan Quran dan hadis dan konsep umum dalam bidang arsitektur lanskap.

Batasan dan Ruang Lingkup Penelitian

Kajian ini dibatasi pada studi tekstual mengenai kedudukan hukum, batasan syariah, serta rekomendasi elemen dan karakter taman Islam pada sumber-sumber tertentu yang telah diseleksi sebelumnya. Selain itu, kajian ini juga membahas secara singkat mengenai perbandingan konsep taman Islam yang berkembang saat ini dengan konsep taman dalam Islam berdasarkan Quran dan hadis sebagai sumber hukum utama dalam ajaran Islam yang terjamin kebenarannya dan konsep umum dalam bidang arsitektur lanskap. Ruang lingkup kajian hanya mencakup konsep tekstual berdasarkan hasil studi literatur, tidak memberikan keluaran berupa desain spesifik mengenai taman Islam.

Kerangka Pikir Penelitian

Dua hal yang mendasari pelaksanaan kajian ini adalah

1. hukum dasar dari perencanaan, desain, dan pengelolaan taman Islam, serta 2. perlunya kajian mendalam mengenai konsep taman Islam dengan menjadikan

Quran dan hadis sebagai sumber utama. Kerangka pikir kajian disajikan pada Gambar 1.

(19)

4

2

TINJAUAN PUSTAKA

Taman Islam sebagai Sebuah Produk Budaya

Jellicoe et al. (1995) menjelaskan mengenai perkembangan lanskap Islam dalam satu kesatuan sebagai perkembangan kebudayaan pada area tengah. Mereka menyebutkan bahwa kebudayaan Islam berhasil mengambil alih di area timur pada tahun 1700-an. Di sisi lain, Lehrman (1980) menjelaskan perkembangan taman dan lanskap Islami menggunakan pembagian lokasi. Terdapat beberapa area yang disinyalir menjadi pusat perkembangan taman dan lanskap Islami, yaitu Spanyol, Iran, India, dan beberapa negara lain (Afrika Utara dan Silicy, Mesir dan Semenanjung Arab, Turki, Uzbekistan, dan Afghanistan).

Spanyol

Lehrman (1980) menerangkan bahwa bangsa Moor yang memeluk agama Islam tiba di Spanyol pada awal abad ke-8. Mereka memperkenalkan budaya serta ilmu pengetahuan, seni, dan pendidikan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan bangsa Eropa pada saat itu. Kemudian, pada abad ke-10, dilaporkan bahwa telah terdapat ribuan taman di sepanjang kota Cordoba. Fireza (2007) menerangkan bahwa taman Islami di Spanyol dapat dilihat dari desain patio tradisional yang memanjang mengikuti kontur. Sebagai penutup dari dunia luar, pada taman dibangun deretan pilar dengan arch yang masih bergaya Moorish. Secara garis besar, pengaruh Islam terlihat pada (1) taman yang religius, sebagai tempat spiritual dalam persiapan memasuki ibadah (Gambar 2), serta (2) taman-taman istana yang mengekspresikan surga dalam bentuk aliran empat sungai surga.

Gambar 2 Halaman Mesjid Cordoba, Spanyol Sumber: skyscrapercity.com

Iran

(20)

5 Fireza (2007) menerangkan bahwa terdapat 4 unsur penting pada taman Persia (Iran, Turkistan, dan Irak) tradisional, yaitu air, naungan, bunga, dan musik. Pada umumnya, taman-taman Persia kuno didesain menjadi 4 bagian yang dipisahkan oleh sungai atau kanal, berhubungan dengan kepercayaan Persia sebelum Islam hadir, yaitu konsep kosmologi bahwa alam semesta dibagi menjadi 4 bagian oleh 4 sungai besar. Selain itu, hal tersebut juga terdapat dalam pendeskripsian surga pada Kitab Injil Perjanjian Lama. Lehrman (1980) menyerangkan bahwa pada abad ke-7, Islam pertama kali memasuki Iran bersama dengan bangsa Arab. Kemudian, pada abad ke-16, Isfahan telah dikenal sebagai salah satu kota yang terindah di dunia, dengan taman-taman yang konsep umumnya serupa dengan taman yang dibuat oleh masyarakat muslim di Spanyol. Fireza (2007) menyebutkan bahwa masyarakat muslim mengadaptasi konsep taman yang telah ada sebelumnya dan mengkombinasikannya dengan penggambaran surga yang didapatkan dalam Quran, antara lain, dengan menambahkan kolam sebagai elemen air, menghilangkan figur makhluk hidup, menggunakan dua jenis pohon yang cukup berarti bagi Muslim Persia saat itu (cemara sebagai lambang kematian, serta kenari dan plum berbunga sebagai lambang kehidupan dan harapan), dan hal-hal lainnya (Gambar 3).

Gambar 3 Lukisan taman Persia setelah masuknya pengaruh Islam dari Mongol Sumber: electummagazine.com

India

(21)

6

membentuk benteng yang dibuat dari batu merah serta bangunan marmer putih yang elegan dengan makam yang indah sebagai isi utamanya, (2) jalan kerajaan menuju Kashmir berupa sebuah prosesi yang indah dan berdiri seperti Tembok Raksasa dari Himalaya, serta (3) Kota Kashmir itu sendiri yang dilukiskan sebagai perwujudan dari kebahagiaan insan di dunia. Sisa-sisa kebudayaan Hindu sebelumnya tetap dipertahankan dengan Taj Mahal sebagai karya terbesar dari arsitektur Islam India (Gambar 4).

Gambar 4 Taj Mahal di India sebagai karya terbesar Sumber: bugbog.com

Negara Lainnya

Lehrman (1980) mencatat negara-negara lainnya yang pada periode yang sama perkembangannya dipengaruhi oleh Islam, termasuk dalam desain tamannya. Terdapat Afrika Utara dan Silicy, Mesir dan semenanjung Arab, Turki (Gambar 5), Uzbekistan, dan Afghanistan yang tercatat memiliki taman dengan konsep umum yag cenderung serupa. Di Tunisia (Afrika Utara), taman dengan tradisi budaya Islam pertama kali masuk pada abad ke-9, berupa taman yang luas, bersifat geometrik, ditanami dengan berbagai macam tanaman, dan diirigasi dengan baik.

(22)

7 Lehrman (1980) menjelaskan bahwa terdapat beberapa kesamaan karakter dari keseluruhan taman yang tercatat berkembang pada masa kejayaan Islam tersebut. Beberapa karakter tersebut adalah sebagai berikut.

1. Order (urutan)

Kesamaan yang paling nyata dari hampir keseluruhan taman tersebut adalah pada bentukan utamanya yang bersifat geometris. Geometris ini digunakan karena diyakini dapat menyimbolkan keesaan Tuhan melalui penggambaran yang jelas dan terbaca. Pada awalnya, taman-taman tidaklah berbentuk geometris, sebagai contohnya taman bunga di Kabul memiliki aliran air yang zigzag dan tidak terarah, tetapi Mughal mengubahnya menjadi geometris karena merasa hal tersebut lebih indah dan menarik. Secara umum, bentukan geometris dianggap memberikan sense yang berhubungan dengan spirit yang terasa lebih besar daripada manusia itu sendiri (Gambar 6).

Gambar 6 Humayun’s Tomb, India, dengan kesan geometris yang kuat Sumber: en.wikipedia.org

2. Space (ruang)

Sense of place pada taman sangat kuat, berkaitan dengan fungsi taman pada tempat tersebut. Akan tetapi, tidak ada ukuran yang khusus dalam taman. Space pada taman dan halaman yang berkembang pada masa kejayaan Islam sangatlah bervariasi bergantung kepada penggunannya, masing-masing memberikan pengalaman spasial yang berbeda-beda (Gambar 7).

(23)

8

3. Form (bentukan)

Bentukan yang berkembang pada taman-taman di masa kejayaan Islam sebenarnya sangat dipengaruhi oleh tradisi dan budaya setempat. Sebagai contohnya, sebelum Islam hadir, telah dikenal empat elemen suci, yaitu air, udara, api, dan tanah, serta telah terdapat keterangan dalam The Book of Genesis bahwa Eden dibagi menjadi empat; kemudian diwujudkan dalam pola chahar bagh (Gambar 8). Contoh lainnya adalah penggunaan dinding, hal ini dilakukan untuk memanipulasi iklim mikro pada taman agar lebih sejuk dari area di sekitarnya. Selain itu, beberapa elemen lainnya adalah air, paving, vegetasi yang lebih didominasi oleh pepohonan evergreen sebagai simbol keabadian, serta penggunaan ubin yang berwarna-warni dan dominasi dari suara burung.

Gambar 8 Perkembangan pola chahar bagh (kiri ke kanan) Sumber: Ansari (2011)

4. Texture (tekstur)

Tekstur yang digunakan pada taman Islam sangat beragam, tetapi secara umum pengembangan tekstur terfokus pada tekstur yang lebih bersifat alami. Jika tekstur dimodifikasi, hal ini tidak sampai mengubah tekstur alaminya secara keseluruhan. Dalam taman, tidak hanya tekstur dari material perkerasan atau bangunan saja yang dimodifikasi, tetapi tekstur dari vegetasi dan air pun turut mendapat perhatian (Gambar 9).

(24)

9 5. Pattern (pola)

Selain bentukan geometris secara umum, pola yang digunakan pada taman Islam adalah pola abstrak yang terus berkembang semakin kreatif, tidak hanya berupa lingkaran dan segi empat. Inspirasi utama dari pola-pola tersebut adalah tumbuhan, selain itu terdapat pula kaligrafi. Sementara itu, pola yang terinspirasi dari penggambaran manusia dan hewan dihindari karena dikhawatirkan dapat menjadi objek sesembahan atau menghina Tuhan. Sekalipun penggunaan pola terlihat bebas, bagi seorang muslim yang kontemplatif, pola dapat menjadi hal yang sangat menarik dan memiliki banyak makna, seperti puisi (Gambar 10).

Gambar 10 Pola arabesque (tidak terputus) Sumber: shutterstock.com

6. Light (cahaya)

Terdapat tiga aspek cahaya yang relevan pada taman-taman Islam. Pertama, aspek kognitif, bergantung kepada persepsi yang terlihat dari bentukan, kecerahan, dan warna cahaya pada lingkungan. Kedua, aspek estetis, berhubungan dengan kesadaran sensual dan emosional, umumnya didapatkan dari cahaya matahari, bulan, dan bintang-bintang. Aspek ketiga adalah aspek simbolis, menjadi penghubung dua aspek sebelumnya sekaligus memberikan pemahaman mengenai kehidupan (Gambar 11).

(25)

10

7. Movement (pergerakan)

Sense of movement dalam taman Islam sangat jelas dan terarah, hal ini disebabkan oleh dominasi dari karakter formal dan aksialnya. Terdapat banyak aspek pergerakan dalam taman selain pergerakan dari pengunjung. Aspek pergerakan lainnya yang dominan dan menonjol adalah pergerakan air yang kontinu dan tidak berubah, hal ini memberikan ketertarikan dan kekonstanan yang hidup pada lingkungannya (Gambar 12).

Gambar 12 Pergerakan air dalam taman Alhambra, Spanyol Sumber: gardener.ru

Konsep Dasar Ajaran Islam

Nasuha (2009) menjelaskan bahwa Islam pada hakikatnya sangat luas, tetapi secara sederhana Islam dapat dikelompokkan menjadi tiga ranah, yaitu akidah, syariah, dan akhlak. Pembagian konsep dasar ajaran Islam menjadi tiga bagian ini merupakan pendapat paling umum yang disetujui oleh mayoritas ulama.

Berkenaan dengan ranah pertama dalam Islam (akidah), Omer (2012) menyebutkan bahwa inti dasar dari akidah adalah tauhid yang merupakan pemahaman bahwa Allah Swt. adalah satu-satunya zat yang layak untuk disembah. Terdapat tiga jenis tauhid, yaitu tauhid uluhiyah (pengesaan Allah Swt. dalam peribadatan, kepatuhan, kecintaan, ketakutan, dan ketaatan secara mutlak), rububiyyah (keyakinan bahwa Allah Swt. adalah satu-satunya pencipta semua makhluk dan penguasa seluruh alam), dan tauhid asma wa sifat (keyakinan akan nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya yang tidak mungkin dimiliki oleh selain-Nya).

(26)

11 bersumber dari Allah Swt. dan Rasulullah Saw. untuk mengatur perbuatan manusia, baik dalam rangka berhubungan dengan Tuhannya (beribadah) maupun dalam rangka berhubungan dengan sesamanya (bermuamalah). Sementara itu, fikih memiliki pengertian sebagai penjelasan atau uraian yang lebih rinci dari apa yang telah ditetapkan dalam syariah. Secara umum, dapat dikatakan bahwa pengertian dari hukum Islam mencakup kedua hal tersebut, yaitu syariah dan fikih. Terdapat dua perbedaan hukum dasar antara ibadah dan muamalah. Hukum dasar dari ibadah mahdhah adalah haram selama tidak terdapat aturan (baik ayat dalam Quran maupun hadis yang bersumber shahih dari Rasulullah Saw.), sedangkan hukum asal dari muamalah (hal-hal yang berkaitan dengan dunia) adalah halal selama tidak ada aturan atau dalil yang mengharamkannya.

Sebagai ranah ketiga dalam Islam, yaitu akhlak, Marzuki (2009) menyebutkan bahwa kata akhlak berasal dari bahasa Arab al-akhlaq yang berarti tabiat, perangai, dan kebiasaan. Kata ini banyak ditemukan dalam hadits Nabi Saw. Dalam perbedaharaan bahasa Indonesia, kata-kata yang setara maknanya dengan akhlak adalah moral, etika, nilai, dan karakter. Sylviyanah (2013) menyebutkan bahwa akhlak mulia merupakan pondasi utama dalam pembentukan pribadi manusia. Untuk merealisasikan akhlak mulia ini, diperlukan sebuah pembinaan yang terus-menerus semenjak dini.

3

METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian mengenai kajian konsep taman Islam berdasarkan kandugan Quran dan hadis tidak ditentukan secara spesifik karena kajian lebih bersifat tekstual dan memfokuskan pada dua sumber hukum Islam yang utama, yaitu Quran dan hadis, serta menggunakan literatur-literatur lainnya berupa buku dan jurnal hasil penelitian sebelumnya sebagai pembanding. Kegiatan penelitian dilaksanakan selama empat belas minggu, yaitu sejak bulan Februari hingga Juni 2014.

Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode studi pustaka. Studi pustaka mencakup beberapa hal, yaitu

1. dasar hukum dan batasan syariah pada taman Islam yang sesuai dengan syariat Islam,

2. rekomendasi elemen dan karakter taman Islam dengan mengacu pada penggambaran taman surga dalam Quran dan hadis, serta

(27)

12

Terdapat tiga rujukan utama dalam studi pustaka. Ketiga rujukan tersebut adalah

1. Quran sebagai sumber hukum utama dalam ajaran Islam beserta dua jenis tafsirnya, yaitu Tafsir Jalalain dan Tafsir Ibnu Katsir,

2. enam kitab hadis yang paling populer, yaitu Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan At-Tirmidzi, Sunan Abu Dawud, Sunan An-Nasa’i, dan Sunan Ibnu Majah, serta

3. sumber-sumber literatur ilmiah lainnya berupa buku, jurnal, dan hasil penelitian sebelumnya yang terkait dengan taman Islam maupun bidang arsitektur lanskap secara umum.

Prosedur Analisis Data

Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis isi (content analysis) (Berg dan Lune 2011, dengan modifikasi) yang terdiri atas tiga tahapan, yaitu mengumpulkan data, mengidentifikasi dan menyeleksi data, serta memilih indikator untuk menentukan konsep taman yang sesuai dengan konsep ajaran Islam. Setelah ketiga tahapan tersebut selesai, dilakukan validasi hasil studi dengan mengirimkan keseluruhan hasil kajian kepada pakar untuk dinilai dan diberikan kritik saran yang membangun. Berikut adalah langkah-langkah yang dilakukan dalam studi konsep taman Islam.

Pengumpulan Data

Data utama yang dikumpulkan adalah berupa ayat-ayat dari Quran beserta tafsirnya, hadis-hadis, dan literatur lainnya yang memiliki keterkaitan dengan dasar hukum mengenai taman Islam, batasan-batasan konsep taman Islam secara syariah, serta perumusan konsep taman Islam dengan mengacu pada penggambaran elemen dan karakter dari taman surga dalam Quran dan hadis. Berikut adalah penjelasan sumber-sumber data yang digunakan.

Gambar 13 Quran dan terjemahnya (1), Tafsir Jalalain (2), dan Tafsir Ibnu Katsir (3)

Sumber: images.google.com

1 2

(28)

13

1. Quran

Al-Qaththan (2013) menjelaskan bahwa para ulama menyebutkan definisi Quran dengan khusus, yaitu firman Allah Swt. yang diturunkan kepada Muhammad Saw., yang pembacaannya menjadi suatu ibadah. Kata ‘kalam’ yang dimaksud dalam definisi ini merupakan kelompok jenis yang mencakup seluruh jenis kalam, dan penyandarannya kepada Allah Swt. yang menjadikannya kalamullah menunjukkan secara khusus sebagai firman-Nya, bukan kalam manusia, jin, atau malaikat.

Sebagai sumber hukum pertama umat Islam, Quran memperoleh perhatian intensif dari umatnya, terutama dalam rangka menafsirkan kata-kata yang gharib (aneh atau asing) atau dalam mena’wilkan suatu redaksi kalimat. Maka, dalam mendefinisikan lebih lanjut setiap ayat Quran, dibutuhkan tafsir Quran sebagai bantuannya. Terdapat dua tafsir yang digunakan dalam kajian ini, yaitu Tafsir Jalalain dan Tafsir Ibnu Katsir (Gambar 13).

a. Tafsir Jalalain

Tafsir Al-Jalalain ditulis oleh dua orang, yaitu Jalaluddin Al-Mahalliy dan Jalaluddin Asy-Syuyuthi (Al-Qaththan 2013). Tafsir Jalalain tergolong tafsir yang sangat dasar. Zuhdi (2011) menerangkan bahwa Tafsir Jalalain termasuk ke dalam golongan tafsir yang menggunakan model penafsiran objektif-tradisionalis. Model penafsiran ini mengisyaratkan bahwa pemahaman Quran haruslah sesuai atau tidak boleh jauh dari bunyi teks ayatnya. Oleh karena itu, penafsiran dengan Tafsir Jalalain bersifat sangat dasar dan hanya memperdebatkan wilayah gramatikal kebahasaan semata, tidak melihat pesan moral di balik ayat yang ditafsirkannya.

b. Tafsir Ibnu Katsir

Tafsir Ibnu Katsir (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim) ditulis oleh Imaduddin Abu Fida’ Ismail bin Amr bin Katsir dan termasuk tafsir terkemuka dan termasyhur, terutama dalam pendekatan tafsir bil-ma’tsur (mendefinisikan ayat Quran dengan ayat lainnya atau hadis yang relevan). Keistimewaan Tafsir Ibnu Katsir terletak pada seringnya memberikan peringatan akan riwayat-riwayat yang berbau Israiliyat (berita-berita yang diceritakan Ahli Kitab—yang berpegang pada Taurat dan Injil—yang masuk Islam) dan memaparkan masalah-masalah hukum yang ada dalam berbagai mazhab, kemudian mendiskusikannya secara komprehensif (Al-Qaththan 2013).

2. Hadis

Menurut ahli hadis, istilah hadis bermakna sebagai apa yang disandarkan kepada Nabi Saw., berupa ucapan, perbuatan, penetapan, sifat, atau sirah beliau, baik sebelum kenabian maupun sesudahnya. Menurut ahli ushul fikih, yang termasuk di dalam hadis adalah perkataan, perbuatan, dan penetapan yang disandarkan kepada Nabi Saw. setelah kenabian karena konsekuensinya adalah dikerjakan (Al-Qaththan 2004). Arifin (2012) menyebutkan bahwa diterimanya hadis sebagai salah satu sumber ajaran Islam merupakan suatu keniscayaan. Hal ini didasari oleh dua sebab, yaitu a) berdasarkan ruang lingkup dan jangkauan Quran, dan b) keterbatasan manusia dalam memahami petunjuk Quran.

(29)

14

menyebutkan bahwa dalam khazanah hadis, terdapat enam kitab hadis induk yang menjadi rujukan utama karena kelebihannya dalam aspek validitas dan akurasi hadis. Keenam kitab tersebut yang kemudian digunakan dalam studi pustaka dengan penjelasannya masing-masing sebagai berikut.

Gambar 14 Ilustrasi aplikasi Ensiklopedi Hadis 9 Imam Sumber: Lidwa (2011)

a. Shahih Bukhari

Shahih Al-Bukhari (Al-Jami’ Ash-Shahih) ditulis oleh Al-Imam Abu ‘Abdillah Muhammad bin Isma’il Al-Bukhari (194-256 H). Kitab hadis ini merupakan kitab yang paling akurat dan komprehensif jika dibandingkan dengan yang lain. Al-Bukhari adalah orang pertama yang menyusun dan membukukan hadis shahih, diawali dengan Kitab Bad’u Al-Wahyu dan Kitabul Iman, kemudian diakhiri dengan Kitabut Tauhid dengan keseluruhan berjumlah 97 kitab. Dalam kajian ini, untuk memudahkan proses pencarian, kitab Shahih Bukhari diakses menggunakan perangkat lunak Ensiklopedi Hadis 9 Imam yang dikembangkan oleh Lidwa (2011) (Gambar 14).

b. Shahih Muslim

Shahih Muslim (Al-Jami’ Ash-Shahih) ditulis oleh Imam Abul Husain Muslim bin Hajjaj Al-Qusyairi An-Naisaburi (wafat 261 H). Kitab hadis ini berisi kumpulan riwayat hadis yang shahih saja sesuai dengan syarat yang telah ditentukan oleh Imam Muslim. Total dari keseluruhan kitabnya adalah sejumlah 54 kitab. Dalam kajian ini, untuk memudahkan proses pencarian, kitab Shahih Muslim diakses menggunakan perangkat lunak Ensiklopedi Hadis 9 Imam yang dikembangkan oleh Lidwa (2011).

c. Sunan Tirmidzi

(30)

15 d. Sunan Abu Dawud

Sunan Abu Dawud merupakan kitab hadis yang ditulis dengan metode berdasarkan pembahasan fikih. Penulis dari kitab hadis ini adalah Sulaiman bin Asy’ats As-Sijitsani (wafat 275 H). Dalam kajian ini, untuk memudahkan proses pencarian, kitab Sunan Abu Dawud diakses menggunakan perangkat lunak Ensiklopedi Hadis 9 Imam yang dikembangkan oleh Lidwa (2011). e. Sunan An-Nasa’i

Sunan An-Nasa’i merupakan kitab hadis yang ditulis dengan metode berdasarkan pembahasan fikih. Penulis dari kitab hadis ini adalah Abdurrahman Ahmad bin Syu’aib An-Nasa’i (wafat 303 H). Dalam kajian ini, untuk memudahkan proses pencarian, kitab Sunan An-Nasa’i diakses menggunakan perangkat lunak Ensiklopedi Hadis 9 Imam yang dikembangkan oleh Lidwa (2011).

f. Sunan Ibnu Majah

Sunan Ibnu Majah merupakan kitab hadis yang ditulis dengan metode berdasarkan pembahasan fikih. Penulis dari kitab hadits ini adalah Muhammad bin Yazid bin Majah Al-Qazwini (wafat 275 H). Dalam kajian ini, untuk memudahkan proses pencarian, kitab Sunan Ibnu Majah diakses menggunakan perangkat lunak Ensiklopedi Hadis 9 Imam yang dikembangkan oleh Lidwa (2011).

3. Literatur lainnya

Literatur lainnya yang digunakan berupa buku dan jurnal terkait mengenai hukum Islam, studi taman Islam, dan mengenai taman secara keseluruhan. Beberapa buku rujukan disajikan pada Gambar 15.

(31)

16

Identifikasi dan Seleksi Data

Pada tahapan ini, data yang telah diperoleh berdasarkan hasil pencarian sebelumnya diidentifikasi ulang dan diseleksi ke dalam tiga bagian. Ketiga bagian tersebut adalah

1. kedudukan hukum dan batasan syariah dalam perencanaan, desain, dan pengelolaan taman Islam,

2. rekomendasi elemen dan karakter taman Islam berdasarkan penggambaran elemen dan karakter taman surga pada Quran dan hadis, serta

3. perbedaan konsep taman Islam yang berkembang saat ini dengan konsep taman Islam berdasakan Quran dan hadis dan konsep umum pada bidang arsitektur lanskap.

Gambar 16 menyajikan alur pencarian data semenjak awal hingga mendapatkan hasil untuk diidentifikasi ulang dan diseleksi sesuai dengan kebutuhan.

Gambar 16 Alur penelitian

Pemilihan Indikator untuk Menentukan Konsep Taman Islam Berdasarkan Kandungan Quran dan Hadis

(32)

17 batasan taman berdasarkan syariah, rekomendasi elemen dan karakter taman surga yang dapat diterapkan pada taman Islam di dunia, serta perbandingan antara konsep taman Islam yang telah berkembang saat ini dengan konsep taman Islam berdasarkan kandungan Quran dan hadis yang telah dikaji sebelumnya. Gambar 17 secara umum menyajikan turunan konsep taman Islam berdasarkan kandungan Quran dan hadis dari hasil studi literatur.

Gambar 17 Turunan konsep taman Islam berdasarkan hasil studi literatur

Validasi Konsep Taman Islam

Validasi konsep taman Islam yang telah dirumuskan berdasarkan hasil kajian dilakukan dengan cara memberikan keseluruhan hasil kajian kepada dua orang pakar agama Islam yang memiliki kompetensi di bidangnya masing-masing. Kedua pakar yang berasal dari Universitas Ibnu Khaldun (UIKA) Bogor membaca keseluruhan hasil kajian, kemudian memberikan masukan secara umum mengenai substansi dari kajian tersebut. Tabel 1 menyajikan daftar nama pakar dan bidang kompetensinya.

Tabel 1 Daftar nama pakar dan bidang kompetensi

No Nama Kompetensi

1 K. H. Badruddin H. Subky, M.H.I Pakar tafsir Quran 2 Dr. H. Ibdalsyah, M. A. Pakar tafsir hadis

Untuk penulisan selanjutnya dalam hasil penelitian, digunakan model penulisan berupa nomor surat dan nomor ayat di dalam kurung (x:yy) untuk

Konsep Taman Islam berdasarkan Kandungan Quran dan Hadis

(33)

18

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kedudukan Hukum Taman Islam

Konsep Muamalah dalam Islam

Sabiq (2006) menerangkan bahwa universalitas Islam bermakna risalah Islam yang mencakup seluruh umat manusia di segala masa, dengan beberapa bukti berikut: a) pada dasarnya tidak terdapat hal-hal yang sulit untuk dipercaya dan dilaksanakan, b) pada dasarnya hal-hal yang tidak dipengaruhi waktu seperti masalah akidah dan ibadah telah dijelaskan secara sempurna dan terperinci sehingga tidak usah ditambah atau dikurangi lagi, sedangkan hal-hal yang memungkinkan mengalami perubahan karena perbedaan situasi dan kondisi, yaitu muamalah, cukup ditetapkan garis besarnya agar dapat mengikuti perkembangan kepentingan manusia, serta c) pada dasarnya seluruh ajaran Islam dimaksudkan untuk menjaga maqashid syariah (agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta) manusia.

Qardhawi (2000) menerangkan bahwa dasar pertama yang ditetapkan dalam Islam mengenai muamalah adalah tentang kehalalan dan kemubahan segala sesuatu benda yang diciptakan oleh Allah Swt. Maksud dari hal tersebut adalah tidak ada satu pun yang haram kecuali terdapat dalil yang sah dan tegas yang mengharamkannya. Hal ini sesuai pula dengan firman Allah Swt. dalam QS Al-Baqarah yang artinya, “Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (2:29). Pada ayat tersebut, ditekankan bahwa segala yang ada di bumi pada dasarnya diciptakan untuk manusia, sebagai khalifah di muka bumi (Ar-Rifa’i 2000a).

Hal senada juga terdapat dalam hadis riwayat Daraquthni, seperti dikutip dalam Qardhawi (2000), yaitu, “Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah ta’ala telah mewajibkan beberapa perkara, maka janganlah kamu meninggalkannya dan telah menetapkan beberapa batas, maka janganlah kamu melampauinya dan telah mengharamkan beberapa perkara maka janganlah kamu melanggarnya dan Dia telah mendiamkan beberapa perkara sebagai rahmat bagimu bukan karena lupa, maka janganlah kamu membicarakannya.” Qardhawi (2000) melanjutkan bahwa berdasarkan hadis tersebut, menjadi jelas bahwa kaidah asal segala sesuatu adalah halal, tidak hanya terbatas masalah benda, tetapi meliputi pula segala perbuatan dan pekerjaan yang tidak termasuk ke dalam ibadah, atau diistilahkan sebagai muamalah. Pokok masalah ini tidak haram dan tidak terikat, kecuali sesuatu yang memang oleh syar’i sendiri telah diharamkan.

Seni, Kreativitas, dan Taman dalam Islam

(34)

19 sangat berpihak, membenarkan, dan bahkan menyeyogyakan hadirnya seni dan keindahan dalam kehidupan, termasuk di dalamnya segala perilaku menikmati dan mengapresiasikannya. Seperti hukum asal dari syariah, tidak ada yang dilarang, kecuali hal yang pasti membawa keburukan bagi manusia. Oleh karena itu, hukum asal dari seni adalah boleh.

Pada dasarnya, kreativitas, seperti seni, bukanlah hal yang dilarang dalam Islam, bahkan Islam sangat mendukung perkembangan kreativitas pemeluknya. Al-Karasneh dan Saleh (2010) menerangkan bahwa Quran telah mengajarkan beberapa metode kreativitas, yaitu 1) metode bepergian dan mengobservasi, 2) metode melihat untuk menemukan hal yang benar, 3) metode mendengar dengan penuh perhatian dan konsentrasi, 4) metode refleksi, yaitu memikirkan dalam-dalam segala hal yang saling memiliki hubungan satu sama lainnya, mengenai manusia, dunia, dan akhirat. Pada akhirnya, tujuan dari metode kreativitas tersebut adalah untuk memperoleh ridha Allah Swt., menguatkan hubungan manusia dengan Allah Swt., menemukan kebenaran, dan mengaplikasikannya dalam masyarakat.

Merencanakan dan mendesain sebuah taman memerlukan kreativitas. Jika mengikuti langkah-langkah yang telah diajarkan oleh Allah Swt. melalui Quran, sebuah taman dengan konsep yang Islami bukan hanya berbicara mengenai hal-hal yang duniawi, melainkan memiliki kaitan konsep yang kuat dengan ajaran Islam. Seperti yang telah dijelaskan oleh Asy’ari (2007) bahwa Islam bersifat universal (syumuliyyah), tidak ada hal yang luput dari Islam, termasuk dalam perencanaan dan desain taman.

Allah Swt. menyebutkan dalam Surat As-Sajadah bahwa kenikmatan surga tidak dapat dibayangkan oleh pemahaman manusia di dunia. Arti dari ayat tersebut adalah “Tidak ada seorang pun mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka, yaitu (bermacam-macam) nikmat yang menyedapkan pandangan mata sebagai balasan terhadap apa yang mereka kerjakan.” (32:17). Hal ini didukung pula oleh sejumlah hadis, salah satunya adalah hadis yang menyatakan bahwa Allah Swt. telah berfirman bahwa Dia telah menyiapkan sesuatu yang belum pernah dilihat mata, belum pernah didengar telinga, dan tidak pernah terlintas di benak manusia untuk hamba-hamba-Nya yang shalih (HR Muslim No. 5051).

Sebagai makhluk, tidak sepatutnya manusia berusaha untuk menggambarkan keberadaan surga yang sesungguhnya dan berusaha memahami kenikmatan surga yang sesungguhnya. Jika mencoba menggambarkannya, sesuai dengan hadis yang telah disebutkan sebelumnya, keterbatasan indera dan pemahaman manusia tidak akan sanggup untuk menggambarkan kondisi surga yang sesungguhnya. Akan tetapi, melalui berbagai ayat dalam Quran dan juga sejumlah hadis, Allah Swt. memberikan penggambaran kenikmatan surga yang dapat dijadikan sebagai referensi konsep taman, walaupun tidak akan sebanding dengan kenikmatan surga di akhirat kelak.

Pengelolaan Taman dalam Islam

(35)

20

kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu Amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (6:165). Berdasarkan ayat tersebut, Ar-Rifa’i (2000b) menyebutkan bahwa Allah Swt. menciptakan manusia sebagai pemakmur bumi dari generasi ke generasi, dari satu masa ke masa yang lain, dan dari generasi berikutnya ke generasi sesudahnya.

Berkaitan dengan posisi sebagai penguasa di muka bumi, terdapat pula beberapa tugas yang Allah Swt. bebankan pada manusia. Salah satu dari tugas tersebut adalah untuk menjaga dan memakmurkan (mengelola) alam, seperti pada Surat Huud berikut, yang artinya, “Dan kepada Tsamud (kami utus) saudara mereka shaleh. Shaleh berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya[726], karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku Amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya).” (11:61).

Berdasarkan ayat tesebut, maka dapat dipahami bahwa mengelola alam merupakan salah satu mandat yang Allah Swt. berikan kepada manusia. Dalam kaitannya dengan menjaga lingkungan, Muhirdan (2008) menyebutkan beberapa etika lingkungan yang perlu diterapkan oleh manusia untuk menjaga keseimbangan ekosistem dalam pandangan Quran, yaitu, 1) menjaga dan memelihara (konservasi) lingkungan hidup secara utuh, 2) menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan hidup, 3) menjaga lingkungan hidup dari pengrusakan, serta 4) mengelola lingkungan hidup.

Mengelola taman sebagai bagian dari lanskap (bentang alam) yang tidak dapat dipisahkan dalam keseharian manusia pada hakikatnya termasuk dalam kegiatan mengelola alam. Oleh karena itu, hal tersebut menjadi tanggung jawab manusia yang harus dilaksanakan semasa hidupnya di dunia.

Batasan Syariah

Sesuai dengan bahasan pada bagian sebelumnya, pada dasarnya perencanaan, desain, dan pengelolaan taman termasuk dalam muamalah sehingga secara hukum, kaidah fikih utamanya adalah semua hal yang terkait dengan perencanaan, desain, dan pengelolaan taman diizinkan selama tidak menyentuh hal-hal yang diharamkan dan lebih banyak membawa ketidakbaikan. Oleh karena itu, tetap perlu diketahui beberapa batasan syariah dalam perencanaan, desain, dan pengelolaan taman Islam. Tabel 2 menyajikan hasil studi literatur terhadap batasan-batasan syariah tersebut, sedangkan rincian lebih lengkap terdapat pada Lampiran 1 dan Lampiran 2.

Elemen yang Dilarang

(36)

21 Tabel 2 Batasan syariah

Kriteria Subkriteria Frekuensi Penemuan

Quran Hadis

1. Mempersekutukan Allah Swt. 55 90

2. Menafikan sunnatullah 2 -

3. Merusak/vandalisme 1 3

4. Mendekati zina 3 39

5. Minim manfaat (sia-sia) 2 5

1. Mengambil Bentukan yang Menyerupai Manusia dan Hewan,

Contohnya Patung

Pokok ajaran Islam yang tidak pernah berubah semenjak diturunkannya wahyu kepada Nabi Adam As. adalah mengenai tauhid, yaitu mengesakan Allah Swt. Omer (2012) menerangkan bahwa pengesaan Allah Swt. bermakna bahwa hanya Allah Swt. satu-satunya yang layak disembah, satu-satunya Dzat tempat memohon dan meminta, tidak boleh ada satupun yang serupa dengannya. Pengaplikasian konsep keesaan Allah Swt. tersebut harus tertuang dalam seluruh aspek kehidupan seorang muslim. Mengesakan Allah Swt. mencakup keharusan untuk meniadakan segala sesuatu yang dapat mempersekutukan-Nya, termasuk meniadakan bentukan-bentukan buatan dan berbagai elemen (seperti patung) yang dapat berpotensi menjadi sesembahan baru. Hal ini disinggung dalam beberapa ayat Quran, salah satunya adalah pada Surat Al-A’raaf yang artinya, “Apakah mereka mempersekutukan (Allah dengan) berhala-berhala yang tak dapat menciptakan sesuatu pun? Sedangkan berhala-berhala itu sendiri buatan orang.” (7:191).

(37)

22

Ruggles (2007) menyebutkan bahwa dalam periode awal perkembangan taman-taman di masa kejayaan Islam, bentukan manusia dan hewan dalam wujud lukisan masih umum terdapat pada area-area yang dianggap tidak suci atau bersifat keduniawian, seperti pemandian. Namun, seiring dengan meluasnya pemahaman bahwa Islam sesungguhnya bersifat menyeluruh (kaffah) pada semua aspek kehidupan, disadari bahwa tidak terdapat satu tempat pun yang tidak memiliki kaitannya dengan ajaran Islam. Oleh karena itu, lukisan-lukisan dan bentukan manusia dan hewan mulai ditinggalkan dan tidak berkembang.

Penghindaran dari penggunaan patung, bentukan-bentukan, dan gambar-gambar yang menyerupai manusia dan hewan merupakan hal yang harus memperoleh perhatian khusus. Oleh karena itu, kritik perlu disampaikan kepada salah satu ikon taman di masa kejayaan Islam, yaitu Court of Lions di Alhambra yang menggunakan patung berbentuk singa pada dekorasi tamannya (Gambar 18). Pada sebuah taman yang benar-benar mengaplikasikan konsep taman Islam, seharusnya sama sekali tidak terdapat hal tersebut karena Islam memang melarangnya.

Gambar 18 Court of Lions, Alhambra, Spanyol Sumber: japanesemythology.wordpress.com

2. Menggunakan Material Emas dan Perak

Disebutkan dalam hadis riwayat Muttaffaq’alaih bahwa “Hudzaifah ra. Berkata, “Sungguh, Nabi Saw. telah melarang kami menggunakan sutra, wool, dan minum dari wadah yang terbuat dari emas dan perak. Beliau bersabda, “Barang-barang itu untuk orang-orang kafir di dunia, dan untuk kalian di akhirat.” (Qardhawi 2000). Beberapa hadis dengan makna serupa juga tertulis dalam kitab Riyadhusshalihin (Al-Khin et al. 2006).

(38)

23 yang angkuh dan sombong. Selain itu, perbuatan tersebut dapat menimbulkan kecemasan publik karena mengurangi peredaran emas dan perak.

Gambar 19 Ilustrasi patung kura-kura dari emas pada taman Sumber: goldhomeofthegoodgrove.wordpress.com

Selain material emas dan perak, tidak ditemukan lagi material yang secara khusus dilarang penggunaannya. Bahkan, penggunaan material tertentu dicontohkan oleh Rasulullah Saw. dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari, yang artinya “Abdullah bin Zaid ra. Berkata, ‘Nabi saw. pernah datang kepada kami kemudian kami memberi beliau air dalam sebuah wadah yang terbuat dari logam, lalu beliau berwudhu.” (Al-Khin et al. 2006). Hal ini mengisyaratkan bahwa diperbolehkan untuk menggunakan material logam dalam berbagai penggunaan sehari-hari, salah satunya telah dicontohkan oleh Rasulullah Saw.

Arifin dan Arifin (2005) menegaskan bahwa kegiatan pengelolaan taman adalah upaya manusia untuk mendayagunakan, memelihara, dan melestarikan lanskap atau lingkungan agar memperoleh manfaat yang maksimal serta mengusahakan kontinuitas kelestariannya. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, penggunaan elemen yang sesuai akan memudahkan proses pengelolaannya. Beberapa elemen tertentu memiliki karakteristik yang sulit sehingga membutuhkan pengelolaan yang lebih intensif. Hal ini tentunya akan mempengaruhi keberlangsungan suatu taman. Oleh karena itu, penggunaan elemen yang tidak sesuai (israf atau berlebihan dan mubadzir) memang sebaiknya dihindari pada taman.

Karakter yang Dilarang

(39)

24

1. Mencampuradukkan Kebaikan dan Keburukan

Pada dasarnya, segala hal yang berpotensi mempersekutukan Allah Swt. dilarang dalam Islam, termasuk jika hal tersebut diselipkan dalam hal-hal yang baik. Hal ini jelas hukumnya dalam Quran, salah satunya adalah pada surat Al-Baqarah yang artinya, “Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang batil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui.” (2:42). Ar-Rifa’i (2000a) menjelaskan bahwa melalui ayat ini, Allah Swt. melarang dua hal penting, yaitu mencampuradukkan kebenaran dan menyembunyikannya. Allah menyuruh agar tidak mencampuradukkan kebenaran dan kebatilan (keyahudian dan kenasranian dengan keislaman, padahal diketahui bahwa keyahudian dan kenasranian tersebut dikembangkan menuju kepada bid’ah), serta Allah Swt. menyuruh untuk menampakkan kebenaran secara jelas. Dengan demikian, dalam membangun taman Islam, jelas bahwa segala hal yang dapat memiliki kaitan dengan syirik (mempersekutukan Allah Swt.) berupa mencampuradukkan ajaran Islam dengan ajaran selain Islam haruslah ditiadakan, baik dari segi penggunaan elemen maupun aktivitas yang diselenggarakan (Gambar 20).

Gambar 20 Islam kejawen: bersemedi di taman dengan sesajen Sumber: buletinmadubranta.blogspot.com

(40)

25

Gambar 21 Pola chahar bagh pada Shalimar Garden, Lahore, Isfahan, Iran Sumber: kamit.jp

2. Menunjukkan Kemewahan dan Berlebih-lebihan

Berlebih-lebihan merupakan salah satu hal yang tidak diizinkan dalam pengaplikasian agama Islam. Konteks berlebih-lebihan ini mencakup semua hal dalam kehidupan seorang muslim, mulai dari masalah ibadah hingga dalam kehidupan sehari-hari. Secara umum, larangan berlebih-lebihan beberapa kali disebutkan dalam Quran, salah satunya adalah dalam Surat Al-Isra’ yang artinya, “Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” (17:27).

Dalam kaitannya dengan pembangunan taman, berlebih-lebihan dapat diartikan sebagai segala sesuatu hal dalam taman yang di luar kewajaran. Salah satu contoh berlebih-lebihan yang memiliki dasar hukum haram yang jelas adalah dalam hal penggunaan beberapa material, salah satunya adalah emas dan perak seperti yang telah dijelaskan pada bahasan sebelumnya. Selain itu, berlebih-lebihan juga dapat dimaknai sebagai suatu kegiatan merencanakan dan mendesain taman melebihi kebutuhan penggunanya. Hal ini akan mengakibatkan terdapatnya sisi-sisi dari taman yang tidak optimal terdayagunakan dan menjadi mubadzir (Gambar 22)

Gambar 22 Boleh menghias taman seindah mungkin, asalkan sesuai kegunaan Sumber: designlike.com

(41)

26

akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan seberat dzarrah.” Abdullah berkata, kemudian seseorang bertanya kepada beliau, “Sesungguhnya aku merasa bangga, jika pakaianku bagus dan sandalku juga bagus,” Beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah menyukai keindahan. Akan tetapi yang dimaksud kesombongan adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia.” (HR Tirmidzi No. 1922).

Dalam kaitannya dengan pengelolaan taman, perencanaan dan desain suatu taman yang tidak berlebihan dan sesuai dengan fungsinya akan mempermudah proses pemeliharaan taman. Sulistyantara (2006) menyebutkan bahwa terdapat beberapa upaya untuk mempermudah atau mendukung pemeliharaan ideal, antara lain, 1) merencanakan taman dengan pola-pola yang sederhana sehingga pemeliharaan fisik mudah untuk dilakukan, 2) membuat pola lalu lintas dan sirkulasi yang jelas dan rasional sehingga alur kegiatan di dalamnya akan selalu lancar, 3) memilih sistem struktur yang kuat dan awet serta memilih bahan-bahan perkerasan yang sesuai, dan 4) melengkapi taman dengan fasilitas yang memadai, misalnya lampu penerangan dan jaringan utilitas. Hal ini sesuai dengan salah satu batasan dalam pembuatan sebuah taman berkonsep Islam, yaitu tidak berlebihan/bermewah-mewahan.

Aktivitas yang Dilarang

Berdasarkan hasil studi literatur, tidak terdapat aktivitas yang pasti yang dilarang untuk dilakukan dalam sebuah taman. Akan tetapi, terdapat batasan-batasan tertentu yang dapat dijadikan dasar dalam pertimbangan merencanakan, mendesain, dan mengelola suatu taman, serta melakukan kegiatan di dalamnya. Batasan-batasan aktivitas tersebut adalah, tidak boleh dilakukan jika mempersekutukan Allah Swt., tidak memperhatikan sunnatullah, merusak atau vandalisme, mendekati zina, serta minim manfaat atau sia-sia.

1. Mempersekutukan Allah Swt.

Larangan mempersekutukan Allah Swt. disampaikan dengan jelas dalam beberapa ayat Quran, salah satunya adalah Surat An-Nisa yang artinya, “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukanNya dengan sesuatu pun, dan berbuat baiklah kepada ibu-bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat, tetangga yang jauh, teman dekat, ibnu sabil, dan budak yang kamu miliki. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang tinggi hati dan membanggakan diri.” (4:36). Ar-Rifa’i (2000b) menekankan pengertian awal ayat tersebut, bahwa Allah Mahasuci dan Mahatinggi, serta menyuruh supaya makhluk-Nya beribadah kepada-Nya yang Esa dan tiada sekutu bagi-Nya.

Basharat (2009) menyebutkan bahwa konsep menyembah Allah Swt. merupakan suatu konsep yang menyeluruh, melingkupi semua yang seseorang pikirkan, ucapkan, dan lakukan. Keseluruhan hal tersebut mengacu pada apa yang Allah Swt. inginkan untuk dilakukan oleh makhluk-Nya. Seperti telah dijelaskan mengenai konsep tauhid yang tidak akan pernah berubah (Omer 2012), maka pada hakikatnya seluruh aktivitas yang dapat digolongkan syirik (mempersekutukan Allah Swt.) merupakan aktivitas yang dilarang (Gambar 23).

(42)

27 penggunaan patung dan elemen yang menyerupai manusia dan hewan (sehingga memungkinkan untuk disembah dan diagungkan). Dalam hal pengelolaan taman, tujuan atau esensi dari dilakukannya kegiatan pemeliharaan taman juga harus diperhatikan, jangan sampai mengandung unsur-unsur yang dapat mengarah pada kesyirikan. Dari segi aktivitas, aktivitas apa pun yang dilakukan pada taman yang menjadikan pelakunya lebih mengutamakan hal lain daripada Allah Swt. pada saat tersebut, hal tersebut dapat digolongkan pada suatu hal yang mempersekutukan Allah Swt. dan tidak boleh untuk dilakukan.

Gambar 23 Membuat sesajen di taman Sumber: msulhan.wordpress.com

2. Menafikan Sunnatullah

Terdapat dua ayat dalam Quran yang menyinggung mengenai sunnatullah dalam kehidupan. Kedua ayat tersebut adalah Surat Fathir yang artinya, “karena kesombongan di muka bumi dan karena rencana yang jahat. Rencana yang jahat itu tidak akan menimpa selain kepada orang yang merencanakannya sendiri. Tidak ada yang mereka nanti-nantikan melainkan sunnah yang pernah berlaku pada orang-orang terdahulu. Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat penggantian bagi sunnah Allah dan sekali-kali kamu tidak akan menemui penyimpangan bagi sunnah Allah itu.” (35:43) dan Surat Al-Mu’minun yang artinya, “Andaikata kebenaran itu mengikuti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi dan semua yang ada di dalamnya.” (23:71).

Ar-Rifa’i (2000c) dalam ringkasan tafsir Ibnu Katsir Surat Fathir ayat ke-43 menegaskan bahwa ayat tersebut bermakna jika manusia hendak melakukan suatu kejahatan yang menyimpang dengan hukum Allah Swt., bencana yang terjadi dari rencana jahat itu akan berpulang pada perencana itu sendiri, bukan kepada orang lain. Ayat ini ditutup dengan penegasan bahwa tidak pernah ada penggantian dan penyimpangan dalam sunnah Allah Swt. Jika Allah Swt. telah menghendaki keburukan pada suatu kaum, maka tidak ada yang akan dapat menolaknya.

(43)

28

Gambar 24 Menanam tanaman tidak pada tempatnya sehingga menimbulkan kerusakan

Sumber: mountainwildlifegardener.wordpress.com

Perencanaan, desain, dan pengelolaan taman sesuai sunnatullah bermakna bahwa sebuah taman seharusnya direncanakan, didesain, dan dikelola dengan mengutamakan kualitas dan potensi alami dari semua hal yang telah terdapat dalam taman tersebut. Hal ini telah sesuai dengan prinsip dasar dalam arsitekstur lanskap. Aristoteles dalam Simonds (2013) menegaskan bahwa perencanaan suatu taman seharusnya memperhatikan keselarasan lingkungan, daya dukung lingkungan, faktor alam, serta faktor humanis/kemanusiaan sebagai objek dan subjek pengembangan. Sejalan dengan hal tersebut, Simonds (2013) menyebutkan bahwa pada dasarnya alam telah menentukan fungsi dan kegunaannya sendiri. Manusia hanya perlu untuk memanfaatkan setiap ukuran dan elemen dari lanskap untuk membangkitkan kualitas dan potensi tertingginya melalui perencanaan, penggunaan, dan pengelolaan yang baik. Oleh karena itu, sangat penting dalam merencanakan suatu taman untuk mengetahui beberapa hal berikut:

a. mengenal penggunaan tapak yang sesuai dengan potensi tapak tersebut,

b. melakukan introduksi (vegetasi, material) hanya yang sesuai dengan kondisi eksisting tapak,

c. menerapkan dan mengembangkan studi terhadap tampilan lanskap,

d. memastikan aplikasi-aplikasi yang diterapkan pada tapak terintegrasi untuk menghasilkan lanskap yang dimodifikasi tetapi tetap fungsional, efisien, dan menarik secara visual, serta

e. memastikan bahwa aplikasi-aplikasi pada taman selaras tidak hanya dalam tapak, tetapi juga dengan lingkungan sekitarnya.

Lebih spesifik lagi, perencanaan dan desain taman yang sesuai dengan sunnatullah akan menghasilkan suatu taman yang bersifat ekologis. Taman yang bersifat ekologis akan lebih ramah lingkungan dan lebih mudah untuk dikelola. Dewasa ini, ekologi telah menjadi fokus dalam pengelolaan lanskap, karena penguasaan terhadap ekologi akan memudahkan seorang arsitek lanskap untuk mengelola suatu tapak.

(44)

29 keempat hukum tersebut, terlihat jelas bahwa ekologi sebagai salah satu dasar utama dalam pengelolaan lanskap sangat memperhatikan keseimbangan antara manusia dan alam, sesuai dengan perintah untuk terus bersesuaian dengan sunnatullah.

3. Merusak atau Vandalisme

Islam sebagai agama yang sempurna dan universal telah memberikan perhatian terhadap berbagai masalah lingkungan dan memberikan solusinya (Qardhawi 2002). Lebih jauh, Omer (2012) menjelaskan bahwa sekalipun manusia-lah yang diberikan amanah sebagai khalifah di muka bumi, pada dasarnya manusia merupakan bagian dari alam itu sehingga perbuatan menjaga alam merupakan perbuatan menjaga manusia itu sendiri, dan sebaliknya, perbuatan merusak alam merupakan perbuatan merusak diri manusia itu sendiri.

Larangan merusak atau vandalisme telah diungkapkan secara tegas dalam Quran, salah satunya adalah dalam Surat Al-Baqarah yang artinya, “Dan bila dikatakan kepada mereka: "Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi". Mereka menjawab: "Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan." (2:11). Hal serupa juga terdapat dalam Surat Al-Baqarah yang artinya, “Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan.” (2:205).

As-Syuyuthi dan Al-Mahally (2010) menerangkan bahwa larangan melakukan kerusakan di muka bumi yang tercantum dalam Surat Al-Baqarah ayat ke-11 ditujukan kepada orang-orang yang munafik. Pada lanjutan ayat tersebut, dijelaskan bahwa orang-orang munafik bersikeras bahwa apa yang mereka lakukan (kerusakan dengan kekafiran yang menyimpang dari keimanan) bukanlah hal-hal yang menjurus pada kebinasaan, padahal dalam ayat ke-12 dijelaskan bahwa orang-orang munafik benar-benar membuat kerusakan, tetapi mereka tidak menyadarinya. Surat Al-Baqarah ayat ke-12 tersebut memiliki arti, “Ingatlah, Sesungguhnya mereka Itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar.” (2:12).

Gambar 25 Mencoret-coret fasilitas taman termasuk vandalisme Sumber: sinjaipos.com

Gambar

Gambar 2 Halaman Mesjid Cordoba, Spanyol
Gambar 7 Alcázar of Seville, Spanyol
Gambar 8 Perkembangan pola chahar bagh (kiri ke kanan)
Gambar 11 Ilustrasi penerangan dalam taman Islam di malam hari  Sumber: flickr.com
+7

Referensi

Dokumen terkait