DESAIN PROTOTIPE MESIN TIPE SILINDER BEROTASI UNTUK PRODUKSI MALTODEKSTRIN BERBAHAN BAKU TAPIOKA
DENGAN METODE HIDROLISIS KERING
Oleh
YUSUF ANDRIANA F34103022
2008
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
YUSUF ANDRIANA. F34103022. Desain Prototipe Mesin Tipe Silinder Berotasi Untuk Produksi Maltodekstrin Berbahan Baku Tapioka dengan Metode Hidrolisis Kering. Di bawah bimbingan : Khaswar Syamsu dan Ade Iskandar. 2008
RINGKASAN
Maltodekstrin merupakan salah satu jenis pati termodifikasi yang digunakan dalam berbagai industri di Indonesia. Penggunaan maltodekstrin didasarkan pada nilai dextrose equivalent (DE) produk tersebut. Maltodekstrin dengan nilai DE tertentu digunakan untuk kepentingan tertentu pula.
Sampai saat ini kebutuhan maltodekstrin nasional sebagian besar masih dipenuhi dari impor. Di sisi lain produksi singkong nasional yang cukup tinggi, menjadikan sumber pati ini sangat potensial untuk dikembangkan menjadi maltodekstrin dalam skala besar. Untuk menuju arah itu, keberadaan mesin pengolah pati singkong (tapioka) menjadi maltodesktrin adalah sangat penting.
Maltodekstrin dapat diproduksi dengan memodifikasi pati singkong. Terdapat berbagai cara untuk memodifikasi pati, namun yang sering dipakai adalah hidrolisis. Hidrolisis dengan enzim kurang cocok dikembangkan di Indonesia karena harga enzim yang mahal dan harus diimpor. Hidrolisis asam cara basah membutuhkan banyak air dalam produksinya sedangkan hidrolisis asam cara kering membutuhkan sedikit air. Dilihat dari banyaknya air yang digunakan, biaya produksi maltodekstrin dengan cara basah lebih tinggi jika dibandingkan dengan cara kering.
Namun demikian, hidrolisis kering mempunyai kelemahan yaitu homogenitas pencampuran pati-HCl tidak sehomogen hidrolisis basah. Untuk mengatasi kelemahan tersebut mesin yang mampu mencampur pati-HCl dengan homogenitas yang lebih baik sangat diperlukan.
Tujuan penelitian ini yaitu : (1). Merancang prototipe mesin untuk produksi maltodekstrin berbahan baku tapioka, (2). mengetahui kemampuan prototipe mesin yang dirancang dalam memproduksi maltodekstrin dengan melihat kisaran nilai dextrose equivalent (DE) produk yang dihasilkan, (3). membuat persamaan matematis sederhana untuk menghasilkan nilai DE tertentu pada maltodekstrin yang diproduksi, dan (4). mengetahui karakteristik mutu beberapa maltodekstrin yang diproduksi
Penelitian dilakukan dalam tiga tahap, yaitu tahap pembuatan prototipe mesin, tahap pembuatan produk, dan tahap analisis produk. Tahap pembuatan prototipe mesin dilakukan dengan menyeleksi alternatif solusi desain yang diperoleh berdasarkan analisis komparatif. Kemudian satu solusi desain ini dikembangkan secara mendetail dan dilakukan analisis teknis untuk pembuatan prototipe mesin.
Nilai DE dihitung untuk setiap sampel dan dibuat persamaan matematis dengan eliminasi bertahap pada taraf dari faktor percobaan tertentu. Taraf dari faktor percobaan terpilih diplotkan untuk mengetahui hubungannya dengan nilai DE produk yang dihasilkan sehingga didapatkan pesamaan matematis. Persamaan matematis ini digunakan untuk memproduksi maltodekstrrin dan dilihat penyimpangan nilai DE dari nilai DE yang diinginkan. Dilakukan analisis karakteristik mutu untuk mengetahui mutu maltodekstrin yang dihasilkan dan hasil analisis karakteristik mutu ini dibandingkan dengan mutu maltodekstrin pada standar nasional indonesia.
Dari tahap pembuatan prototipe mesin, dipilih desain silinder berotasi yang dilengkapi dengan sirip pengaduk, pemanas dan penyemprot larutan HCl. Prototipe mesin ini kemudian dibuat berdasarkan perancangan secara mendetail menggunakan file Computer Aided Design (CAD). Setelah itu ditentukan kondisi operasi prototipe mesin. Dari penentuan kondisi operasi didapatkan kondisi operasi yaitu suhu 60 oC dan kecepatan putar bejana 50 rpm. Sudut semprot nosel yang digunakan adalah 10 o dengan penyemprotan dilakukan secara langsung.
Setelah dilakukan uji coba produksi diperoleh rentang nilai DE yaitu pada nilai 1,27 % sampai 13,73 %. Dari eliminasi bertahap yang dilakukan untuk menentukan persamaan matematis, didapatkan persamaan matematis untuk mendapatkan nilai DE tertentu adalah :
DE (%) = - 0,001496 (Waktu(menit))2 + 0,2795 (Waktu (menit)) + 0,082
Penyimpangan terhadap nilai DE maltodekstrin yang dihasilkan berdasarkan persamaan matematis tersebut adalah sebesar 0,636 sampai 1,088 untuk produksi maltodekstrin dengan perkiraan nilai 10 sampai 12.
YUSUF ANDRIANA. F34103022. Machine Prototype Design of Rotated Cylinder Type for Tapioca Based Maltodextrin Production Using Dry Hydrolysis Method. Supervised by : Khaswar Syamsu and Ade Iskandar. 2008.
SUMMARY
Maltodextrin is one of modified starch which is used in many kind industry in Indonesia. The use of maltodextrin is based on dextrose equivalent (DE) of maltodextrin itself. Maltodextrin with specified DE value is used for specified purpose.
To the present time, national need for maltodextrin is mostly fulfilled by import. On the other side national cassava production which is quite high, makes this starch source very potential to converted into maltodextrin in a big scale. To achieve it, the existence of maltodextrin producing machine is very important.
Maltodextrin can be produced by modifying cassava starch. There are many ways to modify starch, but one that often used is hydrolysis. Hydrolysis by enzyme is not suited to develop in Indonesia because of the expensive enzyme price and it must be imported. Wet acid hydrolysis method requires lots of water while dry hydrolysis requires less water. Viewed from the use of water, the maltodextrin production cost of wet method is more expensive than dry method.
However, dry hydrolysis method has a weakness that the mixing of starch-HCl is not as homogeneous as wet hydrolysis. To reduce the weakness, a machine that can make starch-HCl mixture more homogeneous is needed.
The objective of this research was: (1) To design a machine prototype to produce maltodextrin from tapioca, (2) to find out the designed machine prototype ability in producing maltodextrin by examining the product range value of dextrose equivalent (DE), (3) to formulate a simple mathematic formula to get specified DE value for produced maltodextrin, and (4) to identify the characteristics of quality for several produced maltodextrin.
The research was done in three phases, that is machine prototype constructing phase, maltodextrin producing phase, and product analyzing phase. The machine prototype constructing phase was done by selecting design solution alternatives which obtained by comparative analysis. And then the chosen design solution was developed in detail and technical analysis to construct machine prototype was done.
The producing and analyzing product was done by determining the operation condition of machine prototype which constructed in previous research with the operation condition estimation gained from literature. And then production trial were done by using decided operation condition with three experiment factors which were hydrolysis time (0,30,45,60,75,90,105,120,135,and 150 minutes), HCl concentration (0,0 N, 0,2 N, 0,3 N) and 0,4 N) and HCl volume (1000 ml, 1500 ml, 2000 ml, and 2500 ml) with twice repetition.
maltodextrin and examined the deviation from estimated DE value. After that quality characterization from several samples were done to find out the quality of produced maltodextrin and compared with maltodextrin quality in Standar Nasional Indonesia.
From constructing machine prototype phase, design of rotated cylinder with stirring blade, heater and HCl liquid sprayer was chosen. This machine prototype was constructed based on detailed design using file Computer Aided Design (CAD). After that the operation condition of machine prototype was determined. From the determination of operation condition, it was obtained an optimum operation condition which were temperature of 60°C and cylinder rotation speed of 50 rpm. The angle of nozzle sprayer used was 10° with direct injection.
After the production trial were done the range value of DE was obtained which was 1,27% to 13,37%. From staged elimination which was done to determine the mathematic formula, it was obtained a mathematic formula to get specified DE value as follows:
DE (%) = - 0,001496 (Waktu(minute))2 + 0,2795 (Waktu (minute)) + 0,082
The deviation of produced maltodextrin DE value from the estimation by mathematic formula was 0,636 to 1,088 for maltodextrin production with DE value 10 to 12.
DESAIN PROTOTIPE MESIN TIPE SILINDER BEROTASI UNTUK PRODUKSI MALTODEKSTRIN BERBAHAN BAKU TAPIOKA DENGAN
METODE HIDROLISIS KERING
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
YUSUF ANDRIANA F34103022
2008
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
DESAIN PROPTOTIPE MESIN TIPE SILINDER BEROTASI UNTUK PRODUKSI MALTODEKSTRIN BERBAHAN BAKU TAPIOKA
DENGAN METODE HIDROLISIS KERING
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
YUSUF ANDRIANA
F34103022
Dilahirkan pada tanggal 15 September 1984
Di Grobogan
Tanggal Lulus : 30 Januari 2008
Menyetujui,
Bogor, 30 Januari 2008
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka
apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan
senguh-sungguh (urusan) yang lain. Dan hanya kepada
Tuhan-mulah hendaknya kamu berharap”
(Q.S. 94 : 6-8)
Kupersembahkan karya kecil ini untuk
PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul “
Desain Prototipe Mesin Tipe Silinder Berotasi untuk Produksi Maltodekstrin
Berbahan Baku Tapioka Dengan Metode Hidrolisi Kering ” ini adalah hasil karya
saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik, kecuali dengan jelas
ditunjukkan rujukannya.
Bogor, Januari 2008
Yang membuat pernyataan,
YUSUF ANDRIANA
F34103022
RIWAYAT HIDUP
YUSUF ANDRIANA dilahirkan pada tanggal 15
September 1984 di Purwodadi, Grobogan, Jawa Tengah.
Penulis merupakan putra keempat dari empat bersaudara
pasangan suami istri Hasan Adiyatna dan Sugiarti.
Penulis menempuh pendidikan dasar dan menengah di
TK YWKA (Yayasan Wanita Kereta Api) Purwodadi
(1989-1991), SD N XIV Purwodadi (1991-1997), SLTP N I
Purwodadi (1997-2000), dan SMU N I Purwodadi (2000-2003). Pada tahun 2003
penulis berkesempatan untuk mengikuti Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI)
dan diterima menjadi mahasiswa di Departemen Teknologi Industri Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Selama masa perkuliahan penulis tercatat sebagai anggota dan pengurus
berbagai organisasi antara lain HIMALOGIN (Himpunan Mahasiswa Teknologi
Industri), Koperasi Mahasiswa IPB, dan PERMADI (Perhimpunan Mahasiswa
Purwodadi di Bogor). Penulis juga pernah tercatat sebagai asisten praktikum mata
kuliah Kimia Dasar untuk mahasiswa TPB (Tingkat Persiapan Bersama) selama
dua periode dan asisten praktikum mata kuliah Peralatan Industri Pertanian pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Penulis melaksanakan praktek lapang di PT. Perkebunan Nusantara IX
(Persero) Unit Produksi gula PG. Tasikmadu Karanganyar Jawa Tengah dengan
judul “Mempelajari Terknologi Proses Produksi Gula Kristal Putih di PG.
Tasikmadu, Karanganyar, Jawa Tengah“. Pada akhir masa studinya penulis
melakukan penelitian berjudul “ Desain Prototipe Mesin Tipe Silinder Berotasi
Untuk Produksi Maltodekstrin Berbahan Baku Tapioka dengan Metode Hidrolisis
Kering ” sebagai salah satu sarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan.
DESAIN PROTOTIPE MESIN TIPE SILINDER BEROTASI UNTUK PRODUKSI MALTODEKSTRIN BERBAHAN BAKU TAPIOKA
DENGAN METODE HIDROLISIS KERING
Oleh
YUSUF ANDRIANA F34103022
2008
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
YUSUF ANDRIANA. F34103022. Desain Prototipe Mesin Tipe Silinder Berotasi Untuk Produksi Maltodekstrin Berbahan Baku Tapioka dengan Metode Hidrolisis Kering. Di bawah bimbingan : Khaswar Syamsu dan Ade Iskandar. 2008
RINGKASAN
Maltodekstrin merupakan salah satu jenis pati termodifikasi yang digunakan dalam berbagai industri di Indonesia. Penggunaan maltodekstrin didasarkan pada nilai dextrose equivalent (DE) produk tersebut. Maltodekstrin dengan nilai DE tertentu digunakan untuk kepentingan tertentu pula.
Sampai saat ini kebutuhan maltodekstrin nasional sebagian besar masih dipenuhi dari impor. Di sisi lain produksi singkong nasional yang cukup tinggi, menjadikan sumber pati ini sangat potensial untuk dikembangkan menjadi maltodekstrin dalam skala besar. Untuk menuju arah itu, keberadaan mesin pengolah pati singkong (tapioka) menjadi maltodesktrin adalah sangat penting.
Maltodekstrin dapat diproduksi dengan memodifikasi pati singkong. Terdapat berbagai cara untuk memodifikasi pati, namun yang sering dipakai adalah hidrolisis. Hidrolisis dengan enzim kurang cocok dikembangkan di Indonesia karena harga enzim yang mahal dan harus diimpor. Hidrolisis asam cara basah membutuhkan banyak air dalam produksinya sedangkan hidrolisis asam cara kering membutuhkan sedikit air. Dilihat dari banyaknya air yang digunakan, biaya produksi maltodekstrin dengan cara basah lebih tinggi jika dibandingkan dengan cara kering.
Namun demikian, hidrolisis kering mempunyai kelemahan yaitu homogenitas pencampuran pati-HCl tidak sehomogen hidrolisis basah. Untuk mengatasi kelemahan tersebut mesin yang mampu mencampur pati-HCl dengan homogenitas yang lebih baik sangat diperlukan.
Tujuan penelitian ini yaitu : (1). Merancang prototipe mesin untuk produksi maltodekstrin berbahan baku tapioka, (2). mengetahui kemampuan prototipe mesin yang dirancang dalam memproduksi maltodekstrin dengan melihat kisaran nilai dextrose equivalent (DE) produk yang dihasilkan, (3). membuat persamaan matematis sederhana untuk menghasilkan nilai DE tertentu pada maltodekstrin yang diproduksi, dan (4). mengetahui karakteristik mutu beberapa maltodekstrin yang diproduksi
Penelitian dilakukan dalam tiga tahap, yaitu tahap pembuatan prototipe mesin, tahap pembuatan produk, dan tahap analisis produk. Tahap pembuatan prototipe mesin dilakukan dengan menyeleksi alternatif solusi desain yang diperoleh berdasarkan analisis komparatif. Kemudian satu solusi desain ini dikembangkan secara mendetail dan dilakukan analisis teknis untuk pembuatan prototipe mesin.
Nilai DE dihitung untuk setiap sampel dan dibuat persamaan matematis dengan eliminasi bertahap pada taraf dari faktor percobaan tertentu. Taraf dari faktor percobaan terpilih diplotkan untuk mengetahui hubungannya dengan nilai DE produk yang dihasilkan sehingga didapatkan pesamaan matematis. Persamaan matematis ini digunakan untuk memproduksi maltodekstrrin dan dilihat penyimpangan nilai DE dari nilai DE yang diinginkan. Dilakukan analisis karakteristik mutu untuk mengetahui mutu maltodekstrin yang dihasilkan dan hasil analisis karakteristik mutu ini dibandingkan dengan mutu maltodekstrin pada standar nasional indonesia.
Dari tahap pembuatan prototipe mesin, dipilih desain silinder berotasi yang dilengkapi dengan sirip pengaduk, pemanas dan penyemprot larutan HCl. Prototipe mesin ini kemudian dibuat berdasarkan perancangan secara mendetail menggunakan file Computer Aided Design (CAD). Setelah itu ditentukan kondisi operasi prototipe mesin. Dari penentuan kondisi operasi didapatkan kondisi operasi yaitu suhu 60 oC dan kecepatan putar bejana 50 rpm. Sudut semprot nosel yang digunakan adalah 10 o dengan penyemprotan dilakukan secara langsung.
Setelah dilakukan uji coba produksi diperoleh rentang nilai DE yaitu pada nilai 1,27 % sampai 13,73 %. Dari eliminasi bertahap yang dilakukan untuk menentukan persamaan matematis, didapatkan persamaan matematis untuk mendapatkan nilai DE tertentu adalah :
DE (%) = - 0,001496 (Waktu(menit))2 + 0,2795 (Waktu (menit)) + 0,082
Penyimpangan terhadap nilai DE maltodekstrin yang dihasilkan berdasarkan persamaan matematis tersebut adalah sebesar 0,636 sampai 1,088 untuk produksi maltodekstrin dengan perkiraan nilai 10 sampai 12.
YUSUF ANDRIANA. F34103022. Machine Prototype Design of Rotated Cylinder Type for Tapioca Based Maltodextrin Production Using Dry Hydrolysis Method. Supervised by : Khaswar Syamsu and Ade Iskandar. 2008.
SUMMARY
Maltodextrin is one of modified starch which is used in many kind industry in Indonesia. The use of maltodextrin is based on dextrose equivalent (DE) of maltodextrin itself. Maltodextrin with specified DE value is used for specified purpose.
To the present time, national need for maltodextrin is mostly fulfilled by import. On the other side national cassava production which is quite high, makes this starch source very potential to converted into maltodextrin in a big scale. To achieve it, the existence of maltodextrin producing machine is very important.
Maltodextrin can be produced by modifying cassava starch. There are many ways to modify starch, but one that often used is hydrolysis. Hydrolysis by enzyme is not suited to develop in Indonesia because of the expensive enzyme price and it must be imported. Wet acid hydrolysis method requires lots of water while dry hydrolysis requires less water. Viewed from the use of water, the maltodextrin production cost of wet method is more expensive than dry method.
However, dry hydrolysis method has a weakness that the mixing of starch-HCl is not as homogeneous as wet hydrolysis. To reduce the weakness, a machine that can make starch-HCl mixture more homogeneous is needed.
The objective of this research was: (1) To design a machine prototype to produce maltodextrin from tapioca, (2) to find out the designed machine prototype ability in producing maltodextrin by examining the product range value of dextrose equivalent (DE), (3) to formulate a simple mathematic formula to get specified DE value for produced maltodextrin, and (4) to identify the characteristics of quality for several produced maltodextrin.
The research was done in three phases, that is machine prototype constructing phase, maltodextrin producing phase, and product analyzing phase. The machine prototype constructing phase was done by selecting design solution alternatives which obtained by comparative analysis. And then the chosen design solution was developed in detail and technical analysis to construct machine prototype was done.
The producing and analyzing product was done by determining the operation condition of machine prototype which constructed in previous research with the operation condition estimation gained from literature. And then production trial were done by using decided operation condition with three experiment factors which were hydrolysis time (0,30,45,60,75,90,105,120,135,and 150 minutes), HCl concentration (0,0 N, 0,2 N, 0,3 N) and 0,4 N) and HCl volume (1000 ml, 1500 ml, 2000 ml, and 2500 ml) with twice repetition.
maltodextrin and examined the deviation from estimated DE value. After that quality characterization from several samples were done to find out the quality of produced maltodextrin and compared with maltodextrin quality in Standar Nasional Indonesia.
From constructing machine prototype phase, design of rotated cylinder with stirring blade, heater and HCl liquid sprayer was chosen. This machine prototype was constructed based on detailed design using file Computer Aided Design (CAD). After that the operation condition of machine prototype was determined. From the determination of operation condition, it was obtained an optimum operation condition which were temperature of 60°C and cylinder rotation speed of 50 rpm. The angle of nozzle sprayer used was 10° with direct injection.
After the production trial were done the range value of DE was obtained which was 1,27% to 13,37%. From staged elimination which was done to determine the mathematic formula, it was obtained a mathematic formula to get specified DE value as follows:
DE (%) = - 0,001496 (Waktu(minute))2 + 0,2795 (Waktu (minute)) + 0,082
The deviation of produced maltodextrin DE value from the estimation by mathematic formula was 0,636 to 1,088 for maltodextrin production with DE value 10 to 12.
DESAIN PROTOTIPE MESIN TIPE SILINDER BEROTASI UNTUK PRODUKSI MALTODEKSTRIN BERBAHAN BAKU TAPIOKA DENGAN
METODE HIDROLISIS KERING
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
YUSUF ANDRIANA F34103022
2008
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
DESAIN PROPTOTIPE MESIN TIPE SILINDER BEROTASI UNTUK PRODUKSI MALTODEKSTRIN BERBAHAN BAKU TAPIOKA
DENGAN METODE HIDROLISIS KERING
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
YUSUF ANDRIANA
F34103022
Dilahirkan pada tanggal 15 September 1984
Di Grobogan
Tanggal Lulus : 30 Januari 2008
Menyetujui,
Bogor, 30 Januari 2008
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka
apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan
senguh-sungguh (urusan) yang lain. Dan hanya kepada
Tuhan-mulah hendaknya kamu berharap”
(Q.S. 94 : 6-8)
Kupersembahkan karya kecil ini untuk
PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul “
Desain Prototipe Mesin Tipe Silinder Berotasi untuk Produksi Maltodekstrin
Berbahan Baku Tapioka Dengan Metode Hidrolisi Kering ” ini adalah hasil karya
saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik, kecuali dengan jelas
ditunjukkan rujukannya.
Bogor, Januari 2008
Yang membuat pernyataan,
YUSUF ANDRIANA
F34103022
RIWAYAT HIDUP
YUSUF ANDRIANA dilahirkan pada tanggal 15
September 1984 di Purwodadi, Grobogan, Jawa Tengah.
Penulis merupakan putra keempat dari empat bersaudara
pasangan suami istri Hasan Adiyatna dan Sugiarti.
Penulis menempuh pendidikan dasar dan menengah di
TK YWKA (Yayasan Wanita Kereta Api) Purwodadi
(1989-1991), SD N XIV Purwodadi (1991-1997), SLTP N I
Purwodadi (1997-2000), dan SMU N I Purwodadi (2000-2003). Pada tahun 2003
penulis berkesempatan untuk mengikuti Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI)
dan diterima menjadi mahasiswa di Departemen Teknologi Industri Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Selama masa perkuliahan penulis tercatat sebagai anggota dan pengurus
berbagai organisasi antara lain HIMALOGIN (Himpunan Mahasiswa Teknologi
Industri), Koperasi Mahasiswa IPB, dan PERMADI (Perhimpunan Mahasiswa
Purwodadi di Bogor). Penulis juga pernah tercatat sebagai asisten praktikum mata
kuliah Kimia Dasar untuk mahasiswa TPB (Tingkat Persiapan Bersama) selama
dua periode dan asisten praktikum mata kuliah Peralatan Industri Pertanian pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Penulis melaksanakan praktek lapang di PT. Perkebunan Nusantara IX
(Persero) Unit Produksi gula PG. Tasikmadu Karanganyar Jawa Tengah dengan
judul “Mempelajari Terknologi Proses Produksi Gula Kristal Putih di PG.
Tasikmadu, Karanganyar, Jawa Tengah“. Pada akhir masa studinya penulis
melakukan penelitian berjudul “ Desain Prototipe Mesin Tipe Silinder Berotasi
Untuk Produksi Maltodekstrin Berbahan Baku Tapioka dengan Metode Hidrolisis
Kering ” sebagai salah satu sarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, dengan mengucapkan puji dan syukur ke hadirat Allah
SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul “Desain Proptotipe Mesin Tipe
Silinder Berotasi untuk Produksi Maltodekstrin Berbahan Baku Tapioka dengan
Metode Hidrolisis Kering”.
Penelitian dan penulisan skripsi ini dapat diselesaikan atas bantuan dan
masukan berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan ucapan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah membantu
penulis dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Ucapan
terimakasih yang tulus penulis sampaikan kepada :
1. Dr. Ir. Khaswar Syamsu, M.Sc.St selaku dosen pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan, pengarahan, motivasi, saran dan kritik dalam
penelitian dan penulisan skripsi.
2. Ir. Ade Iskandar selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan, motivasi, saran dan kritik dalam penelitian dan penulisan skripsi.
3. Ir. Faqih Udin, M.Sc. selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik, saran
dan masukan yang sangat berguna untuk penulisan skripsi ini.
4. Kantor Kementrian Riset dan Teknologi Republik Indonesia atas bantuan dana
penelitian melalui Riset Intensif untuk Riset Terapan.
5. Karyawan CV. Mitra Niaga Indonesia yang telah membantu penulis dalam
melaksakan penelitian.
Penulis menyadari bahwa tidak ada sesuatu yang luput dari kekurangan dan
kesalahan. Oleh karena itu, saran dan kritik dari pembaca sangat penulis harapkan
untuk perbaikan selanjutnya. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat khususnya bagi
penulis dan pembaca pada umumnya.
Bogor, Januari 2008
DAFTAR ISI
halaman
KATA PENGANTAR ...vi
DAFTAR ISI...vii
DAFTAR TABEL...viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
I. PENDAHULUAN ... 1
A. LATAR BELAKANG ... 1
B.TUJUAN PENELITIAN ... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA... 4
A. PROSES PERANCANGAN ... 4
B. KOMPONEN MESIN UNTUK PRODUKSI MALTODEKSTRIN ... 5
C. PATI DAN SIFAT FISIKO KIMIANYA... 8
D. TAPIOKA ...10
E. MODIFIKASI PATI...11
F. MALTODEKSTRIN ...13
G. HIDROLISIS KERING ...15
II. METODOLOGI PENELITIAN ...19
A. BAHAN DAN ALAT ...19
B. METODE PENELITIAN ...19
III. HASIL DAN PEMBAHASAN...26
A. PEMBUATAN PROTOTIPE MESIN ...26
B. PEMBUATAN PRODUK...37
C. ANALISIS KARAKTERISTIK MUTU PRODUK...50
IV. KESIMPULAN DAN SARAN ...59
A. KESIMPULAN ...59
B. SARAN ...59
DAFTAR PUSTAKA ...60
DAFTAR TABEL
halaman
Tabel 1. Pengelompokan mesin pengering ... 7
Tabel 2. Komposisi amilosa dan amilopektin ... 9
Tabel 3. Produksi tanaman pangan kedua di Indonesia ... 10
Tabel 4. Nilai impor pati termodifikasi di Indonesia ... 13
Tabel 5. Jenis pati termodifikasi dan penggunannya ... 14
Tabel 6. Parameter mutu dan nilai standar mutu dekstrin... 15
Tabel 7. Matriks percobaan produksi maltodekstrin... 21
Tebel 8. Perbandingan alternatif solusi desain 1, desain 2, dan desain 3 ... 31
Tabel 9. Kondisi operasi yang digunakan pada prototipe mesin silinder berotasi.. 40
Tabel 10. Tahapan eliminasi pada penentuan persamaan matematis... 48
Tabel 11. Hasil uji nilai DE dari persamaan matematis... 50
Tabel 12. Kode sampel yang dilakukan analisis karakteristik mutu... 50
Tabel 13. Nilai derajat putih beberapa sampel... 51
Tabel 14. Kadar air pada beberapa sampel ... 52
Tabel 15. Prosentase kelolosan beberapa sampel ... 52
Tabel 16. Warna sampel dalam lugol... 53
Tabel 17. Prosentase kadar abu pada beberapa sampel... 54
Tabel 18. Nilai kadar serat dari beberapa sampel ... 55
Tabel 19. Nilai kelarutan beberapa sampel dalam air dingin... 55
Tabel 20. Nilai derajat asam dari beberapa sampel... 56
Tabel 21. Nilai viskositas beberapa sampel ... 57
Tabel 22. Nilai pH dari beberapa sampel... 58
DAFTAR GAMBAR
halaman
Gambar 1. Kelompok pencampur tipe silinder dan variasinya ... 6
Gambar 2. Kelompok pencampur tipe pengaduk bergerak dan wadah diam ... 6
Gambar 3. Beragam tipe spray nozzle... 8 Gambar 4. Struktur molekul amilosa dan amilopektin ... 9
Gambar 5. Reaksi pada modifikasi dengan cara subsitusi ... 12
Gambar 6. Reaksi pada modifikasi pati dengan cara ikatan silang... 12
Gambar 7. Mekanisme reaksi hidrolisis asam... 16
Gambar 8. Skema prototipe mesin pada alternatif solusi desain 1 ... 27
Gambar 9. Skema prototipe mesin pada alternatif solusi desain 2 ... 27
Gambar 10. Skema prototipe mesin pada alternatif solusi desain 3 ... 28
Gambar 11. Detail prototipe mesin tipe silinder berotasi ... 30
Gambar 12. Konstruksi mesin tipe silinder berotasi ... 32
Gambar 13. Skema prinsip kerja prototipe mesin tipe silinder berotasi ... 33
Gambar 14. Komponen sistem pengadukan ... 34
Gambar 15. Rangkain sistem penyemprot ... 35
Gambar 16. Kompor gas, selenoid pengatur gas, dan sensor panas ... 36 Gambar 17. Kontrol panel, kontrol suhu, dan tabung gas... 36
Gambar 18. Tangki HCl sebelum dan sesudah perbaikan ... 37
Gambar 19. Hasil pewarnaan menggunakan penyemprotan ... 40
Gambar 20. Perubahan nilai DE untuk volume larutan HCl 1000 ml ... 41
Gambar 21. Perubahan nilai DE untuk volume larutan HCl 1500 ml ... 43
Gambar 22. Perubahan nilai DE untuk volume larutan HCl 2000 ml ... 44
Gambar 23. Perubahan nilai DE untuk volume larutan HCl 2500 ml ... 46
Gambar 24. Diagram alir reaksi karamelisasi ... 47
DAFTAR LAMPIRAN
halaman
Lampiran 1. Prosedur analisis total gula dan gula pereduksi... 67
Lampiran 2. Prosedur analisis mutu dekstrin... 69
Lampiran 3. Gambar kerja menggunakan file computer aided design (CAD) ... 72 Lampiran 4. Hasil analisis ragam (ANOVA) dan Duncan test... 78 Lampiran 5. Penentuan volume dan bobot bejana ... 80
Lampiran 6. Penentuan energi pengadukan, daya motor, dan pengukuran
sebenarnya dilapangan ... 82
Lampiran 7. Perhitungan energi panas dan pengukuran sebenarnya di lapangan... 85
Lampiran 8. Perhitungan energi penyemprotan dan pengukuran
sebenarnya di lapangan ... 87
Lampiran 9. Standar mutu dekstrin SNI 1992 dan 1989, Shandong Perusahaan Baolingbao Biotechnology Co. Ltd, Well-Being
Enterprice Co. Ltd, dan Can Am Ingredient, Inc ... 89
Lampiran 10. Kadar gula pereduksi, kadar total gula, dan dextrose equivalent (DE) untuk volume HCl 1000 ml ... 90
Lampiran 11. Kadar gula pereduksi, kadar total gula, dan dextrose equivalent
(DE) untuk volume HCl 1500 ml ... 91
Lampiran 12. Kadar gula pereduksi, kadar total gula, dan dextrose equivalent
(DE) untuk volume HCl 2000 ml ... 92
Lampiran 13. Kadar gula pereduksi, kadar total gula, dan dextrose equivalent
(DE) untuk volume HCl 2500 ml ... 93
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Maltodekstrin adalah salah satu jenis pati termodifikasi yang digunakan
dalam berbagai industri di Indonesia. Bahan ini cukup penting karena sangat
luas penggunaannya terutama dalam industri pangan dan sampai saat ini
sebagian besar kebutuhan akan bahan ini masih dipenuhi dari impor. Nilai
impor pati termodifikasi (termasuk maltodekstrin) di Indonesia mencapai 80
juta ton per tahun (Deperindag, 2006). Menurut Tjahyono (2004) jika dinilai
dengan uang, nilai impor maltodekstrin ini mencapai 150 juta dollar Amerika
per tahun.
Di sisi lain, produksi singkong nasional yang mencapai kisaran 19 juta
ton per tahun (BPS, 2006) menjadikan sumber pati ini berpotensi untuk
dikembangkan menjadi maltodekstrin pada skala besar. Untuk menuju arah itu,
keberadaan mesin pengolah pati singkong (tapioka) menjadi maltodekstrin
adalah sangat penting.
Maltodekstrin dapat dibuat dengan memodifikasi pati singkong secara
hidrolisis. Whistler di dalam Inglett (1970) menyebutkan bahwa maltodekstrin
dapat dihasilkan dengan cara hidrolisis parsial dengan enzim, hidrolisis asam
pada media encer (hidrolisis basah), dan pemanasan dengan atau tanpa bahan
kimia tambahan (hidrolisis kering).
Hidrolisis dengan enzim tidak cocok dikembangkan di Indonesia karena
harga enzim α-amilase yang sangat tinggi (1 gr enzim α-amilase yang mengandung 1500 - 1800 unit per mg protein dijual dengan harga US $1.034,00
(Elastin Products Company, Inc., 2007)). Selain itu sebagian besar kebutuhan
enzim Indonesia masih dipenuhi dari impor.
Somaadmadja (1970) menyebutkan pada hidrolisis kering, air tidak perlu
ditambahkan sebelum penambahan asam. Sedangkan Jati (2006) menyebutkan
air yang digunakan pada hidrolisis basah sebelum penambahan asam mencapai
70%. Dilihat dari banyaknya air yang digunakan maka biaya produksi pada
Namun demikian, terdapat kelemahan pada metode hidrolisis kering,
yaitu homogenitas HCl dengan pati tidak sehomogen pada hidrolisis basah
(dikarenakan pati tidak disuspensikan terlebih duhulu dalam air). Keadaaan ini
akan mempengaruhi proses hidrolisis sehingga mempengaruhi juga nilai
dextrose equivalent (DE) (kandungan gula pereduksi per total gula) dari suatu produk modifikasi pati. Untuk mengatasi kelemahan tersebut dibutuhkan suatu
mesin yang mampu mencampur pati dan HCl dengan kerataan yang lebih baik.
Mesin yang diperkirakan mampu melakukan pencampuran pati dan HCl
menjadi lebih homogen adalah mesin yang menggunakan prinsip pencampuran
partikel padat. McCabe et. al (1999) menyebutkan prinsip pencampuran partikel padat adalah dengan mengangkat dan menjatuhkan partikel padat secara
berulang-ulang serta menggelindingkannya sampai mempunyai kesamaan
penyebaran. Silinder berotasi yang dilengkapi sirip pengaduk merupakan salah
satu mesin yang menerapkan prinsip pencampuran partikel padat pada
pengoperasiannya.
Mengingat sangat pentingnya nilai dextrose equivalent (DE) pada penggunaan maltodekstrin, penggunaan mesin yang dimaksud haruslah mampu
menghasilkan nilai DE tertentu. Dengan menetapkan kondisi operasi tertentu
dan mengatur waktu hidrolisis, konsentrasi HCl, serta volume HCl pada
produksi maltodekstrin, diharapkan didapatkan persamaan matematis yang
dapat digunakan untuk menghasilkan nilai DE tertentu pada produk
maltodekstrin yang dihasilkan.
B. TUJUAN PENELITIAN
1. Merancang prototipe mesin untuk produksi maltodekstrin dari tapioka
dengan metode hidrolisis kering.
2. Melakukan uji kinerja prototipe mesin yang dirancang dalam
memproduksi maltodekstrin dengan melihat kisaran nilai dextrose equivalent (DE) yang dihasilkan.
3. Membuat persamaan matematis sederhana untuk menghasilkan nilai DE
tertentu pada produksi maltodekstrin menggunakan prototipe mesin yang
4. Mengetahui karakteristik mutu dari beberapa maltodekstrin yang
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. PROSES PERANCANGAN
Perancangan merupakan salah satu kegiatan utama seorang rekayasawan
(insinyur) dan melibatkan kegiatan kreatif. Ciri utama perancangan menurut
Mangunwidjaja dan Suryani (1999) adalah berawal dari masalah yang umum,
luas, tidak terdefinisikan dan diupayakan menjadi pernyataan atau masalah
yang jelas. Fakta dan keterangan yang mendukung diperlukan dan dipilih
berdasarkan arti pentingnya. Berdasarkan keterangan yang dihimpun
selanjutnya diciptakan masalah yang lebih khusus. Masalah khusus inilah yang
ditindak lanjuti secara rekayasa.
Khandani (2005) dan Norton (1993) menyebutkan terdapat beberapa
tahap dalam proses perancangan mesin, yaitu:
1. Mendefinisikan Masalah
Tahap ini adalah tahap awal dalam melakukan proses perancangan
dimana permasalahan yang ada haruslah jelas, sehingga masalah harus
didefinisikan. Definisi masalah ini biasanya menyangkut kebutuhan
konsumen, fungsi, dan fitur mesin yang akan dibuat.
2. Mengumpulkan Informasi
Informasi yang relevan tentang mesin yang akan dibuat dan spesifikasi
fungsional dari mesin yang akan dibuat sangatlah dibutuhkan.
3. Membuat Alternatif Solusi
Ketika detail suatu desain mesin telah teridentifikasi, dibuat
alternatif-aternatif solusi yang memungkinkan pencapaian tujuan dari mesin yang
dirancang. Alternatif solusi ini berdasarkan ide-ide yang dikembangkan.
4. Menganalisis dan Memilih Alternatif Solusi
Setelah dibuat alternatif-alternatif solusi, dipilih alternatif solusi yang
berdasarkan kriteria tertentu. Analisis yang sering dipakai pada tahap seleksi
adalah analisis komparatif (perbandingan).
5. Desain Secara Mendetail
Dalam tahap ini harus telah diperoleh detail gambar atau file
Computer Aided Design (CAD) untuk setiap bagian dalam desain.
6. Pembuatan Prototipe dan Pengujian
Model atau prototipe tidak dapat dinilai atau dikoreksi kelayakannya
sampai dibuat dan diuji sehingga pembuatan model fisik prototipe harus
dilakukan. Menurut Syukri (1988), ada beberapa macam jenis pengujian
terhadap alat atau mesin baru, namun tidak semua mesin yang baru dibuat
menjalani uji-uji tersebut. Macam pengujian yang biasa dilakukan yaitu:
a. Uji Fungsional
Uji ini bertujuan untuk melihat apakah semua mekanisme yang
bekerja pada alat atau mesin dapat berjalan sesuai dengan rancangan.
Jika tidak sesuai maka jika mungkin dilakukan perubahan-perubahan
atau perbaikan.
b. Uji Verifikasi
Uji ini bertujuan untuk mencocokkan spesifikasi dari alat atau
mesin dengan yang sebenarnya. Uji ini terutama dilaksanakan terhadap
alat atau mesin yang sudah diproduksi oleh pabrik atau pengrajin.
c. Uji Unjuk Kerja
Uji ini bertujuan untuk melihat kemampuan yang sebenarnya dari
alat atau mesin untuk melaksanakan pekerjaan sesuai dengan fungsinya,
antara lain mengenai kapasitas kerja, kualitas pekerjaan, dan kebutuhan
tenaga.
d. Uji Pelayanan
Uji ini bertujuan untuk melihat tingkat kemudahan dalam
mengoperasikan alat atau mesin tersebut.
e. Uji Sosial-Ekonomi
Uji sosial bertujuan untuk melihat apakah alat atau mesin yang
bertujuan untuk melihat apakah alat atau mesin yang baru dibuat
menguntungkan secara ekonomi.
f. Uji Adaptasi
Uji lapang ini bertujuan untuk melihat apakah alat atau mesin yang
baru dibuat dapat diterima oleh masyarakat.
7. Produksi
Tahap ini merupakan tahap akhir proses desain yang dilakukan.
Penggandaan skala dari prototipe yang dihasilkan pada tahap ini dibutuhkan
untuk menghasilkan skala yang sebenarnya.
B. KOMPONEN MESIN UNTUK PRODUKSI MALTODEKSTRIN
Terdapat tiga fungsi utama yang dibutuhkan dalam pembuatan prototipe
mesin untuk produksi maltodekstrin, yaitu fungsi pengadukan, fungsi
penyemprotan, dan fungsi pemanasan.
1. Komponen Pengadukan (Pencampuran)
Pada dasarnya tujuan dari dilakukannya pencampuran pati dan HCl
adalah bergabungnya pati dan HCl yang sedapat mungkin mempunyai
kesamaan penyebaran yang sempurna sehingga hidrolisis pati terjadi secara
merata. Pendekatan rancangan komponen pencampur dapat diadopsi dari
prinsip mesin pencampur partikel padat. Menurut McCabe et. al. (1999),
prinsip pencampuran partikel padat adalah dengan mengangkat dan
menjatuhkan partikel padat secara berulang-ulang serta
menggelindingkannya sampai mempunyai kesamaan penyebaran.
Terdapat dua kelompok besar alat pencampur yang menggunakan
prinsip kerja berdasarkan kaidah pencampuran partikel padat. Clarke di
dalam Syarif (1981) menyebutkan tipe pertama dari alat ini adalah alat
pencampur dengan pengaduknya bergerak sedangkan wadahnya diam. Tipe
kedua adalah alat pencampur dengan pengaduknya diam sedangkan
Tipe pencampur pada kelompok pertama yang paling sering
digunakan menurut Leniger dan Baverlo (1975) adalah tipe silinder yang
variasinya dapat dilihat pada Gambar 1. Sedangkan kelompok kedua
menurut Raymond dan Donald di dalam Syarif (1981) serta Pery dan Green
(1997) antara lain helical blender (pencampur tipe pita), screw mixer
(pencampur berbentuk skrew), Change-cane mixer, dan Double-arm kneader mixer (Gambar 2).
Silinder horisontal Silinder diagonal Twin shell (shell ganda)
Piring bersudut Kerucut ganda
Gambar 1. Kelompok pencampur tipe silinder dan variasinya.
Double-arm kneader mixer Helical blender
Change-cane mixer Screw mixer
2. Komponen Pemanas
Gambar 2. Kelompok pencampur tipe pengaduk bergerak dan wadah diam.
Pemanas digunakan sebagai sumber energi untuk memotong rantai
polimer pati menjadi molekul-molekul dengan rantai glukosa yang lebih
pendek. Selain itu, efek dari pemanasan ini adalah perubahan fase cairan
yang akan digunakan dapat diadopsi dari prinsip dasar mesin pengering.
[image:33.595.146.532.161.577.2]Adapun pengelompokan mesin pengering sendiri dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Pengelompokan mesin pengering (Mujumdar dalam Devahastin, 2001)
Kriteria Jenis
Mode operasi Curah atau kontinyu*
Jenis masukan panas Konveksi*, konduksi, radiasi, medan
elektromagnetik, pindah panas kombinasi:
intermitten dan kontinyu*, adiabatik, dan
non-adiabatik
Keadaan bahan dalam
mesin pengering
Diam atau bergerak (diaduk, disebar)
Tekanan operasi Vakum* atau tekanan atmosfir
Media pengeringan Udara* atau uap super-jenuh atau gas-gas
pemanas
Suhu pengeringan Dibawah suhu didih*, diatas suhu didih, dan
dibawah titik beku
Gerak nisbi antara
media pengering dan
padatan yang
dikeringkan
Searah atau berlawanan arah atau campuran
Jumlah tahapan Tunggal* atau multi tahap
Waktu bahan dalam
mesin pengering
Singkat (< 1 menit) atau sedang (1-60 menit)
atau panjang ( > 60 menit)
* paling umum digunakan
Menurut Utomo (1984), terdapat tiga cara perpindahan panas yang
mekanismenya sama sekali berlainan, yaitu : (1) Secara molekuler, disebut
konduksi, (2) secara aliran, disebut konveksi, dan (3) secara gelombang
elektromagnet, disebut radiasi. Konduksi terjadi ketika panas berpindah
karena getaran molekul, dari satu molekul ke molekul lainnya. Konveksi
terjadi ketika panas terbawa masa fluida yang bergerak sebagai aliran.
antara dua permukaan yang berbeda temperatur dan tidak diperlukan zat
antara sebagai media pindah panas.
3. Komponen Penyemprot
Seperti sistem penyemprotan pada umumnya, penyemprot HCl pada
prototipe mesin yang akan dirancang menggunakan spray nozzles. Berikut ini diberikan beberapa alternatif spray nozzle yang akan digunakan dalam desain prototipe mesin yang dirancang (Gambar 3).
C. PATI DAN SIFAT FISIKO KIMIANYA
Pati adalah salah satu jenis polisakarida yang tersebar luas di alam.
Bahan ini disimpan sebagai cadangan makan bagi tumbuh-tumbuhan di dalam
biji buah (padi, jagung, gandum, juwawut, sorgum, dan lain-lain), di dalam
umbi (ubi kayu, ubi jalar, uwi, talas, kentang, dan lain-lain), dan pada batang
(aren, sagu, dan lain-lain) (Tjokroadikoesoemo, 1986). Sifat fisiko kimia pati
antara lain:
1. Granula Pati
Granula pati merupakan susunan dari molekul yang berstruktur linier
dan bercabang membentuk radial dalam sel yang konsentrik dan membentuk
cincin atau lamela. Penampakan cincin atau lamela pada granula pati diduga
[image:34.595.258.377.258.418.2]sebagai akibat adanya pelapisan molekul-molekul pada granula (Banks di Gambar 3. Beragam tipe spray nozzle (Bode dan Miller
dalam Beich dan Green, 1973). Granula pati bersifat semi kristal yang terdiri
dari bagian kristal dan bagian amorf. Bagian kristal dari granula pati lebih
tahan terhadap degradasi baik oleh enzim maupun asam, sedangkan bagian
amorf sangat labil terhadap degradasi oleh enzim atau asam (Hood di dalam
Inglett dan Munck, 1981).
2. Struktur Molekul
Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati terdiri dari dua fraksi yaang dapat dipisahkan dengan air panas, fraksi
terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak terlarut disebut amilopektin
(Winarno, 2002). Struktur molekul amilopektin dan amilosa dilihat pada
Gambar 4 (a) dan (b). Sedangkan komposisi amilosa dan amilopektin dapat
dilihat pada Tabel 2.
[image:35.595.134.530.364.493.2]n 1 ,4 li n k a g e 1,6 linkage
Tabel 2. Komposisi amilosa dan amilopektin (Pomeranz, 1991)
Karakteristik Amilosa Amilopektin
Struktur ikatan
Ikatan
Panjang rantai
Derajat polimerisasi
Kompleks dengan iod
Produk hidrolisis
Lurus
α-1,4 ~103 ~103 Biru (~650 nm)
Maltotriosa, glukosa,
maltosa,
oligosakarida
Bercabang
α-1,4 dan α-1,6 20-25
104-105
Ungu coklat (~550 nm)
Gula pereduksi (sedikit)
Oligosakarida (dominan)
(a) (b)
[image:35.595.131.522.558.751.2]3. Gelatinisasi Pati
Granula pati dapat dibuat membengkak luar biasa, tetapi sifat ini tidak
dapat kembali lagi pada kondisi semula. Perubahan tersebut disebut
gelatinisasi. Suhu pada saat granula pati pecah disebut suhu gelatinisasi yang
dapat dilakukan dengan penambahan air panas (Winarno, 2002).
4. Retrodegradasi
Retrodegradasi merupakan fenomena penggabungan polimer-polimer
barantai (amilosa) membentuk kristal yang tidak larut pada saat pendinginan
pasta pati (Glicksman, 1969).
D. TAPIOKA (PATI SINGKONG)
Pati singkong (Manihot utilissima) adalah pati yang dihasilkan dari umbi ubi kayu atau singkong. Pati ini dikenal dengan nama tapioka. Pati diperoleh
dengan cara mengekstraknya dari singkong dengan menggunakan air untuk
kemudian diendapkan. Hasil endapan tersebut yang disebut pati (Anonim,
2006). Produksi singkong nasional yang cukup tinggi dibandingkan dengan
tanaman produksi tanaman pangan kedua lainnya (Tabel 3) menjadikan
sumber pati ini berpotensi untuk dikembangkan menjadi maltodekstrin.
Tahun Jagung
(ton)
Singkong (ton)
Ubi Jalar (ton)
2002 9.654.105 16.913.104 1.771.642
2003 10.886.442 18.523.810 1.991.478
2004 11.225.243 19.424.707 1.901.802
2005 12.523.894 19.321.183 1.856.969
2006* 12.136.798 19.907.304 1.805.431
Tabel 3. Produksi Tanaman Pangan Kedua (Palawija) di Indonesia
* Peramalan ketiga
Sumber : (Biro Pusat Statistik, 2007)
Granula pati tapioka berwarna putih dengan ukuran diameter yang
berbentuk mangkuk (cup) dan sangat kompak tetapi selama pengolahan granula tersebut akan pecah menjadi komponen-komponen yang tidak teratur
bentuknya (Breutlecht, 1953). Pati tapioka mengandung amilosa 17% dan
dalam pemanasan tapioka akan memiliki gel yang lunak (Tjokroadikoesoemo,
1986). Pati tapioka memiliki kisaran suhu gelatinisasi antar 58,50C – 700C, sedangkan pati kentang dan pati jagung berturut-turut adalah 560C - 660C dan 620C - 710C (Balagopalan et al., 1988).
E. MODIFIKASI PATI
Modifikasi pati dirancang untuk mengubah karakteristik gelatinisasi,
hubungan antara padatan dan kekentalan, kecenderungan pembentukan gel
pada dispersi pati, sifat hidrofilik, kekuatan menahan air pada dispersi pati saat
suhu rendah, ketahanan dispersi terhadap penurunan kekentalan oleh asam,
maupun perusakan secara fisik dan memasukkan sifat ionisasi pati asal
(Tjokroadikoesoemo, 1986). Modifikasi yang biasa digunakan untuk
memodifikasi pati yaitu hidrolisis, oksidasi, subsitusi, dan ikatan silang
(Luallen, 1985).
1. Metode Oksidasi
Proses oksidasi adalah memasukkan gugus karboksil dan atau gugus
karbonil ke dalam rantai lurus maupun rantai cabang dari molekul pati
sehingga membuka struktur cincin glukosa dan membengkokkan cincin
glukosa yang telah terbuka melalui pengguntingan rantai molekul. Proses ini
tergantung pada kondisi reaksi seperti suhu dan pH (Smith & Bell, 1986).
2. Subsitusi
Penggunaan pati dalam produk makanan adalah sebagai pengental dan
sumber karbohidrat (Luallen, 1985). Kandungan amilosa telah diketahui
menentukan sifat makanan yang dihasilkan. Molekul amilosa cenderung untuk
berada dalam posisi sejajar sehingga gugus hidroksilnya dapat berikatan. Hal
ini menyebabkan molekul pati berbentuk kristal agregat dan sukar larut dalam
proses gelatinisasi sehingga penggunaan dalam produk makanan terbatas
(Wuzburg & Szymanski di dalam Furia, 1970).
Masalah tersebut dapat diatasi dengan mensubsitusikan gugus anion ke
seluruh granula agar penggabungan granula-granula menjadi terhalang. Salah
satu cara pensubsitusian ini adalah dengan akilasi pati (Gambar 5).
OH
StOH + CH2-CH-CH3 StOH-CH-CH3 O
StOH = senyawa pensubsitusi
Gambar 5. Reaksi pada modifikasi pati dengan cara subsitusi
Modifikasi pati dengan metode ini menyebabkan sifat kepolarannya
berubah dan kejernihannya meningkat. Kestabilan terhadap pembekuan juga
meningkat (Smith & Bell, 1986).
3. Ikatan Silang
Amilopektin mempunyai rantai bercabang maka gugus-gugus
hidroksilnya lebih sukar untuk berikatan. Oleh karena itu, amilopektin mudah
mengalami proses gelatinisasi tetapi kekentalannya tidak stabil (Katzbeck,
1972). Hal ini dapat diatasi dengan menggunakan pereaksi yang bersifat
polifungsional (Anonim, 1983).
Menurut O’Dell (1971), pereaksi yang dapat digunakan adalah natrium
trimetafosfat, epiklorohidrin, dan asam adipat. Menurut Smith & Bell (1986),
pereaksi yang sering digunakan adalah pereaksi fosfor oksiklorida dan natrium
trimetafisfat. Diantara keempat pereaksi tersebut, fosfor oksiklorida paling
tidak stabil dan mudah terurai dalam air (Whitaker, 1984). Reaksi yang
mungkin terjadi pada ikatan silang diperlihatkan pada Gambar 6.
ONa
2 StOH + Na3P3O9 StO-P-Ost + Na2H2P2O7 O
StOH : senyawa pereaksi ikatan silang
4. Metode Hidrolisis
Hidrolisis merupakan metode modifikasi yang pertama dan sering
digunakan. Untuk menghidrolisis ikatan glikosidik pati biasa digunakan asam
atau enzim yang mampu menghidrolisis pati. Kemudian pati digelatinisasi
sampai mendapat kekentalan yang diinginkan (Anonim, 1983).
Pada proses hidrolisis ini terjadi pemecahan ikatan α-D-glukosa dari molekul pati serta terjadi pelemahan struktur granula pati sehingga akan
mengubah kekentalnnya. Pati yang dimodifikasi dengan metode ini
mempunyai kekentalan dalam keadaan panas yang rendah dan daya lekatnya
yang tinggi. Pati jenis ini banyak digunakan dalam industri kertas, tekstil, dan
perekat (Smith & Bell, 1986). Sebagai bahan makanan pati semacam ini
digunakan pada pembuatan gum candy (Smith di dalam Leneback dan Inglet, 1982).
F. MALTODEKSTRIN
Maltodekstrin didefinisikan sebagai produk hidrolisis pati yang
mengandung unit α-D-glukosa yang sebagian besar terikat melalui ikatan 1,4 glikosidik dengan dextrose equivalkent (DE) kurang dari 20. Rumus umum maltodekstrin adalah [(C6H10O5)nH2O)] (Kennedy et al. di dalam Kearsley dan Diedzic, 1995). Devidek et al. (1990) mendefinisikan maltodekstrin sebagai turunan pati yang dihsilkan dari degreadasi rantai amilosa dan amilopektin
secara kimia atau enzimatis menjadi dekstrin (<62 %), maltosa (>6%), glukosa
(>6 %) dan mempunyai nilai dextrose equivalent (DE) 3-20.
Sampai saat inisebagian besar kebutuhan maltodekstrin masih dipenuhi dari
impor. Nilai impor pati termodifikasi (termasuk maltodekstrin) dapat dilihat
[image:39.595.125.522.650.751.2]pada Tabel 4.
Tabel 4. Nilai impor pati termodifikasi di Indonesia
Tahun Jumlah impor (kg)
2002 80.319.465
2003 78.752.720
2004 77.720.843
Dextrose Equivalent (DE) adalah besaran yang menyatakan nilai total pereduksi dari pati atau produk modifikasi pati dalam satuan persen. DE
berhubungan dengan Derajat Polimerisasi (DP) dimana DP dinyatakan sebagai
jumlah unit monomer dalam satuan molekul. Unit monomer dalam pati adalah
glukosa sehingga maltosa memiliki DP 2 dan DE 50 (Wuzburg dan Syimanski
dalam Furia, 1970).
Maltodekstrin diklasifikasikan berdasarkan Dextrose Equivalent (DE). Maltodekstrin dengan DE terentu digunakan untuk kepentingan tertentu.
Penggunaan pati termodifikasi berdasarkan nilai DE tertentu dapat dilihat pada
Tabel 5.
Mutu maltodekstrin di Indonesia ditetapkan oleh Dewan Standarisasi
Nasional. Standar mutu maltodekstrin sama dengan standar mutu dekstrin pada
umumnya, kecuali untuk DE maltodekstrin berkisar 2-20. Parameter mutu
dekstrin dan nilainya menurut DSN (1992 dan 1989) dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 5. Jenis pati termodifikasi dan penggunaannya
Jenis Pati Termodifikasi
Nilai DE
(%)
Contoh Kegunaan
Maltodekstrin 1-5 Pengganti lemak susu di dalam makanan pencuci mulut, yogurt, produk bakeri dan eskrim (Strong, 1989)
5 Bahan tambahan margarin (Summer dan
Hesser, 1990)
9-12 Chesscake filling (Wilson dan Steensen, 1986)
15-20 Produk pangan berkalori tinggi (Vorwerg
et al., 1988)
Thin Boilling Starch 20 Kembang gula, pastiles dan jeli (Rapaille dan Van Hemelrijk di dalam Imelson, 1992)
Tabel 6. Parameter mutu dan nilai standar mutu dekstrin (DSN, 1992 dan 1989)
Aplikasi Parameter mutu
Pangan Non Pangan
Warna (Visual) Putih sampai kekuningan Putih sampai
kekuningan
Warna dalam lugol Ungu sampai kecoklatan Ungu sampai
kecoklatan
Kadar air (% b/b) Maksimum 11 Maksimum 11
Kadar abu (%b/b) Maksimum 0,5 Maksimum 0,5
Serat kasar (%b/b) Maksimum 0,6 -
Bagian yang larut dalam air (%)
Minimum 97 Minimum 80
Kekentalan (cP) 3-4 3-4
Dekstrosa Maksimum 5 Maksimum 7
Derajat asam (0,1 N NaOH/100 gr bahan)
Maksimum 5 Maksimum 6
Kehalusan (100 mesh) Minimum 90 (lolos)
G. HIDROLISIS KERING
Prinsip pembuatan dekstrin adalah memotong rantai panjang pati dengan
suatu enzim atau asam menjadi molekul-molekul rantai pendek (oligisakarida),
dengan jumlah glukosa 4 - 10 unit (Harper et al., 1979) atau 6 - 10 unit (Soemaadmadja, 1970).
Dekstrin dapat dihasilkan dari modifikasi pati dengan cara pemanasan
dengan atau tanpa bahan kimia tambahan (hidrolisis kering), hidrolisis asam
pada media encer (hidrolisis basah), serta hidrolisis parsial dengan enzim dan
perlakuan dengan enzim khusus yaitu siklodekstrin glikosil transferase
(CGTase) yang dihasilkan oleh Bacillus macerans (Whistler di dalam Inglet, 1970; Satterwaite & Iwinski di dalam Whistler , 1973). Namun yang akan
dibicarakan disini hanyalah hidrolisis dengan asam secara kering.
Pati termodifikasi asam memiliki sifat-sifat yang berbeda dengan pati
asam di bawah suhu gelatinisasi, pada suhu sekitar 125 oF (52 oC). Reaksi dasar meliputi pemotongan ikatan α-1,4-glikosidik dari amilosa dan α -1,6-D-glikosidik dari amilopektin, sehingga ukuran molekul pati menjadi lebih rendah
dan meningkatkan kecenderungan pasta untuk membentuk gel (Glicksman,
1969).
Menurut Satterwaite & Iwinski di dalam Whistler (1973),
bermacam-macam asam dapat digunakan sebagai katalis, seperti trikloro asetat, asam
hipoklorid, dan asam klorida, tetapi asam klorida (HCl) lebih sering digunakan
karena HCl merupakan asam kuat, lebih mudah berdispersi dalam granula pati
dan cenderung menguap selama proses dekstrinasi. Reaksi hidrolisis pati dengan
asam dapat dilihat pada Gambar 7.
Prinsip pembuatan dekstrin dengan cara hidrolisis kering adalah dengan
menggunakan kemampuan asam untuk melakukan pengguntingan pada ikatan
α-D-glikosidik pada pati sehingga didapatkan polimer-polimer glukosa.
Menurut Satterwaite & Iwinski di dalam Whistler (1973), penambahan asam
sebagai katalis pada proses dekstrinasi cara kering dapat dilakukan secara
terpisah (sebelum pati dipanaskan) atau dapat secara bersama-sama yaitu
dengan cara menyemprotkan larutan asam selama pati dipanaskan.
OH CH 2OH H OH OH O O CH 2OH H OH OH O CH 2OH H OH OH O O CH 2OH H OH OH
O CH 2OH
H OH OH O O CH 2OH H OH OH O CH 2OH H OH OH O O CH 2OH H OH OH O H+ CH 2OH H OH OH O CH 2OH H OH OH O CH 2OH H OH OH O O CH 2OH H OH OH O H+ OH OH CH 2OH H OH OH O CH 2OH H OH OH O OH2
+ H O3+
H O2
H
O2
[image:42.595.189.475.463.675.2]H O3+ + OH CH 2OH H OH OH O CH 2OH H OH OH O OH
1. Pembuatan Dekstrin Cara Kering Dengan Menambahkan Katalis Asam Pada Pati Terlebih Dahulu Sebelum Dipanaskan
Proses pembuatan dekstrin cara kering dengan katalis asam yang
digunakan ditambahkan secara terpisah, menurut Acton di dalam Radley
(1976), Puspawardhani (1988), serta Amelia (1989) adalah tepung pati
ditambah larutan HCl sehingga terbentuk pasta tepung pati; HCl yang
digunakan adalah 0,1 % dari bobot tepung kering (tepung pati dengan kadar air
11%). Selanjutnya HCl tersebut dibuat dalam bentuk larutan HCl agar
diperoleh campuran tepung pati-HCl yang merata; selanjutnya untuk
mengurangi kadar air pasta tepung dilakukan penjemuran; setelah kering
dilakukan penghancuran dan pengayakan; kemudian hasil dari pengayakan
tersebut dipanaskan pada suhu 1100C dalam suatu wadah yang terbuat dari
stainless steel yang dilengkapi dengan alat pengaduk otomatis. Untuk mengetahui waktu terbentuknya dekstrin dilakukan dengan cara uji iod,
Dekstrin telah terbentuk apabila dengan uji iod menghasilkan warna merah
kecoklatan.
2. Pembuatan Dekstrin Cara Kering Dengan Memanaskan Pati Terlebih Dahulu Sebelum Penambahan Katalis Asam
Menurut Soemaadmadja (1970), proses pembuatan dekstrin secara kering
pisah adalah mula-mula tepung pati dipanaskan dalam suatu wadah yang
tebuat dari stainless steel sambil diaduk; setelah suhu mencapai 110 oC – 120 o
C, larutan HCL 0,05-0,1 N disemprotkan pada pati sambil terus diaduk untuk
mencegah agar tepung tidak gosong dan agar pencampuran asam dengan
tepung pati menjadi homogen, sehingga hidrolisis terjadi merata; sementara itu
suhu diusahakan agar tetap 110 oC – 120 oC; pemanasan dilakukan selama 2 - 4 jam tergantung pada jumlah tepung pati yang digunakan; selama proses
pemanasan tersebut terjadi hidrolisis yaitu pemotongan rantai unit glukosa dari
pati menjadi molekul-molekul dengan rantai glukosa lebih pendek. Untuk
mengetahui bentukan dekstrin, maka setelah pemanasan selama 2 jam,
dilakukan uji iodium dengan cara mengambil sedikit contoh yang dipanaskan
dan ditetesi dengan larutan iodium. Proses telah berakhir bila uji dengan
3. Pembuatan Dekstrin Cara Kering Dengan Penambahan Katalis Asam dan Pemanasan Secara Bersama
Menurut Jati (2006) dan Sari (1992), pembuatan dekstrin cara kering
dapat dilakukan dengan menyemprotkan 200 ml asam dengan konsentrasi
tertentu ke dalam pati sebanyak 500 gram di atas wadah tertentu yang
disangrai sambil dilakukan pengadukan. Penyangraian dilakukan selama 3
jam. Penambahan asam dilakukan pada 30 menit pertama.
Selanjutnya menurut Jati (2006), suhu yang digunakan dalam
penyangraian adalah 60-70 oC. Suhu ini merupakan rentang suhu gelatinisasi tapioka. Batas konsentrasi asam yang digunakan adalah 0 N-0,4 N dan waktu
penyangraian selama 3 jam, didapatkan adanya penurunan nilai DE pada menit
ke-90. Dengan mengeplotkan nilai DE dengan metode regresi berganda
diperoleh persamaan interaksi konsentrasi HCl dan lama penyangraian
terhadap nilai DE adalah sebagai berikut :
DE (%) = -0,279 + 1,39 Konsentrasi (N) + 0,0111 waktu (menit)
Dekstrin yang dihasilkan dengan hidrolisis asam atau pemanasan kering
(roasting) disebut pirodekstrin (Satterwaite & Iwinski di dalam Wishtler, 1973) dan pirodekstrin ini merupakan jenis dekstrin yang paling banyak
dipakai dan diperjualbelikan (Mc Cready di dalam Joslyn, 1970).
Dari penelitian terdahulu diketahui dengan menggunakan hand sprayer
sebagai penyemprot larutan HCl, gelas piala dan sudip sebagai pengaduk, serta
penangas sebagai sumber panas, konsentrasi HCl, waktu hidrolisis, dan suhu
hidrolisis terbaik untuk menghasilkan dekstrin putih dan dekstrin kuning
dengan hidrolisis kering berturut-turut adalah 0.3 M, 30 menit, 60 oC dengan kelarutan 36.1 % dan 0.3 M, 180 menit, 90 oC dengan kelarutan 32.18 % (Azez, 2005).
Sedangkan dengan menggunakan wajan penyangraian, hand sprayer, kompor pemanas, pengaduk dan termometer, pada konsentrasi HCl 0-0.4 N,
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. BAHAN DAN ALAT
Bahan yang digunakan dalam penelitian meliputi bahan pembuatan
prototipe mesin, bahan pembuatan produk, dan bahan analisis produk. Bahan
pembuatan prototipe mesin terdiri dari plat besi dengan ketebalan 1,5 mm, besi
kanal U, besi kanal L, motor listrik, manometer, kompresor, nosel semprot,
tabung gas, kompor gas, dan solenoid pengatur suhu. Bahan pembuatan produk adalah tapioka yang ada dipasaran yang diproduksi dalam batch yang sama (dilihat pada kode produksi) dan larutan HCl teknis. Bahan yang
digunakan untuk analisis produk adalah pereaksi DNS, fenol, H2SO4 untuk analisis nilai dextrose equivalent (DE) serta bahan kimia lain yang digunakan untuk analisis mutu.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini juga meliputi alat untuk
pembuatan prototipe mesin, alat untuk pembuatan produk, dan alat yang
digunakan untuk analisis produk. Alat untuk pembuatan prototipe mesin yang
digunakan adalah peralatan bengkel seperti las listrik, gerinda, bor dan lain
lain. Alat yang digunakan untuk pembuatan produk adalah prototipe mesin
yang dirancang dan alat untuk analisis produk, yaitu spektrofotometer, pH
meter, viscosimeter, dan lain-lain.
B. METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan terdiri dari tiga tahapan utama yaitu pembuatan prototipe mesin, pembuatan produk, dan analisis produk.
1. Pembuatan Prototipe Mesin
a. Identifikasi Kebutuhan Komponen Prototipe Mesin
Tahap ini merupakan tahap awal dimana komponen prototipe
mesin yang dibuat ditentukan berdasarkan kebutuhan proses hidrolisis
kering. Parameter yang harus diketahui atau ditetapkan antara lain:
- kapasitas prototipe mesin
- waktu proses
- suhu, pH, dan tekanan
b. Pengembangan Alternatif Solusi Desain
Tahap ini merupakan tahap dimana dikembangkannya alternatif
solusi desain berdasarkan identifikasi kebutuhan komponen prototipe
mesin secara menyeluruh.
c. Seleksi Alternatif Solusi Desain
Setelah dibuat alternatif-alternatif solusi, dipilih alternatif solusi
yang paling memungkinkan memenuhi keberhasilan mesin yang akan
dibuat berdasarkan kriteria tertentu. Pemilihan alternatif solusi desain
mesin dilakukan berdasarkan analisis komparatif (perbandingan)
antara satu alternatif solusi desain dengan alternatif solusi desain
lainnya.
d. Desain Secara Mendetail
Dalam tahap ini harus telah diperoleh detail gambar atau file
Computer Aided Design (CAD) untuk setiap bagian prototipe mesin. Detail gambar diperoleh dengan bantuan perangkat lunak AutoCad.
e. Pembuatan Prototipe Mesin
Setelah file Computer Aided Design (CAD) diperoleh, kemudian dibuat prototipe mesin yang dimaksud berdasarkan gambar kerja yang
diperoleh.
f. Evaluasi Kinerja Prototipe Mesin Berdasarkan Fungsi Kerja Komponen Mesin
Dilakukan pengujian masing-masing fungsi kerja pada prototipe
mesin yang dirancang. Jika ada fungsi kerja yang kurang baik maka
dilakukan perbaikan-perbaikan sampai fungsi kerja setiap komponen
2. Pembuatan Produk
a. Penelitian Pendahuluan untuk Menetapkan Kondisi Operasi Prototipe Mesin
Kondisi operasi yang ditetapkan berdasarkan kebutuhan proses
hidrolisis pada tahap identifikasi kebutuhan komponen prototipe
mesin, belum tentu sesuai dengan kondisi prototipe mesin yang
sebenarnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian pendahuluan
untuk menetapkan kondisi proses hidrolisis pada prototipe mesin yang
telah dibuat.
b. Perlakuan dengan Tiga Faktor Percobaan (Waktu Hidrolisis, Konsentrasi HCl, dan Volume HCl)
Perlakuan dengan tiga faktor dilakukan setelah kondisi operasi
diperoleh berdasarkan penelitian pendahuluan. Sejumlah pati
dimasukkan ke dalam prototipe mesin yang telah mencapai suhu
tertentu, kemudian HCl dengan konsentrasi 0,0 – 0,4 N sebanyak 1000
- 2500 ml (konsentrasi, volume, dan suhu berdasarkan penelitian Jati
(2006)) disemprotkan melalui nosel dengan kondisi penyemprotan
sesuai penetapan sebelumnya (penelitian pendahuluan). Pengadukan
dan pemanasan dilakukan selama 150 menit (modifikasi Jati (2006))
dan diambil sampel setiap 15 menit selama sepuluh kali. Dilakukan
pengulangan sebanyak dua kali (Tabel 7).
Tabel 7. Matriks percobaan produksi maltodekstrin
Volume HCl (ml) Konsentrasi
(N)
Waktu
(menit) 1000 1500 2000 2500
0,0 10 taraf x x x x
0,1 10 taraf x x x x
0,2 10 taraf x x x x
0,3 10 taraf x x x x
Untuk mengetahui pengaruh perlakuan-perlakuan di atas dan
interaksi antar perlakuan digunakan rancangan percobaan acak
lengkap tiga faktor dengan dua kali ulangan. Model perancangan
tersebut menurut Montgomery (2001) adalah sebagai berikut :
Yijkl = µ + τi + j + k + (τ )ij + (τ )ik + ( )jk + (τ )ijk +εijkl
dimana :
Y
ijkl=
Nilai pengamatan ke l (l = 1, 2) untuk taraf ke-i (i = 1, 2,…,10)
perlakuan lama hidrolisis, taraf ke-j (j =1, 2, …, 5) perlakuan
perbedaan konsentrai asam klorida, dan taraf ke-k (k = 1, 2,…,
4) perlakuan perbedaan volume asam klorida
µ
=
Nilai rataan umumi
=
Efek taraf ke-i untuk perlakuan waktu hidrolisisj
=
Efek taraf ke-j untuk perlakuan perbedaan konsentrasi HClk
=
Efek taraf ke-k untuk perlakuan perbedaan volume HCl(
)
ij=
Efek interaksi antara i dan j( )
ik = Efek interaksi antara idan k(
)
jk=
Efek interaksi antara jdan k(
)
ijk=
Efek interaksi antara i , jdan kε
ijkl = Galat berupa efek acak dalam pengamatan ke-l untuktaraf ke–i perlakuan lama waktu hidrolisis, taraf ke-j
perlakuan B, dan taraf ke-k perlakuan perbedaan volume
HCl
Untuk mengetahui taraf waktu hidrolisis, konsentrasi HCl, dan
volume HCl yang mana yang berpengaruh terhadap nilai DE
digunakan uji rata-rata Duncan dengan tingkat kepercayaan 95%
c. Pengujian Nilai Dextrose Equivalent (DE) Maltodekstrin yang Diproduksi (Modifikasi dari Haryati 2004)
Pengujian nilai DE dilakukan dengan memasukkan 2 ml contoh
ke dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 6 ml pereaksi DNS.
Tabung reaksi tersebut diletakkan ke dalam air mendidih selama 5
menit dan didinginkan sampai suhu kamar. Blangko juga ditetapkan
dengan cara yang sama tetapi sebagai pengganti contoh digunakan
aquades. Sampel dibaca dengan alat spektrofotometer dengan panjang
gelombang 550 nm (jumlah gula pereduksi dinyatakan sebagai A).
Dari contoh yang sama, kemudian diambil 2 ml contoh ke dalam
tabung reaksi kemudian ditambahkan 1 ml fenol 5% dan ditambahan 5
ml H2SO4 atau HCl pekat. Sampel didiamkan selama 10 menit. Kemudian dibaca pada spektrofotometer dengan panjang gelombang
490 nm (jumlah total gula dinyatakan sebagai B). Prosedur analisis
dextrose equivalent (DE) dapat dilihat pada Lampiran 1. Nilai DE = A/B x 100%
d. Penetapan Persamaan Matematika untuk Mendapatkan Nilai DE Tertentu
Penentuan persamaan matematika untuk mencari nilai DE
tertentu dilakukan dengan eliminasi bertahap terhadap faktor dan taraf
percobaan. Faktor faktor percobaan yang dimaksud adalah konsentrasi
HCl, volume HCl, dan waktu hidrolisis.
Eliminasi Tahap 1
Berdasarkan pengamatan pada saat proses produksi dilihat
kondisi pengadukan ya