• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gaya Komunikasi Non Verbal “Silver Man” Komunitas Silver Peduli Dalam Menarik Simpati Masyarakat di Kota Bandung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gaya Komunikasi Non Verbal “Silver Man” Komunitas Silver Peduli Dalam Menarik Simpati Masyarakat di Kota Bandung"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

KOMUNITAS SILVER PEDULI DALAM

MENARIK SIMPATI MASYARAKAT

DI KOTA BANDUNG

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Syarat Kelulusan Pada Program Studi Ilmu Komunikasi

Konsentrasi Jurnalistik

Oleh,

DWI SUCI AMALIA

NIM : 41809212

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI JURNALISTIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

B A N D U N G

(2)
(3)

xi

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

LEMBAR PERSEMBAHAN ... iii

ABSTRAK ... iv

1.2.1 Pertanyaan Makro ... 10

1.2.2 Pertanyaan Mikro ... 10

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian ... 10

1.3.2 Tujuan Penelitian... 11

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 11

1.4.2 Kegunaan Praktis... 11

1.4.2.1 Bagi Peneliti ... 11

(4)

1.4.2.3 Bagi Masyarakat ... 12

1.4.2.4 Bagi Pemerintah ... 12

1.4.2.5 Bagi Komunitas Silver Peduli ... 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Penelitian Terdahulu ... 14

2.1.2 Tinjauan Tentang Gaya Komunikasi 2.1.2.1 Definisi Gaya Komunikasi ... 17

2.1.2.2 Tipe Dasar Gaya Komunikasi ... 19

2.1.3 Tinjauan Tentang Komunikasi Non Verbal 2.1.3.1 Definisi Komunikasi Non Verbal ... 21

2.1.3.2 Karakteristik dan Fungsi Komunikasi Non Verbal ... 24

2.1.3.3 Jenis Komunikasi Non Verbal ... 26

2.1.3.4 Dimensi Komunikasi Non Verbal ... 29

2.1.4 Tinjauan Tentang Komunitas ... 30

2.1.5 Tinjauan Tentang Simpati ... 33

2.1.6 Tinjauan Tentang Masyarakat 2.1.6.1 Definisi Masyarakat ... 35

2.1.6.2 Unsur – unsur Masyarakat ... 38

2.2 Kerangka Pemikiran... 40

2.2.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 40

2.2.2 Kerangka Pemikiran Konseptual ... 53

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian 3.1.1 Profil Komunitas Silver Peduli ... 60

3.1.2 Deskripsi Kegiatan Komunitas Silver Peduli ... 63

3.2 Metode Penelitian 3.2.1 Desain Penelitian ... 66

(5)

3.2.2.1 Studi Pustaka ... 69

3.2.2.2 Studi Lapangan ... 70

3.2.3 Teknik Penentuan Informan 3.2.3.1 Subyek Penelitian ... 77

3.2.3.2 Informan Penelitian ... 78

3.2.4 Teknik Analisa Data ... 81

3.2.5 Uji Keabsahan Data ... 85

3.2.6 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.6.1 Lokasi Penelitian ... 92

3.2.6.2 Waktu Penelitian ... 92

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 95

4.1 Deskripsi Identitas Informan 4.1.1 Informan Penelitian ... 101

4.1.2 Informan Pendukung ... 105

4.2 Deskripsi Hasil Penelitian 4.2.1 Suasana Komunikasi “Silver Man” Komunitas Silver Peduli ... 109

4.2.2 Unsur Pernyataan Diri “Silver Man” Komunitas Silver Peduli ... 124

4.2.3 Gerakan Tubuh “Silver Man” Komunitas Silver Peduli ... 133

4.3 Pembahasan Hasil Penelitian ... 144

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 171

5.2 Saran ... 172

DAFTAR PUSTAKA ... 174

LAMPIRAN – LAMPIRAN ... 178

(6)

vi Assalamualaikum Wr. Wb

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat dan hidayah-Nya, peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada

waktunya. Tak lupa pula shalawat serta salam peneliti hadiahkan kepada

junjungan nabi Muhammad SAW yang telah membawa umat manusia dari masa

kebodohan ke masa yang terang seperti saat ini.

Dalam skripsi ini, berisikan alur pikir peneliti serta hasil penelitian yang telah

dilakukan peneliti. Adapun maksud dan tujuan dilakukannya penelitian ini adalah

untuk mengetahui, menguraikan, serta mendeskripsikan bagaimana gaya

komunikasi non verbal Silver Man Komunitas Silver Peduli dalam menarik simpati masyarakat di kota Bandung.

Peneliti sadar dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan

bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu peneliti ingin mengucapkan terima kasih

yang tak terhingga untuk kedua orang tua peneliti, Sumiaty Canon dan M.

Nurdin yang selalu memberikan arahan, bimbingan dan dukungan yang tak henti

– hentinya diberikan kepada peneliti selama ini yang tak mengharap balas budi

serta yang selalu berusaha dengan sekuat tenaga agar peneliti dapat

menyelesaikan studi dengan tepat waktu. Tak hanya itu, peneliti juga ingin

mengucapkan terima kasih kepada Yang Terhormat :

1. Bapak Dr. Ir. Eddy Soeryanto Soegoto selaku Rektor Universitas

Komputer Indonesia yang telah memberikan pengesahan pada ijazah

(7)

2. Bapak Prof. Dr. Samugyo Ibnu Redjo, Drs., MA selaku Dekan Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia yang telah

memberikan surat pengantar penelitian serta pengesahan pada skripsi ini.

3. Bapak Drs. Manap Solihat, M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu

Komunikasi Universitas Komputer Indonesia serta Dosen Wali Peneliti

yang telah banyak memberikan ilmu, nasihat, arahan, bimbingan, motivasi

serta semangat kepada peneliti yang juga memberikan pengesahan dalam

pengajuan judul serta pengesahan pada skripsi ini.

4. Ibu Melly Maulin P., S.Sos., M.Si selaku Sekretaris Program Studi Ilmu

Komunikasi yang telah memberikan ilmu, arahan serta bimbingan kepada

peneliti selama proses menempuh dan menyelesaikan studi.

5. Bapak Sangra Juliano P., M.IKom selaku Dosen Pembina

Kemahasiswaan Program Studi Ilmu Komunikasi yang telah memberikan

ilmu, arahan dan bimbingan selama peneliti menempuh serta

menyelesaikan studi.

6. Ibu Rismawaty, S.Sos., M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

sabar membimbing peneliti dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi ini

serta tak henti memberikan arahan dan bimbingan serta motivasi kepada

peneliti untuk menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.

7. Bapak/Ibu Dosen Tetap, Dosen Layanan maupun Dosen Luar Biasa di

Lingkungan Program Studi Ilmu Komunikasi maupun FISIP yang

telah memberikan ilmu yang bermanfaat kepada peneliti selama

(8)

8. Mbak Astri Ikawati, A.Md Kom selaku Sekretariat Program Studi Ilmu

Komunikasi serta Mbak Ratna Widyastuti, A.Md Sekretariat Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah sabar mengurus hal – hal

administratif terkait dengan pengajuan judul, surat pengantar penelitian

serta segala hal – hal administratif lain yang menyangkut penyusunan

maupun penyelesaian skripsi ini.

9. Terima kasih yang tak terhingga kepada para “Silver Man” dan

Komunitas Silver Peduli yang telah bersedia untuk dijadikan objek

penelitian. Kang Dodi, Kang Sule, Kang Iwan, Kang Hendra, dan

Kang Irwan yang telah bersedia untuk dijadikan informan penelitian

maupun informan pendukung pada penelitian ini. Serta seluruh anggota

Komunitas Silver Peduli yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu.

Terima kasih untuk keramah tamahannya serta kesediaan waktunya selama

peneliti melaksanakan penelitian ini.

10.Bapak Muh. Nurahman selaku Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial

Dinas Sosial Kota Bandung yang telah bersedia untuk menjadi informan

pendukung yang mewakili pihak pemerintah pada penelitian ini.

11.Indra Noordiana dan Tiara Nurdiati yang mewakili pihak masyarakat

yang telah bersedia menjadi informan pendukung penelitian ini.

12.ChristianLumenta sebagai pelatih gerakan pantomim “Silver Man” yang

telah meluangkan waktunya untuk dimintai informasi seputar penelitian

(9)

13.Sandi dan Pirda yang telah bersedia menjadi informan pendukung dalam

penelitian ini sebagai penerima santunan dari kepedulian Komunitas

Silver Peduli.

14.Keluarga Besar peneliti yang ada di Manado, Jakarta, Tasikmalaya, dan

lainnya atas doa dan dukungannya.

15.Sahabat – sahabatku Lala, Gengpon (Vera, Echa, Marcel, Uvit dan

Windu) serta Kepompong (Gita, Encel, dan Olga) yang selalu setia

menemani saat senang, susah dan juga galau. Akhirnya perjuangan kita

melempar topi toga bareng di Sabuga September 2013 terwujud.

16.Teman – teman seperjuangan di IK- 6 (2009) dan IK – Jurnal 2 (2009)

yang senantiasa memberi warna selama proses perkuliahan selama ini.

Dari mulai bersusah payah mengerjakan tugas – tugas kuliah di tengah

menjelang detik – detik proklamasi deadline hingga having fun bareng

menikmati masa – masa indah sebagai mahasiswa. I’m gonna miss you all.

17.Rekan – rekan seperjuangan yang saya banggakan dan sayangi di

HIMA IK & PR 2011 - 2012, rekan – rekan dan kakak – kakak di

HIMA IK & PR 2010 – 2011, serta teman – teman di UKM Pers

Birama Unikom atas segala doa, dukungan, semangat serta keramah

tamahannya selama ini.

18.Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang

(10)

Peneliti menyadari skripsi ini sangat jauh dari kata sempurna. Untuk itu,

peneliti mohon maaf apabila ada kesalahan dan kekurangan dalam penyusunan

skripsi ini. Peneliti berharap kritik dan saran yang membangun dari penelaah

sebagai bahan evaluasi peneliti dalam menyusun skripsi serta sebagai bahan

evaluasi untuk melangkah ke jenjang penelitian yang akan dilakukan selanjutnya.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Bandung, Juli 2013

(11)

174 A. Buku

Ahmadi, Abu. 1985. Sosiologi. Surabaya : PT Bina Ilmu.

Bungin, Burhan. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif : Aktualisasi

Metodologis Ke Arah Ragam Varian Kontemporer. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

______________. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta : PT

Raja Grafindo Persada.

Creswell, John W. 1998. Qualitative Inquiry & Research Design Among

Five Traditions. California : Sage Publications Inc.

Denzin, Norman K. dan Yvonna S. Lincoln. 2009. Handbook of

Qualitative Research. Jakarta : Pustaka Pelajar.

Dirdjosisworo, Soedjono. 1985. Asas – asas Sosiologi. Bandung : CV

Armico.

Faisal, Sanapiah. 2007. Format – format Penelitian Sosial. Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada.

Faules, Don F. dan R. Wayne Pace. 2001. Komunikasi Organisasi :

Strategi Meningkatkan Kinerja Perusahaan. Bandung : PT Remaja

Rosdakarya.

Furchan, Arief. 1992. Metoda Penelitian Kualitatif : Suatu Pendekatan

Fenomenologis Terhadap Ilmu – ilmu Sosial. Surabaya : Usaha

Nasional.

Gerungan, W.A. 2010. Psikologi Sosial. Bandung : PT Refika Aditama.

Liliweri, Alo. 1994. Komunikasi Verbal dan Nonverbal. Bandung : PT

(12)

___________. 2011. Komunikasi Serba Ada Serba Makna. Jakarta :

______________. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif : Paradigma

Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Nasution, S. 2003. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung :

Tarsito.

Nazir, Muhammad. 1985. Metode penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Rakhmat, Jalaludin. 2002. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung : PT

Remaja Rosdakarya.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.

(13)

Suyatna, Bagong. 2005. Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternative Pendekatan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Syani, Abdul. 1987. Sosiologi, Kelompok, dan Masalah Sosial. Jakarta :

Fajar Agung.

Taneko, Soleman B. 1984. Struktur dan Proses Sosial : Suatu Pengantar

Sosiologi Pembangunan. Jakarta : CV Rajawali.

Wibowo, dkk. 2011. Psikologi Komunitas. Depok : LPSP3 UI.

B. Skripsi

Indratmoko, Yudha Febriandhi. 2006. Gaya Komunikasi Pimpinan di

Kesekretariatan DPRD Tingkat II Kota Bandung (Studi Kualitatif dengan Pendekatan Studi Kasus Mengenai Gaya Komunikasi Pimpinan di Kesekretariatan DPRD Tingkat II Kota Bandung). Bandung : UNISBA.

Nurlaela. 2007. Komunikasi Non Verbal Antara Dirigen (Arvin

Zaenullah) Dengan Penyanyi PSM Unpad. Bandung : UNISBA

Wijianti, Retno. 2012. Gaya Komunikasi Penggunaan BBM -Blackberry

Messenger- (Studi Pada Mahasiswa Fakultas Dakwah Ilmu Komunikasi IAIN Sunan Ampel Surabaya). Surabaya : IAIN Sunan Ampel.

C. Jurnal

Martin, Anne-Marie, dkk. 2010. Non Verbal Communication Between

Nurses and People With An Intellectual Disability : A Review of The Literature (Komunikasi Non Verbal Antara Perawat dan Orang dengan

Kecacatan Intelektual : Sebuah Tinjauan Dari Literatur). Irlandia : St.

Vincent’s Centre Lisgonary, Co. Limerick dan University of Limerick.

D. Penelusuran Data Online

Diakses pada Rabu 20 Maret 2013, pukul 20:47 WIB

(14)

Diakses pada Rabu 27 Maret 2013, pukul 20:04 WIB

 http://jid.sagepub.com/content/14/4/303.full.pdf+html

Diakses pada Minggu 31 Maret 2013, pukul 12:27 WIB

 http://puslit.petra.ac.id/files/published/journals/HOT/HOT060202/HO T06020205.pdf

Diakses pada Minggu 31 Maret 2013, pukul 13:02 WIB

http://digilib.sunan- ampel.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jiptiain--retnowijia-10268

Diakses pada Minggu 12 Mei 2013, pukul 20:04 WIB

(15)

1

PENDAHULUAN

1.1LATAR BELAKANG MASALAH

“Silver Man” yang jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti

manusia perak ini mulai santer terdengar dan terlihat di Kota Bandung sejak awal

2012 lalu. Para manusia perak ini kerap berkeliaran di beberapa persimpangan

jalan – jalan protokol maupun pusat – pusat keramaian di Kota Bandung.

Berbekal tampilan serba perak dan kardus yang bertuliskan “Peduli Yatim Piatu”,

mereka menghampiri satu persatu masyarakat yang melintas di sekitar kawasan

“pangkalan” mereka guna menghimpun dana sumbangan bagi para yatim piatu.

Kehadiran manusia serba perak yang acapkali disebut dan terkenal dengan

panggilan “Silver Man” ini ternyata cukup menarik perhatian masyarakat di Kota

Bandung baik itu warga Bandung sendiri hingga wisatawan lokal maupun

mancanegara yang tengah mencicipi manisnya kota kembang. Tak heran banyak

masyarakat terutama wisatawan yang tengah berkunjung ke parisnya jawa ini

menaruh atensi kepada “Silver Man” meski hanya sekedar memperhatikan

sejenak.

Sebutan “Silver Man” bagi mereka yang berpakaian serba perak ini dengan

sendirinya berkembang di tengah masyarakat. Ini dimungkinkan lantaran tampilan

kostum serba perak yang mereka kenakan dan kecenderungan masyarakat di

(16)

penyebutannya pun menggunakan istilah “Silver Man”. Tak hanya itu,

penyebutan istilah ini oleh beberapa media pada pemberitaan terkait keberadaan

mereka semakin mempopulerkan dan melabelkan mereka dengan istilah “Silver

Man”.

Tertujunya atensi masyarakat akan para “Silver Man” ini tak terlepas dari

tampilan dengan kostum serba perak yang menjadi ciri khasnya. Mereka tak segan

melumuri tubuhnya menggunakan cat berwarna perak dari ujung rambut hingga

ujung kaki serta menggunakan pakaian guna menutupi sebagian tubuh mereka

dengan warna senada.

Hampir setiap harinya mereka hadir di persimpangan jalan – jalan protokol di

kota Bandung yang dekat dengan beberapa kawasan tujuan wisata kota yang

bergelar Parijs Van Java ini maupun kawasan tujuan wisata itu sendiri seperti

halnya Pusat Jajanan Ternama di Bandung yakni Kartika Sari Dago yang terletak

di jalan Ir. H. Juanda yang juga berdekatan dengan persimpangan Dago –

Cikapayang yang menjadi salah satu landmark Kota Bandung dengan spot

D.A.G.O nya.

Kawasan lain yang juga menjadi lokasi “mangkal” para manusia perak ini

yakni di persimpangan – persimpangan yang terletak di bawah fly over Pasopati

dari mulai persimpangan Dago – Cikapayang, Balubur, Cihampelas hingga

Pasteur. Selain itu mereka juga kerap dijumpai di persimpangan Martanegara serta

persimpangan Buah Batu yang dekat dengan markas besar mereka.

Para “Silver Man” ini muncul bukanlah hanya sekedar mencari sensasi

(17)

yang tertulis pada kardus yang menjadi tempat dana sumbangan yang didapat dari

masyarakat yakni “Peduli Yatim Piatu”, mereka terkoordinir dalam suatu wadah

kelompok masyarakat yang mempunyai tujuan mulia yakni untuk membantu

sesama masyarakat yang lebih membutuhkan yaitu para yatim piatu yang menjadi

target dalam visi misi mereka.

Kelompok masyarakat ini melabelkan diri mereka dengan nama komunitas

silver peduli. Komunitas yang terbentuk dan muncul sejak awal tahun 2012 silam

ini memang menarik atensi masyarakat kota kembang maupun yang bersafari ke

kota ini.

Gambar 1.1

“Silver Man”

Sumber : Dokumentasi Peneliti, April 2013

Dengan mengusung semboyan “Berawal dari meminta, lalu memberi”,

mereka beraksi di beberapa lokasi di kota Bandung guna menghimpun dana bagi

(18)

Alasannya pun sederhana, sebagai makhluk sosial tak ada salahnya untuk

membantu sesama dengan berbagai upaya maupun cara selagi bisa dilakukan. Hal

tersebut juga sebagai salah satu aksi kritikal terhadap pemerintah yang terkadang

memberikan perhatian berupa bantuan tidak tepat sasaran.

Namun, aksi mereka ini bukanlah tindakan untuk menentang pemerintah yang

tengah berkuasa. Gerakan meminta lalu memberi yang mereka lakukan semata

hanya untuk misi kemanusiaan yakni membantu sesama yang membutuhkan yang

dalam hal ini adalah yatim piatu.

Ini ditegaskan Dodi Ketua Komunitas Silver Peduli pada saat wawancara studi

pendahuluan yang dilakukan peneliti awal Maret lalu.

“Bukan berarti kita menentang pemerintah. Bukan sih. Kita hanya

kritis aja terhadap pemerintah. Toh kita yang di jalanan bisa. Kenapa

mereka yang sudah jelas ada anggarannya gak bisa sampai? Itu aja.”1

(Dodi, 2013)

Kehadiran mereka pun sebenarnya bukanlah hal baru. Menurut ketua

komunitas ini, sejak dirinya masih menjadi ketua karang taruna kelurahan

Pasirluyu para “Silver Man” ini kerap muncul pada acara peringatan

kemerdekaan Republik Indonesia setiap tanggal 17 Agustus. Awalnya pun bukan

berwarna perak seperti sekarang ini. Mereka mencoba melumuri tubuh dengan

berbagai warna seperti emas, biru, hijau dan berbagai warna lainnya.

Partisipannya pun bukan hanya warga sekitar melainkan pula mahasiswa –

mahasiswa Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung yang tak hanya

meramaikan jalannya acara peringatan 17an tetapi juga membawa visi misi

1

(19)

sebagai bentuk apresiasi karya seni dari pertunjukkan yang mereka lakukan

dengan berkostum berbagai warna tersebut.

Namun ternyata penggunaan warna cat selain perak menghasilkan efek negatif

pada tubuh mereka. Hingga akhirnya pada perhelatan peringatan kemerdekaan RI

selanjutnya, mereka memilih warna perak sebagai warna kostum untuk

pertunjukkan peringatan kemerdekaan RI. Alasannya menurut mereka, pemilihan

warna silver lantaran cat berjenis body painting yang digunakan ini dirasa cukup

aman bagi tubuh karena tak menimbulkan efek samping seperti gatal – gatal

dibandingkan warna cat body painting lainnya.

Disinilah awal mula kemunculan para “Silver Man” hingga terkenal seperti

sekarang ini. Berangkat dari kedekatan personal dan kesamaan visi misi serta

tujuan untuk membantu sesama khususnya yatim piatu yang belum tersentuh

perhatian pemerintah, mereka akhirnya bersatu dalam wadah Komunitas Silver

Peduli.

Operasi penghimpunan dananya yang dilakukan “Silver Man” mengharuskan

mereka tampil dengan “kemasan” yang unik dan menarik yang menjadi ciri khas

mereka yakni dengan kostum serba perak hingga tak pernah luput dari pandangan

masyarakat atau pengguna jalan yang tengah melintas di beberapa persimpangan

tempat mereka kerap mangkal maupun di beberapa pusat keramaian kota Bandung

lainnya.

Dalam rangka mencuri perhatian masyarakat inilah, para “Silver Man” yang

tengah bertugas mempraktekkan beberapa gerakan – gerakan layaknya robot.

(20)

bertuliskan identitas serta semboyan mereka berikut lokasi markas mereka kepada

masyarakat yang tengah berhenti di beberapa persimpangan maupun di beberapa

pusat – pusat keramaian kota Bandung dengan gerakan – gerakan yang kaku serta

tanpa berkata – kata.

Bisa jadi gerakan – gerakan kaku dan diam tanpa berkata – kata ini

dipengaruhi oleh pemilihan warna perak atau silver layaknya besi yang secara tak

langsung mempersepsikan layaknya sebuah robot. Namun, terlepas dari hubungan

antara pemilihan warna perak dengan gerakan kaku serta diam tanpa berkata –

kata yang dilakukan anggota komunitas ini yang kerap disapa “Silver Man”

merupakan suatu bentuk komunikasi yang menarik untuk diteliti dan dikaji.

Gerakan kaku dan diam tanpa berkata – kata yang dimunculkan para manusia

perak ini guna menarik atensi dan simpati masyarakat bukanlah sekedar gaya

ataupun aksi diam yang tak memiliki makna ataupun arti tersendiri. Hal tersebut

adalah bentuk komunikasi yang secara kasat mata tak disadari keberadaannya.

Alo Liliweri dalam bukunya yang berjudul “Komunikasi Verbal dan Non Verbal” menuturkan bahwa para ahli komunikasi berpendapat bahwa jika

seseorang diam, diamnya merupakan satu bentuk komunikasi antar pribadi.

Adapun pendapatnya mengenai diam adalah sebagai berikut :

“Diam sama kuatnya dengan pesan – pesan verbal yang diucapkan

dalam kata – kata. Dengan berdiam diri maka anda telah

(21)

Gerakan kaku layaknya robot ataupun diam tanpa mengeluarkan sepatah kata

pun termasuk ke dalam kategori komunikasi non verbal dalam proses penarikan

simpati dari masyarakat untuk menyumbang yang dilakukan “Silver Man”. Tanpa

berinteraksi menggunakan bahasa verbal kepada masyarakat yang akan

menyumbang, merupakan suatu bentuk komunikasi.

Komunikasi non verbal sendiri dapat dipahami sebagai kegiatan yang

dilakukan anggota tubuh yang tanpa disadari memancarkan makna untuk

dimengerti oleh orang lain. Segala apapun yang ada di tubuh kita berpotensi

melahirkan komunikasi non verbal. Termasuk didalamnya pakaian yang kita

kenakan.

Judee K. Burgoon dan Thomas J. Seine (1978) dalam bukunya “The

Unspoken Dialoque : An Introduction to Nonverbal Communication” yang dikutip

oleh Sendjaja dalam bukunya yang bertajuk “Pengantar Ilmu Komunikasi”

mendefinisikan komunikasi non verbal sebagai berikut :

“Komunikasi nonverbal adalah tindakan-tindakan manusia yang secara umum sengaja dikirimkan dan diintrepretasikan seperti tujuannya dan memiliki potensi akan adanya umpan balik (feed back) dari yang menerimanya”. (Sendjaja, 2004:6.4)

Adapun definisi lain menurut Malandro dan Baker dalam Daryanto (2011)

yakni :

“Komunikasi non verbal adalah suatu mengenai ekspresi, wajah,

sentuhan, waktu, gerak, syarat, bau, perilaku mata, dan lain - lain”.

(Daryanto, 2011:105)

Dari kedua pengertian terkait komunikasi non verbal di atas, kian memperjelas

bahwa gerakan kaku dan diam tanpa berkata – kata yang dilakukan “Silver Man”

adalah komunikasi non verbal yang merupakan bentuk komunikasi. Dari bentuk –

(22)

khas tersendiri mereka sehingga kemudian dapat diidentifikasi sebagai gaya

komunikasi non verbal mereka yang menjadi fokus pada penelitian ini untuk

dikaji.

Gaya komunikasi sendiri didefinisikan sebagai seperangkat perilaku

antarpribadi yang terspesialisasi yang digunakan dalam suatu situasi tertentu.

Masing-masing gaya komunikasi terdiri dari sekumpulan perilaku komunikasi

yang dipakai untuk mendapatkan respon atau tanggapan tertentu dalam situasi

yang tertentu pula. Kesesuaian dari satu gaya komunikasi yang digunakan,

bergantung pada maksud dari pengirim (sender) dan harapan dari penerima

(receiver).2

Dari definisi tersebut dapat ditarik benang merah bahwa gerakan diam tanpa

berkata – kata yang dilakukan “Silver Man” saat tengah berhadapan dengan

masyarakat yang akan menyumbang dimaksudkan pula untuk mendapatkan

respon yang positif tentunya dari masyarakat calon penyumbang di persimpangan

jalan raya serta memperlihatkan kesan positif di mata masyarakat.

Gaya komunikasi yang ditunjukkan oleh “Silver Man” saat tengah bertugas

erat kaitannya dengan komunikasi non verbal yang termasuk ke dalam tipe gaya

animated seperti yang diungkapkan Norton (1983, dalam Liliweri, 2011:310)

dimana tipe gaya komunikasi ini lebih didominasi oleh komunikasi non verbal

yang secara potensial terjadi pada setiap gerak – gerik dan segala yang ada dalam

tubuh mereka sehingga bisa juga disebut dengan gaya komunikasi non verbal.

2

(23)

Seperti halnya “kostum” serba perak yang mereka kenakan guna menarik

perhatian.

Gaya komunikasi non verbal yang disadari atau tidak terjadi menarik untuk

diteliti. Terlebih sejak awal kemunculannya, “Silver Man” yang tergabung dalam

komunitas silver peduli ini cukup mencuri perhatian masyarakat. Tidak hanya

warga Bandung saja tetapi wisatawan yang berkunjung ke Bandung baik lokal

maupun mancanegara cukup menaruh atensi pada mereka.

Fenomena inilah yang coba diangkat dan dikaji peneliti ke dalam penelitian

ini dengan menitikberatkan pada bentuk komunikasi yang terjadi pada proses

interaksi antara anggota komunitas silver peduli yang familiar dengan sebutan

“Silver Man” atau manusia perak ini dengan masyarakat calon penyumbang.

Fenomena yang menarik untuk diketahui lebih mendalam mengingat ini adalah

hal baru yang terjadi di masyarakat.

Terlebih gaya komunikasi non verbal yang dipraktekkan para “Silver Man”

Komunitas Silver Peduli ini menjadi kajian komunikasi yang dirasa perlu oleh

peneliti untuk diketahui, diteliti serta dikaji yang telah menjadi ciri khas mereka

dalam rangka menarik simpati masyarakat di Kota Bandung.

1.2RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian terkait latar belakang masalah di atas, maka peneliti

merumuskan pokok masalah yang diteliti sebagai berikut yang terbagi ke dalam

(24)

1.2.1 Pertanyaan Makro

Adapun rumusan masalah makro terkait masalah yang diteliti oleh

peneliti yaitu :

“Bagaimana Gaya Komunikasi Non Verbal “Silver Man”

Komunitas Silver Peduli Dalam Menarik Simpati Masyarakat di Kota

Bandung?

1.2.2 Pertanyaan Mikro

Adapun rumusan masalah mikro terkait masalah yang diteliti oleh

peneliti yaitu :

1. Bagaimana Suasana Komunikasi “Silver Man” Komunitas Silver

Peduli Dalam Menarik Simpati Masyarakat di Kota Bandung?

2. Bagaimana UnsurPernyataan Diri “Silver Man” Komunitas Silver

Peduli Dalam Menarik Simpati Masyarakat di Kota Bandung?

3. Bagaimana Gerakan Tubuh “Silver Man” Komunitas Silver Peduli

Dalam Menarik Simpati Masyarakat di Kota Bandung?

1.3MAKSUD DAN TUJUAN PENELITIAN

1.3.1 Maksud Penelitian

Adapun maksud dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui,

menguraikan, serta mendeskripsikan bagaimana gaya komunikasi non

verbal “Silver Man” Komunitas Silver Peduli yang dilihat melalui dimensi –

(25)

1.3.2 Tujuan Penelitian

Untuk membuat penelitian ini lebih terarah maka perlu dirumuskan

tujuan agar hasil yang dicapai dapat lebih optimal. Adapun tujuan penelitian

ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui suasana komunikasi “Silver Man” Komunitas

Silver Peduli dalam menarik simpati masyarakat di Kota Bandung.

2. Untuk mengetahui unsur pernyataan diri “Silver Man” Komunitas

Silver Peduli dalam menarik simpati masyarakat di Kota Bandung.

3. Untuk mengetahui gerakan tubuh “Silver Man” Komunitas Silver

Peduli dalam menarik simpati masyarakat di Kota Bandung.

1.4KEGUNAAN PENELITIAN

1.4.1 Kegunaan Teoritis

Didasari pada aspek teoritis, penelitian ini diharapkan berguna bagi

pengembangan ilmu komunikasi pada umumnya dan khususnya mengenai

gaya komunikasi non verbal.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Adapun kegunaan penelitian ini tidak hanya pada aspek teoritis saja

tetapi juga pada kegunaan praktisnya yang diharapkan dapat membantu

memecahkan masalah pada objek yang diteliti, yaitu :

1.4.2.1Bagi Peneliti

Penelitian ini selain sebagai prasyarat guna memperoleh gelar

sarjana di bidang ilmu komunikasi, diharapkan pula dapat berguna dan

(26)

merupakan bentuk pengaplikasian kajian keilmuan yaitu ilmu

komunikasi khususnya mengenai kajian gaya komunikasi non verbal.

1.4.2.2Bagi Akademik

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih

informasi serta dijadikan literatur tentang kajian ilmu komunikasi

khususnya mengenai gaya komunikasi non verbal yang diteliti bagi

universitas, program studi, dan mahasiswa – mahasiswa ilmu

komunikasi baik yang sedang ataupun akan meneliti kajian yang sama.

1.4.2.3Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih

pemikiran serta informasi baru bagi masyarakat terkait kehadiran,

keberadaan, tujuan serta visi dan misi dari “Silver Man” yang

tergabung dalam komunitas silver peduli serta gaya komunikasi non

verbal yang menjadi ciri khas mereka.

1.4.2.4Bagi Pemerintah

Penelitian ini diharapkan selain memberikan sumbangsih

informasi bagi pemerintah terkait perkumpulan masyarakat yang

tergabung dalam sebuah komunitas yang memiliki visi dan misi untuk

berkontribusi membangun lingkungan sekitarnya namun tetap berada

pada koridor yang telah ditetapkan pemerintah dalam peraturan

(27)

1.4.2.5Bagi Komunitas Silver Peduli

Diharapkan penelitian ini nantinya dapat dijadikan bahan

pertimbangan dan evaluasi bagi para “Silver Man” yang merupakan

anggota komunitas silver peduli serta dapat memberikan informasi bagi

mereka terkait persepsi dan tanggapan masyarakat mengenai

(28)

14

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 TINJAUAN PUSTAKA

2.1.1 Penelitian Terdahulu

Sebagaimana yang telah dijabarkan pada bab maupun sub bab

sebelumnya bahwa judul dari penelitian ini adalah Gaya Komunikasi Non

Verbal “Silver Man” Komunitas Silver Peduli Dalam Menarik Simpati

Masyarakat di Kota Bandung dengan fokus penelitian yang akan dikaji

yakni gaya komunikasi non verbal. Berpedoman pada judul penelitian

tersebut, maka peneliti melakukan studi pendahuluan berupa peninjauan

terhadap penelitian sejenis yang mengkaji hal yang sama ataupun serupa serta

relevan dengan kajian yang diteliti oleh peneliti.

Mengingat belum banyaknya penelitian yang mengkaji perihal gaya

komunikasi non verbal, maka peneliti mencari referensi berupa penelitian –

penelitian relevan yang mengkaji tentang gaya komunikasi maupun

komunikasi non verbal. Adapun ringkasan penelitian – penelitian relevan

yang dijadikan sumber referensi terkait kajian dalam penelitian ini, dapat

(29)

Tabel 2.1

Tabel Penelitian Terdahulu

Aspek Nama Peneliti

Retno Wijianti Yudha Febriandhi Indratmoko Nurlaela Anne – Marie Martin, dkk

Universitas

St. Vincent’s Centre Lisgonary, Co. Limerick Irlandia dan (Studi Pada Mahasiswa

Fakultas Dakwah Ilmu

Komunikasi IAIN Sunan

Ampel Surabaya).1

Gaya Komunikasi Pimpinan di Kesekretariat DPRD Tingkat II Kota Bandung Dalam Menumbuhkan Motivasi Kerja Karyawan (Studi Kualitatif dengan Pendekatan Studi Kasus Mengenai Gaya Komunikasi Pimpinan di Kesekretariat DPRD Tingkat II Kota Bandung Dalam Menumbuhkan Motivasi Kerja Karyawan)

Komunikasi Non Verbal Antara Dirigen (Arvin Zeinullah) Dengan Penyanyi PSM Unpad.

Non Verbal Communication Between Nurses and People With An Intellectual Disability : A Review of The Literature

(Komunikasi Non Verbal

Antara Perawat dan Orang dengan Kecacatan Intelektual :

Sebuah Tinjauan Dari

Literatur2 Ilmu Komunikasi Fakultas

Untuk mendeskripsikan dan mengetahui

pendekatan komunikasi, teknik

komunikasi, komunikasi yang dilakukan dalam situasi formal maupun informal

Untuk mengetahui bagaimana pesan gestural melalui kontak mata, ekspresi wajah, dan gerakan tubuh antara dirigen

Untuk mengetahui komunikasi non verbal antara perawat dan

orang dengan kecacatan

intelektual, mengkritisi sumber

1

Diunduh dari http://digilib.sunan-ampel.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jiptiain--retnowijia-10268 pada hari Minggu, tanggal 31 Maret 2013, Pukul 13:02 WIB

2

(30)

Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya dengan sesama pengguna BBM

(Blackberry Messenger).

serta bentuk komunikasi yang sering dilakukan pimpinan di kesekretariatan dalam menumbuhkan motivasi karyawan di DPRD tingkat II Kota Bandung.

(Arvin Zaenullah) dengan

penyanyi PSM Unpad.

literatur yang relevan dengan kajian tersebut serta untuk menghadirkan tinjauan secara kritis dan rinci mengenai topik umum yang didiskusikan dari literatur tersebut.

komunikasi lebih banyak

menggunakan

simbol-simbol bahasa seperti`

simbol musik. Auto Text,

Animasi, Fancy Smiley,

menjadi ciri khas yang unik serta lucu.

Gaya komunikasi yang dilakukan para pimpinan di kesekreariatan DPRD tingkat II kota Bandung baik dari pendekatan

komunikasi, teknik komunikasi,

komunikasi pada situasi formal dan informal serta bentuk komunikasi yang dilakukan berjalan baik. Akan tetapi, dalam hal memotivasi karyawan dirasa kurang.

Kontak mata antara dirigen dan penyanyi mempunyai pengaruh

besar. Kontak mata yang

terjadi tak boleh putus karena akan mengganggu jalannya pertunjukan. Ekspresi wajah dan gerakan tubuh sebagai perantara untuk menunjukkan

emosional dirigen serta

petunjuk - petunjuk agar dapat dimengerti penyanyi pada saat pertunjukkan.

Antara perawat maupun orang

(pasien) yang memiliki

kecacatan intelektual dapat

saling memahami dengan baik pada proses komunikasi non verbal dibanding dengan yang

tidak. Simbol – simbol non

verbal dapat dimaknai dengan mudah antarsesama mereka

dan bergantung pada

komunikasi non verbal pada proses komunikasi.

(31)

2.1.2 Tinjauan Tentang Gaya Komunikasi

2.1.2.1 Definisi Gaya Komunikasi

Gaya komunikasi didefinisikan sebagai seperangkat perilaku

antarpribadi yang terspesialisasi yang digunakan dalam suatu situasi

tertentu. Masing-masing gaya komunikasi terdiri dari sekumpulan

perilaku komunikasi yang dipakai untuk mendapatkan respon atau

tanggapan tertentu dalam situasi yang tertentu pula. Kesesuaian dari

satu gaya komunikasi yang digunakan, bergantung pada maksud dari

pengirim (sender) dan harapan dari penerima (receiver).3

Gaya komunikasi adalah suatu kekhasan yang dimiliki setiap

orang dan gaya komunikasi antara orang yang satu dengan orang

lainnya berbeda. Perbedaan antara gaya komunikasi antara satu orang

dengan yang lain dapat berupa perbedaan dalam ciri-ciri model dalam

berkomunikasi, tata cara berkomunikasi, cara berekspresi dalam

berkomunikasi dan tanggapan yang diberikan atau ditunjukkan pada

saat berkomunikasi. (Soemirat, Ardianto, dan Suminar, 1999)4

Raynes (2001) dalam Liliweri (2011:309) mendefinisikan gaya komunikasi adalah sebagai berikut :

“Gaya komunikasi dapat dipandang sebagai campuran unsur –

unsur komunikasi lisan dan ilustratif. Pesan – pesan verbal

individu yang digunakan untuk berkomunikasi diungkapkan

dalam kata – kata tertentu yang mencirikan gaya komunikasi.

Ini termasuk nada, volume atas semua pesan yang diucapkan.”

3

Dikutip dari http://xa.yimg.com/kq/groups/22999204/1713648536/name/to/ pada hari Rabu, tanggal 20 Maret 2013, pukul 21:07 WIB

4

(32)

Gaya komunikasi antara satu orang dengan yang lain dapat berupa

perbedaan dalam ciri-ciri atau model, tata cara, dan cara berekspresi dalam

berkomunikasi. Ketika seseorang berkomunikasi, ia tidak hanya

memberikan informasi namun kita juga menyajikan informasi dalam bentuk

tertentu kepada orang lain dan bagaimana memahami serta menanggapi

suatu pesan.

Sementara Norton (1983) dan Kirtley & Weaver (1999) dalam

buku “Komunikasi Serba Ada dan Serba Makna” Alo Liliweri,

mengemukakan bahwa :

“Gaya komunikasi adalah proses kognitif yang

mengakumulasikan bentuk suatu konten agar dapat dinilai secara makro. Setiap gaya selalu merefleksikan bagaimana setiap orang menerima dirinya ketika dia berinteraksi dengan

orang lain.” (Liliweri, 2011:309)

Manusia berkomunikasi dengan (sekurang-kurangnya) tiga gaya

(meskipun secara aktual setiap orang bisa saja mempunyai hampir 1.000

gaya komunikasi yang berbeda), tetapi semua komunikasi selalu dilakukan

secara: (1) visual; (2) auditorium; dan (3) kinesika. Berarti setiap individu

memiliki variasi preferensi gaya komunikasi dengan orang lain yang dalam

prakteknya manusia tidak hanya mengandalkan satu gaya komunikasi tetapi

lebih dari satu. Manusia mengombinasikan beberapa gaya komunikasi

meskipun ada satu atau dua gaya komunikasi yang paling dominan. Gaya

komunikasi ini dapat dilihat dan terasa dalam beberapa konsep sebagai

(33)

1. Jika anda berjumpa dengan seseorang yang disebut visual person maka

mereka selalu berkomunikasi dengan bantuan gambar, image, dan grafik.

Kata-kata seperti “lihatlah”, “pandanglah”, yang ada dalam kosakata

mereka dapat berarti “saya melihat apa yang anda katakan,” “saya

menggambarkan bahwa di pertemuan ini akan ada diskusi hebat”.

2. Jika anda berjumpa dengan seseorang sebagai seorang auditory person,

maka mereka mengunakan suara untuk berkomunikasi. Kata-kata seperti

click, hear digunakan untuk menjelaskan I hear you! Dan sounds good.

Mereka bicara dengan suara yang moderat dan dengan irama tertentu

seperti musik.

3. Jika anda berjumpa dengan seseorang yang disebut kinesthetic person,

maka mereka menggunakan perbedaan dan berbuat suatu tindakan untuk

berkomunikasi, kata-kata seperti contact dan hold selalu digunakan dan

selalu mereka bicara perlahan-lahan. (Liliweri, 2011:308-309)

2.1.2.2 Tipe Dasar Gaya Komunikasi

Norton (1983) dalam Liliweri (2011:309-310) mengklasifikasikan gaya

komunikasiindividual menjadi sepuluh macam, yakni:

a. Dominant style adalah gaya dimana seseorang memegang kontrol pada

sebuahsituasi sosial.

b. Dramatic style adalah gaya dimana seseorang mampu menghidupkan

(34)

c. Contentious style adalah gaya dimana seseorang gemar berargumentasi

untukmenantang orang lain.

d. Animated style adalah gaya dimana seseorang lebih banyak

menggunakankomunikasi non verbal.

e. Impression leaving style adalah gaya dimana seseorang cenderung

membuatkomunikasi yang mudah diingat dan menimbulkan kesan.

f. Relaxed style adalah gaya dimana seseorang tidak mudah menunjukkan

sikapyang gegabah dan cenderung santai.

g. Attentive style adalah gaya dimana seseorang selalu berempati dan

mendengarkan lawan bicaranya dengan seksama.

h. Open style adalah gaya dimana seseorang sangat terbuka dalam sebuah

pembicaraan, jujur dan cenderung blak-blakan.

i. Friendly style adalah gaya dimana seseorang bersikap ramah dan selalu

bersikappositif terhadap orang lain.

j. Precise style adalah gaya dimana seseorang selalu meminta untuk

dihargai dancenderung mau membicarakan hal-hal yang penting saja.

Sewaktu-waktu, seseorang dapat menggunakan open style dan dramatic

style. Oleh karenanya, seseorang dapat memilih untuk menggunakan gaya yang

berbeda-beda pada saat berinteraksi dengan orang lain. Gaya komunikasi dapat

dimodifikasi atau dirubah. Seseorang bisa saja belajar untuk menggabungkan

beberapa tipe gaya komunikasi agar perilakunya lebih interaktif. Kemampuan

untuk mengubah gaya komunikasi ini adalah kunci untuk peningkatan

(35)

Dalam praktek komunikasi sehari – hari memang ada banyak gaya

berkomunikasi namun hasilnya ada empat yang utama seperti yang dikemukakan

Alo Liliweri (2011). Keempat gaya tersebut antara lain sebagai berikut :

1. Emotive Style Traits, yang menggambarkan gaya komunikasi seseorang

yang selalu aktif namun lembut, dia mengambil inisiatif sosial,

merangkum orang dengan informal, menyatakan pendapat secara

emosional.

2. Director Style Traits, yang menyampaikan pendapatnya sebagai orang

sibuk, kadang – kadang mengirimkan informasi tetapi tidak memandang

orang lain, yang tampil dengan sikap serius dan suka mengawasi orang

lain.

3. Reflective Style Traits, yang suka mengontrol ekspresi emosi mereka, yang

menunjukkan pilihan tertentu dan memerintah, cenderung menyatakan

pendapat dengan terukur, dan melihat kesulitan yang harus kita ketahui.

4. Supprotive Style Trait, yang diam dan tenang penuh perhatian, melihat

orang dengan perhatian penuh, cenderung menghindari kekuasaan, dan dia

membuat keputusan dengan pertimbangkan semua pihak. (Liliweri,

2011:311)

2.1.3 Tinjauan Tentang Komunikasi Non Verbal

2.1.3.1 Definisi Komunikasi Non Verbal

Seperti halnya komunikasi secara umum, komunikasi non verbal

(36)

Larry A. Samovar dan Richard E. Porter dalam (Mulyana, 2003:308)

menuturkan bahwa :

“Komunikasi nonverbal mencakup semua rangsangan (kecuali

rangsangan verbal) dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh individu, yang mempunyai nilai pesa potensial bagi pengirim

atau penerima”.

Definisi tersebut mencakup perilaku yang disengaja juga tidak

disengaja sebagai bagian dari peristiwa komunikasi secara keseluruhan. Kita

mengirim banyak pesan non verbal tanpa menyadari bahwa pesan – pesan

tersebut bermakna bagi orang lain.

Sementara itu Edward T. Hall “Menamai bahasa nonverbal ini

sebagai “bahasa diam” (silent language) dan “dimensi tersembunyi” (hidden

dimension). Disebut diam dan tersembunyi, karena pesan-pesan nonverbal

tertanam dalam konteks komunikasi. Selain isyarat situasional dan relasional

dalam transaksi komunikasi, pesan nonverbal memberi kita isyarat-isyarat

kontekstual. Bersama isyarat verbal dan isyarat kontekstual, pesan nonverbal

membantu kita menafsirkan seluruh makna pengalaman

komunikasi.”(Mulyana, 2003:309)

Senada dengan apa yang diungkapkan T. Hall perihal silent language

terkait komunikasi non verbal, Albert Mehrebian (1981) didalam bukunya

Silent Messages: Implicit Communication of Emotions and Attitudes

menegaskan hasil penelitiannya bahwa makna setiap pesan komunikasi

dihasilkan dari fungsi-fungsi : 7% peryataan verbal, 38% bentuk vokal, dan

(37)

Pendapat lain diutarakan oleh Frank E.X. Dance dan Calr E.

Learson (1976) dalam bukunya “The Functions of Human Communication:

A Theoritical Approach” menawarkan satu definisi tentang komunikasi

nonverbal sebagai suatu stimulus yang pengertiannya tidak ditentukan oleh

makna isi simboliknya. (Sendjaja, 2004:6.3-6.4).

Definisi lain yang diungkapkan Arni Muhammad (2002:130)

menyebutkan bahwa :

“Komunikasi non verbal adalah penciptaan dan pertukaran

pesan dengan tidak menggunakan kata-kata, melainkan menggunakan bahasa isyarat seperti gerakan tubuh, sikap tubuh, vocal yang bukan berupa kata-kata, kontak mata, ekspresi muka,

kedekatan jarak, sentuhan, dan sebagainya”.

Terlepas dari berbagai definisi komunikasi non verbal yang

dikemukakan oleh para ahli, komunikasi non verbal acapkali dipergunakan

untuk menggambarkan perasaan, emosi. Jika pesan yang anda terima melalui

sistem verbal tidak menunjukkan kekuatan pesan maka anda dapat menerima

tanda – tanda non verbal lainnya sebagai pendukung. Komunikasi non verbal

acapkali disebut : komunikasi tanpa kata (karena tidak berkata – kata).

(Liliweri, 1994:89)

Ini mengingatkan kita pada salah satu prinsip komunikasi bahwa kita

tidak dapat tidak berkomunikasi; setiap perilaku punya potensi untuk

ditafsirkan. Jadi meskipun anda dapat menutup saluran linguistik anda untuk

berkomunikasi dengan menolak berbicara atau menulis, anda tidak mungkin

(38)

2.1.3.2 Karakteristik dan Fungsi Komunikasi Non Verbal

Asente dan Gundykust (1989) dalam Liliweri (1994:97-100)

mengemukakan bahwa pemaknaan pesan non verbal maupun fungsi non

verbal memiliki perbedaan dalam cara dan isi kajiannya.

Pemaknaan (meanings) merujuk pada cara interpretasi suatu pesan

sedangkan fungsi (functions) merujuk pada tujuan dan hasil suatu interaksi.

Setiap penjelasan terhadap makna dan fungsi komunikasi non verbal harus

menggunakan sistem. Hal ini disebabkan karena pandangan terhadap perilaku

non verbal melibatkan, penjelasan dari beberapa kerangka teoritis (penulis :

sosiologi, antropologi, psikologi, etnologi, dan lain – lain) seperti teori

sistem, interaksionisme simbolis dan kognisi.

Pemaknaan terhadap perilaku non verbal dapat dilakukan melalui tiga

pendekatan yaitu : immediacy, status dan responsiveness.

Yang dimaksudkan dengan pendekatan immediacy merupakan cara

mengevaluasi objek non verbal secara dikotomis terhadap karakteristik

komunikator baik/buruk, positif/negatif, jauh dekat. Pendekatan yang

didasarkan pada karya Mahrebian itu memandang seseorang maupun objek

yang disukainya pada pilihan skala yang bergerak antara valensi positif

hingga ke negatif.

Pendekatan status berusaha memahami makna non verbal sebagai ciri

kekuasaan. Ciri ini dimiliki setiap orang yang dalam prakteknya selalu

mengontrol apa saja yang ada di sekelilingnya. Pendekatan terakhir adalah

(39)

sebagai cara orang bereaksi terhadap sesuatu, orang lain, peristiwa yang

berada di sekelilingnya. Responsiveness selalu berubah dengan indeks

tertentu karena manusia pun mempunyai aktivitas tertentu.

Dimensi – dimensi Mahrabian seperti diungkapkan tersebut analog

dengan pemaknaan verbal dari Osgood, Suci, dan Tannenbaun dalam

semantic differensial antara lain dalam evaluasi, potensi dan aktivitas.

Dimensi tersebut sangat relevan dengan komunikasi antar budaya

sehingga budaya dianggap sebagai kunci untuk menjelaskan perilaku baik

verbal maupun non verbal. Penelitian terhadap tema ini bersandar pada

pertanyaan : bagaimana budaya mempengaruhi pernyataan dan pemaknaan

pesan non verbal.

Pendekatan berikut terhadap non verbal adalah pendekatan fungsional.

Sama seperti pendekatan sistem maka dalam pendekatan fungsional aspek –

aspek penting yang diperhatikan adalah informasi, keteraturan, pernyataan

keintiman/keakraban, kontrol sosial dan sarana – sarana yang membantu

tujuan komunikasi non verbal.

Dari pemahaman kita tentang hakikat komunikasi non verbal tersebut

di atas dapat dirumuskan karakteristik komunikasi non verbal sebagai berikut:

1. Prinsip umum komunikasi antar pribadi adalah manusia tidak

dapat menghindari komunikasi.

Demikian pun anda tidak mungkin tidak menggunakan pesan non

(40)

2. Pernyataan Perasaan dan Emosi

Komunikasi non verbal merupakan model utama, bagaimana anda

menyatakan perasaan dan emosi. Anda selalu mengkomunikasikan

tentang isi dan tugas melalui komunikasi non verbal. Bahasa verbal

biasanya mengacu pada pernyataan informasi kognitif, sedangkan

non verbal mengacu pada pertukaran perasaan, emosi dengan

orang lain dalam proses human relations.

3. Informasi Tentang Isi dan Relasi

Komunikasi non verbal selalu meliputi informasi tentang isi dan

pesan verbal. Komunikasi non verbal memberi saya suatu tanda

bahwa anda memerlukan penjelasan terhadap pesan verbal. Dengan

tanda yang sama untuk menjelaskan isis suatu katam dengan tanda

yang sama anda dapat menunjukkan keinginan mendapatkan relasi.

4. Reliabilitas Dari Pesan Non Verbal

Pesan verbal ternyata dipandang lebih reliable daripada pesan non

verbal. Dalam beberapa situasi antar pribadi pesan verbal ternyata

tidak reliabel sehingga perlu komunikasi non verbal.

2.1.3.3 Jenis Komunikasi Non Verbal

Menurut Anita Taylor, dkk (1983) dalam bukunya yang bertajuk

Communicating” yang dikutip Sendjaja (2004) memberikan gambaran

tentang aneka ragam bentuk komunikasi nonverbal. Dari hasil penelitian para

psikolog diperkirakan gerak dan mimik wajah manusia mampu menghasilkan

(41)

atau gesture yang berbeda dan sejumlah 1.000 sikap yang berbeda pula. Dari

jenis dan jumlah yang digambarkan, pembagian tentang komunikasi

nonverbal yang diberikan oleh para ahli juga bervariasi. Adapun jenis-jenis

komunikasi nonverbal dibagi kedalam lima kelompok, yaitu :

1. Komunikasi Tubuh

a. Komunikasi Gestura

b. Ekspresi Wajah

c. Komunikasi Mata

d. Komunikasi Sentuhan

2. Komunikasi Ruang

a. Proxemics atau Komunikasi Jarak

(42)

5. Komunikasi Temporal (Waktu)

a. Menunjukkan Status

b. Waktu dan Kesesuaian. (Sendjaja, 2004:6.22-6.31)

Sementara itu, Deddy Mulyanadalam bukunya “Ilmu Komunikasi

: Suatu Pengantar” membagi jenis – jenis komunikasi non verbal

berdasarkan jenis – jenis pesan yang digunakannya. Dari jenis komunikasi

non verbal yang pernah diberikan oleh para ahli sangat beragam. Adapun

jenis-jenis komunikasi non verbal yaitu sebagai berikut:

1. Bahasa tubuh

a. Isyarat tangan

b. Gerakan tangan

c. Postur tubuh dan posisi kaki

d. Ekspresi wajah dan tatapan mata

2. Sentuhan

6. Orientasi ruang dan jarak pribadi

a. Ruang pribadi dan ruang publik

b. Posisi duduk dan pengaturan ruangan

(43)

8. Diam

9. Warna

10.Artefak. (Mulyana, 2010:317-383)

2.1.3.4 Dimensi Komunikasi Non Verbal

Barker dan Collins (1983, dalam Liliweri,1994:107) telah

mengidentifikasikan 18 unsur komunikasi non verbal yang secara jelas

memisahkan dengan komunikasi verbal. Kedelapan belas unsur komunikasi

non verbal yang diungkapkan Larry Barker dan Nancy Collins ini

kemudian dikelompokkan ke dalam dimensi – dimensi komunikasi non

verbal. Adapun pengelompokkan dimensi – dimensi komunikasi non verbal

(44)

- Penggunaan gerakan tubuh

4) Unsur paralinguistik

- Karakteristik suara

- Gangguan suara. (Liliweri,1994:113-114)

2.1.4 Tinjauan Tentang Komunitas

Kebanyakan orang sering mengartikan “masyarakat” dan “komunitas”

sebagai dua hal yang sama, padahal sebenarnya tidak demikian. Pada tahun

1957, seorang sosiolog, Ferdinand Tonnies menggolongkan masyarakat menjadi

dua golongan, yaitu (1) gemeinschaft, dan (2) gesellschaft. Gemeinschaft

(paguyuban) adalah masyarakat yang didasarkan pada tradisi dan adat istiadat,

dimana tiap anggota merasa memiliki kewajiban dan berpartisipasi di dalamnya,

contoh adanya solidaritas komunal dalam masyarakat di pedesaan.

Sedangkan gesellchaft adalah bentuk masyarakat berupa sekumpulan

orang yang saling berhubungan satu sama lain berdasarkan kontrak yang sudah

disepakati bersama, contohnya kehidupan masyarakat di Jakarta, orang – orang

suatu kelurahan tidak saling berhubungan, walaupun terdaftar sebagai penduduk

dalam RT/RW di lingkungan kelurahan tersebut, interaksi diantara mereka

terikat berdasarkan kontrak kependudukan di kelurahan setempat.

Sarason (1974) dalam Wibowo, dkk (2011:10) mendefinisikan komunitas

sebagai suatu jaringan hubungan yang tersedia, saling mendukung, dan di

dalamnya orang – orang dapat memenuhi kebutuhan mereka. Oleh sebab itu,

(45)

Menurut Duffy dan Wong (2003, dalam Wibowo, dkk. 2011:10),

pengertian komunitas yakni :

1. Merujuk ke suatu tempat atau daerah seperti pemukiman warga

(neighbourhood).

2. Komunitas merupakan interaksi relaksional atau ikatan sosial yang

menghubungnkan individu dalam suatu kebersamaan. Misalnya

komunitas Moge (pengendara/ pemilik motor gede), filatelis

(pengumpul perangko), kuliner (yang berhubungan dengan penggemar

makanan atau masakan).

3. Komunitas dimaknai juga sebagai kekuatan kolektif. Contoh bentuk

komunitas yang ada dalam kehidupan kita sehari – hari, misalnya rukun

tetangga (RT), rukun warga (RW), karang taruna, majelis taklim, paroki

gereja, organisasi profesional dan peminatan seperti Ikatan Psikologi

Seluruh Indonesia (IPSI) dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

K. Heller (1989) dalam Wibowo, dkk (2011:11) membedakan 2 (dua)

jenis komunitas, yaitu community as localty (komunitas lokal) dan communuty

as a relational group (komunitas relasional). Komunitas lokal adalah komunitas

yang berkembang berdasarkan kedekatan tempat tinggal anggotanya. Mereka

menjadi satu komunitas karena kedekatan fisik berada dalam satu wilayah,

misalnya komunitas penghuni rumah susun Tanah Abang Jakarta.

Komunitas relasional adalah hubungan antar manusia membentuk suatu

komunitas yang tidak terbatas pada wilayah tempat tinggal saja, melainkan

(46)

rumah dan sekolah, atau memiliki hobi, minat, dan kepentingan yang sama.

Misalnya komunitas pecinta alam, klub bowling, klub motor gede (moge), dll.

Dalam suatu komunitas, masing – masing anggota memiliki ikatan

hubungan emosional yang disebut sense of community. Suatu ikatan emosional

di antara mereka untuk saling berbagi, kebutuhan mereka dapat terpenuhi karena

adanya ikatan ini. Menurut Sarason (1974, dalam Wibowo, dkk. 2011:12), sense

of community adalah persepsi tentang adanya kesamaan atau kemiripan dengan

anggota lain; pengakuan atas interdependensi dengan anggota lain dan kesediaan

anggota untuk menjaga perasaan saling ketergantungan tadi dengan memberikan

atau melakukan sesuatu yang diharapkan oleh orang lain (anggota komunitas)

tersebut. Sense of community merupakan perasaan bahwa dirinya merupakan

bagian dari struktur kelompok yang lebih besar, yaitu komunitasnya.

Menurut Dalton (2001) dalam buku “Psikologi Komunitas” karya

Wibowo dkk, sense of community meliputi empat elemen, yaitu:

1. Keanggotaan (membership)

Individu merasa menjadi bagian dalam komunitasnya. Terdapat lima

atribut keanggotaan, yaitu (1) batasan yang membedakan anggota dan

yang bukan anggota dan yang bukan anggota, baik secara fisik maupun

non fisik, (2) sistem simbol yang umum digunakan, (3) keamanan

emosional, (4) menjadi bagian dan mengidentifikasikan diri dengan

komunitas, dan (5) investasi personal, komitmen jangka panjang diberikan

(47)

2. Pengaruh (influence)

Suatu komunitas mempunyai daya / kekuatan saling pengaruh –

mempengaruhi di antara anggota. Suatu dinamika hubungan antar

anggotanya untuk saling berbagi memenuhi kebutuhan mereka.

3. Integrasi (integration) dan pemenuhan kebutuhan (fulfillment of

needs).

Individu bergabung dalam komunitas meyakini bahwa kebutuhannya

dapat dipenuhi oleh sumberdaya yang ada dalam komunitas tersebut.

4. Hubungan emosional (emotional connection)

Anggota komunitas mempunyai ikatan emosional tertentu, berkaitan

dengan latar belakang sejarah, waktu, tempat dan pengalaman bersama.

(Wibowo dkk, 2011:13)

2.1.5 Tinjauan Tentang Simpati

Simpati adalah suatu proses kejiwaan dimana seseorang individu merasa

tertarik kepada seseorang atau sekelompok orang karena sikapnya,

penampilannya, wibawanya atau perbuatannva yang sedemikian rupa. Dikatakan

sedemikan rupa, karena bagi sebagian orang, sikap, penampilan, wibawa atau

perbuatannya itu biasa-biasa saja. Proses Simpati ini mempunyai peranan

penting dalam keberlangsungan interaksi sosial yang di bangun oleh individu

maupun kelompok masyarakat.5

5

(48)

Sementara, menurut Gerungan (2010) dalam bukunya yang bertajuk

“Psikologi Sosial” merumuskan simpati sebagai perasaan tertariknya seseorang

terhadap orang lain. Simpati timbul tidak atas dasar logis rasional, tetapi

berdasarkan penilaian perasaan sebagaimana proses identifikasi. Orang tiba –

tiba merasa dirinya tertarik kepada orang lain seakan – akan dengan sendirinya,

dan tertariknya itu bukan karena salah satu ciri tertentu, melainkan karena

keseluruhan cara bertingkah laku orang tersebut. Akan tetapi, berbeda dengan

identifikasi, timbulnya simpati itu merupakan proses yang sadar bagi diri

manusia yang merasa simpati terhadap orang lain.

Simpati menghubungkan seseorang dengan orang lain; sebaliknya,

perasaan antipati cenderung menghambat atau menghilangkan sama sekali

pergaulan antar orang. Dalam perasaan antipati, seseorang tidak suka bergaul

(menolak dalam perasaannya) kepada orang lain. Peranan simpati cukup nyata

dalam hubungan persahabatan antara dua atau lebih orang. Hubungan cinta kasih

antarmanusia itu biasanya didahului pula oleh hubungan simpati yang

terus-menerus memegang peranan dalam hubungan cinta kasih itu. Patut ditambahkan

bahwa simpati dapat pula berkembang perlahan-lahan di samping simpati yang

timbul dengan tiba-tiba.

Gejala identifikasi dan simpati itu sebenarnya sudah berdekatan. Akan

tetapi, dalam hal simpati yang timbal – balik itu, akan dihasilkan suatu hubugan

kerja sama dimana seseorang ingin lebih mengerti orang lain sedemikian

jauhnya sehingga ia dapat merasa berpikir dan bertingkah laku seakan – akan ia

(49)

dimana yang satu menghormati dan menjunjung tinggi yang lain, dan ingin

belajar daripadanya karena yang lain itu dianggapnya sebagai ideal.

Jadi, pada simpati, dorongan utama adalah ingin mengerti dan ingin

bekerja sama dengan orang lain, sedangkan pada identifikasi dorongan

utamanya adalah ingin mengikuti jejaknya, ingin mencontoh, ingin belajar dari

orang lain yang dianggapnya sebagai ideal. Hubungan simpati menghendaki

hubungan kerja sama antara dua atau lebih orang yang setaraf. Hubungan

identifikasi yang menghendaki bahwa yang satu ingin menjadi seperti yang lain

dalam sifat – sifat yang dikaguminya. Simpati bermaksud kerja sama,

identifikasi bermaksud belajar.

Simpati hanya dapat berkembang dalam suatu relasi kerja sama antara dua

atau lebih orang, yang menjamin terdapatnya saling mengerti itu. Justru karena

adanya simpati itu dapatlah diperoleh saling mengerti yang lebih mendalam.

Mutual understanding tidak dapat dicapai tanpa adanya simpati. Pada pihak lain,

simpati menyebabkan terjadinya relasi kerja sama tadi, dimana kedua pihak

lebih memperdalam saling mengertinya. Jadi, faktor simpati dan hubungan kerja

sama yang erat itu saling melengkapi yang satu dengan yang lainnya. Tujuan

simpati baru terlaksana apabila ada hubungan kerja sama tadi.

2.1.6 Tinjauan Tentang Masyarakat

2.1.6.1 Definisi Masyarakat

Abdul Syani (1987) dalam bukunya “Sosiologi, Kelompok dan

(50)

mendapat pengaruh dari bahasa Arab. Dalam bahasa Arab, masyarakat

asal mulanya dari kata “musyarak” yang kemudian berubah menjadi

“musyarakat” dan selanjutnya mendapatkan kesepakatan dalam bahasa

Indonesia, yaitu “Masyarakat". “Musyarak”, artinya bersama-sama, lalu

musyarakat, artinya berkumpul bersama, hidup bersama dengan saling

berhubungan dan saling mempengaruhi. Sedangkan pemakaiannya dalam

bahasa Indonesia telah disepakati dengan sebutan Masyarakat.

Masyarakat dalam pengertian societas mengandung ciri pluralistik,

komplek dan bersifat rasional ekonomis. Abu Ahmadi (1985)

menyebutnya sebagai community secundair (secondary-group), yaitu

suatu group di mana hubungan di antara para anggotanya kurang erat,

bersifat porair dan tidak kontinyu. Kelompok ini banyak dijumpai pada

masyarakat modern, di mana para anggotanya kurang/tidak saling

mengenal satu sama lain dan tidak mempunyaihubungan langsung.

Sebagaimana ciri masyarakat perkotaan yang di dalamnya terdapat

berbagai kebudayaan, suku bangsa, kompleksitas sektor usaha dan

berbagai jenis perjuangan yang menunjuk kepada kepentingan individu.

Luasnya interaksi, hubungan social serta berbagai perbedaan lapangan

kerja antar individu dan kelompok merupakan ciri utamadari kehidupan

masyarakat dalam pengertiansociety. Dalam hal ini Dirdjosisworo (1985)

menyebutnya sebagai masyarakat majemuk, yaitu masyarakat komplek

yang mempunyai ciri yang berkaitan dengan luasnya hubungan, baik

(51)

majemuk ini menurut Dirdjosisworo banyak ditemukan pada kehidupan

masyarakatkota, yaitu:

1. Warga masyarakat kota relatif lebih besar dari penduduk masyarakat

desa.

2. Komunikasi intim kurang atau telah banyak memudar. Banyak

diterapkan komunikasi dan teknologi elektronika dan sarana

komunikasi lain untukmengatasi kurang intimnya pergaulan dilakukan

melelui lembaga-lembaga atauinstitusi seperti lembaga RT, RW.

3. Interest kepada materi telah mewarnai watak warga kota yang relatif

individualistis dan materialistis.

4. Diferensiasi kerja dan profesi relatif jauh lebih banyak dan bervariasi

lebihluas.

5. Profesi dan mata pencaharian beraneka ragam, industri merupakan ciri

menonjol yang tidak ditemukan pada masyarakat perdesaan.

6. Kota merupakan pusat pemerintahan dan lembaga pendidikan tinggi

serta pusat transformasi serta memberi warna budaya dan perubahan

sosial yang relatif cepat.

Sementara itu, banyak ahli yang berpendapat beragam mengenai definisi

dari masyarakat. Berikut adalah beberapa pendapat sosiologi seperti yang

dikutip Soerjono Soekantodalam bukunya “Sosiologi Suatu Pengantar” :

a. Mac Iver dan Page, yang mengatakan bahwa: "Masyarakat ialah suatu

sistem dari kebiasaan dan tata-cara, dari wewenang dan kerjasama antar

(52)

serta kebebasan – kebebasan manusia. Masyarakat merupakan jalinan

hubungan sosial. Dan masyarakat selalu berubah".

b. Ralph Linton: "Masyarakat merupakan setiap kelompok manusia yang

telah hidup dan bekerja bersama cukup lama sehingga mereka dapat

mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai suatu

kesatuan sosial dengan batas – batas yang dirumuskan dengan jelas".

c. Selo Sumardjan menyatakan bahwa masyarakat adalah orang-orang

yang hidup bersama, yang menghasilkan kebudayaan. (Soekanto,

1982:25-26)

Soleman B. Taneko (1984) berpendapat secara sosiologis masyarakat

tidak dipandang sebagai suatu kumpulan individu atau sebagai penjumlahan dari

individu-individu semata. Masyarakat merupakan suatu pergaulan hidup, oleh

karena manusia itu hidup bersama. Masyarakat merupakan suatu sistem yang

terbentuk karena hubungan dari anggotanya. Ringkasnya, masyarakat adalah

suatu sistem yang terwujud dari kehidupan bersama manusia, yang lazim disebut

sebagai sistem kemasyarakatan.

2.1.6.2 Unsur – unsur Masyarakat

Dalam buku “Sosiologi Suatu Pengantar”, Soerjono Soekanto

mengemukakan bahwa masyarakat mencakup beberapa unsur, yaitu sebagai

berikut:

a. Manusia yang hidup bersama. Di dalam ilmu sosial tak ada ukuran

Gambar

“Silver Man”Gambar 1.1
Tabel Penelitian Terdahulu
Gambar 2.1 Model / Desain Penelitian
Gambar 3.1 Kotak Santunan Komunitas Silver Peduli
+5

Referensi

Dokumen terkait