PENGELOLAAN KESEJAHTERAAN HARIMAU SUMATERA
DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI SATWA PERAGA DI
KEBUN BINATANG BANDUNG, JAWA BARAT
ILMA PAGIA FAUZIA
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK
CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengelolaan Kesejahteraan Harimau Sumatera dan Pemanfaatannya sebagai Satwa Peraga di Kebun Binatang Bandung, Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015
Ilma Pagia Fauzia
Pemanfaatannya sebagai Satwa Peraga di Kebun Binatang Bandung, Jawa Barat. Dibimbing oleh BURHANUDDIN MASY’UD dan RESTI MEILANI.
Kebun binatang merupakan salah satu lembaga konservasi ex-situ
yang memperhatikan kesejahteraan satwa dengan memenuhi seluruh standar minimum kesejahteraannya, salah satu fungsinya sebagai wahana rekreasi dan pendidikan. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi pengelolaan kesejahteraan harimau sumatera di Kebun Binatang Bandung dalam kaitannya dengan prinsip kesejahteraan, mengukur tingkat kesejahteraan harimau sumatera di Kebun Binatang Bandung, mengidentifikasi persepsi pengunjung tentang kondisi harimau sumatera sebagai satwa peraga (obyek wisata) di KBB, dan menyusun rekomendasi pengelolaan harimau sumatera di KBB sebagai satwa peraga. Hasil yang diperoleh menunjukkan pengelolaan harimau sumatera di KBB terdiri dari tiga kegiatan utama yaitu pengelolaan aspek untuk berperilaku alami, pengeloaan kandang dan kesehatan. Kesejahteraan harimau sumatera di KBB termasuk dalam kriteria cukup sampai baik. Pengelolaan kesejahteraan, fasilitas pendukung satwa dan sarana pendukung wisata di KBB masih perlu peningkatan dan penambahan.
Kata kunci: harimau sumatera, kebun binatang Bandung, wisata
ABSTRACT
ILMA PAGIA FAUZIA. Management of Sumatran Tiger Welfare and its Benefit as One of Animals Attraction in Bandung Zoo, West Java. Supervised by BURHANUDDIN MASY’UD and RESTI MEILANI.
Zoo is one of ex-situ conservation institutions that should pay attention to the welfare of animals. Zoo also has a function as recreational and educational. The purposes of this study were to identify the management of the welfare of Sumatran tigers in Bandung Zoo in relation to the principle of welfare, to measure the level of welfare of tigers in Bandung Zoo, to identify visitor's perception of the condition of tigers as wildlife exhibition (tourism) in Bandung Zoo, and to arrange management recommendations for tiger as exhibit in Bandung zoo. The results showed that the management of tiger at Bandung Zoo consisted of three main activities, freedom of natural behavior, the cage and health management. The welfare of tiger at Bandung Zoo were included in the sufficient to good category. Management of welfare, animal support facilities, and tourism support facilities at Bandung zoo are still need tape improved.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
PENGELOLAAN KESEJAHTERAAN HARIMAU SUMATERA
DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI SATWA PERAGA DI
KEBUN BINATANG BANDUNG, JAWA BARAT
ILMA PAGIA FAUZIA
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 ini ialah mengenai pengelolaan kesejahteraan harimau sumatera dan pemanfaatannya sebagai satwa peraga di Kebun Binatang Bandung, Jawa Barat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Burhanuddin Masy’ud, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Resti Meilani, SHut, MSi selaku anggota komisi pembimbing atas bimbingan dan pengarahannya kepada penulis. Disamping itu penghargaan penulis sampaikan kepada Pak Dede, Pak Usup, Pak Badur sebagai penjaga harimau sumatera; Bu Evi dan Pak Dede Dani sebagai tenaga medis; serta Bu Nurul sebagai staf administrasi di kantor Kebun Binatang Bandung yang telah membantu pengumpulan data sekunder. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa, dukungannya dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, September 2015
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN vii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan 2
Manfaat 2
METODE 2
Lokasi dan Waktu Penelitian 2
Alat dan Bahan 2
Jenis Data yang Dikumpulkan 3
Metode Pengumpulan Data 5
Analisis Data 6
HASIL DAN PEMBAHASAN 8
Kondisi Umum Lokasi Penelitian 8
Pengelolaan Kesejahteraan Harimau Sumatera di Kebun Binatang
Bandung 9
Tingkat Kesejahteraan Harimau Sumatera di Kebun Binatang
Bandung 20
Persepsi Pengunjung 21
Rekomendasi Pengelolaan Harimau Sumatera sebagai Satwa Peraga 27
SIMPULAN DAN SARAN 28
Simpulan 28
Saran 28
DAFTAR PUSTAKA 29
LAMPIRAN 32
1 Jenis data yang dikumpulkan 3
2 Klasifikasi pengunjung 6
3 Skor penilaian kriteria kesejahteraan harimau sumatera di KBB 6 4 Bobot penentuan klasifikasi penilaian kesejahteraan satwa 7 5 Klasifikasi penilaian dan nilai terbobot kesejahteraan satwa 7 6 Ciri morfologi harimau sumatera di Kebun Binatang Bandung 10 7 Gambaran kondisi pengelolaan harimau sumatera di Kebun Binatang
Bandung untuk pengelolaan pakan 12
8 Gambaran kondisi pengelolaan harimau sumatera di KBB untuk
pengelolaan kandang agar satwa dapat bebas berperilaku alami 15 9 Gambaran kondisi pengelolaan harimau sumatera di KBB untuk
perlakuan terhadap satwa 19
10 Capaian kesejahteraan harimau sumatera di Kebun Binatang
Bandung 20
11 Karakteristik pengunjung 22
12 Pola kunjungan berdasarkan kebersamaan saat berkunjung, lama
kunjungan, frekuensi kunjungan, tujuan, dan manfaat 23 13 Persepsi pengunjung terhadap pengelolaan kesejahteraan harimau
sumatera 24
14 Pengetahuan pengunjung berdasarkan status harimau sumatera dan
informasi mengenai harimau sumatera 26
DAFTAR GAMBAR
1 Harimau sumatera: (a) betina (b) jantan 9
2 Pakan harimau sumatera: (a) daging sapi (b) daging ayam 11 3 Kandang peraga: (a) kandang peraga 1 (b) kandang peraga 2
(c) kandang peraga 3 14
4 Kandang malam: (a) kandang malam 1 (b) kandang malam 2
(c) kandang malam 3 14
5 Kondisi kandang 3 terkait kebersihan kandang dan kelengkapan
kandang: (a) kandang malam (b) kandang peraga 16
6 Kondisi pagar pembatas 17
7 Pengunjung: (a) hari libur (Sabtu dan Minggu) (b) hari jum'at 17
8 Kondisi papan informasi 27
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN Latar Belakang
Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae Pocock 1929) salah satu dari
sembilan subspesies Panthera tigris di dunia (Linnaeus 1758) merupakan hewan
karnivora asli Indonesia yang memiliki habitat di Pulau Sumatera. Populasinya saat ini diperkirakan 400 - 500 ekor tersebar di 18 kawasan konservasi di Sumatera dan hutan lainnya, yaitu hutan lindung dan hutan produksi. Harimau sumatera hidup di daerah dataran rendah dan hutan pegunungan, memiliki ukuran tubuh yang kecil dibanding jenis harimau lainnya.
Status populasi harimau sumatera ini berada pada tingkat yang sangat mengkhawatirkan baik tingkat nasional maupun internasional (Semiadi dan Nugraha 2006), sehingga International Union for the Conservation of Nature (IUCN) mengategorikannya sebagai satwa yang sangat kritis terancam punah atau
“critically endangered” (Dinata dan Sugardjito 2008). Selain itu, harimau sumatera dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 1999 dan
termasuk dalam kategori Apendix I CITES (Conventionon International Trade in
Endangered Species of Flora and Fauna) yang berarti jenis ini dilarang untuk diperdagangkan dalam bentuk apapun (Soehartono dan Mardiastuti 2003). Penurunan populasi harimau sumatera ini sebagian besar disebabkan oleh perbuatan tangan manusia, selain faktor bencana alam yang terjadi di bumi. Upaya yang telah dilakukan untuk mempertahankan populasi harimau, khususnya secara eksitu antara lain mendirikan lembaga konservasi seperti kebun binatang, yang berfungsi sebagai tempat koleksi satwa dan perkembangbiakan, pendidikan, penelitian, dan rekreasi.
Kebun binatang merupakan salah satu lembaga konservasi ex-situ yang
harus memperhatikan kesejahteraan satwa dengan memenuhi seluruh standar minimum kesejahteraannya. Peraturan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) nomor P.9/IV-SET/2011 pasal 1 ayat 2, menyatakan bahwa kesejahteraan satwa merupakan keberlangsungan hidup satwa yang perlu diperhatikan oleh pengelola agar pakan satwa cukup, dapat mengekspresikan perilaku secara normal, hidup sehat, serta tumbuh dan berkembang biak dengan baik dalam lingkungan yang nyaman dan aman. Adapun standar minimum kesejahteraan satwa yang terdapat pada pasal 6 ayat 3 mencakup lima kriteria, yaitu (1) bebas dari rasa lapar dan haus, (2) bebas dari ketidaknyamanan lingkungan, (3) bebas dari rasa sakit, luka, dan penyakit, (4) bebas dari rasa takut dan tertekan, dan (5) bebas untuk berperilaku alami. Berkaitan dengan kesejahteraan satwa, maka penting diketahui praktik pengelolaan satwa oleh Kebun Binatang Bandung dan tingkat kesejahteraan satwanya.
rekreasi sebagai sarana hiburan yang sehat dan mendukung usaha pelestarian satwa liar (Permenhut No. P.52/Menhut-II/2006).
Keberadaan satwa peraga memberikan daya tarik bagi para pengunjung Kebun Binatang Bandung. Salim (2007) menyatakan bahwa daya tarik satwa berbanding lurus dengan tingkat kesejahteraan satwa, sehingga perlu dibuktikan apakah tingkat kesejahteraan harimau sumatera di Kebun Binatang Bandung ini sesuai dengan pernyataan tersebut. Terkait dengan hal tersebut, maka penting dikaji mengenai persepsi pengunjung terhadap kesejahteraan harimau sumatera sebagai satwa peraga serta fasilitas pendukung satwa, pelayanan, dan pengelolaannya untuk memenuhi keinginan dan harapan pengunjung terhadap kesejahteraan harimau sumatera di Kebun Binatang Bandung, sehingga dapat memberikan daya tarik untuk para pengunjung.
Tujuan
1. Mengidentifikasi pengelolaan kesejahteraan harimau sumatera di Kebun
Binatang Bandung dalam kaitannya dengan prinsip kesejahteraan.
2. Mengukur tingkat kesejahteraan harimau sumatera di Kebun Binatang
Bandung.
3. Mengidentifikasi persepsi pengunjung tentang kondisi harimau sumatera
sebagai satwa peraga (obyek wisata) di Kebun Binatang Bandung.
4. Menyusun rekomendasi pengelolaan harimau sumatera di Kebun Binatang
Bandung sebagai satwa peraga.
Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam perbaikan
pengelolaan harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) dan dapat membantu
dalam mengembangkan pengelolaan wisata yang menjadikan satwa sebagai obyeknya.
METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kebun Binatang Bandung, Bandung, Jawa Barat pada bulan Maret - April 2015.
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu tally sheet untuk
mencatat data di lapangan, kuesioner untuk mengetahui persepsi pengunjung terkait harimau sumatera di Kebun Binatang Bandung, pH meter untuk mengukur
derajat keasaman air minum harimau sumatera, termometer dry wet untuk
mengukur suhu kandang harimau sumatera, meteran untuk mengukur panjang dan
3
Jenis Data yang Dikumpulkan
Jenis data yang dikumpulkan meliputi pengelolaan kesejahteraan harimau sumatera dan persepsi pengunjung tentang harimau sumatera sebagai satwa peraga di KBB (Tabel 1).
Tabel 1 Jenis data yang dikumpulkan Jenis
data Aspek Kriteria Sumber data Metode
Primer A. Kesejahteraan harimau sumatera1:
b. Kondisi suhu, ventilasi, dan
penerangan3
c. Kelengkapan dan kondisi
fasilitas peralatan medis4
d. Ketersediaan tenaga ahli
medis dan ruang/kandang medis
a. Ketersediaan staf ahli2
Tabel 1 Jenis data yang dikumpulkan (lanjutan)
B. Persepsi pengunjung tentang kondisi harimau sumatera di KBB,
1.
Karakte-e. Kegiatan yang dilakukan
saat mengunjungi kandang
Pengun-jung Wawancara dengan
menggunak
Sumber: 1PHKA No. P6/IV-SET/2011 2Baker (2006)
5
Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi studi pustaka,
observasi lapang serta wawancara kepada animal keeper dan pengunjung.
1. Studi pustaka
Studi pustaka dilakukan untuk mengumpulkan data mengenai pengelolaan kesejahteraan satwa pada harimau sumatera. Pustaka yang digunakan berupa laporan-laporan penelitian atau dokumen lainnya mengenai pengelolaan dan kesejahteraan satwa.
2. Observasi lapang
Kegiatan yang dilakukan meliputi pengamatan langsung pada objek yang diteliti berupa aspek kesejahteraan satwa, perilaku satwa dalam kandang dan kesehatan satwa fisik. Pengamatan dilakukan dengan mengikuti secara langsung pengelolaan harimau sumatera di Kebun Binatang Bandung mulai dari pemberian pakan, pembersihan kandang, pemberian obat, dan kegiatan lain yang berhubungan dengan kesejahteraan satwa. Semua kegiatan tersebut didokumentasikan. Pengamatan lapang dilakukan pada pagi hari sampai sore hari dimulai pukul 08.00—16.00 WIB. Pengukuran dilakukan terhadap derajat keasaman air minum dengan menggunakan pH meter. Selain itu dilakukan pula pengukuran suhu dan kelembaban kandang dengan
menggunakan termometer dry-wet pada ketinggian 1.5 m di atas permukaan
tanah (Suyanti et al. 2008) yang dilakukan pada pagi hari pukul 08.00 WIB,
siang hari pukul 13.00 WIB, dan sore hari pukul 16.00 WIB selama penelitian berlangsung.
3. Wawancara kepada animal keeper
Kegiatan wawancara dilakukan kepada animal keeper yang terdiri dari
manajer pelaksana, perawat satwa dan dokter hewan. Data yang dikumpulkan berupa penilaian kesejahteraan satwa dan cara pengelolaan kesejahteraan harimau sumatera di Kebun Binatang Bandung.
4. Wawancara kepada pengunjung
Wawancara dengan pengunjung dilakukan untuk mendapatkan data persepsi pengunjung terhadap pengelolaan kesejahteraan satwa, pelayanan, daya tarik harimau sumatera, dan fasilitas. Wawancara dilakukan setiap hari dimulai dari pukul 09.00—15.00 WIB. Metode wawancara yang dilakukan yaitu menggunakan metode terstruktur dengan panduan kuesioner yang disajikan dalam bentuk tertutup dan terbuka. Jumlah responden ditentukan dengan
metode Quota Sampling yaitu 30 responden tiap kelompok umur. Klasifikasi
Tabel 2 Klasifikasi pengunjung
Klasifikasi Umur1 (Tahun) Jumlah (orang)
Remaja
Metode yang digunakan dalam pengolahan data kesejahteraan satwa di Kebun Binatang Bandung adalah metode PKBSI (Persatuan Kebun Binatang Seluruh Indonesia), yaitu dengan memberikan nilai pada setiap variabel yang ditetapkan yaitu 1 (buruk), 2 (kurang), 3 (cukup), 4 (baik), dan 5 (sangat baik). Penilaian mengacu pada lima parameter kesejahteraan satwa meliputi: 1) bebas dari rasa lapar dan haus; 2) bebas dari ketidaknyamanan lingkungan; 3) bebas dari rasa sakit, luka, dan penyakit; 4) bebas dari rasa takut dan tertekan; dan 5) bebas berperilaku alami dengan berbagai kriteria penilaian kesejahteraan satwa.
Penilaian dilakukan oleh pengamat dan pengelola agar didapatkan hasil penilaian yang objektif dengan cara menetapkan nilai terbobot berdasarkan jumlah nilai pada setiap prinsip kesejahteraan satwa dengan skor penilaian dengan 1 (buruk) sampai 5 (sangat baik) (Tabel 3).
Tabel 3 Skor penilaian kriteria kesejahteran harimau sumatera di Kebun Binatang Bandung
Skor Keterangan
1 Buruk: apabila standar pengelolaan tidak ada
2 Kurang: apabila standar pengelolaan ada, tetapi tidak sesuai
3 Cukup: apabila standar pengelolaan ada, sesuai, tetapi tidak diterapkan
4 Baik: apabila standar pengelolaan ada, sesuai, tetapi hanya sebagian
diterapkan
5 Sangat baik: apabila standar pengelolaan ada, sesuai, dan diterapkan
Sumber: PHKA No P.6/IV-SET/2011
Nilai terbobot merupakan nilai yang dihasilkan dari perkalian antara bobot dengan skoring. Nilai bobot merupakan nilai yang diperlukan untuk mencari skor penilaian. Nilai terbobot menggunakan rumus:
Nilai terbobot = bobot x skoring
7
Tabel 4 Bobot penentuan klasifikasi penilaian kesejahteraan satwa
No Kesejahteraan satwa Bobot Skoring
(total skor) terbobot Nilai
1 Bebas dari rasa lapar dan haus 40 1-5
2 Bebas dari ketidaknyamanan
lingkungan 20 1-5
Nilai kesejahteraan satwa dihitung menggunakan rumus:
∑ nilai terbobot Skor penilaian =
5
Skor penilaian dimasukkan dalam klasifikasi penilaian kesejahteraan satwa (Tabel 5) yang mengacu pada Peraturan Direktur Jenderal PHKA No. 6 Tahun 2011 tentang Pedoman Penilaian Lembaga Konservasi.
Tabel 5 Klasifikasi penilaian dan nilai terbobot kesejahteraan satwa
No Bobot Keterangan
Data hasil wawancara pengunjung diolah serta dianalisis secara deskriptif berupa persentase (%) serta uraian yang menggambarkan tentang pengetahuan, harapan, dan kesukaan pengunjung terkait pemanfaatan harimau sumatera sebagai
satwa peraga. Data disajikan dalam bentuk tabel, gambar atau chart. Data tersebut
juga digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk mengembangkan pengelolaan harimau sumatera sebagai satwa peraga di Kebun Binatang Bandung.
Rekomendasi pengembangan Harimau Sumatera sebagai satwa peraga
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Hasil wawancara dan penelaahan pustaka (IZAA 2013) didapatkan gambaran terkait kondisi umum lokasi penelitian sebagai berikut: Kebun Binatang Bandung (KBB) terletak di wilayah Bandung Utara berdampingan dengan Kampus Institut Teknologi Bandung (ITB) dan dibatasi oleh Sungai Cikapundung pada bagian Barat. Luas lahan sebesar ±14 ha (140 000 m²) dengan topografi bergelombang. Lahan tersebut digunakan untuk perkandangan satwa sebesar 24 636 m² (18.25%) yang terdiri 83 unit kandang mamalia, aves dan reptile, pertamanan dan tempat lesehan seluas 68 173 m² (55.20%), taman ria dan kolam perahu 6 392 m² (4.7%), lahan untuk pengolahan sampah 3 250 m² (2.4%), dan sisanya digunakan sebagai areal untuk bangunan kantor, museum aquarium dan jalan.
Sejarah didirikannya KBB berawal dari taman hewan bernama Bandoengsche Zoologisch Park (BZP), yang didirikan pada tahun 1933 oleh Hoogland dan kawan-kawan, yaitu perkumpulan orang-orang belanda dan pribumi pecinta satwa. Salah satu pribumi dalam perkumpulan tersebut adalah R.
Ema Bratakoesoema. Bandoengsche Zoologisch Park (BZP) mendapat
pengesahan Gubernur Jenderal Hindia Belanda tanggal 12 April 1933 Nomor 32 dengan perkumpulan orang-orang tersebut sebagai pemiliknya. Tanggal 24 Maret
1946 terjadi gerakan Bandung Lautan Api yang mengakibatkan BZP menjadi
tidak menentu dan semakin tidak terurus serta banyak satwa yang tidak dapat terselamatkan.
Setelah kejadian tersebut, Hoogland dibantu oleh R. Ema Bratakoesoema dan anggota pecinta satwa lainnya berusaha untuk memulihkan kembali Bandoengsche Zoologisch Park (BZP). Pada tanggal 27 Februari 1957 R. Ema
Bratakoesoema mendirikan Yayasan Margasatwa Tamansari Bandung/Bandung
9
Pengelolaan Kesejahteraan Harimau Sumatera di Kebun Binatang Bandung
Harimau sumatera di KBB berjumlah 8 ekor dengan rincian 2 jantan dan 6 betina. Masing-masing individu memiliki umur, ciri-ciri warna kulit, dan kondisi tubuh yang berbeda (Tabel 6). Harimau sumatera tertua diberi nama Wage, berumur 22 tahun, sedangkan yang termuda Yopi berumur 4 tahun. Kedelapan harimau sumatera tersebut berasal dari pertukaran satwa antara kebun binatang Indonesia, dan hasil perkawinan di KBB sendiri. Harimau sumatera tersebut ditempatkan di 3 lokasi. Lokasi 1 terdapat 2 kandang masing-masing diisi oleh satu individu, lokasi 2 terdapat 1 kandang diisi oleh empat individu, dan lokasi 3 terdapat 1 kandang diisi oleh dua individu. Setiap lokasi terdapat 2 jenis kandang yaitu kandang peraga dan kandang malam.
Setiap harimau sumatera jantan dan betina memiliki ciri morfologi yang berbeda-beda (Gambar 1). Salah satu ciri morfologi yang mudah untuk di lihat yaitu warna kulit dan pola hitam pada kulit harimau sumatera. Mazak (1981) menyatakan bahwa warna kulit harimau sumatera merupakan yang paling gelap dari seluruh harimau, mulai dari kuning kemerah-merahan hingga oranye tua. Selain itu, Warna kulit harimau sumatera terutama belang-belang hitam pada setiap harimau sumatera memiliki ciri khas yang berbeda-beda (WWF 2010). Pola atau belang-belang hitam pada kulit harimau sumatera berukuran lebar dan jaraknya rapat terkadang berimpitan (WWF 2004). Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil observasi terhadap ciri morfologi harimau sumatera di KBB, yakni warna kulit sebagian besar kurang jelas atau sedikit pucat/gelap, pola hitam pada kulitnya berukuran lebar dan rapat, dan ciri pola hitam berbeda-beda baik pada jantan maupun betina. Baker (2006) menyatakan ciri lain harimau sumatera terkait ukuran badan dan berat badan, yakni harimau sumatera jantan memiliki panjang sekitar 2,4 m dengan berat badan diperkirakan sebesar 110 kg, sedangkan betina panjang sekitar 2.2 m dengan berat badan diperkirakan sebesar 90 kg.
(a) (b)
Gambar 1 Harimau sumatera: (a) betina (b) jantan
(a) (b)
Kondisi harimau sumatera di KBB sebagian besar dalam kondisi baik, tapi terdapat harimau sumatera dalam kondisi tidak sehat karena terkena penyakit pencernaan sehingga sulit makan, banyak berdiam diri, dan tidur. Adapula kondisi harimau sumatera yang cacat ekor karena digigit oleh sesamanya hingga terluka sehingga ekor tersebut harus diamputasi, dan terdapat juga harimau sumatera yang cacat pada kaki depan sebelah kiri akibat luka dan jahitan sehingga cara berjalannya berbeda dengan harimau sumatera lainnya. Selain itu, ada juga harimau sumatera yang gigi taring sebelah kiri sudah tidak ada karena patah sehingga harimau sumatera tersebut sulit untuk makan (Tabel 6).
Tabel 6 Ciri morfologi harimau sumatera di Kebun Binatang Bandung
Nama Kelamin Jenis Umur
- Kondisi kesehatan sedang tidak baik karena
terkena penyakit pencernaan, sehingga sulit makan, banyak berdiam diri, dan tidur.
Marti Betina 14 - Warna kulit tidak terlalu pucat.
- Badan kurus.
- Kondisinya kesehatan sedang tidak baik
karena terkena penyakit pencernaan, sehingga sulit makan, banyak berdiam diri,
sebelah kiri bekas luka dan jahitan.
- Kondisi kesehatan baik.
Wage Betina 22 - Warna kulit lebih jelas dan cerah.
- Kondisi kesehatan baik.
Manik Betina 12 - Warna kulit jelas.
- Ekornya cacat setelah di amputasi.
- Lebih agresif.
Fitra Betina 14 - Warna kulit sedikit pucat.
- Kondisi kesehatan baik
Fitri Betina 14 - Warna kulit sedikit pucat.
- Kondisi kesehatan baik.
11
meninggalkan tanda berupa urin dengan bau yang khas (Ganesa dan Aunurohim 2012).
Pengelolaan pakan
Pakan merupakan faktor pembatas (limited factor) yang mempengaruhi
makhluk hidup untuk menjaga kelangsungan hidupnya. Setiap makhluk hidup memerlukan pakan dan air sebagai sumber energi untuk melakukan aktivitasnya
(Dephut 2007). Lestari (2006) menyatakan bahwa ketersediaan pakan harimau
sumatera di habitat alaminya sangat beragam dan banyak, yaitu monyet, babi hutan, kijang, dan rusa. Pakan yang diberikan untuk harimau sumatera di KBB yaitu berupa daging sapi dan daging ayam (Tabel 7) mentah dan segar (Gambar 2). Ini menunjukkan bahwa KBB telah menyediakan pakan yang sesuai dengan kebutuhan harimau sumatera sebagai satwa karnivora.
(a) (b)
Gambar 2 Pakan harimau sumatera: (a) daging sapi (b) daging ayam
Direktorat Gizi Depkes RI (1972) menyatakan bahwa daging memiliki protein yang cukup tinggi. Pemberian daging ayam dan daging sapi ditujukan sebagai pemenuhan protein satwa. Protein berfungsi sebagai bahan baku pembuatan enzim, hormon, dan zat kekebalan (Sunarso 2013). Direktorat Gizi Depkes RI (1972) menyatakan bahwa dalam 100 gram daging ayam terdapat protein cukup tinggi yaitu sebesar 18.20 gram. Baker (2006) menyatakan bahwa pakan harimau harus dalam keadaan segar dan mentah. Daging sapi dan daging
ayam mentah dan segar (tidak disimpan dalam freezer) didapatkan oleh KBB dari
Tabel 7 Gambaran kondisi pengelolaan harimau sumatera di Kebun Binatang Bandung untuk pengelolaan pakan
Aspek Deskripsi Standar acuan Penilaian
Jenis pakan - Daging sapi.
- Daging ayam - Rusa, babi, ayam, kelinci (variatif
satwa)1
Sesuai
Pengelolaan Pakan:
a. Frekuensi
pemberian - Setiap 3 hari berturut-turut, 1 hari puasa.
2Ganesa dan Aunurohim (2012)
Harimau sumatera merupakan subspesies harimau yang paling kecil dan paling ringan, sedangkan harimau terberat dan terbesar adalah harimau siberian yang hidup di iklim dingin (Baker 2006). MacDonald (1986) menyatakan panjang harimau sumatera jantan dapat mencapai 2.2 – 2.8 meter, sedangakan betina 2.15 – 2.3 meter. Tinggi diukur dari kaki ke tengkuk rata-rata adalah 75 cm, tetapi ada juga yang mencapai antara 80 – 95 cm dan berat 90 – 255 kg. Menentukan pakan harimau sumatera diberikan seberat 10% dari berat badannya (Hasiholan 2003). Harimau sumatera di KBB diperkirakan memiliki kisaran berat badan 40 - 100 kg, sehingga membutuhkan pakan sekitar 4 - 10 kg daging. Salah satu harimau sumatera di KBB yaitu Marta dengan berat badan sekisar 90 kg, maka diberikan pakan sebesar 9 kg. Pakan tersebut diberikan selama tiga hari berturut-turut dan diselang dengan satu hari puasa (Tabel 7). Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan dengan kondisi harimau di habitat alaminya yang makan setiap 5 hari dalam seminggu dan puasa selama dua hari dalam seminggu. Setiap pagi hari di KBB selalu dilakukan pengontrolan pakan berupa pengecekan pakan sisa yang telah diberikan. Hal ini berfungsi sebagai salah satu cara untuk mengetahui kesukaan pakan harimau sumatera sehingga mudah untuk menentukan berat daging ayam dan daging sapi yang perlu dibagikan.
13
Air yang digunakan untuk minum satwa merupakan air tanah yang dipompa
dengan jet pump serta air yang terdapat di kolam yang ada di dalam kandang
peraga. Nilai kualitas air dapat diketahui oleh beberapa parameter, yaitu parameter fisika, kimia, dan biologi (Effendi 2003). Kualitas air minum satwa di KBB memiliki sifat fisika warna air bening dan berdasarkan sifat kimianya air minum satwa memiliki pH 7. Gambiro (2012) menyatakan bahwa nilai pH air normal adalah antara 6.00 – 8.00. Dengan demikian air minum satwa di KBB termasuk air yang baik untuk dikonsumsi. Kuantitas air di KBB juga sudah baik. Air tetap tersedia meskipun pada musim kemarau, karena masih banyak pepohonan tumbuh di lingkungan Kebun Binatang Bandung. Sumarno (2010) menyatakan bahwa adanya vegetasi dan pohon sangat penting untuk menyimpan air hujan.
Pengelolaan kandang
Kandang merupakan salah satu aspek kesejahteraan yang sangat penting karena kandang memberikan pengaruh sangat kuat terhadap harimau sumatera. Baker (2006) menyatakan bahwa jenis kandang yang diperlukan harimau
sumatera yaitu kandang malam dan kandang peraga. Kandang harimau sumatera
yang terdapat di KBB terdiri dari 2 jenis kandang yaitu kandang peraga dan kandang malam (Gambar 3 dan Gambar 4). Kandang peraga teletak di bagian depan sedangkan kandang malam di bagian belakang kandang peraga. Kandang peraga 1 terdapat kolam dan batang pohon, sedangkan kandang malam 1 terdapat tempat tidur di sebelah kanan dan terdapat tempat pakan dan air dekat pintu. Kandang peraga 2 berbentuk lingkaran dengan terdapat parit di dalamnya dan shelter, sedangkan kandang malam 2 terdapat tempat tidur di sebelah kanan dan kiri kandang yang hanya terdapat di dua kandang malam saja. Kandang peraga 3 terdapat kolam dengan bentuk lingkaran terletak di sebelah kanan, sedangkan kandang malam 3 hanya terdapat tempat air minum di bagian kandang ke dua. Gambar sketsa kandang harimau sumatera disajikan pada Lampiran 1.
Kandang malam digunakan untuk penangkaran dan pemeliharaan harimau sumatera. Biasanya masing-masing kandang malam diisi satu individu harimau sumatera. Kandang malam ini tidak dibuat mirip seperti asli di habitatnya alaminya. Kandang tersebut hanya berlantai semen tanpa ada vegetasi apapun di dalamnya, dan disediakan papan kayu sebagai tempat harimau sumatera tidur dan istirahat, serta bak air sebagai tempat minum. Menurut Baker (2006), kandang malam harus dilengkapi dengan wadah pakan, tempat air, dan tempat tidur. Artinya kandang malam yang disediakan di KBB sudah sesuai dengan kebutuhan harimau sumatera. Selain itu, kandang malam dilengkapi parit sebagai tempat pembuangan air hasil pembersihan kandang. Sesuai dengan pernyataan Ganesa dan Aunurohim (2012) bahwa parit sangat penting sebagai tempat pembuangan air setelah kandang selesai dibersihkan.
mengasah kuku yang letaknya dipastikan jauh dari pagar atau parit, kolam renang untuk mendinginkan, serta substrat harimau sumatera mencakup berbagai hal seperti tanah, rumput, dan sampah daun karena harimau sumatera sering menguyah rumput (Baker 2006).
(a) (b) (c)
Gambar 3 Kandang peraga: (a) kandang peraga 1 (b) kandang peraga 2
(c) kandang peraga 3
(a) (b) (c)
Gambar 4 Kandang malam: (a) kandang malam 1 (b) kandang malam 2
(c) kandang malam 3
15
sekitar 20x15x4.5 m dan kandang malam sekitar 4x3x1.8 m. Ganesa dan
Aunurohim (2012) menyatakan bahwa ukuran kandang merupakan salah satu aspek yang penting apabila ukuran kandang kurang besar dapat mempengaruhi perilaku harimau sumatera dan menyebabkan ruang gerak serta tempat bermain harimau sumatera terbatas. Berdasarkan literatur ukuran kandang peraga dan kandang malam di KBB masih terdapat ukuran kandang yang belum sesuai dengan Baker (2006) maka perlu dilakukan perluasan kandang yang sesuai.
Berdasarkan literatur Baker (2006) bahwa setiap kandang peraga diisi untuk 1-2 individu sedangkan kandang malam diisi untuk 1 individu saja. Kandang peraga dan malam di KBB disesuaikan juga dengan banyaknya individu yang tinggal. Setiap kandang malam diisi oleh 1 individu saja sedangkan kandang peraga disesuaikan dengan ukuran kandang bila ukuran kandang peraga kecil maka hanya diisi 1 individu jika ukuran kandang peraga yang lebih besar diisi 1-2 individu. Sehingga ukuran kandang di KBB dan banyaknya individu setiap kandang sudah sesuai dengan saran Baker (2006).
Tabel 8 Gambaran kondisi pengelolaan harimau sumatera di KBB untuk pengelolaan kandang agar satwa dapat bebas berperilaku alami
Aspek Deskripsi Standar acuan Penilaian
Jenis
kandang -- Kandang peraga. Kandang malam --Kandang siang Kandang
malam2
- Adanya tempat pakan, air
minum, dan tempat tidur yang terbuat dari papan kayu.
- Pohon yang sudah mati dan
Kondisi kandang yang tidak baik merupakan faktor yang dapat mempengaruhi perilaku sosial. Semakin terbatasnya ukuran kandang dapat menyebabkan ruang dan kesempatan bermain menjadi terbatas. Ukuran kandang yang sesuai yaitu ukuran kandang yang dapat memberikan ruang satwa untuk bebas berperilaku alami seperti di habitat alaminya. Pengelolaan kandang, pakan, kesehatan dan lingkungan memberikan pengaruh pada masa hidup harimau. Masa hidup harimau Sumatera yang ada di penangkaran lebih lama daripada yang hidup di alam (Putra 2011). MacDonald (1986) menyatakan bahwa harimau sumatera yang ada di penangkaran bisa mencapai usia 16-25 tahun.
Setiap hari penjaga satwa bertugas membersihkan dan merawat tanaman yang ada di sekitar kandang. Pembersihan dengan desinfektan dilakukan di dalam kandang sebagai upaya pengendalian dan penanggulangan penyakit. Sebagian besar kandang di KBB telah dikelola sesuai dengan standar acuan Baker (2006) meliputi aspek jenis kandang, ukuran, kelengkapan kandang, kondisi kandang, saluran kandang, ventilasi kandang dan penerangan, kebersihan, pengayaan, keamanan, dan perubahan perilaku satwa akibat kehadiran pengunjung. Namun di KBB masih ditemukan adanya kandang yang belum memenuhi standar tersebut, yakni pada kandang 3 yang kebersihan kandangnya kurang terawat (banyak feses, adanya genangan air pada permukaan yang berlubang), kelengkapan kandangnya kurang (tidak adanya batang pohon untuk mengasah kuku, kolam dengan air sedikit karena bocor), dan keamanan kandang yang kondisi pagar pembatas antara kandang dengan pengunjung sudah tidak baik karena terdapat bagian pagar yang berkarat sehingga mudah rusak, dan bahkan ada bagian pagar yang sudah tidak ada/tidak lengkap (Gambar 5 dan Gambar 6). Kebersihan kandang yang kurang terawat disebabkan akibat air yang masih sulit khususnya lokasi kandang 2 dan kandang 3. Beberapa faktor yang menyebabkan air yang diperlukan masih sulit
diantaranya jet pump yang digunakan untuk memompa air sumur sering
mengalami kerusakan dan jarak sumur ke lokasi kandang 3 cukup jauh serta di lokasi tersebut belum terdapat sumur yang dekat.
(a) (b)
17
Gambar 6 Kondisi pagar pembatas
Ecclestone (2009) menyatakan bahwa aspek bebas dari rasa tidak nyaman yaitu memberikan kondisi lingkungan yang sesuai dan menyenangkan bagi satwa. Karanth (2001) menyatakan bahwa suhu harian harimau sumatera harus kurang dari 33 °C bila sama atau lebih maka suhu tersebut sudah tergolong tinggi. Suhu dan kelembaban merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk kenyamanan harimau sumatera. Kondisi pengelolaan kandang untuk kondisi suhu di KBB diperoleh sebesar 24.97±2.12 °C, yang artinya kondisi suhu di dalam kandang harimau sumatera dipandang masih sesuai. Harimau sumatera merupakan satwa pemburu yang aktif sehingga laju metabolismenya tinggi, akibatnya harimau sumatera memiliki suhu badan yang tinggi. Suhu badan yang terlalu panas yaitu sekitar 33 °C dapat membunuh harimau (Lestari 2006).
Ventilasi sebagai tempat pertukaran udara sudah baik, tapi kondisi curah hujan di Bandung yang tinggi menyebabkan kandang lembab dan masuknya sinar matahari sangat kurang. Hal tersebut disebabkan karena sekitar kandang harimau sumatera di KBB banyak pepohonan besar yang menaungi kandang. Baker (2006) menyatakan kelembaban ruang harimau sumatera sekitar 60-80%. Hasil perhitungan diperoleh bahwa kelembaban kandang di KBB sebesar 85.61±6.07%. Kelembaban tersebut cukup tinggi sehingga belum memenuhi ketentuan tersebut. Terbukti adanya lumut dalam kandang sehingga banyak harimau sumatera sakit hingga mati karena infeksi paru-paru basah yang terjadi pada tahun 2004. Paru-paru basah disebabkan oleh berbagai macam sebab meliputi infeksi karena bakteri, virus, jamur, atau parasit (Fransisca 2000). Priyatna (2011) menyatakan bahwa kandang yang lembab dapat memicu berkembangnya jamur, bakteri, virus dan organisme lain penyebab penyakit. Udara yang lembab akan menjadi media yang baik bagi berkembangnya bakteri-bakteri pathogen (bakteri pembawa penyakit) (Waluya 2012). Kondisi kandang banyak pepohonan besar maka perlu dilakukan perbaikan dengan cara memangkas cabang pohon yang terdapat di sekitar kandang untuk memudahkan sinar matahari masuk ke kandang, sehingga dapat meminimalisir berkembangnya bakteri-bakteri pathogen.
dalam kandang. Material kandang harimau sumatera di KBB terdiri dari kawat, besi, kaca, seng, batu, dan semen. Pintu kandang terbuat dari besi yang dibuka dengan menggunakan katrol. Atap kandang peraga terbuat dari kawat dan besi, sedangkan lantai kandang peraga terbuat dari semen dan tanah yang tumbuh rumput. Dinding kandang terbuat dari campuran semen dan batu. Bagian depan kandang peraga terdapat kandang tertutup terbuat dari semen, kaca, kawat, dan besi, sedangkan kandang peraga terbuka terbuat dari semen dan besi.
Atap kandang malam menggunakan bahan seng. Kondisi seng tersebut terdapat sebagian yang sudah rusak sehingga air hujan dapat masuk karena bocor. Lantai kandang malam terbuat dari semen yang bersih dari kotoran dan lumut. Penggunaan bahan semen sebagai bahan konstruksi lantai kandang dirasa kurang
tepat, sebab Indonesian Society for Animal Welfare (2013) menyatakan bahwa
lantai semen, campuran semen pasir dalam air (cetakan bahan semacam semen) dan tanah liat tidak dapat dipakai karena permukaan yang keras dapat menyebabkan satwa merasa tidak nyaman atau secara fisik membahayakan satwa, menambah muatan panas yang dialami oleh satwa dengan radiasi panas dalam cuaca panas dan dengan cepat berubah menjadi dingin. Felisia (2014) menyatakan bahwa bahan lantai dan dinding kandang harimau sumatera di Taman Safari Indonesia Cisarua menggunakan bahan marmer. Kedua bahan tersebut berdasarkan kelebihan dan kekurangannya bahwa marmer lebih baik digunakan untuk lantai kandang karena marmer memiliki daya tahan terhadap beban relatif tinggi sehingga lebih tahan lama dan memiliki tekstur sehingga tidak terlalu licin serta cepat kering, sedangkan untuk kekurangannya yaitu memerlukan perawatan yang ekstra dan marmer sulit untuk dibersihkan bila terkena kotoran (Juliani 2011).
Perlakuan terhadap satwa
Perlakuan terhadap satwa ditujukan untuk mengelola agar satwa bebas dari rasa takut dan tertekan serta bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit. Perlakuan terhadap satwa, meliputi perlakuan satwa bunting, satwa baru datang, satwa sakit, ketersediaan penjaga satwa, kondisi satwa, frekuensi pemeriksaan kesehatan, catatan kesehatan satwa, upaya mengatasi satwa yang stress, fasilitas medis, jumlah tenaga kesehatan dan kondisi tempat penyimpanan obat (Tabel 9). Satwa dapat tertekan dan stress disebabkan ketidaksesuaian lingkungan dengan habitat asli satwa dan kondisi lingkungan yang tidak nyaman (ISAW 2013). Gejala satwa stress yaitu tidak nafsu makan, mondar mandir dalam kandang, dan menggesekkan atau membenturkan badannya ke tembok sehingga menyebabkan luka. Felisia (2014) menyatakan upaya untuk mengatasi satwa stress yaitu mengurangi kontak (audiovisual), mengurangi cahaya dan air, mengurangi kontak penciuman, isolasi, dan habituasi. Gejala stress tidak ditemukan pada harimau sumatera di KBB. Pihak KBB telah berupaya mencegah terjadinya satwa stress
dengan memberikan pengayaan (enrichment). Cara tersebut sesuai dengan
pernyataan Baker (2006) bahwa bagi satwa yang stress perlu dilakukan pengayaan (enrichment).
19
satwa yang mengalami cacat ekor dan kaki, serta gangguan pencernaan yang membuat satwa sulit makan. Penanganan yang dilakukan pada satwa yang mengalami gangguan pencernaan adalah dengan pemberian vitamin dan kalsium setiap 1 bulan dua kali sebanyak 2 kapsul per ekor. Harimau sumatera di KBB pernah menderita penyakit paru-paru basah dan diare yang ditangani dengan pemberian obat dan dilakukan pemasangan lampu di kandang malam untuk menjaga agar satwa tetap hangat.
Tabel 9 Gambaran kondisi pengelolaan harimau sumatera di KBB untuk perlakuan terhadap satwa.
Aspek Deskripsi Standar acuan1 Penilaian
Perlakuan bagi
satwa bunting - Pemeriksaan kesehatan
diperiksa oleh dokter hewan.
penjaga satwa - 1 orang kepala penjaga mamalia.
- 2 orang penjaga
mamalia karnivora.
- Penjaga satwa Sesuai
Frekuensi
satwa yang stress - Mengamati, mendiskusikan, dan
penanganannya
Setiap penjaga satwa tidak memiliki latar belakang pendidikan pengelolaan satwa, namun memiliki pengalaman dalam pengelolaan satwa karena telah bekerja bertahun-tahun sebagai perawat satwa di kandang mamalia karnivora. Tugas yang dilakukan penjaga satwa selain merawat satwa juga menimbang dan menyiapkan pakan, membersihkan kandang dan lingkungan sekitar kandang, serta memperhatikan kondisi satwa.
Pemeriksaan rutin dilakukan oleh dokter hewan 1x/minggu dan oleh penjaga satwa setiap hari. Apabila ada satwa yang sakit, maka penjaga akan melaporkan ke dokter hewan, baru setelahnya dokter hewan akan memeriksa kondisi satwa. Pemeriksaan kondisi satwa dilakukan oleh penjaga satwa dengan melihat kotoran
dan sisa makanan.Fasilitas medis yang terdapat di KBB diantaranya laboratorium
penelitian dan gudang obat. Kondisi tempat penyimpanan obat di KBB sudah baik, kebersihannya terjaga, demikian pula suhu ruangannya yang diatur dengan menggunakan pendingin ruangan, namun penyediaan obat tidak dilakukan secara rutin.
Tingkat Kesejahteraan Harimau Sumatera di Kebun Binatang Bandung
KBB telah mencapai beberapa tahapan dalam implementasi kesejahteraan harimau sumatera. Kesejahteraan harimau sumatera di KBB berdasarkan pengamatan dan penilaian terdapat 2 komponen yang termasuk kategori kurang yaitu bebas dari rasa sakit, penyakit, luka dan bebas berperilaku alami (Tabel 10). Hal itu, maka perlu dilakukan perbaikan ataupun peningkatan, yaitu pada komponen bebas dari rasa sakit, penyakit, dan luka, serta bebas berperilaku alami. Perbaikan yang harus dilakukan meliputi program pengayaan yang memperhatikan kebutuhan satwa terhadap tempat tinggal yang sesuai atau
pemberian cover atau shelter, memperhatikan faktor lingkungan meliputi
kelembaban dan pencahayaan dengan cara memberikan lampu di malam hari untuk menjaga kandang tetap hangat dan melakukan pemangkasan cabang pohon yang menghalangi sinar matahari, serta melakukan tindakan pencegahan terhadap penyakit dengan rutin membersihkan kandang dan pemberian vitamin maupun kalsium.
Tabel 10 Capaian kesejahteraan harimau sumatera di Kebun Binatang Bandung
21
Ket: Pt= pengamat, Pl= pengelola, SB= sangat baik, C= cukup, K= kurang
Persepsi Pengunjung Karakteristik pengunjung
Pengunjung Kebun Binatang Bandung paling banyak berasal dari daerah sekitar Bandung yaitu 66%. KBB merupakan salah satu tempat favorit pengunjung lokal untuk melepaskan penat, dan memberikan pengetahuan dan wawasan tentang satwa kepada anak-anak. Dominasi pengunjung lokal karena akses yang baik untuk menuju lokasi dan letak KBB sangat strategis. Pengunjung dari daerah lain yang lebih jauh menjadikan KBB hanya sebagai tempat hiburan, dan adapula yang hanya ingin sekedar tahu mengenai KBB. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Widyaningrum (2010) bahwa domisili calon pengunjung dan aksesibilitas menuju lokasi wisata menjadi faktor yang menentukan keramaian
maupun frekuensi kunjungan kawasan wisata.Aksesibilitas yang dapat dilihat dari
kondisi jalan dan kemudahan mendapatkan transportasi umum, akan memberikan arti bagi pengunjung sehingga akan menumbuhkan keinginan untuk berkunjung kembali (Rahayu 2005). Semakin mudah akses jalan ke lokasi wisata maka akan meningkatkan jumlah pengunjung (Yuasta 2012). Pengunjung yang datang ke KBB pada tahun 2013 berjumlah 2.394.873 jiwa dan tahun 2014 pengunjung naik 9,3% daripada tahun sebelumnya (BPS 2014).
KBB buka setiap hari pukul 09.00 – 17.00 WIB. Hasil pengamatan di lapang, hari yang paling banyak jumlah pengunjungnya yaitu hari libur (Sabtu dan Minggu) (Gambar 7a) serta hari libur nasional seperti Idul Fitri, Idul Adha, dan tahun baru, sedangkan hari yang paling sedikit jumlah pengunjungnya yaitu hari jum’at (Gambar 7b). Waktu kunjungan paling ramai yaitu pada waktu pagi hingga sore sekitar pukul 10.00 – 15.00 WIB.
Pengunjung perempuan (54%) sekaligus sebagai ibu rumah tangga (29%) menjadi pengunjung terbanyak yang datang ke KBB. Hal tersebut karena sebagian besar perempuan mengantar anaknya ke KBB saat ada kegiatan kunjungan dari sekolahnya. Pengunjung dengan latar belakang pendidikan tingkat Sekolah Menengah Atas juga mendominasi (33%) (Tabel 11), hal ini karena pengunjung yang berkunjung ke KBB merupakan pengunjung yang berasal dari daerah sekitar Bandung yang sebagian besar penduduknya memiliki pendidikan terakhir yaitu Sekolah Menengah Atas.
(a) (b)
Tabel 11 Karakteristik pengunjung
Aspek Karakteristik Jumlah Responden
Individu %
Pola kunjungan ke kandang harimau sumatera
23
Tabel 12 Pola kunjungan berdasarkan kebersamaan saat berkunjung, lama kunjungan, frekuensi kunjungan, tujuan, dan manfaat
Aspek Minat Responden
Persepsi pengunjung terhadap pengelolaan Kesejahteraan Harimau sumatera
Persepsi merupakan sebuah proses dimana seseorang mengorganisasi fikirannya, dalam mengolah, memanfaatkan dan membedakan sesuatu yang terdapat dalam lingkungannya (Ibrahim 1989). Persepsi pengunjung terhadap pengelolaan kesejahteraan harimau sumatera diidentifikasi melalui penilaian pengunjung terhadap aspek-aspek yang mudah dilihat secara langsung oleh pengunjung, yaitu kondisi harimau sumatera, kelayakan ukuran kandang, kegiatan yang dilakukan saat mengunjungi kandang, dan ketertarikan terhadap harimau sumatera. Selain itu, persepsi juga diidentifikasi dari pengetahuan pengunjung
tentang harimau sumatera. Berdasarkan kondisi harimau sumatera terdapat
sebagian pengunjung menyatakan bahwa kondisi harimau sumatera kurang sehat dan tidak sehat. Hal tersebut karena pengunjung menilai bahwa salah satu harimau sumatera, yaitu marta lebih banyak tidur dan tidak aktif bergerak. Sebagian besar pengunjung (73%) menilai bahwa harimau sumatera di KBB dalam kondisi sehat. Persepsi tersebut didasari ukuran tubuh harimau sumatera yang besar dan tidak kurus. Ukuran kandang harimau sumatera di KBB dinilai tidak layak oleh 2% pengunjung, kurang layak oleh 52% pengunjung, layak oleh 46% pengunjung (Tabel 13). Pengunjung mengatakan bahwa kondisi harimau sumatera dan kelayakan ukuran kandang di KBB masih kurang karena melihat kandang harimau
sumatera yang kotor, kurang terawat, kurang pengkayaan (enrichment) dalam
kandang, dan kurang vegetasi dalam kandang. Kegiatan yang dilakukan sebagian besar pengunjung (69%) saat di kandang yaitu mengamati atau melihat satwa. Adapula pengunjung yang melakukan aktivitas fotografi.
Ketertarikan pengunjung terhadap harimau sumatera merupakan salah satu alasan pengunjung berkunjung kembali ke kandang harimau sumatera di KBB. Daya tarik harimau sumatera bagi sebagian besar pengunjung (42%) yaitu warna kulit (Tabel 13), karena warna kulit dan pola hitam pada kulitnya merupakan salah satu ciri khas dari harimau sumatera. Hal ini menunjukkan bahwa harimau sumatera sebagai satwa peraga yang dapat menjadi objek wisata yang menarik bagi pengunjung.
Tabel 13 Persepsi pengunjung terhadap pengelolaan kesejahteraan harimau sumatera
Aspek Persepsi Pengunjung Jumlah Responden
25
Tabel 13 Persepsi pengunjung terhadap pengelolaan kesejahteraan harimau
sumatera (lanjutan)
Aspek Persepsi Pengunjung Jumlah Responden
Individu %
Ketertarikan terhadap a. Ukuran tubuh 18 15
harimau sumatera b. Warna kulit 50 42
pengunjung lebih banyak melalui media elektronik (45%), seperti radio dan televisi serta dari teman/keluarga/saudara (21%) (Tabel 14).
Tabel 14 Pengetahuan pengunjung berdasarkan status harimau sumatera dan informasi mengenai harimau sumatera
Aspek Persepsi Pengunjung Jumlah Responden
Individu %
d. Teman/keluarga/saudara 25 21
e. Langsung dialami 1 1
j. Media elektronik dan media
cetak 7 6
k. Teman/keluarga/saudara,
media elektronik dan media
cetak 1 1
Sebagian besar pengunjung (97%) menyebutkan bahwa harimau sumatera merupakan satwa dilindungi. Kenyataannya, harimau sumatera memang termasuk satwa dilindungi berdasarkan PP No 7 tahun 1999, dan termasuk kategori ―critically endangered‖ dalam daftar merah IUCN, serta terdaftar dalam Appendix 1 CITES yang artinya bahwa jenis ini dilarang untuk diperdagangkan dalam bentuk apapun.
27
Gambar 8 Kondisi papan informasi
KBB dinilai masih kurang dalam aspek penataan tanaman dan jenis tanaman yang digunakan, tempat duduk di kandang peraga pada lokasi 1, dan kebersihan sebagian toilet di KBB. Jumlah fasilitas yang tersedia meliputi tempat duduk sebanyak 5 tempat, toilet terdekat dengan kandang harimau sumatera sebanyak 1 toilet untuk wanita dan pria, dan tanaman yang terdapat di sekitar kandang yaitu bambu dan pepohonan. Kecukupan untuk fasilitas tersebut dibandingkan jumlah pengunjung terutama saat liburan belum mencukupi.
Rekomendasi Pengelolaan Harimau Sumatera sebagai Satwa Peraga
Hasil penilaian pengelolaan harimau sumatera sebagai satwa peraga di KBB masih terdapat beberapa aspek yang perlu diperbaiki diantaranya kondisi satwa, fasilitas pendukung satwa dan pengelolaannya serta fasilitas pendukung sarana wisata.
1. Fasilitas pendukung satwa dan pengelolaannya yang perlu diperbaiki
diantaranya:
a. Penambahan pengayaan kandang berupa batang pohon, vegetasi, cover dan
shelter serta perluasan kandang harimau sumatera yang sesuai.
b. Kebersihan dan perawatan kandang terus ditingkatkan terutama
penyemprotan kandang dengan air dan desinfektan serta melakukan pemangkasan cabang pohon yang menghalangi sinar matahari untuk dapat masuk kedalam kandang.
c. Dijalankan kembali pengayaan (enrichment) harimau sumatera untuk aspek
bebas berperilaku alami seperti pemberian pakan dengan cara disembunyikan atau pakan digantungkan di dalam kandang dan memberikan mainan seperti bola. Hal tersebut, dapat melatih untuk mempertajam kembali alat indera harimau sumatera.
d. Pemeriksaan kesehatan satwa oleh dokter hewan dilakukan secara rutin,
fasilitas peralatan medis perlu ada penambahan dan penyediaan obat-obatan satwa perlu dilakukan kembali.
2. Fasilitas dan sarana pendukung wisata yang perlu diperbaiki diantaranya:
a. Pagar pembatas antara harimau sumatera dengan pengunjung perlu
b. Perbaikan papan informasi dengan melakukan renovasi baik bahan papan maupun tulisannya serta dilakukan pengecatan.
c. Adanya sarana pendidikan, hiburan, maupun jasa yang lebih spesifik
menjelaskan mengenai harimau sumatera dan memudahkan pengunjung dalam memahami informasi tersebut, selain menggunakan papan informasi dan pemandu yaitu menggunakan alat elektronik dan interpreter.
d. Peningkatan dalam menyusun kelengkapan data atau dokumen mengenai
harimau sumatera di KBB karena sangat penting untuk pengelolaan KBB, penelitian, pengunjung maupun instansi atau lembaga terkait.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Pengelolaan harimau sumatera di Kebun Binatang Bandung terdiri dari tiga
kegiatan utama yaitu pengelolaan aspek berperilaku alami salah satunya dengan pengkayaan pakan, pengelolaan kandang, dan pengelolaan kesehatan. 2. Kesejahteraan satwa di Kebun Binatang Bandung termasuk dalam kriteria
kurang sampai sangat baik.
3. Sebagian besar tujuan pengunjung datang ke Kebun Binatang Bandung adalah untuk melihat satwa dan fotografi. Harimau sumatera termasuk satwa yang menarik bagi pengunjung. Pengunjung menyatakan bahwa pengelolaan kesejahteraan harimau sumatera di Kebun Binatang Bandung sudah baik karena besar dan tidak kurus sedangkan pengelolaan fasilitas dan pelayanan pengunjung sudah memuaskan.
4. Pengelolaan harimau sumatera sebagai satwa peraga perlu difokuskan pada aspek kandang dan aspek kesehatan yang perlu diperbaiki.
Saran
1. Dijalankan kembali pengkayaan (enrichment) harimau sumatera untuk aspek
bebas berperilaku alami
2. Peningkatan kebersihan dan perawatan kandang terutama penyemprotan
kandang dengan air dan desinfektan, penambahan pengayaan kandang berupa
batang pohon, vegetasi, cover dan shelter, serta perluasan kandang harimau
sumatera yang sesuai.
3. Pemeriksaan kesehatan harimau sumatera oleh dokter hewan dilakukan secara
rutin, fasilitas medis dan penyediaan obat-obatan satwa perlu dilakukan kembali.
4. Perbaikan fasilitas dan sarana pendukung wisata diantarnya perbaikan pagar
29
5. Adanya sarana pendidikan, hiburan, maupun jasa yang lebih spesifik
menjelaskan harimau sumatera dan memudahkan pengunjung dalam memahami informasi yaitu menggunakan alat elektronik dan interpreter serta peningkatan dalam menyususn kelengkapan data atau dokumen mengenai harimau sumatera di KBB.
DAFTAR PUSTAKA
[AAZV] American Association of Zoo Veterinarians. 2009. Guidelines for zoo and aquarium veterinary medical programs and veterinary hospitals.
Baker R. 2006. Husbandry Guidelines for The Tiger (Panthera tigris). Sydney
(AU): Western Institute of Sydney.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Badan pusat statistik Kota Bandung [internet].
(diunduh 20 Agustus 2015). Tersedia pada: http://www.bandung
kota.bps.go.id.
[Dephut] Departemen Kehutanan. 2007. Strategi dan Rencana Aksi Konservasi
Harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae) 2010 – 2017. Jakarta (ID): Departemen Kehutanan.
[Depkes] Departemen Kesehatan. 2004. Klasifikasi Umur. Jakarta (ID): Depkes
RI
[Depkes] Departemen Kesehatan. 2009. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta (ID):
Depkes RI
Dinata Y, Sugardjito J. 2008. Keberadaan harimau sumatera (Panthera tigris
sumatrae) dan hewan mangsanya di berbagai tipe habitat hutan di Taman Nasional Kerinci Seblat, Sumatera. Biodiversitas. 9(3): 222-226.
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1972. Daftar
Komposisi Bahan Makanan. Jakarta (ID): Bhratara.
Eccleston KJ. 2009. Animal walfare di Jawa Timur: Model kesejahteraan binatang di Jawa Timur [skripsi]. Malang (ID): Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Muhammadiyah Malang.
Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Fransisca. 2000. Pneumonia. Surabaya (ID): Fakultas Kedokteran Wijaya
Kusuma.
Felisia. 2014. Pengelolaan Penangkaran Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae Pocock, 1929) di Taman Safari Indonesia Cisarua. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Gambiro H. 2012. Pengelolaan Limbah Cair. Jakarta (ID): Pusat pengembangan bahan ajar. Universitas Mercubuana.
Ganesa A, Aunurohim. 2012. Perilaku harian harimau sumatera (Panthera tigris
Hasiholan W. 2003. Program Konservasi Harimau Sumatera. Bogor (ID): PKHS
Ibrahim AI. 1989. Perilaku Organisasi. Bandung (ID): PT. Sinar Baru.
[ISAW] Indonesian Society for Animal Walfare. 2013. Prinsip kesejahteraan satwa di kebun binatang [internet]. (diunduh 3 Mei 2015). Tersedia pada: http://www.isaw.or.id.
[IZAA] Indonesia Zoo dan Aquarium Association. 2013. Kebun Binatang Tamansari Bandung [internet]. (diunduh 3 September 2015). Tersedia
pada: http://www.izaa.org/jabar.
Juliani R. 2011. Evaluasi Teknis Pemeliharaan sapi Perah Friesian Holstein Peternakan Rakyat di Desa Cibeureum Cisarua Kabupaten Bogor. [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Karanth KU. 2001. Prey Depletion as a Critical Determinant of Tiger Population
Viability. Cambridge (UK): Cambridge University Press.
Lestari NS. 2006. Studi habitat harimau sumatera di Taman Nasional Way Kambas [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Mazak V. 1981. Panthera tigris, Mammalian species. The American Society Of
Mammalogist. 152(3): 1-8.
MacDonald D, Loveridge A. 1986. The Biology and Conservation of Wild Felids.
New York (US): Oxford University Press
Peraturan Direktur Jenderal Pelestarian Hutan dan Konservasi Alam (PHKA). 2011. No. P.6/IV-SET/2011 tentang Pedoman Penilaian Lembaga Konservasi.
Peraturan Direktur Jenderal Pelestarian Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) No.P.9/IV-SET/2011 tentang Pedoman Etika dan Kesejahteraan Satwa di Lembaga Konservasi.
Peraturan Menteri Kehutanan No. P.52/Menhut-II/2006 tentang Peragaan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar Dilindungi.
Priyatna N. 2011. Beternak dan bisnis kelinci pedaging. Jakarta (ID): Agromedia
pustaka.
Putra AE. 2011. Kajian Musim Kawin Harimau Sumatera (Panthera tigris
sumatrae) pada Lembaga Konservasi di Indonesia [skripsi]. Bogor (ID). Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor.
Rahayu E. 2005. Studi persepsi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kenyamanan kawasan simpang lima sebagai ruang terbuka publik [skripsi]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.
Salim E. 2007. Peran budaya dalam konservasi keanekaragaman hayati.
Prosiding Lokakarya Situs Keramat Alami: Peran Budaya dalam
Konservasi Keanekaragaman Hayati, Komisi Nasional MAB; 2007 Oktober 30-31; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): LIPI, Kebun Raya Cibodas.
Semiadi G, T.P. Nugraha, 2006. Profil reproduksi harimau sumatera (Panthera
tigris sumatrae) pada tingkat penangkaran. Biodiversitas. 7(4): 368-371. Soehartono T, Mardiastuti A. 2003. Pelaksanaan Konvensi CITES di Indonesia.
31
Sumarno. 2010. Sumber air dan perilakunya [internet]. (diunduh 4 Mei 2015). Tersedia pada: http://www.nccwep.org/stormwater/stormwater101/. Sunarso C. 2013. Manajemen pakan. [internet]. [diunduh 4 Mei 2013]. Tersedia
pada: http://www.nutrisi.awardspace.com/.
Suyanti L, Rushayati SB, Hermawan R. 2008. Penurunan populasi timbal oleh
jalur hijau tanjung (Mimusopselengi Linn) di Taman Monas Jakarta Pusat.
Media Konservasi.13 (1): 16-20.
Waluya B. 2012. Pengelolaan lingkungan hidup [internet]. (diunduh 4 Juli 2015). Tersedia pada: file.upi.edu.
Widyaningrum A. 2010. Analisis segmentasi dan preferensi pengunjung terhadap kawasan wisata alam Taman Nasional Gunung Gede Pangrango [tesis]. Bogor (ID): Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
[WWF] World Wildlife Fund. 2004. Upaya mengatasi perdagangan ilegal harimau sumatera [internet]. (diunduh 4 Mei 2015). Tersedia pada: www.wwf.or.id/.
Kolam
Batang pohon
Air Kandang malam Kandang peraga
Pintu
Tem-pat tidur
Pakan Air
Pakan
33
Lampiran 2 Sketsa kandang peraga dan kandang malam 2
Sketsa kandang peraga dan kandang malam 3 malam 1
Shelter Parit
Tempat tidur Kandang peraga
Lampiran 3 Sketsa kandang peraga dan kandang malam 3
Kolam
Kandang peraga
Tempat air v
35
RIWAYAT HIDUP
Ilma Pagia Fauzia dilahirkan di Majalengka pada tanggal 26 Juli 1992. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Bapak Dendi Suhendi dan Ibu Ee Jaenab Hanariyah. Pendidikan formal yang telah ditempuh oleh penulis adalah TK (Taman Kanak-kanak) PGRI Galunggung Tasikmalaya pada tahun 1998 - 1999, SD Negeri Indihiang pada tahun 1999 - 2005, SMP Negeri 13 Tasikmalaya pada tahun 2005 - 2008, dan SMA Negeri 6 Tasikmalaya pada tahun 2008 - 2011. Pengalaman organisasi penulis pada masa SMA adalah anggota Rohis (Rohani Islam) pada tahun 2009 - 2010, aktif dalam ekstrakulikuler Kelompok Ilmiah Remaja pada tahun 2008 - 2011, anggota Paskibra (Pasukan Pengibar Bendera) pada tahun 2009 - 2010, aktif dalam ekstrakulikuler Volley Ball pada tahun 2009 - 2010, dan aktif dalam ekstra kurikuler Kimia Club dan English Club pada tahun 2009 - 2010. Pada bulan April tahun 2011 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur undangan.
Selama menempuh pendidikan di IPB, selain aktif dalam proses perkuliahan, penulis mengikuti kegiatan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Batu Raden-Cilacap, Jawa Tengah pada tahun 2012, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Jawa Barat pada tahun 2013 serta Praktek Kerja Lapang (PKL) di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango pada tahun 2014. Penulis juga menjadi asisten praktikum Pendidikan Agama Islam (2012 - 2013), asisten mata kuliah Silvikultur (2014) dan asisten
Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) (2015). Penulis juga aktif