• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) di Rumah Sakit Umum Patar Asih

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Implementasi Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) di Rumah Sakit Umum Patar Asih"

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI PROGRAM JAMINAN KESEHATAN

MASYARAKAT (JAMKESMAS) DI

RUMAH SAKIT UMUM PATAR ASIH

Oleh

FERRY SETIAWAN

127024001/SP

PROGRAM STUDI MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

IMPLEMENTASI PROGRAM JAMINAN KESEHATAN

MASYARAKAT (JAMKESMAS) DI

RUMAH SAKIT UMUM PATAR ASIH

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Studi Pembangunan dalam Program Studi Megister Pembangunan pada Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

FERRY SETIAWAN

127024001/SP

PROGRAM STUDI MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul Tesis : Implementasi Program Jaminan

Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) di Rumah Sakit Umum Patar Asih

Nama Mahasiswa : Ferry Setiawan Nomor Pokok : 127024001

Program Studi : Studi Pembangunan

Menyetujui Komisi Pembimbing

( Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA ) ( Nurman Achmad, S.sos, M. Soc, Sc

Ketua Anggota

)

Ketua Program Studi Dekan

( Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA ) ( Prof. Dr. Badaruddin, M.Si )

(4)

Telah diuji pada

Tanggal 17 Maret 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA Anggota : 1. Nurman Achmad, S.soc, M. Soc, Sc

2. Warjio, MA, PhD

(5)

PERNYATAAN

IMPLEMENTASI PROGRAM JAMKESMAS DI RSU. PATAR ASIH

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 17 Maret 2014 Penulis

(6)

IMPLEMENTASI PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT (JAMKESMAS) DI RUMAH SAKIT UMUM PATAR ASIH

ABSTRAK

kesehatan merupakan kebutuhan dasar manusia untuk dapat hidup layak dan produktif, untuk itu diperlukan penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang terkendali biaya dan terkendali mutu. Pelayanan dibidang kesehatan merupakan salah satu bentuk pelayanan yang paling banyak dibutuhkan oleh masyarakat. Tidak mengherankan apabila bidang kesehatan perlu untuk selalu dibenahi agar bisa memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik untuk masyrakat. Pelayanan kesehatan yang dimaksud tentunya adalah pelayanan yang cepat dan tepat, murah dan ramah. Mengingat bahwa sebuah negara akan bisa menjalankan pembangunan dengan baik apabila didukung oleh masyarakat yang sehat baik secara jasmani maupun rohani.atas dasar tersebut pemerintah mengeluarkan kebijakan tentang Implementasi Program JAMKESMAS agar masyarakat mendapatkan pemerataan pelayanan kesehatan. Hal ini sesuai dengan Juknis tentang Kesehatan tahun 2012. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Implementasi Program JAMKESMAS di RSU PATAR ASIH. Masalah yang diteliti adalah Mengetahui Implementasi Program Jamkesmas di Rumah Sakit Patar Asih Lubuk Pakam. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif dan didukung dengan data sekunder. Jenis data yang digunakan adalah data primer diperoleh dari hasil wawancara dan data sekunder diperoleh dari data pengolahan data dan observasi. Teknik analisis data dimulai dari pengumpulan informasi melalui wawancara dan pada tahap akhir dengan menarik kesimpulan. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan Implementasi Program JAMKESMAS di RSU PATAR ASIH Dari hasil penelitian penulis dilapangan bahwa implementasi program Jamkesmas di RSU Patar Asih masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki. Hal ini terlihat dari : Ukuran dan tujuan kebijakan, Sumberdaya, Karakteristrik agen pelaksana, Sikap/Kecenderungan para pelaksana, Komunikasi antarorganisasi dan aktivitas pelaksana, Lingkungan Ekonomi, sosial dan Politik.

(7)

JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT (JAMKESMAS) PROGRAM IMPLEMENTATION AT PATAR ASIH GENERAL HOSPITAL

Abstarct

Health is a basic human need to be able to live decent and productive, it is necessary for the provision of services which controllable costs and quality controlled. Field of health care is one of the most services needed by the community. Not surprisingly, when the health sector need to always be addressed in order to provide the best healthcare to the community. Health care service in question certainly is fast and precise , cheap and friendly. Given that a country will be able to run properly if the development is supported by a community of healthy both physically and basic rohani.atas the government issued a policy on JAMKESMAS Program Implementation so that people get health care equity. This is in accordance with the Technical Guidance on Health in 2012. The purpose of this study was to determine JAMKESMAS Program Implementation in Patar Asih Hospital. Knowing the problem is studied in the JAMKESMAS Program Implementation Patar Asih Hospital Lubukpakam. The approach used in this research is descriptive qualitative and supported by secondary data. The type of data used is primary data obtained from interviews and secondary data obtained from the data processing of the data and observations. Data analysis techniques starting from gathering information through interviews and at the final stage with interesting conclusions. The results showed that the implementation of the JAMKESMAS Program Implementation in Patar Asih Hospital From the research, the authors in the field that the implementation of the JAMKESMAS program at Patar Asih Hospital still many shortcomings that need to be repaired. This can be seen from : Size and policy objectives, resources, implementing agent Karakteristrik, attitude / tendency of the implementers, communication between organizations and implementing activities, Economic, Environmental, Social and Political.

(8)

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan berkah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Selama melakukan penelitian dan penulisan tesis ini, Penulis banyak memperoleh bantuan moril dan materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc, (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Badaruddin selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA., selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, sekaligus selaku Komisi Pembimbing.

4. Bapak Nurman Achmad, S. sos, M. Soc, Sc selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.

5. Bapak Warjio, MA, PhD, dan Bapak Hatta Ridho, S.Sos, MSP, selaku Komisi Pembanding atas saran dan kritik yang diberikan.

6. Seluruh Dosen dan staf di Program Megister Studi Pembangunan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak membantu baik di bidang Akademik maupun administratif.

7. Seluruh rekan – rekan seperjuangan angkatan XXV, atas dukungan dan kerjasamanya, mudah – mudahan kita semua akan sukses, amin.

8. Seluruh informan yang banyak memberikan bantuan sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik.

Penulis menyadari tesis ini masih banyak memiliki kekurangan dan jauh dari sempurna. Namun harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat kepada seluruh pembaca. Semoga kiranya Tuhan Yang Maha Esa memberkati kita semua. Amin.

Medan, 17 Maret 2014 Penulis

(9)

RIWAYAT HIDUP

I. Identitas Pribadi

Nama : Ferry Setiawan

Tempat/ Tgl. Lahir : Medan, 05 April 1986 Alamat : Jl. Antariksa No. 2 Medan

Agama : Islam

Status : Kawin

II. Orang Tua

Nama Ayah : Ahmad Basuki Nama Ibu : Nurliana III. Keluarga

Nama Istri : Rizki Elvita Syari Nst, Amkeb IV. Pendidikan

SD Angkasa I Lanud Medan Tahun 1992 - 1998 SLTP Negri 28 Medan Tahun 1998 - 2001 SMK Multi Karya Medan Tahun 2001 - 2004 STIH Graha Kirana Medan Tahun 2007 - 2011

Medan, 17 Maret 2014 Penulis

(10)

DAFTAR ISI

HAL

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAR HIDUP... iv

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL……... vii

DAFTAR GAMBAR... viii

DAFTAR LAMPIRAN... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang……….. 1

1.2 Perumusan Masalah………….………... 5

1.3 Tujuan dan Penelitian……….. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Implementasi…………... 6

2.2 Kebijakan Publik... 22

2.3 Pengertian Jamkesmas……... 30

2.4 Konsep Promosi Kesehatan……….. 37

2.5 Manajemen……… 41

2.6 Kerangka Pemikiran... 44

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian………...……….... 47

3.2 Lokasi Penelitian…………...………. 48

3.3 Sumber Informasi Penelitian... 49

3.4 Teknik Pengumpulan Data... 50

3.5 Teknik Analisa Data... 50

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian…...………. 52

4.1.1. Sejarah Singkat……….. 52

4.1.2. Struktur Organisasi Rumah Sakit Umum Patar Asih…… 55

(11)

Umum Patar Asih………... 60 4.3 Implementasi program Jamkesmas di Rumah Sakit Patar Asih…. 63 4.4 Faktor – Faktor yang berpengaruh terhadap Implementasi……… 67

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan………...………. 78 5.2 Saran………... 79

(12)

DAFTAR TABEL

No JUDUL HAL

4.1 Tabel Data Fasilitas Rawat Jalan... 57

4.2 Tabel Data Fasilitas Rawat Inap... 57

4.3 Tabel Data Pelayanan Penunjang Medis... 58

(13)

DAFTAR GAMBAR

No JUDUL HAL

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No JUDUL HAL

1 Lampiran Pedoman Pertanyaan 84

(15)

IMPLEMENTASI PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT (JAMKESMAS) DI RUMAH SAKIT UMUM PATAR ASIH

ABSTRAK

kesehatan merupakan kebutuhan dasar manusia untuk dapat hidup layak dan produktif, untuk itu diperlukan penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang terkendali biaya dan terkendali mutu. Pelayanan dibidang kesehatan merupakan salah satu bentuk pelayanan yang paling banyak dibutuhkan oleh masyarakat. Tidak mengherankan apabila bidang kesehatan perlu untuk selalu dibenahi agar bisa memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik untuk masyrakat. Pelayanan kesehatan yang dimaksud tentunya adalah pelayanan yang cepat dan tepat, murah dan ramah. Mengingat bahwa sebuah negara akan bisa menjalankan pembangunan dengan baik apabila didukung oleh masyarakat yang sehat baik secara jasmani maupun rohani.atas dasar tersebut pemerintah mengeluarkan kebijakan tentang Implementasi Program JAMKESMAS agar masyarakat mendapatkan pemerataan pelayanan kesehatan. Hal ini sesuai dengan Juknis tentang Kesehatan tahun 2012. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Implementasi Program JAMKESMAS di RSU PATAR ASIH. Masalah yang diteliti adalah Mengetahui Implementasi Program Jamkesmas di Rumah Sakit Patar Asih Lubuk Pakam. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif dan didukung dengan data sekunder. Jenis data yang digunakan adalah data primer diperoleh dari hasil wawancara dan data sekunder diperoleh dari data pengolahan data dan observasi. Teknik analisis data dimulai dari pengumpulan informasi melalui wawancara dan pada tahap akhir dengan menarik kesimpulan. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan Implementasi Program JAMKESMAS di RSU PATAR ASIH Dari hasil penelitian penulis dilapangan bahwa implementasi program Jamkesmas di RSU Patar Asih masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki. Hal ini terlihat dari : Ukuran dan tujuan kebijakan, Sumberdaya, Karakteristrik agen pelaksana, Sikap/Kecenderungan para pelaksana, Komunikasi antarorganisasi dan aktivitas pelaksana, Lingkungan Ekonomi, sosial dan Politik.

(16)

JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT (JAMKESMAS) PROGRAM IMPLEMENTATION AT PATAR ASIH GENERAL HOSPITAL

Abstarct

Health is a basic human need to be able to live decent and productive, it is necessary for the provision of services which controllable costs and quality controlled. Field of health care is one of the most services needed by the community. Not surprisingly, when the health sector need to always be addressed in order to provide the best healthcare to the community. Health care service in question certainly is fast and precise , cheap and friendly. Given that a country will be able to run properly if the development is supported by a community of healthy both physically and basic rohani.atas the government issued a policy on JAMKESMAS Program Implementation so that people get health care equity. This is in accordance with the Technical Guidance on Health in 2012. The purpose of this study was to determine JAMKESMAS Program Implementation in Patar Asih Hospital. Knowing the problem is studied in the JAMKESMAS Program Implementation Patar Asih Hospital Lubukpakam. The approach used in this research is descriptive qualitative and supported by secondary data. The type of data used is primary data obtained from interviews and secondary data obtained from the data processing of the data and observations. Data analysis techniques starting from gathering information through interviews and at the final stage with interesting conclusions. The results showed that the implementation of the JAMKESMAS Program Implementation in Patar Asih Hospital From the research, the authors in the field that the implementation of the JAMKESMAS program at Patar Asih Hospital still many shortcomings that need to be repaired. This can be seen from : Size and policy objectives, resources, implementing agent Karakteristrik, attitude / tendency of the implementers, communication between organizations and implementing activities, Economic, Environmental, Social and Political.

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Komitmen Indonesia untuk mencapai MDGs mencerminkan komitmen Indonesia untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya dan memberikan kontribusi kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat dunia. Mdgs merupakan acuan penting dalam penyusunan Dokumen Perencanaan Pembangunan. Capaian sasaran Indonesia telah mencapai berbagai sasaran dan Tujuan Pembangunan Milenium di bidang kesehatan.

MDGs 4 yaitu menurunkan angka kematian anak yang kita mengetahui bahwa semua ingin menikmati usia panjang dan hidup sehat. Antara tahun 1970 dan 2005, usia harapan hidup di Indonesia ini rata – rata meningkat sekitar 15 tahun. Anak – anak yang lahir di Indonesia saat ini dapat mengharapkan hidup hingga usia 68 tahun, Namun ada satu ukuran lainnya yang sangat penting, yaitu jumlah anak – anak yang meninggal. Dalam hal ini mulai tahun 1990 sampai dengan tahun 2007 proporsi balita yang meninggal kurang dari separuh angka tahun 1990 atau sekitar 44 per 1.000 kelahiran hidup. Dalam hal ini MDGs menargetkan pengurangan angka tahun 1990 menjadi dua pertiganya artinya harus menurunkan dari 97 kematian menjadi 32 kematian per 1.000 kelahiran hidup.

(18)

Deklarasi Universal Hak Azasi Manusia oleh Perserikatan Bangsa – Bangsa ( PBB ) tahun 1948 dan Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada pasal 28 H, menetapkan bahwa kesehatan adalah hak dasar setiap individu dan semua warga negara berhak mendapatkan pelayanan kesehatan termasuk masyarakat miskin, yang dalam implementasinya dilaksanakan secara bertahap sesuai kemampuan keuangan Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

Kesadaran tentang pentingnya jaminan perlindungan social terus berkembang sesuai amanat pada perubahan UUD 1945 pasal 34 ayat 2 yaitu menyebutkan bahwa Negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Berdasarkan konstitusi dan undang – undang tersebut, kementrian kesehatan sejak tahun 2005 telah melaksanakan program jaminan kesehatan social, dimulai dengan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat miskin ( JPKMM ) atau lebih dikenal dengan askeskin ( 2005 – 2007 ) yang kemudian berubah nama menjadi program jaminan kesehatan masyarakat ( JAMKESMAS ) sampai dengan sekarang ( PERMENKES NO 40, 2012 ).

Untuk mencapai tujuan nasional tersebut diselenggarakanlah upaya pembangunan yang berkesinambungan yang merupakan suatu rangkaian pembangunan yang menyeluruh terarah dan terpadu, termasuk di antaranya pembangunan kesehatan. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana yang dimaksud dalam Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Tujuan pembangunan kesehatan sebagai komitmen nasional yaitu untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis.

(19)

menikmati pelayanan kesehatan secara adil dan merata. Salah satu program pelayanan kesehatan yang dapat dinikmati oleh masyarakat miskin ( Siti Chomisah, 2004 ).

Untuk menjamin akses penduduk miskin terhadap pelayanan kesehatan, sejak tahun 2008 pemerintah telah menyelenggarakan program jaminan kesehatan masyarakat ( JAMKESMAS ), dengan sasaran program Jamkesmas berjumlah 19,1 juta rumah tangga miskin ( RTM ) yang setara dengan 76,4 juta jiwa masyarakat yang terdiri dari masyarakat miskin dan masyarakat tidak mampu. Dengan jamkesmas diharapkan keterbatasan akses terhadap pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu dapat diatasi ( Juknis Jamkesmas, 2012 ) .

Kesehatan merupakan hal terpenting dalam hidup dan kehidupan manusia. Begitu pentingnya kesehatan melebihi kekayaan sekalipun. Seperti kata bijak ” di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat ”. Rumah Sakit Patar Asih sebagai salah satu pusat rujukan pelayanan kesehatan yang berusaha memberikan pelayanan menyeluruh di bidang kesehatan secara cermat dan tepat, dengan didukung tenaga medis yang profesional dan berkompeten di bidangnya, serta sarana dan prasarana yang modern dan lengkap dengan tarif yang terjangkau dan memiliki program pelayanan masyarakat secara gratis yaitu JAMKESMAS.

(20)

karena itu peneliti tertarik untuk mengetahui apakah Rumah Sakit Patar Asih sebagai peserta pelayanan program Jamkesmas melakukan pelayanan kesehatan yang memuaskan bagi pengguna Jamkesmas dengan cara mencari tahu bagaimana Implementasi Program Jamkesmas di Rumah Sakit Patar Asih Lubuk Pakam”.

1.2. Perumusan Masalah

Dengan melihat latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan masalah yang akan dikemukakan yaitu bagaimana “Implementasi Program Jamkesmas di Rumah Sakit Patar Asih Lubuk Pakam “.

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun penelitian ini dilakukan bertujuan untuk :

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pemahaman Implementasi

Dalam sistem politik, kebijakan publik diimplementasikan oleh badan- badan pemerintah. Badan-badan tersebut melaksanakan pekerjaan pelaksanaan kebijakan tersebut hari demi hari sehingga menuju kinerja kebijakan. Implementasi tersebut dapat melibatkan banyak aktor kebijakan sehingga sebuah kebijakan bisa menjadi rumit. Kerumitan dalam tahap implementasi kebijakan bukan hanya ditunjukkan dari banyaknya aktor kebijakan yang terlibat, namun juga variabel-variabel yang terkait di dalamnya. Subarsono (2005: 89).

Menyebutkan beberapa teoritisi implementasi kebijakan yang menyebutkan berbagai macam variabel tersebut. Pakar-pakar tersebut antara lain: George C. Edwards III, Merilee S. Grindle, Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier, Donald Van Meter dan Carl Van Horn, Cheema dan Rondinelli, dan David L. Weimer dan Aidan R. Vining.

Menurut Edwards III (1980: 9-11), implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel, yaitu

1. Komunikasi

2. Sumber daya

3. Disposisi

4. Strukturbirokrasi.

(22)

mencoba menerjemahkan kebijakan umum menjadi tindakan yang spesifik. Diskresi ini tidak perlu dilakukan jika terdapat aturan yang jelas serta spesifik mengenai apa yang perlu dilakukan. Namun, aturan yang terlalu kaku juga dapat menghambat implementasi karena akan menyulitkan adaptasi dari para implementor. Dalam hal ini diperlukan kebijakan yang ditransmisikan kepada agen pelaksana yang tepat, jelas, dan konsisten, tetapi tidak menghalangi adaptasi dari para agen pelaksana tersebut.

Mengenai sumber daya, Edwards III ( 1980 ) menjelaskan bahwa hal yang diperlukan agar implementasi berjalan efektif adalah:

Important resources include staff of the proper size and with the necessary expertise; relevant and adequate information on how to implement policies and on the compliance of others involved in implementation; the authority to ensure that policies are carried out as they are intended; and facilities (including buildings, equipment, land, and supplies) in which or with which to provide services.

Tanpa memandang seberapapun jelas dan konsistennya perintah implementasi dan tanpa memandang seberapapun akuratnya perintah tersebut ditransmisikan, jika implementor yang mengimplementasikan kebijakan kekurangan sumber daya, maka implementasi tidak akan efektif. Sumber daya yang dimaksud oleh Edwards, sebagaimana disebutkan di atas meliputi staff, informasi, otoritas, dan fasilitas.

Selain komunikasi dan sumber daya, Edwards III memandang disposisi dari implementor sebagai faktor yang penting. Edwards III ( 1980 ) menyatakan: “If implementors are well-disposed toward a particular policy, they are more likely to carry it out as the original decisionmakers intended. But when

(23)

mengalokasikan dana bagi anak berkebutuhan khusus meskipun aturan tentang alokasi dana tersebut telah dituangkan dalam Title I of the Elementary and Secondary Education Act of 1965. Pelanggaran ini disebabkan oleh sikap negara- negara bagian dan sekolah-sekolah tersebut tidak berminat / not interested dalam mengimplementasikan kebijakan tersebut di atas.

Untuk mengatasi kebuntuan implementasi karena adanya resistensi dari pelaksana, Edwards III menawarkan dua alternatif solusi. Alternatif pertama adalah dengan pergantian personel, sedangkan alternatif kedua adalah dengan memanipulasi insentif. Alternatif pertama menurut Edwards III cenderung lebih sulit daripada alternatif kedua. Edwards III (1980 ) menyatakan :

Changing the personnel in government bureaucracies is difficult, and it does not ensure that the implementation process will proceed smoothly. Another potential technique to deal with the problem of implementors’ dispositions is to alter the dispositions of existing implementors through the manipulation of incentives. Since people generally act in their own interest, the manipulation of incentives by high-level policymakers may influence their actions ...

Alternatif kedua ini sering kita jumpai dalam manajemen organisasi. Organisasi yang mengutamakan kinerja seperti di dalam perusahaan seringkali memberikan kenaikan gaji yang berbeda antar karyawan. Karyawan yang memiliki kinerja lebih bagus akan mendapatkan kenaikan gaji yang lebih besar daripada karyawan yang memiliki kinerja di bawahnya. Dalam bidang pendidikan kita juga melihat misalnya sertifikasi guru dan dosen di Indonesia yang pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan guru dan dosen. Peningkatan kesejahteraan ini merupakan wujud reward yang berimbas pada tuntutan untuk peningkatan kinerja dari guru dan dosen.

Faktor keempat yang dikemukakan Edwards adalah struktur birokrasi. Edwards III ( 1980 ) menyatakan bahwa dua sub variabel yang memberikan pengaruh besar pada birokrasi adalah Standard Operating Procedures (SOP) dan fragmentasi. Mengenai SOP, Edwards III (1980) menjelaskannya sebagai: “The former develop as internal responses to the limited time and resources of

implementors and the desire for uniformity in the operation of complex and widely

(24)

Jika kita rephrase, SOP merupakan respon yang timbul dari implementor untuk menjawab tuntutan-tuntutan pekerjaan karena kurangnya waktu dan sumber daya serta kemauan adanya keseragaman dalam operasi organisasi yang kompleks. SOP ini sering kita jumpai dalam pelayanan masyarakat pada organisasi- organisasi pelayanan publik. Standarisasi SOP sudah menjadi isu lama pada organisasi swasta/private sector, dan kemudian diimplementasikan pula pada organisasi-organisasi pelayanan publik. Contoh yang dapat kita lihat adalah pelayanan pajak kendaraan bermotor di Samsat yang sekarang bahkan sudah memiliki standar waktu pelayanan untuk masing-masing item pelayanan. Di satu sisi SOP ini memberikan sisi positif yaitu kejelasan bagi publik dalam standar pelayanan yang dapat mereka harapkan, sedangkan di sisi lain standar pelayanan yang mekanistik dapat pula membuat publik merasa dibeda-bedakan. Sebagai contoh standar pelayanan untuk pasien di rumah sakit membeda-bedakan pasien yang membayar sendiri, melalui asuransi (semacam Askes), atau melalui tunjangan sosial (semacam Jamkesmas).

Mengenai fragmentasi, Edwards III (1980) menjelaskan: “The latter results primarily from pressures outside bureaucratic units as legislative committees,

interest groups, executive officials, state constitutions and city charters, and the

nature of broad policies influence the organization of public bureaucracies”. Dalam bahasa yang lebih singkat, Edwards III (1980) mendefinisikan fragmentasi sebagai “...the dispersion of responsibility for a policy area among several organizational units”. Dengan kata lain, fragmentasi merupakan penyebaran tanggung jawab dari suatu kebijakan pada beberapa unit organisasi. Edwards III (1980) memberikan ilustrasi bagaimana fragmentasi membuat Pemerintah AS menjadi tidak efisien. Dicontohkan bahwa pada masa pemerintahan Carter, Presiden Carter yang mengadakan reformasi pelayanan publik menyatakan, “There are too many agencies, doing too many things, overlapping too often, coordinating

(25)

perkembangan konsep implementasi itu sendiri, disamping itu juga menyadari bahwa dalam mempelajari implementasi sebagai suatu konsep akan dapat memberikan kemajuan dalam upaya-upaya pencapaian tujuan yang telah diputuskan.

implementasi merupakan tahap yang sangat menentukan dalam proses kebijakan karena tanpa implementasi yang efektif maka keputusan pembuat kebijakan tidak akan berhasil dilaksanakan. Implementasi kebijakan merupakan aktivitas yang terlihat setelah adanya pengarahan yang sah dari suatu kebijakan yang meliputi upaya mengelola input untuk menghasilkan implementasi baru akan dimulai apabila tujuan dan sasaran telah ditetapkan, kemudian program kegiatan telah tersusun dan dana telah siap untuk proses pelaksanaanya dan telah disalurkan untuk mencapai sasaran atau tujuan kebijakan yang diinginkan. Kebijakan biasanya berisi suatu program untuk mencapai tujuan, nilai-nilai yang dilakukan melalui tindakan-tindakan yang terarah. Apabila program atau kebijakan sudah dibuat maka program tersebut harus dilakukan oleh para mobiliastor atau para aparat yang berkepentingan. Suatu Kebijakan yang telah dirumuskan tentunya memiliki tujuan- tujuan atau target-target yang ingin dicapai. Pencapaian target baru akan terealisasi jika kebijakan tersebut telah diimplementasikan, dengan demikian dapat dikatakan bahwa implementasi kebijakan adalah tahapan output atau outcomes bagi masyarakat. Proses menghasilkan implementasi baru akan dimulai apabila tujuan dan sasaran telah ditetapkan, kemudian program kegiatan telah tersusun dan dana telah siap untuk proses pelaksanaanya dan telah disalurkan untuk mencapai sasaran atau tujuan kebijakan yang diinginkan.

Menurut Syukur Abdullah (1988) bahwa pengertian dan unsur - unsur pokok dalam proses implementasi sebagai berikut :

1. Proses implementasi kebijakan ialah rangkaian kegiatan tindak lanjut yang terdiri

atas pengambilan keputusan, langkah langkah yang strategis maupun operasional

yang ditempuh guna mewujudkan suatu program atau kebijaksanaan menjadi

(26)

2. Proses implementasi dalam kenyataanya yang sesunguhnya dapat berhasil, kurang

berhasil ataupun gagal sama sekali ditinjau dari hasil yang dicapai “outcomes” unsur

yang pengaruhnya dapat bersifat mendukung atau menghambat sasaran program.

3. Dalam proses implementasi sekurang-kurangnya terdapat tiga unsur yang penting dan

mutlak yaitu :

a) Implementasi program atau kebijaksanaan tidak mungkin dilaksanakan dalam

ruang hampa. Oleh karena itu faktor lingkungan (fisik, sosial budaya dan politik

akan mempengaruhi proses implementasi program program pembangunan pada

umumnya.

b) Target groups yaitu kelompok yang menjadi sasaran dan diharapkan akan menerima

manfaat program tersebut.

c) Adanya program kebijaksanaan yang dilaksanakan.

d) Unsur pelaksanaan atau implementer, baik organisasi atau perorangan yang

bertanggung jawab dalam pengelolaan, pelaksanaan dan pengawaasan implementasi

tersebut.

Implementasi sebagai suatu proses tindakan Administrasi dan Politik. Pandangan ini sejalan dengan pendapat Peter S. Cleaves dalam bukunya Solichin Abdul Wahab (2008), yang secara tegas menyebutkan bahwa: “Implementasi itu mencakup “a process of moving toward a policy objective by means of administrative and political steps” (Cleaves). Secara garis besar, beliau mengatakan bahwa fungsi implementasi itu ialah untuk membentuk suatu hubungan yang memungkinkan tujuan-tujuan ataupun sasaran-sasaran kebijakan public diwujudkan sebagai outcome hasil akhir kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah”

Sebab itu fungsi implementasi mencakup pula penciptaan apa yang Dalam ilmu kebijakan publik disebut “policy delivery system” (system penyampaian/penerusan kebijakan publik) yang biasanya terdiri dari cara-cara sarana -sarana tertentu yang dirancang atau didesain secara khusus serta diarahkan menuju tercapainya tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang dikehendaki.

(27)

penting atau keputusan badan peradilan lazimnya, keputusan tersebut mengindentifikasi masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya” Sedangkan, Van Meter dan Van Horn (1975), mendefinisikan implementasi kebijakan, sebagai : “Tindakan tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau

kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan

yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan”. Tindakan tindakan yang dimaksud mencakup usaha usaha untuk mengubah keputusan keputusan menjadi tindakan tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usaha usaha untuk mencapai perubahan perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan keputusan.

(28)

1. Ukuran dan tujuan kebijakan

Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya jika dan hanya jika ukuran dan tujuan dari kebijkan memang realistis dengan sosio-kultur yang mangada di level pelaksana kebijakan.ketika ukuran kebijakan atau tujuan kebijakan terlalu ideal (bahkan terlalu utopis) untuk di laksanakan dilevel warga, maka agak sulit memang merealisasikan kebijakan publik hingga titik yang dapat dikatakan berhasil.

2. Sumber daya

Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan memanaatkan sumberdaya yang tersedia. Manusia merupakan sumberdaya yang terpenting dalam menentukan suatu keberhasilan proses implementasi. Tahap tahap tertentu dari keseluruhan proses implementasi menurut adanya sumberdaya manusia yang berkualitas sesuai dengan pekerjaan yang di isyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan secara politik. Tetapi ketika kompetensi dan kapabilitas dari sumber-sumberdaya itu nihil, maka sangat sulit untuk diharapkan. Tetapi diluar sumberdaya manusia, sumberdaya sumberdaya lain yang perlu diperhitungkan juga ialah sumberdaya finansial dan sumberdaya waktu.karena mau tidak mau ketika sumberdaya manusia yang kompeten dan kapabel telah tersedia sedangkan kucuran dana melalui anggaran tidak tersedia,maka memang terjadi persoalan pelik untuk merealisasikan apa yuang hendak dituju oleh tujuan kebijkan publik tersebut,demikian halnya dengan sumberdaya waktu, saat sumberdaya manusia giat bekerja dan kucuran dana berjalan dengan baik,tetapi terbentur dengan persoalan waktu yang terlalu ketat, maka hal ini pun dapat menjadi penyebab ketidakberhasilan implementasi kebijkaan.

3. Karakteristik Agen Pelaksana

(29)

cocok dengan para agen pelaksananya. Misalnya implementasi kebijakan publik yang berusaha untuk merubah perilaku atau tingkalaku manusia secara radikal, maka agen pelaksana projek itu haruslah berkarakteristik keras dan ketat pada aturan serta sanksi hukum. perilaku dasar manusia maka dapat dapat saja agen pelaksana yang diturunkan sekeras dan tidak setegas pada gambran yang pertama. Selain itu cakupan atau luas wilayah implementasi kebijakan perlu juga diperhitungkan manakala hendak menetukan agen pelaksana.maka seharusnya semakin besar pula agen yang dilibatkan. Van Meter dan Van Horn mengetegahkan beberapa unsure yang mungkin berpengaruh terhadap suatu organisasi dalam mengimplementasikan kebijakan:

a. Kompetensi dan ukuran staf suatu badan.

b. Tingkat pengawasan hierarkis terhadap keputusan keputusan sub unit dan

proses proses dalam badan badan pelaksana.

c. Sumber sumber politik suatu organisasi (misalnya dukungan diantara

anggota anggota legis;atif dan eksekutif)

d. Vitalitas suatu organisasi.

e. Tingkat komunikasi-komunikasi “terbuka”, yang didefinisikan sebagai

jaringan kerja komunikasi horizontal dan vertical secara bebas serta tingkat

kebebasan yang secara relatif tinggi dalam komunikasi dengan individu

individu diluat organisasi.

f. Kaitan formal dan informal suatu badan dengan “pembuat keputusan” atau

“pelaksana keputusan”.

4. Sikap/kecenderungan (disposition) para pelaksana

(30)

(bahkan tidka mampu menyentuh) kebutuhan,keinginan,atau permasalahan yang warga ingin selesaikan.

5 . Komunikasi antar organisasi dan aktivis pelaksana

Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi kebijkan publik.semakin baik koordiansi komunikasi diantara pihak pihak yang terlibat dalamk suatu proses implementasi, maka asumsinya kesalahan kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi. Dan begitu pula sebaliknya.

6 . Lingkungan ekonomi,social,dan politik

(31)

tanpa mengubah pilihan pilihan pribadi mereka tentang kebijakan itu. akhirnya,variable variable lingkungan ini dipandang mempunyai pengaruh langsung pada pemberian pemberian pelayanan publik. Kondisi kondisi lingkungan mungkin memperbesar atau membatasi pencapaian, sekalipun kecenderungan kecenderungan para pelaksana dan kekuatan kekuatan lain dalam model ini juga mempunyai pengaruh terhadap implementasi program. Bila variable lingkungan sosial, ekonomi dan politik mempengaruhi implementasi kebijakan maka hal ini juga berlaku untuk variable variable lainnya.

Implementasi suatu program merupakan suatu yang kompleks, dikarenakan banyaknya faktor yang saling berpengaruh dalam sebuah sistem yang tak lepas dari faktor lingkungan yang cenderung selalu berubah. Proses implementasi dalam kenyataannya dapat berhasil, ditinjau dari wujud hasil yang dicapai (outcome). Karena dalam proses tersebut terlibat berbagai unsur yang dapat bersifat mendukung maupun menghambat pancapaian sasaran program. Jadi untuk mengetahui keberhasilan program adalah dengan membandingkan antara hasil dengan pencapaian target program tersebut.

Donald P.Warwick dalam bukunya Syukur Abdullah, (1988) mengatakan bahwa dalam tahap implementasi program terdapat dua faktor yang mempengaruhi keberhasilan yaitu faktor pendorong (Facilitating conditions), dan faktor penghambat (Impending conditions).

1. Faktor Pendorong (Facilitating Conditions)

Yang termasuk kondisi kondisi atau faktor pendorong adalah : a. Komitmen pimpinan politik

Dalam prakteknya komitmen dari pimpinan pemerintah sangat diperlukan

karena pada hakikatnya tercakup dalam pimpinan politik yang berkuasa.

b. Kemampuan organisasi

(32)

satu unit organisasi. Kemampuan organisasi (organization capacity) terdiri dari 2 unsur pokok yaitu :

1) Kemampuan teknis

2) Kemampuan dalam menjalin hubungan dengan organisasi lain.

c. Komitmen para pelaksana (implementer)

Salah satu asumsi yang seringkali keliru adalah jika pimpinan telah siap untuk bergerak maka bawahan akan segera ikut untuk mengerjakan dan melaksanakan sebuah kebijkasanaan yang telah disetujui amat bervariasi dan dapat dipengaruhi oleh faktor faktor budaya, psikologis, dan birokratisme.

d. Dukungan dari kelompok pelaksana

Pelaksanaan program dan proyek sering lebih berhasil apabila mendapat dukungan dari kelompok – kelompok kepentingan dalam masyarakat khususnya yang berkaitan dengan program program tersebut.

2.2. Kebijakan Publik

(33)

untuk menghemat subsidi negara. Praktik yang dilaksanakan adalah dengan mendistribusikan kompor gas dan tabung LPG 3 kg secara cuma-cuma kepada masyarakat.

Menurut Thomas R. Dye dalam Howlett dan Ramesh (2005), kebijakan publik adalah adalah “segala yang dikerjakan pemerintah, mengapa mereka melakukan, dan perbedaan yang dihasilkannya (what government did, why they do it, and what differences it makes)”. Dalam pemahaman bahwa “keputusan” termasuk juga ketika pemerintah memutuskan untuk “tidak memutuskan” atau memutuskan untuk “tidak mengurus” suatu isu, maka pemahaman ini juga merujuk pada definisi Thomas R. Dye dalam Tilaar dan Nugroho (2008) yang menyatakan bahwa kebijakan publik merupakan “segala sesuatu yang dikerjakan dan tidak dikerjakan oleh pemerintah”. Senada dengan definisi Dye, George C. Edwards III dan Ira Sharkansky dalam Suwitri (2008) juga menyatakan bahwa kebijakan publik merupakan:

Apa yang dinyatakan dan dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah yang dapat ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan atau dalam policy statement yang berbentuk pidato-pidato dan wacana yang diungkapkan pejabat politik dan pejabat pemerintah yang segera ditindaklanjuti dengan program- program dan tindakan pemerintah.

Kedua definisi baik dari Dye dan Edwards III dan Sharkansky sama-sama menyetujui bahwa kebijakan publik juga termasuk juga dalam hal “keputusan untuk tidak melakukan tindakan apapun”. Suwitri (2008) memberi contoh bahwa keputusan pemerintah untuk menunda pelaksanaan Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi sehingga dalam hal ini pemerintah tidak melakukan tindakan apapun untuk menjalankan Undang-Undang tersebut juga termasuk kebijakan publik.

(34)

Dari dua definisi ini dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik juga menyentuh nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Suwitri (2008) mencontohkan bahwa pergeseran nilai-nilai masyarakat dapat mengakibatkan pergeseran kebijakan publik seperti dicontohkan tatanan masyarakat yang sangat terbuka akan nilai- nilai baru membuat beberapa negara melegalkan perkawinan sesama jenis. Sebaliknya negara juga dapat mengkampanyekan atau bahkan memaksakan suatu nilai kepada masyarakat, seperti dicontohkan program KB yang mula-mula ditentang sebagian kalangan masyarakat pada akhirnya dapat diterima oleh masyarakat setelah pemerintah membuat kebijakan tentang KB, memberi penyuluhan, menyediakan sarana dan prasarana dan merangkul pemuka-pemuka agama untuk mendukung program tersebut. Henderson, R.H. & Sundaresan, T. Cluster Sampling (1982).

Berdasarkan definisi-definisi kebijakan publik yang dipaparkan di atas, maka kebijakan publik memiliki konsep-konsep sebagai berikut :

a. Kebijakan publik berisi tujuan, nilai-nilai, dan praktik/pelaksanaannya.

b. Kebijakan publik tersebut dibuat oleh badan pemerintah, bukan

organisasi swasta.

c. Kebijakan publik tersebut menyangkut pilihan yang dilakukan atau tidak

dilakukan oleh pemerintah.

(35)

Pemerintah Provinsi, Peraturan Pemerintah Kota/Kabupaten, dan Keputusan Walikota/Bupati. Berdasarkan Peraturan Menteri ini, pernyataan pejabat publik juga merupakan bagian kebijakan publik. Hal ini dapat dipahami karena pejabat publik adalah salah satu aktor kebijakan yang turut berperan dalam implementasi kebijakan itu sendiri.

Jika kebijakan dapat dipandang sebagai suatu sistem, maka kebijakan juga dapat dipandang sebagai proses. Dilihat dari proses kebijakan, Nugroho menyebutkan bahwa teori proses kebijakan paling klasik dikemukakan oleh David Easton. David Easton dalam Nugroho (2008) menjelaskan bahwa proses kebijakan dapat dianalogikan dengan sistem biologi.

Di model Dye terlihat bahwa proses kebijakan Anderson, dkk. mendapatkan satu tambahan tahap sebelum agenda setting, yaitu identifikasi masalah kebijakan. Dalam hal ini Dye melihat tahapan pra penentuan agenda (agenda setting) yang terlewatkan oleh Anderson, dkk.. Selain itu Dye juga menggantikan tahap policy adoption dengan policy legitimation. Namun dalam hal ini pergantian ini tidak memiliki perbedaan mendasar karena baik Anderson, dkk. dan Dye sama-sama menekankan pada proses legitimasi dari kebijakan itu menjadi suatu keputusan pemerintah yang sah.

Selain teori proses kebijakan dari Anderson, dkk. dan Dye terdapat teori lain seperti dari William N. Dunn dan Patton & Savicky. Baik Dunn maupun Patton & Sawicky mengemukakan model-model proses kebijakan yang lebih bersifat siklis daripada tahap-tahap/stages. Dunn menambahkan proses forecasting, recommendation, dan monitoring. Hampir sama seperti Anderson, dkk. maupun Dye, Dunn membuat analisis pada tiap tahap dari proses kebijakan dari model Anderson, dkk. dan Dye. Dunn menggambarkan bahwa analisis pada tiap tahap proses kebijakan sebagai berikut.

(36)

menggabungkan tahapan antara identification of problem dan agenda setting dari Dye dengan tahap policy agenda dari Anderson. Pada tahap formulasi kebijakan/policy formulation, terdapat langkah analisis yang seharusnya dilakukan yaitu peramalan/forecasting. Dunn menjelaskan :

Peramalan dapat menguji masa depan yang plausibel, potensial, dan secara normatif bernilai, mengestimasi akibat dari kebijakan yang ada atau yang diusulkan, mengenali kendala-kendala yang mungkin akan terjadi dalam pencapaian tujuan, dan mengestimasi kelayakan politik (dukungan dan oposisi) dari berbagai pilihan.

Dunn memberi contoh forecasting pada kebijakan asuransi kesehatan di AS dengan proyeksi statistik yang menyebutkan bahwa pemerintah AS akan kehabisan dana asuransi kesehatan masyarakat pada tahun 2005 jika tidak ada pendapatan tambahan. Pada tahap adopsi kebijakan/policy adoption yang merupakan tahap yang dikemukakan Anderson, dkk. seharusnya dilakukan analisis rekomendasi kebijakan. Rekomendasi kebijakan merupakan hasil dari analisis berbagai alternatif kebijakan setelah alternatif-alternatif tersebut diestimasikan melalui peramalan (Dunn, 2000). Dunn memberikan contoh rekomendasi kebijakan di AS untuk mengubah batas kecepatan di jalan raya 55 mph dan 65 mph. Satu rekomendasi menjelaskan bahwa undang-undang lalu-lintas yang membatasi kecepatan 55 mph hanya mencegah kematian tak lebih dari 2-3 persen, sehingga rekomendasi itu mengusulkan untuk memakai alokasi dana yang ada untuk hal lain seperti membeli alat deteksi asap daripada mengimplementasikan undang- undang itu dan tanpa mendapatkan hasil yang signifikan.

(37)

Hasil ini mengindikasikan adanya peningkatan ketimpangan pendapatan, erosi kelas menengah, dan penurunan standar hidup.

Pada tahap evaluasi kebijakan Dunn menyatakan bahwa tahap ini tidak hanya menghasilkan kesimpulan mengenai seberapa jauh masalah telah diselesaikan namun juga memberikan klarifikasi sekaligus kritik bagi nilai-nilai yang mendasari kebijakan, serta membantu penyesuaian dan perumusan kembali masalah. Dalam hal ini evaluasi juga memberikan feedback bagi perumusan masalah, sehingga model Dunn ini juga mengkompromikan model yang diusulkan pertama kali oleh Easton.

Menurut Nugroho (2008) model-model kebijakan dari Easton, Anderson, dkk., Dye, Dunn, maupun Patton dan Savicky tersebut di atas memiliki satu kesamaan, yaitu bahwa proses kebijakan berjalan dari formulasi menuju implementasi, untuk mencapai kinerja kebijakan. Nugroho (2008) menyatakan “...Ada satu pola yang sama, bahwa model format kebijakan adalah “gagasan kebijakan”, “formalisasi dan legalisasi kebijakan”, “implementasi”, baru kemudian menuju pada kinerja atau mencapai prestasi yang diharapkan—yang didapatkan setelah dilakukan evaluasi kinerja kebijakan...”.

Dari teori-teori proses kebijakan kita dapat melihat tiga kata kunci yakni “formulasi, “implementasi”, dan “kinerja”. Setelah sebuah kebijakan diformulasikan, langkah selanjutnya tentu saja mengimplementasikan kebijakan tersebut. Mengenai implementasi kebijakan, Nugroho (2008) menyatakan.

Rencana adalah 20% keberhasilan, implementasi adalah 60% sisanya, 20% sisanya adalah bagaimana kita mengendalikan implementasi. Implementasi kebijakan adalah hal yang paling berat, karena di sini masalah-masalah yang kadang tidak dijumpai dalam konsep, muncul di lapangan. Selain itu, ancaman utama, adalah konsistensi implementasi.

(38)

“Selama ini kita anggap kalau kebijakan sudah dibuat, implementasi akan “jalan dengan sendirinya””. Terkadang sumber daya sebagian besar dihabiskan untuk membuat perencanaan padahal justru tahap implementasi kebijakan yang seharusnya memakan sumber daya paling besar, bukan sebaliknya.

Dalam kaitannya dengan topik penelitian ini, penulis akan berusaha meninjau implementasi kebijakan Dikarenakan tahap proses yang diteliti dalam tesis ini adalah tahap implementasi, maka teori-teori kebijakan yang dibahas selanjutnya adalah teori-teori implementasi kebijakan.

2.3. Pengertian Jamkesmas

Menurut sumber Dr.Suparyanto, M.Kes. Pedoman Pelaksanaan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin. Jamkesmas adalah betuk belanja bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Program ini dilakukan secara nasional agar terjadi subsidi silang dalam rangka mewujudkan pelayanan kesehatan yang menyeluruh bagi masyarakat miskin.

Tujuan dari Jamkesmas dibagi menjadi dua yaitu :

1. Tujuan umum yaitu terselenggaranya akses dan mutu pelayanan kesehatan terhadap seluruh masyarakat miskin dan tidak mampu agar tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal secara efektif dan efisien bagi seluruh peserta Jamkesmas.

2. Tujuan khususnya yaitu memberikan kemudahan dan ASKES Pelayanan Kesehatan kepada peserta di seluruh jaringan PPK Jamkesmas mendorong peningkatan pelayanan kesehatan yang terstandar bagi peserta agar tidak berlebihan sehingga terkendali mutu dan biayanya terselenggaranya pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel, untuk meningkatkan cakupan masyarakat tidak mampu yang mendapat pelayanan kesehatan di Puskesmas serta jaringannya dan di Rumah Sakit serta meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin.

(39)

lainnya. Masyarakat miskin dan tidak mampu yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota sesuai kuota, gelandangan, pengemis, anak terlantar, peserta Program Keluarga Harapan (PKH), maskin penghuni lapas, panti sosial, rutan dan korban bencana alam pasca bencana.

Dalam rangka memperluas cakupan kepesertaan pada tahun 2012 terdapat kelompok peserta baru menjadi sasaran peserta jamkesmas yaitu :

1. Masyarakat miskin penghuni lapas/rutan dengan melampirkan surat keterangan dari kepala rutan/kepala lapas setempat.

2. Masyarakat miskin penghuni panti-panti sosial, melalui surat keputusan kepala dinas/institusi sosial kabupaten/kota setempat, selanjutnya kementerian kesehatan akan segera membuatkan kartu jamkesmas.

3. Masyarakat miskin akibat bencana pasca tanggap darurat sebagaimana yang ditetapkan oleh pemerintah daerah setempat.

4. Untuk semua kepesertaan diatas, SKP diterbitkan petugas PT. ASKES (persero).

Serta terdapat perhatian khusus kepada peserta Jamkesmas yang belum terdata seperti bayi baru lahir dari keluarga miskin, anak terlantar/gelandangan/pengemis, Peserta Program Keluarga Harapan. Untuk administrasi kepesertaan Depkes menunjuk PT. ASKES (persero) dengan kewajiban melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Data peserta yang telah ditetapkan Pemda, kemudian dilakukan pendataan oleh PT. ASKES (persero) untuk menjadi data kepesertaan di suatu kota. 2. Data masuk dari setiap peserta tersebut kemudian kartu diterbitkan dan di

(40)

Peserta Jaminan Kesehatan adalah setiap orang yang membayar iuran atau iuarannya dibayar oleh pemerintah, peserta program jamkesmas adalah fakir miskin dan orang yang tidak mampu dan peserta lainnya yang iurannya dibayar oleh Pemerintah. Peserta yang dijamin dalam Program Jamkesmas tersebut meliputi : masyarakat miskin dan tidak mampu yang telah ditetapkan oleh surat keputusan (SK) Bupati/Walikota tahun 2008, gelandangan, pengemis, anak dan orang terlantar, masyarakat miskin yang tidak memiliki indentitas.

Jika masih terdapat masyarakat miskin dan tidak mampu tidak termasuk dalam surat keputusan Bupati/Walikota maka jaminan kesehatannya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah setempat cara penyelenggaraan jaminan kesehatan daerah semestinya mengikuti peraturan/kaidah-kaidah Pelaksanaan Jamkesmas. Peserta Jamkesmas ada yang memiliki kartu sebagai indentitas peserta dan ada yang tidak memiliki kartu.

1. Peserta yang memiliki kartu terdiri dari : 1. Peserta sesuai SK Bupati/Walikota 2. Penghuni panti-panti social

3. Korban bencana pasca tanggap darurat 2. Peserta yang tidak memiliki kartu terdiri dari :

1. Gelandangan, pengemis, anak terlantar pada saat mengakses pelayanan kesehatan dengan menunjukkan rekomendasi dari dinas sosial setempat.

2. Penghuni lapas dan rutan pada saat mengakses pelayanan kesehatan dengan menunjukkan rekomendasi dari kepala lapas/rutan.

3. Peserta Program Keluarga Harapan (PKH) pada saat mengakses pelayanan kesehatan dengan menunjukkan kartu PKH.

(41)

Terhadap peserta yang memiliki kartu maupun yang tidak memiliki kartu sebagaimana tersebut diatas PT. ASKES (Persero) wajib menerbitkan surat keabsahan peserta (SKP) dan membuat pencatatan atas kunjungan pelayanan kesehatanb bila terjadi kehilangan kartu jamkesmas, peserta melapor kepada PT. ASKES (persero) untuk selanjutnya dilakukan pengecekan database kepesertaannya dan PT. ASKES (persero) berkewajiban menerbitkan surat keterangan yang bersangkutan sebagai peserta bagi peserta yang telah meninggal dunia maka haknya hilang dan tidak dapat dialihkan kepada orang lain, penyalahgunaan terhadap hak kepesertaan dikenakan sanksi sesuai ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Prosedur untuk memperoleh pelayanan kesehatan bagi peserta, sebagai berikut : peserta yang memerlukan pelayanan kesehatan dasar berkunjung ke puskesmas dan jaringannya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, peserta harus menunjukkan kartu yang keabsahan kepesertaannya merujuk kepada daftar masyarakat miskin yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota setempat, penggunaan SKTM hanya berlaku untuk setiap kali pelayanan kecuali pada kondisi pelayanan lanjutan terkait dengan penyakitnya, apabila Peserta Jamkesmas memerlukan pelayanan kesehatan rujukan, maka yang bersangkutan dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan rujukan disertai surat rujukan dan kartu peserta yang ditunjukkan sejak awal sebelum mendapatkan pelayanan kesehatan, kecuali pada kasus darurat pelayanan rujukan diatas meliputi :

1. Pelayanan rawat jalan lanjutan (spesialistik) dirumah sakit.

2. Pelayanan rawat inap kelas III di rumah sakit

3. Pelayanan obat-obatan

4. Pelayanan rujukan spesimen dan penunjang diagnostic

(42)

sakit kelengkapan berkas peserta diverifikasi kebenarannya oleh petugas PT. ASKES, bila berkas sudah lengkap petugas PT. ASKES mengeluarkan surat keabsahan peserta, bagi pasien yang tidak dirawat prosesnya sama dengan proses rawat jalan sebaliknya bagi yang dinyatakan rawat inap prosesnya sama dengan proses rawat inap.

Pelayanan kesehatan dasar untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dasar dipuskesmas dan jaringannya peserta harus menunjukkan kartu jamkesmas atau surat keterangan/rekomendasi dinas sosial setempat (bagi gelandangan, pengemis, anak dan orang terlantar) atau kartu PKH bagi peserta PKH yang belum memiliki Kartu Jamkesmas, (mekanisme pelayanan kesehatan dasar lebih lanjut diatur dalam juknis tersendiri)

Sumber : Juknis 2012 Gambar 3.1 Prosedur Pelayanan

(43)

Sumber : Juknis 2012

Gambar 3.2 Alur Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit

Bayi-bayi yang terlahir dari keluarga peserta jamkesmas secara otomatis menjadi peserta dengan merujuk pada kartu orang tuanya, bila bayi memerlukan pelayanan dapat langsung diberikan dengan menggunakan indentitas kepesertaan orang tuanya dan dilampirkan surat kenal lahir dan kartu keluarga orang tuanya, pelayanan persalinan normal dibayarkan secara paket baik ibu maupun bayinya.

Bagi gelandangan, pengemis, anak dan orang terlantar dapat mengakses pelayanan walaupun tanpa kepemilikan kartu jamkesmas dengan menunjukan surat keterangan/rekomendasi dari dinas sosial setempat yang menerangkan bahwa yang bersangkutan warga terlantar dan tidak mampu.

2.4. Konsep Promosi Kesehatan

Menurut teori Blum 1974, factor perilaku mempunyai peran yang terbesar kedua dalam

mencapai hidup sehat, setelah faktor lingkungan. Menurut Lawrence Green ( 1980 ), perilaku

sangat dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yakni faktor predisposisi, faktor pemungkin dan faktor

penguat.

Faktor penguat ini mencangkup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan,

tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal – hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem

nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya ikhwal

ini dapat dijelaskan sebagai berikut : untuk perilaku kesehatan, misalnya : pemeriksaan kehamilan

(44)

kadang – kadang kepercayaan, tradisi, sistem nilai masyarakat juga dapat mendorong atau

menghambat ibu untuk periksa hamil termasuk memperoleh suntikan anti tetanus. Karena faktor –

faktor ini terutama yang positif mempermudah terwujudnya perilaku, maka sering disebut faktor

pemudah. Susilowati& Baskoro, 1999.

Faktor pemungkin ini merupakan cakupan dari ketersediaan sarana dan prasarana atau

fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya : air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat

pembuangan tinja, ketersediaan makanan yang bergizi dan sebagainya. Termasuk juga fasilitas

pelayanan kesehatan seperti Puskesmas, Rumah Sakit, Poliklinik, Posyandu, Polindes, Pos Obat

Desa, dokter atau bidan praktek swasta dan sebagainya. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

untuk berprilaku sehat, masyarakat memerlukan sarana dan prasarana pendukung misalnya :

perilaku pemeriksaan kehamilan tersebut diatas, ibu hamil yang mau periksa hamil tidak hanya

karena ia tahu dan sadar manfaat periksa hamil saja, melainkan ibu tersebut dengan mudah harus

dapat memperoleh fasilitas atau tempat periksa hamil, misalnya : Puskesmas, Polindes, bidan

praktek ataupun Rumah Sakit. Fasilitas ini pada hakekatnya mendukung terwujudnya perilaku

kesehatan, maka faktor – faktor ini disebut pendukung.

Faktor penguat ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama,

sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan termasuk juga disini undang –

undang, peratutan baik dari pusat maupun daerah yang terkait dengan kesehatan. Hal ini dapat

dijelaskan sebagai berikut : untuk berprilaku sehat , masyarakat kadang – kadang bukan hanya

perlu pengetahuan dan sikap positif, dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku

contoh dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, para petugas, lebih – lebih para petugas

kesehatan. Disamping itu undang – undang, peraturan – peraturan dan sebagainya diperlukan

untuk untuk memperkuat perilaku masyarakat tersebut.

Dapat dikatakan bahwa promosi kesehatan adalah merupakan proses penyadaran

masyarakat atau pemberian dan peningkatan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan saja,

tetapi juga disertai upaya – upaya memfasilitasi perubahan perilaku. Selanjutnya dikatakan bahwa

dalam mencapai derajat kesehatan yang sempurna, baik fisik, mental, dan sosial maka masyarakat

harus mampu mengenal dan mewujudkan aspirasinya, kebutuhannya dan mampu merubah atau

mengatasi lingkungannya.

Dengan demikian promosi kesehatan tersebut bertujuan agar masyarakat mampu

memelihara dan meningkatkan kesehatannya sehingga mereka dapat hidup sehat, produktif,

bahagia dan sejahtera. Untuk mencapai tujuan tersebut program promosi kesehatan mempunyai

(45)

kebijaksanaan yang berwawasan kesehatan, menjembatani atau menggalang kemitraan serta

membina suasana yang kondusif demi terwujudnya perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di

masyarakat, Meningkatkan pengetahuan masyarakat dengan melakukan penyuluhan, pendidikan,

pelatihan dan memperkuat sumber daya manusia untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan

kemampuan masyarakat untuk hidup bersih dan sehat. Hardeman, M., Damme, W.V., Pelt,

M.V., Por, IR., Kimvan, H.& Meessen.B (2004).

Memberikan kemampuan dan memberikan kemungkinan – kemungkinan kepada

masyarakat agar mereka mampu memelihara dan meningkatkan kepada masyarakat agar mereka

mampu memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri secara mandiri. Hal ini berarti

masyarakat diberikan kemampuan – kemampuan atau keterampilan – keterampilan agar mereka

mandiri dibidang kesehatan termasuk memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka.

Berdasarkan konsep promosi kesehatan, individu, masyarakat bukanlah objek yang pasif (

sasaran ) tetapi juga subjek ( Pelaku ). Dalam konsep tersebut masalah kesehatan akan tetapi juga

termasuk urusan swasta dan dunia usaha yang dilakukan dengan pendekatan kemitraan. Dengan

demikian kesehatan adalah upaya dari, oleh untuk masyarakat yang diwujudkan sebagai gerakan

perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Depkes, 2000).

Program promosi kesehatan ini dipengaruhi beberapa sasaran yaitu:

1. Sasaran primer yakni individu/ masyarakat umum yaitu yang menjadi sasaran langsung segala

upaya promosi kesehatan sesuai dengan permasalahan kesehatan, maka sasaran ini dapat

dikelompokan menjadi : Kepala Keluarga untuk masalah KIA ( kesehatan ibu dan anak ), anak

sekolah untuk kesehatan remaja, dan sebagainya..

2. Sasaran sekunder yakni tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat dan sebagainya. Disebut

sasaran sekunder karena dengan memberikan pendidikan kesehatan kepada kelompok ini , untuk

selanjutnya kelompok ini akan memberikan pendidikan kesehatan yang diterima, maka para tokoh

masyarakat ini akan memberikan contoh atau acuan perilaku sehat bagi masyarakat sekitarnya.

3. Sasaran tertier yaitu pembuat keputusan atau penentu kebijakan baik ditingkat pusat, maupun

daerah. Dengan kebijakan – kebijakan atau keputusan yang dikeluarkan oleh kelompok ini akan

mempunyai dampak terhadap perilaku para tokoh masyarakat ( sasaran sekunder), dan juga

kepada masyarakat umum (sasaran primer).

2.5. Manajemen

(46)

terminologis para pakar mendefinisikan manajemen secara beragam, diantaranya: Follet yang dikutip oleh Wijayanti (2008) mengartikan manajemen sebagai seni dalam menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Menurut Stoner yang dikutip oleh Wijayanti (2008) manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya manusia organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Gulick dalam Wijayanti (2008) mendefinisikan manajemen sebagai suatu bidang ilmu pengetahuan (science) yang berusaha secara sistematis untuk memahami mengapa dan bagaimana manusia bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan dan membuat sistem ini lebih bermanfaat bagi kemanusiaan.

Schein (2008) memberi definisi manajemen sebagai profesi. Menurutnya manajemen merupakan suatu profesi yang dituntut untuk bekerja secara profesional, karakteristiknya adalah para profesional membuat keputusan berdsarkan prinsip-prinsip umum, para profesional mendapatkan status mereka karena mereka mencapai standar prestasi kerja tertentu, dan para profesional harus ditentukan suatu kode etik yang kuat. Terry (2005) memberi pengertian manajemen yaitu suatu proses atau kerangka kerja, yang melibatkan bimbingan atau pebgarahan suatu kelompok orang-orang kearah tujuan-tujuan organisasional atau maksud- maksud yang nyata. Hal tersebut meliputi pengetahuan tentang apa yang harus dilakukan, menetapkan cara bagaimana melakukannya, memahami bagaimana mereka harus melakukannya dan mengukur efektivitas dari usaha-usaha yang telah dilakukan.

(47)

Manajemen terdiri dari berbagai unsur, yakni man, money, method, machine, market, material dan information.

Menurut Terry (2010), fungsi manajemen dapat dibagi menjadi empat bagian, yakni planning (perencanaan), organizing (pengorganisasian), actuating (pelaksanaan), dan controlling (pengawasan) :

1) Planning (Perencanaan)

Planning (perencanaan) ialah penetapan pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh kelompok untuk mencapai tujuan yang digariskan. Planning mencakup kegiatan pengambilan keputusan, karena termasuk dalam pemilihan alternatif-alternatif keputusan. Diperlukan kemampuan untuk mengadakan visualisasi dan melihat ke depan guna merumuskan suatu pola dari himpunan tindakan untuk masa mendatang.

2) Organizing (Pengorganisasian)

Organizing berasal dari kata organon dalam bahasa Yunani yang berarti alat, yaitu proses pengelompokan kegiatan- kegiatan untuk mencapai tujuan-tujuan dan penugasan setia kelompok kepada seorang manajer (Terry & Rue, 2010). Pengorganisasian dilakukan untuk menghimpun dan mengatur semua sumber-sumber yang diperlukan, termasuk manusia, sehingga pekerjaan yang dikehendaki dapat dilaksanakan dengan berhasil.

3) Actuating (Pelaksanaan)

Pelaksanaan merupakan usaha menggerakkan anggota-anggota kelompok sedemikian rupa,

hingga mereka berkeinginan dan berusaha untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan

bersama Terry (1993).

4) Controlling (Pengawasan)

Controlling atau pengawasan adalah penemuan dan penerapan cara dan alat utk menjamin bahwa rencana telah dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.

2.6. Kerangka Pemikiran

Pembangunan kesehatan adalah sebagai bagian dari pembangunan nasional, dalam

pembangunan kesehatan tujuan yang ingin dicapai adalah meningkatkan derajat kesehatan

(48)

masih sulit khususnya masyarakat miskin. Banyak faktor yang menyebabkan ketimpangan

didalam pelayanan kesehatan terutama yang terkait dengan biaya pelayanan kesehatan,

ketimpangan tersebut diantaranya diakibatkan perubahan pola penyakit, perkembangan teknologi

kesehatan dan kedokteran, pola pembiayaan kesehatan berbasis pembayaran swadana (out of

pocket). Biaya kesehatan yang mahal dengan pola pembiayaan kesehatan berbasis

pembayaran out of pocket semakin mempersulit masyarakat untuk melakukan akses ke palayanan

kesehatan.

Sejak awal agenda 100 hari Pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu jilid satu telah berupaya untuk mengatasi hambatan dan kendala terkait dengan pelayanan kesehatan khususnya pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu yaitu kebijakan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat. Program ini diselenggarakan oleh Departemen Kesehatan melalui penugasan kepada PT Askes (Persero) berdasarkan SK Nomor 1241/Menkes /SK/XI/2004, tentang penugasan PT Askes (Persero) dalam pengelolaan program pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat sangat miskin, miskin dan tidak mampu dengan nama Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin (ASKESKIN). PT Askes (Persero) dalam pengelolaan Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin (ASKESKIN) .

Pada tahun 2008, penyelenggaraan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat berubah nama menjadi Program Jaminan Kesehatan Masyarakat ( JAMKESMAS ). Apabila masyarakat miskin telah terdaftar sebagai pemegang kartu jamkesmas maka mereka berhak mendapatkan pelayanan. Dari tiga Rumah Sakit di kota lubuk pakam salah satunya adalah Rumah Sakit Umum Patar Asih Lubuk Pakam yang dengan demikian Rumah Sakit Umum Patar Asih Lubuk Pakam harus memberikan pelayanan kesehatan baik Rawat Jalan Tingkat Lanjutan maupun Rawat Inap Tingkat Lanjutan.

(49)

Bagan Kerangka Pemikiran

Sumber : Data Olahan

Gambar 3.3 Kerangka Pemikiran Kebijakan Pelayanan

Kesehatan

RS. PATAR ASIH

Implementasi Program Jamkesmas di RS. Patar

Asih

Pengguna Jamkesmas

Variabel – Variabel yang mempengaruhi

Implementasi :

1. Ukuran dan Tujuan

Kebijakan

2. Sumberdaya

3. Karakteristik Agen

Pelaksana

4. Sikap/

kecendrungan (Disposition) para pelaksana

5. Komunikasi antar

organisasi dan aktivis pelaksana

6. Lingkungan

Gambar

Gambar  3.3  Kerangka Pemikiran
Table 4.2 Tabel Data Fasilitas Rawat Inap
Table 4.3 Tabel Data Fasilitas Pelayanan Penunjang Medis
Table 4.4 Tabel Data Dokter

Referensi

Dokumen terkait

SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH RSUD KOTA MAKASSAR TAHUN ANGGARAN

[r]

* ID pembayaran dapat berupa: No peserta ujian bagi mahasiswa baru yang belum mendapatkan NIM, Nomor NIM bagi mahasiswa lama, Kode Seleksi bagi pendaftar

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisika yang meliputi kadar air, berat jenis dan perubahan dimensi dari jenis kayu kemiri berdasarkan arah

Tahun Anggaran 2011 mengumumkan pemenang Pelelangan untuk Pekerjaan PENGADAAN PAKAIAN DINAS HARIAN pada Dinas Kesehatan Kota Sabang sebagai berikut:.. PEMENANG

layar monitor pada saat pembukaan file penawaran pada kolom dokumen kualifikasi. sebanyak : 5

Pembuktian kualifikasi harus dihadiri oleh penanggung jawab atau yang menerima kuasa dari direktur utama/pimpinan perusahaan atau pejabat yang menurut perjanjian kerja sama

Calon Penyedia diharapkan membawa 1 berkas asli dan 1 berkas copy sesuai dengan dokumen yang di-upload, Cap Stempel Perusahaan dan salinan dokumen penawaran