• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aisyiyah Kota Depok: sejarah berdiri dan kontribusinya dalam bidang sosial, budaya dan agama

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aisyiyah Kota Depok: sejarah berdiri dan kontribusinya dalam bidang sosial, budaya dan agama"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

BUDAYA DAN AGAMA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Adab dan Humaniora Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)

Oleh :

DIAN RAHMAYANTI

1110022000006

PROGRAM STUDI SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

DIAN RAHMAYANTI

Aisyiyah Kota Depok: Sejarah Berdiri dan Kontribusinya Dalam Bidang Sosial, Budaya dan Agama

Tujuan berdirinya Aisyiyah ialah untuk memberikan kemajuan kepada masyarakat dari program kerjanya di berbagai bidang sosial, keagamaan, pendidikan, ekonomi, kesejahteraan umat. Salah satunya Aisyiyah di kota Depok.

Dalam studi ini penulis menggunakan metode historis dengan pendekatan sosiologi untuk mengetahui aspek-aspek sosial didalamnya, yaitu mengetahui sejarah berdiri perkembangan serta kontribusi Aisyiyah di kota Depok.

Studi ini ingin mengungkap sejarah serta kontribusi Aisyiyah di kota Depok dalam bidang sosial, budaya, dan agama melalui data survei lapangan dan wawancara. Subjek Aisyiyah kota Depok, sedangkan objek ialah kontribusi Aisyiyah kota Depok dalam bidang sosial, budaya, dan agama, yakni Amal Usaha Aisyiyah kota Depok dalam berbagai bidang seperti Amal Usaha bidang Pendidikan, Majlis Tabligh, Kesejahteraan Sosial, dan Ekonomi.

(6)

ii

KATA PENGANTAR

Bismillahi Tawakalna ‘Alallah, Laa Haula Wala Qwata Illa Billah.

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT. yang selalu melimpahkan kasih dan sayang-Nya, semoga kita selalu dalam rahmat dan hidayah-Nya, Amin. Shalawat serta salam, senantiasa kita persembahkan kepada sang tauladan umat manusia, yang dengan sifat nubuwahnya telah mampu mempola Islam sebagai model peradaban yang ideal di sepanjang sejarah kehidupan manusia. Seorang Revolusioner dan Reformis dari kecanggungan berpikir manusia dari zaman jahiliyah menuju tatanan kehidupan yang terang benderang. Shalawat serta salam juga kita curahkan kepada keluarga, sahabat dan umatnya yang senantiasa teguh kepada dua pusaka yang ia wasiatkan, yakni Al-Qur’an dan Hadits.

Alhamdulillah atas rahmat dan kasih sayang Allah SWT., skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Sebagai salah satu syarat menyelesaikan studi dan mencapai gelar Strata Satu (S1) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah adalah membuat karya tulis ilmiah dalam bentuk skripsi. Dalam rangka itulah penulis menyusun skripsi ini dengan judul : “AISYIYAH KOTA DEPOK: SEJARAH BERDIRI DAN KONTRIBUSINYA DALAM BIDANG SOSIAL, BUDAYA DAN AGAMA”.

(7)

1. Kedua orang tua penulis, ibunda tercinta Raminah Hutagalung dan ayahanda tersayang Irwan Dalimunthe, B.AC, yang selalu ikhlas memberikan bimbingan, tak henti-hentinya mendo’akan, memberikan kasih sayang, motivasi dan semangat kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik, “Mom and Dad..your pray,

your support are the key of my strength..“. Semoga Allah SWT. selalu

melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada ibundaku tercinta dan ayahandaku tersayang. Amin.

2. Kedua abangku tersayang, Ibram Pinondang, SE.SY, MM dan Syafrimal Akbar, SE. SY. yang tak hentinya memberikan dorongan semangat, do’a, motivasi, arahan serta bantuannya kepada penulis. Semoga Allah selalu melindungi kedua abangku tersayang. Amin.

3. Afa dan ibu, yang telah penulis anggap seperti orang tua sendiri, penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya atas keikhlasan Afa dan ibu dalam memberikan motivasi, membimbing, berdiskusi, membantu dan mendo’akan penulis, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Semoga Allah selalu melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada Afa sekeluarga. Amin.

(8)

iv

keikhlasan bapak dalam memberikan bimbingan, arahan, saran, petunjuk dan motivasi serta telah menyediakan waktu bagi penulis selama proses penulisan skripsi ini. Semoga Allah SWT. selalu melimpahkan rahmat-Nya dan membalas kebaikan serta keikhlasan untuk bapak sekeluarga. Amin.

5. Bapak Prof. Dr. Oman Faturrahman, M.Hum. selaku dekan Fakultas Adab dan Humaniora.

6. Bapak Drs. H. Maruf Misbah, M.A. selaku ketua prodi Sejarah dan Kebudayaan Islam.

7. Ibu Solikatus Sa’diyah, M.Pd. selaku sekretaris jurusan Sejarah dan Kebudayaan

Islam.

8. Seluruh dosen jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam yang telah membekali penulis dengan ilmu pengetahuan yang bermanfaat.

(9)

penulis sebagai sumber data yang dibutuhkan untuk penulisan skripsi ini. Semoga Allah membalas kebaikan serta keikhlasan Umi dan selalu dalam keadaan sehat wal’afiat agar tetap terus memberikan bimbingan untuk kemaslahatan umat. Amin.

11.Bapak Drs. H. Farkhan AR, selaku ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah kota Depok yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan informasi yang dibutuhkan penulis dalam penulisan skripsi ini.

12.Seluruh ibu-ibu pengurus, anggota Aisyiyah serta kepala sekolah TK Aisyiyah yang telah membantu serta memberikan support dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

13.Para senior Sejarah dan Kebudayaan Islam, para senior BEM Fakultas Adab dan Humaniora, kanda dan yunda HMI Komisariat Adab dan Humaniora, serta teman-teman KKN Cendikiawan.

14.Ketiga sahabatku, Annisa Febriana, Ratu Rahma Felasiva dan Ade Tri Cahyani yang telah membantu serta selalu memberikan semangat dan do’a kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

(10)

vi

berjuang selama perkuliahan, serta yang tak hentinya mendo’akan dan memberikan semangat kepada penulis selama proses penulisan skripsi. Semoga kelak kita dapat menjadi orang yang sukses serta bermanfaat bagi nusa, bangsa, dan Agama. Amin.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun agar selanjutnya dapat lebih baik lagi. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.

Akhir kata hanya kepada-Nyalah kami meminta pertolongan dan hanya kepada-Nyalah kami menyembah, semoga Allah bersama kita selalu. Amin.

Walhamdulillahirrabil ‘Alamin.

Jakarta, 5 November 2014

Penulis

(11)

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 B. Permasalahan 9 a. Identifikasi Masalah ... 9

b. Batasan Masalah ... 9

c. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Tinjauan Pustaka ... 11

F. Metode Penelitian ... 13

(12)

viii

BAB II SEJARAH BERDIRI DAN PERKEMBANGAN AISYIYAH KOTA

DEPOK ... 18

A. LahirnyaAisyiyah ... 18

B. Sejarah Berdiri dan Perkembangan Aisyiyah Kota Depok ... 28

C. Visi dan Misi Aisyiyah Kota Depok ... 40

BAB III AMAL USAHA AISYIYAH KOTA DEPOK DALAM BIDANG SOSIAL, BUDAYA, DAN AGAMA ... 43

A. Bidang Pendidikan ... 47

B. Bidang Tabligh ... 53

C. Bidang Kesejahteraan Sosial ... 57

D. Bidang Ekonomi ... 57

BAB IV SITUASI DAN KONDISI HAMBATAN AISYIYAH KOTA DEPOK ... 58

A. Profil Kota Depok ... 58

B. Hambatan Kultur (Budaya) ... 60

C. Manajemen Organisasi ... 63

(13)

A. Kesimpulan ... 68

B. Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 72

(14)

x

DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat Keterangan Izin Penelitian Kepada Pimpinan Daerah Aisyiyah Kota Depok ... 75 2. Surat Keterangan telah mengadakan penelitian kepada Pimpinan Daerah

Aisyiyah kota Depok ... 76 3. Surat Putusan Pengesahan Organisasi Aisyiyah kota Depok ... 77 4. Surat Keputusan Pimpinan Wilayah Aisyiyah Jawa Barat ... 78 5. Surat Keterangan telah melakukan wawancara dengan tokoh pendiri

Aisyiyah kota Depok ... 79 6. Surat Keterangan telah melakukan wawancara dengan Ketua PDA

Depok ... 80 7. Surat Keterangan telah melakukan wawancara dengan Ketua PDM

(15)

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Kehadiran sebuah organisasi masyarakat (ORMAS) merupakan jawaban atas kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan di dalam masyarakat. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh seorang sosiolog yang bernama William

Graham Sumner, bahwa suatu lembaga hadir karena adanya kebutuhan-kebutuhan

masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan, seperti 1. kebutuhan masyarakat akan pendidikan, maka lahirlah sebuah lembaga pendidikan yakni sekolah, perguruan tinggi; 2. kebutuhan masyarakat akan kesehatan, maka lahirlah sebuah rumah sakit, puskesmas, posyandu; 3. kebutuhan masyarakat akan ekonomi, maka lahirlah bank, koperasi simpan pinjam, pegadaian; dan lain sebagainya.1 Dalam hal ini Aisyiyah sebagai ormas Islam, merupakan salah satu yang berperan dalam merespon kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan.

Dengan adanya Aisyiyah di kota Depok, telah memberikan dampak yang positif bagi masyarakat khususnya bagi kaum perempuan, melalui program-program Aisyiyah yang terwujud dalam berbagai Amal Usaha Aisyiyah. Namun, sejauh penelusuran penulis belum ada yang mengungkap dan mendokumentasikan program

1

(16)

2

kerja Aisyiyah di kota Depok, untuk itu studi ingin menjawab pertanyaan bagaimana kontribusi Aisyiyah di kota Depok.

Aisyiyah ialah organisasi perempuan di bawah naungan salah satu organisasi terbesar di Indonesia, yakni Muhammadiyah yang didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan. Lahirnya Aisyiyah di Indonesia tidak lepas dari sejarah Muhammadiyah sebagai organisasi induknya, karena kedua organisasi ini berkaitan erat dalam hal visi dan misi yang sama serta searah untuk mewujudkan cita-citanya.2

Organisasi Aisyiyah didirikan oleh Nyai Walidah Ahmad Dahlan, yakni istri dari K.H. Ahmad Dahlan pada tanggal 27 Rajab 1335 H, bertepatan dengan 19 Mei 1917 M.3 Latar belakang didirikannya Aisyiyah dikarenakan kondisi umat Muslim di Indonesia yang dalam praktik ibadahnya telah menyimpang dari ajaran Islam dan karena kondisi kaum perempuan Indonesia khususnya, yang dapat dikatakan cukup memprihatinkan.4 Untuk itu sebelum membahas lebih mendalam mengenai gambaran Aisyiyah secara umum, perlu dibahas lebih dahulu mengenai kondisi sosial masyarakat, khususnya kaum perempuan yang menjadi latar belakang sejarah didirikannya organisasi Aisyiyah.

Menjelang lahirnya organisasi Aisyiyah, berkembang pola pikir yang menjadi budaya masyarakat Indonesia mengenai posisi kaum perempuan, bahwa posisi kaum perempuan didiskreditkan dan didiskriminasikan, artinya posisi kaum perempuan hanya berada pada lingkungan rumah tangga, sehingga kaum perempuan tidak

2

Suratmin, Nyai Ahmad Dahlan, (Jakarta: Depdikbud, 1977), hal. 55.

3Ibid

.,hal. 62. 4

(17)

mendapat kesempatan untuk melakukan aktivitas di luar lingkungan rumah tangga, seperti dalam hal pendidikan. Akibat dari pola pikir atau budaya masyarakat Indonesia yang tertanam seperti itu, kaum perempuan berada pada kondisi keterbelakangan, karena memiliki keterbatasan untuk mendapatkan kesempatan dalam ruang publik, misalnya terbatasnya kesempatan untuk mendapatkan pendidikan, sehingga jarang sekali kaum perempuan yang mengikuti kegiatan sekolah.

Karena demikian terbelakangnya kaum perempuan Indonesia, maka lahirlah para perintis yang berusaha untuk memajukan kaum perempuan. Para pejuang ini membuka pintu gerbang dan melepas belenggu untuk memberikan kesempatan kaum perempuan menuntut ilmu, mengabdikan dirinya untuk kemaslahatan keluarga, masyarakat dan bangsa serta agama. Tentunya, dalam hal ini mereka hadapi dengan berbagai cara dan situasi.

Salah satu perintis pejuang kaum perempuan ialah R.A. Kartini, merupakan tokoh yang erat diidentikan dengan emansipasi wanita, yakni proses pelepasan, pembebasan kaum wanita dari kedudukan sosial karena adanya ketidak adilan (antara laki-laki dan perempuan) yang membatasi kaum wanita untuk berkembang di ruang publik, sehingga tercipta adanya persamaan hak antara laki-laki dan wanita dalam berbagai aspek kehidupan di dalam masyarakat. Kartini menyadari bahwa kaum perempuan Indonesia berada pada kondisi keterbelakangan, dan tidak seharusnya kaum perempuan berada pada kondisi yang didiskreditkan.

“R.A. Kartini (1879-1904) menjadi penting untuk diperhatikan.R.A. Kartini adalah saksi

(18)

4

semangat pembaharuan pendidikan dari Abandenon.Kartini memilih pendidikan sebagai jalur yang harus ditempuh perempuan untuk memperoleh pengakuansejajar dengan kaum laki-laki.Dan oleh karena itu, R.A. Kartini diakui sebagai simbol dari awal gerakan emasipasi

perempuan di Indonesia serta menjadi pelopor kebangkitan perempuan.”5

Dalam ajaran Islam, peran serta kewajiban yang utama sebagai perempuan, yakni sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Akan tetapi, bukan berarti sebagai perempuan

tidak memiliki peran dalam ruang publik, karena terdapat kewajiban-kewajiban perempuan di dalam ruang publik, antara lain kewajiban untuk menuntut ilmu, berdakwah, dan aktivitas lainnya di luar lingkungan rumah tangga. Kemudian hal ini harus diserasikan dengan peran perempuan dalam urusan rumah tangga yang menjadi utama. Untuk itu Islam mengajarkan bahwa baik laki-laki maupun perempuan, mendapatkan hak serta kewajiban yang sama dalam ruang publik, seperti dalam hal untuk mendapatkan pendidikan, sebagai modal untuk kemajuan dan kesejahteraan hidupnya. Dalam Al-Qur’an dinyatakan bahwa Allah SWT. akan mengangkat derajat orang-orang yang menuntut ilmu, sebagaimana dijelaskan dalam Surat Al-Mujaadalah/58:11:

   

   

Artinya :“Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu:

“Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan

5

Amelia Fauzia, dkk.,Tentang Perempuan Islam: Wacana dan Gerakan, (Jakarta: Gramedia

(19)

memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu, maka

berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu

dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan berapa derajat. Dan Allah Maha

Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Di dalam ayat itu dikatakan bahwa, “Allah akan meninggikan orang-orang

yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan berapa

derajat”, artinya ajaran Islam mengarahkan kepada umat Islam, baik laki-laki

maupun perempuan untuk menuntut ilmu, karena orang yang mempunyai ilmu akan mendapatkan kehormatan di sisi Allah dan Rasulnya.

Selain itu juga terdapat hadits yang menyatakan bahwa “Menuntut ilmu

merupakan kewajiban bagi setiap Muslim.” (hadist shahih yang diriwayatkan oleh

beberapa sahabat, di antaranya: Anas bin Malik, Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Ali bin Abi

Thalib, dan Abu Sa’id Al-Khudri Radhiallahu Anhu). Hadist ini mengandung makna

bahwa setiap muslim, yakni baik laki-laki maupun perempuan diwajibkan untuk menuntut ilmu.

Untuk itu, sangat diperlukan upaya untuk mendidik dan memajukan kaum perempuan disertai dengan penanaman nilai-nilai moral yang Islami. Selain itu, kaum perempuan juga perlu dididik aktif dalam bidang organisasi kemasyarakatan dan keagamaan, sehingga dapat memiliki cakrawala dan kepekaan sosial, serta nilai-nilai yang Islami.

(20)

6

kaum wanita, terutama dalam soal pendidikan dan rumah tangga.6 Dalam hal ini Nyai Walidah, yakni istri dari K.H. Ahmad Dahlan juga memiliki perhatian yang sama mengenai dunia pendidikan dan kaum perempuan, untuk itu Muhammadiyah dan Aisyiyah sebagaimana tujuan didirikannya kedua organisasi ini, yang tertera dalam anggaran dasar bahwa organisasi ini untuk mewujudkan masyarakat Islami dan berkomitmen untuk terus menjaga pendidikan kaum ibu demi kemaslahatan agama, bangsa, negara, serta setiap pribadi muslimah. Kiranya cita-cita R.A. Kartini sejalan dengan cita-cita Aisyiyah untuk membina kaum perempuan ke arah kesadaran beragama, memajukan dan meningkatkan pendidikan, pengajaran dan kebudayaan serta memperluas ilmu pengetahuan.

Untuk mencapai tujuannya, yakni untuk memajukan kaum perempuan khususnya, berbagai usaha dilakukan dalam berbagai aspek kehidupan di masyarakat, melalui program kerja Aisyiyah melalui amal usaha Aisyiyah yang pada awalnya hanya di bidang pendidikan, keagamaan dan daya kreatif, kemudian seiring berjalannya waktu berkembang dalam bidang lainnya, menjadi berbagai aspek kehidupan dalam masyarakat, di antaranya: bidang tabligh, bidang pendidikan dan kebudayaan, bidang pembinaan kesejahteraan umat, bidang pendidikan paramedis, bidang ekonomi, bidang pembinaan kader, dan hubungan Aisyiyah dengan pihak luar. Hal ini sebagaimana maksud dari lambang organisasi Aisyiyah yang berbentuk Matahari, yang di dalamnya terdapat filosofi, bahwa matahari ialah pusat dari dari semua planet, yang memancarkan kekuatan sinar matahari yang sangat bermanfaat

6

Solochin Salam, K.H. Ahmad Dahlan Reformer Islam Indonesia, (Jakarta: Djajamurni, 1962),

(21)

bagi kehidupan semua makhluk hidup yang ada di bumi, dan Aisyiyah menggambarkan jati diri, gerak serta manfaatnya sebagaimana matahari.7

Suatu lembaga ataupun ormas memiliki peran, manfaat serta kontribusi bagi masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan, seperti dalam bidang pendidikan, kesehatan, kesejahteraan sosial, ekonomi, dan lain sebagainya.

Penelitian ini merupakan suatu kajian sejarah lokal yang berbatas pada suatu tempat dan ruang. Menurut Taufik Abdullah, sejarah lokal dalam suatu kelompok atau kelompok-kelompok masyarakat yang ada pada daerah geografis yang terbatas.8 Kajian sejarah lokal ini memiliki ciri yakni, 1. pembahasan dalam sejarah lokal berkisar pada hal-hal yang terdapat di dalam lokal, tergantung dari pembatasan ruang-lingkup geografisnya. 2. logika yang ada dimunculkan berdasarkan realitas lokal. 3. pendekatan yang digunakan dari berbagai disiplin ilmu.

Kajian sejarah lokal yang akan diteliti ialah mengenai sejarah lokal yang terdapat di kota Depok berkaitan dengan suatu kelompok sosial. Kelompok sosial yang menjadi subjek penelitian ini ialah organisasi Aisyiyah kota Depok. Dalam struktur keorganisasian Aisyiyah di kota Depok berada pada tingkat Pimpinan Daerah Aisyiyah (PDA). Dengan adanya organisasi Aisyiyah di kota Depok, telah memberikan dampak yang positif bagi masyarakat dan juga bagi pemerintah kota Depok. Untuk itu sebelum membahas lebih mendalam perlu diketahui kondisi masyarakat umat Islam di kota Depok yang melatar belakangi, sehingga Aisyiyah didirikan di kota Depok.

7

Musthafa Kamal dan Ahmad Adaby Darban, Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam (Dalam

Perspektif Historis dan Ideologis), (Yogyakarta: LPPI, 2002), hal. 121.

8

(22)

8

Aisyiyah kota Depok berawal dari ranting Beji Timur. Pada saat itu di wilayah ini, kondisi kebutuhan masyarakat di sebagian wilayah Depok yang salah satunya terletak di wilayah Beji belum terpenuhi dengan baik dalam bidang sosial, budaya dan agama. Melihat kondisi yang seperti itu ibu Hj. Ummi Kulsum memiliki gagasan untuk mendirikan organisasi Aisyiyah di wilayah Beji, sebagai bagian yang ingin berperan serta berkontribusi untuk menjawab kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang belum terpenuhi, sebagaimana dengan maksud dan tujuan didirikannya Aisyiyah, yakni memberikan kemajuan kepada masyarakat. Upaya dalam menjawab kebutuhan-kebutuhan masyarakat kota Depok yang diwujudkan dalam program-program Aisyiyah, melalui Amal Usaha Aisyiyah kota Depok dalam bidang sosial, budaya dan agama hingga saat ini, di antaranya:

1. Upaya memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bidang pendidikan, Aisyiyah mendirikan lembaga pendidikan, yakni sekolah-sekolah TK Aisyiyah sebagai upaya dalam pembinaan karakter anak usia dini, yang didirikan di hampir seluruh wilayah Depok serta mendirikan Madrasah Diniyah Awaliyah.

(23)

3. Upaya dalam memenuhi kebutuhan masyarakat dalam aspek kesejahteraan sosial juga dilakukan oleh Aisyiyah, melalui didirikannya Panti Asuhan. Melalui penelitian ini penulis ingin mengetahui eksistensi dari Aisyiyah kota Depok, untuk itu penulis menitik beratkan objek kajian penelitian pada kontribusi Pimpinan Daerah Aisyiyah (PDA) kota Depok. Penelitian ini berawal dari mengenai sejarah berdirinya Aisyiyah di kota Depok, perkembangannya, peran dan kontribusinya melalui program kerjanya yang diwujudkan dalam Amal Usaha, serta hambatan dan kendala yang dialami. Oleh karenanya, penulis mengangkat penulisan

ini melalui judul “AISYIYAH KOTA DEPOK: SEJARAH BERDIRI DAN

KONTRIBUSINYA DALAM BIDANG SOSIAL, BUDAYA DAN AGAMA

(2005-2010)”.

B. Permasalahan

a. Identifikasi Masalah

Dengan melihat latar belakang masalah di atas, penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut: 1. belum optimalnya kontribusi Aisyiyah kota Depok dalam bidang ekonomi; 2. belum optimalnya kontribusi Aisyiyah kota Depok dalam bidang kesehatan; 3. belum optimalnya kontribusi Aisyiyah kota Depok dalam bidang lingkungan hidup.

b. Batasan Masalah

(24)

10

c. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pokok studi ini adalah bagaimana kontribusi Aisyiyah kota Depok dalam merespon kebutuhan masyarakat dalam bidang sosial, budaya dan agama?

Adapun sub pertanyaan pokok adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana sejarah berdirinya Aisyiyah kota Depok?

2. Bagaimana caraAisyiyah kota Depok merespon kebutuhan masyarakat Islam kota Depok?

3. Apa saja faktor penghambat kebutuhan masyarakat Islam kota Depok? C. Tujuan

Tujuan studi ini adalah:

1. Ingin mengetahui sejarah berdirinya Aisyiyah di kota Depok dan perkembangannya.

2. Ingin mengungkapkan kontribusi yang telah dilakukan Aisyiyah kota Depok yang berdampak positif bagi kemajuan masyarakat, khususnya di kalangan kaum perempuan.

3. Ingin menjelaskan kendala yang dialami Aisyiyah dalam implementasi program kerja.

D. Manfaat

Manfaat studi ini adalah:

(25)

2. Dengan terungkapnya Amal Usaha organisasi Aisyiyah ini secara tertulis diharapkan hal itu menjadi inspirasi untuk organisasi perempuan lainnya.

3. Dengan ditemukannya kendala dalam implementasi program kerja Aisyiyah diharapkan temuan studi ini dapat memberikan solusinya.

E. Tinjauan Pustaka

Telah banyak karya tulis yang membahas mengenai organisasi Aisyiyah, baik dalam bentuk buku, hasil penelitian seperti, Skripsi, Thesis dan lain sebagainya, namun dari hasil penelusuran penulis belum menemukan studi mengenai Aisyiyah di kota Depok.

Ada pun buku dan laporan penelitian berupa skripsi yang menjadi rujukan oleh penulis, di antaranya sebagai berikut:

1. Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Aisyiyah, yang diterbitkan oleh

Pimpinan Pusat Aisyiyah.9 Buku ini menguraikan akar gerakan Aisyiyah sebagai organisasi otonom Muhammadiyah, bagaimana kondisi sosial, budaya, dan agama masyarakat yang melatar belakangi sejarah lahirnya Aisyiyah di Yogyakarta, khususnya kaum perempuan saat itu yang mendapatkan keterbatasan dalam ruang publik, dasar pemikiran Nyai Walidah bersama K.H. Ahmad Dahlan mendirikan Aisyiyah yang menjadi landasan dari gerakan ini, perkembangannya serta apa saja yang dilakukan oleh Aisyiyah dalam memajukan masyarakat umat Islam melalui berbagai bidang Amal Usaha Aisyiyah sebagai aksi nyata Aisyiyah dalam mengamalkan

‘Amal Makruf Nahi Munkar. Akan tetapi, dalam buku ini belum ada

(26)

12

pembahasan mengenai Aisyiyah di tingkat PDA (Pimpinan Daerah Aisyiyah), yang salah satunya pembahasan tentang PDA kota Depok.

2. Shalah Qazan, Membangun Gerakan Menuju Pembebasan Perempuan.10 Dalam buku ini memaparkan bahwa terwujudnya kebebasan perempuan yang sesungguhnya akan didapatkan dengan cara memulai kembali kehidupan yang Islami, yakni bila perempuan Islam berpartisipasi aktif dalam upaya-upaya untuk mengubah kondisi yang lebih baik, sehingga manfaatnya dapat dirasakan oleh seluruh anggota masyarakat, baik bagi laki-laki maupun perempuan.

3. Skripsi S-1 Jurusan SKI, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta karya Rabi’atul Adawiyah, Peran Sosial Politik Aisyiyah Pada Masa Pergerakan Nasional

Sampai Orde Lama (1917-1965).11 Fokus studi skripsi ini membahas

Aisyiyah dari sisi politik, yakni Aisyiyah sebagai salah satu organisasi perempuan Indonesia tertua di Indonesia yang telah banyak melahirkan tokoh-tokoh perempuan dalam setiap masanya dan banyak melakukan kemaslahatan untuk umat, untuk itu pada skripsi ini pembahasannya menitik beratkan pada pembahasan tentang bagaimana kiprah politik dari Aisyiyah pada masa Pergerakan Nasional sampai Orde Lama, yakni bagaimana peranan Aisyiyah dalam gerakan perempuan di Indonesia masa itu dan partisipasi sosial politik

10

Shalah Qazan, Membangun Gerakan Menuju Pembebasan Perempuan, Cet. I (Solo: Era

Intermedia, 2001).

11Rabi’atul

Adawiyah, Peran Sosial Politik Aisyiyah Pada Masa Pergerakan Nasional Sampai

(27)

Aisyiyah dalam pengembangan umat, terutama dalam pemberdayaan perempuan.

Selain itu juga banyak sarjana dan mahasiswa yang melakukan penelitian mengenai Aisyiyah di tingkat daerah, namun sejauh ini studi mengenai Aisyiyah di kota Depok, khususnya mengenai sejarah lahirnya, perkembangan serta kontribusinya dalam bidang sosial, budaya, dan agama bagi masyarakat kota Depok belum ada yang meneliti. Untuk itu studi penulis diharapkan dapat melengkapi studi-studi yang telah diadakan oleh para peneliti sebelumnya.

F. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam studi ini ialah metode historis dengan pendekatan sosiologi. Metode historis ialah sebuah penelitian yang tujuannya mendeskripsikan dan menganalisis peristiwa-peristitwa masa lampau, yang bertumpu pada empat langkah kegiatan di antaranya12:

1. Heuristik

Heuristik merupakan tahap pertama, yakni kegiatan pengumpulan sumber. Pengumpulan sumber dilakukan penulis melalui survei lapangan, data tertulis berupa dokumen, buku-buku, majalah, dan wawancara langsung. Pengumpulan sumber-sumber dilakukan penulis dengan menggunakan metode Field Research (Penelitian Lapangan), yakni dengan mengunjungi kantor Pimpinan Daerah Aisyiyah dan Muhammadiyah kota Depok, lokasi-lokasi Amal Usaha Aisyiyah kota Depok, seperti sekolah-sekolah yang didirikan oleh Aisyiyah kota Depok untuk memperoleh

12

Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, cet. II (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999),

(28)

14

data yang ada di lapangan serta melakukan wawancara (interview) dengan narasumber, kediaman ibu Hj. Ummi Kalsum sebagai salah satu tokoh pendiri Aisyiyah kota Depok, kediaman ibu Hj. Warnisma, M.Pd sebagai Ketua Pimpinan Daerah Aisyiyah (PDA) kota Depok dan Library Research (Penelusuran Kepustakaan) yakni penelusuran data-data tertulis, berupa buku-buku dan skripsi-skripsi yang terkait dengan tema yang serupa melalui perpustakaan pribadi milik Drs. Saidun Derani, M.A. Dosen Program Studi Sejarah dan Kebudayaan Islam, Perpustakaan IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah) Ciputat, Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora.

2. Kritik Sumber

Kritik sumber merupakan tahap yang kedua setelah melakukan pengumpulan data. Dalam tahap ini penulis menganalisis dan mengkritisi sumber-sumber yang didapat serta melakukan perbandingan terhadap sumber-sumber yang didapat agar mendapatkan sumber yang valid dan relevan dengan tema yang dikaji penulis.

3. Interpretasi

Setelah sumber-sumber yang didapat dianalisis dan dikritisi, tahapan selanjutnya yang dilakukan ialah penulis mencoba menafsirkan terhadap sumber yang telah dikritisi dan melihat serta menafsirkan fakta-fakta yang didapat oleh penulis, sehingga mendapatkan pemecahan atas permasalahannya.

4. Historiografi

(29)

Kebudayaan Islam (SKI) Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Pendekatan yang digunakan oleh penulis ialah pendekatan sosiologi. Menurut Dudung Abdurrahman, pendekatan sosiologi ialah penggambaran peristiwa masa lalu yang di dalamnya akan terungkap segi-segi sosial, yakni pembahasannya mencakup golongan sosial yang berperan, jenis hubungan sosial, konflik berdasarkan kepentingan, pelapisan sosial, peranan dan status sosial, dan sebagainya, oleh karenanya metode historis dengan pendekatan sosiologi dapat dikatakan sebagai sejarah sosial.13

Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh Sartono Kartodirdjo, yakni deskripsi dalam sejarah sosial sebagai peta sosial gejala sejarah akan mencakup golongan sosial, jenis hubungan sosial, pelapisan sosial, peranan dan status sosial, dan lain-lain.14 Dalam hal ini hubungan pendekatan sosiologi yang digunakan penulis dengan studi ini ialah pembahasan dalam studi ini mengenai suatu kelompok sosial, yakni mengenai peran, serta kontribusi suatu kelompok sosial di dalam masyarakat.

G. Sistematika Penulisan

Dalam sistematika pelaporan, penulis membagi pokok pembahasan menjadi lima pokok pembahasan atau lima bab, yang terdiri dari:

Bab. I. Pendahuluan: Bab ini merupakan sebagai pengantar untuk memasuki wacana-wacana yang akan dibahas secara mendalam. Dalam bab pendahuluan ini

13

Dudung Abdurrahman, Metodologi Penelitian Sejarah, Cet. I (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,

2007), hal. 22.

14

Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah (Jakarta: Gramedia

(30)

16

akan disampaikan sub bab, di antaranya: A. Latar Belakang yakni hal-hal yang melatar belakangi diangkatnya tema penulisan.; B. Permasalahan, yakni sebagai gambaran dan sebagai batasan masalah yang akan dibahas agar tidak terlalu luas. Terdiri dari 3 sub bab, antara lain: a. Identifikasi Masalah, b. Batasan Masalah, c. Rumusan Masalah.; C. Tujuan Penelitian; D. Manfaat Penelitian; E. Tinjauan Pustaka; F. Metode Penelitian; G. Sistematika Penulisan.

Bab. II. Sejarah Berdiri dan Perkembangan Aisyiyah Kota Depok:

Pada bab ini akan disampaikan mengenai bagaimana sejarah yang melatar belakangi berdirinya, perjalanan serta perkembangan dari Aisyiyah kota Depok. Uraiannya dimulai dari pembahasan mengenai lahirnya Aisyiyah kemudian pembahasan mengenai sejarah serta perkembangan Aisyiyah kota Depok, yang penulis bagi menjadi 3 sub bab, di antaranya: A. Lahirnya Aisyiyah: Pembahasan mengenai latar belakang pertama kali didirikannya Aisyiyah di Yogyakarta, untuk mengetahui bagaimana kondisi lingkungan dan masyarakat yang melatar belakangi didirikannya Aisyiyah, hal ini penting dibahas terlebih dahulu sebelum masuk pada pokok pembahasan mengenai Sejarah Aisyiyah di kota Depok; B. Sejarah Beridiri Dan Perkembangan Aisyiyah Kota Depok: Uraian mengenai sejarah, perjalanan serta bagaimana perkembangan dari Aisyiyah di kota Depok; C. Visi dan Misi Aisyiyah Kota Depok: Pembahasan mengenai maksud dan tujuan didirikannya Aisyiyah kota Depok, gunanya agar dapat mengetahui dan memahami arah didirikannya Aisyiyah kota Depok.

(31)

melalui program kerja yang disebut dengan Amal Usaha Aisyiyah dalam berbagai aspek kehidupan di dalam masyarakat yang dibagi menjadi 4 sub bab di antaranya, A. Bidang Pendidikan, B. Bidang Tabligh, C. Bidang Kesejahteraan Sosial, D. Bidang Ekonomi.

Bab. IV. Situasi Dan Kondisi Hambatan Aisyiyah Kota Depok: Dalam bab ini berisikan tentang faktor-faktor yang menjadi permasalahan Aisyiyah di kota Depok yang terdiri dari: A. Hambatan Kultur (Budaya); B. Manajemen Organisasi, C. Kepemimpinan (Leadership).

Bab. V. Penutup: Berisi Kesimpulan. Yang merupakan hasil dari penelitian yaitu jawaban atas permasalahan yang ada dalam rumusan masalah dan masalah yang melatar belakangi penelitian yang dilakukan, serta saran-saran agar dalam penulisan selanjutnya dapat lebih baik lagi.

(32)

18

BAB II

SEJARAH BERDIRI DAN PERKEMBANGAN

AISYIYAH KOTA DEPOK

A. Lahirnya Aisyiyah

Aisyiyah adalah organisasi yang berada dibawah naungan Muhammadiyah, namun memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) tersendiri dan khusus yang disebut dengan organisasi otonom. Organisasi ini didirikan oleh Nyai Walidah di Yogyakarta pada tanggal 27 Rajab 1335 H yang bertepatan dengan tanggal 22 April 1917 M1. Aisyiyah sebagai organisasi memiliki peran, manfaat serta kontribusi kepada masyarakat. Dalam usianya yang telah mencapai 100 tahun (dihitung dari kalender Hijriyah), organisasi ini telah banyak melakukan pengabdian dan kontribusi untuk kemajuan serta mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Organisasi ini tetap solid dan eksis di tengah masyarakat walaupun dalam berbagai kondisi dan situasi apapun. Sejarah berdirinya Aisyiyah sangat erat hubungannya dengan latar belakang dan perjalanan Muhammadiyah, untuk itu sebelum membahas lebih mendalam mengenai bagaimana sejarah berdirinya Aisyiyah, perlu diketahui potret dari sejarah Muhammadiyah sebagai induk dari organisasi Aisyiyah.

1

(33)

Tujuan Muhammadiyah adalah memberikan pengajaran agama Islam. Muhammadiyah mengalami kemajuan dengan berdirinya sekolah-sekolah Muhammadiyah di berbagai daerah di Indonesia.2

Muhammadiyah dibentuk pada tanggal 18 November 1912 di Yogyakarta.3 Persyarikatan Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan, sebagai respon terhadap kenyataan sosial-budaya dan sosial-keagamaan bangsa Indonesia saat itu. Penghayatan yang mendalam terhadap sumber ajaran Islam yaitu Al-Qur’an, telah memberikan inspirasi dan juga semangat baginya untuk berdakwah.4 Hal ini sebagaimana yang terdapat dalam Al-Qur’an, Surat Ali Imran/3:104, yang menjadi dasar pemikiran Kiai Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah5:



Ma’ruf Nahi Munkar, agar manusia terbebas dari kebodohan, kesengsaraan dan

kemelaratan (Nahi Munkar)”.

K.H. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah ialah sebagai upaya penyempurnaan pemikiran beliau dalam melaksanakan Islam yang sebenar-benarnya dan sebaik-baiknya. Sebelum resmi menjadi organisasi, awalnya Muhammadiyah merupakan sebuah gerakan atau bentuk kegiatan untuk melaksanakan ajaran Islam

2

Uka Tjandrasasmita, Arkeologi Islam Nusantara, (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia

2009), hal. 269.

3

M. Rusli Karim, Muhammadiyah dalam Kritik dan Komentar, (Jakarta: Rajawali, 1986), hal. 98.

4

Ismah Salman, Strategi dan Politik Dakwah Muhammadiyah (Suatu Kajian Pengantar), Mimbar

Agama dan Budaya, Vol. XIX, no. 1, (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2002), hal. 29.

5

Abdul Munir Mulkhan, Pemikiran Kyai Haji Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah dalam

(34)

20

secara bersama-sama, yang bermula dilakukan di kampung Kauman.6 Kemudian pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H, yang bertepatan dengan tanggal 18 November 1912 M resmi menjadi organisasi.

Adapun terdapat 2 faktor yang melatar belakangi lahirnya gerakan ini, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internalnya dikarenakan kekhawatiran Kiai Ahmad Dahlan terhadap situasi umat muslim dalam menjalankan syariat Islam yang pada saat itu sudah tidak murni lagi, yang berarti agama Islam yang menjadi keyakinan umat muslim sudah tidak sesuai lagi dengan prinsip-prinsip ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadits.

Masyarakat Islam pada saat itu banyak yang telah melakukan penyimpangan dalam mengamalkan ajarannya. Ajaran Islam sudah banyak bercampur dengan ajaran agama lainnya seperti adanya pengaruh Hindu-Buddha, yang telah menjadi tradisi dan budaya masyarakat bangsa Indonesia. Hal itu tidak dapat dipungkiri karena sebelum masuknya agama Islam di Indonesia, masyarakat banyak memeluk agama Hindu dan Buddha dengan segala amalan dan tradisinya. Umat Islam saat itu telah

berbuat syirik maupun khurafat (tahayul) dan bid’ah, sehingga dalam melakukan

praktik ibadahnya banyak orang Islam yang masih percaya terhadap benda-benda berhala, seperti keris dan lain sebagainya.7 Sedangkan faktor eksternalnya dikarenakan adanya gagasan pembaharuan Islam Timur Tengah yang dikembangkan oleh Jamaludin Al-Afghani, Syekh Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha, yang

6

Tim Pembina Al-Islam dan Kemuhammadiyahan Universitas Muhammadiyah Malang, Muhammadiyah: Sejarah, Pemikiran, dan Amal Usaha, (Malang: PT. Tiara Wacana Yogya dan Universitas Muhammadiyah Malang, 1990), hal. 3.

7

(35)

berkaitan dengan aliran skriptualisme yaitu aliran yang menyerukan kembali pada

Al-Qur’an dan Al-Hadits dalam menentukan segala sesuatunya, dalam menentukan hal

yang merupakan ajaran dan praktik Islam yang sebenarnya.8 Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh dikenal sebagai tokoh utama gerakan pembaharuan Islam di Mesir. Gerakan pembaharuan itu mempunyai dampak luas di kalangan masyarakat Islam di seluruh dunia. Di Indonesia, gerakan tersebut mempunyai pengaruh yang cukup kuat di kalangan pemeluk Islam. Lahirnya Muhammadiyah (1912) di Yogyakarta, yang menghimpunan orang-orang Islam “modernis”, tidak terlepas dari adanya pengaruh gerakan Al-Afghani dan Abduh.9 Oleh karenanya, Kiai Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah dengan tujuan untuk memurnikan kembali ajaran Islam yang sesuai dengan Al-Qur’an dan Al-Hadits.

Upaya dalam memurnikan kembali ajaran Islam yang sesuai dengan Al-Qur’an dan Al-Hadits, salah satunya dilakukan dengan cara melakukan dakwah. Pada saat itu Nyai Walidah sebagai istri Kiai Ahmad Dahlan, selalu mendampingi setiap kegiatan yang dilakukan oleh Kiai Ahmad Dahlan dan ikut aktif juga. Nyai Walidah juga sering mengemukakan kepada Kiai Ahmad Dahlan agar dakwah yang dilakukan oleh Kiai Ahmad Dahlan dapat disampaikan juga kepada perempuan, yang pada saat itu kondisi kaum perempuan menjadi pihak yang didiskriminasikan. Keadaan perempuan saat itu sangat memprihatinkan dengan adanya paham budaya yang turun-temurun menempatkan wanita sebagai konco wingking (teman untuk urusan rumah tangga

8

Din Syamsuddin, Muhammadiyah Kini dan Esok, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1990), hal. 35-40.

9

M. Riza Sihbudi, Indonesia Timur Tengah: Masalah dan Prospek, Cet. I, (Jakarta: Gema Insani

(36)

22

saja).10 Kaum perempuan hanya diperbolehkan berkecimpung dalam dunia rumah tangga saja, para orang tua melarang anak perempuannya keluar rumah untuk melakukan kegiatan atau aktivitas di luar kegiatan rumah tangga, seperti untuk bersekolah, berkarir dalam dunia pekerjaan, mengikuti kegiatan pembinaan umat, misalnya pengajian dan lain sebagainya. Oleh karenanya, melihat kondisi kaum perempuan yang seperti itu Nyai Walidah ingin agar kaum perempuan mendapatkan kesempatan yang sama dengan kaum laki-laki, salah satunya kesempatan untuk mendapatkan kegiatan pembinaan umat seperti mengikuti kegiatan dalam dakwah yang disampaikan oleh Kiai Ahmad Dahlan mengenai ajaran-ajaran Islam.

Kiai Ahmad Dahlan sangat menyadari akan hal tersebut, bahwa pentingnya peran dari semua golongan, baik perempuan maupun laki-laki dalam membangun bangsa. Kesadaran itu ditanamkan kepada istrinya dengan mengajarkan pengetahuan mengenai perempuan dalam perspektif Islam. Bersamaan dengan itu, Kiai Ahmad Dahlan juga memberikan kesempatan yang sama agar kaum perempuan mampu mengurus dirinya. Ia berpendapat, jika kaum perempuan memiliki wadah sendiri untuk mengurus dirinya, dengan begitu mereka akan mampu mensinergikan potensi yang ada pada diri mereka.11

Maka dari itu, diwujudkanlah suatu wadah oleh Kiai Ahmad Dahlan bersama dengan Nyai Walidah, yang tujuannya untuk mengangkat dan memajukan harkat dan martabat perempuan serta mencerdaskan kaum perempuan muslim dengan mengadakan pembinaan umat mengenai hal keagamaan seperti mengadakan

10Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan ‘Aisyiyah

, hal. 9.

11

(37)

pengajian dan mengajarkan ilmu tentang ajaran Islam bagi kaum perempuan. Pada mulanya, wadah ini belum sebagai organisasi, melainkan kelompok pengajian untuk kaum perempuan yang diberi nama Sopo Tresno12. Melalui kelompok pengajian ini, Nyai Walidah mengadakan pembinaan keagamaan bagi kaum perempuan baik yang berusia remaja maupun yang sudah lanjut usia, yang diselenggarakan di kediaman Nyai Walidah.

Anggota yang mengikuti kelompok pengajian ini berasal dari semua golongan masyarakat, karena Nyai Walidah beranggapan bahwa pendidikan berlaku bagi semua lapisan masyarakat tanpa memandang golongan. Dalam kelompok pengajian ini, para anggota diajak untuk mendalami ajaran Islam, yakni dengan memahami

Al-Qur’an dan Al-Hadist, yang berkenaan dengan hak dan kewajiban perempuan.

Kemudian bukan hanya itu, dalam kegiatan kelompok pengajian ini Nyai Walidah juga mengajarkan para anggotanya membaca dan menulis. Dengan demikian, Nyai Walidah memiliki harapan agar dapat menumbuhkan kesadaran bagi kaum perempuan akan hak dan kewajibannya sebagai hamba Allah dan warga negara.

Di samping itu, Nyai Walidah juga menginginkan bagi para remaja yang mengikuti pengajiannya dapat memiliki daya kreatif dan memiliki jiwa kepemimpinan sehingga dapat ikut serta dalam mengembangkan dan meneruskan kegiatan pembinaan umat. Untuk itu, Nyai Walidah kadang-kadang mengajak murid-muridnya untuk mendatangi rapat-rapat yang diselenggarakan oleh PSII (Partai Sarekat Islam Indonesia), tujuannya agar murid-muridnya dapat mengetahui dan

12

Djarnawi Hadikusumo, Aliran Pembaharuan Islam dari Jamaluddin Al-Afghani Sampai K.H.A.

(38)

24

belajar mengenai bagaimana cara untuk mengeluarkan pendapat, cara menanggapi suatu pendapat dan lain sebagainya. Untuk yang pertama Nyai Walidah membina beberapa muridnya yang dipersiapkan untuk menjadi pengurus dalam kelompok pengajian yang didirikannya.

Melihat perkembangan yang positif dari kelompok pengajian ini, sebuah pertemuan khusus diselenggarakan di kediaman Nyai Walidah. Pertemuan itu dihadiri oleh Kiai Haji Fachruddin, Kiai Mukhtar, Ki Bagus Hadikusuma dan pengurus lainnya. Pertemuan itu memutuskan untuk mengembangkan kelompok pengajian

Sopo Tresno menjadi sebuah organisasi perempuan Islam yang mapan dan dilengkapi

dengan anggaran dasar serta peraturan organisasi. Untuk itu, selanjutnya pemberian nama organisasi ini dilakukan, awalnya ada yang mengusulkan nama Fatimah, namun banyak yang tidak setuju. Lalu, terakhir diusulkan nama Aisyiyah oleh Kiai Haji Fachruddin, dan kemudian nama itu diterima oleh forum sebagai nama dari organisasi ini. Nama itu dianggap tepat karena diambil dari nama istri Nabi Muhammad SAW., yakni Siti Aisyah. Dari nama itu diharapkan agar organisasi ini dapat mewarisi perjuangan Siti Aisyiyah dalam mendakwahkan Islam. Setelah semua setuju akan usulan itu, maka pada tanggal 27 Rajab 1335 H yang bertepatan dengan tanggal 22 April 1917 M organisasi Aisyiyah resmi berdiri.13

Pada saat pelaksanaan peresmian Aisyiyah, bertepatan dengan peringatan Isra’

Mi’raj Nabi Muhammad SAW.yang diadakan oleh Muhammadiyah yang pertama

kali. Acara ini diadakan secara meriah oleh tokoh-tokoh Muhammadiyah serta

13

(39)

masyarakat luas. Acara itu diadakan sekaligus awal pembentukkan kepengurusan dalam organisasi Aisyiyah, di antaranya14:

1. Siti Badriyah sebagai Ketua. 2. Siti Badillah sebagai Sekretaris.

3. Siti Aminah Harawi sebagai Bendahara.

4. Anggota: Siti Dalalah, Siti Busyro, Siti Wadingah.

Dalam membimbing dan mengikuti gerak langkah Aisyiyah, Nyai Ahmad Dahlan diangkat sebagai pelindung. Saat itu Nyai Walidah sebagai sesepuh dari pengurus Aisyiyah yang sewaktu-waktu menjadi tempat bertanya dan memohon nasihat. Bahkan Nyai Ahmad Dahlan memberikan jiwa dan semangat organisasi untuk membawa maju usaha-usahanya. Kemudian pada perkembangan selanjutnya, Nyai Ahmad Dahlan diangkat sebagai ketua Pimpinan Pusat Aisyiyah berturut-turut dari tahun 1921 sampai tahun 1930.15

Adapun yang menjadi landasan dalam organisasi Aisyiyah, di antaranya16:

a. Untuk memperoleh hasil yang maksimal, perlu dilakukan usaha secara bersama-sama. Maka, lahirlah satu bentuk kerja sama yang tertuang dalam satu pergerakan yang disebut organisasi Aisyiyah. Sebagaimana dijelaskan dalam Surat Ali Imran/3:104:

   

14

Yusron Asrofie, K.H.A. Dahlan Pemikiran dan Kepemimpinannya, (Yogyakarta: Yogya Offset,

1983), hal. 58.

15

Jajat Burhanuddin, Ulama Perempuan Indonesia, hal. 52.

16Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga ‘Aisyiyah Cet. Ke-16

(40)

26

Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada

kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah kepada yang munkar,

merekalah orang-orang yang beruntung.”

b. „Aisyiyah dengan motif geraknya membawa kesadaran beragama dan

berorganisasi serta mengajak warganya menciptakan Baldatun Thayyibatun

Wa Rabbun Ghafur, suatu kehidupan bahagia dan sejahtera penuh limpahan

rahmat dan nikmat Allah SWT. di dunia dan akhirat. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam Surat An-Nahl/16:97:

 



Artinya: “Barang siapa yang mengerjakan amal shaleh, baik laki-laki maupun

perempuandalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan

kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada

mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”

(41)

keterampilan-keterampilan bagi para perempuan.17 Tujuannya agar perempuan dapat mengembangkan daya kreatifitasnya sehingga dapat hidup mandiri dan tidak bergantung kepada orang lain.

Kemudian, organisasi ini berkembang dan meluas ke seluruh Indonesia. Program-program Aisyiyah juga mengalami perluasan, bukan hanya kegiatan yang telah disebutkan sebelumnya, tetapi juga mengembangkan program dalam bidang lainnya yang disebut dengan Amal Usaha Aisyiyah. Bidang-bidang dalam program Aisyiyah (Amal Usaha Aisyiyah) dibuat sebagai wadah untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan di dalam masyarkat dalam berbagai aspek kehidupan di antaranya, bidang pendidikan; bidang keagamaan; bidang kesejahteraan sosial; bidang kesehatan, bidang ekonomi, dan lain sebagainya. Dengan program-program Aisyiyah yang terwujud dalam Amal Usaha Aisyiyah telah berhasil memberikan manfaat bagi peningkatan dan kemajuan perempuan serta masyarakat.

Aisyiyah berkembang dan meluas ke seluruh wilayah di Indonesia, yang salah satunya hadir dan berkembang di wilayah kota Depok. Dengan adanya Aisyiyah di wilayah kota Depok ini, telah berkontribusi serta memberikan dampak yang positif bagi kemajuan masyarakat kota Depok, melalui program-program Aisyiyah yang terwujud dalam Amal Usaha Aisyiyah.

17

Yusuf Abdullah Puar, Perjuangan dan Pengabdian Muhammadiyah, (Jakarta: Pustaka Antara,

(42)

28

B. Sejarah Berdirinya Aisyiyah Kota Depok dan Perkembangannya

Berdirinya Aisyiyah di kota Depok tak luput dari tokoh-tokoh pendirinya. Tokoh-tokoh pendiri Aisyiyah di kota Depok ialah Ibu Hj. Ummi Kulsum bersama dengan

Ibu Hj. Mayani, Ibu Masnun, Ibu Rofi’ah dan Ibu Rumanah,18

sebagai perintis dalam menyebarkan paham-paham Aisyiyah di wilayah tersebut. Ibu Hj. Ummi Kulsum sebelumnya, yakni di tahun 1965 aktif dalam kegiatan Nahsiyathul Aisyiyah di wilayah Bandung, yang pada saat itu sedang melanjutkan sekolah di IAIN Sunan Gunung Jati. Kemudian menikah dan pindah ke wilayah Depok dan aktif mengikuti kegiatan ke-Muhammadiyahan mendampingi suami beliau dalam kegiatan organisasinya.

Pada saat sebelum didirikannya Aisyiyah di kota Depok, kondisi sosial-ekonomi sebagian masyarakat kota Depok yang salah satunya di wilayah Beji Timur saat itu masih belum maju, masih jarang yang bekerja pada sektor industri, kebanyakan masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani dan buruh. Dan dari segi tingkat pendidikan, masyarakatnya pun masih rendah, masih banyak yang buta huruf, tidak bersekolah, tidak lulus sekolah dasar (SD) dikarenakan biaya dan lain sebagainya. Selain itu, dari segi sarana pendidikan, yakni jumlah lembaga pendidikan masih terbilang minim, seperti Madrasah, sekolah menengah, dan taman kanak-kanak.19

Melihat kondisi masyarakat yang seperti itu, dan juga belum adanya kegiatan keorganisasian Aisyiyah di wilayah ini, sebagaimana dengan visi dan misi Aisyiyah

18

Ibu Hj. Ummi Kulsum, Tokoh Pendiri Aisyiyah Kota Depok, Wawancara Pribadi, Depok, 5 Juli

2014, pukul: 13.00-14.30 WIB.

19

Ibu Hj. Ummi Kulsum, Tokoh Pendiri Aisyiyah Kota Depok, Wawancara Pribadi, Depok, 5 Juli

(43)

yakni mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya serta berdaya upaya dalam memajukan masyarakat Islam, oleh karenanya didirikanlah organisasi Aisyiyah di wilayah Beji Timur yang saat itu dalam struktur organisasi berada pada tingkat pimpinan ranting Beji Timur, oleh ibu Hj. Ummi Kulsum meimiliki gagasan untuk mengembangkan dan berjuang dalam menyebarkan ide-ide ke-Aisyiyahan.

Kemudian organisasi Aisyiyah dari ranting Beji Timur ini berkembang ke wilayah Depok yang saat itu masih merupakan sebuah kecamatan. Wilayah cabang Depok ini merupakan wilayah-wilayah bagi penduduk asli, yang meliputi wilayah Beji, Kukusan, dan Pondok Cina. Wilayah-wilayah yang masuk ke dalam cabang Depok saat itu diketuai oleh ibu Bayyinah20, dan Aisyiyah cabang Depok ini dibawah bimbingan Muhammadiyah cabang Depok. Kegiatan Aisyiyah di antaranya, mengadakan pengajian-pengajian, dan mengikuti kegiatan pengkaderan yakni pelajaran mengenai ke-Aisyiyahan yang diajarkan oleh K.H. M. Usman sebagai tokoh pendiri Muhammadiyah di Depok.

Setelah mendapatkan pembekalan mengenai ke-Aisyiyahan ibu Hj. Ummi Kalsum mengembangkan pelajaran ke-Aisyiyahan bersama dengan kader-kader yang telah mengikuti kegiatan pengkaderan. Pada mulanya kegiatan Aisyiyah masih sederhana, yakni mengadakan pengajian karena saat itu masih banyak yang buta huruf, terutama huruf Arab, maka kegiatan dalam pengajian menekankan pada pengenalan huruf-huruf Arab, belajar mengaji dengan tajwidnya yakni dari dasarnya

belajar membaca Iqra’, Juz Amma hingga belajar membaca Al-Qur’an, kemudian

hafalan surat-surat pendek dan bacaan-bacaan dzikir.

20

(44)

30

Kegiatan belajar mengaji ini diadakan di halaman rumah ibu Hj. Ummi Kulsum, dengan sarana yang masih sederhana dengan meja-meja kecil, papan tulis, kapur dan beratapkan terpal. Dengan kegiatan ini, Aisyiyah telah membantu program Pemerintah dalam pemberantasan buta huruf di kalangan masyarakat. Selain itu, ibu Hj. Ummi Kulsum menyadari bahwa sebagai seorang perempuan tidak hanya mengurus rumah tangga, untuk itu diberikanlah pengajaran tentang kreatifitas agar ibu-ibu di wilayah ini memiliki keahlian agar dapat mandiri dan memiliki penghasilan.

Pada awal berdirinya Aisyiyah di kota Depok, sebagai sebuah organisasi tentunya tidak selalu berjalan dengan mulus, terdapat dinamika yang terjadi. Beragamnya budaya masyarakat kota Depok, menyebabkan beragamnya paham keagamaan dan tradisi masyarakat. Nahdathul Ulama merupakan salah satu paham keagamaan mayoritas masyarakat kota Depok, paham keagamaan yang berazas ahli sunnah waljamaah (Aswaja) ini menjadi paham keagamaan yang dominan di wilayah ini. Dengan begitu, terdapat perbedaan pandangan, pro dan kontra dari masyarakat. Sikap negatif masyarakat terhadap Muhammadiyah dan Aisyiyah dapat dilihat ketika

pelaksanaan shalat idul adha, lapangan tempat shalat „ied dikotori oleh masyarakat,

(45)

Aisyiyah Depok menjadi tingkat daerah (PDA) pada tahun 1994.21 Cabang-cabang yang baru ada pada waktu Aisyiyah Depok menjadi tingkat daerah (PDA), di antaranya: cabang Beji, cabang Pancoran Mas, cabang Depok Barat, cabang Cimanggis Sukmajaya. Ketua Pimpinan Daerah Aisyiyah (PDA) yang pertama adalah ibu Hj. Khadijah Ali. dan waktu Muktamar tahun 1995 di Aceh, Aisyiyah kota Depok untuk yang pertama kalinya menjadi peserta Muktamar.22

Kemudian pada tahun 2000 kota Depok mulai mengalami perkembangan dan dipimpin oleh ibu Hj. Ummi Kulsum dari ranting Beji. Aisyiyah ranting Beji didirikan pada tahun 1975 dan merupakan cikal bakal dari berdirinya Aisyiyah kota Depok23, oleh karenanya ranting ini merupakan ranting tertua yang ada di kota Depok. Aisyiyah kota Depok saat itu berada di wilayah-wilayah penduduk asli, yakni wilayah Beji, Kukusan, Beji Timur, Pondok Cina, dan Depok Barat. Wilayah Pancoran Mas saat itu masih masuk ke dalam wilayah Depok Barat, sedangkan wilayah Beji, Kukusan dan Pondok Cina sudah ada. Tokoh Muhammadiyah yang ada di Beji saat itu adalah Kiai Haji M. Usman yakni orang tua dari bapak Wazir selaku ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) kota Depok pada tahun 1995-2005.

Cabang yang tertua selanjutnya ialah cabang Depok Barat yang dulunya wilayah Pancoran Mas masuk ke dalam wilayah ini, dan merupakan wilayah penduduk asli. Ranting-ranting dari cabang ini berada di wilayah Jemblongan, Rawadenok, Pulo,

21

Surat Putusan Pengesahan Organisasi yang dikeluarkan oleh Pimpinan Pusat „Aisyiyah di Yogyakarta pada tanggal 26 November 1994.

22

Ibu Hj. Warnisma M.Pd, Ketua PDA Kota Depok Periode 2005-2010 dan 2010-2015, Wawancara Pribadi, Depok, 22 Agustus 2014 pukul: 09.00-10.00 WIB .

23

Ibu Hj. Ummi Kulsum, Tokoh Pendiri Aisyiyah Kota Depok, Wawancara Pribadi, Depok, 5 Juli

(46)

32

dan tokoh-tokohnya saat itu ialah alm. Hj. Maryanih, Hj. Mahyani Mas’udi. Kemudian cabang selanjutnya, wilayah penduduk asli yang merupakan wilayah cikal bakal dari Aisyiyah tingkat daerah (PDA) kota Depok ialah salah satunya cabang Beji. Jadi, cikal bakal berdirinya Aisyiyah tingkat daerah (PDA) kota Depok terdiri dari cabang Beji dan cabang Depok Barat, karena kedua daerah ini merupakan wilayah dari penduduk asli Depok. Aisyiyah di wilayah ini dipimpin oleh ibu Khadijah, yakni pada saat Aisyiyah menjadi tingkat Pimpinan Daerah Aisyiyah (PDA) kota Depok.

Karena adanya struktur pemerintahan sehingga adanya pemekaran di kota Depok, akhirnya wilayah Pancoran Mas memisahkan diri dari Kecamatan Depok Barat, yakni menjadi Kecamatan Pancoran Mas. Oleh karenanya, wilayah Pancoran Mas yang tadinya dalam struktur organisasi Aisyiyah merupakan sebuah ranting menjadi sebuah cabang baru, yakni cabang Pancoran Mas pada tahun 1979. Selanjutnya, muncul lagi cabang baru yakni cabang Cimanggis Sukmajaya, dan cabang ini juga merupakan cabang yang tertua di kota Depok. Salah satu ranting dari cabang ini ialah ranting Cisalak. Amal Usaha Aisyiyah yang ada di ranting Cisalak ini salah satunya bergerak pada bidang pendidikan, yakni pembinaan karakter pada anak usia dini melalui didirikannya TK Aisyiyah di Cisalak.

(47)

saat itu, wilayah ini masuk ke dalam Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Jakarta Selatan.24

Kemudian, dengan adanya struktur pemerintah mengenai pemekaran kota Depok, akibatnya muncul pemecahan, di mana yang tadinya Cimanggis bergabung dengan cabang Sukmajaya, akan tetapi karena struktur pemerintah tersebut antara Cimanggis dan Sukmajaya menjadi Kecamatan tersendiri, yakni Kecamatan Cimanggis dan Kecamatan Sukmajaya, sehingga menjadi cabang Cimanggis dan cabang Sukmajaya. Wilayah dari cabang Cimanggis meliputi, Tugu, Cisalak Pasar, dan Sukatani. Namun, pemerintah kota Depok melakukan pemekaran lagi sehingga Sukatani sudah menjadi Kecamatan tersendiri dan rencananya ranting Sukatani akan memisahkan diri dengan cabang Cimanggis dan menjadi cabang tersendiri. Sama halnya seperti seorang anak yang lahir dari ibunya, kemudian tumbuh besar dan dewasa, lalu menikah tentunya akan memisahkan diri dari ibunya, dan begitu juga dengan Aisyiyah di tingkat ranting yang setelah berkembang tentunya ada kemungkinan untuk memisahkan diri dari cabangnya dan menjadi sebuah cabang sendiri.

Di wilayah barat Sawangan, yakni Meruyung yang letaknya dekat dengan masjid Kubah Mas, sebelumnya wilayah Meruyung ini masuk ke dalam cabang Sawangan, akan tetapi setelah adanya pemekaran kota Depok menjadi 11 kecamatan, akhirnya Meruyung mendeklarasikan diri terpisah menjadi cabang sendiri yakni cabang Limo, dan memiliki Amal Usaha Aisyiyah di bidang pendidikan melalui didirikannya TK Aisyiyah 16. Akan tetapi, wilayah Cinere belum menjadi cabang

24

(48)

34

sendiri dikarenakan belum menjadi sebuah kecamatan sendiri, sehingga Cinere merupakan sebuah ranting dan masih masuk ke cabang Limo. Sebagian struktur organisasi Aisyiyah di kota Depok mengikuti struktur Pemerintahan kota Depok, dikarenakan agar memudahkan untuk mengontrol pembinaan ke wilayah karena bermitra kerja dengan Pemerintah dan untuk memudahkan dalam pengembangan ekspansi.25

Anggota Aisyiyah ialah anggota Muhammadiyah perempuan yang berasal dari masyarakat sekitar kota Depok.26 Keanggotaan Aisyiyah sama halnya dengan keanggotaan Muhammadiyah, yakni ada dua macam anggota, pertama anggota biasa yaitu warga Negara Republik Indonesia yang beragama Islam, dan yang kedua anggota luar biasa, yaitu orang Islam yang bukan warga Negara Indonesia. Seseorang dapat diterima menjadi anggota Muhammadiyah ialah telah berusia 18 tahun, menyetujui maksud dan tujuan persyarikatan, dengan konsekuen bersedia mendukung dan melaksanakan amal usahanya. Setiap anggota memiliki hak dan kewajiban sebagai berikut:

1. Tunduk dan patuh pada putusan-putusan dan peraturan-peraturan persyarikatan.

2. Menjaga nama baik persyarikatan.

3. Sanggup menjadi suri tauladan utama seorang Islam. 4. Membayar uang pangkal dan iuran.

25

Ibu Hj. Warnisma, M.Pd, Wawancara, Depok , 7 Februari 2015 pukul: 11.00-11.20 WIB

26

Ibu Hj. Ummi Kulsum, Ummi Kulsum, Tokoh Pendiri Aisyiyah Kota Depok, Wawancara

(49)

Jumlah anggota Aisyiyah kota Depok meliputi 7 cabang dan 31 ranting, yang berasal dari berbagai latar belakang pekerjaan. Adapun latar belakang profesi atau pekerjaan anggota Aisyiyah kota Depok, di antaranya:

No. Cabang Pekerjaan Jumlah 3. Depok Barat 1. Pekerja (pegawai, guru)

(50)

36

Tabel. Latar belakang pekerjaan anggota Aisyiyah kota Depok. Sumber : Profil

Pimpinan Derah Aisyiyah Kota Depok.

Aisyiyah sebagai organisasi memerlukan adanya struktur organisasi. Struktur organisasi Aisyiyah dibentuk sama seperti struktur organisasi Muhammadiyah yang memiliki dua macam struktur organisasi, yakni struktur organisasi secara vertikal yang disusun bertingkat dari bawah sampai ke atas dan struktur organisasi secara horizontal yang terdiri atas bidang kegiatan amal usaha.

(51)

dengan kewajiban dalam melaksanakan kegiatan di masing-masing jenjang organisasi.

Saat ini jumlah cabang-cabang tingkat Daerah (PDA) kota Depok berjumlah sebanyak 7 cabang dan jumlah rantingnya sebanyak 31 ranting. Ada pun perincian nama-nama pimpinan cabang dan ranting se-daerah Depok, sebagai berikut:

Perincian Cabang dan Ranting Aisyiyah se-Daerah Kota Depok

Ranting Cabang

1. Kukusan 2. Beji Timur 3. Kukusan Timur 4. Pondok Cina

PC. Aisyiyah Beji

1. Rawadenok 2. Cipayung 3. Pulo

4. Parungbingung 5. Jemblongan

PC. Aisyiyah Depok Barat

1. Cisalak Pasar 2. Tugu

3. Sukatani

PC. Aisyiyah Cimanggis

1. Cisalak Kota 2. Mekarjaya

(52)

38

Periodesasi kepemimpinan Pimpinan Daerah Aisyiyah (PDA) kota Depok sejak didirikannya hingga sekarang, melalui Surat Keputusan Nomor 1416/PPA/A/XI/677/9427, di antaranya sebagai berikut:

1. Periode pertama (1995-2000): ibu Khadijah Kasim (alm.)

27Profil Pimpinan Derah Aisyiyah Kota Depok

(53)

2. Periode kedua (2000-2005): ibu Hj. Ummi Kulsum, S.Ag. 3. Periode ketiga (2005-2010): ibu Hj. Warnisma, M.Pd. 4. Periode keempat (2010-2015): ibu Hj. Warnisma, M.Pd.

Dengan struktur kepengurusan Pimpinan Daerah Aisyiyah (PDA) kota Depok 2010-2015, sebagai berikut:

Ketua : Dra. Hj. Warnisma, M.Pd. Wakil Ketua : Nurhayati, S.Pd.

Wakil Ketua : Hj. Ummi Kalsum, S.Ag. Sekretaris : Dra. Ida Marhamah

Wakil Sekretaris : Rusmiyati Yahya, S.Pd., M.Pd. Wakil Sekretaris : Badariyah, S.E.

Bendahara : Hj. Henny Rochainidar Wakil Bendahara : Hj. Kusmiyati, S.Pd. Ketua Majlis Tabligh : Titin Upit Kartinah Anggota Majelis Tabligh :- Dzusmaniar, BA

- Hj. Maemunah - Hj. Risnelly - Yenita Anwar

(54)

40

berjalan dan gedungnya baru saja diresmikan pada tanggal 31 Agustus 2014, yang gedung sekolahnya sekaligus digunakan sebagai gedung pusat dakwah Pimpinan Daerah Aisyiyah (PDA) kota Depok, letaknya berada di Bedahan, Sawangan. Masing-masing mereka yang memiliki taman kanak-kanak (TK) Aisyiyah ini, karena Aisyiyah memang boleh mengelola TK, SD, SMP, akan tetapi yang dikelola oleh Aisyiyah tingkat Daerah (PDA) adalah taman kanak-kanak dan PAUD Aisyiyah yang berada di ranting-ranting kota Depok dan madrasah Diniyah Awaliyah yang berada di ranting Sawangan Kaum.

C. Visi dan Misi Didirikan Aisyiyah Kota Depok

Dalam perjalanannya Aisyiyah telah melakukan banyak pengabdian bagi kemaslahatan dan kemajuan untuk umat Islam, khususnya untuk kaum perempuan. Sejak awal keberadaannya tahun 1917, Aisyiyah telah memiliki pandangan jauh ke depan yakni bahwa kaum perempuan haruslah berwawasan luas, namun juga harus sesuai dengan kedudukan dan fungsinya di dalam keluarga, tidak keluar dari kodratnya sebagai perempuan yang tertera di dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits. Hal ini sebagaimana dalam firman Allah terdapat 3 ayat yang menjadi landasan Aisyiyah, yakni surat Ali Imran ayat: 104, surat At-Taubah ayat: 71, dan surat An-Nahl ayat: 97.

(55)

yang Rahmatan Lil’alamin. Oleh karenanya, misi abadi Aisyiyah ialah sebuah

organisasi perempuan yang berorientasi pada gerakan dakwah Islamiyah amar makruf nahi munkar. Visi didirikannya Aisyiyah di kota Depok, ialah sebagaimana anggaran

dasar „Aisyiyah pada Bab III Pasal 7, yakni tegaknya agama Islam sehingga

terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.28

Ideologi dari organisasi Aisyiyah merupakan tali pengikat yang diwujudkan

dalam sistem Jam’iyah, Jama’ah, Imamah, dan gerakan Amal Usaha untuk

menjadikan Islam sebagai Rahmatan lil ’alamin di muka bumi. Organisasi Aisyiyah

memiliki ciri-ciri gerakan sebagai berikut29:

a. Berorientasi ke depan, Islam yang berkemajuan.

b. Selalu bergerak kreatif, banyak inovatif, dan energik atau dinamis. c. Menjadi pioner penggerak.

Selain itu pada keputusan Tanwir yaitu kegiatan yang diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab Pimpinan Pusat dan dihadiri oleh anggota Pimpinan Pusat, Ketua serta

Sekretaris Pimpinan Wilayah dan Wakil Wilayah yang diambil dari Daerah-Daerah. Kegiatan

ini berkaitan dengan Evaluasi dan Kerja Aisyiyah, yakni laporan Pimpinan Pusat,

pelaksanaan keputusan Muktamar, Organisasi, hambatan serta upaya mengatasi, dan

lain-lain, sebagaimana yang tertera dalam AD/ART Aisyiyah, Bab VIII pasal 24. Aisyiyah menyebutkan bahwa Aisyiyah adalah organisasi yang gerakannya (action) pada pemajuan, pemberdayaan, serta pengentasan. Untuk mencapai tujuan dakwah Aisyiyah, dua tahun setelah berdirinya Asiyiyah yakni pada tahun 1919, berdirilah

28

ibu Hj. Warnisma, M.Pd, Wawancara, Depok, 22 Agustus 2014.

29

(56)

42

sekolah frobel atau taman kanak-kanak yang bertitik tolak dari Nabi Muhammad S.A.W. yaitu Semua anak dilahirkan dalam keadaan fithrah (suci), kedua orang

tuanyalah yang menjadikan ia Yahudi, Nasrani, atau Majusi.

Frobel yang pertama didirikan oleh pribumi (orang Indonesia). Pemberian nama terhadap lembaga pendidikan anak usia dini ini berbeda dengan nama lembaga pendidikan lainnya, yaitu Aisyiyah memberikan nama lembaga ini dengan Bustanul Athfal. Nama ini diambil dari bahasa Arab, yang terdiri dari dua kata yakni Bustan dan Athfal. Kata Bustan berarti taman, dan kata Athfal berarti anak-anak, jadi apabila kedua kata ini dagabungkan artinya menjadi taman kanak-kanak, sehingga taman kanak-kanak yang dimiliki oleh Aisyiyah dinamakan dengan Bustanul Athfal, namun tidak semuanya dinamakan dengan Bustanul Athfal, ada juga yang dinamakan dengan taman kanak-kanak Aisyiyah.

Lembaga pendidikan ini biasanya berada di tingkat cabang Aisyiyah, juga di tingkat ranting-ranting, khususnya di Depok lembaga pendidikan Bustanul Athfal ini berada dan tersebar di tingkat ranting-ranting Aisyiyah Depok. Misi Aisyiyah yang lainnya untuk mencapai tujuan dakwah Aisyiyah, ialah dengan merintis berdirinya kelompok pendidikan keterampilan bagi kaum perempuan pada tahun 1923. Kelompok pendidikan ini dirintis oleh Nyai Walidah Ahmad Dahlan.

Gambar

Tabel. Latar belakang pekerjaan anggota Aisyiyah kota Depok. Sumber : Profil
Tabel.Amal usaha Aisyiyah se-Daerah kota Depok bidang pendidikan.
Gambar 1. Pendiri Organisasi Aisyiyah Kota Depok, Ibu Hj. Ummi Kulsum
Gambar. Ibu Hj. Ummi Kulsum, Ketua PDA kota Depok Periode ke-II, Tahun
+4

Referensi

Dokumen terkait