PEMANENAN DAUN JAMBU BIJl MERAH
PADA DUA FASE PERTUMBUHAN UNTUK
OPTIMASI BAHAN BIOAKTIF FLAVONOID
ARDIANTO MUFA'ADI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESlS
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pemanenan Daun Jambu Biji Merah pada Dua Fase Pertumbuhan untuk Optimasi Bahan Bioaktif Flavonoid adalah karya saya beserta komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber inforniasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Arc/ilicmfo kIz!fi/ 'r/c/i
ABSTRAK
ARDIANTO MUFA'ADI. Pemanenan Daun Jambu Biji Merah pada Dua Fasc Pertumbuhan untuk Optimasi Bahan Bioaktif Flavonoid. Dibimbing oleh SANDRA ARlFlN AZIZ dan MUNlF GHULAMAMDI.
Pemanenan daun untuk pemenuhan kebutuhan bahan baku obat tradisonal melibatkan banyak proses fisiologis didalam tubuh tanaman terutama dalam menghasilkan flavonoid yang berguna sebagai anti oksidan. Perbedaan jumlah daun yang dipanen dan fase tumbuhan yang terbagi dua, yaitu fase vegetatif dan generatif, menjadi faktor yang berperan dalam sintesis flavonoid dan mempengaruhi produksinya dalam tanaman.
Dalam percobaan ini dipelajari banyaknya jumlah daun yang dipanen pada tiap-tiap cabang tersier yaitu 0,25, 50, dan 100% pada tanaman jambu biji merah yang berasal dari cangkokan berumur empat tahun yang berada dalam fase vegetatif dan generatif. Pemanenan dilakukan 9 minggu setelah petnanenan penyeragaman dan 50% tanatnan dengan perlakuan fase generatif mengeluarkan bunga. Pola pertumbuhan dan produksi flavonoid tanatnan percobaan rnenggunakan rancangan acak kelompok faktorial dengan pengukuran berulang mcmperhatikan faktor waktu serta menggunakan uji lanjut D~inccrr? :s Mzilli,r7le Rcinge Test (DMRT).
Pemanenan daun 25% secara nyata meningkatkan jumlah daun dan membedkan hasil paling tinggi sampai 766.30 daunl tanatnan dan cabang kuarterner baru sebanyak 31.25 caband tanaman pada akhir percobaan. Indeks luas daun dan bobot kering daun terlihat menurun pada akhir percobaan. Bobot kering tertinggi 156.94 gl tanaman dan indeks luas d a m tertinggi 0.47 juga
dihasilkan pada perlakuan pemanenan daun 25%. Produksi flavonoid terendah
dihasilkan pada tanaman fase vegetatif dengan perlakuan pemanenan daun 100%
scbesar 7.82 g/ tanaman dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Prod~iksi
llavonoid tertinggi dihasilkan pada tanaman dengan fase generatif dengan
0
Hak cipta milik Institut Pertanian
Bogor, tahun 2007
Hak cipta dilindungi
Dilrrcing n7engzrlip dtn7 tnernperhtrr7y(rk I N ~ ~ / ) N izin ler./lr/i.s ~k(rt.i /r?.slillrl Pcr.1~1nic1t7 Bogor., sehugiern crlmr .selt1rlr/7nytr t l r l ~ i r ? ~ henrzrk ~II)NI)III~, hcrik cclcrk. ,fo~okol>i,
PEMANENAN DAUN JAMBU BIJI MERAH
PADA DUA FASE PERTUMBUHAN UNTUK
OPTIMASI BAHAN BIOAKTIF FLAVONOID
ARDIANTO MUFA'ADI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Judul Tesis : Pemanenan Daun Jambu Biji Merah pada Dua Fase
Pertumbuhan untuk Optimasi Bahan Bioaktif Flavonoid
Nama : Ardianto Mufa'adi
NIM : A351040141
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr.
Ir.
Sandra Arifin Aziz, MS unif Ghulamahdi, MSKetua
Diketahui
Ketua Program Studi Agronomi
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah niemberi
kekuatan dan hidayah-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan. Tema
yang dipilih dalam percobaan yang ditaksanakan sejak bulan Maret 2006 ini
adalah pemanenan daun jambu biji merah untuk optimasi bahan bioaktif flavonoid
dengan judul Pemanenan Daun Jambu Biji Merah pada Dua Fase Pertumbuhan
untuk Optimasi Bahan Bioaktif Flavonoid.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Sandra Arifin Aziz, MS dan
Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS selaku pembimbing. Penghargaan penulis
salnpaikan kepada bapak Ir. Nirwan Sahiri, MS dan para staf pelaksana dari
Kebun Percobaan Pusat Studi Biofarmaka Darmaga Bogor atas bantuan diskusi
dan pengumpulan data di lapangan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada ayah, ibu, seluruh keluarga, Anggi Nindita, SP. serta teman-teman di
Program Studi Agronomi Sekolah Pascasarjana IPB atas do'a dan dukungannya.
Harapan penulis semoga karya ilmiah ini dapat menjadi acuan yang baik
dalam pelaksanaan percobaan lanjutan dan berguna bagi pihak lain yang
memerlukannya.
Bogor, Agustus 2007
RIWAYAT
HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 19 September 1980 dari ayah
Bambang Marsudi dan ibu Malia Mitayati. Penulis merupakan anak kedua dari
tiga bersaudara. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Agronomi,
Fakultas Pertanian, lulus pada tahun 2003. Kesempatan melanjutkan pendidikan
ke program magister diperoleh pada tahun 2004 pada program studi dan
perguruan tinggi yang sama.
Penulis bekerja di PT. Bumindo Hastajaya Utama yang bergerak di bidang
pembibitan tanaman jati pada tahun 2003 di Depok Jawa Barat dengan tanggung
jawab sebagai Penyelia Laboratorium Kultur Jaringan. Saat ini penulis bekerja di
bidang perbankan pada PT. Bank Bukopin, Tbk. sebagai Accozml Qficer Grup
Bisnis Usaha Kecil Menengah dan Koperasi Area I Jakarta sejak tahun 2006.
Selama mengikuti program magister, penulis tercatat sebagai pengurus
Forum Mabasiswa Pascasarjana tahun kepengurusan 2003-2004. Karya ilmiah
berjudul Pengaruh Konibinasi Zat Pengatur Tunibuh BAP dan IAA terhadap
Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Daun Dewa ( G y n z ~ r ~ procunzhmn.~
(Back.)) dalam Kultur in Vitro telah diterbitkan pada Buletin Agronomi Volume
XXXII No. 3 bulan Desember tahun 2004. Karya ilmiah tersebut merupakan
DAFTAR IS1
...
DAFTAR TABEL...
DAFTAR GAMBAR...
DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN...
Latar BelakangTuju an
...
Hipotesis...
TINJAUAN PUSTAKA
...
Tanaman Jambu B ~ j i
...
Pemanenan Daun...
Senyawa Flavonoid...
...
Kandungan Senyawa pada Daun Jambu Biji
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
...
Bahan dan Alat...
Metode...
Pelaksanaan di Lapang...
Pelaksanaan di Laboratorium...
Pengamatan...
HASlL DAN
. .
PEMBAHASANKond~sl Umum
...
Pertunlbuhan Organ Vegetatif Jambu Biji Merah...
Perturnbuhan Organ Generatif Jambu Biji Merah...
Bobot Basah dan Kering Daun Jambu Biji Merah...
Pertambahan Indeks Luas Daun Janlbu Biji Merah...
Produksi Bahan Bioaktif Flavonoid Daun
...
...
Jambu B ~ I Merah
Pengaruh Faktor Waktu terhadap Pertumbuhan
dan Produksi Jambu Biji Merah
...
Interaksi antara Fase Pertumbuhan. Pemanenan Daun. dan Waktu Pengamatan terhadap Pertambahan Jumlah Daun...
SIMPULAN DAN SARAN
...
...
DAFTAR PUSTAKA...
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
1. Cara Panen pada Perlakuan Pemanenan Daun
...
122. Data Klimatologi Badan Meteorologi dan Geofisika
...
Stasiun Darnlaga Bogor 18
...
3. Rekapitulasi FIasil Sidik Ragam Percobaan 19
4. Pengaruh Fase Pertumbuhan terhadap Pertambahan Jumlah
...
Daun Ja~nbu BIJI Merah
...
225. Pengaruh Pemanenan Daun terhadap Pertambahan Jun~lah
...
Daun Jambu BIJI Merah
...
236. Pengaruh Perlakuan terhadap Jumlah Cabang Tersier dan
...
Kuarterner Jambu BIJI Merah
...
247. Pengaruh Perlakuan terhadap Waktu Munculnya
Cabang Kuartener Pertama
...
258. Pengaruh Fase Pertumbuhan terhadap
...
...
Jumlah Buah Jan~bu BIJI Merah 26
9. Pengaruh Pemanenan Daun terhadap
...
Jumlah Buah Jambu Biji Merah 27
10. Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Basah dan Kering
Daun Jambu Biji Merah pada Awal Percobaan
...
2811. Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Basah dan Kering
Daun Jambu Biji Merah pada Awal Percobaan
...
2812. Pengan~h
...
Perlakuan terhadap Indeks Luas DaunJambu BIJI Merah
...
2913. Interaksi Perlakuan terhadap Produksi Bahan Bioaktif
Flavonoid pada Akhir Percobaan
...
3014. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Faktor Waktu
...
3 115. Produksi Daun Jambu Biji merah pada
...
DAFTAR GAMBAR
1
.
Struktur Molekul Flavonoid...
62
.
Bagan Alir Pelaksanaan Percobaan...
123
.
T~rrnbuhnya Cabang Kuarterner dan Cabang Pentaner...
184
.
Hubungan Jumlah Daun. Jumlah Buah. danProduksi Flavonoid Selama Masa Percobaan
...
325
.
Interaksi Fase Pertumbuhan. Pemanenan Daun. dan...
DAFTAR LAMPIRAN
1. Jadwal Pelaksanaan Percobaan
...
39.
.
2.
Data A n a l ~ s ~ s Tanah...
40PENDAHULUAN
L a t a r Belakang
Obat herbal yang seringkali didefinisikan oleh masyarakat sebagai obat
yang berbahan baku dari tumbuhan atau obat tradisional telah mendapat tempat
tersendiri di hati masyarakat. Sebenarnya sejak lama masyarakat Indonesia telah
menggunakan tumbuhan yang ada di alam sebagai obat tradisional untuk
mengobati bermacam-macam penyakit. Minum obat tradisional sudah menjadi
kebiasaan dan khasiatnya telah diyakini sejak zaman nenek moyang. Kebiasaan
ini sampai sekarang tetap bertahan walaupun penemuan obat-obatan berbahan
baku sintetik kimia berkembang dengan pesat. Penggunaan obat tradisional oleh
inasyarakat tidak terlepas dari menjamumya konsep back lo nature yang
memberikan kesan aman untuk dikonsumsi, artinya selain kemampuan mengobati
penyakitnya relatif sama dengan obat berbahan baku kimia juga karena tidak
adanya efek samping yang ditimbulkan.
Indonesia sebenamya termasuk bemntung memiliki kekayaan alam yang
beraneka ragam dan merupakan salah satu yang terbesar di dunia. Terbentang di
belahan nusantara sekitar 9 606 spesies tumbuhan obat, namun bam 350 spesies
diantaranya yang telah teridentifikasi dan hanya 3 - 4% saja yang telah
dikomersilkan. Hal ini karena untuk sampai ke tangan konsumen dalam bentuk
kemasan diperlukan proses berantai yang sangat panjang. Produksi tanaman obat
tidak hanya mementingkan hasilnya yang melimpah, namun juga tidak kalah
penting kandungan metabolit sekundemya yang memberikan khasiat tertentu.
Dengan demikian dalarn membudidayakan tanaman obat juga harus diperhatikan
segala aspek yang berkaitan dengan tanaman tersebut, misalnya klimatologi, sifat
tanah, teknik budidaya mulai pemilihan bibit yang baik hingga pemanenan, proses
pengolahan, sampai pada pengemasan akhir (Astawan 2006).
Proses pemanenan merupakan masa kritis yang menentukan kualitas bahan
baku obat tradisional. Waktu pemanenan, teknik pemanenan, pengeringan setelah
panen, hingga pengolahan menjadi simplisia memegang peranan penting untuk
mendapatkan kualitas bahan baku yang baik. Penanganan yang tidak tepat dapat
atau penguraian senyawa-senyawa kimia, yang dapat menurunkan khasiat atau
bahkan merubah kandungan metabolit sekunder sehingga khasiat yang diharapkan
tidak tercapai (Garcia et al. 2003).
Senyawa metabolit sekunder menurut I-Iornok (1992) diproduksi melalui
sintesis secara biologi dalam tubuh tanaman dan terakumulasi dalam jumlah yang
sangat sedikit, seringkali kurang dari satu persen dari bobot kering tanaman.
Lugasi et ul. (2003) menyatakan bahwa karakteristik antioksidan pada tananlan
dapat ditandai oleh kandungan polifenol yang ada di dalamnya. Polifenol dapat
dibagi menjadi paling sedikit sepuluh kelompok yang berbeda bergantung dari
struktur dasar kimianya. Flavonoid, yang merupakan kelompok paling penting,
dapat dikelompokkan lebih jauh menjadi tiga belas kelompok. Penelitian Qian dan
Nihorimbere (2004) mengungkapkan kandungan total fenolik pada jambu biji
sebesar 575.3k15.5 dan 51 1.6k6.2 mg setara asam galat/ g bobot kering daun.
Jambu biji (Psidiurn guajava L.), secara taksonomi termasuk famili
My~taceae, merupakan salah satu tanaman tropis yang cukup populer. Dalam
bahasa Inggris disebut guava, sedangkan di Indonesia dikenal nama lainnya
seperti jambu batu, jambu klutuk, atau jambu siki (Astawan 2006). Tumbuh di
banyak tempat di Indonesia namun belum intensif dibudidayakan. Kebanyakan
masih dipelihara masyarakat sebagai tanaman pekarangan. Di daerah Bogor,
petani yang telah membudidayakan tanaman jambu biji secara intensif dalam
perkebunan skala kecil untuk tujuan komersil tersebar di daerah pinggiran
kabupaten mulai daerah Cimanggu, Cilebut, Bojong Gede, sampai Kotamadya
Depok. Produk dari tanarnan tersebut adalah buah jambu biji rnerah yang
dijajakan di pasar-pasar dan stasiun-stasiun kereta antara Bogor - Depok. Dengan
mengeluarkan uang seribu rupiah saja pembeli sudah dapat menikrnati sebuah
jambu biji merah berukuran kurang lebih sekepalan orang dewasa. Buah jambu
biji digemari orang karena rasa dan aromanya yang enak, juga mengandung
vitamin C yang tinggi (Sujiprihati 1985). Vitamin C yang dikandung buah jambu
biji sebesar 300 g/ kg buah (Nakasone dan Paul1 1999).
Selain buahnya yang digunakan sebagai penyegar tubuh atau yang baru-
baru ini dipercaya untuk meningkatkan kandungan trombosit bagi penderita
dimanfaatkan untuk pengobatan tradisional. Daun jambu biji seringkali dipetik
langsung dari pohon kemudian dikonsumsi secara mentah setelah terlebih dahulu
dibersihkan untuk mendapatkan khasiatnya. Masyarakat Jawa menggunakan daun
jambu biji sebagai obat diare yang telah menahun, menghentikan pendarahan, dan
anti radang (Wijayakusuma et nl. 1984; Heyne 1987; Soedibyo 1998). Kegunaan
lain dari ekstrak daun jambu biji adalah antimutagenik, ohat asma, dan obat batuk
(Garcia et nl. 2003).
Berkaitan dengan pentingnya proses pemanenan, dalam menentukan
kandungan metabolit sekunder pada daun jambu biji untuk tujuan pengobatan agar
khasiatnya tetap terjaga dengan baik, tidak bisa dikesampingkan bahwa pada
proses ini tanaman mengalami perubahan proses fisiologis dalam tubuhnya.
Aktivitas pemanenan daun dalam jumlah banyak, misalnya untuk pemenuhan
permintaan konsumen yang tinggi, menyebabkan jumlah daun per tanaman
berkurang. Berkurangnya jumlah daun tersebut turut mempengamhi pertumbuhan
dan perkembangan tanaman karena daun merupakan penghasil metabolit yang
dibutuhkan tanaman (source) melalui proses fotosintesis. Dari daun, metabolit-
metabolit tersebut ditranspor ke bagian-bagian lain dari tumbuhan (sink) untuk
menunjang pertumbuhan dan perkembangannya (Astawan 2006).
Hubungan source dan sink pada aliran distribusi metabolit memberi
peranan penting pada tanaman. Menurut Geiger (1987) distribusi asimilat pada
tanaman dapat dipengamhi oleh berkurangnya daun yang berfungsi sebagai
source dalam distribusi hasil fotosintesis dan metabolisme. Perbedaan fase
pertumbuhan tanaman pada saat tanaman didominasi oleh pertumbuhan vegetatif
dan pada saat tanaman memasuki fase generatif turut mempengaruhi hasil
asimilat. Dickson et al. (2000) menyatakan bahwa kemampuan sink untuk
mengimpor hasil asimilat berkaitan dengan ukuran sink, tingkat pertumbuhan,
aktivitas metabolik, dan tingkat respirasi. Distribusi asimilat pada tanaman inilah
yang menentukan kualitas kandungan metabolit sekunder temtama dalam ha1
jumlah yang terkandung didalam tanaman.
Dari pemaparan di atas dipahami bahwa teknik pemanenan yang baik dan
tepat diperlukan dalam budidaya agar tanaman dapat memberikan produksi
karena itu percobam i ~ ~ i dirancang untuk menerapkan berbagai teknik pemanenan,
terutama pada banyaknya daun dipanen, untuk optimasi kandungan metabolit
sekunder flavonoid dengan memperhatikan kondisi pertumbuhan dan
perkembangan tanaman jambu biji merah.
Tujuan
Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh fase pertumbuhan
tanaman dan jumlah daun dipanen terhadap pertumbuhan dan perkembangan
tanaman jambu biji merah serta produksi bahan bioaktif flavonoid daunnya.
Hipotesis
1. Terdapat pengaruh fase pertumbuhan tanaman terhadap pertumbuhan dan
perkembangan tanaman jambu biji merah
2. Terdapat pengaruh pemanenan daun terhadap pertumbuhan dan
perkembangan tanaman jambu biji merah
3. Terdapat interaksi antara fase pertumbuhan tanaman jambu biji merah dan
pemanenan daun jambu biji merah terhadap pertumbuhan dan
perkembangan tanaman jambu biji merah
4. Terdapat pengaruh waktu pengamatan terhadap pertumbuhan dan
perkembangan tanaman jambu biji merah
5. Terdapat pengaruh interaksi antara fase pertumbuhan tanaman jambu biji
merah dengan waktu pengamatan
6. Terdapat pengaruh interaksi antara pemanenan daun jambu biji merah
dengan waktu pengamatan
7. Terdapat interaksi antara fase pertumbuhan tanaman, pemanenan daun,
dan waktu terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman jambu biji
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Jambu Biji
Tanaman jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan tanaman asli
Amerika tropis. Di Jawa umumnya ditanam pada ketinggian kurang dari 1 200
meter di atas permukaan laut (Heyne 1987). Bunga terdapat di ujung cabang
(aksilar), daunnya oval sampai dengan elips dengan pinggiran rata melingkar dan
ujung meruncing, serta daging buah benvarna putih kekuningan atau merah terang
(Backer dan Van den Brink 1963).
Buah jambu biji yang besar dengan daging buah benvarna putih mula-
mula diperkenalkan dan dijual ke masyarakat oleh seorang pekebun dari Florida
dengan nama P. gzrinense atau P. guiunense, sementara buah jambu biji dengan
daging buah benvarna merah diintroduksi ke California dengan nama P.
a~omaticum. Kedua varietas itu kini dimasukkan ke dalam satu golongan spesies
yaitu P. guajava (Popenoe 1974).
Produksi buah jambu biji dapat dipicu melalui perlakuan pemangkasan,
pengguguran daun menggunakan bahan kimia, maupun pemupukan. Pertumbuhan
vegetatif, ditandai munculnya daun-daun baru setelah perlakuan pengguguran
daun menggunakan urea, ethapon, dan detergen, berawal pada 3-4 minggu setelah
perlakuan. Pertumbuhan generatif, ditandai dengan fase pembungaan, terjadi pada
9-12 minggu setelah perlakuan diikuti pembentukan buah pada 12-16 minggu
setelah perlakuan dan pematangan buah pada 16-24 minggu setelah perlakuan
(Nakasone dan Paul1 1999).
Pemanenan Daun
Pemanenan daun untuk tujuan pemanfaatan bahan obat dan pemangkasan
untuk tujuan pemeliharaan maupun produksi memiliki kesamaan yaitu
berkurangnya jumlah daun per tanaman. Pertumbuhan vegetatif tanaman dengan
cepat akan berlangsung setelah pemanenan daun seperti halnya pada tanaman
yang dipangkas. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan keseimbangan rasio
akar dan tajuk. Aliran distribusi air, nutrisi, dan cadangan makanan berlangsung
pemangkasan (Janick 1972). Rasio akar dan tajuk dapat mempengaruhi
pertumbuhan, pembungaan, dan pembuahan pada tanaman. Setelah pemanenan
daun, luas permukaan daun akan menurun dan menyebabkan berkurangnya proses
fotosintesis. Cadangan makanan berupa karbohidrat akan dialihkan untuk
pertumbuhan tunas baru (Denisen 1979).
Distribusi fotosintat dalam tanaman menunjukkan hubungan antara
produksi fotosintat oleh daun sebagai source dan kebutuhan asimilat oleh sink
karena itu karakteristik tumbuh tanaman, tahapan pertumbuhan daun, dan
perkembangan tanaman dapat mempengaruhi distribusi hasil metabolisme
(Geiger 1987). Kemampuan sink untuk mengimpor hasil asimilat berkaitan
dengan ukuran sink, tingkat pertumbuhan, aktivitas metabolik dan tingkat
respirasi. Daun pada saat .flush memiliki ukuran sink yang besar sehingga hasil
fotosintesis dialirkan ke daunflush. Kebanyakan penelitian mengenai perubahan
source dan sink melibatkan manipulasi tanaman seperti pengguguran buah,
pengguguran daun, dan perlakuan naungan (Dickson et al. 2000).
Senyawa Flavonoid
Senyawa flavonoid merupakan golongan senyawa fen01 yang dihasilkan
dari metabolisme sekunder pada tanarnan. Flavonoid telah ada di alam selama
lebih dari jutaan tahun (Swain 1975). Pada tanaman, flavonoid disintesis dari
asam amino aromatik, yaitu tirosin dan fenilalanin, bersama-sama dengan unit
asetat melalui lintasan asetat dan sikimat (Bravo 1998; Middleton et al. 2000).
Dengan bantuan enzim tirosin amonia lyase dan fenilalanin amonia lyase, tirosin
dan fenilalanin terkonversi menjadi sinarnat yang kemudian berkondensasi dengan
asetat membentuk struktur flavonoid (Middleton et al. 2000). Stmktur flavonoid
dapat dilihat pada Gambar 1.
Flavonoid dibedakan berdasarkan ikatan molekulnya menjadi lima
golongan yaitu flavanol, antosianidin, flavon, flavanon, dan chalcon. Struktur
dasar flavonoid terdiri atas dua cincin benzene (A dan B) yang terhubung oleh
cincin piran atau pirone heterosiklik dengan ikatan rangkap di tengahnya (C).
Pembagian golongan tersebut berdasarkan ada atau tidak adanya ikatan rangkap
pada posisi 4, ikatan rangkap antara atom karbon pada posisi 2 dan 3 pada cincin
C, dan gugus hidroksil pada cincin B. Pada struktur flavonoid, gugus fenil
biasanya berikatan pada posisi 2 cincin B, sementara isoflavonoid pada posisi 3.
Nucleus (Bilyk dan Sapers 1985; Middleton el al. 2000).
Flavonoid memiliki banyak kegunaan, beberapa di antaranya masih belum
dapat dimengerti. Sebagai contoh, flavonoid berpengaruh dalam pertumbuhan
pada in vitro tetapi tidak demikian halnya pada percobaan in vivo. Flavonoid juga
berfungsi sebagai enzim inhibitor, memberi warna pada tanaman. atraktan bagi
polinator, dan sebagai antibiotik terhadap serangan virus (Vickery dan Vickery
1981). Pada manusia flavonoid memiliki kegunaan sebagai anti oksidan, anti
kanker, anti alergi, dan anti virus (Hertog el al. 1992; Middleton et al. 2000).
Flavonoid juga sangat efektif dalam mengikat radikal bebas dari hidroksil dan
peroksil sehingga dapat mencegah penyakit kanker dan jantung (Manach el al.
1996). Konsumsi buah-buahan dan sayuran yang mengandung flavonoid juga
penting bagi keseimbangan diet yang sehat (Lugasi et al. 2003).
Kandnngan Senyawa pada Daun Jambu Biji
Senyawa kelompok sesquiterpen hidrokarbon terdapat pada daun jambu
biji seperti p-karyofilena, P-bisabolena, aromadendrena, p-selinena, nerolidiol,
karyofilena oksida, longisiklena, dan sel-1 I-en-4a-01 (Smith dan Siwatibau 1975).
Quercetin yang termasuk golongan flavonoid dapat berfungsi sebagai anti diare
(Lutterodt et al. 1999). Analisis fitokimia dari daun jambu biji memperlihatkan
adanya tanin, fenol, triterpen, minyak atsiri, saponin, lektin, karotenoid, asam
askorbat, asam lemak, dan quercetin (Garcia 2003).
Anti oksidan terkuat yang ditemukan pada daun jambu biji adalah asam
575.321 5.5 dan 51 1.626.2 mg setara asam galat1 g berat kering daun. Kandungan
fenolik dalam jumlah besar tersebut dapat menghambat reaksi peroksidasi pada
tubuh sehingga dapat mencegah penyakit kronis seperti diabetes, kanker, dan
BAI-IAN
DAN METODE
IVaktu dan Tempat
Percobaan dilakukan pada Maret 2006 sampai dengan November 2006.
Percobaan dilaksanakan di Kebun Pusat Penelitian Biofarmaka Institut Pertanian
Bogor dan di Laboratorium Bogor Agro Lestari bekerjasarna dengan Balai
P enelitian dan Pengembangan Pasca Panen Cimanggu Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah tanaman jambu biji merah hasil cangkokan
berumur empat tahun yang ditanam di Kebun Pusat Penelitian Biofarmaka
Institut Pertanian Bogor dan bahan-bahan penunjang laboratorium untuk analisis
kandungan flavonoid. Alat yang digunakan adalah alat pencacah (hand counter),
alat-alat penunjang laboratorium untuk analisis kandungan flavonoid, dan
spektrofotolneter UV.
Metode
Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial dengan
memperhatikan faktor waktu (Randomized Factorial Block Design in Time).
Untuk perlakuan yang berpengaruh nyata dilakukan uji lanjut menggunakan
Duncan's Multiple Range Test (DMRT) pada taraf kesalahan 5 %.
Faktor-faktor perlakuan yang digunakan dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Fase pertumbuhan, terdiri atas :
F1
= Fase vegetatif, tanaman dipertahankan agar berada pada fase vegetatifdengan membuang bunga yang muncul
F2 = Fase berbunga, tanaman dibiarkan berkembang sampai muncul bunga
sempurna
2. Pemanenan daun, terdiri atas :
PI = Pada awal percobaan tanpa pemanenan daun, di akhir percobaan daun
pada cabang tersier dan kuartemer dipanen 100%
P2 = Pada awal percobaan daun pada cabang tersier dipanen 25%, di akhir
P j = Pada awal percobaan daun pada cabang tersier dipanen 50%, di akhir
percobaan daun pada cabang tersier dan kuartemer dipanen 100%
Pd = Pada awal percobaan daun pada cabang tersier dipanen loo%, di akhir
percobaan daun pada cabang tersier dan kuarterner dipanen 100%
Pengukuran bobot basah dan kering daun pada pemanenan awal membutuhkan
pemanenan daun sehingga perlakuan tanpa pemanenan daun tidak dapat
digunakan. Dengan demikian faktor perlakuan pemanenan daun untuk pengukuran
bobot basah dan kering daun pada pemanenan awal menjadi :
P, = Pada awal percobaan daun pada cabang tersier dipanen 25%, di akhir
percobaan daun pada cabang tersier dan kuartemer dipanen 100%
P2 = Pada awal percobaan daun pada cabang tersier dipanen 50%, di akhir
percobaan daun pada cabaug tersier dan kuartemer dipanen 100%
P3 = Pada awal percobaan daun pada cabang tersier dipanen loo%, di akhir
percobaan daun pada cabang tersier dan kuarterner dipanen 100%
Model matetnatika yang digunakan adalah :
Yijkl = p
+
ai+
pj+
apij+
Gijk+
o l+
ykl+
a d +Pail+
apoijl+ ~ i j k ldimana,
Yijkl = nilai pengamatan karena adanya pengamh fase pertumbuhan
pada taraf ke-i atau pemanenan daun pada taraf ke-j pada
kelompok ke-k
I*
- - rata-rata hasil pengarnatan untuk setiap satuan percobaanai - - pengaruh fase pertumbuhan pada taraf ke-i
pj = pengaruh pemanenan daun pada taraf ke-j
apij = pengaruh interaksi fase pertumbuhan pada taraf ke-i dan
pemanenan daun pada taraf ke-j
Gijk = koniponen acak perlakuan
o l = pengaruh waktu pengamatan ke-1
ykl = komponen acak waktu pengamatan
aoil = pengaruh interaksi waktu dengan faktor fase pertumbuhan
pojl = pengaruh interaksi waktu dengan faktor pemanenan daun
dengan waktu pengalllatan
~ i j k = pengarull galat fase pertun~buhan pada taraf ke-i, dan
pemanenan pada taraf ke-j dan kelompok ke-k
i - - 1 , 2 untuk fase pertumbuhan
j - - 1,2, 3 , 4 untuk penlanenan daun
k - - 1,2,3,4 untuk kelompok
1 - - 1,2 untuk waktu
dan untuk parameter bobot basah dan kering pada pemanenan awal, notasi model
untuk pemanenan daun menjadi :
J - - 1 , 2 , 3 untuk pemanenan daun
Pelaksanaan di Lapang
Pada awal percobaan seluruh tanaman dibuang bunga dan buahnya untuk
mendapatkan koildisi yang seragam. Tanaman dengan perlakuan fase vegetatif
(F1) dipertahankan pada kondisi vegetatif dengan selalu membuang bunga yang
muncul sampai saat perlakuan pemanenan. Pada saat pengamatan, organ generatif
yang muncul pada tanaman dengan fase vegetatif dibiarkan hingga membentuk
buah kecil dengan diameter buah F 1 cm, untuk mengamati perkembangan organ
generatif, setelah itu buah kecil tersebut dibuang. Tanaman dengan perlakuan fase
berbunga (F2) dibiarkan berkembang alami tanpa membuang bunga dan buah.
Perlakuan pemanenan diaplikasikan setelah 50% dari tanaman perlakuan
fase berbunga mengeluarkan bunga. Cara pemanenan adalah dengan mengambil
tiap helaian daun tanpa cabangnya (perompesan) dengan arah dari ujung ke
pangkal cabang. Cabang yang diberi perlakuan pemanenan adalah mulai dari
cabang tersier dari tanaman. Pada cabang tersier yang tidak memiliki daun,
pemanenan dilakuka~i pada cabang-cabang lateral yang tumbuh dari cabang
tersier. Daun yang masih belum membuka senlpurna dan kuncup daun pada
cabang perlakuan tidak ikut dipanen. Cara panen untuk perlakuan pemanenan
Tabel 1. Cara Panen pada Perlakuan Pemanenan Daun
Perlakuan Cara Panen
Tanpa pemanenan daun (PI) Cabang dibiarkan tumbuh tanpa dipanen
daunnya
Daun yang ada pada seluruh cabang tersier Pelnanenan daun 25% (PZ) dalam tanaman dipanen sebanyak 25% dari
ujung cabang
Pemanenan daun 50% (P3) Daun yang a d a pada cabang tersier dipanen sebanyak 50% dari ujung cabang
Pernanenan daun 100% (P,) Seluruh daun yang ada pada cabang tersier dipanen
Pengamatan terhadap pertumbuhan tanaman dilakukan dengan
memperhatikan pertumbuhan cabang kuarterner. Pertumbuhan cabang kuarterner
dapat dikatakan sempurna bila telah muncul cabang pentaner. Setelah cabang
pentaner n ~ ~ ~ l a i tumbuh, ditandai dengan minimal 50% cabang kuarterner dari
tanaman perlakuan telah memunculkan cabang pentaner yang rnerniliki minimal
tiga pasang daun dan minimal 75% dari seluruh perlakuan mengeluarkan cabang
pentaner, dilakukan pemanenan di akhir percobaan dengan memanen seluruh daun
pada cabang kuarterner, pentaner, dan seterusnya pada cabang perlakuan. Panen
daun terakhir dilakukan di saat yang bersamaan pada akhir perlakuan yaitu pada
22 MSP. Ganlbar 2 memperlihatkan rangkaian alur percobaan.
t
Tanpa panen
I buah dg diameter?
I 1 cm, buah dibuang
(perlakuan Fase
I Panen 50%
I Vegetatif) I
I 75% Cbg I
Pembuangan I Panen 100%
50% Fase I Kuarterner
bunga dan buah mengeiuarkan
,
(penyeragaman) I
I
Cbg Pentaner I
berbunza I
memunculkan
I
Generatif) I
I
I I I
I I
1
Panen 100%1
I II I I
I I I
I
I 9 minggu Panen Awal 22 minggu Panen AkI
t (kecuali perlakuan tanpa pemanenan daun) I
I Total 3 1 minggu I
[image:24.524.69.509.60.740.2]I I
[image:24.524.80.513.396.707.2]Pelaksanaan di Laboratoriunl
Analisis kandungan flavonoid dilakukan terhadap daun-daun yang telah
dipanen. Pada pemanenan pertama analisis kandungan flavonoid dilakukan
terhadap daun-daun pada cabang tersier sedangkan pada pemanenan terakhir
dilakukan terhadap daun-daun pada cabang kuarterner dan pentaner.
Sampel daun yang telah dipanen dianalisis di laboratorium untuk
mengetahui kandungan flavonoid yang terdapat di dalamnya. Analisis pertama
yaitu analisis kualitatif dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya flavonoid dan
mengetahui kandungan metabolit sekunder laimya pada sampel daun. Kandungan
flavonoid secara kuantitatif dianalisis menggunakan analisis kuantitatif flavonoid
total dengan standar senyawa flavonoid bakunya adalah senyawa rutin (bobot
molekul = 610.53 dalton).
Annlisis Kzrnlitntif
Sampel daun dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 80' C selama
tiga hari kemudian dihaluskan menggunakan penghalus mesin (blender).
Sebanyak 10 g sampel direndam dengan 100 ml methanol di dalam labu
erlenmeyer selama 24 jam pada suhu kamar. Ekstrak kemudian disaring kemudian
diuapkan menggunakan wafer bnlh pada suhu 70' C sampai didapatkan residu.
Uji alkaloid dilakukan dengan memasukkan 2 mg residu ke dalam tabung
reaksi ditambahkan dengan 10 ml kloroform-amoniak kemudian dikocok dan
disaring untuk nlendapatkan filtrat. Ke dalam filtrat tersebut dimasukkan beberapa
tetes HzS04 2 M kemudian dikocok kembali hingga terbentuk dua lapisan yaitu
lapisan keruh dan lapisan bening. Lapisan bening kemudian dipisahkan dan
dimasuMtan ke dalam tabung reaksi yang berbeda dengan menggunakan pipet.
Setelah itu tabung reaksi diteteskan reagen Mayer sampai membentuk endapan.
Adanya endapan putih kekuningan pada tabung reaksi yang diteteskan reagen
Mayer menunjukkan adanya kandungan alkaloid. Cara pembuatan reagen Mayer
adalah dengan melarutkan 1.358 g HgClz dalam 60 ml aquades dicampur dengan
larutan 5 g KI dalam 10 ml aquades kemudian volume ditepatkan sampai 100 ml
Uji triterpenoid, steroid, dan saponin dilakukan dengan melarutkan
2
mgresidu dengan 2 ml dietil eter dalam tabung reaksi. Fraksi yang larut dalam dietil
eter ditambahkan dengan pereaksi Liebermann-Buchard (tiga tetes asam asetat
anhidrat ditambah satu tetes HzS04 pekat). Adanya warna hijau atau bim
menandakan adanya kandungan steroid, sedangkan warna merah atau ungu
menandakan adanya kandungan triterpenoid. Fraksi yang tidak larut dalam dietil
eter ditambah dengan 5 ml H20 kemudian dikocok. Kandungan saponin
teridentifikasi dengan adanya busa yang bertahan selama
+
15 menit.Uji tanin, flavonoid, dan fenil hidroquinon dilakukan dengan melarutkan 2
mg residu dalam 5 ml methanol. Lamtan tersebut kemudian dibagi ke dalam tiga
tabung reaksi. Ke dalarn tabung reaksi pertama diteteskan NaOH 10% dan bila
terbentuk warna merah menandakan adanya kandungan fenol hidroquinon. Ke
dalam tabung reaksi kedua diteteskan HzS04 pekat dan bila terbentuk warna
merah menandakan adanya kandungan flavonoid. Ke dalam tabung ketiga
diteteskan FeC13 1% dan apabila terbentuk wama hijau atau biru atau ungu
menandakan adanya kandungan tanin.
Analisis KuantitaiifFavonoid Total
Sebanyak 5 g sampel kering yang telah dihaluskan ditambahkan dengan 1
ml heksametil tetramin 0.5% (bobotl volume), 20 ml aseton, 2 ml HCI 0.10 N HC1
kemudian direfluks selama 30 menit lalu disaring. Hasil refluks kemudian
ditepatkan volumenya menjadi 100 rnl menggunakan aseton. Residu dicuci
dengan 20 ml aseton. Setelah itu diambil 10 rnl ekstrak dimasukkan ke dalam labu
pemisah ditambah 20 ml H 2 0 dan 25 ml etil asetat. Ekstraksi degan etil asetat
dilakukan sebanyak 3 kali. Ekstrak kernudian dicuci dengan 50 ml HzO sebanyak
dua kali kernudian volumenya ditepatkan menjadi 100 ml menggunakan etil
asetat. Kemudian diambil 10 ml ekstrak ditanlbahkan dengan 1 ml AICL 2 %
dalam metanol dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Setelah itu diukur
absorbansinya pada panjang gelombang 425 nm ( k w a kalibrasi 8, 16,24, dan 32
mg/ kg rutin) menggunakan spektrofotometer
W.
Kuantifikasi kandungan flavonoid total @pm) dilakukan menggunakan
(Abs : slope) x (100 : BE) x 10
Abs = Absorbansi pada panjang gelombang 425 nm
Slope = Rata-rata slope pada pernbacaan kurva (0.02)
BE = Bobot ekstrak (g)
I'engamatan
Pengamatan pertumbuhan tanaman dilakukan setiap minggu setelah dua
minggu sejak perlakuan panen awal selama 22 minggu (2
-
22 MSP) denganparameter pengamatan sebagai berikut :
1. Pertambahan jumlah daun, merupakan jumlah daun sempurna yang
muncul setelah perlakuan pemanenan daun pada cabang perlakuan.
2. Jumlah cabang tersier, merupakan jumlah cabang tersier yang muncul
setelah perlakuan pemanenan daun dan memiliki satu daun sempurna.
3. Jumlah cabang kuarterner, merupakan jumlah cabang kuarterner yang
muncul setelah perlakuan pemanenan daun dan memiliki satu daun
sempurna.
4. Waktu munculnya cabang kuarterner, merupakan waktu yang dibutuhkan
untuk kernunculan cabang kuarterner pertama yang memiliki satu daun
sempurna setelah perlakuan pemanenan daun.
5. Jumlah buah, merupakan jumlah buah yang terbentuk setelah perlakuan
pemanenan daun pada cabang perlakuan.
6. Bobot basah daun, merupakan hasil pengukuran bobot daun dalam satuan
gram yang b e l m dikeringkan setelah dipanen. Diamati pada awal dan
akhir percobaan.
7. Bobot kering daun, merupakan hasil pengukuran bobot daun dalam satuan
gram yang telah dikeringkan pada suhu 80' C selarna 3 hari setelah
dipanen. Diamati pada awal dan akhir percobaan.
8. Indeks luas daun, adalah indeks penutupan daun terhadap pemukaan
tanah pada tiap perlakuan. Diamati pada awal dan akhir percobaan. Indeks
Luns dnun per tanaman
ILD =
J a r a k tanam per tanaman
Luas daun per tanaman dihitung dengan menghitung 50 sampel daun yang
diukur luas daunnya dengan rne~~galikan panjang daun dan lebar daun
sampel.
9. Produksi bahan bioaktif flavonoid, merupakan perkalian jumlah
kandungan flavonoid yang terdapat pada daun dengan biomassa. Diamati
I-IASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Tanaman yang digunakan pada penelitian berasal dari cangkokan jambu
biji merah dari kebun petani Cimanggu yang ditanam pada kondisi lahan berteras
dengan sudut kemiringan lahan kurang dari 30' dan telah berumur kurang lebih
empat tahun. Sebelum percobaan dimulai didapati bahwa 78.13 % tanaman
percobaan terserang penyakit karat daun dan 28.13 % terserang hama penggerek
batang. PenIberian fungisida Dithane dengan konsentrasi 2 g/
1
air diaplikasikandua kali seminggu selama tiga minggu untuk mengatasi penyakit karat daun.
Setelah periode itu terlihat daun-daun yang terserang karat daun mulai berguguran
dan digantikan oleh daun-daun yang baru tumbuh. Frekuensi pemberian Dithane
kemudian dikurangi menjadi satu kali seminggu dan tetap dilakukan sampai
penelitian berakhir. Untuk mengatasi serangan hama penggerek batang, pada tiap-
tiap lubang yang terdapat pada batang tanaman yang terserang disumbat
menggunakan kapas yang telah dibasahi dengan insektisida Dermathicide pekat.
Untuk memperbaiki kondisi tanah dilakukan juga pengapuran menggunakan
Dolomit sebanyak 0.5 kg/ pohon dan pemupukan Urea : SP-36 : KC1 = 1 : 1 : 1
sebanyak 90 glpohon disusul satu minggu kemudian dengan 20 g/ pohon KC].
Pupuk kandang berupa kotoran kambing diberikan juga bersamaan dengan
pengapuran dan pemberian pupuk pertama sebanyak 10 kg/ pohon. Untuk
merangsang pertumbuhan daun-daun baru setelah terserang hama dan penyakit,
diaplikasikan pupuk daun Gandasil-D 3 g/ 1 air setiap minggu sekali sampai satu
minggu sebelum perlakuan percobaan diaplikasikan.
Perlakuan awal penyeragaman tanaman dilakukan pada pertengahan Maret
2006 dimana curah hujan adalah 138.30 mm/ bln dengan kelembaban udara rata-
rata 84%. Perlakuan awal penyeragaman berlangsung selama 9 minggu sampai
terdapat 50% tanaman dengan perlakuan fase generatif memunculkan bunga.
Perlakuan pemanenan daun dilakukan pada akhir Mei 2006 dengan curah hujan
yang tinggi yaitu 324 mml bln dan termasuk bulan basah (Kartasapoetra 1993).
Kelembaban udara rata-rata sama dengan awal perlakuan penyeragaman. Kondisi
berakhir yaitu pada awal November 2006. Dari data iklim yang diperoleh seperti
terlihat pada Tabel 2, percobaan berlangsung pada bulan-bulan kering dengan
curall hujan lebih kecil dari 200 mml bln.
Tabel 2. Data Klimatologi Badan Meteorologi dan Geofisika Stasiun Darmaga
Bogor
Temperati~r ("C) Lama Kelembaban Jumlah t,ari Curah
Bulan Penyinaran
Rata-rata (%)
Minimal Maksimal (%,.am) Hujan
Hujan (mml bln)
Maret 21.20 33.70 46.20 84.00 25 138.30
April 21.20 32.80 60.50 84.00 26 163.90
Mei 20.80 32.60 68.00 84.00 16 324.00
Juni 20.40 32.90 85.00 81.00 12 173.00
Juli 20.80 33.10 83.70 79.00 10 31.20
Agilstus 18.50 33.60 94.40 76.00 9 191.20
September 18.80 35.60 93.90 72.00 8 25.70
Oktober 20.10 35.90 67.40 74.00 10 152.00
November 21.80 35.10 76.20 83.00 25 355.10
Sumber : Data Klimatologi Bulanan Badan Meteorologi dan Geofisika Balai Wilayah 11 Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor Tahun 2006
Gambar 3 menunjukkan tempat tumbuhnya cabang kuartemer dari cabang
tersier dan cabang pentaner dari cabang kuarterner. Bagian ujung cabang yang
mengalami pemanenan daun menjadi tempat tumbuhnya cabang lateral baru.
Narnun demikian pada pengamatan visual di lapangan cabang lateral baru tidak
hanya turnbuh dari bagian ujung cabang. Munculnya cabang lateral baru juga
dijumpai pada bagian tengah cabang yang tidak berdaun, dan dari ketiak daun.
Gambar 3. Tumbuhnya Cabang Kuartemer (kiri) dan Cabang Pentaner (kanan)
Pada cabang tersier dengan perlakuan pemanenan 100% hanya beberapa
[image:30.518.71.488.156.309.2]n~emunculkan cabang kuarterner tersebut adalah cabang-cabang dengan pasangan
daun lebih dari enam, sementara cabang yang memiliki kurang dari enam pasang
terlihat hanya daun yang belum membuka atau kuncup daun yang tidak dipanen
saja yang bertahan. Di sisi lain, tidak tumbuhnya cabang kuarterner pada cabang
tersier dengan perlakuan pemanenan daun 100% memicu tumbuhnya cabang-
cabang tersier baru yang lebih banyak dibanding perlakuan lain.
Pada tiap-tiap tanarnan percobaan hanya didapati organ generatif baik
bunga maupun buah yang sedikit. Perkembangan bunga menjadi buah kecil relatif
normal kecuali pada cabang-cabang dengan perlakuan pemanenan daun 100%
dimana perkembangan bunga menjadi terhambat atau mengalami keguguran.
Perkembangan buah kecil untuk menjadi ukuran normalnya secara umum
mengalami hambatan terlihat pada perlakuan pemanenan daun 50 dan 100%.
Gugur buah juga banyak dijumpai terutama terjadi setelah kurang lebih 3-5 MSP.
Rekapitulasi sidik ragam hasil percobaan dapat dilihat pada Tabel 3. Fase
pertumbuhan tanaman berpengaruh nyata untuk jumlah bud1 pada 1-13 MSP,
sementara perlakuan pemanenan daun berpengaruh pada 1-17 MSP untuk jumlah
daun, 10-22 MSP untuk cabang tersier, dan 6-22 MSP untuk cabang kuarterner.
Pemanenan daun juga mempengaruhi secara nyata waktu munculnya cabang
kuarterner dan bobot basah daun pada akhir perlakuan. Interaksi kedua perlakuan
hanya berbeda nyata untuk produksi bahan bioaktif flavonoid pada akhir
[image:31.524.74.486.530.724.2]percobaan.
Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Percobaan
Analisis Sidik Ragam Koefisien
Pengamatan Fase Pemanenan
Pertumbuhan Daun Internksi Keragaman
1. Pertambahan Jumlah Daun
Pengamatan -...=. L
1.Pertamballan Jumlah Daun 13 MSPa'
14 MSP') 15 MSP') 16 MSP') 17 M S P ~ )
2. Jumlah Cabang Tersie~ 1 M S P ~ )
3. Jumlah Cabang Kuartemer
I M S P ~ )
Analisis Sidik Ragam
Pemanenan Koefisien
rase rerrurnbuhan
Tabel 3. Lanjutan
Analisis Sidik Ragam
Pengamatan Fase Pemancnan Koefisien
Peflumbuhan Daun lnteraksi Keragaman
3. Julnlah Cabang Tersier
19 MSPb) tn ** tn
20 M S P ~ ) tn t * tn 32.56
21 M S P ~ ) tn *i tn 32.57
22 MSP" tn
**
tn 28.81 28.534. Waktu Munculnya Cahang Kuarterner tn a* tn 15.48
5. Jumlah Buah
21 MSPb) tn tn tn
22 MSP" tn tn tn
6. Bobot Basah Daun Awal Percobaanb) In tn tn
7. Bobot Basah Daun Akhir Percobaanb) tn
*
tn8. Bobot Kering Daun Awal Percobaanb) tn tn tn
9. Bobot Kering Daun Akhir Percobaanb) tn
*
In10. lndeks Luas Daun Awal Percobaanb) tn tn
m
11. lndeks Luas Daun Akhir Percobaanb) tn In tn
12. Produksi Flavonoid Awal Percobaanc) tn tn tn
13. Produksi Flavonoid Akhir PercobaanC) tn tn
*
Keterangan :
a) Data ditransformasi menggunakan kuadrat dan ditransformasi kembali dengan logx
b)Data ditransformasi menggunakan ( ~ + 1 . 5 ) ' ~
') Data ditransformasi menggunakan log&+l)
tn : tidak berbeda nyata
*
berbeda nyata pada taraf kesalahanS% [image:33.518.67.488.82.585.2]Pertunlbul~an Organ Vegetatif Jambu Biji Merah
Permn7bohan Jllnilnl? Dolrn
Fase pertumbuhan tanaman tidak mempengaruhi pertambahan jumlah
daun secara nyata walaupun terlihat pada Tabel 4 pertambahan jumlah daun pada
kedua fase pertumbuhan di akhir pengamatan mengalami kenaikan dibandingkan
pada awal pengamatan. Kenaikan pertambahan jumlah daun pada kedua fase
terjadi hingga 6 MSP dan mengalami penurunan psda 7 - 9 MSP dan 15 - 20
MSP. Pada 10 - 14 MSP dan 21 - 22 MSP pertalnbahan jumlah daun kembali
meningkat. Fluktuasi pertanlbahan jumlah daun pada kedua fase pertumbuhan
tersebut kemungkinan diakibatkan oleh berfluktuasinya kondisi iklim temtama
curah hujan pada minggu-minggu pengamatan. Hal ini karena tanaman percobaan
tidak diberi pemberian air secara manual dan hanya mengandalkan air hujan
sebagai sumber penyerapan air dari lingkungannya. Fitter dan Hay (1994)
menyatakan bahwa air sebagai pelarut bahan-bahan biologis yang penting untuk
pertumbuhan seperti bahan organik, ion-ion hara, dan gas dari atmosfer, juga
merupakan reagen biokimia penting seperti reaksi fotosintesis dan hidrolisis.
Tabel 4. Pengaruh Fase Pertumbuhan terhadap Pertambahan Jumlah Daun Jambu Biji Merah
Fase Pertumbuhan
Minggu Setelah Perlakuan Vegetatif Generatif
2 40.44 35.63
3 8 1.94 69.94
4 105.88 94.8 1
5 106.44 98.63
6 109.81 107.00
7 84.94 86.56
8 80.44 78.19
9 79.63 73.63
10 121.75 121.75
11 150.19 153.19
12 169.69 188.88
13 173.38 193.63
14 215.75 236.81
15 230.90 227.20
16 198.50 206.38
17 197.90 198.90
I8 192.88 160.63
19 183.69 122.31
20 165.88 131.13
2 1 194.63 166.50
[image:34.518.72.485.453.736.2]Pen~~runan curah hujan mengakibatkan kandungan air tanah berkurang,
dengan demikian tanaman akan mengalami cekaman kekeringan akibat
ketersediaan air tanah yang terbatas. Sebagai adaptasi tanaman terhadap
lingkungan, biasanya tananian akan merespon secara alami eperti dengan
menggugurkan daun-daun untuk mengurangi laju transpirasi dan
menyeimbangkan proses fisiologis dalam tubuhnya agar dapat tetap bertahan
hidup. Proses fisiologis tersebnt dijelaskan oleh Gupta (1995) yang melaporkan
bahwa apabila cekaman kekeringan terjadi hingga mendekati titik l a p , tanaman
akan memproduksi asam absisat dan daun-daun akan berangsur gugur.
Pada Tabel 5 terliliat bahwa pemanenan daun 25% memberikan hasil
pertambahan jumlah daun tertinggi sebesar 354.80 daunt tanaman pada akhir
perlakuan. Pemanenan daun secara langsung akan mengurangi luas tajuk tanaman
seperti halnya yang terjadi pada teknik pemangkasan untuk berbagai tujuan.
Berkurangnya luas tajuk tersebut akan men~pengaruhi jumlah cahaya matahari
yang dapat ditangkap ole11 daun-daun pada tanaman.
Tabel 5. Pengaruh Pemanenan Daun terhadap Pertambahan Jurnlah Daun Jambu Biji Merah
Perlakuan
Minggu Setelah Tanpa
Perlakuan Pemanenan Pemanenan Daun Pemanenan Daun Pemanenan Daun
Daun 25% 50% 100%
2 114.00a 41.25b -41.2% 38.13b
3 156.13a 81.00b 3.13b 63.50b
4 185.00a 113.00ab 26.00~ 77.38bc
5 155.63a 143.75a 16.25b 94.50ab
6 142.75a 165.50a 18.63b 106.75ab
7 103.38a 137.2% 4.38b 98.00~1
8 79.50ab 120.75a 11.13b 105.88ab
9 55.25 128.50 7.63 55.25
10 75.13 201.13 75.50 135.25
11 105.60 248.10 100.50 152.50
12 122.10 279.90 154.80 160.40
13 100.10 298.00 159.40 176.50
14 155.80 328.10 205.60 215.60
15 127.80 368.40 226.10 193.90
I 6 78.00 33 1.40 196.80 203.60
17 65.30 340.80 199.90 187.90
I8 29.90 297.60 191.30 188.30
19 -5.50 254.30 174.90 188.40
20 -48.30b 270AOa 158.40ab 213.5Oab
2 1 -25.80b 3 12.808 197.50ab 237.80ab
22 -3.50b 354.80a 227.10ab 261.40ab
[image:35.524.71.494.410.709.2]Mursal (2004) menyatakan bahwa pemangkasan yang dilakukan secara
tepat selain dapat n~eningkatkan penetrasi cahaya kedalam tajuk untuk
memaksimalkan proses fotosintesis juga dapat mengurangi persaingan dalam
distribusi nutrisi. Dengan jumlah daun yang ada pada tanaman percobaan, proses
fotosintesis pada perlakuan pemanenan daun 25% berlangsung lebih baik
dibanding perlakuan lain sehingga asimilat yang terbentuk dapat digunakan untuk
memunculkan daun-daun baru yang lebih banyak dari cabang lateral.
Julnlah Cubang Tersier dun Kuarterner
Pertumbuhan cabang tersier pada awal-awal masa pengamatan masih
terlihat seraganl setelah dilakukan pemanenan daun. Tabel 6 menunjukkan
pemanenan daun 25 dan 50% menghasilkan cabang kuarterner yang lebih banyak
dibandingkan dengan cabang tersier sebaliknya pemanenan daun 100%
menghasilkan lebih banyak cabang tersier. Penggunaan asimilat untuk
menghasilkan cabang lateral baru pada pemanenan daun 25 dan 50% lebih baik
dibandingkan pada pemanenan daun 100% karena adanya daun sebagai sumber
produksi asimilat yang tersisa pada cabang tersier pada perlakuan pemanenan
daun 25 dan 50%.
Tabel 6. Pengaruh Perlakuan terhadap Jumlah Cabang Tersier dan Kuarterner
Jambu Biji Merah
Jurnlah Cabang Tersierl Jumlah Cabang Kuarternerl
Perlakuan Tanarnan Tanaman
l MSP 22 MSP 1 MSP 22 MSP
Fuse Periumbtrhun
Vegetatif 1.44 17.38 1.13 2 1.75
Generatif 0.88 15.88 0.94 20.06
Pernunenan D a m
0% 1.63 Il.l3b 0.75 11.50b
25% 1.13 20.63a 1.25 31.25a
50% 0.63 12.88b 1.00 28.00a
100% 1.25 21.8Sa 1.13 12.88b
lnteraksi tn tn tn tn
Keteranzan : notasi huruf berbeda ~ a d a kolom vanr! sama berbeda nvata vada DMRT 1% denzan
.
in-
transforkasi log x untuk jurnlah da;n dan (x+1.5) untuk jurnlah cabang k i e r dan kuarterner-
Perlakuan pemanenan daun terhadap cabang kuarterner memiliki pola
pengaruh yang hampir sama dengan pengaruh terhadap cabang tersier dimana
nyata untuk pertun~buhan cabang tersier mulai terlihat pada 10 MSP dan untuk
pertumbuhan cabang kuarterner mulai terlihat pada 5 MSP. Dengan demikian
teramati bahwa perlakuan pemanenan daun memberikan pengamh yang lebih
cepat untuk cabang kuarterner dibanding cabang tersier.
JVclktli M~~riclrlnyo Crrbotig Kzmrtertier Pet.fnnla
Waktu munculnya cabang kuarterner pertama yang dihasilkan pada kedua
fase tidak berbeda nyata, namun waktu munculnya cabang kuarterner pertama
dipengaruhi secara nyata oleh perlakuan pemanenan daun seperti terlihat pada
Tabel 7. Perlakuan pemanenan 25 dan 50% memberikan hasil yang sama untuk
munculnya cabang kuarterner pertama yaitu pada 2.00 MSP. Waktu terlama
diperoleh pada perlakuan tanpa pemanenan daun yang membutuhkan waktu 5.50
MSP untuk n ~ e ~ ~ ~ u n c u l k a n cabang kuarterner pertama.
Tabel 7. Pengaruh Perlakuan terhadap Waktu Munculnya Cabang Kuartener Pertanla
Perlakuan Waktu Munculnya Cabang Kuarterner Pertama (MSP)
Fase Perrerflbrrltnrt
Vesetatif 3.3 1
Generatif 3.25
Penfanenart Dnun
0% 5.50a
25% 2 . 0 0 ~
50% 2 . 0 0 ~
100% 3.63b
lnteraksi tn
Keterangan : notasi huruf berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada DMRT 1% dengan transformasi (x+1.5)ln
Pertumbuhan Organ Generatif Jambu Biji Merah
Jlrri7lnh Bzmh
Penganlh fase pertumbuhan terhadap jumlah buah jambu biji merah
terlihat pada Tabel 8 dimana jumlah buah terbanyak tercapai pada 2 MSP yaitu
sebesar 3.44 buab.1 tanaman berbeda nyata dengan fase vegetatif. Mulai 3 MSP
terlihat adanya kecenderungan penurunan jumlah buah sampai akhir perlakuan,
berbeda nyata. Sebagian besar buah yang teramati san~pai dengan 3 MSP merupakan sisa buah yang dihasilkan pada musim basah sebelumnya, dan
berguguran pada musim pengamatan yang merupakan musim kering.
Tanaman dengan perlakuan fase vegetatif walaupun diaplikasikan
pembuangan buah setelah berukuran
2
1 cm, tetap dapat menghasilkan bunga danbuah baru dari cabang lateral yang berbeda dalam jumlah yang sedikit. Cabang
yang telah mengeluarkan buah setelah nlendapat perlakuan pembuangan buah
tidak lagi menghasilkan bunga dan buah baru. Beberapa tanaman dengan
perlakuan fase generatif yang memiliki buah berukuran sedang, tetap dapat
berkembang sanpai menjadi buah masak sementara beberapa tanaman yang
[image:38.527.76.485.317.612.2]meiniliki buah kecil, perkembangan buah menjadi terharnbat atau gugur.
Tabel 8. Pengaruh Fase Pertumbuhan terhadap Jumlah Buah Jambu Biji Merah
Fase Pertumbuhan Minggu Setelah Perlakuan
Vegetatif Generatif
2 O.OOb 3.44a
3 O.OOb 2.13~1
4 O.OOb 1.69a
5 O.OOb 1.50a
6 O.OOb 1.50a
7 0.13b 2.00a
8 0.13b 2.00a
9 0.06b 1.19a
10 0.38 1.00
11 O.OOb 0.69a
12 O.OOb 0.75a
13 O.OOb 0.56a
14 0.00 0.31
15 0.06 0.3 1
16 0.06 0.56
17 0.05 0.50
18 0.00 0.44
19 0.06 0.50
20 0.19 0.3 1
21 0.00 0.38
22 0.00 0.38
Keterangan : notasi huruf berbeda pada baris yang sarna berbeda nyata pada DMRT I% dengan transforrnasi (x+1.5)'~
Pada Tabel 9 terlihat hasil yang berbeda nyata hanya pada 20 MSP dimana
jumlah buah yang terdapat pada perlakuan pemanenan daun 50% sebesar 0.75
buaW tanaman nlerupakan hasil tertinggi dibanding ketiga perlakuan lainnya.
Secara umum pemanenan daun tidak berpengaruh secara nyata terhadap jumlah
Tabel 9. Pengaruh Pen~anenan Daun terhadap Pe~tanlbahan Jumlah Bud1 Jan~bu Biji Merah
Perlakuan
Minggu Setelah Tanpa
Perlakuan Pernanenan Pemanenan Pemanenan Pemanenan
Daun Daun 25% Daun 50% Daun 100%
2 0.25 0.75 4.00 1.88
3 0.25 0.75 2.38 0.88
4 0.25 0.75 1.38 1 .OO
5 0.25 0.88 1 .OO 0.88
6 0.50 0.75 0.88 0.88
7 0.75 0.75 1.88 0.88
8 0.88 0.75 1.75 0.88
9 0.38 0.38 1.25 0.50
10 0.38 1 .OO 0.88 0.50
1 I 0.25 0.25 0.38 0.50
12 0.38 0.38 0.13 0.63
13 0.25 0.25 0.25 0.38
14 0.25 0.13 0.25 0.00
15 0.25 0.00 0.50 0.00
16 0.50 0.13 0.63 0.00
17 1.38 0.38 0.25 0.00
IS 0.38 0.13 0.25 0.13
19 0.13 0.13 0.63 0.25
20 0.13ab O.OOb 0.7% 0.13ab
2 1 0.25 0.00 0.25 0.25
22 0.25 0.00 0.13 0.38
Keterangan : notasi huruf berbeda pada baris yang sama berbeda nyata pada DMRT 1% dengan transfortnasi ( ~ + 1 . 5 ) ' ~
Bobot Basah dan Kering Daun Jambu Biji Merah
Tabel 10 memperlihatkan bahwa kedua fase pertumbuhan memberikan
hasil yang berbeda nyata pada awal percobaan untuk bobot basah dan kering daun.
Bobot basah dan kering daun tanaman dengan fase generatif nyata lebih tinggi
dibandingkan pada tanaman dengan fase vegetatif. Hal ini dipengaruhi oleh pola
pertumbuhan pada tanaman jambu biji yang merniliki jumlah daun yang lebih
banyak untuk mendukung perkembangan organ generatifnya. Bobot basah daun
fase vegetatif pada awal percobaan 200.19 g/ tanaman sementara bobot basah
daun fase generatif 343.13 g/ tanaman. Bobot kering daun fase vegetatif 93.89 g/
[image:39.524.68.494.61.821.2] [image:39.524.77.498.101.405.2]Tabel 10. Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Basah dan Kering Daun Jarnbu Biji Merah pada Awal Percobaan
Perlakuan Awal Percobaan
Bobot Basah Daun Bobot Kering Daun
9/ tanaman
...
...
Fase Pertarnbrrl1o17
Vegetatif 200.19b 93.89b
Generatif 343.3 l a 157.92a
Pe111a17e17a17 D a m
25% 179.60 83.36
50% 297.45 131.61
100% 332.00 152.74
Interaksi tn tn
Keterangan : notasi llk~ruf berbeda pada kolom yang salna berbeda nyata pada DMRT 1% dengan transformasi (x+1 .5)"'
Tabel 1 1 n~enu~ljukkall fase pertumbuhan tidak n~enlberikan hasil yang
berbeda nyata untuk bobot baah dan kering daun di akhir percobaan. Bobot basah
daun tertinggi di akhir percobaan didapat pada perlakuan pemanenan daun 25%
yaitu sebesar 30 1.3 1
gl
tanaman berbeda nyata dengan perlakuan pemanenan daun100%. Pada perlakuan ini juga didapat hasil yang berbeda dibanding perlakuan
lain, dinlana bobot basah daun pada akllir percobaan meningkat sementara
perlakuan lainnya menurunkan bobot basah daun. Hal ini dapat terjadi karena
adanya perbedaan kandungan air dalam daun tanaman.
Tabel 11. Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Basah dan Kering Daun Jambu Biji Merah pada Akhir Percobaan
Akhir Percobaan .Perlakuan
Bobot Basah Daun Bobot Kering Daun
...
gl tanaman...
Fase PerfurnbuhanVegetatif 193.09 99.82
Generatif 206.94 115.45
Pernar?enat~ Dazrr~
0% 150.38ab 78.50ab
25% 301.31a 156.94a
50% 273.31a 135.45ab
100% 75.06b 59.65b
lnteraksi tn in
Keterangan : notasi huruf berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada DMRT 1% dengan transformasi (x+1.5)'"
Bobot kering daun tertinggi didapat pada perlakuan pernanenan daun 25%
yaitu sebesar 156.94 g/ tanarnan berbeda nyata dengan perlakuan pemanenan daun
tanaman dengan perlakuan pemanenan daun 25% selaras dengan hasil jumlah
daun tertinggi (Tabel 5) dan indeks luas daun tertinggi di akhir percobaan (Tabel
12), ha1 ini sesuai dengan pernyataan James (1973) yang menyatakan bahwa
peningkatan bobot kering tanarnan sangat bergantung pada proses fotosintesis
yang terjadi pada tanaman tersebut, sementara proses fotosintesis bergantung pada
total luas perniukaan daun dan efisiensi per unit area.
l'ertambahen Indeks Luas Deun Jembu Biji Mernh
Indeks luas daun pada kedua fase pertumbuhan tidak berbeda nyata (Tabel
12). Indeks luas daun pada kedua fase pertumbuhan menurun pada akhir
perlakuan, ha1 ini nienunjukkan adanya pengurangan jumlah daun karena adanya
perlakuan pemanenan daun sehingga mengakibatkan luas daun per tanaman ikut
berkurang.
Indeks luas daun dipengaruhi oleh antara lain jumlah daun dan jarak
tanatii. Pada kondisi jarak tanam sama untuk seniua satuan percobaan, maka yang
paling berpengaruh adalah jumlah daun. Jumlah daun tertinggi pada perlakuan
pemanenan daun 25% (Tabel 5) sejalan dengan hasil yang didapat untuk
parameter indeks luas daun. Indeks luas daun tertinggi pada perlakuan pemanenan
daun 25% ini nienipengaruhi bobot kering daun tanaman seperti terlihat bahwa
bobot kering tertinggi juga didapat pada perlakuan pemanenan daun 25% (Tabel
11). James (1973) menyatakan bahwa bobot kering tanaman berkaitan erat dengan
fotosintesis dan fotosintesis berkaitan dengan indeks luas daun tanaman.
'Tabel 12. Pengaruh l'erl;~kuan terhndap lndeks Luas Daun Janibu Biji Mcrah
o..-I-v Indcks LUX Daun lndeks Luas Daun 'SLlahUolll
pada Awal Perlakuan pada Akhir Perlakuan Fase Pertzm~brrhan
Vegetatif 0.46 0.33
Generatif 0.43 0.3 1
Pemanenan Daun
0% 0.59 0.27ab
25% 0.41 0.47a
50% 0.42 0.42ab
100% 0.37 0.12b
lnteraksi tn tn
I'roduksi Ballan Bioaktif Flavonoid Daun Jambu Biji Merah
Pada akhir percobaan interaksi antar perlakuan telah menunjukkan
perbedaan yang nyata. Produksi bahan bioaktif flavonoid pada perlakuan
pemanenan daun 100% dengan fase vegetatif merupakan hasil terendah yang
berbeda nyata dibanding perlakuan lain yang relatif sama produksinya. Tabel 12
menunjukkan produksi bahan bioaktif flavonoid daun yang tertinggi didapat pada
tanaman dengan fase pertumbuhan generatif yang diperlakukan dengan
pemanenan daun 50% yaitu sebesar 89.90 g.
Tabel 13. Interaksi Perlakuan terhadap Produksi Flavonoid pada Akhir Percobaan
Fase Pertumbuhan Pemanenan
0% 25% 50% 100% Rata-rata
Vegetatif 32.53ab 69.06ab 69.164ab 7.82b 44.77A
Generatif IG.87ab 35.45ab 89.90a 52.10ab 48.588
Rata-rata 24.700 52.27AB 79.77A 29.96B
Keterangan : notasi buruf kecil yang berbeda pada kolom dan batis yang sama berbeda nyata pada DMRT 1% dengan transformasi (x+1.5)In. Notasi huruf besar pada kolom yang sama berbeda nyata pada DMRT I % dengan transformasi (x+1.5)In. Notasi huruf besar pada baris yang sama berbeda nyata pada DMRT 1% dengan transformasi (x+1.5)'".
Pengaruh Faktor Waktu terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jambu Biji Merah
Hasil rekapitulasi sidik ragam disajikan pada Tabel 14. Waktu percobaan
mempenearuhi secara nyata interaksi perlakuan terhadap pertambahan jumlah
daun, jumlah buah, dan kandungan bahan bioaktif flavonoid jambu biji.
Pertambahan jumlah daun terbanyak tercapai pada 15 MSP sebesar 229.03 d a d
tanaman, jumlah buah terbanyak tercapai pada 7 MSP sebesar 1.21 daunt
tanaman, dan kandungan bahan bioaktif flavonoid pada akhir perlakuan
merupakan yang tertinggi yaitu 46.68 g/ tanaman (Tabel 14). Tercapainya jumlah
daun terbanyak sebelum akhir perlakuan dipengaruhi oleh curah hujan bulanan
selama masa pengamatan, dimana curah hujan berfluktuasi selama masa
pengamatan. Buah yang ada pada percobaan merupakan resultan dari proses
Tabel 14. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Faktor Waktu Pengamatan
Analisis Sidik Ragam
No. Parameter Fase Pemanenan Faktor Koefisien
Pertumbuhan Daun Waktu lnteraksi Keragaman
1 Pertambahan Jumlah *$ *$ * I *$
~ a u n l ' 15.58
2 Jumlah ~ u a h ~ )
**
*i i* I * 10.103 Jumlah ~ u n g a ~ ' *i
**
t tn 18.094 Bobot Basah Daunb) **. tn * tn 23.90
5 Bobot Kering Daunb'
**
tn tn tn 23.516 lndeks Luas Daun" tn i i* tn 4.99
7 Produksi Flavonoid tn tn *i ii 21.82
8 Kandungan Flavonoid ** t* ** ** 6.44
"
Data ditransformasi menggunakan kuadrat dan ditransformasi kembali dengan Iogxb' Data ditransfor~nasi menggunakan '+I.s)'/~ tn : DMRT tidak berbeda nyata
* DMRT berbeda nyata pnda taraf 5%
**
DMRT berbeda nyata pada taraf 1%Faktor produksi jambu biji merah diperlihatkan pada Tabel 15, yang
dian~ati pada dua waktu yaitu di awal dan akhir percobaan. Indeks luas daun,
bobot basah, dan bobot kering daun mengalami penurunan di akhir percobaan.
Menurunnya ketiga faktor produksi tersebut dipengaruhi oleh banyaknya daun
yang berguguran akibat perubahan fluktuasi curah hujan. Pertambahan jumlah
daun yang menurun akibat adanya perlakuan pemanenan daun dan gugur daun
meningkatkan kandungan bahan bioaktif flavonoid daun. Meningkatnya
kandungan bahan bioaktif flavonoid daun dengan sendirinya mempengaruhi
produksi flavonoid daun dalam tanaman yang juga meningkat. Pengaruh iklim
metnpengaruhi proses fisiologis dalam tanaman yang berkaitan dengan
penggunaan hasil asimilat untuk produksi metabolit sekunder narnun produksi
metabolit sekunder tersebut tidak dipengaruhi oleh curah hujan. Homok
(1992)
menyatakan bahwa ketersediaan air yang optimum dapat meningkatkan bobot
kering tanaman, namun tidak mempengaruhi produksi metabolit sekunder secara
signifikan.
Penurunan bobot basah dan bobot kering daun diakibatkan oleh
perkembangan ukuran daun balu yang tumbuh belum optimum sehingga ukuran
d a m lebih kecil dibanding pada awal percobaan. Keadaan ini membuat bobot
basah dan kering daun menurun dibanding pada awal percobaan. Dengan
menurunnya bobot kering daun di akhir percobaan maka perhitungall laju
[image:43.521.73.492.82.226.2]Tabel 15. Produksi Daun Jambu Biji merah pada Awal dan Akhir Percobaan
Waktu Bobot Basah Bobot Kering Produksi Kandungan
Penganiatan Daunl Daunl Indeks Flavonoidl Flavonoid
Tanaman Tanaman Luas Daun Tanaman Daun (ppm)
.
. . .
. .. . .. . . .
. .. . . .. . .
.. .. . . ..
...g.. .. . .
. . .. . .
. .. . .
. . .. . .
Awal
Perlakuan 27 1.75 132.28 0.45 17.33b 138.08b
Akhir
Perlakuan 194.48 109.98 0.32 46.68a 437.94a
Angka dalam tanda kurung lnerupakan hasil transformasi (x+1.5)"~
Angka yang diikuti lluruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada DMRT n = 1%
229.03 daunt tanaman pada 15 MSP
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Maret 2006
Minggu Setelah Perlakuan November ZOO6
Gambar 4. Hubungan Jumlah Daun, Jumlah Buah, dan Produksi Flavonoid
Selama Masa Percobaan