• Tidak ada hasil yang ditemukan

Correlation between Individual characteristics and communication activities among young and adult addicts, with their healing motivations

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Correlation between Individual characteristics and communication activities among young and adult addicts, with their healing motivations"

Copied!
240
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN AKTIVITAS

KOMUNIKASI PENDERITA KETERGANTUNGAN NARKOTIKA

DENGAN PENGELOMPOKKAN USIA PASIEN TERHADAP

FAKTOR-FAKTOR MOTIVASI UNTUK PEMULIHAN

(

Kasus di RUMWATTIK PAMARDISIWI Jakarta

)

OLEH

:

MARHAENI FAJAR KURNIAWATI

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN

BOGOR

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)

HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN AKTIVITAS

KOMUNIKASI PENDERITA KETERGANTUNGAN NARKOTIKA

DENGAN PENGELOMPOKKAN USIA PASIEN TERHADAP

FAKTOR-FAKTOR MOTIVASI UNTUK PEMULIHAN

(

Kasus di RUMWATTIK PAMARDISIWI Jakarta

)

OLEH

:

MARHAENI FAJAR KURNIAWATI

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN

BOGOR

(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)
(82)
(83)
(84)
(85)
(86)
(87)
(88)
(89)
(90)
(91)
(92)
(93)
(94)
(95)
(96)
(97)
(98)
(99)
(100)
(101)
(102)
(103)
(104)
(105)
(106)
(107)
(108)
(109)
(110)
(111)
(112)
(113)
(114)
(115)
(116)
(117)
(118)
(119)
(120)
(121)
(122)
(123)
(124)
(125)
(126)

HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN AKTIVITAS

KOMUNIKASI PENDERITA KETERGANTUNGAN NARKOTIKA

DENGAN PENGELOMPOKKAN USIA PASIEN TERHADAP

FAKTOR-FAKTOR MOTIVASI UNTUK PEMULIHAN

(

Kasus di RUMWATTIK PAMARDISIWI Jakarta

)

OLEH

:

MARHAENI FAJAR KURNIAWATI

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN

BOGOR

(127)
(128)

ABSTRACT

MARHAENI FAJAR KURNIAWATI. Correlation between Individual

characteristics and communication activities among young and adult addicts, with

their healing motivations. Under the direction of Syahrun Hamdani Nasution,

Maksum, Farida Rohadj i.

The research was conducted on February - May 2002 at Rumah Perawatan

Ketergantungan Narkotik (Rurnwattik) Pamardisiwi Jakarta to study the correlation

between individual characteristics and communication activities among young and

adult addicts, with their healing motivations. Prior to this research a preliminay study

was conducted, to 10 addicted patients at Instalasi Napza Rumah Sakit Jiwa Marzuki

Mahdi Bogor resulted in a score of 0,8765.

The correlations of variables were analyzed with Chi-Square, to examine the

differences in motivation low or high between the two age groups the tagged rank

Wilcoxon was used. Of the respondent's characteristics, from the two age groups,

jobs of parent is the only significant factor that correlate with healing motivation,

whereas the respondent's duration being a patient correlate significantly with healing

motivation, but only in young age patiens. On the result of communication activities

only physical program that significantly correlate with healing motivation and this is

(129)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang be rjudul :

HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN AKTIVITAS KOMUNIKASI KOMUNIKASI PENDERITA KETERGANTUNGAN NARKOTIKA

DENGAN PENGELOMPOKKAN USIA PASIEN TERHADAP FAKTOR-FAKTOR MOTIVASI UNTUK PEMULIHAN

( Kasus di RUMWATTIK PAMARDISIWI Jakarta )

adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan.

Semua sumber data dan infonnasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan

dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor,, September 2002

(130)

HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN AKTIVITAS

KOMUNIKASI PENDERITA KETERGANTUNGAN NARKOTIKA

DENGAN PENGELOMPOKKAN USIA PASIEN TERHADAP

PAKTOR-FAKTOR MOTIVASI UNTUK PEMULIHAN

(

Kasus di RUMWATTIK PAMARDISIWI Jakarta

)

MARHAENI FAJAR KURNIAWATI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Perdesm

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(131)

Judul Tesis : Hubungan Karakteristik Individu dan Aktivitas Komunikasi Penderita

\

Ketergantungan Narkotika dengan Pengelompokkan Usia Pasien

Terhadap Faktor-Faktor Motivasi untuk Pemulihan

( Kasus di Rumwattik Pamardisiwi Jakarta )

Narna : Marhaeni Fajar Kurniawati

Program Studi : Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Perdesaan

(KMP)

Menyetujui,

Drh. S. Harndani Nasution. Ph. D.

n

Ketua Komisi

Drs. Maksum, M. Si

'

Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Program Pascasarjana

Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Perdesaan

w.

Dr. Ir. Aida Vitayala S. Hubeis, MS

(132)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bojonegoro Jawa Timur pada tanggal 3 September 1971

sebagai putri sulung dari pasangan Wisnu Sunarko dan Sumiyati. Pendidikan sarjana

ditempuh di Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta Fakultas Ilmu Komunikasi,

lulus pada tahun 1995. Kesempatan untuk melanjutkan pendidikan di Program Studi

Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Perdesaan pada Program Pascasarjana IPB,

diperoleh penulis pada tahun 1999.

Penulis pernah bekerja di PT Indomobil Jakarta pada tahun 1996. Kemudian

penulis bekerja di Universitas Mercu Buana Jakarta Fakultas Ilmu Komunikasi sejak

tahun 1997. Bidang peke rjaan yang menjadi tanggung jawab penulis adalah bagian staf

pengajar tetap di jurusan hubungan masyarakat. Penulis menikah pada tanggal 14 Juni

(133)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT atas segala karunia-Nya,

sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang

dilaksanakan sejak bulan Pebruari 2002 adalah "Hubungan Karakteristik Individu dan

Aktivitas Komunikasi Penderita Ketergantungan Narkotika dengan Pengelompokkan

Usia Pasien terhadap Faktor-faktor Motivasi untuk Pemulihan pada Rurnah Perawatan

Ketergantungan Narkotika (Rumwattik) Pamardisiwi Jakarta".

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Drh. Syahrun Hamdani Nasution,

Ph. D. Bapak Drs. Maksum, M. Si. Serta Ibu Dra. Farida Rohadji, MS. Selaku

pembimbing. Penghargaan penulis sampaikan kepada POLDA Metro Jaya, Bapak Irjen

Pol Hardiman dan Dr Ricardo (LSM Bersama), Ibu Delfita, Ibu Evi dan seluruh personel

serta para dokter di Rumwattik Pamardisiwi, Bapak Ari dari Badan Narkotika Nasional,

serta semua pihak yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini. Ucapan terima kasih

juga penulis sampaikan kepada suami tercinta mas Kuwat Riyanto atas segala

pengertiannya, ayah dan ibu yang tak henti-hentinya selalu berdoa untuk penulis, serta

teman-teman atas segala bantuan dan dukungannya selama ini. Semoga ALLAH SWT

memberi balasan yang setimpal.

Bogor, September 2002

(134)

DAFTAR IS1 Hal DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN

Latar Belakang

...

...

Perumusan Masalah

...

Tuj uan Penelitian

...

Kegunaan Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA

Penyebab Perkembangan Narkoba di Indonesia

...

...

Jenis-Jenis Narkoba dan Zat Aditif

Pengaruh Penggunaan NAZA

...

Studi Tentang Komunikasi

...

...

Motivasi

Hubungan antara Karakteristik Individu dan Motivasi

...

Hubungan antara Aktivitas Komunikasi dan Motivasi

...

KERANGKA PEMIKIRAN

...

Kerangka Pemikiran

Hipotesis

...

METODOLQGI PENELITIAN

(135)

HASIL PEMBAHASAN

Keadaan Umum Rumwattik Pamardisiwi

...

34

Proses Pembinaan di Rumwattik Pamardisiwi

...

35

...

Aktivitas Komunikasi Responden 40

Hubungan Karakteristik lndividu dan Aktivitas ~ o m h k a s i dengan Pengelompokkan Usia Muda dan Dewasa terhadap

Motivasi untuk Pemulihan

...

44

Hubungan Karakteristik Individu dan Motivasi untuk Pemulihan

dari Ketergantungan NAZA pada Usia Muda dan Usia Dewasa

...

46

Hubungan Aktivitas Komunikasi Responden dengan

Pengelompokkan Usia terhadap Faktor-faktor Motivasi untuk

...

Pemulihan dari Ketergantungan NAZA 55

Hubungan antara Pengelompokkan Usia Responden dengan Faktor-faktor Motivasi untuk Pemulihan

...

Keteragntungan NAZA 6 1

Faktor-faktor motivasi Pemulihan dari Ketergantungan

Terhadap NAZA

...

72

KESIMPULAN DAN SARAN

...

Kesimpulan 76

...

Saran 78

DAFTAR PUSTAKA

KUESIONER

(136)

DAFTAR TABEL

Hal

1

.

Susunan Kepemimpinan Rumwattik Pamardisiwi

...

35

2

.

Distribusi Responden berdasarkan Karakteristik Individu

...

37

3

.

Distribusi Responden Berdasarkan Aktivitas Komunikasi

...

41

4

.

Hubungan Antara Pengelompokkan Usia Responden dengan

Motivasi untuk Pemulihan

...

65
(137)

DAFTAR GAMBAR

Hal

1. Proses Rehabilitasi Pemulihan Ketergantungan Narkotika

...

24

2. Hubungan Karakteristik Individu dan Aktivitas Konlunikasi Penderita Ketergantungan NAZA dengan Pengelompokkan

Usia Pasien Terhadap Faktor-faktor Motivasi Untuk Pemulihan

...

26

3. Hubungan Antara Karakteristik Individu dengan

Aktivitas Komunikasi Responden Kelompok Usia Muda

...

dengan Motivasi Pemulihan Ketergantungan NAZA 44

4. Hubungan Antara Karakteristik Individu dengan

Aktivitas Komunikasi Responden Kelompok Usia Dewasa

(138)

Daftar Lampiran

1. Rekapitulasi data korban penyalahgunaan Narkotika Berdasarkan Profil

Penderita tahun 200 1 - 2002.

2. Rekapitulasi data korban penyalahgunaan Narkotika Berdasarkan Jenis

Narkoba yang digunakan tahun 200 1 - 2002.

3. Rekapitulasi Data Profil Tempat Pelayanan Terapi dan Rehabilitasi Narkoba

Berdasarkan Identitas, Status Kepemilikan dan Fasilitas.

4. Rekapitulasi Data Profil Tempat Pelayanan Terapi dan Rehabilitasi Narkoba Berdasarkan Kepengurusan, SDM Pengurus, Program dan Keadaan

Lingkungan Sekitar.

5. Rekapitulasi Data Profil Tempat Pelayanan Terapi dan Rehabilitasi Narkoba

Berdasarkan Daya Tampung, Pelayanan Diklat dan Mortalitas.

(139)

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Penyalahgunaan serta ketergantungan Narkotika dan Zat Aditif (NAZA) dari tahun

ke tahun semakin bertambah. BAKOLAK INPRES no 6 tahun 1971, dalam Hawari,

(2000) inenyatakan bahwa angka resmi penyalahgunaan (penderita atau pasien) NAZA

sebesar 0,065% dari jumlah penduduk kurang lebih 200 juta jiwa atau sama dengan

130.000 orang.

Penelitian yang dilakukan Hawari (2000) menunjukkan bahwa angka sebenarnya

adalah sepuluh kali lipat dari angka resmi. Fenomena NAZA merupakan fenomena

gunung es (ice berg) artinya yang tampak diperrnukaan lebih kecil dibandingkan dengan

yang tidak tampak, atau dengan kata lain bila ditemukan satu orang penyalahgunan

NAZA artinya ada sepuluh orang penderita lainnya yang tidak terdata secara resmi.

Dengan demikian jumlah atau ketergantungan pada NAZA di Indonesia dapat

diasumsikan berjumlah 130.000 x 10 = 1,3 juta orang. Bila diasumsikan setiap

penyalahguna atau ketergantungan NAZA mengeluarkan uang paling sedikit Rp.

100.000,- per hari untuk mengkonsumsi NAZA; maka biaya yang harus dikeluarkan

minimal Rp. 130 milyar perhari.

Pergaulan bebas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi adanya

peningkatan pemakaian NAZA. Sedangkan pergaulan bebas tidak selalu terkontrol oleh

orang tua, oleh karena itu lemahnya kontrol orang tua terhadap anaknya, juga merupakan

(140)

Faktor lain yang meinpengaruhi meningkatnya pengguna NAZA adalah

perdagangan bebas NAZA di Indonesia baik yang berasal dari dalam negeri maupun yang

dari luar negeri, leinahnya hukum peradilan, dan tidak adanya tindakan hukuman yang

ineinberatkan bagi pengedar dan pengguna NAZA. Kalaupun ada, dalain prakteknya

inasih lemah.

Penderita ketergantungan NAZA, ~nerupakail inalapetaka bagi keluarganya, karena

penderita sulit untuk sembuh secara total, seineiltara dana yang harus dikeluarkan cukup

besar. Terlebih jika sudah menjadi urusan pihak berwajib jika si anak sainpai pada taraf

pengedar NAZA.

Rehabilitas untuk anak-anak penderita ketergantungan NAZA seperti Ruinah

Perawatan Ketergantungan Narkotik (Ruinwattik) "Pamardisiwi", yang telah berdiri sejak

tahun 1974 merupakan salah satu tempat untuk rehabilitas bagi anak-anak penderita

NAZA. Rumah Perawatan Ketergantungan Narkoba "Pamardisiwi" ini telah berhasil

inemulihkan banyak penderita ketergantungan NAZA.

Adapun faktor-faktor yang mendorong pasien untuk pulih antara lain keinginan

pasien untuk meneruskan sekolah, keinginan untuk berkeluarga, keinginan hidup normal,

kondisi lingkungan pasien, dorongan dari orang tua, status orang tua dan nasehat dokter.

Metode pengobatan yang dilakukan antara lain pasien yang dirawat dikelompokkan

dalam suatu griya-griya berdasarkan usia, jenis kelamin dan lanjutan. Pasien wanita

ditempatkan secara khusus dalam griya Sinta. Untuk pasien yang berusia dibawah 20

tahun ditempatkan dalam griya Sadewa. Untuk usia 20 tahun keatas ditempat dalam dua

griya yaitu masing-masing griya Nakula dan griya Krisna. Sedangkan untuk tingkat

(141)

petugas dengan memberikan pembinaan secara fisik, rohani dan medis. Kecepatan pulih

seorang pasien sangat tergantung dari motivasinya. Jika seseorang penderita disiplin

dalain mengikuti setiap perlakuan yang dianjurkan, maka tingkat pemulihan semakin

cepat.

Untuk mengetahui apakah pengelompokan usia tersebut bei-pengaruh terhadap

inotivasi untuk peinulihan dari ketergantungan NAZA, penelitian ini difokuskan terhadap

variabel-variabel yang diduga berhubungan kuat dengan motivasi untuk pemulihan yaitu

karakteristik individu dan aktivitas komunikasi.

Perurnusan Masalah

Pengedar dan penderita ketergantungan terhadap NAZA merupakan beban

masyarakat, pemerintah dan keluarga. Karena secara langsung maupun tidak langsung

para penderita tersebut telah menghambat pembangunan. Oleh sebab itu seluruh

komponen masyarakat dihimbau untuk melakukan pencegahan terhadap pengedaran

NAZA, karena jika seseorang sudah ketergantungan pada NAZA sulit untuk

dikembalikan, terlebih jika sudah menjadi penderita.

Upaya pemulihan penderita NAZA yang dilakukan secara medis dan terapi oleh

pemerintah dan swasta ternyata telah menunjukkan hasilnya. Salah satu metode

pemulihan penyembuhan penderita NAZA yang dilakukan oleh Rumwattik Pamardisiwi

dengan cara pengelompokkan pasien. Setiap kelompok pasien diberi perlakuan

pengobatan dengan cara fisik, rohani dan medis.

Keberhasilan pulih seorang pasien diduga berhubungan dengan motivasi individu

(142)

faktor dari dalam dan dari luar. Dari dalam didorong oleh karakteristik individu, dan dari

luar adanya aktivitas komunikasi pasien. Diantaranya melihat, mendengar, berbicara

dengan orang lain, serta membaca informasi maupun berita.

Sehubungan dengan ha1 tersebut, karakteristik individu dan aktivitas komunikasi

pasien diduga berhubungan dengan motivasi individu untuk sembuh. Untuk itu

penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :

1. Apakah ada hubungan antara karakteristik individu penderita ketergantungan NAZA di Rumwattik Pamardisiwi dengan pengelompokkan usia pasien terhadap faktor-

faktor motivasi untuk pemulihan?

2. Apakah ada hubungan antara aktivitas komunikasi penderita ketergantungan NAZA

di Rumwattik Pamardisiwi dengan pengelompokkan usia pasien terhadap faktor-

faktor motivasi untuk pemulihan?

3. Bagaimana hubungan antara pengelompokkan usia penderita NAZA dengan faktor-

faktor motivasi untuk pemulihan?

4. Faktor-faktor motivasi apa saja yang paling dominan dalam pemulihan terhadap

(143)

Tujuan Penelitian

Mengacu pada pertanyaan dalam rumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk

tnengetahui :

1. Hubungan karakteristik individu penderita ketergantungan NAZA di Rumwattik

Pamardisiwi dengan pengelompokan usia terhadap faktor-faktor motivasi untuk

pemulihan.

2. Hubungan aktivitas komunikasi penderita ketergantungan N A Z A di Rumwattik

Pamardisiwi dengan pengelompokan usia terhadap faktor-faktor motivasi untuk

pemulihan.

3. Hubungan antara pengelompokkan usia penderita NAZA dengan faktor-faktor

motivasi untuk pemulihan.

4. Faktor-faktor motivasi apa saja yang paling dominan dalam pemulihan

ketergantungan terhadap NAZA.

Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi masyarakat luas

khususnya para orang tua agar lebih berhati-hati terhadap segala kegiatan anaknya

sehingga tidak terjerumus dalam bahaya NAZA. Sehubungan dengan ha1 tersebut, maka

penelitian ini diharapkan berguna bagi :

1. Orang tua, guru, pengurus lembaga sosial, lembaga swadaya masyarakat, dan

pemerintah sebagai pengetahuan dan bahan rumusan guna mengembangkan model

(144)

2. Para aparat khususnya jaksa, polisi, dan penegak hukum lainnya sebagai inforrnasi

yang dapat digunakan untuk inengambil keputusan berkaitan dengan inasalah NAZA

3. Bagi para peneliti dan ilmuwan guna mengembangkan illnu pengetahuan dan

penelitian lanjutan di bidang komunikasi.

4. Para praktisi komunikasi, sebagai sumbangan pengembangan ilinu kornunikasi

(145)

TINJAUAN PUSTAKA

b

Penyebab Perkembangan Narkoba di Indonesia

Dalam buku Undang-Undang Psikotropika dijelaskan pada mulanya di Indonesia

hanya mengenal jenis candu yang dibawa oleh pedagang Cina. Candu yang digunakan

dengan memakai cangklong, di Jawa disebut "nyeret", dan dikonsuinsi oleh Cina-Cina

tua (singkhek) dan orang-orang kaya. Candu lalu berkembang dan diproyeksi untuk

kepentingan kedokteran sebagai obat penenang, penghilang rasa sakit dan diproduksi

untuk berbagai jenis morfin, heroin dan kokain.

Memasuki awal orde baru, jenis-jenis zat yang seharusnya untuk kepentingan

kedokteran atau penelitian kesehatan, pemanfaatannya inulai disalahgunakan dan

diperdagangkan secara luas. Padahal penyalahgunaan zat-zat tersebut sangatlah

berbahaya bagi kehidupan manusia.

Kemudian pada era tahun 90-an hingga sekarang, terasa sekali bahwa peredaran

NAZA/NARKOBA semakin berkembang, dengan jenis-jenis dan tingkat efektifitas yang

meningkat. Hal ini diperlihatkan dengan maraknya kasus-kasus peredaran NAZAI

NARKOBA, dan juga memperlihatkan tingkatan konsumen yang menyeluruh, mulai dari

tingkat usia, ekonomi, profesi ataupun status sosial. Ironisnya, peredarannya mulai

merambah ke pedesaan.

Selain itu, para pengedar NAZA/NARKOBA tersebut saat ini terlihat seolah

mereka memiliki kekebalan hukum, bebas melakukan transaksi di tempat-tempat hiburan

(146)

Meningkatnya jumlah penyalahgunaan NAZAINARKOBA sedikitnya dipengaruhi

oleh adanya segmentasi yang terkait dengan pasar, barang, suplier (pemasok) dan

konsumen.

Berbagai inforinasi seperti trend barang (NAZA) yang dikonsumsi, tingkatan

konsumen, daerah-daerah strategis pemasaran, pemegang kekuasaan, atau informasi

lainnya, akan menjadi masukan bagi suplier (pemasok), dalam memperluas jaringannya.

Mengenai jaringan dan kapasitas distribusi NAZAINARKOBA, khususnya yang

berasal dari luar negeri, dapat beredar di Indonesia dengan cara diselundupkan. Karena

itu maka jalur-jalur transportasi dengan berbagai elemen yang ada didalarnnya, menjadi

faktor yang cukup vital.

Apabila tidak ada tindakan tegas, maka terjadinya peredaran dan penyeludupan

narkoba dan sejenisnya di Indonesia akan semakin mudah, meskipun hukum dan

perundang-undangnya telah ditingkatkan.

Berhasil tidaknya peranan Pemerintah dalam mengatur segi-segi hukum, ekonomi,

sosial, budaya, pendidikan, pertahanan keamanan, keagamaan, dan segi-segi lain melalui

departemen-departemen atau instansi-instansi yang ada, secara langsung maupun tidak

langsung akan berpengaruh pada kepribadian masyarakat. Sebagai contoh kurikulum

pendidikan pemerintah, khususnya yang mengajarkan tentang dimensi moral, keimanan

dan ketaqwaan serta budi pekerti luhur, baik berupa pendidikan agama maupun

pendidikan pancasila yang diajarkan sejak sekolah tingkat dasar hingga perguruan tinggi

belum maksimal. Padahal pendidikan moral ini merupakan salah satu yang menjadi

(147)

Jenis-jenis Narkoba dan Zat Aditif

Berbagai jenis zat NAZA yang sering digunakan menurut Undang-undang

Psikotropika antara lain :

a. Ganja atau Mariyuana adalah jenis tanaman perdu yang tingginya sekitar satu

setengah meter. Daun ganja memiliki helai daun yang menjari dengan bentuk yang

inemanjang, pinggirnya bergerigi dengan ujung daun yang lancip. Pemakaian ganja

uinuinnya dengan melinting daun, batang ataupun bunganya yang sudah

dikeringkan inirip dengan tembakau. Cara pemakaian dengan dihisap seperti

inenghisap rokok, disebut rokok ganja atau tembakau ganja. Selain daunnya, biji

ganja dapat dibuat minyak ganja, cara pemakaiannya diteteskan atau dioleskan pada

rokok, yang efeknya sama dengan menghisap rokok ganja. Pengaruh penggunaan

ganja cukup besar terhadap keinampuan berpikir. Hal ini dikarenakan ganja

ineinpengaruhi konsentrasi dan daya ingat pemakai. Akhirnya melemahkan

kemampuan belajar dan produktivitas kerja. Sedangkan kondisi sakaw pada

pencandu ganja adalah meningkatnya denyut nadi, rasa takut yang berlebihan,

panik, depresi, kebingungan serta timbul halusinasi (khayalan).

b. Serbuk heroin ("putaw") berasal dari getah bunga tanaman candu dan setelah inelalui

proses ekstraksi menghasilkan bubuk atau serbuk bentuknya ada yang benvarna

putih adapula kecoklat-coklatan (brown sugar). Diperjual belikan dalain paket-paket

yang dibungkus dalam kantong plastik atau kertas biasa yag dilipat-lipat sampai

bungkusan yang terkecil selebar kuku jari.

c. Kokain berasal dari ekstrak daun coca, berbentuk kristal, serbuk dan bubuk sehalus

(148)

ketergantungan dan berdainpak tinggi, terhadap fisik dan mental, sehingga ciri-ciri

fisik dan phsikologi pemakainya hampir serupa dengan kondisi peinakai NAZA

jenis lainnya. Kokain biasanya berbentuk tablet dengan warna putih, cairan dengan

warna beninglputih, tepung dengan warna putih dan berbentuk bubuk kristal.

d. Alkohol, terdapat dalam berbagai kadar dalam minuman keras (dari 1 hingga 45%

atau lebih). Minuman keras ini diperjual belikan dalam kemasan botol berbagai

bentuk besar atau kecil, yang diproduksi oleh pabrik, industri lokal (tradisional) dan

ada pula yang dimport.

e. Amphetamine (MDMA = 3,4-MethyleneDioxy-Meth-Amphetamine), yang dipasaran

disebut dengan nama "shabu-shabu" (berbentuk kristal), ekstasi (berbentuk tablet

benvarna-warni). Cara pemakaian dihisap melalui suatu alat yang disebut "bong".

Sedangkan ekstasi atau inex cara pemakaiannya dengan ditelan. NAZA jenis ini

merusak syaraf otak, jantung dan otot yang pada gilirannya bila tidak segera

dihentikan pemakaiannya akan mendatangkan kematian. Dampak peinakaian shabu-

shabu menjurus kepada perilaku kekerasan. Efek lain pada tubuh adalah impotensi,

berat badan menurun, kejang-kejang, paranoid, kerusakan pada usus, ginjal, jantung

yang berakhir dengan kematian. Efek lain yang sangat berbahaya walaupun tanpa

sebab yang jelas adalah timbulnya keinginan untuk bunuh diri, mencelakakan orang

lain dan bahkan keinginan untuk membunuh orang lain.

f. Sedativa/hipnotika, jenis ini berupa tablet atau pil, bentuknya seperti obat-obatan

resep dokter lainnya, ada yang dalam bentuk kemasan (papan) yang berisi 10 tablet

(149)

g. Morphine, Moiphin berasal dari candu inentah yang diolah dengan bahan-bahan

kiinia lainnya. Morphine sebenai-nya dipakai sebagai obat penenang (obat bius),

namun seringkali disalahgunakan, sehingga berakibat buruk bagi si pemakai.

Adapun bentuk-bentuk inorplline yaitu bubuk atau serbuk benvai~la putih yang

mudah larut dalain air. Penggunaannya dengan cara menyuntikkannya di urat

lengan, dicampur dengall rokok. dicampur dengan rninuinan dan juga sering

ditaburkan pada luka sayatan yang dibuat ole11 pemakainya. Berupa cairan berwarna

putih yang disimpan dalaln sampul atau botol dan cara peinakaiannya dengan

disuntikkan. Berbentuk balok kecil dengan ukuran. warna dan inerk yang berbeda

sepei-ti "999 (triple nine), OK, AA, IA". Serta dalam bentuk kecil-kecil dan

berwai-na putih..

Pengaruh Penggunaan NAZA

Mereka yang mengkonsuinsi NAZA akan mengalanli gangguan nlental dan

perilaku, sebagai akibat terganggunya sisteln pada sel-sel susunan saraf pusat diotak.

Gangguan pada sisteln sel-sel susunan saraf pusat tadi mengakibatkan terganggunya

fungsi kognitif, fungsi afektif dan psikoinotor.

Hawari (2000), menjelaskan bahwa penyalahgunaan dan ketergantungan NAZA

akan nlengakibatkan terjadinya adiksi (ketagihan) hingga dependensi (ketergantungan)

NAZA yang dikenal dengan dua istilah, yaitu gangguan mental organik atau sindrom

otak organik, yaitu kegelisahan dan kekacauan d a l a ~ n fungsi kognitif, afektif dan

psikotnotor. Orang yang mengkonsunlsi narkoba akan mengalami kecenlasan dan

(150)

ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan

berkelanjutan, depresi adalah gangguan dalam alam perasaan yang ditandai dengan

kemurungan dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga kegairahan hidup

menui-un, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas, kepribadian tetap utuh,

perilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas-batas normal.

Kaplan dan Sadock (1 982) menyatakan bahwa penyalahguilaan dan ketergantungan

NAZA terjadi pada mereka yang mengalami gangguan psikologis (kejiwaan) yaitu

berupa ketegangan, kecemasan, depresi, perasaan ketidakwajaran, dan hal-ha1 lain yang

tidak menyenangkan. Selain dari gangguan afektif, ada pula faktor kepribadian yang

digambarkan sebagai kepribadian pasif-agresif yaitu ciri kepribadian yang ditandai

dengan adanya dorongan agresivitas namun dimanifestasikan dalam sikap dan tindakan

yang pasif, dan pasif dependen yaitu ciri kepribadian yang ditandai dengan sikap

ketergantungan pada orang lain yang dimanifestasikan dalam sikap dan tindakan yang

pasif (tidak inelakukan sesuatu).

Studi Tentang Komunikasi

Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris "communication " berasal dari bahasa

Latin "communicatio" yang bersumber dari kata "communis" yang berarti "sama

makna", Ruben dalam Muhamad (1995) menyatakan komunikasi manusia adalah suatu

proses melalui mana individu dalam hubungannya dengan kelompok, dalam organisasi

dan dalam masyarakat menciptakan, mengirimkan, dan menggunakan informasi untuk

mengkoordinasi lingkungannya dan orang lain.

Sementara itu Sendjaja (1994) mendefinisikan komunikasi sebagai sebuah

(151)

koinunikasi yang terlibat di dalarnnya guna mencapai kesamaan inakna. Tindakan

komuiiikasi tersebut dapat dilakukan dalam beragam konteks yaitu komunikasi antar

pribadi, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi, dan komunikasi massa.

Pengei-tian kolnunikasi sebagai sebuah proses u~ituk merubah perilaku orang lain

dinyatakan oleh Hovland dalam Effendy (1986) bahwa seseorang akan dapat merubah

sikap, pendapat, atau perilaku orang lain, apabila koinunikasi tersebut terjalin dengan

efektif.

Tubbs dan Moss (1 996) mendefinisikan komunikasi sebagai proses mencipatakan

makna diantara dua orang atau lebih. Konteks koinunikasi tersebut terdiri dari

komunikasi dua arah, wawancara, komunikasi keloinpok kecil, komunikasi publik,

komunikasi organisasional, komunikasi massa, dan komunikasi antar budaya.

Selanjutnya dikatakan bahwa kriteria komunikasi yang efektif secara sederhana

digambarkan sebagai keberhasilan orang menyampaikan apa yang dimaksudkannya.

Secara uinum komunikasi dinilai efektif bila rangsangan yang disainpaikan dan yang

dimaksucikan ole11 pengirim atau sumber, berkaitan erat dengan rangsangan yang

ditangkap dan dipahami oleh penerima, untuk keberhasilan suatu komunikasi yang

efektif, maka diperlukan suatu strategi dalam komunikasi.

Effendy (1993) menyatakan bahwa peran penting strategi komunikasi yang

merupakan perpaduan antara perencanaan komunikasi dan manajemen komunikasi dapat

digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam ha1 ini, strategi

komunikasi dituntut hams mampu menunjukkan bagaimana operasionalnya secara praktis

dengan pendekatan yang sewaktu-waktu dapat berbeda-beda sesuai dengan situasi dan

(152)

bahwa komunikan (pasien ketergantungan NAZA) mengerti akan pesan yang diterima

sehingga terbina dengan baik yang pada akhirnya akan termotivasi untuk sembuh dari

ketergantungan NAZA.

Faktor kemampuan menjadi faktor penting untuk membentuk aktivitas komunikasi.

Kemampuan disini mencakup ke~nampuan pribadi dalam beraktivitas komunikasi, dalam

penelitian misalnya kemampuan mengikuti kegiatan rohani, kemampuan melakukan

kegiatan jasmani, melakukan tatap muka dengan orang tua, berpartisipasi dalam

kegiatan komunikasi kelompok.

Individu yang satu umumnya berbeda dengan individu yang lainnya dalam ha1

kemampuannya. Perbedaan itu bersumber kepada berbagai kombinasi karakteristik

individu. Dalam penelitian ini perbedaan karakteristik individu yaitu pendidikan, status

sekolah, pekerjaan orang tua dan lamanya menjadi pasien di Rumwattik Pamardisiwi,

menjadi indikator-indikator yang diduga mempunyai hubungan kuat dengan motivasi

pemulihan.

Motivasi

Soewarno (1980) mengemukakan bahwa motivasi berasal dari kata "motive" yang

berarti sesuatu pernyataan batin yang benvujud daya kekuatan untuk bertindak atau

bergerak, baik secara langsung ataupun melalui saluran perilaku yang mengarah terhadap

sasaran. Dari dasar kata motive inilah lahir kata "motivasi" yang berarti dorongan yang

ada dalam diri seseorang untuk berbuat dalam rangka mencapai tujuannya. Surya Brata

(197 1) menyebutkan bahwa motivasi merupakan keadaan dalam pribadi seseorang yang

(153)

Keller (1 948) mengatakan bahwa tnotivasi itu tidak dapat dilihat akan tetapi hanya

dapat diarnati dari perilaku yang dihasilkannya, yaitu dari cara atau pola pemenuhnn

kebutuhan atau pencapaian tujuan yang dikehendaki. Motivasi dapat inenjelaskan tentang

alasan seseorang melakukan sesuatu tindakan, karena motivasi inerupakan daya

pendorong yang menyebabkan seseorang berbuat (maupun tidak berbuat) sesuatu guna

~nencapai tujuan yang diinginkan.

Handoko (1995) mendefinisikan bahwa "motivasi sebagai suatu tenaga atau faktor

yang terdapat dalaln diri manusia yang menimbulkan, inenggerakkan dan

mengorganisasikan tingkah lakunya." Motif adalah suatu alasallldorongan yang

rnenyebabkan seseorang berbuat sesuatu atau melakukan suatu tindakan. Dalam suatu

niotif terdapat dua unsur pokok yaitu unsur dorongan dan unsur tujuan yang ingin

dicapai. Proses interaksi antar kedua unsur ini di dalam diri manusia dipengaruhi oleh

faktor dari dalam (internal) dan faktor dari luar (ekstemal) diri manusia sehingga

menimbulkan inotivasi untuk bertindak atau melakukan sesuatu. Perubahan motivasi

dapat terjadi dalam waktu relatif singkat, apabila inotivasi yang pertama mendapat

hambatan atau tidak mungkin dipenuhi. Jadi, inotivasi adalah sesuatu keadaan siap

terjadinya suatu perbuatan.

Young P.T dalam Budianti (1983) berpendapat bahwa motivasi merupakan suatu

proses yang dapat menimbulkan suatu tingkahlaku, dimana tingkah laku itu diatur

sedeinikian rupa sehingga dapat mencapai suatu keberhadilan. Jadi untuk mencapai

tujuan yang diinginkan, harus mempunyai motivasi dalam mengarahkan tingkah lakunya.

Young P.T dalam Budianti (1 983) menyatakan :

. . .

."the process of arousing
(154)

itu Kamlesh (1983) mengatakan : "Motivation is a process by which an individual is

inspired, goaded or coaxed to do something". ''In other words, it is that psycho-

physiological condition of organism which causes an individual to work or stive to fulfil

his need"

.

Mendukung pendapat dari Young dalam Budianti (1983), Kamlesh lebih

menekankan bahwa motivasi itu juga merupakan suatu proses yang dapat

membangkitkan, merangsang serta memikat seseorang untuk bertingkah laku sehingga

ada stimulus dari luar diri yang dapat menimbulkan motivasi pada seseorang. Tapi

disamping itu perlu adanya kekeuatan dari dalam diri seseorang yang berupa kondisi

jiwa. Keadaan ini dapat menimbulkan keinginan seseorang untuk memenuhi

kebutuhannya, sehingga ia akan bertingkah laku serta berjuang untuk mencapainya.

Motivasi tidak akan pernah berakhir. Motivasi itu akan menetap, bahkan merupakan

sesuatu yang kompleks ada dalam diri seseorang.

Motivasi yang ada dalam diri pasien membangkitkan, merangsang serta memikat

penderita ketergantungan narkoba untuk mencapai petnulihan. Disini memang hams ada

motivasi yang kuat dalam diri pasien, karena itu merupakan yang paling penting mtuk

mencapai pemulihan pasien sendiri. Orangtua pun tidak dapat mengatasi kalau tidak dari

dalam diri pasien itu sendiri. Sepanjang kehidupannya seseorang selalu mempunyai

motivasi untuk bertingkah laku, sehingga motivasi itu sendiri harnpir merupakan suatu

karakteristik umurn bagi seseorang. Dalam ha1 ini Maslow mengatakan :

". .

..assume that

motivation is constant, never ending fluctuating, and complex and that it is an almost

universal characteristic of practically every organismic state of affairl'..Seperti yang

(155)

perlu adanya kekuatan dalam diri seseorang yang berupa kondisi jiwa. Kondisi jiwa

antara pasien yang satu dengan pasien yang yang lain berbeda-beda, sesuai dengan

karakteristiknya masing-masing, misalnya, pekerjaan orang tua, pendidikan pasien,

lamanya menjadi pasien dan status sekolah pasien.

Hubungan antara Karakteristik Individu dengan Motivasi

Kerangka pengalaman komunikan yang harus dimengerti oleh komunikator antara

lain : kondisi kepribadian dan kondisi fisik komunikan yang terdiri dari pengetahuan

komunikan mengenai pokok persoalan, kemampuan komunikan untuk inenerima pesan-

pesan lewat media yang digunakan, pengetahuan komunikan terhadap perbendaharaan

kata-kata yang digunakan. Selanjutnya Sendjaja, (1994) mengatakan bahwa sebagai

individu, komunikan mempunyai karakterustik sosial ekonomi dan psikologis.

Karakteristik sosial ekonomi meliputi tingkat pendidikan, kemampuan bahasa asal

daerah, agama dan pekejaan. Sedangkan karakteristik psikologi meliputi aspirasi cita-cita

hidup, sikap dan tingkah laku individu, yang menyangkut keterbukaan komunikasi dan

kebiasaan berkomunikasi.

Dari kedua pendapat tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa karakteristik

individu memiliki hubungan yang signifikan dengan pengelompokan pasien terhadap

motivasi untuk sembuh dari ketergantungan NAZA Proses penyembuhan bagi pasien

penderita ketergantungan NAZA juga dipengaruhi oleh karakteristik individu itu sendiri.

Pasien yang berada dalam rumah perawatan ketergantungan Narkotika "Pamardisiwi"

mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, dan ini di duga mempengaruhi motivasi si

(156)

Menurut Kartona dan Gulo (1987) menyatakan bahwa motivasi inerupakan (1)

kontrol batiniah dari tingkah laku seperti yang diwakili oleh kondisi-kondisi fisiologis,

ininat-minat, kepentingan-kepentingan, sikap-sikap dan aspirasi-aspirasi; dan (2)

kecenderungan organisme untuk melakukan sesuatu sikap atau perilaku yang dipenuhi

oleh kebutuhan dan diarahkan kepada tujuan tertentu yang telah direncanakan. Menurut

Siagian (1989) motivasi merupakan daya pendorong yang mengakibatkan seseorang mau

dan rela mengarahkan kemampuan, tenaga dan waktunya untuk mencapai tujuan. Jadi

motivasi pasien untuk sembuh dari ketergantungan NAZA merupakan daya pendorong

yang mengakibatkan pasien mau dan rela mengarahkan kemampuan, tenaga dan

waktunya untuk mengikuti semua kegiatan di Rumwattik Pamardisiwi.

Motivasi merupakan suatu proses psikologis yang mencerminkan interaksi antara

sikap, kebutuhan, persepsi dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang. Selanjutnya

dijelaskan, motivasi sebagai proses psikologis timbul diakibatkan ole11 faktor di dalam

diri seseorang itu sendiri yang disebut intrinsik atau faktor diluar diri yang disebut faktor

ekstrinsik. Faktor dalam diri seseorang dapat berupa kepribadian, sikap, pengalaman dan

pendidikan, berbagai harapan, cita-cita yang menjangkau masa depan. Sedangkan faktor

luar dapat ditimbulkan oleh berbagai surnber, yaitu lingkungan, kegiatan penyuluhan atau

faktor-faktor lain yang sangat kompleks. Tetapi faktor dari dalam maupun faktor dari luar

motivasi timbul karena adanya rangsangan.

Motivasi untuk pulih bagi pasien ketergantungan NAZA juga ditentukan dari

dalam diri antara lain sikap, pengalaman, berbagai harapannya dimasa yang akan datang

saerta cita-cita yang menjangkau masa depannya. Sedangkan motivasi yang ditentukan

(157)

penyuluhan dan pengobatan. Maka dengan menggunakan pengeloinpokkan pasien

tersebut maka perlakuan yang dilakukan oleh pihak Rumwattik Pamardisiwi terhadap

kelompok-kelompok pasien penderita ketergantungan NAZA berbeda-beda.

Hubungan Aktivitas Komunikasi dengan Motivasi

Wibowo dalam Pudjiati (1992) mengatakan komunikasi yang efektif bukan

sekedar menyusun kata atau mengeluarkan bunyi yang berupa kata-kata, tetapi

menyangkut bagaimana agar orang lain mau tertarik perhatiannya, dapat mendengar,

mengerti, dan melakukan sesuai dengan pesan yang disampaikan. Sedangkan Schramm

dalam Effendy (1993) inenyebutkan bahwa kondisi yang harus dipenuhi agar suatu

pesan dapat membangkitkan tanggapan yang kita kehendaki, adalah (a) pesan harus

dirancang dan disampaikan sedemikian rupa, sehingga dapat menarik perhatian

komunikan; (b) pesan hams menggunakan lambang-lambang tertuju kepada pengalaman

yang sama antara komunikator dengan komunikan sehingga sama-sama mengerti; (c)

pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi komunikan dan menyarankan beberapa

cara untuk memperoleh kebutuhan tersebut; dan (d) pesan harus menyarankan suatu jalan

untuk memperoleh kebutuhan tadi yang layak bagi situasi kelompok dimana komunikan

berada pada saat ia digerakkan untuk memberikan tanggapan yang dikehendaki.

Aktivitas komunikasi pasien adalah aktivitas yang dilakukan pasien dalam usaha

memperoleh informasi sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil keputusan untuk

pulih dari ketergantungan NAZA. Aktivitas komunikasi dapat berarti tindakan atau

respon seseorang terhadap sumber dan pesan bila ditinjau dari pengertian model

(158)

ditekankan pada konsep saling membagi pengalaman (Tubbs and Moss, 1996), maka

tindakan atau respon seseorang terjadi dalam kapasitasnya sebagai perilaku komunikasi.

Aktivitas komunikasi seseorang pada umurnnya dimotivasi oleh keinginan untuk

memperoleh tujuan. Motivasi dapat membangkitkan, merangsang serta memikat

seseorang untuk bertingkah laku. Sigmund Freud (1 927) menyatakan bahwa orang-orang

tidak selamanya menyadari hal-ha1 yang diinginkannya, dan karenanya kebanyakan

aktivitasnya dipengaruhi oleh motif atau kebutuhan bawah sadar. Jadi motivasi sangat

berpengaruh dalam menimbulkan aktivitas seseorang.

Efektifitas komunikasi interpersonal didapatkan dari berbagai peluang individu

untuk menyampaikan pesan dan mendapatkan umpan balik secara personal. Menurut

R a b a t (1985), komunikasi interpersonal dapat dinyatakan efektif bila pertemuan

komunikasi merupakan ha1 yang menyenangkan bagi komunikan, komunikasi yang

efektif ditandai dengan hubungan interpersonal yang baik.

Bentuk komunikasi interpersonal memiliki kelebihan sendiri. Komunikasi

interpersonal, seperti bentuk komunikasi tatap muka, pada beberapa ha1 dapat mengatasi

keterbatasan-keterbatasan seperti kesulitan menangkap dan memahami materi suatu

pesan. Pada bentuk komunikasi ini, ketidak jelasan dapat langsung dinyatakan kepada

sumbernya. Komunikasi tatap muka mampu menimbulkan kesadaran, membangkitkan

minat dan mampu menyentuh tahap persuasi.

Pada kebanyakan orang, aktivitas komunikasinya dapat diamati melalui kebiasaan

mereka berkomunikasi. Dalam mengamati aktivitas komunikasi, seyogyanya

dipertimbangkan bahwa pada dasarnya seseorang akan melakukan komunikasi sesuai

(159)

(1 985), tujuan dasar komunikasi antar manusia ialah inenentukan dan inemahami realitas

agar tujuan-tujuan yang lain dapat diseieksi dan dicapai, setiap komunikator maupun

penerima mempunyai seperangkat tujuan dan penalaran sendiri-sendiri, tetapi mereka

tidak bisa puas dengan penjelasan itu. Aktivitas komunikasi lebih banyak persamaailnya

dari perbedaannya.

Partisipasi melakukan kegiatan koinunikasi kelompok inerupakan salah satu

suinber informasi. Partisipasi merupakan salah satu diinensi dalain efek koinunikasi yang

dipengaruhi oleh komponen kognitif, komponen afektif dan komponen konatif.

Sebagaimana dikemukakan oleh Gonzales dalam Jahi (1988) terdapat tiga efek

komunikasi, yaitu kognitif, afektif, dan konatif. Efek kognitif meliputi peningkatan

kesadaran, belajar dan tambahan pengetahuanlpemahaman. Efek afektif berhubungan

dengan emosi, perasaan dan sikap. Efek konatif berhubungan dengan perilaku yang

nampak. Keith Davis mendefinisikan partisipasi sebagai keterlibatan mentallpikiran dan

emosilperasaan seseorang di dalain situasi kelompok yang mendorongnya untuk

memberi sumbangan kepada kelompok, dalam mencapai tujuan serta turut bertanggung

jawab terhadap yang dilakukannya.

Keith Davis menjabarkan partisipasi atas pengertian : (1) Partisipasi/keikutsertaan

/keterlibatan/peranserta, sesungguhnya merupakan suatu keterlibatan mental dan

perasaan, lebih dari pada semata-mata atau hanya keterlibatan secara jasmaniah, (2)

Makna kesediaan memberi sesuatu sumbangan dalam mencapai tujuan kelompok, baik

berupa rasa senang, kesukarelaan untuk membantu kelompok, dan (3) Makna tanggung

jawab sebagai anggota (pasien), untuk merasa memiliki. Bila pasien berparsipasi dengan

(160)

ketergantungan narkotika "pamardisiwi" maka akan termotivasi untuk sembuh dari

ketergantungan narkotika. Dengan demikian motivasi sangat berbengaruh dalain

meniinbulkan aktivitas komunikasi seseorang.

Bila tujuan yang akan dicapainya tidak jelas, inaka motivasi untuk beraktivitas

inencapai tujuan tidak pernah ada. Dengan demikian motivasi akan timbul bila tujuan

yang akan dicapai itu jelas dan yakin dapat dicapainya.

Kamlesh (1983) menyatakan : "Motivation is purposive: without the presence of

goals this process may not start at all". Biasanya bila seseorang telah mencapai

tujuannya serta dapat memenuhi kebutuhannya, ia akan merasa puas serta merasa telah

berhasil. Demikian pula halnya dengan motivasi, aktivitas yang didasari oleh adanya,

motivasi dan telah mencapai tujuannya, akan merupakan suatu kepuasan bagi seseorang,

Berkaitan dengan penelitian ini, pasien penderita ketergantungan Narkoba

mempunyai motivasi kuat untuk sembuh dari ketergantungannya NAZA akan aktif

berkomunikasi untuk mencapai tujuan tersebut. Aktivitas komunikasi pasien diantaranya

dapat dilihat dari fiekwensi pasien dalam mengikuti kegiatan-kegiatan rohaniah atau

mental selama mengikuti rehabilitas di rumah perawatan ketergantungan narkotika,

frekuei~si tatap mukz dengan orang tua, fiekwensi pasien dalam mengkuti kegiatan-

kegiatan jasmani atau fisik yang diikuti selama rehabilitas serta berpartisipasi dalam

mengikuti kegiatan komunikasi kelompok yang ada di rehabilitas perawatan

ketergantungan narkotika. Dalam aktivitas komunikasi tersebut pasien dikelompokan

agar mendapatkan perlakuan yang berbeda-beda, misalnya untuk pasien yang berjenis

kelamin wanita mendapatkan porsi olah raga yang berbeda dengan laki-laki, pasien yang

(161)

KERANGKA

PEMIKIRAN

Penderita ketergantungan terhadap NAZA sangat sulit untuk pulih secara normal

seperti keadaan semula, walaupun secara fisik daapat dilakukan pengobatan. Pergaulan

bebas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi adanya peningkatan pemakain

NAZA. Sedangkan pergaulan bebas tidak selalu terkontrol oleh orang tua, oleh karena itu

lemahnya kontrol orang tua terhadap anaknya, juga merupakan faktor yang

mempengaruhi NAZA. Faktor lain yang mempengaruhi meningkatnya pengguna NAZA

adalah perdagangan bebas NAZA di Indonesia baik yang berasal dari dalam negeri

maupun yang dari luar negeri, lemahnya hukum peradilan, dan tidak adanya tindakan

hukuman yang memberatkan bagi pengedar dan pengguna NAZA. Kalaupun ada, dalam

prakteknya masih lemah. Hawari (2000) menyatakan bahwa angka resmi penyalahgunaan

NAZA sebesar 0,065% dari jumlah penduduk kurang lebih 200 juta jiwa atau sama

dengan 130.000 orang.

Indikator yang dialternatifkan mempunyai pengaruh terhadap pasien adalah

kemampuan pribadi dalam beraktivitas komunikasi. Aktivitas komunikasi dalam

penelitian ini seperti kemauan mengikuti pembinaan rohani, kemauan mengikuti

pembinaan jasmani, intensitas komunikasi dengan orang tua, serta kemauan mengikuti

kegiatan komunikasi kelompok yang diselenggarakan di Rumwattik Pamardisiwi.

Rehabilitasi untuk anak-anak penderita ketergantungan NAZA seperti Rumah

Perawatan Ketergantungan Narkotik (Rumwattik) "Pamardisiwi", yang telah berdiri sejak

tahun 1974 merupakan salah satu tempat untuk rehabilitas bagi anak-anak penderita

NAZA. Rumah Perawatan Ketergantungan Narkoba "Pamardisiwi" ini telah berhasil

(162)

Rumwattik Pamardisiwi untuk saat ini berjumlah 60 orang yang terdiri dari 56 orang

laki-laki dan 4 orang wanita.

Alur pelayanan terapi dan rehabilitasi korban penyalahgunaan Narkoba

Rumwattik Pa~nardi siwi (gambar 1):

Penyalah 1. Keluarga

gunaan 2. Polisi

Spesimen

s

Diagnosis

1

1

1. Rik Fisik

2. Radiologis

F[

fl

3' babKlinis

1

b. Narkoba

Rehab Sosial

MENT 4

Rehab I

/ ~ a P i d Detox

\-,

Medis

1. Eniergensi 2. Non

Emergensi

NonRapid

I I

~ ~ ~ ~ T e n

I

c i ~ I

I

Detox -

1 4 4

(1 0 hari)

[image:162.601.47.564.89.739.2]

u

Gambar 1. Proses Rehabilitasi Pemulihan Ketergantungan Narkotika

Detoxifikasi

I

Pemulilian bagi penderita sangat ditentukan oleh niotivasi penderita untuk pulili

atau tidak. Motivasi pasien merupakan ukuran reaksi terhadap keinginan untuk

(163)

yaitu motivasi pasien tinggi, dan inotivasi pasien rendah untuk pulih dari ketergantungan

NAZA.

Motivasi pasien untuk pulih dari ketergantungan NAZA dapat dilihat dari

pengelompokan usia pasien. Pengelompokkan usia penderita ketergantungan NAZA di

Ruinwattik Pamardisiwi terdiri dari keloinpok usia inuda yang berusia dibawah 2 1 tahun

dan usia pasien dewasa yang berusia diatas 2 1 tahun.

Adapun faktor-faktor motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan NAZA

dikarenakan keinginan pasien untuk meneruskan sekolah, keinginan pasien untuk

berkeluarga, keinginan pasien untuk hidup normal, kondisi lingkungan, status orang tua,

dorongan keluarga dm nasehat-nasehat dari dokter.

Oleh karena itu kerangka pemikiran penelitian ini ingin mengetahui hubungan

karakteristik individu dm aktivitas komunikasi penderita ketergantungan NAZA di

Rurnwattik Pamardisiwi dengan pengelompokkan usia pasien terhadap motivasi

(164)

Gambar 2. Hubungan karakteristik individu dan aktivitas komunikasi penderita Ketergantungan NAZA dengan pengelompokan usia pasien terhadap faktor-faktor motivasi untuk pemulihan.

Karakteristik Individu

---

---

-

Pendidikan

-

Status Sekolah

- Lama menjadi Pasien

-

Pekerjaan orang tua

J

Faktor-faktor Motivasi untuk Pemulihan

-

Keinginan meneruskan

sekolah

-

Keinginan berkeluarga

- Keinginan untuk hidup

- Pengelompok kan Usia Pasien Aktivitas Komunikasi ---

-

Frekwensi mengikuti

pembinaan rohani

-

Frekwensi mengikuti

pembinaan jasmani

-

Intensitas komunikasi dengan orang tua

-

Partisipasi dalam komunikasi kelompok

- normal

- Usia Muda

-

Usia

Dewasa

-

Kondisi lingkungan

-

Status orang tua

- Dorongan keluarga

-

Nasehat dokter [image:164.601.38.532.49.756.2]
(165)

HIPOTESA

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas maka hipotesa penelitian adalah :

1. Diduga terdapat hubungan antara karakteristik individu penderita ketergantungan

NAZA di Rumwattik Pamardisiwi dengan pengelompokkan usia pasien terhadap

faktor-faktor motivasi untuk pemulihan.

2. Diduga terdapat hubungan antara aktivitas komunikasi penderita ketergantungan

NAZA di Rumwattik Pamardisiwi dengan pengelompokkan usia pasien terhadap

faktor-faktor motivasi untuk pemulihan.

3. Diduga terdapat hubungan antara pengelompokkan usia pasien dengan faktor-

(166)

METODOLOGI PENELTIAN

Populasi dan Contoh Penelitian

Populasi dari penelitian ini adalah seluruh pasien penderita ketergantungan

Narkotika yang dirawat di Rumah Perawatan Ketergantungan Narkotika (Rumwattik)

Pamardisiwi yang berlokasi di Jalan MT Haryono Cawang Jakarta Tiinur. Jumlah

selurul~ penderita yang direhabilitas saat dilakukan penelitian sebanyak 60 orang yang

terdiri dari 56 orang pasien laki-laki dan 4 orang pasien wanita.

Pengambilan contoh dilakukan secara sensus yaitu menetapkan seluruh populasi

sebagai contoh. Derigan demikian responden penelitian sebanyak 60 orang.

Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survai deskriptif korelasional, yang

inenekankan pada upaya untuk melakukan kajian terhadap suatu peristiwa sosial dengan

tujuan mengembangkan pengetahuan mendalam mengenai faktor-faktor motivasi untuk

pemulihan dari ketergantungan NAZA melalui alat bantu kuesioner berupa daftar

pertanyaan yang berhubungan dengan peubah yang diamati terhadap obyek penelitian.

Peubah yang diteliti terdiri dari peubah bebas, peubah kontrol dan peubah tak

bebas. Peubah bebas (independent variable) dalam penelitian ini adalah : (1) karakteristik

Individu yang terdiri dari pendidikan, status sekolah, lamanya menjadi pasien dan

pekerjaan orang tua. (2) aktivitas komunikasi yang terdiri dari fiekuensi mengikuti

pembinaan rohani, fiekuensi mengikuti pembinaan jasmani, intensitas komunikasi

,

dengan orang tua

,

dan partisipasi dalam komunikasi kelompok. (3) Peubah antara dalam

penelitian ini adalah pengelompokkan usia pasien yang terdiri dari kelompok usia muda

(167)

dan kelompok usia dewasa. (4) Peubah terikatnya (dependent variable) adalah motivasi

untuk sembuh dari ketergantungan NAZA yang dilihat dari faktor internal dan eksternal

responden yaitu keinginan untuk meneruskan sekolah, keinginan berkeluarga, keinginan

untuk hidup normal, kondisi lingkungan, status orang tua, dorollgan keluarga dan

nasehat dokter.

Definisi operasional

Definisi operasional dan pengukuran peubah-peubah dalam penelitian disusun untuk

meinperoleh gambaran yang sama, sehingga tidak menimbulkan perbedaan persepsi dan

pendapat, yaitu :

1. Karakteristik Individu, yaitu sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang

membedakan seseorang dengan yang lain, tabiat, watak seseorang, atau si pasien

mempunyai sifat khas sesuai dengan penvatakan tertentu yang dicirikan antara lain :

a. Pendidikan adalah tingkat belajar secara formal yang pernah diterima responden

dengan kategori SMP & SMA, Perguruan Tinggi.

b. Status sekolah adalah asal sekolah yang di ikuti oleh pasien, dikategorikan :

sekolah negeri dan sekolah swasta.

c. Lamanya menjadi pasien adalah jumlah satuan waktu pasien tinggal di Rehabilitas

yang dinyatakan dengan satuan hari , dikategorikan: < 120 hari, dan 1 1 2 0 hari. d. Pekerjaan orang tua adalah karir orang tua pasien yang dikategorikan dengan

Pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai swasta.

2. Aktivitas komunikasi, adalah kegiatan pasien memperoleh informasi melalui interaksi

dengan orang lain dalam bentuk personal, dan kelompok selama menjadi pasien di

(168)

a. Frekuensi pembinaan rohani adalah aktivitas responden dalam lnengikuti ceramah

keagamaan yang diberikan oleh pembina di Rumwattik, yang dihitung dengan

frekuensi tinggi dan frekuensi rendah.

b. Frekuensi pembinaan jasmani adalah aktivitas pasien dalam mengikuti kegiatan

fisik yang diselengarakan oleh pembina di Rumwattik Pamardisiwi dihitung

dengan frekuensi tinggi dan frekuensi rendah.

c. Intensitas komunikasi dengan orang tua adalah kekerapan berkomunikasi dengan

bapak ibu dan saudara yang datang mengunjungi pasien selama mengikuti

rehabilitas di Rumwattik Pamardisiwi, yang dihitung dengan fiekuensi tinggi dan

fiekuensi rendah.

d. Partisipasi dalam komunikasi kelompok adalah keikut sertaan pasien dalam

mengikuti kegiatan yang dilakukan di Rumah Perawatan Ketergantungan

Narkotik "Pamardisiwi", kegiatan yang diikuti adalah coping skill, diskusi,

house meeting, static group, dan conseling etika dan budi pekerti, yang dihitung

dengan fiekuensi tinggi dan fiekuensi rendah.

3. Pengelompokkan Pasien adalah pemisahan kelompok usia pasien yang dikategorikan:

a. Usia muda yaitu di bawah 2 1 tahun

b. Usia dewasa yaitu di atas 21 tahun.

4. Motivasi untuk pemulihan adalah faktor-faktor pendorong atau tingkat kemauan

pasien untuk pemulihan dari ketergantungan NAZA. Faktor-faktor tersebut adalah

keinginan pasien untuk pulih, keinginan meneruskan sekolah, keinginan untuk

(169)

tua, dorongan keluarga, dan nasehat dari dokter serta perawat di Rumwattik

Pamardisiwi.

Validitas dan Reabilitas Instrumen

Untuk tnendapatkan instrumen yang valid, inaka daftar pei-tanyaan dalatn kuesioner

disususn dengan cara :

1. Menyesuaikan materi pei-tanyaan dengan peubah yang diteliti.

2. Menyesuaikan materi pertanyaan dengan situasi dan keadaan sebenarnya.

3. Memperhatikan teori-teori dan kenyataan empiris sebagai bahan rujukan.

4. Memperhatikan tanggapan, pendapat dan saran-saran dari para dosen pembimbing

dan ahli yang memiliki kompetensi di bidangnya.

Untuk menentukan reliabilitas instrumen, kuesioner terlebih dahulu diuji coba

kepada 10 orang pasien ketergantungan Narkotika yang dirawat di Instalasi Napza

Runah Sakit Jiwa "Marzuki Nahdi" Bogor. Peinilihan dilakukan berdasarkan

pertimbangan karakteristik pasien di Instalasi Napza Rumah Sakit Marzuki Nahdi Bogor

yang relatif sama dengan Rumah Ketergantungan Narkotik "pamardisiwi" Jakarta. Uji

coba kuesioner dilakukan pada tanggal 9 April 2002.

Penghitungan reliabiltas menggunakan teknik belah dua, yaitu dengan membagi

item pertanyaan berdasarkan nomor genap dan ganjil. Skor total kedua belahan kemudian

(170)

. .

r. tt = , dimana

4

( N D ~

-

(EX)

1

{ N 1 y 2 - ( 1 ~ )

1

N = jumlah responden

X = skor total belahan noinor ganjil

Y = skor

Gambar

Gambar 1. Proses Rehabilitasi Pemulihan Ketergantungan Narkotika
Gambar 2. Hubungan karakteristik individu dan aktivitas komunikasi penderita
Tabel 1. Susunan Kepemimpinan Rumwattik Pamardisiwi
Tabel 2. Distribusi responden berdasarkan karakteristik individu.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kemudahan dan kelancaran kepada penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis

Hasil yang diperoleh adalah batas kendali grafik digunakan untuk menentukan batas spesifikasi produk, kemampuan proses dan DPMO digunakan untuk mengukur kebaikan proses

SDK Android menyediakan API ( Application Programming Interface ) libraries dan perangkat pengembangan untuk membangun, testing , dan debug aplikasi-apalikasi

Besar kecilnya persaingan antara gulma dan tanaman pokok di dalam memperebutkan air, hara dan cahaya atau tinggi rendahnya hambatan terhadap pertumbuhan atau hasil tanaman pokok

Lelono, E. Nugrahaningsih, Tri Bambang S.R., dan Retno Widiastuti S.R. Indikasi Perubahan Iklim pada Neogen Akhir di Pulau Jawa Berdasarkan Rekaman Palinologi.

minggu; profil tanah dengan horizon A hitam atau kelabu, bercak atau bintik pada horizon B; permukaan air tanah cukup tinggi; menghambat. perkembangan

Penilaian Risiko Produksi berdasarkan Pendapatan Bersih Pada Brokoli, Caisin, Sawi Putih dan

1) Indera peraba yang merupakan mata-mata pertama bagi jiwa. Ia tersebar di seluruh kulit, daging keringat dan syarat badan, yang memiliki kualitas panas, dingin, lembab,