• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROTOTYPE LINGKUNGAN SOSIAL YANG BERPOTENSI MEMUNCULKAN BENCANA RUANG KOTA (STUDI KASUS KOTA SOLO)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PROTOTYPE LINGKUNGAN SOSIAL YANG BERPOTENSI MEMUNCULKAN BENCANA RUANG KOTA (STUDI KASUS KOTA SOLO)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kota Solo telah banyak mengalami bencana sosial kota dalam sejarah perkembangannya. Setidaknya ada tiga peristiwa tragedi besar yang tercatat dalam sejarah kotanya, yaitu: (1) Geger Pecinan tahun 1742; (2) Boemi Hangoes tahun 1948; dan (3) Kerusuhan Massa tahun 1998. Tiga tragedi itu telah membuat kemerosoton kualitas ruang kota, baik pada elemen fisik kota (seperti toko yang hancur, kantor yang gosong, plaza yang hangus, rusaknya jalan dan instalasi) maupun pada elelemen non-fisik kota (seperti retaknya kohesi sosial, kelumpuhan ekonomi, degradasi hukum dan etika).

Gambar 1.1. Geger Pecinan Tahun 1742 Pada tahun 1700-an, kawasan Kota Solo sudah dihuni oleh 4 bangsa yang berbeda, yaitu Belanda, Cina, Arab dan Pribumi. Peristiwa pembunuhan massal ras Cina oleh ras Belanda di Jakarta tahun 1741 dibalas oleh ras Cina di Solo tahun 1742 melalui bantuan pangeran Kerajaan Mataram Kartasura, yang kemudian disebut sebagai peristiwa

Geger Pecinan. (Keterangan: Foto Eks-Keraton Kartasura, diambil pada tahun 2007 oleh Penulis).

Gambar 1.2. Boemi Hangoes Tahun 1948 Pada tahun 1948, seiring dengan era kemerdekaan RI, maka untuk mencegah kembalinya Belanda bersarang di Kota Solo, tentara pribumi yang dipimpin oleh Slamet Riyadi membakar gedung-gedung milik Belanda (Politik Boemi Hangoes). Bangunan-bangunan penting seperti pasar, kantor, stasiun, toko dll hangus terbakar. (Keterangan: Foto Kawasan Pasar Gede, diambil pada tahun 1949 oleh J. Anten , tersimpan di Arsip Mangkunegaran).

(2)

2

1.2. Permasalahan

Bencana ruang kota yang disebabkan oleh tekanan lingkungan sosial, telah terjadi berkali-kali di Solo, baik dalam skala kecil (lingkup kawasan/blok) maupun level besar (lingkup wilayah/daerah). Berbagai bencana ruang kota itu tentu membuat kualitas kota menjadi sangat merosot. Tragedi itu telah mengambil banyak korban jiwa dan harta, baik dari sesama anggota masyarakat maupun milik pemerintahan kota. Perilaku masyarakat urban yang tidak urbane (santun,

beradab, etis, toleran) telah berkali-kali muncul secara fenomenal. Masyarakat Jawa yang dikenal sebagai individu yang berbudi pekerti halus, namun kenyataannya dapat muncul sebagai individu atau kelompok yang kasar dan anarkis. Kondisi kontradiksi inilah yang akan menjadi simpul dari permasalahan penelitian, yaitu masalah psikologi sosial dan arsitektur kota. Penggalian bencana ruang kota yang disebabkan oleh tekanan lingkungan sosial dilakukan untuk memperoleh prototype, yang diformat dalam berbagai komponen dan indikatornya, sehingga gambaran proses kontradiksi dan variasi kejadian bencana ruang kota dapat terbaca lebih jelas.

1.3. Pertanyaan Penelitian

1) Komponen apa sajakah yang menimbulkan dehumanisasi di ruang kota Solo dan apa sajakah indikatornya?

2) Bagaimana memodelkan dehumanisasi sehingga berlanjut menjadi tragedi bencana ruang kota?

3) Konsep sosioteknologi apakah yang dapat dibangun dari studi bencana ruang kota di Solo ini?

1.4. Lingkup Laporan Penelitian

Pada penelitian Hibah Bersaing tahun ketiga ini (2011), fokus penelitian adalah untuk menjawab pertanyaan nomor tiga, yaitu untuk membangun konsep sosioteknologi yang dapat dipergunakan dalam dunia praktis terkait ilmu

(3)

3

elemen-elemen pemicu bencana sosial. Pada tahun pertama (2009), telah dilakukan eksplorasi konflik-konflik sosial yang pernah terjadi di Kota Solo selama 260 tahun (1740-2000), untuk menemukan keragaman faktor-faktornya. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, maka metode penelitian tahap ketiga ini menggunakan gabungan antara tahun pertama (studi kearsipan) dan tahun kedua (studi lapangan). Jadi, pada tahun ketiga ini menggabungkan model historical-archeology dan field research.. Lingkup tahun ketiga dalam kegiatan penelitian

ini adalah membangun formula atau rumusan bencana ruang kota akibat tekanan lingkungan sosial.

1.5. Gambaran Lokasi Penelitian

(4)

4

Gambar 1.4. Skema Peta Topografi Kota Solo (Sumber: Peneliti, 2011)

(5)

5

Kota Solo berdasarkan kondisi historisnya adalah kota silang budaya. Kota yang secara geografis terletak antara 110o46’49”-110o51’30” BT dan 7o 31’43”-7o35’28” LS ini diakui dunia sebagai salah satu kota pertemuan budaya Timur-Barat. Bahkan pada tahun 2008, Kota Solo dimasukkan oleh UNESCO sebagai Kota Warisan Dunia (World Heritage City). Sebagai salah satu kota tertua di Indonesia, Kota Solo saat ini secara fenomenal masih menampakkan diri sebagai kota peradaban Jawa-Eropa-Arab-Cina, meskipun artefak-artefak kuno yang ada

semakin mengalami proses deteriorisasi. Berdasarkan kajian sejarah, Keraton Surakarta adalah dinasti terakhir Kerajaan Mataram, sebelum terpecah menjadi 4 (empat) istana seperti sekarang ini (Lombard, 2005), yaitu: (1) Keraton Kasunanan Surakarta (1746); (2) Keraton Kasultanan Yogyakarta (1755); (3) Pura Mangkunegaran Surakarta (1757); dan (4) Pura Pakualaman Yogyakarta (1812). Masing-masing dinasti Kerajanan Mataram Jawa itu (Houben, 2002) masih bertahan sampai sekarang (2009), meskipun telah mengalami banyak kehilangan daerah kekuasaan seiring dengan meleburnya ke empat kerajaan itu ke Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada tahun 1945.

(6)

LAPORAN PENELITIAN HIBAH BERSAING

PROTOTYPE LINGKUNGAN SOSIAL YANG BERPOTENSI

MEMUNCULKAN BENCANA RUANG KOTA

(STUDI KASUS KOTA SOLO)

Dibiayai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional Sesuai dengan Surat Perjanjian Kopertis Wilayah VI dengan LPPM UMS

Nomor: 004/006.2/PP/SP.HB/2011 Tertanggal 11 April 2011

Oleh:

Ir. Qomarun, M.M.

Dr. Ir. Arya Ronald

Dr. Moordiningsih, S.Psi., M.Psi.

Ronim Azizah, S.T., M.T.

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

OKTOBER 2011

(7)
(8)

iii 2.2. Studi tentang Kota dan Konflik Sosial 7

2.2.1. Pengertian Konflik 7 2.2.2. Teori Konflik Sosial 9 2.2.3. Studi Konflik Sosial di Indonesia 11 2.2.4. Terminologi tentang Kota 12 2.2.5. Perkembangan Penelitian tentang Kota 15 2.3. Landasan Teori 17

2.3.1. Konsep Kota sebagai Organisme 17 2.3.2. Konsep Perilaku Masyarakat 19 2.3.3. Konsep Bencana Sosial Kota 20

BAB III

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

3.1. Tujuan Penelitian 22 3.2. Manfaat Penelitian 23 3.3. Urgensi Penelitian 23

3.3.1. Faktor Lingkungan Sosial Kota

sebagai Agenda Kritis 23 3.3.2. Faktor Ruang Kota

(9)

iv 3.3.3. Faktor Kota Solo

sebagai Kota Warisan Dunia 25 3.3.4. Faktor Sustainable Tools

sebagai Inovasi Strategis 26

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Paradigma Penelitian 27 4.2. Proses Penelitian 28 4.3. Mekanisme Penelitian 29 4.4. Lokasi Penelitian 32 4.5. Obyek Penelitian 32 4.6. Pengumpulan Data 33 4.7. Pengolahan Data 34 4.8. Perumusan Temuan 34

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Kompilasi Data 36 5.2. Analisa-Sintesa Data 38

5.2.1. Keragaman Bencana Sosial Kota di Solo 38 5.2.2. Faktor-faktor Pemicu Terjadinya Bencana Sosial 65 5.2.3. Formula Bencana Sosial Kota 73

5.3. Pembahasan 76

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan 79

6.2. Saran 79

(10)

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Geger Pacinan, 1742 1 Gambar 1.2. Boemi Hangoes, 1948 1 Gambar 1.3. Kerusuhan Massal, 1998 1 Gambar 1.4. Skema Peta Topografi Kota Solo 4 Gambar 1.5. Peta Wilayah Kota Solo 4 Gambar 1.6. Kota Solo sebagai Kota Warisan Dunia 5

(World Heritage City)

Gambar 2.1. Elemen Kota 7 Gambar 2.2. Jumlah Insiden dan Korban Tewas Akibat

Kekerasan Non-Separatis di Indonesia (1990-2003) 12 Gambar 4.1. Proses Penelitian Rasionalistik-Kualitatif 27 Gambar 4.2. Skema tentang Metode-Proses-Keluaran Penelitian 28 Gambar 4.3. Langkah Penelitian (Kiri) dan Target Temuan (Kanan) 23 Gambar 4.4. Mekanisme I: 24

Menemukan Keragaman Urban Social Disaster di Solo 31 Gambar 4.5. Mekanisme II:

Menemukan Parameter dan Indikator Dehumanisasi 31 Gambar 4.6. Mekanisme III:

Menemukan Formula Urban Social Disaster 31 Gambar 5.1. Dinding Eks-Keraton Kartasura yang Dijebol oleh

Pemberontak dalam Peristiwa Geger Pacinan, 1742 40 Gambar 5.2. Rekaman Tekanan Sosial di Kota Solo, 1740-2000 66 Gambar 5.3. Tiga Balaikota (City Hall) yang Berbeda di Tempat yang

(11)

vi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Roadmap Research oleh Tim Peneliti dan Publikasinya 7 Tabel 2.2. Perkembangan Teori Konflik Sosial 10 Tabel 5.1. Hasil Pengumpulan Data Kuno (1500-1950) 37 Tabel 5.2. Hasil Pengumpulan Data Kini (1950-2000) 38 Tabel 5.3. Master Sheet: Keragaman Peristiwa

Konflik Sosial di Solo, 1750-2000 58 Tabel 5.4. Identifikasi Keragaman Konflik Sosial di

Kota Solo Tahun 1740-2000 65 Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Intensitas Konflik Sosial di

Kota Solo Tahun 1740-2000 66 Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Kategori Masalah Konflik Sosial di

Kota Solo Tahun 1740-2000 69 Tabel 5.7. Distribusi Frekuensi Korban Konflik Sosial di

Kota Solo Tahun 1740-2000 69 Tabel 5.8. Identifikasi Formula Konflik Sosial di

Kota Solo Tahun 1740-2000 70 Tabel 5.9. Identifikasi Berdasarkan Kategori Konflik Sosial di

Kota Solo Tahun 1740-2000 71 Tabel 5.10. Distribusi Frekuensi Kategori Konflik Laten di

Kota Solo Tahun 1740-2000 72 Tabel 5.11. Distribusi Frekuensi Kategori Konflik Provokasi di

Kota Solo Tahun 1740-2000

Tabel 5.12. Distribusi Frekuensi Intensitas Konflik Sosial di

(12)

vii

RINGKASAN

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh fenomena bahwa perkembangan ruang kota di Solo sering mengalami tragedi bencana sosial (kerusuhan massa, penjarahan, pembakaran dan isu terorisme). Penelitian ini bertujuan tidak hanya untuk menjelaskan tragedi tersebut, tetapi juga untuk mengupas komponen dan parameter lingkungan sosial yang berpotensi besar dalam memunculkan bencana sosial pada ruang kota. Manfaat utama dari penelitian ini adalah untuk membantu para stake-holder ruang kota (individu, warga, masyarakat dan pemerintah kota) dalam mengetahui gejala-gejala dini adanya proses dehumanisasi (penurunan kualitas lingkungan sosial) pada lingkungan sosial, yang pada gilirannya akan melahirkan proses deteriorisasi (penurunan kualitas lingkungan buatan), seperti pembakaran, perusakan, pengeboman. Pada penelitian tahun pertama (Hibah Bersaing Tahun 2009), tim peneliti telah menemukan bahwa konflik terbuka atau manifes (fm) terjadi akibat adanya konflik laten (fl) ditambah dengan adanya pemicu (fp), yang kemudian diformulasikan dengan persamaan: (fm)=(fl)+(fp). Pada penelitian tahap kedua (Hibah Bersaing Tahun 2010), maka tim peneliti telah menemukan 3 faktor utama penyusun konflik laten itu, yaitu: (1) budaya hipokratik; (2) disparitas ekonomi; dan (3) krisis kepemimpinan. Pada penelitian tahap ketiga ini (Hibah Bersaing Tahun 2011), maka tim peneliti membangun formula lebih detail tentang proses terjadinya bencana sosial kota, baik berupa persamaan maupun deskripsi. Konflik laten (fl) terbukti tersusun oleh variasi disparitas ekonomi, krisis kepemimpinan dan budaya hipokratik, sehingga persamaan bencana sosial kota menjadi: f(y)=f(x)+f(z), dimana f(y) adalah besarnya skala bencana (1-12); f(x) adalah jumlah dari 3 penyusun konflik laten yang masing-masing mempunyai porsi maksimal 4 satuan; sedangkan f(z) adalah besarnya konflik pemicu yang mempunyai porsi maksimal 2 satuan. Pembangunan formula ini adalah upaya untuk mendekatkan temuan dengan standar-standar pengukuran bencana yang sudah berlaku (Mercalli), sehingga akan mudah terdeteksi secara umum. Studi ilmu arsitektur kota dan psikologi sosial ini menyimpulkan bahwa tragedi bencana sosial kota adalah peristiwa mekanisme pengalihan, bukan sentimen antar ras dan agama. Selanjutnya, penelitian ini memberikan rekomendasi tentang riset lanjut (baik level fundamental maupun terapan) terkait pembuatan software dan hardware khusus terkait sistem peringatan dini adanya bencana sosial kota.

Gambar

Gambar 1.3. Kerusuhan Massa Tahun 1998 Kerusuhan massal di Jakarta tanggal 13 Mei 1998, dengan cepat merambat ke Solo pada tanggal 14 Mei 1998
Gambar 1.4.  Skema Peta Topografi Kota Solo
Gambar 1.6. Kota Solo sebagai Kota Warisan Dunia ( World Heritage City)(Sumber: Peneliti, 2011)

Referensi

Dokumen terkait