• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bahan Take Home Dr. Erdi M.Si

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Bahan Take Home Dr. Erdi M.Si"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PELECEHAN JABATAN WALIKOTA SECARA

BERULANG-ULANG: TANGGAPAN ATAS BERITA “ISTRI AWANG

ISHAK BESADU KE WAKIL RAKYAT”

1

Dr. Erdi, M.Si

Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Negara

FISIP UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK

PENGANTAR

Ketika membaca berita di atas, orang kemudian mengingat-ingat kembali kejadian ganjil sewaktu pelantikan Walikota Singkawang terpilih untuk Periode 2012 – 2017 pada 17 Desember 2012 lalu, dimana Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK) diserahkan kepada istri wakil walikota, sementara istri walikota, jangankan dilantik, batang hidungnya pun tidak tampak di hari yang sangat bersejarah bagi pasangan suami-istri itu. Tiada buruk yang tak berbau!

Kejadian itu saya anggap sesuatu yang tidak lazim karena secara ex oposio, istri Walikota terpilih yang menang dalam pilkada adalah otomatis menjadi Ketua TP-PKK Kabupaten atau Kota. Namun, karena perhatian dan suka cita public sewaktu itu tertuju hanya pada acara pelantikan walikota dan wakil walikota, maka perhatian pada pelantikan istri wakil walikota menjadi Ketua TP-PKK luput dari perhatian publik sehingga pelantikan yang tidak biasa itu tetap berjalan lancar dan “terkendali”.

Setelah kejadian pada Jum’at kemaren (berita Equator Rakyat Kalbar 29/06/2013) akhirnya public terperangah “yo … ngape tang gayye …. ape be yang terjadi sebenarnye…”. Setelah ada titik terang, public di Kota Singkawang pun terperangah dan berkomentar lagi “….. patut lah, pak wali dah lamak bebinni agek, same ammoy juak, cumme bukan amoy yang dolok, sementara binni lamak nye dilayahnye ke Pontianak sinnun ….”. Saya yang sudah lama meninggalkan Kota Singkawang karena tugas tetap menjadi dosen di UNTAN pun ikuttekejot gak dengar berite aneh ini.

Semula saya tidak tertarik membahas kejadian Ibu Hajjah Yutina (YTN) ini karena hanya berisi ungkapan hati dari seorang istri yang diabaikan oleh suaminya (Haji Awang Ishak/HAI) lantaran kehadiran orang ketiga (yang menurut berita itu telah berlanjut hingga ke pernikahan siri). Tetapi, ketika menghubungkan tokoh di balik berita dengan jabatan

(2)

public yang disandang pelaku, barulah ia menjadi isu publik. Saya, sebagai murni akademisi pun akhirnya diminta angkat bicara, tidak boleh angkat tangan!

Ketertarikan saya itu juga tidak lepas dari permintaan beberapa tokoh masyarakat Kota Singkawang yang telah mengenal saya agar ikut menelaah kasus Ibu YTN ini dari perspektif keilmuan Administrasi Publik. Saya tidak kuasa menolak permintaan itu karena tokoh yang menghubungi saya ini menganggap saya sebagai seorang cendekia Pantai Utara. Meski telah meninggalkan kota ini sejak tahun 1987, kepergian saya tidak dapat menghapus memori mereka bahwa saya tetaplah bagian dari anak Pantai Utara yang mungkin kelak akan kembali ke daerah asal, paling tidak untuk dikubur di tanah kelahirannya ini.

Analisis ini saya bangun dari proposisi pemberitaan “ISTRI AWANG ISHAK BESADU KE WAKIL RAKYAT” adalah benar adanya. Saya tidak melakukancross checklanjutan, baik kepada HAI maupun kepada YTN. Pemberitaan di harian ini saya anggap telah memenuhi unsur kebenaran karena --saya yakin-- wartawan telah melakukan cross check dengan kedua sumber berita ini sebelumnya. Kebenaran kedua adalah cerita panjang yang disampaikan beberapa tokoh masyarakat dari Kota Singkawang tadi, yang ternyata lebih lengkap dari berita yang termuat di koran ini. Atas dua dasar sumber kebenaran itu, saya mempercayai kebenaran pemberitaan ini!

Analisis ini akan membahas bentuk-bentuk ketidak-wajaran yang telah dilakukan HAI kepada istri sahnya, YTN, dari perspektif moral politik dan etika administrasi public, yang kemudian tercakup dalam unsur kepantasan atau kepatutan dan etika (lihat Forester, 2005 dan Cooper, 2000).

Dalam literatur barat, unsur kepatutan ini meliputi tiga macam bentuk, yakni appropriateness (kelayakan, kepatutan, kepantasan);decorum (sopan santun, kepantasan, adat pantas dalam pergaulan) dan suitability (kesesuaian, kecocokan dan keserasian). Dalam kasus Ibu YTN vs HAI ini, tampaknya lebih cocok dengan sebutan pertama, yakni appropriateness.Oleh karena itu, analisis saya ini tidak akan masuk pada aspek pribadi HAI dan YTN tetapi lebih pada HAI sebagai seorang pejabat public, yakni Walikota Singkawang dan YTN secaraex oposiosebagai Ketua TP-PKK Kota Singkawang.

(3)

SUMBER RUJUKAN

Sebelum membahas kelima macam bentuk ketidak-wajaran di atas, penulis memulainya dengan seharian melakukan browsing internet untuk menemukan second opinion atas kasus yang mungkin pernah ada seperti yang dilakukan HAI pada YTN ini, tetapi tidak ada satupun rujukan yang dapat saya dapatkan untuk menjadi pegangan analisis. Mesin pencari google hanya menampilkan kasus Bupati Aceng pada Maret 2013 yang lalu.

Oleh karena itu, untuk membahas aspek kepantasan, saya merujuk pada bukuGreg Forester: John Locke’s Politics of Moral Consensus, 2005; sementara untuk membahas etika administrasi public yang terkait dengan moral dan etika, saya merujuk pada bukunya Prof. Terry L. Cooper: Handbook of Administrative Ethics, 2000. Dan, untuk membahas etika dan moral catut-mencatut, saya pakai rujukan logika “Plagiarism, the Internet and Student Learning: Improving Academic Integrity oleh Wendy Sutherland-Smith, 2008.

Karena tidak menemukan rujukan dari Google, saya yakin kasus YTN vs HAI adalah kasus kedua setelah Aceng dan hanya terjadi di Kota Singkawang, Provinsi Kalimantan Barat, sebagai satu-satunya kasus. Bila kasus itu tidak selesai dalam waktu singkat, selain akan berkepanjangan, juga tidak selesai hanya di tingkat daerah. Terlebih bilamana DPRD Kota Singkawang tidak sigap atau lebih memilih “membiarkan” kasus ini berkepanjangan, maka kasus YTN vs HAI akan ikut berkepanjangan juga. Akibat pembiaran ini, dikhawatirkan akan mempengaruhi kualitas pelayanan public. Arah ke sana sudah pun terdengar adanya, meskipun baru pada pembicaraan di warung kopi. Dampak lainnya adalah HAI akan tidak nyaman menjalankan tugas kewalikotaan, terlebih saat bertemu masyarakat yang sudah menampakkan gerah dan geram pada Sang Walikota.

Namun, bila YTN yang masih istri sah HAI ini dapat menerima segala bentuk perlakuan yang telah dilakukan HAI selama 6 (enam) bulan terakhir; dan YTN ingin tetap dipersatukan kembali kepada HAI, kemungkinan masalah akan selesai, termasuk urusan catut-mencatut. Tetapi, tentu YTN lah yang semestinya didudukkan sebagai istri walikota dan harus diperlakukan sebagaimana keprotokoleran yang berlaku, terlepas dari kualitas hubungan antara YTN dan HAI di dalam istana sana, juga tidak perlu dipertanyakan lagi bagaimana kiprah YTN dalam mengantarkan HAI menjadi orang nomor satu di Kota Singkawang untuk kali kedua ini. Pendek cerita, pepatah Melayu mengatakan “tiada buruk yang tiada elok”, sementara Barak Husien Obama berujar “blessing in the sky” akan didapatkan hikmahnya bagi semua.

(4)

akan banyak tindakan atau pernyataan HAI yang dikhawatirkan keluar dari rel dan tidak sepantasnya dituturkan sebagai akibat beban pikiran dari kemelutnya dengan YTN. Sebut saja, --sebagai contoh-- adalah statement HAI yang dimuat di koran ini, terkait mata pelajaran agama, juga sempat “heboh” adanya. Saya tidak ingin masuk ke kasus ini!

Konsekwensi lanjutan bilamana kasus HAI vs YTN ini berkepanjangan adalah timbulnya keresahan masyarakat karena orang nomor satu tidak dapat menjadi panutan masyarakat. Sementara masyarakat masih menempatkan jabatan walikota sebagai jabatan public yang tinggi dan bergengsi, namun tidak diikuti oleh orang yang menduduki jabatan itu dengan melakukan pelecehan dan merendahkan jabatan yang didukunya. Bila demikian, kedua belah pihak akan saling berkontradiksi dan akan ada kles diantara para pihak itu pada aras akar rumput. Saya tidak ingin itu terjadi di tanah kelahiran saya ini!

DIMENSI PELECEHAN JABATAN WALIKOTA SECARA

BERULANG-ULANG

Ketika tahu kalau rumah jabatan wakil walikota yang ditinggali oleh walikota sedang tergembok dan harus dibuka paksa, saya langsung menghubungkannya dengan inappropriate action for lying political foundation. Istilah itu adalah upaya mengelabui public dengan mengatur sendiri sedemikian rupa urusan public agar public tidak dapat melakukan protres atas tindakan tidak wajar (inappropriate action) dari seorang pejabat public (Forester, 2005).Bertukar kediaman, sepertinya baik, tetapi bukan itu masalahnya, dasar pengaturannya tidak ada, sehingga yang tampaknya baik ternyata belum tentu benar.

Tempat tinggal pejabat public (dalam hal ini adalah Walikota Singkawang) dirancang sedemikian rupa untuk melayani masyarakat dengan baik dan juga sebagai rumah kehormatan daerah. Rumah itu bukanlan rumah milik HAI yang dapat diperlakukan sesuka hati. Ada aturan yang mengatur rumah tinggal walikota dan wakil walikota. Siapapun walikotanya, aturan protokoler tidak berubah dan diberlakukan di rumah Negara itu, tidak ada pengecualian, termasuk kepada HAI.

Pertukaran rumah dinas, dimana wakil menempati rumah dinas walikota dan walikota menempati rumah dinas wakil walikota juga mengandung unsur ketidak-pantasan. Aspek kepatutan atau kepantasan dimaksud terhubung dengan peran dan fungsi walikota dan wakil walikota di satu sisi dan tugas dan tanggung jawab antara keduanya pada di sisi lain. Oleh karena itu, pertukaran rumah dinas antara walikota dan wakilnya adalah tidak pantas dilakukan oleh Walikota HAI karena dapat dipersepsikan sebagai inappropriate action.

(5)

dan mampu melakukan tugas sebagai walikota. Peran - Fungsi; Tugas - Tanggung Jawab antara walikota dan wakil sudah diatur dalam undang-undang dan semua tugas dibagi habis agar keduanya dapat bekerja dengan baik dalam memberikan pelayanan kepada rakyat. Prosedur pelayanan pun sudah diatur dalam keprotokoleran daerah, sehingga tidak dapat dipertukarkan diantara keduanya dengan sesuka hati, tidak juga dapat disepelekan dan apalagi dirubah seenaknya sebagaimana dilakukan HAI dalam berita itu.

Dalam kondisi normal, bertukar rumah saja sudah tidak patut, apalagi meninggalkan rumah dinas dan memindahkannya ke tempat lain yang tidak diatur oleh Negara/daerah. Jadi, dimensi pelecehan jabatan walikota secara berulang-ulang dimaksud adalah (1) bertukar rumah dinas, (2) meninggalkan rumah dinas yang telah ditukar tinggal, (3) memindahkan rumah dinas walikota ke rumah pribadi dimana di situ berdiam istri siri yang menerima fasilitas Negara dan (4) mendepak istri sah; adalah hal-hal yang tidak patut dilakukan oleh seorang walikota, apapun alasannya!

Oleh karena itu, bilamana HAI tetap ingin menjadi Walikota Singkawang yang bertanggung jawab, bermoral dan beretika public, agar nyaman dalam melaksanakan amanat masyarakat Kota Singkawang, selain minta maaf kepada public dalam berbagai kesempatan dan media, HAI juga perlu kembali ke rumah dinas dengan istri sah: YTN.

Dengan kembali ke rumah dinas, maka HAI juga perlu mengembalikan jabatan Ketua TP-PKK kepada istri sahnya itu: YTN. Memberikan jabatan itu kepada istri wakil walikota adalah tindakan yang juga tidak patut, selain menabrak ex oposio berdasarkan asas hukum yurisprudensi juga tidak pas menurut ketata-negaraan.

Akan berbeda auranya bilamana YTN berhalangan tetap yang dibuktikan hitam di atas putih, bercerai dengan HAI sebelum jabatan itu diraih yang dibuktikan dengan keputusan pengadilan agama atau secara pribadi YTN mengundurkan diri karena merasa tidak mampu yang dibuat di atas kertas bermaterai cukup dan lain sebagainya. Sepanjang hal-hal itu tidak ada, maka tindakan menyerahkan jabatan Ketua TP-PKK kepada istri wakil walikota adalah juga bentuk tindakan yang tidak patut dan memberikan pelajaran tidak baik kepada public bahwa seakan pejabat “boleh” bertindak tidak adil, melakukan tindak kekerasan dan menzalimi orang lain tanpa dasar yang kuat.

(6)

sumber-sumber kekerasan dan sepertinya terlembagakan dalam institusi pemerintah daerah. Tentu tindakan ini tidak boleh berlanjut karena akan menjadi preseden buruk ke depannya. Habis manis, sepah dibuang!

Tindakan HAI pada YTN memang tidak tampak dan tidak ditampakkan di muka umum, tetapi YTN dapat merasakannya secara psikis. Tindakan berupa suara tinggi saat ngomong, perasaan diacuhkan, tidak dihargai dan lain-lain ternyata juga adalah bagian dari kekerasan sebagaimana konsep Alqadrie di atas. Dari konsep kekerasan itu, maka tindakan HAI kepada istrinya adalah bagian dari bentuk kekerasan sikap, perasaan dan nilai-nilai yang kemudian ingin dilembagakan dalam posisinya sebagai Walikota Singkawang.

Tindakan kekerasan yang tidak tampak itu, sebagaimana konsep Alqadrie (2000) adalah lebih bahaya dan dahsyat serta akan terlanggengkan karena tidak terdeteksi secara fakta hukum. Oleh karena itu, Alqadrie memasukkan tindakan seperti ini ke dalam sumber kekerasan (source of violence) dan kekerasan terstruktur (institutional violence). Akibat tindakan kekerasan non fisik ini, YTN merasakan kepedihan yang mendalam dan akhirnya menggiring dirinyabesadu(mengadu) ke rumah rakyat.

Sungguh ironis negeri ini, seharusnya DPRD Kota Singkawang yang memanggil Ibu YTN dan menanyakan duduk persoalan dirinya hingga didepak oleh HAI dari kursi yang semestinya didudukinya itu. Saya rasa, kapabilitas YTN sebagai seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan juga merupakan lulusan perguruan tinggi negeri ternama di Kalimantan Barat merupakan sosok perempuan hebat dan mampu melakukan tugas dan fungsinya dengan baik sebagai ketua TP-PKK, terlepas sekecil apapun kontribusi YTN saat HAI akan maju sebagai balon waktu itu.

Persoalan HAI dengan A Kim adalah persoalan pribadi HAI yang dapat diaturnya sendiri dengan tidak mengganggu peran dan fungsinya sebagai Walikota Singkawang dan juga tidak “merampas” hak istri sah: YTN. Hal yang sepatutnya adalah A Kim tidak boleh tampil, apalagi dengan sengaja ditampilkan ke public dalam berbagai kegiatan pemerintahan oleh HAI, bagaimanapun cantik dan moleknya A Kim di mata HAI.

Negeri ini berjalan di atas aturan, perundangan dan hukum; juga ada aturan etika dan moral public yang berfungsi sebagai isolator untuk menghindari berbagai kemungkinan tindakan inkonsisten (Alqadrie dan Erdi, 2012). Dengan pernyataan ini, saya ingin katakan bahwa pejabat public tidak boleh main-main dengan etika dan moral!

(7)

menyampaikan surat teguran kepada Pak Wali bahwa apa yang telah dilakukan Pak Wali dalam kasus A Kim vs YTN ini adalah sesuatu yang tidak pantas bagi tontonan publik. Kalau keterlibatan DPRD Kota Singkawang dianggap terlalu tinggi dalam menangani kasus ini, paling tidak Partai Pengusung HAI yangnotabene adalah juga pimpinan partai dan anggota dewan terhormat, perlu melakukan rembug dan membahas masalah ini agar kadernya yang ini tidak melakukan tindakan ketidak-patutan secara berulang-ulang. Buruk muka, cermin dipecah!

CATUT-MENCATUT SEBAGAI BENTUK KEJAHATAN

Dalam dunia akademik, tindakan catut-mencatut tergolong ke dalam tindakan plagiarism dan pelakunya diganjar hukuman berat yakni pencabutan gelar akademik yang telah diraihnya (Smith, 2008). Tidak berhenti di situ, universitas yang memberikan hukuman itu akan memberitahukan hukuman itu ke semua jejaring universitas bahwa yang bersangkutan merupakan pelaku plagiarism dan oleh karenanya tidak boleh ada universitas yang menerima orang tersebut sebagai mahasiswa. Lalu bagaimana dengan kasus HAI vs YTN dalam hal catut-mencatut ini?

Bila kasus catut-mencatut sebagaimana dimaksud YTN dalam berita harian ini adalah benar adanya“Nama saya dicantumkan pada waktu pendaftaran ke KPU. Kemudian menjadikan laporan ke KPK, nama saya dicatut”, maka tidak hanya YTN yang merasa disepelekan, tetapi juga KPU dan KPK dan bahkan juga Parpol Pengusung HAI. Namun, KPU dan KPK akan sulit melacak ini bilamana YTN tidak memulainya dengan melakukan pengaduan atas pencatutan namanya itu. Berdasarkan laporan YTN itu pula, KPU dan KPK pun masuk menuntut HAI sebagai pelaku pencatutan. Mengenai delik aduan, saya tidak faham karena memang bukan bagian saya untuk menjelaskannya.

Bilamana HAI ingin aman dari proses hukum, maka tidak ada jalan lain kecuali “berdamai” atau “rukun dan harmonis kembali” dengan YTN. Konsekwensi dari perdamaian ini adalah menempatkan YTN pada posisi yang semestinya dan memberikan perlakukan sebagai istri pejabat negara. Bila jalan damai yang dipilih HAI, maka A Kim yang notabene adalah istri siri harus ditinggalkan atau HAI kabur dari rumah A Kim untuk kembali ke rumah jabatan walikota. Dan A Kim pun tidak boleh lagi tampil atau dibawa-bawa ke ruang publik. Namun, bilamana HAI tetap “ngotot” mempertahankan kesalahan yang telah diperbuatnya, maka akan ada gelombang kemarahan YTN jilid dua, yakni membawa kasus pencatutan itu ke ranah hukum positif. Bila itu yang dipilih YTN, tentu --saya prediksi-- KPK dan KPU juga akan mengikuti jejak YTN, yakni menuntut HAI atas tindakan pemalsuan dokumen dan pelecehan institusi negara.

(8)

terjadi juga di Bumi Khatulistiwa, meskipun dalam kasus yang berbeda dengan Aceng jilid satu di tanah Pasundan sana. Dengan demikian, tahun 2013 menjadi tahun kelam dunia otonomi daerah di Indonesia. Ada bupati dan walikota yang dimakdzulkan secara hukum akibat moral yang tidak genah dan tidak patut!

Dan, saya rasa, Parpol pengusung HAI juga harus ikut bertanggung jawab. Dalam kasus seperti ini, semestinya, Parpol pengusung HAI tidak berdiam karena diam bukan selamanya emas. Membiarkan kadernya melakukan tindakan yang tidak patut begini bukan emas namanya, tetapi bersebahat adanya! Bukankah hubungan kader dan parpor adalah dua sisi dalam satu mata uang? Jika demikian, maka parpol pengusung HAI harus ikut bertanggung jawab pula.

Keberhasilan HAI menjadi pemenang pada Pilkada 2012 yang lalu juga adalah adanya andil dari parpol dan massa pengusung. Kejadian tidak lazim ini telah berlangsung selama 6 (enam) bulan dan tidak ada geliat dari parpol untuk menegur kadernya yang telah bertindak tidak patut ini. Oleh karena itu, saya menilai sikap parpol yang diam seperti ini merupakan sikap kompromistis yang berlebihan dan juga tidak sepatutnya dilakukan karena tidak memberi pembelajaran politik yang baik kepada rakyat.

Referensi

Dokumen terkait

Penduduk Desa Tanjung Setia yang bekerja di Objek Wisata Pantai Tanjung Setia memiliki beban tanggungan sebanyak 72 orang yang berasal dari 22 kepala

Sejalan dengan perumusan hipotesis yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya maka untuk membuktikan hipotesis penelitian digunakan uji statistik uji t untuk menguji

Labuhanbatu Laporan Kegiatan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Daops 02 Labuhanbatu Senin, 23 Januari 2017. KEGIATAN HARIAN  Apel Pagi,  Kebersihan Lingkungan 

Latar belakang penelitian ada sebagian siswa SMA 1 Jekulo Kudus tahun pelajaran 2012/2013 yang mengalami tekanan psikologi seperti tumbuh rasa tidak aman dan kemurungan

Studi s-1 Desain Interior, Jurusan Desain, Fakultas Seni Rupa Institut Seni Indonesia Yogyakarta, telah disetujui Tim Pembina Tugas Akhir pada tanggal .... Pembimbing

Kuat lemah atau tinggi rendahnya korelasi antardua variabel yang sudah kita teliti dapat diketahui dengan melihat besar kecilnya angka indeks korelasi, yang

Semakin tinggi stres, maka semakin banyak pula permasalahan-permasalahan emosional yang dialami oleh penderita diabetes mellitus, dimana kondisi ini berhubungan dengan

Gambar 3- Kromatogram Gas Eugenol pada Sampel Minyak Atsiri Bunga Cengkeh dari Daerah di Maluku. Gambar 4-Kromatogram Gas Eugenol pada Sampel Minyak Atsiri Bunga