Oleh
PIPIT DIAN PERTIWI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN
Pada
Jurusan Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
Pipit Dian Pertiwi
ABSTRAK
PENGARUH GIBERELIN (GA3) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN KEDELAI
(Glycine max [L.) Merrill.)
Oleh
PIPIT DIAN PERTIWI
Produktivitas kedelai di Indonesia masih rendah salah satu penyebabnya yaitu
iklim tropis di Indonesia yang kurang optimal bagi pertumbuhan tanaman kedelai.
Salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas tanaman kedelai di Indonesia
yaitu dengan aplikasi zat pengatur pertumbuhan (ZPT) seperti giberelin (GA3).
Penggunaan giberelin dapat menggantikan panjang hari yang dibutuhkan oleh
tanaman kedelai. Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) mengetahui konsentrasi
giberelinyang efektif pada pertumbuhan tanaman dan produksi dua varietas
tanaman kedelai, (2) mengetahui perbedaan respons dua varietas yang berbeda
pada pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai, dan (3) mengetahui respons dua
varietas kedelai dan konsentrasi giberelinpada pertumbuhan dan produksi
tanaman kedelai.
Perlakuan terdiri atas lima taraf konsentrasi giberelinyaitu 0, 100, 200, 300, dan
400 ppm sebagai faktor pertama dan dua varietas kedelai yaitu varietas
faktorial pada rancangan kelompok teracak sempurna (RKTS). Kesamaan ragam
data antarperlakuan diuji dengan uji Barlett dan aditivitas ragam data
antarperlakuan diuji dengan uji Tukey. Nilai terngah perlakuan diuji dengan uji
beda nyata jujur (BNJ) pada taraf nyata 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi giberelin 200 ppm pada varietas
Tanggamus lebih baik daripada varietas Burangrang dalam variabel tinggi
tanaman sedangkan jika tanpa giberelin jumlah bunganya meningkat. Pemberian
konsentrasi giberelin 200 ppm efektif dalam meningkatkan tinggi tanaman
kedelai. Varietas Tanggamus memiliki tingkat pertumbuhan dan produksi yang
lebih baik dibandingkan dengan varietas Burangrang.
vi
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... x
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang dan Masalah ... 1
1.2 Tujuan Penelitian ... 4
1.3 Kerangka Pemikiran ... 4
1.4 Hipotesis ... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1 Morfologi dan Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai ... 7
2.3 Peran Giberelin pada Pertumbuhan dan Produksi Tanaman ... 9
2.4 Peran Varietas pada Pertumbuhan dan Produksi Tanaman ... 12
III. BAHAN DAN METODE ... 14
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 14
3.2 Bahan dan Alat ... 14
3.3 Metode Penelitian ... 15
3.4 Pelaksanaan Penelitian ... 16
3.4.1 Persiapan Media Tanam ... 16
3.4.2 Penanaman ... 16
3.4.3 Penyulaman ... 17
3.4.4 Pemupukan ... 17
3.4.5 Pemeliharaan Tanaman ... 18
3.4.6 Aplikasi Giberelin ... 18
3.4.7 Panen ... 19
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23
4.1 Hasil Penelitian ... 23
4.1.1 Pengaruh Giberelin pada Pertumbuhan dan Produksi tanaman ... 23
4.1.2 Pengaruh Varietas pada Pertumbuhan dan Produksi Tanaman ... 26
4.1.3 Pengaruh Interaksi antara Giberelin dan Varietas pada Pertumbuhan dan Produksi Tanaman ... 29
4.2 Pembahasan ... 33
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 40
5.1 Kesimpulan ... 40
5.2 Saran ... 41
PUSTAKAACUAN ... 42
LAMPIRAN ... 45
Tabel 11--57 ... 46--70
DAFTAR GAMBAR
Tabel Halaman
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah
Kedelai (Glycine max [L.] Merrill.) merupakan salah satu komoditas pangan
terpenting ketiga setelah padi dan jagung. Kebutuhan kedelai terus meningkat
seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan kebutuhan bahan baku
industri olahan pangan, akan tetapi produksi kedelai dalam negeri masih rendah.
Menurut Badan Pusat Statistik (2012), produktivitas kedelai pada tahun 2012
adalah 1,48 t/ha sedangkan menurut Pusat Penelitian Tanaman Pangan (2012),
potensi rata-rata kedelai di Indonesia adalah 1,8--2,5 t/ha. Tidak adanya
keseimbangan antara potensi dan produktivitas tanaman kedelai mengakibatkan
Indonesia sangat bergantung pada impor kedelai.
Menurut Sumarno et al. (2007), rendahnya produksi tanaman kedelai di Indonesia
disebabkan oleh kondisi iklim Indonesia yang kurang optimal bagi pertumbuhan
tanaman kedelai. Kedelai merupakan tanaman asli subtropis yang membutuhkan
panjang hari 14--16 jam sedangkan Indonesia dengan iklim tropis memiliki
panjang hari yang hampir konstan yaitu 12 jam. Kurangnya kebutuhan panjang
2
Tanaman yang tumbuh pada wilayah yang memiliki perbedaan panjang hari satu
jam atau lebih memerlukan perlakuan khusus guna mengatasi masalah panjang
hari yang tidak tercukupi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan
aplikasi zat pengatur pertumbuhan (ZPT) yang merupakan senyawa organik bukan
hara yang diaplikasikan pada bagian tanaman dan pada konsentrasi yang sangat
rendah mampu menimbulkan suatu respons fisiologis. Zat pengatur pertumbuhan
yang dapat diaplikasikan yaitu asam giberelin (GA3). Menurut Salisbury dan
Ross (1995), giberelindapat menggantikan panjang hari yang dibutuhkan oleh
beberapa spesies tanaman, hal ini menunjukkan adanya interaksi antara giberelin
dan cahaya.
Zat pengatur pertumbuhan yang diaplikasikan pada tanaman jumlahnya harus
cukup. Aplikasi zat pengatur pertumbuhan harus sesuai dengan kebutuhan
tanaman. Menurut Salisbury dan Ross (1995), respons tanaman yang diberi zat
pengatur pertumbuhan bergantung pada bagian tanaman yang diaplikasikan zat
pengatur pertumbuhan, konsentrasi zat pengatur pertumbuhan, dan faktor
lingkungan.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa giberelin mampu meningkatkan
pertumbuhan tanaman. Hasil penelitian Yennita (2002) menunjukkan bahwa
pemberian giberelinmampu meningkatkan tinggi tanaman bukan hanya pada
bagian ujung meristem saja, melainkan mampu meningkatkan tinggi tanaman dan
buku subur pada seluruh bagian batang tanaman. Hal ini terjadi karena tanaman
sangat respons terhadap giberelin sehingga mengakibatkan pertumbuhan tinggi
Hasil penelitian Sumarno (2007) melaporkan bahwa pemberian giberelin dengan
konsentrasi 50 ppm dapat meningkatkan jumlah polong bernas dan jumlah biji
pada tanaman kedelai. Permanasari (2007) melaporkan bahwa pemberian
giberelin pada konsentrasi 100 ppm mampu meningkatkan jumlah biji dan berat
biji per tanaman kedelai.
Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Syafi’i (2005) menunjukkan bahwa
pemberian giberelindengan konsentrasi 120 ppm memberikan hasil tertinggi pada
tinggi tanaman melon yaitu sebesar 155 cm dan berpengaruh sangat nyata
terhadap bobot berangkasan segar tanaman melon. Hasil penelitian Pandiangan
dan Tiurmaida (2006) menunjukkan bahwa pemberian giberelin dengan
konsentrasi 0,15--0,2 ppm dapat meningkatkan jumlah tunas, tinggi tanaman,
jumlah daun, dan jumlah akar planlet tanaman anggrek.
Pemberian giberelinperlu dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan dan
produksi kedelai yang dihasilkan. Oleh karena itu, diperlukan percobaan untuk
menjawab permasalahan berikut :
1. Berapakah konsentrasi giberelin yang efektif untuk pertumbuhan dan produksi
tanaman kedelai ?
2. Apakah terdapat perbedaan respons pertumbuhan dan produksi tanaman
kedelai karena penggunaan dua varietas yang berbeda ?
3. Apakah terdapat perbedaan respons antara dua varietas kedelai dengan
konsentrasi giberelinyang diberikan pada pertumbuhan dan produksi tanaman
4
1.2 Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian dirumuskan
sebagai berikut:
1. Mengetahui konsentrasi giberelinyang efektif pada pertumbuhan tanaman dan
produksi dua varietas tanaman kedelai.
2. Mengetahui perbedaan respons dua varietas yang berbeda pada pertumbuhan
dan produksi tanaman kedelai.
3. Mengetahui respons dua varietas kedelai dan konsentrasi giberelinpada
pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai.
1.3 Kerangka Pemikiran
Rendahnya produktivitas kedelai menjadi salah satu penyebab Indonesia sangat
tergantung pada hasil impor dari luar negeri. Salah satu penyebab rendahnya
produktivitas kedelai di Indonesia yaitu kurang optimalnya kondisi iklim di
Indonesia. Tanaman kedelai merupakan tanaman asli dari wilayah subtropis
dengan panjang hari 14--16 jam. Indonesia merupakan wilayah tropis yang
mempunyai panjang hari 12 jam. Perbedaan lamanya panjang hari ini
menyebabkan produktivitas tanaman kedelai di Indonesia kurang optimal. Salah
satu upaya untuk mengatasi masalah kurangnya panjang hari di Indonesia yaitu
dengan aplikasi zat pengatur pertumbuhan khususnya giberelin. Aplikasi giberelin
dengan konsentrasi yang sesuai diharapkan mampu menggantikan panjang hari
Salisbury dan Ross (1995) menyatakan bahwa giberelin dapat menggantikan
panjang hari yang dibutuhkan oleh beberapa spesies tanaman. Aplikasi giberelin
juga dapat memenuhi kebutuhan beberapa spesies tanaman akan masa dingin
untuk menginduksi pembungaan atau agar tanaman berbunga lebih awal
(vernalisasi). Aplikasi giberelin diharapkan mampu memenuhi kebutuhan
panjang hari yang dibutuhkan oleh tanaman kedelai sehingga mampu
mengoptimalkan proses fotosintesis.
Menurut Wattimena (1988), giberelinyang disemprotkan pada tanaman akan
berpengaruh terhadap proses perpanjangan ruas batang tanaman. Hal ini
disebabkan karena terjadinya penambahan jumlah dan ukuran sel pada ruas-ruas
batang tanaman. Aplikasi giberelin juga dapat memperbesar luas daun sehingga
tanaman mampu berfotosintesis dengan baik. Proses fotosintesis yang berjalan
dengan baik mampu menghasilkan asimilat yang baik pula. Asimilat yang
dihasilkan akan diteruskan ke seluruh organ tanaman yang digunakan untuk
pembelahan sel, penambahan ukuran sel, dan penggantian sel-sel tanaman yang
rusak sehingga mampu menghasilkan sel tanaman yang baru yang lebih produktif.
Asimilat hasil fotosintesis yang telah tersedia pada tanaman kemudian
ditranslokasikan menuju polong sehingga mampu menunjang proses pembentukan
polong pada tanaman kedelai dan mampu meningkatkan jumlah polong, bobot
6
Penggunaan varietas juga dapat mempengaruhi tingkat pertumbuhan dan produksi
tanaman kedelai. Varietas dengan potensi hasil yang tinggi umumnya memiliki
tingkat pertumbuhan dan produksi yang lebih baik bila dibandingkan dengan
varietas yang memiliki potensi hasil yang rendah.
Varietas Burangrang dan Tanggamus merupakan salah satu varietas kedelai yang
memiliki potensi hasil yang cukup tinggi. Berdasarkan Pusat Penelitian Tanaman
Pangan (2012), varietas Burangrang memiliki potensi produksi sebanyak 1,6--2,5
t/ha dan varietas Tanggamus memiliki potensi produksi sebanyak 1,22 t/ha.
Aplikasi giberelin dengan konsentrasi yang optimal pada varietas kedelai dengan
potensi produksi yang cukup tinggi diharapkan mampu berinteraksi satu sama lain
sehingga mampu meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai.
1.4 Hipotesis
Dari kerangka pemikiran yang telah dikemukakan sebelumnya maka dapat
disimpulkan hipotesis sebagai berikut:
1. Pemberian konsentrasi giberelin yang efektif pada tanaman kedelai akan
menyebabkan pertumbuhan dan produksi tanaman meningkat.
2. Dua varietas kedelai yang digunakan akan menghasilkan perbedaan respons
pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai..
3. Pengaruh konsentrasi giberelinpada pertumbuhan dan produksi tanaman
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Morfologi dan Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai
Kedelai merupakan tanaman asli subtropis dengan sistem perakaran terdiri dari
sebuah akar tunggang yang terbentuk dari calon akar, sejumlah akar sekunder, dan
cabang akar adventif yang tumbuh dari bagian bawah hipokotil. Panjang akar
tunggang ditentukan oleh berbagai faktor seperti kekerasan tanah, populasi
tanaman, dan varietas. Akar tunggang pada tanaman kedelai dapat mencapai
kedalaman 200 cm. Tanaman kedelai mempunyai kemampuan untuk membentuk
bintil akar yang mampu menambat nitrogen. Bintil akar yang telah matang akan
berwarna merah muda yang disebabkan oleh adanya leghemoglobin yang diduga
aktif menambat nitrogen, sebaliknya bintil akar yang sudah tidak aktif akan
berwarna hijau (Sumarno et al., 2007).
Tanaman kedelai dikenal dengan dua tipe pertumbuhan batang yaitu determinit
dan indeterminit. Jumlah buku pada batang akan bertambah sesuai pertambahan
umur tanaman, tetapi pada kondisi normal jumlah buku berkisar antara 15--20
buku dengan jarak 2--9 cm. Batang tanaman kedelai ada yang bercabang dan ada
pula yang tidak bercabang tergantung dari karakter varietas kedelai (Adisarwanto,
8
Tanaman kedelai mempunyai 4 tipe daun, yaitu 1) kotiledon, 2) daun primer
sederhana yaitu daun pertama keluar dari buku sebelah atas kotiledon, 3) daun
bertiga yang terdiri dari tiga helai anak daun dengan bentuk oval atau segitiga
tergantung dari varietas, dan 4) profila yang terletak pada tiap pangkal cabang dan
tidak bertangkai (Yennita, 2002).
Bunga tanaman kedelai umunya berwarna putih atau ungu muda serta mempunyai
5 mahkota dan 4 kelopak. Bunga tanaman kedelai mempunyai 10 benang sari, 9
di antaranya bersatu pada bagian pangkal dan membentuk seludang yang
mengelilingi putik. Benang sari yang ke-10 terpisah pada bagian pangkalnya dan
seolah-olah menjadi penutup seludang dan bila putik dibelah di dalamnya terdapat
bakal biji (Yennita, 2002).
Tanah yang sesuai untuk usaha tani kedelai adalah tanah yang bertekstur liat
berpasir, liat berdebu berpasir, debu berpasir, drainase baik, mampu menahan
kelembaban tanah, dan tidak mudah tergenang air. Kandungan bahan organik
tanah (3--4%) sangat mendukung pertumbuhan tanaman kedelai (Sumarno et al.,
2007).
Panjang hari di daerah tropis umumnya berkisar antara 11--12 jam/hari, sementara
di daerah subtropis panjang hari berkisar antara 14--16 jam/hari. Lamanya
panjang hari merupakan salah satu faktor penyebab rendahnya produktivitas
kedelai di wilayah tropis. Hal ini terkait dengan sifat tanaman kedelai yang peka
Selama pertumbuhan tanaman kebutuhan air menjadi salah satu faktor yang perlu
diperhatikan. Kebutuhan air tanaman berkisar antara 350--550 mm (Adisarwanto,
2008). Interaksi antara suhu, intensitas radiasi matahari, dan kelembaban tanah
sangat menentukan laju pertumbuhan tanaman kedelai. Suhu tinggi berasosiasi
dengan transpirasi yang tinggi. Suhu yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman
kedelai berkisar antara 22--27º C (Sumarno et al., 2007).
2.3 Peran Giberelin pada Pertumbuhan dan Produksi Tanaman
Menurut Yennita (2002), penggunaan zat pengatur pertumbuhan pada tanaman
sangat kritis karena setiap zat pengatur pertumbuhan hanya akan efektif apabila
digunakan dengan dosis yang tepat, terhadap tanaman yang tepat dan kondisi
lingkungan yang sesuai serta fase pertumbuhan tertentu.
Kemampuan khusus yang dimiliki giberelin yaitu untuk memacu pertumbuhan
tanaman, terutama tanaman kerdil atau tanaman dwitahunan yang berbentuk
roseta (mempunyai ruas pendek). Aplikasi giberelinmampu membuat tanaman
kacangan semak pendek menjadi tinggi menjalar ke atas. Selain itu, giberelin
juga mampu meningkatkan tinggi tanaman padi, jagung, dan kapri (Salisbury dan
Ross, 1995).
Menurut Salisbury dan Ross (1995), giberelin merupakan ekstrak dari Gibberella
fujikuroi. Semua giberelin merupakan turunan rangka ent-giberelan. Semua
giberelin bersifat asam dan dinamakan asam giberelat dengan penomoran yang
berbeda untuk membedakannya. Molekul giberelin mengandung Gibban Skeleton
10
yaitu yang mengandung 19 atom karbon dan 20 atom karbon dan bergabung
dalam sistem cincin 4 atau 5, kadang-kadang mempunyai 1 atau lebih grup
karboksil, gugus H, atau OH, dan giberelin ini diberi nama dari 1--84. Giberelin
mempunyai satu gugus karboksil yang melekat pada karbon 4, sehingga semuanya
dapat disebut giberelat. Jumlah gugus hidroksil pada cincin A, C, dan D berkisar
antara 0--4, dengan karbon 3 atau karbon 13, atau keduanya paling sering
terhidroksilasi.
Menurut Wattimena (1988), kebanyakan tanaman memberikan tanggapan
terhadap pemberian giberelin. Hal ini dapat terlihat dengan adanya perubahan
panjang batang tanaman. Pengaruh yang paling utama yaitu dalam perpanjangan
ruas batang tanaman yang disebabkan oleh bertambahnya ukuran dan jumlah
sel-sel yang ada pada ruas-ruas tanaman tersebut.
Giberelinaktif dalam aktivitas metabolisme tanaman. Giberelin dihasilkan oleh
embrio kemudian ditranslokasikan ke lapisan aleuron sehingga menghasilkan
enzim amilase. Proses selanjutnya yaitu enzim tersebut masuk ke dalam
endosperm dan terjadilah perubahan pati menjadi gula dan menghasilkan energi
yang berguna untuk aktivitas sel dan pertumbuhan. Tahapan ini merupakan
tahapan akhir dari dormansi biji. Salah satu efek giberelinadalah mendorong
pemanjangan sel pada biji sehingga radikula dapat mendobrak endosperma, kulit
Penelitian Sumarno (2007) menunjukkan bahwa pemberian giberelin dengan
konsentrasi 50 ppm pada kedelai Wilis mampu meningkatkan tinggi tanaman
dibanding kontrol. Pemberian giberelin dengan konsentrasi 50 ppm pada umur 3
dan 6 minggu setelah tanam dapat meningkatkan jumlah polong bernas dan
jumlah biji pada kedelai.
Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Wahyu, Solichatun, dan Sugiyarto
(2008) menunjukkan bahwa perlakuan giberelin dengan konsentrasi 50 ppm
menghasilkan pertumbuhan tanaman yang tertinggi yang ditunjukkan oleh
variabel tinggi tanaman, berat basah dan berat kering tanaman garut. Hasil
penelitian Annisah (2009) menunjukkan bahwa induksi giberelindengan
konsentrasi 150 ppm mampu menghasilkan panjang buah terbesar dan konsentrasi
giberelin 100 ppm mampu menghasilkan bobot buah terbesar pada tanaman
semangka.
Respons tanaman terhadap zat pengatur tumbuh, dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya: jenis zat pengatur tumbuh yang digunakan, musim sewaktu
pemberian, varietas tanaman, keadaan lingkungan sewaktu pemberian, stadia
pertumbuhan, dan konsentrasi zat pengatur tumbuh tersebut (Wattimena, 1988).
Pernyataan tersebut juga didukung oleh Ratna (2008) yang menyatakan bahwa
pengaruh dari suatu zat pengatur pertumbuhan bergantung pada spesies tanaman,
tahap perkembangan tanaman, dan konsentrasi zat pengatur pertumbuhan. Suatu
zat pengatur pertumbuhan tidak bekerja sendiri dalam mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan tanaman, pada umumnya keseimbangan
12
2.3 Peran Genotipe pada Pertumbuhan dan Produksi Tanaman
Genotipe memegang peranan penting dalam perkembangan tanaman, karena
untuk mencapai produktivitas yang tinggi sangat ditentukan oleh potensi daya
hasil dari varietas unggul yang ditanam. Potensi hasil di lapangan dipengaruhi
pula oleh interaksi antara faktor genetik (genotipe) dan kondisi lingkungan
tumbuh yang ada di sekitar pertanaman. Pengelolaan lingkungan tumbuh yang
kurang baik dapat menyebabkan potensi daya hasil yang tinggi dari varietas
unggul tersebut tidak akan tercapai. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam
hal memilih varietas yaitu umur panen, produksi, tingkat adaptasi terhadap
lingkungan tumbuh yang tinggi (Adisarwanto, 2008).
Suprapto dan Narimah (2007) menyatakan bahwa penggunaan varietas unggul
mampu meningkatkan produktivitas tanaman dikarenakan memiliki keragaman
genetik yang tinggi. Keragaman genetik pada setiap varietas kedelai
berbeda-beda. Keragaman genetik pada varietas unggul cenderung memiliki lebih banyak
sifat baik sehingga diharapkan mampu meningkatkan produktivitas tanaman.
Zahrah (2011) menyatakan bahwa setiap tanaman memiliki banyak varietas.
Masing-masing varietas dari setiap tanaman akan memberikan respons
pertumbuhan dan tingkat produksi yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan setiap
varietas tanaman mempunyai keragaman genetik yang berbeda-beda.
Perbedaan keragaman genetik setiap varietas dapat dilihat dari penampilan dan
Djumali (2011) juga menyatakan bahwa keragaman genetik yang dimiliki oleh
setiap varietas atau kultivar tanaman berpengaruh terhadap hasil produksi.
Keragaman genetik dapat digunakan sebagai salah satu tolak ukur untuk
mengetahui tingkat pertumbuhan dan produksi suatu tanaman. Oleh karena itu,
penting bagi seorang pemulia mengetahui keragaman genetik suatu tanaman.
Mukmin dan Iskandar (2007) menambahkan bahwa keragaman genetik suatu
varietas tanaman biasanya terbentuk dari hasil adaptasi yang cukup lama dengan
14
III. METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Lahan Percobaan Lapang Terpadu dan Laboratorium
Benih dan Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari bulan
Januari--Mei 2013.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah tanah latosol sebanyak 8 kg, benih kedelai varietas
Burangrang dan Tanggamus, Giberelin, alkohol 70%, akuades, pupuk Urea, SP36,
dan KCl, pestisida Bayluscide dengan bahan aktif niclosamide 250 g/l dan
pestisida Dursband dengan bahan aktif klorpirifos 200 g/l.
Alat yang digunakan adalah bans, polibag, cangkul, koret, timbangan, ajir,
sprayer, ember, gembor, oven, mistar, kertas amplop, kertas koran, pisau, plastik
3.3 Metode Penelitian
Untuk mendapatkan bukti empiris dan menguji hipotesis disusun rancangan
perlakuan sebagai berikut:
1. Rancangan perlakuan disusun secara faktorial (2 x 5) dalam Rancangan
Kelompok Teracak Sempurna (RKTS) dengan 3 ulangan. Faktor pertama
adalah lima konsentrasi giberelinyaitu (G0) 0 ppm, (G1) 100 ppm, (G2) 200
ppm, (G3) 300 ppm, dan (G4) 400 ppm. Faktor kedua adalah dua varietas
kedelai yaitu (V1) varietas Burangrang dan (V2) varietas Tanggamus sehingga
terdapat 10 perlakuan. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali
ulangan dan dikelompokkan menjadi tiga kelompok sehingga dalam satu
kelompok terdapat 30 satuan percobaan. Pengelompokkan dilakukan
berdasarkan waktu pengamatan. Secara keseluruhan terdapat 90 satuan
percobaan.
2. Kesamaan ragam data antarperlakuan diuji dengan uji Barlett dan untuk
aditivitas ragam data diuji dengan uji Tukey. Jika asumsi analisis ragam
terpenuhi maka dilakukan uji lanjut.
3. Tanggapan terhadap peningkatan konsentrasi giberelindiuji dengan uji beda
16
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Persiapan Media Tanam
Pelaksanaan penelitian dimulai dengan menyiapkan media tanam berupa tanah.
Tanah diambil dari lahan percobaan lapang terpadu kemudian tanah diaduk
sampai homogen dan dibersihkan dari kotoran seperti kerikil dan sisa-sisa
tanaman lain. Tanah yang digunakan yaitu tanah latosol pada lapisan tanah top
soil. Tanah yang telah homogen dimasukkan sebanyak 8 kg ke dalam polibag
berwarna hitam berukuran 10 kg. Polibag yang digunakan sebanyak 90 polibag.
Selanjutnya polibag yang telah terisi oleh media tanam diletakkan sesuai dengan
tata letak percobaan dengan jarak antarpolibag 25 x 30 cm. Penyiapan media
tanam ini dilakukan dua minggu sebelum tanam.
3.4.2 Penanaman
Benih kedelai ditanam pada polibag yang telah terisi media tanam. Penanaman
dilakukan dengan cara membenamkan benih ke dalam polibag yang telah terisi
media tanam dengan kedalaman kurang lebih 3 cm. Benih ditanam sebanyak 4
butir benih dalam satu polibag. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan tanaman
dengan tingkat pertumbuhan paling baik dan untuk mencegah kegagalan tumbuh
Pada saat akan aplikasi giberelin dilakukan penjarangan dan hanya dipertahankan
dua tanaman yang pertumbuhannya paling baik. Sementara untuk tanaman lain
yang pertumbuhannya kurang baik dapat dicabut dan dibuang. Penjarangan ini
bertujuan untuk menghindari adanya kompetisi antartanaman dalam satu polibag.
3.4.3 Penyulaman
Penyulaman dilakukan pada saat satu minggu setelah tanam. Penyulaman
dilakukan bila tidak ada benih yang tumbuh dalam satu polibag. Penyulaman
harus dilakukan secepat mungkin. Hal ini bertujuan untuk menyeragamkan
pertumbuhan tanaman kedelai.
3.4.4 Pemupukan
Pemberian pupuk dilakukan untuk menunjang pertumbuhan tanaman.
Pemupukan dilakukan sesuai dengan dosis anjuran. Dosis pupuk yang dianjurkan
yaitu Urea dengan dosis 400 kg/ha, SP36 200 kg/ha, dan KCl 200 kg/ha. Dosis
anjuran masih dalam satuan kg/ha, oleh karena itu dilakukan konversi terlebih
dahulu untuk mengetahui dosis pupuk yang akan diberikan pada masing-masing
polibag. Dari hasil konversi setiap polibag mendapatkan 1.6 gram Urea, 0,8 gram
SP36, dan 0,8 gram KCl. Pupuk diaplikasikan dengan cara larikan di sekitar
pertanaman. Pemupukan dilakukan sebanyak dua kali. Pemupukan pertama
diberikan pada saat seminggu setelah tanam dan pemupukan kedua diberikan pada
18
3.4.5 Pemeliharaan Tanaman
Pemeliharaan tanaman yang dilakukan berupa penyiraman, pengendalian gulma,
pengendalian hama dan penyakit. Tindakan pemeliharaan yang dilakukan
disesuaikan dengan kondisi lapang. Penyiraman dilakukan sebanyak dua kali
dalam sehari, yaitu saat pagi dan sore hari.
Pengendalian gulma dilakukan secara manual yaitu dengan mancabut dan
membuang gulma yang tumbuh di sekitar pertanaman dengan menggunakan
tangan. Sementara untuk pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan
penyemprotan pestisida. Pestisida yang digunakan ada dua yaitu pestisida
berbahan aktif niklosamida 250 g/l dan pestisida berbahan aktif klorpirifos 200
g/l.
Pemeliharaan dilakukan pada saat seminggu setelah tanam. Pemeliharaan
tanaman bertujuan untuk menunjang tingkat pertumbuhan tanaman di lapang dan
guna menghindari adanya kontaminasi dari organisme yang dapat mengganggu
pertumbuhan tanaman.
3.4.6 Aplikasi Giberelin
Aplikasi giberelindilakukan menurut metode yang digunakan Yennita (2002).
Konsentrasi giberelin yang digunakan yaitu 0, 100, 200, 300, dan 400 ppm.
Konsentrasi giberelin masih dalam satuan ppm, oleh karena itu dilakukan konversi
ke dalam satuan gram sehingga didapat konsentrasi giberelin (G0) 0 gram, (G1)
0,1 gram, (G2) 0,2 gram, (G3) 0,3 gram, (G4) 0,4 gram. Giberelin kemudian
Giberelin yang telah ditimbang dan masih berbentuk powder dilarutkan terlebih
dahulu dengan menggunakan alkohol 70% sebanyak 2 ml sampai larut. Giberelin
yang telah larut kemudian ditambahkan dengan akuades hingga volume
masing-masing konsentrasi giberelin mencapai 1 liter. Sebelum diaplikasikan pada
tanaman dilakukan kalibrasi terlebih dahulu untuk mengetahui volume giberelin
yang akan diaplikasikan pada tanaman.
Kalibrasi dilakukan dengan menggunakan media air yang disemprotkan pada
tanaman hingga air tersebut mampu membasahi seluruh bagian tanaman sehingga
diperoleh volume 15 ml untuk setiap tanaman. Aplikasi giberelin dilakukan dua
kali yaitu aplikasi pertama dilakukan pada hari keempat awal pembungaan dan
aplikasi kedua dilakukan seminggu setelah aplikasi pertama. Diharapkan aplikasi
giberelinpada awal pembungaan mampu mengoptimalkan proses pembungaan
sehingga mampu menghasilkan polong dengan kuantitas dan kualitas yang lebih
baik.
3.4.7 Panen
Secara teori panen dilaksanakan pada saat tanaman berumur sekitar 86 hari karena
pada umur ini polong telah mencapai matang fisiologis yang ditandai oleh polong
yang berwarna kecoklatan lebih dari 90%, batang serta daun telah berwarna
kecoklatan dan mengering. Namun keadaan di lapang tidak sesuai dengan teori
tersebut karena pada umur tanaman 86 hari polong, batang, dan daun belum 90%
berwarna kecoklatan. Hal ini mengakibatkan waktu panen mundur sehingga
panen dilakukan saat tanaman berumur sekitar 106 hari. Salah satu penyebab
20
Pemanenan dilakukan dengan cara mencabut tanaman kedelai hingga akarnya.
Polong kedelai dipisahkan dan dimasukkan ke dalam tempat yang telah
disediakan dan dihitung jumlahnya. Sementara berangkasan dikeringkan di dalam
oven dengan suhu 80 derajat selama tiga hari. Berangkasan yang telah kering
selanjutnya ditimbang dan dicatat bobot keringnya.
3.5 Pengamatan
Untuk menguji kesahihan kerangka pemikiran dan hipotesis dilakukan
pengamatan terhadap komponen pertumbuhan dan produksi dua varietas kedelai
yang dihasilkan. Adapun komponen pengamatan yang diamati yaitu:
(1) Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang tanaman yang berada di
permukaan tanah sampai titik tumbuh batang utama. Pengukuran tinggi
tanaman dilakukan setiap minggu sampai tanaman memasuki fase generatif.
Pengukuran dilakukan dalam satuan sentimeter dengan menggunakan alat
pengukur panjang yaitu mistar atau meteran.
(2) Jumlah daun diketahui dengan cara menghitung jumlah daun maksimum
dengan menghitung total daun yang terbentuk. Daun yang dihitung yaitu
daun triploid yang artinya dalam satu tangkai daun terdapat tiga helai daun.
(3) Jumlah buku subur. Pengamatan jumlah buku subur dilakukan pada saat
panen dengan cara menghitung jumlah buku yang menghasilkan polong.
Penghitungan dilakukan dalam satuan buku.
(4) Jumlah bunga. Pengamatan jumlah bunga dilakukan pada saat bunga pertama
muncul sampai dengan tanaman tidak lagi menghasilkan bunga. Bunga yang
dihitung yakni bunga yang telah mekar. Penghitungan dilakukan dalam
satuan kuntum.
(5) Persentase bunga jadi polong. Penghitungan persentase bunga jadi polong
dilakukan dengan menghitung jumlah polong yang terbentuk dalam satu
tanaman dibagi dengan jumlah bunga yang terbentuk kemudian dikalikan
100%. Penghitungan dilakukan dalam satuan persen (%). Rumus:
Persen bunga jadi polong = ∑
∑ x 100%
(6) Bobot kering berangkasan. Seluruh tanaman kedelai yang telah dipanen
polongnya dipisahkan dengan cara dirontokkan kemudian berangkasan
dikeringkan. Pengeringan dilakukan menggunakan oven dengan suhu 80° C
selama tiga hari hingga bobotnya konstan dan berangkasan benar-benar
kering. Berangkasan yang telah kering kemudian ditimbang dengan
menggunakan timbangan elektrik untuk mengetahui bobot keringnya.
22
(7) Jumlah polong isi. Pengamatan dilakukan pada saat panen dengan
menghitung total polong isi per tanaman. Hasil penghitungan total polong isi
kemudian dipisahkan agar tidak tercampur dengan polong hampa.
Penghitungan dilakukan dalam satuan polong per tanaman.
(8) Jumlah polong hampa. Pengamatan dilakukan pada saat panen dengan
menghitung total polong yang hampa per tanaman. Hasil penghitungan total
polong hampa kemudian dipisahkan agar tidak tercampur dengan polong isi.
Penghitungan dilakukan dalam satuan polong per tanaman.
(9) Jumlah polong total. Pengamatan dilakukan pada saat panen dengan
menghitung jumlah total polong hampa dan polong isi per tanaman.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Pemberian konsentrasi giberelin 200 ppm efektif dalam meningkatkan tinggi
tanaman kedelai varietas Tanggamus.
2. Varietas Tanggamus memiliki tingkat pertumbuhan dan produksi yang lebih
baik dibandingkan dengan varietas Burangrang hampir pada semua variabel
kecuali variabel persentase bunga jadi polong.
3. Pengaruh interaksi antara konsentrasi giberelindan varietas nyata terhadap
variabel tinggi tanaman dan jumlah bunga tanaman kedelai. Pemberian
giberelin konsentrasi 200 ppm yang disemprotkan pada varietas Tanggamus
lebih baik dibandingkan dengan varietas Burangrang berdasarkan variabel
tinggi tanaman. Varietas Tanggamus lebih baik dibandingkan dengan varietas
Burangrang meskipun tidak disemprotkan giberelin berdasarkan variabel
40
5.2 Saran
Pada penelitian selanjutnya disarankan untuk menggunakan konsentrasi giberelin
yang lebih rendah (< 200 ppm) dan waktu aplikasi penyemprotan giberelin yang
PUSTAKA ACUAN
Adisarwanto, T. 2008. Budidaya Kedelai Tropika. Cetakan 10. Penebar Swadaya. Jakarta. 76 hlm.
Annisah. 2009. Pengaruh induksi giberelin terhadap pembentukan buah
partenokarpi pada beberapa varietas tanaman semangka (Citrullus vulgaris
Schard). Skripsi Program Studi Pemuliaan Tanaman. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. 93 hlm.
Arifin, Z., Prapto, Y., dan Toekidjo. 2011. Pengaruh konsentrasi GA3 terhadap
pembungaan dan kualitas benih cabai merah keriting (Capsicum annuum
L.). Fakultas Pertanian. Universitas Gadjah Mada. 13 hlm.
Azizi Kh., Moradii, J., Heidari, S., Khalili, A., dan Felzian, M. 2012. Effect of different concentrations of gibberellic acid on seed yield and yield
components of soybean genotypes in summer intercropping. Internatoinal
Journal of Agriscience. 2(4): 291—300.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2013. Curah Hujan Bulanan Tahun 2012 s/d Maret 2013. Masgar, Tegineneng. Lampung.
Badan Pusat Statistik. 2012. Produksi tanaman kedelai seluruh provinsi di Indonesia (http://www.bps.go.id). Diakses pada 5 November 2012.
Djumali. 2011. Karakter agronomi yang berpengaruh terhadap hasil dan mutu rajangan kering tembakau temanggung. Jurnal Tanaman Tembakau,
Serat, dan Minyak Industri 3(1) April 2011:17--29. Balai Penelitian
42
Komariyah, S. 2012. Kandungan zat pengatur tumbuh daun dan pola infloresen bunga pada jarak pagar (Jatropha curcos L.) andromonoecious. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. 17 hlm.
Mukmin, A., dan Iskandar, Z. 2007. Uji keturunan saudara tiri (Half-sib) sengon
(Paraserianthes falcataria L. Nielsen) di Taman Hutan Cikabayan. Jurnal
Manajement Hutan Tropika. Vol. XIII No. 1: 78--92.
Pandiangan, S., dan Tiurmaida, N. 2006. Pengaruh pemberian giberelin (GA3)
dan air kelapa terhadap pertumbuhan planlet tanaman anggrek
(Dendrobium sp.) secara in vitro. Jurnal Komunikasi Penelitian.
Vol.18(2). 4 hlm.
Permanasari, I. 2007. Pengaruh GA3 terhadap pertumbuhan dan hasil benih
kedelai hitam pada kondisi kekeringan. Tesis Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Pusat Penelitian Tanaman Pangan. 2012. Deskripsi Kedelai Varietas Burangrang dan Varietas Tanggamus
(http://www.puslittan.bogor.net/Inovasi%20Teknologi/Kacang2an&umbi2
an/Varietas%20kedelai). Diakses pada 5 November 2012.
Ratna, I.D. 2008. Peranan dan fungsi fitohormon bagi pertumbuhan tanaman. Fakultas Pertanian. Universitas Padjajaran. Bandung. 43 hlm.
Salisbury, F.B. dan Cleon, W.R. 1995. Fisiologi Tumbuhan III. Diterjemahkan oleh D.R. Lukman dan Sumaryono dari buku Pant Physiology. Penerbit ITB. Bandung. 173 hlm.
Sumarno, Suyamto, Widjono, A., Hermanto, dan Kasim, H. 2007. Kedelai:
Teknik Produksi dan Pengembangan. Badan Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. 512 hlm.
Suprapto, dan Khairudin, N. Md. 2007. Variasi genetik, heritabilitas, tindak gen dan kemajuan genetik kedelai (Glycine max Merrill) pada Ultisol. Jurnal
Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia. Vol. 9 (2): 183—190.
Syafi’i, M. 2005. Pengaruh Konsentrasi dan Waktu Pemberian Giberellin (GA3)
terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Melon (Cucumis melo I.) dengan Sistem Tanam Hidroponik Irigasi Tetes. Universitas Sebelas Maret Surakarta. 19 hlm.
Wahyu, G.L., Solichatun, dan Sugiyarto. 2007. Pertumbuhan, kandungan klorofil, dan laju respirasi tanaman garut (Maranta arundinacea L.) setelah pemberian Asam Giberelat (GA3). Jurnal Bioteknologi 5(1):1--9.
Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta.
Wattimena, G.A. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor bekerja sama dengan Lembaga Sumber Daya Informasi-IPB. Bogor. 145 hlm.
Yennita. 2002. Respon tanaman kedelai (Glycine max) terhadap Gibberellic Acid GA3 dan Benzyl Amino Purine (BAP) pada fase generatif. Tesis Program
Pascasarjana Biologi Institut Pertanian Bogor. 48 hlm.