ABSTRAK
PEMENUHAN HAK ATAS UANG PESANGON BAGI PEKERJA/BURUH YANG DI PHK DI PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
TANJUNG KARANG
Oleh
I Wayan Samudra Kusuma Wijaya
Perselisihan Hubungan Industrial (PHI) adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan. oleh sebab itu, pemerintah harus lebih intensif dalam mengawasi masalah ketenagakerjaan ini agar dapat mengurangi perbedaan pendapat antar kedua belah pihak sesuai dengan fungsi pemerintah yang terdapat pada UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah apa yang menjadi dasar gugatan pihak pekerja/buruh yang di PHK dalam proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial di Pengadilan Hubungan Industrial Tanjung Karang dan bagaimana prosedur penyelesaian pemenuhan hak uang pesangon, penghargaan masa kerja dan uang pengganti hak bagi pekerja yang di PHK melalui Pengadilan Hubungan Industrial Tanjung Karang.
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan normatif dan pendekatan empiris, sedangkan data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder yang telah dianalisis secara kualitatif.
Berdasarkan penelitian bahwa, dasar gugatan pihak pekerja/buruh yang di PHK di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Tanjung Karang adalah hak-hak pekerja/buruh yang dimiliki oleh pekerja/buruh setelah di PHK seperti hak atas uang pesangon, hak uang penghargaan masa kerja, hak ganti kerugian. Prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial di Pengadilan Hubungan Industrial Tanjung Karang adalah sidang pertama yaitu pembacaan putusan gugatan, sidang kedua yaitu jawaban dari tergugat, sidang ketiga yaitu replik, sidang keempat yaitu duplik, sidang kelima yaitu pembuktian dari penggugat, sidang keenam yaitu pembuktian dari tergugat, sidang ketujuh yaitu kesimpulan, dan sidang kedelapan yaitu putusan hakim. Namun sebulum dipengadilan sengketa ketenagakerjaan terlebih dahulu diselesaikan melalui bipartit, mediasi atau konsiliasi dan/atau arbitrase.
ABSTRACT
THE RIGHTSSETTLEMENT OF SEPARATION PAY FOR TERMINATED WORKERS/LABORS IN INDUSTRIAL
RELATIONS COURT OF TANJUNG KARANG By
I Wayan Samudra Kusuma Wijaya
The Idustrial Relations Disputes is a difference of opinion resulting in a dispute between employers or an association of employers and workers/labors or trade union due to a disagreement on rights, conflicting interests, a dispute on termination of employment, and a dispute among trade unions within one enterprise. Therefore, the government should be more intens in supervising such worksissue in order to reduce the difference of opinion between the two parties.
The objective of this research were formulated as follows: to find out the claims of those terminated workers/labours in the settlement of industrial relations disputes in Industrial Relations Court of Tanjung Karang; to find out the procedure of settlement in fulfilling the separation pay, long service pay, and recompense pay for the determined workers in the Industrial Relations Court of Tanjung Karang.
This research employed both normative and empiric approach while the data was collected from primary and secondary data sources which have been analyzed qualitatively.
According to the finding of this research, the base claim of the terminated workers/labours in the Industrial Relations Court of Tanjung Karang was the rights owned by the workers/labours after termination, such as: rights for separation pay, long service pay, and recompense pay. The procedure of the industrial relations disputes settlement in the Industrial Relations Court of Tanjung Karang were as follows: the first court is reading the cases, the second court is replies from the accused party, the third court is replic, the fourth court is duplic, the fifth court is evidence from the accused party, the seventh court is conclusion, and the eight court is judge decision. However, before taking cases to the Court, the disputes should be taken at through bipartite negotiation, mediation or conciliation, and/or arbitration.
PEMENUHAN HAK ATAS UANG PESANGON BAGI PEKERJA/BURUH YANG DI PHK DI PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
TANJUNG KARANG
Oleh:
I WAYAN SAMUDRA KUSUMA WIJAYA
1112011181
JURNAL ILMIAH
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM
Pada
Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di desa Wirata Agung, Kecamatan
Seputih Mataram, Kabupaten Lampung Tengah pada
tanggal 20 Desember 1992, merupakan anak pertama dari
tiga bersaudara dari keluarga Bapak I Nyoman Tambun dan
Ibu Nengah Suwartini. Jenjang pendidikan penulis diawali
dari Sekolah Dasar (SD) Negeri 1 Wirata Agung lulus tahun 2004, kemudian
dilanjutkan pada Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Seputih Mataram
lulus tahun 2008, Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Seputih Mataram dan
lulus tahun 2011.
Pada tahun 2011 penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Fakultas Hukum
Universitas Lampung dan mengambil minat Hukum Administrasi Negara. Pada
tahun 2013 mengikuti Kuliah Kerja Nyata di Desa Sendang Retno Kecamatan
Sendang Agung Kabupaten Lampung Tengah. Penulis melakukan penelitian di
PERSEMBAHAN
Om svastiastu,
Teriring doa dan rasa syukur kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa serta Leluhur
yang selalu membimbing dan melindungi
Kupersembahkan skripsi ini kepada:
Bapak dan Ibu yang dengan penuh kesabaran dan kasih sayangnya yang selalu
memberikan dukungan dan do’a pada keberhasilanku
Serta adik-adikku tersayang, Gebi dan Bagus.
Almamater tercinta Universitas Lampung
MOTO
Tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan selama ada komitmen bersama untuk menyelesaikannya.
Sesuatu yang belum dikerjakan sering kali tampak mustahil, kita baru yakin kalau kita telah berhasil melakukannya dengan baik
SANWACANA
Suksma penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan Leluhur yang
selalu memberikan kerahayuan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa selama proses penyusunan sampai dengan
terselesaikannya skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan dam bimbingan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesepakatan ini penulis menyampaikan
terimakasih kepada:
1. Kedua Orang Tuaku Bapak I Nyoman Tambun dan Ibu Nengah Suwartini,
serta paman saya Wayan Ginada yang selalu tulus mendoakan dalam
setiap untaian doanya untuk keberhasilan anak-anaknya
2. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.H., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Lampung
3. Ibu Upik Hamidah, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Administrasi
Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung
4. Bapak H.S. Tisnanta, S.H., M.H., dan Bapak Satria Prayoga, S.H., M.H.,
selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan ilmu dan
bimbingannya dalam proses penyelesaian skripsi ini
5. Ibu Sri Sulastuti, S.H., M.H., dan Ibu Eka Deviani, S.H., M.H., selaku
dosen pembahas yang memberikan kritik serta saran yang membangun
dalam penyelesaian skripsi ini
6. Seluruh dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah
7. Bapak Y. Yogi Tarus Ayamin, Janta Nababan, Parmonangan, yang
senantiasa memberikan segala informasi yang penulis butuhkan dalam
penyelesaikan skripsi ini
8. Adik-Adikku tersayang Gebi dan Bagus, serta Kak Agus, Kande, Wiadek,
Endra yang selalu memberikan doa dan semangat kepada penulis
9. Kekasihku Ni Made Jenitia Arini yang selalu sabar dan tetap mendukung
dan memberi semangat untukku
10.Teman-teman seperjuangan I Gusti Ngurah Yoga, I Made Dopiada, dan I
Putu Budhi Yasa atas semangat dan dukungannya yang tiada henti
11.Iis Priyatun, Ado, Ryan, Gilbert, Eka, Agus, Arif, dan semua teman-teman
Fakultas Hukum Universitas Lampung angkatan 2011
12.Agus, Putu Yudi, Windari, Wisnu, Gede, Ngakan, Cenut, Juna, Dewok,
Otong, Dwik, Krisna, Jawak, Tenggil, Bli Gede, Komang dan Bang
Wawan teman penghilang jenuh yang efektif
13.Bu warsiti, mbak desti, memet dan teman-teman KKN (Kuliah Kerja
Nyata) Jaya, Sade, Gita, Habiba, Jenny, Bli putu, Tagor, Hermawan, harry,
Irvan
Akhir kata penulis mengharapkan agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak.
Bandar Lampung, Maret 2015
Penulis,
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
MOTTO ... iv
PERSEMBAHAN ... v
SANWACANA ... vi
DAFTAR ISI ... vii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 8
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 9
1.3.1 Tujuan Penelitian ... 9
1.3.2 Kegunaan Penelitian ... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pekerja/buruh dan Pengusaha ... 11
2.2 Hak dan Kewajiban pekerja/buruh dan Pengusaha ... 11
2.2.1 Hak Pekerja/buruh ... 11
2.2.2 Kewajiban Pekerja/Buruh ... 12
2.2.3 Kewajiban Pengusaha/Majikan ... 13
2.3 Hak-Hak Pekerja/Buruh yang diPHK ... 14
2.4 Perselisihan Hubungan Industrial (PHI) ... 17
2.4.1 Jenis-Jenis Perselisihan Hubungan Industrial ... 17
2.4.2 Skema Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial ... 18
2.4.3 Penyelesaian Perkara Perselisihan Hubungan Industrial (PHI) ... 19
2.5 Pengadilan Hubungan Industrial ... 20
2.5.1 Tahap Pengadilan Hubungan Industrial ... 21
2.5.2 Tahapan Mahkamah Agung ... 23
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 26
3.2 Langkah-langkah Penelitian ... 27
3.3 Sumber Data ... 28
3.3.1 Data Primer ... 28
3.3.2 Data Sekunder ... 28
3.4 Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 29
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Pengadilan Hubungan Industrial Tanjung Karang ... 32 4.2 Dasar Gugatan Pihak Pekerja/Buruh Yang Di PHK Dalam Proses
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Di Pengadilan Hubungan Industrial Tanjung Karang... ... 37 4.2.1 Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan Pihak Perusahaan Dapat Saja Melakukan PHK Dalam Berbagai Kondisi.. ... 38 4.2.2 Analisis Kasus Sengketa Hubungan Industrial yang Diselesaikan
Melalui Pengadilan Hubungan Industrial Tanjung Karang. ... 47 4.3 Prosedur Penyelesaian Hubungan Industrial Melalui Pengadilan
Hubungan Industrial Tanjung Karang... 51
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ... 66 5.2 Saran ... 69
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sengketa adalah suatu pertentangan atas kepentingan, tujuan dan atau pemahaman
antara dua pihak atau lebih. Sengketa akan menjadi masalah hukum apabila
pertentangan tersebut menimbulkan perebutan hak, pembelaan atau perlawanan
terhadap hak yang dilanggar, dan atau tuntutan terhadap kewajiban atau tanggung
jawab.
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja karena
suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara
pekerja dan perusahaan/majikan. Hal ini dapat terjadi karena pengunduran diri,
pemberhentian oleh perusahaan, atau habis kontrak.1 Beberapa hak-hak pekerja yang diPHK diantaranya: uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, uang
ganti kerugian. Uang pesangon adalah pembayaran dalam bentuk uang dari
pengusaha kepada pekerja sebagai akibat adanya pemutusan hubungan kerja yang
jumlahnya disesuaikan dengan masa kerja pekerja. Uang penghargaan masa kerja
adalah uang penghargaan pengusaha kepada pekerja yang besarnya dikaitkan
1
2 dengan lamanya masa kerja. Uang ganti kerugian adalah pemberian berupa uang
dari pengusaha kepada pekerja sebagai pengganti dari hak-hak yang belum
diambil seperti istirahat tahunan, istirahat panjang, biaya perjalanan ketempat
dimana pekerja diterima bekerja, fasilitas pengobatan, fasilitas perumahan.2 Hal lain yang ditetapkan oleh panitia daerah atau panitia pusat sebagai akibat adanya
pemutusan hubungan kerja untuk keperluan pemberian uang pesangon, uang
penghargaan masa kerja dan uang ganti kerugian yang terdiri dari: Upah pokok,
segala macam tunjangan yang diberikan buruh secara berkala dan secara teratur,
harga pembelian dari catu yang diberikan kepada pekerja dengan cuma-cuma
apabila catu harus dibayar oleh pekerja dengan subsidi maka sebagai upah
dianggap selisih antara harga pembelian dengan harga yang harus dibayar oleh
pekerja, penggantian perumahan secara cuma-cuma yang besarnya ditetapkan
10% dari upah berupa uang, penggantian untuk pengobatan dan perawatan yang
diberikan secara cuma-cuma yang besarnya ditetapkan 5% dari upah pekerja
berupa uang.
Sebelum terjadi hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja, dibuat suatu
perjanjian yang merupakan dasar kesepakatan untuk memenuhi hak dan
kewajiban masing-masing pihak (pengusaha dan pekerja).3 Berdasarkan Pasal 1 Angka 21 Undang-Undang Ketenagakerjaan, Perjanjian Kerja Bersama (PKB)
adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat
buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang
bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa
2
Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2000, Hlm. 135.
3
3 pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak,
dan kewajiban kedua belah pihak.4 Perjanian Kerja Bersama (PKB) mencakup dan memberi kejelasan tentang :
1. Memperjelas hak dan kewajiban pengusaha, serikat pekerja, dan pekerja;
2. Menetapkan syarat-syarat dan kondisi kerja;
3. Meningkatkan serta memperteguh hubungan kerja;
4. Menetapkan cara-cara penyelesaian perbedaan pendapat antara serikat
pekerja dan pengusaha;
5. Memelihara serta meningkatkan disiplin kerja.
Peraturan Perusahaan (PP) adalah aturan yang dibuat secara tertulis oleh
pengusaha untuk memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan. PP
sekurang-kurangnya memuat ketentuan mengenai: hak dan kewajiban pengusaha,
hak dan kewajiban pekerja, syarat kerja, tata tertib perusahaan, jangka waktu
berlakunya peraturan perusahaan, dan kesepakatan kerja bersama.5 Setiap PP disamping tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan,
ketertiban umum dan kesusilaan, juga harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:
1. Disetujui secara tertulis oleh tenaga kerja/pekerja;
2. Satu lembar lengkap peraturan perusahaan itu diberikan dengan
cuma-cuma oleh dan atas nama majikan/pengusaha kepada tenaga kerja;
4
H. S. Trisnanta, et.al, Hukum Tenaga Kerja, Bandar Lampung: Pusat Kajian Konstitusi dan Peraturan Perundang-undangan Fakultas Hukum Universitas Lampung, 2013, Hlm. 49.
5
4 3. Satu lembar lengkap peraturan perusahaan oleh atau atas nama pengusaha
serta ditandatangani oleh pengusaha, diserahkan kepada Departemen
Tenaga Kerja untuk dibaca oleh umum;
4. Satu lembar lengkap peraturan perusahaan tersebut ditempelkan ditempat
yang mudah dibaca oleh para tenaga kerjanya/karyawan.
Tidak terpenuhinya kewajiban oleh pengusaha kepada pekerja untuk memberikan
hak-haknya membuat terjadinya perselisihan antara pekerja dan pengusaha yang
disebut Perselisihan Hubungan Industrial. Mekanisme yang harus ditempuh dalam
perselisihan perburuhan adalah sebagai berikut:6 bipartit, mediasi atau konsiliasi dan/atau arbitrase, Pengadilan Hubungan Industrial. Semua jenis perselisihan
harus diselesaikan terlebih dahulu melalui musyawarah secara bipartit. Apabila
perundingan mencapai persetujuan atau kesepakatan, Persetujuan Bersama (PB)
tersebut dicatatkan di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Akan tetapi, apabila
perundingan tidak mencapai kesepakatan, salah satu pihak mencatat
perselisihannya ke instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan
pada kabupaten/kota. Salah satu persyaratan mutlak dalam pencatatan tersebut
adalah bukti atau risalah perundingan bipartit, apabila bukti perundingan tidak ada
maka pencatatannya ditolak. Selanjutnya diberi waktu 30 hari untuk melakukan
perundingan bipartit, jika perundingan menghasilkan kesepakatan (damai) akan
dibuat Perjanjian Bersama (PB) yang akan dicatatkan ke PHI. Jika tidak menemui
kesepakatan dengan bukti/risalah perundingan yang lengkap, kepada para pihak
ditawarkan tenaga penyelesaian perselisihan apakah melalui konsiliator atau
6
5 arbitrase. Jika para pihak tidak memilih atau justru memilih mediasi, perselisihan
tersebut akan diselesaikan dalam forum mediasi.
Mediasi adalah suatu proses penyelesaian perselisihan yang melibatkan pihak
ketiga yang berperan sebagai perantara untuk mempertemukan kedua pihak yang
berselisih. Proses penyelesaian perselisihan yang melibatkan pihak ketiga yang
netral, pilihan para pihak yang berselisih, yang membantu pihak-pihak yang
berselisih untuk mencari jalan penyelesaian perselisihan yang terjadi secara (win
win solution). Hasil mediasi disini berupa perjanjian para pihak yang berselisih,
sedangkan mediator disini berperan sebagai saksi dalam perjanjian perdamaian.
Pelaksanaan perjanjian perdamaian mediasi ini dilakukan oleh para pihak
berdasarkan para pihak. Apabila negosiasi gagal menghasilkan penyelesaian maka
mediator tampil menengahi/memperantarai para pihak yang berselisih. Disini
mediator menetapkan suatu putusan yang bersifat anjuran.7 Mediator adalah PNS yang diangkat oleh menteri untuk menangani dan menyelesaikan keempat jenis
perselisihan dengan wilayah kewenangan pada kabupaten/kota. Mediator dalam
menjalankan tugasnya selalu menggunakan penyelesaian perselisihan secara
musyawarah. Apabila tidak berhasil menyelesaikan perselisihan tersebut, mediator
wajib mengeluarkan anjuran tertulis, dan apabila anjuran mediator diterima oleh
para pihak, dibuat Persetujuan Bersama (PB) yang selanjutnya dicatat di
Pengadilan Hubungan Industrial. Akan tetapi, apabila anjuran tersebut ditolak
oleh salah satu pihak, pihak yang keberatan wajib mencatatkan perselisihannya ke
Pengadilan Hubungan Industrial.
7
6 Konsiliasi adalah suatu proses penyelesaian perselisihan yang melibatkan pihak
ketiga yang netral, pilihan para pihak yang berselisih, yang membantu
pihak-pihak berselisih untuk mencari jalan penyelesaian perselisihan yang terjadi secara
win win solution. Hasil konsiliasi disini berupa perjanjian/kesepakatan yang
dicapai para pihak melalui perantaraan konsiliator. Jika tidak tercapai
kesepakatan, makakonsiliator mengeluarkan putusan yang bersifat anjuran (
non-binding recommendation) Konsiliator bukan PNS, melainkan masyarakat yang
telah mendapat legitimasi dan diangkat oleh menteri, dan mempunyai wewenang
yang sama dengan mediator. Jenis persellisihan yang dapat ditanganinya hanya
perselisihan kepentingan, perselisihan PHK, dan perselisihan antar-serikat
pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan. Khusus perselisihan hak hanya
boleh ditangani oleh mediator.
Arbitrase adalah proses penyelesaian perselisihan yang melibatkan pihak ketiga
yang netral, berdasarkan kesepakatan pihak-pihak yang berselisih. Keputusan
yang dinuat oleh arbiter ini adalah bersifat final dan mengikat pihak-pihak yang
berselisih berdasarkan perjanjian yang dibuat oleh kedua belah pihak yang
berselisih sebelum perkara ini diselesaikan oleh arbiter. Dasar putusannya adalah
secara win win solution. Arbiter bukan PNS, melainkan masyarakat yang telah
mendapat legitimasi dan diangkat oleh menteri, yang mempunyai wilayah
kewenangan secara nasional. Arbiter tidak berhak menangani perselisihan hak dan
perselisihan PHK, tetapi berhak menangani perselisihan antar-serikat
pekerja/serrikat buruh. Arbiter mengedepankan penyelesaian secara musyawarah.
Apabila dapat diselesaikan secara musyawarah, dibuat Persetujuan Bersama (PB)
7 setempat. Apabila tidak tercapai kesepakatan, arbiter mengeluarkan putusan yang
bersifat final. Apabila putusan ternyata melampaui kewenangan, atau ada
bukti-bukti baru, atau pemalsuan data, pihak yang dirugikan atau yang dikalahkan dapat
mengajukan pemeriksaan kembali ke Mahkamah Agung.
Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) merupakan pengadilan khusus yang berada
dalam lingkungan peradilan umum serta mempunyai kewenanangan untuk
memeriksa, mengadili, dan memutuskan perkara perselisihan hubungan industrial
yang diajukan padanya.8 Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) berwenang menangani ke empat jenis perselisihan, dengan ketentuan bahwa pada tingkat
pertama dan terakhir untuk perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat
pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan, sedangkan tingkat pertama untuk
jenis perselisihan hak, dan perselisihan PHK.
Penyelesaian sengketa perselisihan yang terjadi dalam hubungan industrial
dilakukan melalui bipartit, mediasi, konsiliasi, arbitrase, dan Pengadilan
Hubungan Industrial (PHI) sebagaimana diatur dalam Bab II Undang-Undang
PPHI. Pengadilan baru dapat menyelesaikan sengketa perselisihan apabila upaya
perselisihan melalui bipartit, mediasi, atau konsiliasi tidak tercapai.
Tertera pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial, terjadinya Perselisihan Hubungan Industrial
disebabkan karena perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara
pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat buruh
karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan
8
8 hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu
perusahaan.
Praktik pengajuan gugatan ketika berperkara pada Pengadilan Hubungan
Industrial (PHI), ketentuan Pasal 81 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 yang
mengatur bahwa: Gugatan Perselisihan Hubungan Industrial diajukan kepada
Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) pada pengadilan negeri yang daerah
hukumnya meliputi tempat pekerja/buruh bekerja. Isi dari gugatan adalah identitas
dari para pihak, penggugat juga wajib melampirkan risalah penyelesaian melalui
mediasi atau konsiliasi. Jika tidak demikian halnya, ketentuan undang-undang
mengamanatkan hakim PHI wajib mengembalikan gugatan kepada penggugat,
kebanyakan yang melakukan gugatan adalah pekerja terhadap perusahaan karena
perselisihan hak, perselisihan kepentingan.
1.2 Permasalahan dan Ruang Lingkup
Dari pemaparan latar belakang penelitian di atas, terdapat beberapa masalah
mengenai pemenuhan hak uang pesangon, penghargaan masa kerja dan uang
pengganti hak bagi pekerja yang di PHK.
Rumusan masalah pada penelitian ini antara lain:
1. Apa yang menjadi dasar gugatan pihak pekerja atau buruh yang di PHK
dalam proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial di Pengadilan
Hubungan Industrial Tanjung Karang?
2. Bagaimana prosedur penyelesaian pemenuhan hak uang pesangon,
penghargaan masa kerja dan uang pengganti hak bagi pekerja yang di PHK
9 Ruang lingkup dalam penelitian ini hanya membahas dasar gugatan pihak pekerja
atau buruh yang di PHK dalam proses penyelesaian perselisihan hubungan
industrial di Pengadilan Hubungan Industrial Tanjung Karang dan prosedur
penyelesaian pemenuhan hak uang pesangon, penghargaan masa kerja dan uang
pengganti hak bagi pekerja yang di PHK melalui Pengadilan Hubungan Industrial
(PHI).
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka yang menjadi tujuan utama penelitian
ini adalah :
1. Mengetahui dasar-dasar gugatan pihak pekerja atau buruh yang di PHK dalam
proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial di Pengadilan Hubungan
Industrial Tanjung Karang.
2. Mengetahui prosedur penyelesaian pemenuhan hak atas uang pesangon,
penghargaan masa kerja dan uang pengganti hak bagi pekerja yang di PHK
melalui Pengadilan Hubungan Industrial Tanjung Karang.
1.3.2 Kegunaan Penelitian a. Kegunaan Teoritis
Berguna untuk mengembangkan kemempuan berkarya ilmiah dan daya nalar
dengan acuan yang disesuaikan dengan disiplin ilmu yang telah dipelajari yaitu
ilmu hukum pada umumnya dan Hukum Administrasi Negara (HAN) pada
10
b. Kegunaan Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi penulis dalam memperluas
pengetahuan dibidang ilmu hukum dan mengembangkan ilmu hukum khususnya
hukum administrasi negara, serta diharapkan berguna bagi mahasiswa, dosen dan
masyarakat umum untuk menambah pengetahuan mengenai prosedur
penyelesaian dan faktor penghambat pemenuhan hak uang pesangon dan
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Pekerja/buruh dan Pengusaha
Berdasarkan Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. Pekerja/buruh adalah Setiap orang yang bekerja dengan
menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Pengusaha adalah orang
perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan
milik sendiri. Pengusaha juga orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum
yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya. Dan
pengusaha juga diartikan perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang
berada di Indonesia mewakili perusahaan yang berkedudukan diluar wilayah
Indonesia.
2.2 Hak dan Kewajiban pekerja/buruh dan Pengusaha 2.2.1 Hak Pekerja/buruh
Hak adalah segala sesuatu yang harus didapatkan oleh setiap orang yang telah ada
sejak lahir, bahkan dari dalam kandungan sekalipun. Hak-hak pekerja/buruh selalu
melekat pada setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji. Karena
12 dibawah perintah orang pemberi kerja maka seorang pekerja perlu memperoleh
jaminan perlindungan dari tindakan yang sewenang-wenang dari orang yang
membayar gajinya. Hak pekerja/buruh tersebut muncul secara bersamaan ketika si
pekerja/buruh mengikat dirinya pada si majikan untuk melakukan suatu
pekerjaan.1 Beberapa hak-hak pekerja sebagai berikut: Hak atas upah, Hak untuk mendapatkan cuti tahunan dan dapat dijalankan sesuai dengan aturan yang
berlaku, Hak untuk mendapatkan kesamaan derajat dimuka hukum, Hak utuk
menjalankan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya masing-masing, dan Hak
untuk mengemukakan pendapat. Hak–hak pekerja ini hanya ada sewaktu
seseorang menjadi pekerja, hak ini melekat pada mereka yang bekerja. Ketika si
pekerja sudah tidak menjadi pekerja/buruh lagi, hak-hak yang pernah ada padanya
secara otomatis menjadi hilang.
2.2.2 Kewajiban Pekerja/Buruh
Timbulnya kewajiban bagi seorang adalah ketika seorang melakukan suatu
kesepakatan dan didalamnya termuat hak dan kewajiban, ketika hak itu sudah
menjadi keharusan yang diperoleh, begitu juga dengan kewajiban. Kewajiban
adalah keharusan yang wajib dan harus ditaati tanpa kecuali, karena saling
keterikatannya antara hak dan kewajiban itulah yang mendasari mengapa setiap
kita menuntut hak, kitapun jangan sampai lalai terhadap kewajiban.
1
13 Kewajiban sebagai pekerja telah terbagi dalam tiga bagian penting, yaitu:
1) Kewajiban ketaatan adalah kewajiban yang dibebankan kepada
pekerja/buruh untuk mematuhi segala peraturan yang telah ditetapkan atau
telah disepakati oleh pekerja atau serikat pekerja dengan pengusaha;
2) Kewajiban konfidensialitas adalah merupakan salah satu bentuk
kewajiban yang diberikan kepada pekerja, dalam artian pekerja
mempunyai kewajiban dalam hal untuk dapat menjaga rahasia
perusahaan;
3) Kewajiban loyalitas, loyalitas pekerja terhadap organisasi memiliki makna
kesediaan pekerja untuk melanggengkan hubungan dengan organisasi,
kalau perlu dengan mengorbankan kepentingan ppribadinya tanpa
mengharapkan apapun. Kesediaan pekerja/buruh untuk mempertahankan
diri bekerja dalam organisasi adalah hal yang penting dalam menunjang
komitmen pekerja terhadap organisasi dimana mereka bekerja. Hal ini
dapat diupayakan bila pekerja merasakan adanya keamanan dan kepuasan
didalam organisasi tempat si pekerja bergabung untuk bekerja.
2.2.3 Kewajiban Pengusaha/Majikan
Ada beberapa kewajiban pengusaha diantaranya: Pertama, Kewajiban umum dari
majikan sebagai akibat dari timbulnya hubungan kerja adalah membayar upah.2 Sedangkan kewajiban tambahan adalah memberikan surat keterangan kepada
buruh yang dengan karena kemauannya sendiri hendak berhenti bekerja di
perusahaan. Demikian pula dengan kewajiban pokok lainnya yaitu mengatur
2
14 pekerja, mengatur tempat kerja, mengadakan buku upah, mengadakan buku
pembayaran upah. Kedua, kewajiban memberikan surat keterangan, surat
keterangan ini pada umumnya dibutuhkan oleh pekerja/buruh yang berhenti
bekerja pada suatu perusahaan sebagai tanda pengalamanbekerja. Surat
keterangan biasanya berisi: nama pekerja/buruh, tanggal mulai bekerja dan
tanggal berhentinya, jenis pekerjaan yang dilakukannya atau keahlian yang
dimiliki pekerja/buruh tersebut.3 Dan kewajiban lainnya tidak kalah pentingnya dari seorang pengusaha adalah bertindak sebagai pengusaha yang baik.
2.3 Hak-Hak Pekerja/Buruh yang di PHK
Setiap pekerja/buruh memiliki hak-hak pada saat mereka di PHK oleh pengusaha
baik yang tertera dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) maupun menurut
Undang-Undang terkait. Pekerja/buruh mempunyai hak-haknya diantaranya: Uang
Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja, Uang Ganti Kerugian. Uang Pesangon
adalah pembayaran dalam bentuk uang dari pengusaha kepada pekerja sebagai
akibat adanya PHK yang jumlahnya disesuaikan dengan masa kerja pekerja. Uang
Penghargaan Masa Kerja adalah uang penghargaan pengusaha kepada pekerja
yang besarnya dikaitkan dengan lamanya masa kerja. Uang Ganti Kerugian adalah
pemberian berupa uang dari pengusaha kepada pekerja sebagai pengganti dari
hak-hak yang belum diambil seperti istirahat tahunan, istirahat panjang, biaya
perjalanan ketempat dimana pekerja diterima bekerja, fasilitas pengobatan,
fasilitas perumahan.4
3
Zaeni Asyhadie, Hukum Kerja, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007, Hlm. 82. 4
15 Hal lain yang ditetapkan oleh panitia daerah atau panitia pusat sebagai akibat
adanya pemutusan hubungan kerja untuk keperluan pemberian uang pesangon,
uang penghargaan masa kerja dan uang ganti kerugian yang terdiri dari: Upah
pokok, Segala macam tunjangan yang diberikan buruh secara berkala dan secara
teratur, Harga pembelian dari catu yang diberikan kepada pekerja dengan
cuma-cuma apabila catu harus dibayar oleh pekerja dengan subsidi maka sebagai upah
dianggap selisih antara harga pembelian dengan harga yang harus dibayar oleh
pekerja, Penggantian perumahan secara cuma-cuma yang besarnya ditetapkan
10% dari upah berupa uang, Penggantian untuk pengobatan dan perawatan yang
diberikan secara cuma-cuma yang besarnya ditetapkan 5% dari upah pekerja
berupa uang.5 Alasan yang menyebabkan pekerja/buruh yang diPHK tidak mendapatkan haknya diantaranya:
1) bagi pekerja kontrak yang mengundurkan diri karena masa kontrak
berakhir, maka pekerja tersebt tidak mendapatkan uang pesangon sesuai
dengan ketentuan Pasal 154 Ayat 2 dan uang penghargaan masa kerja
sesuai ketentuan pasal 156 Ayat 3 juga uang pisah tetapi berhak atas
uang penggantian hak sesuai ketentuan pasal 156 ayat 4.
2) Pekerja melakukan kesalahan berat, misalnya:
a. Pekerja telah melakukan penipuan, pencurian, penggelapan
barang dan atau uang milik perusahaan.
b. Pekerja memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan
sehingga merugikan perusahaan.
5
16 c. Pekerja mabuk, minum-minuman keras, memakai atau
mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat aktif lainnya
dilingkungan kerja.
d. Melakukan perbuatan asusila atau perjudian dilingkungan
kerja.
e. Menyerang, menganiaya, mengancam atau mengintimidasi
temen sekerja atau perusahaan dilingkungan kerja.
f. Membujuk teman sekerja atau perusahaan untuk melakukan
perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang.
g. Dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam
keadaan bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan
kerugian bagi perusahaan.
h. Dengan cerobah atau sengaja membiarkan teman sekerja atau
perusahaan dalam keadaan bahaya ditempat kerja.
i. Membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang
seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara.
j. Melakukan perbuatan lainnya dilingkungan perusahaan yang
diancam hukuman pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
Pekerja yang diputus hubungan kerjanya berdasarkan kesalahan berat hanya dapat
memperoleh uang pengganti hak yang besarnya diatur dalam perjanjian kerja,
17
2.4 Perselisihan Hubungan Industrial (PHI)
Perselisihan Hubungan Industrial berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor
2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial disebutkan
dalam Pasal 1 Angka 1 bahwa, Perselisihan Hubungan Industrial adalah
perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau
gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh
karena adanya perselisihan menganai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan
pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh
dalam suatu perusahaan.
2.4.1 Jenis-Jenis Perselisihan Hubungan Industrial
Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Perselisihan Hubungan Industrial (PHI),
terdapat beberapa jenis perselisihan hubungan industrial yang meliputi:
1) Perselisihan Hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya
hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap
ketentuan peraturan perundang-undanga, perjanjian kerja, peraturan
perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
2) Perselisihan Kepentingan adalah perselisihan yang timbul dalam hubungan
kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai perbuatan, dan
atau perubahan syarat-syarat kerja yang diterapkan dalam perjanjian kerja,
atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
3) Perselisihan Hubungan Kerja adalah perselisihan yang timbul karena tidak
adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang
dilakukan oleh salah satu pihak. Contohnya ketidak sepakatan alasan PHK
18 4) Perselisihan Antar Serikat Pekerja/Serikat buruh hanya dalam satu
perusahaan adalah perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh dengan
serikat pekerja/serikat buruh lain hanya dalam satu perrusahaan, karena
tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan, pelakssanaan hak,
dan kewajiban keserikatan pekerjaan.
2.4.2 Skema Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial:
Semua jenis perselisihan ini harus diselesaikan terlebih dahulu melalui
musyawarah secara Bipartit, apabila perundingan mencapai persetujuan atau
kesepakatan, maka Perjanjian Bersama (PB) tersebut dicatat di Pengadilan MA
KASASI
PENGADILAN PHI
ARBITER
KONSILIASI MEDIASI
BIPARTIT
HAK KEPENTINGAN PHK ANTAR
SP/SB
19 Hubungan Industrial (PHI), namun apabila perundingan tidak mencapai kata
sepakat, maka salah satu pihak mencatat perselisihannya ke instansi yang
bertanggungjawab dibidang ketenagakerjaan pada kabupaten/kota. Salah satu
persyaratan yang mutlak dalam pencatatan tersebut adalah bukti atau risalah
perundingan Bipartit, apabila bukti perundingan tidak ada, maka pencatatannya
ditolak selanjutnya diberi waktu 30 hari untuk melakukan perundingan Bipartit,
jika perundingan kesepakatan (damai) maka akan dibuat Perjanjian Bersama (PB)
yang akan dicatatkan ke PHI, jika tidak memenuhi kesepakatan dengan
bukti/risalah perundingan yang lengkap, maka kepada para pihak ditawarkan
tenaga penyelesaian perselisihan apakah melalui konsiliator atau arbitrase, jika
para pihak tidak memilih atau justru memilih mediasi maka perselisihan tersebut
akan diselesaiakan dalam forum mediasi.
2.4.3 Penyelesaian Perkara Perselisihan Hubungan Industrial (PHI)
Dilakukan dengan menggunakan cara yang pertama diluar pengadilan
(nonlitigasi) dan yang kedua melalui PHI (litigasi). Di luar pengadilan
(nonlitigasi) diantaranya: Perundingan secara bipartit, perundingan secara
tripartite. Tripartite merupakan perundingan yang melibatkan pihak ketiga yang
netral yaitu mediator, konsiliator dan arbiter. Upaya penyelesaian secara tripartit
ini baru dapat dilakukan apabila usaha bipartit telah dilakukan.6
Proses Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial di lembaga Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial apabila pada tahap mediasi atau konsiliasi tidak
6
20 tercapai kesepakatan, maka salah satu pihak dapat mengajukan gugatan ke
Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).
2.5 Pengadilan Hubungan Industrial
Pengadilan Hubungan Industrial adalah Pengadilan khusus yang berada pada
lingkungan peradilan umum. Pengadilan Hubungan Industrial bertugas dan
berwenang, memeriksa dan memutus:
1) Tingkat pertama mengenai perselisihan hak;
2) Tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan;
3) Tingkat pertama mengenai perselisihan pemutusan hubungan kerja;
4) Tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan antar serikat
pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.
Susunan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri terdiri dari:7 1) Hakim;
2) Hakim Ad-Hoc;
3) Panitera Muda; dan
4) Panitera Pengganti.
Susunan Pengadilan Hubungan Industrial pada Mahkamah Agung (MA) terdiri
dari:
1) Hakim Agung;
2) Hakim Ad-Hoc pada Mahkamah Agung;
3) Panitera.
7
21 Hukum acara yang berlaku pada Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) adalah
Hukum Acara Perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan
Umum, kecuali yang diatur secara khusus dalam UU PPHI (Pasal 57 UU PPHI).
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) melalui Pengadilan
Hubungan Industrial tidak membuka kesempatan untuk mengajukan upaya
banding ke Pengadilan Tinggi. Putusan Pengadilan Hubungan Industrial yang
menyangkut perselisihan hak dan perselisihan PHK dapat langsung dimintakan
kasasi ke Mahkamah Agung. Sedangkan menyangkut perselisihan kepentingan
dan perselisihan antar serikat pekerja/Serikat Buruh dalam satu perusahaan
merupakan putusan tingkat pertama dan terakhir yang tidak dapat dimintakan
kasasi ke Mahkamah Agung.
2.5.1 Tahap Pengadilan Hubungan Industrial
Gugatan perselisihan hubungan industrial diajukan kepada Pengadilan Hubungan
Industrial pada Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat
pekerja/buruh bekerja. Dalam pengajuan gugatan dimaksud harus melampirkan
risalah penyelesaian melalui mediasi atau konsiliasi. Hakim Pengadilan Hubungan
Industrial wajib mengembalikan gugatan kepada pihak penggugat apabila gugatan
penggugat tidak melampirkan risalah penyelesaian melalui mediasi atau konsiliasi
atau arbitrase. Penggugat dapat sewaktu waktu mencabut gugatannya sebelum
tergugat memberikan jawaban atas gugatan, pencabutan gugatan akan dikabulkan
Pengadilan apabila disetujui Tergugat.
Tugas dan Wewenang Pengadilan Hubungan Industrial adalah memeriksa dan
22 1) Perselisihan Hak;
2) Perselisihan kepentingan;
3) Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja;
4) Perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu
perusahaan.
Proses persidangan yang dilakukan pada Pengadilan Hubungan Industrial
mengacu pada proses Hukum Acara Perdata yang berlaku. Majelis Hakim dalam
mengambil putusannya mempertimbangkan hukum perjanjian yang ada,
kebiasaan, dan keadilan yang dibacakan dalam persidangan terbuka untuk umum,
dimana putusan pengadilan harus memuat:
1) Kepala putusan berbunyi “Demi keadilan berdasarkan ketuhanan yang
maha esa”;
2) Nama, Jabatan, Kewarganegaraan, Tempat kediaman para pihak yang
berselisih;
3) Ringkaasan permohonan/penggugat dan jawaban termohon/tergugat yang
jelas;
4) Pertimbangan terhadap setiap bukti dan data yang diajukan, hal yang
terjadi dalam persidangan selama sengketa itu diperiksa;
5) Aturan hukum yang menjadi dasar pertimbangan;
6) Amar putusan tentang sengketa;
7) Hari, Tanggal putusan, Nama hakim, Hakim Ad hoc yang memutus, nama
panitera, serta keterangan tentang hadir atau tidak hadirnya para pihak.
Majelis Hakim wajib memberikan putusan penyelesaian perselisihan dalam waktu
23 dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah putusan dibuat panitera
pengganti, pemberitahuan putusan harus sudah disampaikan kepada pihak yang
hadir dan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja setelah putusan
ditandatangani panitera muda. Selanjutnya selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari
kerja setelah salinan putusan diterbitkan salinan putusan harus sudah dikirimkan
kepada para pihak. Apabila perselisihan hak dan/atau perselisihan kepentingan
diikuti dengan perselisihan pemutusan hubungan kerja maka pengadilan wajib
memutus terlebih dahulu perkara perselisihan hak dan/atau perkara perselisihan
hak dan/atau perselisihan kepentingan.
2.5.2 Tahapan Mahkamah Agung
Pemutusan Pengadilan Hubungan Industrial mengenai perselisihan hak dan
perselisihan pemutusan hubungan kerja mempunyai kekuatan hukum tetap apabila
tidak diajukan permohonan kasasi kepada mahkamah agung dalam waktu
selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja terhitung:
1) Bagi pihak yang hadir terhitung sejak putusan dibacakan oleh sidang
majelis hakim;
2) Bagi pihak yang tidak hadir, terhitung sejak tanggal menerima
pemberitahuan putusan;
3) Permohonan kasasi harus disampaikan secara tertulis melalui Sub.
Kepaniteraan Pengadilan Hubungan Industrial Pengadilan Negeri setempat
dan dalam waktu selambat lambatnya 14 (empat belas) hari kerja terhitung
sejak tanggal penerimaan permohonan kasasi harus sudah disampaikan
24 Penyelesaian perselisihan hak atau perselisihan pemutusan hubungan kerja pada
Mahkamah Agung selambat lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung tanggal
penerimaan permohonan kasasi.
Secara singkat prosedur pengajuan gugatan dan persidangan di PHI (Pengadilan
Hubungan Industrial) sebagai berikut:8
1) Gugatan diajukan ke PHI (Pengadilan Hubungan Industrial) yang daerah
hukumnya meliputi tempat domisili pekerja.
2) Gugatan harus dilampiri dengan risalah penyelesaian melalui mediasi atau
konsiliasi. Jika risalah tidak disertakan Pengadilan wajib mengembalikan
gugatan kepada penggugat.
3) Gugatan harus mencantumkan pokok-pokok persoalan yang menjadi
perselisihan beserta identitas para pihak dan dokumen yang menguatkan
gugatan.
4) Apabila perselisihan tersebut menyangkut perselisihan hak/kepentingan
yang diikuti dengan perselisihan pemutusan hubungan kerja, pengadilan
hubungan industrial memutuskan terlebih dahulu perkara perselisihan hak
atau kepentingan (Pasal 87 UU PPHI).
5) Apabila proses beracaranya adalah proses cepat sesuai permohonan tertulis
salah satu pihak maka dalam tujuh hari kerja setelah permohonan diterima,
Ketua PN (Pengadilan Negeri) mengeluarkan penetapan tentang
dikabulkan atau ditolaknya permohonan tersebut. Bila permohonan
dikabulkan ketua PN dalam jangka waktu tujuh hari kerja setelah keluar
8
Libertus Jehani, Hak-hak pekerja Bila di PHK, Visi Media, Jakarta, 2006, Hlm.
25 penetapan menentukan majelis hakim, hari, tempat, dan waktu sidang
tanpa prosedur pemeriksaan. Tenggat waktu untuk jawaban dan
pembuktian kedua belah pihak masing-masing ditentukan tidak melebihi
14 hari kerja (Pasal 98 dan Pasal 99 UU PPHI).
6) Apabila dengan proses acara biasa, maka dalam waktu paling lama tujuh
hari kerja setelah penetapan majelis hakim, Ketua majelis akan melakukan
sidang pertama.
7) Apabila dalam sidang pertama secara nyata-nyata pengusaha terbukti tidak
melaksanakan kewajibannya untuk membayar upah serta hak-hak lainnya
selama menunggu penyelesaian PHK, hakim Ketua sidang segera
menjatuhkan putusan sela yang memerintahkan pengusaha untuk
membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima pekerja yang
bersangkutan.
8) Apabila pengusaha mengabaikan putusan sela tersebut maka hakim ketua
sidang memerintahkan sita jaminan dalam sebuah penetapan Pengadilan
Hubungan Industrial. Putusan sela tersebutpun tidak dapat diadakan upaya
perlawanan atau upaya hukum (Pasal 96 UUPPHI).
9) Selambat-lambatnya 50 hari kerja sejak sidang pertama Majelis Hakim
memberikan putusannya.
10)Putusan Majelis Hakim tentang perselisihan kepentingan dan perselisihan
antar pekerja dalam satu perusahaan bersifat final. Sedangkan putusan
Majelis hakim Pengadilan Hubungan Industrial mengenai perselisihan hak
dan PHK mempunyai kekuatan hukum yang tetap apabila dalam waktu 14
hari kerja tidak diajukan permohonan kasasi oleh pihak yang hadir atau 14
1
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalan penelitian normatif empiris. Penelitian
hukum normatif empiris adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan
ketentuan hukum normatif (kodifikasi, undang-undang atau kontrak) secara in
action pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat.1
Penelitian hukum normatif adalah pendekatan yang dilakukan berdasarkan bahan
baku utama, menelah hal yang bersifat teoritis yang menyangkut asas-asas hukum,
konsepsi hukum, pandangan dan doktrin-doktrin hukum, peraturan dan sistem
hukum dengan menggunakan data sekunder, diantaranya: asas, kaidah, norma dan
aturan hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan peraturan
lainnya, dengan mempelajari buku-buku, peraturan perundang-undangan dan
dokumen lain yang berhubungan erat dengan penelitian.2
1
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004, hlm. 134.
2
27 Penelitian hukum empiris dilakukan dengan meneliti secara langsung ke lapangan
untuk melihat secara langsung penerapan perundang-undangan atau aturan hukum
yang berkaitan dengan penegakan hukum, serta melakukan wawancara dengan
beberapa responden yang dianggap dapat memberikan informasi mengenai
pelaksanaan penegakan hukum tersebut.
3.2 Langkah-langkah Penelitian
I. Input Proses Output
Upaya Hukum yang dapat dilakukan
II. Input Proses Output Perjanjian Kerja Bersama
(PKB), Peraturan
Perusahaan (PP),
Undang-Undang terkait
pemenuhan hak pekerja
yang di PHK
Analisis Peraturan Perundang-undangan dan pelaksanaan terbentuknya PKB dan PP
Adanya hak dan kewajiban antara pekerja dan pengusaha
28
3.3 Sumber Data
Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data
sekunder.
3.3.1 Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung berupa
keterangan-keterangan dan pendapat dari para responden dan kenyataan-kenyataan yang ada di
lapangan melalui wawancara dan observasi.3 Penelitian skripsi ini dilakukan di Pengadilan Hubungan Industrial Tanjung Karang.
3.3.2 Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari studi kepustakaan dan mempunyai
kekuatan hukum mengikat, yang terdiri dari bahan baku primer, bahan hukum
sekunder dan bahan hukum tersier. 4
a. Bahan hukum primer adalah bahan-bahan yang bersifat mengikat berupa
peraturan perundang-undangan yang meliputi :
1) Undang-Undang Dasar 1945;
2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan;
3) Undang-Undang No. 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Buruh;
4) Kepmenakertrans Nomor. Per-17/Men/VIII/2005 Tentang Komponen
Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Hidup Layak;
3
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Bandung: Rajawali Pers, 2008, hlm 15. 4
29 5) PP No. 8 Tahun 1981 Tentang Perlindungan Upah;
6) Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial.
b. Bahan Hukum Sekunder
Bersumber dari bahan-bahan hukum yang dapat membantu dalam menganalisa
serta memahami permasalahan dalam penelitian dan diperoleh dengan cara
studi pada buku-buku, literatur-literatur, dan hasil penelitian yang berhubungan
dengan pokok masalah.
b. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang mendukung bahan hukum
primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum tersier yang digunakan dalam
penulisan skripsi ini adalah: Kamus Hukum, Kamus Besar Bahasa Indonesia
dan internet.
3.4 Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1) Studi Pustaka
Metode ini dilakukan dengan cara melakukan serangkaian kegiatan seperti membaca,
menelaah, mencatat, dan membuat ulasan bahan-bahan pustaka yang ada kaitannya
30 memperoleh data yang bersifat sekunder ini dapat dibagi menjadi 3 (tiga) kategori,
antara lain :5
a) Bahan hukum primer, meliputi peraturan perundang-undangan baik pada tingkat
pusat maupun daerah;
b) Bahan hukum sekunder, yang terdiri dari buku-buku dan artikel-artikel yang
berhubungan dengan penelitian (baik dalam bentuk surat kabar, majalah, jurnal,
maupun tulisan-tulisan lainnya);
c) Bahan hukum tersier yang memberikan informasi mengenai kedua bahan hukum
diatas berupa kamus, ensiklopedia, bibliografi, dan sebagainya.
2) Studi Lapangan
Studi lapangan dilakukan untuk memperoleh data primer dengan menggunakan
teknik wawancara langsung dengan informan yaitu pak yogi, janta, sinegar yang
semuanya adalah hakim ad hoc pada pengadilan hubungan Industrial Tanjung
Karang. Wawancara dilaksanakan secara langsung dan terbuka dengan mengadakan
tanya jawab untuk mendapatkan keterangan atau jawaban yang bebas sehingga data
yang diperoleh sesuai dengan yang diharapkan.6
3) Pengolahan Data
Data yang terkumpul kemudian diproses melalui pengolahan dan pengkajian data.
Data tersebut diolah melalui proses :
5
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hlm 51. 6
31 a) Seleksi data dilakukan dengan cara melakukan pemeriksaan penelitian kembali
terhadap data-data yang diperoleh mengenai kelengkapan, kejelasan, dan
hubungannya dengan permasalahan yang akan dibahas
b) Editing, yaitu memeriksa data yang didapatkan untuk mengetahui apakah data
yang didapat itu relevan dan sesuai dengan bahasan. Apabila terdapat data yang
salah maka akan dilakukan perbaikan.
c) Klasifikasi data, yaitu data yang telah selesai diseleksi kemudian diklasifikasi
sesuai dengan jenisnya dan berhubungan dengan masalah penelitian.
d) Sistemasi data, yaitu menempatkan data pada masing-masing bidang pembahasan
yang dilakukan secara sistematis.
3.5 Analisis Data
Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif. Analisis kualitatif
dilakukan dengan mendeskripsikan serta menggambarkan data dan fakta yang
dihasilkan dari suatu penelitian di lapangan dengan suatu interpretasi, evaluasi, dan
pengetahuan umum.
Data kemudian dianalisis dengan metode induktif, yaitu suatu cara berfikir yang
didasarkan pada fakta-fakta yang bersifat umum dilanjutkan dengan penarikan
kesimpulan yang bersifat khusus untuk mengajukan saran-saran, serta data yang telah
diolah tersebut kemudian dianalisis dengan menggunakan cara menginterpretasikan
data dan memaparkannya dalam bentuk kalimat untuk menjawab permasalahan pada
1
DAFTAR PUSTAKA
Literatur
Asikin H. Zainal. et.al. 2004. Dasar-Dasar Hukum Perburuhan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Asyhadie, Zaeni. 2008. Hukum Kerja. Jakarta: Rajawali Pers.
Asyhadie Zaeni. 2007. Hukum Kerja. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Asyhadie Zaeni. 2008. Hukum Kerja: hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Bambang, R. Joni. 2013. Hukum Ketenagakerjaan. Bandung: Pustaka Setia.
Husni, lalu. 2000 Pengantar Hukum Ketenegakerjaan Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafika Persada.
______. 2004. Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Pengadilan Dan Di Luar Pengadilan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
______. 2007. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.
______. 2012 Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Jehani Libertus. 2006. Hak-hak pekerja. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Johan Bahder. 2004. Metode Penelitian Ilmu Hukum. Semarang: Mandar Maju.
2 Muhammad Abdulkadir. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: Citra
Aditya Bakti.
Saleh, H. Mohammad. et.al. 2012. Seraut Wajah Pengadilan Hubungan Industrial Indonesia. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.
Soedjono, Wiwoho. 1983 Hukum Perjanjian Kerja. Cet. I. Bina Aksara.
Soekanto Soerjono. 2006. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: PT Raja Grafindo Peresada.
Sunggono Bambang. Metodologi Penelitian Hukum. Bandung: Rajawali Pers. 2008.
Sutedi, Adrian. 2009. Hukum Perburuhan.Jakarta: Sinar Grafika.
Trisnanta, H.S. et.al. 2013. Hukum Tenega Kerja. Bandarlampung: PKKPUU.
Uwiyono, Aloysius. et.al. 2014. Asas-Asas Hukum Perburuhan, Jakarta: Rajawali Pers.
Waluyo Bambang. Penelitian Hukum Dalam Praktek. Jakarta: Sinar Grafika. 2008.
Perundang-undangan
Undang-Undang ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003.
Undang-Undang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. No. 2 Tahun
2004.
Sumber lain
66
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Setiap pekerja/buruh memiliki hak-hak pada saat mereka di PHK oleh
pengusaha baik yang tertera dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) maupun
menurut undang-undang terkait. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah
pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan
berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan perusahaan/ majikan.
Akibat adanya pemutusan hubungan kerja, pekerja/buruh yang di PHK
mempunyai hak-haknya diantaranya: Uang pesangon, uang penghargaan
masa kerja, uang ganti kerugian.
Uang pesangon adalah pembayaran dalam bentuk uang dari pengusaha
kepada pekerja sebagai akibat adanya PHK yang jumlahnya disesuaikan
dengan masa kerja pekerja. Uang penghargaan masa kerja adalah uang
penghargaan pengusaha kepada pekerja yang besarnya dikaitkan dengan
lamanya masa kerja. Uang ganti kerugian adalah pemberian berupa uang dari
67 diambil seperti istirahat tahunan, istirahat panjang, biaya perjalanan ketempat
dimana pekerja diterima bekerja, fasilitas pengobatan, fasilitas perumahan.
Hal lain yang ditetapkan oleh panitia daerah atau panitia pusat sebagai akibat
adanya pemutusan hubungan kerja untuk keperluan pemberian uang
pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang ganti kerugian yang terdiri
dari: Upah pokok, segala macam tunjangan yang diberikan buruh secara
berkala dan secara teratur, harga pembelian dari catu yang diberikan kepada
pekerja dengan cuma-cuma apabila catu harus dibayar oleh pekerja dengan
subsidi maka sebagai upah dianggap selisih antara harga pembelian dengan
harga yang harus dibayar oleh pekerja, penggantian perumahan secara
cuma-cuma yang besarnya ditetapkan 10% dari upah berupa uang, penggantian
untuk pengobatan dan perawatan yang diberikan secara cuma-cuma yang
besarnya ditetapkan 5% dari upah pekerja berupa uang.
2. Tahapan-Tahapan Penyelesaian perselisihan Hubungan Industrial di Pengadilan
hubungan Industrial Tanjung Karang.
Sebelum dibawa kepengadilan perselisihan hubungan industrial ini
diselesaiankan terlebih dahulu oleh melalui bipartit, dinas ketenagakerjaan
melalui mediasi, konsiliasi, dan arbitrase jika semua langkah sudah terpenuhi
namun belum juga menemukan kesepakatan maka barulah dibawa
kepengadilan.
Tahapan-tahapan pada Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Tanjung Karang
sebagai berikut:
68 b. sidang kedua: jawaban tergugat
c. sidang ketiga: replik
d. sidang keempat: duplik
e. sidang kelima: pembuktian (penggugat)
f. sidang keenam: pembuktian (tergugat)
g. sidang ketujuh: kesimpulan
69
5.2 Saran
Setiap pekerja memiliki hak, baik itu hak pekerja yang masih bekerja pada
perusahaan maupun pekerja yang telah di PHK oleh perusahaan yang
diatur pada undang-undang. Pemerintah harus lebih intensif dalam
mengawasi pelaksanaan undang-undang ketenagakerjaan agar tidak ada
lagi pekerja yang mengeluh mengenai hak mereka baik disaat pekerja