ABSTRAK
JENIS-JENIS SEMUT PENGHUNI KANOPI DAN PERILAKU SEMUT DOMINAN DI KEBUN KOPI RAKYAT PEKON NGARIP DAN PEKON
GUNUNG TERANG
Oleh
DWI OKTARINA
Provinsi Lampung merupakan penghasil kopi robusta (Coffea robusta) terbesar di Pulau Sumatera. Di Pekon Ngarip kopi dikelola intensif dengan aplikasi pestisida dan di Pekon Gunung Terang kopi dikelola sebagai kebun organik baik pada kebun naungan maupun tanpa naungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis dan aktivitas semut di kebun kopi rakyat di Pekon Ngarip dan Pekon Gunung Terang. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2013-Februari 2014 bekerjasama dan di bawah program World Wide Fund for Nature-Indonesia (WWF-Nature-Indonesia). Rancangan Acak Kelompok (RAK) pada 4 tipe kebun kopi menggunakan 25 pohon kopi diambil secara purposive sampling. Koleksi semut menggunakan teknik aktif dan teknik pasif. Pengamatan aktivitas semut dominan berdasarkan hasil analisis prominence value dilakukan pada pukul 07.00-17.00. Analisis data menggunakan Indeks Keanekaragaman (H′), Indeks Kemelimpahan (Di), dan Analisis Ragam dengan SPSS 19 for windows pada taraf nyata 5% dilakukan untuk aktivitas semut antar jam pengamatan dan uji lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT). Didapatkan 20 genus semut di kebun kopi organik dan anorganik dengan naungan dan tanpa naungan. Di kebun kopi organik didapatkan 16 jenis semut dan di kebun kopi anorganik didapatkan 15 jenis semut. Semut yang mendominasi yaitu Dolichoderus, Crematogaster1, dan Oecophylla. Indeks Keanekaragaman di kebun organik termasuk dalam kategori sedang yang mengindikasikan bahwa kondisi ekologi di kebun organik sudah baik sedangkan, di kebun anorganik keanekaragaman masih sangat rendah yang ditunjukkan dengan melimpahnya salah satu genus semut yaitu Dolichoderus. Aktivitas semut Dolichoderus di kebun anorganik naungan menunjukkan peningkatan aktivitas pada pagi hari pukul 09.00-11.00 dan aktivitas semut Dolichoderus di kebun organik tanpa naungan tidak menunjukkan pola yang konsisten selama jam pengamatan.
JENIS-JENIS SEMUT PENGHUNI KANOPI DAN PERILAKU SEMUT DOMINAN DI KEBUN KOPI RAKYAT PEKON NGARIP DAN PEKON
GUNUNG TERANG (Skripsi)
Oleh
DWI OKTARINA
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG
RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Bapak Nurwawi dan Ibu Ida Iriyani yang lahir di Bandarlampung, 07 Oktober 1992.
Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) Karya Utama pada tahun 1998, SD Negeri 02 P. W. Kandis pada Tahun 2004, Sekolah Menengah Pertama di SMP PGRI 6 Bandarlampung pada tahun 2007, Sekolah Menengah Atas di SMAN 5 Bandarlampung pada tahun 2010.
Pada bulan Juni-Agustus 2013 penulis melaksanakan Kerja Praktik (KP) di Kantor Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Lampung dengan mengambil judul kerja praktik yaitu ″Keanekaragaman Jamur (Fungi) dan Tumbuhan Paku (Pterydophyta) di Kawasan Cagar Alam dan Cagar Alam Laut
Kepulauan Krakatau Provinsi Lampung″ dan pada bulan Desember 2013 - Februari 2014 penulis melaksanakan penelitian bekerja sama dan dibawah
program World Wide Fund for Nature - Indonesia (WWF - Indonesia) dengan penelitian yang berjudul ″Jenis-Jenis Semut Penghuni Kanopi dan Perilaku Semut Dominan di Kebun Kopi Rakyat Pekon Ngarip dan Pekon Gunung
Tuntutlah ILMU, disaat kamu MISKIN ia akan
menjadi HARTAMU dan disaat kamu KAYA ia
akan menjadi PERHIASANMU.
Luqman Al-Hakim
῎
Ketahuilah, apabila orang tidak menolong dirinya
dalam bertindak sebagai penasihat dan pemberi
peringatan bagi dirinya sendiri, maka tak ada orang
lain yang dapat dengan efektif menjadi penasihat dan
pemberi peringatan bagi dirinya sendiri
῎
Ali bin Abi Thalib
῎
Tidak ada orang yang hidupnya bebas masalah,
karena masalah adalah penuntun menuju pribadi
yang lebih kuat dan mampu. Menghindari masalah
akan menjadikan kita sebagai pribadi yang lemah
namun, menghadapinya dengan ikhlas menjadikan
kita pribadi yang kuat
῎“Dengan penuh rasa hormat, kasih, dan sayang”
Kupersembahkan karya sederhana ini kepada
Kedua Orangtuaku (mama dan papa),
Kakak-kakakku (Alm. Ahmad Abdullah dan Almh. Eka Septriana)
Adik-adikku (Fera Marlinda, Winda Ayu Tri Yani, dan Feriska Maharani)
iii
SANWACANA
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas Rahmat dan Hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Jenis-Jenis Semut Penghuni Kanopi dan Perilaku Semut Dominan di Kebun Kopi Rakyat Pekon
Ngarip dan Pekon Gunung Terang” tepat pada waktunya.
Penulis menyadari banyak sekali pihak yang telah membantu baik secara moril maupun materil hingga terselesainya skripsi ini, untuk itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Nismah Nukmal, Ph. D. selaku Pembimbing I atas segala bimbingan, arahan, saran, dan semangat selama penulis melaksanakan penelitian hingga terselesainya skripsi ini.
2. Bapak Dr. I Gede Swibawa selaku pembimbing II atas segala bimbingan, arahan, dan semangat kepada penulis selama pelaksanaan penelitian hingga terselesainya skripsi ini.
3. Ibu Dra. Elly Lestari Rustiati, M.Sc. selaku Pembahas atas segala bimbingan, motivasi, saran, serta semangat kepada penulis selama pelaksanaan penelitian hingga terselesainya skripsi ini.
5. Bapak Sutarno beserta Staff World Wide Fund for Nature-Indonesia (WWF – Indonesia), Lampung terimakasih untuk saran, bimbingan, dan motivasi yang diberikan selama pelaksanaan penelitian hingga terselesainya skripsi ini. 6. Bapak Dr. G. Nugroho Susanto, M.Sc., selaku Pembimbing Akademik atas
bimbingan, kritik, dan sarannya kepada penulis dalam menempuh pendidikan di Jurusan Biologi.
7. Ibu Dra. Nuning Nurcahyani, M.Sc. selaku Ketua Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Lampung. 8. Bapak Prof. Suharso, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Lampung.
9. Bapak Ibu Dosen yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu penulis mengucapkan terimakasih atas bimbingan dan ilmu yang sudah diberikan kepada penulis selama penulis melaksanakan studi di Jurusan Biologi. 10. Mama, Papa, serta Adik-adikku (Fera Marlinda, Winda Ayu Tri Yani, dan
Feriska Maharani) yang telah memberikan semangat, perhatian, dukungan, dan do’a kepada penulis yang tiada hentinya.
11. Bapak Suparno, Bapak Jumadi Efendi, serta Bapak Suparyoto beserta keluarga, Mas Dedi, Mas Supri, Mas Anton, penulis mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya atas semangat dan perhatiannya selama penulis melaksanakan penelitian.
13. Teman-teman Biologi 2010 Eko, Billi, Aris, Putra, Fais, Aviy, Adi, Ana, Nova, Kiki, Tari, Ita, Anggi, Arin, Dewi, Isma, Rodi, Rika, Gigih, Dito, Wikke, Pipin, Ayu, Elisa, Elga, Dimas, Yusrina, Citra, Ara, Suci
14. Kanda, Yunda 2008, 2009, adik-adik angkatan 2011, 2012, dan 2013. 15. Karyawan dan staff di Jurusan Biologi serta seluruh pihak yang tidak dapat
penulis sebutkan satu-persatu yang telah membantu dalam penyelesaian SKRIPSI ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya.
Akhir kata, penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan berguna bagi kita semua.
Bandar Lampung, Juni 2014 Penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ………. i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
SANWACANA ……….. iii
DAFTAR ISI ... ... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Tujuan Penelitian ... 4
C. Manfaat Penelitian ... 4
D. Kerangka Pemikiran ... 5
E. Hipotesis ... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi Tanaman Kopi ... 8
1. Organ Vegetatif Kopi ... 9
2. Organ Generatif Kopi ... 10
vii
IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN A. Keanekaragaman dan Kemelimpahan Semut di Kebun Organik dan Anorganik dengan Naungan dan Tanpa Naungan di Pekon Ngarip dan Pekon Gunung Terang ... 36
B. Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener (H') dan Indeks Kemelimpahan Odum (Di) Semut ... 45
viii
D. Perilaku Semut Dominan di Kebun Organik dan Anorganik dengan Naungan dan Tanpa Naungan di Pekon Ngarip dan Pekon Gunung Terang ………. 49
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ... 54 B. Saran ... 55 DAFTAR PUSTAKA ... 56 LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Luas penggunaan dan produktivitas lahan Pekon Ngarip ... 25 Tabel 2. Kriteria Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener
(Magguran, 1988) ……….. 34
Tabel 3. Semut yang ditemukan (%) di kebun organik dan anorganik dengan naungan dan tanpa naungan di Pekon Ngarip dan Pekon Gunung Terang ………... ….. 37
Tabel 4. Genus semut yang ditemukan di Pekon Ngarip dan Pekon Gunung Terang ………... ….. 38
Tabel 5. Nilai Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener (H') dan Indeks Kemelimpahan Odum (Di) semut di kebun organik dan anorganik dengan naungan dan tanpa naungan ………..………. 46 Tabel 6. Perolehan semut (%) dengan pemberian umpan (bait)
dan beating sheet ………... 48 Tabel 7. Nilai Prominence Value di kebun organik dan anorganik dengan naungan dan tanpa naungan di Pekon Ngarip dan Pekon Gunung Terang ………... 50 Tabel 8. Analisis statistik perilaku pemindahan anakan dan membawa makan semut Dolichoderus di kebun anorganik naungan pada jam pengamatan berbeda ………...……… 51 Tabel 9. Suhu (oC) dan kelembaban (%) di kebun anorganik naungan di
Pekon Ngarip pada waktu dan lokasi yang berbeda ……….... 53
x
Tabel 11. Suhu (oC) dan kelembaban (%) di kebun organik naungan dan tanpa naungan di Pekon Ngarip ………..………...…. 59 Tabel 12. Nilai Prominence Value (PV) kebun kopi organik naungan di Pekon Gunung Terang ….……….. 60 Tabel 13. Nilai Prominence Value (PV) kebun kopi organik tanpa
naungan Pekon Gunung Terang ………...….. 61 Tabel 14. Nilai Prominence Value (PV) kebun kopi anorganik naungan di Pekon Ngarip ……….. 62 Tabel 15. Nilai Prominence Value (PV) kebun kopi anorganik tanpa
naungan di Pekon Ngarip ……….. 63 Tabel 16. Aktivitas semut di kebun kopi organik naungan dan tanpa
naungan di Pekon Gunung Terang ………..…………. 64 Tabel 17. Aktivitas semut di kebun kopi organik naungan dan tanpa
naungan di Pekon Ngarip ……….. 65 Tabel 18. Hasil analisis statistik pemindahan anakan semut Dolichoderus di kebun anorganik naungan ……….………. 66
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Buah kopi robusta (Coffea robusta)... 8
Gambar 2. Morfologi semut ... 12
Gambar 3. ( ) Lokasi penelitian Pekon Ngarip Ulu Belu ……… 24
Gambar 4. Peta penggunaan lahan Pekon Gunung Terang ………….. 26
Gambar 5. Kemelimpahan 3 genus semut di kebun organik dan anorganik dengan naungan dan tanpa naungan ……… 44
Gambar 6. Aktivitas semut Dolichoderus di kebun anorganik naungan dari jam 07.00-17.00 ………. 52
Gambar 7. Aktivitas semut Dolichoderus di kebun organik tanpa naungan yang tidak menunjukkan pola yang konsisten selama jam pengamatan ………... 52
Gambar 8. Pengukuran pH tanah ………. 75
Gambar 9. Pembuatan sarang semut………. 75
Gambar 10. Pemasangan sarang semut………. 75
Gambar 11. Pengumpulan sarang semut setelah 3 hari pemasangan umpan……… 75
Gambar 12. Umpan yang didatangi semut ………... 76
Gambar 13. Perhitungan jumlah semut yang berhasil dikoleksi ………. 76
Gambar 14. Identifikasi semut di laboratorium ………. 76
Gambar 15. a). Sarang semut kripek (Crematogaster1) dengan membuat lubang di batang pohon kopi .……….. 77
xii
Gambar 16. a). Pemindahan larva oleh semut Dolichoderus ………….. 77 b). Sarang semut Dolichoderus ……….... 77
Gambar 17. a). Interaksi (komunikasi) semut Oecophylla menggunakan antena ……….……….. 78
b). Sarang semut Oecophylla dengan menggabungkan
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kopi (Coffea spp.) merupakan salah satu komoditi ekspor yang penting bagi Indonesia di pasaran dunia. Kopi robusta (Coffea robusta) adalah jenis kopi yang banyak tumbuh di Pulau Sumatera seperti di Kabupaten Tanggamus dan Kabupaten Lampung Barat dengan kopi organiknya yang sedang
dikembangkan (World Wide Fund for Nature, 2013).
Pekon Ngarip merupakan salah satu daerah sentra kopi di Kabupaten
Tanggamus yang mampu memberikan kontribusi besar dan ikut andil dalam kegiatan ekspor kopi yang berasal dari Lampung. Menurut data tahun 2010, Pekon Ngarip mampu memproduksi kopi sebanyak 0,8 ton/ha dan ini
merupakan potensi terbesar kedua setelah hasil sawah dengan tingkat produktivitas yang dihasilkan yaitu 3 ton/ha (Monografi Pekon Ngarip, 2010).
2
dapat menghasilkan 1,5 ton biji kopi dan meningkat dari tahun pertama yang hanya menghasilkan 900 kg/hektar. Sementara itu, menurut data Dinas Perkebunan Lampung Barat (2009) rata-rata per tahun Lampung Barat mampu menghasilkan kopi organik sebanyak 45.000 ton dengan luas lahan tanaman kopi mencapai 60.347,7 ha (Monografi Pekon Gunung Terang, 2011).
Penurunan produksi biji kopi yang disebabkan oleh hama merupakan masalah yang penting dalam budidaya tanaman kopi. Sebagian besar hama yang menurunkan produksi kopi adalah serangga. Jenis-jenis serangga pada tanaman kopi di Indonesia yang biasanya menjadi hama adalah penggerek buah kopi, penggerek cabang atau ranting, kutu putih dan kutu hijau (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2009).
Petani telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi permasalahan serangan hama termasuk dengan penggunaan insektisida sintetik. Insektisida yang sering digunakan oleh para petani kopi adalah jenis carbaril.
Penggunaan insektisida sintetik berpotensi menimbulkan banyak dampak negatif seperti pencemaran lingkungan, mengganggu kesehatan petani dan konsumen yang disebabkan oleh kontaminasi secara langsung selama
3
Menurut Sulaiman (2001) di pusat penelitian kopi dan kakao Jember,
beberapa tahun kebelakang para petani kopi sering dirugikan dengan adanya serangan hama Penggerek Buah Kopi (PBKo) dimana serangan hama ini dapat menurunkan produksi kopi 60-80%. Tetapi, keadaan ini sudah dapat diatasi dengan memanfaatkan musuh alami dari PBKo, yaitu semut hitam (Dolichoderus thoracicus) yang banyak ditemukan pada kanopi pohon kopi.
Semut merupakan salah satu kelompok serangga eusosial yang bersifat kosmopolit. Semut, sama seperti makhluk hidup lainnya memerlukan makanan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Setiap kasta dalam koloni semut memerlukan makanan yang berbeda. Ratu umumnya lebih banyak memerlukan protein karena ratu akan menghasilkan banyak keturunan setelah terjadi fertilisasi. Semut pekerja dan prajurit merupakan semut yang terus menerus bekerja melindungi ratu dan keturunannya sehingga semut pekerja ataupun prajurit memerlukan banyak karbohidrat sebagai asupan energinya (Dahnial, 2012).
Banyak jenis semut dapat hidup sebagai penghuni kanopi kopi. Berdasarkan hasil penelitian van Mele dan Cuc (2004), kebutuhan akan protein,
4
Penelitian mengenai jenis-jenis dan perilaku semut yang ada di perkebunan kopi belum banyak dilakukan. Sedikit informasi yang dapat diketahui mengenai jenis-jenis semut, perilaku semut, dan peranannya di lingkungan perkebunan kopi. Selain itu, belum dapat diketahui apakah semut berperan sebagai hama atau sebagai musuh alami bagi predator utama seperti
kumbang. Oleh karena itu, penelitian ini sangat diperlukan agar dapat memberi informasi mengenai jenis, perilaku, dan peranan semut terutama di areal perkebunan kopi rakyat Kecamatan Ulu Belu Kabupaten Tanggamus dan Kecamatan Air Hitam Kabupaten Lampung Barat .
B. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis-jenis semut dan aktivitas semut paling dominan yang terdapat di perkebunan kopi rakyat di Pekon Ngarip, Kecamatan Ulu Belu, Kabupaten Tanggamus dan Pekon Gunung Terang, Kecamatan Air Hitam, Kabupaten Lampung Barat.
C. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini yaitu dapat memberikan informasi mengenai
5
D. Kerangka Pemikiran
Perkebunan kopi di Pekon Ngarip mempunyai luas wilayah mencapai 1.400 ha dan perkebunan kopi di Pekon Gunung Terang mempunyai luas wilayah perkebunan kopi organik mencapai 60.347,7 ha. Kedua wilayah perkebunan ini berpotensi dalam menghasilkan devisa yang besar, tetapi hal ini belum tercapai karena hampir 95% dari seluruh total perkebunan kopi di Pekon Ngarip merupakan perkebunan kopi anorganik yang hanya mampu memberi kontribusi 1,0-1,5 kg kopi perbatangnya. Berbeda dengan perkebunan kopi organik di Pekon Gunung Terang Lampung Barat, sebagian besar
perkebunannya merupakan perkebunan kopi organik yang mampu memberikan kontribusi cukup besar terhadap devisa negara karena dapat menghasilkan 2,0-2,5 kg kopi untuk setiap batangnya.
6
Semut pada umumnya diketahui sebagai musuh alami hama tanaman kopi yang aktif sepanjang hari. Namun demikian, bagi masyarakat di Pekon Ngarip semut dianggap sebagai salah satu hama yang harus di hadapi oleh para petani di perkebunan kopi karena mengganggu petani terutama saat pemetikan buah (panen). Pestisida diaplikasikan petani tidak saja untuk mengendalikan hama yang umumnya terdapat pada tanaman kopi seperti penggerek batang, penggerek cabang/ranting, kutu hijau, dan kutu putih tetapi juga untuk membunuh semut yang terdapat di sekitar batang ataupun buah tanaman kopi.
Keberadaan pohon penaung dan tidak adanya aplikasi insektisida sintetik pada kebun kopi organik diperkirakan akan menjadi habitat yang sesuai bagi berbagai jenis semut. Hal sebaliknya, akan terjadi pada kebun kopi anorganik tanpa naungan. Pohon pelindung berfungsi menciptakan suhu dan
kelembaban yang sesuai bagi semut dan lahan yang bebas insektisida akan aman bagi keberadaan semut. Perbedaan kondisi kebun kopi organik dengan kopi anorganik ini diperkirakan akan mempengaruhi keberadaan semut.
E. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini yaitu:
7
2. Kemelimpahan semut di areal perkebunan kopi yang ternaungi lebih tinggi dibandingkan dengan areal perkebunan kopi yang tidak ternaungi. 3. Masa aktif semut yang paling banyak di temui di perkebunan kopi yaitu
8 II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Biologi Tanaman Kopi
Kopi robusta (Coffea robusta) adalah tanaman budidaya berbentuk pohon yang termasuk dalam famili Rubiaceae dan genus Coffea (Gambar 1). Daunnya berbentuk bulat telur dengan ujung agak meruncing. Daun tumbuh berhadapan dengan batang, cabang, dan ranting-rantingnya. Permukaan atas daun mengkilat, tepi rata, pangkal tumpul, panjang 5-15 cm, lebar 4,0-6,5 cm, pertulangan menyirip, tangkai panjang 0,5-1,0 cm, dan berwarna hijau (Najiyati dan Danarti, 2012).
Buah Daun Ranting
Gambar 1. Buah kopi robusta (Coffea robusta) Sumber: Lampung Post (2013).
1
9
Klasifikasi kopi menurut Cronquist (1981) adalah sebagai berikut: Regnum : Plantae
Divisio : Magnoliophyta Sub Divisio : Spermatophyta Class : Magnoliopsida Sub Class : Asteridae Order : Rubiales Family : Rubiaceae
Genus : Coffea
Species : Coffea robusta
1. Organ Vegetatif Kopi
Kopi merupakan tanaman tahunan yang memiliki 3 organ vegetatif yaitu akar, batang, dan daun. Sistem perakaran pada kopi yaitu sistem
perakaran tunggang yang tidak mudah rebah. Perakaran tanaman kopi relatif dangkal, lebih dari 90% dari berat akar terdapat pada lapisan tanah 0-30 cm (Najiyati dan Danarti, 2012).
Tanaman kopi mempunyai sifat dimorfisme dalam pertumbuhan
10
tunas legitim yang hanya dapat tumbuh sekali dengan arah tumbuh yang membentuk sudut nyata dengan tempat aslinya (Arief dkk., 2011).
2. Organ Generatif Kopi
Organ generatif kopi terdiri atas 3 bagian yaitu bunga, buah, dan biji. Bunga pada kopi robusta memiliki ciri yaitu berukuran kecil, mahkotanya berwarna putih dan berbau harum semerbak. Kelopak bunga berwarna hijau. Apabila bunga sudah dewasa, kelopak dan mahkotanya akan membuka dan segera mengadakan penyerbukan kemudian akan terbentuk buah. Waktu yang diperlukan sejak terbentuknya bunga hingga buah menjadi matang ± 8-11 bulan, tergantung dari jenis dan faktor lingkungannya (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2009).
Buah tanaman kopi terdiri dari daging buah dan biji. Daging buah terdiri atas 3 bagian yaitu lapisan kulit luar (eksokarp), lapisan daging
11
3. Kopi Organik dan Kopi Anorganik
Pekon Ngarip dan Pekon Gunung Terang mempunyai 4 tipe kebun kopi yaitu kebun kopi organik dan anorganik dengan naungan dan tanpa naungan. Perkebunan kopi organik di pekon ngarip belum banyak dikembangkan dan jumlah kebun kopi anorganik masih lebih luas dari kebun kopi organik dan hal ini berbeda dengan Pekon Gunung Terang yang terus mengembangkan perkebunan kopi organiknya (World Wide Fund for Nature, 2013).
Perkebunan kopi organik yaitu perkebunan kopi yang pengelolaannya dilakukan secara alami tanpa penggunaan pestisida dan herbisida sintetik. Sedangkan, perkebunan kopi anorganik yaitu perkebunan kopi yang dalam pengelolaannya dibantu dengan berbagai macam pestisida dan herbisida sintetik untuk mengendalikan hama yang dianggap mengganggu (World Wide Fund for Nature, 2013).
Kopi yang di naungi terdapat tanaman pelindung agar intensitas cahaya matahari tidak terlalu kuat sampai ke kopi. Sebaliknya, kopi yang tidak di naungi tidak menggunakan tanaman pelindung. Beberapa jenis pohon pelindung yang digunakan sebagai naungan adalah dadap (Erythrina
12
B. Semut
1. Morfologi Semut
Semut adalah serangga yang termasuk dalam famili Formicidae dan ordo Hymenoptera. Semut meliputi lebih dari 12.000 jenis dan
sebagian besar hidup di kawasan tropis. Sebagian besar semut dikenal sebagai serangga sosial, dengan koloni dan sarang-sarangnya yang teratur beranggotakan ribuan semut per koloni. Anggota koloni terbagi menjadi semut pejantan, ratu semut, dan semut pekerja (Pracaya, 2005).
Tubuh semut memiliki 3 bagian utama yaitu caput (kepala), thorax (dada), dan abdomen (perut). Pada beberapa spesies semut, pada bagian abdomen sering ditemukan node (penggentingan) yang merupakan ruas ke 2 dan ke 3 abdomen (Gambar 2) yang dapat digunakan sebagai awal identifikasi dalam tahap subfamili (Hasmi et al., 2006).
A B C D E
F
A. Head (Caput) D. Postpetiole B. Mesosoma (Thorax) E. Gaster C. Petiole F. Abdomen Gambar 2. Morfologi semut
13
Kepala semut terdapat sepasang mata majemuk yang digunakan untuk mendeteksi gerakan yang ada di depannya. Bagian kepala semut juga terdapat 3 buah oselus yang digunakan untuk mendeteksi perubahan cahaya dan polarisasi. Meskipun semut memiliki sepasang mata
majemuk, namun penglihatan semut masih buruk, bahkan ada yang buta. Selain mata, pada bagian kepalanya juga terdapat sepasang antena yang membantu semut mendeteksi rangsangan kimiawi berupa feromon dan dapat digunakan pula sebagai alat peraba (Nurfilaila, 2012).
Pada bagian depan kepala semut juga terdapat sepasang rahang atau mandibula yang digunakan untuk membawa makanan, memanipulasi objek, membangun sarang, dan untuk pertahanan. Pada beberapa spesies, di bagian dalam mulutnya terdapat semacam kantung kecil untuk
menyimpan makanan sementara waktu sebelum dipindahkan ke semut lain atau larvanya (Hadi et al., 2009).
Tubuh semut memiliki exoskeleton atau kerangka luar yang memberikan perlindungan dan juga sebagai tempat menempelnya otot. Semut
memiliki lubang-lubang pernapasan di bagian dada yang bernama
spirakel untuk sirkulasi udara dalam sistem respirasi (Borror et al., 1992).
14
banyak organ dalam yang penting, termasuk organ reproduksi. Beberapa spesies semut memiliki sengat yang terhubung dengan semacam kelenjar beracun untuk melumpuhkan mangsa dan melindungi sarangnya (Hadi et al., 2009).
2. Siklus Hidup Semut
Metamorfosis yang terjadi pada serangga Hymenoptera yaitu metamorfosis sempurna (Holometabola). Terdiri atas 4 tahapan perkembangan siklus hidupnya yang dimulai dari telur-larva- pupa- imago (Hadi et al., 2009).
a. Telur
Telur semut berwarna putih, berbentuk lonjong, panjangnya 1,0 - 1,5 mm dan lama fase telur adalah 14 hari. Telur diproduksi 10 - 20 hari setelah kopulasi antara ratu dan semut jantan. Produksi telur semut hitam rata-rata 1.300 - 1.700 butir per tahun. Telur-telur tersebut diletakkan di dalam sarangnya yang berada di lubang-lubang pohon atau di balik dedaunan (Cadapan et al., 1990).
b. Larva
15
berupa cairan ludah dari kelenjar saliva ratu, dari cadangan lemak otot terbang ratu, atau diberi makan oleh semut pekerja. Fase larva merupakan fase aktif makan karena pada fase ini mereka harus menyimpan energi yang cukup untuk memasuki fase pupa (Hasmi et al.,2006).
c. Pupa
Pupa semut hitam berwarna putih, tidak terbungkus kokon seperti kebanyakan serangga yang lain, dan lama fase pupa adalah 14 hari Pada saat berbentuk pupa, semut hitam mengalami periode tidak makan atau non-feeding periode (Cadapan et al., 1990).
d. Imago
16
3. Pembagian Kasta Semut
Pada serangga sosial, umumnya terdapat 3 kasta yaitu ratu, pejantan, dan prajurit. Prajurit dalam koloni semut sering di bagi menjadi 2 yaitu pekerja dan tentara. Semut pekerja dan tentara merupakan serangga betina yang tidak kawin dan merupakan benteng pertahanan bagi ratu dan jantan reproduktif. Setiap kasta semut mempunyai tugas yang
berbeda-beda, akan tetapi tetap saling berinteraksi dan bekerja sama demi kelangsungan hidupnya (Hadi et al., 2009).
Pembagian kasta ratu, jantan, dan pekerja tergantung pada jumlah
makanan yang diterima ketika semut masih stadium larva. Semut pekerja memberi makan larva berdasarkan ukuran larva dan arahan tugas larva tersebut ke depan. Semut muda yang diarahkan untuk mengemban tugas perbanyakan koloni atau menjadi ratu, menerima pakan yang kaya putih telur (protein), sedangkan calon pekerja menerima makanan yang banyak mengandung karbohidrat (Pracaya, 2005).
Menurut Borror et al., 1992; Hadi et al., 2009; dan Pracaya, 2005, pembagian 3 kasta semut terdiri atas:
a. Semut Ratu
17
berkembang dengan sempurna, dan memiliki mekanisme terbang berupa sayap yang telah berkembang dengan baik sejak memasuki fase imago. Dalam satu koloni biasanya terdapat lebih dari seekor ratu. Pada setiap 100 - 200 semut pekerja biasanya terdapat seekor ratu yang memiliki bau yang khas yang disebut dengan feromon yang digunakan sebagai ciri suatu koloni
b. Semut Jantan
Semut jantan berukuran lebih kecil daripada semut ratu, berwarna kehitam-hitaman, memiliki antena dan sayap seperti ratu, dan komponen-komponen mata telah berkembang sempurna. Semut jantan jumlahnya lebih banyak daripada ratu, akan tetapi masa hidup semut jantan lebih singkat. Semut jantan hanya diproduksi pada saat-saat tertentu dalam satu tahun, yaitu pada musim kawin dan setelah melakukan perkawinan dengan ratu, semut jantan biasanya akan mati.
c. Semut Pekerja
18
Semut pekerja merupakan semut betina yang steril. Pekerja terbagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan perbedaan ukuran tubuhnya. Semut pekerja yang paling besar dinamakan pekerja mayor, yang berukuran sedang disebut pekerja menengah, dan yang paling kecil disebut pekerja minor. Setiap kelompok memiliki tugas yang berbeda dan saling bekerjasama dalam menjalankan tugasnya
Semut pekerja merupakan pelaksana sebagian besar aktivitas koloni, sehingga di dalamnya terbagi menjadi beberapa kelompok
berdasarkan tugasnya. Kelompok-kelompok ini disebut budak, pencuri, pengasuh, pembangun, dan pengumpul yang memiliki tugas berbeda-beda seperti melawan musuh, mencari makanan, membangun sarang, merawat dan memberi makan larva dan ratu, serta bertugas memelihara dan membersihkan sarang (Yahya, 2004).
4. Perilaku Semut
19
Aktivitas atau perilaku semut di luar sarang dibagi menjadi 4 tugas, yaitu mencari makanan yang dilakukan oleh serangga pekerja yang umumnya semuanya adalah betina, kerja patroli, yaitu survei lokasi dan
memperkirakan keberadaan makanan dan berjaga-jaga jika ada pekerja dari luar koloni, kerja pertengahan, yaitu membuang sampah, dan kerja perawatan sarang, yaitu membangun dan membersihkan sarang. Dalam melaksanakan pekerjaannya, semut pekerja bekerja selama 24 jam dan sangat aktif pada pagi hari dan sore hari (Hadi et al., 2009).
5. Jenis dan Penyebaran Semut
Semut telah menguasai hampir seluruh bagian tanah di bumi baik di padang pasir maupun kutub tetapi kemungkinan besar semut tidak ditemukan di samudera. Semut mampu beradaptasi dengan
lingkungannya, berukuran kecil, memiliki kemampuan bereproduksi lebih besar dalam waktu singkat, memiliki keanekaragaman luar biasa dalam ukuran, bentuk dan perilaku. Beberapa jenis semut sangat dikenal oleh manusia karena hidup bersama-sama dengan manusia, seperti semut hitam (Dolichoderus thoracicus), semut besarhitam, semut api
(Solenopsis sp.), dan semut rangrang (Oecophylla smaragdina).
20
1. Subfamili Dolichoderinae
Ciri dari subfamili ini yaitu antara mesosoma dan gaster terdapat satu ruas yang menonjol yang disebut petiole.
Spesies yang paling banyak ditemukan yaitu Iridomyrmex sp. yang memiliki ciri tubuh kepala umumnya pendek dan melebar, petiole jarang membentuk tonjolan, mandibula berbentuk segitiga, terdapat spirakel pada sisi atas metatorical propodeal, propodeum berbentuk cekung. Occipital pada bagian kepala berbentuk cekung. Mata tampak jelas pada bagian agak kebelakang kepala.
2. Subfamili Formicinae
Ciri dari subfamili ini yaitu antara mesosoma dan gaster terdapat satu ruas yang menonjol yang disebut petiole, segmen pertama pada gaster bersatu dengan segmen kedua. Mata terletak di antara dua sisi kepala.
21
Componotus sp. memiliki antena 12 ruas, mandibula berbentuk segitiga memanjang, posisi soket jauh berada di belakang klipeus, petiole memiliki nodus yang lurus, mata terletak diantara dua sisi kepala.
Pseudolasius sp. memiliki antena 12 ruas, mandibula berbentuk segitiga memanjang, posisi antennal soket pendek dan berada di bagian belakang klipeus, spirakel berada di atas coxa bagian belakang.
3. Subfamili Myrmicinae
Antara mesosoma dan gaster terdapat dua ruas yang menonjol yang disebut petiole dan postpetiole. Bagian kepala tidak memiliki frontal lobus dan pada permukaan wajah terdapat antennal socket yang jelas. Pada bagian ujung tibia belakang terdapat taji.
22
Monomorium sp. memiliki antena terdiri dari 12 ruas, kepala tidak mempunyai antenal scrobes, ukuran petiole lebih besar dibandingkan postpetiole dan petiole tidak mimiliki peduncule. Bagian propodeum berbentuk membulat dan tanpa duri.
4. Subfamili Pseudomyrmicinae
Antara mesosoma dan gaster terdapat dua ruas yang menonjol yang disebut petiole dan postpetiole, permukaan pigydium agak cembung dan tidak terdapat frontal lobes, antenal soket terlihat jelas.
23
23
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2013 sampai bulan Februari 2014 di perkebunan kopi rakyat yang menanam spesies Coffea robusta di Pekon Ngarip, Kecamatan Ulu Belu, Kabupaten Tanggamus dan Pekon Gunung Terang, Kecamatan Air Hitam, Kabupaten Lampung Barat
bekerjasama dan di bawah program World Wide Fund for Nature-Indonesia (WWF-Indonesia). Identifikasi jenis-jenis semut yang telah dikoleksi dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Fakultas Pertanian dan
Laboratorium Zoologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
a. Kondisi Umum Wilayah Penelitian
1. Pekon Ngarip
Pekon Ngarip merupakan wilayah penelitian yang berada di Kecamatan Ulu Belu Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung dengan luas
24
dataran tinggi yang berada pada ketinggian 850-1.200 m di atas permukaan laut (Gambar 3).
Gambar 3. ( ) Lokasi Penelitian Pekon Ngarip Ulu Belu. Sumber: World Wide Fund for Nature, 2013.
Lahan di Pekon Ngarip terdiri dari lahan perkebunan, lahan pertanian tanaman pangan dan hortikultura, dan lahan hutan, dengan luas dan produktivitas lahan Pekon Ngarip yang beragam (Tabel 1).
Skala
25
Tabel 1. Luas penggunaan dan produktivitas lahan Pekon Ngarip Lahan Luas (ha) Produktivitas (ton/ha)
Kopi 1.400 0,8
Lada 2,5 0,5
Kakao 10 0,6
Sawah 62 3
Hutan 1,837 -
Hkm 1.446,88 Belum tercatat
Keterangan:
Hkm = Hutan kemasyarakatan
Sumber: Monografi Pekon Ngarip, 2010.
2. Pekon Gunung Terang
Pekon Gunung Terang merupakan wilayah penelitian yang berada di Kecamatan Air Hitam Kabupaten Lampung Barat Provinsi Lampung dengan total luas wilayah perkebunan kopi 580 ha. Perkebunan kopi organik di Pekon Gunung Terang baru diterapkan pada 28,55 ha sejak tahun 2004 setelah selama ± 20 tahun (1985 - 2003) digunakan
pestisida sintetik yang berakibat pada penurunan kualitas biji kopi yang disebabkan oleh tingginya residu yang terdapat pada biji kopi yang dihasilkan (Monografi Pekon Gunung Terang, 2011).
Wilayah penelitian di Pekon Gunung Terang sebagian besar merupakan dataran tinggi yang berada pada ketinggian 850 - 1.200 m di atas permukaan laut. Secara Administratif Pekon Gunung Terang berbatasan dengan :
- Sebelah Barat : Pekon Sinar Jaya
26
- Sebelah Selatan : Pekon Rigis Jaya
Lahan di Pekon Gunung Terang terdiri dari lahan perkebunan, lahan pertanian tanaman pangan dan hortikultura, dan lahan hutan (Gambar 4).
27
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu neraca Ohauss yang digunakan untuk menimbang pakan alternatif, gunting dan pisau untuk memotong tali rafia yang digunakan untuk mengikat sarang buatan ke batang atau cabang tanaman kopi, tali rafia untuk mengikat serasah ke batang kopi, kain putih berukuran 1m untuk menadah semut, botol film yang digunakan sebagai wadah untuk semut yang berhasil dikoleksi, lup (kaca pembesar) dan Mikroskop Stereo SZ51 yang digunakan untuk mengamati bagian-bagian tubuh semut dan membantu dalam proses identifikasi semut, cawan petri yang digunakan untuk meletakkan semut agar mempermudah proses
pengambilan semut, pinset yang digunakan untuk memisahkan semut, jarum pentul digunakan untuk menunjukkan bagian-bagian semut selama proses identifikasi.
28
C.Prosedur Kerja
1. Rancangan Percobaan
Percobaan dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) pada 4 tipe kebun kopi yaitu kebun kopi organik dengan naungan, kebun kopi organik tanpa naungan, kebun kopi anorganik dengan
naungan, dan kebun kopi anorganik tanpa naungan dan masing-masing kebun dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali. Pada setiap tipe kebun kopi yang digunakan diambil 10% dari jumlah pohon dalam 1 ha luas kebun yaitu 25 pohon sampel yang ditetapkan secara purposive sampling berdasarkan kemelimpahan semut pada kanopi kopi yang teramati secara visual.
2. Cara Kerja
Penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan kerja, yaitu:
a. Tahap Persiapan
Tahap persiapan terdiri atas penelitian pendahuluan, penyediaan sarang, dan penyiapan umpan.
1). Penelitian Pendahuluan
29
2). Penyediaan sarang
Sarang terbuat dari daun kopi kering yang banyak terdapat di areal kebun kopi. Pembuatan sarang dilakukan dengan cara melipat dan menggabungkan 7 daun kopi kering membentuk
kerucut, kemudian diikat secara menggantung pada cabang pertama pohon kopi dengan tali rafia. Sarang dipasang secara acak pada 20 pohon kopi.
3). Pembuatan umpan
Umpan dibuat menggunakan susu kental manis sebanyak 5 ml, kepala ikan 5 gr, nasi 5 gr dan keju 5 gr. Pemberian pakan ini dengan menggunakan kapas yang kemudian diletakkan pada sarang yang telah disiapkan. Untuk kepala ikan tidak diletakkan tepat di dalam sarang melainkan diletakkan menumpang dan diikat di atas sarang yang telah dibuat hal ini dilakukan agar kepala ikan tidak membusuk di dalam sarang yang lembab.
b. Tahap Koleksi Semut
Pengoleksian semut dilakukan pada 4 tipe kebun kopi yaitu kebun kopi organik naungan milik Bapak Muhasin, Bapak Ujang dan Bapak
30
Sugito, Bapak Kiban, dan Bapak Marsono serta kebun kopi anorganik tanpa naungan milik Bapak Sugiarto, Bapak Kupit, dan Ibu Sri.
Tahap koleksi sampel semut menggunakan 2 teknik yaitu: 1. Teknik pasif dengan menggunakan umpan (bait).
2. Teknik aktif dengan menggunakan beating sheet (Yamane dan Magata, 1989; Agosti et al., 2000; Gullan dan Cranston, 2005).
1. Teknik Pasif
Teknik pasif dilakukan dengan pemberian umpan yang diletakkan pada cabang pohon. Umpan diletakkan pada 20 pohon kopi dan masing-masing umpan diletakkan pada pohon yang berbeda dan berdasarkan tipe kebun yang digunakan dalam penelitian. Teknik ini digunakan untuk mendapatkan spesimen semut yang tertarik pada umpan. Sarang dan umpan diambil kembali setelah 3 hari. Semut yang berhasil didapatkan selanjutnya dimasukkan ke dalam botol film yang sudah berisi alkohol 70 %.
2. Teknik Aktif
Teknik aktif ini menggunakan penadah dengan cara beating sheet. Penggunaan penadah dilakukan dengan menaruh kain putih
31
5 pohon kopi pada setiap tipe kebun. Semut yang berhasil dikoleksi kemudian dimasukkan ke dalam botol film yang sudah berisi alkohol 70 %.
c. Tahap Identifikasi Semut
Identifikasi semut dilakukan dengan menggunakan lup atau kaca pembesar di lapangan dan menggunakan Mikroskop Stereo SZ51 di laboratorium. Semut yang di identifikasi merupakan semut-semut yang berhasil dikoleksi baik pada teknik pasif dengan umpan (bait) maupun teknik aktif dengan beating sheet.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk mengidentifikasi jenis-jenis semut yang telah didapatkan yaitu diambil semut yang telah dimasukkan ke dalam cawan petri yang sudah terdapat tisu dan dibasahi dengan alkohol 70%, dilihat bagian petiole dan postpetiole
32
d. Pengamatan Perilaku Semut
Semut yang diamati perilakunya yaitu semut dominan disetiap tipe kebun kopi dan berdasarkan hasil analisis Prominence Value dengan menggunakan rumus (Norton, 1978) yaitu:
a). Frekuensi
Frekuensi Absolut (FA)
(FA) =
Frekuensi Relatif (FR) =
b). Densitas (Kelimpahan)
Kelimpahan Absolut (KA) = jumlah individu pada setiap sampel
Kelimpahan Relatif (KR)
KR =
c). Prominence Value (PV)
PV = KA √ Keterangan:
FA = KA = Kelimpahan Absolut
33
kanopi dan yang meninggalkan kanopi meliputi aktivitas interaksi (komunikasi), membawa makan, serta pemindahan telur, larva, atau pupa.
Pengamatan perilaku semut ini dilakukan dengan urutan kerja yaitu: 1. Melakukan analisis data berdasarkan analisis prominence value
untuk mengetahui semut dominan dan diamati perilakunya. 2. Pengamatan perilaku semut dilakukan pukul 07.00-17.00 wib dan
dilakukan selama 10 menit untuk setiap jamnya selama 3 hari efektif.
3. Perilaku semut yang diamati berupa aktivitas dan jumlah semut yang bergerak ke arah kanopi dan yang meninggalkan kanopi meliputi aktivitas pemindahan telur, larva, atau pupa, membawa makan, dan interaksi (komunikasi).
D. Analisis Data
Untuk mengetahui Indeks Keanekaragaman, Indeks Kemerataan, Indeks Dominansi, dan Indeks Kemelimpahan semut di keempat tipe kebun yaitu kebun organik dan anorganik dengan naungan dan tanpa naungan dilakukan analisis data menggunakan rumus:
a. Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener (H′) menurut Odum (1993). ∑
34
Keterangan:
H′ = Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener Pi = Proporsi individu spesies
Ni = Jumlah individu spesies i
Tabel 2. Kriteria Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener (Magguran, 1988).
No Kriteria Indeks Keanekaragaman Jenis
1. H ≤ 1,0 Keanekaragaman jenis rendah, terdapat tekanan yang tinggi sehingga kestabilan ekosistem rendah.
2. 1,0 ≤ H ≤ 3,32 Keanekaragaman jenis sedang, terdapat tekanan yang sedang dan kestabilan ekosistem masih dikatakan cukup baik. 3. H ≥ 3,32 Keanekaragaman Tinggi,tidak terdapat tekanan yang berarti sehingga kestabilan ekosistem masih tetap tinggi.
b. Indeks Kemelimpahan (Di) menurut Odum (1993).
Di =
Keterangan:
ni = Jumlah individu dari spesies ke-i A = Luas area pengambilan contoh
35
E. Diagram Alir Penelitian
- Menghitung jumlah masing-masing sampel semut
- Mengamati aktivitas semut - Menghitung jumlah semut - Mengetahui masa aktif semut Tipe Kebun Kopi
Organik
- 25 Pohon Kopi Organik
Naungan
- 25 Pohon Kopi Organik Tanpa
Naungan
Anorganik
- 25 Pohon Kopi Anorganik
Naungan
- 25 Pohon Kopi Anorganik Tanpa
Naungan
- Teknik Aktif (Beating sheet) (5 pohon disetiap tipe kebun yang
digunakan)
Dengan menggunakan kain sebagai penadah dan kayu sebagai alat pengetok
- Teknik pasif/umpan (Bait) (5 pohon untuk masing-masing umpan
dan pada tipe kebun yang digunakan)
- 5 ml susu indomilk - 5 gr nasi
- 5 gr keju - 5 gr kepala ikan
Identifikasi sampel semut yang telah dikoleksi sampai dengan tingkat genus
- Analisis Keragaman (H′) dan Kemelimpahan (Di) genus
semut di masing-masing tipe kebun
- Analisis data berdasarkan analisis Prominence Value
Pengamatan perilaku semut pukul 07.00 - 17.00 dan 10 menit di setiap jamnya selama 3 hari efektif
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Adapun simpulan dari penelitian ini yaitu:
1. Di dapatkan 20 genus semut di kebun organik dan anorganik dengan naungan dan tanpa naungan, di kebun organik naungan dan tanpa naungan di dapatkan 16 genus semut dan di kebun anorganik dengan naungan dan tanpa naungan di dapatkan 15 genus semut dengan semut yang
mendominasi yaitu Dolichoderus, Crematogaster1, dan Oecophylla. 2. Keragaman semut di kebun organik termasuk dalam kategori sedang yang
ditandai dengan tidak adanya genus semut yang berlimpah sedangkan, keragaman semut di kebun anorganik termasuk dalam kategori rendah yang ditandai dengan melimpahnya salah satu genus semut yaitu Dolichoderus.
3. Aktivitas semut Dolichoderus di kebun anorganik naungan menunjukkan peningkatan pada pagi hari pukul 09.00-11.00 dan aktivitas semut
55
B. Saran
56 DAFTAR PUSTAKA
Adriyani, R. 2006. Usaha Pengendalian Pencemaran Lingkungan Akibat
Penggunaan Pestisida Pertanian. Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol.3, No. 1, Juli 2006:95-106.
Agosti, D., J.D.Majer., L.E.Alonso., dan T.R.Schultz. 2000. ANTS. Standard Methods for Measuring and Monitoring Biodiversity. Smithsonian Institution Princed Washington. Amerika.
Arief, M.C.W., M. Tarigan., R. Saragih., F.Rahmadani. 2011. Panduan Sekolah Lapangan Budidaya Kopi Konservasi. Conservation International Indonesia. Jakarta.
Barbani, L.E. 2003. Foraging Activity and Food Preferences Odorous Homes Ant (Tapinoma sessile) (Hymenoptera:Formicidae) [Thesis]. Faculty of Virginia Polytechnic Institute and State University. Virginia
Bolton, B. 2003. Synopsis and Classification of Formicidae. The American Entomological Institute.
Borror, D. J., D. M. Delong., dan C.C.A. Triphelhorn. 1992. Pengenalan
Pelajaran Serangga. Penterjemah S. Partosoejono. Edisi Keenam. Gajah Mada University Press.
Cadapan, E.P., M. Moezir dan A.A Prihatin. 1990. Semut Hitam. Berita Perlindungan Tanaman Perkebunan 2 (1):5-6
Cronquist, A. 1981. An Integrated System of Classification of Flowering Plants. Columbia University Press. New York.
Dahnial. 2012. Kasta Semut. http://semut pekerja, semut pejantan, dan ratu semut topik warna-warni.htm. Diakses pada 3 November 2013. 19:23
Dakir. 2009. Keanekaragaman dan Komposisi Spesies Semut
57
Direktorat Jendral Perkebunan. 2009. Musuh Alami, Hama dan Penyakit Tanaman Kopi. Proyek Pengendalian Hama Terpadu Perkebunan Rakyat.
Direktorat Perlindungan Perkebunan. Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan. Departemen Pertanian. Jakarta.
Djojosumarto, P. 2008. Pestisida dan Aplikasinya. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Gullan P.J dan P.S.Cranston. 2005. The Insects An Outline of Entomology. Blacwellsci. California.
Hadi., Tarwotjo., dan R.Rahadian. 2009. Biologi Insecta: Entomologi. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Harlan, I. 2006. Aktivitas Pencarian Makan dan Pemindahan Larva Semut
Rangrang Oecophylla smaragdina (Formicidae:Hymenoptera) [Skripsi]. Institute Pertanian Bogor.
Hashimoto, Y. 2003. Identification Guide To the Ant Genera of Borneo. Japan. Hasmi, A., E.Lebrun., R.Plowes. 2006. A Field Key To The Ants (hymenoptera :
Formicidae) Found at Brackenridge Field Laboratories (Rev). University of Texas at Austin. Texas.
Lampung Post. 2013. Tim Pembina Perkopian Cermati Penolakan Kopi.
http://lampost.co/berita/ tim-pembina-perkopian-cermati penolakan kopi lampung. Diakses pada 10 Oktober 2013. 12:01.
Magguran, A. 1988. Ecological Diversity and its Measurement. Princeton University Press. New Jersey.
Monografi Pekon Gunung Terang. 2011. Profil Gunung terang Kecamatan Air Hitam, Kabupaten Lampung Barat 2011. Lampung Barat.
Monografi Pekon Ngarip. 2010. Profil Pekon Ngarip Kecamatan Ulu Belu Tahun 2010. Kabupaten Tanggamus. Lampung.
Naim, A. 2009. Studi Keanekaragaman Serangga Pada Perkebunan Jeruk Organik dan Anorganik di Kota Batu [Skripsi]. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim. Semarang.
Najiyati, S dan Danarti. 2012. Kopi, Budidaya dan Penanganan Lepas Panen. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.
Noor, F dan R. Raffiudin. 2012. Eksplorasi Keragaman Spesies Semut di
58
Norton, D.C. 1978. Ecology of Plant-Parasitic Nematodes. Princed In the United States of America. Canada.
Nurfilaila. 2012. Ciri-Ciri Khusus Semut.
http://id.shvoong.com/exact_sciences/biology/2247513-ciri-ciri khusus semut. Diakses pada 20 Mei 2014. 20:16
Odum, E.P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Diterjemahkan oleh T. Samingan. Edisi ke-3. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Pracaya. 2005. Hama dan Penyakit Tanaman. Penebar Swadaya. Jakarta.
Riyanto. 2007. Kepadatan, Pola Distribusi, dan Peranan Semut pada Tanaman di Sekitar Lingkungan tempat Tinggal. Jurnal Penelitian Sains: Vol 10, Nomor 2, 241-253.
Suhara. 2009. Semut Rangrang (Oecophylla smaragdina). Universitas pendidikan Indonesia. Jakarta
Sulaiman. 2001. “Penggunaan Semut Hitam Dolichoderus thoracicus dalam
Pengendalian Hama Tanaman Kakao Theobroma cacao”. Laporan Penelitian. Departement of Plant Protection Faculty of Agriculture University Putra Malaysia. Kuala Lumpur.
van Mele dan Cuc. 2004. Semut Sahabat Petani (alih bahasa oleh: Subekti
Rahayu). [ICRAF] World Agroforestry center, 61 PP. CABI Bioscience. World Wide Fund for Nature- Indonesia [WWF-Indonesia]. 2013. Pengelolaan
Daerah Penyangga Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Bandar Lampung. Lampung.
Yahya, H. 2004. Menjelajah Dunia Semut.
http://yahya/menjelajah_dunia_semut.pdf. Diakses pada 2 Oktober 2013. 18:32.
Yamane, S dan K. Magata. 1989. Recruitmen Pattern In a japanese Myrmicine Ant, Pheidole Indica (Hymenoptera:Formicidae). J. Japan Ento 57(2):448-458.