PERBANDINGAN MASA PROTROMBIN SETELAH PEMBERIAN VITAMIN K DOSIS MULTIPEL ORAL DENGAN DOSIS TUNGGAL
INTRAMUSKULER PADA BAYI ATERM
TESIS
NANCY ERVANI
047103005/IKA
PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N 2008
PERBANDINGAN MASA PROTROMBIN SETELAH PEMBERIAN VITAMIN K DOSIS MULTIPEL ORAL DENGAN DOSIS TUNGGAL
INTRAMUSKULER PADA BAYI ATERM
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinik (Anak) Dalam Program Magister Kedokteran Klinik
Konsentrasi Kesehatan Anak
Pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
NANCY ERVANI 047103005
PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : Perbandingan Masa Protrombin setelah Pemberian Vitamin K Dosis Multipel Oral dengan Dosis Tunggal Intramuskuler pada Bayi Aterm
Nama Mahasiswa : Nancy Ervani
Nomor Induk Mahasiswa : 047103005
Program Magister : Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi : Kesehatan Anak
Menyetujui Komisi Pembimbing :
( Prof. Dr. H. Guslihan Dasa Tjipta, SpA(K) ) Ketua
( Dr. Wisman Dalimunthe, SpA) Anggota
Ketua Program Studi, Ketua TKP-PPDS,
(Prof. Dr. H. Munar Lubis, SpA(K) ) ( Dr. Zainuddin Amir, SpP(K) )
PERNYATAAN
PERBANDINGAN MASA PROTROMBIN SETELAH PEMBERIAN VITAMIN K DOSIS MULTIPEL ORAL DENGAN DOSIS TUNGGAL
INTRAMUSKULER PADA BAYI ATERM
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, 8 September 2008
Telah diuji pada
Tanggal : 15 September 2008
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. H. Guslihan D Tjipta, SpA(K) ... Anggota: 1. Dr. Wisman Dalimunthe, SpA ... 2. Prof. Dr. Hj. Bidasari Lubis, SpA(K) ...
3. Dr. Sri Sofyani, SpA(K) ... 4. Prof. Dr. H. Adi Koesoema ...
UCAPAN TERIMA KASIH
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayahNya serta telah memberikan kesempatan kepada
penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.
Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari
kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan
segala kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga
dari semua pihak di masa yang akan datang.
Pada kesempatan ini perkenankan penulis menyatakan
penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Pembimbing Prof. Dr. H. Guslihan Dasa Tjipta, SpA(K) dan Dr.
Wisman Dalimunthe, SpA, yang telah memberikan bimbingan,
bantuan serta saran-saran yang sangat berharga dalam
pelaksanaan penelitian dan penyelesain tesis ini.
2. Prof. Dr. H. Munar Lubis, SpA(K), selaku Ketua Program
Pendidikan Dokter Spesialis Anak FK- USU, Prof. Dr. Hj. Bidasari
Lubis, SpA(K) dan Dr. Hj. Melda Deliana, SpA(K), sebagai
sekretaris program yang telah banyak membantu selama
pendidikan, penelitian dan dalam menyelesaikan tesis ini.
3. Prof. Dr. H. Guslihan Dasa Tjipta, SpA(K), selaku Ketua
Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
USU/RSUP H. Adam Malik Medan periode 2003-2006, Dr. H.
Ridwan M Daulay, SpA(K) Ketua Departemen Ilmu Kesehatan
Anak periode 2007 sampai sekarang, yang telah memberikan
bantuan dalam penelitian dan penyelesaian tesis ini.
4. Seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU
/ RSUP H. Adam Malik Medan, yang telah memberikan sumbangan
5. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. H. Chairuddin P Lubis,
DTM&H, SpA(K) dan Dekan FK-USU yang telah memberikan
kesempatan untuk mengikuti program pendidikan Dokter Spesialis
Anak di FK- USU.
6. Pimpinan beserta karyawan Laboratorium Klinik Pramita yang telah
membantu pemeriksaan darah pada penelitian ini.
7. Pimpinan beserta karyawan PT. Sari Husada Indonesia yang telah
memberikan bantuan dana untuk pemeriksaan laboratorium.
8. Kepala Badan Layanan Umum Pirngadi Medan Dr. H. Syahrial
Anas, MHA dan Kepala Bagian Ilmu Kesehatan Anak Badan
Layanan Umum Pirngadi Medan Dr. H. Chairul Adillah, SpA yang
telah memberikan izin dan fasilitas pada penelitian ini sehingga
dapat terlaksana dengan baik.
Teristimewa untuk suami tercinta Noveri Wandy, ST dan ananda
tersayang Danish Orly Arshady, terima kasih atas doa, pengertian,
dukungan dan pengobanan selama penulis menyelesaikan pendidikan ini.
Kepada yang tercinta orangtua, Kamili Bakar dan Nurhayati serta
mertua H. M. Zen, MA dan Hj. Nuraini Nadin, Bsc serta semua adik-adik
teman-teman yang selalu mendoakan, memberikan dorongan, bantuan
moril dan materil selama penulis mengikuti pendidikan ini. Semoga budi
baik yang telah diberikan mendapat imbalan dari Allah SWT.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini
bermanfaat bagi kita semua, Amin.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Medan, September 2008
5.1. Kesimpulan 31
5.2. Saran 31
Ringkasan 32
Daftar Pustaka 34
Lampiran 1. Surat Pernyataan Kesediaan 38
2. Lembar Kuesioner 39
3. Hasil Pemeriksaan Laboratorium 40
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Karakteristik ibu dan bayi 24
Tabel 4.2. Data hemogram bayi 24
Tabel 4.3.Hubungan antara nilai PT sebelum dan sesudah
pemberian vitamin K 25 Tabel 4.4. Perbandingan perbaikan nilai PT pada kelompok oral
dengan intramuskuler sesudah pemberian
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Proses karboksilasi faktor pembekuan
yang tergantung vitamin K 5
Gambar 2.2. Struktur kimia vitamin K 14
Gambar 2.3. Kerangka konseptual 16
Gambar 3.1. Alur penelitian 17
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
VKDB : Vitamin K Deficiency Bleeding
PDVK : Perdarahan akibat Defisiensi Vitamin K
AAP : American Academy of Pediatric
PT : Prothrombin Time
INR : International Normalized Ratio
HDN : Hemorrhagic Disease of Newborn
PIVKA : Protein Induced by Vitamin K Antagonism or Absence
SPSS : Statistical Package for Social Science
ABSTRAK
Latar belakang. Perdarahan akibat defisiensi vitamin K (PDVK) dapat menyebabkan perdarahan pada bayi yang mendapat ASI eksklusif. Efikasi vitamin K profilaksis secara intramuskuler pada bayi baru lahir sudah terbukti dapat mencegah kelainan ini, tetapi prosedur ini bersifat infasif. Pemberian secara oral lebih efektif, murah, dan tidak menimbulkan trauma dibanding intramuskuler.
Tujuan. Membandingkan masa protrombin setelah pemberian vitamin K dosis multipel oral dengan dosis tunggal intramuskuler
Metode. Bayi aterm dibagi atas kelompok IM (diberikan vitamin K1 1 mg
intramuskuler) dan kelompok oral (diberikan 2 mg saat lahir dan 2 mg hari ketiga). Masa protrombin diperiksa sebelum dan sesudah pemberian vitamin K1.
Hasil. Tujuh puluh bayi diacak kedalam kelompok oral (36) dan kelompok IM (34). Rerata masa protrombin sebelum pemberian vitamin K adalah 36.34 (SD 20.03) detik pada kelompok oral dan 31.96 (SD 25.51) detik pada kelompok IM, setelah pemberian vitamin K rerata masa protrombin adalah 20.05 (SD 7.35) detik pada kelompok oral dan 19.38 (SD 3.4) detik pada kelompok IM. Masa protrombin setelah pemberian vitamin K tidak berbeda bermakna antara kedua kelompok (P= 0,857).
Kesimpulan. Tidak terdapat perbedaan bermakna masa protrombin setelah pemberian vitamin K pada kelompok oral atau IM
ABSTRACT
Background. Vitamin K deficiency bleeding (VKDB) can cause bleeding disorders on healthy breastfed infants. The efficacy of newborn intramuscular (IM) vitamin K prophylaxis for prevention of this bleeding problem has been well established, but this is an invasive procedure. Oral vitamin K prophylaxis is an effective, less expensive, and less traumatic than intramuscular administration.
Objective. To compare prothrombin time after giving multiple oral dose vitamin K1 with an intramuscular preparation
Methods. Infants were randomised at birth to the IM group (1 mg vitamin K1) or the oral group (2 mg given at birth and repeated at days 3).
Prothrombin time were monitored before and after giving vitamin K1.
Results. Seventy infants were randomised to oral group and to IM group. Mean (SD) prothrombin times before vitamin K administration 36.34 (20.03) second in oral group and 31.96 (SD 25.51) second in IM group, after vitamin K administration prothrombin time were 20.05 (SD 7.35) second in oral group and 19.38 (SD 3.4) second in IM group. Prothrombin times did not differ between the two groups (p= 0,857).
Conclusion. Prothrombin time did not differ significantly between oral and IM group
BAB 1. PENDAHULUAN
5.3. . Latar Belakang
Pemberian vitamin K1 sudah merupakan standar penatalaksanaan bayi
baru lahir sebagai profilaksis terhadap perdarahan yang disebabkan
oleh defisiensi vitamin K (PDVK) atau disebut juga dengan
hypoprothrombinemia.1-3 Salah satu faktor risiko terjadinya kelainan ini
adalah pemberian ASI eksklusif.2 Program pemerintah tentang ASI
eksklusif giat dipromosikan mengingat manfaatnya yang sangat besar,
oleh sebab itu risiko terhadap kelainan ini harus diatasi dengan pemberian
vitamin K profilaksis. Sampai saat ini cara paling efektif yang
direkomendasikan adalah dosis tunggal intramuskuler.1
Pemberian satu dosis intramuskuler dapat mencegah perdarahan
onset dini, bentuk klasik, dan onset lambat. Pemberian satu dosis oral
hanya mencegah onset dini dan klasik.4 Pemberian secara tunggal
intramuskuler efektif sampai 2 bulan sedangkan secara oral hanya 3-4
minggu.5 Pemberian secara intramuskuler ini bersifat invasif dan juga
biaya lebih mahal,4,6 serta adanya laporan hubungan pemberian vitamin K
intramuskuler dengan peningkatan risiko kanker pada anak,7,8 sehingga
pemberian secara oral lebih disukai. Pemberian secara oral dikatakan
lebih murah, lebih aman, dan dapat diberikan oleh bidan.2,9 American
Academy of Pediatrics (AAP) menyatakan perlu dilakukan penelitian lebih
vitamin K oral untuk mencegah PDVK.1 Belum ada bukti pengaruh
perbedaan antara jalur pemberian secara oral maupun intramuskuler
terhadap faktor koagulasi.10 Kadar vitamin K plasma rendah setelah 2
minggu pemberian satu dosis oral atau intramuskuler dan lebih tinggi
setelah pemberian tiga dosis oral dibanding satu dosis intramuskuler.11
Tingkat kepatuhan pemberian tiga dosis oral ini rendah.12,13
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut diatas, maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut: apakah pemberian vitamin K
dosis multipel oral sama efektifnya dengan dosis tunggal intramuskuler
terhadap perbaikan masa protrombin (prothrombin time= PT) pada bayi
aterm yang mendapatkan ASI eksklusif.
1.3.Hipotesis
Pemberian vitamin K dosis multipel oral sama efeknya dengan dosis
tunggal intramuskuler terhadap perbaikan masa protrombin pada bayi
aterm dengan ASI eksklusif.
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan umum adalah untuk mengetahui apakah pemberian vitamin K1
dalam mencegah PDVK onset lambat pada bayi aterm yang mendapat
ASI eksklusif
Tujuan khusus adalah untuk mengetahui apakah pemberian vitamin K1
dosis multipel oral sama efeknya dengan dosis tunggal intramuskuler
terhadap perbaikan masa protrombin
1.5.Manfaat Penelitian
1. Di bidang akademik/ilmiah : meningkatkan pengetahuan peneliti di
bidang perinatologi anak, khususnya dalam pencegahan terhadap
PDVK
2. Di bidang pelayanan masyarakat : meningkatkan pelayanan
kesehatan bayi, khususnya pelayanan bidang perinatologi
3. Di bidang pengembangan penelitian : memberikan masukan
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hemostasis pada Neonatus
Sistem hemostasis pada bayi tidak sama dengan anak dan dewasa.14-16
Hal ini karena secara fisiologis sistem hemostasis pada bayi belum matur.
Maturitas sistem ini terjadi pada 6 bulan pertama kehidupan.14 Beberapa
perbedaan itu diantaranya, pertama; protein yang dibutuhkan untuk
pembentukan fibrin dan fibrinolisis jumlahnya sedikit dibandingkan dengan
anak yang lebih besar, kedua; pada fase plasma dari pembekuan dan
fibrinolisis neonatus kadar beberapa faktor pembekuan yang bergantung
pada vitamin K rendah, ketiga; plasma neonatus resisten terhadap
aktivator plasminogen eksogen, dan keempat; dalam 24 jam pertama
neonatus mengalami reduksi mekanisme fibrinolisis karena kurangnya
kadar proenzim plasminogen dan meningkatnya jumlah inhibitor.9,16
Diantara beberapa perbedaan ini, kadar faktor pembekuan yang
tergantung vitamin K yang rendah lebih menjadi perhatian karena bisa
menyebabkan perdarahan hebat dan berakibat fatal tetapi dapat dicegah
dengan pemberian vitamin K profilaksis.4
2.1.1. Peran Vitamin K dalam Fisiologi Pembekuan
Vitamin K diperlukan untuk sintesis enam faktor pembekuan yaitu;
protrombin, faktor VII, IX, X, protein C dan S.17 Molekul-molekul faktor II,
prekursor tidak aktif. Molekul yang dikenal sebagai descarboxy proteins ini
disebut PIVKA (proteins induced by vitamin K absence or antagonism).
Vitamin K dibutuhkan untuk konversi prekursor tidak aktif menjadi faktor
pembekuan yang aktif.17,18
Peran vitamin K dalam proses biokimiawi tersebut adalah dalam
reaksi karboksilasi atom C pada gamma-metilen senyawa asam glutamat
tertentu yang terdapat pada bahan prekursor protein pembekuan.
Sebagai hasil reaksi karboksilasi ini akan terbentuk senyawa
gamakarboksiglutamat yang mampu mengikat Ca2+. Faktor pembekuan
(faktor II, VII, IX, X) yang memiliki kemampuan mengikat Ca2+ memegang
peranan dalam mekanisme hemostasis fase plasma.9,19-21 Proses
pembentukan senyawa gamakarboksiglutamat tersebut tergambar
pada reaksi kimia berikut:19
Gambar 2.1. Proses karboksilasi protein pembekuan yang
2.2. Perdarahan akibat Defisiensi Vitamin K (PDVK)
Perdarahan akibat defisiensi vitamin K atau Vitamin K deficiency bleeding
(VKDB) yang dulunya lazim dikenal dengan hemorrhagic disease of the
newborn (HDN) didefinisikan sebagai perdarahan spontan atau akibat
trauma pada bayi yang berhubungan dengan defisiensi vitamin K dan
menurunnya aktifitas faktor pembekuan II, VII, IX, dan X dengan
fibrinogen dan trombosit normal.18,22
Kelainan ini dapat berakibat fatal dengan insiden diperkirakan
1:100 hingga 1:400 kelahiran.2,9 Di Amerika defisiensi Vitamin K
menyebabkan perdarahan 0,25% hingga 1,7% minggu pertama setelah
lahir pada bayi yang tadinya terlihat sehat.1 Sebanyak 91 % bayi yang
didiagnosis dengan PDVK di Mexico merupakan bentuk late onset yang
berat berupa perdarahan intrakranial.23 Di Hanoi insidens late onset PDVK
diperkirakan 116 per 100.000 kelahiran pada bayi yang tidak mendapat
vitamin K profilaksis.24 Data PDVK secara nasional di Indonesia belum
tersedia, namun berdasarkan data dari Bagian Ilmu Kesehatan Anak
RSCM (1990-2000), terdapat 21 kasus dengan 81% mengalami
perdarahan otak.25
2.2.1. Patofisiologi PDVK
Bayi baru lahir mengalami defisiensi faktor pembekuan yang tergantung
vitamin K (Vitamin K-dependent coagulation factor) secara bermakna,
setelah lahir dan mencapai titik terendah pada hari ketiga.15,17 Hal ini
disebabkan karena bayi baru lahir mengalami defisiensi vitamin K dengan
berbagai alasan antara lain rendahnya cadangan vitamin K pada saat
lahir, kadar vitamin K yang rendah pada air susu ibu, prematuritas, bayi
yang lahir dari ibu yang mendapat pengobatan luminal, hidantoin, salisilat,
kumarin, rifampisin, dan isoniazid.4,17,26 Faktor lain yang berhubungan
dengan defisiensi vitamin K adalah terlambatnya kolonisasi bakteri usus
disebabkan oleh terlambatnya pemberian diet, ASI eksklusif, diare hebat,
pemberian antibiotik terutama jangka lama.2,27
Vitamin K sangat sedikit yang dapat melewati sawar plasenta,
dimana kadar pada plasma ibu 1-2 µg/l sedangkan kadar pada tali pusat
kurang dari 0,05 µg/l.15 Kadar vitamin K pada ASI 1,5 - 2,1 µg/l, kolostrum
2,3 µg/l sedang pada susu formula 6 µg/l. Kombinasi berbagai keadaan ini
menimbulkan gangguan hemostasis pada bayi baru lahir yang
menyebabkan PDVK.15,28,29
2.2.2. Klasifikasi dan Manifestasi Klinis PDVK
Ada tiga bentuk perdarahan akibat defisiensi vitamin K yaitu, onset dini
(early onset), bentuk klasik (classic disease), serta onset lambat (late
onset).4,30
1. Onset dini (early onset) terjadi 24 jam pertama setelah lahir.
Merupakan bentuk yang sangat jarang. Biasanya berhubungan
mempengaruhi produksi vitamin K pada bayi baru lahir seperti
golongan barbiturat, fenitoin, rifampisin, isoniazid, warfarin.
Manifestasi perdarahan yang sering dari umbilikus, saluran cerna,
hematoma sefal. Juga dapat terjadi perdarahan intrakranial.
2. Bentuk klasik (classic disease) dapat terjadi pada hari ke 2 sampai
ke 7, biasanya terlihat pada bayi – bayi dengan asupan yang tidak
adekuat atau hanya mendapat air susu ibu dan tidak mendapat
vitamin K profilaksis pada waktu lahir. Perdarahanyang terjadi
biasanya dari bekas suntikan, sirkumsisi, saluran cerna, umbilikus,
THT, umbilikus dan juga perdarahan intrakranial.
3. Onset lambat (late onset) terjadi pada 2 minggu pertama kehidupan
sampai usia 6 bulan, dengan insiden tertinggi pada usia 4-8
minggu. Merupakan sekunder terhadap tidak adekuatnya asupan
vitamin K ( bayi dengan ASI eksklusif ) atau menderita penyakit
hepatobilier. Manifestasi klinis biasanya berat berupa perdarahan
intrakranial (50%) dengan kematian 10-15 %, dan 40 % yang
bertahan mengalami cacat neurologis. Lokasi perdarahan lain bisa
juga dari saluran cerna, kulit, THT, bekas suntikan, saluran kemih
dan intratorakal.
2.2.3. Diagnosis PDVK
Sama halnya dengan pendekatan diagnosis pada umumnya, diagnosis
Anamnesis difokuskan terhadap awitan perdarahan, lokasi perdarahan,
pemberian ASI eksklusif atau formula, riwayat ibu minum obat-obatan
terutama antikoagulan dan antikonvulsan, serta anamnesis untuk
menyingkirkan kemungkinan lain.9,22 Klinis berupa manifestasi perdarahan
ringan sampai berat dengan berbagai komplikasinya. 4,10,14
Penting untuk diketahui adalah jika ditemukan bayi baru lahir
dengan keadaan umum baik tetapi ada perdarahan segar dari mulut atau
feses berdarah maka harus dibedakan apakah itu darah ibu yang tertelan
saat persalinan atau dari saluran cerna bayi itu sendiri dengan melakukan
uji Apt, warna merah muda menunjukkan darah bayi sedangkan warna
coklat menunjukkan darah ibu.29
Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan untuk mendeteksi
defisiensi vitamin K termasuk skrining perdarahan, pemeriksaan faktor
pembekuan yang tergantung vitamin K, pemeriksaan kadar vitamin K
secara direk atau indirek, dan pemeriksaan PIVKA II (protein induced by
vitamin K antagonism or absence).4 Pada skrining perdarahan dijumpai
masa protrombin (PT) dan activated partial thromboplastin time (aPTT)
memanjang dengan kadar trombosit dan fibrinogen normal.29
Pemeriksaan konsentrasi vitamin K dalam plasma dengan teknik
Fluorometric Detection dimana kadar normal pada orang dewasa 0,55
μg/L.31 Pemeriksaan status vitamin K total juga dapat dilakukan dengan
pemeriksaan metabolit aglycone dalam urine dengan teknik HPLC (High
Beberapa literatur mengemukakan bahwa pemeriksaan vitamin K
secara langsung tidak bermanfaat dalam menentukan diagnosis PDVK
karena kadar vitamin K plasma pada bayi baru lahir normal rendah,
disamping pemeriksaan ini membutuhkan waktu lama dan biaya
mahal.15,29
Pemeriksaan yang lebih spesifik untuk mengetahui defisiensi
vitamin K adalah kadar PIVKA II plasma dimana kadar PIVKA II meningkat
pada PDVK.4 Pemeriksaan ini dikatakan sensitif serta mampu mendeteksi
defisiensi vitamin K bahkan setelah terapi vitamin K dan adanya perbaikan
masa protrombin.Adanya respon yang baik setelah pemberian vitamin K
serta perbaikan nilai PT dapat dijadikan konfirmasi diagnosis.14
2.2.4. Penatalaksanaan PDVK
Bayi dengan PDVK segera diberikan vitamin K1 secara subkutan atau
intravena dengan dosis 0,5 -1 mg, untuk kasus yang berat dapat diberikan
2 mg dua atau tiga dosis dengan interval 4-8 jam.17 Respons yang cepat
terjadi dalam 4-6 jam dengan berhentinya perdarahan dan membaiknya
masa protrombin.29 Pemberian secara intramuskuler tidak dianjurkan
untuk pengobatan PDVK karena menyebabkan hematom yang besar
pada tempat suntikan. Pemberian intravena harus hati-hati dengan
kecepatan kurang dari 1 mg/menit karena dapat terjadi reaksi anafilaksis
perbaikan masa protrombin lebih lambat dibanding pemberian secara
parenteral.3
Selain pemberian vitamin K, bayi yang mengalami perdarahan luas
juga harus mendapatkan fresh frozen plasma (FFP) 10 sampai 15 ml/kg
berat badan.14 Pada perdarahan yang hebat yang menyebabkan Hb turun
di bawah 12 mg/dL dapat diberikan packed red cells (PRC).29 Jika terjadi
perdarahan yang mengancam jiwa seperti perdarahan intrakranial, untuk
memperbaiki hemostasis secara cepat adalah dengan memberikan
prothrombin complex-concentrates (PCCs).3,14 Penatalaksanaan terhadap
PDVK lebih ditujukan kepada pencegahan daripada pengobatan.29
2.3. Pemberian Vitamin K Profilaksis
Pencegahan terhadap PDVK dapat dilakukan sejak antenatal dengan
pemberian vitamin K pada ibu hamil trimester ketiga, tetapi ini tidak efektif
karena vitamin K yang dapat melewati sawar plasenta sangat sedikit
(hanya 10% dari kadar pada ibu) sehingga cara ini tidak
direkomendasikan lagi.4,10 Saat ini yang direkomendasikan berbagai
negara adalah pemberian vitamin K segera setelah lahir.4
American Academy of Pediatrics (AAP) merekomendasikan
pemberian vitamin K1 terhadap semua bayi baru lahir 0,5 sampai 1 mg
dosis tunggal intramuskuler, disamping itu AAP juga merekomendasikan
pemberian secara oral namun perlu penelitian lebih lanjut tentang
Canadian Paediatric Society (CPS) merekomendasikan pemberian vitamin
K1 intramuskuler 0,5 mg untuk berat lahir 1500 gram atau kurang dan 1
mg untuk lebih dari 1500 gram pada semua bayi dalam 6 jam pertama
setelah lahir.6
National Health and Medical Research Council (NHMRC)
merekomendasikan pemberian vitamin K (Konakion MM) di Australia,
untuk bayi sehat 1 mg intramuskuler pada saat lahir atau vitamin K oral 2
mg (Konakion MM) saat lahir, diulang pada hari ketiga sampai kelima,
dosis ketiga diberikan usia 4 minggu dengan dosis yang sama.22
Di Jerman pemberian vitamin K profilaksis untuk bayi sehat yaitu 1
mg intramuskular atau subkutan dan 3 dosis oral masing-masing 1 mg
diberikan saat lahir, hari ke-4 sampai 10, dan minggu ke-4 sampai 6.13
Kemudian rekomendasi ini berubah menjadi 2 mg dengan jadwal
pemberian saat lahir, hari 3 sampai 10, dan dosis ketiga minggu
ke-2 sampai 6.4 Di Swedia dosis oral yang dianjurkan 2 mg, Switzerland
1-3 mg dengan dosis intramuskuler sama yaitu 1 mg.4 Di Inggris pemberian
vitamin K profilaksis berbeda antara satu unit pelayanan dengan lainnya,
variasi ini antara lain cara pemberian (oral, intramuskuler, intravena),
dosis ataupun frekuensi pemberian hal ini disebabkan antara lain karena
permintaan orangtua, obat yang tidak mendapat lisensi, dan penelitian
baru tentang PDVK.10
Di Indonesia rekomendasi pemberian vitamin K profilaksis ini
(Depkes) RI tahun 2003. Rekomendasi yang diajukan HTA sebagai
berikut:25
1. Semua bayi baru lahir harus mendapat profilaksis vitamin K1
2. Dosis yang diberikan 1 mg dosis tunggal IM atau oral 3 kali
masing-masing 2 mg pada waktu lahir, umur 3-7 hari, dan saat bayi
berumur 1-2 bulan
3. Untuk bayi yang lahir ditolong dukun diwajibkan pemberian vitamin
K1 secara oral
4. Ibu hamil yang mendapat pengobatan antikonvulsan harus
mendapat vitamin K 5 mg sehari selama trimester ketiga atau 24
jam sebelum melahirkan diberikan vitamin K 10 mg/IM, kepada
bayinya diberikan vitamin K 1 mg IM dan diulang 24 jam kemudian.
Masih terdapat kontroversi dari berbagai dosis dan cara pemberian
vitamin K profilaksis ini.10
2.3.1. Jenis Vitamin K
Vitamin K bersifat larut dalam lemak, sehingga absorbsinya sangat
tergantung pada garam empedu.10 Diidentifikasi pertama kali oleh ahli
biokimia Denmark tahun 1939, hal ini berawal dari penemuan adanya
perdarahan yang terjadi pada ayam yang diberikan diet tanpa lemak.14
Secara alamiah ada dua bentuk vitamin K: vitamin K1
(phytonadione/phylloquinone) berasal dari diet sayuran berwarna hijau
intestinal. Vitamin K1 dan K2 bersifat larut dalam lemak. Vitamin K3
(menadione/ menadiol/ menadioldiacetate) yang dikonversi menjadi
menaquinone di hati merupakan bentuk sintetis dari vitamin K yang
bersifat larut dalam air, tetapi sudah tidak direkomendasikan lagi untuk
diberikan karena menyebabkan anemia hemolitik dan ikterus.10,28 Berikut
ini struktur kimia dari vitamin K1, K2, dan K3:33
Gambar 2.2. Struktur kimia vitamin K33
2.3.2. Kontroversi Pemberian Vitamin K Profilaksis
Golding dkk pada penelitiannya di Royal Hospital for Sick Children, Bristol,
tahun 1990 dan 1992 mendapatkan adanya hubungan antara pemberian
dibandingkan dengan pemberian secara oral.7,8 Hasil penelitian Golding ini
banyak dibantah oleh peneliti lain.4,10
Dari 10 penelitian case control, 7 diantaranya membantah adanya
hubungan pemberian vitamin K profilaksis dengan peningkatan kejadian
kanker pada anak, dan 3 lainnya menunjukkan hubungan yang lemah
antara pemberian vitamin K intramuskuler dengan peningkatan risiko
BAB 3. METODOLOGI
3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini adalah uji klinis terbuka. Sampel dibagi atas dua kelompok
secara consecutive sampling, kelompok pertama mendapat vitamin K1 oral
dan kelompok kedua mendapat vitamin K1 secara intramuskuler
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian adalah di ruang perinatologi Badan Layanan Umum
Pirngadi Medan. Penelitian berlangsung dari bulan Februari 2006 sampai
Juli 2006
3.3. Alur Penelitian
Randomisasi
Kelompok
Oral
Perbaikan
masa
protrombin Bayi
Aterm
Kelompok
Intramuskuler
3.4 Populasi Penelitian
Populasi penelitian adalah semua bayi yang lahir selama periode
penelitian di Badan Layanan Umum Pirngadi Medan dengan usia gestasi
37-42 minggu. Pengambilan sampel secara consecutive sampling
3.5 Perkiraan Besar Sampel
Besar sampel ditentukan dengan rumus rerata dua populasi
independen34
n1 = n2 = 2 (z + z )s
2
(x1 - x2)
S = simpang baku kedua kelompok = 5,84
x1 - x2 = perbedaan klinis yang diinginkan = 4,1
Bila ditetapkan = 0,05 dengan tingkat kepercayaan 95%, maka:
z = deviat baku normal untuk = 1,960
Bila = 0,20 dan power = 0,80 maka:
Z = deviat baku normal untuk = 0,842
Sehingga diperoleh besar sampel 32 orang pada setiap kelompok
3.6. Kriteria Penelitian
3.6.1. Kriteria inklusi
1. Usia gestasi 37-42 minggu (skor New Ballad)
2. Berat badan lahir ≥ 2500 gram
4. Tidak ada asfiksia
5. Tidak dijumpai kelainan kongenital
6. Tidak ada riwayat pemberian antikoagulan atau antikonvulsan pada
ibu
3.6.2. Kriteria eksklusi
1. Mendapat antibiotika
2. Mendapat susu formula/makanan padat
3. Hiperbilirubinemia
3.7. Persetujuan / Inform Consent
Semua subjek penelitian akan diminta persetujuan dari orang tua setelah
dilakukan penjelasan terlebih dahulu mengenai kondisi penyakit yang
dialami, pengobatan yang diberikan, dan efek samping pengobatan.
formulir Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) dan draft penjelasan
sebagaimana terlampir dalam tesis ini.
3.8. Cara Kerja Penelitian
Data Maternal yang dicatat adalah identitas ibu, usia ibu, jumlah paritas,
cara persalinan, berat badan ibu dan tekanan darah ibu. Berat badan bayi
ditimbang dengan timbangan bayi merek TANITA dengan ketepatan
sampai 0,05 kg, panjang badan diukur dengan stadiometer dengan
ketepatan sampai 0,5 cm, suhu rektal dicatat dengan menggunakan
kelima. Kemudian diambil sampel darah sebanyak 3 ml dengan
melakukan pungsi vena femoralis untuk dilakukan pemeriksaan darah
rutin dan masa protrombin (PT). Pemeriksaan darah rutin dengan
menggunakan automatic cell counter dari ABX Micros (France),
sedangkan pemeriksaan masa protrombin dengan menggunakan
Automated blood coagualation analyzer merek Sysmex Ca-50 (Japan).
Diberikan vitamin K1 (Phylloquinone=Phytonadione) 1 mg dosis tunggal
intramuskular atau dua dosis oral vitamin K1 (Kaywan, Eisai)
masing-masing 2 mg bentuk pulvis yang diberikan melalui pipa nasogastrik
bersamaan dengan pemberian ASI, 6-12 jam setelah bayi lahir. Dosis
kedua oral diberikan 72-78 jam setelah lahir. Pemeriksaan masa
protrombin (PT) dilakukan sebelum pemberian vitamin K1 dan diulang
pemeriksaan PT pada hari ke empat. Bayi diamati sampai usia 6 bulan
untuk melihat ada atau tidaknya manifestasi perdarahan.
3.9. Identifikasi Variabel
Variabel Tidak Tergantung Skala
Pemberian vitamin K Nominal
Variabel Tergantung Skala
- Usia kehamilan Numerik
- Nilai PT Numerik
- Manifestasi perdarahan Nominal
Variabel Perancu Skala
- Usia ibu Numerik
- Riwayat ibu minum antikoagulan/antikonvulsan Nominal
- Pemakaian antibiotik pada ibu/bayi Nominal
3.10. Definisi Operasional
- Masa protrombin adalah : waktu yang diperlukan untuk
perubahan protrombin menjadi trombin
- Bayi aterm adalah: bayi yang lahir dengan usia gestasi lebih atau
sama dengan 37 minggu dan kurang atau sama dengan 42 minggu
- Usia gestasi adalah : lamanya waktu sejak terjadinya konsepsi
sampai saat kelahiran
- ASI Eksklusif adalah : bayi hanya mendapatkan ASI sampai usia 6
bulan
- Manifestasi perdarahan adalah : perdarahan yang terjadi pada
sampel yang diamati sejak lahir sampai berusia 6 bulan berupa
perdarahan dari talipusat, kulit, hidung, saluran pencernaan,
perdarahan dari bekas suntikan, perdarahan otak dengan gejalanya
seperti penurunan kesadaran, pucat dan setelah pemberian vitamin
3.11. Pengolahan dan Analisis Data
Data diolah dengan menggunakan program SPSS for WINDOWS 13
(SPSS Inc, Chicago). Perbedaan nilai rerata masa protrombin sebelum
dan sesudah pemberian vitamin K1 diuji dengan uji t dan jika distribusi
data tidak normal digunakan Mann Whitney U test. Perbedaan dikatakan
BAB 4. HASIL
Selama periode penelitian didapatkan 70 bayi cukup bulan yang
memenuhi kriteria yang dibagi kedalam kelompok oral dan intramuskuler.
Sebanyak 36 bayi masuk kelompok IM dan sebanyak 34 bayi masuk
kedalam kelompok oral. Dua bayi pada kelompok oral mengalami kuning
24 jam pertama dan didapatkan peninggian bilirubin darah, 4 bayi tidak
diikutkan dalam analisis karena orangtua menolak diperiksa darah hari
keempat. Tiga puluh dua bayi dari masing-masing kelompok dapat
menyelesaikan penelitian (Gambar 4.1).
n = 70
Oral
36
Menolak diperiksa darah hari ke-4 (2)
n = 32 n = 32
IM
34
Hiperbilirubinemia (2)
Menolak diperiksa darah hari ke-4 (2)
Data ibu dan bayi yang menjadi subyek penelitian terlihat pada tabel 4.1,
dimana tidak terdapat perbedaan bermakna karakteristik ibu atau bayi
pada kedua kelompok.
Tabel 4.1. Karakteristik ibu dan bayi.
Karakteristik Oral
Berat badan (kg) 58,66 (5,090) 60,31 (6,453)
Jumlah paritas 2,72 (1,764) 2,50 (1,566)
Tekanan sistolik (mmHg) 125,00 (7,620) 128,28 (14,290) Tekanan diastolik (mmHg) 75,63 (6,189) 78,75 (6,720) Bayi
Rerata kadar Hb, Ht, lekosit, trombosit, bayi terlihat pada tabel 4.2.
Tidak terdapat perbedaan bermakna nilai Hb, Ht, lekosit, atau trombosit
pada kedua kelompok yang diteliti.
Tabel 4.2. Data hemogram bayi
Tabel 4.3. Hubungan antara nilai PT sebelum dan sesudah pemberian
vitamin K1 pada kelompok oral dan intramuskuler
Oral
Rerata nilai PT sebelum dan sesudah pemberian vitamin K1 pada
kelompok oral dan intramuskuler ditunjukkan pada tabel 3. Rerata
penurunan atau perbaikan nilai PT pada kelompok oral lebih besar
dibanding kelompok intramuskuler, tetapi setelah diuji secara statistik tidak
terdapat perbedaan bermakna penurunan nilai PT antara kedua kelompok
(tabel 4.4.).
Tabel 4.4. Perbandingan perbaikan nilai PT pada kelompok oral dengan
intramuskuler sesudah pemberian vitamin K1
Oral
Setelah enam bulan pengamatan, tidak dijumpai manifestasi
perdarahan baik onset dini, bentuk klasik, atau onset lambat pada kedua
BAB 5. PEMBAHASAN
Penggunaan vitamin K1 oral untuk profilaksis PDVK semakin luas sejak
dilaporkan adanya hubungan pemberian vitamin K1 secara intramuskuler
dengan peningkatan risiko kanker pada anak.7,8,10 Walaupun laporan ini
banyak dibantah dan sudah dibuktikan dengan sampel penelitian yang
lebih besar oleh peneliti lain.35-38
Rekomendasi AAP masih tetap pemberian vitamin K profilaksis
secara intramuskuler dengan alasan belum ada vitamin K oral untuk
profilaksis yang mendapat lisensi di Amerika.1 Di Indonesia pemberian
vitamin K1 sebagai profilaksis terhadap risiko PDVK baru secara resmi
direkomendasikan oleh Depkes RI melalui HTA tahun 2003 dengan
merujuk kepada rekomendasi AAP dan bagaimana implementasi di
lapangan belum ada laporan secara resmi apakah sudah diikuti oleh
seluruh instansi terkait yang ada di Indonesia.25 Pada penelitian ini
dibandingkan pemberian dua dosis oral vitamin K1 (masing-masing 2 mg)
dengan pemberian vitamin K1 dosis tunggal intramuskuler (1 mg) yang
menjadi standar pemberian vitamin K profilaksis pada bayi baru lahir.
Greer FR sudah membuktikan bahwa pemberian vitamin K1 oral 2 mg tiga
dosis dengan jadwal pemberian segera setelah lahir, hari ke tujuh dan hari
ke 30 setelah lahir memberikan efektifitas yang sama atau lebih baik
dibandingkan dengan pemberian profilaksis vitamin K1 intramuskular 1 mg
pada hari ke 56 lebih tinggi secara bermakna pada kelompok oral
dibandingkan dengan kelompok IM. Tetapi tidak didapatkan perbedaan
nilai PT pada kedua kelompok.11 Pada penelitian ini hanya diberikan dua
dosis oral vitamin K1 (keduanya diberikan selama bayi masih berada di
rumah sakit) dengan alasan tingkat kepatuhan terhadap pemberian tiga
dosis oral sangat rendah. Ansell dkk pada suatu survey di Inggris
menyimpulkan salah satu penyebab rendahnya kepatuhan terhadap
pemberian secara oral adalah orangtua enggan untuk membawa anaknya
kembali ke dokter atau bidan untuk mendapatkan dosis kedua atau ketiga.
Sedangkan Croucher menyimpulkan kegagalan pemberian vitamin K1 oral
dosis kedua dan ketiga adalah karena tidak adanya lisensi terhadap
preparat oral.12,39
Pada penelitian ini tidak satupun dari sampel yang mengalami
perdarahan baik onset dini, bentuk klasik ataupun onset lambat walaupun
nilai PT pada saat lahir dua sampai tiga kali nilai normal pada orang
dewasa dimana pada kelompok yang diteliti rerata nilai PT 36,34 (SD
20,03) detik pada kelompok oral dan 31,96 (SD 25,51) detik pada
kelompok intramuskuler. Dikatakan bahwa nilai PT normal pada orang
dewasa 12,4 (SD 1,55) detik.4 Wariyar dkk pada observasinya terhadap
pemberian vitamin K1 profilaksis oral 1 mg dosis tunggal di Inggris
mendapatkan 4 kasus PDVK onset lambat dari 182.000 bayi yang diteliti,
dari 4 kasus ini 2 tidak mendapatkan vitamin K1 profilaksis dan 2 kasus
kegagalan pemberian vitamin K profilaksis oral adalah kelainan
hepatobilier seperti kolestasis. Pereira dkk mendapatkan kadar vitamin K
plasma lebih tinggi setelah pemberian vitamin K oral dibanding dengan
suntikan pada bayi sehat. Dosis yang sama diberikan pada bayi dengan
gangguan hepatobilier tidak mampu meningkatkan kadar vitamin K dalam
plasma.41 Hal ini juga dilaporkan oleh van Hasselt dkk pada penelitian di
Belanda dan Denmark, dimana didapatkan perdarahan pada bayi-bayi
dengan ASI eksklusif yang mendapatkan profilaksis vitamin K1 oral 25
μg/hari pada bayi yang terdiagnosis sebagai atresia bilier, tidak dengan
pemberian vitamin K1 intramuskuler 2 mg saat lahir atau dosis oral vitamin
K1 1 mg/minggu.42 Penelitian ini menitik beratkan risiko perdarahan oleh
PDVK ini terhadap bayi yang mendapat ASI sejalan dengan program
pemerintah tentang promosi ASI eksklusif. Walaupun data tentang
kelainan ini belum ada secara pasti, beberapa peneliti memperkirakan
risiko PDVK jauh lebih tinggi di negara berkembang dibanding negara
maju karena hampir semua laporan tentang PDVK onset lambat berasal
dari negara berkembang.23,24,43
Masa protrombin diperiksa untuk menilai efek pemberian vitamin K
terhadap faktor koagulasi, dimana pada penelitian ini didapatkan
perubahan nilai PT pada kedua kelompok setelah pemberian vitamin K
baik secara oral ataupun intramuskuler. Dikatakan bahwa nilai PT pada
bayi baru lahir lebih rendah dibandingkan dengan anak dan dewasa. Hal
tidak diperiksa kadar PIVKA II atau konsentrasi vitamin K plasma karena
tidak tersedianya pemeriksaan ini. Beberapa literatur menyatakan bahwa
pemeriksaan PIVKA II sangat spesifik dan sensitif dalam mendiagnosis
PDVK subklinik.4,14 PIVKA II tidak terdeteksi pada bayi yang mendapat
susu formula dan orang dewasa, tetapi sering ditemukan pada pada bayi
yang mendapat ASI eksklusif dan tidak mendapatkan vitamin K
profilaksis.44,45 Walaupun pemeriksaan PIVKA II atau pemeriksaan kadar
vitamin K plasma sangat bermanfaat untuk mendiagnosis PDVK, tetapi
hanya nilai PT yang dikatakan berkorelasi dengan risiko terjadinya
perdarahan.14
Berbagai cara untuk mencegah terjadinya PDVK pada bayi pernah
dilakukan seperti pemberian suplementasi pada ibu hamil dan menyusui,
tetapi cara ini masih kontroversi. Pemerian pada ibu hamil tidak efektif
karena sedikitnya vitamin K yang akan melewati sawar plasenta.4
Pemberian suplementasi vitamin K pada ibu menyusui 5 mg/hari dapat
meningkatkan kadar vitamin K plasma bayi sampai usia 12 minggu yang
mendapatkan ASI eksklusif dengan catatan sudah mendapatkan
profilaksis vitamin K1 1 mg/IM saat lahir.46
Preparat oral yang digunakan pada penelitian ini adalah tablet
vitamin K1 (Kaywan, Eisai) yang dijadikan pulvis dan diberikan melalui
pipa nasogastrik dan dilarutkan dengan ASI. Von Kries dkk mendapatkan
bahwa pemberian oral mixed micellar vitamin K (preparat baru) tidak lebih
dosis 3 X 2 mg untuk mencegah VKDB onset lambat.47 Penelitian di
Inggris menyimpulkan bahwa tidak ada kesamaan cara atau dosis
pemberian vitamin K pada klinik bersalin atau rumah sakit terhadap
implementasi kebijakan pemberian vitamin K profilaksis pada bayi baru
lahir. Alasan adanya perbedaan tersebut antara lain adalah penolakan
dari orangtua bayi, preparat yang akan diberikan tidak mendapat lisensi,
serta penemuan terbaru tentang profilaksis terhadap PDVK.39,48 Pada
penelitian ini perubahan nilai PT pada kelompok oral lebih baik dibanding
kelompok intramuskuler namun setelah diuji secara statistik tidak
didapatkan perbedaan secara bermakna pada kedua kelompok. Sama
dengan yang disimpulkan oleh Greer dkk dimana dibuktikan bahwa
konsentrasi vitamin K plasma setelah pemberian oral lebih tinggi
dibanding dengan pemberian secara intramuskuler dan demikian pula
dengan perbaikan terhadap faal hemostasis.11 Crowther dkk yang
membandingkan nilai PT dengan menggunakan INR (International
Normalized Ratio) setelah pemberian vitamin K1 secara oral dengan
subkutan dosis yang sama menyimpulkan bahwa penurunan nilai INR
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari penelitian ini dapat kami simpulkan bahwa pemberian vitamin K1 oral
dosis multipel sama efeknya dengan dosis tunggal intramuskuler terhadap
perbaikan masa protrombin pada bayi aterm dan pemberian vitamin K1
oral dosis multipel sama efektifnya dengan dosis tunggal intramuskuler
dalam mencegah PDVK onset lambat
5.2 Saran
Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk melihat efektifitas pemberian
vitamin K profilaksis secara oral sehingga dapat dijadikan alternatif
profilaksis terhadap PDVK pada bayi baru lahir. Diperlukan sosialisasi
pemberian vitamin K lebih luas dan rekomendasi yang tegas sehingga
RINGKASAN
Bayi baru lahir mengalami defisiensi faktor pembekuan yang tergantung
vitamin K, hal ini disebabkan berbagai alasan antara lain rendahnya
cadangan vitamin K pada saat lahir, kadar vitamin K yang rendah pada air
susu ibu, prematuritas, bayi yang lahir dari ibu yang mendapat
antikonvulsi atau antikoagulan, terlambatnya kolonisasi bakteri usus
disebabkan oleh terlambatnya pemberian diet, ASI eksklusif, diare hebat,
serta pemberian antibiotik terutama jangka lama. Manifestasi klinis berupa
perdarahan ringan hingga berat. Penatalaksanaan lebih ditujukan kepada
profilaksis. Profilaksis terhadap kelainan ini adalah berdasarkan
rekomendasi AAP yaitu pemberian vitamin K1 1 mg intramuskuler, tetapi
cara ini bersifat invasif. Pemberian profilaksis secara oral lebih aman,
murah, dan tidak invasif. Pemberian tiga dosis oral vitamin K sama
efektifnya dengan dosis tunggal intramuskuler dalam mencegah semua
bentuk PDVK. Kepatuhan terhadap tiga dosis ini rendah. Penelitian ini
membandingkan dua dosis oral vitamin K1 (Kaywan, Eisai) dengan dosis
tunggal intramuskuler (phylloquinone). Tidak terdapat perbedaan
bermakna perubahan masa protrombin antara dua kelompok. Tidak
dijumpai manifestasi perdarahan pada kedua kelompok yang diteliti.
Kepatuhan terhadap dua dosis ini lebih baik dan mencegah semua onset
SUMMARY
Newborn baby is born with low level of vitamin K dependent coagulation
factors, this drop is caused by low body stores vitamin K at birth, low level
in human milk, prematurity, maternal anticoagulants and anticonvulsants,
delay the colonization of the gut, breastfeeding, severe diarrhea, and
antibiotics. Clinical manifestation from mild to severe bleeding.
Management is prophylactic rather than therapeutic. Prophylaxis to this
bleeding problem is recommended by AAP with 1 mg vitamin K1
intramuscular at birth, but this is an invasive procedure. Oral
administration of vitamin K is effective, less expensive, and less traumatic
than intramuscular. Three dose oral prophylaxis were as efective as single
dose intramuscular in preventing all onset of VKDB. Compliance with
such regimen is poor. This study compare two dose oral vitamin K1
(Kaywan,Eisai) with single dose intramuscular (Phylloquinone) .No
significant differences prothrombin time changes between the two
regimen. We did not find any kind of bleeding in two study groups. We
suggest that compliance with two oral dose higher than three oral and can
DAFTAR PUSTAKA
1. American Academy of Pediatric, Committee on Fetus and Newborn. Controversies concerning vitamin K and the newborn. Pediatrics 2003; 112:191-2
2. Rennie JM, Roberton NR. Coagulation disorders. Dalam: Rennie JM, Roberton NR, penyunting. Textbook of neonatology. Edisi ke-3. Edinburgh: Churchill, 1999. h. 798-800
3. Lubis B. Therapy and prophylaxis of vitamin K. Dalam: Garna H, Nataprawira HMD, editor. Proceedings book KONIKA XIII. Bandung: Kongres Ilmu Kesehatan Anak XIII, 2005:302-6
4. Andrew M. Developmental hemostasis: relevans to newborn and infants. Dalam: Nathan GD, Orkin SH, penyunting. Nathan and Oski’s hematology of infancy and childhood. Edisi ke-5. Philadelphia: WB Saunders, 1998. h. 114-57
5. McNinch AW, Upton C, Samuels M, Shearer MJ, McCarthy P, Tripp JH, dkk. Plasma concentrations after oral or intramuscular vitamin K1 in neonates. Arch Dis Child. 1985; 60:814-18
6. Canadian Paediatrics Society. Routine administration of vitamin K to newborns. J Paediatr Child Health. 1997; 6:429-31
7. Golding J, Paterson M, Kinlen LJ. Factors associated with childhood cancer in national cohort study. Br J Cancer.1990; 62:304-8
8. Golding J, Greenwood R, Birmingham K, Mott M. Childhood cancer, intramuscular vitamin K, and pethidin giving labour. BMJ. 1992; 305:341-6
9. Raspati H, Reniarti L, Susanah S. Hemorrhagic disease of the newborn. Dalam: Permono B, Sutaryo, Windiastuti E, Abdulsalam M, penyunting. Buku ajar hematologi-onkologi anak. Jakarta: IDAI, 2005. h. 197-206
10. Puckett RM, Offringa M. Prophylactic vitamin K for vitamin K deficiency bleeding in neonates (Rev). Dalam: The Cochrane Library. Chichester UK: John Wiley & Sons, 2008.
11. Greer FR, Marshall SP, Severson RR, Smith DA, Shearer MJ, Pace DG, dkk. A new mixed micellar preparation for oral vitamin K prophylaxis: randomized controlled comparison with an intramuscular formulation in breast fed infants. Arch Dis Child. 1998; 79:300-5
12. Croucher C, Azzopardi D. Compliance with recommendations for giving vitamin K to newborn infants. BMJ. 1994; 308:894-5
13. von Kries R, Hachmeister A, Gobel U. Repeated oral vitamin K prophylaxis in West Germany: acceptance and efficacy. BMJ. 1995; 310:1097-8
penyunting. Pediatric hematology, edisi ke-2. London: Churchill; 2000. h. 662-3
15. Lanzkowsky P. Manual of pediatric hematology and oncology. Edisi ke-2. New York: Churchill Livingstone, 1995. h. 239-54
16. Manco-Johnson MJ. Hemostasis in the neonate. NeoReviews. 2008; 9(3):119-23
17. Bithell TC. Acquired coagulation disorder. Dalam: Lee GR, Bithell TC, Foerster J, Athens JW, Lukens JN. Wintrobe’s clinical hematology, penyunting. Edisi ke-9. Philadelphia: Lea & Febiger; 1993. h. 1473-7
18. Avery ME, Taeusch HW. Bleeding disorders in the newborn infant. Dalam: Schaffer’s diseases of the newborn, penyunting. Edisi ke-5. Philadelphia: Saunders,1984. h. 563-4
19. Sugiura I, Furie B, Walsh CT, Furie BC. Propeptide and glutamate-containing substrates bound to the vitamin K-dependent carboxylase convert its vitamin K epoxidase function from an inactive to an active state. Proc Natl Acad Sci. 1997; 94:9069-74 20. Furie B, Bouchard BA, Furie BC. Vitamin K-dependent biosynthesis
of γ-carboxyglutamic acid (rev). Blood. 1999; 93:1798-1808
21. Suttie JW. Sintesis of vitamin K-dependent proteins. FASEB J. 1993; 7:445-52
22. National Health and Medical Research Council, Joint statement and recommendations on vitamin K administration to newborn infants to prevent vitamin K deficiency bleeding in infancy. Aust Paediatr J. 2001; 117:1-11
23. Newton-Sanchez OA, Basurto-Celaya G, Richardson V, Gerson JB. Hemorrhagic disease of the newborn, a resurgent disease implications for prevention. Salud publica de mexico. 2002; 44:1-3
24. Danielsson N, Hoa DP, Thang NV, Vos T, Loughman PM.
Intracranial haemorrhage due to late onset vitamin K deficiency bleeding in Hanoi province, Vietnam. Arch Dis Child Fetal Neonatal Ed. 2004; 89:546-50
25. Health Technology Assesment Indonesia. Pemberian profilaksis vitamin K pada bayi. Konvensi Perdana HTA. Depkes RI: Jakarta, 2003
26. Hey E. Effect of maternal anticonvulsant treatment on neonatal blood coagulation. Arch Dis Child Fetal Neonatal Ed. 1999; 81:208-10
27. Canfield LM, Hopkinson JM, Lima AF, Silva B, Cutberto G. Vitamin K in colostrum and mature human milk over the lactation period-a cross sectional study. Am J Clin Nutr. 1991; 53:730-5
28. Haroon Y, Shearer MJ, Rahim S, Gunn WG, McEnery G, Barkhan P. The content of phylloquinone (vitamin K1) in human milk, cows’
29. Miller DR, Baehner RL. Blood disease of infancy and childhood. St Louis: Mosby, 1995. h. 968-75
30. Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG, Zenk KE. Neonatology management procedures on call problems disease and drugs. Edisi ke-5. New York: Mc Graw Hill, 2004. h. 243
31. Haroon Y, Bacon DS, Sadowski JA. Liquid-chromatographic
determination of vitamin K1 in plasma, with fluorometric detection.
Clin chem. 1986; 32:1925-9
32. Harrington DJ, Soper R, Edwards C, Savidge GF, Hodges SJ, Shearer MJ. Determination of the urinary aglycone metabolites of vitamin K by HPLC with redox-mode electrochemical detection. J Lipid Res. 2005; 46:1053-60
33. Martin DW. Vitamin & minerals. Dalam: Murray RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwell VW, penyunting. Harper’s illustrated biochemistry. Edisi ke-26. New York: McGraw-Hill, 2003. h. 487-8 34. Madiyono B, Moeslichan S, Sastroasmoro S, Budiman I, Purwanto
SH. Perkiraan besar sampel. Dalam: Sastroasmoro S, Ismael S, penyunting. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Jakarta: Sagung Seto, 2008. h. 302-30
35. Klebanoff MA, Read JS, Mills JL, Shiono PH. The risk of childhood cancer after neonatal exposure to vitamin K. NEJM. 1993; 329:905-8
36. Passmore SJ, Draper G, Brownbill P, Kroll M. Ecological studies of relation between hospital policies on neonatal vitamin K administration and subsequent occurrence of childhood cancer. BMJ. 1998; 316:184-9
37. Parker L, Cole M, Craft AW, Hey EN. Neonatal vitamin K
administration and childhood cancer in north of England: retrospective case-control study. BMJ. 1998; 316:189-93
38. McKinney PA, Juszczak E, Findlay E, Smith K. Case-control study of childhood leukaemia and cancer in Scotland: findings for neonatal intramuscular vitamin K. BMJ. 1998; 316:173-7
39. Ansell P, Roman E, Fear NT, Renfrew MJ. Vitamin K policies and midwifery practice questionnaire survey. BMJ. 2001; 322:1148-52. 40. Wariyar U, Hilton S, Pagan J, Tin W, Hey E. Six experience of
prophylactic oral vitamin K. Arch Dis Child Fetal Neonatal Ed. 2000; 82:64-8
41. Pereira SP, Shearer MJ, Williams R, Mieli-Vergani G. Intestinal absorption of mixed micellar phylloquinone (vitamin K1) is unreliable
in infants with conjugated hyperbilirubinemia: implications for oral prophylaxis of vitamin K deficiency bleeding. Arch Dis Child Fetal Neonatal Ed. 2003; 88:F113-18
43. Victoria CG, van Haecke P. Vitamin K prophylaxis in less developed countries: policy issues and relevance to breastfeeding promotion. Am J Public Health. 1998; 88:203-9
44. Cornelissen EA, Kollee LA, de Abreu RA, van Baal JM, Motohara K, Verbruggen B, et al. Effects of oral and intramuscular vitamin K prophylaxis on vitamin K1, PIVKA-II, and clotting factors in breast
fed infants. Arch Dis Child. 1992; 67:1250-4
45. Greer FR, Mummah-Schendel LL, Marshal S, Suttie JW. Vitamin K1
(Phylloquinone) and vitamin K2 (Menaquinone) status in newborns
during the first week of life. Pediatrics. 1988; 81(1):137-40
46. Greer FR, Marshal SP, Foley AL, Suttie JW. Improving the vitamin K status of breastfeeding infants with maternal vitamin k supplements. J Pediatr. 1997; 99:88-92
47. von-Kries R, Hachmeister A, Gobel U. Oral mixed micellar vitamin k for prevention of late vitamin k deficiency bleeding. Arch Dis Child Fetal Neonatal Ed. 2003; 88:109-12
48. Busfield A, McNinch A, Tripp J. Neonatal vitamin K prophylaxis in Great Britain and Ireland: the impact of perceived risk and product licensing on effectiveness. Arch Dis Child. 2007; 92:754-58
Lampiran 1
SURAT PERNYATAAN KESEDIAAN
Dengan ini saya, orangtua dari
Nama :……….. Umur :……….. Jenis kelamin :……….. Alamat :……….. Telp.:………
Setelah mempelajari dan mendapat penjelasan yang sejelas-jelasnya mengenai penelitian dengan judul : Perbandingan masa protrombin pasca pemberian vitamin K dosis multipel oral dengan dosis tunggal intramuskuler pada bayi aterm. Dan setelah mengetahui dan menyadari sepenuhnya risiko yang mungkin terjadi, dengan ini saya menyatakan bahwa saya mengijinkan dengan rela anak saya menjadi subjek penelitian tersebut dengan catatan sewaktu-waktu bisa mengundurkan diri apabila merasa tidak mampu untuk mengikuti penelitian ini.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya denganpenuh kesadaran dan tanpa paksaan dari siapapun juga.
Medan, 2006 Yang membuat pernyataan
(……….)
Saksi:
Perawat Pemimpin penelitian
Lampiran 2
KUESIONER PERBANDINGAN MASA PROTROMBIN SETELAH PEMBERIAN VITAMIN K DOSIS MULTIPEL ORAL DENGAN DOSIS TUNGGAL INTRAMUSKULER PADA BAYI ATERM
No urut : Tekanan darah ibu :………mmHg
Jumlah paritas :Gravida………Abortus……….Partus
Lampiran 3
Hasil pemeriksaan laboratorium
Nama Bayi : a/d……….
Hari pertama Hari ke empat
1. Hemoglobin
2. Lekosit
3. Hematokrit
4. Trombosit
RIWAYAT HIDUP
4. Sekolah Dasar di SDN 48 Padang, tamat tahun 1985 5. Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Padang,
tamat tahun 1988
6. Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Padang tamat, tahun 1991
7. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang, tamat tahun 1998
Riwayat Pekerjaan
β Dokter honorer RS. Polda Sumatera Barat, Padang, tahun 1998-1999
β Dokter PTT di Puskesmas Baso, Kabupaten Agam,
Propinsi Sumatera Barat, tahun 1999 - 2000.
β Dokter PTT di Puskesmas Pembantu Mencirim,
Kecamatan Tanah Tinggi, Kota Binjai, Propinsi Sumatera Utara tahun 2001-2002.
Pendidikan Spesialis
1. Adaptasi di BIKA FK. USU : 01-12-2003 s/d 31-12-2003 2. Pendidikan Tahap I/Junior : 01-01-2004 s/d 31-12-2004 3. Pendidikan Tahap II/Madia : 01-01-2005 s/d 31-12-2005 4. Pendidikan Tahap III/Senior: 01-01-2006 s/d 31-12-2006 5. Penelitian dan tesis : Januari 2007–September 2008