• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang dengan pendekatan soft system methodology

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang dengan pendekatan soft system methodology"

Copied!
471
0
0

Teks penuh

(1)

SOFT SYSTEM METHODOLOGY

TRISNA NINGSIH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Pengembangan UKM Sentra Industri Pengolahan Kerupuk Ikan dan Udang dengan Pendekatan Soft System Methodology adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

(3)

TRISNA NINGSIH. The Soft System Methodology Approach for SMEs Development in Center of Fish and Shrimp Crackers Processing Industry. Under direction of SUGENG HARI WISUDO, MARTANI HUSEINI, ACHMAD POERNOMO, and TRI WIJI NURANI.

Industry competition currently require the small and medium enterprises (SMEs) have competitive advantage. The study aims to formulate a policy alternate for SMEs development of center of fish and shrimp crackers processing industry in Indramayu by soft systems methodology (SSM) approach and new institutionalism in economics and sociology (NIES) with the specific purpose are: to analyze the main problems that occur, to formulate institutional framework, and to develop strategy for SMEs. Considering any problematic situation that needs to be improved, then used three-level analysis of the level of institutional macro, meso, and micro which based on the NIES, and using the SSM-based action research as a methodology. Based on the analysis of the competitiveness of SMEs obtained that the center is low, due to some problems faced at the macro level, (1) organizing, and (2) programs, activities, and budget; the meso level: the role of cooperative institution and associations, and at the micro level, (1) the capacity of human resources, (2) capital compliance, and (3) adequacy of raw material. The NIES framework using for SMEs development in the three levels of overall institutional framework shows (1) regulation, (2) the role of cooperatives institution and associations, and (3) internal constraints/problems in supporting the achievement of competitiveness of the center. These interrelationships form a synergistic relationship in three levels based on the competitiveness of the institutional framework, as follow (1) relationship in a top-down (macro-to meso and micro); and (2) relationships in a bottom-up (micro-to meso to macro). Development strategy for SMEs are improving capacity of the center which competitive supported by appropriate policies from the central and local government, through the strategy as follow (1) the establishment of the secretariat/working group for SMEs development to manage duties and functions; (2) mechanism to accommodate by the aspirations of the community; (3) increasing role of cooperatives institution and associations as a facilitator for SMEs interest in micro level, (4) increasing the capacity of human resources; (5) fulfillment of capital, and (6) adequacy of raw materials.

(4)

RINGKASAN

TRISNA NINGSIH. Pengembangan UKM Sentra Industri Pengolahan Kerupuk Ikan dan Udang dengan Pendekatan Soft System Methodology. Dibimbing oleh SUGENG HARI WISUDO, MARTANI HUSEINI, ACHMAD POERNOMO, dan TRI WIJI NURANI.

Kerupuk ikan dan udang merupakan salah satu produk unggulan Kabupaten Indramayu, dan sampai saat ini masih terus berkembang sebagai salah satu penghasil kerupuk ikan dan udang terbesar di Indonesia. Usaha pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu, banyak tersebar di wilayah sentra industri pengolahan kerupuk di Desa Kenanga Blok Dukuh, Kecamatan Sindang, Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Saat ini jumlah pengolah kerupuk ikan dan udang di Indramayu sebanyak 34 unit pengolahan ikan (UPI), yang terdiri dari 26 UPI skala usaha kecil dan 8 UPI skala usaha menengah dengan total produksi mencapai 1005-1240 ton per bulan (dengan nilai produksi Rp20 milyar-Rp25 milyar per bulan) atau 40-50 ton per hari (dengan nilai produksi Rp800 juta-Rp1 milyar per hari) dengan didukung tenaga kerja sebanyak 1597 orang.

Seiring dengan perkembangan usahanya, usaha kecil dan menengah (UKM) sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu banyak mengalami permasalahan sehingga mengakibatkan daya saingnya rendah. Permasalahan yang sering dijumpai adalah penurunan produksi pada saat musim hujan, ditambah dengan keterbatasan modal usaha, rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM), dan terbatasnya akses pasar merupakan kelemahan yang mendasar.

Sehubungan daya saing UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu, penelitian ini akan mengembangkan UKM menggunakan tiga tingkat tataran kelembagaan makro, meso, dan mikro yang berpijak pada the new institutionalism in economics and sociology (NIES) sebagai basis analisis, dan menggunakan soft systems methodology (SSM) based action research sebagai metodologinya. Selanjutnya, penelitian ini bertujuan merumuskan alternatif kebijakan pengembangan UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu dengan pendekatan SSM dan NIES melalui tujuan khusus yaitu 1) merumuskan permasalahan utama yang terjadi, 2) memformulasikan kerangka kelembagaan, dan 3) menyusun strategi pengembangan UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu.

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pengembangan UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu dalam tataran makro, meso, dan mikro, terlihat bahwa fakta lapangan (real world) pada UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu bersifat kompleks, problematis, selalu berubah, dan ditandai dengan beragam sudut pandang dari setiap orang yang terlibat di dalamnya, yang masing-masing memiliki kehendak untuk melakukan aktivitas yang punya maksud guna mewujudkan tujuannnya masing-masing.

Hasil penelitian terhadap pengembangan UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu, dapat disimpulkan:

(5)

tataran mikro yaitu (1) kualitas SDM; (2) permodalan; dan (3) bahan baku. 2) Pengembangan UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di

Indramayu, menunjukkan adanya hubungan timbal balik di antara tiga tataran (makro, meso dan mikro). Penggunaan framework NIES pada pengembangan UKM untuk tiga tingkat kerangka kelembagaan secara keseluruhan menunjukkan adanya (1) regulasi, (2) peran koperasi dan asosiasi, dan (3) kendala/permasalahan internal dalam mendukung tercapainya daya saing UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu. Hubungan timbal balik ini berupa hubungan sinergis pada tiga tingkat kerangka kelembagaan berbasis daya saing, yaitu:

Pertama, hubungan secara top-down (makro ke meso dan mikro) yang timbul dari kebutuhan terhadap aturan yang jelas, yang memberikan kesempatan dan kepastian usaha bagi UKM untuk dapat menjalankan usahanya, mengakses sumber daya produktif dan mendapatkan perlindungan usaha dari persaingan yang tidak sehat. Aturan yang jelas juga dapat mendorong terbentuknya usaha bersama/kolektif yang memungkinkan tercapainya skala usaha dan efisiensi usaha yang lebih tinggi di antara UKM, yang difasilitasi melalui koperasi atau asosiasi.

Kedua, hubungan secara bottom up (dari mikro ke meso ke makro), dimana aspirasi UKM yang disalurkan melalui koperasi dan asosiasi menjadi masukan bagi kebijakan di tingkat makro yang dibutuhkan untuk penguatan kelembagaan (insitutional strengthening) dan kapasitas UKM. Berkembangnya UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu dengan ciri khas masing-masing produk kerupuk ikan dan udang, juga dapat mempengaruhi pengembangan struktur kebijakan dan pembinaan yang perlu disediakan untuk mendukung pengembangan UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu.

Hubungan timbal balik di antara tiga tataran (makro, meso, dan mikro) pada UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu sudah berjalan, meskipun masih perlu dioptimalkan.

3) Kebijakan pengembangan UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu yaitu meningkatkan kapasitas UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu yang berdaya saing didukung oleh kebijakan yang tepat oleh pemerintah pusat dan daerah, melalui strategi sbb:

(1) Pembentukan Sekretariat/Tim Pokja Pengembangan UKM yang juga mengatur tupoksi masing-masing bidang.

(2) Penetapan mekanisme penyerapan aspirasi masyarakat.

(3) Peningkatan peran koperasi dan asosiasi sebagai fasilitator bagi kepentingan UKM di tataran mikro.

(4) Peningkatan kualitas SDM. (5) Pemenuhan modal usaha. (6) Pemenuhan bahan baku.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

SOFT SYSTEM METHODOLOGY

TRISNA NINGSIH

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor pada

Program Studi Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Penguji pada Ujian Tertutup : Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc Dr. Mustaruddin, S.TP

(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya, sehingga disertasi ini berhasil diselesaikan. Saya ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Ketua komisi pembimbing, Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si, dan anggota komisi pembimbing, Prof. Dr. Martani Huseini, M.B.A, Dr. Ir. Achmad Poernomo, M.App.Sc, dan Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si yang telah banyak memberi bimbingan ilmu pengetahuan, dan dukungan dalam penyelesaian penyusunan disertasi ini.

2. Penguji luar komisi ujian tertutup, Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc dan Dr. Ir. Mustaruddin, M.Si, dan penguji luar komisi ujian terbuka, Dr. Ir. Andin H. Taryoto, M.Sc dan Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr yang telah memberikan banyak saran dan perbaikan untuk kesempurnaan disertasi saya.

3. Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan-Kementerian Kelautan dan Perikanan, Ir. Saut P. Hutagalung, M.Sc; Sekretaris Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan-KKP, Dr. Ir. Syafril Fauzi, M.Sc; dan Direktur Pengolahan Hasil-Ditjen P2HP, Dr. Ir. Santoso, M.Phil yang telah memberikan izin dan kesempatan kepada saya untuk menempuh pendidikan Doktor di IPB dan selalu memberikan dorongan serta semangat.

4. Ketua Mayor Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc; dan Ketua Departemen PSP Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc beserta seluruh staf pengajar dan administrasi pada program studi SPT atas semua bantuan dan fasilitas yang disediakan sehingga saya dapat mengikuti pendidikan dengan baik dan lancar.

5. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat beserta staf, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Indramayu beserta staf, Ketua Koperasi Kerupuk Mitra Industri Indramayu beserta anggota, Ketua Asosiasi Pengusaha Kerupuk Indramayu beserta anggota, dan Ketua kelompok UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu beserta anggota, yang telah membantu selama pengumpulan data di lapangan.

6. Prof Dr. Daniel R. Monintja; Dr. Sunoto, MES; Dr. Ir. Widodo Farid Ma’ruf, M.Sc; dan Dr. Ir. Simson Masengi, M.Sc yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepada penulis untuk segera menyelesaikan pendidikan.

7. Dr. Ir. Sudarsono Hardjosoekarto, M.A; Dr. Dra. Rachma Fitriati, M.Psi; Sylvia Ruhulessyn, M.Si, dan Tim di Padepokan SSM-FISIP Universitas Indonesia, terima kasih atas konsep dan paradigma SSM dalam ilmu pengetahuan.

8. Rekan-rekan seperjuangan angkatan 2009 Mayor SPT dan TPT Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, atas jalinan persahabatan dan persaudaraan selama menempuh pendidikan di Departemen PSP.

9. Terima kasih tak terhingga juga saya haturkan kepada pendorong utama saya dalam penyelesaian pendidikan ini, yaitu keluarga kecil saya: suami dan kedua putri tercinta serta seluruh keluarga besar atas segala doa, perhatian, dan kasih sayangnya.

(11)

Penulis dilahirkan di Tasikmalaya pada tanggal 18 Mei 1965 sebagai anak kedua dari tujuh bersaudara, dari pasangan Alm. H. Moh. Thohir dan Alm. Hj. E. Ruhaesih. Pendidikan pada Program Diploma IV Ahli Usaha Perikanan Jakarta, lulus pada tahun 1991. Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas Perikanan Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Universitas Satya Negara Indonesia, lulus tahun 2003. Pada bulan Agustus 2003, penulis diterima di Program Studi Teknologi Kelautan pada Program Pascasarjana IPB dan lulus bulan Mei 2006. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada Program Studi Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap IPB diperoleh bulan Agustus 2009. Beasiswa pendidikan program doktor diperoleh dari Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Penulis bekerja sebagai staf di Direktorat Bina Sumber Hayati, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, Departemen Pertanian sejak tahun 1987 s.d 2000, mulai tahun 2000 s.d 2002 sebagai staf di Direktorat Hubungan Kelembagaan Pemerintah, Masyarakat dan Dunia Usaha, Direktorat Jenderal Peningkatan Kapasitas Kelembagaan, Departemen Kelautan dan Perikanan, mulai tahun 2002 s.d 2005 sebagai Kepala Subbagian Program di Sekretariat Direktorat Jenderal Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Pemasaran, DKP, mulai tahun 2005 s.d 2008 sebagai Kepala Seksi Prasarana Pengolahan di Direktorat Pengolahan Hasil, Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan mulai tahun 2008 s.d 2009 sebagai Kepala Seksi Kerjasama UKM di Direktorat Pengolahan Hasil, Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan. Selain itu, penulis juga aktif mengikuti kegiatan-kegiatan seminar, pelatihan, dan workshop baik di dalam negeri maupun luar negeri.

Selama mengikuti program doktor, dua buah artikel telah diterbitkan dengan judul ”Keunggulan Kompetitif UKM Sentra Pengolahan Kerupuk Ikan dan Udang di Indramayu Berbasis Sumber Daya” pada Jurnal Manajemen Pengembangan Industri Kecil Menengah Vol. 7 No. 1, Edisi Februari 2012 dan artikel berjudul

(12)

DAFTAR ISTILAH

FGD (Focus Group Discusion)atau diskusi kelompok terarah adalah suatu proses pengumpulan informasi suatu masalah tertentu yang sangat spesifik melalui diskusi kelompok.

HACCP (Hazard Analysis Critical Control Points) adalah piranti untuk menilai bahaya dan menetapkan sistem pengendalian yang memfokuskan pada pencegahan dari pada mengandalkan sebagian besar pengujian produk akhir (end product testing) atau suatu sistem pencegahan untuk keamanan pangan.

GMP (Good Manufacturing Practices) adalah penjelasan tentang persyaratan minimum dan pengolahan umum yang harus dipenuhi dalam penanganan bahan pangan di seluruh mata rantai pengolahan dari mulai bahan baku sampai produk akhir.

SSOP (Sanitation Standard Operational Procedure) atau standar operasional prosedur sanitasi adalah serangkaian proses yang dilakukan untuk menjaga kebersihan sejak penerimaan bahan baku, pengolahan, pengemasan dan penggudangan produk, sampai produk akhir didistribusikan.

SOP (Standard Operational Procedure) atau standar operasional prosedur adalah pedoman atau acuan untuk melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan fungsi dan alat penilaian kinerja berdasarkan indikator teknis, administrasif dan prosedural sesuai dengan tata kerja, prosedur kerja dan sistem kerja pada unit kerja yang bersangkutan.

UKM (Usaha Kecil dan Menengah) adalah unit usaha sesuai UU RI No. 20 Tahun 2008 dan Permen KP No. 18 Tahun 2006.

SSM (Soft System Methodology) merupakan kerangka kerja pemecahan masalah sesuai Checkland dan Poulter (2006) yaitu dengan tujuh prinsip proses dasar dalam penggunaan SSM.

(13)

Halaman

DAFTAR TABEL ………... iii

DAFTAR GAMBAR ………...…………...….... v

DAFTAR LAMPIRAN ………...… vii

1 PENDAHULUAN ………...….…. 1

1.1 Latar Belakang ………...……….…... 1

1.2 Perumusan Masalah ……….. 13

1.3 Tujuan Penelitian ………...………..……. 16

1.4 Manfaat Penelitian ………...………. 17

1.5 Batasan Masalah ………... 17

1.6 Kerangka Pemikiran ………..………... 20

1.7 Kebaruan (Novelty) ………... 27

2 TINJAUAN PUSTAKA ………..………….. 29

2.1 Usaha Kecil dan Menengah (UKM) ..………... 29

2.1.1 Definisi dan kriteria UKM ………..……… 29

2.1.2 Jenis dan karakteristik dasar UKM ………...… 37

2.2 Pengembangan UKM dengan Pendekatan Sentra (Clustering) …… 39

2.3 Pengolahan Kerupuk Ikan dan Udang …………..……….... 43

2.4 Daya Saing atau Competi tive Advantage………..….……. 45

2.4.1 Daya saing pada tingkat makro ………..…..….. 47

2.4.2 Daya saing pada tingkat meso ……….………….….. 51

2.4.3 Daya saing pada tingkat mikro ……….…………... 52

2.5 Soft System Methodology (SSM) .……... 59

2.6 Tiga Tingkat Kerangka Kelembagaan ……….………. 66

2.6.1 Tataran Makro ……….………...…... 67

2.6.2 Tataran Meso ………….………….……….….. 68

2.6.3 Tataran Mikro ………..……….…………..……... 70

2.7 Riset Tindakan ……….………….………. 71

2.8 Tinjauan Studi Terdahulu yang Relevan ……….………. 82

3 METODOLOGI …………..………..………..……….…. 89

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ……… 89

3.2 Metode Penelitian ……….………….... 89

3.3 Pengumpulan Data ……….……….….. 92

3.4 Narasumber Penelitian ... 94

3.5 Tahapan Penelitian ……… 94

(14)

ii

4 GAMBARAN UKM SENTRA PENGOLAHAN KERUPUK IKAN

DAN UDANG DI INDRAMAYU, JAWA BARAT ……….… 103

4.1 Sejarah Singkat ……….……… 103

4.2 Visi dan Misi …….………..……….…. 104

4.3 Strategi yang Dijalankan ………..…. 104

4.4 Proses Produksi Pengolahan Kerupuk …….………….………….... 105

4.5 Produksi dan Harga …….……….. 113

4.6 Pemasaran ………..………... 114

4.7 Kemitraan dan Jaringan Usaha ………. 116

4.8 Sumber Daya yang Dimiliki ………..………... 116

4.9 Analisis Situasi UKM ………..………..………... 123

5 PENGUNGKAPAN SITUASI MASALAH …………...……….. 125

5.1 Analisis Intervensi ………..………….……….. 125

5.2 Analisis Sosial ……….………….……….. 126

5.3 Analisis Politik ……….…..………….………….……….. 128

5.4 Rich Picture………..……….. 133

6 ROOT DEFINITIONs DAN MODEL KONSEPTUAL …..……...….. 161

6.1 Root Definition………….……..…………..……….. 161

6.2 Model Konseptual ……….………... 169

7 PERBANDINGAN DAN PERUBAHAN …………...…………...….. 183

7.1 Perbandingan Model Konseptual dan Dunia Nyata ... 183

7.2 Perubahan yang Diinginkan ………….……… 202

8 KESIMPULAN DAN SARAN ………..….………. 207

8.1 Kesimpulan ………..…. 207

8.2 Saran ……….…………..……….….… 208

DAFTAR PUSTAKA ………...……….. 211

(15)

iii

Halaman

1 Komposisi kerupuk ikan dan udang (per 100 gram) ... 8

2 Perhitungan nilai kumulatif parameter skala usaha ... 35

3 Perbandingan karakteristik dasar UKM antar negara……….. 38

4 Pilihan peran pemerintah dalam pengembangan daya saing……….….. 50

5 Analisis Root Definitions ………. 63

6 Karakteristik utama pendekatan riset tindakan ... 72

7 Komparasi riset tindakan dengan positivist science ... 73

8 Perbandingan antara paradigma positivism dengan riset aksi ... 74

9 Perbedaan umum dua kategori berpikir serba sistem ... 90

10 Framework penelitian ... 91

11 Tahapan penelitian dengan pendekatan SSM ... 95

12 CATWOE dan 3E ………. 100

13 Jenis aktivitas, alokasi tenaga kerja, dan waktu per UPI di Indramayu… 117 14 Sumber daya fisik per UPI pada UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu ……….… 118

15 Sumber daya keuangan per UPI pada UKM sentra industri di Indramayu ………..….. 120

16 Pendapat aktor tentang permasalahan dalam tataran makro ... 140

17 Pendapat aktor tentang permasalahan dalam tataran meso ... 143

18 Pendapat aktor tentang permasalahan dalam tataran mikro ... 153

19 CATWOE dan 3E dalam Root Definition 1 ……….... 162

20 CATWOE dan 3E dalam Root Definition2 ………..………….. 163

21 CATWOE dan 3E dalam Root Definition3 ………..……….. 163

22 CATWOE dan 3E dalam Root Definition4 ………..………….. 164

23 CATWOE dan 3E dalam Root Definition5 ………..…….. 165

24 CATWOE dan 3E dalam Root Definition6 ………..….. 166

25 Root Definitions penelitian ………..……..…..… 168

26 Pembentukan Sekretariat/Tim Pokja Pengembangan UKM ………….. 184

(16)

iv

28 Peningkatan peran koperasi dan asosiasi ……….….… 191

29 Peningkatan keterampilan SDM ………..…. 194

30 Pemenuhan modal usaha ……….………..….….…. 197

(17)

v

Halaman

1 Kapabilitas atau kompetensi entrepreneurial ... 21

2 Persaingan industri dalam menciptakan sumber daya dan kapabilitas ….. 22

3 Sumberdaya, kapabilitas dan daya saing ………... 23

4 Framework antara firm dengan pesaing ……… 24

5 Kerangka berpikir penelitian dengan pendekatan SSM ……….... 27

6 Jaringan kelembagaan dalam klaster UKM di Indonesia ……….…. 43

7 Alur proses pengolahan kerupuk……….….. 44

8 Simplifikasi pengertian daya saing ……… 47

9 Proses dasar SSM ……….………. 66

10 Model dari NIES ... 67

11 Representasi dari siklus action research ... 78

12 Proses penggunaan SSM ... 79

13 Riset tindakan sebagai proses siklus ganda ... 79

14 Problem solving interest ... 80

15 Research interest ... 80

16 Kerangka kerja riset tindakan... 81

17 Plang sentra industri pengolahan kerupuk di Indramayu ... 103

18 Alur proses pengolahan kerupuk ikan dan udang ... 105

19 Bahan baku utama dan penunjang dalam pembuatan kerupuk ... 106

20 Penyiangan ikan ... 108

21 Penyimpanan fillet ikan ... 108

22 Proses pencucian fillet ikan ... 108

23 Proses penggilingan ikan ... 109

24 Adonan kerupuk ... 109

25 Pencetakan adonan kerupuk ... 110

26 Pengukusan adonan kerupuk ... 110

27 Pendinginan adonan kerupuk ... 111

28 Pengirisan adonan kerupuk ... 112

29 Proses pengeringan kerupuk ... 112

(18)

vi

31 Penyimpanan kerupuk ... 113

32 Toko kecil penjualan produk di bagian depan bangunan UPI ... 115

33 Diagram alir rantai pemasaran kerupuk ikan dan udang di Indramayu ... 115

34 Beberapa peralatan yang digunakan di Indramayu ……….….. 119

35 Struktur organisasi pada skala usaha menengah ……….….. 121

36 Struktur organisasi pada skala usaha kecil ……… 121

37 Proses creat dan recreates antara roles, norms, dan values…………..… 126

38 Organisasi pengembangan UKM saat ini ... 135

39 Program dan kegiatan pengembangan UKM ……… 138

40 Kondisi pada UKM sentra di Indramayu yang belum sesuai standar ….. 146

41 Air bekas pencucian ikan yang dibuang ke parit/got ………. 146

42 Bahan baku ikan dan udang dalam pembuatan kerupuk di Indramayu …. 150 43 Toko kecil untuk menjual produk, terletak di depan bangunan UPI ……. 152

44 Promosi dan iklan di media internet ……….…. 152

45 Gambaran situasi masalah UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu ……… 159

46 Model konseptual pembentukan Sekretariat/Tim Pokja ……….. 171

47 Model konseptual mekanisme penyerapan aspirasi masyarakat ……….. 173

48 Model konseptual peningkatan peran koperasi dan asosiasi ………. 176

49 Model konseptual peningkatan kualitas SDM ………….……….…. 178

50 Model konseptual pemenuhan modal usaha ………. 180

51 Model konseptual pemenuhan bahan baku ……… 182 52 Perspektif tiga tingkat kerangka kelembagaan pada pengembangan

(19)

vii

Halaman 1 Peta lokasi Desa Kenanga, Kecamatan Sindang, Kabupaten

Indramayu, Provinsi Jawa Barat ………... 223 2 Keragaan UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang

di Indramayu ... 225 3 Rekapan data UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan

udang di Indramayu tahun 2007-2011 ... 227 4 Biaya investasi pengolahan kerupuk di Indramayu Tahun 2011 ... 237 5 Biaya operasional pengolahan kerupuk di Indramayu Tahun 2011 …. 237 6 Perkembangan omset PT. Kelapa Gading Tahun 2005 s.d 2011 ... 237 7 Beberapa merek produk UKM sentra industri pengolahan kerupuk

ikan dan udang di Indramayu ... 239 8 Kegiatan diskusi, FGD, dan wawancara antara peneliti, pemerintah

(20)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Usaha kecil dan menengah (UKM) memainkan peran yang sangat penting di dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, tidak hanya di negara-negara sedang berkembang tetapi juga di negara-negara maju. Kelompok usaha tersebut selain menyerap paling banyak tenaga kerja, juga paling besar kontribusinya terhadap pembentukan atau pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) dibandingkan kontribusi dari usaha besar.

Kurun waktu tahun 2010-2011, jumlah usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) terdapat peningkatan sebesar 2.57 persen dari 53 823 732 unit pada tahun 2010 menjadi 55 206 444 unit pada tahun 2011. Seiring dengan peningkatan jumlah usaha UMKM, maka turut meningkatkan jumlah tenaga kerja yang diserap. Jumlah tenaga kerja yang diserap UMKM, terdapat peningkatan sebesar 2.33 persen dari 99 401 775 orang pada tahun 2010 menjadi 101 722 458 orang pada tahun 2011 (Kemenkop & UKM 2012).

Kenyataanya, skala usaha besar pada tahun 2010 jumlahnya sekitar 4800 unit dengan sumbangan terhadap PDB sekitar 43.27 persen. Skala UMKM mencapai 53 juta unit dengan sumbangan terhadap PDB sebesar 56.73 persen serta tingkat penyerapan tenaga kerja di atas 97 persen menjadikan UMKM sebagai sektor yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia pada umumnya (Kemenkeu 2012). Kurun waktu tahun 2010-2011 jumlah PDB UMKM terdapat peningkatan sebesar 24.15 persen dari Rp3 466.39 triliun pada tahun 2010 menjadi Rp4 303.57 triliun pada tahun 2011 (Kemenkop & UKM 2012).

Tambunan (2007) menyatakan, bahwa UKM di negara-negara sedang berkembang seperti di Asia, Afrika, dan Amerika Latin juga berperan sangat penting. Khususnya dari perspektif kesempatan kerja dan sumber pendapatan bagi kelompok miskin, distribusi pendapatan dan pengurangan kemiskinan, dan pembangunan ekonomi pedesaan.

(21)

menyolok dengan UKM di negara-negara maju. Pertanyaannya, kenapa bisa demikian.

Sumber terbesar dari sumbangan output UKM terhadap pembentukan PDB di negara-negara sedang berkembang, bukan produktivitas yang tinggi melainkan jumlah unit UKM jauh lebih banyak daripada usaha besar (Tambunan 2006). Selanjutnya, tingkat daya saing sangat dipengaruhi selain oleh banyak faktor lainnya juga oleh tingkat produktivitas (Tambunan 2008).

Saat ini dalam menghadapi persaingan industri, suatu perusahaan dituntut untuk memiliki daya saing yang lebih baik dari perusahaan lainnya. Namun, tidak semua perusahaan memiliki daya saing tersebut.

Daya saing merupakan suatu konsep yang dipercaya dapat membantu perusahaan untuk memenangkan persaingan tersebut. Kondisi dan alasan inilah, maka kebijakan promosi UKM di banyak negara baik kebijakan nasional maupun kebijakan dari lembaga-lembaga donor seperti Bank Dunia (atau Bank Pembangunan Asia untuk wilayah Asia) dan UNDP, dalam beberapa tahun belakangan ini semakin fokus pada pengembangan UKM dalam rangka peningkatan daya saing.

Menurut Darwin (2003), berbagai model pengembangan UKM telah dikembangkan di negara-negara maju. Jepang misalnya mengembangkan UKM melalui model ”sub-contracting” artinya perusahaan-perusahaan skala besar memberikan order kepada perusahaan-perusahaan skala menengah dan kecil untuk jenis-jenis pekerjaan yang tidak ditanganinya sendiri. Sebagai contoh, perusahaan raksasa mobil Toyota atau Mitsubishi hanya merakit mesinnya saja. Pengerjaan body mobil diserahkan kepada perusahaan subkontraktor skala menengah, dan pembuatan suku cadang disub-kontrakkan kepada perusahaan skala kecil. Model kemitraan ”sub-contracting” demikian, memungkinkan perusahaan besar, menengah dan kecil maju secara bersamaan.

(22)

3

permodalan UKM melalui penyertaan saham sementara. Setelah UKM berkembang dan mampu ”go public”, maka perusahaan modal ventura melakukan divestasi atau menarik kembali sahamnya.

Pengembangan UKM juga dapat dilakukan melalui model inkubator. Model ini, UKM diberdayakan dari aspek teknologi atau kemampuan bisnisnya untuk jangka waktu tertentu sampai tiba saatnya dilepaskan untuk dapat bersaing secara bebas di pasar. Model yang diperkenalkan di Amerika Serikat ini telah diterapkan di China dan berhasil dengan baik.

Sementara itu ”community based development” yakni pengembangan UKM berdasarkan daya dukung masyarakat, dikembangkan dengan sangat berhasil di Taiwan. Dalam hal ini masyarakat atas inisiatifnya sendiri atau inisiatif pihak pembina masyarakat di suatu lokasi atau daerah tertentu, kemudian pemerintah akan mendukung dengan berbagai fasilitas yang diperlukan baik infrastruktur maupun akses terhadap permodalan.

Salah satu strategi pengembangan UKM yang sangat baik untuk diterapkan di negara-negara berkembang adalah pengelompokan (clustering). Tambunan (2002) menyatakan, kerja sama dan sekaligus persaingan antar sesama UKM di subsektor yang sama di dalam suatu kelompok (klaster/sentra) akan meningkatkan efisiensi bersama (collective efficiency) dalam proses produksi, spesialisasi yang fleksibel (flexible specialization), dan pertumbuhan yang tinggi.

Pengembangan klaster (sentra) di beberapa negara, telah menjadi contoh terbaik atau best practices dalam meningkatkan daya saing UKM. Di Italia, khususnya di Italia bagian tengah-utara sebagai pusat pergerakan jejaring klaster UKM. Menurut Hatch (2000), bahwa pada awal tahun 1980-an pusat pertumbuhan yang pesat di daerah Emilia-Romagna dan sekitarnya menjadi perhatian para pakar di kawasan Eropa dan Amerika. Hasil studi menunjukkan pertumbuhan yang pesat di daerah ini terjadi karena kerja sama yang kuat antara asosiasi bisnis, dukungan teknologi, dan keinginan belajar dari pengalaman kerja sama dalam jejaring melalui klaster UKM yang telah mendukung keberhasilan tersebut.

(23)

Denmark diantaranya telah mengambil konsep Italia, untuk diterapkan dalam proyek pengembangan UKM pada tahun 1989 melalui pendekatan klaster. Pendorong keberhasilan pengembangan jejaring bisnis melalui klaster UKM di Denmark adalah peran dari ”the Danish Technological Institute”. Secara prinsip, program pengembangan jejaring bisnis dilakukan secara transparan melalui media massa (cetak dan elektronik). Program pengembangan ini juga mengajak pelaku bisnis sukses dan tentunya dukungan pemerintah dalam bentuk hibah untuk pengembangan jejaring produk baru atau memasuki pasar baru, dan program pelatihan bagi pialang jejaring bisnis guna mendorong kerja sama diantara UKM.

Salah satu proyek jejaring bisnis dengan pendekatan klaster yang juga sangat penting di Chile adalah proyek yang dikembangkan oleh ”the Chilean SME Assistance Agency, SERCOTEC” pada akhir tahun 1990. Proyek ini disebut ”Chile’s Proyectos de Fomento or PROFO program”, dan ditujukan untuk mengorganisasikan 10 sampai 30 UKM dalam kelompok untuk mendorong kerja sama dan menstimulus permintaan layanan SERCOTEC.

Dalam rangka memfasilitasi UKM, SERCOTEC menunjuk dan membayar penuh manajer yang melayani setiap kelompok. Tugas manajer adalah mengkoordinasikan layanan dari business development service (BDS) providers, aktivitas kelompok seperti kunjungan ke salah satu pabrik dan transportasi ke pameran dagang, serta promosi aktivitas bisnis kelompok (klaster). Proyek ini sudah berkembang 16 sentra/klaster PROFO, sampai dengan tahun 2000.

Pengembang sentra/klaster di India yaitu Development Alternatives Inc. (DAI), melalui bantuan USAID dengan proyek Microenterprise Best Practice telah mengembangkan program kaji tindak yang melibatkan klaster perusahaan kecil-kecil di bagian utara kota-kota dan desa-desa di India. Upaya ini, ditujukan untuk membangun jejaring yang efektif antara usaha mikro, kecil, dan menengah.

(24)

5

Peranan BDS Providers disisi lain juga sangat penting, oleh karena itu setiap BDS Providers harus menguasai operasionalisasi bisnis secara rutin. Selanjutnya secara konsepsi disadari, bahwa pemanfaatan layanan BDS secara bersama dalam kelompok menjadi semakin ringan apabila jumlah UKM dalam sentra atau klaster semakin besar.

Belajar dari pengalaman negara lain, tim studi JICA yang dipimpin oleh Hajime (2003) telah melakukan kajian selama dua tahun di Indonesia (2002-2003) tentang ”Strengthening Capacity of SME Cluster”. Tim studi JICA ini mengusulkan ”Master Concept and Strategy for SME Cluster Development from Lessons Learnt”. Tim ini telah mengkaji 10 sentra UKM di Jawa yaitu 1) sentra logam di Tegal, Sukabumi, dan Sidoarjo; 2) sentra furniture kayu di Klaten; 3) sentra gambir di Harau-50 Kota; 4) sentra minyak atsiri (vetiver) di Garut; 5) sentra pandai besi pembuatan alat-alat pertanian (blacksmith) di Tanjung Batu; 6) sentra tahu dan tempe di Mampang-Jakarta dan Bekasi; dan 7) sentra batu bata dan genteng di Kebumen.

Berdasarkan sepuluh sentra di atas, selanjutnya tim studi JICA memilih tiga sentra yaitu sentra logam di Sidoarjo, sentra furniture kayu di Klaten, dan sentra batu bata dan genteng di Kebumen untuk dikaji dan diamati secara rutin dan seksama. Hasil kajian didapatkan bahwa dalam rangka memperkuat klaster UKM, maka perlu membangun kerja sama dengan prinsip 3 C (competition/persaingan, cooperation/kerja sama, dan concentration/pemusatan).

Competition diharapkan untuk transparansi pemanfaatan informasi, masalah aspek legal, dan pengembangan model yang dinamis, dan penguatan kapasitas. Berdasarkan pendekatan ini, maka masa depan sentra/klaster akan menjadi acuan dalam membangun daya saing UKM. Cooperation ditujukan untuk meningkatkan kerja sama yang lebih selektif dan efektif, pendidikan dengan pendekatan model bisnis yang dinamis, dan kemitraan antara pemerintah, akademisi dan bisnis yang lebih erat. Concentration ditujukan agar pengembangan sentra/klaster dilakukan dengan kerja keras, dan pendekatan lebih fokus pada sektor yang memberikan pengaruh ganda (multiplier effect) yang lebih besar.

(25)

produk utama sentra dan usaha penunjang seperti pemasok bahan baku, subkontraktor dan pedagang perantara. Pembentukan sentra UKM merupakan salah satu kebijakan yang diterapkan pemerintah untuk dapat memajukan UKM. DKP (2006) menyatakan, bahwa sentra industri pengolahan hasil perikanan merupakan kumpulan dari beberapa unit pengolahan ikan (UPI) yang berada pada posisi yang sama dalam mata rantai nilai.

Pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM, telah menjadikan pengembangan sentra sebagai kebijakan dan program strategis dalam pemberdayaan UKM. Taufik (2004) menyatakan, bahwa sampai tahun 2004 melalui fasilitasi Kementerian Koperasi dan UKM telah dikembangkan sebanyak 1006 sentra UKM yang bergerak di berbagai sektor.

Bertitik tolak dari karakteristik dan kelemahan dari usaha UKM, maka pemerintah dalam mengembangkan sentra juga mengembangkan business development services provider (BDSP) serta fasilitasi pembiayaan bagi UKM melalui pengembangan sistem pembiayaan dana bergulir yang disalurkan oleh lembaga koperasi simpan pinjam (KSP) atau unit simpan pinjam koperasi (USP). Ketiga komponen ini yaitu sentra, BDS, dan KSP/USP dikembangkan secara terintegrasi untuk memberdayakan UKM, dimana strategi ini dikenal dengan istilah pemberdayaan UKM berbasis sentra.

Pengembangan sentra ini, tentu menjadi bagian penting dari upaya memberdayakan UKM lebih lanjut menuju bentuk klaster. Sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan aktivitas bisnis dalam sentra, usaha-usaha baru dengan berbagai cakupan bisnis yang menunjang aktivitas sentra akan berkembang. Selanjutnya, untuk sentra yang prospektif akan membutuhkan aktivitas usaha di sektor penyedia bahan baku, pemasaran, penelitian dan pengembangan, pengujian mutu, asuransi, dan lain sebagainya sebagai bentuk dari sebuah klaster.

(26)

7

menuju tumbuhnya klaster. Model klaster yang ideal adalah sinergi beberapa aktivitas usaha UKM yang saling terkait, baik dari aspek proses produksi yang melibatkan UKM di sektor hulu sampai hilir, maupun usaha jasa yang dikembangkan oleh UKM sebagai penunjang aktivitas bisnis dalam klaster.

Unit usaha sentra di Desa Kenanga Kabupaten Indramayu Provinsi Jawa Barat, merupakan wilayah sentra produksi pembuatan kerupuk ikan dan udang. Unit usaha sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang tersebut, merupakan unit usaha inti dalam sentra industri pengolahan kerupuk. Menurut DKP (2008) bahwa pengembangan unit usaha inti dalam sentra, diharapkan akan mampu meningkatkan kapasitas usaha berskala ekonomi dengan kelembagaan yang kuat serta dikelola secara profesional dengan akses dan penetrasi pasar yang kuat dan berdaya saing, serta mampu berproduksi lebih efisien dalam kawasan pengembangan.

Kerupuk ikan dan udang merupakan makanan kering dengan bahan baku ikan dicampur dengan tepung tapioka dan bumbu yang sangat digemari masyarakat, karena mengandung nilai gizi yang tinggi. Makanan ini sering digunakan sebagai pelengkap ketika bersantap, ataupun sebagai makanan ringan/ camilan. Bahkan untuk jenis makanan khas tertentu selalu dilengkapi dengan kerupuk. Makanan ini menjadi kegemaran masyarakat dikarenakan rasanya yang enak, gurih, dan renyah. Selain rasa yang enak tersebut, menurut Saraswati (1986) kerupuk ikan dan udang juga memiliki kandungan zat-zat kimia yang diperlukan oleh tubuh manusia. Komposisi zat kimia dalam kerupuk ikan dan udang disajikan dalam Tabel 1.

(27)

Tabel 1 Komposisi kerupuk ikan dan udang (per 100 gram)

Komponen Kerupuk Ikan Kerupuk Udang

Karbohidrat (%) 65.6 68.0

Air (%) 16.6 12

Protein (%) 16 17.2

Lemak (%) 0.4 0.6

Kalsium (mg/100 gram) 2 3.3

Fosfor (mg/100 gram) 20 33.7

Besi (mg/100 gram) 0.1 1.7

Vitamin A (mg) - 50

Vitamin B (mg) - 0.04

Sumber: Saraswati (1986)

Kerupuk ikan dan udang merupakan produk yang dijadikan sebagai salah satu produk unggulan Kabupaten Indramayu, dan sampai saat ini masih terus berkembang sebagai salah satu satu penghasil kerupuk ikan dan udang terbesar di Indonesia. Usaha pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu, banyak tersebar di wilayah sentra industri pengolahan kerupuk di Desa Kenanga Blok Dukuh, Kecamatan Sindang, Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat.

Saat ini jumlah pengolah kerupuk ikan dan udang di Indramayu sebanyak 34 unit pengolahan ikan (UPI), yang terdiri dari 26 UPI skala usaha kecil dan 8 UPI skala usaha menengah. Total produksi kerupuk mencapai 1005-1240 ton per bulan atau 40-50 ton per hari.

Proses pembuatan kerupuk ikan dan udang, sangat sederhana dan mudah diusahakan. Pengolahan kerupuk ini, disamping dapat diusahakan dengan peralatan modern, juga dapat dijalankan dengan peralatan sederhana/tradisional. Berdasarkan skala usaha, industri pengolahan kerupuk ikan dan udang dapat dilakukan oleh skala usaha besar, menengah, kecil, maupun mikro.

(28)

9

Berbeda dengan perusahaan skala usaha kecil dan mikro, sebaian besar menggunakan peralatan dengan teknologi sederhana/tradisional dan pangsa pasar yang masih terbatas pada pasar lokal.

Bank Indonesia (2007) menyatakan bahwa dilihat dari aspek ekonomi, usaha pengolahan kerupuk ikan dan udang merupakan bisnis yang menguntungkan. Peluang pasar dalam negeri, maupun ekspor untuk komoditi ini masih sangat terbuka. Hal ini dikarenakan kerupuk ikan dan udang merupakan konsumsi

sehari-hari masyarakat, sehingga permintaan untuk kerupuk ikan dan udang relatif stabil

bahkan cenderung mengalami peningkatan. Selain mampu meningkatkan

pendapatan bagi pengusaha, usaha ini juga mampu membantu meningkatkan

pendapatan masyarakat sekitar yang akhirnya berpengaruh pada perekonomian

daerah.

Usaha pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu dilihat dari aspek

sosial, mempunyai dampak sosial yang positif. UKM sentra industri ini mampu

menyerap tenaga kerja dari lingkungan sekitar unit pengolahan. Secara tidak

langsung, hal ini merupakan upaya penciptaan lapangan kerja yang mengurangi

jumlah pengangguran di wilayah Indramayu.

Seiring dengan perkembangan usahanya, UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu banyak mengalami permasalahan sehingga mengakibatkan daya saingnya rendah. Permasalahan yang sering dijumpai adalah penurunan produksi kerupuk pada saat musim hujan, ditambah dengan keterbatasan modal usaha, teknologi, dan akses pasar merupakan kelemahan yang mendasar.

(29)

Persoalan yang dihadapi UKM menurut Riyadi (2001) antara lain 1) rendahnya produktivitas, sumber daya manusia dan manajemen yang belum profesional, kurang tanggap terhadap perubahan teknologi dan kurangnya permodalan; dan 2) akses pasar yang belum memadai, termasuk di dalamnya jaringan distribusi yang berfungsi sebagai jalur pemasaran belum berjalan efisien. Supraptini (2011) menyatakan, bahwa UKM menghadapi permasalahan dalam membangun kemampuan inovasi karena penguasaan keterampilan dan adopsi teknologi yang kurang memadai bagi efektivitas dan efisiensi proses bisnisnya. Kelemahan substansial yang dimiliki adalah proses pembelajaran dalam mengadopsi keterampilan dan teknologi baru. Sebagian persoalan tersebut, sebenarnya tidak terlepas dari kendala internal yang dihadapi. Terbatasnya kompetensi sumber daya manusia, akses permodalan, dan teknologi merupakan kelemahan utama.

Berdasarkan hasil pengamatan Hoesada (2008), terdapat beberapa hal yang menghambat pembinaan UKM di Indonesia. Penghambat yang dialami UKM umumnya bersifat internal, yaitu kualitas sumber daya manusia yang masih rendah, kelemahan dalam struktur permodalan, dan kelemahan dalam mengakses permodalan, termasuk dalam manajemen modal kerja. Dalam rangka menghadapi permasalahan tersebut dan untuk meningkatkan daya saing melalui sumber daya yang dimilikinya, maka UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu perlu membuat strategi pengembangan yang komprehensif, integratif, dan fleksibel agar mampu bertahan dalam memenangkan persaingan usaha di masa yang akan datang.

Dunia usaha saat ini, menghadapi lingkungan persaingan yang sangat kompleks dan sangat bergejolak yang digambarkan sebagai lingkungan di mana produk baru, teknologi baru, dan pesaing baru secara konstan mengancam stabilitas pasar (Hooley et al. 2000). Kondisi persaingan seperti ini, pelanggan sangat menuntut untuk memperoleh tingkat kualitas yang tinggi dengan harga murah. Selanjutnya, pengusaha dituntut untuk mengembangkan orientasi pasar agar dapat bertahan dalam lingkungan yang dinamis dan bergejolak tersebut.

(30)

11

perhatian besar dalam mengantisipasi berbagai perubahan yang terjadi di masa depan. Penerapan perencanaan strategis merupakan suatu kebutuhan yang mendesak dan harus dilaksanakan semaksimal mungkin, mengingat lingkungan juga selalu berubah dan masa depan kian sulit diprediksikan. Berdasarkan kondisi tersebut di atas, maka saat ini dan di masa depan pengembangan UKM dalam rangka mendukung daya saing menjadi sesuatu yang sangat penting bagi UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu.

Daya saing sendiri adalah suatu konsep yang merujuk pada komitmen terhadap persaingan pasar dalam kasus perusahaan atau industri, dan keberhasilan dalam persaingan internasional dalam kasus negara atau daerah. Menurut Meso dan Smith (2000), diacu dalam Fitriati (2012) dalam kasus perusahaan, daya saing sering digunakan sebagai aset strategik yang menghalangi perusahaan lain untuk dapat memasuki pasar dengan produk atau keunggulan yang sama. Pada level perusahaan, daya saing dapat dilihat berdasarkan (1) pandangan berbasis pasar atau market based view (MBV); dan (2) pandangan berbasis sumber daya atau resource based view (RBV). Perspektif MBV dan RBV ini, merujuk pada keunggulan kompetitif berkelanjutan bagi perusahaan (Roquebert et al. 1996, Makhija 2003, diacu dalam Fitriati 2012). Pemaknaan daya saing pada tiap tingkatan, saling terkait secara erat.

Selanjutnya, penelitian ini menggunakan pendekatan riset tindakan (action research) berbasis soft system methodology (SSM) yang melihat fakta lapangan (real world) sebagai sistem yang terdiri dari sub sistem yang saling berhubungan satu sama lain (interconnected dan interrelated). Checkland (1988) menyatakan, SSM merupakan alat untuk mengamati fakta lapangan yang tidak beraturan (messy), rumit(complex), misterius, dan holons, dan kemudian menganalisa, serta membuat kesimpulan terhadap apa yang diamati.

(31)

memiliki tentang berpikir serba sistem sendiri, yang selanjutnya pemikiran serba sistem aktor-aktor membuat fakta lapangan yang holon(s), rumit, dan misterius tersebut.

Checkland (1981) menyatakan, bahwa dengan mencoba menjelaskan fakta lapangan melalui berpikir serba sistem aktor-aktor yang saling berinteraksi, pendekatan SSM mencoba menawarkan suatu pendekatan yang dapat menangkap hal-hal yang bersifat tidak terstruktur (soft ill structured). Selanjutnya, Checkland dan Poulter (2006) menyebutnya sebagai ‘pertarungan’ sudut pandang (clashes of world view).

Sehubungan hal tersebut, maka fakta lapangan tidak dapat disederhanakan dalam variabel, dimensi, maupun indikator. Mengingat fakta lapangan yang tidak beraturan, rumit, holons, mengandung juga hal-hal yang bersifat tidak terstruktur (ill structured).

Kebijakan pemerintah dalam pengembangan sektor UKM, bertujuan untuk meningkatkan potensi dan partisipasi aktif UKM di dalam proses pembangunan nasional khususnya dalam kegiatan ekonomi dalam rangka mewujudkan pemerataan pembangunan melalui perluasan kerja dan peningkatan pendapatan. Sehubungan hal tersebut, pengembangan UKM sering dianggap secara tidak langsung sebagai kebijakan penciptaan kesempatan kerja, atau kebijakan redistribusi pendapatan (Tambunan 2002, diacu dalam Djamhari 2004).

Rahman (2006) menyatakan, bahwa kerangka utama dalam upaya menetapkan kebijakan pengembangan dan perkuatan UKM dapat dimulai dari upaya untuk mengidentifikasi pola dasar dalam pengembangan UKM. Bentuk tingkatan dalam kebijakan UKM yang akan berpengaruh terhadap proses operasinya sehari-hari, yaitu kebijakan pada tingkatan mikro (micro level policies), tingkatan makro (macro level policies) dan tingkatan meso (meso level policies).

(32)

13

Nee (2003) mengemukakan konsep yang mengintegrasikan ketiga tataran (makro, meso, dan mikro) dalam model the new institutionalism in economics and sociology (NIES). Skema model kausal bertingkat (causal multilevel) dalam NIES, menjelaskan bahwa institusi/lembaga baru (new institutionalism) dalam sosiologi ekonomi saling berhubungan.

Model NIES menunjukkan mekanisme kausal yang beroperasi di kedua arah, dari makro ke mikro dan mikro ke tingkat makro analisis. Mekanisme kausal penting dalam analisis ekonomi untuk menentukan struktur insentif organisasi dan perusahaan yang terintegrasi dengan aturan formal dan informal di level meso (organisasi) dan level mikro (kelompok sosial dan individu), sehingga setiap tataran memiliki analisis hubungan kausal yang berbeda dengan institusi yang terkait di dalamnya.

Beberapa kota di Indonesia, dalam konteks daya saing pada tataran makro, meso, dan mikro ini telah menunjukkan keberhasilan karena memadukan tiga tataran tersebut. Kota Solo dan Yogyakarta yang terkenal dengan kota pariwisata dan budaya. Kota Jember terkenal dengan keberhasilan bidang fashion dan kota karnaval kelas dunia. Kota Surabaya terkenal dengan kota terbersih di Indonesia dan kota terbaik se-Asia Pasifik versi Citynet. Kota Cimahi telah menjadi contoh praktik terbaik kota kreatif dalam upaya meningkatkan daya saing kota dengan memadukan kerangka kelembagaan pada tiga tingkat tataran (Kompas 12/7/2012, diacu dalam Fitriati 2012). Selanjutnya praktik keberhasilan dalam memadukan tiga tataran tersebut, menginspirasi pengembangan UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu, Jawa Barat.

1.2 Perumusan Masalah

(33)

Peningkatan jumlah produksi perikanan Provinsi Jawa Barat yang terus meningkat ini, merupakan suatu keunggulan tersendiri bagi Provinsi Jawa Barat. Produksi perikanan Provinsi Jawa Barat berkontribusi untuk produksi nasional, sehingga sejalan dengan visi Kementrian Kelautan dan Perikanan yaitu “Indonesia Penghasil Produk Kelautan dan Perikanan Terbesar Tahun 2015”.

Salah satu daerah potensial di Provinsi Jawa Barat adalah Kabupaten Indramayu. Menurut Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu (2012), Kabupaten Indramayu sebagai daerah pantai utara Jawa dengan panjang pantai 114 km2 memiliki potensi yang besar di bidang perikanan, baik itu perikanan budidaya ataupun perikanan tangkap yang didapatkan dari sumber daya lautnya.

Produksi perikanan tangkap Kabupaten Indramayu tahun 2011 sebesar 107 000 ton per tahun atau senilai Rp329 504 279 200.00, sementara untuk total tambak memiliki luas 22 514.07 ha dengan komoditas unggulan meliputi udang, bandeng, dan rumput laut. Pada tahun 2011 jumlah produksi yang dihasilkan oleh tambak ini cukup besar, yaitu sebanyak 101 454 ton per tahun. Jumlah produksi ini sendiri meningkat cukup signifikan bila dibandingkan dengan tahun 2010 dan 2009 yang hanya berproduksi sebanyak 82 149 ton per tahun dan 42 658 ton per tahun.

Selain perikanan tangkap dan tambak, Kabupaten Indramayu juga memiliki potensi kolam dengan komoditas unggulan berupa lele dan gurame dengan keseluruhan luas lahan sebesar 533.87 ha. Potensi kolam di Kabupaten Indramayu ini, dapat berproduksi sebanyak 51 214.92 ton pada tahun 2011.

Kontribusi produksi perikanan Kabupaten Indramayu pada tahun 2011 sebesar 259 668.92 ton atau 37.1 persen dari total produksi perikanan Provinsi Jawa Barat (Badan Pusat Statistik Jawa Barat 2012), merupakan produksi tertinggi dari 25 kabupaten/kota lainnya di Provinsi Jawa Barat. Produksi perikanan laut Provinsi Jawa Barat, sepertiganya berasal dari Kabupaten Indramayu yaitu mencapai 37.2 persen (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Indramayu 2012).

(34)

15

memilki daya saing kuat dan bertahan dalam jangka waktu yang lama. Agroindustri hasil perikanan yang sudah berkembang baik dalam skala usaha besar, menengah maupun skala kecil salah satunya adalah pengolahan kerupuk ikan dan udang.

Ilyas (1979) mengemukakan bahwa pengolahan pada hakikatnya mempunyai fungsi untuk memaksimumkan manfaat hasil tangkapan dan budidaya, meningkatkan nilai tambah ekonomi dan memperpanjang daya tahan simpanan, serta mendiversifikasikan kegiatan dan komoditas yang dihasilkan sehingga sangat berpengaruh terhadap keadaan sosial ekonomi nelayan, pembudidaya, maupun pedagang/pemasar. Posisi pada sembilan bahan pokok, olahan ikan juga berperan sangat besar dalam masalah gizi dan kesehatan masyarakat, disamping sumbangannya bagi pendapatan devisa negara.

Kerupuk ikan dan udang merupakan produk agribisnis yang dijadikan sebagai salah satu produk unggulan Kabupaten Indramayu, dan sampai saat ini masih terus berkembang. Usaha pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu ini termasuk ke dalam skala UKM dan banyak tersebar di wilayah sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Desa Kenanga Blok Dukuh, Kecamatan Sindang, Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat.

UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Desa Kenanga, sebagai salah satu penghasil kerupuk ikan dan udang terbesar di Indramayu. Pada tahun 2011 menghasilkan total produksi kerupuk ikan dan udang sebesar 1005-1240 ton per bulan dengan nilai produksi Rp20 milyar-Rp25 milyar per bulan) atau 40-50 ton per hari (dengan nilai produksi Rp800 juta-Rp1 milyar per hari) yang dihasilkan dari 34 unit usaha pengolahan kerupuk dengan didukung tenaga kerja sebanyak 1597 orang.

(35)

kerupuk ikan dan udang yang dihasilkan Kabupaten Indramayu, masih dijual tanpa merek dan kemasan.

Kendala dan permasalahan lain yang sering terjadi pada UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu antara lain penurunan produksi kerupuk pada saat musim hujan, ditambah dengan keterbatasan modal usaha, teknologi, dan akses pasar merupakan kelemahan yang mendasar sehingga daya saingnya rendah. Dalam kaitannya dengan daya saing UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu, belum ditemukan penelitian yang mencoba mengembangkan UKM menggunakan tiga tingkat tataran kelembagaan makro, meso, dan mikro yang berpijak pada NIES sebagai basis analisis, dan menggunakan SSM berdasarkan riset tindakan (based action research) sebagai metodologinya.

Berdasarkan kondisi tersebut, maka saat ini dan di masa depan pengembangan UKM menuju daya saing menjadi sangat penting bagi UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu dalam tataran makro, meso, dan mikro. Selanjutnya, permasalahan utama yang dapat diidentifikasi adalah:

1) Apa saja permasalahan utama yang terjadi pada UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu?

2) Bagaimanakah kerangka kelembagaan pada UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu dalam tataran makro, meso, dan mikro? 3) Strategi apakah yang dapat dilakukan untuk pengembangan UKM sentra

industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka secara umum penelitian ini bertujuan untuk merumuskan alternatif kebijakan pengembangan UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu dengan pendekatan SSM dan NIES. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

(36)

17

2) Memformulasikan kerangka kelembagaan pada UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu.

3) Menyusun strategi pengembangan UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi:

1) Masyarakat perikanan, mengenai gambaran UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu dan strategi pengembangannya.

2) Para pembuat kebijakan perikanan terutama pemerintah, dalam menentukan kebijakan pengelolaan sumber daya perikanan tangkap dan strategi pengembangan UKM industri pengolahan hasil perikanan.

3) Dunia usaha terutama UKM industri pengolahan hasil perikanan, dalam mengembangkan usaha agar memiliki daya saing.

4) Penelitian selanjutnya, sebagai rujukan dalam penyusunan strategi pengembangan UKM sejenis.

1.5 Batasan Masalah

Penelitian ini menggunakan beberapa batasan masalah untuk menghindari adanya perbedaan penafsiran terhadap konsep-konsep yang terdapat dalam penelitian, yaitu:

1) Pengertian UKM yang digunakan UU RI No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)

(1) Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/badan usaha perorangan. Kriteria usaha mikro sebagai berikut:

- Memiliki kekayaan bersih paling banyak 50 juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

- Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak 300 juta rupiah. (2) Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang

(37)

atau menjadi bagian baik langsung maupun tak langsung dari usaha menengah atau usaha besar. Kriteria usaha kecil sebagai berikut:

- Memiliki kekayaan bersih lebih dari 50 juta rupiah sampai dengan paling banyak 500 juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

- Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari 300 juta rupiah sampai dengan paling banyak 2.5 milyar rupiah.

(3) Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tak langsung dari usaha kecil atau usaha besar. Kriteria usaha menengah sebagai berikut: - Memiliki kekayaan bersih lebih dari 500 juta rupiah sampai dengan

paling banyak 10 milyar rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

- Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari 2.5 milyar rupiah sampai dengan paling banyak 50 milyar rupiah.

2) Pengertian UKM yang digunakan (DKP 2006) yang telah ditetapkan melalui PERMEN KP No. 18/MEN/2006 sebagai berikut:

Pembedaan skala usaha pengolahan hasil perikanan ditetapkan berdasarkan parameter yaitu (1) omset, (2) aset, (3) jumlah tenaga kerja, (4) status hukum dan perijinan, (5) penerapan teknologi, dan (6) teknis dan manajerial.

Nilai kumulatif untuk masing-masing parameter skala usaha pengolahan hasil perikanan ditetapkan sebagai berikut:

- Usaha pengolahan hasil perikanan skala mikro memiliki nilai kumulatif parameter skala usaha antara 20-44

- Usaha pengolahan hasil perikanan skala kecil memilki nilai kumulatif parameter skala usaha antara 45-69

(38)

19

3) UKM yang dipilih sebagai rujukan penelitian adalah UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Desa Kenanga Blok Dukuh, Kecamatan Sindang, Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat.

4) Pengertiaan pengolahan ikan/udang adalah kegiatan pengubahan bahan dasar/bahan baku (ikan/udang) menjadi suatu produk/barang jadi dengan maksud untuk dijual.

5) Pengertian kerupuk ikan/udang (Sukirno 2006) adalah kerupuk yang pembuatannya menggunakan bahan baku ikan/udang atau essence/ekstrak udang, ditambah dengan bahan tambahan lain yaitu tepung tapioka, terigu, telur, dan bumbu untuk menambah rasa lezat dan gurih serta digunakan zat pewarna/pemutih untuk memberikan warna agar lebih menarik serta ditambah bahan pengembang (baking powder).

6) Pendekatan yang digunakan SSM menurut Chekcland dan Poulter (2006), yaitu dengan tujuh prinsip proses dasar dalam pengunaan SSM. SSM dilakukan dengan pentahapan secara sistematik yang memenuhi syarat pemulihan (recoverability) dengan menjadikan UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu sebagai rujukan penelitian. 7) Pilihan penelitian ini adalah SSM-based action research (Checkland 1981,

Checkland dan Scholes 1990, Checkland dan Poulter 2006, Uchiyama 1999, Hardjosoekarto 2012) dengan kategori tindakan pemecahan masalah (problem solving interest) (McKay dan Marshall 2001).

(39)

knowledge) yang bergerak antara kenyataan (reality) dan sebenarnya (actuality) (Uchiyama 2009).

9) Pengembangan UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu menggunakan analisa secara vertikal pada seluruh tataran dengan teori the new institutionalism in economics and sociology atau NIES (Nee 2003 dan 2005). Pada tataran mikro berfokus pada level aktor atau individual dan komunitas yaitu pelaku usaha/UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu, tataran meso berfokus pada kelembagaan dalam ruang kebijakan ekonomi yaitu Koperasi Kerupuk Mitra Industri (KKMI) Indramayu, dan Asosiasi Pengusaha Kerupuk Indramayu (APKI) dan tataran makro berfokus pada level aktor pemerintah yaitu pemerintah pusat dan pemerintah daerah Kabupaten Indramayu. Penelitian ini tidak melakukan kritisi terhadap teori NIES, dan juga tidak menganalisa secara horisontal pada tiap tataran.

1.6 Kerangka Pemikiran

Tujuan dan strategi yang dijalankan UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu menjadi awal dari kerangka pemikiran dalam disertasi ini. Tujuan menggambarkan kondisi di masa akan datang yang ingin dicapai UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu, berisi pemikiran tentang cara-cara yang diperlukan untuk mencapai keberhasilan tersebut. Tujuan dan strategi yang dijalankan sangat mempengaruhi pengembangan UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu.

(40)

21

Sumber: Miller (1983), diacu dalam Widjajani dan Yudoko (2008)

Gambar 1 Kapabilitas atau kompetensi entrepreneurial.

Sehubungan UKM dikarekterisasi dengan manajemen satu orang yaitu pemiliknya, maka sumber daya atau kapabilitas yang dimiliki pemilik suatu UKM haruslah kapabilitas yang bersifat kewirausahaan yaitu yang disebut sebagai kapabilitas atau kompetensi kewirausahaan. Selanjutnya, melalui penggunaan konsep teori berbasis sumber daya (resource based view atau RBV), keunggulan kompetitif atau daya saing di UKM dapat diciptakan jika pemilik UKM dapat mendayagunakan kompetensi kewirausahaan (entrepreneurial) yang dimilikinya sebagai sumber daya strategis.

Proses penciptaan produk merupakan hasil dari proses penyatuan berbagai sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan, tetapi satu sumber daya bisa pula menghasilkan berbagai macam produk. Produk yang memiliki nilai tinggi akan seketika disaingi atau diduplikat oleh pesaing, dikarenakan produk salah satunya dihasilkan dari sumber daya perusahaan, maka perusahaan berkewajiban untuk menjaga dan mengembangkan seluruh sumber daya, mencegah pesaing memiliki sumber daya tersebut, serta mencegah pesaing memiliki sumber daya pengganti yang dapat menciptakan keunggulan kompetitif dari pesaing (competitive advantage of competitor). Produk yang ditawarkan kepada pasar merupakan kemampuan dari perusahaan dalam mengoperasionalkan segala sumber daya yang dimilikinya, dimana harga merupakan hasil perbandingan antara biaya produksi dengan nilai yang tertanam di dalamnya (Gambar 2).

(41)

Sumber: David dan Tammy (2008)

Gambar 2 Persaingan industri dalam menciptakan sumber daya dan kapabilitas.

Pesaing akan selalu berusaha untuk menyaingi kapabilitas yang ada untuk mendapatkan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan, maka perusahaan perlu menyadari bahwa Pertama, kapabilitas bersifat dinamik. Kedua, perusahaan harus mampu mengintegrasikan pengetahuan yang ada. Ketiga, sumber daya yang dimiliki akan ditiru oleh pesaing untuk mendapatkan keunggulan kompetitif yang perusahaan miliki. Adanya usaha meniru oleh pesaing maka perusahaan perlu untuk terus mengembangkan sumber daya dan kapabilitas yang ada agar keunggulan kompetitif hanya dapat dinikmati oleh perusahaan dan bukan dinikmati oleh pesaing (David & Tammy 2008).

Keunggulan kompetitif dari sumber daya yang dimilikinya agar dapat dinikmati, maka perusahaan perlu untuk melakukan penelitian agar produk yang ada dapat dikembangkan menjadi suatu produk yang memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan pesaingnya dalam jangka waktu yang lama. Gambar 3 menunjukkan bahwa “zero order or operational capabilities” adalah kondisi dimana suatu perusahaan berada dalam kondisi telah menghasilkan dan menjual produk yang didasari sumber daya perusahaan (firm resources) baik sumber daya yang berwujud (tangible) maupun tidak berwujud (intangible) dalam skala dan pelanggan yang sama (Barney & Arikan 2001).

Keunggulan kompetitif tidak dapat selamanya dinikmati jika perusahaan tidak terus mengembangkan sumber daya dan kapabilitasnya, hal ini disebabkan

Harga

Biaya Nilai

Kapabilitas antar perusahaan, replikasi & imitasi Mengintegrasikan pengetahuan khusus

Kapabilitas penciptaan & evaluasi

Kapabilitas dinamik Kapabilitas

(42)

23

bahwa pesaing akan mengambil, menduplikat, atau mendapatkan substitute resource yang perusahaan miliki dan atau melakukan duplikasi. Menurut Barney dan Arikan (2001), agar dapat menikmati keunggulan kompetitif dalam jangka waktu yang lama, maka pada tahap “1st order or change capabilities” perusahaan sangat perlu untuk terus melakukan pengembangan sumber daya agar pesaing tidak dapat menikmati sumber daya/mengantisipasi pesaing memiliki sumber daya pengganti.

Sumber: Barney & Arikan (2001)

Gambar 3 Sumber daya, kapabilitas, dan daya saing.

Situasi persaingan industri saat ini, pesaingakan selalu mencari tahu sumber daya apa saja yang dimiliki oleh perusahaan dan melakukan tindakan untuk menyaingi atau bahkan melebihi sumber daya yang ada untuk menciptakan keunggulan kompetitif yang lebih baik. Gambar 4 menunjukkan bahwa terdapat dua macam sumber daya, yaitu resource heterogeneous and immobility dan resource homogeneous and mobility dan tidak semuanya sumber daya berguna bagi perusahaan, agar perusahaan mencapai firm capability yang maksimal maka perusahaan perlu untuk lebih menfokuskan diri pada resource heterogeneous and immobility. Hal ini guna memberikan efisiensi dan efektifitas pada saat pengimplementasian strategi yang dikembangkan oleh perusahaan.

Keunggulan kompetitif agar tidak dapat dinikmati oleh pesaing, maka perusahaan perlu untuk melakukan tindakan yang dapat menghambat pesaing memanfaatkan sumber daya yang ada dan atau menghambat pesaing tidak

Skills Knowledge Routines Firm Characteristics 1st order or

change capabilities

Zero order or Operational Capabilities

(43)

memiliki sumber daya pengganti. Lockett et al. (2009) menyatakan bahwa untuk menghambat pesaing, maka sumber daya yang dimiliki perusahaan harus terus menerus dikembangkan dan memiliki sifat VRIN (valuable, rare, immitability, not substitute) dalam usaha firm agar dapat menikmati keunggulan kompetitif dalam jangka waktu yang lama. Perusahaan tidak selamanya perlu untuk meng-create resource, perusahaan memiliki opsi untuk melakukan re-combinationresources.

Sumber: Lockett et al. (2009)

Gambar 4 Framework antara firm dengan pesaing. Competitive Advantage

Gambar

Gambar 3  Sumber daya, kapabilitas, dan daya saing.
Gambar 4  Framework antara firm dengan pesaing.
Gambar 5.
Tabel 2  Perhitungan nilai kumulatif parameter skala usaha
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil ini serupa dengan penelitian Ettebong et al ., (2019) yang menunjukkan bahwa ekstrak Citrus aurifolia memiliki persen penghambatan Plasmodium lebih baik pada

Tujuan laporan keuangan adalah untuk memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja dan perubahan posisi keuangan suatu entitas yang berguna untuk berbagai pengguna

Bagi Guru, hasil penelitian ini diharapkan dapat memotivasi guru untuk menerapkan model Cooperative Learning tipe Teams Games Tournament (TGT) demi meningkatkan

Seberapa jauh pentingnya komunikasi dalam kehidupan manusia, dapat dilihat dari hasil penelitian yang menyatakan bahwa persentase waktu yang digunakan dalam

Penelitian ini dilakukan untuk menguji peran job stress terhadap intensi turnover melalui perceived organizational support sebagai variabel moderator pada..

Sejalan dengan pendapat Trautmann dan Krasny, (1997) pada awal proses pengomposan (sampai 40°C) bakteri mesofilik mendominasi karena suhu naik di atas 40°C

Kecepatan pengomposan sa~pah organik, ditentukan berdasarkan waktu yang dibutuhkan dalam proses pengomposi\n dan dapat diamati dari penurunan nisbah C/N, seperti

Anak remaja usia 15-18 tahunan sangat membutuhkan peran kita atau dari orangtua untuk mengarahkannya ke minat dan passion agar kelak menjadi sukses atau mereka hanya akan