• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Parameter Proses Pendinginan Semprot dan Formula Lemak dalam Pembuatan Lemak Bubuk Kaya β-Karoten

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Parameter Proses Pendinginan Semprot dan Formula Lemak dalam Pembuatan Lemak Bubuk Kaya β-Karoten"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PARAMETER PROSES PENDINGINAN

SEMPROT DAN FORMULA LEMAK DALAM PEMBUATAN

LEMAK BUBUK KAYA

β

-KAROTEN

JUANDA REPUTRA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Pengaruh Parameter Proses Pendinginan Semprot dan Formula Lemak dalam Pembuatan Lemak

Bubuk Kaya β-Karoten” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2015 Juanda Reputra NIM F251120221

(4)

Formula Lemak dalam Pembuatan Lemak Bubuk Kaya β-Karoten. Dibimbing oleh PURWIYATNO HARIYADI dan NURI ANDARWULAN.

Lemak bubuk merupakan salah satu bentuk alternatif lemak padat yang lebih mudah ditangani sebagai bahan baku dalam proses produksi beberapa produk pangan. Lemak bubuk kaya β-karoten dihasilkan dengan menggunakan campuran minyak sawit merah (MSM) fraksi olein dan stearin, serta minyak sawit terhidrogenasi penuh (FHPO) melalui proses pendinginan semprot.

Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh parameter pendinginan semprot dan komposisi campuran minyak sawit merah dengan FHPO terhadap karakteristik lemak bubuk yang dihasilkan, terutama sifat daya alir. Parameter proses yang diamati adalah suhu udara pendingin, tekanan udara semprot dan laju aliran bahan. Daya alir lemak bubuk ditentukan berdasarkan analisis sudut gulir statis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pendinginan semprot bisa menghasilkan lemak bubuk kaya -karoten dan mudah mengalir pada suhu ruang.

Tekanan udara semprot dan laju aliran bahan mempengaruhi sifat daya alir lemak bubuk ketiga formula lemak (F50, F60 dan F70), namun suhu udara pendingin (10-20°C) hanya berpengaruh nyata terhadap sifat daya alir lemak bubuk formula F50. Semakin cepat laju aliran bahan (42-112 g/menit) atau semakin rendah tekanan udara semprot (0.4-1.6 bar) maka semakin baik daya alir lemak bubuk karena menghasilkan lemak bubuk dengan ukuran partikel yang lebih besar. Lemak bubuk kaya β-karoten yang mudah mengalir pada suhu ruang dapat diperoleh dengan menggunakan parameter proses pendinginan semprot berupa suhu udara pendingin 15°C, tekanan udara semprot 0.4-0.8 bar dan laju aliran bahan 112 g/menit.

Data penelitian ini juga menunjukkan bahwa peningkatan rasio MSM untuk

meningkatkan kadar β-karoten akan menurunkan daya alir lemak bubuk yang dihasilkannya. Rasio maksimal MSM/FHPO yang dapat digunakan untuk menghasilkan lemak bubuk yang mudah mengalir diperoleh sebesar 50/50 (formula F50). Lemak bubuk tersebut mempunyai kadar β-karoten sebesar 167.71 ppm. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa titik leleh bahan lemak berkorelasi kuat dengan daya alir lemak bubuk yang dihasilkan. Semakin tinggi titik leleh akan menghasilkan lemak bubuk dengan daya alir yang lebih baik, yang ditunjukkan dengan sudut gulir yang lebih rendah.

(5)

Formula in β-Carotene-Rich Fat Powder Production. Supervised by PURWIYATNO HARIYADI and NURI ANDARWULAN.

Fat powder is one of the alternative form of solid fat which is easier to handle as food ingredient in many products. Beta-carotene-rich fat powder was prepared from the mixture of red palm oil/RPO (olein and stearin) and fully hydrogenated palm oil/FHPO by using spray chilling process.

The objective of our research was to study the effect of spray chilling process parameter and molten formulated mixture of red palm oil with other fats to produce β-carotenoids-rich fat powder having good flowability. Specifically, effects of spray chilling processing parameters, namely the molten material feed rate, the atomizing pressure, and the cooled air temperature on the flowability of the fat powder will be studied. The flowability of fat powder is determined by measuring the static angle of repose. Our research showed that spray chilling process may be used to produced free flowing -carotene rich-fat powder.

The molten material feed rate and the atomizing pressure influence the flowabilty of fat powder significantly for all molten mixture fat formulation, while the cooled air temperature only affect the flowability of formula F50. An increased liquid feed rate from 42 to 112 g/min or decreased atomizing air pressure from 1.6 to 0.4 bar was found to increase the flowability of fat powder caused by higher particle size. The free flowing β-carotene-rich fat powder can be

obtained by using air pressure of ≤ 0.8 bar and liquid feed rate of 112 g/min.

Our result also indicated that the use of higher composition of RPO to

increase β-carotene content of fat powder tend to reduce the flowability of the resulting fat powder. The maximum ratio of RPO/FHPO used to produce free flowing fat powder was 50% (formula of F50) with β-carotene content of 167.71 ppm. Our research also showed that the melting point of molten mixture fat used was significantly correlated with flowability of the resulting fat powder. The higher melting point of molten fat, the lower the angle of repose or the better flowability of fat powder produced.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Pangan

PENGARUH PARAMETER PROSES PENDINGINAN

SEMPROT DAN FORMULA LEMAK DALAM PEMBUATAN

LEMAK BUBUK KAYA

β

-KAROTEN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(8)
(9)

Judul Tesis : Pengaruh Parameter Proses Pendinginan Semprot dan Formula Lemak dalam Pembuatan Lemak Bubuk Kaya β-Karoten Nama : Juanda Reputra

NIM : F251120221

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Purwiyatno Hariyadi, MSc Ketua

Prof Dr Ir Nuri Andarwulan, Msi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Pangan

Prof Dr Ir Ratih Dewanti Hariyadi, MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)

PRAKATA

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur kepada Allah Subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penelitian dan penulisan tesis telah selesai dilakukan. Tema penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2014 s.d Oktober 2014 ini ialah Pengaruh Parameter Proses Pendinginan Semprot dan

Formula Lemak dalam Pembuatan Lemak Bubuk Kaya β-Karoten. Bagian dari tesis, yaitu 1) “The study of spray chilling parameters in β-carotene-rich fat powder production” akan diajukan pada Journal of Food Process Engineering” dan 2) “Penggunaan minyak sawit merah untuk pembuatan lemak bubuk kaya β -karoten melalui proses pendinginan semprot” telah diterima untuk terbit pada Jurnal Agritech Vol. 35, No. 4, November 2015.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi, MSc. selaku ketua komisi pembimbing dan Prof. Dr. Ir. Nuri Andarwulan, Msi. selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama penelitian dan penulisan tesis ini serta kepada Dr. Nur Wulandari, STP. Msi. selaku dosen penguji di luar komisi pembimbing. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Ratih Dewanti Hariyadi, MSc. selaku ketua Program Studi Ilmu Pangan dan semua dosen atas semua ilmu dan keteladanan yang telah diberikan. Penghargaan penulis sampaikan kepada DIKTI selaku pemberi dana Beasiswa Unggulan selama studi pada tahun 2012-2014 dan SEAFAST Center, LPPM IPB yang telah memberikan fasilitas untuk melakukan penelitian, serta kepada LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan) yang telah memberikan bantuan dana penelitian. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Staf SEAFAST Center IPB dan staf laboratorium Departemen Ilmu dan Teknolog Pangan.

Terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada orang tua, istri tercinta, kakak dan adik-adikku atas segala doa dan kasih sayang yang diberikan dengan tulus. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada sahabatku mas Adnan, mas Yandi, dan Taufik, serta kepada teman-teman IPN 2012 yang telah memberikan dukungan dan rasa kekeluarganya. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan dan doanya penulis ucapkan terima kasih.

Semoga Allah subhanahu wa ta’ala memberikan balasan yang lebih baik dari bantuan dan doa yang telah diberikan dan semoga tesis ini dapat bermanfaat.

Bogor, April 2015

(11)
(12)

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN x

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Hipotesis 2

Daftar Pustaka 2

2 TINJAUAN PUSTAKA 4

Lemak dan Minyak 4

Pendinginan Semprot 7

Sifat Bubuk 9

Daftar Pustaka 10

3 METODE PENELITIAN 13

Waktu dan Tempat 13

Bahan dan Alat 13

Desain Penelitian 13

Prosedur Analisis 16

Daftar Pustaka 19

4 PEMBAHASAN 21

A Pengkondisian Alat Pendinginan Semprot 21

B The Study of Spray Chilling Parameters in β-Carotene-Rich Fat

Powder Production* 22

C Penggunaan Minyak Sawit Merah untuk Pembuatan Lemak Bubuk

Kaya β-Karoten melalui Proses Pendinginan Semprot* 34

D Pembahasan Umum 46

5 SIMPULAN DAN SARAN 53

Simpulan 53

Saran 53

LAMPIRAN 55

(13)

DAFTAR TABEL

1 Rancangan percobaan pembuatan lemak bubuk 16

2 Rendemen proses pendinginan semprot 21

3 The experimental design of β-carotene-rich fat powder production 24

4 Karakteristik formula lemak padat 41

5 Karakteristik formula lemak bubuk 42

6 Karakteristik lemak bubuk formula F50, F60, dan F70 44 7 Pengaruh parameter proses dan formula terhadap sifat pelelehan lemak

bubuk 50

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir pelaksanaan penelitian 14

2 Alat pengukur sudut gulir 17

3 Spray chiller scheme 24

4 Influence of cooled air temperature (10, 15 and 20oC) and and atomizing air pressure (0,4 bar – 1,6 bar) on AOR of fat powder obtained using

spray chilling process operated at constant liquid feed rate of 42 g/min 26 5 Influence of atomizing air pressure (0,4-1,6 bar) and cooled air

temperature (10, 15 and 20oC) on AOR of fat powder obtained using

spray chilling processed operated at liquid feed rate of 42 g/min 27 6 Microscopic image of fat powder particles produced by a cooled air

temperature of 15°C and liquid feed rate of 42 g/min with various atomizing air pressure of (a) 0.4 bar, (b) 0.6 bar, (c) 0.8 bar, (d) 1.2 bar,

(e) 1.6 bar 27

7 Influence of atomizing air pressure on particle size distribution (a) and d50, d90, mean diameter (b) at liquid feed rate of 42 g/min and cooled air

temperature of 15°C 29

8 Influence of liquid feed rate on AOR at cooled air temperature of 15°C 29 9 Influence of liquid feed rate on particle size distribution (a) and d50, d90,

mean diameter (b), at cooled air temperature of 15°C and atomizing air

pressure of 0.8 bar 30

10 Influence of different spray chilling parameters on melting properties of

fat powder 31

11 Influence of different spray chilling parameters on flowability of fat

powder based on Carr classificasion 32

12 Skema alat pendinginan semprot 37

13 Alat pengukur sudut gulir 38

14 Lemak bubuk kaya β-karoten dan mudah mengalir pada suhu ruang 43 15 Bentuk partikel lemak bubuk formula F60 menggunakan mikroskop

polarisator 43

16 Korelasi titik leleh formula lemak dengan sudut gulir lemak bubuk yang diproses dengan menggunakan suhu udara pendingin 15C, tekanan udara semprot 0.8 bar dan laju aliran bahan 112 g/menit 44 17 Pengaruh tekanan udara semprot terhadap daya alir lemak bubuk pada

(14)

udara pendingin 15°C pada formula F60 (a), F50 (b), F70 (c), huruf yang berbeda di atas diagram batang menunjukkan perbedaan nyata (p<0.05) 49 19 Klasifikasi daya alir lemak bubuk berdasarkan nilai sudut gulir pada

setiap perlakuan proses dan formula lemak 51

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil pengamatan parameter suhu pada alat pendinginan semprot selama

proses 55

2 Hasil pengamatan parameter tekanan pada alat pendinginan semprot

selama proses 56

3 Analisis β-karoten 57

4 Analisis Slip Melting Point (SMP) 58

5 Analisis ANOVA daya alir lemak bubuk formula F50 (Pengaruh suhu

udara pendingin dan tekanan udara semprot) 59

6 Analisis ANOVA daya alir lemak bubuk formula F50 (Pengaruh tekanan

udara semprot dan laju aliran bahan) 60

7 Analisis ANOVA daya alir lemak bubuk formula F60 (Pengaruh suhu

udara pendingin dan tekanan udara semprot) 61

8 Analisis ANOVA daya alir lemak bubuk formula F60 (Pengaruh tekanan

udara semprot dan laju aliran bahan) 62

9 Analisis ANOVA daya alir lemak bubuk formula F70 (Pengaruh suhu

udara pendingin dan tekanan udara semprot) 63

10 Analisis ANOVA daya alir lemak bubuk formula F70 (Pengaruh tekanan

udara semprot dan laju aliran bahan) 64

(15)
(16)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Lemak atau minyak merupakan bahan baku utama pada beberapa produk pangan seperti shortening, margarin, dan pengganti lemak coklat (cocoa butter replacer). Banyak diantara produk tersebut membutuhkan lemak padat yang memiliki titik leleh di atas suhu ruang sebagai bahan baku. Lemak padat dapat diperoleh dari sumber nabati, seperti minyak sawit, melalui proses fraksinasi dan/atau hidrogenasi. Penggunaan minyak sawit merah sebagai sumber lemak padat memiliki beberapa keunggulan, yaitu kandungan karoten yang tinggi dan ketersediaan minyak sawit yang luas di Indonesia. Pada tahun 2014 Indonesia telah memproduksi 29,3 juta ton CPO dengan luas areal perkebunan sawit 10,9 juta Ha (Ditjenbun 2014). Namun demikian, kandungan karoten yang terdapat pada minyak sawit belum dimanfaatkan secara optimal.

Proses pemurnian minyak sawit yang kaya karoten telah banyak dikembangkan menghasilkan minyak sawit merah. Penelitian yang dilakukan oleh Alyas et al. (2006) dan Dauqan et al. (2011) menunjukkan bahwa kadar β-karoten yang terdapat pada olein minyak sawit merah adalah sebesar 460 ppm dan 542.09 ppm. Namun demikian, fraksi olein merupakan fraksi cair minyak sawit merah sehingga dibutuhkan penambahan minyak atau lemak yang memiliki titik leleh tinggi, seperti minyak terhidrogenasi, agar dapat menghasilkan lemak padat yang

kaya β-karoten.

Umumnya, lemak padat tersedia dalam bentuk balok, sehingga menyulitkan penanganannya pada proses formulasi dan pencampuran bahan baku. Penanganan lemak padat sebagai bahan baku dinilai lebih efektif jika tersedia dalam bentuk bubuk. Adapun tujuan utama bahan dalam bentuk bubuk menurut Chen dan Li (2009) adalah peningkatan kestabilan, kemudahan penanganan dan transportasi serta kemudahan dan ketepatan dalam pencampuran dengan material lainnya. Namun hingga saat ini, ketersediaan lemak padat dalam bentuk bubuk untuk bahan pangan masih sangat terbatas dan sebagian besar diperoleh dari fraksinasi minyak sawit yang mengalami proses bleaching sehingga kandungan karoten minyak tidak dipertahankan.

Terdapat dua proses yang umum digunakan untuk menghasilkan lemak bubuk, yaitu lemak bubuk yang diperoleh melalui proses pengeringan semprot emulsi minyak dalam air (o/w) dan proses pendinginan semprot lemak atau minyak pada kondisi dibawah titik lelehnya (Tashiro et al. 1989). Pada industri pangan, teknologi pendinginan semprot merupakan teknologi yang berbasis lemak dan dimanfaatkan untuk pengembangan pangan fungsional (Okuro et al. 2013). Prinsip teknologi ini adalah (i) pengabutan lelehan dan kemudian (ii) pendinginan partikel yang terbentuk sehingga menghasilkan bubuk yang bersifat padat pada suhu ruang (Sillick dan Gregson 2012). Sehingga, teknologi ini cocok digunakan untuk menghasilkan lemak padat yang memiliki titik leleh pada kisaran 30-60⁰C dalam bentuk bubuk.

(17)

et al. (2012) menggunakan pendingin semprot untuk menghasilkan lemak bubuk kaya tokoferol dan enkapsulasi glukosa. Sedangkan Tashiro et al. (1989) menggunakan beberapa komponen padatan nonlemak pada campuran minyak kelapa, kedelai dan sawit untuk menghasilkan lemak bubuk yang mudah mengalir (free flowing). Sementara itu, penelitian pembuatan lemak bubuk yang menggunakan bahan baku lemak atau minyak tanpa penambahan komponen lain,

kaya β-karoten dan memiliki sifat daya alir yang baik belum dilakukan.

Parameter proses yang digunakan pada pendinginan semprot akan mempengaruhi karakter bubuk yang dihasilkan. Daya alir merupakan salah satu karakter bubuk yang penting karena berkaitan dengan penanganan pada proses produksi produk pangan. Daya alir mempengaruhi penentuan sistem konveyor yang efektif, proses pencampuran, dan stabilitas selama penyimpanan (Onwulata 2005). Beberapa parameter proses yang perlu diperhatikan pada pendinginan semprot adalah titik leleh bahan, suhu bahan, suhu chamber, suhu udara pendingin, tekanan udara semprot, dan laju aliran bahan (Ilic et al. 2009).

Perumusan Masalah

Pemanfaatan minyak sawit merah sebagai bahan baku pembuatan lemak

bubuk kaya β-karoten membutuhkan penambahan lemak padat (seperti FHPO) dengan jumlah tertentu dan pengaturan parameter proses pendinginan semprot agar diperoleh lemak bubuk yang mudah mengalir pada suhu ruang dengan

kandungan β-karoten yang maksimal.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh parameter proses pendinginan semprot, yaitu suhu udara pendingin, tekanan udara semprot, dan laju aliran bahan, serta pengaruh formulasi lemak terhadap pembuatan lemak bubuk dari minyak sawit merah, agar dapat menghasilkan lemak bubuk yang kaya β -karoten dan mudah mengalir pada suhu ruang.

Hipotesis

Parameter proses pendinginan semprot dan komposisi bahan lemak mempengaruhi karakteristik lemak bubuk. Semakin rendah tekanan udara semprot, semakin tinggi laju aliran bahan dan/atau semakin rendah suhu udara heating of red palm olein. J Oil Palm Res. 18:99-102.

(18)

[Ditjenbun] Direktorat Jenderal Perkebunan (2014). Pertumbuhan areal kelapa sawit meningkat. http://ditjenbun.pertanian.go.id/berita-362-pertumbuhan-areal-kelapa-sawit-meningkat.html. [26 Februari 2015]

Gamboa OD, Gonçalves LG, Grosso CF. 2011. Microencapsulation of tocopherols in lipid matrix by spray chilling method. J Procedia Food Sci 1:1732 – 1739

Ilic I, Dreu R, Burjak M, Homar M, Kerc J, Srcic S. 2009. Microparticle size control and glimepiride microencapsulation using spray congealing technology.Int J Pharm 378: 176–183

Okuro PK, Junior FEM, Favaro-Trindade. 2012. Technological challenges for spray chilling encapsulation of functional food ingredients. Food Technol Biotechnol. 51(2):171–182.

Onwulata C. 2005. Encapsulated and powdered foods. CRC press. Boca Raton Ribeiro MDMM, Arellano DB, Grosso CRF. 2012. The effect of adding oleic acid

in the production of stearic acid lipid microparticles with a hydrophilic core by a spray-cooling process. Food Research Int 47: 38–44

Sillick M, Gregson CM. 2012. Spray chill encapsulation of flavors within anhydrous erythritol crystals. J LWT - Food Sci and Technol 48: 107-113 Tashiro Y, Baba H, Obatake K, Sakka H, Sohara I. 1989. Process for producing

(19)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Lemak dan Minyak

Lipid merupakan komponen yang umumnya larut di dalam pelarut organik. Ester gliserol asam lemak yang menyusun hingga 99% lipid disebut sebagai lemak (fat) atau minyak (oil) yang dibedakan berdasarkan bentuknya pada suhu ruang. Lipid pangan dikonsumsi dalam bentuk visible fat yang telah dipisahkan dari sumber nabati atau hewani, seperti butter dan shortening, atau sebagai bagian dari pangan seperti susu, keju, dan daging. Sumber minyak nabati paling besar diperoleh dari kacang kedelai, biji kapas, kacang, sawit, kelapa dan buah zaitun. Lemak alami merupakan mono-, di-, dan triestergliserol dengan asam lemak atau disebut juga sebagai monoasilgliserol, diasilgliserol dan triasilgliserol (Fennema 1996). Asam lemak tersebut berperan terhadap perbedaan sifat dari berbagai trigliserida. Beberapa aspek yang membedakan antara komponen asam lemak adalah panjang rantai karbon, jumlah ikatan rangkap, posisi ikatan rangkap, konfigurasi cis atau trans pada ikatan rangkap, dan posisi asam lemak pada

struktur gliserol (O’Brien 200λ).

Karakteristik fraksi minyak sawit

Lemak atau minyak yang diperoleh dari biji sawit banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku produk pangan. Proses pemurnian minyak sawit dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu ekstraksi, degumming, netralisasi, bleaching, deodorisasi dan fraksinasi. Netralisasi atau deasidifikasi dilakukan untuk memisahkan asam lemak bebas yang terbentuk oleh aktifitas enzim, mikroba, uap air dan oksigen pada pascapanen sawit karena asam lemak bebas dapat menyebabkan ketengikan pada produk olahannya (Widarta et al. 2012). Deodorisasi merupakan proses distilasi minyak secara vakum dengan menaikkan suhu agar komponen penyebab bau seperti asam lemak bebas, aldehid, keton, peroksida, alkohol dan komponen organik lainnya dihilangkan sehingga

menghasilkan minyak yang lembut dan tidak berbau (O’Brien 200λ).

Minyak sawit dapat tersedia dalam bentuk minyak kasar (crude palm oil/CPO), RBD (refined bleached deodorised), fraksi minyak padat (stearin) dan cair (olein). Fraksi stearin memiliki kandungan asam lemak dominan yaitu asam palmitat (47-74%), titik leleh 44-56⁰C, dan bilangan iod 22-49. Kisaran titik leleh fraksi stearin berhubungan langsung dengan proses fraksinasi yang digunakan, yaitu 53-56⁰C untuk proses menggunakan detergen, 50-51⁰C untuk proses pembekuan lambat dan 46-49⁰C untuk pembekuan cepat. Sementara fraksi olein memiliki kandungan asam lemak dominan yaitu asam oleat (40-44%) dan asam palmitat (38-42%), titik leleh 19-24⁰C, dan bilangan iod 51-61(O’Brien 200λ).

Minyak sawit merah

Minyak sawit merah (red palm oil/RPO) merupakan hasil olahan CPO yang dipertahankan kandungan karotennya. RPO diproses dengan distilasi pada suhu rendah sehingga dapat bermanfaat untuk kesehatan dan digunakan sebagai

(20)

pembuatan NDRPO (neutralized deodorized red palm oil) dari bahan CPO pada skala pilot plant dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu pertama, penghilangan gum, dilakukan dengan memanaskan CPO hingga suhu 80⁰C kemudian ditambahkan asam fosfat 85% sebanyak 0.15% dari CPO sambil diaduk perlahan-lahan selama 15 menit. Kedua, deasidifikasi menggunakan larutan NaOH, lalu sabun dipisahkan dengan sentrifugasi dan kemudian dilakukan pencucian dengan air panas dan disentrifugasi kembali (Widarta et al.2012).

Gee (2007) menyampaikan bahwa total karotenoid dalam minyak sawit kasar (CPO) berkisar 500-700 ppm yang terutama terdiri dari 56% β-karoten dan

35% α-karoten. Sementara itu, Widarta at al (2012) menyatakan bahwa kadar karoten pada CPO sebesar 460.13±13.58 ppm dan pada NRPO sebesar 464.96±11,92 ppm. Fraksinasi NDRPO dapat menghasilkan red palm olein (RPOn) dan red palm stearin (RPS) yang masih banyak mengandung karotenoid. Penelitian yang dilakukan oleh Sugiyono et al.(2012) menunjukkan bahwa kadar total karoten yang terdapat pada NDRPO adalah sebesar 376.47±3.65 ppm dan fraksi oleinnya (RPOn) sebesar 351.36±12.07 ppm serta campuran 1:1 RPOn dan RPS mengandung total karoten sebesar 343.27±7.89 ppm. Selama fraksinasi, komponen asam lemak tidak jenuh, diasilgliserol, squalen, karotenoid, tokoferol, dan tokotrienol lebih cenderung terdistribusi kedalam fraksi olein, sedangkan komponen asam lemak jenuh, monoasilgliserol, sterol, dan fosfolipid cenderung terdistribusi ke dalam fraksi stearin. Oleh karena itu fraksi olein mengandung lebih banyak karotenoid dari pada fraksi stearin (Gee 2007).

RPOn dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku produk pangan dan memberikan sifat fungsional. El-Hadad et al. (2011) menyampaikan bahwa produk fungsional chocolate spread yang berkualitas tinggi dapat diproduksi dengan menggantikan butter dengan RPOn sebesar 20%. Formulasi ini akan menghasilkan lebih banyak kandungan karoten, tokoferol dan tokotrienol masing-masing 14.8, 3.7 dan 19.8 kali dibandingkan dengan kontrol (100% butter).

Lemak padat sebagai bahan baku produk pangan

Titik leleh lemak atau minyak berhubungan dengan titik leleh asam lemak penyusunnya yang dipengaruhi oleh berat molekul, jumlah ikatan rangkap, dan konfigurasi cis atau trans pada ikatan rangkap, serta struktur kristal lemak (Wittcoff 2004). Karakteristik minyak yang penting diantaranya adalah komposisi, struktur kristal, sifat pelelehan, kemampuan interaksi terhadap air dan molekul lain (Fenemma 1996). Lemak atau minyak yang memberikan manfaat terhadap produk pangan karena memiliki sifat khusus disebut juga sebagai specialty fat. Beberapa jenis specialty fat diantaranya adalah pengganti lemak coklat (cocoa butter replacer), pengganti lemak susu, lemak pengisi, lemak krim, lemak es krim, shortening, margarin, dan minyak goreng. Umumnya lemak ini digunakan sebagai komposisi pada produk coklat, confectionery, kue kering, krim pengisi untuk permen, wafer, dan biskuit. Diantara produk ini, dibutuhkan lemak atau minyak yang memiliki titik leleh diatas suhu ruang yang disebut juga sebagai lemak padat (solid fat) serta membutuhkan karakteristik kristal lemak tertentu.

(21)

yang tinggi pada suhu ruang dengan titik leleh yang tajam pada kisaran 32-35⁰C (Ghotra et al. 2002). Bentuk kristal lemak padat dapat berupa kristal α, β’, dan β

yang memberikan sifat tertentu pada produk pangan. Kristal β’ dibutuhkan untuk

produk shortening, margarin, dan produk roti karena dapat membantu penggabungan sejumlah udara dalam bentuk gelembung udara kecil sehingga memberikan sifat plastik dan cream yang lebih baik (Fennema 1996). Sementara itu, bentuk kristal β dibutuhkan pada produk confectionery karena dapat menghasilkan densitas, tingkah laku pelelehan, dan penampilan pada permukaan yang optimal (Sato 1999).

Kristalisasi lemak

Struktur kristal lemak berperan penting untuk formula produk lemak seperti margarin dan shortening karena bentuk kristal memiliki sifat fisik tertentu yang dapat mempengaruhi tekstur, kekerasan, plastisitas, kelarutan, dan mouthfeel. Kemampuan molekul-molekul lemak (trigliserida) untuk mengkristal dalam berbagai bentuk susunan kristal disebut dengan polymorphism. Faktor yang mempengaruhi kristalisasi lemak diantaranya adalah laju pendinginan, perbedaan suhu di bawah titik leleh, suhu terjadinya kristalisasi, laju pengadukan, dan komposisi lemak (Metin dan Hartel, 2005).

Bentuk polimorf lemak dan minyak berubah secara sistematis melalui

proses kristalisasi yang berurutan (alfa (α) -beta prime (β’) -beta (β)) tanpa mengubah struktur kimia. Laju perubahan bentuk ini dipengaruhi oleh kemurnian trigliserida. Semakin homogen lemak maka semakin cepat pembentukan kristal

beta yang stabil (O’Brien 200λ). Beberapa faktor yang mempengaruhi bentuk

polimorf adalah kemurnian, laju pendinginan, terdapatnya inti kristal dan tipe pelarut. Laju pertumbuhan kristal dipengaruhi oleh suhu kristalisasi dan viskositas lelehan lemak. Viskositas yang tinggi dapat menurunkan laju pertumbuhan kristal. Selisih suhu antara lemak dan pendingin harus dijaga pada suhu 14⁰C untuk mencegah shock chilling. jika pendingin yang digunakan suhunya terlalu rendah dapat terbentuk lapisan stearin yang padat pada permukaan dan mengisolasi

minyak dari pendingin. Bentuk polimorf yang umum diantaranya adalah bentuk α, β’, dan β (Fennema 1996). Sementara Marangoni (2005) menyatakan bahwa lemak harus didinginkan 5 sampai 10⁰C di bawah titik lelehnya sebelum mulai terjadi kristalisasi. Jika hanya beberapa derajat sedikit di bawah titik lelehnya, lelehan lemak masih berada pada kondisi metastabil dan belum membentuk inti kristal. Semakin turun suhu di bawah titik lelehnya, terbentuklah inti kristal stabil pada ukuran kritis yang spesifik.

Penelitian yang dilakukan oleh Mayamol et al. (2007) menunjukkan bahwa semakin tinggi laju pendinginan (dari 15 hingga 35⁰C/jam) maka semakin banyak

kristal α dan semakin sedikit kristal β’ dan β yang terbentuk. Sato (1999)

menyampaikan bahwa bentuk α adalah bentuk paling tidak stabil, mudah berubah bentuk menjadi β’ atau β tergantung dari perlakuan panas. Bentuk kristal α yang heksagonal memiliki titik leleh paling rendah dan mudah terbentuk pada proses

pendinginan cepat. Kristal α bersifat rapuh, transparan dan berukuran 5µm. Kristal β’ berbentuk kecil, halus, bersifat plastis dan berukuran 1µm. Sementara kristal β

memiliki titil leleh tinggi, berbentuk kasar, stabil, dan berukuran 25-50µ m

(22)

Lemak bubuk

Lemak bubuk merupakan produk yang dikembangkan untuk kemudahan pencampuran, penanganan, dan efisiensi pelelehan. Produk ini dapat dihasilkan menggunakan lemak terhidrogenasi, campuran lemak terhidrogenasi dan pengemulsi, atau campuran lemak dan pengemulsi dengan bahan lain seperti susu skim, pati, telur bubuk, dan lainnya. Terdapat tiga metode dasar dalam pembentukan lemak bubuk yaitu spray cooling, grinding flaked product, serta spray flaking andgrinding. Formula produk dengan lemak, lemak padat, pengemulsi, dan padatan susu untuk penggunaan tertentu biasanya menggunakan bubuk dari proses pendinginan semprot (O’Brien 200λ).

Sementara itu menurut Tashiro et al. (1989), umumnya terdapat dua proses untuk menghasilkan lemak bubuk yaitu metode pengeringan semprot dan pendinginan semprot. Pengeringan semprot digunakan untuk lemak atau minyak yang diemulsi sehingga dapat menghasilkan lemak bubuk yang stabil dan mudah mengalir. Namun, proses ini membutuhkan energi tinggi, kerusakan lemak pada suhu tinggi dan hilangnya komponen volatil. Permasalahan ini dapat diatasi dengan menggunakan pendinginan semprot. Ribeiro et al. (2012) melakukan penelitian mengenai pengaruh penambahan asam oleat pada asam stearat yang digunakan untuk menghasilkan mikropartikel lemak menggunakan pendinginan semprot. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan asam oleat dapat memodifikasi bentuk kristal, menurunkan titik kristalisasi dan titik leleh.

Pendinginan Semprot

Pendinginan semprot (spray chilling, spray congealing, spray cooling) merupakan proses pengabutan lelehan dan pendinginan droplet yang dihasilkan sehingga membentuk bubuk yang bersifat padat pada suhu ruang (Sillick dan Gregson 2012). Proses pendinginan semprot meliputi pengabutan lemak pada zona kristal dimana partikel halus yang dihasilkan berinteraksi dengan udara

dingin atau gas sehingga menyebabkan kristalisasi lemak (O’Brien 200λ). Okuro (2013) menyampaikan bahwa pengabutan dan proses pembekuan merupakan tahapan yang sangat penting. Pengabutan berhubungan dengan proses pemecahan lelehan campuran menjadi partikel kecil dan proses pembekuan berhubungan dengan perubahan fase partikel tersebut menjadi padat. Berdasarkan sistem operasi, ketidakcukupan pendinginan menyebabkan penggumpalan atau pelengketan droplet pada permukaan chamber dan mempengaruhi morfologi dan karakter mikropartikel.

Parameter proses yang digunakan pada pendinginan semprot akan mempengaruhi karakter bubuk yang dihasilkan. Parameter proses pendinginan semprot juga ditentukan oleh bahan yang digunakan. Menurut Okuro (2013) bahan lipofilik yang memiliki titik leleh lebih tinggi dari suhu ruang paling sering digunakan pada proses pendinginan semprot sehingga menghasilkan partikel lemak padat. Pendinginan semprot menggunakan bahan yang memiliki titik leleh 32-42⁰C.

(23)

media pendingin, mengakibatkan pendinginan droplet hingga mencapai suhu pembekuan. Kemudian suhu konstan selama pelepasan panas dari droplet hingga menjadi mikropartikel yang stabil. Produk yang mengandung beragam asam lemak seperti PKO (palm kernel oil) terhidrogenasi tidak memiliki titik pembekuan yang tepat dan perubahan fase terjadi pada kisaran suhu. Droplet akan melewati tiga tahapan yaitu pendinginan fase cair, pembekuan dan pendinginan fase beku (Okuro 2013).

Secara umum, bentuk dan susunan alat pendingin semprot mirip dengan pengering semprot, sehingga pengering semprot dapat digunakan sebagai pendingin semprot dengan menggantikan sumber udara panas dengan udara dingin. Peralatan ini terdiri dari dua bagian utama, yaitu chamber pendingin dan alat pengabutan (Okuro 2013). Salah satu alat pendingin semprot skala pilot plant adalah FT 81 Tall Form Spray Chiller. Alat ini menggunakan sistem aliran udara dorong dan tarik (push-pull air flow) melalui pengaturan tekanan pada chamber. Udara masuk dialirkan dari bagian atas chamber melalui ruang pendinginan. Kipas pembuangan menarik udara tersebut melalui pipa pembuangan ke bagian bawah chamber melalui cyclone separator dan menghembuskannya ke luar. Pompa digunakan untuk mengalirkan bahan ke nozzle pengabutan. Udara bertekanan juga dialirkan ke nozzle tersebut dengan mengatur katup. Udara bertekanan tersebut akan menyebabkan pengabutan produk dan berinteraksi dengan udara dingin di dalam chamber sehingga terjadi kristalisasi droplet. Partikel droplet yang besar akan jatuh ke tempat penampungan di bawah chamber, sedangkan partikel lebih kecil akan ditarik oleh aliran udara menuju cyclone separator dan dikumpulkan dibawahnya.

Beberapa variabel utama yang perlu diperhatikan pada proses pendinginan semprot adalah titik leleh bahan, suhu bahan, suhu chamber, suhu udara pendingin, tekanan udara pengabutan, dan aliran bahan (Ilic et al. 2009). Suhu chamber dapat ditentukan dengan mengatur suhu udara pendingin (inlet temperature). Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui pengaruh parameter proses terhadap karakteristik partikel. Maschke et al. (2007) menyampaikan bahwa dengan meningkatkan tekanan udara dari 5 hingga 6 bar pada pendinginan semprot maka terdapat penurunan ukuran partikel. Ilic et al. (2009) melaporkan bahwa peningkatan laju aliran bahan akan meningkatkan ukuran partikel dan peningkatan tekanan udara akan menurunkan ukuran partikel. Disamping itu, viskositas dapat mempengaruhi ukuran partikel. Viskositas dapat dijaga melalui pengaturan suhu atau berdasarkan jumlah padatan terlarut. Viskositas rendah (suhu tinggi) menghasilkan ukuran partikel yang lebih kecil, sedangkan viskositas yang lebih tinggi menghasilkan ukuran partikel yang lebih besar (Albertini et al. 2008).

(24)

81.4-115.6 µm. Berdasarkan Mukai-Corrêa et al. (2004), Önal dan Langdon (2005), ukuran partikel dapat dimanipulasi dengan mengubah-ubah ukuran orifice, laju aliran udara, suhu dan viskositas bahan.

Seperti pengeringan semprot, pendinginan semprot telah digunakan sebagai alat utama untuk membuat mikropartikel dan mengenkapsulasi produk farmasi, pangan dan flavor. Menurut Alvim et al. (2012), pendinginan semprot merupakan metode yang baik digunakan untuk mikroenkapsulasi karena kondisi proses yang tidak rumit, dapat memepertahankan komponen volatil dan dapat diaplikasikan dalam skala besar. Disamping itu, pendinginan semprot tidak membutuhkan pelarut organik seperti alkohol atau eter dan tidak menggunakan suhu tinggi (Okuro 2013). Metode ini telah digunakan untuk proses pembuatan mikropartikel lemak padat dari campuran lemak hidrogenasi, asam stearat, dan fitosterol (Alvim et al. 2012), mikroenkapsulasi glukosa oleh campuran minyak stearat, oleat dan menggunakan emulsifier lesitin (Ribeiro et al. 2012), mikrokapsul lipid berupa campuran interesterifikasi lemak, minyak kedelai terhidrogenasi dan tokoferol (Gamboa et al. 2011).

Sifat Bubuk

Sifat bubuk (powder property) dapat diklasifikasikan sebagai sifat fisik dan sifat kimia. Sifat fisik diantaranya adalah bentuk partikel, densitas dan porositas, karakteristik permukaan, kekerasan, diameter dan ukuran. Sedangkan sifat kimia meliputi komposisi dan interaksinya dengan komponen lain. Sifat produk bubuk juga dapat diklasifikasikan menjadi sifat primer dan sekunder. Sifat primer yaitu sifat individu (particle property) diantaranya densitas partikel, porositas partikel, bentuk, diameter, sifat permukaan, kekerasan atau kelengketan dan sifat sekunder yaitu sifat curah (bulk property) diantaranya densitas kamba, sifat permukaan, kekerasan atau kelengketan (Onwulata 2005).

Menurut Fu et al. (2011) bentuk dan ukuran partikel secara signifikan mempengaruhi sifat curah dari bubuk yaitu karakter aliran bubuk pada beberapa tekanan berupa sifat kompresibilitas, permeabilitas dan shear cell. Kompresibilitas merupakan sifat yang mencerminkan kemampuan bubuk untuk bergabung ketika diberikan suatu tekanan normal. Semakin tinggi nilainya maka menunjukkan semakin lengket bubuk tersebut. Permeabilitas merupakan pengukuran tingkat kemudahan bahan dapat melewatkan udara. Sementara, shear cell merupakan pengujian untuk menentukan gaya geser yang dibutuhkan untuk bubuk mulai mengalir.

(25)

diperlukan untuk memindahkan bubuk dari satu tahapan ke tahapan proses lainnya, kemudahan pencampuran dengan bubuk lainnya dan stabilitasnya selama penyimpanan (Onwulata 2005).

Pengujian daya alir dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu diantaranya pengukuran shear strength, sudut gulir, kompresibilitas menggunakan rasio Hausner dan indeks Carr (Bodhmage 2006). Standar ISO 3435 menyatakan penggunaan sudut gulir untuk pengukuran tingkat kelengketan bahan bubuk (Cain 2002). Terdapat dua jenis sudut gulir (angle of repose/AOR) yaitu sudut statis dan sudut dinamis. Menurut Geldart at al. (2006) AOR merupakan metode yang sederhana, dapat dipercaya dan dapat digunakan untuk peralatan penelitian. Terdapat empat metode yang umum digunakan untuk mengukur AOR yaitu fixed height cone, fixed base cone, tilting table dan rotating cylinder. Pada metode fixed height cone, bahan dituang ke dalam corong yang terletak dengan ketinggian tertentu diatas dasar yang datar, sedangkan pada metode fixed base cone corong diisi dengan bahan dan kemudian diangkat perlahan-lahan untuk mengalirkan bahan. Sementara, pada metode tilting table dan rotating cylinder dibutuhkan peralatan yang harus dipasang pada batang melalui bearing sehingga dapat dimiringkan secara perlahan. Uji AOR merupakan metode yang sederhana, cepat dan dapat dipercaya. Semakin kecil nilai sudut maka bubuk bersifat semakin mudah mengalir. Geldart et al. (2006) menunjukkan bahwa tidak terdapat kesepakatan umum terhadap disain atau ukuran alat percobaan, cara pelaksanaan, dan jumlah optimum bubuk yang digunakan. Daya alir bubuk dihitung berdasarkan nilai sudut gulir statis (static angle of repose) yaitu sudut gulir yang menunjukkan keadaan bubuk pada tumpukan. Klasifikasi daya alir bubuk berdasarkan nilai sudut gulir menurut Carr yang disebutkan di dalam Bodhmage (2006), yaitu 25-30 sangat mudah mengalir (very free flowing), 30-38 mudah mengalir (free flowing), 38-45 cukup mengalir (fair to passable flow), 45-55 lengket (cohesive), dan >55⁰ sangat lengket (very cohesive).

Daftar Pustaka

Albertini B, Passerini N, Pattarino F, Rodriguez L. 2008. New spray congealing atomizer for the microencapsulation of highly concentrated solid and liquid substances. Eur J Pharm Biopharm69:348–357

Alvim ID, Souza FS, Kour IP, Jurt T, Dantas FBH. 2012. Use of the spray chilling method to deliver hydrophobic components: physical characterization of microparticles. J Ciênc Tecnol Aliment Camp33(1): 34-39

Bodhmage A. 2006. Correlation between physical properties and flowability indicators for fine powders characterisation of food powder flowability. Thesis. Department of Chemical Engineering University of Saskatchewan. Cain J. 2002. An alternative technique for determining ANSI/CEMA standard 550

flowability ratings for granular materials. Powder Hand. Proc. 14 (3): 218-220

Carr RL. 1970. Particle behaviour, storage and flow. British Chem Eng15(12)μ1541−154λ

(26)

Fennema OR. 1996. Food chemistry 3rd edition. Marcel Dekker Inc. New York Fu X, Huck D, Makein L, Armstrong B, Willen U, Freeman Y. 2012. Effect of

particle shape and size on flow properties of lactose powders. Particuology 10: 203– 208 Characterization of powder flowability using measurement of angle of repose.China Particuology.4 (3): 104-107

GhotraBS, Dyal SD, Narine SS. 2002. Lipid shortenings: a review. Food Research Int35:1015–1048

Ilic I, Dreu R, Burjak M, Homar M, Kerc J, Srcic S. 2009. Microparticle size control and glimepiride microencapsulation using spray congealing technology.Int J Pharm 378: 176–183

Marangoni AG. 2005. Crystallization kinetics. Di dalam: Marangoni AG, editor. Fat Crystal Networks. New York: Marcel Dekker, Inc. hlm 21-82

Maschke A, Becker C, Eyrich D, Kiermaier J, Blunk T, Göpferich A. 2007. Development of a spray congealing process for the preparation of insulin-loaded lipid microparticles and characterization thereof, Eur J Pharm Biopharm 65:175–187

Mayamol PN, Balachandran C, Samuel T, Sundaresan A, Arumughan C. 2007. Process technology for the production of micronutrient rich red palm olein. J Amer Oil Chem Soc 84:587–596

Metin S, Hartel RW. 2005. Crystallization of fats and oils. Di dalam: Shahidi F, editor. Bailey’s Industrial Oil and Fat Products. Ed ke-6. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. hlm 45-76

Mukai-Corrêa R, Prata AS, Alvim ID, Grosso CRF. 2004. Controlled release of protein from hydrocolloid gel microbeads before and after drying. Current Drug Delivery 1: 265–273

Önal U, Langdon CJ. 2005. Development and characterization of complex particles for delivery of amino acids to early marine fish larvae. Marine Biol 146(5): 1031–1038

O’Brien RD. 200λ. Fats and oils μ formulation and processing for applications

third edition. CRC Press. Boca Raton

Okuro PK, Junior FEM, Favaro-Trindade. 2012. Technological challenges for spray chilling encapsulation of functional food ingredients. Food Technol Biotechnol 51 (2): 171–182

Onwulata C. 2005. Encapsulated and powdered foods. CRC press. Boca Raton Ribeiro MDMM, Arellano DB, Grosso CRF. 2012. The effect of adding oleic acid

in the production of stearic acid lipid microparticles with a hydrophilic core by a spray-cooling process. Food Research Int 47: 38–44

Sato K. 1999. Solidification and phase transformation behaviour of food fats. Fett/Lipid 101(12): 467–474

(27)

Sugiyono, Wibowo M, Soekopitojo S, Wulandari N. 2012. Pembuatan bahan baku spreads kaya karoten dari minyak sawit merah melalui interesterifikasi enzimatik menggunakan reaktor batch. J Teknol Indust Pangan 2(23): 117-125

Tashiro Y, Baba H, Obatake K, Sakka H, Sohara I. 1989. Process for producing fat powder. United States Patent. 4855157

Teunou E, Fitzpatrick JJ, Synnott EC. 1999. Characterisation of food powder flowability. J Food Eng 39: 31-37

Widarta IWR, Andarwulan N, Haryati T. 2012. Optimasi proses deasidifikasi dalam pemurnian minyak sawit merah skala pilot plant. J Teknol Indust Pangan 1(23): 41-46

(28)

3

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai Oktober 2014. Tempat penelitian adalah Pilot Plan Minyak dan Lemak, Laboratorium Kimia SEAFAST CENTER, serta Laboratorium Pengembangan Produk dan Proses Pangan, Laboratorium Research Pengolahan Pangan, Laboratorium Analisis Pangan Terkareditasi dan Instrumen Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB.

Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak sawit merah (MSM) fraksi stearin (red palm stearin / RPS) dan fraksi olein (red palm olein / RPOn) dari SEAFAST CENTER, LPPM, IPB (Bogor, Indonesia), serta FHPO (fully hydrogenated palm oil) dari PT Salim Invomas Pratama (Surabaya, Indonesia). Bahan kimia yang digunakan adalah, Na2S2O3, heksana, pereaksi Wijs, KI, pati, kloroform, air destilata, asetonitril, dan aseton.

Peralatan utama yang digunakan adalah pendingin semprot (FT 81 Tall Form Spray Chiller). Peralatan analisis yang digunakan adalah spektrofotometer UV-VIS 2450 Shimadzu, Differential Scanning Calorimetry (DSC-60 Shimadzu), mikroskop polarisator Olympus BH2-BHSP yang dihubungkan dengan kamera digital Olympus ToupCamTM, Chromameter CR300 Minolta, Powder Flowability Index Test Instrument-Flodex,High Performance Liquid Chromatography (HPLC Hewlett Packard series 1100), viskometer Brookfield, termometer, neraca analitik, hotplate, dan alat gelas yang digunakan untuk analisis.

Desain Penelitian

Penelitian ini dirancang dalam 3 tahapan penelitian, secara umum disajikan pada Gambar 3.1 yang terdiri atas:

1. Pengkondisian Alat Pendinginan Semprot 2. Penentuan Formula Lemak Bubuk

(29)

Pengkondisian Alat Pendinginan Semprot

Tujuan: mempelajari alat pendinginan semprot agar dapat dioperasikan dengan baik dan benar

Penentuan Formula Lemak Bubuk

Tujuan: memperoleh kisaran formula lemak yang akan digunakan sebagai bahan pembuatan lemak bubuk

Pengaruh Parameter Proses dan Formula Lemak terhadap Karakteristik Lemak Bubuk

Tujuan: mengetahui pengaruh parameter proses dan formula lemak untuk dapat

menghasilkan lemak bubuk kaya β-karoten dan mudah mengalir pada suhu ruang Cara pengaturan dan semprot, laju aliran bahan dan formula lemak

terhadap karakterisitk lemak bubuk

(30)

Pengkondisian alat pendinginan semprot

Alat pendinginan semprot terdiri dari (1) chamber yang merupakan ruang tempat terjadinya kristalisasi partikel bubuk. (2) Sumber pendingin yang terhubung dengan penukar panas untuk menurunkan suhu udara pendingin ke dalam chamber dan dilengkapi dengan pengatur suhu pendingin/T. (3) Kompresor yang berfungsi menghasilkan udara bertekanan untuk proses pengabutan dan dilengkapi dengan katup pengatur tekanan/P2. (4) Pompa bahan (progressing cavity pump) untuk mengalirkan bahan ke nozzle pengabutan melalui pengaturan kecepatan pada panel kontrol. (5) Nozzle yang merupakan alat untuk proses pengabutan bahan menjadi partikel bubuk. (6) Cyclone separator yang memisahkan partikel bubuk dari aliran udara. (7) inlet dan exhaust fan yang berfungsi untuk mengalirkan dan menarik udara pendingin selama proses. (8) Wadah bahan berkapasitas 5 liter yang dilengkapi jaket pemanas. (9) Wadah penampung bubuk di bawah chamber dan cyclone separator. (10) Panel kontrol yang berfungsi sebagai panel pengaturan dan display parameter.

Pengkondisian alat dilakukan untuk memastikan bahwa prosedur penggunaan alat dapat dilakukan dengan baik melalui pengamatan terhadap stabilitas parameter dan rendemen proses. Bahan yang digunakan untuk tahap pengkondisian alat adalah FHPO (300 g). Parameter proses pendinginan semprot diatur sebagai berikut, suhu sumber pendingin 15°C, kecepatan pompa 42 g/menit, tekanan udara 0.6 bar, dan suhu bahan 83-85°C. Prosedur proses pendinginan semprot yaitu, (i) persiapan alat, alat dinyalakan dan suhu sumber pendingin diatur sesuai parameter yang diinginkan, serta alirkan air panas untuk proses flushing (pembilasan) jalur bahan dan nozzle. (ii) Nyalakan kipas udara dan tunggu hingga suhu udara masuk telah stabil. (iii) Setelah flushing, lemak yang telah dilelehkan kemudian dipompakan dengan pompa bahan pada kecepatan tertentu. Lalu segera pasang pipa jalur bahan pada nozzle sesaat setelah bahan keluar dari jalur. (iv) Setelah bahan habis, matikan sumber pendingin dan kipas udara. Lepas pipa jalur dari nozzle, lalu bilas jalur dengan air panas. (v) Kumpulkan produk lemak bubuk yang terdapat pada wadah penampung chamber dan cyclone separator.

Penentuan formula lemak bubuk

Pembuatan formula dilakukan dengan metode pencampuran bahan pada skala laboratorium. Terlebih dahulu dilakukan analisis titik leleh (slip melting point/SMP) menggunakan metode kapiler dan kadar β-karoten bahan baku RPS, RPOn dan FHPO. Pencampuran dilakukan dengan cara memanaskan masing-masing bahan pada kisaran titik lelehnya, lalu dicampurkan dan diaduk menggunakan magnetic stirrer selama 15 menit. Kemudian campuran tersebut disimpan pada suhu 15°C.

(31)

dipilih kemudian dianalisis titik leleh (SMP), profil trigliserida, bilangan iod, dan viskositas apparent.

Pengaruh parameter proses dan formula lemak terhadap karakteristik lemak bubuk

Formula awal yang digunakan sebagai bahan pembuatan lemak bubuk diperoleh dari tahapan sebelumnya. Proses pembuatan lemak bubuk dilakukan melalui tahapan, (i) persiapan campuran lelehan lemak. RPO, RPS, dan FHPO (sesuai formula) masing-masing dilelehkan pada kisaran titik lelehnya, kemudian dicampur dan diaduk menggunakan magnetic stirrer selama 15 menit pada suhu 10°C diatas titik leleh campuran tersebut. (ii) Lelehan campuran lemak tersebut (300 g) kemudian dipompakan ke nozzle, yang terdapat pada bagian bawah chamber. Selanjutnya lemak bubuk yang terbentuk di dalam chamber dikumpulkan di dalam penampung bubuk yang terdapat di bawah chamber dan cyclone separator. Lemak bubuk tersebut kemudian dianalisis karakteristiknya

yaitu daya alir dan kadar β-karoten.

Tabel 3. 1 Rancangan percobaan pembuatan lemak bubuk Kombinasi pendingin (Suhu udara

Rancangan percobaan yang digunakan adalah faktorial kombinasi beberapa parameter proses yang ditampilkan pada Tabel 3.1. Rancangan ini digunakan untuk formula lemak terpilih pada tahapan penentuan formula lemak bubuk. Lemak bubuk yang diperoleh melalui kombinasi parameter tersebut dianalisis daya alir, distribusi ukuran partikel, titik leleh, kadar β-karoten dan warna.

Prosedur Analisis

1. Analisis Daya Alir Lemak Bubuk

(32)

Gambar 3. 2 Alat pengukur sudut gulir

2. Analisis Titik Leleh Lemak Bubuk

Analisis titik leleh lemak bubuk menggunakan metode AOCS Cj1-94 Official Methods (2003) melalui sedikit modifikasi. Sampel ditimbang sebanyak ±5 mg di dalam Al hermetic pan. Kemudian pan tersebut ditutup dan dipres. Pan kosong juga disiapkan untuk referensi. Alat DSC dinyalakan dan diatur kenaikan suhunya 5oC per menit. Alat dikontrol dengan perlakuan suhu 25oC sampai 80oC.

3. Analisis Distribusi Ukuran Partikel Lemak Bubuk

Analisis ini mengikuti prosedur yang dilakukan oleh Ursica et al.(2005) dengan sedikit modifikasi. Sebanyak 0.1 gram sampel lemak bubuk disuspensikan ke dalam 5 ml etanol 96% (Ilic et al. 2009), divorteks, diteteskan di atas hemasitometer dan ditutup dengan kaca penutup. Segera dilakukan pengamatan pada 10 area pandangdengan perbesaran 100x. Ukuran partikel ditentukan berdasarkan panjang diameter yang diukur menggunakan software Topview.

4. Slip Melting Point Metode Kapiler (AOCS Cc3-25 2003)

Sedikitnya 3 buah pipa kapiler gelas berdiameter ±1 mm dicelupkan ke dalam sampel yang telah terlebih dahulu dilelehkan hingga minyak naik setinggi 1 cm di dalam pipa kapiler. Pipa kapiler yang telah berisi sampel didiamkan pada suhu 4-10C selama 16 jam. Pipa kapiler diikat pada termometer sehingga ujung pipa kapiler sejajar dengan ujung termometer. Pipa kapiler dan termometer tersebut dicelupkan ke dalam gelas piala berisi air dengan suhu 8-10C di bawah dugaan SMP contoh. Gelas piala diletakkan di atas hotplate dengan peningkatan suhu 0.5-1C/menit. Pembacaan suhu dilakukan ketika sampel yang berada dalam pipa kapiler tersebut meleleh dan bergerak naik sampai tanda batas atas. Pengukuran dilakukan dengan tiga ulangan.

5. Profil Trigliserida (AOCS Ce5b-89 2003)

- Persiapan Sampel

Larutkan sampel dalam pelarut yang sesuai (aseton atau aseton-kloroform dengan perbandingan (v/v) 1:1), sehingga didapatkan larutan 5% (b/v).

- Analisis Sampel

(33)

C-18 dengan ukuran 4.6 x 250 mm dan ukuran partikel 5 µm yang dipasang

Identifikasi dilakukan dengan membandingkan peak kromatogram dan waktu retensi sampel dengan standar trigliserida (TG). Standar TG yang digunakan adalah fully hydrogenated soybean oil (FHSO) yang mengandung TG (PPP, PPS, PSS, SSS), refined bleached deodorized palm oil (RBDPO) yang mengandung TG (PLO, PLP, OOO, POO, POP, PPP), cocoa butter yang mengandung TG (POP, POS, SOS, SOA) dan standar murni yang mengandung TG (OOO, POO, SOO, PPP, SSS). Dimana P adalah palmitat yang merupakan asam lemak jenuh (saturated), L adalah linoleat yang merupakan asam lemak tidak jenuh (unsaturated), O adalah oleat yang merupakan asam lemak tidak jenuh (unsaturated), dan S adalah stearat yang merupakan asam lemak jenuh (saturated). Persentase trigliserida dihitung melalui perbandingan luas area TG yang diinginkan terhadap jumlah luas area TG yang teridentifikasi.

6. Kadar β-Karoten (PORIM P2.6 1995)

Sebanyak 0.1 gram sampel dilarutkan dengan heksana dalam labu ukur 25 ml sampai tanda tera, lalu dikocok hingga benar-benar homogen. Selanjutnya serapan diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 446 nm. Analisis dilakukan secara duplo dan pembacaan pada alat sebanyak tiga kali. Pengenceran dilakukan apabila absorbansi yang diperoleh nilainya lebih dari

0.700. Total β-karoten dihitung dengan cara :

Kadar β-karoten =

7. Analisis Bilangan Iod (AOCS Cd1-25 2003)

Sebanyak ±0.5 g sampel ditimbang dalam erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 15 ml kloroform untuk melarutkan sampel. Setelah sampel larut, sebanyak 25 ml pereaksi Wijs dimasukkan ke dalam campuran tersebut, dikocok, dan ditempatkan dalam ruang gelap suhu 25±5C selama 30 menit. Setelah itu, dilanjutkan dengan penambahan 20 ml KI 10% dan air destilata sebanyak 100 ml. Campuran dalam erlenmeyer dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0.1N dan dikocok kuat hingga warna kuning hampir hilang. Tambahkan 1-2 ml indikator pati ke dalam campuran tersebut. Titrasi dilanjutkan lagi hingga warna biru hilang. Analisis dilakukan secara triplo. Bilangan iod sampel dihitung menggunakan rumus:

(34)

Keterangan :

W = berat sampel lemak (gram)

Vb = volume Na2S2O3 untuk titrasi blanko (ml) Vs = volume Na2S2O3 untuk titrasi contoh (ml) N = Konsentrasi Na2S2O3 hasil standardisasi (N)

8. Viskositas Apparent (AOCS Ja10-87 2003)

Viskositas diukur menggunakan viskometer Brookfield. Sampel formula lemak bubuk dilelehkan pada suhu bahan proses pendinginan semprot (10°C > SMP formula). Nilai viskositas diukur dengan rumus :

Viskositas (cP) = skala alat x faktor pengali (berdasarkan speed dan spindle)

9. Analisis Warna

Pengujian warna pada penelitian dilakukan dengan menggunakan Chromameter CR 300 Minolta. Prosedur yang dilakukan adalah pertama, lakukan

kalibrasi terlebih dahulu dengan menekan tombol ”CALIBRATE”; masukkan data kalibrasi Y, x dan y yang terdapat pada penutup bagian plat kalibrasi. Kemudian letakkan measuring head pada plat kalibrasi yang berwarna putih, tekan tombol

MEASURE‟. Biarkan alat bekerja secara otomatis sebanyak tiga kali hingga pengukuran selesai. Selanjutnya sampel diukur dengan cara, Pertama letakkan measuring head pada contoh yang akan diukur, tekan tombol “MEASURE‟, tunggu beberapa saat hingga pengukuran selesai. Pengukuran menghasilkan nilai L, a dan b. L menyatakan parameter kecerahan (warna akromatik, 0: hitam sampai 100: putih). Warna kromatik campuran merah hijau ditunjukkan oleh nilai a (a+ = 0-100 warna merah, a- = 0-(-80) warna hijau. Warna kromatik campuran biru kuning ditunjukkan oleh nilai b (b+ = 0-70 warna kuning, b- = 0-(-70) warna biru. Pengujian warna dilakukan sebanyak dua kali ulangan.

10.Analisis Data

Data yang diperoleh ditampilkan dalam tabel dan grafik menggunakan software Microsoft Excel, serta dianalisis uji ragam ANOVA Univariate, korelasi Pearson dan uji lanjut Duncan menggunakan software SPSS.

Daftar Pustaka

Recommended Practices of the AOCS Ce5b-89. USA

[AOCS] American Oil Chemists’ Society. 2003. Official Methods and

Recommended Practices of the AOCS Cj1-94. USA

[AOCS] American Oil Chemists’ Society. 2003. Official Methods and

(35)

Ilic I, Dreu R, Burjak M, Homar M, Kerc J, Srcic S. 2009. Microparticle size control and glimepiride microencapsulation using spray congealing technology. Int J Pharm. 378:176-183.

[PORIM] Palm Oil Research Institute of Malaysia. 1995. Porim test methods P2.6. Palm Oil Research Institute of Malaysia.

Ursica L, Tita D, Palici I, Tita B, Vlaia V. 2005. Particle size analysis of some water/oil/water multiple emulsions. J Pharm and Biomed Anal. 37:931-936. Wouters IMF, Geldart D. 1996. Characterising semi-cohesive powders using

(36)

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembahasan pada tesis ini dibagi menjadi empat subbab yaitu (i) pengkondisian alat pendinginan semprot, (ii) the study of spray chilling parameters in β-carotene-rich fat powder production, yang ditulis dalam bahasa Inggris karena disiapkan untuk Journal of Food Process Engineering, (iii) penggunaan minyak sawit merah untuk pembuatan lemak bubuk kaya β-karoten melalui proses pendinginan semprot, yang telah diterima untuk diterbitkan pada jurnal Agritech Vol. 35, No. 4, November 2015, dan (iv) pembahasan umum.

A Pengkondisian Alat Pendinginan Semprot

Alat pendinginan semprot (lihat Gambar 4.1) dapat digunakan dengan baik untuk menghasilkan lemak bubuk dan bisa dioperasikan dengan baik karena menghasilkan nilai rendemen dan parameter yang stabil selama proses. Rendemen lemak bubuk pada proses pendinginan semprot dengan lima kali ulangan diperoleh sebesar 80.90±1.09% (Tabel 4.1). Kehilangan sejumlah produk yang dihasilkan terjadi akibat bahan dan bubuk menempel pada jalur dan dinding chamber serta adanya tahapan pembilasan jalur sebelum dilakukan penyemprotan.

Tabel 4. 1 Rendemen proses pendinginan semprot

Penampung Rendemen (%) Rataan (%) Sd pendinginan semprot terkendali dengan baik, dengan nilai yang stabil selama proses berlangsung. Parameter proses pada alat pendinginan semprot yang diamati terutama parameter suhu udara pendingin, tekanan udara semprot dan laju aliran bahan (Lampiran 1-2). Suhu udara pendingin diperoleh melalui pengaturan suhu sumber pendingin (glycol). Pengaturan suhu sumber pendingin 15°C menghasilkan suhu udara pendingin 18-20°C. Selanjutnya, untuk mendapatkan suhu udara pendingin 10°C dan 15°C dilakukan pengaturan suhu sumber pendingin masing-masing sebesar 4°C dan 10°C. Dari pengamatan yang dilakukan (Lampiran 1-2) parameter proses tersebut bisa dikendalikan dengan baik.

(37)

dipertahankan melalui pemanas (heater) yang terpasang pada wadah bahan, jalur dan nozzle. Selama proses pendinginan semprot berjalan, perlu diperhatikan kestabilan tekanan aliran bahan berada di bawah 1.5 bar yang menunjukkan bahwa tidak terjadi penyumbatan pada jalur. Dengan demikian, alat pendinginan semprot telah dapat dijalankan dengan baik untuk tahapan penelitian selanjutnya.

B The Study of Spray Chilling Parameters in β-Carotene-Rich Fat Powder Production1*

Abstract

β-Carotene-rich fat powder was prepared using 1:1:3 weight based ratio of red palm olein, red palm stearin and fully hydrogenated palm oil. The spray chilling process was observed to evaluate the influence of different processing parameters on fat powder properties. An increased liquid feed rate from 42 to 112 g/min or decreased atomizing air pressure from 1.6 to 0.4 bar was found to increase the flowability of fat powder, while the cooled air temperature from 10 to

20˚C did not affect the flowability significantly. Higher particle size resulted in

better flowability. The free flowing β-carotene-rich fat powder can be obtained by

using air pressure of ≤ 0.8 bar and liquid feed rate of ≥ 112 g/min. The β-carotene content of fat powder produced with these parameters was 131.91±0.71 ppm. Keywordsμ fat powder, β-carotene, spray chilling, flowability

Introduction

Fats are the main ingredient in many products, such as in shortening, margarine, filling fat, coating fat, and cocoa butter replacer. Specifically, many of these products require solid fat which has a melting point above room temperature as an ingredient.

Solid fat is available from naturally occuring vegetable soure, such as palm oil, or through fat modification by fractionation and/or hydrogenation processes. Generally, solid fat is supplied in the bulk form, making difficult to handle in transportation and formulation at food manufacturing environment. Handling of solid fat as ingredient is considered more effective if it is in the form of powder. The main advantages of ingredient in powder form are easier to transport and handle, more precise to mix it with other materials (Chen and Li 2009). However, the availability of fat ingredient in the form of powder (fat powder) is still limited. Fat powder may be produced by spray chilling technique. The principles of spray chilling are (i) molten fat is atomized and then (ii) cooled at a temperature lower than melting point so that the atomized fats will form prills or powders that are solid at room temperature (Tashiro et al. 1989, Sillick and Gregson 2012). Thus, this technology is suitable for producing pure fat with melting point in range of 30-60C in the powder form.

Flowability is one of the most important powder properties especially with regard to handling practices in food manufacturing environment. Flowability of powder is particular important in determining (i) the most effective conveyor

(38)

system, (ii) blending effectiveness, and (iii) stability during storage due to segregation or caking phenomena (Onwulata 2005).

In the food industry, spray chilling technology is becoming important for production of a fat based functional food ingredient (Okuro et al. 2013). Using spray chilling technology production of of lipid microparticles containing tocopherol (Gamboa et al. 2011) and glucose encapsulation Ribeiro et al. (2012) have been published.

Palm oil has been known as a rich source of carotenoid. Palm oil refinery process to maintain the high content of carotenoids has been established, resulting in a red palm oil rich of carotenoid (Widarta et al. 2008, Astuti et al. 2010). Olein fraction of red palm oil is one of the richest carotenoid sources, containing β -carotene of 460 ppm (Alyas et al. 2006) to 542.09 ppm (Dauqan et al. 2011).

The objective of our research was to study spray chilling process of molten formulated mixture of red palm oil with other fats to produce carotenoids-rich fat powder having good flowability. Specifically, effects of spray chilling processing parameters, namely the molten material feed rate, the atomizing pressure, and the cooled air temperature on the flowability of the fat powder will be studied.

Materials and Methods

Materials

Materials used for fat powder production were red palm olein (RPOn), red palm stearin (RPS), and fully hydrogenated palm oil (FHPO). RPOn and RPS were obtained from Southeast Asia Food and Agricultural Science and Technology (Bogor, Indonesia), and FHPO was obtained from PT Salim Invomas Primary (Surabaya, Indonesia).

Fat powder preparation

(39)

Chamber

P: Atomizing air pressure controller V: Liquid feed rate controller T : Cooled air temperature controller P rate and cooled air temperature on the properties of fat powder was studied (Table 5.1). The fat powder obtained were analyzed for its flowability (Wouters and Geldart 1996), particle size distribution (Ursica et al. 2005), melting point (AOCS Cj1-94 Official Method 2003), and β-carotene content (PORIM 1995).

(40)

Particle size distribution analysis (Ursica et al. 2005)

This analysis was performed using a polarimetry microscope Olympus BH2-BHSP connected to a digital camera Olympus ToupCamTM (Japan) and a computer in order to obtain images and to measure the particles diameter. This analysis followed the procedures performed by Ursica et al. (2005) with a slight modification. A number of 0.1 grams fat powder was suspended in 5 ml ethanol 96% (Ilic et al. 2009), vortex, dripped on hemocytometer and covered with a glass cover. It was immediately observed on 10 viewing area with 100x magnification. The particle size was determined by the diameter of particle measured with Topview software.

Melting point analysis (AOCS Cj1-94 Official Method 2003)

Melting point of the fat powder was evaluated by using Differential Scanning Calorimetry 60 Shimadzu (Japan) according to AOCS Cj1-94 Official Method (2003) with a minor modification. 5 mg fat powder was weighed in Al pan, then hermetically closed and pressed. An empty pan was also prepared as a reference. The DSC instrument was turned on, set the temperature rise of 5°C/min, and controlled the temperature of 25oC to 80oC.

Results and Discussion

From the preliminary study we found that spray chilling technique can be used to produced fat powder. Operated at atomizing air pressure of 0.4 – 1.6 bar, liquid feed rate of 42 – 112 g/min, and cooled air temperture of 10 - 20°C, the Armfield FT 81Tall Form Spray Chiller (England) was able to produce fat powder from mixture of molten fats consisting of RPOn, RPS, and FHPO with proportion of 1:1:3 (w/w/w). During several runs, the equipment showed consisten performances, indicated by relatively constant fat powder yield at 80.19 ± 0.93%. Product losses during the process was caused mainly by materials and powder sticking to the pipe lines and the chamber walls as well as due to the initial flushing before spraying. Furthermore, spray chilling processing parameter used in this study (cooled air temperature, atomizing air pressure, and liquid feed rate) also appear in control and remained constant during the operation, indicated that the spray chiller can be operated as expected.

Gambar

Gambar 3. 1 Diagram alir pelaksanaan penelitian
Gambar 3. 2 Alat pengukur sudut gulir
Tabel 4. 1 Rendemen proses pendinginan semprot
Table 4. 2 The experimental design of β-carotene-rich fat powder production
+7

Referensi

Dokumen terkait

compare level of serum transaminases between body mass index group (overweight, obese, and. severely obese) in children was analyzed used Kruskal-Wallis, and Post Hoc with P value

VOLUME PERDAGANGAN, KAPITALISASI PASAR, HARI PERDAGANGAN DAN LABA TERHADAP RETURN SAHAM (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI) ”.

o Menunjukkan berbagai perubahan bentuk energi listrik, misalnya energi listrik menjadi energi gerak, bunyi dan panas1. o Mencari contoh alat rumah tangga

Dari hasil pengumpulan dan pengolahan data, karakteristik dengan presentasi nilai technical importance ranking diatas 10 % adalah kemasan yang terbuat dari

Margono (2004: 125) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan teknik sampling adalah cara untuk menentukan sampel yang jumlahnya sesuai dengan ukuran sampel yang akan

Dengan demikian, dapat diketahui bahwa ada beberapa poin dari hasil pemetaan yang diperoleh antara lain yaitu kesesuaian lahan untuk TPA Sampah dengan tingkat

Lampiran I :   Keputusan Bupati Barito Kuala  Nomor 188.45/183/ KUM/ 2017  Tanggal  3  April  2017

PROGRAM INTERVENSI DINI PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANAK AUTISME DENGAN HAMBATAN KOMUNIKASI VERBAL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |