• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Kognitif Pada Lansia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Kognitif Pada Lansia"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN KOGNITIF PADA LANSIA DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN DAN PUSKESMAS PETISAH MEDAN

Oleh : ARNI ZULSITA

070100077

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

GAMBARAN KOGNITIF PADA LANSIA

KARYA TULIS ILMIAH INI DIAJUKAN SEBAGAI SALAH

SATU SYARAT UNTUK MEMPEROLEH KELULUSAN

SARJANA KEDOKTERAN

Oleh :

ARNI ZULSITA

070100077

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

GAMBARAN KOGNITIF PADA LANSIA

Nama : Arni Zulsita NIM : 070100077

PEMBIMBING PENGUJI I

(dr. Mustafa M. Amin, SpKJ) (dr. Muara P. Lubis, SpOG) NIP: 197803302005011003 NIP: 197510232008121001

PENGUJI II

(dr. T. Azhar Djohan, SpPK)

Medan, 30 Nopember 2010

Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(4)

ABSTRAK

Lansia akan mengalami perubahan pada berbagai sistem fisiologis tubuh, misalnya sistem saraf. Perubahan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya penurunan dari fungsi kerja otak. Beberapa penelitian juga menyebutkan bahwa walaupun tanpa adanya penyakit neurodegeneratif, jelas terdapat perubahan struktur otak manusia seiring bertambahnya usia. Hal tersebut tentunya juga akan berpengaruh pada aktivitas sehari-hari sehingga dapat menurunkan kualitas hidup lansia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kognitif pada lansia beserta karakteristik demografinya, seperti usia, jenis kelamin dan status pendidikan.

Penelitian ini merupakan studi deskriptif dengan metode cross sectional terhadap 100 orang lansia di RSUP HAM dan Puskesmas Petisah yang berusia 65 tahun ke atas dan memiliki status pendidikan minimal SD serta tidak mengalami gangguan pendengaran. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara consecutive sampling. Instrumen yang digunakan ialah Mini Mental State Examination 11-item.

Dari penelitian diperoleh 34% responden mengalami penurunan fungsi kognitif. Perempuan lebih banyak mengalami penurunan fungsi kognitif daripada laki-laki, yaitu sebesar 45,7%. Penurunan fungsi kognitif terjadi pada 50% lansia old-old, lebih banyak dibandingkan pada lansia young-old (27,7 %). Sedangkan berdasarkan status pendidikan, lansia dengan status pendidikan SD lebih banyak mengalami penurunan fungsi kognitif, yaitu 62,5% daripada lansia dengan status pendidikan lainnya.

Prevalensi penurunan fungsi kognitif pada lansia di masyarakat cukup tinggi. Perlu dilakukan analisis lebih mendalam mengenai penyebab tingginya prevalensi penurunan fungsi kognitif pada lansia sebab dengan mengetahui penyebab tersebut, dapat diupayakan pencegahan penurunan fungsi kognitif pada lansia sehingga kualitas hidup lansia akan meningkat.

(5)

ABSTRACT

The elderly will face the changes of most of physiologic systems, nervous system such an example. Those changes can decrease the brain function. Some studies also mention that although without a neurodegenerative disease, it is clear that there are changes in human brain structure as someone aged. The aim of this study is to know the description of cognitive in elderly with its demographic characteristics, such as age, sex and education level.

This study is a descriptive study with cross sectional method to find cognitive impairment in elderly. The sample was 100 elderly people age ≥ 65 yrs and have at least elementary school as the education level also doesn’t have hearing impairment. These samples was chosen with consecutive sampling method. The cognitive impairment was detected by using Mini Mental State Examination 11-item.

In this study, 34% respondents was detected had cognitive impairment. Forty five point seven percents of women had cognitive impairment, higher than men (27,7%). Cognitive impairment in old-old elderly (50%) is higher than the young-old elderly. Also in education level, elementary elderly (62,5%) is the highest in getting cognitive impairment.

Prevalence of cognitive impairment in elderly in community is high enough. Deeper analytical about the causes of this high prevalence is needed, because as the causes are known, prevention of cognitive impairment can be provided and also increase quality of elderly’s life

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas rahmat dan berkah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan KTI (Karya Tulis Ilmiah) ini yang berjudul “Gambaran Kognitif Pada Lansia”. Karya tulis ilmiah ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan untuk memperoleh gelar Sarjana Kedoteran Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1. Prof. dr. Gontar A Siregar, Sp. PD. KGEH selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. dr. Mustafa M Amin, SpKJ selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penulisan KTI ini.

3. dr. Muara P Lubis, SpOG selaku dosen penguji I serta dr. T. Azhar Djohan, SpPK selaku dosen penguji II yang telah bersedia meguji, memberikan masukan dan saran kepada penulis.

4. S. Giarto, MPd dan Siawati, AMPd selaku orang tua penulis, yang telah banyak memberikan semangat dan motivasi dalam menyelesaikan KTI. 5. Seluruh dosen dan staff serta seluruh civitas akademika Fakultas

Kedokteran USU yang telah membantu selama perkuliahan.

6. Saudara-saudara penulis; Chariss Aprianingsih, SPd dan Ivano Trigustono yang memberikan banyak dukungan.

7. Teman-teman satu kelompok bimbingan KTI: Novrita Silalahi, Eva Saragih dan Sukri Habibie yang telah memberikan banyak masukan dalam menyelesaikan KTI.

Demikian ucapan terima kasih ini disampaikan. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca, dan penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca.

Medan, 15 Desember 2010 Penulis

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN... i

ABSTRAK... ii

ABSTRACT... iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR SINGKATAN... viii

DAFTAR LAMPIRAN... ix

2.1. Defenisi Infeksi Cacing... 4

2.2. Sifat Hidup... 4

2.3. Gejala Klinis... 4

2.4. Diagnosis Infeksi Cacing... 5

2.5. Pencegahan InfeksiCacing... 6

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL... 7

3.1. Kerangka Konsep Penelitian... 7

3.2. Variabel dan Defenisi Operasional ... 7

3.3 Hipotesis... 9

BAB 4 METODE PENELITIAN... 10

4.1. Jenis dan Desain Penelitian... 10

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian... 10

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian... 10

4.4. Metode Pengumpulan Data... 11

4.4.1. Uji Validitas dan Reliabilitas... 11

(8)

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 13

5.1. Hasil Penelitian... 13

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 13

5.1.2. Karakteristik Responden... 13

5.1.3. Deskripsi Gambaran Kognitif pada Lansia……….. 5.1.4. Karakteristik Demografi Penurunan Fungsi Kognitif…… 5.2 Pembahasan………. 5.2.1. Karakteristik Demografi Penurunan Fungsi Kognitif……. BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 27

6.1. Kesimpulan... 27

6.2. Saran... 28

(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 5.1. Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin 14 Tabel 5.2. Distribusi responden berdasarkan usia 15 Tabel 5.3. Distribusi responden berdasarkan status pendidikan 15 Tabel 5.4. Distribusi responden berdasarkan gambaran kognitif 16

Tabel 5.5. Rerata skor MMSE 17

Tabel 5.6. Distribusi penurunan fungsi kognitif berdasarkan Jenis

Kelamin 17

Tabel 5.7. Distribusi penurunan fungsi kognitif berdasarkan usia 18 Tabel 5.8. Distribusi penurunan fungsi kognitif berdasarkan status

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Riwayat Hidup Lampiran 2 Kuesioner

(11)

ABSTRAK

Lansia akan mengalami perubahan pada berbagai sistem fisiologis tubuh, misalnya sistem saraf. Perubahan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya penurunan dari fungsi kerja otak. Beberapa penelitian juga menyebutkan bahwa walaupun tanpa adanya penyakit neurodegeneratif, jelas terdapat perubahan struktur otak manusia seiring bertambahnya usia. Hal tersebut tentunya juga akan berpengaruh pada aktivitas sehari-hari sehingga dapat menurunkan kualitas hidup lansia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kognitif pada lansia beserta karakteristik demografinya, seperti usia, jenis kelamin dan status pendidikan.

Penelitian ini merupakan studi deskriptif dengan metode cross sectional terhadap 100 orang lansia di RSUP HAM dan Puskesmas Petisah yang berusia 65 tahun ke atas dan memiliki status pendidikan minimal SD serta tidak mengalami gangguan pendengaran. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara consecutive sampling. Instrumen yang digunakan ialah Mini Mental State Examination 11-item.

Dari penelitian diperoleh 34% responden mengalami penurunan fungsi kognitif. Perempuan lebih banyak mengalami penurunan fungsi kognitif daripada laki-laki, yaitu sebesar 45,7%. Penurunan fungsi kognitif terjadi pada 50% lansia old-old, lebih banyak dibandingkan pada lansia young-old (27,7 %). Sedangkan berdasarkan status pendidikan, lansia dengan status pendidikan SD lebih banyak mengalami penurunan fungsi kognitif, yaitu 62,5% daripada lansia dengan status pendidikan lainnya.

Prevalensi penurunan fungsi kognitif pada lansia di masyarakat cukup tinggi. Perlu dilakukan analisis lebih mendalam mengenai penyebab tingginya prevalensi penurunan fungsi kognitif pada lansia sebab dengan mengetahui penyebab tersebut, dapat diupayakan pencegahan penurunan fungsi kognitif pada lansia sehingga kualitas hidup lansia akan meningkat.

(12)

ABSTRACT

The elderly will face the changes of most of physiologic systems, nervous system such an example. Those changes can decrease the brain function. Some studies also mention that although without a neurodegenerative disease, it is clear that there are changes in human brain structure as someone aged. The aim of this study is to know the description of cognitive in elderly with its demographic characteristics, such as age, sex and education level.

This study is a descriptive study with cross sectional method to find cognitive impairment in elderly. The sample was 100 elderly people age ≥ 65 yrs and have at least elementary school as the education level also doesn’t have hearing impairment. These samples was chosen with consecutive sampling method. The cognitive impairment was detected by using Mini Mental State Examination 11-item.

In this study, 34% respondents was detected had cognitive impairment. Forty five point seven percents of women had cognitive impairment, higher than men (27,7%). Cognitive impairment in old-old elderly (50%) is higher than the young-old elderly. Also in education level, elementary elderly (62,5%) is the highest in getting cognitive impairment.

Prevalence of cognitive impairment in elderly in community is high enough. Deeper analytical about the causes of this high prevalence is needed, because as the causes are known, prevention of cognitive impairment can be provided and also increase quality of elderly’s life

(13)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di Indonesia, populasi lansia pada tahun 2005 (15,8 juta/ 7,2 % penduduk Indonesia) meningkat 3 kali lebih besar daripada tahun 1970 (5,3 juta) (BPS, 2010). Peningkatan jumlah populasi lansia tersebut memunculkan motivasi dan keperluan untuk berinvestasi dalam penelitian-penelitian untuk meningkatkan ‘healthspan’ dalam rangka memaksimalkan kualitas hidup dan meminimalkan beban finansial dan sosial sehubungan dengan ketidakmampuan pada lansia.

Undang-undang No.13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia

menyatakan bahwa lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas. Sedangkan WHO dalam menkes RI (kementerian kesehatan Republik Indonesia) mempunyai batasan usia lanjut sebagai berikut: middle/young elderly berusia antara 45-59 tahun, elderly berusia antara 60-74 tahun, old berusia antara 75-90

tahun dan dikatakan very old berusia di atas 90 tahun. Pada saat ini, ilmuwan sosial yang mengkhususkan diri mempelajari penuaan merujuk kepada kelompok lansia : “lansia muda” (young old), “lansia tua” (old old) dan “lansia tertua” (oldest old). Secara kronologis, young old secara umum dinisbahkan kepada usia antara 65-74 tahun. Old-old berusia antara 75-84 tahun, dan oldest old berusia 85 tahun ke atas (Papalia, Olds & Feldman, 2005).

(14)

Kognitif merupakan suatu proses pekerjaan pikiran yang dengannya kita menjadi waspada akan objek pikiran atau persepsi, mencakup semua aspek pengamatan, pemikiran dan ingatan (Dorland, 2002). Kognitif terdiri dari berbagai

fungsi, meliput i orientasi, bahasa, atensi, kalkulasi, memori, konstruksi dan penalaran (Goldman, 2000).

Mathur dan Moschis (2005) menunjukkan bahwa perubahan kognitif seseorang dikarenakan perubahan biologis yang dialaminya dan umumnya berhubungan dengan proses penuaan (Ong, F.S., Lu, Y.Y., Abessi, M., and Philips, D.R., 2008). Kester, Benjamin, Castel & Craik juga menyatakan bahwa proses penuaan tersebut bisa menyebabkan defisit memori pada lansia dan diteliti secara luas oleh gerontologist. Penuaan secara signifikan mempengaruhi memori jangka pendek, dimana beberapa aspek lain dari memori jangka panjang seperti memori prosedural tetap dipertahankan (Riddle & Schindler, 2007).

Perubahan fungsi kognitif akibat proses penuaan dibuktikan dengan adanya perubahan signifikan pada korteks frontalis yang ditunjukkan oleh imaging maupun analisis postmortem (Riddle & Schindler, 2007). Perbandingan gambaran histologis maupun brain image antara dewasa muda versus lansia menunjukkan secara jelas bahwa terdapat perubahan struktur otak manusia seiring bertambahnya usia, walaupun tanpa adanya penyakit neurodegeneratif. Gambaran

otak pada lansia menunjukkan terjadinya reduksi selektif regional baik pada substansia alba maupun substansia grisea (Jernigan, Archibald & Fennema-Notestine dalam Riddle & Schindler, 2007). Korteks frontal mengalami perubahan paling dramatis dan perubahan tersebut berkaitan erat dengan defisit

kognitif seseorang (Van Petten, Plante, Davidson, Kuo, Bajuscak & Glisky dalam Riddle & Schindler, 2007).

(15)

Selain tumor otak, suatu penelitian kohort mengevaluasi gangguan kognitif dengan MMSE terhadap 32 pasien pascastroke. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proporsi gangguan kognitif pascastroke adalah 37,5%

(Martini, 2005).

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merasa tertarik untuk meneliti ”Gambaran Kognitif pada Lansia” .

1.2. Rumusan Masalah

Maka berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah pada penelitian ini adalah “bagaimana gambaran fungsi kognitif pada lansia?”

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini secara umum adalah mengetahui gambaran fungsi kognitif pada lansia di Puskesmas Petisah dan Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

1.3.2. Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :

1. Melaksanakan skrining penurunan fungsi kognitif pada lansia

2. Mengetahui karakteristik demografi penurunan fungsi kognitif pada

lansia, meliputi usia, jenis kelamin dan status pendidikan.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari dilakukannya penelitian ini adalah : 1. Bagi peneliti

Meningkatkan pengetahuan peneliti dalam bidang psikiatri geriatri terutama topik perubahan fungsi kognitif.

2. Bagi Fakultas Kedokteran USU

(16)

3. Bagi Populasi Penelitian

Mengetahui menurun atau tidaknya fungsi kognitif pada lansia. 4. Bagi Masyarakat

a. Meningkatkan pengetahuan para pembaca Karya Tulis Ilmiah ini

tentang definisi lansia.

b. Meningkatkan pengetahuan para pembaca Karya Tulis Ilmiah ini

tentang berbagai perubahan yang terjadi pada lansia akibat proses penuaan.

c. Meningkatkan pengetahuan para pembaca Karya Tulis Ilmiah ini

(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 LANSIA 2.1.1 Definisi lansia

Undang-undang No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia menyatakan bahwa lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas. Dalam mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia, ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu aspek biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial (BKKBN 1998). Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ.

Secara ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai beban dari pada sebagai sumber daya. Banyak orang beranggapan bahwa kehidupan masa tua tidak lagi memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang sampai beranggapan bahwa kehidupan masa tua, seringkali dipersepsikan secara negatif sebagai beban

keluarga dan masyarakat

Dari aspek sosial, penduduk lanjut usia merupakan satu kelompok sosial sendiri. Di negara Barat, penduduk lanjut usia menduduki strata sosial di bawah kaum muda. Hal ini dilihat dari keterlibatan mereka terhadap sumber daya

ekonomi, pengaruh terhadap pengambilan keputuan serta luasnya hubungan sosial yang semakin menurun. Akan tetapi di Indonesia penduduk lanjut usia menduduki kelas sosial yang tinggi yang harus dihormati oleh warga muda

2.1.2 Klasifikasi lansia

(18)

Pada saat ini, ilmuwan sosial yang mengkhususkan diri mempelajari penuaan merujuk kepada kelompok lansia : “lansia muda” (young old), “lansia tua” (old old). Dan “lansia tertua” (oldest old). Secara kronologis, young old secara umum dinisbahkan kepada usia antara 65 sampai 74 tahun, yang biasanya aktif, vital dan bugar. Old-old berusia antara 75 sampai 84 tahun, dan oldest old berusia 85 tahun ke atas (Papalia, Olds & Feldman, 2005).

2.1.3 Konsep Menua

Menua adalah proses yang mengubah seorang dewasa sehat menjadi seorang yang frail dengan berkurangnya sebagian besar cadangan sistem fisiologis dan meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit dan kematian (Setiati, Harimurti & Roosheroe, 2006).

Terdapat dua jenis penuaan, antara lain penuaan primer, merupakan proses kemunduran tubuh gradual tak terhindarkan yang dimulai pada masa awal kehidupan dan terus berlangsung selama bertahun-tahun, terlepas dari apa yang orang-orang lakukan untuk menundanya. Sedangkan penuaan sekunder merupakan hasil penyakit, kesalahan dan penyalahgunaan faktor-faktor yang sebenarnya dapat dihindari dan berada dalam kontrol seseorang (Busse,1987; J.C Horn & Meer,1987 dalam Papalia, Olds & Feldman, 2005). Banyak perubahan

yang dikaitkan dengan proses menua merupakan akibat dari kehilangan yang bersifat bertahap (gradual loss). Watson (2003) mengungkapkan bahwa lansia mengalami perubahan-perubahan fisik diantaranya perubahan sel, sistem persarafan, sistem pendengaran, sistem penglihatan, sistem kardiovaskuler, sistem

(19)

2.1.4 Aspek Biologis Proses Penuaan

Teori ‘radikal bebas’ merupakan salah satu dari beberapa teori mengenai proses penuaan. Teori ‘radikal bebas’ diperkenalkan pertama kali oleh Denham

Harman pada tahun 1956. Harman menyebutkan bahwa produk hasil metabolisme oksidatif yang sangat reaktif (radikal bebas) dapat bereaksi dengan berbagai komponen penting selullar, termasuk protein, DNA dan lipid, dan menjadi molekul-molekul yang tidak berfungsi namun bertahan lama dan mengganggu fungsi sel lainnya. Teori radikal bebas menyatakan bahwa terdapat akumulasi radikal bebas secara bertahap di dalam sel sejalan dengan waktu, dan bila kadarnya melebihi konsentrasi ambang maka mereka mungkin berkontribusi pada perubahan-perubahan yang seringkali dikaitkan dengan penuaan (Setiati, Harimurti & Roosheroe, 2006).

2.2 KOGNITIF 2.2.1 Definisi Kognitif

Kognitif merupakan suatu proses pekerjaan pikiran yang dengannya kita menjadi waspada akan objek pikiran atau persepsi, mencakup semua aspek pengamatan, pemikiran dan ingatan (Dorland, 2002).

2.2.2 Aspek-Aspek Kognitif

Fungsi kognitif seseorang meliputi berbagai fungsi berikut, antara lain : 1. Orientasi

Orientasi dinilai dengan pengacuan pada personal, tempat dan waktu.

Orientasi terhadap personal (kemampuan menyebutkan namanya sendiri ketika ditanya) menunjukkan informasi yang ”overlearned”. Kegagalan dalam menyebutkan namanya sendiri sering merefleksikan negatifism, distraksi, gangguan pendengaran atau gangguan penerimaan bahasa.

(20)

lebih sering daripada tempat, maka waktu dijadikan indeks yang paling sensitif untuk disorientasi.

2. Bahasa

Fungsi bahasa merupaka kemampuan yang meliputi 4 parameter, yaitu kelancaran, pemahaman, pengulangan dan naming.

1. Kelancaran

Kelancaran merujuk pada kemampuan untuk menghasilkan kalimat dengan panjang, ritme dan melodi yang normal. Suatu metode yang dapat membantu menilai kelancaran pasien adalah dengan meminta pasien menulis atau berbicara secara spontan.

2. Pemahaman

Pemahaman merujuk pada kemampuan untuk memahami suatu perkataan atau perintah, dibuktikan dengan mampunya seseorang untuk melakukan perintah tersebut.

3. Pengulangan

Kemampuan seseorang untuk mengulangi suatu pernyataan atau kalimat yang diucapkan seseorang.

4. Naming

Naming merujuk pada kemampuan seseorang untuk menamai suatu objek beserta bagian-bagiannya.

3. Atensi

Atensi merujuk pada kemampuan seseorang untuk merespon stimulus spesifik dengan mengabaikan stimulus yang lain di luar lingkungannya.

1. Mengingat segera

Aspek ini merujuk pada kemampuan seseorang untuk mengingat sejumlah kecil informasi selama <30 detik dan mampu untuk mengeluarkannya kembali

2. Konsentrasi

(21)

dimulai dari angka 100 atau dengan memintanya mengeja kata secara terbalik.

4. Memori

1. Memori verbal, yaitu kemampuan seseorang untuk mengingat kembali

informasi yang diperolehnya. a. Memori baru

Kemampuan seseorang untuk mengingat kembali informasi yang diperolehnya pada beberapa menit atau hari yang lalu.

b. Memori lama

Kemampuan untuk mengingat informasi yang diperolehnya pada beberapa minggu atau bertahun-tahun lalu.

2. Memori visual, yaitu kemampuan seseorang untuk mengingat kembali informasi berupa gambar.

5. Fungsi konstruksi, mengacu pada kemampuan seseorang untuk membangun dengan sempurna. Fungsi ini dapat dinilai dengan meminta orang tersebut untuk menyalin gambar, memanipulasi balok atau membangun kembali suatu bangunan balok yang telah dirusak sebelumnya.

6. Kalkulasi, yaitu kemampuan seseorang untuk menghitung angka.

7. Penalaran, yaitu kemampuan seseorang untuk membedakan baik buruknya

suatu hal, serta berpikir abstrak (Goldman, 2000).

2.2.3 Neurosains kognitif  Lobus frontalis

(22)

dalam integrasi informasi sensoris yang diproses oleh korteks sensorik primer.

Jalur dari dan ke lobus frontalis adalah banyak dan kompleks,

tetapi satu kelompok jalur yang menghubungkan area prafrontalis dan nukleus mediodorsal dari talamus mempunyai kaitan dengan gangguan psikiatrik. Daerah magnoselular dari nukleus talamik menonjol keluar ke aspek orbital dan medial dari area prafrontalis; daerah parviselular menonjol keluar ke arah dorsolateral. Lesi yang mengenai jalur magnoselular menyebabkan hiperkinesis, euforia dan perilaku yang tidak sesuai, kadang-kadang disebut sebagai sindrom pseudopsikotik. Lesi yang mengenai jalur parviselular menyebabkan hipokinesis, apati dan gangguan kognisi, kadang-kadang disebut sindrom pseudodepresi. Gejala tambahan dapat berupa dandanan yang buruk, retardasi psikomotor, penurunan perhatian, kekerasan motorik, kesulitan perubahan mental dan kemampuan abstrak yang buruk.

Fungsi utama korteks frontalis adalah aktivasi motorik, intelektual, perencanaan konseptual, aspek kepribadian dan aspek produksi bahasa (Kaplan, Sadock & Grebb, 1997).

 Lobus temporal

Lobus temporalis, terletak di setiap sisi kepala berperan dalam fungsi memori, terutama bagian medial dimana terdapat dua struktur penting, yaitu hipokampus dan amigdala.

Hipokampus

(23)

Amigdala

Amigdala, terletak di samping hipokampus dalam lobus temporalis medial, merupakan struktur penting dalam memori emosional. Seseorang

dengan kerusakan pada amigdala mungkin dapat mengingat kejadian yang pernah dialaminya, tetapi tidak bisa mengingat kandungan emosi di dalamnya.

Selain penting dalam fungsi memori, lobus temporalis juga penting dalam fungsi bahasa, dimana terdapat struktur penting, yaitu area Wernicke, yang terletak di sekeliling girus Heschl di bidang superior temporal. Serat-serat auditorik berjalan dari badan genikulatus medial dari talamus ke girus Heschl pada bidang superior temporal. Di sekeliling girus Heschl adalah korteks auditorik yang dikenal sebagai area Wernicke. Serat-serat dari area Wernicke diproyeksikan ke area Broca di lobus frontal inferior melalui fasikulus arkuatus dan mungkin jalur substansia alba lainnya. Area Broca dapat dianggap sebagai korteks motorik. Sebagai perluasan dari korteks premotorik, area Broca dapat membuat kode yang menghasilkan program artikulasi untuk area korteks motorik yang melayani pergerakan mulut, lidah dan laring (Goldman, 2000).

 Lobus Parietalis

Lobul parietalis superior dan lobul parietalis inferior membentuk lobus parietal. Lobul parietalis inferior termasuk girus supramarginalis dan girus angularis. Korteks asosiasi untuk input visual, taktil dan auditoris terkandung dalam lobus parietalis. Lobus parietalis kiri mempunyai

peranan istimewa dalam proses verbal; lobus parietalis kanan mempunyai peranan yang lebih besar dala proses visual-spasial (Kaplan, Sadock & Grebb, 1997).

2.3 Kognitif pada Lansia

(24)

(menyebabkan proses informasi melambat dan banyak informasi hilang selama transmisi), berkurangnya kemampuan mengakumulasi informasi baru dan mengambil informasi dari memori, serta kemampuan mengingat kejadian masa

lalu lebih baik dibandingkan kemampuan mengingat kejadian yang baru saja terjadi.

Penurunan menyeluruh pada fungsi sistem saraf pusat dipercaya sebagai kontributor utama perubahan dalam kemampuan kognitif dan efisiensi dalam pemrosesan informasi (Papalia, Olds & Feldman, 2008). Penurunan terkait penuaan ditunjukkan dalam kecepatan, memori jangka pendek, memori kerja dan memori jangka panjang. Perubahan ini telah dihubungkan dengan perubahan pada struktur dan fungsi otak. Raz dan Rodrigue (dalam Myers, 2008) menyebutkan garis besar dari berbagai perubahan post mortem pada otak lanjut usia, meliputi volume dan berat otak yang berkurang, pembesaran ventrikel dan pelebaran sulkus, hilangnya sel-sel saraf di neokorteks, hipokampus dan serebelum, penciutan saraf dan dismorfologi, pengurangan densitas sinaps, kerusakan mitokondria dan penurunan kemampuan perbaikan DNA. Raz dan Rodrigue(2006) juga menambahkan terjadinya hiperintensitas substansia alba, yang bukan hanya di lobus frontalis, tapi juga dapat menyebar hingga daerah posterior, akibat perfusi serebral yang berkurang (Myers, 2008) Buruknya lobus

frontalis seiring dengan penuaan telah memunculkan hipotesis lobus frontalis, dengan asumsi penurunan fungsi kognitif lansia adalah sama dibandingkan dengan pasien dengan lesi lobus frontalis. Kedua populasi tersebut memperlihatkan gangguan pada memori kerja, atensi dan fungsi eksekutif

(Rodriguez-Aranda & Sundet dalam Myers, 2008).

2.3.1 Karakteristik Demografi Penurunan Kognitif pada Lansia  Status Kesehatan

(25)

hipokampus, meningkatkan hiperintensitas substansia putih di lobus frontalis. Angina pektoris, infark miokardium, penyakit jantung koroner dan penyakit vaskular lainnya juga dikaitkan dengan

memburuknya fungsi kognitif (Briton & Marmot, 2003 dalam Myers, 2008)

 Faktor usia

Suatu penelitian yang mengukur kognitif pada lansia menunjukkan skor di bawah cut off skrining adalah sebesar 16% pada kelompok umur 65-69, 21% pada 70-74, 30% pada 75-79, dan 44% pada 80+. Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya hubungan positif antara usia dan penurunan fungsi kognitif (Scanlan et al, 2007).

 Status Pendidikan

Kelompok dengan pendidikan rendah tidak pernah lebih baik dibandingkan kelompok dengan pendidikan lebih tinggi (Scanlan, 2007).

 Jenis Kelamin

Wanita tampaknya lebih beresiko mengalami penurunan kognitif. Hal ini disebabkan adanya peranan level hormon seks endogen dalam perubahan fungsi kognitif. Reseptor estrogen telah ditemukan dalam

area otak yang berperan dalam fungsi belajar dan memori, seperti hipokampus. Rendahnya level estradiol dalam tubuh telah dikaitkan dengan penurunan fungsi kognitif umum dan memori verbal. Estradiol diperkirakan bersifat neuroprotektif dan dapat membatasi kerusakan

akibat stress oksidatif serta terlihat sebagai protektor sel saraf dari toksisitas amiloid pada pasien Alzheimer (Yaffe dkk, 2007 dalam Myers, 2008).

2.4 MMSE (Mini Mental Status Examination) 2.4.1. Tujuan

(26)

gangguan organik dan fungsional pada pasien psikiatri. Sejalan dengan banyaknya penggunaan tes ini selama bertahun-tahun, kegunaan utama MMSE berubah menjadi suatu media untuk mendeteksi dan mengikuti perkembangan gangguan

kognitif yang berkaitan dengan kelainan neurodegeneratif, misalnya penyakit Alzheimer.

2.4.2. Gambaran

MMSE merupakan suatu skala terstruktur yang terdiri dari 30 poin yang dikelompokkan menjadi 7 kategori : orientasi terhadap tempat (negara, provinsi, kota, gedung dan lantai), orientasi terhadap waktu (tahun, musim, bulan, hari dan tanggal), registrasi (mengulang dengan cepat 3 kata), atensi dan konsentrasi (secara berurutan mengurangi 7, dimulai dari angka 100, atau mengeja kata WAHYU secara terbalik), mengingat kembali (mengingat kembali 3 kata yang telah diulang sebelumnya), bahasa (memberi nama 2 benda, mengulang kalimat, membaca dengan keras dan memahami suatu kalimat, menulis kalimat dan mengikuti perintah 3 langkah), dan kontruksi visual (menyalin gambar).

Skor MMSE diberikan berdasarkan jumlah item yang benar sempurna; skor yang makin rendah mengindikasikan performance yang buruk dan gangguan kognitif yang makin parah. Skor total berkisar antara 0-30 (performance

sempurna). Skor ambang MMSE yang pertama kali direkomendasikan adalah 23 atau 24, memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang baik untuk mendeteksi demensia; bagaimanapun, beberapa studi sekarang ini menyatakan bahwa skor ini terlalu rendah, terutama terhadap seseorang dengan status pendidikan tinggi.

(27)

2.4.3. Pelaksanaan

MMSE dapat dilaksanakan selama kurang lebih 5-10 menit. Tes ini dirancang agar dapat dilaksanakan dengan mudah oleh semua profesi kesehatan

atau tenaga terlatih manapun yang telah menerima instruksi untuk penggunaannya.

2.4.4 Validitas

Performance pada MMSE menunjukkan kesesuaian dengan berbagai tes lain yang menilai kecerdasan, memori dan aspek-aspek lain fungsi kognitif pada berbagai populasi. Contohnya, skor MMSE sesuai dengan keseluruhan, kecerdasan performance ataupun verbal dari Wechsler Adult Intellligence Scale (WAIS) (Wechsler 1958) atau revisinya (WAIS-R) (Wechsler 1981) pada pasien demensia, stroke, skizofrenia atau depresi, dan lansia-lansia sehat. Skor MMSE juga memiliki kesesuaian dengan skor pada tes Clock Drawing pada pasien geriatri dan pasien dengan penyakit Alzheimer, dengan skor pada Alzheimer’s Disease Assessment Scale-Cognitive (ADAS-COG) dan juga pada tes-tes lain seperti Information-Memory-Concentration (IMC), Wechsler Memory Scale (Wechsler 1945), tes composite neuropsychological dan Brief Cognitive Rating Scale ( BCRS).

Lima studi melaporkan bahwa MMSE sensitif untuk mendeteksi demensia. Pada satu studi diantaranya, skor MMSE pasien dengan demensia (N=29) lebih rendah daripada pasien dengan depresi dengan gangguan kognitif (N=10), depresi tanpa gangguan kognitif (N=30) dan subjek kontrol psikiatri

normal (N=63). Pada studi lain, skor pasien demensia (N=44) lebih rendah daripada pasien dengan diagnosis penyakit psikiatri lain (N=33), atau diagnosis neurologis (N=33), atau subjek kontrol (N=23). Suatu studi yang terfokus pada lansia di panti jompo (N=201) menemukan bahwa lansia dengan demensia memilki skor MMSE lebih rendah daripada lansia tanpa demensia atau curiga demensia.

(28)

keefektifan ambang skor MMSE < 23 untuk mendeteksi demensia, sensitivitas berkisar antara 63%-100% dan spesifisitas berkisar antara 52%-99% (N=23-74 orang dengan demensia dan 24-2,663 orang tanpa demensia).

2.4.5 Reliabilitas

Dua studi yang menilai konsistensi internal MMSE mendapatkan nilai alfa Cronbach sebesar 0,82 dan 0,84 pada pasien lansia yang dirawat di layanan medis (N=372) dan lansia di panti jompo (N=34).

Reliabilitas MMSE lain telah ditemukan sebesar 0,827 dalam suatu studi pada pasien demensia (N=19), 0,95 dalam studi pada pasien dengan berbagai gangguan neurologis (N=15), dan 0,84-0,99 dalam dua studi pada lansia di panti jompo (N=35 dan 70). Koefisien korelasi intrakelas berkisar antara 0,69-0,78 didapatkan dalam studi di panti jompo lainnya (N=48). Rata-rata nilai kappa sebesar 0,97 didapatkan dari 5 peneliti skor performance MMSE secara terpisah pada 10 pasien neurologis.

2.4.6. Penggunaan Klinis

MMSE merupakan pemeriksaan status mental singkat dan mudah diaplikasikan yang telah dibuktikan sebagai instrumen yang dapat dipercaya serta

valid untuk mendeteksi dan mengikuti perkembangan gangguan kognitif yang berkaitan dengan penyakit neurodegeneratif. Hasilnya, MMSE menjadi suatu metode pemeriksaan status mental yang digunakan paling banyak di dunia. Tes ini telah diterjemahkan ke beberapa bahasa dan telah digunakan sebagai instrumen

(29)

Communication Disorders and Stroke and the Alzheimer’s Disease and Related Disorders Association (McKhann dkk, 1984).

Data psikometri luas MMSE menunjukkkan bahwa tes ini memiliki tes

retest dan reliabilitas serta validitas sangat baik berdasarkan diagnosis klinis independen demensia dan penyakit Alzheimer. Karena performance pada MMSE dapat dibiaskan oleh pengaruh status pendidikan rendah pada pasien yang sehat, beberapa pemeriksa merekomendasikan untuk menggunakan ambang skor berdasarkan umur dan status pendidikan untuk mendeteksi demensia.

Kelemahan terbesar MMSE yang banyak disebutkan ialah batasannya atau ketidakmampuannya untuk menilai beberapa kemampuan kognitif yang terganggu di awal penyakit Alzheimer atau gangguan demensia lain (misalnya terbatasnya item verbal dan memori dan tidak adanya penyelesaian masalah atau judgment), MMSE juga relatif tak sensitif terhadap penurunan kognitif yang sangat ringan (terutama pada individual dengan status pendidikan tinggi). Walaupun batasan-batasan ini mengurangi manfaat MMSE, tes ini tetap menjadi instrumen yang sangat berharga untuk penilaian penurunan kognitif (Rush, 2000).

2.4.7 Interpretasi MMSE

Interpretasi MMSE didasarkan pada skor yang diperoleh pada saat

pemeriksaan :

1. Skor 24-30 diinterpretasikan sebagai fungsi kognitif normal 2. Skor 17-23 berarti probable gangguan kognitif

(30)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka kerangka konsep penelitian ini adalah :

Gambar 3.1. Kerangka Konseptual Gambaran Kognitif pada Lansia.

3.2. Definisi Operasional

a. Lansia adalah seseorang yang berusia 65 tahun ke atas.

b. Jenis kelamin lanjut usia terbagi 2, yaitu laki-laki dan perempuan. c. Kelompok umur lansia terbagi 3, yaitu (young old), berusia 65-74

tahun, (old old), berusia 75-84 tahun, dan (oldest old), berusia 85 tahun ke atas.

d. Status pendidikan lansia, terdiri dari SD, SMP, SMA, diploma dan sarjana

e. Kognitif, merupakan aktivitas mental berupa memahami, menilai,

mengingat serta menalar suatu rangsang yang diterima. Fungsi kognitif di sini mencakup orientasi, mengingat kembali dengan segera dan memori jangka pendek, atensi, kalkulasi dan bahasa.

f. Cara pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

melakukan wawancara.

LANJUT USIA

MINI MENTAL STATE EXAMINATION

(31)

g. Alat ukur kognitif pada lansia yang digunakan adalah MMSE (Mini

Mental State Examination). Pertanyaan yang diajukan sebanyak 11 item berupa pertanyaan singkat, menghitung cepat, perintah verbal dan

motorik serta mengingat cepat.

 Item 1 dan 2 terdiri dari 5 pertanyaan dan jawaban benar untuk masing-masing pertanyaan diberikan skor 1. Skor maksimal masing-masing 5.

 Item 3, lansia diminta mengulang 3 nama benda yang telah disebutkan peneliti dan diberikan skor 1 untuk setiap nama benda yang berhasil disebutkan. Skor maksimal 3.

 Item 4, lansia diminta menghitung pengurangan 100 dengan 7 secara berurutan sebanyak 5 kali. Skor 1 untuk setiap jawaban benar. Skor maksimal 5.

 Item 5, lansia diminta menyebutkan kembali 3 nama benda sebelumnya. Skor 1 untuk setiap nama benda yang berhasil disebutkan. Skor maksimal 3.

 Item 6, lansia diminta menyebutkan nama 2 benda yang ditunjuk peneliti. Skor 1 untuk setiap jawaban benar. Skor maksimal 2.  Item 7, lansia diminta mengulang kalimat yang diucapkan peneliti.

Skor 1 untuk jawaban benar.

 Item 8, lansia diminta melakukan 3 perintah sederhana dari peneliti. Skor 1 untuk setiap tindakan benar dan skor maksimal 3.  Item 9, lansia diminta membaca dan melakukan perintah tertulis.

Skor 1 untuk tindakan benar.

 Item 10, lansia diminta menulis satu kalimat. Skor 1 untuk kalimat yang benar.

(32)

Hasil ukur dinilai berdasarkan skor yang didapat, yaitu :

1. Skor 24-30 diinterpretasikan sebagai fungsi kognitif normal 2. Skor 17-23 berarti probable gangguan kognitif

3. Skor 0-16 berarti definite gangguan kognitif (Nasrun, 2009).

(33)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain penelitian potong lintang (cross sectional) yaitu penelitian yang mengamati subjek dengan pendekatan suatu saat atau subjek diobservasi hanya sekali saja pada saat penelitian yang dilakukan untuk mengetahui gambaran fungsi kognitif pada lansia di Puskesmas Petisah.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Petisah & RSUP Haji Adam Malik Medan.

4.2.2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian mulai dari Juli 2010 hingga Agustus 2010 dan Oktober 2010 hingga November 2010.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

Populasi penelitian adalah semua lansia berumur 65 tahun ke atas yang

berkunjung ke Puskesmas Petisah & RSUP Haji Adam Malik Medan 4.3.2. Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah consecutive sampling, dimana sampel dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi (Sastroasmoro, S. dalam Sastroasmoro, S., dan Ismael, S., 2008) sebagai berikut :

1. Kriteria Inklusi

(34)

 Mampu berbahasa Indonesia  Bersedia menjadi subyek penelitian  Tingkat pendidikan minimal SD 2. Kriteria Eksklusi

 Mengalami gangguan pendengaran

Rumus besar sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah rumus besar sampel tunggal untuk estimasi proporsi suatu populasi (Madiyono, B., Moeslichan, S., Sastroasmoro, S., Budiman, I., dan Purwanto S.H. dalam Sastroasmoro, S., dan Ismael, S., 2008) :

n =

d2 Zα2 PQ

n = jumlah sampel minimal

Zα2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada α tertentu

α = tingkat kemaknaan (ditentukan) P = 0,5 (besar proporsi tak diketahui)

Q = 1-p

d = ketetapan absolutyang dikehendaki (10% = 0,1) maka banyaknya sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah:

n <

0,12 1,962.0,5.0,5

n < 97

Jadi, banyaknya jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 100 orang.

4.4. Metode Pengumpulan Data

(35)

bahasa Indonesia dan telah divalidasi dengan nilai sensitivitas berkisar antara 63 -100% dan spesifisitas 52-99%. Data primer akan diperoleh dari hasil penjumlahan skor MMSE yang telah didapat untuk mengetahui fungsi kognitif

lansia tersebut. Data sekunder diperoleh dari kantor kelurahan, puskesmas dan rumah sakit serta studi kepustakaan (literatur).

4.5. Pengolahan dan Analisa Data

(36)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli 2010 sampai Oktober 2010 di dua tempat, yaitu Rumah Sakit Umum Pusat H Adam Malik yang berlokasi di Jalan Bunga Lau no. 17 Medan dan Puskesmas Petisah yang berlokasi di Jalan Rotan Bara Komplek Pasar Petisah Medan.

RSUP H. Adam Malik merupakan Rumah Sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes No. 335/Menkes/SK/VIII/1990. Di samping itu, RSUP H. Adam Malik adalah Rumah Sakit Rujukan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi Propinsi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat, dan Riau. RSUP H. Adam Malik juga ditetapkan sebagai Rumah Sakit Pendidikan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.502/Menkes/IX/1991 tanggal 6 September 1991 dan secara resmi pusat pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dipindahkan ke RSUP H. Adam Malik pada tanggal 11 Januari 1993. RSUP H. Adam Malik ini beralamat di Jalan Bunga Lau no. 17, Medan, terletak di kelurahan Kemenangan, kecamatan Medan Tuntungan. Letak RSUP H. Adam

Malik ini agak berada di daerah pedalaman yaitu berjarak +- 1 Km dari jalan Djamin Ginting yang merupakan jalan raya menuju ke arah Brastagi. Di sekeliling area RSUP H. Adam Malik terdapat tempat-tempat seperti toko buah, warung ataupun rumah makan, apotik, toko yang menyediakan jasa foto kopi sehingga

berguna bagi para pengunjung rumah sakit untuk menjenguk, para pegawai ataupun mahasiswa yang berada di rumah sakit.

(37)

Gajah Mada dan sebagian jalan K.H. Zainul Arifin, dan sebelah barat berbatasan dengan Jalan Puncak Gang Warga dan sebagian jalan Iskandar Muda.

5.1.2 Deskripsi Karakteristik Responden

Tabel 5.1. Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin

No. Jenis Kelamin Jumlah % jumlah

Berdasarkan tabel tersebut, diketahui bahwa mayoritas responden berjenis kelamin laki-laki (65%).

Tabel 5.2. Distribusi responden berdasarkan usia

No. Klasifikasi Usia Jumlah % jumlah

1 2

Young-old (65-74 tahun) Old-old (75 tahun ke atas)

72 28

72% 28%

Total 100 100%

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa mayoritas responden adalah young-old (antara 65-74 tahun), yaitu 72 orang (72 %).

Tabel 5.3 Distribusi responden berdasarkan status pendidikan

No. Klasifikasi Status Pendidikan Jumlah % jumlah

1

(38)

5.1.3. Deskripsi Gambaran Kognitif pada Lansia

Gambaran kognitif lansia pada penelitian ini dikategorikan atas fungsi kognitif normal, probable gangguan kognitif, dan definite gangguan kognitif.

Hasil penelitian terhadap distribusi 100 responden berdasarkan gambaran kognitifnya, dapat disajikan dalam tabel 5.2 berikut ini:

Tabel 5.4 Distribusi Responden berdasarkan Gambaran Kognitif

Gambaran Kognitif Jumlah %

Fungsi kognitif normal

Tabel 5.5 Rerata Skor MMSE

N Mean

Total 100 24,7

5.1.4. Karakteristik Demografi Penurunan Fungsi Kognitif

Hasil penelitian terhadap distribusi 34 (34%) responden yang mengalami penurunan fungsi kognitif berdasarkan karakteristik demografinya dapat disajikan dalam table-tabel berikut ini:

Tabel 5.6 Distribusi Penurunan Fungsi Kognitif berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin

(39)

Tabel 5.7 Distribusi Penurunan Fungsi Kognitif berdasarkan Usia

Berdasarkan tabel tersebut, frekuensi penurunan fungsi kognitif pada lansia kelompok umur old old (50%) lebih tinggi daripada lansia kelompok umur young old (27,7%).

Tabel 5.8 Distribusi Penurunan Fungsi Kognitif berdasarkan Status Pendidikan

Status

Berdasarkan tabel tersebut, frekuensi penurunan fungsi kognitif pada lansia dengan status pendidikan SD (62,5%) lebih tinggi daripada lansia dengan status pendidikan lainnya.

5.2 Pembahasan

5.2.1. Karakteristik Demografi Penurunan Fungsi Kognitif

(40)

Penurunan fungsi kognitif terjadi pada 50% lansia old-old, lebih banyak dibandingkan pada lansia young-old (27,7 %). Sedangkan berdasarkan status pendidikan, lansia dengan status pendidikan SD lebih banyak mengalami

penurunan fungsi kognitif, yaitu 62,5% daripada lansia dengan status pendidikan lainnya.

Jumlah lansia perempuan yang mengalami penurunan fungsi kognitif (45,7%) lebih tinggi daripada laki-laki (27,7%). Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya, dimana menurut Yaffe dkk (dalam Myers, 2008), wanita lebih beresiko untuk mengalami penurunan kognitif. Hal ini disebabkan adanya peranan level hormon seks endogen dalam perubahan fungsi kognitif. Estradiol diperkirakan bersifat neuroprotektif dan dapat membatasi kerusakan akibat stress oksidatif serta terlihat sebagai protektor sel saraf dari toksisitas amiloid pada pasien Alzheimer Rendahnya level estradiol dalam tubuh telah dikaitkan dengan penurunan fungsi kognitif umum dan memori verbal.

Proporsi penurunan fungsi kognitif pada old old (65-74 tahun) lebih tinggi dibandingkan pada young old(75-84 tahun). Hal ini juga sejalan dengan penelitian sebelumnya, dimana suatu penelitian yang mengukur kognitif pada lansia menunjukkan skor di bawah cut off skrining adalah sebesar 16% pada kelompok umur 65-69, 21% pada 70-74, 30% pada 75-79, dan 44% pada 80+. Hasil

penelitian tersebut menunjukkan adanya hubungan positif antara usia dan penurunan fungsi kognitif (Scanlan et al, 2007).

Proporsi penurunan fungsi kognitif pada lansia dengan status pendidikan SD lebih tinggi dibandingkan lansia dengan status pendidikan lainnya. Hal ini

(41)
(42)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Proporsi penurunan fungsi kognitif pada penelitian ini ialah 34%,

dimana keseluruhan merupakan probable gangguan kognitif.

2. Dari 34 (34%) responden yang mengalami penurunan fungsi kognitif,

lansia dengan jenis kelamin perempuan lebih banyak yang mengalami penurunan fungsi kognitif, yaitu 45,7% daripada lansia berjenis kelamin laki-laki (27,7 %). Penurunan fungsi kognitif terjadi pada 50% lansia old-old, lebih banyak dibandingkan pada lansia young-old (27,7 %). Sedangkan berdasarkan status pendidikan, lansia dengan status pendidikan SD lebih banyak mengalami penurunan fungsi kognitif, yaitu 62,5% daripada lansia dengan status pendidikan lainnya.

6.2. Saran

Dengan tingginya proporsi penurunan fungsi kognitif pada lansia, yaitu sebesar 34%, diharapkan kepada pihak pemberi pelayanan kesehatan dapat melaksanakan pemeriksaan lanjutan seperti Head CT Scan, untuk memastikan

(43)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik, 2010. Data Statistik Indonesia: Jumlah Penduduk menurut Kelompok Umur, Jenis Kelamin, Provinsi, dan Kabupaten/Kota, 2005. Available from:

Dorland, W.A.N., 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Farmacia, 2007. Kemunduran Fungsi Luhur Akibat Tumor Otak. Simposia. Ed April 2007; Vol 6 No. 9. Available from URL:

http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=953

Goldman, H.H., 2000. Review of General Psychiatry: An Introduction to ClinicaL Medicine. 5th ed. Singapore: McGraw-Hill.

Huda, K., 2009. Lansia dan Kelompok. Available from URL:

[Accessed 24 Maret 2010]

Kamijo, K., Hayashi, Y., Sakai, T., Yahiro, T., Tanaka, K., and Nishihira, Y., 2009. Acute Effects of Aerobic Exercise on Cognitive Function in Older Adults. The Journal of Gerontology, 2009; 356. Available from URL:

Kaplan, H.I., Sadock, B.J., and Grebb, J.A., 1997. Sinopsis Psikiatri : Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Ed 7 jilid 1. Editor : Dr. I. Made Wiguna S. Jakarta : Bina Rupa Aksara : 151-153

Madiyono, B., Moeslichan, S., Sastroasmoro, S., Budiman, I., dan Purwanto S.H., 2008. Perkiraan Besar Sampel. Dalam: Sastroasmoro, S., dan Ismael, S., 2008. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. ed 3. Jakarta: C.V. Sagung Seto; 302-330.

Martini, S., 2008. Hubungan Jendela Waktu Terapi (Therapeutic Time Windows) Dengan Kejadian Gangguan Kognitif Pasca Stroke. Available from URL: http://i-lib.ugm.ac.id/jurnal/download.php?dataId=4892

(44)

Myers, C. E., 2006. Glossary : Hipoccampus & Amygdala. Memory Loss and the Brain.Available from URL :

Myers, J.S. 2008. Factors Associated with Changing Cognitive Function in Older Adults : Implications for Nursing Rehabilitation. Rehabilitation Nursing; May/Jun 2008; 33, 3; ProQuest Medical Library pg. 117. Available from URL:

Nasrun, M.W.S., 2009. Hendaya Kognitif Non Demensia (HKND) pada Populasi “Brain at Risk” bagi Praktisi Kesehatan. Jakarta: Interna Publishing.

Ong, F.S., Lu, Y.Y., Abessi, M., and Philips, D.R., 2008. The Correlates of Cognitive Ageing and Adoption of Defensive-Ageing Strategies among Older Adults. Asia Pacific Journal of Marketing and Logistics Vol. 21 No. 2, 2009 pp. 294-305. Available from URL:

Papalia, D.E., Olds, S.W., and Feldman, R.D., 2005. Human Development. 10th ed. New York: McGraw-Hill.

Riddle, D.R., and Schindler, M.K., 2008. Brain Aging Research. Reviews in Clinical Gerontology 2007 17; 225–239. Available from URL:

Rush, A.J., 2000. Handbook Of Psychiatric Measures. Washington DC : American Psychiatric Association, 422-427

Sastroasmoro, S., 2008. Pemilihan Subyek Penelitian. Dalam: Sastroasmoro, S., dan Ismael, S., 2008. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. ed 3. Jakarta: C.V. Sagung Seto; 78-88.

(45)

Setiati, S., Harimurti, K., dan Roosheroe, A.G., 2006. Proses Menua dan Implikasi Kliniknya. Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., dan Setiati, S., ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1335-1340.

Wahyuni, A.S., 2007. Statistika Kedokteran (disertai aplikasi dengan SPSS). Jakarta: Bamboedoea Communication; 6-7.

(46)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Arni Zulsita

Tempar / Tanggal Lahir : Tugumulyo / 12 April 1990

Agama : Islam

Alamat : Jalan Setia Budi Pasar 2 Komplek Setia Budi Sentosa

Blok C-29 Tanjung Sari Medan

Orang Tuan : Ayah : S. Giarto, M.Pd

Ibu : Siawati

Riwayat Pendidikan : 1. SD Negeri 03 B.Srikaton Tugumulyo, Sumsel (1995

- 2001)

2. SMP Xaverius Tugumulyo Sumsel (2001-2004)

3. SMAN 5 Bengkulu ( 2004-2007)

Riwayat Pelatihan : Workshop RJPO Traumatologi dan Intubasi TBM FK

USU

Riwayat Organisasi : 1. Panitia Hari Besar Islam (PHBI) Fakultas Kedokteran

(47)

Lampiran 2

PEMERIKSAAN STATUS MENTAL MINI Nomor Identifikasi :

Nama Responden :……… Umur :………….tahun

Pendidikan………. Dominansi hemisfer : kinan / kidal* Jenis Kelamin:

Tanggal pemeriksaan: Pemeriksa……….

Item Tes Nilai Maks Nilai

Sekarang tahun, musim, bulan, tanggal, hari apa?

Kita berada di mana? (Negara, provinsi, kota, rumah sakit, lantai/kamar).

REGISTRASI

Pemeriksa menyebut 3 benda yang berbeda kelompoknya selang 1 detik (misal apel, uang, meja), responden diminta mengulanginya. Nilai 1 untuk tiap nama benda yang benar. Ulangi sampai responden dapat menyebutkan dengan benar dan catat jumlah pengulangan.

ATENSI DAN KALKULASI

Pengurangan 100 dengan 7 secara berurutan. Nilai 1 untuk tiap jawaban yang benar.

Hentikan setelah 5 jawaban.

MENGINGAT KEMBALI (RECALL)

(48)

6

7

8

9

10

11

BAHASA

Responden diminta menyebutkan nama benda

yang ditunjukkan (perlihatkan pensil dan buku). Responden diminta mengulang kalimat ”tanpa kalau dan atau tetapi”

Responden diminta melakukan perintah, “ambil kertas ini dengan tangan anda, lipat menjadi dua

dan letakkan di lantai.”

Responden diminta membaca dan melakukan yang dibacanya “pejamkan mata Anda.”

Responden diminta menulis sebuah kalimat dengan spontan.

Responden diminta menyalin gambar di bawah ini.

2

1

3

1

1

1

(49)

Lampiran 3

PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

Saya yang bernama Arni Zulsita yang merupakan mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dengan ini meminta kesediaan Bapak/Ibu untuk menjadi subyek penelitian saya yang berjudul “Gambaran Kognitif pada

Lanjut Usia”.

Penelitian ini dilakukan selama bulan September 2010-Oktober 2010 di RSU Haji Adam Malik Medan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kognitif pada lanjut usia (lansia). Dengan melakukan penelitian ini,

manfaat yang diharapkan dari penelitian ini ialah dapat memberikan gambaran informasi mengenai fungsi kognitif bagi lansia maupun pihak lain yang merupakan pemberi perawatan bagi lansia. Informasi tersebut dapat dijadikan sebagai bahan edukasi dan pencegahan gangguan kognitif pada lansia.

Dalam penelitian ini saya mengharapkan bantuan dari Bapak/Ibu untuk menjawab wawancara yang akan saya lakukan untuk menilai ada atau tidaknya gangguan kognitif pada lanjut usia.

Partisipasi Bapak/Ibu dalam penelitian ini bersifat sukarela. Data dan identitas diri dari Bapak/Ibu akan disamarkan dan dijaga kerahasiaannya.

Apabila setelah membaca penjelasan di atas Bapak/Ibu bersedia menjadi subyek penelitian ini, silahkan menandatangani lembar persetujuan ini sebagai bukti persetujuan. Atas perhatian dan partisipasi dari Bapak/Ibu, saya ucapkan terima kasih.

Medan, 2010

Mengetahui,

Peneliti

(50)

Lampiran 4

Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama :

Tempat/ Tgl. Lahir :

Dengan ini menyatakan SETUJU untuk menjadi responden penelitian “ Gambaran Kognitif Pada Lansia”. Saya bersedia menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam wawancara dengan jujur. Saya juga bersedia memberikan pernyataan saya untuk dijadikan bahan penelitian tanpa ada paksaan dari pihak manapun.

Medan, 2010

Peneliti, Yang Membuat Pernyataan

Gambar

Gambar 3.1. Kerangka Konseptual Gambaran Kognitif pada Lansia.
Tabel 5.1. Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin
Tabel 5.6 Distribusi Penurunan Fungsi Kognitif berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 5.7 Distribusi Penurunan Fungsi Kognitif berdasarkan Usia

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi yang berjudul, “Pengaruh Sektor Perdagangan Sulawesi Selatan Terhadap Penerimaan PT Angkasa Pura I Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin Sebagai Transportasi

Dari data yang didapatkan masih terdapat banyak kasus gizi buruk yang ada di kabupaten Bone Bolango Mengingat banyaknya kasus Gizi Buruk, maka sangatlah penting

design lifetime cable usable lifetime cable Average asset Condition network quality SAIDI target SAIFI target SAIDI Percent SAIFI Percent difference &lt;INITIAL TIME&gt; year 202

Modifikasi sistem dilakukan dengan mengganti peralatan utama CPU S5 dengan CPU S7, dan memperbaharui program dengan menggunakan ladder pada perangkat lunak S755

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemanfaatan koleksi khusus (local content) terhadap kegiatan penelitian mahasiswa yang sedang

4 Nashar, Peranan Motivasi dan Kemampuan Awal dalam Kegiatan Pembelajaran , ( Jakarta: Delia Press, 2004), h.. dalam diri manusia, hampir setiap manusia mempunyai motivasi

Oleh karenanya Alfred Adler yang memandang gaya hidup sebagai perilaku yang ditampilkan dengan cara yang unik dalam mencapai sebuah tujuan memiliki hubungan dengan teori

Selain itu Hamka juga terkenal dengan pemikiran zuhudnya ”tidak ingin” dan ”tidak demam” kepada dunia, kemegahan, harta benda, dan pangkat (Syukur, 2000). Dengan