• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Kualitas Garam Beriodium yang Beredar di Pasar dan Warung di Kecamatan Berampu di Kabupaten Dairi Tahun 2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Identifikasi Kualitas Garam Beriodium yang Beredar di Pasar dan Warung di Kecamatan Berampu di Kabupaten Dairi Tahun 2010"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI KUALITAS GARAM BERIODIUM YANG BEREDAR DI PASAR DAN WARUNG DI KECAMATAN BERAMPU

KABUPATEN DAIRI TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh :

NIM . 071000239 Riris Chaterina E. Nahampun

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

IDENTIFIKASI KUALITAS GARAM BERIODIUM YANG BEREDAR DI PASAR DAN WARUNG DI KECAMATAN BERAMPU

KABUPATEN DAIRI TAHUN 2010

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

NIM 071000239

RIRIS CHATERINA E. NAHAMPUN

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi Dengan Judul

IDENTIFIKASI KUALITAS GARAM BERIODIUM YANG BEREDAR DI PASAR DAN WARUNG DI KECAMATAN BERAMPU

KABUPATEN DAIRI TAHUN 2010

Yang Dipersiapkan Dan Dipertahankan Oleh :

NIM 071000239

RIRIS CHATERINA E. NAHAMPUN

Telah Diuji dan Dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 10 Agustus 2010

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima

Tim Penguji

NIP : 19700212 199501 2 001 NIP : 19820709 200812 2 002

Fitri Ardiani, SKM, MPH

Medan , Agustus 2010 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

(4)

ABSTRAK

Iodium adalah salah satu komponen untuk hormon tiroid yang dihasilkan oleh kelenjar gondok. Iodium dapat diperoleh dari makanan, seperti rumput laut, ikan, kepiting, udang dan juga dari garam yang telah difortifikasi iodium. Berdasarkan survei pendahuluan, Kecamatan Berampu merupakan daerah endemis sedang penyakit gondok dengan nilai TGR 25%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar iodium pada garam yang beredar di pasar dan warung di Kecamatan Berampu Kabupaten Dairi.

Penelitian bersifat deskriptif observasional yaitu ingin mengetahui gambaran kualitas garam yang dijual di warung dan pasar di Kecamatan Berampu Kabupaten Dairi. Penelitian dilakukan dengan cara observasi terhadap garam dan melakukan pemeriksaan kadar iodium pada garam di laboratorium dengan menggunakan iodina test. Pengambilan sampel diambil secara total sampling yaitu seluruh garam yang beredar di pasar dan warung di Kecamatan Berampu Kabupaten Dairi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh garam yang beredar di pasar dan warung di Kecamatan Berampu beriodium. Garam yang berbentuk halus memiliki kandungan iodium lebih tinggi daripada garam yang berbentuk curai/krosok. Seluruh garam memiliki kemasan yang tidak sesuai dengan standar yaitu plastik yang tipis, tidak kedap air dan tidak tertutup rapat. Sebaiknya Pemerintah Daerah meningkatkan pengawasan pada garam di tingkat distribusi dalam hal jenis kemasan dan kandungan yodium pada garam. Dan pada masyarakat sebaiknya mengonsumsi garam yang halus sebab memiliki kandungan iodium yang lebih tinggi.

(5)

ABSTRACT

Iodine was one of the substances of the thyroid hormon produced by thyroid gland. Iodine can obtained from food stuffs, such as seaweeds, fish, sea crabs, shrimps, and fortified salt. Based on the preliminary survey, Berampu Sub-district, was the area of endemic with the TGR of 25%. This research was aimed to know the iodine content in salt which was sold in the market and the food stands in Berampu Sub-district, Dairi District.

This research was observational descriptive which was aimed to know the quality of salt which was sold in the food stands and the market in Berampu Sub-district, Dairi District. This research was done by observing the salt and controlling the iodine content in salt in the laboratory by using iodine test. The sample was a totall sampling – all of the salt which was sold in the market and the food stands in Berampu Sub-district, Dairi District.

The result of the research showed that all of the salt which was sold in the market and the food stands was iodinized. The iodine content in table salt was higher than salt which contained no iodine. All of the salt did not have adequate packaging – too thin plastic, no waterproof, and not tightly covered. It was recommended that the local government should increase the control of salt in the distribution method, especially in the case of the kinds of packaging and the iodine content in the salt. It was also recommended that the people should consume table salt because it contained more iodine.

(6)

Daftar Riwayat Hidup

Nama : Riris Chaterina E. Nahampun

Tempat Tanggal lahir : Medan, 15 Januari 1982

Agama : Katolik

Status Perkawinan : kawin

Nama Suami : Antonius Sinaga Jumlah Anak : 1 (satu) orang

Alamat Rumah : Jl. Bunga Ester No. 64 Pasar 6 Padang Bulan Medan

Riwayat Pendidikan :

1. Tahun 1988 – 1994 : SD St. Thomas V Medan 2. Tahun 1994 – 1997 : SMP St. Petrus Medan 3. Tahun 1997 – 2000 : SMU Kristen I Medan

4. Tahun 2000 – 2003 : ARO (AKADEMI REFRAKSI OPTISI) Yayasan Binalita Sudama (YBS) Medan

5. Tahun 2007 – 2010 : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan

Riwayat Pekerjaan :

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan pada Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang karena kasih dan penyertaan-NYA senantiasa dalam hidup penulis, sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Identifikasi Kualitas

Garam Beriodium yang Beredar di Pasar dan Warung di Kecamatan Berampu di Kabupaten Dairi Tahun 2010” ini.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Dalam penyusunan skripsi ini, saya menyadari bahwa skripsi ini masih belum

sempurna. Oleh karena itu, saya dengan senang hati mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini.

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu penulis dengan rasa hormat menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara,

2. Ibu Drh. Rasmaliah, MKes, selaku dosen penasehat akademik yang telah banyak membantu dan memberikan masukan bagi saya selama menjalani pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara,

(8)

selaku dosen Pembimbing II yang telah bersedia memberikan masukan bagi saya

dalam menyelesaikan skripsi ini,

4. Bapak Dr. Ir. Albiner Siagian, MSi, selaku dosen pembimbing skripsi I yang

telah banyak membantu dan meluangkan waktu dan pikiran dalam membimbing saya hingga skripsi ini dapat diselesaikan,

5. Ibu Ernawati Nasution, SKM, MKes, selaku dosen penguji II yang telah bersedia

memberikan masukan bagi saya dalam menyelesaikan skripsi ini,

6. Ibu Fitri Ardiani, SKM, MPH, selaku dosen penguji III yang telah bersedia

memberi masukan dalam menyelesaikan skripsi ini,

7. Seluruh dosen dan pegawai administrasi di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, khususnya dosen pada Departemen Gizi Kesehatan

Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan Bapak Marihot Samosir, ST. yang telah banyak memberikan masukan dan

motivasi serta membantu dalam segala urusan administrasi,

8. Orang tua yang saya cintai, ayahanda, U. Nahampun dan ibunda, S. Berutu yang telah merawatku sedari kecil dengan penuh cinta dan mencurahkan kasih sayang

serta selalu memberikan doa dan semangat yang tiada henti demi keberhasilan saya serta dukungan baik berupa materi maupun moril,

9. Abangku, Untung Nahampun, Ganda Nahampun, dan Okto Nahampun beserta eda-edaku tercinta yang telah banyak memberikan semangat dan motivasi bagi

(9)

Margareth Naburju Sinaga yang menjadi penyemangat bagi saya dalam

penyelesaian skripsi ini,

11.Teman- teman dekatku, kak Marsini, kak Yunita, dan teman-teman angkatan 2007

lainnya yang telah bersedia membantu saya dan memberikan masukan, kritik, dan saran dalam menyelesaikan skripsi ini,

Akhirnya pada semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang

telah banyak memberikan bantuan dan dorongan semangat. Semoga berkat Tuhan senantiasa memenuhi kehidupan Bapak, Ibu, dan teman-teman sekalian. Semoga

skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca sekalian.

Medan, Agustus 2010

Penulis

(10)

DAFTAR ISI

(11)

2.8. ...

Syarat-syarat Garam Beriodium yang Diperdagangkan ... 15

2.9. ... Kerangka Mengetahui Kandungan Yodium ... 21

(12)

5.4. Hasil Pemeriksaan Kandungan Iodium ... 32

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan ... 34 6.2. Saran ... 34

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Tingkat Pembesaran Kelenjar Gondok ... 10 Tabel 4.1. Distribusi Garam Berdasarkan Bentuk Garam yang Beredar di

Pasar dan Warung di Kecamatan Berampu di Kabupaten Dairi

Tahun 2010 ... 26 Tabel 4.2. Distribusi Kandungan Iodium pada Garam yang Beredar di

Pasar dan Warung di Kecamatan Berampu di Kabupaten Dairi Tahun 2010 ... 27 Tabel 4.3. Distribusi Kandungan Iodium pada Garam Berdasarkan Bentuk

Garam pada Garam yang Beredar di Pasar dan Warung di

(13)

ABSTRAK

Iodium adalah salah satu komponen untuk hormon tiroid yang dihasilkan oleh kelenjar gondok. Iodium dapat diperoleh dari makanan, seperti rumput laut, ikan, kepiting, udang dan juga dari garam yang telah difortifikasi iodium. Berdasarkan survei pendahuluan, Kecamatan Berampu merupakan daerah endemis sedang penyakit gondok dengan nilai TGR 25%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar iodium pada garam yang beredar di pasar dan warung di Kecamatan Berampu Kabupaten Dairi.

Penelitian bersifat deskriptif observasional yaitu ingin mengetahui gambaran kualitas garam yang dijual di warung dan pasar di Kecamatan Berampu Kabupaten Dairi. Penelitian dilakukan dengan cara observasi terhadap garam dan melakukan pemeriksaan kadar iodium pada garam di laboratorium dengan menggunakan iodina test. Pengambilan sampel diambil secara total sampling yaitu seluruh garam yang beredar di pasar dan warung di Kecamatan Berampu Kabupaten Dairi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh garam yang beredar di pasar dan warung di Kecamatan Berampu beriodium. Garam yang berbentuk halus memiliki kandungan iodium lebih tinggi daripada garam yang berbentuk curai/krosok. Seluruh garam memiliki kemasan yang tidak sesuai dengan standar yaitu plastik yang tipis, tidak kedap air dan tidak tertutup rapat. Sebaiknya Pemerintah Daerah meningkatkan pengawasan pada garam di tingkat distribusi dalam hal jenis kemasan dan kandungan yodium pada garam. Dan pada masyarakat sebaiknya mengonsumsi garam yang halus sebab memiliki kandungan iodium yang lebih tinggi.

(14)

ABSTRACT

Iodine was one of the substances of the thyroid hormon produced by thyroid gland. Iodine can obtained from food stuffs, such as seaweeds, fish, sea crabs, shrimps, and fortified salt. Based on the preliminary survey, Berampu Sub-district, was the area of endemic with the TGR of 25%. This research was aimed to know the iodine content in salt which was sold in the market and the food stands in Berampu Sub-district, Dairi District.

This research was observational descriptive which was aimed to know the quality of salt which was sold in the food stands and the market in Berampu Sub-district, Dairi District. This research was done by observing the salt and controlling the iodine content in salt in the laboratory by using iodine test. The sample was a totall sampling – all of the salt which was sold in the market and the food stands in Berampu Sub-district, Dairi District.

The result of the research showed that all of the salt which was sold in the market and the food stands was iodinized. The iodine content in table salt was higher than salt which contained no iodine. All of the salt did not have adequate packaging – too thin plastic, no waterproof, and not tightly covered. It was recommended that the local government should increase the control of salt in the distribution method, especially in the case of the kinds of packaging and the iodine content in the salt. It was also recommended that the people should consume table salt because it contained more iodine.

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka konsep penelitian pemeriksaan kadar iodium pada garam …. 18

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pentingnya iodium dalam tubuh manusia untuk metabolisme sudah dikenal sejak

abad lalu walaupun pengaruh positif dan kaya iodium terhadap penyakit gondok sudah

diketahui sejak zaman purba di seluruh dunia. Kekurangan iodium berhubungan erat dengan

(16)

daerah yang berpengaruh. Walaupun program suplemen tambahan iodium telah

mengurangi kekurangan jumlah iodium di berbagai daerah daerah di dunia, masih terlihat

masalah kekurangan iodium yang serius di berbagai daerah (Soekatri, 2001).

Iodium adalah salah satu bahan untuk memproses hormon tiroid oleh kelenjar

gondok. Iodium dapat diperoleh dari garam-garam yang konsumsi, dimana garam

merupakan salah satu unsur yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia walaupun hanya

dibutuhkan dalam jumlah kecil. Djokomoeldjanto (1993) mengatakan bahwa manusia tidak

dapat membuat unsur/elemen iodium dalam tubuhnya seperti membuat protein atau gula,

tetapi harus mendapatkannya dari luar tubuh (secara alamiah) melalui serapan iodium yang

terkandung dalam makanan serta minuman. Menurut Golden (1992), gangguan akibat

kekurangan iodium disebut Iodine Deficiency Disorder (IDD) atau yang kita kenal dengan

sebutan Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI).

Kasus gondok muncul akibat rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya

garam beriodium. Selain itu terdapat banyak produsen garam yang nakal, yang tidak

menyertakan iodium pada garam yang dijualnya. Konsumsi iodium paling banyak diperoleh

dari makanan yang berasal dari laut mengingat air laut mengandung iodium yang tinggi.

Oleh karena itu, bahan makanan seperti rumput laut, ikan, kepiting, udang dan tanaman

yang ada dekat laut yang merupakan sumber yang baik akan iodium. Selain itu konsumsi

iodium juga dapat diperoleh dari garam yang telah difortifikasi iodium dan air. Kondisi

penyimpanan merupakan salah satu faktor yang paling berperan penting terhadap

(17)

dipengaruhi oleh lingkungan, salah satu diantaranya adalah suhu dan kelembaban

(Djokomoeldjanto, 1993).

Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) di Indonesia merupakan salah satu

masalah kesehatan masyarakat yang serius. Selain berupa pembesaran kelenjar gondok dan

hipotiroid, kekurangan iodium jika terjadi pada wanita hamil mempunyai resiko terjadinya

abortus, lahir mati, sampai cacat bawaan pada bayi yang lahir berupa gangguan

perkembangan syaraf, mental dan fisik yang disebut kretin (Siswono, 2003).

Semua gangguan ini dapat berakibat pada rendahnya pretasi belajar anak usia

sekolah, rendahnya produktifitas kerja pada orang dewasa serta timbulnya berbagai

permasalahan sosial ekonomi masyarakat yang dapat menghambat pembangunan. Dari 20

juta penduduk Indonesia yang menderita gondok, diperkirakan dapat kehilangan 140 juta

angka kecerdasan (IQ Points) (Siswono, 2003).

Untuk mengetahui masalah kurang iodium, pemantauan besaran masalah dilakukan

survei nasional. Pada tahun 1980 prevalensi GAKI pada anak usia sekolah adalah 27,7%,

prevalensi ini menurun menjadi 9,8% pada tahun 1988. Walaupun terjadi perubahan yang

berarti, GAKI masih dianggap masalah kesehatan masyarakat, karena secara umum

prevalensi masih di atas 5%. Tahun 2003 dilakukan lagi survei nasional, yang dibiayai melalui

Proyek Intensifikasi Penanggulangan GAKI (IP-GAKI), untuk mengetahui dampak dari

intervensi program penanggulangan GAKI. Dari hasil survei diketahui secara umum bahwa

Total Goitre Rate (TGR) angka prevalensi gondok yang dihitung berdasarkan seluruh stadium

pembesaran kelenjar gondok, baik yang teraba maupun yang terlihat pada anak sekolah

(18)

Di Cilacap, Jawa Tengah terdapat empat kecamatan yang dinyatakan sebagai daerah

endemis penyakit gondok, karena terjadi kasus gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI).

Untuk mengatasi penyakit ini, pihak Dinas Kesehatan Cilacap melakukan promosi GAKI

melalui sekolah-sekolah. Diharapkan, melalui kegiatan itu, kesadaran masyarakat Cilacap

tentang pentingnya mengonsumsi garam beriodium akan semakin meningkat (Dharmawan,

2005).

Di Jawa Barat, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten

Cirebon menemukan 12 merek (48%) garam dari 25 merek garam yang beredar di Cirebon

yang tidak mengandung zat iodium. Temuan ini dikeahui setelah Bidang Industri Kimia Argo

dan Hasil Hutan pada kantor Disperindag melakuka survey ke 16 perusahaan garam di

Kabupaten Cirebon. Ke 12 merek garam yang tidak beriodium tersebut sangat bernuansa

bisnis. Pengusaha garam tersebut tampaknya ingin meraup keuntungan yang besar.

Dijelaskan, harga iodium cukup mahal yaitu sekitar Rp 300.000,00 per kilogram (Sianturi,

2005).

Hingga saat ini angka gondok nasional masih mencapai 9,8%, jauh di atas standar

WHO yang mensyaratkan angka gondok di bawah 5%. Di beberapa provinsi seperti Maluku,

Nusa Tenggara Timur, dan Sumatera Barat, angka gondok bahkan mencapai 30%. Saat ini

terdapat 1.779 kecamatan di Indonesia yang termasuk daerah endemis penyakit gondok

dengan derajat yang bervariasi. Karena itu, konsumsi yodium perlu ditingkatkan dalam

rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia dan mencegah terjadinya

(19)

Hasil survey GAKI pada tahun 2005 menunjukkan bahwa di Provinsi Sumatera Utara

hanya terdapat satu kabupaten sebagai daerah endemis berat GAKI, yaitu Kabupaten Dairi

(Profil Dinkes SUMUT, tahun 2008). Dari informasi yang tersedia pada tahun 2008 terlihat

bahwa konsumsi garam beriodium oleh masyarakat Kabupaten Dairi dan Kecamatan

Berampu sudah baik (100%). Tetapi berdasarkan hasil survey yang telah dilakukan, masih

banyak ditemui masyarakat yang menderita GAKI sehingga Kabupaten Dairi dinilai sebagai

daerah endemis dan Kecamatan Berampu nempunyai permasalahan TGR 25%.

Kabupaten Dairi terdiri dari 12 kecamatan dimana terdapat 3 kecamatan yang

tergolong endemis sedang, 6 kecamatan tergolong endemis ringan dan hanya 2 kecamatan

yang tergolong non endemis. Kecamatan Berampu merupakan daerah yang endemis

sedang. Masyarakat di Kecamatan Berampu tidak mengerti mengenai fungsi dari iodium

untuk tubuh. Masyarakat beranggapan bahwa iodium yang terkandung di dalam makanan

tidak penting melainkan yang terpenting adalah adanya rasa asin pada makanan. Cara

penyimpanan garam yang dilakukan oleh penduduk yaitu dengan cara menyimpan di

stoples tertutup, stoples yang tidak memakai tutup dan plastik bungkus garam. Masyarakat

setempat masih banyak yang tidak mengerti mengenai cara penyimpanan garam yang baik.

Program yang dilakukan pemerintah setempat untuk penanggulangan GAKI adalah dengan melakukan iodisasi garam yaitu dengan cara membuat standar garam

konsumsi tiap orang perhari sebanyak 6-10 gram. Program lain yang dilakukan adalah iodisasi air minum, pemberian kapsul berminyak serta melakukan penyuluhan.

(20)

masakan baru dimasak. Sehingga dapat mengakibatkan gizi yang terkandung di

dalam garam akan berkurang. Untuk mengetahui apakah garam mengandung iodium atau tidak dapat diketahui dengan melakukan uji Iodina test.

Menurut SNI terdapat 13 kriteria standar mutu yang harus dipenuhi oleh produsen garam. Di antaranya adalah penampakan bersih, berwarna putih, tidak berbau, tingkat kelembaban rendah, dan tidak terkontaminasi dengan timbal/bahan

logam lainnya. Menurut SNI 01-3556.2-1994/Rev/2000 syarat mutu garam beriodium yaitu dimana kandungan KIO3 minimal 30 ppm (Depkes, 2005).

Oleh karena itu, maka dilakukan penelitian ini untuk mengetahui apakah garam yang dikonsumsi masyarakat beriodium atau tidak, serta untuk mengetahui apakah kadar iodium garam yang digunakan sesuai dengan yang ditetapkan atau

tidak.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi perumusan masalah dalam

penelitian ini adalah bagaimana kualitas garam beriodium yang beredar di pasar dan warung

di Kecamatan Berampu Kabupaten Dairi Tahun 2010.

1.3. Tujuan

1.3.1. Tujuan Umum

(21)

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui bentuk garam yang banyak dikonsumsi masyarakat di

Kecamatan Berampu.

2. Untuk mengetahui jenis kemasan garam yang beredar di pasar dan warung di

Kecamatan Berampu.

3. Untuk mengetahui kadar iodium pada garam yang beredar di pasar dan warung

sesuai standar atau tidak.

4. Untuk mengetahui standar isi kemasan garam yang beredar di pasar dan

warung di Kecamatan Berampu.

1.4. Manfaat Penelitian.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat :

1. Sebagai masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Dairi dan Dinas Perindustrian

dan Perdagangan dalam hal pengawasan pada garam di tingkat distribusi dan

konsumen.

2. Sebagai bahan informasi bagi peneliti lain yang sejenis pada waktu yang akan

(22)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Iodium

Iodium merupakan zat gizi essensial bagi tubuh, karena merupakan komponen dari

(23)

thyroxin. Hormon ini ditimbun dalam folikel kelenjar gondok, terkonjugasi dengan protein

(globulin) yang disebut thyroglobulin yang merupakan bentuk yodium yang disimpan dalam

tubuh, apabila diperlukan, thyroglobulin dipecah dan akan melepaskan hormon thyroxin

yang dikeluarkan oleh folikel kelenjar ke dalam aliran darah (Yuastika, 1995).

Kekurangan yodium memberikan kondisi hypothyroidism dan tubuh mencoba untuk

mengkompensasikan dengan penambahan jaringan kelenjar gondok yang menyebabkan

pembesaran kelenjar tiroid tersebut.

Jumlah iodium dalam tubuh manusia relative sangat kecil dan kebutuhan untuk

pertumbuhan normal hanya 100-150 mikrogram (0,1-0,15 mg) perhari. Kebutuhan ini dapat

dipenuhi dari konsumsi 6 gram garam beriodium dengan kandungan minimal 40 ppm,

sekitar 60 mikrogram iodium yang dikonsumsi tersebut akan ditangkap oleh kelenjar tiroid

untuk pembentukan hormon thyroxin (Permaesih, 2000).

2.2. Zat Goitrogenik

Zat Goitrogenik adalah zat yang dapat menghambat pengambilan iodium oleh

kelenjar gondok, sehingga konsentrasi iodium dalam kelenjar menjadi rendah. Aktivitas

bahan goitrogenik pada prinsipnya bekerja pada tempat yang berlainan dalam rantai proses

pembentukan hormon tiroid, dapat dibagi atas dua macam yaitu (Soekatri, 2001) :

a. Menghambat pengambilan iodium oleh kelenjar thyroid,golongan ini termasuk kelompok

(24)

b. Menghalangi pembentukan ikatan organik antara iodium dan thyroxin untuk menjadi

hormon thyroid, golongan ini adalah kelompok tiouracils imidazoles

Dari hasil beberapa penelitian diketahui bahwa ada beberapa jenis makanan yang

dikonsumsi oleh manusia dan hewan dapat bersifat goitrogenik. Penelitian dengan

menggunakan tikus/kelinci sebagai objek, seperti penelitian oleh grup Baltimore terhadap

kelinci yang diberi campuran makanan yang mengandung kubis segar, disimpulkan bahwa

kubis merupakan salah satu faktor penyebab pembesaran kelenjar tiroid. Di New Zealand

ditemukan bahwa famili kubis dapat menyebabkan gondok setelah diberi pada kelinci

selama 60 hari. Selain itu Mc. Carrison melaporkan bahwa soybean dan peanuts (kacang

kedele), juga menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid tikus 3x lebih besar daripada normal

setelah diberi makan selama 3 bulan. Diketahui juga bahwa selain bahan makanan di atas

ditemukan juga zat goitrogenik pada umbi singkong, daun singkong dan kacang-kacangan

lainnya (Nurdjaman, dkk, 1987).

2.3. Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI)

Defisiensi iodium dapat menyebabkan terjadinya penyakit gondok. Gondok adalah

cara adaptasi manusia terhadap kekurangan unsur iodium dalam makanan dan

minumannya (Zulkarnaen, 2003). Untuk menentukan apakah seseorang menderita gondok

(mengalami pembesaran kelenjar gondok) dapat dilakukan dengan palpasi (meraba dengan

(25)

Tabel 2.1. Tingkat Pembesaran Kelenjar Gondok

Grade (Tingkat) Hasil Palpasi

Normal (0) Tidak ada pembesaran kelenjar

IA Pembesaran kelenjar tidak nampak walaupun leher pada posisi

tengadah maksimum

Pembesaran kelenjar teraba ketika palpasi

IB Pembesaran kelenjar gondok terlihat jika leher pada posisi tengadah

maksimum

Pembesaran kelenjar teraba ketika palpasi

II Pembesaran kelenjar gondok terlihat pada posisi kepala normal dan

terlihat dari jarak 1 meter

III Pembesaran kelenjar gondok tampak nyata dari jarak 5-6 meter

Sumber: Proyek Intensifikasi Penanggulangan GAKI IBRD-LOAN,1998.

GAKI dapat terjadi pada manusia baik pria maupun wanita. Kelompok pria yang

tergolong rentan GAKI adalah sampai dengan usia 20 tahun, sedangkan kelompok wanita

sampai dengan usia 49 tahun. Timbulnya gangguan dapat terjadi pada manusia sejak masih

janin dalam kandungan.

Pada janin, kekurangan iodium dapat mengakibatkan abortus spontan (keguguran),

lahir mati, kelainan/kematian perinatal, kematian bayi meningkat, bayi lahir kretin dan

kelambatan perkembangan gerak.

Pada anak remaja dapat mengakibatkan gondok, hipotiroid, gangguan fungsi mental

dan intelejensi, gangguan perkembangan fisik dan kretin. Pada dewasa dapat

mengakibatkan gondok dengan segala komplikasinya, hipotiroid dan gangguan fungsi

(26)

Dampak yang ditimbulkan sudah tentu sangat besar dan luas. Apalagi kelompok

yang beresiko paling tinggi adalah wanita. Ibu hamil yang ada di daerah endemik GAKI

beresiko melahirkan bayi kretin, dan melahirkan generasi penerus dengan tingkat intelejensi

rendah. Dampak selanjutnya adalah kualitas sumber daya manusia yang juga rendah.

Pengurangan tingkat kecerdasan yang diakibatkan oleh GAKI dapat diperinci sebagai

berikut:

1. Setiap penderita gondok akan mengalami pengurangan IQ poin sebesar 5 poin

dibawah normal.

2. Setiap penderita kretin akan mengalami pengurangan IQ poin sebesar 5 poin dibawah

normal.

3. Setiap penderita GAKI lain yang bukan gondok maupun kretin akan mengalami

pengurangan IQ poin sebesar 5 poin dibawah normal.

4. Setiap kelahiran bayi yang terdapat di daerah yang kurang yodium akan mengalami

pengurangan IQ poin sebesar 5 poin dibawah normal (Dirjen Pemda RI, 1999).

2.4. Penyebab GAKI

2.4.1 Defisiensi Iodium

Kekurangan intake iodium disebabkan karena faktor lingkungan air dan tanah

dengan kandungan iodium yang rendah akibat iodium terkikis dari tanah, sehingga seluruh

(27)

2.4.2. Air minum

Di dalam air minum yang kotor terdapat zat goitrogenik alami berasal dari sediment

organic goitrogenik di dalam air tanah. Hasil-hasil bakteri Escherichia coli dalam air minum

juga dapat menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid (Nurdjaman, dkk 1987).

2.5. Upaya Penanggulangan GAKI

Upaya penanggulangan dapat dilakukan dengan cara :

1. Penyuntikan depot lipiodol (preparat yodium dalam minyak) dengan dosis 2ml yang

kemudian diganti dengan kapsul minyak beryodium, dengan tujuan untuk mencegah

timbulnya bayi lahir kerdil (cebol) akibat kekurangan yodium.

2. Distribusi garam dapur yang difortifikasi dengan Kalium Iodium.

3. Kegiatan penyuluhan yang bertujuan untuk mensukseskan program penanggulangan

GAKI.

2.6. Proses Produksi Garam

Proses produksi garam rakyat kebanyakan hanya tergantung pada alam (air laut dan

cuaca) dan pengalaman dengan teknologi terbatas. Khususnya kadar yodium rendah,

dimana konsumsi jangka panjang menyebabkan timbulnya penyakit gondok di beberapa

daerah akibat kekurangan iodium.

Jika dibandingkan dengan kualitas garam lokal produksi petani garam di Cirebon,

(28)

dengan garam impor dari Australia dan India yang bermutu lebih baik (Bisnis Indonesia,

2000).

Produksi garam adalah menguapkan air laut dalam petak-petak di pinggir pantai. Air

laut yang diuapkan sampai kering mengandung setiap liternya sejumlah 7 mineral (CaSO4,

MgSO4, MgCl2, KCl, NaBr, NaCl, dan air) dengan berat total 1.025,68 gram. Setelah

dikristalkan pada proses selanjutnya akan diperoleh garam dengan kepekatan 16,75-28,5

derajat Be setara dengan 23,3576 gram. Untuk menghasilkan garam dapur hanya akan

diperoleh 40,97% dari jumlah semula (Bisnis Indonesia, 2000).

Lokasi pembuatan garam yang ideal adalah memenuhi persyaratan antara lain lokasi

landai, kedap air, air laut dapat naik ke lahan tambak garam (dengan atau tanpa bantuan

alat), konsentrasi air baku minimum 2,5 derajat Be. Lokasi juga bersih dari sumber air tawar,

dengan curah hujan sedikit dan banyak sinar matahari untuk optimalnya penguapan air laut.

Musim kemarau yang panjang akan memperkecil frekuensi turun hujan.

2.7. Distribusi Garam Beriodium

Kebutuhan garam nasional sekitar 1,839 juta ton per tahun terdiri atas garam

konsumsi 855.000 ton dan garam industri 984.000 ton. Kebutuhan garam untuk industri

soda menempati urutan teratas yaitu 76%, diikuti untuk kebutuhan industri pengeboran

minyak 15%, dan jenis industri lain seperti kulit, kosmetik, sabun dan es sebanyak 9%.

(29)

dibutuhkan untuk bahan penolong dalam industri makanan. Konsumsi garam per kapita

adalah 3 kg per tahun per orang.

Distribusi garam beriodium dari perusahaan ke masyarakat, tergantung dari

kemampuan produksi dan pemasaran dalam suasana pasar bebas. Perusahaan yang besar

mampu melakukan distribusi antar pulau dan antar propinsi, sedangkan perusahaan

menengah dan kecil hanya mampu memasarkan produknya dalam satu propinsi atau

bahkan satu kabupaten/kota saja. Pemasaran akhir umumnya melalui pengecer formal

(pasar besar, supermarket, toko bahan pangan), sampai dengan pengecer kecil di daerah

perkotaan dan pinggiran kota. Pasar di kabupaten Dairi terutama di kecamatan Berampu di

daerah-daerah terpencil umumnya sulit terjangkau oleh distributor garam beriodium,

kemungkinan dikarenakan akses jalan yang sulit ditempuh sehingga memerlukan waktu

lama. Secara tradisional kebutuhan garam yang di pasarkan di pasar tradisional di penuhi

distributor informal yang memasarkan garam krosok non-iodium.

Hal ini yang memerlukan perhatian ialah pemalsuan dan penipuan kandungan iodium

dalam garam. Berbagai survey kecil di beberapa kota menunjukkan masih banyak kemasan

garam yang mengklaim mengandung iodium, namun kandungan KI03 kurang dari 30 ppm

sebagaimana dipersyaratkan.

2.8. Syarat-syarat Garam Beriodium yang Diperdagangkan

Pemerintah melalui Kepmen 77/M/SK/5/95 tentang Pengolahan, Pelabelan dan

Pengemasan garam beriodium berupaya meningkatkan kualitas garam rakyat sehingga

(30)

1. Syarat-syarat kemasan:

Garam konsumsi yang diproduksi untuk diperdagangkan harus dikemas dalam

wadah yang tertutup rapat, kedap air atau plastik yang tebal dan transparan.

2. Syarat-syarat label:

Pada wadah/kemasan garam beryodium harus tertera keterangan-keterangan yang

jelas/terang yang dicetak sebagai berikut:

1. Nama/merek perusahaan

2. Kandungan Kalium Iodium 30-80ppm

3. Berat isi setiap kemasan dalam satuan gram atau kilogram

4. Tanggal pembuatan/produksi (kode produksi)

5. Nomor pendaftaran dari Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan Departemen

Kesehatan

6. Alamat perusahaan

3. Standar berat isi kemasan garam konsumsi beriodium yang diizinkan untuk beredar pada

tingkat pasar adalah:

1. Isi bersih 5 kg (5000 gram)

2. Isi bersih 4 kg (4000 gram)

3. Isi bersih 3 kg (3000 gram)

4. Isi bersih 2 kg (2000 gram)

(31)

7. Isi bersih 1 ons (100 gram)

4. Cara pengemasan:

1. Menjamin terpenuhi berat isi kemasan sesuai dengan yang tertera di label.

2. Tutup kemasan dengan menggunakan alat laminating atau alat pemanas yang dapat

menjamin tidak terjadinya kebocoran pada kemasan tersebut.

5. Mutu garam konsumsi

Meskipun tidak semua garam produksi lokal bermutu rendah tetapi kenyataan

memang menunjukkan adanya kelemahan-kelemahan yang vital bagi mutu suatu garam

yang sering didapati pada garam lokal antara lain rendahnya kandungan yodium yang tidak

memenuhi standar seperti yang ditetapkan oleh Lembaga Standar Nasional Indonesia.

Setidaknya ada 13 kriteria standar mutu yang harus dipenuhi oleh produsen garam.

Diantaranya adalah penampakan bersih, berwarna putih, tidak berbau, tingkat kelembaban

rendah, dan tidak terkontaminasi dengan timbal dan logam lainnya. Kandungan NaCl untuk

garam konsumsi manusia tidak boleh lebih rendah dari 97% untuk garam kelas satu, dan

tidak kurang dari 93% untuk garam kelas dua. Tingkat kelembaban disyaratkan berkisar 0,5%

dan senyawa SO4 tidak melebihi batas 2,0%, kadar yodium berkisar 30-80ppm.

Untuk melihat gambaran garam yang dikonsumsi, khususnya dilihat dari kandungan

iodium dalam garam dapat dilakukan dengan cara hasil uji kualitatif terhadap garam yang

dikonsumsi yaitu dengan menggunakan alat Iodina-test dari Kimia Farma.

6. Bentuk garam

(32)

1. Halus, dimana garam ini adalah garam yang kristalnya sangat halus menyerupai gula

pasir yang biasa disebut garam meja. Garam halus ini biasa dikemas dalam

wadah/plastik dengan label yang lengkap.

2. Curai/krosok, dimana garam ini adalah garam yang kristalnya kasar-kasar, di daerah

Jawa disebut juga krosok, biasa dibungkus dengan karung dan dijual dalam bentuk

kilo-an.

3. Briket, yaitu garam yang berbentuk bata.

2.9. Kerangka Konsep

Gambar 1. Kerangka konsep penelitian pemeriksaan kadar iodium pada garam Identifikasi Kualitas Garam

1. Kandungan Iodium

2. Bentuk garam

3. Jenis kemasan

4 Berat isi kemasan

(33)

Untuk mengetahui garam yang memenuhi syarat, maka dapat diketahui dengan

melakukan identifikasi kualitas garam. Identifikasi kualitas garam ini dilakukan dengan

meneliti kandungan iodium, bentuk garam, jenis kemasan dan berat isi kemasan.

BAB III METODE PENELITIAN

(34)

Penelitian ini bersifat deskriptif observasional, yaitu untuk mengidentifikasi kualitas

garam beriodium yang beredar di warung dan pasar di Kecamatan Berampu Kabupaten Dairi

tahun 2010.

3.2. Lokasi & Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kecamatan Berampu karena dinilai sebagai daerah endemis

sedang dan mempunyai permasalahan TGR sebesar 25%. Penelitian dilakukan pada bulan

Juni sampai dengan Agustus tahun 2010.

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh garam yang diperdagangkan di warung

dan pasar yang terdapat di Kecamatan Berampu tahun 2010.

3.3.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini diambil secara total sampling yaitu seluruh garam

dengan berbagai bentuk garam (kasar dan halus) yang ada di warung dan di pasar

Kecamatan Berampu Kabupaten Dairi tahun 2010 yaitu sebanyak 5 merek (AA, AB, Jangkar,

(35)

3.3.3. Cara Pengambilan Sampel

Sampel garam dibeli dari pasar dan warung. Pengujian garam dilakukan terhadap

perwakilan dari masing-masing merek, karena (pertimbangan), merek yang sama berasal

dari sumber yang sama juga. Setiap merek garam diuji sebanyak 2 kali yang dibedakan

berdasarkan waktu pengambilan sampel, dimana sampel pertama diambil pada tanggal 14

Juni 2010 dan sampel kedua diambil pada tanggal 10 Juli 2010.

3.4. Metode Pengumpulan Data

3.4.1. Data Primer

Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi langsung melalui pengamatan

terhadap bentuk garam, jenis kemasan, standar berat isi garam dengan mempergunakan

daftar check list dan pemeriksaan kandungan yodium pada garam dengan mengambil

sampel dan dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan iodina test.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder dikumpulkan berdasarkan data-data yang berkaitan dengan tujuan

penelitian yaitu data yang meliputi gambaran umum lokasi penelitian yang diperoleh dari

kantor Lurah.

3.5. Analisis Kualitas Garam

3.5.1. Pemeriksaan secara fisik

(36)

1. Bentuk garam

2. Jenis kemasan.

3. Label.

4. Standar berat isi kemasan.

3.5.2. Cara Mengetahui Kandungan Iodium

Cara mengetahui kandungan iodium ada 2 cara yaitu secara kuantitatif (penetapan

kadar iodium yang ada dalam sampel) dan analisis secara kualitatif (identifikasi iodium

dalam suatu sampel).

Untuk mengetahui kandungan iodium dalam garam menggunakan cara kualitatif

dengan metode Iodometri dengan cara sebagai berikut:

4. ½ sendok teh garam ditaruh ke dalam plat tetes.

5. Di atas permukaan garam diteteskan 2-3 tetes larutan iodina test.

6. Bila garam berubah warna menjadi ungu tua, berarti garam mengandung iodium

antara 30-80 ppm.

7. Bila berwarna ungu muda atau keputih-putihan berarti garam mengandung iodium

kurang dari 30 ppm.

8. Bila tidak berubah warna, garam tersebut tidak mengandung iodium, garam ini tidak

(37)

Sedangkan secara kuantitif dengan metode titrasi iodometri dengan acuan pada titik

akhir titrasi jika kelebihan 1 tetes titran. Perubahan warna yang terjadi pada larutan akan

semakin jelas dengan penambahan indikator amilum/kanji (Svehla, 1997). Penetapan

dilakukan dengan cara :

Ke dalam labu erlenmeyer dimasukkan (Zulkarnaen, 2003):

9. 25 gram garam yang akan diperiksa

10.125 ml aquadest

11.Di kocok sampai larut

12.Kemudian ditambah 2 ml HCl, 1 ml amilum, dan 0,1 gram KI Kristal dan ditutup dengan

plastik lalu dikocok hingga KI Kristal larut.

13.Kemudian dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N hingga warna biru tepat hilang.

3.6. Perhitungan

Kadar KIO3 =

Kesetaraan : 1 ml Na2S2O3 0,1 N = 3,567 mg KIO3 (Zulkarnaen, 2003)

(38)

1. Bentuk garam adalah wujud garam yang dipasarkan, yang dibagi 3 jenis yaitu :

a. Halus: garam yang kristalnya sangat halus menyerupai pasir, biasanya juga garam

meja. Garam halus ini dikemas dalam wadah/plastik dengan label lengkap.

b. Curai/krosok: garam yang kristalnya kasar-kasar, di Jawa disebut krosok, biasanya

dibungkus dengan karung dan dijual dalam kilo-an atau sesuai kebutuhan

konsumen.

c. Briket, yaitu garam yang berbentuk bata.

2. Jenis kemasan adalah wadah/tempat garam yang digunakan agar garam tersebut tidak

berkurang unsur-unsur yang terkandung di dalamnya, kemasan terdiri atas:

a. Memenuhi syarat: wadah tertutup rapat, kedap air, warna plastik transparan.

b. Tidak memenuhi syarat: wadah tidak tertutup rapat, tidak kedap air dan warna

plastik tidak transparan.

3. Berat isi kemasan adalah ketetapan yang ditentukan oleh Dinas Perindustrian dan

Perdagangan mengenai berat isi kemasan (isi bersih) garam yang dapat diketahui

dengan menimbang garam dengan menggunakan timbangan, yang dibagi menjadi dua

kategori:

a. Sesuai dengan yang diizinkan.

b. Tidak sesuai dengan yang diizinkan.

4. Garam beriodium adalah Natrium Chlorida (NaCl) yang diproduksi melalui proses

iodisasi yang memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) dibagi dalam tiga kategori:

a. Memenuhi syarat yaitu mengandung iodium antara 30-80 ppm yang ditandai

(39)

b. Kurang memenuhi syarat yaitu mengandung iodium kurang dari 30 ppm yang

ditandai dengan warna ungu muda.

c. Tidak memenuhi syarat yaitu tidak mengandung iodium (tidak ada perubahan

warna)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

(40)

Kecamatan Berampu merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di

Kabupaten Dairi. Luas wilayah Kecamatan Berampu adalah 39,45 KM2. Kecamatan Berampu merupakan salah satu kecamatan yang maju di Kabupaten Dairi.

Adapun batas-batas dari kecamatan ini adalah :

a. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Lae Parira.

b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Sidikalang. c. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Huta Pasi. d. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Jumateguh.

4.2. Hasil penelitian

4.2.1. Berdasarkan Bentuk Garam

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan terhadap bentuk garam yang

diperdagangkan di warung dan pasar di Kecamatan Berampu Kabupaten Dairi ditemukan 2 bentuk garam, yaitu halus dan kasar.

Tabel. 4.1. Distribusi Garam Berdasarkan Bentuk Garam yang Beredar di Pasar dan Warung di Kecamatan Berampu di Kabupaten Dairi Tahun 2010

Bentuk Garam Pengujian I Pengujian II

(41)

Dari tabel 4.1. di atas dapat diketahui bahwa garam yang beredar di pasar dan

warung di Kecamatan Berampu berbentuk halus (50,0%) dan curai/krosok (50,0%) serta tidak terdapat garam yang berbentuk briket/bata.

4.2.2. Berdasarkan Jenis Kemasan

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan terhadap kemasan garam yang

beredar di pasar dan warung di Kecamatan Berampu di Kabupaten Dairi diketahui bahwa seluruh kemasan garam yang beredar di pasar dan warung di Kecamatan

Berampu tidak memenuhi syarat (100,0%) dimana bungkus tidak tertutup rapat dan tipis.

4.2.3. Berdasarkan Berat Isi Kemasan

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan terhadap berat isi kemasan garam yang beredar di pasar dan warung di kecamatan Berampu di Kabupaten Dairi diketahui bahwa seluruh garam yang beredar di pasar dan warung di

Kecamatan Berampu memiliki berat isi sesuai dengan yang tertera pada label. Sebagian besar garam yang beredar di pasar dan di warung memiliki berat bersih

sebanyak 100 gram dan 500 gram.

4.2.4. Hasil Pemeriksaan Kandungan Iodium

Hasil pemeriksaan kandungan iodium yang terdapat pada garam yang beredar di pasar dan warung di Kecamatan Berampu dapat dilihat pada tabel berikut.

(42)

Kadar Iodium Pengujian I Pengujian II Jumlah Persentase Jumlah Persentase

30-80 ppm 9 90,0 9 90,0

< 30 ppm 1 10,0 1 10,0

Jumlah 10 100,0 10 100,0

Dari tabel 4.2. di atas dapat kita ketahui bahwa hasil pemeriksaan terhadap

kandungan iodium pada garam baik pada pengujian I maupun pada pengujian II, dari 10 garam yang beredar di pasar dan warung ditemukan 9 garam (90,0%) yang memenuhi syarat (mengandung 30-80 ppm) yang ditandai dengan warna ungu tua,

sedangkan yang lainnya hanya mengandung iodium < 30 ppm (10,0%) yang ditandai dengan warna ungu muda.

Tabel. 4.3. Distribusi Kandungan Iodium pada Garam Berdasarkan Bentuk Garam pada Garam yang Beredar di Pasar dan Warung di Kecamatan Berampu di Kabupaten Dairi Tahun 2010

Bentuk Garam Pengujian I Pengujian II

30-80 ppm < 30 ppm 30-80 ppm < 30 ppm

Halus 5 0 5 0

Curai/krosok 4 1 4 1

Jumlah 9 1 9 1

Dari tabel 4.3. di atas dapat kita ketahui bahwa baik pada pengujian garam yang pertama maupun pada pengujian garam yang kedua, kandungan iodium pada

garam berdasarkan bentuk garam ditemukan dari 5 garam yang berbentuk halus, seluruhnya memiliki kandungan iodium antara 30-80 ppm, sedangkan pada garam

yang berbentuk curai/krosok terdapat 1 garam yang mengandung iodium < 30 ppm.

(43)

Super Salt

Berdasarkan tabel 4.4. di atas dapat diketahui bahwa garam yang memiliki kandungan iodium paling tinggi adalah pada pengujian I terdapat pada garam merek Jangkar halus yaitu sebesar 78,5 ppm dan pada pengujian II juga terdapat pada garam

merek Jangkar halus yaitu sebesar 75,6 ppm. Kandungan iodium terendah baik pada pengujian I maupun pada pengujian II, terdapat pada garam merek Super Salt kasar

yaitu sebesar 28,5 ppm.

BAB V PEMBAHASAN

(44)

Garam diproduksi dalam tiga bentuk yaitu curai/krosok, halus dan briket

(bata). Berdasarkan hasil penelitian, di Kecamatan Berampu ditemukan 5 merek garam, yang masing-masing memiliki bentuk halus dan curai/krosok (50% garam

yang berbentuk halus dan 50% garam yang berbentuk curai/krosok). Adapun merek garam tersebut adalah AA, AB, Jangkar, Pintar dan Super Salt.

Berdasarkan kuantitas, garam yang berbentuk halus memiliki kandungan

iodium yang lebih tinggi daripada garam yang berbentuk curai/krosok. Namun, garam yang berbentuk curai/krosok paling banyak diminati masyarakat daripada yang

berbentuk halus sebab harga garam yang berbentuk krosok lebih murah bila dibandingkan dengan garam yang berbentuk halus. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Safitri (2002) yang mengatakan bahwa garam yang berbentuk halus

memiliki kandungan iodium lebih tinggi daripada garam yang berbentuk curai/krosok.

5.2. Jenis Kemasan

Untuk meningkatkan mutu garam agar sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, garam harus ditempatkan dalam bungkusan atau kemasan yang tertutup

rapat sehingga untuk membukanya harus merusak bungkus terlebih dahulu yang dimana bahan pembungkusnya terbuat dari plastik. Garam yang diproduksi harus dikemas dalam wadah yang tertutup rapat, tahan terhadap sifat garam dan cukup kuat

(45)

Dari hasil penelitian diketahui bahwa seluruh garam memiliki kemasan yang

tidak memenuhi syarat. Hal tersebut dapat dilihat dari plastik kemasan yang tipis, tembus pandang (transparan), tidak kedap air dan penutup kemasan yang tidak

tertutup rapat. Hal tersebut dapat mengakibatkan garam mudah terkena air sehingga garam dalam kemasan basah dan akan mempengaruhi kandungan iodium pada garam. Kemasan garam yang tipis dan tembus pandang tersebut dapat mengakibatkan

kandungan iodium pada garam menguap apabila garam terpapar dengan sinar matahari. Perlu kita ingat, iodium adalah zat yang cepat menguap. Begitu pula jika

garam bersinggungan dengan panas lainnya pada saat dimasak. Dengan demikian, pada masakan yang ada hanya rasa asin saja, tanpa adanya zat iodium yang bermanfaat bagi tubuh.

5.3. Berat Isi Kemasan

Pada kemasan garam harus dicantumkan kata ‘isi bersih’ atau ‘berat bersih’ garam. Berat isi garam konsumsi beriodium yang diizinkan beredar adalah 100 gram,

500 gram, 1000 gram, 2000 gram, 3000 gram, 4000 gram dan 5000 gram. Tujuan pengaturan berat pengantongan garam konsumsi adalah untuk memudahkan

konsumen dalam pemilihan garam dengan takaran yang sudah ditentukan, karena harga garam yang dijual berdasarkan isi bersihnya dan untuk melindungi konsumen dari perusahaan yang menetapkan harga yang tidak sesuai dengan ukuran, isi bersih

atau jumlah isi barang dalam kemasan (Safitri, 2002).

Seluruh garam yang beredar di pasar dan warung di Kecamatan Berampu

(46)

beriodium yang diizinkan untuk diperdagangkan. Berdasarkan penelitian ditemukan

sebagian besar garam yang beredar di pasar dan warung di Kecamatan Berampu memiliki berat bersih 100 gram dan 500 gram. Sebagian besar masyarakat

mengonsumsi garam dengan berat isi 100 gram, sebab harganya lebih murah.

5.4. Hasil Pemeriksaan Kandungan Iodium

Sesuai dengan peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor

77/SK/5/1995 tentang persyaratan garam beriodium hasil dalam negeri ditetapkan bahwa garam yang sesuai dengan standar adalah garam yang memiliki kandungan iodium sebesar 30-80 ppm. Dari 5 merek garam yang diteliti ditemukan 9 garam yang

mengandung iodium sebesar 30-80 ppm. Kadar iodium tertinggi terdapat pada garam merek Jangkar halus yaitu sebesar 78,5 ppm. Hanya 1 garam yang memiliki

kandungan iodium < 30 ppm yaitu garam merek Super Salt kasar yaitu sebesar 25,7 ppm.

Dari tabel dapat kita ketahui bahwa kandungan iodium pada pengujian I

berbeda dengan kandungan iodium pada pengujian II. Hal ini dapat disebabkan oleh karena adanya perbedaan perlakuan pada saat memproduksi garam (saat pencucian

dan penjemuran garam) dan adanya faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan kandungan iodium pada garam berkurang, misalnya garam terkena cahaya matahari secara langsung, kemasan garam yang tidak tertutup rapat yang dapat menyebabkan

(47)

perlakuan pada garam pada saat penyimpanan (di warung atau pasar) dan saat

pendistribusian.

Kadar KlO3 di bawah 30 ppm juga dapat disebabkan karena penyimpanan

garam yang terlalu lama dan kadar air yang terlalu banyak sehingga menyebabkan kadar KlO3 menurun, juga dapat disebabkan karena kadar KlO3 yang diproduksi tidak

mencapai 30 ppm. Hal ini disebabkan karena masih kurangnya kesadaran para

produsen yang memproduksi garam dapur mengenai pentingnya iodium. Untuk itu diperlukan pengawasan dan pembinaan kepada para produsen agar tidak menjual

garam yang tidak beriodium kepada masyarakat. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Safitri (2002).

Garam halus memiliki kandungan iodium lebih tinggi daripada garam yang

berbentuk curai/krosok. Namun, sebagian besar masyarakat Kecamatan Berampu lebih menyukai garam yang berbentuk krosok. Hal ini dapat mengakibatkan

masyarakat mengalami kekurangan iodium (GAKI). Garam yang berbentuk curai/krosok memiliki ukuran yang lebih besar dan hal ini menyebabkan penyerapan iodium lebih sedikit dan tidak merata dibandingkan dengan garam halus yang

memiliki ukuran lebih kecil.

Untuk menjaga kadar iodium garam, sebaiknya garam disimpan dalam

kemasan yang tertutup rapat dan diletakkan jauh dari sumber panas (seperti kompor, matahari), sebab iodium tidak dapat menguap bila disimpan dalam wadah yang tertutup rapat.

BAB VI

(48)

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diperoleh kesimpulan

sebagai berikut :

1. Terdapat dua bentuk garam yang beredar di pasar dan warung di Kecamatan Berampu yaitu bentuk halus dan curai/krosok.

2. Seluruh garam (100%) memiliki kemasan yang tidak memenuhi syarat karena kemasan terbuat dari plastik yang tipis, tidak kedap air dan tidak tertutup rapat.

3. Seluruh garam (100%) memiliki berat isi yang sesuai dengan yang tertera pada label.

4. Terdapat 9 garam yang memiliki kandungan iodium yang sesuai dengan standar

(30-80 ppm) dan 1 garam yang memiliki kandungan iodium < 30 ppm. Garam yang berbentuk halus memiliki kandungan iodium yang lebih tinggi daripada

garam yang berbentuk curai/krosok.

6.2. Saran

1. Kepada Pemerintah Daerah Kecamatan Berampu diharapkan dapat meningkatkan

upaya pengawasan pada garam di tingkat distribusi dan konsumen dalam hal jenis kemasan dan kandungan iodium pada garam.

2. Kepada pengusaha garam diharapkan dapat meningkatkan kadar iodium pada

garam kasar.

(49)

sebaiknya masyarakat mengonsumsi garam yang berbetuk halus daripada yang

berbentuk curai/krosok, sebab kandungan iodium pada garam yang halus lebih tinggi dan sesuai dengan standar iodium (30-80 ppm).

Lampiran

(50)
(51)
(52)

1. Pemeriksaan yodium secara kualitatif

Gambar 1. Garam sebelum diteteskan cairan Iodina Test

(53)

Gambar 3. Proses penimbangan garam

Gambar 4. Perubahan warna pada cairan larutan garam setelah ditambahkan cairan HCl, amilum, dan KI kristal

(54)

Gambar 6. Proses titrasi dengan menggunakan larutan Na2S2O3

Gambar

Tabel 2.1. Tingkat Pembesaran Kelenjar Gondok
Tabel. 4.1. Distribusi Garam Berdasarkan Bentuk Garam yang Beredar di Pasar dan Warung di Kecamatan Berampu di Kabupaten Dairi Tahun 2010
Tabel. 4.3. Distribusi Kandungan Iodium pada Garam Berdasarkan Bentuk  Garam pada Garam yang Beredar di Pasar dan Warung di
Gambar 1. Garam sebelum diteteskan cairan Iodina Test
+3

Referensi

Dokumen terkait

IC regulator tersebut akan bekerja sebagai regulator tegangan DC yang stabil jika tegangan input di atas sama dengan atau lebih dari MIV (Minimum Input

Dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan perlu ada pengawasan, yang akan mengarahkan para karyawan agar dapat melaksanakan pekerjaan dengan tepat dan sesuai dengan

Untuk mengetahui hasil belajar matematika siswa dalam model pembelajaran. quantum teaching siswa kelas VIIC MTsN Aryojeding

Sebenarnya tidak ada konsep umum yang tepat mengenai sistem pengendalian internal (internal control) terhadap kas yang secara mutlak baik untuk diterapkan di semua

Memperhatikan visi Pemerintah Propinsi Sulawesi Selatan yang tertera pada Rencana Strategis Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan 2003-2007 yaitu : Sulawesi Selatan

[r]

(2) dampak dari terjadinya pergeseran fungsi dan peranan pecalang terhadap masyarakat Desa Adat yaitu dilihat dari segi pencitraan artinya citra Desa Adat Besakih

Berikut ini hasil pengolahan peramalan untuk supplier A berdasarkan metode peramalan yang dipilih dengan melihat nilai MAD terkecil dapat dilihat pada Tabel 2. Nilai