• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakterisasi Fisik, Mekanik, dan Termal pada Berbagai Komposisi Material Coco-conblock (Beton Serat Sabut Kelapa) Untuk Dinding

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakterisasi Fisik, Mekanik, dan Termal pada Berbagai Komposisi Material Coco-conblock (Beton Serat Sabut Kelapa) Untuk Dinding"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISASI FISIK, MEKANIK, DAN TERMAL PADA

BERBAGAI KOMPOSISI MATERIAL

COCO-CONBLOCK

(BETON SERAT SABUT KELAPA) UNTUK DINDING

CAESAR RIYADHO WALAD

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Karakterisasi Fisik, Mekanik, dan Termal pada Berbagai Komposisi Material Coco-conblock (Beton Serat Sabut Kelapa) Untuk Dinding” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2013

Caesar Riyadho Walad

(4)

ABSTRAK

CAESAR RIYADHO WALAD. Karakterisasi Fisik, Mekanik, dan Termal pada Berbagai Komposisi Material Coco-conblock (Beton Serat Sabut Kelapa) Untuk Dinding. Dibimbing oleh SRI MUDIASTUTI.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rasio penggunaan sabut kelapa yang optimal dan mutu yang diperoleh sebagai bahan penyusun beton serat dengan menguji sifat fisik, mekanik, dan termalnya. Perbandingan semen dan pasir yang digunakan ialah 1:3 dan 1:5 dengan variasi konsentrasi penambahan serat sebesar 0%; 10%; 20%; 30%; dan 40% terhadap massa semen. Benda uji untuk pengujiannya berbentuk balok dengan ukuran berkisar 16 x 4 x 4 cm. Pengujian dilakukan pada benda uji berumur 3, 7, dan 28 hari. Hasil pengujian menunjukkan bahwa dengan penambahan serat serabut kelapa menyebabkan penurunan nilai kuat tekan sebesar 30-80% dan kuat lentur sebesar 30-66%. Proporsi serat 10% menghasilkan nilai tertinggi dibandingkan beton dengan konsentrasi serat lainnya. Coco-conblock mampu menghemat pemakaian energi 7-44% dibandingkan batu bata.

Kata kunci: Beton serat, serat sabut kelapa, sifat fisik, sifat mekanik, dan sifat termal.

ABSTRACT

CAESAR RIYADHO WALAD. Physical, Mechanical, and Thermal Properties on Various Material Composition of Coco-conblock (Coco Fiber Concrete) for the Wall. Supervised by SRI MUDIASTUTI.

This study was aimed to determine the optimal ratio of using coco fiber and quality materials were obtained as fiber concrete by testing the physical, mechanical, and thermal properties. Used ratio cement and sand was 1:3 and 1:5 with the addition of fiber concentration variation was 0%, 10%, 20%, 30%, and 40% by weight of cement. Specimens shape for the test was beam with 16 x 4 x 4 cm size range. Tests carried out on specimens from 3, 7, and 28 days. The results showed that the addition of coir fibers decrease 23-80% of compressive strength and 30-66% of flexural strength. Coco-conblock with 10% of fibers produce the highest value than the others. Coco-conblock could save 7-55% energy consumption than the brick.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

KARAKTERISASI FISIK, MEKANIK, DAN TERMAL PADA

BERBAGAI KOMPOSISI MATERIAL

COCO-CONBLOCK

(BETON SERAT SABUT KELAPA) UNTUK DINDING

CAESAR RIYADHO WALAD

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

Judul Skripsi : Karakterisasi Fisik, Mekanik, dan Termal pada Berbagai Komposisi Material Coco-conblock (Beton Serat Sabut Kelapa) Untuk Dinding

Nama : Caesar Riyadho Walad NIM : F14090106

Disetujui oleh

Dr Ir Sri Mudiastuti, MEng Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Desrial, MEng Ketua Departemen

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya dan shalawat serta salam penulis haturkan kepada junjungan Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam sehingga skripsi yang berjudul

“Karakterisasi Fisik, Mekanik, dan Termal pada Berbagai Komposisi Material

Coco-conblock (Beton Serat Sabut Kelapa) Untuk Dinding” berhasil diselesaikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir. Sri Mudiatuti, MEng selaku dosen pembimbing yang telah memberikan waktu, nasihat, dan bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir. M. Faiz Syuaib, MAgr dan Ir. Agus Sutejo, MSi selaku dosen penguji atas masukannya dalam penyempurnaan skripsi ini.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayahanda Ahmad Djuwaini dan Ibunda Nurhasanah yang telah membesarkan dan mendidik penulis dengan penuh ketulusan dan kasih sayang. Terima kasih kepada adik-adikku Hafni Iqbalil Lailika dan Merfatul Musyarofah, serta seluruh keluarga atas do’a, dukungan, dan kasih sayangnya yang tiada putus kepada penulis.

Penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan memberikan konstribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang Teknik Mesin dan Biosistem. Terima kasih.

Bogor, Desember 2013

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Beton Serat 2

Serat Sabut Kelapa 4

Sifat Mekanis 6

Sifat Termal 7

METODOLOGI PENELITIAN 9

Alat dan Bahan 9

Waktu dan Tempat 9

Metode Penelitian 10

HASIL DAN PEMBAHASAN 15

Hasil Pengujian Bahan 15

Hasil Pengujian Sampel 16

SIMPULAN DAN SARAN 23

Simpulan 23

Saran 23

DAFTAR PUSTAKA 23

LAMPIRAN 26

(11)

DAFTAR TABEL

1 Luas areal dan produksi kelapa di Indonesia 1

2 Komposisi kimia sabut dan serat sabut kelapa 5

3 Perbandingan sifat sabut kelapa, kayu sengon, dan akasia 5

4 Sifat mekanis serat sabut kelapa 6

5 Data komposisi percobaan dan jumlah sampel pengujian 11 6 Data kalor yang terserap dan biaya pemakaian energi 22

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir proses pembuatan coco-conblock 10

2 Set up uji lentur coco-conblock 13

3 Histogram massa jenis terhadap konsentrasi sabut kelapa dengan

perbandingan semen pasir a) 1:3 dan b) 1:5 16

4 Nilai kuat tekan terhadap konsentrasi sabut kelapa dengan perbandingan

semen pasir a) 1:3 dan b) 1:5 17

5 Nilai kuat lentur terhadap konsentrasi sabut kelapa dengan

perbandingan semen pasir a) 1:3 dan b) 1:5 19

6 Pola keretakan pada sampel (a) kontrol dan (b) perlakuan sabut 20

DAFTAR LAMPIRAN

1

Tabel analisis gradasi dan kurva distribusi partikel ayakan pasir 26

2 Tabel massa jenis coco-conblock 27

3 Data kuat tekan coco-conblock 28

4 Data kuat lentur coco-conblock 29

5 Grafik kuat tekan 30

6 Grafik kuat lentur 32

7 Hasil analisis statistik kuat tekan dengan perbandingan semen pasir 1:3 34 8 Hasil analisis statistik kuat tekan dengan perbandingan semen pasir 1:5 35 9 Hasil analisis statistik kuat lentur dengan perbandingan semen pasir 1:3 36 10 Hasil analisis statistik kuat lentur dengan perbandingan semen pasir 1:5 37 11 Tabel perubahan moisture content dan dimensi semen pasir 1:3 38 12 Tabel perubahan moisture content dan dimensi semen pasir 1:5 39 13 Persamaan dan nilai R2 dari grafik kuat tekan coco-conblock 40 14 Persamaan dan nilai R2 dari grafik kuat lentur coco-conblock 41

15 Tabel termal coco-conblock 42

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Peningkatan kebutuhan pembangunan perumahan, perhubungan, dan industri berdampak pada peningkatan kebutuhan bahan-bahan pendukungnya. Hampir setiap bangunan memiliki elemen struktur berupa bata, kayu, ataupun beton. Secara umum yang paling dominan penggunaannya ialah batu bata. Pembuatan batu bata memerlukan tanah yang biasanya diambil dari lahan produktif. Pengambilan yang berlebihan akan mengakibatkan luas lahan produktif berkurang yang selanjutnya juga akan mengurangi produksi hasil pertanian. Untuk mengurangi pemakaiannya sebaiknya dicari alternatif pengganti batu bata yang bermanfaat sebagai bahan bangunan. Sejalan dengan perkembangan teknologi, pemakaian beton sebagai bahan bangunan mulai menjadi pilihan masyarakat.

Alasan terkuat untuk menggunakan beton sebagai pengganti batu bata karena bahan bakunya dari bahan material lokal yang mudah didapat dan ringan. Dalam beberapa jenis beton, dikenal adanya beton serat. Salah satu tujuan membuat beton serat ialah mengurangi massa yang ditimbulkan oleh agregat dengan menggantikannya dengan bahan lain yang dapat mendukung elemen konstruksi, dalam peneltian ini sabut kelapa yang merupakan limbah atau hasil samping buah kelapa. Limbah sabut kelapa sebagai limbah organik ini apabila kurang bijak pengelolaannya akan memberikan dampak lingkungan seperti penumpukan sampah, pencemaran air, tanah, dan lainnya yang perlu diturunkan kadar toksinnya. Upaya ini sangat bermanfaat untuk melestarikan lingkungan hidup.

Sabut kelapa merupakan hasil samping dan merupakan bagian yang terbesar dari buah kelapa, yaitu sekitar 35 persen dari bobot buah kelapa. Dengan demikian, apabila secara rata-rata produksi buah kelapa per tahun adalah sebesar 3-4 juta ton, maka berarti terdapat sekitar 1 juta ton sabut kelapa yang dihasilkan. Potensi produksi sabut kelapa yang sedemikian besar belum dimanfaatkan sepenuhnya untuk kegiatan produktif yang dapat meningkatkan nilai tambahnya.

Tabel 1 Data luas areal dan produksi kelapa di Indonesiaa Tahun Luas areal (ha) Produksi (ton)

2006 3 788 892 3 131 158

2007 3 787 989 3 193 266

2008 3 783 074 3 239 672

2009 3 799 124 3 257 969

2010 3 739 350 3 166 666

asumber:BPS 2010

Serat sabut kelapa atau dalam perdagangan dunia dikenal sebagai coco fiber,

(13)

2

baku industri karpet, jok dan dashboard kendaraan, kasur, bantal, dan hardboard. Serat sabut kelapa juga dapat dimanfaatkan untuk pengendalian erosi.

Dalam rangka menunjang pengembangan industri serat sabut kelapa yang potensial ini, maka perlu dilakukan pengujian yang memanfaatkan sabut kelapa seperti mencampurnya dengan bahan adukan menjadi beton sehingga menghasilkan beton serat atau coco-conblock yang ringan, kuat, murah karena memanfaatkan limbah, awet, mudah dikerjakan, dan dapat digunakan sebagai bahan partisi/dinding pada bangunan.

Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian adalah :

1. Mengetahui karakteristik yang dimiliki conblock dari campuran limbah serat sabut kelapa dengan variasi konsentrasi 0%, 10%, 20%, 30%, dan 40% dari segi

a. Fisik : Dimensi dan massa jenis b. Mekanik : Kuat tekan dan kuat lentur

c. Termal : Konduktivitas, panas spesifik, difusivitas, dan kalor terserap. 2. Mengetahui rasio penggunaan coco fiber terhadap pasir dan semen untuk

menghasilkan coco-conblock yang murah dan durable.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai pengaruh perbandingan komposisi bahan adukan beton dan serat sabut kelapa yang terbaik pada coco-conblock agar dapat digunakan dengan layak oleh masyarakat. Karakteristik dan mutu beton yang dihasilkan perlu diketahui dengan mencari sifat fisik, mekanik, dan termal. Sifat fisik dilihat dari perubahan dimensi dan massa jenisnya, sifat mekanis dilihat dari kuat tekan dan kuat lentur yang dihasilkan, dan sifat termal dapat dilihat dari konduktivitas, difusivitas termal, dan besar energi kalor yang hilang terserap pada dinding secara konduksi.

TINJAUAN PUSTAKA

Beton Serat

ACI (American Concrete Institute) memberikan definisi beton serat yaitu suatu konstruksi yang tersusun dari bahan semen, agregat halus, agregat kasar serta sejumlah kecil serat (fiber). Banyak sifat-sifat beton yang dapat diperbaiki dengan penambahan serat, diantaranya adalah meningkatnya daktilitas, ketahanan

(14)

3 panjang serat dibagi diameter serat (1/d). Penurunan workability dapat diatasi dengan memperbesar jumlah air semen atau pemakaian bahan tambahan (additive).

Beton serat adalah bahan komposit yang terdiri dari beton biasa dan bahan lain yang berupa serat. Materi yang bisa digunakan sebagai bahan serat seperti yang telah dilaporkan ACI Committee 544. 1 R – 82 serta Soroushian dan Bayasi (1987) antara lain baja (steel), plastik (polypropylene), gelas (glass), dan karbon

(carbon). Sementara menurut Tjokrodimuljo (1996) bahan serat bisa berupa asbestos, gelas/kaca, plastik, baja, dan serat tumbuhan (rami, ijuk, bambu, sabut kelapa).

Menurut Suhendro (1999) beton serat dengan kandungan udara dan ukuran diameter pori yang sangat kecil, kira-kira 0.1-1 mm, tersebar merata menjadikan beberapa sifat beton lebih baik, misalnya sebagai penghambat panas (heat insulation) dan lebih kedap suara (sound insulation) dibandingkan dengan bahan dinding yang umum dipakai seperti batu bata dan batako. Untuk memperbaiki

performance beton, maka perlu penambahan serat pada campuran beton.

Suhendro (1991) mengatakan bahwa penambahan serat memperbaiki sifat-sifat struktural beton. Serat bersifat-sifat mekanis sehingga tidak akan bereaksi secara kimiawi dengan bahan pembentuk beton lainnya. Serat membantu mengikat dan menyatukan campuran beton setelah terjadinya pengikatan awal dengan pasta semen. Pasta beton akan semakin kokoh atau stabil dalam menahan beban karena aksi serat (fiber bridging) yang saling mengikat di sekelilingnya. Serat yang tersebar secara merata dengan posisi acak dalam adukan beton diharapkan dapat mencegah terjadinya retakan – retakan yang terlalu dini baik akibat panas hidrasi maupun akibat beban – beban yang bekerja pada beton maka diharapkan kemampuan beton untuk mendukung tegangan-tegangan internal (aksial, lentur, dan geser) akan meningkat.

Suhendro (1999) juga mengatakan penggunaan serat dengan dosis tinggi, umumnya menjadi masalah dalam pengerjaan beton dan menimbulkan kesulitan dalam pengadukan, pengecoran, pemadatan dan finishing yang optimal. Kemudahan pengerjaan akan menurun sesuai dengan semakin besarnya konsentrasi dan aspek ratio serat (l/d; panjang serat/diameter serat).

Concrete Block (Conblock) atau beton cetak dibuat dengan cara mencampurkan dan mengaduk bahan baku dan air sesuai water ratio dalam sebuah mixer sesuai dengan komposisi. Wadah pengaduk yang digunakan sebaiknya selalu bersih, memiliki tutup, dan juga memiliki alas agar tidak bercampur dengan tanah. Pencampuran dapat dilakukan secara manual, dan setelahnya ditambahkan air secukupnya (Frick 1988).

Takaran berdasarkan massa menghilangkan kesalahan yang disebabkan variasi rongga dalam proporsi yang berisi suatu volume tertentu, suatu hal khusus yang penting adalah hubungannya dengan takaran pasir. Pengukuran massa bersifat logis karena alat penimbang memberikan ketelitian di lapangan dan kesalahan dalam proporsi harus diabaikan. Bagaimanapun, bila perawatan yang baik dan teratur dipraktekkan, takaran massa lebih disukai daripada takaran volume. Suatu keuntungan penting dari takaran massa adalah sangat seragam diantara takaran beton yang berturut-turut (Murdock et al. 1986).

(15)

4

menggunakan lempengan besi khusus hingga padat seukuran dengan cetakannya. Hal ini sangat penting karena conblock yang dihasilkan dengan sistem produksi ini mempunyai bentuk lebih bagus, permukaan lebih rata, dan pori-porinya lebih rapat sehingga kuat tekan dan tegangan tekannya lebih tinggi, tidak mudah retak (LIPI 2004).

Setelah semua adonan selesai dicetak, langkah selanjutnya adalah pengerasan dengan menyimpannya dalam suhu ruang kamar yang kelembabannya tidak jenuh. Conblock akan mengeras sesuai bertambahnya hari. Waktu minimum pengerasan conblock biasanya dalam 3 hari. Tetapi untuk hasil yang lebih baik

conblock akan disimpan selama 28 hari agar strukturnya tersusun secara sempurna dan siap untuk diuji coba.

Pada waktu yang sama, yaitu 28 hari Rustendi (2004) menyatakan dalam hasil penelitiannnya bahwa dengan penambahan serat dari tempurung kelapa sebesar 5-15% dapat menurunkan nilai kuat tekan sebesar 19-40% dari beton tanpa serat. Hasil dari penelitian sebelumnya juga menyatakan bahwa penambahan serat tempurung kelapa pada campuran beton dapat menurunkan kuat tekan sebesar 33.34%, 43%, dan 45.83% dari beton normal, tetapi terjadi peningkatan pada kuat tarik sebesar 12.39%, 19.18% dan 27.96% dari beton normal (Putra DE dan Karolina R 2013).

(Mulyono 2004) menyatakan bahwa agregat memiliki konstribusi nilai massa dalam beton yang besar. Pemanfaatan sabut kelapa sebagai bahan pembuat beton serat diharapkan lebih praktis, dimana sabut kelapa sebagai bahan campuran

(mix design) yang digunakan sebagai agregat diharapkan dapat memberikan konstribusi yang berarti dalam meringankan beban beton. Suarnita IW dan Rupang N (2009) telah menggunakan tempurung kelapa sebagai pengganti bahan agregat kasar pada beton serat dan menghasilkan massa jenis 1.781 g/cm3dan kuat

tekan sebesar 13.02 MPa. Eniarti M (2005) juga sudah melakukan penelitian tentang serat ijuk pada beton serat, konsentrasi serat 25% dari volume campuran beton menghasilkan kuat tekan optimum sebesar 21.65 MPa.

Serat Sabut Kelapa

Serat sabut kelapa memiliki panjang 15-30 cm bahkan lebih. Setiap butir buah kelapa rata-rata mempunyai massa sekitar 1.8 kg yang terdiri dari sabut 35%, tempurung 28%, daging buah 12%, dan air 25%. Serat dapat dipisahkan dari sabut kelapa dengan menggunakan mesin pemisah serat. Dari sabut kelapa dapat diperoleh 227.8 gram serat kering, yang terdiri dari 62.6 gram serat panjang (bristle), 38.2 gram serat pendek dan medium (mattress), dan 127 gram debu sabut. Dengan kata lain, kandungan sabut kelapa terdiri atas 35.3% serat panjang dan sedang, 6.9% serat pendek, 49% gabus (serbuk sabut), dan 16.8% bagian yang hilang (Van-Dam 1997).

(16)

5 berbulu dan 60% serat matras. Dari 100 gram serat sabut yang diekstraksikan diperoleh sekam 70 bagian, serat matras 18 bagian, dan serat berbulu 12 bagian. Dari segi teknis sabut kelapa memiliki sifat-sifat yang menguntungkan, antara lain mempunyai panjang 15-30 cm, tahan terhadap serangan mikroorganisme, pelapukan dan pekerjaan mekanis (gosokan dan pukulan), dan lebih ringan dari serat lain.

Panjang serat panjang antara 150 - 350 mm atau lebih, panjang serat medium antara 50 sampai 150 mm dan panjang serat pendek adalah kurang dari 50 mm. Ukuran diameter serat kelapa adalah antara 50 hingga 300 m. Serat kelapa terdiri dari sel serat kelapa dengan ukuran panjang 1 mm dan ukuran diameter 5-8 m (Van Daam 2002). Komposisi kimia sabut dan serat sabut kelapa dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Komposisi kimia sabut dan serat sabut kelapab Komponen Sabut (%) Serat sabut (%)

Air 26.00 5.25

Pektin 14.25 3.00

Hemiselulosa 8.50 0.25

Lignin 29.23 45.84

Selulosa 21.07 43.44

bSumber: Joseph dan Kindangen (1993).

Kandungan lignin serat sabut kelapa sangat tinggi bila dibandingkan dengan kayu yaitu antara 42–45%. Beberapa sifat serat sabut kelapa dibandingkan serat kayu sengon dan akasia disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Perbandingan sifat serat sabut kelapa, kayu sengon, dan akasiac

Sifat Sabut kelapa Kayu Sengon Kayu Akasia

Diameter ( m) 100-450 307.70 211.80

Kandungan seluosa (%) 37-43 48.07 46.98

Kandungan lignin (%) 42-45 21.58 22.40

cSumber: Massijaya (1992).

Kaw et al (1997) menyatakan bahwa serat dapat dianalisis dalam tiga hal, yaitu:

1. Nilai aspect ratio dari fiber yang menyatakan rasio dari panjang dan lebar serat. Agar matriks/zat penyusun dapat meneruskan gaya dari satu serat ke serat lainnya dengan sempurna maka tegangan geser yang terjadi antara permukaan serat dan matriks harus kecil. Jika panjang fiber konstan, maka nilai aspect ratio akan semakin besar dengan semakin kecilnya diameter serat. Dengan begitu semakin kecil serat maka sifat mekanik dari komposit akan semakin baik.

(17)

6

3. Semakin kecil ukuran serat maka cacat yang terdapat dalam padatan besar bisa semakin berkurang, dengan demikian kekuatannya akan semakin besar.

Struktur serat ditentukan oleh dimensi, pengaturan sel-sel berbagai unit, dan yang juga mempengaruhi sifat serat. Serat adalah sel memanjang dengan ujung runcing dan sangat tebal dinding sel berlignin. Bagian penampang dari sel unit dalam serat memiliki pusat berongga yang dikenal sebagai lumen dan bahwa bentuk dan ukuran tergantung pada dua faktor seperti ketebalan dari dinding sel dan sumber serat. Rongga berfungsi sebagai isolator akustik dan termal sehingga menurunkan bulk density serat (Ramires 2010).

Sifat mekanis seperti modulus young, tegangan, dan regangan serat dipengaruhi oleh struktur, komposisi, dan jumlah cacat pada serat yang ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4 Sifat mekanis serat sabut kelapad

Mechanical Properties Coconut Coir Fibre

Density (g/cm3) 1.15

Elongation at break (%) 15-40

Tensile strength (N/m2) 131-175

Young modulus (N/m2) 4-6

Water absorption (%) 130-180

dSumber: Satyanarayana (1982).

Untuk meningkatkan performance beton dilakukan penambahan serat, sehingga menjadi suatu bahan komposit yaitu beton dan serat. Serat pada campuran beton diharapkan dapat menjadi tulangan mikro, dimana saat terjadi retak-retak kecil ditahan oleh serat sebelum retak yang cukup besar terjadi disebabkan peningkatan beban sehingga pada akhirnya beton mengalami keruntuhan (Sudarmoko 1990).

Sifat Mekanis

Sifat mekanis adalah sifat-sifat yang berhubungan dengan kekuatan bahan dan merupakan ukuran kemampuan bahan untuk mengubah bentuk dan ukurannya yang disebabkan oleh gaya luar. Sifat mekanik material merupakan salah satu faktor terpenting yang mendasari pemilihan bahan dalam suatu perancangan. Untuk mendapatkan sifat mekanik material, biasanya dilakukan pengujian mekanik. Pengujian mekanik pada dasarnya bersifat merusak (destructive test). Pengujian tersebut akan menghasilkan kurva atau data yang mencirikan keadaan dari material tersebut. Sifat mekanik tersebut meliputi: kekuatan tekan, kekuatan lentur, kekuatan tarik, kekuatan patah, ketangguhan, kelenturan, keuletan, kekerasan, ketahanan aus, kekuatan impact, kekuatan mulur, kekuatan leleh dan sebagainya.

Kuat Tekan

(18)

7 serat, juga mempunyai hubungan yang unik dengan karakteristik beton serat yang lainnya seperti massa isi, kuat tekan, modulus elastisitas, kuat tarik belah, kuat lentur dan kuat lekat tulangan. Kuat tekan merupakan gambaran mutu beton. Menurut SNI 03-1974-1990 yang dimaksudkan dengan kuat tekan beton adalah besarnya beban per satuan luas yang menyebabkan benda uji beton hancur bila dibebani dengan gaya tekan tertentu.yang dihasilkan oleh mesin uji tekan. Pengukuran kuat tekan dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

� =� [1]

Keterangan:

� = Kuat Tekan (N/cm2)

F = Beban yang Diberikan (kgf) A = Luas Penampang (cm2) Kuat Lentur

Kuat lentur beton adalah kemampuan balok beton yang diletakkan pada dua perletakan untuk menahan gaya dengan arah tegak lurus sumbu benda uji yang diberikan padanya, sampai benda uji patah dan dinyatakan dalam Mega Pascal (MPa) atau gaya tiap satuan luas (N/cm2). Pengukuran kuat lentur dapat dihitung

dengan persamaan sebagai berikut:

� =� [2]

Keterangan:

� = Kuat lentur (N/cm2)

F = Gaya yang diberikan (kgf) A = Luas Penampang (cm2) Modulus Runtuh

Kuat tarik dalam lentur dikenal sebagai modulus runtuh (Modulus of Rupture). Untuk batang yang mengalami lentur yang dipakai dalam desain adalah besarnya modulus runtuh. Patahnya benda uji di daerah pusat pada 1/3 jarak titik perletakan dan bagian tarik beton.

Pengukuran MOR (Modulus of Rupture) dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

��� = ℎ² [3]

Keterangan:

P = Beban maksimum yang diberikan (kgf) L = Jarak kedua titik tumpu (cm)

b, h = Lebar dan tinggi benda uji (cm)

Sifat Termal

(19)

8

Konduktivitas Panas

Konduktivitas panas didefinisikan sebagai jumlah panas yang mengalir secara konduksi dari suatu unit waktu melalui luas penampang tertentu yang diakibatkan karena adanya perbedaan suhu. Prinsip dasar teknik pengukuran

Thermal Conductivity Meter adalah sebagai pengembangan dari metode kawat pemanas (heater) yang disisipkan lurus di dalam pusat bahan yang akan diukur, dimana bahan berbentuk silinder atau balok simetris. Pengembangan metode tersebut disebut metode Probe dimana sebagian dari bahan digantikan oleh suatu material yang diketahui harga konstannya.

K = ρ Cp [4]

Keterangan:

K = Konduktivitas termal (W/m ͦK)

ρ = massa jenis (kg/m3)

Cp = panas jenis (J/kg ͦK) Panas Jenis

Panas jenis suatu bahan dinyatakan sebagai kebutuhan energy untuk menaikan satu satuan suhu bahan per satuan massa bahan, dengan satuan kJ/ kg ͦK. panas jenis (specific heat) suatu benda juga didefinisikan sebagai perbandingan antara kapasitas panas dengan massa bahan benda tersebut. Adapun kapasitas panas didefinisikan sebagai perbandingan antara banyaknya panas yang diberikan Q, dengan kenaikan suhu T sebagaimana ditunjukkan pada persamaan berikut:

Kapasitas Panas =

ΔT [5]

Cp = � � � � =

� Δt

m = Δt [6]

Keterangan:

Q = Kalor (Joule)

ΔT = perbedaan suhu ( ͦK) m = massa bahan (kg) Difusivitas Panas

Difusivitas panas didefinisikan sebagai laju perambatan panas secara difusi dalam suatu bahan (Mohsenin 1980). Dalam hubungannya dengan sifat panas yang lain, difusivitas panas merupakan perbandingan dari konduktivitas panas (k) dengan kapasitas panas volumetrik (Cw), dimana kapasitas panas volumetrik merupakan hasil kali antara massa jenis () dengan panas jenis (Cp). Sehingga difusivitas panas (α) dapat diformulasikan denganμ

α = �

ρ Cp [7]

Keterangan:

(20)

9 Besar Kalor yang Diserap

Besar kalor yang hilang terserap oleh dinding secara konduksi terlihat dari transfer kalor yang terjadi. Transfer kalor adalah sejumlah kalor yang mengalir per unit waktu. Bila kalor mengalir dari daerah yang memiliki suhu lebih tinggi (T2) ke daerah yang memiliki suhu lebih rendah (T1) maka laju transfer panas secara konduksi dapat dirumuskan sebagai berikut:

Q = U. A. Δt [8]

Ketahanan termal (Thermal resistance) R adalah kebalikan dari U untuk setiap luas yang dapat dirumuskan sebagai berikut (Kutz 2006)

� = ; � =

λ [9]

Keterangan:

Q = transfer kalor dalam Watt (W)

U = koefisien transfer kalor dalam W/m2 ͦK

A = luas permukaan material dalam m2

ΔT = T2 − T1 = perbedaan suhu dalam Kelvin = konduktivitas termal material (W/m ͦK) w = tebal dinding (m)

METODE

Alat dan Bahan

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian untuk menghasilkan beton serat, yaitu:

a. Semen b. Pasir

c. Serat sabut kelapa d. Air

e. Oli (pelumas cetakan)

Adapun peralatan yang digunakan selama penelitian antara lain: a. Testing Mixer

b. Perangkat Cetakan Sampel c. Timbangan

d. Seperangkat ayakan e. Universal Testing Machine

f. Flexural and Transversting Machine

g. Thermal Conductivity Meter h. Jangka Sorong

(21)

10

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan selama empat bulan terhitung dari minggu ke-4 bulan Mei sampai dengan minggu ke-4 bulan September 2013 di Laboratorium Kekuatan Bahan Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Institut Pertanian Bogor.

Metode Penelitian

Secara garis besar penelitian ini dibagi menjadi tiga tahapan utama, yaitu tahap persiapan dan pengujian bahan, pengerjaan coco-conblock, dan pengujian. Persiapan dan pengujian bahan meliputi penyediaan bahan baku, pengujian dan analisis bahan baku, pasir, semen. Pengerjaan coco-conblock meliputi pencampuran bahan, pencetakan, dan pengerasan. Sedangkan pengujian beton berupa kekuatan tekan, kekuatan lentur, dan uji termal. Setelah data-data diperoleh, kemudian data diolah dan dianalisis.

Gambar 1 Diagram alir proses pembuatan coco-conblock

Persiapan dan Pengujian Bahan Penelitian

Bahan baku yang digunakan merupakan serat sabut kelapa. Untuk dapat mencampur sempurna, sabut kelapa dicacah dengan ukuran 3-5 cm. Bahan-bahan penelitian seperti pasir, semen, dan serat sabut kelapa diuji terlebih dahulu untuk mengetahui karakteristik bahan tersebut. Pengujian dilakukan berupa analisis ayak (gradasi), massa satuan, dan massa jenis pada pasir, serta uji termal pada setiap

pencetakan

penyimpanan

pengujian pencampuran pasir

serat sabut kelapa air

semen

pencacahan pengayakan

(22)

11 bahan (K, ρ, Cp pada pasir, semen, maupun serat sabut kelapa). Persiapan dan pemeriksaan bahan yang dimaksudkan untuk mengetahui spesifikasi alat maupun bahan.

Pengerjaan Coco-conblock

1. Pencampuran Bahan

Bahan-bahan yang akan digunakan ditimbang terlebih dahulu sesuai dengan perencanaan. Berdasarkan percobaan (trial and error) pada penelitian pendahuluan, untuk mendapatkan kuat beton 17.5 MPa diperoleh kombinasi komposisi perbandingan semen dan pasir 1:3 dan 1:5 yang dihitung berdasarkan bobotnya. Adapun jenis campuran dan jumlah benda uji baik pada perbandingan semen dan pasir 1:3 maupun 1:5 seperti terlihat pada Tabel 5 berikut:

Tabel 5 Data komposisi percobaan dan jumlah sampel pengujian Konsentrasi

Serat

Jumlah Pengujian

Kuat Tekan Kuat Lentur Uji Termal

0% 18 18 6

Testing Mixer dan diaduk terlebih dahulu agar bahan-bahan tersebut teraduk merata. Setelah itu air dimasukkan menggunakan gelas ukur sesuai kebutuhan perencananaan ke dalam Testing Mixer dan diaduk selama 3-5 menit sampai kondisi adonan berbentuk pasta dengan kekentalan tertentu. Untuk pencampuran serat sabut kelapa dilakukan dengan cara disebar dan dicampur sedikit demi sedikit hingga rata dengan cara manual. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya penggumpalan serat.

2. Pencetakan

Setelah proses pengadukan selesai, adukan segar dimasukkan ke dalam cetakan sesuai dengan benda uji berupa balok berukuran 16 x 4 x 4 cm. Pemasukan/pengisian adukan ke dalam cetakan secara bertahap dalam 3 lapisan sehingga tiap lapisan mempunyai volume yang sama. Selanjutnya setiap lapisan dipadatkan dengan menggunakan tongkat besi pemadatan sebanyak 25 kali tusukan dan diratakan ke seluruh bagian cetakan sampel uji. Hal ini dilakukan agar tercapainya pemadatan yang sempurna.

3. Pengerasan

(23)

12

Pengujian

Karakteristik sampel yang diuji adalah sifat fisik, sifat mekanik, dan sifat termal. Sifat fisik terdiri dari dimensi dan massa jenis, sifat mekanik meliputi kuat tekan dan kuat lentur, dan mengukur konduktivitas termal, kapasitas jenis, difusivitas, dan besar kalor yang diserap untuk sifat termalnya serta analisis statistik.

Sifat Fisik

A. Dimensi dan Massa jenis

Sampel berbentuk balok kecil diukur panjang, lebar, dan tingginya menggunakan jangka sorong. Setelah mengetahui dimensinya, maka volume bahan dapat dihitung. Kemudian dilakukan penimbangan pada tiap bahan yang diukur volumenya. Dengan begitu diketahui massa jenis pada bahan tersebut melalui persamaan:

Alat yang digunakan untuk menguji kuat tekan adalah Universal Testing Machine (UTM) merk Shimadzu kapasitas 30 ton., dengan model cetakan coco-conblock yang telah didiamkan 3, 7, dan 28 hari dengan bentuk balok. Prosedur pengujian kuat tekan adalah sebagai berikut:

1. Sampel diletakkan secara tegak vertikal, dalam hal ini lebar dan tingginya menjadi luas penampang sampel.

2. Atur tegangan supply sebesar 40 volt untuk menggerakkan motor penggerak ke arah atas maupun bawah. Sebelum pengujian berlangsung, pastikan alat telah terkalibrasi dengan jarum penunjuk tepat pada angka nol.

3. Tempatkan sampel tepat berada di tengah pada posisi pemberian gaya, switch-on alat, maka pembebanan secara otomatis akan bergerak dengan kecepatan konstan sebesar 4 mm/menit.

4. Apabila sampel telah pecah, switch-off alat, kemudian catat besar gaya yang ditampilkan pada panel display saat sampel tersebut rusak. Dengan persamaan (1) kuat tekan coco-conblock dapat ditentukan.

B. Uji Kuat Lentur

(24)

13

� = 0 0. [11]

Keterangan:

b = tegangan lentur (kg/cm2) w = massa wadah + biji besi (kg)

Gambar 2 Set up uji lentur coco-conblock

Sifat Termal

Perpindahan panas melalui benda padat disebut konduksi. Panas tersebut bergerak dari partikel yang lebih panas (memiliki energi lebih tinggi) ke molekul yang lebih dingin (memiliki energi yang lebih rendah). Perpindahan panas ini tidak menyebabkan perpindahan molekul benda. Kecepatan aliran panas pada suatu benda padat ditunjukkan dari nilai konduktivitas termal material tersebut. Semakin besar nilai konduktivitas termal suatu material maka material tersebut semakin baik dalam memindahkan panas, dan sebaliknya. Konduktivitas termal adalah laju aliran panas (dalam Watt) melalui suatu luasan material yang homogen dengan ketebalan 1 m yang menyebabkan perbedaan suhu 1 K. Konduktivitas termal memiliki satuan W/m ͦK. Konduktivitas merupakan ukuran keefektifan suatu material dalam menghantarkan panas. Konduktivitas termal beton dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain jenis agregat, porositas beton (tipe pori, volume pori, jarak pori, arah pori), dan kadar kelembaban

Material insulasi panas memiliki konduktivitas termal yang rendah sehingga dapat menahan aliran kalor. Aliran kalor ditahan oleh udara yang terjebak dalam material insulasi. Udara yang terjebak dalam ukuran mikroskopik dan dalam jumlah banyak sehingga dapat disebut sel mikroskopis. Sel mikroskopis ini juga mampu mengurangi efek penyaluran panas secara radiasi. Efek radiasi tersebut dipatahkan sehingga gelombang radiasi yang panjang menjadi pendek. Pendeknya gelombang radiasi panas dapat diserap udara yang terjebak dalam material insulasi.

A. Konduktivitas Termal

Konduktivitas termal diukur dengan menggunakan alat Thermal Conductivity Meter. Adapun prosedur penggunaannya adalah sebagai berikut: 1. Sampel berbentuk balok kecil tersebut diletakkan di tempat yang datar.

2. Alat pengukur konduktivitas Kemtherm QTM-D3 dihidupkan dan dibiarkan selama 30 menit untuk pemanasan.

(25)

14

4. Konstanta K1,H1, K2, dan H2 diperiksa apakah sudah sesuai dengan petunjuk yang

ada.

5. Mode pengukuran dipilih "Auto Normal” dengan jumlah repetisi yang diinginkan, sedang arus pada pemanasan dipilih yang sesuai dengan pendugaan selang konduktivitas bahan.

6. Permukaan bahan tadi diperiksa kembali dan dibersihkan dari debu dan cairan yang menempel. Selanjutnya probe diletakkan di atas bahan dan pengukuran dimulai dengan menekan tombol START. Pengukuran berlangsung hingga pada layar peraga

(display) ditampilkan nilai konduktivitas panas sampel (dengan satuan W/m ͦK).

Probe kemudian dipindahkan ke atas lempeng pendingin selama 15 menit.

7. Pengukuran dilanjutkan dengan meletakkan kembali probe ke permukaan sampel, Alat akan kembali bekerja setelah tombol RESET ditekan dan diikuti dengan menekan tombol START.

8. Pengukuran dilakukan dengan 3 kali ulangan untuk memperoleh nilai rataan. B. Panas spesifik

Tahapan pengukuran panas spesifik sebagai berikut:

1. Air dingin 100 gram dimasukkan ke dalam kalorimeter dan diukur suhunya sampai suhu air konstan lalu dimasukkan air panas sebanyak 100 gram.

2. Suhu air diukur pada wadah sebelum dimasukkan ke kalorimeter. 3. Aduk selama 1 menit agar tercampur merata.

4. Suhu dicatat pada saat dimasukkan setiap 10 detik hingga mencapai suhu konstan. Lalu dimasukkan ke rumus untuk mendapatkan konstanta kalorimeter (C).

5. Untuk menghitung panas spesifik beton menggunakan metode yang sama, namun air panas diganti dengan beton yang sudah dihaluskan terlebih dahulu. Pengukuran ini dilakukan dengan minimum 3 kali pengamatan, dan diambil nilai rerata yang diperoleh.

C. Moisture Content

Perubahan kadar air (moisture content) yang terjadi pada balok beton sekaligus berpengaruh pada dimesi sampel. Perubahan kadar air terjadi terhadap waktu penyimpanan coco-conblock. Hal tersebut dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut: D. Besar Kalor yang Terserap

(26)

15 tersebut diperuntukkan golongan R-1 dengan batas daya 2200 VA dimana golongan R-1 berjumlah 93.1% dari total pelanggan listrik PLN di Indonesia (PLN 2010).

Analisis Statistik

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap kelompok. Faktor yang diamati ada dua buah yaitu perbandingan komposisi serat sabut dan lama penyimpanan. Faktor perbandingan komposisi serat terdiri dari 5 taraf perbandingan, yaitu 0%, 10%, 20%, 30%, 40%, sedangkan lama penyimpanan terdiri dari 3 taraf perbandingan, yaitu 3, 7, 28 hari. Jadi keseluruhan yang didapat ialah sebanyak 15 kombinasi perlakuan. Masing-masing perlakuan dibuat sebanyak 3 ulangan.

Model matematik dari rancangan acak lengkap yang digunakan adalah: Yijk = + Ai +Bj + (AB) ij+ ε

Keterangan:

Yij = nilai rata-rata harapan

Ai = pengaruh faktor A pada taraf ke-i Bj = pengaruh faktor B pada taraf ke-j

(AB) ij = pengaruh interaksi faktor A dan B pada taraf ke-i dan ke-j i, j = 1,2

faktor A = perbandingan komposisi serat (0%, 10 %,20%, 30% dan 40%) faktor B = perlakuan lama penyimpanan (3, 7, dan 28 hari)

ε = faktor gallat

Untuk mengetahui nyata tidaknya pengaruh perlakuan A, B, dan C dilakukan analisis sidik ragam (ANOVA) sedangkan untuk melihat taraf perlakuan yang berbeda dilakukan uji lanjut Duncan pada taraf kepercayaan 95%, dengan analisis kesetaraan dimana perlakuan yang diberikan merupakan kombinasi anatara perbedaan komposisi dan lama penyimpanan dan hasil yang diperoleh merupakan nilai yang akan disajikan pada masyarakat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Pengujian Bahan

Pasir dan semen yang digunakan dalam penelitian ini ialah pasir Cimangkok dan semen Portland tipe I sedangkan limbah sabut kelapa didapat dari Tangerang Selatan.

Data Pengujian Pasir Cimangkok: Massa jenis = 2.54 gr/cm3

Modulus kehalusan = 3.38

Analisis ayakan dan kurva distribusi partikel dapat dilihat pada lampiran 1. Pada pengujian semen diperoleh massa jenis semen 3.55 gr/cm3

(27)

16

Bentuk Dimensi = (panjang 3-5 cm, tebal 0.05-0.1 cm dan ada juga yang berbentuk serbuk)

Dari data tersebut, dapat dilihat bahwa bobot dari bahan baku yang digunakan pada penelitian ini sangat ringan. Maka bobot sampel yang dihasilkan juga lebih ringan dibandingkan dengan beton tanpa campuran lainnya sehingga bila digunakan sebagai bahan bangunan, biayanya lebih murah.

Hasil Pengujian Sampel

Pengujian Dimensi dan Massa jenis

Pengujian bobot dan dimensi dilakukan dengan timbangan dan jangka sorong pada saat sampel akan diuji yaitu pada saat berumur 3, 7, dan 28 hari. Pengujian bobot menunjukkan adanya penurunan bobot sampel dengan semakin bertambahnya waktu dan konsentrasi sabut kelapa. Sedangkan pada pengujian dimensi (panjang, lebar, dan tebal) didapat ukuran yang hampir seragam, dimana sampel tidak mengalami perubahan yang besar. Setelah diketahui massa dan dimensi coco-conblock, maka didapatkan nilai massa jenis.

Penambahan serat sabut kelapa diikuti dengan penurunan densitas coco-conblock. Pada gambar 3 terlihat bahwa dengan bertambahnya konsentrasi serat, maka nilai densitas beton serat yang dihasilkan semakin menurun. Nilai massa jenis tertinggi pada saat berumur 28 hari dimiliki oleh kontrol sebesar 1.97 g/cm³ untuk perbandingan semen pasir 1:3 dan 1.96 g/cm³ untuk pebandingan semen

Gambar 3 Histogram massa jenis terhadap konsentrasi sabut pada perbandingan semen pasir (a) 1:3 dan (b) 1:5

(28)

17 mempunyai kecenderungan mengeliminasi keberadaan agregat. Karena massa jenis serat sabut kelapa lebih rendah daripada agregat, secara otomatis massa jenis betonnya pun rendah. Selain itu ukuran serat yang lebih besar dibandingkan bahan penyusun lainnya mengakibatkan kontak yang lemah antar partikel sehingga tidak semua partikel serat terikat dengan baik oleh semen dan rongga diantara partikel-partikel dengan mudah bisa terbentuk. Rongga yang terbentuk diakibatkan oleh kurangnya kemampuan partikel serat untuk mengisi ruang kosong berakibat pada turunnya nilai kerapatan beton serat sehingga nilai densitasnya menurun.

Gambar 3 memperlihatkan perbedaan massa jenis yang didapat pada penelitian dengan massa jenis teoritis menurut SNI. Hal tersebut disebabkan karena perencanaan mix desain yang digunakan ialah dengan trial and error, tidak sebagaimana yang seharusnya SNI anjurkan. Jika dibandingkan dengan massa jenis beton ringan, maka massa jenis beton serat dengan serat sabut kelapa yang didapat sudah dapat dikatakan beton ringan. Berat jenis coco-conblock yang lebih ringan dibandingkan beton pada umumnya memungkinkan fungsinya untuk dijadikan sebagai bahan bangunan tahan gempa sehingga saat terjadi gempa pada bangunan tersebut, beban runtuh yang dihasilkan tidak terlalu membahayakan penghuni dalam bangunan tersebut.

Pengujian Kuat Tekan

Pengujian kuat tekan dilakukan untuk mencari konsentrasi penambahan serat yang optimum terhadap kuat tekan coco-conblock. Alat yang digunakan adalah Universal Testing Machine, benda uji berupa balok kecil berukuran 160 x 40 x 40 mm. Pengujian dilakukan setelah benda uji berusia 3, 7, dan 28 hari. Hal itu dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana perkembangan/perubahan kuat tekan pada sampel terhadap bertambahnya hari. Uji tekan dengan posisi sampel berdiri tegak. Beban vertikal dikerjakan sepanjang luas permukaan balok dan secara berangsur-angsur dinaikkan pembebanannya hingga dicapai nilai maksimum dan sampel pecah terbelah oleh gaya tekan.

Data yang diperoleh berupa beban P saat hancur untuk tiap-tiap benda uji, nilai kuat tekan beton dihitung dengan persamaan (1). Saat berumur 28 hari kuat tekan pada beton tanpa serat sabut kelapa mencapai 175.97 dan 127.65 kg/cm2. Nilai kuat tekan bahan akan turun bersamaan dengan penambahan serat sabut kelapa. Pada konsentrasi 10% kuat tekan coco-conblock 124.01 dan 99.34 kg/cm2.

Hal tersebut menurun hingga konsentrasi serat sabut 40% yang hanya mencapai 33.56 dan 10.94 kg/cm2. Hasil pengujian pada berbagai variasi proporsi serat serabut kelapa dapat dilihat pada gambar 4. Lampiran 5 memperlihatkan grafik hubungan antara kuat tekan dan pertambahan hari. Nilai kuat tekan bahan akan bertambah dengan semakin bertambahnya waktu dan akan menurun sesuai dengan penambahan serat sabut kelapa sesuai yang tertera pada lampiran 3. Nilai-nilai tersebut sudah mendekati kebenaran karena nilai R2 yang didapat sebesar 0.9

(29)

18

(a) (b)

Gambar 4 Nilai kuat tekan terhadap konsentrasi sabut kelapa dengan perbandingan semen pasir a) 1:3 dan b) 1:5

Semakin banyak serat yang dimasukkan ke dalam adukan beton maka akan mengurangi volume beton yang seharusnya diisi oleh pasta semen sehingga lekatan antar bahan penyusun beton tidak mampu bekerja secara maksimal. Pada hakikatnya antara semen dengan serat sabut kelapa memiliki ikatan yang kurang baik. Hal tersebut didukung oleh besar dan ketidakseragaman ukuran serat itu sendiri.

Dari hasil pengujian silinder beton pada umur 28 hari milik Putra DE dan Karolina R (2013) juga diperoleh hasil bahwa terjadi penurunan kuat tekan beton pada setiap penambahan kadar penggunaan tempurung kelapa. Hal tersebut berarti posisi dari tempurung kelapa dan serat sabut kelapa sebagai pengganti sebagian agregat kasar mengakibatkan sebagaian massa/volume kerikil tereliminasi dari adukan beton dan posisinya digantikan oleh tempurung dan serat sabut kelapa. Karena kekuatan keduanya lebih rendah daripada kerikil, maka akibatnya ialah kuat tekan beton cenderung turun. Makin besar kandungan serat sabut maupun tempurung kelapanya makin besar penurunan kuat tekan betonnya.

Pada saat ditekan benda uji mampu menahan beban sampai terlepasnya ikatan pasta dengan agregat sehingga benda uji mengalami hancur dan retak. Pada saat itu juga terjadi pengembangan pada sisi-sisi bagian tengah benda uji sesaat sebelum terjadi keretakan. Ketika beton masih dalam keadaan basah, terjadi proses kembang susut agregat sabut kelapa dalam beton serat.Akibat dari proses pengembangan agregat, dimensi dari agregat sabut kelapa bertambah sehingga memungkinkan terjadinya desakan oleh agregat sabut kelapa dalam campuran.

Susut agregat terjadi akibat penguapan air pada beton sesuai bertambahnya hari. Hal ini yang mengakibatkan pengecilan dimensi agregat sabut kelapa dan memungkinkan tercipta rongga – rongga baru pada ruang yangditempatinya saat proses kembang dalam beton yaitu pada saat beton masih segar. Sehingga pada saat proses penekanan benda uji beton serat sabut kelapa cepat mengalami keretakan.

Hasil analisis dan Uji Duncan pada lampiran 7 dan 8 menunjukkan bahwa konsentrasi sabut kelapa dan lama penyimpanan berpengaruh secara nyata

(30)

19 pada 28 hari yang memiliki kuat tekan paling baik. Pengaruh penambahan konsentrasi sabut juga menghasilkan perbedaan nyata pada tiap konsentrasinya baik pada perbandingan semen pasir 1:3 maupun 1:5, kecuali konsentrasi sabut 20% yang hasilnya tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 30% pada perbandingan 1:5.

Pengujian Kuat Lentur

Pengujian dimaksudkan untuk menghitung kelenturan beton dengan dugaan awal tulangan beton digantikan serat serabut kelapa. Alat yang digunakan yaitu

Flexural and Transversting Machine. Pengujian kuat lentur dilakukan dengan pembebanan yang diberikan secara bertahap sampai pada pembebanan maksimum dan benda uji mengalami patah atau kegagalan struktur sehingga besarnya nilai modulus runtuh diperoleh dengan persamaan 3.

Lampiran 6 memperlihatkan kurva yang menunjukkan kecenderungan bertambahnya nilai kuat lentur sejalan dengan bertambahnya hari pada tiap konsentrasi serat. Dari grafik tersebut terlihat beton konvensional memiliki kuat lentur yang lebih baik dibandingkan beton dengan kandungan serat namun dibandingkan konsentrasi sabut lainnya beton dengan konsentrasi sabut 10% memiliki nilai kuat lentur tertinggi sebesar 2.58 kg/cm² untuk perbandingan semen pasir 1:3 dan 2.02 kg/cm² untuk perbandingan 1:5. Nilai-nilai tersebut sudah mendekati kebenaran karena nilai R2 yang didapat sebesar 0.9 mendekati nilai 1 sebagaimana yang ditunjukkan pada lampiran 14. Hasil pengujian pada berbagai variasi konsentrasi serat serabut kelapa dapat dilihat pada gambar 5.

(a) (b)

Gambar 5 Nilai kuat lentur terhadap konsentrasi sabut dengan perbandingan semen pasir a) 1:3 b) 1:5

Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa penambahan konsentrasi sabut kelapa mempengaruhi kuat lentur yang dihasilkan, dimana penambahan sabut kelapa akan mengurangi kuat lenturnya meskipun perbedaannya tidak sebesar kuat tekan. Begitu pula nilai MOR yang dihasilkan, nilai MOR akan bertambah sesuai bertambahnya hari dan akan menurun sejalan dengan penambahan serat sabut kelapa. Penurunan nilai kuat lentur dan MOR pada proporsi penambahan serat diduga diakibatkan oleh semakin banyak konsentrasi serat yang dimasukkan ke dalam adukan beton akan semakin mengurangi volume pasta semen sehingga ikatan antar bahan penyusun beton tidak maksimal.

(31)

20

Menurut Fernandez EC dan Taja VP (2000) pada komposit semen dengan penambahan serat akan mempunyai kekuatan lentur dan kekuatan tarik yang lebih rendah. Hal ini disebabkan karena lemahnya kemampuan semen-serat dalam membentuk suatu ikatan.

Selain itu serat sabut kelapa juga kurang mampu untuk mengisi ruang-ruang kosong yang ada dalam beton. Kurangnya kemampuan ini akan menghasilkan rongga-rongga yang jumlahnya semakin banyak sesuai bertambahnya ukuran serat yang digunakan dalam penelitian. Semakin banyak jumlah rongga yang dihasilkan maka kekuatan bending yang dihasilkan semakin menurun. Keberadaan rongga yang semakin banyak akan berpengaruh pada bertambahnya peluang terjadinya retakan awal yang akan berkembang menjadi perpatahan sehingga menghasilkan nilai kekuatan bending yang kecil.

Pola keruntuhan yang terjadi pada beton serat akibat beban impact diikuti dengan kehancuran pada tepi benda uji. Pola keruntuhan ditandai dengan adanya retak yang merata hampir di semua bidang benda uji dan tidak langsung memisahkan kedua bagian benda uji, keruntuhan yang demikian biasa disebut dengan keruntuhan daktail yang artinya setelah tercapai tegangan maksimum beton serat sabut kelapa tidak langsung hancur melainkan mengalami deformasi terlebih dulu. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan serat serabut kelapa ke dalam campuran beton mempengaruhi kuat impact. Peran serat disini adalah sebagai salah satu penahan gaya yang berusaha membelah benda uji tersebut. Dengan begitu coco-conblock cocok digunakan sebagai karena saat suatu bangunan roboh, coco-conblock dapat menahan beban yang terjadi.

Keruntuhan yang terjadi pada beton non-serat tanpa adanya hancur pada tepi, secara tiba-tiba beton retak disusul dengan benda uji terbelah. Bahan yang demikian disebut bahan yang getas atau dengan kata lain pola keruntuhannnya adalah brittle fracture (pola pecah getas) yang ditandai dengan adanya retak yang cenderung tegak lurus dengan bidang panjang.

(a) (b)

Gambar 6 Pola keretakan pada sampel (a) kontrol dan (b) perlakuan sabut Hasil analisis dan uji Duncan pada lampiran 9 dan 10 menunjukkan bahwa konsentrasi sabut kelapa dan lama penyimpanan berpengaruh secara nyata

(32)

21 1:5 menghasilkan perbedaan nyata satu dengan yang lainnya dengan 40% memiliki nilai kuat lentur yang paling lemah dan konsentrasi 0% yang memiliki kuat lentur paling baik. Meskipun begitu konsentrasi sabut 10% memiliki nilai yang paling mendekati kontrol walaupun nilainya tetap berbeda nyata dengan kontrol. Untuk pengaruh waktu (hari) yang berbeda nyata dengan yang lain dan memiliki nilai kuat tekan yang paling lemah adalah pada 3 hari. Kuat tekan paling baik ada pada hari ke-28 tetapi nilainya tidak berbeda nyata (sama saja) dengan kuat tekan pada hari ke-7. Itu berlaku untuk kedua perbandingan.

Pengujian Termal

Coco-conblock sebagai sistem heterogen memiliki konduktivitas panas yang besarnya tergantung konduktivitas tiap komponen, jumlah masing-masing, dan cara preparasinya dalam pembuatannya. Untuk melihat sifat insulasi termal suatu bahan maka karakteristik bahan yang diperlukan adalah konduktivitas termal. Konduktivitas termal beton dengan tambahan serat sabut kelapa akan menurun nilainya sesuai dengan penambahan persentase sabut kelapa sebagaimana ditunjukkan pada lampiran 15. Hal ini dikarenakan sabut memiliki nilai konduktivitas termal yang sangat kecil, sehingga mengakibatkan proses perpindahan kalor yang secara lambat. Bila dibandingkan dengan conblock tanpa serat, baik pada perbandingan semen dan pasir 1:3 maupun 1:5 penambahan serat 10% memiliki nilai konduktivitas terbesar yaitu 0.8 dan 0.79 W/m °K dibandingkan dengan penambahan sabut 20%, 30% maupun 40% meskipun perbedaanya tidak terlalu jauh. Hal itu berarti serat serabut kelapa memiliki potensi untuk digunakan sebagai bangunan isolasi termal.

Suatu bahan terdiri dari bobot kering dan kandungan air di dalamnya, begitu juga beton serat. Perambatan pindah panas mempengaruhi bobot coco-conblock

dalam hal kadar airnya meskipun nilainya sangat kecil. Perubahan kadar air tersebut dipengaruhi oleh udara kering. Ketika beton masih dalam keadaan segar, bobot beton masih tinggi dan air yang terkandung dalam beton akan berkurang dengan semakin bertambahnya hari hingga beton dalam keadaan kering, hal tersebut dinamakan susut plastis (Nawy EG 1998). Pergerakan udara karena perbedaan tekanan menyebabkan penyusutan terhadap kadar air coco-conblock

sehingga mempengaruhi bobotnya pada saat ditimbang dan dimensinya pada saat diukur. Bentuk penyusutan yang terjadi tidak diketahui karena perubahannya terlalu kecil dan terbatasnya alat untuk mengukur. Jika dikaitkan dengan persamaan 12 maka terlihat adanya faktor termal yang menyebabkan bobot coco-conblock berubah. Persamaan tersebut menggambarkan bahwa ada perubahan bentuk dari sisi panjang, lebar, dan tingginya (x, y, z) yang tidak dapat diukur dalam penelitian ini.

Bobot coco-conblock yang dipengaruhi kadar air tentunya mengalami penurunan terhadap lama penyimpanannya sebagaimana terlihat pada lampiran 13. Dilihat dari rata-ratanya, pada perbandingan semen pasir 1:3 nilai perubahan

(33)

22

dengan perbandingan semen pasir 1:5 dimana perubahan moisture content terbesar berturut-turut dimiliki coco-conblock dengan konsentrasi 30%, 40%, 0%, 10% dan 20% yang terkecil. Hal tersebut diduga disebabkan beberapa faktor, seperti pemberian serat sabut secara tidak merata sehingga terjadi penggumpalan serat, pemadatan yang dilakukan saat pencetakan coco-conblock terlalu berlebihan sehingga air yang keluar saat pemadatan cukup banyak, atau faktor lainnya.

Konduksi panas terjadi karena batas ambang kemampuan bahan dalam menghambat panas sudah terlewati sehingga panas dapat merambat ke dalam ruangan. Oleh karena itu untuk menciptakan kenyamanan termal ruangan biasanya diperlukan AC untuk melepaskan kalor yang ada dalam ruangan ke lingkungan. Selain menggunakan AC, kenyamanan termal dapat diperoleh dengan melakukan desain pasif pada bangunan (passive building design). Salah satu contoh passive design building adalah dengan menggunakan dinding insulasi termal (Ramamurthy 2009). Dengan menggunakan dinding insulasi termal, perpindahan panas dari dalam ruangan ke lingkungan dapat dihambat sehingga energi yang diperlukan untuk mengoperasikan AC menjadi lebih rendah. Tabel 6 menunjukkan bahwa penambahan serat mempengaruhi kinerja sifat termalnya sebagai dingding bangunan. Peran coco-conblock disini ialah untuk menjaga suhu dalam ruangan menjadi lebih stabil.

Dinding yang menggunakan beton serat mampu menghemat energi operasional listrik untuk AC sebesar 7-44% terhadap dinding bata untuk perbandingan semen pasir 1:3 dan 13-55% untuk perbandingan 1:5. Adapun contoh perhitungannya sebagai berikut dengan asumsi ruangan yang tadinya bersuhu nyaman (25 ͦͦC) menjadi bersuhu sama dengan lingkungan luar ruangan (33 ͦC).

Tabel 6 Data kalor yang terserap dan biaya pemakaian energid

Komposisi w dDihitungkembali dari tabel dalam Susanto EP et al. (2012).

(34)

23

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Coco-conblock merupakan beton dengan tambahan serat sabut kelapa.

Coco-conblock diuji secara mekanis dari segi kuat tekan dan kuat lentur serta secara termal. Massa jenis yang diperoleh berkisar 1.4-1.97 g/cm3. Ditinjau dari segi fisik, beton tanpa serat sabut kelapa masih lebih baik dibandingkan beton dengan tambahan serat sabut tetapi dari segi termalnya, beton dengan tambahan serat sabut kelapa lebih baik daripada beton tanpa serat. Hal tersebut memungkinkan coco-conblock untuk dijadikan bahan bangunan isolasi termal.

Saran

Supaya mendapatkan kualitas beton seragam maka diperlukan pengawasan yang baik dalam hal mutu bahan yang akan dibuat beton, formulasi, maupun pada saat pengecoran dan masa pematangan. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut tentang beton serat dengan penambahan serat alami lainnya dengan persentase yang lebih bervariasi, dengan faktor air semen dan perbandingan semen dan agregat ditentukan melalui penelitian pendahuluan sehingga didapat hasil yang lebih optimal. Untuk penelitian selanjutnya dilakukan dengan memvariasikan panjang serat yang digunakan.

DAFTAR PUSTAKA

[ACI] American Concrete Institute, Committee 544. 1982. State of the Art Report on Fiber Reinforced Concrete. Report No. ACI 544. IR-82. [Internet]. [diunduh 2013 September 2]; Volume 2 (2):1-7. Terletak pada: (https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4&ca d=rja&ved=0CDoQFjAD&url)

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Luas areal dan Produksi Kelapa di Indonesia. [DPU] Dinas Pekerjaan Umum 1990. SNI 03-4804-1990 Metode pengujian massa

isi dan rongga udara dalam agregat. Jakarta (ID): Yayasan LPMB.

Eniarti M. 2005. Pemanfaatan serat ijuk pada plat komposit kayu–beton serat dengan agregat pumice, Laporan Penelitian Dosen Muda, DP2M, Jakarta Fernandez EC and Taja VP. 2000. The Use and Processing of Rice Straw in the

Manufacture of Cement-bonded Fibreboard; Wood–Cement Composites in the Asia–Pacific Region; Canberra, Australia. Canberra (AU)

Frick H. 1988. Arsitektur dan Lingkungan. Yogyakarta (ID): Kanisius.

Froselini E, Razera IAT, Ramires EC, and Barbosa VJr. 2010 Biobased composites from tannin–phenolic polymers reinforced with coir fiber. Brazil: University of Sau Paulo. [Internet]. (diunduh pada 2013 Agustus 12). Terletak pada:http://www.researchgate.net/publication/232403978_Biobased_composite from tanninphenolic_polymers_reinforced_with_coir_fibers

(35)

24

Konferensi Nasional Kelapa III. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri.

Kaw AK. 1997. Mechanics of Composite Materials. [Internet] (diunduh pada 2013 September 12). Terletak pada: (http://grad. iaumajlesi.ac.ir/index/images/stories/Courses/mavad-morakkab/mechanicsof compositematerials0849313430.pdf. Boca Raton: CRC Press.

Kutz M. 2006. Heat Transfer Calculations p768. USA (US):Mc Graw-Hill. [LIPI] Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 2004. Pembuatan Batako dan

Paving Block di Kabupaten Pacitan [Internet] [diunduh 2013 April 21]. Terletak pada (http://www.iptekda.lipi.go.id/root/buletin_detail.asp?Berita)

Massijaya MY. 1992. Pengaruh perlakuan uap air panas (steam treatment) pada pulp kayu sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) dan akasia (Acacia mangium Willd) terhadap kualitas papan serat berkerapatan sedang (MDF) [tesis]. Bogor (ID): Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Mulyono T. 2004. Teknologi Beton. Yogyakarta (ID): Andi Yogyakarta.

Murdock LJ, Brock KM, dan Hendarko S. 1986. Bahan dan Praktek Beton, Ed ke-4. Jakarta (ID): Erlangga.

Nawy EG. 1998. Beton Bertulang Suatu Pendekatan Dasar. Bandung (ID): PT Refika Aditama.

Neville AM. 1999. Properties of Concrete. London (GB): Longman.

[PLN] Perusahaan Listrik Nasional. 2011: PLN Statistics 2010. Corporate Secretary PT PLN (Persero) ISSN: 0852 - 8179 No. 02302.110722

Putra DE dan Karolina R. 2013. Pengaruh subtitusi tempurung kelapa (endocarp) pada campuran beton sebagai material serat peredam suara. Jurnal teknik sipil USU (2013) [Internet]. [diunduh 2013 September 2]; Volume 2 (2):1-7. Terletak pada: (http://jurnal.usu.ac.id/index.php/jts/article/view/4380/1954) Ramamurthy K, Nambiar, EKK, and Ranjani GIS. 2009. A classification of

studies on properties of foam concrete. Cement & concrete composites. [Internet]. [diunduh 2013 September 27); Volume 31(6): 388-396. Terletak pada: (http://beton-sabok.persiangig.com/sdarticle3.pdf/download)

Rustendi I. 2004. Pengaruh pemanfaatan tempurung kelapa sebagai material serat terhadap kuat tekan dan kuat tarik beton. Jurnal Media Komunikasi Teknik

Proceeding of The International Seminar on Fiber Reinforced Concrete; Michigan, USA (US): Michigan State University.

(36)

25 Sudarmoko. 1990. Beton Serat, Suatu Bentuk Beton Baru. Seminar Permasalahan Mekanika Bahan Di Indonesia, Pusat Antar Universitas Ilmu Teknik Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Suhardiyono L. 1989. Tanaman Kelapa Budidaya dan Pemanfaatannya, hlm 160-161. Yogyakarta (ID): Kanisius.

Suhendro B. 1992. Beton Fiber Lokal: Konsep, Aplikasi dan Permasalahannya. Kursus Singkat Teknologi Beton. [disertasi]. Yogyakarta (ID): Pusat Antar Universitas Ilmu Teknik UGM.

Susanto EP, Soemardi BW, Pane I. 2012. Studi Penggunaan Dinding Foam Concrete dalam Efisiensi Energi dan Biaya untuk Pendinginan Udara (AC). Institut Teknologi Bandung.

Tjokrodimuljo K. 1996. Teknologi Beton. Yogyakarta (ID): NAFIRI.

Van Dam JEG. 1997. Prospect of Coir Technology and Market Development. Di dalam Environment friendly Coconut and Coconut Product. Proceeding of the XXXIV Cocotech Meeting. Manila, Philipines, July 14-18. [Internet] (diunduh pada 2013 Agustus 12). Terletak pada: (http://www.researchgate.net/ publication/40152510Prospectsforcoirtechnologyandmarketdevelopment) Van Dam JEG. 2002. Coir Processing Technologies: Improvement of Drying,

(37)

26

Lampiran 1.1 Tabel analisis gradasi ayakan

ayakan (mm)

jumlah akumulasi yang tertahan ayakan

jumlah agregat yang tertahan ayakan

gram (%) gram (%)

18 0.00 0.00 0.00 0.00

9.5 3.60 0.12 3.60 0.12

4.75 91.35 3.06 87.75 2.94

2.36 583.42 19.56 492.07 16.50 1.18 1262.18 42.32 678.76 22.76 0.6 2358.84 79.09 1096.66 36.77 0.3 2837.82 95.15 478.98 16.06 0.15 2964.56 99.40 126.74 4.25

Pan 2982.48 100.00 17.92 0.60 2982.48 100.00

Finenes Modulus (FM) = . + . + 9. + . + 9. 9+9 . +99.

= 3.38

Lampiran 1.2 Kurva distribusi partikel gradasi ayakan

0 20 40 60 80 100 120

0 2 4 6 8 10

p

er

sen

lo

lo

s

ay

ak

an

(

%)

ukuran ayakan (mm)

batas bawah

batas atas

(38)

27 Lampiran 2.1 Tabel massa jenis benda uji dengan perbandingan semen pasir 1:3

Komposisi

Lampiran 2.2 Tabel massa jenis benda uji dengan perbandingan semen pasir 1:5

(39)

28

Lampiran 3 Data Kuat Tekan coco-conblock

Komposisi Waktu kuat tekan (kg/cm 2)

ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3 rata-rata

1:3:0% 3 hari 128.53 104.48 106.51 113.17 7 hari 171.44 43.42 156.37 157.08 28 hari 195.15 154.80 177.96 175.97 1:3:10% 3 hari 45.18 57.04 60.11 54.11

7 hari 93.25 99.87 112.16 101.76 28 hari 105.39 125.85 140.78 124.01 1:3:20% 3 hari 39.33 32.74 32.58 34.88

7 hari 76.83 65.63 62.16 68.21 28 hari 93.09 77.51 65.68 78.76 1:3:30% 3 hari 23.75 18.76 21.26 21.26 7 hari 41.28 39.31 42.23 40.94 28 hari 58.09 58.20 61.25 59.18 1:3:40% 3 hari 12.46 14.34 13.51 13.44 7 hari 21.47 31.90 25.71 26.36 28 hari 22.25 45.07 33.35 33.56 1:5:0% 3 hari 73.62 76.26 80.86 76.91 7 hari 98.85 112.54 125.20 112.19 28 hari 103.96 132.25 146.75 127.65 1:5:10% 3 hari 39.67 34.03 36.42 36.71

7 hari 99.56 70.17 86.11 85.28 28 hari 103.61 95.68 98.73 99.34 1:5:20% 3 hari 30.47 26.62 38.87 31.99 7 hari 44.50 42.30 47.54 44.78 28 hari 50.64 43.99 53.02 49.22 1:5:30% 3 hari 21.67 18.15 18.81 19.54 7 hari 41.03 38.00 39.53 39.52 28 hari 46.31 42.31 48.09 45.57 1:5:40% 3 hari 7.49 8.05 6.92 7.48

(40)

29 Lampiran 4 Data kuat lentur dan MOR coco-conblock

Komposisi Waktu kuat lentur (kg/cm 2)

MOR (kg/cm2) ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3 Rata-rata

(41)

30

Lampiran 5 Grafik Kuat Tekan

Log. (ulangan 2) Log. (ulangan 3)

0.00 Log. (ulangan 2) Log. (ulangan 3)

0.00 Log. (ulangan 2) Log. (ulangan 3)

0.00 Log. (ulangan 2) Log. (ulangan 3)

0.00 Log. (ulangan 2) Log. (ulangan 3)

(42)

31 Log. (ulangan 2) Log. (ulangan 3)

0.00 Log. (ulangan 2) Log. (ulangan 3)

0.00 Log. (ulangan 2) Log. (ulangan 3)

(43)

32

Lampiran 6 Grafik Kuat Lentur

0.00 Log. (ulangan 2) Log. (ulangan 3)

0.00 Log. (ulangan 2) Log. (ulangan 3)

0.00 Log. (ulangan 2) Log. (ulangan 3)

0.00 Log. (ulangan 2) Log. (ulangan 3)

0.00 Log. (ulangan 2) Log. (ulangan 3)

(44)

33 Log. (ulangan 2) Log. (ulangan 3)

0.00 Log. (ulangan 2) Log. (ulangan 3)

0.00 Log. (ulangan 2) Log. (ulangan 3)

(45)

34

Lampiran 7.1 Analisis statistik kuat tekan perbandingan semen : pasir 1:3 Analisis Ragam (ANOVA)

Sumber variasi Jumlah kuadrat

Derajat

keragaman

Kuadrat

tengah F F hitung Sig. Ket

Hari 162.987 2 81.493 70.222 2.689628 .000

Berbeda

nyata konsentrasi 865.887 4 216.472 186.530 3.31583 .000

hari * konsentrasi 23.881 8 2.985 2.572 2.266163 .029

Error 34.816 30 1.161

Total 3501.415 45

Lampiran 7.2 Uji Lanjut (Duncan) dengan variabel lama penyimpanan

Hari N

Subset

Ket

1 2 3

3 15 4.7740 Ad

7 15 7.8533 Bd

28 15 9.3447 Cd

Sig. 1.000 1.000 1.000

d

Huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata Huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata

Lampiran 7.3 Uji Lanjut (Duncan) dengan variabel konsetrasi serat

Konsentrasi

(%) N

Subset

Ket

1 2 3 4 5

40 9 2.4467 Ae

30 9 4.0522 Be

20 9 6.0533 Ce

10 9 9.2289 De

0 9 14.8389 Ee

Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000

eHuruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata

(46)

35 Lampiran 8.1 Analisis Ragam Kuat Tekan Perbandingan Semen : Pasir 1:5

Analisis Ragam (ANOVA)

Sumber variasi Jumlah kuadrat

Derajat

keragaman

Kuadrat

tengah F F hitung Sig. Ket

hari 80.518 2 40.259 61.476 2.689628 .000

Berbeda

nyata konsentrasi 500.530 4 125.133 191.078 3.31583 .000

hari * konsentrasi 37.758 8 4.720 7.207 2.266163 .000

Error 19.646 30 .655

Total 1906.640 45

Lampiran 8.2 Uji Lanjut (Duncan) dengan variabel lama penyimpanan

hari N

Subset

Ket

1 2 3

3 15 3.4720 Af

7 15 5.8347 Bf

28 15 6.6193 Cf

Sig. 1.000 1.000 1.000

fHuruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata

Huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata

Lampiran 8.3 Uji Lanjut (Duncan) dengan variabel konsentrasi serat

Konsentrasi

(%) N

Subset

Ket

1 2 3 4

40 9 .9311 Ag

30 9 3.4844 Bg

20 9 4.1978 Bg

10 9 7.3600 Cg

0 9 10.5700 Dg

Sig. 1.000 .071 1.000 1.000

gHuruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata

Gambar

Tabel 1 Data luas areal dan produksi kelapa di Indonesiaa
Gambar 1  Diagram alir proses pembuatan coco-conblock
Tabel 5  Data komposisi percobaan dan jumlah sampel pengujian
Gambar 2  Set up uji lentur coco-conblock
+4

Referensi

Dokumen terkait

Menurut peneliti, metode studi kasus dapat mengkaji dengan lebih mendalam terkait strategi yang digunakan oleh Public Relations dalam memulihkan citra perusahaan

Dengan metode ekstraksi fitur pada Citra SAR, dilakukan penelitian di daerah Perairan Tenggara Sumenep dengan membandingkan hasil pengukuran dari citra satelit SAR

Tujuan dari penelian ini adalah untuk mengetahui peranan PPL dalam mengantisipasi perubahan iklim terhadap produktivitas padi sawah dan untuk mengetahui hubungan

Dari latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah adanya fenomena gap dan kesenjangan penelitian atau research gap yang telah dilakukan oleh

Pustakawan sebagai salah satu profesi yang memiliki latar belakang literasi yang kuat sudah sepatutnya mengupayakan pembentukan masyarakat yang kritis dalam bermedia sosial

Berdasarkan kutipan di atas pada Puisi Pasar Pagi dalam bait keempat yang menjadi titik fokus peneliti pada larik kedua yang mengatakan “amis ikan dan tomat yang

sampai Tabel 2.4-4. Tidak diperkenankan untuk dicetak atau diperjualbelikan.. Persyaratan dalam ayat ini berlaku bagi kondisi arus kontinu dan tidak dapat digunakan pada pengasutan

Pengelolaan sampah yang baik, bukan untuk kepentingan kesehatan saja, tetapi juga untuk keindahan lingkungan (Soekidjo Notoatmodjo, 2007: 191).. Dari hasil