KEANEKARAGAMAN JENIS SERANGGA DIURNAL PADA
TANAMAN PENUTUP TANAH Mucuna bracteata DI
PERTANAMAN KELAPA SAWIT DI AREAL PERKEBUNAN
PT. TOLAN TIGA KERASAAN ESTATE KABUPATEN
SIMALUNGUN
SKRIPSI
IIN N. SIDABUTAR
050302036
HPT
DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KEANEKARAGAMAN JENIS SERANGGA DIURNAL PADA
TANAMAN PENUTUP TANAH Mucuna bracteata DI PERTANAMAN
KELAPA SAWIT DI AREAL PERKEBUNAN PT. TOLAN TIGA
KERASAAN ESTATE KABUPATEN SIMALUNGUN
SKRIPSI
OLEH :
IIN N. SIDABUTAR
050302036
HPT
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Disetujui Oleh:
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Dra. M. Cyccu Tobing, MS Ir. Amansyah
Siregar
Ketua Anggota
Dr. Ir. Agus Susanto, MP
Pembimbing Lapangan
DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRACT
Iin N. Sidabutar, Diversity of Diurnal Insect Population on Legume Cover Crop Mucuna bracteata on Oil Palm Plantation. The objective of this research was to study the diversity of diurnal insect population on legume cover crop
Mucuna bracteata on oil palm plantation. This research used diagonal sample
ABSTRAK
RIWAYAT HIDUP
Iin N sidabutar, dilahirkan di Samosir pada tanggal 27 Oktober 1986 dari
pasangan Ayahanda U. Sidabutar dan Ibunda R. Sihombing. Penulis merupakan
anak ke-2 dari 6 bersaudara.
Pendidikan yang pernah ditempuh Penulis adalah lulusan dari Sekolah
Dasar 173797 Tolping pada tahun 1999, lulus dari Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama Negeri 1 Ambarita tahun 2002, lulus dari Sekolah Menengah Atas
Swasta Budi Mulia Pematang Siantar 2005 dan diterima di Fakultas Pertanian
USU Medan, Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan melalui jalur
SPMB.
Penulis pernah aktif dalam organisasi kemahawiswaan seperti IMAPTAN
(Ikatan Mahasiswa Perlindungan Tanaman) tahun 2005-2010, menjadi Asisten
Laboratorium Dasar Perlindungan Tanaman 2007-2009 pernah mengikuti Seminar
Ilmiah dengan tema “ Seminar Peranan Pertanian Dalam Pembangunan Sumatera
Utara”, dan Seminar Kegiatan Leadership Training dengan tema “ Parintal Expo
2008”. Penulis melakukan Praktek kerja Lapangan (PKL) di PTPN III Kebun
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang maha Esa karena
atas berkat dan anugerahNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Judul dari skripsi adalah KEANEKARAGAMAN JENIS SERANGGA
DIURNAL PADA TANAMAN PENUTUP TANAH Mucuna bracteata DI
PERTANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guinensis Jacq.)
Adapun tujuan dan kegunaan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat
untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara dan sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Dra. M. Cyccu Tobing, MS selaku Ketua, Ir. Amansyah Siregar selaku
Anggota, dan Dr. Ir. Agus Susanto, MP selaku Pembimbing lapangan yang telah
memberi saran dan kritik dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna dan banyak
kekurangan.Oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga skripsi ini
bermanfaat.
Medan, Februari 2010
DAFTAR ISI
Hlm
ABSTRACT ... .. i
ABSTRAK ... . ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... . v
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... .ix
PENDAHULUAN Latar Belakang ... . 1
Tujuan Penelitian ... . 4
Hipotesa Penelitian ... . 4
Kegunaan Penelitian ... . 4
TINJAUAN PUSTAKA Komunitas Ekosistem ... 5
Keragaman Jenis Serangga dan Faktor Yang Mempengaruhinya ... 7
Peledakan Populasi Serangga ... 10
Serangga Pada Tanaman Penutup Tanah Mucuna bracteata ... 12
Cara koleksi serangga di lapangan ... 15
Pengumpulan dengan jarring serangga ... 15
Pengumpulan dengan perangkap warna ... 16
BAHAN DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian ... 14
Bahan dan Alat ... 14
Metoda Analisa Data ... 14
Pelaksanaan Penelitian ... 17
Survei Pendahuluan ... 17
Pengambilan Sampel 17 Perangkap Jaring (Sweep net) ... Perangkap Warna ... Identifikasi Serangga ... 16
Koleksi Serangga ... 17
Peubah Amatan ... 18
HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Serangga Yang Tertangkap Pada Areal Tanaman Sawit Belum Menghasilkan (TBM) ... 19
Keanekaragaman Jenis Serangga Yang Tertangkap Pada Areal Tanaman Kelapa Sawit Belum Menghasilkan
(TBM)... ………22
Kerapatan Relatif (KR)...22
Frekwensi Relatif (FR)...23
Indeks Keanekaragaman H’. ...23
Jumlah Serangga Yang Tertangkap Pada Areal Tanaman Sawit Menghasilkan (TM) ... ..…25
Kerapatan Relatif (KR) ...25
Frekwensi Relatif (FR)...25
Indeks Keanekaragaman H’...26
Nilai Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Masing-masing Lokasi ... 37
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 43
Saran ... 44
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR
No Judul Hlm
1. Alat Perangkap Sweep Net (Jaring Perangkap)...………...17
2. Perangkap warna ………18
DAFTAR TABEL
No Judul Hlm
1. Jumlah Serangga Yang Tertangkap Pada
Areal Tanaman Sawit Belum Menghasilkan (TBM)... 19
2. Jumlah Serangga Yang Tertangkap Pada
Areal Tanaman Sawit Menghasilkan (TM) ... 21
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Hlm
1 Nilai KM (Kerapatan Mutlak) untuk setiap jenis serangga pada pengamatan I-VII Pada Areal Tanaman Sawit Belum Menghasilkan (TBM)... 43
2. Nilai KR (Kerapatan Relatif) untuk setiap jenis serangga pada pengamatan I-VIII Pada Areal Tanaman Sawit Belum
Menghasilkan (TBM)... 44
3. Nilai FM (Frekwensi Mutlak) untuk setiap jenis serangga pada pengamatan I-VIII Pada Areal Tanaman Sawit Belum Menghasilkan (TBM)... 45
4. Nilai FR (Frekwensi Relatif) untuk setiap jenis serangga pada pengamatan I-VIII Pada Areal Tanaman Sawit Belum
Menghasilkan (TBM)...
5. Indeks Keanekaragam Jenis Serangga untuk setiap jenis serangga pada pengamatan I-VIII Pada Areal Tanaman Sawit Belum Menghasilkan (TBM) ... 46
6. Nilai KM (Kerapatan Mutlak) untuk setiap jenis serangga pada pengamatan I-VII Pada Areal Tanaman Sawit Menghasilkan (TM) ... 47
7. Nilai KR (Kerapatan Relatif) untuk setiap jenis serangga pada pengamatan I-VIII Pada Areal Tanaman Sawit Menghasilkan (TM) ... 48
8. Nilai FM (Frekwensi Mutlak) untuk setiap jenis serangga
pada pengamatan I-VIII Pada Areal Tanaman Sawit Menghasilkan (TM) ... 49
9. Nilai FR (Frekwensi Relatif) untuk setiap jenis serangga pada pengamatan I-VIII Pada Areal Tanaman Sawit Menghasilkan (TM) ... 50
11. Jumlah serangga yang tertangkap pada masing-masing perangkap di areal tanaman sawit menghasilkan (TM) ... 52
12. Jumlah Serangga yang tertangkap pada masing-masing perangkap di areal tanaman sawit belum menghasilkan (TBM) ... 57
ABSTRACT
Iin N. Sidabutar, Diversity of Diurnal Insect Population on Legume Cover Crop Mucuna bracteata on Oil Palm Plantation. The objective of this research was to study the diversity of diurnal insect population on legume cover crop
Mucuna bracteata on oil palm plantation. This research used diagonal sample
ABSTRAK
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mucuna bracteata merupakan kacangan penutup tanah yang sangat
populer dan berasal dari India. Sebagian besar perusahaan perkebunan di
Indonesia menggunakan jenis kacangan ini untuk menjaga kesuburan dan
kelembaban tanah, tidak disukai ternak karena daunnya mengandung kadar fenol
yang tinggi, toleran terhadap serangan hama dan penyakit, memiliki sifat racun
sehingga memiliki daya kompetisi yang tinggi terhadap gulma, sebagai
leguminosa dapat menambah N bebas dari udara (Harahap dan Subroto, 2002).
Penggunaan tanaman leguminosa sebagai penutup tanah dianjurkan untuk
perkebunan sawit maupun karet. Tanaman leguminosa digunakan karena
melindungi permukaan tanah dari erosi, menambah bahan organik tanah,
mengurangi pencucian unsur hara, menambah dan mempertahankan kesuburan
tanah baik kimiawi, fisik maupun biologis dan mempercepat proses pelapukan
batang sawit bekas tanaman tua, sehingga mengurangi kemungkinan tanaman
muda dari serangan Oryctes rhinoceros serta dapat menghambat pertumbuhan
gulma (Maskuddin, 1988).
Sejauh ini belum ditemukan adanya hama dan penyakit utama pada
tanaman penutup tanah. Serangga yang terdapat pada tanaman penutup tanah
adalah Pagria signata, Eucomatocera vittata, Maruca testulalis, Blasticorhinus rivulet, Tiracola plagiata. Serangga kutu menyebabkan daun
tanaman penutup tanah berlubang, namun serangannya masih dapat ditoleransi
Serangga dapat berperan sebagai pemakan tumbuhan (serangga jenis ini
yang terbanyak anggotanya), sebagai parasitoid (hidup secara parasit pada
serangga lain), sebagai predator (pemangsa), sebagai pemakan bangkai, sebagai
penyerbuk (misalnya tawon dan lebah), dan sebagai penular (vektor) bibit
penyakit tertentu (Putra, 1994).
Banyak serangga yang hidupnya memberikan manfaat kepada manusia.
Serangga berguna tersebut antara lain pengurai, penyerbuk, pemangsa, parasit
hama dan lain-lain. Peranan serangga penyerbuk kadang-kadang sangat
menentukan keberhasilan suatu budidaya tanaman perkebunan. Secara umum
serangga penyerbuk untuk hidupnya tidak hanya tergantung pada satu jenis
tanaman saja, tetapi pada tanaman penutup tanah digunakan sebagai inang
pengganti, penyedia bunga, dan penyebab iklim mikro yang lebih sesuai bagi
serangga penyerbuk (Yayah dan Lecoq, 2008).
Sampai saat ini belum diketahui adanya berbagai jenis serangga yang
terdapat pada tanaman penutup tanah terutama Mucuna bracteata di areal
pertanaman kelapa sawit. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan
penelitian tentang identifikasi serangga pada tanaman penutup tanah
(Mucuna bracteata) di pertanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacq.) di
beberapa lokasi.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui berbagai jenis serangga diurnal yang terdapat pada
tanaman penutup tanah M. bracteata di pertanaman kelapa sawit menghasilkan
Hipotesa Penelitian
Diduga adanya perbedaan berbagai jenis serangga diurnal yang terdapat
pada tanaman penutup tanah M. bracteata di pertanaman kelapa sawit
menghasilkan dan tanaman kelapa sawit belum menghasilkan.
Kegunaan Penelitian
1. Sebagai salah satu syarat untuk dapat menempuh ujian sarjana di
Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara, Medan.
TINJAUAN PUSTAKA
Komunitas Ekosistem
Komunitas adalah sistem kehidupan bersama dari sekelompok populasi
organisme yang saling berhubungan karena ada saling pengaruh satu dengan yang
lainnya dan berkaitan dengan lingkungan hidupnya. Dalam komunitas organisme
hidup saling berhubungan atau berinteraksi secara fungsional. Hal ini
menunjukkan bahwa komunitas tidak statis. Komunitas mempunyai pengaturan
diri atau homeostatis. Komunitas mempunyai karakteristik organisasi komunitas,
fungsi, dan mengalami perubahan (Suin, 1997).
Ekosistem merupakan kesatuan alam yang sangat kompleks susunan dan
fungsinya. Ekositem yang tidak/belum dicampuri manusia disebut ekosisitem
alamiah, sedangkan yang sudah dikelola atau dibuat oleh manusia disebut
agroekosistem, seperti ladang, sawah, tegalan, kebun, empang dan sungai buatan.
Akuarium juga merupakan ekosistem buatan (Oka, 1995).
Jumlah spesies dalam suatu komunitas adalah penting dari segi ekologi
karena keragaman spesies tampaknya bertambah bila komunitas menjadi makin
stabil. Gangguan parah menyebabkan penurunan yang nyata dalam keragaman.
Keragaman yang besar juga mencirikan ketersediaan sejumlah besar ceruk
Komunitas yang mengalami situasi lingkungan yang keras dan tidak
menyenangkan di mana kondisi fisik terus-menerus menderita, kadangkala atau
secara berkala, cenderung terdiri atas sejumlah kecil spesies yang berlimpah.
tidak ada satu pun yang berlimpah. Keragaman spesies dapat diambil untuk
menandai jumlah spesies dalam suatu daerah tertentu atau sebagian jumlah spesies
diantara jumlah total individu dari seluruh spesies yang ada. Hubungan ini dapat
dinyatakan secara numerik sebagai indeks keanekaragaman (Michael, 1995).
Keragaman Jenis Serangga dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya
Keragaman jenis adalah sifat komunitas yang memperlihatkan tingkat
keanekaragaman jenis organisme yang ada didalamnya. Untuk memperoleh
keragaman jenis ini cukup diperlukan kemampuan mengenal dan membedakan
jenis meskipun tidak dapat mengindentifikasi jenis hama (Krebs, 1978).
Teknologi pengendalian secara kimia tidak memihak pada azas-azas
ekologi yang berkelanjutan atau berada di luar pemahaman ekologi, yaitu
ekosistem yang berbasis pada keragaman, interaksi dan saling ketergantungan
antara komponen ekosistem. Keragaman adalah fungsi kesetabilan, maka
diperlukan teknologi pertanian yang mampu mempertahankan dan menjamin
keanekaragaman serta meningkatkan produksi dengan dampak lingkungan
seminimal mungkin, mampu mempertahankan produktivitas lahan. Altieri dan
Nichols (2004) mengemukakan bahwa ekosistem dan praktek budidaya akan
berpengaruh terhadap tingkat keanekaragaman pengendali alami dan kelimpahan
serangga hama, yang memiliki arti dalam meningkatkan kesetabilan dan
keberlanjutan ekosistem (Altieri dan Nichols (2004) dalam Mudjiono dkk, 2007).
Populasi setiap organisme pada ekosistem tidak pernah sama dari waktu ke
populasi serta lingkungan fisiknya senantiasa berubah dan bertumbuh sepanjang
waktu (Untung, 1996).
Menurut Krebs (1978), ada 6 faktor yang saling berkaitan menentukan
derajat naik turunnya keragaman, jenis yaitu :
a) Waktu, keragaman komunitas bertambah sejalan waktu, berarti komunitas
tua yang sudah lama berkembang, lebih banyak terdapat organisme dari
pada komunitas muda yang belum berkembang. Waktu dapat berjalan
dalam ekologi lebih pendek atau hanya sampai puluhan generasi.
b) Heterogenitas ruang, semakin heterogen suatu lingkungan fisik semakin
kompleks komunitas flora dan fauna disuatu tempat tersebar dan semakin
tinggi keragaman jenisnya.
c) Kompetisi, terjadi apabila sejumlah organisme menggunakan sumber yang
sama yang ketersediannya kurang, atau walaupun ketersediannya cukup,
namun persaingan tetap terjadi juga bila organisme-organisme itu
memanfaatkan sumber tersebut, yang satu menyerang yang lain atau
sebaliknya.
d) Pemangsaan, mempertahankan komunitas populasi dari jenis bersaing
yang berbeda di bawah daya dukung masing-masing selalu memperbesar
kemunginan hidup berdampingan sehingga mempertinggi keragaman,
apabila intensitas dari pemasangan terlalu tinggi atau rendah dapat
menurunkan keragaman jenis.
e) Kestabilan iklim, makin stabil, suhu, kelembaban, salinitas, pH dalam
suatu lingkungan tersebut. Lingkungan yang stabil, lebih memungkinkan
f) Produktifitas, juga dapat menjadi syarat mutlak untuk keanekaragaman
yang tinggi.
Peledakan Populasi Serangga
Faktor lingkungan biotik bagi organisme adalah organisme lain juga
terdapat di habitatnya. Pada komunitas jenis-jenis organisme saling berinteraksi
satu dengan yang lainnya. Interaksi itu dapat berupa predasi, parasitisme,
kompetisi, dan penyakit. Hubungan organisme dengan organisme lainnya
membentuk komunitas di ekosistem tempat organisme tersebut hidup bersama.
Hubungan antar jenis organisme di komunitasnya akan menentukan kepadatan
populasi masing-masing organisme di habitatnya. Pemangsa akan menyebabkan
rendahnya kepadatan populasi mangsanya, sedangkan mangsa sangat menentukan
kehidupan pemangsa. Suatu spesies hama mengkolonisasi daerah geografis yang
baru tanpa diikuti oleh perkembangan musuh alami, musuh alami terbunuh oleh
aplikasi pestisida, atau habitat yang ditempati oleh hama dan musuh alami
dimodifikasi sehingga sangat sesuai untuk hama (Michael, 1995).
Kepadatan populasi spesies di suatu tempat tidak pernah tetap, selalu ada
yang datang (lahir dan imigrasi), dan pergi (mati dan emigrasi). Kelahiran
menyebabkan bertambahnya anggota populasi. Kelahiran ditentukan oleh
kapasitas organisme secara genetik untuk menghasilkan keturunan. Faktor lain
yang menentukan adalah lingkungan biotis yaitu parasit, predator dan
ketersediaan bahan makanan serta tempat berlindung (Suin, 2003)
Menurut Michael (1995) di dalam ekosistem alami populasi suatu jenis
serangga atau hewan pemakan tumbuhan tidak pernah eksplosif (meledak) karena
demikian dalam ekosistem alami serangga tidak berstatus sebagai hama. Di dalam
ekosistem pertanian faktor pengendali tersebut sudah banyak berkurang sehingga
kadang-kadang populasinya meledak dan menjadi hama. Serangga fitofag dapat
berubah status dari non hama menjadi hama atau dari hama penting menjadi
hama tidak penting karena :
1. Perubahan lingkungan atau cara budidaya
2. Perpindahan tempat
3. Perubahan pandangan manusia
4. Aplikasi insektisida yang tidak bijaksana.
Peledakan populasi dapat terjadi jika suatu spesies dimasukkan ke dalam
suatu daerah yang baru, dimana terdapat sumber-sumber yang belum dieksploitir
oleh manusia dan tidak ada interaksi negatif (misalnya predator, parasit), dimana
sebenarnya predator dan parasit memainkan peranan dalam menahan peledakan
populasi dan memang menekan laju pertumbuhan populasi
(Heddy dan Kurniaty, 1996).
Serangga Pada Tanaman Penutup Tanah Mucuna bracteata
Mucuna memiliki kandungan protein, vitamin, dan mineral untuk
kebutuhan makanan ternak dan juga manusia seperti kacang-kacangan yang lain,
Dari segi kandungan gizi, Mucuna memiliki kandungan protein sebesar 25-35%
dan memiliki kandungan lysine yang tinggi yaitu sebesar 327-412 mg g-1 N.
Selain itu, Mucuna juga memiliki kandungan sejumlah asam amino essensial dan
merupakan sumber serat pangan (dietary fiber) dan mineral. Tetapi Mucuna juga
memiliki kandungan senyawa 3,4-dihydroxy-L-phenylalanine atau L-Dopa
Menurut Henry (1949) biji Mucuna mengandung senyawa alkaloid toksik
mucunine dan mucunadine. Citroreksoko (1974) menemukan bahwa selain
senyawa alkaloid toksik terdapat pula Phitohemaglutinin dan Sianglukosida.
Walaupun kadarnya sangat rendah, senyawa-senyawa toksik ini dapat
menimbulkan keracunan. Senyawa toksin dapat diolah dengan baik yaitu dengan
perendaman dan perebusan yang disertai dengan pelepasan kulit, senyawa toksin
akan larut dalam air atau terurai (Oudhia, 2001).
Mucuna rentan terhadap kebusukan yang penyebabnya tidak dapat
diketahui dan dapat menyebabkan tanaman mati. Nematoda yang menyerang
adalah Meloidogyne spp. Serangga seperti ulat bulu (Anticarsia gemmatalis) dan
mamalia kecil yang menyerang Mucuna sangat sedikit, hal ini disebabkan karena
kandungan L-Dopa yang dimiliki oleh Mucuna. Brachyplatys spp. dapat memakan
daun kacang-kacangan (Oudhia, 2001).
Serangga yang terdapat pada tanaman penutup tanah antara lain kutu
Aphid sp., Thrips sp., kumbang Meloidae, dan tungau. Serangga tersebut terdapat pada daun tanaman penutup tanah. Kutu Aphid hidup secara berkelompok di
pucuk tanaman atau pada lembaran daun-daun muda. Kutu Aphid menyebabkan
daun menjadi keriting dan akhirnya layu. Thrips adalah serangga penghisap, daun
yang terserang tampak bercak-bercak berwarna abu-abu. Bercak abu-abu ini akan
berubah menjadi coklat tua (Yayah dan Lecoq, 2008).
Cara koleksi serangga di lapangan
Pengumpulan dengan jaring vegetasi
Jaring serangga merupakan alat yang paling banyak dan umum digunakan
udara (aerial net), jaring ayun (sweep net), dan jaring air (aquatic net). Jaring
udara digunakan untuk menangkap serangga terbang seperti kupu-kupu, lalat,
belalang, lebah, dan capung. Jaring serangga mempunyai diameter 35 cm pada
bagian depan dan panjang jaring 50 cm. Tongkat tangkai jaring biasanya
sepanjang 100 cm. Jaring ayun di gunakan untuk menangkap serangga pada
daun-daunan atau rerumputan. Pengambilan serangga dari dalam jaring di usahakan
membelakangi sinar matahari agar serangga tidak keluar dari dalam jaring. Jaring
air harus lebih kuat untuk menahan kotoran dalam air, baik kawat lingkar dan
bahan jaringnya (Suin, 2003).
Jaring-jaring penyapu umum digunakan untuk mengambil sampel
serangga vegetasi. Ini adalah cara yang sederhana dan cepat untuk pengambilan
sampel. Kekurangannya adalah bahwa hanya serangga-serangga yang tidak
terjatuh atau kabur pada saat si pengumpul mendekati vegetasi, yang dapat
ditangkap. Perubahan dalam penyebaran tegak, keadaan cuaca, siklus diel dari
pergerakan tegak, serta perubahan-perubahan dalam habitat akan mempengaruhi
penangkapan yang dilakukan dengan jaring sapu. Selanjutnya, jaring sapu tidak
dapat digunakan secara tepat guna pada vegetasi yang sangat rendah (rumput),
atau sangat tinggi (pohon muda) (Michael, 1995).
Pengumpulan dengan perangkap warna
Selain ada yang tertarik terhadap cahaya, serangga hama tertentu juga
lebih tertarik terhadap warna. Warna yang disukai serangga biasanya warna-warna
kontras seperti kuning cerah. Keunggulan dari penggunaan perangkap warna ini
adalah murah, efisien juga praktis. Namun perangkap ini hanya bisa digunakan
perangkap cahaya dimana serangga yang datang pada tanaman dialihkan
perhatiannya pada perangkap warna yang dipasang. Serangga yang tertarik
perhatiannya dengan warna tersebut akan mendekati bahkan menempel pada
warna tersebut. Bila pada obyek warna tersebut telah dilapisi semacam lem,
perekat atau getah maka serangga tersebut akan menempel dan mati
(Kusnaedi, 1999 dalam Firmansyah, 2007).
Perangkap warna akan menarik jenis serangga serangga tertentu yang
menyukai warna tertentu pula. Biasanya warna yang dipakai adalah warna kuning
dan warna yang terang seperti putih, biru, dan hijau. Bahannya berupa kertas
minyak berwarna kuning atau warna terang yang telah dioleskan dengan minyak
makan atau getah kayu dan diikatkan pada tiang-tiang yang ditempatkan pada
beberapa lokasi sekitar areal pertanaman. Semakin banyak perangkap yang
BAHAN DAN METODA
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di PT Tolan Tiga Kerasaan Estate Kabupaten
Simalungun yang mewakili perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara.
Identifikasi serangga yang tertangkap dilakukan di Laboratorium Proteksi Pusat
Penelitian Kelapa Sawit Marihat Pematang Siantar. Penelitian berlangsung dari
bulan November 2009 sampai Januari 2010.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan antara lain bambu, plat seng, plastik tranparan, cat
warna : kuning, putih, biru, dan hijau., minyak oli, formalin, alkohol 70 % serta
alat pendukung lainnya.
Alat yang digunakan adalah mikroskop, sweep net untuk menangkap
serangga, papan nama, cawan petri, tali, meter, lup, kamera, stoples, kain kasa,
botol kecil, peta kebun, alat tulis menulis, dan buku identifikasi.
Metoda Analisa Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dengan
pengambilan sampel secara diagonal. Sampel pertama ditentukan dengan
menggunakan peta, yakni mencari titik koordinat masing-masing sampel.
Selanjutnya dicari areal vegetasi yang sama, dan dari sampling pertama tersebut
diambil 4 sampling yang lain ke empat sisi Timur, Barat, Utara, dan Selatan
sejauh 100 m. Serangga-serangga yang diperoleh dari setiap penangkapan
alkohol 70%, dan selanjutnya diidentifikasi di laboratorium, kemudian dianalisis
dengan menggunakan rumus-rumus sebagai berikut :
- Frekuensi Mutlak (FM) suatu serangga :
Frekuensi mutlak menunjukkan jumlah individu serangga tertentu yang
ditemukan pada habitat yang dinyatakan secara mutlak (Suin, 1997).
- Frekuensi Relatif (FR) suatu serangga :
FR = x100%
FM FM
∑
Frekuensi relatif menunjukkan kesering hadiran suatu jenis serangga pada
habitat dan dapat menggambarkan penyebaran jenis serangga tersebut
(Suin, 1997).
- Kerapatan Mutlak (KM) suatu serangga :
Kerapatan mutlak menunjukkan jumlah serangga yang ditemukan pada
habitat yang dinyatakan secara mutlak (Suin, 1997).
(Suin, 1997).
- Kerapatan Relatif (KR) suatu serangga
KR = x100%
KM KM
∑
(Suin, 1997). n penangkapa seluruh Jumlah serangga suatu ditemukan Jumlah FM= % 100 n penangkapa setiap serangga seluruh Jumlah Total n penangkapa setiap serangga suatu FM NilaiFR= x
n Penangkapa Jumlah p tertangka yang individu Jumlah KM= % 100 n penangkapa setiap dalam individu Total n penangkapa setiap dalam suatu individu Jumlah
Indeks Keanekaragaman jenis serangga
Untuk membandingkan tinggi rendahnya keragaman jenis serangga
digunakan indeks Shanon-Weiner (H’) dengan rumus :
H’ = -∑ pi ln pi (Michael, 1995).
dimana :
pi = perbandingan jumlah individu suatu jenis dengan keseluruhan jenis
pi = ni/N
ni = jumlah individu jenis ke-i
N = jumlah total individu semua jenis
Kriteria indeks keragaman (H’) adalah :
Keragaman jenis rendah bila H = < 1 (kondisi lingkungan tidak stabil)
Keragaman jenis sedang bila H = 1-3 (Kondisi lingkungan sedang)
Keragaman jenis tinggi bila H = > 3 (Kondisi lingkungan stabil)
(Michael, 1995).
Pelaksanaan Penelitian
Survei Pendahuluan
Survei pendahuluan dilakukan ke kabupaten atau ke daerah
pengambilan sampel. Daerah yang dijadikan sampel adalah daerah
yang mempunyai lahan kelapa sawit belum menghasilkan (TBM)
tahun tanam 2007 dan tanaman menghasilkan (TM) tahun tanam 2006
Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan mengambil dan mengumpulkan
serangga yang tertangkap pada masing-masing titik sampel perangkap yang telah
ditentukan dengan menggunakan peta. Penelitian dilakukan sebanyak 3 ulangan.
Sampel serangga yang diambil imago. Penangkapan serangga dilakukan dengan
menggunakan berbagai perangkap yaitu sebagai berikut
1. Perangkap jaring (sweep net)
Perangkap ini terbuat dari kain kasa, mudah diayunkan dan serangga yang
tertangkap dapat terlihat. Lokasi pemantauan dilakukan pada areal dengan titik
sampel yang telah ditentukan, kemudian dilakukan metode pengabutan 10 x
pengayunan pada setiap titik sampling. Lokasi pengabutan sesuai dengan sistem
diagonal. Pengamatan dilakukan selama 8 kali dengan interval satu kali dalam 1
minggu. Penangkapan serangga dilakukan pada pagi hari pukul 07.00-09.00 WIB
dan sore hari pukul 16.00-18.00 WIB. Serangga yang tertangkap kemudian
dikumpulkan dan dipisahkan lalu dimasukkan ke dalam botol sampel yang
selanjutnya akan dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi.
Gambar 1. Alat Perangkap Sweep Net (Jaring Perangkap)
2. Perangkap warna
Digunakan bambu sebagai tiang dengan panjang sesuai dengan perlakuan
dan ditambah 10 cm untuk ditancapkan ke dalam tanah. Plat seng dengan ukuran
30 x 25 cm dipakukan pada ujung atas bambu, kemudian plat seng dicat timbal
balik dengan cat warna sesuai perlakuan, selanjutnya disarungkan dengan plastik
transparan yang telah diolesi minyak oli secara merata.
Perangkap dipasang pada masing-masing titik sampel yang telah
ditentukan, diletakkan sebanyak 1 buah pada setiap titik sampling. Perangkap
dipasang satu hari sebelum pengamatan. Pengamatan dilakukan selama 8 kali
[image:30.595.167.459.373.594.2]dengan interval satu kali dalam 1 minggu diambil plastik transparan.
Gambar 2: Perangkap warna Sumber : Foto Langsung
Identifikasi Serangga
Serangga yang terdapat di lapangan dibawa ke laboratorium kemudian
bentuk luar dengan bantuan loup, mikroskop stereo binokuler serta buku untuk
identifikasi antara lain Imms’ General Text Book of Entomology oleh Richards dan
Davies (1977), Hymenoptera of The World : An Identification Guide to Families
oleh Goulet dan Huber (1993), Identifikasi dilaksanakan sampai pada tingkat
famili. Apabila sudah diketahui famili serangga maka akan dikelompokkan
berdasarkan status serangga.
Koleksi Serangga
Serangga-serangga yang telah diidentifikasi, kemudian dikoleksi basah
dalam campuran alkohol dan formalin untuk serangga-serangga yang berukuran
kecil, sedangkan serangga koleksi kering untuk imago serangga-serangga yang
berukuran besar.
Adapun cara untuk dapat membuat koleksi adalah sebagai berikut :
1. Koleksi kering
Koleksi kering dibuat untuk serangga-serangga yang berukuran besar.
Adapun cara yang digunakan untuk membuat koleksi kering, yaitu :
• Dikumpulkan serangga yang tertangkap ke dalam toples
• Ditutup rapat dan dibiarkan sampai serangga tersebut lemas.
• Diambil formalin dan disuntikkan ke bagian abdomen serangga yang telah
lemas
• Diletakkan di media koleksi
• Diatur letak tungkainya sayapnya bagi serangga yang dapat terbang.
• Diberi pelekat pada serangga ke media koleksi.
• Diberi label keterangan morfologi pada media koleksi
Koleksi basah dibuat untuk serangga-serangga yang berukuran kecil.
Adapun cara yang digunakan untuk membuat koleksi basah, yaitu :
• Disediakan botol koleksi yang transparan.
• Dimasukkan formalin, alkohol dan air bersih dengan perbandingan 1:3:10
• Dimasukkan serangga yang berukuran kecil ke dalam botol koleksi sesuai
dengan ciri morfologinya masing-masing
• Diberi label keterangan pada media koleksi.
Peubah Amatan
1. Jumlah serangga yang tertangkap baik yang berstatus hama, musuh alami
maupun serangga penyerbuk.
2. Nilai frekuensi mutlak, frekuensi relatif, kerapatan mutlak, kerapatan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jumlah Serangga Yang Tertangkap Pada Areal Tanaman Kelapa Sawit
Belum Menghasilkan (TBM)
Pengamatan terhadap jumlah serangga yang tertangkap pada areal
Tanaman Kelapa Sawit Belum Menghasilkan (TBM) dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah serangga yang tertangkap pada areal tanaman kelapa sawit belum menghasilkan (TBM)
SERANGGA Pengamatan
KM KR % FM FR % Ordo Famili Status 1 2 3 4 5 6 7 8
COLEOPTERA : Chrysomelidae Hama 16 26 17 27 16 24 25 20 171 18.367 8 6.061 Curculionidae Hama 2 5 6 1 7 3 24 2.578 6 4.545 Coccinellidae Predator 2 2 2 5 5 6 22 2.363 6 4.545
Spharaeriidae
Tidak
diketahui 10 22 23 12 21 15 16 119 12.782 7 5.303
HEMIPTERA :
Alydidae Hama 9 5 3 4 7 7 5 40 4.296 7 5.303 Coreidae Hama 2 1 2 5 0.537 3 2.273
Lygaeidae
Tidak
diketahui 2 5 4 4 3 2 20 2.148 6 4.545 Pentatomidae Predator 6 6 3 3 4 3 6 31 3.330 7 5.303 Reduviidae Predator 1 2 2 2 7 0.752 4 3.030
HOMOPTERA :
Aetalionidae
Tidak
diketahui 13 13 9 9 5 13 8 70 7.519 7 5.303 Dictyopharidae Hama 4 4 4 3 3 4 22 2.363 6 4.545 Cicadellidae Hama 13 14 7 10 6 15 16 8 89 9.560 8 6.061 Membracidae Hama 7 10 14 10 13 18 12 84 9.023 7 5.303
HYMENOPTERA:
Formicidae Predator 6 7 4 8 5 7 8 8 53 5.693 8 6.061 Ichneumonidae Parasitoid 3 2 2 2 2 11 1.182 5 3.788
LEPIDOPTERA :
Hesperidae
Tidak
diketahui 1 1 2 4 0.430 3 2.273 Psychidae Hama 7 8 2 1 4 5 2 4 33 3.545 8 6.061
ORTHOPTERA :
Acridiidae Hama 7 6 8 10 9 9 8 57 6.122 7 5.303 Gryllidae Hama 2 3 2 2 3 12 1.289 5 3.788
Polyphagidae
Tidak
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa selama pengamatan, jumlah
serangga yang tertangkap dengan menggunakan berbagai jenis perangkap pada
areal Tanaman Kelapa Sawit Belum Menghasilkan (TBM) adalah sebanyak 6
ordo, yang terdiri dari 21 famili dengan jumlah populasi serangga sebanyak 931
ekor.
Tabel 1 menunjukkan perbedaan jumlah populasi serangga yang berbeda
setiap minggunya, populasi yang tertinggi pada pengamatan minggu ke- VII (139
ekor) dan terendah pada pengamatan minggu ke- V (93 ekor). Banyaknya jenis
serangga merugikan tertinggi selama delapan minggu pengamatan terdapat pada
famili Chrysomelidae dan Psychidae sebanyak 8. Banyaknya jenis serangga
predator tertinggi selama delapan minggu pengamatan terdapat pada famili
Formicidae sebanyak 8, sedangkan jenis serangga parasitoid tertinggi terdapat
pada famili Ichneumonidae sebanyak 5. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah jenis
serangga yang merugikan tinggi. Sementara itu jumlah serangga predator dan
parasitoid rendah. Ini menunjukkan bahwa adanya campur tangan manusia dalam
praktek budidaya guna mendapatkan hasil yang maksimal. Mengakibatkan
populasi serangga parasitoid dan predator berkurang. Menurut Altieri dan Nichols
(2004) dalam Mudjiono dkk (2007) menyatakan bahwa ekosistem dan praktek
budidaya akan berpengaruh terhadap tingkat keanekaragaman pengendali alami
dan kelimpahan serangga hama, yang memiliki arti dalam meningkatkan
Keanekaragaman Jenis Serangga Yang Tertangkap Pada Areal Tanaman
Kelapa Sawit Belum Menghasilkan (TBM)
Selama pengamatan delapan minggu diperoleh jenis serangga (tingkat
famili atau spesies), masing-masing dengan nilai fungsi KM, KR, FM, FR,dan H’
(Indeks keanekaragaman) pada masing-masing pengamatan.
Kerapatan Relatif (KR)
Nilai KR (tingkat kepadatan) (Histogram 2), tertinggi pada famili
Chrysomelidae dengan tingkat kepadatan tertinggi dibandingkan dengan serangga
jenis lainnya, dengan nilai tertinggi pada pengamatan ke- IV sebesar 21.77, dan
terendah pada pengamatan ke- I sebesar 13.91. Hal ini sesuai juga dengan hasil
yang terdapat pada Lampiran 1 yang menunjukkan bahwa populasi tangkapan
Chrysomelidae tertinggi ada pada pengamatan ke- IV. Hal ini dikarenakan selama
pengamatan delapan minggu jumlah populasi tangkapan predator dan parasitoid
sangat rendah sehingga populasi jenis serangga yang merugikan (hama)
meningkat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Michael (1995), bahwa faktor
lingkungan biotik bagi organisme adalah organisme lain juga terdapat di
habitatnya. Pada komunitas jenis-jenis organisme saling berinteraksi satu dengan
yang lainnya. Interaksi itu dapat berupa predasi, parasitisme, kompetisi, dan
penyakit. Hubungan antar jenis organisme di komunitasnya akan menentukan
kepadatan populasi masing-masing organisme di habitatnya. Pemangsa akan
menyebabkan rendahnya kepadatan populasi mangsanya, sedangkan mangsa
Frekwensi Relatif (FR)
Nilai FR (Histogram 4), nilai tertinggi terdapat pada famili Chrysomelidae,
dengan nilai tertinggi pada pengamatan ke- V sebesar 16.67 dan terendah pada
pengamatan ke- I yaitu sebesar 10.53. Selain Chrysomelidae terdapat juga jenis
serangga lain dengan tingkat penyebaran yang tinggi yaitu Membracidae pada
pengamatan ke- V sebesar 16.67. Hal ini menunjukkan areal ini didominasi oleh
Chrysomelidae dan Membracidae dengan jumlah populasi serangga berubah-ubah
pada setiap pengamatan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Untung (1996), bahwa
populasi setiap organisme pada ekosistem tidak pernah sama dari waktu ke waktu
lainnya, tetapi naik turun. Demikian pula ekosistem yang terbentuk dari populasi
serta lingkungan fisiknya senantiasa berubah dan bertumbuh sepanjang waktu.
Indeks Keanekaragaman (H’)
Nilai keanekaragaman serangga dapat dilihat pada Histogram 5, nilai
indeks keanekaragaman berubah-ubah setiap minggunya, dengan nilai yang
tertinggi terdapat pada pengamatan ke- I sebesar 2.558 dan terendah pada
pengamatan ke- VIII sebesar 2.331. Apabila dikaitkan dengan kriteria nilai indeks
keanekaragaman jenis oleh (Michael, 1995), dapat disimpulkan bahwa indeks
keanekaragaman serangga pada tanaman penutup tanah Mucuna bracteata pada
areal tanaman belum menghasilkan adalah sedang. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Krebs (1978 dalam Untung, 1996), bahwa faktor yang menentukan
derajat naik turunnya keragaman jenis yaitu : waktu, heterogenitas ruang,
Hasil juga diketahui terdapat 21 jenis serangga yang tertangkap, terdiri
atas 11 jenis hama, predator: 4 jenis, parasitoid: 1 jenis, dan tidak diketahui: 5
jenis.
Berikut ini merupakan histogram untuk nilai KM, KR, FM, FR, dan H’
(indeks keanekaragaman) untuk masing-masing famili serangga yang
Histogram 1. Grafik nilai KM (Kerapatan Mutlak) untuk setiap jenis serangga pada pengamatan I-VIII
Nilai KM untuk setiap jenis serangga
0 5 10 15 20 25 30
I II III IV V VI VII VIII
Pengamatan N il a i K M Chrysomelidae Curculionidae Coccinellidae Spharaeriidae Alydidae Coreidae Lygaeidae Pentatomidae Reduviidae Aetalionidae Dictyopharidae Cicadellidae Membracidae
Histogram 2. Grafik nilai KR (Kerapatan Mutlak) untuk setiap jenis serangga pada pengamatan I-VIII
Nilai KR untuk setiap jenis serangga
0 5 10 15 20 25
I II III IV V VI VII VIII
Histogram 3. Grafik nilai FM (Kerapatan Mutlak) untuk setiap jenis serangga pada pengamatan I-VIII
Nilai FM untuk setiap jenis serangga
0 1 2 3 4 5 6
I II III IV V VI VII VIII
Pengamatan N il a i F M Chrysomelidae Curculionidae Coccinellidae Spharaeriidae Alydidae Coreidae Lygaeidae Pentatomidae Reduviidae Aetalionidae Dictyopharidae Cicadellidae Membracidae
Histogram 4. Grafik nilai FR (Kerapatan Mutlak) untuk setiap jenis serangga pada pengamatan I-VIII
Nilai FR untuk setiap jenis serangga
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18
I II III IV V VI VII VIII
Histogram 5. Grafik nilai H’ (Keragaman jenis) untuk setiap jenis serangga pada pengamatan I-VIII
Nilai H' untuk setiap jenis serangga
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35
I II III IV V VI VII VIII H'
Pengamatan
N
il
a
i
H
'
Jumlah Serangga Yang Tertangkap Pada Areal Tanaman Kelapa Sawit
Menghasilkan (TM)
Pengamatan terhadap jumlah serangga yang tertangkap pada areal
Tanaman Kelapa Sawit Menghasilkan (TM) dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Jumlah Serangga Yang Tertangkap Pada Areal Tanaman Kelapa Sawit Menghasilkan (TM)
SERANGGA Pengamatan
KM KR % FM (%) FR Ordo Famili Status 1 2 3 4 5 6 7 8
COLEOPTERA :
Chrysomelidae Hama 19 21 23 19 21 23 26 21 173 17.64 8 6.779 Curculionidae Hama 2 3 6 1 4 3 19 1.936 6 5.084 Cucujidae Predator 1 2 3 0.306 2 1.694 Coccinellidae Predator 3 3 9 6 3 24 2.446 5 4.237
Spharaeriidae
Tidak
diketahui 12 22 13 6 18 11 17 16 115 11.72 8 6.779 HEMIPTERA :
Alydidae Hama 4 6 5 6 4 3 5 33 3.363 7 5.932
Lygaeidae
Tidak
diketahui 2 2 6 3 6 7 6 32 3.261 7 5.932 Pentatomidae Predator 2 3 4 5 6 20 2.038 5 4.237 Reduviidae Predator 2 2 2 2 8 0.815 4 3.389
HOMOPTERA : Aetalionidae
Tidak
diketahui 6 16 12 12 5 9 11 13 84 8.562 8 6.779 Dictyopharidae Hama 3 2 3 8 0.815 3 2.542 Cicadellidae Hama 9 23 15 15 9 8 16 10 105 10.7 8 6.779 Membracidae Hama 12 16 10 10 15 12 22 15 112 11.42 8 6.779
HYMENOPTERA
: Braconidae Parasitoid 5 5 0.509 1 0.847 Formicidae Predator 10 8 6 4 9 13 14 13 77 7.849 8 6.779 LEPIDOPTERA :
Psychidae Hama 3 4 7 6 6 4 30 3.058 6 5.084 ORTHOPTERA :
Acridiidae Hama 9 7 6 4 9 7 15 10 67 6.829 8 6.779 Mantidae Predator 2 3 3 8 0.815 3 2.542
Polyphagidae
Tidak
diketahui 4 5 5 4 6 2 26 2.65 6 5.084 Tettigonidae Hama 4 7 3 4 5 6 3 32 3.261 7 5.932 Total 96 145 122 103 117 116 153 129 981 100 118 100
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa selama pengamatan, jumlah
serangga yang tertangkap dengan menggunakan berbagai jenis perangkap pada
areal Tanaman Kelapa Sawit Menghasilkan (TM) adalah sebanyak 6 ordo, yang
[image:41.595.115.572.234.617.2]Tabel 2 menunjukkan perbedaan jumlah populasi serangga yang berbeda
setiap minggunya, populasi yang tertinggi pada pengamatan minggu ke- VII (153
ekor) dan terendah pada pengamatan minggu ke- I (96 ekor). Banyaknya jenis
serangga merugikan tertinggi selama delapan minggu pengamatan terdapat pada
famili Chrysomelidae, Cicadellidae, Membracidae, dan Acridiidae sebanyak 8.
Banyaknya jenis serangga predator tertinggi selama delapan minggu pengamatan
terdapat pada famili Formicidae sebanyak 8, terendah terdapat pada famili
Cucujidae sebanyak 2, sedangkan jenis serangga parasitoid tertinggi terdapat pada
famili Braconidae sebanyak 1. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah jenis serangga
yang merugikan tinggi. Sementara itu jumlah serangga predator dan parasitoid
rendah. Ini menunjukkan bahwa adanya campur tangan manusia dalam praktek
budidaya guna mendapatkan hasil yang maksimal. Mengakibatkan populasi
serangga parasitoid dan predator berkurang. Menurut Altieri dan Nichols (2004)
dalam Mudjiono dkk (2007) menyatakan bahwa ekosistem dan praktek budidaya
akan berpengaruh terhadap tingkat keanekaragaman pengendali alami dan
kelimpahan serangga hama, yang memiliki arti dalam meningkatkan kesetabilan
dan keberlanjutan ekosistem.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa populasi serangga pada
tanaman menghasilkan lebih tinggi dari pada populasi serangga pada tanaman
belum menghasilkan (Tabel 1 dan 2), dikarenakan pada tanaman menghasilkan
pertumbuhan Mucuna bracteata sudah berkurang dan terdapat berbagai jenis
gulma yang merugikan dimana serangga menggunakan gulma tersebut sebagai
dengan pernyataan Krebs (1978) semakin heterogen suatu lingkungan fisik
semakin kompleks komunitas flora dan fauna disuatu tempat.
Keanekaragaman Jenis Serangga Yang Tertangkap Pada Areal Tanaman
Kelapa Sawit Menghasilkan (TM)
Selama pengamatan delapan minggu diperoleh jenis serangga (tingkat
famili atau spesies), masing-masing dengan nilai fungsi KM, KR, FM, FR,dan H’
(Indeks keanekaragaman) pada masing-masing pengamatan.
Kerapatan Relatif (KR)
Nilai KR (Histogram 7), nilai tertinggi terdapat pada famili
Chrysomelidae, dengan nilai tertinggi pada pengamatan ke- VI sebesar 19.83 dan
terendah pada pengamatan ke- II yaitu sebesar 14.48. Hal ini sesuai juga dengan
hasil yang terdapat pada Lampiran 6 yang menunjukkan bahwa populasi
tangkapan Chrysomelidae tertinggi ada pada pengamatan ke- VII. Hal ini
disebabkan karena adanya campur tangan manusia dalam praktek budidaya guna
mendapatkan hasil yang maksimal. Mengakibatkan serangga parasitoid dan
predator terbunuh. Menurut Altieri dan Nichols (2004) dalam Mudjiono dkk
(2007) menyatakan bahwa ekosistem dan praktek budidaya akan berpengaruh
terhadap tingkat keanekaragaman pengendali alami dan kelimpahan serangga
hama, yang memiliki arti dalam meningkatkan kesetabilan dan keberlanjutan
ekosistem.
Frekwensi Relatif (FR
Nilai FR (tingkat kepadatan) (Histogram 9), tertinggi pada famili
jenis lainnya, dengan nilai tertinggi pada pengamatan ke- I sebesar 19.23, dan
terendah pada pengamatan ke- VII sebesar 9.09. Dari data pada Lampiran 1 dan 6
dapat diketahui bahwa serangga yang paling banyak ditemukan adalah dari ordo
Coleoptera (Chrysomelidae), sedangkan bila dilihat dari statusnya diketahui
bahwa serangga tergolong serangga merugikan (hama). Serangga ini dikatakan
merugikan karena menyerang daun tanaman. Gejala serangan daun yang terserang
[image:44.595.188.436.277.463.2]berat, pada permukaan daun tampak epidermis daun .
Gambar : Gejala serangan Chrysomelidae Sumber: Foto langsung
Indeks Keanekaragaman (H’)
Nilai keanekaragaman serangga dapat dilihat pada Histogram 10, nilai
indeks keanekaragaman berubah-ubah setiap minggunya, dengan nilai yang
tertinggi terdapat pada pengamatan ke- III sebesar 2.546 dan terendah pada
pengamatan ke- I sebesar 2.360 . Apabila dikaitkan dengan kriteria nilai indeks
keanekaragaman jenis oleh Michael (1995), dapat disimpulkan bahwa indeks
keanekaragaman serangga pada tanaman penutup tanah Mucuna bracteata pada
Hasil juga diketahui terdapat 20 jenis serangga yang tertangkap, terdiri
atas 9 jenis hama, predator: 6 jenis, parasitoid: 1 jenis, dan tidak diketahui: 4 jenis.
Berikut ini merupakan histogram untuk nilai KM, KR, FM, FR, dan H’
(indeks keanekaragaman) untuk masing-masing famili serangga yang
Histogram 6. Grafik nilai KM (Kerapatan Mutlak) untuk setiap jenis serangga pada pengamatan I-VIII
Nilai KM untuk setiap jenis serangga
0 5 10 15 20 25 30
I II III IV V VI VII VIII
Pengamatan
N
il
ai
K
M
Hama Hama Predator Predator Tidak diketahui Hama Tidak diketahui Predator Predator Tidak diketahui Hama Hama HamaHistogram 7. Grafik nilai KR (Kerapatan Relatif) untuk setiap jenis serangga pada pengamatan I-VIII
Nilai KR untuk setiap jenis serangga
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
I
II
III IV V VI VII VIII
Histogram 8. Grafik nilai FM (Frekwensi Mutlak) untuk setiap jenis serangga pada pengamatan I-VIII
Nilai FM untuk setiap jenis serangga
0 1 2 3 4 5 6
I II III IV V VI VII VIII
Pengamatan N il a i F M Chrysomelidae Curculionidae Cucujidae Coccinellidae Spharaeriidae Alydidae Lygaeidae Pentatomidae Reduviidae Aetalionidae Dictyopharidae Cicadellidae Membracidae
Histogram 9. Grafik nilai FR (Frekwensi Relatif) untuk setiap jenis serangga pada pengamatan I-VIII
Nilai FR untuk setiap jenis serangga
0 5 10 15 20 25
I II III IV V VI VII VIII
Nilai Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Masing-Masing Lokasi.
Indeks keanekaragaman jenis serangga pada masing-masing lokasi dapat
[image:49.595.112.507.196.309.2]dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Indeks Keanekaragam Jenis Serangga Pada Masing-Masing Lokasi
No Lokasi Indeks Keanekaragaman Jenis Keterangan
1 Tanaman sawit belum
menghasilkan (TBM) 2.558 Sedang
2 Tanaman sawit
menghasilkan (TM) 2.546 Sedang
Dari data indeks keanekaragaman pada areal tanaman sawit belum
menghasilkan (TBM) dan tanaman sawit menghasilkan (TM) tergolong sedang.
Hal ini disebabkan jenis tanaman yang diusahakan secara monokultur dalam areal
yang sangat luas serta penggunaan pestisida sebagai tindakan pengendalian yang
menyebabkan terjadinya modifikasi pada keberadaan habitat serangga. Hal ini
sesuai dengan Michael (1995) yang menyatakan suatu spesies hama
mengkolonisasi daerah geografis yang baru tanpa diikuti oleh perkembangan
musuh alami, musuh alami terbunuh oleh aplikasi pestisida, atau habitat yang
ditempati oleh hama dan musuh alami dimodifikasi sehingga sangat sesuai untuk
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Chrysomelidae merupakan serangga dengan tingkat kepadatan tertinggi
dibandingkan dengan serangga jenis lainnya.
2. Pada areal Tanaman Sawit Belum Menghasilkan (TBM) diperoleh Nilai
Kerapatan Relatif (KR) tertinggi sebesar 18.367 % dari famili
Chrysomelidae sedangkan yang terendah sebesar 0.430 % dari famili
Hesperidae
3. Pada areal Tanaman Sawit Menghasilkan (TM) diperoleh Nilai Kerapatan
Relatif (KR) tertinggi adalah Chrysomelidae sebesar 17.635 %, sedangkan
yang terendah adalah Cucujidae sebesar 0.30581%.
4. Nilai indeks keanekaragaman jenis serangga (H’) pada areal Tanaman
Sawit Belum Menghasilkan (TBM) tertinggi pada minggu ke- I sebesar
2.558, sehingga dikategorikan ke dalam keanekaragaman jenis serangga
yang sedang.
5. Nilai indeks keanekaragaman jenis serangga (H’) pada areal Tanaman
Sawit Menghasilkan (TM) tertinggi pada minggu ke- III sebesar 2.546
sehingga dikategorikan ke dalam keanekaragaman jenis serangga yang
sedang.
Saran
Perlu dilakukan penelitian tentang berbagai jenis serangga nocturnal yang
DAFTAR PUSTAKA
Duke, J. A., 1983. Handbook of Legumes of World Economic Importance. Plenum press, New York and London.
Firmansyah, E., 2008. Mengurangi Populasi Hama Serangga Tanpa Merusak
Lingkungan. Diunduh dari
–deptan.go.id/publikasi/wr281684.pdf.(3 maret 2009).
Goulet, H and J. T. Huber, 1993. Hymenoptera of The World: An Identification Guideto Families. Centre for Land and Biological Resources Research Ottawa, Ontorio.
Harahap dan I. Y. Subroto. 2002. Penggunaan kacangan penutup tanah Mucuna bracteata pada pertanaman kelapa sawit. Warta Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan : Pusat Penelitian Kelapa Sawit 10 (1):1-6.
Harian Umum suara Pembaruan, 1995. Serangga di Indonesia. Diunduh dari
http//
Heddy, S dan M, Kurniaty. 1996. Prinsip-Prinsip Dasar Ekologi. PT. Raja Grafindo, Jakarta. Hal 37-42.
Krebs, 1978. Ecology. The Experimental Analysis of Distribution and Abudance. Third Edition. Harper and Row Publisher, New York.
Soemarno, 2007. Globalisasi dan Agroekosistem Organik. Agritop 11(3):23-25.
Michael, P, 1995. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Lapangan dan Laboratorium. Terjemahan Yanti R. Koester. UI-Press, Jakarta. Hal 98-122.
Maskuddin, 1988. Pengaruh Inokulasi dan Jenis leguminosa Terhadap Pertumbuhan dan Produkasi Kelapa sawit. Buletin Perkebunan Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan. 11 (1): 3-8.
Mudjiono, G., Rasminah.,T., S.,dan Yogi Sugito, 2007. Keanekaragaman Hayati.
Diunduhdar
Oka, I.N., 1995. Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di Indonesia. UGM-Press, Yogyakarta.
Putra, N.S., 1994. Serangga Di Sekitar Kita. Kanisius, Yogyakarta
Richads, O. W and R. G. Davies., 1977. Imms General Textbook of Entomology.
Tenth edition. John Wiley and Sons, New york.
Risza, S. 1995. Kelapa Sawit Upaya Peningkatan Produktivitas. Kanisius, Yogyakarta.
Skerman, P., J., 1977. Tropical Forage Legumes. Food and Agriculture Organization of The United Nations, Rome.
Suin, M.I., 1997. Metoda Ekologi. Universitas Andalas, Padang.
_________,2003. Ekologi Populasi. Universitas Andalas, Padang
Untung, K., 2001. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. UGM-Press, Yogyakarta.
Gambar Serangga yang Tertangkap
Hymenoptera : Scolebytidae HymenopteraBraconidae
Hymenoptera : Ichneumonidae Hymenoptera:Ichneumonidae
Acarina
Lepidoptera Hesperiidae
Coleoptera : Spharaediidae Coleoptera : Alticinae
Homoptera : Cicadellidae Homoptera : Membracidae