PENGGUNAAN DEMINERALIZED FREEZE-DRIED
BONE ALLOGRAFT (DFDBA) PADA AUGMENTASI
LINGGIR ALVEOLAR
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi
syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh :
YULIA TIRTAYANTI NIM : 070600029
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial
Tahun 2011
Yulia Tirtayanti
Penggunaan Demineralized Freeze-Dried Bone Allograft (DFDBA) pada Augmentasi Linggir Alveolar
xi + 34 halaman
Setelah ekstraksi gigi, linggir alveolar umumnya akan mengalami penurunan
volume dan perubahan morfologi khususnya pada tahun pertama setelah kehilangan
gigi. Sebagai akibat dari fenomena tersebut, jaringan keras yang tersisa mungkin
tidak adekuat untuk mendukung dental implan.
Untuk menghindari masalah tersebut dan memungkinkan dokter gigi untuk
mengembalikan fungsi alami gigi dan estetis secara akurat, berbagai teknik telah
dikembangkan, salah satunya yaitu dengan augmentasi linggir alveolar. Prosedur
augmentasi linggir alveolar dirancang untuk memperluas linggir sebelum penempatan
implan. Augmentasi linggir alveolar telah dilakukan dengan menggunakan berbagai
teknik dan material yang berbeda. Material yang digunakan dalam augmentasi linggir
alveolar antara lain autograf, alograf, xenograf, bahan pengganti tulang sintetis
(aloplastik), bahan osteoaktif dan membran resorbable atau nonresorbable.
Demineralized Freeze-Dried Bone Allograft (DFDBA) merupakan bahan
keamanan dan kemampuan osteokonduktivitas osteoinduktivitasnya. Demineralized
Freeze-Dried Bone Allograft (DFDBA) dipercaya menginduksi pembentukan tulang
yang baru karena pengaruh protein penginduksi tulang yang disebut Bone
Morphogenetic Protein (BMP) yang timbul karena proses demineralisasi. Oleh
karena itu DFDBA dianggap bersifat osteoinduksi.
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan
di hadapan tim penguji skripsi
Medan, 19 Januari 2011
Pembimbing : Tanda tangan
NIP: 19491016 197903 1001
TIM PENGUJI SKRIPSI
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji
pada tanggal 19 Januari 2011
TIM PENGUJI
KETUA : Indra Basar Siregar, drg., M.Kes
ANGGOTA : 1. Shaukat Oesmani Hasbi, drg., Sp.BM
2. Abdullah, drg
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidayahnya sehingga skripsi ini telah selesai disusun sebagai salah satu syarat
untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan skripsi ini penulis telah banyak mendapat bimbingan dan
pengarahan serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Eddy Anwar Ketaren, drg., Sp.BM. selaku Ketua Departemen Bedah Mulut
dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
2. Shaukat Oesmani Hasbi, drg., Sp.BM selaku dosen pembimbing skripsi
yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membimbing penulis
sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
3. Erna Sulistyawati, drg., Sp.Ort. selaku dosen pembimbing akademik yang
telah membimbing dan mengarahkan penulis selama menjalani pendidikan di
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
4. Seluruh staf pengajar dan pegawai Departemen Ilmu Bedah Mulut Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan saran dan
5. Teristimewa penulis sampaikan kepada ayahanda H. Yusli dan ibunda Hj.
Dardanilla yang telah memberikan kasih sayang, didikan, do’a dan dukungan baik
moril maupun materil kepada penulis dalam menuntut ilmu.
6. Kakak tersayang Eka, Afif, Rizki, Satya, Mirza, Yana, Rini, Syamsir,
Izmar dan adik Tia yang telah memberikan dukungan kepada penulis dan selalu
menemani dan memotivasi penulis.
7. Teman-teman terbaik penulis Febby, Elin, Rena, Uwi, Ade, Emil, Sinta,
Febri, Rani, Evi, Adel, Yua, Muklis dan kakak Wulan yang telah memberikan
dukungan dan pikirannya dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Teman-teman penulis terutama stambuk 2007 yang tidak dapat disebutkan
satu persatu, atas segala kebersamaan yang telah kita lewati.
Penulis menyadari kelemahan dan keterbatasan ilmu yang penulis miliki
menjadikan skripsi ini kurang sempurna, tetapi penulis mengharapkan penulisan
skripsi ini dapat menambah pengetahuan, memberikan sumbangan pikiran yang
berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu dan masyarakat.
Medan, Januari 2011
Penulis
( Yulia Tirtayanti )
DAFTAR ISI
BAB 2 AUGMENTASI LINGGIR ALVEOLAR 2.1. Definisi……… 3
2.2. Proses resorpsi linggir alveolar………... 6
BAB 3 JENIS-JENIS BAHAN CANGKOK TULANG 3.1 Autograf………...……….. 11
3.2 Alograf……… 12
3.2.1 Freeze-Dried Bone Allograft (FDBA)……….. . 13
3.2.2 Demineralized Freeze-Dried Bone Allograft (DFDBA). ……... 13
3.2.2.1 Definisi……… 13
3.2.2.3 Keuntungan………... 17
3.2.2.4 Kombinasi DFDBA degan bahan lainnya………….. 18
3.3 Xenograf………... 20
3.4 Aloplastik……….. 20
BAB 4 TEKNIK PERAWATAN 4.1 Pemeriksaan praoperasi……… 22
4.1.1 Pemeriksaan Umum……….. 22
4.1.2 Pemeriksaan klinis……… 23
4.2 Prosedur operasi……… 24
4.3 Perawatan pascaoperasi………..……….. 27
4.4 Komplikasi……… 28
4.4.1 Perdarahan……… 28
4.4.2 Peradangan………... 29
4.4.3 Rasa sakit……….. 29
BAB 5 KESIMPULAN………. 30
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1 DFDBA untuk tulang kortikal menurut ukuran partikel (Oragraft®). … 16
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2 Crestal split technique untuk penempatan implan pada gigi anterior
maksila... 4
5 Penurunan tinggi linggir alveolar setelah ekstraksi dari kaninus dan premolar satu kiri bawah... 10
7 Tulang kortikal yang diambil dari dagu... 13
8 blok tulang autogenous pada daerah retromolar ... 13
9 Kemasaan DFDBA dalam bentuk bubuk dan batang (Regenaform®)... 17
10 DFDBA dalam bentuk partikel (OralifeTM)... 18
11 Kemasan DFDBA dalam bentuk jarum suntik dan pasta (Regenafil®) ... 18
12 Membran kolagen resorbable………... 19
13 Hidroksiapatit... 22
14(a) Linggir alveolar mandibula pada regio posterior yang akan diaugmentasi... 26
15(a) Kehilangan gigi multipel gigi anterior mandibula... 27
(b) Insisi crest alveolar dengan pembukaan vertikal... 27
(c) Perforasi kortikal……….... 27
(d) Adaptasi bahan graf pada sisi yang akan diaugmentasi... 27
(e) Membrane collagen resorbable untuk menstabilkan bahan graf... 27
(f) Penjahitan primer dengan jahitan tilam terputus (mattress and
interrupted sutures)... 27
16 Linggir alveolar mandibula regio posterior 6 bulan pasca operasi ... 28
17 (a) Sisi graf setelah 6 bulan pascaoperasi………. 29
(b) Linggir siap untuk dipasang implan... 29
(c) Gambaran radiografik diambil 2 bulan pasca penempatan implan... 29
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial
Tahun 2011
Yulia Tirtayanti
Penggunaan Demineralized Freeze-Dried Bone Allograft (DFDBA) pada Augmentasi Linggir Alveolar
xi + 34 halaman
Setelah ekstraksi gigi, linggir alveolar umumnya akan mengalami penurunan
volume dan perubahan morfologi khususnya pada tahun pertama setelah kehilangan
gigi. Sebagai akibat dari fenomena tersebut, jaringan keras yang tersisa mungkin
tidak adekuat untuk mendukung dental implan.
Untuk menghindari masalah tersebut dan memungkinkan dokter gigi untuk
mengembalikan fungsi alami gigi dan estetis secara akurat, berbagai teknik telah
dikembangkan, salah satunya yaitu dengan augmentasi linggir alveolar. Prosedur
augmentasi linggir alveolar dirancang untuk memperluas linggir sebelum penempatan
implan. Augmentasi linggir alveolar telah dilakukan dengan menggunakan berbagai
teknik dan material yang berbeda. Material yang digunakan dalam augmentasi linggir
alveolar antara lain autograf, alograf, xenograf, bahan pengganti tulang sintetis
(aloplastik), bahan osteoaktif dan membran resorbable atau nonresorbable.
Demineralized Freeze-Dried Bone Allograft (DFDBA) merupakan bahan
keamanan dan kemampuan osteokonduktivitas osteoinduktivitasnya. Demineralized
Freeze-Dried Bone Allograft (DFDBA) dipercaya menginduksi pembentukan tulang
yang baru karena pengaruh protein penginduksi tulang yang disebut Bone
Morphogenetic Protein (BMP) yang timbul karena proses demineralisasi. Oleh
karena itu DFDBA dianggap bersifat osteoinduksi.
BAB 1 PENDAHULUAN
Resorpsi tulang alveolar merupakan fenomena yang umum terjadi khususnya
pada tahun pertama setelah kehilangan gigi. Trauma, anomali perkembangan dan
proses patologis ( akut dan kronis ) juga dapat menyebabkan resorpsi tulang. Sebagai
akibat dari fenomena tersebut, jaringan keras yang tersisa mungkin tidak adekuat
untuk mendukung dental implan. Jika implan ditempatkan pada tulang yang kurang
memadai, pemulihan implan secara defenitif juga tidak memadai.1,4.
Untuk menghindari masalah tersebut dan memungkinkan dokter gigi untuk
mengembalikan fungsi alami gigi dan estetis secara akurat, berbagai teknik telah
dikembangkan, salah satunya yaitu dengan augmentasi linggir alveolar.1 Augmentasi
linggir alveolar merupakan perawatan yang paling dapat diprediksi untuk
menciptakan kontur tulang yang memadai untuk penempatan implan.2, 12 Prosedur
augmentasi linggir alveolar dirancang untuk memperluas linggir sebelum penempatan
implan. Berbagai prosedur pencangkokan telah dilakukan untuk mencangkok linggir
yang edentulous, termasuk alograf, autograf atau xenograf dengan atau tanpa titanium
yang diperkuat membran, ridge-split, distraksi osteogenesis, atau blok tulang
alograf.3
Terapi dengan menggunakan cangkok tulang telah menjadi bagian yang
integral dalam bidang kedokteran gigi.5 Walaupun bahan autograf dianggap sebagai
kelemahan, terutama disebabkan karena autograf membutuhkan daerah operasi kedua
untuk pengambilan tulang sehingga dapat menyebabkan morbiditas.1,2,11 Karena
keterbatasan tersebut, bahan alograf digunakan sebagai alternatif.6 Alograf diambil
dari seseorang untuk ditransplantasikan kepada orang lain.1,2,6,7 Bahan alograf telah
digunakan dalam terapi jaringan periodontal sejak tiga dekade yang lalu. Alograf
umumnya digunakan dalam dua bentuk, yaitu Freeze Dried Bone Allograft (FDBA)
dan Demineralized Freeze Dried Bone Allograft (DFDBA).7
Tujuan penulisan ini adalah untuk menjelaskan hal - hal yang perlu diketahui
oleh seorang dokter gigi mengenai penggunaan bahan DFDBA sebagai bahan
cangkok tulang pada augmentasi linggir alveolar.
Manfaat penulisan ini adalah untuk menambah pengetahuan dan wawasan
dokter gigi dan mahasiswa kedokteran gigi mengenai prosedur operasi pada
augmentasi linggir alveolar dengan menggunakan bahan DFDBA pada pasien yang
mengalami resorpsi linggir alveolar sehingga nantinya dapat memberikan perawatan
dental yang profesional dan dengan pedoman yang jelas.
Penulisan ini akan membahas tentang definisi, proses resorpsi linggir alveolar,
jenis dan bentuk sediaan DFDBA, prosedur operasi serta perawatan pascaoperasi
BAB 2
AUGMENTASI LINGGIR ALVEOLAR
Setelah ekstraksi gigi, linggir alveolar umumnya akan mengalami penurunan
tinggi dan perubahan morfologi. Dalam jangka panjang, akan terjadi kehilangan
progresif dari kontur linggir alveolar sebagai akibat remodeling fisiologis dari
tulang.8 Adanya perluasan dan pola resorpsi yang bervariasi antar individu
menyebabkan terjadinya komplikasi prostodonti berupa kehilangan fungsi karena
tulang yang mendukung implan inadekuat. 9,11
Kehilangan gigi dalam jangka panjang secara langsung berhubungan dengan
pengurangan volume tulang pada pasien edentulus. Sementara itu, salah satu
kebutuhan implan gigi adalah tersedianya jumlah tulang yang cukup adekuat untuk
penempatan implan.9 Idealnya, tinggi linggir alveolar yang mendukung implan adalah
minimal 7-10 mm dan lebar minimal 6 mm.10
2.1 Definisi
Augmentasi linggir alveolar adalah suatu prosedur bedah untuk memperbaiki
bentuk dan ukuran linggir alveolar dalam persiapan untuk menerima dan
mempertahankan prostesa gigi. Augmentasi linggir alveolar merupakan perawatan
yang paling dapat diprediksi untuk menciptakan kontur tulang yang memadai untuk
penempatan implan.2, 12
Augmentasi linggir alveolar telah dilakukan dengan menggunakan berbagai
alveolar antara lain autograf, alograf, xenograf, bahan pengganti tulang sintetis
(aloplastik), bahan osteoaktif dan membran resorbable atau nonresorbable.2,8
Selain penggunaan bahan cangkok tulang, ada beberapa teknik yang
memungkinkan pemanfaatan tulang yang terdapat pada tulang maksilofasial secara
maksimal tanpa menggunakan bahan cangkok tulang, antara lain:2
1. Osteokondensasi, yaitu suatu teknik untuk membentuk kembali morfologi
tulang alveolar pada maksila dengan memadatkan tulang dari berbagai arah dengan
menggunakan condensing chisel atau plungers.
2. Crestal split technique, yaitu suatu teknik untuk memperluas linggir
alveolar dengan teknik osteotomi dengan menggunakan chisel untuk menghasilkan
“greenstick fracture” pada dasar alveolus.
Gambar 1: Crestal split technique untuk penempatan implan pada gigi anterior maksila (A) setelah pembukaan flap, kurang dari 3 mm lebar linggir alveolar diobservasi,(B) Osteotomi dan pemisahan plat kortikal sisi bukal. <http://dental. columbia.edu/pubs/cdr2001.pdf> (13 Desember 2010).
3. Distraksi osteogenesis, yaitu teknik yang dikembangkan untuk augmentasi
yang terbatas pada crest alveolar untuk keperluan implan dengan menggunakan alat
yang akan mengekspansi rahang dari waktu ke waktu dan dilepas pada saat
pemasangan implan.
Gambar 2: Distraksi osteogenesis (Chiapasco M, Zaniboni M, Rimondini L. Autogenous onlay bone grafts vs.alveolar distraction osteogenesis for the correction of vertically deficient edentulous ridges: a 2–4-year prospective study on humans. Clin Oral Impl Res 2007; 432–440)
4. Guide Bone Regeneration (GBR) yaitu suatu teknik dimana pertumbuhan
tulang diperoleh dengan mempertahankan ruang dan mencegah pertumbuhan jaringan
lunak ke daerah yang akan dikembangkan dengan menggunakan resorbable atau
nonresorbable barrier membrane.
2.2 Proses Resorpsi Linggir Alveolar
Penyembuhan pada minggu-minggu awal setelah ekstraksi gigi telah dipelajari
secara histologi pada hewan dan manusia. Ketika gigi dicabut, soket gigi yang kosong
yang terdiri dari tulang kortikal (secara radiografik terlihat sebagai lamina dura)
ditutupi oleh ligamen periodontal yang terputus, dengan sejumlah epitel mukosa yang
tertinggal di bagian korona. Segera setelah ekstraksi soket gigi akan diisi dengan
darah dari pembuluh darah yang terputus, yang mengandung protein dan sel-sel yang
rusak. 13,14,15
Sel-sel yang rusak bersama dengan platelet memulai serangkaian peristiwa
yang akan mengarah pada pembentukan jaringan fibrin, kemudian membentuk
gumpalan darah atau koagulum dalam 24 jam pertama. Gumpalan ini bertindak
sebagai matriks yang mengarahkan perpindahan sel mesenkimal dan growth factors.
Neutrofil dan makrofag masuk ke daerah luka dan melawan bakteri serta sisa jaringan
untuk mensterilkan luka. 13,14,15
Dalam beberapa hari koagulum mulai rusak (fibrinolisis). Setelah 2 sampai 4
hari jaringan granulasi secara bertahap menggantikan koagulum. Jaringan vaskular
dibentuk antara akhir minggu pertama dan minggu kedua. Bagian marginal dari soket
ekstraksi ditutupi oleh jaringan ikat muda yang kaya pembuluh darah dan sel
inflamasi. 13,14,15
Dua minggu pascaekstraksi, pembuluh kapiler yang baru berpenetrasi ke
pusat koagulum. Ligamen periodontal yang tersisa mengalami degenerasi dan
tertutup terutama pada kasus gigi posterior. Pada soket yang kecil, epitelisasi dapat
berlangsung sempurna. Tepi dari soket alveolar diresorpsi oleh osteoklas. Fragmen
tulang nekrosis yang lepas dari pinggiran soket pada saat ekstraksi akan diresorpsi.16
Pada minggu ketiga, koagulum akan hampir terisi penuh oleh jaringan
granulasi yang matang. Tulang trabekula muda yang berasal dari osteosid atau tulang
yang belum terkalsifikasi terbentuk di seluruh tepi luka dari dinding soket. Tulang ini
terbentuk dari osteoblas yang berasal dari sel pluripotensial ligamen periodontal yang
bersifat osteogenik. Tulang kortikal dari soket alveolar mengalami remodeling
sehingga terdiri dari lapisan yang padat. Tepi dari puncak alveolar akan diresorpsi
oleh osteoklas. Pada saat ini, luka akan terepitelisasi secara sempurna.16
Pada minggu keempat, luka mengalami tahap akhir penyembuhan. Sementara
itu deposisi dan resorpsi tulang terjadi pada soket.16 Antara minggu keempat dan
kedelapan setelah ekstraksi, jaringan osteogenik dan tulang trabekular dibentuk dan
diikuti oleh proses pematangan tulang. Proses remodeling akan berlanjut selama
beberapa minggu. Tulang masih mengalami sedikit kalsifikasi, sehingga akan terlihat
radiolusen pada gambaran radiografik.14 Pada gambaran radiografik, proses
pembentukan tulang tidak terlihat menonjol hingga minggu ke enam pascaekstraksi.16
Meskipun deposisi tulang dalam soket akan berlangsung selama beberapa
bulan, tinggi tulang tidak akan setingkat dengan tinggi tulang koronal dari gigi
tetangga karena pembentukan tulang trabekular hanya mencapai tepi soket ekstraksi,
Inilah kombinasi yang menghasilkan porositas yang berbeda pada puncak dari sisa
linggir tulang alveolar.14
Gambar 4 : Gambaran radiografik penyembuhan luka ekstraksi: (A) Sebelum ekstraksi gigi, (B) Setelah dua minggu, (C) Setelah satu bulan, (D) setelah dua bulan, (E) Setelah empat bulan (F) Setelah Enam bulan, (G) Setelah 8 bulan. (Rajesndran. Shafer’s textbook of oral phatology 6th ed. Elseiver :India, 2010:599-601)
A B
C D
E F
Resorpsi setelah kehilangan gigi menunjukkan suatu pola yang dapat
diprediksi. Aspek labial dari crest alveolar merupakan sisi utama dari resorpsi, yang
pertama kali mengalami pengurangan lebar dan kemudian tinggi tulang. Penelitian
menunjukkan bahwa ada pengurangan tinggi dan lebar tulang sebagai hasil kombinasi
dari resorpsi permukaan dengan hilangnya bundel tulang yang pada awalnya terletak
dalam tulang alveolar dengan posisi yang tepat, berdekatan dengan ligamentum
periodontal yang berisi sejumlah besar serat Sharpey's. Kehilangan tulang terjadi
pada bidang vertikal dan horizontal.2,14,15
Penyembuhan soket pascaekstraksi gigi menunjukkan kemajuan yang lebih
cepat pada maksila bila dibandingkan dengan mandibula karena jumlah pembuluh
darah yang lebih banyak sehingga menyebabkan pola resorpsi tulang yang lebih
cepat.2
Dent 2001; 13(9): 725-34). theraphy: a review. Prac Proced Aesthet Dent
BAB 3
JENIS-JENIS BAHAN CANGKOK TULANG
Terapi dengan menggunakan cangkok tulang telah menjadi bagian yang
integral dalam bidang kedokteran gigi. Pada saat ini, pasien lebih sadar bahwa
pencangkokan merupakan bagian dari perawatan dan mengharapkan fungsi dan
estetik yang lebih baik. Kemajuan teknik cangkok tulang dan penggunaan bahan
cangkok sebagai pengganti tulang saat ini memungkinkan untuk meningkatkan
volume, lebar dan tinggi tulang pada daerah yang mengalami defisiensi dan
memungkinkan penempatan implan pada posisi dan angulasi yang ideal, yang akan
menghasilkan restorasi yang lebih dapat diterima dan diprediksi.5
Secara histologis, semua bahan graf tulang memiliki sifat mencakup salah
satu atau beberapa hal di bawah ini, antara lain:2,3,5,17
1. Osteogenesis, yaitu mekanisme dimana tulang dibentuk langsung oleh
osteoblas.
2. Osteokonduksi, graf bertindak sebagai pola dan pedoman dalam proses
pembentukan serta deposisi tulang dari tulang yang ada tanpa mengambil bagian
untuk pembentukan tulang itu sendiri.
3. Osteoinduksi, graf bertindak sebagai stimulus atau penginduksi
pembentukan sel mesenkim menjadi osteoblas, yang akan meningkatkan
3.1 Autograf
Cangkok tulang autogenus atau autograf, diperoleh dari pasien sendiri,
umumnya dari bagian tubuh yang lain. Bila dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit,
autograf dapat diambil dari daerah maksilofasial sedangkan bila dibutuhkan dalam
jumlah banyak, tulang dapat diambil pada bagian tubuh yang lain misalnya crest
iliaka, tibia, fibula atau skapula. 2,6,7,18-20 Cangkok tulang autograf merupakan “gold
standard” untuk semua teknik rekonstruksi tulang kraniofasial karena memberikan
hasil yang paling baik dan dapat diprediksi.2,11,19
Adapun bentuk cangkok tulang autogenus yang dapat diambil antara lain:
kanselus, kortikal dan kanselokortikal. Cangkok tulang kanselus terdiri dari tulang
medular dan sumsum tulang. Tipe cangkok tulang ini mempunyai persentase
transplantasi sel hidup yang tertinggi. Selain itu, karena struktur partikel dan
permukaannya yang luas, tulang kanselus mengalami revaskularisasi lebih cepat
sehingga menghasilkan persentase sel yang bertahan lebih tinggi dari pada prosedur
transplantasi.8,20
Sebaliknya cangkok tulang kortikal merupakan tulang lamelar. Tipe sel utama
yang berpindah pada pada jenis cangkok tulang ini adalah osteosit. Osteosit jarang
bertahan pada transplantasi karena membutuhkan waktu yang relatif lama untuk
Gambar 7: Tulang kortikal yang diambil dari dagu. Gambar 8:Blok tulang autogenous pada daerah
<ht http:// www. kjm.keio.ac.jp/past
/09 / robert-gougaloff- autograft.jpg>( 22 Oktober /54/4/172.pdf> (6 Oktober 2010)
2010)
Cangkok tulang kanselokortikal terdiri dari sebagian tulang kortikal dengan
bagian utamanya adalah tulang kanselus. Keuntungan utama dari tipe cangkok tulang
ini adalah tidak hanya terdiri dari sel osteoblastik yang hidup tetapi juga integritas
struktural yang dibutuhkan untuk menjembatani diskontinuitas cacat tulang.
Kekurangan dari blok tulang kortikokanselus adalah revaskularisasi yang lambat dari
bagian tulang kortikal dari cangkok tulang, yang terkadang menghasilkan
pengurangan daya tahan dari bagian tulang kanselus juga.20 Kerugian utama dari
cangkok tulang autogenus adalah dibutuhkan daerah operasi kedua dan terjadinya
morbiditas pada saat pengambilan tulang.2,7,11
3.2 Alograf
Alograf merupakan bahan cangkok tulang yang ditransplantasikan dari
seseorang kepada orang lain dalam spesies yang sama. 1,2,6,7 Bahan alograf telah
digunakan dalam terapi periodontal pada tiga dekade terakhir. Alograf yang banyak
digunakan adalah Freeze Dried Bone Allograft (FDBA) dan Demineralized Freeze
Beberapa kontroversi muncul mengenai Freeze-Dried Bone Allograft (FDBA)
atau Demineralized Freeze-Dried Bone Allograft (DFDBA) yang lebih baik dalam
regenerasi jaringan. Kesuksesan telah ditunjukkan oleh kedua bahan tersebut dari
laporan kasus, tetapi DFDBA dianggap lebih baik karena adanya proses
demineralisasi.14
3.2.1 Freeze-Dried Bone Allograft (FDBA)
Freeze-Dried Bone Allograft (FDBA) bersifat osteokonduksi. FDBA
bertindak sebagai perencah (scaffold) untuk pertumbuhan tulang alami. FDBA akan
diserap dan digantikan oleh tulang yang baru.2
3.2.2 Demineralized Freeze-Dried Bone Allograft (DFDBA)
Demineralized Freeze-Dried Bone Allograft (DFDBA) dipercaya
menginduksi pembentukan tulang yang baru karena pengaruh protein penginduksi
tulang yang disebut Bone Morphogenetic Protein (BMP) yang timbul karena proses
demineralisasi. Oleh karena itu DFDBA bersifat osteoinduksi.2
3.2.2.1 Definisi
DFDBA adalah suatu bahan cangkok tulang alograf, di mana tulang dibuat
dengan ukuran partikel tertentu dan didemineralisasi dengan cara direndam dalam
larutan asam sehingga mengeluarkan mineral-mineral pada tulang dan Bone
Morphogenetic Protein (BMP) yang secara teoritis bersifat osteoinduktif.14
Protein-protein yang ada pada tulang akan menginduksi pembentukan tulang yang baru bila
dengan tulang maka kemungkinan menginduksi pembentukan tulang yang baru juga
makin tinggi.1 Jaringan tulang diambil di bawah kondisi yang dikontrol dengan ketat,
dari kadaver donor yang telah dipilih dengan teliti dan dites untuk memastikan bahwa
jaringan donor asepsis serta bebas dari kondisi patologis yang dapat ditularkan.17
DFDBA terdiri dari matriks tulang. Di dalam matriks tulang terdapat
faktor-faktor pertumbuhan yaitu:21
1. Bone Morphogenic Protein (BMP) berperan dalam osteo induksi,
merangsang sel-sel masenkim menjadi osteoblas.
2. Insulin-like Growth Factor (IGF-1 dan IGF-2) merangsang sintesa kolagen
tipe 1 dan matriks tulang rawan.
3. Transforming Growth Factor beta (TGF beta) meningkatkan proliferasi
osteoblas dan kondrosit, meningkatkan sintesa proteoglikan, menurunkan sintesa
kolagen, menghambat interleukin 1 yang merangsang degradasi kondrosit pada
growth-plate.
4. Acidic dan basidic Fibroblast Growth Factor (aFGF dan bFGF)
meningkatkan produksi kolagen.
5. Platelet-Derived Growth Factor (PDGF) mengikat sel-sel inflamasi,
3.2.2.2 Bentuk dan Kemasan
Pada dasarnya DFDBA diambil dari simpanan bank tulang yang telah
mengikuti pedoman dari American Association of Tissue Banks (AATB) dimana
tulang yang akan dicangkok telah melewati berbagai proses termasuk sterilisasi.
Pedoman AATB ini dibuat untuk menjaga kualitas kontrol dan memenuhi standar
keamanan. Pedoman ini juga dibuat oleh U.S. Food and Drug Administration untuk
bahan implan yang diproduks i dan biomaterial yang telah dihilangkan bahan
kontaminan residunya selama proses sterilisasi dengan ethylen oxide (ETO).
Sterilisasi dengan ETO harus dilakukan pada tulang yang akan disimpan di bank
tulang.7 DFDBA menjalani screening rutin untuk HIV, hepatitis dan agen infeksius
lainnya kemudian dilakukan proses untuk memverifikasi osteikonduktifitas pada
setiap sampel.5
DFDBA tersedia dalam bentuk bubuk, batangan, putty dalam kemasaan jarum
suntik, putty dalam kemasaan tube dan lempengan yang fleksibel. Partikel-partikel
yang berukuran 125 hingga 1000 mikron memiliki potensi osteogenik yang lebih
tinggi daripada partikel yang berukuran di bawah 125 mikron. Ukuran partikel yang
optimal berkisar antara 100 hingga 300 mikron. Perbedaan ukuran ini mungkin
diakibatkan adanya variasi antara luas permukaan dan kepadatan sediaan. Partikel
DFDBA yang kecil dapat merangsang respon makrofag dan dengan cepat
direabsorbsi dengan sedikit atau tidak ada formasi tulang baru. Bank tersebut
berbagai macam bentuk partikel dari 250 hingga 750 mikron, yang merupakan ukuran
yang paling banyak tersedia.5,7,22
Tabel 1. DFDBA untuk tulang kortikal menurut ukuran partikel (Oragraft®)22
KODE BARANG UKURAN UKURAN PARTIKEL
DGC 1/20 0,25 cc 250-710 mikron
DGC 1/10 0,50 cc 250-710 mikron
DGC 1/8 0,70 cc 250-710 mikron
DGC ¼ 1,20 cc 250-710 mikron
DGC 2,50 cc 250-710 mikron
DGC5 ( serpihan kanselus) 5 cc 1-4 mm
KANSELUS YANG TERDEMINERALISASI
DCAN5 ( serpihan kanselus) 5 cc 1-4 mm
Gambar 10: DFDBA dalam bentuk partikel (OralifeTM) <http://. www. exac. com/ products / dental- biologics/ regenaform>(23 Agustus 2010)
Gambar 11: Kemasan DFDBA dalam bentuk jarum suntik dan pasta ( Regenafil®) http://. www. exac. com/ products / dental - biologics/ regenaform (23 Agustus 2010).
3.2.2.3 Keuntungan
Demineralized Freeze-Dried Bone Allograft (DFDBA) memiliki beberapa
keuntungan, antara lain:
1. DFDBA dapat langsung digunakan sehingga tidak membutuhkan daerah
2. DFDBA memiliki seluruh kriteria sebagai bahan cangkok yang ideal,
antara lain: availabilitas, prediktabilitas, biokompatibilitas, osteoinduktivitas,
osteokonduktivitas, keefektifan harga dan keamanan.23
Tabel 2. Kriteria untuk bahan implan yang ideal23
Sumsum
tulang Tulang intra oral DFDBA Bio-oss Aloplastik
Osteoinduktif +++ + ++ -- --
3.2.2.4 Kombinasi DFDBA dengan Bahan Lainnya
Untuk meningkatkan kualitas, DFDBA dapat dikombinasikan dengan bahan
lain. Penelitian yang dilakukan oleh Bowers dkk menunjukkan DFDBA dapat
memberikan hasil regeneratif yang baik pada manusia yaitu DFDBA yang
meningkatkan terjadiya formasi perlekatan baru di luar regeneratif DFDBA itu
sendiri. Menurut Bowes dkk, DFDBA yang dikombinasi dengan mediator biologis
(osteogenin) dapat meningkatkan kemampuan regeneratif dari DFDBA saat
diaplikasikan pada manusia.24
Penggunaan alograf yang dikombinasi dengan membran barier secara klinis
menunjukkan keuntungan klinis yang lebih baik. Laporan kasus lainnya menunjukkan
bahwa kombinasi DFDBA dengan barier polymer di dalam jaringan dapat menambah
tingkat perlekatan dan pengurangan kedalaman probing pada penyakit periodontal.2
Gambar 12: Membran kolagen resorbable <http://www.implant.co.za/zimmer_biomend.html> (19 Januari 2011).
DFDBA juga dapat dikombinasikan dengan Enamel Matrix Derivate (EMD)
yang merupakan sejenis mediator biologis. Boyan dkk menyatakan bahwa terdapat
hubungan sinergis osteoinduksi aktif antara DFDBA dengan EMD. Keuntungan
DFDBA sebagai space maintenance dan stabilisasi gumpalan darah pada penggunaan
bahan cangkok DFDBA akan lebih menonjol apabila dengan menggunakan EMD,
dimana pengerutan flep dapat mengurangi “space” yang dibutuhkan untuk
regenerasi. EMD merupakan bahan cangkok tulang yangmemiliki aktivitas biologis
yang baik dimana studi sebelumnya menunjukkan terjadi variasi osteoinduktif pada
partikel dan jenis pemrosesannya. Shigeyama dkk menunjukkan bahwa memproses
DFDBA dapat menghilangkan kemampuan induksi sampingannya. Karena DFDBA
merupakan bahan osteokonduktif yang baik, EMD diperlukan untuk terjadinya
aktivitas biologis untuk regenerasi.24
3.3 Xenograf
Cangkok tulang xenogenik terdiri dari jaringan tulang yang diambil dari satu
spesies dan dipindahkan ke daerah resipien dari spesies lain. Bahan cangkok tulang
ini dapat diambil dari tulang mamalia atau cangkang kerang. Xenograf hanya bersifat
osteokonduksi. Xenograf populer digunakan pada tahun 1950-an dan 1960-an. Akibat
tingginya potensi antigen, tipe dari cangkok tulang ini tidak lagi digunakan secara
luas kecuali pada pada perawatan periodontal tertentu.2,20
3.4 Aloplastik
Aloplastik merupakan bahan cangkok sintetis yang diproses untuk digunakan
secara klinis dalam regenerasi tulang. Ada tiga tipe bahan aloplastik yang digunakan
saat ini yaitu hidroksiapatit, keramik dan polimer.2,13
Hidroksiapatit terbagi atas 2 jenis berdasarkan kemampuannya untuk diserap.
Poreus hidroksiapatit dapat meningkatkan pertumbuhan jaringan fibrovaskular yang
akan menstabilkan bahan cangkok. Salah satu penggunaan hidroksiapatit adalah
kecenderungan terjadinya migrasi granular dan resorpsi yang tidak sempurna.2
Trikalsium fosfat (TCP), bioglass dan kalsium sulfat juga digunakan sebagai
bioresorpsi yang tidak dapat diprediksi. Degradasinya tidak selalu bersamaan dengan
deposisi tulang.2
Gambar 13: Hidroksiapatit
Bioactive glass memliki kemampuan untuk berikatan dengan tulang secara
kimia. Bioactive glass bersifat osteoinduksi. Bioactive glass untuk replikasi akar telah
BAB 4
TEKNIK PERAWATAN
Dalam mempersiapkan rencana perawatan untuk melakukan augmentasi,
harus dilakukan pemeriksaan praoperasi sedemikian rupa sehingga dapat memberikan
gambaran yang jelas tentang apa yang harus dilakukan. Untuk menentukan apakah
seorang pasien memerlukan tindakan bedah, terutama sekali harus dipertimbangkan
motivasi penderita. Kemudian dilakukan pemeriksaan umum, klinis dan radiologis
serta perencanaan biaya selama perawatan berjalan. Hubungan yang baik harus
tercipta antara pasien dan ahli bedah, hal ini sangat dibutuhkan untuk menghindari
hal-hal yang tidak diinginkan yang dapat merugikan masing-masing pihak.25
4.1 Pemeriksaan Praoperasi
Pemeriksaan praoperasi yang dilakukan antara lain pemeriksaan umum
meliputi riwayat penyakit, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan psikologis
serta pemeriksaan klinis.
4.1.1 Pemeriksaan Umum
Pemeriksaan umum pada pasien sangat penting karena dapat menentukan
rencana perawatan yang akan dilakukan. Pemeriksaan umum pasien meliputi :25
1. Riwayat penyakit
Riwayat penyakit pasien perlu dipertimbangkan oleh tim bedah untuk
menghindari terjadinya komplikasi pada penggunaan anastesi dan tindakan bedah itu
terlebih dahulu dengan pasien dan dibuat pernyataan persetujuan atau yang dikenal
dengan informed consent. Pemeriksaan riwayat penyakit juga tidak kalah penting
untuk mengetahui penyakit-penyakit pasien yang tidak secara langsung akan
mempengaruhi tingkat keberhasilan dari hasil perawatan.
2. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium biasanya dilakukan 7-10 hari sebelum
pembedahan. Pemeriksaan ini berguna untuk memastikan kondisi tubuh pasien
apakah sudah cukup baik dan siap untuk menjalani pembedahan.
3. Kondisi sosiopsikologis
Seringkali kondisi sosiopsikologis pasien terabaikan pada saat pemeriksaan
pra bedah, pada hal ini memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan
keberhasilan perawatan. Perlu diketahui apa yang menjadi motivasi pasien untuk
menjalani perawatan bedah dan hasil seperti apa yang diinginkan dari perawatan
tersebut.
Terdapat dua hal mendasar yang menyebabkan ketidakpuasan pasien terhadap
hasil perawatan, yaitu kelalaian tim bedah dalam memberikan penjelasan secara jelas
dan lengkap mengenai kemungkinan-kemungkinan hasil perawatan, serta harapan
pasien yang berlebihan terhadap hasil perawatan.25
4.1.2 Pemeriksaan Klinis
Rangkaian diagnosa bedah untuk augmentasi linggir disusun bertujuan untuk
mendapatkan gambaran tentang apa yang akan dilakukan dan hasil apa yang akan
dipilih jenis perawatan yang akan dilakukan sehingga dapat mencapai stabilitas
perawatan dan hasil yang lebih memuaskan.25
Anatomi jaringan lunak disekitar tulang perlu diperhitungkan sebelum
perawatan bedah. Keadaan tulang setelah pembedahan diharapkan dapat mempunyai
keseimbangan fisiologis dengan jaringan lunak agar otot-otot di sekitar rongga mulut
tidak mengalami distorsi.25
4.2 Prosedur Bedah
Prosedur bedah dilakukan dengan anestesi lokal. Insisi dibuat pada bukal,
lingual atau palatal linggir masih dalam gingiva keratin. Insisi divergen vertikal
hanya dilakukan bila diperlukan untuk melepaskan ketegangan pada flap. Flap
mukoperiosteal dibuka. Tulang kortikal dilubangi dengan menggunakan round bur
no.2 dengan handpiece berkecepatan tinggi. Kedalaman penetrasi hanya sampai plat
kortikal. Hal ini dilakukan untuk memungkinkan angioneogenesis ke sisi
pencangkokan dan menambah retensi bahan graf ke tulang.26,27
DFDBA dalam bentuk bubuk direndam dalam air dan dipanaskan pada suhu
43-49ºC selama 10-15 menit. Bahan cangkok dipindahkan dari air kemudian dibentuk
dan diadaptasikan ke sisi tulang yang akan dicangkok. Saat didinginkan pada suhu
ruang, bahan graf akan mengeras sehingga memungkinkan untuk mempertahankan
bentuk dari augmentasi yang diinginkan. Membran kolagen resorbable dapat
digunakan untuk menstabilkan bahan graf. Flap dijahit hingga menutupi sisi
pencangkokan secara pasif. Diseksi flap dapat dilakukan untuk memperluas flap yang
Gambar 14 : (A) Linggir alveolar mandibula pada regio posterior yang akan diaugmentasi, (B) Refleksi flap mukoperiosteal, (C) Tulang kortikal dilubangi, (D) Adaptasi bahan graf, (E) Penempatan membran kolagen (F)Penjahitan. (Santiago RA. Ridge augmentation using DFDBA and cortical cancellous chips in a thermoplastic matrix ( regenaform™). Thesis. Florida:University of Florida, 2006: 11-3).
A B
C D
Gambar 15 : (A) Kehilangan gigi multipel gigi anterior mandibula, (B) Insisi crest alveolar dengan pembukaan vertikal. Insisi dimulai dari distal gigi kaninus kiri dan distal kaninus kanan, (C) tulang kortikal dilubangi, (D) Adaptasi bahan graf pada sisi yang akan diaugmentasi, (E)Membrane collagen resorbable digunakan untuk menstabilkan bahan graf, (F) Penjahitan . (Santiago RA. Ridge augmentation using DFDBA and cortical cancellous chips in a thermoplastic matrix ( regenaform™). Thesis. Florida:University of Florida, 2006: 15-7).
A B
C D
E
4.2 Perawatan Pascaoperasi
Setelah operasi, pasien dapat diberi obat-obatan yaitu antibiotik, antiinflamasi,
analgesik dan multi vitamin. Pasien diinstruksikan diet lunak selama 2 minggu.
Pasien berkumur dengan antiseptik kumur setiap habis makan selama seminggu.
Jahitan dibuka pada hari ke 5-7. Kontrol dijadwalkan setelah 1 bulan, 3 bulan, 5
bulan dan 6 bulan. Implan dapat dipasang setelah 5-7 bulan pascaoperasi.27
Gambar 17: (A) Sisi graf enam bulan pascaoperasi, (B) Linggir siap untuk dipasang implan, (C) Pemasangan implan , (D) Gambaran radiografik diambil dua bulan pasca penempatan implan. (Santiago RA. Ridge augmentation using DFDBA and cortical cancellous chips in a thermoplastic matrix ( regenaform™). Thesis. Florida:University of Florida, 2006: 17-8).
4.4 Komplikasi
Prosedur pencangkokan tidak terlepas dari kemungkinan terjadinya
komplikasi. Komplikasi yang mungkin terjadi antara lain perdarahan , peradangan
dan rasa sakit.28,29
4.3.1 Perdarahan
Perdarahan ringan dapat terjadi pada setiap prosedur operasi yang
membutuhkan pembukaan flap. Hal ini dapat dicegah dengan pembuatan insisi yang
baik dan teknik penjahitan yang tertutup rapi pada insisi pembukaan vertikal yang
A B
merupakan sisi yang paling sering mengalami perdarahan serta penekanan segera
setelah operasi.29
4.3.2 Peradangan
Untuk mencegah peradangan, hal yang dapat dilakukan adalah penggunaan
antibiotik untuk mengontrol bakteri. Selain itu debris yang tersisa di bawah flap akan
mengurangi kemampuan penyembuhan dari jaringan sehingga dibutuhkan irigasi
yang baik pada daerah operasi.29
4.3.3 Rasa Sakit
Beberapa penelitian menunjukkan keefektifan dari pemberian analgesik
terutama pada satu jam pertama pascaoperasi. Tujuan utamanya adalah sebagai
pencegahan sebelum rasa sakit terjadi. Hal ini membutuhkan pemahaman dalam
pemilihan analgesik yang tepat. Setiap pasien memiliki reaksi yang berbeda terhadap
rasa sakit. Hal ini dapat ditanyakan langsung kepada pasien sebelum operasi
mengenai analgesik yang biasa digunakan oleh pasien tersebut, misalnya pada operasi
BAB 5 KESIMPULAN
Setelah ekstraksi gigi, linggir alveolar umumnya akan mengalami penurunan
volume dan perubahan morfologi. Dalam jangka panjang, akan terjadi kehilangan
progresif dari kontur linggir alveolar sebagai akibat remodeling fisiologis dari tulang.
Sebagai akibat dari fenomena tersebut, jaringan keras yang tersisa mungkin tidak
adekuat untuk mendukung dental implan karena salah satu kebutuhan implan gigi
adalah adanya jumlah tulang yang tersedia cukup adekuat untuk penempatan implan.
Augmentasi linggir alveolar adalah suatu prosedur bedah untuk memperbaiki
bentuk dan ukuran linggir alveolar dalam persiapan untuk menerima dan
mempertahankan prostesa gigi. Augmentasi linggir alveolar telah dilakukan dengan
menggunakan berbagai teknik dan material yang berbeda. Material yang digunakan
dalam augmentasi linggir alveolar antara lain autograf, alograf, xenograf, bahan
pengganti tulang sintetis (aloplastik), bahan osteoaktif dan membran resorbable atau
nonresorbable.
Bahan autograf dianggap sebagai standar dalam regenerasi defisiensi linggir
alveolar, tetapi terdapat beberapa kelemahan, terutama disebabkan autograf
membutuhkan daerah operasi kedua yang dapat menyebabkan morbiditas pada saat
pengambilan tulang. Karena keterbatasan tersebut, bahan alograf dikembangkan
sebagai alternatif. Alograf diambil dari seseorang untuk ditransplantasikan kepada
Demineralized Freeze-Dried Bone Allograft (DFDBA) merupakan bahan
alograf yang paling sering digunakan dan dipercaya menginduksi pembentukan
tulang yang baru karena pengaruh protein penginduksi tulang yang disebut Bone
Morphogenetic Protein (BMP) yang timbul karena proses demineralisasi. Oleh
karena itu DFDBA dianggap bersifat osteokonduksi dan osteoinduksi.
DFDBA tersedia dalam bentuk bubuk, batangan, putty dalam kemasaan jarum
suntik, putty dalam kemasaan tube dan lempengan yang fleksibel. DFDBA memiliki
beberapa keuntungan, yaitu dapat langsung digunakan sehingga tidak membutuhkan
daerah operasi kedua untuk pengambilan tulang dan memiliki seluruh kriteria sebagai
bahan cangkok yang ideal, antara lain: availabilitas, prediktabilitas, biokompatibilitas,
DAFTAR RUJUKAN
1. Lupovici JA. Histologic and clinical results of DFDBA with lecithin carrier used
in dental implant applications: three case reports. Prac Proced Aesthet Dent
2009; 21(4): 223-30.
2. Al-Ghamdi SH, Mokeem AS, Anil S. Current concepts in alveolar bone
augmentation: a critical appraisal. The Saudi Dent J 2007;19(2):74-85.
3. McAllister SB, Haghighat K. Bone augmentation technique. J Periodontol
2007;78(3): 377-89.
4. Bartee KB. Extraction site reconstruction for alveolar ridge preservation part 1:
rationale and materials selection. J Oral Implantol 2001; 27(4):187-91.
5. Hoexter DL. Bone regeneration graft materials. J Oral Implantol 2002;28(6):3-7.
6. Rose LF, Rosenberg E. Bone grafts and growth and differentiation factors for
regenerative theraphy: a review. Prac Proced Aesthet Dent 2001; 13(9): 725-34.
7. Anonymous. Tissue banking of bone allografts used in periodontal regeneration.
J Periodontol 2001; 72:834-8.
8. Ballaji SM. Textbook Oral & maxillofacial surgery. New Delhi : Elsevier, 2007 :
510-511,669.
9. Drago C. Implant restorations. 2nd ed. Jerman: Blackwell, 2007:64-6.
10. Vossoughinia F, Wang P, Kaufman E. Ridge augmentation utilizing the split
crest technique for implant placement in the anterior maxilla. Columbia Dent
Rev 2001; 6 : 9-12.
12. Anonymous. <http://medicaldictionary.thefreedictionary.com/alveolar+ridge+
augmentation>(21 November 2010).
13. Ochs WM, Tucker RM. Principles of surgery. In : Peterson LJ. Contemporary
oral and maxillofacial surgery. 4th ed. Saint Louis : Mosby, 2003 : 672-95.
14. Salas M. Alveolar ridge preservation at different anatomical locations clinical
and histological evaluation of treatment outcome. Thesis. Ohio: The Ohio State
University, 2009: 2-12.
15. Kingsmill VJ. Post-extraction remodelling of the adult mandibule. Crit Rev Oral
Biol Med 1999;10(3):384-404.
16. Rajesndran. Shafer’s textbook of oral phatology 6th ed. Elseiver :India, 2010:
599-601.
17. Fedi FP, Vernino RA, Gray LJ. Silabus periodonti. Amaliya. Terjemahan.
Jakarta: EGC, 2000:167-9.
18. Booth WP, Schendel AS, Hausamen JE. Maxillofacial surgery, Vol 1. 2nd ed.
China : Churcill Livingstone Elsevier, 2007 : 542-6.
19. Brugnami F, Caleffi C. Prosthetically driven implant placement, how to achieve
the appropriate implant site development. 2005.
<http://www.kjm.keio.ac.jp/past/54/4/172.pdf> (20 Oktober 2010).
20. Urken ML. Reconstruction of the mandible and maxilla. In : Cummings CW et
all. Otolaryngology head & neck surgery, Vol 2. 4 th ed. Philadelphia : Elsevier
21. Gunawan D, Abbas B. Laporan kasus pemakaian tulang demineralisasi steril. J
Indonesian Dent Assoc, 2002; (3): 51-6.
22. Tissue spesialist. Product catalog 2008.
23. Cohen SE. Atlas of cosmetic and reconstructive periodontal surgery. 3rd ed.
Massachusets: BC Decker Inc, 2007: 141-9
24. Rosen PS, Reynolds PA. A retrospective case series compairing the use of
Demineralized Freeze-Dried Bone Allograft and Freeze-Dried Bone Allograft
combined with enamel matrix for the treatment of advanced osseous lessions. J
Periodontol 2002;73(8): 942-9.
25. Harahap N, Nazruddin. Ortodonti III. Medan: Laboratorium Ortodonti FKG
USU, 1990:73-90.
26. Gehrig SJ, Willmann ED. Foundations of periodontics for the dental hiegienist.
Maryland: Lippincott Williams & Wilkins, 2003:296.
27. Santiago RA. Ridge augmentation using DFDBA and cortical cancellous chips
in a thermoplastic matrix ( regenaform™). Thesis. Florida: University of Florida,
2006: 9-18.
28. Booth WP, Schendel AS, Hausamen JE. Maxillofacial surgery, Vol 2. 2nd ed.
China : Churcill Livingstone Elsevier, 2007 : 1062-70.
29. Bailey JM. Conservative surgical crown lengthening. In : Koerner KR. Manual