SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ushuluddin (S.Ud)
Khoirul Umam
106034001238
JURUSAN TAFSIR-HADIS
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
ix
yang merupakan tempat mengembalikan segala urusan dan yang telah
memberikan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “KONSEP ZIKIR MENURUT AL-MARÂGHÎ (Penafsiran terhadap QS. 2:152, 13:28, 39:23, 89:27-30, 10:57, 26:80, 41:44, dan 17:82)”.
Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada uswah semesta alam
yang teramat istimewa, di mana dibalik keistimewaannya tersebut terangkum sifat
yang tidak dimiliki oleh manusia lainnya, yaitu ma’shumnya beliau dari
kekhilafan dan dosa yang di kontrol langsung oleh Ruhul Amin atas perintah
Allah swt, beliaulah pembawa risalah Islam sehingga tersebar keseluruh penjuru
dunia yakni Habibina wa Syafi’ina wa Maulana Muhammad saw, dan semoga tercurahkan kepada keluarga, sahabat, dan para pengikutnya yang setia sampai
akhir zaman.
Sebagai karya tulis yang da’if, terutama di dalam penelitian ini masih
terdapat banyak kekurangan dan kesalahan, yang kelak ditemukan oleh mereka
yang mau menelaah dengan teliti. Segala kesalahan tersebut tak lain adalah bukti
keterbatasan penulis di dalam melakukan penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa penelitian ini tak luput dari jasa lembaga dan
orang-orang tertentu yang telah membantu penulis, baik secara moril maupun
materil. Atas segala bantuan tersebut penulis sampaikan banyak terima kasih;
khususnya kepada:
1. Segenap civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; Prof. Dr.
Komaruddin Hidayat (Rektor), Prof. Dr. Zainun Kamaluddin F.,MA (Dekan
Fakultas Ushuluddin dan Filsafat), Dr. Bustamin, M.Si (Ketua Jurusan
x
dan motivasi kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini.
4. Segenap dosen Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, khususnya dosen-dosen di
jurusan Tafsir-Hadis yang telah banyak berbagi ilmu kepada penulis, sehingga
berkat merekalah penulis mendapatkan ilmu pengetahuan yang sangat luas.
5. Kedua orang tua penulis H. Drs. Zainal Arifin Ghufron dan Hj. Nuroniyah,
S.Pd.I yang selalu memberikan motivasi, bimbingan, pendidikan, dan
pengajaran, serta senantiasa mendoakan penulis untuk mencapai kesuksesan di
masa depan.
6. Abang ( Nur Hakim Arif, Munfidzu al-Dustur dan Ma’sumillah ), adik (
Muhammad Habibi dan Darojatul Azka ) serta keponakan ( Nayla Atiqoh )
penulis yang selalu setia memberi semangat kepada penulis dalam
menyelesaikan studi.
7. Sahabat-sahabat penulis di mana pun berada khususnya Tritya Rama,
sahabat-sahabat penulis mahasiswa Tafsir-Hadis angkatan 2006/2007 ( Rizqi
“Padang”, Haikal, Oji, Zami, Falak, Irfan dll ), dan teman-teman Kos-kosan (
Zain Ponani, Nasrul, Mahfud, syahri, dll ) yang telah berjuang bersama
penulis selama ini. Dan juga tak lupa untuk kakanda di Komisariat HMI
Fakultas Ushuluddin khususnya Kanda Fajar, Kanda Muamar, dan Kanda
Fikri yang telah memberikan pelajaran dan pengalaman yang sangat banyak
bagi penulis
8. Terakhir, untuk seluruh orang yang pernah melihat saya, bertemu dengan saya,
xi
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik dari
segi materi maupun kajiannya, hal ini dikarenakan oleh terbatasnya kemampuan
penulis. Namun demikian, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat
khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca skripsi ini,Amin...
Penulis
xii
LEMBAR PERNYATAAN………….………... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING………. iii
PERSETUJUAN TIM PENGUJI……….. iv
PEDOMAN TRANSLITERASI……… v
KATA PENGANTAR………. ix
DAFTAR ISI………. xii
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 9
C. Tinjauan Pustaka... ... 11
D. Tujuan Penelitian... ... 12
E. Manfaat/Signifikasi penelitian... 13
F. Metode Penelitian ... 13
xiii
B. Term Zikir... 22
1. Mengingat Allah... 23
2. Peringatan...24
3. Pelajaran...26
4. Kitab-Kitab Allah...27
5. Tanda-tanda Keangungan Allah...28
BAB III : AL-MARÂGHÎ DAN TAFSIRNYA A. Riwayat Hidup al-Marâghî...………... 30
B. Sketsa Tafsir al-Marâghi……...………. 35
C. Metode dan Corak Penafsirannya ...…...……... 38
D. Pandangan Ulama Terhadap al-Marâghi...………... 44
xiv
B. Balasan...………... 56
1. Bagi yang Zikir... 56
2. Bagi yang tidak Berzikir ... 59
C. Macam dan Tingkatan Zikir... 67
D. Sebab Berzikir ... 70
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ...………. 74
B. Rekomendasi ...………... 75
v
vii
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ﺎَــ â a dengan topi di atas
ﻲــ î i dengan topi di atas
ﻮـــ û u dengan topi di atas
Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan
huruf, yaitu alif dan lam, dialih aksarakan menjadi huruf /l/ , baik diikuti oleh
huruf syamsyiah maupun qamariyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân
bukanad-dîwân.
Syaddah(Tashdid)
Syaddah atau tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda, dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu
dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kaata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya yang secaraa lisan berbunyi ad-daruurah, tidak ditulis “ad-darûrah”, melainkan “al-darûrah”, demikian seterusnya.
Ta Marbûtah
Berkaitan dengan alih aksara ini, jika hurufta marbûtahterdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan manjadi huruf /h/ (lihat
1
Perkembangan abad modern ditandai dengan berkembangannya ilmu
pengetahuan dan teknologi selain mendorong perubahan yang positif lagi
signifikan, juga telah membawa dampak yang negatif yang berupa hilangnya
keseimbangan jiwa manusia. Begitu banyaknya manusia yang menghadapi
kegelisahan batin dan jiwa bahkan hampir bisa mengakibatkan frustasi dalam
kehidupannya.
Kemajuan peradaban manusia sudah sepantasnya memberikan kebahagiaan
yang lebih banyak kepada manusia dalam hidupnya. Namun, fakta yang terjadi
tidak demikian, bahkan sebagian ketenteraman itu ternyata semakin jauh dari
manusia. Hidup semakin sulit. Kesulitan materiil juga berimplikasi menjadi beban
mental dan psikis. kegelisahan, ketegangan, dan tekanan perasaan lebih sering
dirasa dan menekan.1
Perasaan tidak tenang dan tidak nyaman memang sering mengganggu
manusia, baik bersifat internal, seperti rasa takut akan terjadinya sesuatu dan rasa
putus asa akibat tidak mendapatkan sesuatu, maupun eksternal, seperti kalah
bersaing dengan orang lain dalam mencapai suatu tujuan dan tidak adanya
jaminan akan keselamatan hidup atau masa depan. Karena itu, tidak heran bila
perasaan tidak tenang itu dapat mengakibatkan seseorang menjadi stres. Dalam
1
Islam salah satu cara untuk menghilangkan perasaan tidak tenang dan tidak
nyaman itu adalah dengan zikir mengingat Allah.
Berkaitan dengan Zikir, hal tersebut kerap disebut dalam al-Qur’an dalam
berbagai bentuk dan maksudnya. Oleh karenanya al-Qur’an merupakan kitab yang
berfungsi memberikan petunjuk dan pedoman hidup umat manusia dan
merupakan solusi untuk memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi umat
manusia. Solusi tersebut adalah dengan berzikir kepada Allah.
Zikir adalah satu unsur penting menuju takwa yang mempunyai wujud
keinginan kembali kepada Allah. Perintah Zikir yang ditujukan kepada manusia
agar mereka menginsafi Allah dalam setiap kehidupannya. Sesuai dengan
firman-Nya:
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya.”2
Dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Zikir diartikan dengan ingat,
maksudnya mengingat Allah swt dengan maksud mendekatkan diri kepada-Nya.
Zikir merupakan suatu upaya yang dilakukan manusia guna mengingat kebesaran
dan keagungan Allah swt, agar manusia tidak lupa terhadap penciptanya serta
terhindar dari penyakit sombong dan takabur.3
Sementara itu menurut M. Quraish Shihab, Zikir dalam pengertian yang
luas adalah kesadaran tentang kehadiran Allah di mana dan kapan saja, serta
kesadaran akan kebersamaan-Nya dengan makhluk hidup; kebersamaan dalam arti
2
QS. al-Ahzab/33: 41.
3
pengetahuan-Nya terhadap segala yang berada di semesta alam ini serta bantuan
dan pembelaan-Nya terhadap hamba-hamba-Nya yang taat.4
Menurut kaum sufi, zikir merupakan perhatian total dam sepenuhnya kepada
Allah, dengan mengabaikan segala sesuatu selain-Nya. Kata Syaikh Ni’matullâh
Vali, “Engkau ingat Kami di dalam hati dan jiwamu, hanya ketika engkau
melupakan dua alam.”5Pandangan ini diperkuat dengan dalil al-Qur’ân dalam QS
al-Kahfi: 24: ...
“... dan ingatlah serta sebutlah akan Tuhanmu jika Engkau lupa; dan katakanlah: "Mudah-mudahan Tuhanku memimpinku ke jalan petunjuk Yang lebih dekat dan lebih terang dari ini".
Dalam pandangan kaum sufi, maksud sebenarnya dari zikir adalah
melupakan segala sesuatu selain yang diingat. Zikir merupakan aktifitas duduk
dan menanti saat-saat diterima oleh Tuhan setelah memisahkan diri dari manusia.
Dengan kata lain, tanda seorang pencinta adalah selalu mengingat Sang Kekasih.6
Inilah beberapa makna dan maksud zikir menurut pendangan kaum sufi.
Zikir pada mulanya digunakan oleh pengguna bahasa Arab dalam arti
sinonim lupa. Ada juga sebagian ulama yang berpendapat bahwa kata tersebut
pada awalnya berarti mengucapkan dengan lidah/menyebut sesuatu.7Term-term
zikir dalam al-Qur’ân tidak mesti selalu bermakna mengingat atau menyebut
4
M. Quraish Shihab,Wawasan al-Qur’ân tentang Zikir dan Doa, (Ciputat: Lentera Hati, 2006), h. 14.
5
Javad Nurbakhsh,Tenteram Bersama Sufi: Zikir, Tafakur, Muraqabah, Muhasabah, dan Wirid(Jakarta: Serambi, 2004), h. 45.
6
Nurbakhsh,Tenteram Bersama Sufi, 46.
7
nama Allah, namun zikir terkadang mempunyai makna yang bervariasi dan
berbeda dengan berbagai konteksnya.
Istilah zikir sepintas lebih dikenal dalam dunia tasawuf, bahkan menjadi
salah satu tahapan untuk mencapai derajat sufi. Seseorang belum bisa disebut
sebagai seorang sufi, kalau hatinya masih diliputi kegelisahan yang dirasakan
dalam jiwanya. Hati dan jiwa yang gelisah bukan saja dimonopoli oleh
orang-orang yang miskin tetapi orang-orang-orang-orang yang kaya secara materi juga akan
merasakan kekosongan jiwanya. Jadi, zikir bukan saja harus diamalkan bagi
orang-orang sufi tetapi seluruh manusia khususnya umat muslim harus
mengamalkan zikir untuk menentramkan jiwanya.
Sebagaimana diketahui bahwa tujuan berzikir adalah mensucikan jiwa dan
membersihkan hati serta membangunkan nurani, dan berzikir merupakan pokok
pangkal amal-amal saleh maka barangsiapa diberi taufiq untuk melakukannya ia
telah diberi kesempatan untuk menjadi Wali Allah. Karenanya, dalam
mengamalkan zikir di kalangan umat Islam ada yang melakukan zikir secarakhafi
(dengan suara yang pelan) atau qalbi (dalam hati), zikir yang dipadukan dengan
irama nafas sehingga tak satu pun embusan nafas yang keluar tanpa zikir. Ada
juga yang berzikir dengan carajaliatau suara keras dan lantang.
Berzikir, menyebut, dan mengingat-ingat janji dan kebesaran Allah,
menjadikan hati menjadi tenteram, jiwa menjadi hidup, kehidupan selalu dinaungi
oleh kebahagiaan.8 Setiap manusia mendambakan kedamaian dalam dirinya,
sumber kedamaian adalah dengan kehadiran Tuhan di dalam dirinya. Karena itu,
8
maka dengan berzikir menyebut nama-Nya dan merenungkan kebesaran dan
keagunangan-Nya hati menjadi damai dan tenteram.
Seluruh manusia ingin hidup dengan bahagia guna mencapai kesempurnaan,
tetapi manusia harus sadar bahwa kesempurnaan yang hakiki hanya milik Allah
swt. Manusia memiliki beragam potensi dan bakat yang implementasinya adalah
untuk saling melengkapi guna menuju kesempurnaan. Salah satu metode Islam
dalam membentuk kesempurnaan hidup adalah dengan cara zikir.9
Artinya : “Karena itu, maka ingatlah kalian kepadaku maka aku akan menjagamu dan bersyukurlah kepadaku dan jangan jangan kamu berbuat kufur”10
Menurut Quraish Shihab bahwa ayat tersebut sering sekali dikutip namun
dalam pengamalannya agak susah. Ayat ini mengingatkan kepada umat Muslim
bahwa dalam setiap tarikan nafas dan kesadaran manusia seyogyanya selalu
menempatkan Allah sebagai pelabuhan terakhir. Artinya manusia dapat mengingat
Allah swt di mana saja dan kapan saja selama ia masih berada di atas bumi
Allah,”ﺖﻨﻛ ﺎﻤﺜﯿﺣ ﷲااﻮﻘّﺗا”, bertakwalah kepada Allah di manapun kamu berada. Begitu banyak cara manusia berekspresi dalam mengingat Allah, ada yang
menangis, berdiam diri, menyanyi, menari dan ada pula yang melalui bertutur
kata. Di Indonesia, akhir-akhir ini bermunculan jamaah zikir yang lahir seperti
9
http://alhikmahdua.net/2010/03/23/manfaat-dzikir-dalam-kehidupan/ diakses pada 18-09-2010.
10
KataHati Institute,11 Training ESQ,12 Training Shalat Khusyu’13 dan lain
sebagainya.Trand semacam ini berusaha memberikan solusi bagi para jamaah
yang tengah mengalami kegelisahan dan kegersangan jiwa.
Tidak bisa dipungkiri bahwa pada masa kini adalah sebuah masa
kegelisahan. problematika kehidupan dapat terlihat dan dirasakan dimana dan
kapan saja, hal tersebut terjadi karena kebuTuhan hidup yang terus meningkat,
dan juga terjadinya berbagai kerusuhan yang mengusik kedamaian.14 Dengan
Zikir kepada Tuhan, optimisme lahir, dan itulah yang mendapat menghilangkan
kegelisahan. Dalam Islam, berdzikir merupakan salah satu ajaran pokok yang
dipraktikkan sepanjang saat dan dalam seluruh kondisi dan situasi. Dalam
al-Qur’ân begitu banyak bertebaran ayat-ayat yang mengajarkan zikir untuk berbagai
situasi dan kondisi, baik secara langsung maupun tidak langsung.15
Seluruh jagad raya dari yang terkecil sampai dengan yang terbesar dijadikan
Allah. sebagai sarana untuk berzikir mengingat kepada-Nya. Alam raya
dijadikan-Nya ayat, yakni tanda yang menunjuk kehadiran-Nya. Alam raya juga dinamai ‘alam seakar dengan kata alamat karena ia berfungsi menjadi alamat yang jelas menunjuk wujud dan kuasa-Nya dan karena itu maka memandang kepada alam
11
Sebuah lembaga pengembangan diri yang didirikan oleh Erbe Sentanu di Jakarta. Katahati Institute merupakan pusat teknologi transformasi kesadaran sukses yang memfasilitasi pelatihan peningkatan kualitas kesadaran personal dan mutu kehidupan manusia.
12
Sebuah lembaga training kepemimpinan dan motivasi yang didirikan oleh Ary Ginanjar Agustian pada tahun 2001
13
Sebuah Pelatihan Shalat Khusyu’ yang didirikan oleh Abu Sangkan, yang merupakan alat atau wasilah menyampaikan ajaran tawasuf dan filsafat.
14
Shihab,Wawasan al-Qur’an, h. 2.
15
raya seharusnya dapat menjadi jangkar bagi kalbu dan nalar untuk mengingat dan
sampai kepada-Nya.16
Bagi umat Muslim, pembersih dan penenang jiwa itu adalah zikrullah. Zikir
merupakan hal yang sangat efektif dalam menghilangkan penyakit-penyakit hati.
zikir merupakan jiwa dari setiap tindakan peribadatan seperti Shalat, Puasa dan
amalan lainnya.
Tidak dapat dibantah lagi bahwa zikir benar-benar dapat menenteramkan
hati. Penyebabnya adalah ketika kita ingat kepada Allah, maka pada saat itu
terselip sikap menyandarkan diri kepada Allah yang disebut tawakkal atau
tawwakkul. Kita mengenal bahwa salah satu sifat dari Allah adalah al-Wakil
(tempat bersandar). Hasbunallah wa ni'mal wakil, artinya cukuplah Allah bagi kita
dan Dia adalah sebaik-baik tempat bersandar.
Umat muslim terkadang lengah dengan tuntunan al-Qur’ân; sebagian umat
tidak memahami apa makna dan konsep zikir; banyak juga yang memahami zikir
dalam bentuk kalimat-kalimat yang diulang-ulang membacanya tanpa memahami
dan menghayatinya. Di sisi lain, banyak juga yang belum mengamalkannya
karena menurut mereka zikir tidak lebih dari sekedar ritual agama yang hanya
bermanfaat bagi kehidupan manusia di alam akhirat dan sama sekali berpengaruh
pada kehidupan di dunia.
Masalah lain yang terkadang rumit adalah ada sebagian orang yang mencari
ketenangan dengan cara bersenang-senang dengan pemakaian obat penenang
(perangsang) untuk memperluas pengalaman psikis, mistis, hipnotis, meditasi, dan
16
sikap mental kreatif memberikan gambaran bahwa umat manusia dewasa ini
tampak semakin haus terhadap pengalaman dan pengembaraan spiritual untuk
ketentraman jiwa.17 Semua itu cara berbagai macam cara dan pola manusia
mencari ketenangan jiwa dan ketenteraman hatinya.
Sebagaimana telah dideskripsikan di atas bahw al-Qur’aan begitu banyak
menjelaskan mengenai zikir. Karena belum jelasnya pemahaman sebagian umat
Muslim terhadap zikir tersebut, maka perlu adanya penafsiran dan penelitian lebih
lanjut mengenai hal tersebut.
Salah satu kitab tafsir yang membahas mengenai zikir ialah kitab Tafsir
al-Marâghî. Dilihat dari sudut pandang keberadaan dan metodologinya, Tafsir
Marâghî termasuk tafsir modern. Pengarangnya ialah Ahmad Musthafa
al-Marâghî Ia merupakan tokoh dan ulama Universitas al-Azhar dan Dâr al-‘Ulûm di
Kairo dan ia juga salah seorang murid Muhammad Abduh (1905M), seorang
ulama pembaharu dan pemikir. Dari latar belakang keterkaitannya dengan
gurunya, pemikiran rasional Mu’tazilah terbangun dalam dirinya dan inilah yang
kemudian mewarnai pemikiran kalam al-Maragi dalam tafsirnya.18
Pilihan terhadap sosok al-Marâghî dalam penelitian ini karena sebagaimana
diketahui dan diungkapkan oleh Muhammad Alî Iyâzî, bahwa isi penafsiran dalam
tafsir al-Maraghi mudah dipahami, relevan dengan kebuTuhan umat khususnya
pendidikan dan dan pencarian hidayah al-Qur’an. Kitab tafsir ini terhindar dari
17
Sukmono, Psikologi Zikir, h. vi.
18
perdebatan teologis dan kalam yang menjadi ciri khas kitab-kitab tafsir
sebelumnya.19
Berdasarkan kenyataan-kenyataan yang terurai di atas, penulis merasa
tertarik untuk meneliti dan mengkaji ayat-ayat al-Qur’ân dalam Tafsir al-Marâghî
yang membicarakan masalah zikir, baik ayat-ayat yang secara eskplisit
menggunakan term-term zikir, maupun ayat-ayat yang menggunakan
ungkapan-ungkapan lainnya, tetapi ayat tersebut mengandung makna zikir. Dengan
penelitian ini, akan ditemukan bagaimana konsep zikir dalam al-Qur’ân menurut
penafsiran al-Maraghi.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas,
terhadap sejumlah pemahaman terhadap makna dan konsep zikir dalam
al-Qur’ân. Karenanya tentu hal tersebut layak diteliti dan dikaji dari sudut
akademis-ilmiah. Karena itu, mengidentifikasi permasalahan yang berhubungan dengan
zikir dirasa layak untuk ditelusuri, terutama untuk membatasi masalah pada
skripsi ini. Pada pembahasan yang berkaitan dengan zikir penulis
mengidentifikasikan beberapa masalah, yaitu:
a. Apa yang dimaksud dengan zikir? Dalam lingkup apa saja zikir itu
diungkapkan oleh al-Qur’ân?
19
15Al-Sayyid Muhammad Ali Iyâzi, Al-Mufassirūn Hayâ tuhum wa Manhajuhun,
b. Bagaimana peranan zikir untuk menenangkan jiwa manusia?
c. Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan seseorang dapat meraih
ketenangan dengan berzikir?
d. Bagaimana hubungan antara aktifitas zikir?
2. Pembatasan Masalah
Manusia sebagai makhluk yang heterogen dan misteri telah dipebincangkan
oleh para pakar ilmu pengetahuan dalam berbagai disiplin ilmu, baik antropologi,
sosiologi, maupun psikologi. Al-Qur’ân dalam berbagai ayat dan surah juga telah
mengungkapkan keberadaan manusia, sejak unsur-unsur dasar penciptaannya,
kehidupannya di dunia, hingga persoalan ketenangan jiwa manusia.
Zikir dalam al-Qur’ân sangat luas dibicarakan. Ia terkait dengan ilmu
pengetahuan dan mengingat dan beribadah kepada sang maha kuasa Allah swt.
Dari identifikasi masalah di atas, dalam skripsi ini penulis tidak akan
memaparkan dan memperbandingkan secara menyeluruh term zikir dalam
al-Qur’ân. Penulis akan memfokuskan kajian terhadap pemahaman konsep dan makna zikir dan implikasinya bagi kehidupan dalam Tafsir al-Marâghî. Zikir di
dalam al-Qur’ân diungkapkan dalam berbagai makna, namun skripsi ini hanya
membahas Bagaimana peranan zikir untuk menenangkan jiwa manusia
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah tersebut. Dalam
Penelitian ilmiah yang bersifat kualitatif, sudah menjadi keharusan untuk
mengurai rumusan masalah dalam beberapa aspek, sehingga jelas dan tegas ruang
masalah dalam skripsi ini, yaitu: Apakah manfaat zikir menurut al-Marâghî
sebagaimana yang dideskripsikan ayat-ayat zikir dalam al-Qur’an?
C. Tinjauan Pustaka
Penulis sebelumnya telah melakukan review terhadap beberapa studi
terdahulu yang dianggap relevan. Obyek review yang berkaitan penelitian tentang
zikir dalam sudut pandang al-Qur’an telah banyak yang menuliskannya, bahkan
bisa dikatakan sangat banyak. Namun, setelah dilakukan penelitian kepustakaan,
belum ada karya intelektual yang membahas mengenai zikir dalam arti ibadah,
bagaiaman fungsi dan manfaatnya sebagaimana yang tergambar dalam al-Qur’an.
Kebanyakan, tulisan yang mengkaji mengenai zikir yang disandingkan dengan
doa. Beberapa contoh tulisan ilmiah dapat dikemukakan sebagai berikut:
M. Quraish Shihab dalam bukunya, “Wawasan al-Qur’an tentang Zikir dan
Doa. Dalam buku tersebut, ia hanya membahas dua hal pokok yaitu zikir dan doa.
Yang mana ia mengatakan bahwa kedua hal tersebut tidak dapat dipisahkan atau
berpisah. Zikir sebagai salah satu cara mendekatkan diri kepada Allah
mengandung doa, demikian juga doa adalah zikir. Di dalamnya juga ia membahas
media dan waktu berzikir serta bacaan-bacaan zikir.
Kemudian, Rizki Joko Sukmono (Direktur Training Program Meditasi
ADEM ATI). Dalam bukunya, “Psikologi Zikir” Ia membahas zikir dengan cara
yang berbeda dari yang biasa dilakukan oleh umat Muslim, kemudian ia
membahas manfaat zikir yang digunakan sebagai salah satu bentuk meditasi.
membahas mengenai hikmah dan manfaat zikir bagi kesehatan fisik maupun
mental.
Hazrat M. Iqbal dalam bukunya yang berjudul Mencintai Allah
Menggenggam Makna Zikir. Ia sama sekali tidak membahas makna zikir itu
sendiri, melainkan ia lebih kepada pembahasa tasawuf dan tarikat.
Luqmanul Hakim dalam disertasinya yang berjudul, Kualitas Hadis-hadis
Zikir pada Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Dalam karya ini, beliau meneliti dan membahas mengenai kualitas hadis-hadis
zikir, baik dari segi sanad maupun matannya. Dan ini berbeda dari yang akan
dikaji oleh penulis.
Dalam hal ini berbeda dengan apa yang akan penulis sajikan dalam
penelitian ini, yang mana penulis akan meneliti korelasi zikir untuk menuju insan
yang kamil yang dipenuhi dengan ketenangan jiwa dan batin. Zikir merupakan
perwujudan iman seorang Muslim. Umat yang akrab dengan pilar ini disebut
al-Qur’an sebagai ulul albab. Mereka, di samping bisa mengintegrasikan kekuatan fakultas zikir dan fikir, juga mampu pula mengembangkannya.
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara akademis bertujuan untuk mengetahi konsep zikir
dalam perspektif Tafsir al-Maraghi. Untuk penelitian ini bertujuan untuk
mengungkapkan efektifitas manusia dalam berzikir untuk tercapainya ketenangan
E. Manfaat / Signifikasi Penelitian
Penelitian ini secara khusus berharap bisa memperluas wawasan kajian zikir
secara konseptual dan memberi penjelasan yang komprehensif tentang zikir dalam
al-Qur’ân. Sebab perkembangan zaman dan tuntutan realitas hidup umat manusia
untuk menemukan formulasi yang ampuh untuk menenangkan jiwa dan batinnya
dan dengan adanya kajian ini, dapat menjadi kontribusi ilmiah dalam disiplin ilmu
tafsir al-Qur’ân. Sehingga dapat memberikan wacana yang berbeda seputar makna
zikir yang terdapat dalam al-Qur’ân.
F. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian dan Sumber Data
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kepustakaan (library research). Data-data penelitian ini sepenuhnya diperoleh dari bahan-bahan pustaka tertulis yang berupa buku, laporan hasil penelitian, makalah, jurnal
ilmiah, atau literatur-literatur lain. Sumber data primernya adalah buku karya
Ahmad Musthafa al-Marâghî, yaitu Tafsir al-Marâghî. Buku ini dipilih, karena
karya ini yang menjadi objek utama penelitian ini. Sedangkan data-data sekunder
akan digali dari berbagai kitab tafsir, literatur, jurnal, makalah, buku, dan
beberapa sumber lainnya yang berkenaan dengan masalah yang dibahas.
Dengan data penelitian yang tersebar di banyak literatur, maka penelitian ini
menggunakan teknik pengumpulan data dokumenter.20 Dengan teknik tersebut,
20
setiap informasi akan diperlakukan sebagai sesuatu yang bernilai sama untuk
kemudian diklasifikasi, diuji, dan diperbandingkan satu sama lain.
2. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data
Dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan metode tematik
(maudhû’i) yaitu, “Suatu bentuk rangkaian penulisan karya tafsir yang struktur paparannya diacukan pada tema tertentu atau pada ayat, surah, juz tertentu. Tema
atau ayat, surah dan juz tertentu ini, ditentukan sendiri oleh mufassir. Dari
tema-tema itu, mufassir menggali visi al-Qur’ân tentang tema-tema yang ditentukan itu”.21
Penelitian ini, tidak menafsirkan al-Qur’an ayat per ayat secara berurutan
sebagaimana dalam penafsiran analitis, tetapi ia berangkat dari penentuan topik
atau tema yang akan dibahas. Dalam hal ini tema zikir adalah fokus yang menjadi
objek kajian, sementara al-Qur’ân diposisikan sebagai sumber utama yang diajak
berdialog dan menjawab persoalan-persoalan zikir.
Setelah peneliti menetapkan tema dan fokur penelitian, peneliti menentukan
proses pengumpulan dan analisis data. langkah-langkah sebagai berikut:
a. Mengumpulkan dan Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan
masalah yang dibahas;
b. Menyusun ayat-ayat yang diteliti sesuai dengan masa turunnya, disertai
dengan penjelasan dan analisis asbab an-nuzul (sebab-sebab turunnya suatu ayat atau surat);
c. Memahami korelasi antar ayat-ayat yang diteliti;
21
d. Melengkapi pembahasan dengan hadis-hadis yang relevan dengan
pokok pembahasan;22
e. Menganalisis dan menafsirkan ayat-ayat zikir, kemudian mengambil
kesimpulan berdasarkan analisis semua data penelitian.
G. Sistematika Penulisan
Pembahasan dalam karya ilmiah ini dibagi atas lima bab, masing-masing
bab dibagi dalam sub-bab pembahasan, hal ini dimaksudkan agar pembahasannya
lebih terarah dan sistematis dan mudah dipahami
Bab Pertama, Pendahuluan. Bab ini berisikan latar belakang masalah, di
dalamnya dikemukakan dasar pikiran dan alasan pentingya penelitian ini
dilakukan. Setelah itu disajikan permasalahan yang menjadi fokus dari penelitian
ini, yang terdiri dari identifikasi, pembatasan dan perumusan masalah. Sebagai
jawaban dari permasalahan tersebut, dirumuskan tujuan dan kegunaannya. Untuk
mencapai tujuan tersebut, digunakan metodologi yang mendukung penelitian ini,
yang meliputi jenis penelitian dengan langkah yang ditentukan. Bab ini juga
dilengkapi dengan tinjauan pustaka untuk melihat sejauhmana kajian tentang zikir
telah dikaji akademisi lainnya, di samping mungkin ada rumusan atau teori yang
relevan dengan penelitian ini. Untuk memberikan arah dan efektifitas pelaksanaan
penelitian ini, dibuat sistematika penulisan.
Bab kedua, memuat Pengertian dan Term Zikir dalam Al-Qur’ân.
Pembahasannya mengenai Pengertian Zikir. Agar penjelasan mengenai zikir
22
menjadi komprehensif. Selanjutnya dibahas Pengertian dan Term Zikir dalam
Al-Qur’ân, dan Term zikir dibagi menjadi, Mengingat Allah, Peringatan, Pelajaran,
Kitab-kitab Allah, Tanda-tanda keagungan Allah
Bab ketiga, Bab tiga memusatkan perhatian pada tinjauan tokoh al-Marâghî
yang pada penelitian ini ditempatkan sebagai tokoh sentral. Ini dilakukan sebagai
salah satu syarat metodologis dalam penelitian pemikiran tokoh. Pada bab ini akan
digambarkan sekilas mengenai kondisi kepribadian beliau, pendidikan dan aspek
sosial kemasyarakatannya kemudian tentang tafsirnya latar belakang penulisan
dan metode dan corak tafsirnya.
Bab keempat, memuat penjelasan mengenai Zikir dalam Tafsir al-Maraghi. Adapun pembahasannya mengenai Tujuan dzikir sebagai Penentram hati dan
penyembuh penyakit bagi manusia dan Balasan bagi yang berzikir dan balasan
bagi yang tidak berzikir, macam dan tingkatan zikir, dan sebab-sebab berzikir
Bab kelima, bab penutup, peneliti menulis kesimpulan-kesimpulan dari isi
skripsi secara keseluruhan sebagai penegasan jawaban atas permasalahan yang
dikemukakan sebelumnya dalam rumusan masalah disertai dengan saran-saran
18
A. Pengertian Zikir
Zikir asal katanya berasal dari bahasa Arab, secara etimologis, merupakan
masdar (kata kerja benda) dari kata kerja (
ﺮﻛذ
) yang berakar kata dari hurufذ
-
ك
-ر
. Menurut Ibn Manzhûr,ﺮﻛذ
berarti, “Menjaga sesuatu dengan menyebut ataumengingatnya, dan menurut Ibn Ishâq berarti mengambil pelajaran. Semantara
zikir juga bermakna kehormatan atau kemuliaan, nama baik, al-kitab yang isinya
menjelaskan agama, shalat, dan do’a serta pujian atas-Nya.”1
Sementara itu, menurut Ibn Fâris bin Zakaria, Zikir mempunyai arti asal
yaitu mengingat sesuatu atau antonim dari lupa, kemudian diartikan dengan
mengingat dengan lidah. Apabila huruf Dzal di-dhamahkan berarti tidak melupakannya. Zikir juga dapat dianalogikan dengan ‘keluhuran’ atau ‘kedudukan
tinggi’ (al-‘alâ), “kemuliaan” atau “kehormatan”. Ibrahim Musthafa dalam al-Mu’jam al-Wasith menyatakan zikir mempunyai arti menjaga atau memelihara,
menghadirkan, nama baik dan menyebut sesuatu dari lisan setelah melupakannya.2
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai: puji-pujian
kepada Allah yang diucapkan secara berulang-ulang, dan juga diartikan do’a atau
1
Ibn Manzhûr,Lisân al-‘Arab, (Beirut: Dâr al-Ma’arif, 1990), Jilid III, h. 1507-1509. lihat juga Louis Ma’lûfAl-Munjîd fi al-Lughah wa-al-A’lâm.(Beirut: Dâr al-Mashriq, 1986), h. 236.
2
puji-pujian berlagu (dilakukan setiap perayaan maulid Nabi), dan juga diartikan
sebagai perbuatan mengerjakan zikir.3
Kata Zikir juga, menurut ‘Abdullâh ‘Abbâs al-Nadwî dalam Qamus
Alfazh al-Qur’an al-Karim ‘Arabi-Injilisi, berarti sebutan (mention), ingatan (remembrance or recollection), peringatan (reminder/admonition), do’a (invacation), nama baik (reputation), dan kemasyhuran (renown).4
Sementara al-Marâghî menyatakan
ﺮﻛذ
artinya mengingat, lawan katanyalupa tetapi khusus di hati, jika huruf zal dikasrahkan artinya mengingat dengan hati dan lidah.5
Dalam pengertian yang lebih rinci, Mu’jam Alfazh al-Qur’an al-Karim
memberikan empat pengertian dasar dari kata zikir tersebut yaitu:
1. Mengucapkan dan menyebut nama Allah, serta menghadirkannya dalam
ingatan
2. Mengingat nikmat Allah dengan menghadirkan Allah dalam kehidupan
kita dengan menjalankan kewajiban kita sebagai hamba Allah
3. Mengingat Allah dengan menghadirkan-Nya dalam hati yang disertai
dengan tadabbur, baik disertai dengan ucapan lisan atau tidak
4. Allah mengingat hamba-Nya melalui pembalasan kebaikan kepada mereka
dan mengangkat derajatnya.6
3
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1996), h. 1136.
4
Abdullah ‘Abbas al-Nadwi,Qamus Alfazh al- Qur’an al-Karim ‘Arabi-Injilisi, (Chicago: Iqra International Educational Fondation, 1986), h. 200.
5
Ahmad Mustafa al-Marâghî , Tafsir al-Marâghî, (Beirut: Dar Ihya Turats al-‘Arabiyah, 1985), Jilid I, h. 171.
6
Oleh karenanya dapat disimpulkan bahwa kata zikir secara etimologi berarti
mengingat sesuatu baik melalui hati maupun perkataan. Zikir juga dapat diartikan
sebagai kitab-kitab Allah, peringatan, pelajaran, pujian dan lain sebagainya.
Selanjutnya, arti zikir menurut terminologi menurut para ulama di antaranya
menurut al-Ghazâli dalam kitabnya yang popular “Ihyâ ‘Ulum al-Dîn” dengan
mengutip pendapat al-Hasan bahwa zikir terbagi dua macam yaitu:
1. Zikir (mengingat) kepada Allah, cara ini begitu baik dan besar pahalanya.
2. Mengingat kepada Allah yang Maha Agung ketika Dia mengharamkan
sesuatu.7
Sayyid Qutb menyatakan bahwa zikir kepada Allah tersebut, tidak hanya
sebatas dengan lisan, tetapi juga perbuatan hati bersama lidah, atau hati saja
dengan merasakan kehadiran Allah dan akhiratnya akan berakibat ketaatan kepada
Allah Yang Maha Suci.8 Sedangkan al-Râzi mengidentifikasikan pengertian zikir
ke dalam tiga macam, yaitu:
1. Sebutan lidah (zikr bi al-lisân) ialah memuji-Nya (tahmid), mensucikan-Nya (tasbîh), dan mengagungkan-Nya (majdun), dan membaca al-Qur’an. 2. Ingatan hati (zikr bi al-qalbi) ialah memikirkan dalil-dalil ada-Nya Allah
dan sifat-sifat-Nya. Memikirkan dalil-dalil perintah dan larangan-Nya
untuk mengetahui hukum-hukum-Nya, dan memikirkan rahasia-rahasia
yang terkandung dalam proses penciptaan alam.
7
Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali,Ihya’ ‘Ulum al-Dîn, ( Beirut: Dar al-Ihya’al-Turats al-‘Arabi, t. t), Jilid I, h. 295.
8
3. Zikir anggota badan (zikr bi al-jawarih) ialah menggunakan seluruh
anggota badan untuk kepatuhan dan ketaatan kepada Allah.9
Ibnu Qayyim al-Jauziyah mengatakan bahwa zikir adalah mengingat Allah
dengan hati dan menyebut-Nya dengan lisan. Zikir merupakan tempat
persinggahan orang-orang yang agung, yang di sanalah mereka membekali diri,
berniaga dan ke sanalah mereka pulang kembali10
Sementara menurut Ensiklopedi Hukum Islam menyebutkan zikir berarti
menuturkan, mengingat, menjaga, mengerti, dan perbuatan baik. Ucapan lisan,
gerakan raga, maupun getaran dalam hati sesuai dengan cara-cara yang diajarkan
oleh agama, dalam upaya mendekatkan diri kepada Allah, untuk menyingkirkan
keadaan lupa dan lalai akan mengingat Allah, keluar dari suasana lupa, masuk ke
dalam suasana saling menyaksikan dengan mata hati, akibat dari dorongan rasa
cinta yang sangat dalam kepada Allah.11
Quraish Shihab mengatakan bahwa zikir, secara umum dapat juga dikatakan
dalam arti memelihara sesuatu, karena tidak melupakan sesuatu berarti
memeliaranya atau terpelihara dalam benaknya. Oleh karenanya kata zikir tidak
harus selalu dikaitkan dengan sesuatu yang telah terlupakan, tetapi bisa saja ia
masih tetap berada dalam benak dan terus terpelihara. Dengan zikir, sesuatu itu
direnungkan dan dimantapkan pemeliharaannya. Quraih Shihab juga mengatakan
bahwa zikir dapat disamakan dengan menghafal, hanya saja yang ini ditekannya
9
Muhammad al-Razi Fakhr al-Din bin Dhiya al-Din Umar,al-Tafsir al-Kabir wa-Mafatih al-Ghayb(Beirut: Dar al-Fikr, 1985), Jilid II, h. 159-160.
10
Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Madârijus-Salikin (Pendakian Menuju Allah): Penjabaran Kongkrit “Iyyaka Na’budu wa-Iyyaka Nasta’in”, terj. Kathar Suhardi, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 1998), h. 303.
11
lebih pada upaya memperoleh pengetahuan dan menyimpannya dalam benak,
sementara zikir adalah menghadirkan kembali apa yang sebelumnya berada dalam
benaknya. Atas dasar ini, maka zikir dapat terjadi dengan hati atau dalam lisan
baik karena sesuatu telah dilupakan maupun karena ingin memantapkannya dalam
benak.12
Dari berbagai definisi di atas dapat dipahami bahwa zikir adalah suatu
pekerjaan mengingat Allah yang dapat diimplementasikan dengan cara
mensucikan, memuji-Nya, membaca al-Qur’an, yang dilakukan dengan lisan,
kemudian, mengingat dengan hati, yakni dengan memikirkan tanda-tanda
kebesaran-Nya dan sifat-sifat-Nya.
B. Term Zikir
Al-Qur’an dalam mengungkapkan zikir dengan berbagai bentuk istiqaq
(kata jadian)-nya, sebanyak 292 kali.13 Kata-kata zikir sendiri, dalam bentuk
mashdar (kata kerja benda) terulang sebanyak 76 kali. Kata al-Zikr adalah bentuk
tunggal (mufrad), sedangkan bentuk jamaknya al-azkar, tetapi bentuk jamak ini tidak tercantum di dalam al-Qur’an. Mungkin saja hal ini untuk mengingatkan
manusia bahwa hanya kepada Allah sajalah tujuan zikir digunakan.
Dalam al-Qur’an kata zikir dalam bentukmashdarmempunyai makna yang bervariasi, salah satunya berarti “peringatan”. Dalam al-Qur’an kata zikir terulang
sebanyak 23 kali dan kata tazkirah terulang sebanyak 10 kali, juga diartikan
“peringatan”.
12
Shihab,Wawasan al-Quran, h. 11.
13
Oleh karenanya term zikir dalam al-Qur’an begitu penting untuk dibahas,
sebab term zikir dalam al-Qur’an mempunyai banyak makna yang luas,
Sekurang-kurangnya ada dua belas macam pengertian yang terdapat di dalam ayat-ayat
al-Qur’an.
1. Mengingat kepada Allah.
Zikir (mengingat) kepada Allah dalam al-Qur’an, dalam arti sifat-sifat,
perbuatan, dan kebesaran Allah,14 hal tersebut dinyatakan secara tidak langsung
dengan menggunakan tiga bentuk zikir, yaitu mengingat dengan hati, mengingat
dengan pengucapan, dengan mengingat dengan seluruh anggota tubuh.
Zikir dengan hati (bi al-qalb), yaitu keterjagaan hati dengan selalu mengingat Allah. Zikir ini tidak terbatas ruang dan waktu, dan dapat dilakukan
dimana saja dan kapan saja.15hal ini, terungkap dalam al-Qur’an sebanyak 19 kali
yang terdapat di 15 surah (7 Surat Makkiyah dan 8 surah Madaniyah). Pertama, Zikir yang disandarkan kepada Allah yang dihubungkan dengan hati sebagai
perbandingan hati orang mukmin dan kafir, terulang sebanyak 10 kali. Di
antaranya QS. al-Zumar/39: 22, 23; QS al-Mâidah/5: 91; QS. al-Ra’d/13: 28; QS.
al-Nur/24: 37; QS. al-Ankabut/29: 45; QS. al-Hadîd/57: 16; QS. al-Mujâdilah/58:
19; dan QS. Munâfiqûn/63:9. Kedua, zikir yang disandarkan kepada kata
al-rahman terdapat dalam QS. al-Anbiyâ’/21: 36. Ketiga, Zikir yang diarangkaikan
dengan kata rabb, sebanyak 3 kali, dalam QS. Yûsuf/12: 42; QS. al-Anbiyâ’/21:
42; dan QS. Shâd/38: 32. Keempat, Kata Zikir yang dirangkaikan kepada dhamir
mutakalim (kata ganti untuk orang pertama) yang dinisbahkan kepada Allah,
14
Shihab,Wawasan al-Quran, 20.
15
Said Agil Siroj, Tasawuf Sebagai Kritik Sosial Mengedepankan Islam Sebagai
dalam hal ini terulang sebanyak 3 kali dalam QS. Thaha/20: 14, 42 dan QS
al-Mu’minûn/23: 110. Kelima, Zikir yang dirangkaikan kepada dhamir na yang dinisbahkan kepada Allah, sebanyak satu kali dalam QS. al-Kahfi/18: 28. Dan
yang keenam, Zikir yang dihubungkan dengan kata subhana, dalam QS.
al-Furqân/25: 18.
Zikir dengan lidah (bi al-lisan), yang dimaknakan menyebut nama Allah, mengucapkan sejumlah lafal yang dapat menggerakkan hati untuk mengingat
Allah. Menurut Said Agil Siroj, zikir pola ini dapat dilakukan pada saat tertentu
dan tempat tertentu pula. Misalnya, berzikir di masjid setelah shalat.16 Zikir pola
ini disebutkan 3 kali yang semuanya terdapat dalam dua surahMadaniyah, yaitu: QS. al-Baqarah/2: 200, dan QS. al-Ahzâb/33: 41.
Kemudian Zikir yang dilakukan dengan seluruh anggota tubuh
(bi al-jawârih). Zikir yang bermakna mengingat Allah dengan anggota tubuh, terdapat dalam Surah al-Jumu’ah/ 62: 9 yang termasuk ke dalamMadâniyah.
2. Peringatan
Zikir dalam makna peringatan, ditemukan sebanyak 11 kali dalam sebelas
surat yang semuanya termasuk dalammakkiyah. Di antaranya, QS. al-A’râf/ 7: 63.
Artinya : Dan apakah kamu (Tidak percaya) dan heran bahwa datang kepada kamu peringatan dari Tuhanmu dengan perantaraan seorang laki-laki dari
16
golonganmu agar dia memberi peringatan kepadamu dan Mudah-mudahan kamu bertakwa dan supaya kamu mendapat rahmat?
Maksud ayat di atas adalah janganlah kalian heran terhadap semuanya ini,
karena bukan suatu hal yang mengherankan jika Allah Ta`ala mewahyukan
kepada salah seorang di antara kalian semata-mata sebagai belas kasihan,
kelembutan, dan kebaikan dalam kalian, untuk mengingatkan kalian dan supaya
kalian menghindari siksa Allah Ta`ala dan janganlah kalian mnyekutukannya
”mudah-mudahan kalian mendapat rahmat”.17
QS. al-anbiyâ’/21: 24
Artinya : Apakah mereka mengambil tuhan-tuhan selain-Nya? Katakanlah: "Unjukkanlah hujjahmu! (Al Quran) Ini adalah peringatan bagi orang-orang
yang bersamaku, dan peringatan bagi orang-orang yang
sebelumku”Sebenarnya kebanyakan mereka tiada mengetahui yang hak, Karena itu mereka berpaling.
QS. al-Qalam/ 68: 52. Zikir yang bermakna peringatan adalah memberikan
peringatan dan pengajaran kepada manusia agar mau mengikuti petunjuk Allah.
17
3. Pelajaran
Zikir yang bermakna pelajaran/Peringatan, terulang sebanyak lima kali di
dalam al-Qur’an, yaitu QS. Yâsin/36: 69. QS. al-Qamar/54: 17, 22, 32, dan 40.
Dalam al-Qamar/54 ayat 17 dikatakan:
Artinya : “Dan Sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, Maka Adakah orang yang mengambil pelajaran?”
Pada ayat ini Allah menerangkan bahwa Dia yang menurunkan Alquran
dengan mempermudah pembacaan dan pengertiannya yang penuh mengandung
ibarat dan tamsil untuk dijadikan pelajaran bagi orang yang hendak
merenungkannya. Tidak diragukan, bahwa hal itu merupakan ancaman berat dan
peringatan keras terhadap setiap pendurhaka yang keras kepala yang
menjengkelkan rasul-rasul Allah dan mendustakan Tuhannya. Perhatikanlah
azab-ku terhadap orang yang kafir kepada-azab-ku dan mendustakan rasul-rasul-azab-ku. Dan
bagaimana Aku memberi pertolongan kepada rasul-rasul-ku itu dan menghukum
musuh-musuh mereka dengan hukuman yang setimpal18
Jalaluddin al-Suyuthi menerangkan ayat tersebut dalam tafsirJalalain (Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Alquran untuk pelajaran) Kami telah
memudahkannya untuk dihafal dan Kami telah mempersiapkannya untuk mudah
diingat (maka adakah orang yang mengambil pelajaran?) yang mau
mengambilnya sebagai pelajaran dan menghafalnya. Istifham di sini mengandung
makna perintah yakni, hafalkanlah Alquran itu oleh kalian dan ambillah sebagai
18
nasihat buat diri kalian. Sebab tidak ada orang yang lebih hafal tentang Alquran
selain daripada orang yang mengambilnya sebagai nasihat buat dirinya
Al-Marâghî menyatakan bahwa Allah juga memenuhi al-Qur’an dengan
bermacam-macam pelajaran dan nasehat, supaya bisa diambil pelajaran yang
dikehendaki dan diperhatikan oleh orang-orang yang mau memperhatikan.19
Dalam hal ini, al-Marâghî, mengutip ayat al-Qur’an lainnya tentang manfaat
peringatan atau pelajaran yang bermanfaat bagi orang-orang yang beriman:
Artinya : “Dan tetaplah memberi peringatan, karena Sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.”20
4. Kitab-kitab Allah
Sementara itu, zikir yang bermakna kitab-kitab Allah, disebutkan sebanyak
tiga kali, yaitu: QS.al-Shafat/ 37: 3, QS. al-Shafat/ 37:168 dan QS. Thaha/ 20:
124.
Artinya : Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, Maka Sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta".
Umat Islam memiliki cara tersendiri untuk menghilangkan penyakit
tersebut, tentunya dengan obat-obat yang telah diberikan oleh Allah dan
RasulNya. Obat yang pertama adalah kita meyakini bahwa kesedihan dan
19
Al-Marâghî,Tafsir Al-Maraghi, Jilid , h. 149.
20
kesusahan yang menimpa kita, sudah ditaqdirkan oleh Allah, maka ketika kita
menyadari hal tersebut akan tenanglah hati kita dan lapanglah dada kita.
Barangsiapa berpaling dari peringatan yang Aku peringatkan padanya; dan
tidak mau mengambil pelajaran daripadanya, yang membuat dia tidak menentang
perintah Tuhannya, maka dia akan merasakan kehidupan yang sangat sempit,
karena dia selalu gelisah, tamak terhadap dunia, sibuk untuk menambahnya dan
takut kekurangan, sehingga akan melihatnya dikuasai oleh kebakhilan21
5. Tanda-Tanda Keagungan Allah.
Zikir yang diartikan sebagai tanda-tanda keagungan Allah, disebutkan
sebanyak sekali dalam surah al-Kahfi/18: 101 yang berbunyi,
Artinya : “Yaitu orang-orang yang matanya dalam Keadaan tertutup dari memperhatikan tanda-tanda kebesaran-Ku, dan adalah mereka tidak sanggup mendengar.”
Menurut al-Marâghî, zikir merupakan tanda-tanda atau ayat-ayat Allah
(kauniyah dan qur’aniyah) yang mengantarkan seseorang agar mengingat Allah
dengan cara mengesakan dan menagungkan-Nya.22
Selain ayat-ayat tersebut di atas, Allah juga banyak mendeskripsikan alam
sebagai sarana untuk berzikir yang termaktub di dalam QS. al-Rahman. Pada
surah ayat tersebut Allah berulang-ulang menggugah hati manusia untuk
mengingat nikmat-nikmatNya yang terbentang di alam raya, di samping
mengingat janji dan ancaman-Nya.
21
Al-Marâghî,Tafsir Al-Maraghi, h 295
22
Melalui Hewan, manusia dapat merenungkan dan mengingat Allah, dengan
merenungkan keistimewaan hewan baik bentuk fisik, kecerdasan, maupun sesuatu
yang dihasilkan hewan, seperti susu, bulu, madu dan sebagainya. Fenomena alam
yang terkecil pun layaknya rumput yang subur menghijau atau yang telah layu dan
telah mongering, demikian juga sehelai daun yang jatuh dari pohon, semuanya
dapat dijadikan sarana berzikir dan mengingat kepada Allah.
Begitu juga dengan api yang digunakan sehari-hari bisa dijadikan sarana
untuk berzikir, sebagaimana firman-Nya:
Artinya : “Kami jadikan api itu untuk peringatan dan bahan yang berguna bagi musafir di padang pasir.”23
Dari pengungkapan mengenai bentuk makna-makna zikir dalam al-Qur’an,
dapat dikumpulkan bahwa kata-kata zikir terulang sebanyak 76 kali. Semua
bentuk pengungkapan term zikir dalam al-Qur’an mempunyai substansi makna
dan maksud yang sama, yakni supaya manusia mengingat dan mengambil
pelajaran dari peringatan-peringatan Allah untuk keselamatan di dunia maupun di
akhirat.
23
30 A. Riwayat Hidup al-Marâghî
Nama lengkap al-Marâghî adalah Ahmad Mustafa al-Marâgî ibn Mustafâ ibn
Muhammad ibn ‘Abdul Mun’im al-Qâdi al-Marâgî. Ia termasuk salah seorang murid
Syekh Muhammad Abduh. Ia lahir pada tahun 1883, yang mana tanggal dan bulan
kelahirannya tidak diketahui dengan pasti, tempat lahirnya di kota al-Marâgah,
Propinsi Suhaj, kira-kira 700 km arah Selatan kota Kairo.1 Kepada kampungnya
tersebut namanya dinisbahkan sehingga lebih popular dengan nama al-Marâghî.
Ahmad Mustafâ al-Marâghî berasal dari kalangan ulama yang taat dan
menguasai berbagai bidang ilmu agama. Hal tersebut terbuktikan dengan melihat ke
delapan saudaranya, yang lima orang di antaranya mempunyai riwayat hidup yang
sukses dan keahlian yang cemerlang di bidang agama, di antaranya:
1. Syeikh Muhammad Mustafâ al-Marâghî yang pernah menjadi Rektor
al- Azhar dua periode; tahun 1928-1930 dan 1935-1945.
2. Syeikh Ahmad Mustafâ al-Marâgî, pengarangTafsir al-Marâghî
3. Syeikh Abdul-‘Aziz al-Marâghî, Dekan Fakultas Ushuluddin Universitas
al-Azhar dan Imam Raja Faruq.
1
‘Adil Nuwaihid, Mu’jam al-Mufasirin min Shadr al-Islam hatta al-‘shr al-hadir, Jilid I, (Beirut: Muassasah al-Nuwaihid al-Saqafiyah, 1988), Cet. Ke-2, h. 80. Dikutip dari Hasan Zaini,
4. Syeikh Abdullah Mustafa al-Marâghî, Inspektur Umum pada Universitas
al-Azhar dan pengarang buku al-Fath al-Mubin fi Thabaqat al-Ushuliyin.
5. Syeikh Abdul Wafa Mustafa al-Marâghî, Sekretaris Badan Penelitian dan Pengembangan Universitas al-Azhar dan pengarang al-Lubâb fi Syarh al-Syahâb.2
Di samping itu, Ahmad Mustafa al-Marâghî juga mengikuti jejak ayahnya
yang sukses dalam mendidik anak-anaknya sehingga berhasil melahirkan dan
mencetak anak-anaknya menjadi generasi yang sukses, dan tetap mempertahankan
tradisi kelurganya yang kental dengan nuansa agama. Hal ini dibuktikan dengan
adanya empat orang puteranya yang menjadi hakim, yaitu:
1. M. Aziz Ahmad al-Marâgî, Hakim di Kairo
2. A. Hamid al-Marâghî, hakim dan Penasehat Menteri Kehakiman di Kairo
3. Asim Ahmad al-Marâghî, Hakim di Kuwait dan Pengadilan Tinggi di Kairo
4. Ahmad Midhat al-Marâghî, Hakim di Pengadilan Tinggi Kairo dan Wakil
Menteri Kehakiman di Kairo.3
Al-Marâghî ketika menginjak usia sekolah, ia dimasukkan oleh orang tuanya
ke madrasah di desanya untuk belajar al-Qur`an. Dengan dikaruniai otak yang sangat
cerdas, sehingga sebelum usia 13 tahun ia sudah hafal seluruh ayat al-Qur`an. Di
2
Abdul Jalal HA,Tafsir al-Marâgî dan Tafsir al-Nur Sebuah Studii Perbandingan, (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, 1985), h. 110 dikutip dari Hasan Zaini, Tafsir Ayat-ayat Kalam Tafsir al-Maraghi, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1997), hlm. 15.
3
samping itu juga mempelajari ilmu tajwid dan dasar-dasar ilmu syari’ah di madrasah
sampai ia menamatkan pendidikan di tingkat menengah.4
Pada tahun 1897 atas dorongan orang tuanya, ia pergi meninggalkan kota
al-Marâghah untuk menuju kota Kairo untuk menuntut ilmu di Universitas Al-Azhar. Di
universitas pertama di dunia itulah, ia mempelajari berbagai cabang ilmu pengetahuan
agama, seperti bahasa Arab, balagah, tafsir, ilmu al-Qur`an, hadis, ilmu hadis, fiqh,
usul fiqh, akhlak, ilmu falaq dan sebagainya. Di samping itu ia juga mengikuti kuliah
di Fakultas Dar al-‘Ulum Kairo (yang dulu merupakan perguruan tinggi tersendiri,
dan kini menjadi bagian dari Cairo University).5 Sebagaimana telah disebutkan
sebelumnya, bahwa al-Marâghî adalah seorang murid dari Muhammad ‘Abduh,
kepada ‘Abduh ia mempelajari ilmu Tafsir.
Ia berhasil menyelesaikan studinya di kedua perguruan tinggi tersebut pada
tahun 1909.6Di antara dosen-dosen yang ikut mengajarnya di Azhar dan di Dar
al-‘Ulum adalah Syeikh Muhammad Abduh, Muhammad Hasan al-Adawiy, Syeikh
Muhammad Bakhit al-Mut’iy7dan Syeikh Muhammad Rifâ’i al-Fayumi.8
Setelah Syeikh Ahmad Mustafa al-Marâghî menamatkan studinya di
Universitas al-Azhar dan Dar al-‘Ulum, ia memulai karirnya dengan menjadi guru di
4
Abdullah Mustafâ al-Marâghî, al-Fath al-Mubîn fi Tabaqât al-Usuliyyîn, (Beirut: Muhammad Amin, 1934), hal. 202, dikutip dari Hasan Zaini, Tafsir Ayat-ayat Kalam Tafsir al-Maraghi, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1997), hlm. 17.
5
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), Cet VIII, h. 71.
6
Nasution,Pembaharuan dalam Islam, h. 71.
7
Muhammad Bukhait al-Muth'y adalah pengarang kitabHaqiqatul Islam wa Usul al-Hukm
8
beberapa sekolah menengah, kemudian ia diangkat menjadi direktur Madrasah
Mu’allimin di Fayum, sebuah kota setingkat kabupaten (kotamadya), kira-kira 300
km sebelah Barat Daya kota Kairo.
Pada tahun 1916 ia diangkat menjadi dosen utusan Universitas al-Azhar untuk
mengajar ilmu-ilmu syari’ah Islam pada Fakultas Ghirdun di Sudan. Di Sudan, selain
sibuk mengajar, al-Marâgî juga giat mengarang buku-buku ilmiah. Salah satu buku
yang selesai dikarangnya di sana adalah ‘Ulum al-Balagah.9 Ilmu balagah ini merupakan data yang sangat penting dalam menganalisis tafsir al-Marâgî.
Empat tahun kemudian tepatnya pada tahun 1920 ia kembali ke Kairo dan
diangkat menjadi dosen bahasa Arab dan ilmu-ilmu syari’ah Islam di Dâr al-Ulûm
sampai tahun 1940. Di samping itu, ia juga diangkat menjadi dosen ilmu balagah dan
sejarah kebudayaan Islam di Fakultas Adab Universitas Al-Azhar. Ia dinilai sebagai
murid Muhammad Abduh yang mempunyai peranan besar dalam hal pembaharuan di
Universitas Al-Azhar.10 Selama mengajar di Universitas Al-Azhar dan Dâr al-Ulûm,
ia tinggal di daerah Hilwan, sebuah kota satelit Kairo, kira-kira 25 km sebelah selatan
kota Kairo. Ia menetap di sana sampai akhir hayatnya, sehingga di kota itu terdapat
suatu jalan yang diberi nama jalan al-Marâgî.11
9
Nasution,Pembaharuan dalam Islam, h. 203
10
Harun Nasution,Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya,Jilid II, (Jakarta: UIP, cet. ke-6, 1986), hal. 101
11
Dalam pada itu ia juga mengajar pada perguruan Ma’had Tarbiyah Mu’allimât
beberapa tahun lamanya, sampai ia mendapat piagam tanda penghargaan dari raja
Mesir, Faruq pada tahun 1361H atas jasa-jasanya itu. Piagam tersebut tertanggal 11
Januari 1361 H. pada tahun 1951, yaitu setahun sebelum beliau meninggal dunia,
beliau masih mengajar dan bahkan masih dipercayakan menjadi direktur Madrasah
Usman Mahir Basya di Kairo sampai menjelang akhir hayatnya.12
Beliau meninggal dunia pada tanggal pada tanggal 9 Juli 1952 di tempat
kediamannya di jalan Zul Fikar Basya nomor 37 Hilwan kira-kira 25 km di sebelah
Selatan kota Kairo.13
Berkat didikan dari Syeikh Ahmad Mustafa al-Marâghî, lahirlah ratusan,
bahkan ribuan ulama/sarjana dan cendikiawan muslim yang bisa dibanggakan oleh
berbagai lembaga pendidikan Islam, yang ahli dalam ilmu-ilmu agama Islam. Mereka
lah yang kemudian menjadi tokoh-tokoh aktifitas bangsanya, yang mampu
mengemban dan meneruskan cita-cita bangsanya di bidang pendidikan dan
pengajaran serta bidang-bidang lain.14
Menurut keterangan A. Yusuf al-Qasim, sebagai yang dikutip Abdul Jalal H.A.
di antara bekas mahasiswa al-Marâghî adalah Syeikh Ahmad Hasan al-Baquri, Syeikh
Abdul Muhaimin al-Faqih, Ahmad al-Sinbat dan Fathi Usman. Di antara
12
Jalal, Tafsir al-Marâgî dan Tafsir al-Nur, h.115. dikutip dari Hasan Zaini, Tafsir Ayat-ayat Kalam, hlm. 18.
13
Jalal, Tafsir al-Marâgî dan Tafsir al-Nur, h.119. dikutip dari Hasan Zaini, Tafsir Ayat-ayat Kalam, hlm. 18.
14
mahasiswanya yang berasal dari Indonesia adalah: H. Bustami Abdul Gani (Guru
Besar IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta), Mukhtar Yahya (Guru Besar IAIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta), H. Mastur Djahri, (IAIN Antasari Banjar Masin), H. Ibrahim
Abdul Halim (IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta), H. Abdul Razaq al-Amudy (IAIN
Sunan Ampel Surabaya).15
Berdasarkan keterangan di atas dapat diambil gambaran umum bahwa
al-Marâgî terinspirasi dan banyak mendapat pengaruh dari segi penafsiran al-Qur`an
maupun metodologinya dari gurunya Muhammad Abduh. Dan selanjutnya,
pemikiran-pemikirannya juga banyak pula mempengaruhi para ilmuwan sesudahnya
baik yang berada di Mesir atau pun yang berada di Indonesia.
B. Sketsa Tafsir al-Marâghi
Al-Marâgî menulis dan menyusun Tafsir al-Marâghi dilatarbelakangi oleh beberapa faktor, di antaranya, adanya respon positif dan antusiasme dari umat Islam
yang begitu besar terhadap tafsir al-Qur’an. Keinginan al-Marâghi untuk menulis dan
menyusun tafsirnya tersebut semenjak lulus dan menyelesaikan studinya dan ketika ia
mengajar di madrasah dan juga ketika mengajar di al-Azhar dan Dar al-Ulum.
Dengan pengalaman yang didapat dari mengajar dan mengamalkan ilmunya di kedua
lembaga tersebut terbukalah wawasan dan pikirannya untuk memberikan sumbangan
yang positif untuk masyarakat Muslim yang mana sangat merespon dan menaruh
15
perhatian dan minat untuk memperdalam pengetahuan dan memperluas wawasan
mereka tentang tafsir al-Qur’an dan sunnah Rasulullah.16
Sementara itu, al-Marâghi juga ingin menampilkan suatu tafsir yang ditulis
dengan memakai gaya bahasa yang praktis dan mudah dipahami. Karena ketika masa
al-Marâghi, kitab-kitab tafsir yang ada dinilai terlalu banyak menggunakan bahasa
dan istilah yang terasa sulit dicerna dan dipahami masyarakat awam, karena telah
dicampuri dengan istilah-istilah tertentu dengan berbagai corak disiplin ilmu, seperti
ilmu balagah, nahwu, sharf, dan lain sebagainya yang terkadang malah membuat
bingung yang membacanya.17
Penulisan tafsir Marâghi juga dilatarbelakangi dengan keprihatinan
al-Marâghi dengan isi kandungan tafsir yang seringkali banyak memuat cerita-cerita
yang tidak rasional. Dalam perspektifnya, bahwa berbagai kitab yang tersebar selama
ini kerapkali diselipkan dengan cerita-cerita yang dinilai bertentangan dengan akal
dan fakta-fakta ilmu pengetahuan, bahkan seringkali bertentangan dengan kebenaran
itu sendiri.18
Begitu juga al-Marâghi mengkritisi penulisan tafsir yang memuat khilafiyah
dan pertikaian dalam berbagai mazhab dan aliran yang bertendensi menjauhkan
hidayah al-Qur’an itu sendiri. Bahkan ada penafsir yang bertikai dalam bidang-bidang
fikih maupun persoalan teologis, akhirnya semangat dan tujuan diturunkannya
16
Al-Marâghî,Tafsir Al-Marâghî, Jilid I Juz I, h. 3.
17
Al-Marâghî,Tafsir Al-Marâghî, Jilid I Juz I, h. 3.
18
al-Qur’an sebagai petunjuk dan rahmat, hilang dan hamper dapat dikatakan terlepas
dari akar kehidupan kemasyarkatan. Oleh karenanya nilai-nilai Islam yang
terkandung dalam al-Qur’an tidak bisa dipahami secara sempurna dan utuh terlebih
lagi untuk dapat diaktualisasikan dalam kehidupan sosial.19
Itulah beberapa sebab yang mendorong al-Marâghi berusaha untuk
menampilkan dan menyusun metode dan corak penafsiran tersendiri yang dapat
dikatakan baru pada masa itu. Al-Marâghi merasa bahwa masyarakat sudah saatnya
membutuhkan kitab-kitab tafsir yang mampu memenuhi kebutuhan mereka dan hal
tersebut hanya bisa melalui tafsir yang disajikan secara sistematis, dengan bahasa
yang lugas, mudah dicerna serta dipahami, di samping itu permasalahan yang dibahas
di dukung dengan argumentasi yang kuat serta relevan dengan perkembangan zaman
dan kebutuhan masyarakat.
Bila dibandingkan dengan kitab-kitab tafsir yang lain, baik sebelum maupun
sesudah Tafsir al-Marâghî, termasuk Tafsir al-Manâr, yang dipandang modern, ternyata Tafsir al-Marâghî mempunyai metode penulisan tersendiri, yang membuatnya berbeda dengan tafsir-tafsir lain tersebut. Sedang coraknya sama dengan
corak Tafsir al-Manâr karya Muhammad Abduh dan Rasyid Rida, Tafsir al-Qur`ân al-Karîm karya Mahmûd Syaltut, dan Tafsîr al-Wâdih karya Muhammad Mahmûd Hijâziy. Semuanya itu mengambiladab al-Ijtimâ’iy.
19
C. Metode dan Corak Penafsirannya
Manhaj dan sistematika Tafsir al-Marâghî yang ditulis oleh al-Marâghî, sebagaimana yang dikemukakannya dalam muqaddimah tafsirnya adalah sebagai
berikut:
1. Penjelasan terhadap surat dan ayatnya. Al-Marâghî mengawali penafsirannya
dengan menjelaskan tempat nuzulnya surat tersebut, yaitu makkiyah ataupun
madaniyah, atau juga menjelaskan bahwa sebagian ayat-ayatnya adalah
makkiyah dan sebagian lainnya madaniyah. Setelahnya, juga menuliskan secara singkat kronologi turunnya surat tersebut. Contohnya: sebelum
menafsirkan surah al-Sâffât, Al-Marâghî menjelaskan bahwa surah tersebut
tergolong Makkiyyah, tanpa adanya perselisihan mengenai hal tersebut. Surah
tersebut turun sesudah surah al-An’am.20
2. Selanjutnya setelah ia mengemukakan keterangan singkat mengenai ayat dan
suratnya, al-Marâghî menjelaskan munasabah (persesuaian) atau keterkaitannya dengan surat yang sebelumnya. Ia juga sering menggunakan
istilah ittishal (hubungan) ayat atau surat sebelumnya. Aspek munâsabah
tidak ditempatkan pada satu tempat tertentu oleh al-Marâghî. Hal ini biasa
dilakukan oleh para mufasir pada umumnya. Mufasir yang menempatkan
munâsabah dalam satu bagian tertentu adalah Muhammad ‘Ali al-Shabunî dalam kitabnya Shafwah al-tafasîr. al-Marâghî biasanya menempatkan aspek
20
munâsabah –khususnya munâsabah antar surat pada setiap awal surat. Meskipun tidak konsisten, al-Marâghî men