KONSEP PERJANJIAN KERJA DAN UPAH MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF (Analisis Kasus Perbudakan di Pabrik CV. Cahaya
Logam di Daerah Kec. Sepatan Timur Kab. Tangerang)
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy)
oleh :
HASAN AZIZ NIM: 108043100024
KONSENTRASI PERBANDINGAN MAZHAB FIKIH PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A
ii
KONSEP PERJANJIAN KERJA DAN UPAH MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF (ANALISIS KASUS PERBUDAKAN DI PABRIK CV.
CAHAYA LOGAM DI DAERAH KEC. SEPATAN TIMUR KAB. TANGERANG)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk
Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh :
HASAN AZIZ NIM : 108043100024
Di bawah bimbingan :
Drs. H. Ahmad Yani, M. Ag. NIP : 196404121994031004
KONSENTRASI PERBANDINGAN MAZHAB FIKIH
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUMFAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
iii
Pabrik CV. Cahaya Logam di Daerah Kec. Sepatan Timur Kab. Tangerang)
telah diujikan dalam sidang munaqasah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tanggal 4 Juni 2015. Skripsi ini telah diterima sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada
Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum (S. Sy).
Jakarta, 4 Juni 2015
Dekan,
Dr. Asep Saepudin Jahar, MA.
NIP. 196912161996031001
Panitian Ujian Munaqasah
Ketua : Fahmi Muhammad Ahmadi M. Si.
Nip. 197412132003121002 (……….)
Sekertaris : Hj. Siti Hanna, S. Ag, Lc., MA.
Nip. 1974021620080120131 (……….)
Pembimbing : Drs. H. Ahmad Yani, M. Ag.
NIP : 196404121994031004 (……….……)
Penguji I : Dr. A. Sudirman Abbas, M. Ag.
Nip. 196912011999031003 (……….)
Penguji II : Dedy Nursamsi, SH, M. Hum.
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan untuk memperoleh gelar strata 1 (S1) di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika kemudian hari saya terbukti bahwa ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 9 Juni 2015 M 28 Sya’ban 1436 H
v Tangerang)
Problematika ketenagakerjaan sepanjang sejarah selalu memunculkan permasalahan baru, dari masalah perjanjian kerja, pengupahan, perlindungan, kesejahteraan, dan pengawasan ketenagakerjaan. Di antara masalah tersebut salah satu yang sangat krusial adalah masalah perjanjian kerja dan pengupahan. Perjanjian kerja yang tidak jelas dan jumlah upah yang diinginkan para pekerja/buruh sering kali bertentangan dengan kehendak perusahaan, seandainya pemerintah tidak campur tangan pasti sebuah tatanan masyarakat terutama dalam bidang ekonomi akan dikuasai oleh kapitalis. Dalam islam memandang upah adalah hal yang sangat penting karena masuk dalam ranah daruriyat. Islam selalu menjunjung tinggi akad atau kesepakatan antara pekerja/buruh dan majikan, namun sebagai pihak yang lebih kuat majikan dilarang melakukan tindakan semena-mena serta memberikan upah yang tidak dapat mencukupi minimal kebutuhan pokoknya. Untuk itu perlu adanya pembahasan yang komprehensif dalam menjelaskan perjanjian kerja dan upah yang layak.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsep perjanjian kerja dan konsep upah buruh menurut hukum islam dan hukum positif. Dan juga untuk mengetahui kedudukan hukum perjanjian kerja dan upah buruh terkhusus di Pabrik CV. Cahaya Logam di Daerah Kec. Sepatan Timur Kab. Tangerang menurut hukum Islam dan hukum Positif.
Metode penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan instumen penelitian lapangan (field research). Dan penelitian kepustakaan yang didasarkan pada suatu pembahasan dengan menggunakan metode studi kepustakaan (library research). Adapun pendekatan yang dilakukan dalam penyusunan skripsi ini menggunakan pendekatan konseptual (conceptual approach).
Sedangkan tekhnik pengumpulan data dilakukan dengan cara dokumentasi, wawancara, dan observasi.
Kata Kunci: Konsep Perjanjian Kerja dan Upah, Hukum Islam, Positif
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah
memberikan nikmat sehat wal’afiyat sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.
Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada
sang penyampai wahyu
al-
Qur’an suci
, penebar rahmat bagi insani, dialah
junjungan alam Nabi besarkita Muhammad SAW, beserta keluarga, para sahabat dan pengikut beliau seluruh
umat manusia yang setia kepada ajarannya hingga akhir zaman.
Penulis menyadari bahwasanya terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak, baik secara moril maupun materiil. Karena itu, seraya
memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT., dengan penuh ketulusan hati, penulis
menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada yang
terhormat:
1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA. selaku Rektor Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
vii
4. Ibu Hj. Siti Hanna, S. Ag, Lc., MA. selaku Sekertaris Program Study
Perbandingan Mazhab dan Hukum Fakultas Syariah dan Hukum Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Dr. H. Asrorun Ni’am Sholeh. selaku Pembimbing Akademik Jurusan
Perbandingan Mazhab dan Fiqih Fakultas Syariah dan Hukum Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Bapak Drs. H. Ahmad Yani, M. Ag. selaku Dosen Pembimbing yang telah
berkenan memberikan arahan serta meluangkan waktu ditengah-tengah
kesibukan. Memberikan kritik dan saran demi terciptanya kesempurnaan
skripsi penulis. Terimakasih atas kebaikan dan perhatiannya.
7. Para Dosen Fakultas Syariah dan Hukum, terima kasih atas ilmu pengetahuan
yang telah diberikan, semoga penulis senantiasa dapat memanfaatkan dan
mengaplikasikannya dalam kehidupan bermasyarakat.
8. Terima kasih terucap kepada Ibu Siti Zubaedah (Kepala Desa), Bapak Salmin
(Ketua Rt) selaku Pemerintah Desa Sepatan Timur Kabupaten Tangerang,
dan Bpk. Basri (Warga/pekerja) yang telah berkenan untuk di wawancarai
hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
9. Terima kasih yang tak terhingga kepada Ayahanda H. Enjum Junaedi dan
viii
dalam kehidupan penulis. Cinta dan kasih sayang serta doa yang semua itu
tak akan bisa tergantikan dengan apapun, semoga Allah selalu menjaga
kalian dalam kebahagiaan dan keberkahan.
10.Teruntuk kakak tercinta: H. Sidiq Fauzi, Yayah Zumriyah, dan Ahmad
Taufik yang selalu menghibur penulis baik suka maupun duka, memberikan
dukungan dan motivasi kepada penulis untuk bisa meraih cita-cita.
11.Untuk paman Habib Hamzah al-Haddar beserta keluarga, terima kasih atas
Do’a dan Wejangannya setiap malam. Para sohib “Darul Daqom” bang sony,
bang acan, bang ayi al-oye, bang didi, bang amid syam, bang aai, bang
bayong, Ky dahlan, dan yang lainnya, terima kasih atas tempat bersandar dan
segelas kopinya.
12.Salam santun untuk Tuan Guru Muhammad Daerobi, yang telah banyak
membantu dan memberikan semangat kepada penulis agar tetap semangat
untuk menjalani hidup, begitupun dengan kang Seto, kang Asef dan kang Eto
el-Bor. Matur suhunnya atas kebaikannya.
13.Teman-teman “The Kostan” faiz abdul, rosadi ahmad, saeful bahri el-BGL,
ridwan DK, ujang FR, ali bekam, achonk KRD, ardi BRK, dan rahman
GBR. Terima kasih atas setiap tawa canda yang telah diberikan disaat penulis
sudah mulai lelah dengan keadaan, kalian menjadi obat pelipur lara.
14.Teman-teman seperjuangan, terkhusus “My Best Friend” Suhendra, Fauzan,
ix
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan,, oleh karena itu, kritik dan saran konstruktif senantiasa penulis
harapkan untuk kesempurnaan karya ilmiah ini, namun penulis berharap semoga
skripsi ini bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Amin Ya Rabbal ‘Alamin.
Jakarta, 9 Juni 2015 M 28 Sya’ban 1436 H
x DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL……….. i
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING……… ii
LEMBAR PENGESAHAN MUNAQOSYAH ... iii
HALAMAN KEASLIAN SKRIPSI………. ... iv
ABSTRAK... ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 9
D. Manfaat Penelitian ... 9
E. Metodelogi Penelitian ... 10
F. Riview Terdahulu ... 14
xi
A. Perjanjian Kerja Menurut Hukum Islam Dan Hukum Positif ... 18
1. Pengertian Perjanjian Kerja ... 18
2. Jenis Perjanjian Kerja ... 21
3. Kententuan Hukum Perjanjian Kerja ... 23
B. Upah Menurut Hukum Islam Dan Hukum Positif ... 25
1. Pengertian Upah ... 25
2. Macam-macam Upah ... 28
3. Sistem Pengupahan ... 29
BAB III KRONOLOGIS KASUS PERBUDAKAN DI PABRIK CV. CAHAYA LOGAM KEC. SEPATAN TIMUR KAB. TANGERANG A. Profil Perusahaan ... 33
B. Kronologis Kasus ... 34
C. Duduk Permasalahan ... 36
xii
A. Analisis Perjanjian Kerja Menurut Hukum Islam
dan Hukum Positif ... 42
B. Analisis Upah Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif ... 55
C. Analisis Kasus ... 70
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 77
B. Saran-saran ... 80
DAFTAR PUSTAKA ... 82
LAMPIRAN-LAMPIRAN:
i. Surat Wawancara ... I
1. Hasil Wawancara Wawancara I ... III
2. Hasil Wawancara Wawancara II ... VII
1 a. Latar Belakang Masalah
Beberapa waktu lalu tepatnya sekitar bulan Mei 2013 terkuaknya
kasus yang menghancurkan martabat kemanusiaan yaitu kasus perburuhan di
daerah Desa Lebak Wangi Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang. Kasus
ini seolah tak berlogika dengan sisi kemanusiaan yang terus dijunjung tinggi
di Indonesia. Tragedi dehumanisasi pada pabrik panci alumunium CV. Cahaya Logam yang memperlakukan buruhnya secara tidak manusiawi.
Pabrik ini dilaporkan telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia seperti
menyiksa dan menyekap karyawan, mempekerjakan karyawan di bawah
umur, dan para karyawan tersebut tidak diberi upah yang standar.
Seperti yang diberitakan dari beberapa media, mereka diperlakukan
seperti budak. Berdasarkan beberapa kesaksian mengatakan bahwa para
buruh dipaksa bekerja dengan waktu tak terbatas, mulai bekerja dinihari dan
berakhir tengah malam, mereka tidak bisa beribadah dan disiksa kalau bekerja
tidak giat.1 Selain perampasan hak atas buruh di atas, hak lain dari buruh juga
dirampas seperti ditempatkan pada tempat yang tidak layak berupa ruang
tertutup 8 x 6 meter, tanpa ranjang tidur, hanya ada alas tikar, kondisi pengap,
lembab, gelap, terdapat fasilitas kamar mandi yang jorok dan tidak terawat.
1
2
Dan rata-rata dari mereka tidak mandi serta tidak berganti baju selama tiga
bulan.2
Dari hasil pemeriksaan, didapatkan bahwa industri tersebut tak
memiliki izin industri dari instansi terkait di Pemerintah Kabupaten
Tangerang. Usaha itu hanya mengantongi Surat Keterangan usaha dari
Kecamatan Cikupa. Petugas kepolisian pun menemukan beragam temuan
mengejutkan. Berikut temuan-temuan itu:
a) Tempat istirahat buruh berupa ruang tertutup sekitar 8m x 6m, tanpa
ranjang tidur, hanya alas tikar, kondisi pengap, lembab, gelap, kamar
mandi jorok dan tidak terawat.
b) Telepon genggam, dompet, uang, dan pakaian yang dibawa buruh
ketika pertama kali datang bekerja di tempat itu disita lalu disimpan
JK dan istrinya tanpa argumentasi yang jelas.
c) Gaji tidak diberikan, sementara buruh sudah bekerja lebih dari 2
bulan, dijanjikan Rp 600 ribu per bulan.
d) Terdapat 6 buruh yang disekap, dengan kondisi dikunci dari luar.
e) Pakaian yang digunakan buruh cenderung kumal, tidak diganti
berbulan-bulan, robek dan jorok.
f) Kondisi badan buruh juga tidak terawat, rambut coklat, kelopak mata
gelap, berpenyakit kulit kurap atau gatal-gatal, tampak tidak sehat.
g) Buruh diperlakukan kasar dan tidak manusiawi. Hak-hak terkait
kesehatan dan berkomunikasi tida diberikan oleh pemilik usaha.
2
h) Ada 4 buruh yang masih berumur di bawah 17 tahun, status anak.3
Dari data yang didapat oleh penulis, hal itu terjadi berawal dari
ketidakjelasannya hubungan kerja dan pembagian kerja antara pengusaha
pabrik dengan para buruh CV. Cahaya Logam. Diperparah dengan perjanjian
kerja yang tidak jelas sekaligus tidak tertulis, hal ini menyebabkan para buruh
tidak bisa menolak perjanjian kerja yang tidak sesuai peraturan
perundang-undangan manakala perjanjian kerja tersebut tidak tertulis. Hal demikianlah
yang menyebabkan antara buruh dengan majikan (pengusaha) tidak seimbang
baik hubungan kerja maupun pembagian kerjanya.
Pada dasarnya hubungan maupun pembagian kerja merupakan aspek
terpenting dalam suatu perusahaan, karena dalam suatu perusahan haruslah
jelas hubungan kerja serta pembagian kerja antara pekerja satu dengan yang
lainnya atau bahkan hubungan pekerja dengan pengusaha/atasannya. Jika
hubungan dan pembagian kerja tidak jelas maka akan terjadi penyimpangan
di sana-sini. Kasus ini merupakan salah satu contoh dari hubungan kerja dan
pembagian kerja yang tidak Jelas yang tidak melakukan perjanjian-perjanjian
sebelumnya sehingga pengusaha atau pemilik pabrik kuali dalam hal ini CV.
Cahaya Logam melakukan tindakan semena-mena kepada para pekerja
layaknya seorang budak dan tidak sesuai dengan prikemanusiaan.
Disamping karena perjanjian yang tidak jelas menjadi pemicu awal,
upah yang diberikan oleh CV. Cahaya Logam juga tidak berdasarkan
3
4
Permenakertrans No. 13 Tahun 2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan
Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak, sebagaimana di tulis dalam
pasal 8 “Upah minimum yang ditetapkan oleh Gubernur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 berlaku bagi pekerja/buruh dengan masa kerja
kurang dari 1 (satu) tahun”. Jadi seharusnya buruh pada waktu itu
mendapatkan upah sesuai UMK (upah minimum kabupaten/kota) dalam hal
Ini Kab. Tangerang sebesar Rp 2.200.000/perbulan,4 bukan Rp.
600.000/perbulan.
Baik ketidakjelasan perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha
dan problem pemberian upah di bawah UMP, ternyata bila dilihat lebih jauh
dalam hukum positif terkait perburuhan memberikan kelonggaran dalam
perjanjian kerja yang tidak tertulis, secara jelas ketentuan Pasal 51 ayat 1 UU
No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa Perjanjian
Kerja dapat dibuat secara tertulis maupun lisan.5 Pasal ini memberikan
penjelasan bahwa Perjanjian Kerja tidak diwajibkan untuk dituangkan dalam
wujud tertulis, bisa saja dalam bentuk lisan. Menurut Agusmidah mengatakan
bahwa perjanjian merupakan buah perlindungan antara pekerja/buruh dengan
pengusaha, untuk itu seharusnya perjanjian kerja tertulis tidak secara lisan.6
Karena hal itu berpotensi pada tidak terlindunginya hak-hak para buruh ketika
terjadi persengketaan antara pekerja dan pengusaha. Hal ini pula yang
4
http://fspmiptbi.org/daftar-umr-ump-umk-tahun-2013, pada tanggal 22 November 2013 pukul 19. 40 WB.
5
Pasal 51 ayat 1 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
6
memungkinkan para buruh/pekerja CV. Cahaya Logam di Kab. Tangerang
tidak bisa berbuat apa-apa akan hak-haknya.
Jika kita melihat lebih jauh, menurut hukum Islam bahwa perjanjian
kerja mensyarat tertulis, hal demikian mengacu pada praktek muamalah yang
saling menguntungkan serta melindungi satu sama lain. Spirit tersebut bisa
dilihat dari al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 282, yang mana isinya Allah
berfirman “apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang
ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya”.
Ayat ini secara spesifik berisi perintah untuk melakukan pencatatan
dalam persoalan hutang piutang (muamalah). Seperti yang kita ketahui bahwa hutang piutang (muamalah) termasuk bagian dari hukum privat (keperdataan). Tujuan pencatatan dalam hubungan hukum keperdataan adalah
untuk menjaga agar masing-masing pihak yang terikat dengan hubungan
hukum tersebut dapat menjalankan hak dan kewajibannya secara baik dan
bertanggung jawab. Dalam konteks ini pencatatan menjadi faktor penting
sebagai bukti adanya hubungan keperdataan tersebut. Selain itu juga
6
maka hal itu sangat riskan terhadap kezaliman, hal demikian bukan termasuk
prinsip hukum Islam yang mengandung pada kemaslahatan umat.7
Perbedaan pandangan lain dari hukum Islam dalam konteks ini adalah
mengenai upah pekerja atau buruh. seperti yang dijelaskan di atas, bahwa
menurut hukum positif upah pekerja harus dibayarkan sesuai dengan hidup
layak di setiap daerah. Hal itu mengacu pada UU No. 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan yang menjelaskan bahwa Pasal 88 ayat 4: “Pemerintah
menetapkan upah minimum berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan
memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.8 Frasa ini membuat
jelas bahwa dalam penetapan upah minimum titik tolak yang digunakan
mengacu pada kebutuhan hidup layak yang diputuskan oleh Gubernur.9
Selanjutnya bagaimana dengan hukum Islam meninjau upah pekerja? Atas
dasar apakah upah yang diberikan menurut hukum Islam.
Secara normatif, istilah upah ditemukan dengan padanan ijarah yang berasal dari kata “al-Ajru” yang berarti “al-Iwadlu (ganti)” yang berarti upah atau imbalan.10 Istilah ini ditemukan dalam surat at-Thalaq ayat 6, yang
mana di dalam ayat itu dikatakan: “jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu Maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah
7
Hamka Haq, Falsafah Ushul Fiqh, (Ujung Pandang: Yayasan al-Ahkam, 1998), 47
8
Pasal 88 ayat 4 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
9
Lihat Pasal 8 Permenakertrans No. 13 Tahun 2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak.
10
di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan Maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.
Dalam hadits juga terdapat banyak menyinggung mengenai upah,
salah satunya adalah hadits yang diiriwatkan oleh Ibnu Majah, dari Abdullah
bin Umar, bahwasanya Rasulullah Saw bersabda: “Berikan kepada seorang
pekerja upahnya sebelum keringatnya kering.”11
Dari beberapa dalil di atas, maka beberapa prinsip upah (al-Ujrah)
yang berbeda dalam hukum Islam dengan hukum positif yaitu upah
ditentukan dengan cara yang paling bijaksana tanpa merugikan kedua belah
pihak, seperti dilarang menangguhkan upah pada pekerja atau buruh, hal
demikian mengacu pada pendapat al-Munawi yang berkata: “Di haramkan menunda pemberian gaji padahal mampu menunaikannya tepat waktu. Yang dimaksud memberikan gaji sebelum keringat si pekerja kering adalah ungkapan untuk menunjukkan diperintahkannya memberikan gaji setelah pekerjaan itu selesai ketika si pekerja meminta walau keringatnya tidak kering atau keringatnya telah kering.”12
Pendapat itu sebetulnya sesuai dalam riwayat Bukhari-Muslim yang
menjelaskan bahwa Nabi Saw bersabda: “Menunda penunaian kewajiban (bagi
yang mampu) termasuk kezholiman.”13
11
Muhammad ibn Yazid Abu Abdullah al-Quzwaini, Sunan Ibn Majah, (Beirut: Dar al-Fikr, T. th.), Juz II, hal. 817
12
Al-Munawi, Faidhul Qodir, (Tt: Tp,T.th), Juz. I, hal. 718
13
8
Setelah mencermati beberapa perbedaan antara Hukum Positif dengan
Hukum Islam secara prinsipil, dalam hal ini mengenai perjanjian kerja maupun
tentang upah. Oleh sebab itu sangat diperlukan penelahaan konseptual antara
hukum positif dengan Hukum Islam guna melihat peristiwa perbudakan di Daerah
Kec. Sepatan Timur Kab. Tangerang. Yang mana terdapat beberapa ketimpangan
dalam kasus tersebut yaitu ketidak-jelasannya perjanjian kerja, pemberian upah
dibawah UMK sekaligus penangguhan upah beberapa bulan oleh pihak pengusaha
Panci CV. Cahaya Logam. Untuk itu penulis akan hadirkan dengan judul skripsi
“Konsep Perjanjian Kerja Dan Upah Menurut Hukum Islam Dan Hukum
Positif” (Analisis Kasus Perbudakan Di Pabrik CV. Cahaya Logam Di Daerah
Kec. Sepatan Timur Kab. Tangerang).
b. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Dari beberapa persoalan yang ada, perlunya pembatasan dalam skripsi
ini yaitu penulis hanya menelaah konsepsi perjanjian kerja tertulis dan tidak
tertulis, kemudian pembatasan kedua yaitu upah buruh yang dibayarkan di
bawah upah minimum dan penangguhan upah seperti yang terjadi pada kasus
Perbudakan di Daerah Kec. Sepatan Timur.
2. Perumusan Masalah
Seperti yang dijelaskan dalam pembatasan masalah, perlunya
penelahaan lanjutan pada kasus di atas mengenai Konsepsi perjanjian kerja
perbudakan di Daerah Kec. Sepatan Timur. Untuk itu, sesuai dengan
pembatasan masalah, maka rumusannya adalah:
1. Bagaimanakah konsep perjanjian kerja menurut Hukum Islam dan
Hukum Positif?
2. Bagaimanakah Upah Buruh Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif?
3. Bagaimanakah kedudukan hukum perjanjian kerja dan upah buruh di
Pabrik CV. Cahaya Logam di Daerah Kec. Sepatan Timur Kab.
Tangerang menurut Hukum Islam dan Hukum Positif?
c. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :
1. Untuk mengetahui konsep perjanjian kerja menurut Hukum Positif dan
Hukum Islam.
2. Mengatahui konsep Upah Buruh Menurut Hukum Positif dan Hukum
Islam.
3. Mengetahui kedudukan hukum perjanjian kerja dan upah buruh CV.
Cahaya Logam di Daerah Kec. Sepatan Timur menurut Hukum Positif
dan Hukum Islam?
d. Manfaat Penelitian
1. Teoritis
Penelitian ini sebagai upaya perluasan wawasan keilmuan hukum Islam
terlebih dalam bidang hukum perburuhan menurut hukum Islam dan Hukum
10
pengetahuan hukum Islam dengan hukum positif indonesia, khususunya
masalah hukum ketenagakerjaan.
2. Praksis
Penelitian ini bermanfaat bagi ulama, akademisi, legal drafter,
mahasiswa, santri dan khususnya para penggiat kajian keilmuan hukum Islam, sebagai acuan dalam mengembangkan serta memahami hukum Islam.
Sebagai sumbangan pikiran dari peneliti bagi kerangka pembangunan hukum
Islam yang berkarakter Indonesia yang sesuai dengan zaman dan tempat.
e. Metode Penelitian
Adapun metode penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian
kualitatif dengan menggunakan instumen penelitian lapangan (field research). Dan penelitian kepustakaan yang didasarkan pada suatu pembahasan dengaan menggunakan metode studi kepustakaan (library research), yaitu metode yang dilakukan dengan mengumpulkan data-data dan bahan-bahan penelitian melalui studi kepustakaan yang di peroleh melalui
kajian undang-undang dan peraturan-peraturan yang ada di bawahnya serta
bahan-bahan yang lainnya yang berhubungan dengan data-data penelitian.14
a. Jenis Penelitian dan Pendekatan
Jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah
14
1) Penelitian yuridis normatif yaitu penelitian yang difokuskan untuk
mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum
baik hukum Islam (fiqh) maupun hukum positif.15
2) Penelitian kepustakaan (library research) yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengkaji, menganalisa serta merumuskan
buku-buku, literatur dan yang lainnya yang ada relevansinya dengan
judul skripsi ini.
Sedangkan pendekatan yang dilakukan dalam penyusunan skripsi ini
menggunakan: Pendekatan konseptual16 (conseptual approach). Pendekatan ini beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang
dalam hukum Islam. Dengan mempelajari pandangan-pandangan dan
dokrtin-doktrin hukum Islam, peneliti akan menemukan serta menganalis kasus
perbudakan di Pabrik CV. Cahaya Logam di daerah Kec. Sepatan Timur Kab.
Tangerang.
b. Sumber Data
Sumber Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data
primer yaitu bahan-bahan mengikat yakni data-data yang berkaitan erat
dengan kasus Perbudakan di daerah Sepatan baik diperoleh dari media
maupun dari hasil wawancara. Selain dari Data Primer juga dapat diperoleh
dari analis buku-buku terkait hukum perburuhan. Adapun sumber data
15
Johnny Ibrahim, Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, (Malang: Bayumedia Publishing, 2008), hal. 294.
16
12
sekunder lainnya yaitu bahan-bahan hukum islam (fiqh) serta peraturan
perundang-undangan yang memberikan penjelasan mengenai bahan primer
seperti UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Permenakertrans
No. 13 Tahun 2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian
Kebutuhan Hidup Layak dan UU Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian.
Bagitu juga bahan lainnya yang terdiri dari buku-buku para ahli hukum
Islam yang berpengaruh, maupun ahli hukum positif, jurnal-jurnal hukum
Islam, pendapat para sarjana.17 Bahan hukum tersier adalah bahan hukum
yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan
bahan hukum sekunder seperti Kamus, encyclopedia, dan lain-lain.18
c. Teknik Pengumpulan Data
Dalam upaya pengumpulan data yang diperlukan, maka digunakan
metode sebagai berikut:
1. Metode Dokumentasi
Metode Dokumentasi adalah mencari hal-hal atau variabel berupa
catatan, transkrip, buku, surat kabar, media online, majalah, prasasti,
notulen, rapat, agenda, dan sebagainya.19
2. Metode Interview
Wawancara atau interview merupakan Tanya jawab secara lisan dimana
dua orang atau lebih berhadapan secara lansung. Dalam proses interview
17
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif suatu tinjauan singkat, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 13.
18
Johnny Ibrahim, Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, hal. 296.
19
ada dua pihak yang menempati kedudukan yang berbeda. Satu pihak
sebagai berfungsi sebagai pencari informasi atau interviewer sedangkan pihak lain berfungsi sebagai pemberi informasi atau informan
(responden).20 Proses wawancara ini akan diajukan kepada pihak yang terkait dalam skripsi ini, seperti langsung kepada narasumber, saksi-saksi
dan lain-lain.
3. Observasi
Adapun Observasi adalah merupakan sebuah proses penelitian secara
mendalam untuk mengetahui kasus perbudakan di Kampung Bayur Opak,
Desa Lebak Wangi, Kecamatan Sepatan Timur, Kabupaten Tangerang.
d. Teknik Analisis Data
Adapun analisis bahan terkait judul skripsi merupakan langkah-langkah
yang berkaitan dengan pengelolahan terhadap bahan-bahan yang telah
dikumpulkan untuk menjawab isu yang telah dirumuskan dalam rumusan
masalah.
Pada penelitian ini, pengelolahan bahan studi analisis hakikatnya
merupakan kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan
yang telah ada. Sistematisasi berarti membuat klasifikasi terhadap
bahan-bahan tertulis tersebut untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi
maupun hipotesa.
20
14
e. Teknik Penulisan
Dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini, penulis berpedoman
pada prinsip-prinsip yang telah diatur dan dibukukan dalam buku pedoman
penulisan skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013.
f. Review Terdahulu
No Nama Judul Persamaan Perbedaan
1 Tasbih21 KONSEP ISLAM
DALAM MENGHAPUSKAN PERBUDAKAN: Analisis Tematik Terhadaap Hadits-Hadits Perbudakan. Menjelaskan beberapa masalah yaitu antara konsep perbudakan dalam islam seperti terlihat di legalkan menurut beberapa riwayat hadits, namun dengan semangat al-Qur’an yang menjunjung tinggi nilai-nilai anti perbudakan seolah hilang secara implisit dengan riwayat tentang perbudakan. Objek penelitian yang digunakan lebih bersifat analisis kepustakaan semata, sedangkan skripsi yang penulis buat lebih terfokus pada konsep perbudakan dalam islam melihat kasus perbudakan di Pabrik CV Cahaya Logam di daerah Kec. Sepatan Timur Kab. Tangerang. 21
2 Zulheldi22 PERBUDAKAN MENURUT
AL-QUR’AN: Suatu Kajian Tafsir Tematik. Secara sepintas al-Qur’an mengakui perbudakan, tapi dalam banyak indikasi sebenarnya al-Qur’an menginginkan penghapusan sistem sosial yang tidak manusiawi tersebut. Penelitian menggunakan pendekatan tematik terhadap hadits-hadits mengenai perbudakan. Sedangkan penelitian dalam skripsi penulis menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu menelusuri bahan kepustakaan dengan studi empirisme data kasus dilapangan.
3 Alfi Jazulin Azwar23 PERBUDAKAN DALAM SEJARAH ISLAM. Mengungkapkan dalam perjalanan sejarah islam, perbudakan yang seharusnya lenyap dengan mengacu kepada pokok ajaran islam kembali melembaga. Kelembagaan yang diteliti bersifat umum, sedangkan objek penelitian skripsi penulis lebih terfokus kepada perbudakan yang terjadi di Pabrik CV. Cahaya Logam di Daerah Kec.
22
Zulheldi, Perbudakan Menurut Al-Qur’an: suatu kajian tafsir tematik, (Tesis, 1991). 23
16
Sepatan Timur.
g. Sistematika Penulisan
Skripsi ini disusun dengan sistematika yang terbagi dalam lima bab.
Masing-masing bab terdiri atas beberapa sub-bab guna lebih memperjelas
ruang lingkup dan cakupan permasalahan yang diteliti. Adapun urutan dan
tata letak masing-masing bab serta pokok pembahasannya adalah sebagai
berikut.
Bab I Pendahuluan, seperti biasanya diawali dengan pembahasan
Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Rumusan Masalah, Tujuan Dan
Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, Review Terdahulu dan terakhir
Sistematika Penulisan.
Pada bab II menjelaskan tentang Landasan Teoritis yang terdiri dari
dua point, poin A tentang Pengertian Perjanjian Kerja, Jenis-jenis Perjanjian
Kerja dan Ketentuan Hukum Perjanjian Kerja. Adapun poin B tentang
Pengertian Upah, Macam-Macam Upah dan Peraturan perundang-undangan
Indonesia terkait Hukum Ketenagakerjaan.
Pada bab III menjelaskan tinjauan Kronologis Kasus Perbudakan di
Pabrik CV. Cahaya Logam Kec. Sepatan Timur Kabupaten Tangerang terdiri
dari tiga point, yaitu Profil Perusahaan, Kronologis Kasus, dan Duduk
Permasalahan.
Pada bab IV Analisis Kasus Perbudakan di Pabrik CV. Cahaya Logam
Hukum Positif, terdiri dari tiga pembahasan yaitu Analisis Perjanjian Kerja
Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif, Analisis Upah Buruh Menurut
Hukum Islam dan Hukum Positif, dan terakhir Analisis Kasus.
Pada bab V Penutup, seperti biasa pembahasan terdiri dari kesimpulan
18 BAB II
LANDASAN TEORITIS PERJANJIAN KERJA DAN UPAH MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF
A. Perjanjian Kerja Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif 1. Pengertian Perjanjian Kerja
Jika dilihat dari ketentuan Pasal 50 Undang-undang No. 13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan menetapkan bahwa hubungan kerja terjadi karena
adanya perjanjian kerja antara pengusaha dengan pekerja/buruh.1 Adanya
perjanjian demikian sangatlah esensial. Pemahaman di atas pada prinsipnya
serupa dengan apa yang ada di Eropa. Di kebanyakan Negara di Eropa dasar atau
landasan hukum perburuhan dapat ditemukan di dalam „perjanjian kerja’. Di
Negara-negara di Eropa (baik di dalam peraturan perundang-undangan maupun
dalam yurisprudensi), perjanjian kerja dipahami mencakup tiga elemen inti:
pekerjaan, upah dan otoritas/kewenangan. Ini berarti bahwa perjanjian kerja
adalah suatu kesepakatan dengan mana buruh/pekerja mengikatkan diri sendiri
untuk bekerja di bawah otoritas/kewenangan majikan dengan menerima
pembayaran upah.2
Hal di atas juga senada dengan definisi perjanjian kerja menurut
Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang menyebutkan bahwa
perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau
1
Pasal 50 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
2
pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak.3
Sementara dalam pasal 1601 A KUH Perdata, perjanjian kerja merupakan suatu
perjanjian dimana pihak yang satu, pekerja mengikatkan diri untuk bekerja pada
pihak pengusaha selama waktu tertentu, dengan menerima upah. Dari rumusan
tersebut, perjanjian kerja harus memenuhi persyarat-persyaratan sebagai berikut:
a) Adanya pekerjaan
b) Adanya upah yang dibayarkan
c) Adanya perintah
d) Adanya waktu tertentu dan waktu tidak tertentu untuk perjanjiannya.4
Setelah menjelaskan pandangan hukum positif terkait perjanjian kerja
perburuhan. di bawah ini akan dijelaskan pembahasan perjanjian kerja menurut
hukum Islam.
Perjanjian atau akad dalam hukum Islam dipandang sah jika rukun dan
syaratnya terpenuhi. Rukun yang dimaksud adalah unsur-unsur yang membentuk
perjanjian tersebut seperti menurut jumhur ulama terdiri dari tiga aspek yaitu
subyek akad, obyek akad dan sighat akad. Adapun di antara syarat-syarat
akadnya sendiri yaitu ahliyatul „ada dan ahliyatul wujub.
3
Hadi Setia Tunggal, Seluk-Beluk Hukum Ketenagakerjaan, (Tt: Harvarindo, 2014), hal. 48
4
20
Dalam Islam sendiri ketika perjanjian atau waktu ijab-kabul tidak ada
keharusan menggunakan kata-kata khusus karena ketentuan hukumnya ada pada
akad dengan tujuan dan makna bukan dengan kata-kata dan bentuk kata itu
sendiri, yang diperlukan adalah saling rela („antaradin), direalisasikan dalam bentuk mengambil dan memberi atau cara lain yang dapat menunjukkan keridaan
makna pemilikan dan mempermilikkan.5
Perjanjian kerja dalam hukum Islam juga membenarkan tertulis tidaknya
perjanjian kerja, namun sebuah keharusan perjanjian kerja tertulis, karena
berdasarkan sebuah potongan ayat dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 282
yang berbunyi:
...
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. (Al-Baqarah:282)
Dan terdapat pula dalam sebuah kaidah al-Kitabah ka al-Khitab (adapun tulisan dalam perjanjian sama seperti sebuah ucapan.
Selain itu juga dalam hukum Islam, kontrak dalam perjanjian kerja
dipandang sah harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a) tidak menyalahi
aturan atau prinsip syariah yang ditetapkan; b) harus sama-sama rida dan ada
5
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 12, alih bahasa Kamaluddin A . Marzuki, (Bandung:
pilihan, c) harus jelas dan gamblang.6 Prinsip lain dari perjanjian kerja harus
saling jujur dan tidak mengkhianati perjanjian kerja, hal itu sesuai dalam
al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 279 dan al-Maidah ayat 1.
2. Jenis Perjanjian Kerja
Dilihat dari segi jangka waktu pembuatan perjanjian kerja, dapat dibagi 2
(dua) jenis, yaitu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT)dan Perjanjian kerja
waktu tidak tertentu (PKWTT) sebagai berikut:
a) Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
Perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) adalah perjanjian kerja antara
pekerja dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu
tertentu dan untuk pekerjaan tertentu.7
Tidak semua jenis pekerjaan dapat dibuat dengan perjanjian kerja waktu
tertentu. Pasal 57 Ayat 1 UU 13/2003 mensyaratkan bentuk PKWT harus tertulis
dan mempunyai 2 kualifikasi yang didasarkan pada jangka waktu dan PKWT
yang didasarkan pada selesainya suatu pekerjaan tertentu (Pasal 56 Ayat (2)UU
13/2003). Secara limitatif, Pasal 59 juga menyebutkan bahwa PKWT hanya
dapat diterapkan untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis, sifat dan kegiatan
pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu pekerjaan yang sekali
selesai atau yang sementara sifatnya, pekerjaan yang diperkirakan
6
Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), hal. 2-3
7
22
penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama, paling lama 3 tahun,
pekerjaan yang bersifat musiman dan pekerjaan yang berhubungan dengan
produk baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau
penjajagan.8
b) Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu
Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT), yaitu perjanjian kerja
antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja tetap.
Masa berlakunya PKWTT berakhir sampai pekerja memasuki usia pensiun,
pekerja diputus hubungan kerjanya, pekerja meninggal dunia. Bentuk PKWTT
adalah fakultatif yaitu diserahkan kepada para pihak untuk merumuskan bentuk
perjanjian baik tertulis maupun tidak tertulis. Hanya saja berdasarkan Pasal 63
Ayat (1) ditetapkan bahwa apabila PKWTT dibuat secara lisan, ada kewajiban
pengusaha untuk membuat surat pengangkatan bagi pekerja/buruh yang
bersangkutan. PKWTT dapat mensyaratkan masa percobaan kerja paling lama 3
(tiga) bulan dan dalam hal demikian, pengusaha dilarang untuk membayar upah
di bawah upah minimum yang berlaku. Hal ini dijelaskan dalam Pasal 60 Ayat
(1) dan (2) UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.9
8
Lihat juga YLBHI, Panduan Bantuan Hukum di Indonesia, (Jakarta: YLBHI, 2014), hal. 156
9
3. Ketentuan Hukum Perjanjian Kerja
Suatu perjanjian yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu bisa
dikatakan sebagai suatu perjanjian yang sah dan sebagai akibatnya perjanjian
akan mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Oleh
karena itu agar keberadaan suatu perjanjian diakui oleh undang-undang (legally
concluded contract) haruslah sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan
oleh undang-undang.
Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat (pasal 1320 KUH
perdata) yaitu:
a) Sepakat merekat yang mengikatkan diri,
b) Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian,
c) Suatu hal tertentu
d) Suatu sebab yang halal.
Kesepakatan kedua belah pihak yang melakukan perjanjian haruslah
bersepakat setuju dengan tanpa adanya paksaan atau tekanan dari pihak lain.
Tidak adanya kekeliruan atau penipuan oleh salah satu pihak. Oleh karena itu
kesepakatan adalah unsur utama. Kecakapan membuat suatu perjanjian
maksudnya mereka yang dikategorikan sebagai pendukung hak dan kewajiban
adalah orang atau badan hukum. Sedangkan suatu sebab yang halal maksudnya
ialah tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan kesusilaan
24
Ketentuan Pasal 51 (1) UUK menyatakan bahwa Perjanjian Kerja dapat
dibuat secara tertulis maupun lisan. Meskipun demikian, ketentuan Pasal 54 (1)
UUK setidak-tidaknya harus mencakup:
a) Nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;
b) Nama, jenis kelamin, umur dan alamat pekerja/buruh;
c) Jabatan atau jenis pekerjaan;
d) Tempat pekerjaan;
e) Besarnya upah dan cara pembayarannya;
f) Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan
pekerja/buruh;
g) Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;
h) Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan
i) Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.
Ketentuan tentang syarat-syarat di atas tidak diperlengkapi secara
memadai dengan sanksi yang memaksakan pentaatan. Sekalipun begitu, ketentuan
perundang-undangan di atas setidak-tidaknya mengindikasikan apa yang
diharapkan termuat dalam perjanjian kerja yang dibuat tertulis. Fakta bahwa tidak
disyaratkan perjanjian kerja dibuat tertulis dilandaskan pemikiran praktikal,
karena dalam banyak kasus para pihak tidak menuliskan kesepakatan yang dibuat
antara mereka. Jika perjanjian lisan demikian dinyatakan cacat hukum, maka
B. Upah Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif 1. Pengertian Upah
Upah memegang peranan penting dalam hubungan kerja (perjanjian
kerja), bahkan dapat dikatakan bahwa tujuan utama seorang pekerja bekerja pada
pengusaha adalah untuk memperoleh upah. Sehingga jika tidak ada unsur upah,
maka suatu hubungan tersebut bukan merupakan hubungan kerja. Menurut
beberapa ahli, Upah merupakan bentuk penghargaan yang diberikan oleh
pengusaha setelah buruh menyerahkan tenaga dan pikirannya dalam proses
produksi. Buruh bersedia untuk bekerja menyerahkan tenaga dan pikirannya
untuk mendapatkan upah. 10 Upah harus diberikan dalam bentuk uang sebagai
imbalan dari pengusaha kepada buruh yang besarnya ditetapkan sebelumnya
seperti dalam bentuk tertulis atau tidak. Ditinjau dari beberapa komponen, bentuk
upah ada banyak macamnya, yaitu:
a) Upah Pokok, yaitu upah dasar yang dibayarkan kepaa pekerja menurut
tingkat atau jenis pekerjaan, dan besarnya ditetapkan berdasarkan
kesepakatan;
b) Tunjangan Tetap, yaitu tunjangan yang diberikan bersamaan dengan upah
tiap bulannya. Tunjangan ini diberikan dengan tidak dipengaruhi dengan
jumlah ketidak hadiran;
10
26
c) Tunjangan Tidak Tetap, yaitu tunjangan yang diberikan bersamaan dengan
upah tiap bulannya. Tunjangan ini hanya diberikan bila buruh masuk
kerja.
Upah dibayarkan bila buruh melakukan pekerjaan. Prinsip ini dikenal
engan istilah No Work No Pay (“tak ada kerja, tak ada upah”). Meskipun begitu,
ada pengecualian dalam hal ini. Yaitu bila buruh cuti, mogok yang sah, buruh
sakit, menjalankan kewajiban terhadap negara, menjalankan ibadah,
melaksanakan tugas serikat, dan melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan.
Dalam keadaaan buruh sakit sehingga tidak dapat melaksanakan pekerjaaan,
upah buruh tetap dibayar dengan besaran yang ditentukan dan wajib dibayarkan
oleh pengusaha.
Adapun istilah upah dalam islam ditemukan dengan padanan ijarah yang berasal dari kata “al-Ajru” yang berarti “al-Iwadlu (ganti)” yang berarti upah atau imbalan.11 Istilah ini ditemukan dalam surat at-Thalaq ayat 6, yang mana di
dalam ayat itu dikatakan:
…
…“Apabila mereka (wanita-wanita) menyusukan (anak) kalian, Maka
berikanlah kepada mereka upah-upahnya” (QS at-Thalaq 65: 6)
11
Dalam hadits juga terdapat banyak menyinggung mengenai upah, salah
satunya adalah hadits yang diiriwatkan oleh Ibnu Majah, dari „Abdullah ibn
„Umar berkata, Rasulullah Saw Bersabda:
هقرع ّفجي ْنأ لْبق هر ْجأ ريجأا اوطْعأ
“Berikan kepada seorang pekerja upahnya sebelum keringatnya kering.”12Hadits di atas menawarkan kepada seluruh pnyedia jasa (pengusaha)
untuk memberikan upah kepada buruh sesuai dengan berakhirya kerja itu sendiri.
Dalam hukum Islam juga telah menawarkan suatu penyelesaian yang sangat
tepat, baik mengenai masalah upah maupun, masalah perlindungan
kepentingan-kepentingan terhadap pekerja maupun pengusaha. Upah ditentukan dengan cara
yang paling bijaksana tanpa merugikan kedua belah pihak. Buruh mendapat upah
yang telah dijanjikan tanpa merampas hak majikan yang sah. Begitu pula
majikan tidak dibenarkan menindas golongan pekerja, dengan mengambil hak
mereka yang sah. Dalam al-Quran diperintahkan dengan jelas agar para
pengusaha membayar upah pekerja selaras dengan tugas yang mereka lakukan
dan pada saat yang sama juga menjaga kepentingan mereka sendiri.
12
28
2. Macam-Macam Upah
Prinsip yang melandasi peraturan perundang-undangan berkenaan dengan
pengupahan ialah bahwa setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan
yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan (Pasal 88 UUK).
Berlandaskan pada ketentuan itu, maka pemerintah mewajibkan diri sendiri
untuk mengembangkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh.
Dalam penjelasan ketentuan di atas, upah wajib (necessary income)
diterjemahkan sebagai upah yang memungkinkan buruh/pekerja memenuhi
penghidupan yang layak. Beranjak dari ketentuan itu pula, buruh/pekerja dengan
pekerjaan yang mereka lakukan harus dapat memperoleh upah dalam jumlah
tertentu yang memungkinkan mereka untuk secara masuk akal memenuhi
penghidupan diri sendiri dan keluarga mereka. Tercakup ke dalam itu ialah
kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pangan, sansang, papan, pendidikan,
pemeliharaan kesehatan, rekreasi dan jaminan hari tua. Kiranya jelas bahwa
penguraian pengertian upah seperti ini mencerminkan program masa depan
daripada situasi kondisi aktual Indonesia.
Di dalam ketentuan yang sama ditetapkan pula bahwa kebijakan
pengupahan yang dikembangkan pemerintah harus mencakup 6 pokok hal
sebagai berikut:
a) Upah Minimum;
c) Upah tidak masuk kerja karena berhalangan;
d) Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan di luar pekerjaannya;
e) Upah karena menjalankan waktu istirahat kerjanya;
f) Bentuk dan cara pembayaran upah;
3. Sistem Pengupahan
Sistem upah merupakan kerangka pengelolaan prihal bagaimana upah
diatur dan ditetapan. Sistem upah di Indonesia pada umunya didasarkan pada tiga
fungsi, yaitu:
a. Menjamin kehidupan yang layak bagi pekerja dan keluaraga.
b. Mencerminkan imbalan atas hasil kerja seseorang
c. Menyediakan insentif untuk mendorng meningkatkan produktivitas kerja.
Untuk mengatur sistem pengupahan di Indonesia, pemerintah sudah
membuat membuat rambu-rambunya dalam UU No 13 tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan. Selain itu, sudah dibuat pula Keputusan Presiden No 107 tahun
2004 tentang Dewan Pengupahan, Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi NoKEP-231/MEN/2003.13
Dewan pengupahan adalah suatu lembaga nonstruktural yang bersifat
tripartit. Secara struktural terdiri atas:
a) Dewan Pengupahan Nasional (Depenas) yang dibentuk oleh Preside
b) Dewan Pengupahan Provinsi (Depeprov) yang dibentuk oleh Gubernur
13
30
c) Dewan Pengupahan Kota/Kabuptan (Depekab/Depeko) yang dibentuk oleh
Bupati/Walikota.
Tugas dari Dewan Pengupahan adalah memberikan saran dan
pertimbangan kepada pemerintah dalam rangka perumusan kebijakan
pengupahan dan pengembangan sistem pengupahan
nasional/provinsi/kabupaten/kota. Seperti dalam penentuan Upah Minimum
Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK).
Upah Minimum Provinsi dan Upah Minimum Kabupaten/Kota
Untuk mengatur tentang ketentuan upah minimum provinsi dan upah minimum
kabupaten/kota, pemerintah membuat peraturan yaitu Peraturan Menteri Tenaga
Kerja No Per-01/MEN/1999 dan diperbaharui pada tahun 2000 menjadi
Peraturan Menteri Tenaga Kerja No Per-226/MEN/2000 tentang Upah
Minimum.
Upah minimum menurut peraturan tersebut adalah upah minimum
terendah yang terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap. Upah minimum terdiri
atas Upah Minimum Provinsi (UMP), Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMS
Provinsi), Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK), Upah Minimum Sektoral
Kabupaten/Kota.
Upah minimum provinsi adalah upah minimum yang berlaku untuk
provinsi adalah upah minimum yang berlaku secara sektoral diseluruh
kabupaten/kota di suatu provinsi.
Adapun upah minimum kabupaten/kota adalah upah minimum yang
berlaku di daerah kabupaten/kota. Sedangkan upah minimum sektoral
kabupaten/kota adalah upah minimum yang berlaku secara sektroal di daerah
kabupaten/kota.
Adapun Ketentuan tentang struktur dan skala upah di Idonesia sudah di
atur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
KEP.49/MEN/IV/2004 tentang Ketentuan Struktur dan Skala Upah.
Struktur upah adalah susunan tingkat upah dari yang terendah sampai
yang tertinggi atau dari yang tertinggi sampai yang terendah. Adapun skala upah
adalah kisaran nilai nominal upah untuk setiap kelompok jabatan.
Dasar pertimbangan untuk menyusun struktur upah terdiri atas:
1. Struktur organisasi
2. Rasio perbedaan bobot pekerjaan antar jabatan
3. Kemampuan perusahaan.
4. Biaya keseluruhan tenaga kerja.
32
6. Kondisi pasar
Sedangkan dalam penyusunan skala upah dapat dilakukan melalui dua
pendekatan yaitu:
1. Skala tunggal, yaitu skala upah dengan ketentuan setiap jabatan pada golongan
jabatan yang sama mempunyai upah yang sama
2. Skala ganda, yaitu skala upah dengan ketentuan setia golongan jabatan
33
DI DAERAH KEC. SEPATAN TIMUR KAB. TANGERANG
A. Profil Perusahaan
Di desa Lebak Wangi, Kecamatan Sepatan Timur, Kabupaten Tangerang,
Yuki Irawan (41) pemilik CV. Cahaya Logam adalah seorang pendatang. Sekitar
15 tahun lalu yuki pernah mengontrak di tanah petak dekat dengan rumah
gedongnya kini. Yuki berbisnis mengolah limbah alumunium foil jadi alumunium
batangan. Usahanya itu sukses.1
Yuki kemudian membeli rumah bertingkat yang kini dijadikan pabrik
percetakan wajan atau kuali. Namun di balik keberhasilan itu rupanya menyimpan
borok. Yuki diketahui menyekap buruh di pabriknya selama berbulan-bulan,
praktik penyekapan di pabrik kuali di Tangerang itu terkuak setelah dua buruh
yang bekerja di pabrik itu berhasil melarikan diri setelah 3 bulan dipekerjakan
dengan tidak layak.
Yuki irawan, dikenal warga sebagai sosok berduit. Pemilik CV. Cahaya
Logam itu dekat dengan aparat desa, polisi hingga tentara.
1
34
Banyaknya aparat yang datang di tempat pembuatan panci yang dikelola
oleh Yuki Irawan tersebut, membuat warga sekitar beranggapan bahwa
perusahaan itu legal. ” kata Kepala Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Tangerang
Heri Heryanto.
Polres Kota Tangerang, pada hari Sabtu (3/5) menggerebek Pabrik CV.
Cahaya Logam, produsen alumunium batangan dan panci di Kampung Bayur
Opak Rt03/06, Desa Lebak Wangi, Kecamatan Sepatan Timur, Kabupaten
Tangerang dan terdapat 35 pekerja pabrik diduga mendapatkan perlakuan kasar
dari majikan dan orang suruhannya. Dari hasil pengecekan, tempat usaha industri
itu tidak mempunyai izin Industri dari Dinas Pemda Kabupaten Tangerang,
namun hanya ada Surat Keterangan Usaha dari Kecamatan Cikupa tetapi lokasi
usaha di Kecamatan Sepatan.
Saat ini, kepolisian telah menahan lima orang yang dijadikan tersangka
terkait kasus itu yakni Yuki Irawan (41) sebagai pemilik pabrik serta empat anak
buahnya yakni Tedi Sukarno (35), Sudirman (34), Nurdin alias Umar (25), dan
Jaya (30).
B. Kronologis Kasus
Kurang lebih 1 tahun lalu tragedi pelecehan martabat manusia terjadi di
bumi negeri tercinta ini, tepatnya di Kampung Bayur Opak RT 03/06, Desa
dua buruh yang bekerja di pabrik itu berhasil melarikan diri. Andi Gunawan (20
tahun) dan Junaidi (22) kabur setelah tiga bulan dipekerjakan dengan tidak
layak.2 Dalam waktu enam bulan dia bekerja di pabrik milik Yuki Irawan itu,
tidak sepeser pun uang yang diterima para buruh. Setiap hari, para buruh harus
bekerja lebih dari 12 jam untuk membuat 200 panci. Jika tidak mencapai target,
lanjutnya, para pekerja akan disiksa dan dipukul. Mereka bekerja mulai jam 5.30
pagi hingga jam 1 malam, hanya . mereka hanya diberi makan nasi putih, tahu
dan tempe.Usai bekerja, para pekerja tinggal di sebuah ruangan berukuran 4
meter x 6 meter yang berada di belakang pabrik. Di dalam ruangan kecil itu
terdapat kamar mandi, namun tidak ada ventilasi udara, dan mereka hanya diberi
dua tikar yang sudah rusak untuk tidur. Ruangan itu kemudian dikunci dari luar.
Para pekerja yang rata-rata berumur 17 hingga 24 tahun ini hanya
memiliki satu baju yang melekat di tubuh, karena menurutnya baju, ponsel dan
uang yang mereka bawa dari kampung disita oleh sang majikan ketika baru tiba
di pabrik tersebut. Para pekerja diiming-imingi mendapat gaji Rp 600 ribu per
bulannya.3 Kondisi di sana sangat memprihatinkan, tidak layak untuk ditiduri.
Para pekerja sering diancam oleh mandor-mandor dan bos Yuki, akan dipukuli
sampai mati, mayatnya langsung mau dibuang di laut kalau jika macam-macam
di sana. Tindakan tidak manusiawi yang diberikan kepada para buruh di pabrik
panci itu membuat sejumlah pekerja berusaha untuk melarikan diri tapi gagal.
2
Wawancara Pribadi dengan Kepala Desa Lebak Wangi Kecamatan Sepatan Timur, Ibu Siti Zubaedah., 4 Mei 2015
3
36
Berikut pernyataan dari salah satu buruh bernama Darmin, “Itu ada yang kejar,
tentara itu, saya langsung lari tapi ketangkap juga. Ditarik langsung dipukuli
sebentar terus saya diteriakin maling sama tentara itu, terus warga pada kumpul
lalu saya bilang saya bukan maling. Saya pekerja tidak betah, lalu warga pergi.
Terus saya diikat sama tentara terus dibawa ke mes. Saya ditelanjangi, dipukuli,
ditendang, ditampar, dikurung di WC satu malam terus besokannya kerja lagi.4
C. Duduk Permasalahan
Seperti yang diberitakan di beberapa media dan hasil analis wawancara
narasumber, kronologis kasus terkuaknya kasus diawali dari laporan seorang
buruh ke Kepala Desa Jamali, Cece Rusmana, yang kemudian ditindaklanjuti
dengan mendatangi lokasi pabrik di Tangerang didampingi personel
Bhanbinkamtibmas.
Dikutip dari media, saat itu kami mendapatkan laporan dari salah seorang
korban yang berasal dari Mande dan Lampung. Mereka melaporkan
mendapatkan penyiksaan selama bekerja di pabrik itu. Sekitar tanggal 23
Februari kita datang ke lokasi pabrik. Kita bertemu langsung dengan bosnya dan
para buruh. Tapi kedatangan kita yang pertama, para buruh mengaku tidak ada
masalah apa-apa. Rupanya sudah di-setting sama bosnya," terang Cece kepada
INILAH di Kantor P2TP2A Kabupaten Cianjur, Minggu (5/5/2013).
4
Cece kemudian berkoordinasi dengan Camat Blambangan Lampung
karena salah seorang korbannya berasal dari Lampung. Rupanya, aksi
perbudakan disertai penyekapan dan penyiksaan sudah terendus aparat kepolisian
yang langsung melakukan penggerebekan.
Pada Jumat malam kita datang ke lokasi pabrik. Ternyata memang sudah
digerebek aparat polisi. Kita langsung mendata di lokasi pabrik. Ternyata ada 22
orang di antara buruh itu merupakan warga Kabupaten Cianjur. Setelah
menyelesaikan pendataan, seluruh korban yang berasal dari Cianjur, termasuk 1
orang dari Bandung, dipulangkan pada Minggu (5/5/2013) dinihari.5
Dari beberapa kesaksian juga mengatakan bahwa para buruh dipaksa
bekerja dengan waktu tak terbatas, mulai bekerja dinihari dan berakhir tengah
malam, mereka tidak bisa beribadah dan disiksa kalau bekerja tidak giat.6 Selain
perampasan hak atas buruh di atas, hak lain dari buruh juga dirampas seperti
ditempatkan pada tempat yang tidak layak berupa ruang tertutup 8 x 6 meter,
tanpa ranjang tidur, hanya ada alas tikar, kondisi pengap, lembab, gelap, terdapat
fasilitas kamar mandi yang jorok dan tidak terawat. Dan rata-rata dari mereka
tidak mandi serta tidak berganti baju selama tiga bulan.7
5 http://m.inilah.com/read/detail/1985826/inilah-kronologis-terbongkarnya-perbudakan-buruh. diakses pada tanggal Minggu, 5 Mei 2013 pada pukul 12:26 WIB
6
http://www.tempo.co/read/news/2013/05/04/064477938/Buruh-Pabrik-Panci-Dipaksa-Kerja-Seperti-Budak. diakses pada tanggal 04 Mei 2013 Pukul 17:50 WIB
7
38
Dari hasil pemeriksaan, didapatkan bahwa industri tersebut tak memiliki
izin industri dari instansi terkait di Pemerintah Kabupaten Tangerang. Usaha itu
hanya mengantongi Surat Keterangan usaha dari Kecamatan Cikupa. Petugas
kepolisian pun menemukan beragam temuan mengejutkan. Berikut
temuan-temuan itu:
a) Tempat istirahat buruh berupa ruang tertutup sekitar 8m x 6m, tanpa
ranjang tidur, hanya alas tikar, kondisi pengap, lembab, gelap, kamar
mandi jorok dan tidak terawat. 8
b) Telepon genggam, dompet, uang, dan pakaian yang dibawa buruh ketika
pertama kali datang bekerja di tempat itu disita lalu disimpan JK dan
istrinya tanpa argumentasi yang jelas.
c) Gaji tidak diberikan, sementara buruh sudah bekerja lebih dari 2 bulan,
dijanjikan Rp 600 ribu per bulan.
d) Terdapat 6 buruh yang disekap, dengan kondisi dikunci dari luar.
e) Pakaian yang digunakan buruh cenderung kumal, tidak diganti
berbulan-bulan, robek dan jorok.
f) Kondisi badan buruh juga tidak terawat, rambut coklat, kelopak mata
gelap, berpenyakit kulit kurap atau gatal-gatal, tampak tidak sehat.
g) Buruh diperlakukan kasar dan tidak manusiawi. Hak-hak terkait
kesehatan dan berkomunikasi tida diberikan oleh pemilik usaha.
8
Wawancara Pribadi dengan Warga/Pekerja CV. Cahaya Logam Kp. Bayur, Desa Lebak Wangi, Kecamatan Sepatan Timur, Bapak Basri., 8 Mei 2015
h) Ada 4 buruh yang masih berumur di bawah 17 tahun, status anak.9
Dari data yang didapat oleh penulis, hal itu terjadi berawal dari
ketidakjelasannya hubungan kerja dan pembagian kerja antara pengusaha pabrik
dengan para buruh CV. Cahaya Logam. Diperparah dengan perjanjian kerja yang
tidak jelas sekaligus tidak tertulis, hal ini menyebabkan para buruh tidak bisa
menolak perjanjian kerja yang tidak sesuai peraturan perundang-undangan
manakala perjanjian kerja tersebut tidak tertulis. Hal demikianlah yang
menyebabkan antara buruh dengan majikan (pengusaha) tidak seimbang baik
hubungan kerja maupun pembagian kerjanya.
Pada dasarnya hubungan maupun pembagian kerja merupakan aspek
terpenting dalam suatu perusahaan, karena dalam suatu perusahan haruslah jelas
hubungan kerja serta pembagian kerja antara pekerja satu dengan yang lainnya
atau bahkan hubungan pekerja dengan pengusaha/atasannya. Jika hubungan dan
pembagian kerja tidak jelas maka akan terjadi penyimpangan di sana-sini. Kasus
ini merupakan salah satu contoh dari hubungan kerja dan pembagian kerja yang
tidak Jelas yang tidak melakukan perjanjian-perjanjian sebelumnya sehingga
pengusaha atau pemilik pabrik kuali dalam hal ini CV. Cahaya Logam
9
40
melakukan tindakan semena-mena kepada para pekerja layaknya seorang budak
dan tidak sesuai dengan prikemanusiaan.10
Disamping karena perjanjian yang tidak jelas menjadi pemicu awal, upah
yang diberikan oleh CV. Cahaya Logam juga tidak berdasarkan Permenakertrans
No. 13 Tahun 2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian
Kebutuhan Hidup Layak, sebagaimana di tulis dalam pasal 8 “Upah minimum
yang ditetapkan oleh Gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 berlaku
bagi pekerja/buruh dengan masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun”. Jadi
seharusnya buruh pada waktu itu mendapatkan upah sesuai UMK (upah
minimum kabupaten/kota) dalam hal Ini Kab. Tangerang sebesar Rp
2.200.000/perbulan,11 bukan Rp. 600.000/perbulan.
Baik ketidakjelasan perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha dan
problem pemberian upah di bawah UMP, ternyata bila dilihat lebih jauh dalam
hukum positif terkait perburuhan memberikan kelonggaran dalam perjanjian
kerja yang tidak tertulis, secara jelas ketentuan Pasal 51 ayat 1 UU No. 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa Perjanjian Kerja dapat dibuat
secara tertulis maupun lisan.12 Pasal ini memberikan penjelasan bahwa Perjanjian
Kerja tidak diwajibkan untuk dituangkan dalam wujud tertulis, bisa saja dalam
bentuk lisan. Menurut Agusmidah mengatakan bahwa perjanjian merupakan
10
Wawancara Pribadi dengan Bapak Salmin., 5 Mei 2015
11
http://fspmiptbi.org/daftar-umr-ump-umk-tahun-2013, pada tanggal 22 November 2013 pukul 19. 40 WB.
12
buah perlindungan antara pekerja/buruh dengan pengusaha, untuk itu seharusnya
perjanjian kerja tertulis tidak secara lisan.13 Karena hal itu berpotensi pada tidak
terlindunginya hak-hak para buruh ketika terjadi persengketaan antara pekerja
dan pengusaha. Hal ini pula yang memungkinkan para buruh/pekerja CV.
Cahaya Logam di Kab. Tangerang tidak bisa berbuat apa-apa akan hak-haknya.
Kementerian tenaga kerja dan transmigrasi (kemnakertrans) mempercepat
proses penyidikan dan penyusunan penuntutan pidana terhadap para pelaku
penyekapan buruh di Tangerang. Para pelaku dijerat dengan 6 (Enam) tuntutan
pidana karena melanggar peraturan ketenagakerjaan dengan ancaman hukuman
penjara berat dan sanksi denda. Pada hari Selasa, tanggal 25 Maret 2014 di
Pengadilan Negeri Tangerang. Dalam putusannya, Majlis Hakim yang diketuai
Asiadi Sembiring menyatakan terdakwa Yuki Irawan terbukti secara sah
melanggar Pasal 24 UU No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian, Pasal 2 ayat (1)
UU No. 21 Tahun 2007 tentang tindak pidana Perdagangan Orang, Pasal 88 UU
No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 372 KUHP tentang
Penggelapan, Pasal 351 KUHP tentang Penganiayaan, dan Pasal 333 KUHP
tentang Perampasan Kemerdekaan, serta menjatuhkan pidana penjara selama 11
(Sebelas) tahun ditambah denda sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta
rupiah) subsidair 3 (tiga) bulan kurungan.
13
42 BAB IV
ANALISIS KASUS PERBUDAKAN DI PABRIK CV. CAHAYA LOGAM DI KEC. SEPATAN TIMUR KAB. TANGERANG MENURUT HUKUM ISLAM
DAN HUKUM POSITIF
A. Analisis Perjanjian Kerja Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif
Maraknya kasus perburuhan di Indonesia terjadi diakibatkan kurangnya
kepastian hukum mengenai perjanjian kerja itu sendiri. Potret buramnya kasus
perburuhan di Indonesia bahkan terlihat seperti kembali kepada zaman feodal. Di
mana seorang majikan seenaknya memperlakukan seorang buruh sebagai
budaknya, dengan tanpa upah, tanpa kejelasan waktu kerja, tanpa keselamatan
kerja/kesehatan dan tanpa hak-hak lainnya. Hubungan kerja yang terlahir dari
ketidakjelasan perjanjian menjadi alat eksploitasi pihak buruh oleh majikannya.
Jika kita lih