• Tidak ada hasil yang ditemukan

Filogeografi Intraspesies Gelatik (Padda Oryzivora (L).) (Passeriformes : Ploceidae) di Pulau Bali

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Filogeografi Intraspesies Gelatik (Padda Oryzivora (L).) (Passeriformes : Ploceidae) di Pulau Bali"

Copied!
337
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)
(82)
(83)
(84)
(85)
(86)
(87)
(88)
(89)
(90)
(91)
(92)
(93)
(94)
(95)
(96)
(97)
(98)
(99)
(100)
(101)
(102)
(103)
(104)
(105)
(106)
(107)
(108)
(109)
(110)
(111)
(112)
(113)
(114)
(115)
(116)
(117)
(118)
(119)
(120)
(121)
(122)
(123)
(124)
(125)
(126)
(127)
(128)
(129)
(130)
(131)
(132)
(133)
(134)
(135)
(136)
(137)
(138)
(139)
(140)
(141)
(142)
(143)
(144)
(145)
(146)
(147)
(148)
(149)
(150)
(151)
(152)
(153)
(154)
(155)
(156)
(157)
(158)
(159)
(160)
(161)
(162)
(163)
(164)
(165)
(166)
(167)
(168)
(169)
(170)
(171)

FILOGEOGRAFD INTWASPES1

ES GELATIK

( P a d d a oryzivora

(L.))

(PASSERIFORYES: PLOCEIDAE)

01

PEILAU BALI

1'

Oleh

S A N G P U T U KAhER S U R A T A

PROGRAM PASCASARJANA INSTITLIT PERTANlAtd BOGOR

(172)

FILOGEOGRAFI

INTRASPESIES

GELATIK

(Pa&

olyzzvora

(L.))

(PASSERIFORMES:

PLOCEIDAE)

DI PULAU

BALI

SANG PUTU KALER SURATA, Filogeografi intraspesies gelatik (Pacida olyzivora

(L.)) (~asseriformes: Ploceidae) di Pulau Bali (dibimbing oleh Prof Dr NAWANGSARI

SUGIRI (Ketua), Prof Dr R E M

WIDJAJAKUSUMA,

Dr AHMAD ANSORI

MATTJIK, Dr DEDY DURYADI dan Dr ASEP S. ADHMERANA sebagai anggota)

Pada masa yang akan datang dikhawatirkan gelatik (Padda oryzivora (L.)) di Bali

mengalami ancaman kepunahan. Oleh karena itu, upaya-upaya untuk mencegah gelatik

dari ancaman kepunahan hams diprioritaslcan. Akan tetapi sebelum upaya tersebut

dilakukan, maka unit-unit konservasi perlu diidentifikasi terlebih dahulu.

Penelitian ini dilakukan dengan maksud mempelajari pola-pola filogeografi gelatik

di Bali. Sebanyak tiga penanda (morfometri, gambaran darah dan genetik) digunakan

untuk mengidentifikasi unit konservasi gelatik. Selain itu, penelitian ini juga mencakup

profil vegetasi dan avifauna dari kawasan tempat mencari makan gelatik di Bali.

Tujuan dari penelitian ini adalah ( i ) inventarisasi profil vegetasi, avifauna dan

kelimpahan gelatik pada beberapa kawasan tempat mencari makan burung tersebut; (ii)

membandingkan pola filogeografi gelatik berdasarkan karakter morfometri, gambaran

darah dan genetik; (iir) memperoleh penanda yang tepat dalam penetapan unit

konservasi gelatik.

Stratum dan kelimpahan vegetasi diamati dengan metode fisiognomi. Keragaman

avifauna diamati dengan metode garis transek dengan teknik pengamatan garis tunggal.

(173)

Tanita, (ii) panjang total dan panjang ekor dengan memakai penggaris; serta ( i i i )

panjang pamh, lebar paruh, kedalaman bukaan paruh, panjang sayap dan panjang tarsus

dengan menggunakan kaliper. Analisis gambaran darah mencakup penentuan (i)

hematoluit dengan teknik mikrohematokrit; (ii) jumlah eritrosit dan leukosit dengan

hemocyiorneter; dan (iii) penghitungan diferensial Ieukosit dengan metode hapusan

darah. Sedangkan pengamatan genetik dilakukan dengan analisis DNA total berdasarkan

teknik RAPD (Random Amplified Polymorphic DNAs).

Jurnlah sampel yang digunakan untuk analisis morfometri, gambaran darah dan

genetik adalah 15-20% dari kelimpahan gelatik yang terdapat pada setiap kawasan

tempat mencari makan burung tersebut. Sebagai outgroup lgunakan gelatik yang

berasal dari Jawa Barat (lima ekor) dan Jawa Timur (enam ekor). Berdasarkan adanya

barrier fisik yang memisahkan Jawa Barat, Jawa Timur, Bali Utara dan Bali Selatan,

populasi gelatik diasumsikan terpisah menjadi empat subpopulasi, yaitu subpopulasi

gelatik Jawa Barat, Jawa Timur, Bali Utara dan Bali Selatan.

Dari hasil pengarnatan teridentifikasi sebanyak delapan kawasan tempat mencari

makan gelatik di Bali, yaitu Gerogak, Pelapuan, Bangkung, Candikusuma, Tibubiyu,

Sanur, Tarnanbali dan Sidemen. Semua kawasan tersebut didominansi oleh vegetasi

herba (55-84% dari luas total) dengan tinggi 0,5-2 m. Jurnlah spesies burung yang

ditemukan sebanyak 39 spesies, yang tergolong dalam 7 ordo dan 20 famili. Kelimpahan

avifauna pada kawasan tempat mencari makan gelatik didominansi oleh kelompok

burung granivora (86,52%). Sedangkan kelimpahan gelatik hanya 5,3396, jauh lebih

kecil dibanding bond01 dada sisik (Lonchura puncfulata) (34,52%). Hasil analisis

(174)

kawasan tempat mencari makannya sendiri. Diduga gelatik mengalami tekanan populasi

akibat kalah bersaing dalam memperebutkan sumber makanan, terutarna dengan bond01

dada sisik.

Gelatik asal Bali memiliki rataan bobot badan 24,88+.1,78 g, panjang total

146f2,63 mm, panjang paruh 15,59+0,45 mm, lebar paruh 8,91+0,37 mm, kedalaman

bukaan pamh 12,93M,29 mm, panjang sayap 66,87*1,87 mm, panjang tarsus

18,5 1+0,55 mm dan panjang ekor 48,9232,03 mm. Hasil analisis komponen utama dan

analisis kelompok menunjukkan tidak terdapat hubungan antara keragaman morfometri

gelatik dan distribusi geografi burung tersebut.

Jumlah eritrosit gelatik asal Bali 3,13+0,66 juta/mm3, hematohit: 62,33+ 12,07 %/

mrn3 dan leukosit 22,40kO,77 ribu/mm3. Sedangkan jumlah basofil 0,06*,24%,

eosinofil 0,91+1,33%, heterofil 38,18+15,48%, limfosit 57,21+16,05% dan monosit

3,09f3,35% dari total leukosit. Hasil analisis komponen utama dan analisis kelompok

menunjukkan tidak terdapat hubungan antara keragarnan gambaran darah gelatik dan

distribusi geografi burung tersebut.

Profil DNA RAPD gelatik menunjukkan adanya struktur populasi yang berbeda

antara gelatik asal Jawa Barat, Jawa Timur, Bali Utara dan Bali Selatan. Hal itu

didukung pula dari hasil analisis komponen utama dan analisis kelompok. Kedua hasil

analisis itu menunjukkan terdapat hubungan antara keragaman genetik gelatik dan

distribusi geografi burung tersebut. Oleh karena itu pengelolaan gelatik yang berasal dari

Bali Utara clan Bali Selatan dalam dua unit konservasi yang saling terpisah perlu

(175)

INTRASPECIFIC PHYLOGEOGRAPHY OF

JAVA

SPARROW (Padda O ~ ~ Z ~ V O ~ Q (L.)) (PASSER1IFORIMES: PLOCEIDAE) ON BALK ISLAND

SANG PUTU KALER SURATA, Intraspecific phylogeography of Java Sparrow (Padda

oryzzvora (L.)) (Passeriformes: Ploceidae) on Bali Island (Under the supervision of

NAWANGSARI SUGIIU, REVIANY WIDJAJAKUSUMA, AEPvlAD ANSORI

MATTJIK, DEDY DURYADI

AND

ASEP S. ADHIKERANA)

The population of Java Sparrow (Padda oryzivora (L.)) on Bali Island is

threatened by the risk of extinction in the near future. The conservation of this

population might provide a solution for its fizture survival. However, before conservation

will be applied, the potential units of conservation must be identified earlier. Hence, the

main purpose of this study is to clarify phylogeographical patterns of Java Sparrow

based on morphometrical, hematological and genetical markers. The study includes also

avifauna diversity and vegetation profile of Java Sparrow feeding areas in Bali.

The objectives of this study are ( 1 ) to investigate habitat profile, avifauna diversity

and the abundance of Java Sparrows in their feeding areas; (2) to compare

morphometrical, hematological and genetical variations, (3) to find markers for

identifying conservation units of Java Sparrows.

Physiognomical survey method was used for recording data on vegetation

stratification and abundance. Avifauna diversity was observed using the line kransect.

Eight morphological measurements were taken consistently on body weight, total length,

bill length, bill width, bill depth, wing Ien& tzrsal length and tail length.

Standard haemotological assay procedures were utilized in determining packed

(176)

count for each sample. The genetical character was observed by DNA RAPD (random

amplified polymorphic DNA's) analyses.

About 20% of Java Sparrows from each feeding area were collected for

morphometrical, hematological and genetical analyses. Five birds from West Java and

six birds fiom East Java were used as outgroups. Based on physical barriers among West

Java, East Java, North Bali, and South Bali, the population of Java Sparrow is assumed

to be separated into four subpopulations.

The results indicated that there are eight feeding areas of Java Sparrows on Bali

Island. All of these are dominated by herbs (0,5-2 m), covering 55 to 84% of the total

area. Thirty-nine species of birds, including 7 orders and 20 families were observed. The

abundance of avifauna are dominated by granivorous birds (86,52%). However the

abundance of Java Sparrow is only 5,33%, or about one-sixth from the total of Scaly-

breasted Munia (Lonchura puncrulata). The result of correspondence analysis did not

show any relationship between Java Sparrows and their feeding areas.

The average body weight of Java Sparrows is about 24.88+1.78 g, total length

1 4 6 s . 6 3 mm, bill length 15.59M.45 mm, bill width 8.91&0.37 mm, bill depth

12.93H.29 mm, wing length 66.87&1.87 mm, tarsal length 18.51M.55 rnm and tail

length 48.92f2.03 mm. There is no correlation between geographical distribution and

morphometrical variations, both from the results of principal component analysis and

cluster analysis.

The average leukocyte of Java Sparrow is about 22.40M.77 thousand/mm3,

erythrocyte 3.13-10.66 million/mm3, packed cell volume 62.32f12.07%, basophil

0.06B,24%, heterophil 38.18&15.48%, lymphocyte 57.21f 16.01°h, monocyte

(177)

cluster analysis, no correlations between geographical distribution and haematological

variations were observed.

The estimate of genetic diversity (N) among Java Sparrow subpopulations ranged

from 0.174 to 0.294. The RAPD allele frequencies data (Fst>0.25) revealed high

differentiation among subpopulations. These indicated, that Java Sparrow belong to

large ancestral population. A remarkable degree of concordance was found between the

geographic distribution and the DNA polymorphism. The population of Java Sparrow

was separated into four clearly distinct lineage's, namely North Bali, South Bali, East

Java and West Java subpopulations. The potential conservation units could be deduced

from these results, and a management policy could consequently be inferred. This study

clearly indicates the relevance of the genetical approach for the identification of

(178)

FILOGEOGRAFI INTRASPESIES GELATm (Padda oryzivora (L.)) (PASSERIFORMES: PLOCEWAE) DI PULAU BALI

Oleh

SANG PUTU KALER SURATA BIO 965081

Disertasi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Doktor

pada Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANLAN BOGOR

(179)

Judul Disertasi : FlLOGEOGRAFI TNTRASPESIES GELATIK (Padda oryzrvora (L.)) (PASSERIFORMES: PLOCEIDAE) D'.

PULAU BALI

Nama Mahasiswa : SANG PUTU KALER SURATA

Nomor Pokok 965081

Program Studi BIOLOGI

Menyetujui 1. Komisi Pembirnbing

,

<

(Prof Dr Nawangsari Sugiri) Ketua

(Prof Dr ~ e v i a h ~ Widjajakusuma) (Dr Ir Ahmad Ansori Mattjik)

(Dr IT Dedy Duryadi) Anggota

(Dr Asep S. Adhikerana) Anggota - -

2. Ketua Program Studi Biologi gram Pascasaqana

A

(Dr Ir Dede Setiadi)
(180)

Sang Putu Kaler Surata dilahirkan di Bangli, Bali pada tanggal 24 Pebruari 1959

sebagai anak pertama dari lima bersaudara dari Ibu Sang Ayu Kompyang Tunjung dan

Ayah Sang Made Ratep. Penulis menyelesaikan pendidikan SD tahun 1972 di SDN 2

Bangli, S mtahun 1975 di SMPN Bangli dan Sh4TA tahun 1979 di SM!3 Saraswati

Denpasar, Bali.

Pada tahun 1985, penulis memperoleh gelar sarjana pendidikan biologi pada

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Mahasaraswati Denpasar.

Sedangkan gelar magister sains dalam bidang ilmu pengelolaan sumberdaya alarn dan

lingkungan pada Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, berhasil diraih pada

tahun 1993. Mulai tahun 1996 penuiis mendapat beasiswa dari Departemen Pendidikan

dan Kebudayaan melalui program beasiswa pendidikan program pascasaqana (BPPS)

untuk mengikuti pendidikan program doktor pada Program Studi Biologi, Program

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Sejak tahun 1979 sampai tahun 1983, penulis bekerja sebagai asisten apoteker di

Apotik Kosala Fanna Denpasar. Mulai tahun 1983 sampai 1990, penulis bertugas

sebagai guru honor di SLUA (SMA) Saraswati 2 dan 4 Denpasar, serta di SMF

Saraswati Denpasar. Sedangkan mulai tahun 1989 sampai sekarang penulis bekerja

sebagai staf pengajar pada Fakultas Pendidikan Matematika clan Ilmu Pengetahuan

Alam, Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Saraswati Tabanan, Bali.

Pada tanggal 15 Januari 1988, penulis menikah dengan Ni Wayan Kari, dan

dikaruniai dua orang anak. Anak yang sulung bernama Sang Putu Arik Priastawan (12

tahun). Sedangkan anak yang bungsu bemama Sang Ayu Made Ika Utari Dewi (9

(181)

UCAPAN TERIlMA KASIR

Apabila laporan penelitian ini dapat terselesaikan itu hanyalah berkat rakhmat Ida

Shang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan Yang Maha Esa. Untuk itu puji syukur penulis

panjatkan kehadapanNYA. Penulis sangat menyadari bahwa segala usaha dan upaya

yang telah dilakukan adalah berkat bantuan langsung maupun tidak langsung dari

berbagai p i M . Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberi imbalan yang sepadan atas

berbagai jasa yang telah diberikan.

Melalui kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih

kepada yang terhonnat Ibu Prof Dr Nawangsari Sugiri atas kesediaan beliau menjadi

ketua komisi pembimbing. Penghargaan clan ucapan terima kasih yang tulus j,uga

disampaikan kepada Ibu Prof Dr Reviany Widajakusurna, Bapak Dr Ahmad Ansori

Mattjik, Bapak Dr Dedy Duryadi dan Bapak Dr Asep S. Adhikerana atas kesediaan

beliau menjadi anggota komisi pembimbing. Bimbingan dan saran yang diberikan

sangat membantu penulis dalam merurnuskan dan rnenajamkan pemikiran. Tidak kecil

peranan Bapak Dr Dedy Duryadi yang ikut membantu dalam pengadaan material dan

fasilitas penelitian sehingga mernperlancar penelitian clan penulisan disertasi ini.

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Bapak Prof Dr S. Somadikarta dan Ibu

Dr Ir Ani Mardiastuti Pakpahan, MSc. atas kesediaan beliau berdua untuk m e n j d

penguji di luar komisi pembimbing.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Koordinator Kopertis

Wilayah VIII, Bapak Ketua Yayasan Perguruan Rakyat Saraswati Tabanan, dan Bapak

Rektor Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Saraswati Tabanan, atas ijin dan

kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendi&kan program doktor

(S3) di TPB. Ucapan senada disampaikan pula kepada Ibu Direktur Program

(182)

xii

IPB dan Pengelola BPPS Direbur Jenderal Perguruan Tinggi Departemen Pendidikan

dan Kebudayaan Republik Indonesia, atas kesempatan dan dukungan dana yang telah

diberikan sehingga proses penyelesaian studi penulis dapat be jalan dengan lancar.

Melalui kesempatan ini, secara khusus penulis sampaikan terima kasih yang tulus

kepada Ibu Dr Sukarti Moeljoprawiro, M.App.Sc (Fakultas Biologi UGM) atas

ketulusan beliau memberikan bantuan enzim Tag polimerase. Kepada Bapak Ir Bagus

Ketut Lodji, MS, Bapak Ir Ahmad Faradjallah MS, Ibu

Ir

Ani Aryani (Lab Zoologi

FMIPA Biotrop), Bapak Ir Wahyu Wododo dan Bapak Drs Daryono (Puslitbang

Zoologi LIPI), penulis ucapkan terima kasih yang tulus atas ban- yang diberikan

selama penelitian.

Kepada Dr Ir Made Yasa, MS (alrnarhum); Dr I Wayan Supartha MS; Drs Ketut

Junitha, MS, Drh I Ketut Suatha, Msi; Ir I Gede Wijana, MS; Ir I Gusti Komang Dana

Arsana, Ir Ida Bagus Suryawan, MSi; Ir Komang Puma, MSi; Ir Nengah Suarya, MSi; Ir

Nyoman Wijaya, MS; Ir Komang Sukarsa; Drh Nyoman Suarta, MS1; Drs I Made Sara

Wijana, MSi; Ir I Gde Suranjaya, MSi; Ir Anak Agung Sugiarta, Msi; Ir I Wayan Alit

Artha Wiguna, Msi dan beserta seluruh anggota Himpunan Mahasiswa Pascasarjana

(Punhawacana) Bali-IPB, penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya atas

dorongan dan dukungannya selama penulis berada di Bogor.

Akhimya, ucapan terima kasih disarnpaikan kepada seluruh keluarga, ayah, iby

adik, ipar, istri dan anak-anak tercinta yang telah memberi ban- talc ternilai baik

moral maupun material selama penulis mengikuti studi di IPB, Bogor. Semoga Tuhan

Yang Maha Esa memberikan rakhmatNYA kepada semuanya

Bogor, Awal Mei 2000

(183)

DAFTAR iSI

... DAFTAR TABEL

DAFTAR G A M B M ...

BAB 1 . PENDAHULUAN ...

Latar Belakang ... . .

... Tujuan Penelltian

. .

Manfaat Penelltian ...

... .

BAB I1 TINJAUAN PUSTAKA

... Filogeografi Intraspesies

... Nama dan Sistimatika

... Distribusi dan Habitat

Kawasan Tempat Mencari Makan Gelatik ...

... Isolasi Populasi

... Keragaman Geografi Gelatik

Morfologi Gelatik ...

Darah Burung ...

... Darah sebagai Surnber DNA

Garnbaran Darah ...

Analisis Genetik ...

Amplifikasi DNA dengan Primer Acak ...

BAB I11 . BAHAN DAN METODE ...

Ruang Lingkup ...

Tempat dan Waktu ...

(184)

... Kelimpahan dan Sarnpel

... Aspek Habitat dan Avifauna

... Aspek Morfologi

... Aspek Gambaran Darah

... Aspek Genetik

Isolasi dan Purifikasi DNA ...

... Ampflifikasi RAPD

Seleksi Primer dan Pemberian Skor Pita RAPD ... . .

Anal~sis Data ...

BAE3 IV . HASIL DAN PEMBAHASAN ...

Kawasan Tempai Mencari Makan Gelatik ...

Kawasan Tempat Bersarang Gelatik ...

Avifauna ...

Kekayaan Spesies Burung ...

Kelimpahan Spesies Burung ... Asosiasi antara Avifauna dan Kawasan Mencari Tempat Makan

... Gelatik

Kelimpahan Gelatik ...

Morfologi Gelatik ... . . .

Jenls-jenls Bulu Gelatik ...

Bulu Sayap Primer dan Sekunder ... Morfometri ...

Pola Sebaran Gelatik ... Gambaran Darah ...

. .

(185)

... Diferensial Leukosit

...

Gelatik Asal Daerah Berbeda

... Pola Sebaran Gelatik

... Genetik

Profil DNA Gelatik dengan RAPD ... Lokus Polimorf d m Heterozigositas

...

... Diferensiasi Genetik dan Aliran Gen

...

Pola Sebaran Gelatik

... Keragaman Genetik dan Populasi Nenek Moyang Gelatik

...

Penanda RAPD dan Penanda Genetik yang Lain

Filogeografi dan Konservasi ...

...

Lahan Persawahan. Goa Gelatik dan Hutan Prapat Benua

BAB V . KESIMPULAN DAN SARAN ...

Saran ...

..

...

DAFTAR PUSTAKA ...

(186)

DAFTAR TABEL Nomor 2.1 3.1 Teks

...

Garnbaran darah normal beberapa spesies burung

Beberapa kondisi fisik dan jurniah transek yang dibuat pada kawasan tempat mencari makan gelatik (Padda oryzivora

...

( L . ) ) di Bali

Kelimpahan dan sampel gelatik (Padda oryzivora (L.) pada delapan kawasan tempat mencari makan b m g tersebut ... Sekuen 12 primer RAPD yang digunakan untuk arnplifikasi

DNA gelatik (Padda orytivora ( L . ) ) ... Stratum dan kepadatan vegetasi pada kawasan tempat mencari makan gelatik (Padda oryzivora ( L . ) ) di Baii ... Keragaman kelompok b m g - b u r u n g granivora pada delapan kawasan tempat mencari makan gelatik (Pad& oryzivora

(L.)) di Bali ... Rataan (+ s.b.) delapan karakter morfometri gelatik (Padda oryzivora ( L . ) ) asal Jawa Barat, Jawa Timilr, Bali Utara dan Bali Selatan. ... Hasil pengukuran morfometri geIatik (Padda oryzivora ( L . ) )

asal Jawa d m Bali oleh beberapa orang peneliti lain

...

Rataan garnbaran darah

(+

s.b.) gelatik (Padda olyzivora (L.)) asaI Jawa Barat, Jawa Timur, Bali Utara dan Bali Selatan

...

Estimasi heterozigositas untuk empat subpopulasi gelatik
(187)

Nomor

DAFTAR GAMBAR

Teks Halaman

...

Hipotesis Avise tentang asal-usul DNA 6

Sepasang gelatik (Padda oryzivora (L.)) &lam penangkaran ... 9

...

Distribusi gelatik (Padda oryzivora ( L . ) ) 13

Tipe-tipe sel darah burung

...

18

Beberapa kawasan tempat mencari makan gelatik (Padda

nryzivora (L.)) di Pulau Bali ... 26

Beberapat kawasan tempat mencari makan gelatik (Padda

oryzivora ( L . ) ) di Bali ... 3 8

Burung gereja (Passer rnontanus), gelatik (Padda oryzivora ( L . ) )

...

dan kawasan t e m p t mencari makan gelatik di Tamanbali.. 41

Keragarnan spesies burung pada kawasan tempat mencari makan ...

gelatik (Pa& oryzivora ( L . ) ) di Bali 43

Analisis koresponden antara spesies-kawasan t e m p t mencari ...

makan gelatik (Padda oryzivora (L.)) dalam sumbu F1 d m F2. 5 1

Analisis koresponden antara spesies-kawasan tempat mencari

makan gelatik (Pa& oryzivora ( L . ) ) dalarn sumbu

F1

dan F3

....

52

Analisis koresponden antara spesies-kawasan tempat mencari makan gelatik (Padda oryzivora (L.)) &$am sumbu F2 dan

F3 ... 5 3

Populasi gelatik (Padda olyzivora (L.)) dewasa dan rnuda pada

delapan kawasan tempat mencari makan burung tersebut di Bali. 55

Morfologi geIatik (Padda oryzivora (L.)) ... 58

Topografi geiatik ((Padda oryzivora (L.))

...

5 9

...

(188)

Grafik analisis komponen utama morfornetri gelatik (Padda oryzivora (L.)) alarn sumbu F 1 dan F2.. . .

.

. .

.

.). .

.

. .

.

.

.

. .

. . .

.

. . .

. .

. . . .

Grafik analisis komponen utama morfometn' gelatik (Padda oryzivora (L.)) dafam sumbu F1 dan F3

.

... .

. .

.

.

.

. .

. .

.

.

.

.

.

.

.

. . .

..

.

. .

. . . .

Grafik analisis komponen utama morfornetri gelatik (Padda oryzivora (L.))dalam sumbu F2 dan F3 ...

... .

... [image:188.529.42.415.36.581.2]

Dendrogram morfometri gelatik (Padda oryzivora (L.)) berdasarkan metode W P G M

... ... . ...

.

...

. ... .

Grafik analisis kornponen utama gambaran darah gelatik (Padda oryzivora (L.)) dalam surnbu F1 dan F2

...

...

.. ...

Gratik analisis komponen utama gambaran darah gelatik ( M a oryzivora (L.)) dalam sumbu F 1 dan F3

...

... . ....

Grafik analisis komponen utama gambaran darah gelatik (Padda oryzivora (L.)) dalam sumbu P2 dan F3

... .

...

Dendrogram gambaran darah gelatik (Padda oryzivora (L.)) berdasarkan metode U P G M

...

... .

. ... . .

Pita hasil amplifikasi DNA total dengan primer

RP

01 (5'- AGTCCTCCCC-3') dalam agarosa 1,2%

...

Pita hasil amplifikasi DNA total dengan primer RP 10 (5'- CCGGACACGA-3') dalam akrilamid 5% . . .

.

. . . .

.

.

.

. . .

.

.

. .

.

.

.

. . . ..

Keragaman lokus polimorf DNA antara subpopulasi-subpopulasi gelatik dalam limaprimer

RAPD

Diferensiasi genetik, aliran gen clan hubungan antara diferensiasi genetik dan aliran gen .. ...

Grafik hasil analisis komponen utarna DNA gelatik (Padda oryzivora).

. .

.

. . . .

.

. .

.

. . .

. . .

.

. . .

.

. . . .

.

.

. . .

.

. . .

(189)

BABI PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pada saat ini, predikat gelatik (Padda olyzzvora (L.)) telah berubah dari "burung

hama" menjadi "burung hias". Burung tersebut tidak lagi dimusuhi sebagai binatang

yang meruskan terutama bagi para petani, tetapi sebaliknya semalcin disayangi sebagai

satwa peliharaan. Gelatik digemari banyak orang karena keelokan bentuk tubuh,

keindahan wama bulu, kemerduan suara dan kelincahan gerak-geriknya.

Adanya permintaan pasar yang t e n s bertambah menyebabkan harga gelatik

semakin meningkat. Sebagai contoh, jika pada tahun 1996 harga seekor gelatik di Pasar

Burung Satria Denpasar dan Pasar Burung Rarnayana Bogor berkisar antara Rp 5000,OO

sampai Rp 7000,OO maka dua tahun kemudian harganya meningkat 4-5 kali lipat

(Surata, 1996; 1998). Bahkan untuk burung yang telah pintar bersiul harga untuk setiap

ekornya bisa mencapai Rp 400 000,OO sampai Rp 500 000,OO (Karjono, 1998).

Peningkatan permintaan pasar terhadap gelatik bukan saja berasal dari &lam

negeri tetapi juga dari luar negeri. Hal tersebut menjadikan gelatik sebagai satu

komoditas ekspor Indonesia (Widodo et al., 1998). Sampai 30 tahun lalu, ekspor gelatik

asal Indonesia mencapai lebih dari 100 000 ekor (King, 1974). Akan tetapi sejak 10

tahun terakhir jumlah ekspor burung tersebut diperkirakan menurun bersamaan dengan

menurunnya populasi burung di alam.

Sebagian besar kebutuhan gelatik untuk memenuhi permintaan pasar masih

mengandalkan pada penangkapan dari alam. Perburuan yang terus berlangsung secara

besar-besaran terutama di Pulau Jawa dan Pulau Bali telah mengakibatkan populasi

(190)

gelatik pada daerah-daerah yang sebelumnya dilaporkan banyak ditemukan burung

tersebut. Pada masa lalu, gelatik dalam kelompok-kelornpok besar yang terdiri atas

ratusan individu didapati hampir pada semua tempat di Pulau Bali (Stresemann, 1913).

Sedangkan di Pulau Jawa gelatik sangat umum dijumpai di Jawa Tengah dan Jawa

Timur (Kuroda, 1930). Penurunan populasi gelatik sejak 20 tahun terakhir ini

mengakibatkan burung tersebut semakin jarang dijumpai di PuIau Jawa maupun Pulau

Bali (Ash, 1982; Holmes & Nash, 1991; Collar et a;., 1994). Penelitian yang dilakukan

oleh van Helvoort (198 1) terhadap burung-burung yang hidup pada ekosistem pedesaan

di Jawa Barat, tidak pemah sekalipun dijumpai gelatik pada kawasan penelitiannya.

Populasi gelatik juga tidak ditemukan dalam survei keragaman spesies burung pada

desa-desa seniman di Bali (Surata, 1993). Akan tetapi, melalui kegiatan pengamatan

burung (birdwatchzng), pada beberapa tempat di Bali masih dijumpai adanya populasi

gelatik dengan masing-masing jumIah individu kurang dari 10 ekor (Surata, 1998).

Adanya penurunan populasi yang sangat drastis mendorong International Union of

Concervation Nature and Natural Resources (IUCN/ menggolongkan gelatik dalam

katagori "rentan" atau vulnerable (Collar et al., 1994). Katagori itu rnencakup kriteria

tentang kemungkinan terjadi penurunan populasi lebih dari 50 persen dalam waktu

20 tahun (sekitar lima generasi), atau peluang punahnya 10 persen dalam

kurun

waktu

100 tahun (IUCN Spesies Survival Commission, 1994).

Apabila fenornena di atas tidak segera diperhatikan, dikhawatirkan Indonesia akan

kehilangan sumber devisa dari ekspor gelatik karena kalah bersaing dengan ekspor

serupa asal negara lain. Salah satu negara yang berpotensi menyaingi ekspor gelatik

Indonesia adalah Amerika Serikat. Hal itu disebabkan populasi gelatik di Kepulauan

Hawai meningkat pesat dalam 30 tahun terakhir (Islam, 1997). Ironisnya lagi, gelatik

(191)

Jepang (Widodo et al., 1998). Burung tersebut dikembangbiakan dalam penangkaan

dengan menggunakan gelatik yang berasal dari Indonesia sebagai induknya

(Nurmaliatasari, pers. comm.).

Upaya konservasi baik secara in situ (dalam habitat alami) maupun e x situ (di luar

habitat alami) harus segera dilakukan untuk menghindarkan gelatik dari ancarnan

kepunahan. Akan tetapi, kendala utama &lam konservasi satwa liar (temasuk gelatik)

adalah keterbatasan informasi tentang sistematika dan evolusi biologi yang sesuai

dengan prioritas konservasi (Ryder & Chemnick, 1993). Penelitian yang sudah

dilakukan terhadap gelatik baru mencakup desknpsi rnorfologi (Stresemann, 1913;

Kuroda, 1933; Dupond, 1942 clan Hoogenverf, 1966); fisiologi (Nurani, 199 1; Saito et

al., 1992); prilaku (Goodwin, 1963; Baptista & Atwood, 1980) dan formula pakan

dalam penangkaran (Handini, 199 1 ; Waluyo, 199 1). Analisis genetik pada tingkat

interspesies baru dilakukan untuk memperoleh data tentang kromosom (Christidis,

1986), protein enzim (Christidis, 1987) dan albumin (Baverstock et al., 1991). Pada

tingkat intraspesies hanya tercatat penelitian tentang protein enzim (Tempuhireng,

1999). Sedangkan analisis DNA gelatik belum pernah dilaporkan, padahal penelitian

tersebut dapat memberikan kontribusi penting terhadap sistimatika dan evolusi biologi.

Untuk mengatasi kendala itu, maka dilakukan penelitian tentang filogeografi

intraspesies, yaitu proses-proses atau prinsip-prinsip yang mengarahkan penyebaran

geografi dari gelatik (Avise, 1989). Hal itu berarti fiiogeografi sebagai kajian tentang

variasi geografi, mencakup berbagai karakter seperti karakter morfologi, fisiologi,

etologi dan genetik (Lougheed & Handford, 1993). Akan tetapi ruang lingkup kajian ini

terbatas pada aspek profil vegetasi dan avifauna dari kawasaa tempat mencari makan

(192)

gelatik. Penelitian dilakukan dengan rnaksud mengungkap tingkat divergensi karakter

morfologi, garnbaran darah dan DNA untuk dijadikan bahan pertimbangan &lam

strategi konservasi.

Pulau BaIi dipilih sebagai lokasi penelitian lapang karena ( i ) tersedia informasi

yang memadai mengenai sebaran populasi gelatik; ( i i ) ada kecenderungan te rjadi isolasi

populasi gelatik, ( i i i ) terdapat rintangan (barrier) berupa pegunungan dengan ketinggian

rata-rata di atas 1000 m yang memisahkan Bali Utara dan B d i Selatan.

Tujuan Penetitian

Tujuan penelitian adalah ( i ) inventarisasi profil vegetasi, keragaman avifauna dan

kelimpahan gelatik pada kawasan tempat mencari makan burung tersebut; ( i r )

membandingkan pola filogeografi gelatik berdasarkan karakter morfometri, gambaran

darah dan genetik; ( i i i ) memperoleh penanda filogeografi yang tepat dalam penetapan

unit konservasi gelatik.

Man faat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat dalam perancangan konservasi. Dalarn waktu dekat ini,

diperkirakan banyak populasi gelatik di alam terisolasi sehingga terancam mengalami

kepunahan lokal (local extinction). Pemulihan populasi dengan reintroduksi burung

yang berasal dari populasi lain rnerupakan satu solusi untuk rnencegah agar tidak te rjadi

kepunahan lokal pada populasi-populasi geIatik. Akan tetapi sebelum reintroduksi

dilakukan, ada atau tidaknya unit-unit konservasi yang berbeda hams diidentifikasi

terlebih dahulu. Pendekatan filogeografi dapat memberikan rekomendasi untuk tujuan

(193)

BABII

TINJAUAN PUSTAKA

Filogeografi Intraspesies

Sebagai prinsip atau proses yang mengarahkan distribusi geografi spesies tertentu,

filogeografi menekankan pada kajian variasi

gee-

yang mencakup berbagai tipe

karakter seperti morfologi, fisiologi, etologi dan genetik (Lougheed & Handford, 1993).

Kajian tersebut memegang peranan penting dalam memahami proses-proses evolusi,

karena variasi-variasi yang bersifat menurun adalah materi dasar yang terlibat dalam

proses seleksi alam dan adaptasi. Penyebaran populasi suatu spesies dimulai dari variasi-

variasi geografi yang semakin lama semakin berkembang. Filogeografi pada tingkat

intraspesies dapat mengungkap keragaman di dalam spesies, mdai dari tingkat populasi

subpopulasi, subspesies sampai spesies.

Selain dapat menjelaskan pola-pola biogeografi (Mustrangi & Patton, 1997),

filogeografi juga memberikan kontribusi pada pemahaman respon populasi terhadap

perubahan lingkungan yang sangat cepat (Avise, 1997). Pertama, populasi konspesies

yang berbeda (khususnya yang terpisah dalam kurun waktu panjang) kemungkinan

memberikan respon yang tidak sama terhadap perubahan lingkungan. Adaptasi terhadap

lingkungan menyebabkan gen-gen yang terakumulasi berbeda antara populasi satu

dengan populasi lainnya. Kedua, perkembangan pesat &lam metode analisis genetik

memungkinkan dilakukannya identifikasi respon populasi terhadap modifikasi

lingkungan pada tingkat intraspesies. Ketiga, analisis filogeografi dapat mernbuktikan

hubungan dekat antara demografi populasi dan genetik. Hal tersebut &an berirnplikasi

pada konsewasi khususnya dalam periode perubahan lingkungan yang sangat cepat.

(194)

sebagai akibat sejarah kejadian demografi yang aneh. Ekspansi, fkagrnentasi dan

distribusi geografi populasi merupakan proses evolusi yang terjadi jauh sebelum

manusia mempengaruhi planet bumi. Kehadiran manusia menimbulkan bmyak

perubahan lingkungan sehingga banyak spesies perlu beradaptasi. Berdasarkan data hasil

analisis genetik maka kemampuan adaptasi suatu spesies dapat diestimasikan.

Pada Gambar 2.1 teriihat hubungan asal-usul genetik antara dua populasi

konspesies yang semula berasal dari satu daerah geografi tetapi kemudian terpisah

dalam dua daerah geografi (daerah I dan daerah 11).

Garnbar 2.1. Hipotesis Avise tentang asai-usul DNA (Avise, 1997). (A) populasi nenek moyang; (B) populasi yang merupakan keturunan dari populasi A

pada daerah I; (C) populasi yang merupakan keturunan dari popuiasi A

(195)

Barrier rnenyebabkan tidak adanya aliran gen antara populasi B dan C. Filogeni

antara keturunan populasi B dan C semakin berbeda akibat kurun waktu isolasi yang

semakin lama. Perbedaan tersebut dapat ditunjukkan dengan jarak genetik (genefic

distance), yaitu ukuran perbedaan genetik dari dua takson (Hillis et al., 1996).

Pada masa lalu, perspektif filogeografi intraspesies jarang diaplikasikan karena

kekurangan pendekatan genetik molekul untuk mendapatkan hubungan historis. Selain

itu, juga masih terdapat persepsi luas bahwa pada populasi-populasi yang masih dapat

melakukan silang antar (interbreeding), filogeni tidak memiliki pengertian yang nyata

(Avise, 1989). Hal tersebut disebabkan analisis filogeografi dilakukan berdasarkan

karakter morfologi saja sehingga hanya sedikit dapat menunjukkan keragaman

intraspesies.

Sejak dua dekade terakhir, penelitian-penelitian keragaman pada burung

berdasarkan DNA mitokondrion atau mirochondriaZ DNA (mrDNA) berkembang pesat

pada tingkat populasi. Analisis mrDNA pada tingkat intraspesies marnpu menunjukkan

keragaman yang tinggi, yang tidak terdeteksi dengan metode lain (Ball & Avise, 1992).

Dari berbagai ordo burung, filogeni Anseriformes paling banyak diteliti. Hal itu

disebabkan hubungan kekerabatan antara takson-takson dalam ordo tersebut belum

jelas, walaupun berbagai pendekatan sudah dilakukan (Zimmer et al., 1994). Spesies

burung lain yang juga telah dianalisis DNA mitokondrionnya adalah Ficedula hypoleuca

(Tegelstrom et al., 1990), Pomatostomur temporalis (Edwards, 1993),

Zonotrichia capensis (Lougheed & Hanford, 1993), Microstus agrestis (Jaarola &

Tegelstrom, 1996), Lanius lundovicianus (Mundy et al., 1997), Fringilla spp. dan

Carduelis chloris (Marshall & Baker, 1997) serta tujuh spesies dari genus Alectoris

(196)

Banyak analisis filogeografi pada burung menggunakan pendekatan distribusi

geografi dan filogeni DNA untuk menunjukkan hubungan antara aspek genetik dan

morfologi (Mourn et al., 1991; Taberlet & Bouvet, 1994). Analisis tersebut rnisalnya

pa& Melospiza melodia (Arctander et al., 1994), Anthus novaeseelandiae

(Foggo et al.. 1997), Larus glaucescens dan L. occidentalis (Bell, 1996). Berdasarkan

komparasi aspek morfologi dengan DNA lalu ditentukan ada atau tidaknya konsistensi

antara karakter morfologi dan genetik. Hal ini disebabkan status suatu populasi atau

spesies tidak dapat ditentukan hanya dengan menggunakan pendekatan genetik saja.

Analisis karakter-karakter yang lain seperti morfologi serta perilaku juga perlu

dilakukan dalam penentuan status organisme (Ball & Avise, 1992).

Analisis filogeografi dalarn penelitian ini terutama bertujuan untuk mengetahui

variasi morfologi c l a n genetik pada gelatik. Diharapkan pula &pat diungkap aspek-aspek

lain yang diduga ikut berpengaruh dalam pembentukan variasi geografi intraspesies

seperti kawasan ternpat mencari makan, keragaman avifauna dan garnbaran darah.

Diasumsikan bahwa variasi-variasi geografi merupakan keberhasilan populasi

suatu spesies dalarn rnenghambat aliran gen yang cenderung menghalangi penyebaran

populasi. Perbedaan fenotipe timbul karena daya adaptasi gen terhadap keadaan

lingkungan sekitarnya.

Ada empat kemungkinan pola filogeografi pada gelatik, (i) keragaman genetik

tinggi dan struktur geografi kuat, keduanya saling berhubungan; ( i i ) keragaman genetik

tinggi dan stmktur geografi kuat tetapi tidak saling berhubungan; (iii) keragaman

genetik tinggi dan struktur geografi lemah atau sebaliknya; ( i v ) tidak ada keragaman

(197)

Nama dan S i m a t i k a

Gelatik mempunyai

banyak

nama

lokal,

misalnya

di

Bali

disebut Jelatik, Jawa:

glatik,

Malaysia

dan

Sunda:

glatik;

Perancis:

Pa&

C a m ;

Jerman:

Reisfink

Reintogel

(Kuroda,

1932;

Mason

&

Jarvis, 1989).

Sedangkan

Mam

Bahasa

Inggris

I

gelatik disebut

J a w Sparrow, Java

Finch,

Java Ricebird, Gray Java Ricebird

dan

Pnddy

ficebird

(Berger,

1975;

Baptista

&

Atwood,

1980).

Nama ilmiah gelatik adalah Padda o y i v o r a (L.)

wonderman,

1885). Selain itu

gelatik memiliki

nama ilmiah sinonim,

yaitu

Loxia javensis

Sparm.,

Padda Verecwzda

Reich,

dan

Oryzivora leucotis Jerd. (Chasen,

1935).

Sesuai dengau prinsip the rule of

(198)

Gelatik termasuk ordo Passeriformes, famili Ploceidae, subordo Oscine dan genus

Padda (Mayr & Amadon, 1951). Semua burung yang termasuk Passeriformes tidak

dapat berdiri tegak karena otot fleksor dan jari-jari kaki beradaptasi untuk berpegangan

pada ranting dan cabang turnbuhan (Campbell & Lack, 1985). Ciri-ciri Oscine (burung

penyanyi): semua ujung dari otot siring melekat pada separuh cincin bronkus (Mayr &

Amadon, 195 1). Ciri-ciri Ploceidae: tubuh berukuran 10-15 cm, ekor pendek dan paruh

tebal yang berbentuk kerucut untuk memecah biji-bijian (MacKinnon, 1991). Ciri-ciri

Padda: paruh tebal dan besar, sayap lebih panjang dari ekor dan kaki benvarna pucat.

Bentuk morfologi burung jantan dan betina sarna (monomorf) sehingga sukar dibedakan

berdasarkan bentuk clan wama bulu (Kuroda, 1933).

Distribusi dan Habitat

Secara alami (endemik) gelatik terdapat di Pulau Jawa dan Pulau Bali. Akan

tetapi sekarang burung tersebut telah tersebar luas ke berbagai belahan dunia seperti

Kepulauan Hawai (Berger, 1975), Pvlalaysia dan Filipina (Dickinson et al., 1991),

Bangkok (Lekagul & Round, 1991), serta Sulawesi, Kalimantan dan Sumatera

(MacKinnon et al., 1999).

Pada masa lalu, Pulau Bawean, Madura dan Sumatera sempat pula diduga sebagai

habitat alami gelatik (Kuroda, 1933). Akan tetapi sekarang dipastikan ketiga pulau

bukan merupakan habitat alami gelatik. Pa& waktu penjajahan Belanda, kemungkinan

gelatik dibawa ke pulau-pulau tersebut sebagai satwa peliharaan. Beberapa ekor burung

(199)

Habitat utama gelatik adalah daerah persawahan, semak belukar dan kawasan

terbuka lainnya sampai ketinggian 1500 m dpl (Holmes & Nash, 1991). Di Kepulauan

Hawai, gelatik umumnya lebih menyukai semak-belukar, padang rumput, taman-taman

dan kawasan pemukiman penduduk yang terletak di daerah dataran rendah (Islam,

1997). Di Pulau Jawa, kawasan pertanian, padang nunput, sekitar kolam ikan dan hutan

bakau merupakan habitat utama gelatik (Stresemann, 1930). Di Pulau Bali gelatik

dijumpai pada semak-belukar, hutan bakau, hutan pantai, daerah pertanian dan kawasan

pemukiman penduduk (Ash, 1982; van Helvoort, 1981).

Kawasan tempat mencari makan

Gelatik termasuk kelompok burung granivora karena makanan utamanya adalah

biji tanaman dari famili Graminae terutama padi (Oryza sativa L.). Makanan lainnya

adalah biji sorgum (Andropogon sorghum Brot.), biji bambu (Bambusa spp.), biji kerasi

(Lantana carnara L.), biji glagah (Saccharurn sponfaneum L.) dan biji bayam

(Amaranthus spp.) (Sody, 1989; Surata, 1998).

Pada waktu jumlah populasi masih besar, gelatik sering dijumpai berkelompok

sampai mencapai ratusan ekor menyerbu tanaman padi secara bersama-sama sehingga

dianggap sebagai pesaing oleh manusia (Johnston & Klitz, 1977). Jika daerah

persawahan di Pulau Jawa terendam banjir, burung tersebut membentuk kelompok-

kelompok kecil atau malah hanya sepasang-sepasang mencari makanan berupa blji-

bijian, buah-buahan dan insekta (van Balen, 1997). Di Pulau Bali gelatik juga dijumpai

mencari makan di gudang beras, penyosohan gabah, kawasan perhotelan dan di sekitar

(200)

bondol jawa (L. leucogastroides), bondol dada hitam (L. malacca), burung gereja

(Passer rnontanus) dan tekukur (Streptopelia chinensis) (Surata, 1998).

lsotasi Populasi

Pada masa yang lalu, gelatik tersebar di Pulau Bali mulai dari Buleleng, Negara,

Singaraja, Gitgit, Candikusuma, Bali Barat, Tanah Lot, Banyuwedang, Petitenget, Uiu

Watu, Pesanggaran, Wangaya Gede, Padangbai, Nusa Dua, Amed dan Prapat Benua

(Ash et al., 1987). Menurut Ash (1982), di Bali gelatik belum pernah dijurnpai di atas

ketinggian 900 m. Padahal dari ujung barat sampai timur Pulau Bali terdapat

pegunungan yang memanjang dengan ketinggian 500 sampai 3000 m dpl (Bappeda Tk.1

Bali, 1996). Pegunungan tersebut kemungkinan menjadi rintangan yang memisahkan

antara subpopulasi gelatik yang terdapat di Bali Utara dengan subpopulasi gelatik yang

terdapat di Bali Selatan.

Subpopulasi yang saling terpisah diperkirakan juga terbentuk akibat fragrnentasi

habitat, yaitu tercerai-berainya habitat karena alih fungsi lahan, terutarna dari daerah

persawahan menjadi kawasan pemukiman (Ferron, 1990; Soeriatmadja, 1992). Kawasan

perkotaan umumnya mengalami fragrnentasi habitat lebih banyak dibanding kawasan

pedesaan karena alih fungsi lahan pada kawasan perkotaan jauh lebih pesat dibanding

kawasan pedesaan. Alih fungsi lahan telah mengakibatkan berkurangnya kawasan

tempat mencari makan dan bersarang bagi gelatik (Fuller er al., 1995). Intensifikasi

pertanian yang diikuti dengan pembersihan semak-belukar dan penanaman padi dengan

usia yang semakin pendek, selain mengakibatkan kehilangan tempat bersarang dan

Gambar

Grafik analisis komponen utama morfornetri gelatik (Padda
Gambar 2.4.
Gambar 3.1. Beberapa kawasan tempat mencari makan gelatik (Padda olyzivora (L.))
Tabel 3.2. Kelimpahan dan sampel gel&
+7

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu keunggulan sistem operasi terdistribusi ini adalah bahwa komputasi berjalan dalam keadaan

Although the functional form / group models confound material and structural properties with overall morphology, these properties of plants are a critical part of resistance to any

Demikian untuk diketahui, apabila ada keberatan dari pihak rekanan terhadap hasil pengumuman ini dapat. menyampaikan sanggahan kepada Panitia dari

 Melaksanakan usaha jasa angkutan udara yang memberikan kepuasan kepada pengguna jasa yang terpadu dengan industri lainnya melalui pengelolaan secara profesional

procalcitonin in the early diagnosis of Bacterial infections in a critical care unit. Tokuda Y, Miyasato H,

In the first four sections we are trying to describe the language of internal categorical structures and to show that they are really needed and even unexplicitly used all the time

Selain kesalahan-kesalahan di atas, kesalahan lain dalam bidang morfologi yang ditemukan pada dokumen dinas di Sekda Pemkot Mataram adalah penggunaan kata bentuk

Bagi calon penyedia yang akan mengajukan penawaran, contoh barang sudah bisa diserahkan kepada Pokja Dinas Dikpora ULP Kab. Bima terhitung mulai hari Senin, 11 Juli 2011 pada