• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

Syukraini Irza : Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat, 2009.

ANALISIS FAKTOR RISIKO HIPERTENSI PADA

MASYARAKAT NAGARI BUNGO TANJUNG,

SUMATERA BARAT

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

Oleh:

SYUKRAINI IRZA NIM 050804029

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

Syukraini Irza : Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat, 2009.

LEMBAR PENGESAHAN

ANALISIS FAKTOR RISIKO HIPERTENSI PADA MASYARAKAT NAGARI BUNGO TANJUANG, SUMATERA BARAT

oleh :

SYUKRAINI IRZA NIM 050804029

Medan, September 2009 Disetujui Oleh:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. Dr. Urip Harahap, Apt. Drs. Wiryanto, M.S., Apt. NIP 195301011983031004 NIP 195110251980021001

Disahkan Oleh: Dekan,

(3)

Syukraini Irza : Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat, 2009.

ANALISIS FAKTOR RISIKO HIPERTENSI PADA MASYARAKAT NAGARI BUNGO TANJUNG, SUMATERA BARAT

ABSTRAK

Hipertensi merupakan penyakit yang mendapat perhatian dari semua kalangan masyarakat, mengingat dampak yang ditimbulkannya baik jangka pendek maupun jangka panjang. Hipertensi adalah penyebab kematian 7,1 juta orang di dunia karena hipertensi merupakan risiko utama penyakit stroke, gagal jantung dan ginjal. Hipertensi merupakan penyakit yang timbul akibat adanya interaksi dari berbagai faktor risiko yang dimiliki seseorang. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari faktor risiko hipertensi pada masyarakat Nagari Bungo Tanjung.

Penelitian dilakukan di Nagari Bungo Tanjung, Kecamatan Batipuh, Kab. Tanah Datar, Sumatera Barat, pada Februari-Maret 2009. Desain penelitian ini adalah cross-sectional dengan sampel seluruh masyarakat Nagari Bungo Tanjung yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi. Pengambilan sampel dilakukan secara accidental sampling.

Data diperoleh melalui kuesioner dan wawancara langsung serta pemeriksaan fisik berupa pengukuran tinggi dan berat badan subjek penelitian. Analisis data dilakukan secara bertahap mencakup analisis univariat, analisis bivariat menggunakan uji Chi-Square, dan analisis multivariat menggunakan uji regresi logistik berganda metode Backward Wald pada program SPSS Version

15.0.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor risiko hipertensi pada masyarakat Nagari Bungo Tanjung adalah usia (OR = 17,726; CI 95% = 4,82 - 65,2), jenis kelamin (OR = 5,333; CI 95% = 1,42 - 20,05), konsumsi rokok (OR = 6,920; CI 95% = 1,81 - 26,42), obesitas (OR = 3,051; CI 95% = 1,17 - 7,96), konsumsi natrium (OR = 5,660; CI 95% = 1,13 - 28,45), konsumsi lemak (OR = 8,743; CI 95% = 1,18 - 64,55), riwayat keluarga (OR = 7,912; CI 95% = 2,73 - 22,97), dan riwayat penyakit komplikasi (OR = 21,690; CI 95% = 1,661 - 283,21), sedangkan faktor konsumsi alkohol tidak berpengaruh. Faktor risiko utama hipertensi pada masyarakat Bungo Tanjung adalah usia (Wald = 18,720).

(4)

Syukraini Irza : Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat, 2009.

RISK FACTORS OF HYPERTENSION ANALYSIS AT NAGARI BUNGO TANJUNG SOCIETY, WEST SUMATERA

ABSTRACT

Hypertension was a disease which have got attention from all circle society, due to it impact both in a short-range or long-range. Hypertension caused the death of 7,1 milion people in the world because it is a primary risk factor of stroke, heart-failure, and kidney disease. Hypertension is rising up cause the interaction of present risk factors that someone had. This research is aimed to study the risk factors of hypertension at Nagari Bungo Tanjung.

The research conducted in Nagari Bungo Tanjung, Batipuh District, Tanah Datar, West Sumatera, on February-March 2009. This research’s design is cross-sectional and the sample coming from entire society in Nagari Bungo Tanjung who is fulfill inclusion criteria and do not fulfill exclusion criteria. Sample conducted by accidental sampling.

Data obtained through kuesioner and direct interview and also physical examination, that is measurement of subject’s height and weight. Data analized step by step including univariate analysis, bivariate analysis by using Chi-Square Test, and multivariate analysis by using Backward Wald method on binary logistic regression at SPSS Version 15.0 programme.

The result of this research showed that the risk factors of hypertension in Nagari Bungo Tanjung society was age (OR = 17.726; CI 95% = 4.82 - 65.2), gender (OR = 5.333; CI 95% = 1.42 - 20.05), cigarette smoking (OR = 6.920; CI 95% = 1.81 - 26.42), obesity (OR = 3.051; CI 95% = 1.17 - 7.96), sodium intake (OR = 5.660; CI 95% = 1.13 - 28.45), fat intake (OR = 8.743; CI 95% = 1.18 - 64.5), genetic (OR = 7.912; CI 95% = 2.73 - 22.97), and complication disease (OR = 21.690; CI 95% = 1.661 - 283.21), while alcohol concumption did not had effect on hypertension. The primary risk factor in Nagari Bungo Tanjung society is age (Wald = 18.720).

(5)

Syukraini Irza : Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat, 2009.

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Kerangka Pikir Penelitian ... 3

1.3 Perumusan Masalah ... 4

1.4 Hipotesis ... 5

1.5 Tujuan Penelitian ... 5

1.6 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Definisi dan Klasifikasi Hipertensi ... 7

2.2 Etiologi Hipertensi ... 8

2.2.1 Hipertensi Primer (Esensial) ... 8

2.2.2 Hipertensi Sekunder ... 9

2.3 Faktor Risiko Hipertensi ... 9

(6)

Syukraini Irza : Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat, 2009.

2.3.2 Jenis Kelamin... 10

2.3.3 Faktor Genetik... 10

2.3.4 Etnis ... 11

2.3.5 Obesitas ... 11

2.3.6 Konsumsi Lemak ... 11

2.3.7 Konsumsi Natrium ... 12

2.3.8 Merokok ... 12

2.3.9 Konsumsi Alkohol dan Kafein ... 12

2.3.10 Stress... 13

2.4 Patofisiologi Hipertensi ... 13

2.5 Gejala Klinis dan Diagnosis Hipertensi ... 14

2.5.1 Gejala Klinis Hipertensi ... 14

2.5.2 Diagnosis Hipertensi ... 15

2.6 Komplikasi Hipertensi ... 16

2.7 Penatalaksanaan Hipertensi ... 16

2.7.1 Terapi Nonfarmakologi ... 16

2.7.2 Terapi Farmakologi ... 17

BAB III METODE PENELITIAN... 20

3.1 Jenis Penelitian ... 20

3.2 Populasi dan Sampel ... 20

3.2.1 Populasi ... 20

3.2.2 Sampel ... 21

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 22

(7)

Syukraini Irza : Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat, 2009.

3.5 Instrumen Penelitian ... 25

3.5.1 Sumber Data... 25

3.5.2 Teknik Pengumpulan Data ... 25

3.6 Teknik Analisis Data... 25

3.7 Rancangan Penelitian ... 26

3.8 Alat dan Bahan Penelitian ... 27

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 28

4.2 Karakteristik Umum Subjek Penelitian... 29

4.3 Gambaran Klinis Kondisi Tekanan Darah Subjek ... 30

4.4 Analisis Bivariat ... 33

4.4.1 Faktor Usia ... 33

4.4.2 Faktor Jenis Kelamin ... 34

4.4.3 Faktor Merokok ... 35

4.4.4 Faktor Konsumsi Alkohol ... 35

4.4.5 Faktor Obesitas ... 36

4.4.6 Faktor Konsumsi Natrium ... 36

4.4.7 Faktor Konsumsi Lemak ... 37

4.4.8 Faktor Riwayat Keluarga ... 38

4.4.9 Faktor Riwayat Penyakit ... 38

4.5 Analisis Multivariat ... 40

4.6 Pembahasan ... 42

4.6.1 Hubungan Usia dengan Hipertensi ... 42

(8)

Syukraini Irza : Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat, 2009.

4.6.3 Hubungan Merokok dengan Hipertensi ... 45

4.6.4 Hubungan Konsumsi Alkohol dengan Hipertensi .... 47

4.6.5 Hubungan Obesitas dengan Hipertensi ... 47

4.6.6 Hubungan Konsumsi Natrium dengan Hipertensi .... 49

4.6.7 Hubungan Konsumsi Lemak dengan Hipertensi ... 50

4.6.8 Hubungan Riwayat Keluarga dengan Hipertensi ... 51

4.6.9 Hubungan Riwayat Penyakit dengan Hipertensi ... 52

4.6.10 Faktor Risiko Hipertensi di Bungo Tanjung ... ... 53

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 54

5.1 Kesimpulan ... 54

5.2 Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 56

(9)

Syukraini Irza : Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat, 2009.

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah Umur ≥ 18 tahun menurut JNC VII dan

JNC VI... 8

4.1 Karakteristik subjek penelitian... 30

4.2 Gambaran klinis kondisi tekanan darah subjek... 31

4.3 Kondisi tekanan darah subjek berdasarkan usia... 33

4.4 Kondisi tekanan darah subjek berdasarkan jenis kelamin... 34

4.5 Kondisi tekanan darah subjek berdasarkan konsumsi rokok... 35

4.6 Kondisi tekanan darah subjek berdasarkan konsumsi alkohol... 35

4.7 Kondisi tekanan darah subjek berdasarkan IMT... 36

4.8 Kondisi tekanan darah subjek berdasarkan tingkat konsumsi natrium.. 37

4.9 Kondisi tekanan darah subjek berdasarkan tingkat konsumsi lemak.... 37

4.10 Kondisi tekanan darah subjek berdasarkan riwayat keluarga... 38

4.11 Kondisi tekanan darah subjek berdasarkan riwayat penyakit... 39

4.12 Hubungan antara beberapa variabel dengan kondisi tekanan darah subjek ... 40

(10)

Syukraini Irza : Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat, 2009.

DAFTAR GAMBAR

(11)

Syukraini Irza : Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat, 2009.

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman 1. Hasil Analisis Bivariat Beberapa Variabel Bebas terhadap Kondisi

Tekanan Darah Subjek dengan Menggunakan Uji Chi-Square pada

Program SPSS... 60

2. Hasil Analisis Multivariat Beberapa Variabel yang Berhubungan dengan Kondisi Tekanan Darah Subjek Menggunakan Regresi Logistik Berganda Metode Backward Wald pada Program SPSS... 67

3. Kuesioner Penelitian... 70

4. Surat Izin Pengambilan Data di RSUD Padangpanjang... 74

5. Surat Izin Penelitian di Nagari Bungo Tanjung... 75

6. Surat Keterangan telah Melakukan Penelitian di Nagari Bungo Tanjung... 76

(12)

Syukraini Irza : Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat, 2009.

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Hipertensi diperkirakan menjadi penyebab kematian 7,1 juta orang di seluruh dunia, yaitu sekitar 13% dari total kematian, dan prevalensinya hampir sama besar baik di negara berkembang maupun di negara maju. Hipertensi menimbulkan angka morbiditas (kesakitan) dan mortalitas (kematian) yang tinggi karena hipertensi merupakan penyebab utama meningkatnya risiko penyakit stroke, jantung dan ginjal. Pada kebanyakan kasus, hipertensi terdeteksi saat pemeriksaan fisik karena alasan penyakit tertentu, sehingga sering disebut sebagai

silent killer. Bahkan sering ditemukan penderita yang telah mengalami berbagai

komplikasi pada organ-organ vital seperti jantung, otak ataupun ginjal. Hipertensi merupakan penyakit yang mendapat perhatian dari semua kalangan masyarakat, mengingat dampak yang ditimbulkannya baik jangka pendek maupun jangka panjang, sehingga membutuhkan penanggulangan jangka panjang yang menyeluruh dan terpadu (Ayu, 2008; Sani, 2008).

Berdasarkan data WHO, dari 50% penderita hipertensi yang diketahui hanya 25% yang mendapat pengobatan, dan hanya 12,5% yang diobati dengan baik (Anonima, 2007). Diperkirakan pada tahun 2025 nanti kasus hipertensi terutama di negara berkembang akan mengalami kenaikan sekitar 80% dari 639 juta kasus di tahun 2000, yaitu menjadi 1,15 milyar kasus. Prediksi ini didasarkan pada angka penderita hipertensi dan pertambahan penduduk saat ini (Armilawaty, 2007).

(13)

Syukraini Irza : Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat, 2009.

4% yang merupakan hipertensi terkontrol. Prevalensi pada dewasa adalah 6-15% dan 50% di antara orang dewasa yang menderita hipertensi tidak menyadari sebagai penderita hipertensi sehingga mereka cenderung untuk menjadi hipertensi berat karena tidak menghindari dan tidak mengetahui faktor risikonya, dan 90% merupakan hipertensi esensial (Armilawaty, 2007).

Hipertensi merupakan penyakit yang timbul akibat adanya interaksi dari berbagai faktor risiko yang dimiliki seseorang. Berbagai penelitian telah menghubungkan antara berbagai faktor risiko terhadap timbulnya hipertensi. Berdasarkan laporan Sugiri di Jawa Tengah didapatkan angka prevalensi 6,0% untuk pria dan 11,6% untuk wanita. Prevalensi di Sumatera Barat 18,6% pria dan 17,4% wanita, sedangkan daerah perkotaan di Jakarta (Petukangan) didapatkan 14,6% pria dan 13,7% wanita (Yundini, 2006).

Berdasarkan beberapa laporan mengenai prevalensi hipertensi di Indonesia, terlihat bahwa prevalensi hipertensi di Sumatera Barat cukup tinggi. Banyak faktor risiko yang berhubungan dengan hal tersebut, namun konsumsi lemak dan natrium yang tinggi diduga merupakan faktor risiko utama, di samping faktor risiko lainnya yang tidak dapat dikontrol seperti faktor usia, jenis kelamin, dan genetik/keturunan.

(14)

Syukraini Irza : Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat, 2009.

Pola hidup yang demikian sebenarnya telah disadari oleh sebagian besar masyarakat. Namun mereka mengabaikan hal tersebut dan tanpa disadari hipertensi secara perlahan mulai mengancam hidupnya. Selain itu, kesadaran masyarakat untuk memeriksakan kesehatannya masih sangat rendah, meskipun banyak di antara mereka yang mengeluhkan gejala yang mengarah ke hipertensi. Informasi yang jelas mengenai bahaya pola hidup yang tidak sehat serta faktor risiko hipertensi tidak pernah diperoleh masyarakat. Hal ini mengakibatkan penatalaksanaan hipertensi di daerah ini semakin jauh dari titik keberhasilan.

Rumah Sakit Umum Kota Padangpanjang mencatat jumlah pasien hipertensi baik rawat jalan maupun rawat inap selama periode Agustus - Desember 2008 adalah 273 orang. Sementara dari dua buah Puskesmas di Kec. Batipuh tercatat pasien hipertensi sepanjang tahun 2008 berjumlah 45 orang, dan diperkirakan masih banyak penderita hipertensi yang tidak terdeteksi disebabkan karena yang bersangkutan tidak memeriksakannya. Selain itu, hingga saat ini di daerah Bungo Tanjung belum ada data mengenai tingkat prevalensi hipertensi, sehingga tidak diketahui sejauh mana bahaya hipertensi di daerah ini.

Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan penelitian pendahuluan untuk mengkaji faktor risiko hipertensi dan prevalensinya di Bungo Tanjung. Dengan demikian, hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar penatalaksanaan hipertensi di daerah ini.

1.2Kerangka Pikir Penelitian

(15)

Syukraini Irza : Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat, 2009.

(dependent variable). Faktor risiko sebagai variabel bebas (independent variable), dibagi menjadi beberapa sub variabel, yaitu usia, jenis kelamin, obesitas, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, konsumsi lemak dan natrium, riwayat keluarga, dan penyakit lain yang menyertai.

Adapun selengkapnya mengenai gambaran kerangka pikir penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 1.1.

Gambar 1.1 Skema Hubungan Variabel Bebas dan Variabel Terikat

1.3Perumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan di atas, maka rumusan masalah penelitian adalah sebagai berikut:

a. apa saja yang menjadi faktor risiko utama hipertensi di Bungo Tanjung? b. apakah rasio prevalensi hipertensi di Bungo Tanjung tinggi?

c. apakah banyak penderita hipertensi di Bungo Tanjung yang tidak terdeteksi?

d. apakah banyak penderita hipertensi di Bungo Tanjung yang tidak terobati?

1.4Hipotesis

(16)

Syukraini Irza : Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat, 2009.

a. faktor risiko utama hipertensi di Bungo Tanjung adalah usia, jenis kelamin, riwayat keluarga, dan konsumsi rokok.

b. prevalensi hipertensi di Bungo Tanjung tinggi.

c. banyak penderita hipertensi di Bungo Tanjung yang tidak terdeteksi. d. banyak penderita hipertensi di Bungo Tanjung yang tidak terobati.

1.5Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk:

a. mengetahui faktor risiko utama hipertensi di Bungo Tanjung. b. mengetahui prevalensi penyakit hipertensi di Bungo Tanjung.

c. mengetahui persentase penderita hipertensi di Bungo Tanjung yang tidak terdeteksi.

d. mengetahui persentase penderita hipertensi di Bungo Tanjung yang tidak terobati.

1.6Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini antara lain:

a. memberikan gambaran mengenai faktor risiko hipertensi di Bungo Tanjung.

b. memberikan gambaran tingkat prevalensi hipertensi di Bungo Tanjung. c. memberikan gambaran tentang persentase penderita hipertensi di Bungo

Tanjung yang tidak terdeteksi.

(17)

Syukraini Irza : Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat, 2009.

(18)

Syukraini Irza : Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat, 2009.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Klasifikasi Hipertensi

Tekanan darah dalam kehidupan seseorang bervariasi secara alami. Bayi dan anak-anak secara normal memiliki tekanan darah yang jauh lebih rendah daripada dewasa. Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah; tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis. Tekanan darah juga dipengaruhi oleh aktivitas fisik, di mana akan lebih tinggi pada saat melakukan aktivitas dan lebih rendah ketika beristirahat. Tekanan darah dalam satu hari juga berbeda; paling tinggi di waktu pagi hari dan paling rendah pada saat tidur malam hari.

Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on

Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC

VII) hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik > 140 mmHg dan/atau

tekanan darah diastolik > 90 mmHg. Tekanan darah 120-139/80-89 mmHg dikategorikan sebagai prehipertensi. Seseorang yang memiliki tekanan darah pada batas tersebut memiliki risiko dua kali lipat untuk menderita hipertensi dibandingkan dengan mereka yang tekanan darahnya normal.

Tekanan darah diklasifikasikan berdasarkan pada pengukuran rata-rata dua

(19)

Syukraini Irza : Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat, 2009.

Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah Umur ≥ 18 tahun menurut

JNC VII dan JNC VI

Hipertensi Hipertensi

Derajat 1 Derajat 1 140-159 atau 90-99

Derajat 2 - ≥ 160 atau ≥ 100

- Derajat 2 160-179 atau 100-109

- Derajat 3 ≥ 180 atau ≥ 110

2.2 Etiologi Hipertensi

Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang beragam. Pada kebanyakan pasien etiologi patofisiologinya tidak diketahui (essensial atau hipertensi primer). Hipertensi primer ini tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol. Kelompok lain dari populasi dengan persentase rendah mempunyai penyebab yang khusus, dikenal sebagai hipertensi sekunder. Banyak penyebab hipertensi sekunder; endogen maupun eksogen. Bila penyebab hipertensi sekunder dapat diidentifikasi, hipertensi pada pasien-pasien ini dapat disembuhkan secara potensial (Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2006).

2.2.1 Hipertensi primer (esensial)

(20)

Syukraini Irza : Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat, 2009.

yang paling mungkin berpengaruh terhadap timbulnya hipertensi esensial adalah faktor genetik karena hipertensi sering turun temurun dalam suatu keluarga. (Rohaendi, 2008; Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2006).

2.2.2 Hipertensi sekunder

Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan penderita hipertensi sekunder dari berbagai penyakit atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah. Disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah penyebab sekunder yang paling sering. Obat-obat tertentu, baik secara langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau memperberat hipertensi dengan menaikkan tekanan darah. Apabila penyebab sekunder dapat diidentifikasi, dengan menghentikan obat atau mengobati/mengoreksi penyakit yang menyertai merupakan tahap awal penanganan hipertensi sekunder (Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2006).

2.3 Faktor Risiko Hipertensi

Hipertensi merupakan penyakit yang timbul karena interaksi berbagai faktor risiko. Risiko relatif hipertensi tergantung pada jumlah dan tingkat keparahan dari faktor risiko yang dapat dikontrol seperti stres, obesitas, nutrisi serta gaya hidup; serta faktor risiko yang tidak dapat dikontrol seperti genetik, usia, jenis kelamin dan etnis.

2.3.1 Usia

Hipertensi merupakan penyakit multifaktorial yang munculnya oleh karena

interaksi berbagai faktor risiko yang dialami seseorang. Pertambahan usia

(21)

Syukraini Irza : Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat, 2009.

arteri akibat penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah

akan berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku yang dimulai pada usia 45

tahun. Selain itu juga terjadi peningkatan resistensi perifer dan aktivitas simpatik serta

kurangnya sensitivitas baroreseptor (pengatur tekanan darah) dan peran ginjal aliran

darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus menurun (Kumar, et al., 2005).

2.3.2 Jenis Kelamin

Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria hampir sama dengan wanita. Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskular sebelum menopause. Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Namun pada masa premenopause wanita mulai kehilangan hormon estrogen sehingga pada usia di atas 45-55 tahun prevalensi hipertensi pada wanita menjadi lebih tinggi (Kumar, et al., 2005).

2.3.3 Faktor Genetik

Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium. Individu dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi daripada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Selain itu didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga (Rohaendi, 2008).

(22)

Syukraini Irza : Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat, 2009.

Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit hitam dari pada yang berkulit putih. Sampai saat ini, belum diketahui secara pasti penyebabnya. Namun pada orang kulit hitam ditemukan kadar renin yang lebih rendah dan sensitivitas terhadap vasopresin lebih besar (Armilawaty, 2007).

2.3.5 Obesitas

Obesitas merupakan keadaan kelebihan berat badan sebesar 20% atau lebih dari berat badan ideal. Obesitas mempunyai korelasi positif dengan hipertensi. Anak-anak remaja yang mengalami kegemukan cenderung mengalami hipertensi. Ada dugaan bahwa meningkatnya berat badan normal relatif sebesar 10% mengakibatkan kenaikan tekanan darah 7 mmHg.

Penyelidikan epidemiologi membuktikan bahwa obesitas merupakan ciri khas pada populasi pasien hipertensi. Curah jantung dan volume darah pasien obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibandingkan dengan penderita yang mempunyai berat badan normal dengan tekanan darah yang setara. Akibat obesitas, para penderita cenderung menderita penyakit kardiovaskular, hipertensi dan diabetes mellitus (Rohaendi, 2008; Anonim b, 2009).

2.3.6 Konsumsi Lemak

(23)

Syukraini Irza : Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat, 2009.

2.3.7 Konsumsi Natrium

Garam merupakan faktor penting dalam patogenesis hipertensi. Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan asupan garam yang rendah. Apabila asupan garam kurang dari 3 g/hari, maka prevalensi hipertensinya rendah, sedangkan asupan garam antara 5-15 g/hari prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-20%. Pengaruh asupan garam terhadap hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah. Konsumsi garam yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram/hari yang setara dengan 110 mmol natrium atau 2400 mg/hari. Asupan natrium yang tinggi dapat menyebabkan tubuh meretensi cairan sehingga meningkatkan volume darah (Anonim b, 2009).

2.3.8 Merokok

Hubungan antara rokok dengan peningkatan risiko terjadinya penyakit kardiovaskular telah banyak dibuktikan. Selain dari lamanya merokok, risiko akibat merokok terbesar tergantung pada jumlah rokok yang dihisap per hari. Seseorang yang merokok lebih dari satu pak (15 batang) rokok sehari menjadi 2 kali lebih rentan untuk menderita hipertensi dan penyakit kardiovaskular dari pada mereka yang tidak merokok (Anonim b, 2009).

2.3.9 Konsumsi Alkohol dan Kafein

(24)

Syukraini Irza : Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat, 2009.

bekerja lebih cepat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya (Anonim b, 2009; Sayogo, 2009; Anggraini et al., 2008).

2.3.10 Stres

Stres diyakini memiliki hubungan dengan hipertensi. Hal ini diduga melalui aktivasi saraf simpatis yang dapat meningkatkan tekanan darah secara intermiten. Di samping itu juga dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah akan meningkat. Jika stres berlangsung cukup lama, tubuh akan berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan organis atau perubahan patologis. Gejala yang muncul berupa hipertensi atau penyakit maag. Stres dapat meningkatkan tekanan darah untuk sementara waktu dan bila stres sudah hilang tekanan darah bisa normal kembali (Anonim e, 2009).

2.4 Patofisiologi Hipertensi

(25)

Syukraini Irza : Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat, 2009.

Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetus keadaan hipertensi (Rohaendi, 2008; Tjay & Rahardja, 2002).

Gambaran ringkas mekanisme patofisiologi hipertensi ditunjukkan pada Gambar 2.1.

2.5 Gejala klinis dan Diagnosis Hipertensi

2.5.1 Gejala Klinis Hipertensi

Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menunjukkan gejala sampai bertahun-tahun. Oleh karena itulah hipertensi dikenal sebagai silent killer. Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat, akan mengalami edema pupil.

Gambar 2.1 Mekanisme Patofisiologi Hipertensi

(26)

Syukraini Irza : Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat, 2009.

Corwin (2000) menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun berupa (Rohaendi, 2008):

a. nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan darah intrakranial.

b. penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi.

c. ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat. d. nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus. e. edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler. Gejala lain yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi yaitu pusing, muka merah, sakit kepala, keluaran darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal dan lain-lain.

2.5.2 Diagnosis Hipertensi

Diagnosis hipertensi diperoleh melalui anamnesis mengenai keluhan pasien, riwayat penyakit dahulu dan penyakit keluarga, pemeriksaan fisik meliputi pengukuran tekanan darah; pemeriksaan funduskopi; pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT); pemeriksaan lengkap jantung dan paru-paru; pemeriksaan abdomen untuk melihat pembesaran ginjal, massa intra abdominal, dan pulsasi aorta yang

abnormal; palpasi ektremitas bawah untuk melihat adanya edema dan denyut nadi,

serta penilaian neurologis (Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2006). Selain pemeriksaan fisik diperlukan juga tes laboratorium dan prosedur diagnostik lainnya. Tes laboratorium meliputi urinalisis rutin; Blood Ureum

Nitrogen (BUN) dan kreatinin serum untuk memeriksa keadaan ginjal,

(27)

Syukraini Irza : Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat, 2009.

pemeriksaan kadar kolesterol dan trigliserida untuk melihat adanya risiko aterogenesis, serta pemeriksaan kadar asam urat berkaitan dengan terapi yang memerlukan diuretik. Sedangkan prosedur diagnostik lain seperti rontgen bagian dada (elektrokardiografi) juga diperlukan untuk melihat keadaan jantung dan pembuluh darah aorta serta memberikan informasi tentang status kerja jantung (Lewis and Collier, 1983).

2.6 Komplikasi Hipertensi

Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama akan merusak endothel arteri dan mempercepat atherosklerosis. Komplikasi dari hipertensi termasuk rusaknya organ tubuh seperti jantung, mata, ginjal, otak, dan pembuluh darah besar. Hipertensi adalah faktor risiko utama untuk penyakit serebrovaskular (stroke, transient ischemic attack), penyakit arteri koroner (infark miokard, angina), gagal ginjal, dementia, dan atrial fibrilasi. Bila penderita hipertensi memiliki faktor-faktor risiko kardiovaskular lain, maka akan meningkatkan mortalitas dan morbiditas akibat gangguan kardiovaskularnya tersebut. Menurut Studi Framingham, pasien dengan hipertensi mempunyai peningkatan risiko yang bermakna untuk penyakit koroner, stroke, penyakit arteri perifer, dan gagal jantung (Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2006).

2.7 Penatalaksanaan Hipertensi

2.7.1 Terapi Nonfarmakologi

(28)

Syukraini Irza : Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat, 2009.

juga dapat mengurangi berlanjutnya tekanan darah ke hipertensi pada pasien-pasien prehipertensi. Modifikasi gaya hidup yang dapat menurunkan tekanan darah adalah (Ayu, 2008; Sani, 2008):

a. mengurangi berat badan untuk individu yang obes atau gemuk.

b. mengadopsi pola makan DASH (Dietary Approach to Stop Hypertension) yang kaya akan kalium dan kalsium; diet rendah natrium.

c. mengkonsumsi alkohol seperlunya saja.

d. olah raga aerobik secara teratur minimal 30 menit/hari seperti jogging, berenang, jalan kaki, dan menggunakan sepeda. Keuntungan ini dapat terjadi walaupun tanpa disertai penurunan berat badan. Pasien harus konsultasi dengan dokter untuk mengetahui jenis olahraga mana yang terbaik terutama untuk pasien dengan kerusakan organ target.

e. menghentikan rokok.

f. mempelajari cara mengendalikan diri/stres seperti melalui relaksasi atau yoga.

2.7.2 Terapi Farmakologi

(29)

Syukraini Irza : Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat, 2009.

Golongan obat yang digunakan untuk pengobatan hipertensi adalah (Ayu, 2008; Sani, 2008; Tjay dan Rahardja, 2002):

a. diuretik

Diuretik tiazid merupakan terapi lini pertama yang diberikan untuk mengobati hipertensi. Diuretik membantu ginjal membuang garam dan air, yang akan mengurangi volume cairan di seluruh tubuh sehingga menurunkan tekanan darah dan juga menyebabkan pelebaran pembuluh darah. Di sisi lain diuretik menyebabkan hilangnya kalium melalui air kemih, sehingga kadang diberikan tambahan kalium atau obat penahan kalium. Diuretik sangat efektif pada orang kulit hitam, lanjut usia, kegemukan, penderita gagal jantung atau penyakit ginjal menahun. Contoh: hidroklortiazid, indapamid, dan klortalidon.

b. penghambat adrenergik

(30)

Syukraini Irza : Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat, 2009.

c. angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-inhibitor)

ACE-inhibitor menyebabkan penurunan tekanan darah dengan cara melebarkan arteri. Obat ini efektif diberikan kepada orang kulit putih, usia muda, penderita gagal jantung, penderita dengan protein dalam air kemihnya yang disebabkan oleh penyakit ginjal menahun atau penyakit ginjal diabetik, pria yang menderita impotensi sebagai efek samping dari obat yang lain. Beberapa contoh obat ini adalah kaptopril, analapril maleat, benazepril, imidapril, dan silazapril.

d. angiotensin-II-bloker

menyebabkan penurunan tekanan darah dengan suatu mekanisme yang mirip dengan ACE-inhibitor. Contoh: losartan, valsartan, irbesartan, dan kandesartan.

e. antagonis kalsium

Antagonis kalsium menyebabkan melebarnya pembuluh darah dengan mekanisme yang benar-benar berbeda. Sangat efektif diberikan kepada orang kulit hitam, lanjut usia, penderita angina pektoris (nyeri dada), denyut jantung yang cepat sakit kepala migren. Contoh: amlodipin maleat, amlodipin busilat, diltiazem HCl, nifedipin, felodipin, dan nimodipin.

f. vasodilator

(31)

Syukraini Irza : Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat, 2009.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah survei epidemiologik analitik deskriptif dengan menggunakan rancangan cross-sectional. Penelitian cross-sectional adalah penelitian yang bertujuan untuk mengetahui prevalensi suatu efek atau penyakit pada suatu waktu, oleh karena itu disebut juga dengan studi prevalensi. Prinsip penelitian ini adalah mempelajari hubungan antara variabel bebas (faktor risiko) dan variabel tergantung (efek) melalui pengukuran sesaat atau hanya satu kali saja, di mana faktor risiko serta efek tersebut diukur secara bersamaan pada waktu observasi dan yang dinilai adalah subjek yang baru dan yang sudah lama menderita efek yang diselidiki. Hasil penelitian berupa odds ratio (OR) atau rasio prevalensi yaitu perbandingan antara prevalensi penyakit atau efek pada subjek dari kelompok yang mempunyai faktor risiko, dengan prevalensi penyakit atau efek pada subjek yang tidak mempunyai faktor risiko (Ghazali, et al., 2006).

3.2Populasi dan Sampel

3.2.1 Populasi

(32)

Syukraini Irza : Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat, 2009.

Subjek yang dipilih adalah semua populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi. Kriteria inklusi adalah warga yang berusia 22 tahun ke atas dan kriteria eksklusi adalah warga yang berusia di bawah 22 tahun dan warga yang mengalami gangguan jiwa.

3.2.2 Sampel

Teknik pengambilan sampel adalah accidental sampling, yaitu pengambilan sampel secara kebetulan. Siapa saja yang secara kebetulan bertemu di lapangan dapat digunakan sebagai sampel, sebab karakteristik populasi bersifat homogen sehingga tidak memerlukan teknik khusus dalam hal pengambilan sampel. Selain itu, teknik ini sangat mudah dilakukan. Pengambilan besar sampel dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan rumus:

2 2

d q p t

n= × × (Boelaert et al., 1995; Notoadmodjo, 2005)

di mana: n = besar sampel yang diambil

t = nilai distribusi z pada tingkat kepercayaan 95%, yaitu 1,96 p = proporsi subjek yang menderita hipertensi, yaitu 0,5 q = 1- p, proporsi subjek yang tidak hipertensi

d = derajat ketepatan, yaitu 0,05

Berdasarkan rumus di atas diperoleh besar sampel untuk penelitian adalah 385 orang. Namun karena besar sampel yang diperoleh lebih besar dari sepersepuluh jumlah populasi, maka besar sampel direvisi berdasarkan rumus berikut:

revised n

1 ( / )

n n N

=

(33)

Syukraini Irza : Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat, 2009.

di mana n = 385 dan N adalah jumlah populasi total, yaitu 1434 orang, sehingga besar sampel yang diperlukan adalah 303 orang. Tetapi rata-rata jumlah penduduk pada ketiga jorong tersebut di atas tidak sama, oleh karena itu distribusi besar sampel pada masing-masing jorong dihitung dengan cara perbandingan terhadap total besar sampel, yaitu:

Jumlah Populasi Jorong Besar Sampel Jorong =

Jumlah Populasi Total Besar Sampel Total

sehingga distribusi besar sampel untuk setiap jorong adalah:

a. Jorong Balai Akad :

303 1434

244 x

= , maka besar sampel = 52 orang

b. Jorong Haru :

303 1434

749 x

= , maka besar sampel = 158 orang

c. Jorong Jambak :

303 1434

441 x

= , maka besar sampel = 93 orang

3.3Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Nagari Bungo Tanjung, yang berada di Kecamatan Batipuh, Kab. Tanah Datar, Sumatera Barat, pada bulan Februari-Maret 2009.

3.4Definisi Operasional

Pembatasan operasional penelitian dijelaskan melalui definisi operasional berikut:

a. Hipertensi : suatu peningkatan kronis tekanan darah arteri sistolik dan

diastolik yang bisa disebabkan oleh berbagai faktor (faktor risiko). Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Committee on Detection, Evaluation and

Treatment of High Blood Pressure (JNC) VII sebagai tekanan darah yang lebih

(34)

Syukraini Irza : Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat, 2009.

didasarkan pada definisi JNC VII. Penelitian ini tidak mengelompokkan subjek ke dalam tingkatan hipertensi serta tidak membedakan hipertensi primer dan sekunder.

b. Faktor risiko : suatu kondisi yang secara potensial berbahaya dan dapat

memicu timbulnya suatu penyakit spesifik, dalam hal ini adalah hipertensi. Faktor risiko hipertensi yang diukur dalam penelitian ini adalah usia, jenis kelamin, obesitas, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, konsumsi lemak dan natrium, riwayat keluarga, serta riwayat penyakit degeneratif lain yang menyertai. Faktor risiko hipertensi yang tidak diukur adalah faktor stres dan warna kulit atau etnis.

c. Undetected hypertension : suatu keadaan hipertensi yang tidak

terdeteksi/disadari. Dengan kata lain, ada subjek yang menderita hipertensi namun tidak terdeteksi oleh keluarga dan tenaga medis.

d. Untreated condition : suatu keadaan hipertensi yang tidak diobati.

Artinya, ada subjek yang menderita hipertensi namun tidak memperoleh pengobatan dari profesional kesehatan.

Sedangkan definisi operasional variabel penelitian adalah sebagai berikut:

a. Usia subjek dihitung sejak tahun lahir sampai dengan ulang tahun terakhir,

dibuat skala nominal; kelompok usia ≤ 40 tahun dan > 40 tahun; berturut -turut diberi kode 0 dan 1.

b. Jenis kelamin subjek dibuat skala nominal dengan kode 0 untuk laki-laki dan 1

untuk perempuan.

c. Obesitas adalah keadaan kelebihan berat badan subjek yang ditentukan melalui

(35)

Syukraini Irza : Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat, 2009.

kuadrat tinggi badan (m2). Subjek dengan BMI ≥ 27 dikategorikan obes itas (dengan kode 1) sedangkan < 27 dikategorikan tidak obesitas (dengan kode 0).

d. Merokok, status subjek sehubungan dengan kebiasaan merokok dan intensitas

merokok dalam sehari, terutama pada saat belum menderita hipertensi, dibuat skala nominal yaitu perokok (kode 1) dan bukan perokok (kode 0).

e. Konsumsi alkohol, yaitu status subjek sehubungan dengan mengkonsumsi

minuman beralkohol, dibuat skala nominal yaitu peminum alkohol (kode 1) dan bukan peminum alkohol (kode 0).

f. Pola makan/diet, yaitu pola konsumsi natrium dan lemak per minggu yang

diukur melalui total skor dari daftar pertanyaan yang berkaitan dengan makanan yang dikonsumsi sehari-hari; dibuat skala nominal yaitu konsumsi rendah (kode 0) bila total skor asupan natrium berkisar antara 1-17 dan total skor asupan lemak antara 1-27, serta konsumsi tinggi (kode 1) bila total skor asupan natrium antara 18-36 dan total skor asupan lemak antara 28-54.

g. Riwayat keluarga adalah keterangan mengenai ada tidaknya keluarga subjek

yang menderita hipertensi. Keluarga yang dimaksud adalah kerabat tingkat atas subjek, seperti ayah, ibu, kakek, nenek, paman, dan bibi. Selanjutnya dibuat skala nominal yaitu ada riwayat keluarga (kode 1) dan tidak ada riwayat keluarga (kode 0).

h. Riwayat penyakit adalah status subjek berkaitan dengan penyakit lain yang

(36)

Syukraini Irza : Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat, 2009.

(kode 0), penyakit tunggal (kode 1), dan penyakit komplikasi (kode 2). Sedangkan pilihan jawaban tidak tidak tahu diberi kode 3.

3.5Instrumen Penelitian

3.5.1 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian yaitu data primer berupa kuesioner dan wawancara yang dilakukan secara langsung pada subjek penelitian.

3.5.2 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan melalui pengisian kuesioner sekaligus wawancara serta pemeriksaan fisik berupa pengukuran tekanan darah, tinggi dan berat badan subjek. Pengukuran tekanan darah dilakukan sendiri oleh peneliti didampingi seorang bidan secara langsung terhadap subjek penelitian dengan menggunakan spigmomanometer raksa dan tatacara pengukuran sesuai dengan pedoman pengukuran tekanan darah yang lazim. Jawaban subjek dan data pemeriksaan fisik kemudian ditabulasikan hasilnya dan setiap faktor risiko dianalisis hingga diperoleh prevalensi setiap faktor risiko terhadap hipertensi.

3.6Teknik Analisis Data

Analisa data dilakukan secara bertahap mencakup analisis univariat untuk menghitung distribusi frekuensi, analisis bivariat untuk menilai hubungan antara variabel independen dan varibel dependen dengan menggunakan uji Chi-Square, dan analisis multivariat untuk mengetahui variabel independen yang merupakan faktor risiko utama dengan menggunakan uji regresi logistik berganda metode

Backward Wald. Regresi logistik berganda merupakan jenis analisis statistik yang

(37)

Syukraini Irza : Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat, 2009.

numerik maupun nominal; dengan satu variabel dependen yang bersifat dikotom seperti iya-tidak atau hidup-mati (Uyanto, 2009; Ghazali, et al., 2006).

Pengolahan data dilakukan secara komputerisasi dengan menggunakan program SPSS Version 15.0. Adapun informasi yang akan diperoleh setelah analisa data adalah:

a. faktor risiko utama hipertensi di Bungo Tanjung. b. rasio prevalensi hipertensi di Bungo Tanjung.

c. persentase subjek yang menderita hipertensi namun tidak terdeteksi/disadari (undetected condition).

d. persentase subjek yang mengalami untreated condition.

3.7Rancangan Penelitian

Adapun gambaran dari pelaksanaan penelitian ditunjukkan Gambar 3.1.

(38)

Syukraini Irza : Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat, 2009.

3.8Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Spygmomanometer

Spygmomanometer yang digunakan adalah jenis spygmomanometer raksa merk

GEA®, dengan ketelitian 1 mmHg.

b. Stetoskop

Stetoskop yang digunakan dalam penelitian ini adalah stetoskop merk GEA®.

c. Tape measuring/ metline

Metline yang digunakan adalah jenis plastic tape measuring merk butterfly

dengan ketelitian 1mm.

d. Timbangan

(39)

Syukraini Irza : Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat, 2009.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Nama Nagari Bungo Tanjung berasal dari nama sebuah tumbuhan yaitu

Bungo Tanjuang (bunga tanjung). Batangnya sangat besar dan liat, memiliki

bunga berwarna putih kehijau-hijauan dengan aroma yang sangat harum. Tumbuhan ini termasuk tumbuhan langka dan tidak banyak lagi dijumpai di Nagari Bungo Tanjung.

Tahun berdirinya Nagari Bungo Tanjung tidak diketahui dengan pasti, tapi sesungguhnya Nagari Bungo Tanjung telah ada jauh sebelum zaman kolonialisme Belanda. Keberadaan Nagari Bungo Tanjung sering diceritakan oleh para tetua yang dikaitkan dengan Kerajaan Pagaruyung.

Menurut cerita rakyat, pada suatu ketika yang tidak diketahui dengan pasti tahunnya, para niniak mamak mengadakan musyawarah di lapangan terbuka, di bawah pohon bunga tanjung. Musyawarah ini ditujukan untuk pembagian tanah ulayat. Salah seorang ninik mamak menganjurkan “patahlah bungo Tanjung” yang dimaksudkan sebagai alas duduk di atas tanah. Inilah asal mula nama Pitalah, Bungo Tanjung, dan Tanjung Barulak Ilia (sekarang lebih dikenal dengan Tanjung Barulak).

(40)

Syukraini Irza : Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat, 2009.

Secara geografis, saat ini Nagari Bungo Tanjung terletak di kecamatan Batipuh, Kab. Tanah Datar, Sumatera Barat, memiliki luas daerah ± 18 km2. Batas-batas wilayah Nagari Bungo Tanjung adalah:

a. barat berbatas dengan Nagari Batipuh Baruh dan Gunung Rajo. b. timur berbatas dengan Nagari Sialahan dan Batu Basa.

c. selatan berbatas dengan Tanjung Barulak, Sumpur, dan Malalo. d. utara berbatas dengan Pitalah dan Gunung Rajo.

Jumlah penduduk berdasarkan data bagian Statistik KB Kec. Batipuh adalah 4.644 jiwa terdiri dari 2.290 jiwa pria dan 2.354 jiwa wanita. Mata pencaharian penduduk yang utama adalah petani, wiraswasta, pedagang, dan pegawai negeri. Agama yang dianut adalah agama Islam. Suku kaum dalam nagari adalah Koto, Jambak, Tanjung, Katapang, dan Melayu.

Pemerintahan Nagari Bungo Tanjung dipimpin oleh seorang Wali Nagari (setingkat Kepala Desa) yang saat ini dijabat oleh M. Dt. Sinaro Batuah, S.Ag untuk periode 2009-2015. Setiap jorong dalam nagari dipimpin oleh seorang Wali

Jorong (setingkat kepala dusun). Nagari Bungo Tanjung terdiri dari tujuh jorong,

yaitu Jorong Balai Akad, Jorong Haru, Jorong Jambak, Jorong Ampia Rayo, Jorong Padang Kunyit, Jorong Guguk Nyaring, dan Jorong Kapuh. Segala urusan pemerintahan harus dilaksanakan dengan melibatkan suatu badan perwakilan masyarakat nagari yang dinamakan Kerapatan Adat Nagari (KAN).

4.2 Karakteristik Umum Subjek

(41)

Syukraini Irza : Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat, 2009.

SMA/Sederajat; 30,03% bekerja sebagai wiraswasta; dan 53,47% memiliki tingkat penghasilan rendah (< Rp. 500.000/bulan). Karakteristik umum subjek yang diteliti secara garis besar ditunjukkan pada Tabel 3.1.

Tabel 4.1 Karakteristik subjek penelitian

No Karakteristik Subjek Jumlah

(n = 303) %

3 Pendidikan terakhir

Tidak Tamat SD 35 11,55

SD/Sederajat 67 22,11

SMP/Sederajat 63 20,79

SMA/Sederajat 85 28,05

Sarjana/Diploma 53 17,49

4 Pekerjaan

Tidak Bekerja 23 7,59

Petani/Buruh tani 32 10,56

Sopir 18 5,94

Tukang/Buruh kayu 10 3,30

Ibu Rumah Tangga 74 24,42

Wiraswasta/Dagang 91 30,03

Pegawai Negeri 36 11,88

Pegawai Swasta 6 1,98

Pelajar/Mahasiswa 3 0,99

Lainnya 10 3,30

5 Penghasilan

Tidak ada 72 23,76

Rendah 162 53,47

Sedang 53 17,49

Tinggi 16 5,28

4.3 Gambaran Klinis Kondisi Tekanan Darah Subjek

(42)

Syukraini Irza : Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat, 2009.

hipertensi yang tidak terdeteksi. Gambaran umum kondisi tekanan darah subjek secara keseluruhan ditunjukkan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Gambaran klinis kondisi tekanan darah subjek

No Gambaran Klinis

Tekanan Darah

Total %

Tidak

Hipertensi Hipertensi

Jumlah % Jumlah %

*Keterangan: A (berobat ke puskesmas/rumah sakit), B (berobat ke dokter/dokter spesialis), C (membeli obat sakit kepala di warung/toko obat), D (membeli obat penurun tekanan darah di toko obat), E (membuat obat/ramuan alami untuk menghilangkan rasa sakit), F (beristirahat), G (dibiarkan saja). **Keterangan: A (biaya berobat mahal), B (tidak mau berpantangan makan/selera), C (tidak suka dengan rasa obat/selalu muntah jika minum obat), D (memilih obat kampung), E (lainnya seperti malas dan merasa telah sehat).

Penelitian terhadap 303 orang subjek mengenai hipertensi dan faktor risikonya menunjukkan bahwa:

(43)

Syukraini Irza : Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat, 2009.

(30,08%) di antaranya merupakan penderita hipertensi. Subjek hipertensi berjumlah 78 orang dan 7 orang (8,97%) di antaranya mengaku tidak pernah merasakan gejala hipertensi.

b. secara umum respon subjek terhadap gejala yang mereka rasakan adalah memilih berobat ke puskesmas/rumah sakit (35,59%). Demikian juga halnya pada subjek yang menderita hipertensi, namun jumlahnya tidak berbeda jauh dengan mereka yang memilih berobat ke dokter/dokter spesialis. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat tidak terlalu berpusat pada satu tempat pelayanan kesehatan saja.

c. 93,40% dari subjek mengaku pernah memeriksakan tekanan darah. Hal ini berarti bahwa masyarakat telah memiliki kesadaran yang tinggi untuk memeriksakan tekanan darah. Oleh karena itu tidak ditemukan adanya penderita hipertensi yang tidak terdeteksi (undetected condition).

d. sebanyak 283 subjek yang pernah memeriksakan tekanan darah, 103 orang (36,40%) di antaranya pernah didiagnosis hipertensi dan 180 orang (63,60%) sisanya tidak pernah didiagnosis hipertensi.

(44)

Syukraini Irza : Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat, 2009.

f. hanya 20 orang (19,42%) subjek yang menjalani pengobatan rutin untuk hipertensi dari 78 orang subjek hipertensi yang pernah menerima pengobatan., sedangkan 58 orang (74,36%) sisanya mengaku tidak menjalani pengobatan rutin dari pihak medis dengan berbagai alasan. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak penderita hipertensi yang belum menjalani pengobatan yang optimal bagi keadaan hipertensi yang dideritanya (untreated condition).

g. alasan utama 58 orang subjek yang menderita hipertensi memilih untuk tidak melanjutkan pengobatan rutin adalah karena subjek mengaku bahwa mereka merasa sudah sehat, dan tidak pernah lagi merasakan kondisi tekanan darahnya tinggi sehingga tidak perlu melanjutkan pengobatan. Sebagian lagi mengatakan hanya akan berobat bila kondisinya cukup parah dan perlu pengobatan segera. Sedangkan subjek yang memilih alasan A, B, dan D tidak begitu banyak perbedaannya, tapi sebaliknya tidak ada satu pun yang memilih alasan C. Hal ini berarti tidak ada hubungannya dengan kondisi fisiologis subjek untuk menolak menjalani pengobatan rutin.

4.4 Analisis Bivariat

4.4.1 Faktor Usia

Hubungan antara usia dengan kondisi tekanan darah subjek ditunjukkan pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Kondisi tekanan darah subjek berdasarkan usia

Kelompok Tidak Hipertensi Hipertensi

(45)

Syukraini Irza : Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat, 2009.

Berdasarkan Tabel 4.3 nampak bahwa jumlah subjek dengan usia > 40 tahun lebih banyak dibandingkan dengan usia ≤ 40 tahun, hal ini sesuai dengan data statistik KB Kec. Batipuh bahwa penduduk Bungo Tanjung sebagian besar berusia di atas 40 tahun. Kejadian hipertensi lebih banyak dialami oleh subjek pada kelompok usia > 40 tahun. Hal ini berarti bahwa risiko hipertensi semakin meningkat seiring pertambahan usia.

Hasil analisis bivariat dengan Chi-square Test antara variabel usia dengan kondisi tekanan darah subjek menunjukkan keduanya bermakna secara statistik (nilai p < 0,05), sehingga faktor usia berhubungan dengan hipertensi.

4.4.2 Faktor Jenis Kelamin

Hubungan antara jenis kelamin dengan kondisi tekanan darah subjek ditunjukkan pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Kondisi tekanan darah subjek berdasarkan jenis kelamin

Jenis Tidak Hipertensi Hipertensi

Jumlah

Berdasarkan Tabel 4.4 nampak bahwa secara umum subjek adalah wanita (56,44%) dan kejadian hipertensi lebih banyak dialami oleh wanita dibandingkan pria; dengan persentase 66,67% pada wanita dan 33,33% pada pria.

(46)

Syukraini Irza : Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat, 2009.

4.4.3 Faktor Merokok

Secara umum subjek penelitian ini adalah bukan perokok (65,02%) dan kejadian hipertensi pun lebih banyak dialami oleh subjek yang bukan perokok (55,13%) jika dibandingkan dengan subjek yang merokok (44,87%). Berdasarkan data ini terlihat bahwa penderita hipertensi umumnya adalah bukan perokok (Tabel 4.5).

Tabel 4.5 Kondisi tekanan darah subjek berdasarkan konsumsi rokok

Konsumsi Tidak Hipertensi Hipertensi

Jumlah

Hasil analisis bivariat dengan Chi-square Test antara variabel konsumsi rokok dengan kondisi tekanan darah subjek menunjukkan keduanya bermakna secara statistik (nilai p < 0,05), sehingga faktor merokok berhubungan dengan hipertensi.

4.4.4 Faktor Konsumsi Alkohol

Secara umum subjek dalam penelitian ini bukanlah peminum alkohol (93,4%) dan semua subjek yang mengkonsumsi alkohol tidak menderita hipertensi (Tabel 4.6).

Tabel 4.6 Kondisi tekanan darah subjek berdasarkan konsumsi alkohol

Konsumsi Tidak Hipertensi Hipertensi

(47)

Syukraini Irza : Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat, 2009.

Hasil analisis bivariat dengan Chi-square Test antara variabel konsumsi alkohol dengan kondisi tekanan darah subjek menunjukkan keduanya bermakna secara statistik (nilai p < 0,05), sehingga faktor konsumsi alkohol berhubungan dengan hipertensi.

4.4.5 Faktor Obesitas

Berdasarkan penelitian diperoleh bahwa secara umum masyarakat Bungo Tanjung tidak mengalami obesitas, yaitu sebanyak 67,33% dari seluruh subjek penelitian. Namun, kejadian hipertensi pada subjek yang mengalami obesitas lebih tinggi (67,95%) dibandingkan subjek yang tidak mengalami obesitas (Tabel 4.7).

Tabel 4.7 Kondisi tekanan darah subjek berdasarkan IMT

Kategori Tidak Hipertensi Hipertensi

Jumlah

Hasil analisis bivariat dengan Chi-square Test antara variabel obesitas dengan kondisi tekanan darah subjek menunjukkan keduanya bermakna secara statistik (nilai p < 0,05), sehingga faktor obesitas berhubungan dengan hipertensi.

4.4.6 Faktor Konsumsi Natrium

(48)

Syukraini Irza : Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat, 2009.

hipertensi dengan tingkat konsumsi natrium tinggi lebih banyak, yaitu 75 orang (96,15%), dibandingkan subjek dengan tingkat konsumsi natrium rendah. Hal ini berarti bahwa subjek yang mengkonsumsi natrium dalam jumlah yang tinggi berisiko mengalami hipertensi (Tabel 4.8).

Tabel 4.8 Kondisi tekanan darah subjek berdasarkan tingkat konsumsi natrium

Konsumsi Tidak Hipertensi Hipertensi

Jumlah

Hasil analisis bivariat dengan Chi-square Test antara variabel tingkat konsumsi natrium dengan kondisi tekanan darah subjek menunjukkan keduanya bermakna secara statistik (nilai p < 0,05), sehingga faktor konsumsi natrium berhubungan dengan hipertensi.

4.4.7 Faktor Konsumsi Lemak

Berdasarkan hasil penelitian, secara umum tingkat konsumsi lemak di Bungo Tanjung merata. Namun kejadian hipertensi lebih banyak dialami subjek dengan tingkat konsumsi lemak tinggi (97,44%) dibandingkan subjek dengan tingkat konsumsi lemak rendah (Tabel 4.9).

Tabel 4.9 Kondisi tekanan darah subjek berdasarkan tingkat konsumsi lemak

Konsumsi Tidak Hipertensi Hipertensi

(49)

Syukraini Irza : Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat, 2009.

Hasil analisis bivariat dengan Chi-square Test antara variabel tingkat konsumsi lemak dengan kondisi tekanan darah subjek menunjukkan keduanya bermakna secara statistik (nilai p < 0,05), sehingga faktor konsumsi lemak berhubungan dengan hipertensi.

4.4.8 Faktor Riwayat Keluarga

Berdasarkan hasil penelitian, secara umum subjek memiliki riwayat hipertensi dalam keluarganya, yaitu 62,38% dari seluruh sunjek penelitian. Persentase kejadian hipertensi pada subjek yang memiliki riwayat hipertensi dalam keluarga sangat besar, yaitu 87,2%; sedangkan yang tidak memiliki riwayat hipertensi dalam keluarga hanya 12,8%. Hal ini berarti bahwa faktor riwayat keluarga sangat berpengaruh terhadap kemungkinan terjadinya hipertensi (Tabel 4.10).

Tabel 4.10 Kondisi tekanan darah subjek berdasarkan riwayat keluarga

Riwayat Tidak Hipertensi Hipertensi

Jumlah

Hasil analisis bivariat dengan Chi-square Test antara variabel riwayat keluarga dengan kondisi tekanan darah subjek menunjukkan keduanya bermakna secara statistik (nilai p < 0,05), sehingga faktor riwayat keluarga berhubungan dengan hipertensi.

4.4.9 Faktor Riwayat Penyakit

(50)

Syukraini Irza : Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat, 2009.

degeneratif yang diderita; dan kejadian hipertensi pada subjek tersebut cukup besar, yaitu 21,79% dari seluruh subjek yang menderita hipertensi (Tabel 4.11). Artinya, lebih kurang seperlima dari penderita hipertensi tidak mengetahui adanya penyakit degeneratif lain yang mungkin dialami yang dapat menimbulkan komplikasi terhadap hipertensi yang dideritanya. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat untuk memeriksakan kesehatan masih rendah sehingga mereka tidak menyadari berbagai macam penyakit telah bersarang di tubuhnya.

Sebaliknya, subjek yang menderita penyakit tunggal berjumlah 19,14% dan 36,21% di antaranya merupakan penderita hipertensi. Sedangkan subjek dengan penyakit komplikasi, berjumlah 6,93% dan 90,48% di antaranya merupakan penderita hipertensi (Tabel 4.11). Hal ini berarti bahwa adanya berbagai penyakit degeneratif lain yang diderita subjek mengakibatkan kemungkinan menderita hipertensi sangat besar.

Tabel 4.11 Kondisi tekanan darah subjek berdasarkan riwayat penyakit

Riwayat Tidak Hipertensi Hipertensi

Jumlah

(51)

Syukraini Irza : Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat, 2009.

Secara umum, rangkuman hasil analisis bivariat beberapa variabel yang berhubungan dengan kondisi tekanan darah subjek ditunjukkan pada Tabel 4.12.

Tabel 4.12 Hubungan antara beberapa variabel dengan kondisi tekanan darah subjek

N Tidak Hipertensi Hipertensi

Jumlah % Jumlah %

4 Konsumsi Alkohol

0,006

6 Konsumsi Natrium

0,000

8 Riwayat Keluarga

0,000

Tidak ada 104 91,23 10 8,77 114 37,62

Ada 121 64,02 68 35,98 189 62,38

9 Riwayat Penyakit

0,000

Tidak ada 101 81,45 23 18,55 124 40,92

Tidak tahu 85 85,00 15 15,00 100 33,00

Tunggal 37 63,79 21 36,21 58 19,14

Komplikasi 2 9,52 19 90,48 21 6,93

Sumber: Hasil penelitian diolah

4.5 Analisis Multivariat

(52)

Syukraini Irza : Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat, 2009.

seluruh variabel independen dianalisis secara multivariat dengan regresi logistik ganda, menggunakan metode Backward Wald pada program SPSS.

Hasil analisis regresi logistik ganda variabel yang berhubungan dengan kondisi tekanan darah dengan metode Backward Wald ditunjukkan pada Tabel 4.13.

Tabel 4.13 Hasil uji regresi logistik ganda metode backward wald beberapa variabel yang berhubungan dengan

kondisi tekanan darah subjek

Variabel yang Interval (CI) untuk

Exp (B)

Sumber: Hasil penelitian diolah

(53)

Syukraini Irza : Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat, 2009.

p

ln = -10,529 + 2,875 usia + 1,674 jenis kelamin + 1,934 konsumsi rokok + 1- p

1,115 obesitas + 1,733 konsumsi natrium + 2,168 konsumsi lemak + 2,068 riwayat keluarga + 3,077 penyakit komplikasi

4.6 Pembahasan

4.6.1 Hubungan Usia dengan Hipertensi

Hasil analisis regresi logistik menunjukkan bahwa faktor usia memiliki pengaruh yang paling besar terhadap kejadian hipertensi. Risiko untuk mengalami hipertensi bagi subjek berusia > 40 tahun adalah 17,726 kali lebih besar dibandingkan dengan subjek yang berusia ≤ 4 0 tahu n. Hasil p enelitian sesuai dengan fakta bahwa tanda-tanda penuaan dan munculnya penyakit-penyakit degeneratif mulai terlihat pada usia 40 tahun ke atas.

Hipertensi merupakan salah satu penyakit degeneratif. Dengan bertambahnya

usia, maka tekanan darah juga akan meningkat yang disebabkan beberapa perubahan

fisiologis. Setelah usia 45 tahun terjadi peningkatan resistensi perifer dan aktivitas

simpatik. Dinding arteri akan mengalami penebalan oleh karena adanya penumpukan

zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur

menyempit dan menjadi kaku. Tekanan darah sistolik (TDS) meningkat karena

kelenturan pembuluh darah besar yang berkurang pada penambahan usia sampai

dekade ketujuh sedangkan tekanan darah diastolik (TDD) meningkat sampai dekade

kelima dan keenam kemudian menetap atau cenderung menurun. Di samping itu,

pada usia lanjut sensitivitas pengatur tekanan darah yaitu refleks baroreseptor mulai

berkurang, demikian juga halnya dengan peran ginjal, di mana aliran darah ginjal dan

laju filtrasi glomerulus menurun (Kumar, et al., 2005).

(54)

Syukraini Irza : Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat, 2009.

dan bahwa TDS akan terus meningkat setelah dekade ketujuh sementara TDD tidak lagi mengalami peningkatan. Dalam penelitian ini juga diteliti hubungan usia dengan kadar renin plasma, norepinefrin, Indeks Massa Tubuh (IMT), dan keadaan hipertensi sekunder. Kesimpulan penelitian Anderson ini adalah bahwa dengan meningkatnya usia maka kadar renin plasma akan berkurang sedangkan kadar norepinefrin, IMT dan prevalensi hipertensi sekunder akan bertambah. Dengan bertambahnya IMT, maka kadar kreatinin klirens akan meningkat yang mengakibatkan retensi natrium sehingga terjadi peningkatan tekanan darah sedangkan kadar renin plasma makin berkurang dengan bertambahnya IMT. Hasil penelitian Anderson tersebut juga sesuai dengan penelitian Kaplan (1964) yang menemukan bahwa konsumsi natrium berbanding terbalik dengan kadar renin plasma.

Sementara itu, Strauss, et al., (2005) dalam penelitiannya menemukan bahwa meningkatnya insiden hipertensi dan penyakit kardiovaskular seiring dengan pertambahan usia berhubungan dengan profil genetik seseorang yang berpengaruh terhadap metabolisme homosistein. Berdasarkan penelitian tersebut diketahui bahwa pada DNA penderita hipertensi dan penyakit kardiovaskular terdapat gen-gen yang berperan dalam metabolisme homosistein yaitu MTHFR dan PON1.

(55)

Syukraini Irza : Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat, 2009.

dengan mempengaruhi ekspresi gen terikat p53-Noxa. Gen lainnya yang mempengaruhi homosistein adalah NDRG 1 (N-Myc down regulated gene). Gen ini diaktifkan secara transkripsi oleh kerusakan DNA dan mungkin juga berperan dalam patologi vaskular yang berhubungan dengan genotoksik. Efek merugikan peningkatan kronik kadar homosistein plasma diperantarai oleh peningkatan tegangan oksidatif dan pengurangan bioavailabilitas NO. Penurunan bioavailabilitas NO endotelium juga disebabkan karena reaksi kimianya dengan gugus –SH pada homosistein membentuk S-nitroso homosistein (Strauss, et al., 2005).

4.6.2 Hubungan Jenis Kelamin dengan Hipertensi

Hasil analisis regresi logistik menunjukkan bahwa risiko untuk menderita hipertensi bagi wanita adalah 5 kali lebih besar dibandingkan dengan pria. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sugiri di Jawa Tengah, di mana prevalensi hipertensi pada wanita lebih besar daripada pria.

(56)

Syukraini Irza : Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat, 2009.

4.6.3 Hubungan Merokok dengan Hipertensi

Hasil analisis regresi logistik menunjukkan bahwa risiko untuk menderita hipertensi bagi subjek perokok adalah 6,9 kali lebih besar dibandingkan dengan yang bukan perokok. Hasil penelitian ini sesuai dengan beberapa hasil penelitian yang menunjukkan bahwa tekanan darah pada perokok lebih tinggi daripada bukan perokok, seperti pada penelitian Elliot and Simpson, 1980; Dyer et al., 1982; Bolinder and de Faire, 1998; Bowman, et al., (2004), dan Dochi, et al., (2009). Tetapi di sisi lain juga terdapat banyak penelitian yang menunjukkan bahwa merokok dapat menurunkan tekanan darah seperti pada penelitian Rosengren and Wilhelmsen, 1987; Green, et al., 1991; Imamura, et al., 1996; Nagahama, et al., 2004; dan Wang, et al., 2006. Menurut penelitian-penelitian tersebut, penurunan tekanan darah pada perokok berhubungan dengan berkurangnya

berat badan. Selain itu, kotinin yang merupakan metabolit utama nikotin juga

berperan dalam menurunkan tekanan darah karena bersifat vasodilator. Dengan demikian, hubungan merokok dengan tekanan darah hingga saat ini masih kontroversial (Dochi, et al., 2009).

Dalam penelitian Thomas S. Bowman, et al., (2004) yang dilakukan terhadap 28.236 wanita di Women Health’s Study, Massachussets yang pada awalnya tidak menderita hipertensi, setelah pengamatan selama 9,8 tahun diperoleh peningkatan yang signifikan terhadap risiko hipertensi pada wanita yang

(57)

Syukraini Irza : Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat, 2009.

mengakibatkan disfungsi endotelium, kerusakan pembuluh darah, ataupun terjadinya pembentukan plak, dan kekakuan pada dinding arteri yang berujung pada kenaikan tekanan darah.

Sementara itu, dari penelitian Dochi, et al., (2009) di Jepang yang terpusat pada tiga titik obeservasi yaitu hipertensi (TDS ≥ 140 mmHg dan TDD ≥ 90 mmHg), hipertensi sistolik (TDS ≥ 140 mmHg ) dan hipertensi diastolik (TDD ≥ 90 mmHg), diperoleh bahwa merokok berhubungan dengan hipertensi dan hipertensi sistolik, tetapi tidak dengan hipertensi diastolik. Rasio perokok dan bukan perokok adalah 1,13 pada penderita hipertensi (CI 95%: 1,03 - 1,23) dan 1,15 pada penderita hipertensi sistolik (CI 95%: 1,05 - 1,25). Sebagai tambahan, beberapa faktor lain yang juga merupakan risiko hipertensi seperti IMT, kolesterol total, -glutamil transpeptidase, kebiasaan minum alkohol, dan jadwal kerja

berkorelasi positif dengan kejadian hipertensi, hipertensi sistolik, dan hipertensi diastolik. Sementara itu, aspartat aminotransferase berkorelasi positif dengan hipertensi dan hipertensi diastolik, usia berkorelasi positif dengan hipertensi diastolik, dan HbA1c berkorelasi negatif dengan hipertensi diastolik.

Gambar

Gambar                                                                                                 Halaman
Gambar 1.1 Skema Hubungan Variabel Bebas dan Variabel Terikat
Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah Umur ≥ 18 tahun menurut JNC VII dan JNC VI
Gambar 2.1.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Faktor risiko untuk penyakit hipertensi pada laki-laki lebih banyak terkenaa. serangan jantung dibanding

Penelitian ini menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang terbukti sebagai faktor risiko hipertensi adalah konsumsi alkohol, konsumsi garam berlebih, konsumsi lemak, olah

Hasil ini menunjukkan bahwa lansia dengan rata-rata asupan lemak lebih dari 25% total kalori per hari mempunyai risiko 3,303 kali lebih besar untuk menderita hipertensi

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah faktor risiko hipertensi meliputi umur, jenis kelamin, genetik, konsumsi natrium, obesitas, perilaku merokok, aktivitas

Sedangkan pada remaja IMT normal dengan hipertensi tingkat 1 seluruhnya berusia 16 tahun dan memiliki karakteristik mayoritas berjenis kelamin laki-laki, mengkonsumsi natrium

Besar risiko terjadinya hipertensi pada responden yang mempunyai riwayat keluarga hipertensi adalah 5,20 kali lebih besar dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki

17 Nilai tersebut menunjukkan bahwa remaja dengan kualitas tidur yang buruk memiliki risiko 4,1 kali lebih besar mengalami hipertensi dibandingkan dengan remaja yang

Perilaku mengkonsumsi diet yang tidak sehat (obesitas) sebagai faktor risiko tertinggi kejadian hipertensi pada masyarakat di desa Slahung Ponorogo dengan prosentase sebesar