• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Novel اَحْلَامُ النِّسَاءِ الْحَرِيمِ /Ahlamu An-Nisa΄I Al-Harīmi/ ‘Impian Perempuan-Perempuan Harem’ Karya Fatima Mernissi (Kajian Sosiologi Sastra)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Novel اَحْلَامُ النِّسَاءِ الْحَرِيمِ /Ahlamu An-Nisa΄I Al-Harīmi/ ‘Impian Perempuan-Perempuan Harem’ Karya Fatima Mernissi (Kajian Sosiologi Sastra)"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS NOVEL

ِﻢﻳِﺮَﺤْﻟﺍ ِءﺎَﺴﱢﻨﻟﺍ ُﻡ َﻼْﺣَﺍ

/

AHLAMU AN-

NISA΄I AL

-

HARĪMI/

‘IMPIAN

PEREMPUAN-PEREMPUAN HAREM’ KARYA FATIMA

MERNISSI (KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA)

SKRIPSI SARJANA

DISUSUN OLEH:

DAHLIA ISDINA OKTANIA

110704031

DEPARTEMEN SASTRA ARAB

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbi Al-‘ālamīn peneliti panjatkan syukur ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan izinNya peneliti dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Shalawat dan salam peneliti panjatkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW

sebagai teladan umat muslim.

Sastra merupakan karya seni yang indah dan juga sebagai cerminan masyarakat.

Skripsi ini berjudul Analisis Novel

ِﻢﻳِﺮَﺤْﻟﺍ

ِءﺎَﺴﱢﻨﻟﺍ

ُﻡ َﻼْﺣَﺍ

/ahlāmu al-nisāˋi al-harīmi/ ‘Impian Perempuan- Perempuan Harem’ Karya Fatima Mernissi (Kajian Sosiologi

Sastra). Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat akademik dalam

memperoleh gelar Sarjana Sastra (S.S) pada Departemen Sastra Arab, Fakultas Ilmu

Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Pada penulisan skripsi ini peneliti menemui beberapa kesulitan maupun hambatan

dari literature, baik dari objek yang diteliti maupun teori. Namun dengan karuniaNya

dan bantuan dari berbagai pihak, penelitian ini dapat diselesaikan. Peneliti menyadari

bahwa penulisan skripsi ini masih tidak sempurna dan mungkin terdapat kekeliruan.

Peneliti menerima masukkan dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Terima

Kasih.

Medan, 07 Juli 2015

Peneliti,

Dahlia Isdina Oktania

(3)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT karena dengan ridho nya skripsi

ini dapat diselesaikan. Peneliti juga menyadari bahwa penulisan skripsi ini telah banyak

dibantu oleh berbagai kalangan, untuk itu peneliti ucapkan terima kasih

sebesar-besarnya kepada:

1. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Ir.Gunung Iskandar NST dan Ibunda Dra.

Ruminah yang telah membesarkan,mendidik, dan mendoakan hingga peneliti

dapat menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi.

2. Adik-adik tercinta Hafid dan Ramadhan yang telah memberi dukungan,

bantuan dan semangat untuk kakaknya dalam menyelesaian skripsi ini.

3. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya,

Universitas Sumatera Utara beserta Pembantu Dekan I Bapk Dr. M. Husnan

Lubis, M.A., Pembantu Dekan II Bapak Drs.Samsul tarigan, dan Pembantu

Dekan III Bapak Drs. Yuddi Adrian M., M.A.

4. Ibu Dra. Pujiati, M.Soc, Ph.D selaku Ketua Program Studi Sastra Arab,

Fakultas Ilmu Budaya, Unversitas Sumatera Utara dan Ibu Dra. Fauziah, M.A.

selaku Sekretaris Program Syudi Sastra Arab, Fakultas Ilmu Budaya,

Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Dra. Pujiati selaku Pembimbing I dan Bapak Drs. Bahrum M.Ag selaku

selaku Pembimbing II yang telah bersedia berdiskusi dan meluangkan

waktunya dalam proses penelitian skripsi ini.

6. Ibu Dra. Kacar Ginting, M.Ag selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah

memberikan nasehat dalam menjalani kegiatan perkuliahan di Program Studi

Sastra Arab, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

7. Seluruh staf pengajar Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara,

khususnya staf pengajar di Program Studi Sastra Arab, Fakultas Ilmu Budaya,

Universitas Sumatera Utara yang telah menambah wawasan selama masa

(4)

8. Teman-teman stambuk ‘011 Ratih, Wita, Puja, Suarti, Fadda, Fitri, Suci, Bibah

yang telah memberikan motivasi, adik ‘012 Agung yang telah membantu

pengerjaan skripsi serta teman-teman di Ikatan Mahasiswa Bahasa Arab

(IMBA).

9. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu tetapi telah memberi

bantuan yang tidak terhingga. Terima Kasih untuk semuanya.

Terima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan semoga Allah SWT akan

membalas kebaikan kalian semua.

Medan, 07 Juli 2015

(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………..……….i

UCAPAN TERIMA KASIH……….ii

DAFTAR ISI...iv

PEDOMAN TRANSLITERASI………...v

ABSTRAK……… ….ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang……….1

1.2Rumusan Masalah………6

1.3Tujuan Penelitian……….6

1.4Manfaat Penelitian………...7

1.5Metode Penelitian………7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu………...9

2.2 Landasan Teori……...……….12

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Sinopsis Novel

ِﻢﻳِﺮَﺤْﻟﺍ

ِءﺎَﺴﱢﻨﻟﺍ

ُﻡ َﻼْﺣَﺍ

/ahlāmu an-nisāˋi al -harīmi/‘Impian Perempuan Harem’ Karya Fatima Mernissi………...24

3.2 Unsur Tersirat……….30

3.2.1 Pesan Moral………...30

3.2.2 Pesan Religius………...34

3.2.3 Pesan Kritik Sosial………40

BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan………54

4.2 Saran………..56

(6)

PEDOMAN TRANSLITERASI

Transliterasi dalam skripsi ini menggunakan Pedoman Transliterasi Arab – Latin

berdasarkan SK Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI

No. 158 tahun 1987 dan No. 0543 b/U/1987 tertanggal 22 Januari 1988.

I. Konsonan Tunggal

Huruf Arab Nama Huruf Latin Keterangan

alif - tidak dilambangkan

bā’ b -

tā’ t -

ṡā’ ṡ s dengan titik di atasnya

jīm j -

ḥā’ ḥ h dengan titik di bawahnya

khā’ kh -

dāl d -

żāl ż z dengan titik di atasnya

rā’ r -

zai z -

sīn s -

syīn sy -

(7)

ḍād ḍ d dengan titik di bawahnya

ṭā’ ṭ t dengan titik di bawahnya

ẓā’ ẓ z dengan titik di bawahnya

’ain ‘ koma terbalik

gain g -

fā’ f -

qāf q -

kāf k -

lām l -

mīm m -

nūn n -

wāwu w -

hā’ h -

ء hamzah ’ apostrof, tetapi lambang ini tidak

digunakan untuk hamzah di awal kata

yā’ y -

II. Konsonan Rangkap

Konsonan rangkap, termasuk tanda syaddah, ditulis rangkap.

(8)

III. Tā’ marbūtah di akhir kata

1. Bila dimatikan ditulis h, kecuali untuk kata Arab yang sudah terserap menjadi

bahasa Indonesia, seperti salat, zakat, dan sebagainya.

ﺔﻋﺎﻤﺟ ditulis jamā’ah

2. Bila dihidupkan ditulis t

ءﺎﻴﻟﻭﻷﺍ ﺔﻣﺍﺮﻛ ditulis karāmatul-aliyā´

IV. Vocal Pendek

Fathah ditulis a, kasrah ditulis i, dan dammah ditulis u.

V. Vocal Panjang

A panajang ditulis ā, i panjang ditulis ī, dan u panjang ditulis ū, masing-masing

dengan tanda (-) di atasnya.

VI. Vokal Rangkap

Fathah + yā’ tanpa dua titik yang dimatikan ditulis ai, dan fathah + wāwu mati

ditulis au.

VII. Vokal-Vokal Pendek yang Berurutan dalam satu kata

Dipisahkan dengan apostrof (´)

ﻢﺘﻧﺃﺃ titulis a’antum

ﺚﻧﺆﻣ ditulis mu’annaś

VIII.Kata Sandang Alif + Lām

1. Bila diikuti huruf qamariyyah ditulis

al-ﻥﺁﺮﻘﻟﺍ ditulis Al-Qur’ān

2. Bila diikuti huruf syamsiyyah, huruf I diganti dengan huruf syamsiyyah yang

(9)

ﺔﻌﻴﺸﻟﺍ ditulis asy-Syī’ah

(lihat juga angkah X butir 1 dan 2)

IX. Huruf Besar

Penulisan huruf besar disesuaikan dengan EYD.

X. Kata dalam Rangkaian Frasa atau Kalimat

1. Ditulis kata per kata, atau

2. Ditulis menurut bunyi atau pengucapannya dalam rangkaian tersebut.

(10)

ABSTRAK

Dahlia Isdina Oktania, 2015. Analisis Novel

ﻢﻳﺮﺤﻟﺍ ءﺎﺴﻨﻟﺍ ﻡﻼﺣﺍ

/

aḥlāmu an-nisāˋi al -ḥarīmi / ‘Impian Perempuan-Perempuan Harem’ Karya Fatima Mernissi (Kajian

Sosiologi Sastra). Program Studi Sastra Arab, Fakultas Ilmu Budaya Universitas

Sumatera Utara: Medan.

(11)
(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sastra adalah karya seni, karena itu ia mempunyai sifat yang sama dengan karya

seni yang lain. Tujuannya pun sama yaitu untuk membantu manusia menyingkapkan

rahasia keadaannya, untuk memberi makna pada eksistensinya, serta untuk membuka

jalan kebenaran. Yang membedakannya dengan seni yang lain, adalah bahwa sastra

memiliki aspek bahasa (Semi,2013:38).

Unsur pembentuk novel terbagi dua yaitu unsur intrinsik dan ektrinsik. Unsur

Intrinsik sebuah karya sastra baru bisa disebut bernilai apabila masing-masing unsur

pembentuknya (unsur intrinsiknya) yang tercermin dalam strukturnya, seperti tema,

karakter, plot, setting, dan bahasa merupakan satu kesatuan yang utuh (Fananie, 2000:

76).

Unsur ekstrinsik adalah segala faktor luar yang melatarbelakangi penciptaan karya

sastra. Ia merupakan milik subjektif pengarang yang bisa berupa kondisi sosial, motivasi

yang mendorong dan mempengaruhi kepengarangan seseorang. Unsur ekstrinsik pada

dasarnya tidak terlepas dari faktor struktur, baik yang terkait dari struktur karya sastra

itu sendiri maupun struktur yang terdapat di luar karya sastra (Fananie, 2000: 77).

Pendekatan sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan itu oleh

beberapa penulis disebut sosiologi sastra. Ada dua kecenderungan pokok dalam

penelitian sosiologis terhadap karya sastra. Pendekatan pertama berdasarkan anggapan

(13)

yang mengutamakan teks sastra sebagai bahan penelahaan dengan metode analisis teks

untuk mengetahui strukturnya, untuk memahami lebih dalam lagi gejala sosial yang di

luar sastra (Pradopo, 2002: 258).

Dalam pandangan Wollf (Endraswara,2013:77), sosiologi sastra merupakan disiplin

yang tanpa bentuk, tidak didefinisikan dengan baik, terdiri dari sejumlah studi-studi

empiris dan berbagai cobaan yang masing-masingnya hanya mempunyai kesamaan

dalam hal bahwa semuanya berurusan dengan hubungan sastra dan masyarakat. Diantara

genre utama karya sastra seperti puisi, prosa, drama dan lainnya, khususnya novel yang

paling banyak menampilkan unsur sosial.

Kesetaraan gender berarti kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk

memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan

berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan

pertahanan dan keamanan nasional (hankamnas), serta kesamaan dalam menikmati hasil

pembangunan tersebut. Kesetaraan gender juga meliputi penghapusan diskriminasi dan

ketidak adilan struktural, baik terhadap laki-laki maupun perempuan.

Kesetaraan Gender dan Status Sosial. Blogspot).

Penelitian ini dengan menganalisa sosiologi sastra karena masih banyak kondisi

sosial dan pemikiran masyarakat yang menganggap rendah perempuan dibanding

laki-laki yang banyak terdapat di dalam novel Ahlāmu An-Nisāˋi Al-Harīmi. Melalui analisis

sosiologi sastra inilah kita dapat melihat kondisi sosial yang baik dan buruk di

masyarakat. Novel Ahlāmu An-Nisāˋi Al-Harīmi ‘Impian Perempuan-Perempuan

(14)

dan Warren dikarenakan pada pendekatan ini mereka mencoba menyikapi unsur yang

tersirat pada sebuah novel. Hal yang tersirat inilah yang akan dianalisis serta apa tujuan

yang tersirat dalam karya sastra tersebut.

Peneliti memilih karya Fatima Mernissi dikarenakan beliau adalah pejuang

hak-hak perempuan yang beliau tuangkan melalui tulisan novel berjudul Ahlāmu An-Nisāˋi

Al-Harīmi ‘Impian Perempuan-Perempuan Harem’ dan Fatima Mernissi juga seorang

Dosen Sosiologi pada Universitas Muhammad V Rabat, Maroko. Dia terkenal sebagai

seorang Muslimah Pejuang hak wanita di Afrika Utara dan aktivis yang terkemuka di

dalam Dunia Islam.

(Wasim, Ahmad. 2009. Fatima Mernissi. Blogspot).

Adapun novel yang akan diteliti adalah novel yang berjudul

ِﻢﻳِﺮَﺤْﻟﺍ

ِءﺎَﺴﱢﻨﻟﺍ

ُﻡ َﻼْﺣَﺍ

/aḥlāmu an-nisāˋi al-ḥarīmi/ ‘Impian Perempuan-Perempuan Harem’ Karya Fatima

Mernissi. Novel ini diterbitkan di Suriah-Damaskus terdiri dari 279 halaman dari 22 bab

yang digunakan sebagai data primer. Data pendukung, peneliti juga menyertakan

terjemahan dari novel tersebut yang berjudul ‘Perempuan-Perempuan Harem’ yang

diterjemahkan oleh Ahmad Baiquni.

Ahlam berasal dari bahasa Arab halama. Pengertian Ahlam dari kamus

Munjid 1986:150

ﻢﻠﺣ

.

ﻡﻼﺣﺃ

)

ﺺﻣ

:(

ﺎﻣ

ﻩﺍﺮﻳ

ﻢﺋﺎﻨﻟﺍ

ﻲﻓ

ﻪﻣﻮﻧ

.

ﻝﺎﻘﻳ

)) :

ﻩﺬﻫ

ﻡﻼﺣﺃ

ﻢﺋﺎﻧ

((

ﻱﺍ

ٍﻥﺎﻣﺃ

ﺔﺑﺫﺎﻛ

(15)

Ahlam dari kamus Yunus,Mahmud 1972: 108

ﻡﻼﺣﺃ

-

ﻢﻠﺣ

/ḥalama-aḥlamun/ “bermimpi”.

Pengertian An-nisa dari kamus Munjid 1986:807

ﺓﻮﺴﻨﻟﺍ

-

ءﺎﺴﻨﻟﺍ

:

ﻉﻮﻤﺟ

ﺓﺃﺮﻤﻠﻟ

ﻦﻣ

ﺮﻴﻏ

ﺎﻬﻈﻔﻟ

/an-niswatu- an-nisa’u : jam’uhu lilmar’atun min ghairu lafẓihā/ “

Perempuan-perempuan: jamak untuk perempuan dari pengucapannya”.

An-nisa dari kamus Yunus,Mahmud 1972:451

ﺓﻮﺴﻧ

-

ﻥﺍﻮﺴﻧ

ءﺎﺴﻧ

/niswatun- niswānun- nisā’un/“wanita-wanita atau perempuan-perempuan”.

Harem berasal dari harīm. Pengertian Harīm dari kamus

Munjid 1986:130

ﻡُﺮُﺣ

ﻡﺮﺣﺃ

ﻢﻳﺭﺎﺣﺃ

:

ﺎﻣ

ﻡﱢﺮﺣ

ﻢﻠﻓ

ﺲﻤﻳ

.

ﻊﺿﻮﻣ

ﻊﺴﺘﻣ

ﻝﻮﺣ

ﺮﺼﻗ

ﻚﻠﻤﻟﺍ

ﻡﺰﻠﺗ

.

ﻢﻳﺮﺤﻟﺍ

ﺏﻮﺛ

ﻡِﺮْﺤُﻤﻟﺍ

.

ﻞﻛ

ﻊﺿﻮﻣ

ﺐﺠﺗ

ﻪﺘﻳﺎﻤﺣ

.

ﻪﺘﻳﺎﻤﺣ

ﺔﻤﻳﺮﺤﻟﺍ

:

ﺎﻣ

ﺕﺎﻓ

ﻦﻣ

ﻞﻛ

ﺡﻮﻤﻄﻣ

ﻪﻴﻓ

.

/al-ḥarīmu jam’uhu ḥurumun wa aḥramun wa aḥārīmun: mā ḥurrima falima yamsun. mauḍi’u mutasa’ ḥaula qasari al-mulka talzimu ḥimāyatahu śaubu al-muḥrimi. Kullu mauḍa’i tajibu ḥamāyatahu. Al-ḥarīmah : mā fāta min kulli maṭmuhin fīhi/ “Harīm bentuk jamak: hurum wa ahrum wa ahaariim: apa yang tidak ada dipengaruhi atau disentuh dari dunia luar. Tentang istana Raja yang mewajibkan perlindungan. Pakaian dan setiap tempat yang harus dilindungi. Perempuan hariim: berputar dari setiap ambisi didalamnya”.

Harīm dari kamus Yunus,Mahmud 1972:101

(16)

Kata “harem” adalah variasi kecil dari kata haram, yang dilarang, lawan dari halal,

yang diperbolehkan. Harem adalah tempat yang didalamnya seorang laki-laki

melindungi keluarganya, seorang/beberapa orang istrinya, anak-anaknya, dan

saudara-saudara perempuannya. Harem bisa berbentuk rumah atau tenda dan menunjukkan

tempat dan orang yang tinggal di dalamnya (Tokoh Chama dalam novel

perempuan-perempuan harem, 1994:84).

Perempuan-perempuan harem yaitu sebuah karya fiksi yaitu karya nyata atau

autobiografi yang menceritakan subjek dalam kehidupan bermasyarakat. Novel ini

mengisahkan Kisah Fatima Mernissi yang lahir pada tahun 1940 di Maroko, dibesarkan

di Kota Fez dan di harem. Segala aktifitas di dalam harem dijalankan secara teratur,

tidak boleh keluar halaman dan waktu sarapan, makan siang dan makan malam yang

diatur, dan semua larangan untuk tidak bernyanyi, tidak menari, tidak boleh berisik dan

jutaan aturan tidak tertulis lainnya atas nama tradisi turun – temurun.

Fatima kecil pada saat itu tinggal bersama Nenek, Paman, dan sepupu– sepupunya.

Di harem tersebut ia tinggal bersama Nenek dari Ayahnya yang bernama Lalla Mani

(Lalla adalah panggilan untuk yang dituakan), Paman dan tujuh anaknya, Ayah dan

Ibunya, dan saudara – saudara lainnya. Masa kecil Fatima dihabiskan dengan bermain

dan belajar Quran oleh Lalla Tam bersama saudara – saudaranya. Berbeda dengan anak

perempuan, anak lelaki dan remaja yang tinggal di harem boleh mengecap pendidikan di

sekolah internasional.

Hal inilah yang menarik peneliti untuk mengkaji tentang sosiologi sastra dalam

novel dari unsur ektrinsik (dari segi tujuan dan hal-hal yang tersirat yang disampaikan)

(17)

perempuan-perempuan luar biasa yang kearifannya menjadi jendela bagi Fatima kecil untuk melihat

dunia, mereka yang hanya memiliki sedikit kebebasan, namun kaya oleh indahnya

kebersamaan dan mimpi-mimpi, mereka yang mengatakan bahwa selalu ada sepetak

langit biru diatas tembok harem. Mereka juga yang mengatakan, jangan melihat

kebawah pandanglah terus keatas dan keatas, lalu terbanglah.

1.2RUMUSAN MASALAH

Pada pembahasan ini, rumusan masalah sebagai berikut yaitu

bagaimanakah pesan moral, pesan religius, dan pesan kritik sosial dan apa yang

menjadi tujuan yang disampaikan dalam Novel

ِﻢﻳِﺮَﺤْﻟﺍ

ِءﺎَﺴﱢﻨﻟﺍ

ُﻡ َﻼْﺣَﺍ

/aḥlāmu an -nisāˋi al-ḥarīmi/ ‘Impian Perempuan-Perempuan Harem’ Karya Fatima

Mernissi?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Tujuan utama dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pesan moral, pesan

religius, pesan kritik sosial dan apa yang menjadi tujuan yang disampaikan dalam novel

(18)

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Adapun manfaat penelitian ini terbagi menjadi kegunaan teoritis dan

praktis.

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan menambah pengetahuan tentang kajian

sosiologi sastra sehingga menghasilkan efek yang inovatif bagi

mahasiswa khususnya, serta masyarakat pada umumnya.

b. Penelitian ini diharapkan dapat memperluas khazanah keilmuan

khususnya di bidang sosiologi sastra.

2. Manfaat Praktis

a. Penelitian ini diharapkan menambah apresiasi masyarakat terhadap

karya sastra.

1.5 METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif,

yaitu suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek,

suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada

masa sekarang (Nazir,Moh 1983:63).

Menurut Whitney (1960) Metode deskriptif, yaitu pencarian fakta dengan

interprestasi yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah

dalam masyarakat, serta tatacara yang berlaku dalam masyarakat serta

situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan kegiatan-kegiatan, sikap-sikap,

pandangan-pandangan serta proses-proses yang sedang berlangsung dan

(19)

Gay, (1976) mendefinisikan metode penelitian deskriptif sebagai kegiatan

yang meliputi pengumpulan data dalam rangka menguji hipotesis atau

menjawab pertanyaan yang menyangkut keadaan pada waktu yang sedang

berjalan dari pokok suatu penelitian (Sevilla, dkk 1993:71). Menurut Suryabrata

(2008:76), penelitian deskriptif adalah penelitian yang bermaksud untuk

membuat pencandraan (deskripsi) mengenai situasi-situasi atau

kejadian-kejadian. Dalam arti ini penelitian deskriptif itu adalah akumulasi data dasar

dalam cara deskriptif semata-mata tidak perlu mencari atau menerangkan saling

hubungan, mentest hipotesis, atau mendapatkan makna dan implikasi, walaupun

penelitian yang bertujuan untuk menemukan hal-hal tersebut dapat mencakup

juga metode-metode deskriptif.

Dalam menganalisis novel

ِﻢﻳِﺮَﺤْﻟﺍ

ِءﺎَﺴﱢﻨﻟﺍ

ُﻡ َﻼْﺣَﺍ

/aḥlāmu an-nisāˋi al-ḥarīmi/

‘Impian Perempuan-Perempuan Harem’ Karya Fatima Mernissi peneliti

melakukan peneitian dengan langkah-langkah penelitian sebagai berikut:

1. Membaca dengan teliti dan seksama novel yang berjudul Ahlam An-Nisa

Al-haremkarya Fatima Mernisi.

2. Menandai teks novel yang merupakan unsur tersirat dalam novel yang

berjudul Ahlam An-Nisa Al-harem karya Fatima Mernisi yang berguna

untuk membantu menganalisis permasalahan.

3. Mengelompokan teks novel yang merupakan unsur tersirat dan tujuan pada

novel yang berjudul Ahlam An-Nisa Al-haremkarya Fatima Mernisi.

4. Menganalisis data yang didapat.

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahalu

Setelah dilakukan pengamatan di perpustakaan Sastra Arab, Fakultas

Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara (USU), terdapat beberapa skripsi

yang menggunakan kajian Sosiologi. Adapun tinjauan pustaka yang

menggunakan kajian sosiologi tersebut yaitu :

1. Nurul Fitriani (010704006), mahasiswa Sastra Arab Fakutas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara dengan judul “Analisis Sosiologi Novel Suquth

El Imam Karya Nawal El-Sadawi” melalui Pendekatan Sosiologi Sastra

yang membahas tentang unsur sosiologi sastra yang tersirat pada novel

karya Nawal El-Saadawi dengan menggunakan teori Wellek dan Warren

digabungkan dengan teori Ian Watt dengan teori Burhan Nurgiyantoro.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai-nilai sosiologi sastra yang tersirat

dalam novel tersebut adalah tiga pesan moral, dua pesan religious, dan dua

pesan kritik social. Setiap pesan tersebut memiliki tujuan masing-masing.

2. Desi Damayanthi (070704016), dengan judul Analisis Sosiologis Norma

Sosial dan Nilai Sosial pada Buku

ﻰﻟﺍ ﻪﻬﺟﻭ ﷲ ﻡﺮﻛ ﻰﻠﻋ ﻡﺎﻣﻻﺍ ﻦﻣ ﺢﺌﺼﻧ

ءﺍﺮﻣﻻﺍ

/ Naṣā iḥu min al -imāmi a’li karama Allāhu wajhahu ilā al-umarāi /

The Best Advices of Sayyidina Ali for Leader/ Nasehat-Nasehat Imam Ali

r.a kepada Negarawan yang membahas norma sosial dan nilai sosial

(21)

menunjukkan Norma Sosial dengan kategori folkways, mores, dan hukum

berjumlah 10. Folkways ada 2 yaitu folkways yang menunjukkan norma

kesusilaan yang berfungsi sebagai pedoman atau patokan perilaku pada

masyarakat dan folkways yang menunjukkan norma kesusilaan yang

berfungsi sebagai wujud konkret dari nilai yang ada di masyarakat.

Kemudian yang menunjukkan mores ada 3 yaitu mores yang menunjukkan

norma hukum yang berfungsi sebagai suatu standar atau sala dari berbagai

kategori tingkah laku masyarakat, hukum yang menunjukkan norma agama

yang berfungsi sebagai pedoman atau patokan perilaku pada masyarakat,

hukum yang menunjukkan norma hukum yang berfungsi sebagai wujud

konkret dari nilai yang ada di masyarakat, hukum yang menunjukkan norma

kesusilaan yang berfungsi sebagai pedoman atau patokan perilaku pada

masyarakat, dan hukum yang menunjukkan norma hukum yang berfungsi

sebagai suati standar atau skala dari berbagai kategori tingkah laku

masyarakat.

3. Karlina (050407039), dengan judul Analisis Pesan Moral dan Konflik Kisah

Nabi Musa A.S dan Khidir A.S pada Surah Kahfi ayat 60-82 dalam

Al-qur’an. Penelitian tersebut membahas tentang Pesan moral dan konflik

dengan menggunakan teori Nurgiyantoro, kajian struktural dalam

menganalisis pesan moral dan ditinjau dari sosiologi sastra. Adapun hasil

penelitian ini adalah pesan moral yang terdapat pada QS: 18, 60, 61, 62, 63,

64, 65, 66, 68, 69, 70, 71, 73, 76, 77, 79, 80, 81, dan 82. Pesan religius

(22)

sosial terdapat pada QS: 18, 71, 74, 79, dan 82. Bentuk penyampaian pesan

moral secara langsung pada QS: 18, 60, 63, 64, 66, 67, 68, 70, 73, 76, 78,

79, 80, 81, dan 82. Bentuk penyampaian pesan moral secara tidak langsung

terdapat pada QS: 18, 61, 65, 69, 71, 72, 74, 75, dan 77 dan bentuk konflik

terdapat pada QS: 18. 60 termasuk dalam konflik internal, sedangkan yang

termasuk dalam konflik eksternal adalah adalah QS: 18, 62, 70, 71, 73, 74,

77, dan 79.

Sedangkan pada penelitian ini berjudul “Analisis Sosiologi Sastra Dalam

Novel

ِﻢﻳِﺮَﺤْﻟﺍ

ِءﺎَﺴﱢﻨﻟﺍ

ُﻡ َﻼْﺣَﺍ

/aḥlāmu an-nisāˋi al-ḥarīmi/ ‘Impian Perempuan-Perempuan Harem’ Karya Fatima Mernissi yang berbeda objek dengan peneliti

sebelumnya dan menganalis tentang unsur sosiologi sastra yang tersirat dan apa

yang menjadi tujuan yang disampaikan dengan menggunakan teori Wallek dan

Warren didukung dengan teori Burhan Nurgiyantoro.

Sosiologi sastra adalah penelitian terhadap karya sastra dengan

mempertimbangkan keterlibatan struktur sosialnya. Dengan demikian,

penelitian sosiologi sastra, baik dalam bentuk penelitian ilmiah maupun aplikasi

praktis, dilakukan dengan cara mendeskripsikan, memahami, dan menjelaskan

unsur-unsur karya sastra dalam kaitannyan dengan perubahan sturktur sosial

yang terjadi disekitarnya (Ratna, 2003: 25).

Konsep sosiologi sastra didasarkan pada dalil bahwa karya sastra ditulis

oleh seorang pengarang, dan pengarang merupakan a salient being, makhluk

yang mengalami sensasi-sensasi dalam kehidupan empirik masyarakatnya.

(23)

dalam jaringan sistem dan nilai dalam masyarakatnya. Dari kesadaran ini

muncul pemahaman bahwa sastra memiliki keterkaitan timbal-balik dalam

derajat tertentu dengan masyarakatnya; dan sosiologi sastra berupaya meneliti

pertautan antara sastra dengan kenyataan masyarakat dalam berbagai

dimensinya (Endraswara, 2013: 78).

Novel telah banyak menarik perhatian dari banyak kalangan. Novel

adalah bentuk prosa yang di dalamnya mengandung tokoh, perilaku dan

cerminan kehidupan masyarakat. Menurut Aziez dan Abdul, novel merupakan

suatu karya fiksi, yaitu karya dalam bentuk kisah atau cerita yang melukiskan

tokoh-tokoh dan peristiwa-peristiwa rekaan atau nyata (Aziez dan Abdul

2010:2).

2.2 Landasan Teori

Peneliti menggunakan teori yaitu teori Wellek dan Warren (2014:100)

untuk melihat pesan moral, pesan religius, dan pesan kritik sosial. Teori

Pendekatan Sosiologi Sastra Menurut Wellek dan Warren (2014:100) ada

sejumlah definisi mengenai sosiologi sastra. Wellek dan Warren

menggambarkan tiga permasalah yang harus dikaji dalam sosiologi sastra

antara lain :

1. Sosiologi pengarang, profesi pengarang, institusi sastra. Masalah yang

berkaitan di sini adalah dasar ekonomi produksi sastra, latar belakang sosial,

status pengarang, dan ideologi pengarang yang terlihat dari berbagai kegiatan

(24)

2. Isi karya sastra, tujuan serta hal-hal lain yang tersirat dalam karya sastra itu

sendiri dan yang berkaitan dengan masalah sosial.

3. Sosiologi sastra yang mempermasalahkan pembaca dan dampak sosial karya

sastra.

Peneliti menganalisis karya Fatima Mernissi berjudul

ِﻢﻳِﺮَﺤْﻟﺍ

ِءﺎَﺴﱢﻨﻟﺍ

ُﻡ َﻼْﺣَﺍ

/aḥlāmu an-nisāˋi al-ḥarīmi/ ‘Impian Perempuan-Perempuan Harem’ dengan

pendekatan sosiologi sastra dan mengunakan teori Wellek dan Warren pada

nomor dua yaitu sosiologi sastra yang diteliti adalah unsur sosiologi yang

tersirat dalam sebuah karya dan apa yang menjadi tujuan yang tersirat dalam

sebuah karya.

Di dukung dengan teori Burhan Nurgiyantoro yang menjelaskan

unsur-unsur yang diteliti adalah unsur-unsur yang tersirat yang mempengaruhi sebuah karya

sastra, dan hal-hal yang tersirat yang menggambarkan pola-pola masyarakat

meliputi pesan moral, pesan religius, dan pesan kritik sosial (Nurgiyantoro

2013:429-461).

1. Pesan Moral

Moral berdasarkan Kamus Modern Bahasa Indonesia adalah pengertian

ajaran yang mengajarkan agar mengetahui baik dan buruk (Kamus Santoso,

2000: 457). Secara umum moral menunjuk pada pengertian (ajaran tentang)

baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan

sebagainya; akhlak, budi pekerti, susila. Istilah “bermoral”, misalnya tokoh

bermoral tinggi, berarti mempunyai pertimbangan baik dan buruk yang terjaga

(25)

Moral adalah nilai tentang bagaimana manusia harus hidup baik sebagai

manusia dalam sebuah kebiasaan kemudian terwujud dalam pola perilaku dan

terulang dalam kurun waktu yang lama sebagai sebuah kebiasaan. Moral

berasal dari bahasa latin yaitu mores yang merupakan bentuk jamak dari

perkataan mos yang berarti adab atau kebiasaan (Keraf, 2012: 14).

Kenny (1996) dalam (Nurgiyantoro, 2013: 430) mengemukakan bahwa

moral dalam karya sastra biasanya dimaksudkan sebagai suatu saran yang

berhubungan dengan ajaran moral tertentu yang bersifat praktis, yang dapat

diambil (dan ditafsirkan), lewat cerita yang bersangkutan oleh pembaca. Ia

merupakan “petunjuk” yang sengaja diberikan pengarang tentang berbagai hal

yang berhubungan dengan masalah kehidupan, seperti sikap, tingkah laku, dan

sopan santun pergaulan. Ia bersifat “praktis” sebab petunjuk nyata,

sebagaimana model yang ditampilkan dalam cerita itu lewat sikap dan tingkah

laku tokoh-tokohnya.

Uraian di atas mendeskripsikan bahwa moral merupakan salah satu aktivitas

perbuatan manusia dalam suatu komunitas masyarakat yang tentunya berbeda dengan

masyarakat lain. Oleh karena itu, kehadiran karya sastra yang merupakan representase

kehidupan masyarakat tentunya membawa pesan-pesan moral sebagai salah satu amanat

yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca

Sebagai bahan perbandingan peneliti menggambarkan pada novel “Laskar

(26)

a. Contoh pada novel lain berjudul “Laskar Pelangi”:

Pesan moral yang mengajarkan tentang budi pekerti kemuhammadiyahan

yang menjelaskan tentang karakter yang dituntut Islam dari seorang amir. Amir

dapat berarti pemimpin, seperti pada kutipan berikut:

“Barang siapa yang kami tunjuk sebagai amir dan telah kami tetapkan gajinya untuk itu,maka apapun yang ia terima selain gajinya itu adalah penipuan” (Hirata,2008:71)

Kutipan di atas menunjukkan ibu mus sedang geram dengan korupsi

yang meraja lelah dan beliau juga mengingatkan pentingnnya memegang

amanah sebagai pemimpin dan alqur’an mengingatkan bahwa kepemimpinan

seseorang akan dipertanggung jawabkan di akhirat.

b. Contoh pada novel

ِﻢﻳِﺮَﺤْﻟﺍ

ِءﺎَﺴﱢﻨﻟﺍ

ُﻡ َﻼْﺣَﺍ

/aḥlāmu an-nisāˋi al-ḥarīmi/ Bab3 halaman 38-39

Contoh pesan moral buruk yang ingin disampaikan secara tersirat dari

sikap pasukan Prancis yang mengakibatkan kematian dengan menembaki

orang-orang yang tengah berdoa ditangga mesjid sehingga mayat-mayat

bergelimpangan. Hal ini tergambar jelas dalam penggalan novel berikut:

ﺎﻳ

)

ﺕﺍﻭﻼﺘﺑ ﻦﻴﻁﺎﺤﻤﻟﺍﻭ ،ﺔﻗﺯﻻﺍ ﻙﺮﺸﺑ ﻦﻳﺫﻮﺧﺎﻤﻟﺍ ﻭ ،ﻦﻴﺤﻠﺴﻤﻟﺍ ﻦﻴﻴﺴﻧﺮﻔﻟﺍ ﺩﻮﻨﺠﻟﺍ ّﻦﻜﻟ

ﻥﻮﻘﻠﻄﻳ ﺍﻭﺅﺪﺒﻓ ؛ﻢﻬﺑﺎﺼﻋﺃ ﺓﺩﻭﺮﺑ ﺍﻭﺪﻘﻓﻭ ،ﻉﺰﻔﻟﺍ ﻢﻬﺑﺎﺻﺃ ؛ﺔﻳﺎﻬﻧﻻﺎﻣ ﻰﻟﺇ ﺔﻠﺗﺮﻤﻟﺍ

(

ﻒﻴﻄﻟ

.

ﻦﻴّﻠﺼﻤﻟﺍ ﻉﻮﻤﺟ ﻰﻠﻋ ﺭﺎﻨﻟﺍ

ﺖﻧﺎﻛ ﻦﻴﺣ ﻲﻓ ،ﺪﺠﺴﻤﻟﺍ ﻞﺧﺪﻣ ﻲﻗﺍﺮﻣ ﻕﻮﻓ ﺚﺜﺠﻟﺍ ﺖﺳّﺪﻜﺗ ،ﻖﺋﺎﻗﺩ ﻊﻀﺑ ﻥﻮﻀﻏ ﻲﻓ ﻭ

(27)

yang bersenjata itu menjadi kalap dan tidak terkontrol. Mereka menembaki orang-orang yang sedang berdoa (ya latif) hingga tak terbatas. Orang-orang ketakutan dan kehilangan amarah, mereka menembaki kerumunan jama’ah. Dalam beberapa detik saja, mayat-mayat bergelimpangan saling bertindihan di dalam mesjid, sedangkan pembacaan tilawah terus menerus di dalam mesjid”.

Moral adalah ajaran baik buruk yang diterima mengenai perbuatan, maka pesan

moral tersirat yang ingin disampaikan adalah membunuh atau menembaki manusia yang

tidak berdosa adalah perbuatan buruk yang mengakibatkan kematian. Tujuan pesan

moral tersebut adalah agar pasukan Prancis dapat mengendalikan diri pada saat tidak

terkontrol yang dapat menyebabkan hal-hal diluar kendali.

2. Pesan Religius

Religius melihat aspek yang di lubuk hati, riak getaran nurani pribadi, totalitas

kedalaman pribadi manusia. Dengan demikian, religius bersifat mengatasi, lebih dalam,

dan lebih luas dari agama yang tampak, formal dan resmi (Mangunwijaya, 1982) dalam

(Nurgiyantoro, 2013:446). Agama dalam sebuah karya sastra merupakan salah satu

problem yang tidak bisa terlepas dari karya sastra. Sebagai salah satu gendre sastra,

novel hadir dalam suasana lingkungan sosial yang sangat komplek tentunya karya sastra

tersebut membawa pesan religius atau agama yang merupakan repsentase dari kehidupan

sosial pengarang.

Agama dalam pengertiannya dapat dikelompokkan pada dua bagian yaitu agama

menurut bahasa dan agama menurut istilah. Menurut bahasa agama berasal dari bahasa

sangsekerta yang erat hubungannya dengan agama hindu dan budha yang berarti ‘’tidak

pergi ”tetap di tempat,diwarisi turun temurun. Menurut istilah agama adalah

(28)

tuhannya dan hubungan manusia dengan sesama manusia dan hubungan manusia dengan

alam

Kehadiran unsur religius dan keagamaan dalam sastra adalah setua keberadaan

sastra itu sendiri. Bahkan sastra tumbuh dari sesuatu yang bersirat religious. Pada awal

mula segala sastra adalah religious (Mangunwijaya, 1982:11). Istilah “Religius”

membawa konotasi pada makna agama.

Sebagai bahan perbandingan peneliti menggambarkan pada novel “Kemarau” yang

berkaitan dengan pesan religius sebagai berikut:

a. Contoh pada novel lain berjudul “Kemarau” (dalam Nurgiyantoro,2013:449)

Pesan religius yang menggambarkan pernikahan yang tidak dibenarkan oleh

hukum agama (Islam). Maka, apapun yang terjadi jika itu melanggar kebenaran mutlak,

harus diluruskan. Seperti dalam novelnya berikut:

“Walau apa katamu terhadapku, walau kau hina kau caci maki aku, kau kutuki aku, aku terima. Tapi untuk membiarkan Masri dan Arni hidup sebagai suami istri, padahal Tuhan melarangnya, ooo, itu telah melanggar prinsip hidup setiap orang yang percaya pada-Nya”. (Kemarau,1977 dalam Nurgiyantoro,2013:449)

Pesan religius yang tersirat dalam novel tersebut adalah dilema yang dihadapi sang

ayah tidak dapat memaksa kita untuk merenungi masalah kehidupan yang kadang tak

terduga dan mengambil hikmah darinya. Sebagai manusia kita harus mentaati prinsip

(29)

b. Contoh dalam novel

ِﻢﻳِﺮَﺤْﻟﺍ

ِءﺎَﺴﱢﻨﻟﺍ

ُﻡ َﻼْﺣَﺍ

/aḥlāmu an-nisāˋi al-ḥarīmi/ Bab 3 halaman 38:

Pesan religius yang diangkat Fatima Mernissi adalah orang-orang muslim yang

menyuarakan doa pada saat bencana melanda. Seperti penggalan novel berikut:

ﻱﺬﻟﺍ

((

ﻉﺰﺠﻟﺍ

))

ءﺎﻋﺩ ﻥﻮﻠﺘﻳ ﺮﺸﺒﻟﺍ ﻑﻻﺁ ﻉﺮﺷﻭ ،ﺓﻼﺼﻟﺍ ﺔﻣﺎﻗﻹ ﺔﻜﻣ ﺏﻮﺻ ﺱﺎﻨﻟﺍ ﻪﺠﺗﺎﻓ

ﻒﻴﻄﻟ ﺎﻳ

)) :

ﺔﺛﺮﻜﻟﺍ ﻉﻮﻗﻮﻟ ًﺎﺒﺸﺤﺗ ،ﺕﺎﻋﺎﺳ ﻯﺪﻣ ﻰﻠﻋ ﺭّﺮﻜﺗ ،ﻂﻘﻓ ٍﺓﺪﺣﺍﻭ ﺔﻤﻠﻛ ﻦﻣ ﻥّﻮﻜﺘﻳ

..!

.((..!

ﻒﻴﻄﻟ ﺎﻳ

..!

ﻒﻴﻄﻟ ﺎﻳ

/Fātijahu al-nāsu ṣaubu makkatin li׳iqāmati al-ṣalati, wa syar’u al-āfi al-basyari yatlūna du’aˋin (aljuz’i) allażi yatakawwanu min kalimatin wāḥidatin faqaṭ, tukarriru ‘alā madā sā’āti, taḥassabān liwuqū’i alkarśati: (Yā latīf! Yā latīf! Yā latīf!)/ “Orang-orang berjalan menuju Mekkah untuk mendirikan

shalat. Ribuan orang menyuarakan doa ratapan (kesedihan) dengan

mengucapkan satu kata secara berulang-ulang selama berjam-jam saat bencana melanda: Ya Latif, Ya Latif, Ya Latif! (Wahai yang Maha Lembut)”.

Dari penggalan novel diatas, pesan tersirat adalah bahwa setiap saat kita

harus dekat kepadaNya, meminta, berkeluh kesah hanya padaNya. Ketika

ditimpa bencana, sebaiknya hanya mengingat dan memujiNya karena hanya

Dialah yang dapat melindungi hambaNya. Tujuan yang ingin disampaikan

adalah agar manusia lebih banyak bersyukur dalam memaknai hidup yang

diberikan oleh Tuhan yang Maha Esa.

3. Pesan Kritik Sosial

Pesan kritik sosial akan ada pada novel jika seorang pengarang menjadi

korban kekurang beresan lingkungan atau paling minimal pengarang

mengamati ketidak beresan suatu lingkungan (Nurgiyantoro,2013:456).

Menurut Suyitno (2009: 1) kata kritik berasal dari bahasa Yunani Kuno krites

(30)

yang berarti menghakimi. Kata krinein merupakan pangkal dari kata benda

kriterion yang berarti dasar penghakiman. Kemudian timbul kata kritikos yang

diartikan sebagai hakim karya sastra. Kritik sastra merupakan bidang studi

sastra untuk “menghakimi” karya sastra, untuk memberi penilaian atau

keputusan mengenai bermutu atau tidaknya suatu karya sastra (Pradopo, 2002:

32)

Kritik sosial merupakan alat atau mediasi antar golongan dalam masyarakat.

Sebagaimana diungkapkan oleh Ratna (2008: 243), bahwa karya seni, khususnya sastra

merupakan alat atau media untuk menyatukan individu, kelompok, suku, dan bahkan

antar bangsa. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa kritik

sosial dalam karya sastra merupakan upaya yang dilakukan seorang pengarang, dengan

cara memberikan suatu tanggapan terhadap persoalan-persoalan yang ia lihat pada

masyarakat. Kritik sosial meliputi beberapa aspek:

a. Kritik Sosial terhadap Pemerintah(Raja/Ratu)

Pemerintah dalam hal ini memegang peranan penting karena dalam suatu negara

pemerintah yang menetapkan, menyatakan dan menjalankan kemauan individu-individu

yang tergabung dalam organisasi politik. Triwamwoto (2004: 4) mengemukakan

pemerintah adalah alat untuk bertindak demi kepentingan rakyat, untuk mencapai tujuan

suatu negara antara lain kesejahteraan, pertahanan, keamanan, tata tertib, keadilan,

kesehatan.

Kritik dari masyarakat berfungsi sebagai kontrol terhadap pemerintah untuk dapat

(31)

sesuai dengan fungsinya maka kehidupan dalam negara ini akan berjalan kondusif. Oleh

karena itu pemerintah harus memperbaiki sistem-sistem yang belum sepenuhnya

berpihak kepada rakyat.

Sebagai bahan perbandingan peneliti menggambarkan kritik sosial pada novel

“Maut dan Cinta” yang berkaitan dengan kritik sosial pemerintah. Contoh dalam novel

lainnya “Maut dan Cinta” (dalam Nurgiyantoro,2013:458). Kritik sosial dalam novel

tersebut adalah terhadap penyelewengan-penyelewengan yang dilakukan pemimpin

negara waktu itu yang terdapat dalam penggalan novel berikut:

“”Menyeleweng” tukas Sadeli agak terkejut, “Oh, mana mungkin. Bangsa kita pada revolusi ini amat berbahagia punya pemimpin-pemimpin yang amat mengabdi pada kemerdekaan, pada demokrasi, pada keadilan, pada kebenaran, pada Tuhan” (Maut dan Cinta,1977).

Kritik sosial terhadap penggalan novel tersebut adalah semua tentara pejuang

bahu-membahu dengan rakyat mempertahankan kemerdekaan dengan penuh

pengorbanan dan tanpa pamrih, tampaknya tidak demikian keadaannya. Ada sejumlah

tentara pejuang---mudah-mudahan tidak banyak---yang justru berlagak sebagai raja kecil

di hadapan rakyat yang bodoh dan lugu.

Contoh dalam novel

ِﻢﻳِﺮَﺤْﻟﺍ

ِءﺎَﺴﱢﻨﻟﺍ

ُﻡ َﻼْﺣَﺍ

/aḥlāmu an-nisāˋi al-ḥarīmi/ Bab 11 halaman 118:
(32)

Pesan kritik sosial yang diangkat disini adalah seorang Ratu yang bertindak sesuka

hatinya. Kepemimpinan yang dimiliknya disalah gunakan sesuai keiinginannya tanpa

memikirkan rakyatnya. Tujuan yang ingin disampaikan adalah agar setiap Raja/Ratu

memiliki rasa empati terhadap rakyatnya dan lebih memikirkan rakyatnya.

b. Kritik terhadap Kekuasaan

Soekarso (2015: 28) mengatakan bahwa kekuasaan merupakan kapasitas untuk

mempengaruhi perilaku orang lain kearah pencapaian tujuan. Kekuasaan adalah otoritas

atau kekuatan untuk mempengaruhi perilaku individu atau kelompok dan sumber daya

untuk mencapai tujuan.

Ketika kekuasaan hanya mementingkan kepentingan pribadi tanpa memperdulikan

kepentingan rakyat maka rakyat kecil akan semakin dikesampingkan. Hukum di

Indonesia masih mengistimewakan seseorang yang mempunyai kekuasaan. Dalam hal

ini kekuasaan bukan hanya dimiliki oleh para pejabat pemerintah. Namun, kekuasaan

juga dimiliki oleh seseorang yang mempunyai taraf ekonomi tinggi. Banyak kasus

hukum yang tidak tuntas dan tidak diketahui penyelesaiannya. Hal tersebut dikarenakan

hukum yang masih ternilai dengan angka.

Contoh dalam novel

ِﻢﻳِﺮَﺤْﻟﺍ

ِءﺎَﺴﱢﻨﻟﺍ

ُﻡ َﻼْﺣَﺍ

/aḥlāmu an-nisāˋi al-ḥarīmi/ Bab 8 halaman 87:

ﻦﻣ ﺖِﻔﻄُﺘﺧﺍ ﻲﻬﻓ ؛ٍﺓﺮﻫﺎﻣ ٍﺔﺣﺎّﺒﺴﻛ ﺮﻬﻈﺗ ﻲﺘﻟﺍ ﺔﻛﻭﺮﺒﻣ ﻊﻗﻮﻤﺘﺗ ﺔﻠﺴﻠﺴﻟﺍ ﻩﺬﻫ ﺔﻳﺎﻬﻧ ﻲﻓ ﻭ

ﺔﻣﻮﻜﺤﻟﺍ ﺏﺎﻴﻏ ﻭ ﺔﻴﻟﺎﻫﻷﺍ ﺏﺮﺤﻟﺍﻭ ﻰﺿﻮﻓ

) ((

ﺎﺒﻴﺴﻟﺍ

))

ﺓﺮﺘﻓ ﻝﻼﺧ ﺮﻳﺩﺎﻏﺃ ﺏﺮﻗ ٍﺔّﻴﻠﺣﺎﺳ ٍﺔﻳﺮﻗ

ﺔﺣﺎﺒﺴﻟﺎﺑ ﺎﻬﺘﻟﻮﻔﻁ ﺖﻀﻣﺃ ﺪﻘﻓ ﻚﻟﺬﻟ ﺍًﺮﻈﻧﻭ ؛ﻲﺴﻧﺮﻔﻟﺍ ﻝﻼﺘﺣﻻﺍ ﺪﻴﻌﺑ ﺩﻼﺒﻟﺍ ﺔّﻤﻋ ﻲﺘﻟﺍ

(

ﺔّﻳﺰﻛﺮﻤﻟﺍ

(33)

/wa fī nihāyati ḥażihi al-silsilatu tatamauqi’u mabrūkatu allatī taẓaru kasabbāḥatin māhiratin; fahiya ukhtuṭafit min qaryatin sāḥiliyyatin qaribun aghādīr khilalu fitratin ((sībā)) (fauḍa wa al ḥarbu wa al-ahāliyah ghiyabu alḥukumati almarkaziyyatin) allati ‘ammatu albilaladu ba’īda al-ihtilalu alfaransī;wa nadhrān lizalika faqad umudhat thufūlatuhā bil sibāḥati wal gaṭasī fī miyāhil maḥīthi bada’an min jurūfil as-sāḥili shakhuriyati/ “Akhirnya, Mabrouka, sang bintang renang, tampil di pentas. Mabrouka diculik dari sebuah desa dekat kota Pantai Agadir((Al-Saba)) (kekacauan dan perang saudara, tidak adanya pemerintah pusat) setelah Prancis mengambil alih kekuasaan, dia menghabiskan masa kanak-kanaknya dengan berenang dan menyelam di laut”.

Pesan kritik terhadap kekuasaan yang disampaikan Mernissi adalah bahwa

kekuasaan itu tidak berhak merenggut dan mengatur jalan hidup setiap manusia dengan

cara menculik seseorang. Manusia yang tidak memiliki kekuasaan sebenarnya juga

memiliki berhak mengatur dimana ia akan tinggal. Tujuan yang ingin disampaikan

adalah agar kekuasaan yang dimiliki tidak disalah gunakan oleh orang-orang yang

memiliki kekuasaan dengan merenggut jalan hidup manusia lainnya.

c. Kritik terhadap HAM (hak asasi manusia)

Simanjuntak (2006: 46) mengatakan bahwa HAM (hak asasi manusia) adalah

hak-hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia, yang melekat sejak lahir sebagai anugerah

Tuhan yang Maha Esa. Jadi, hak asasi manusia tidak bersumber dari negara atau hukum,

tetapi dari Tuhan sebagai pencipta alam semesta, sehingga hak asasi manusia harus

dipenuhi dan tidak dapat diabaikan. Oleh karena itu, hak asasi manusia harus dihormati

dan dijunjung tinggi oleh peyelenggara negara beserta warga negaranya tanpa terkecuali.

Contoh dalam novel

ِﻢﻳِﺮَﺤْﻟﺍ

ِءﺎَﺴﱢﻨﻟﺍ

ُﻡ َﻼْﺣَﺍ

/aḥlāmu an-nisāˋi al-ḥarīmi/ Bab 5 halaman 58. Pesan kritik sosial yang coba diangkat Fatima Mernissi dibalik penulisan ini adalah

mengenai hak asasi manusia, hak perempuan untuk memilih hidupnya yang selalu

(34)

.

ﺓﻮﺴﻨﻟﺍ ﻦﺠﺴﻟ ٍﻝﺎﻔﻗﺃ ﻭ ٍﺏﺍﻮﺑﺄﺑ ﺓﺩّﻭﺰﻣ ﻝﺯﺎﻨﻣ

:

ﻝﺯﺎﻨﻤﻟﺍ ءﺎﻨﺑ ﺓﺮﻜﻓ ﺕءﺎﺟ ﺎﻨﻫ

/hunā jāˋat fikra tun binaˋi al-munazili: munāzilu muzawwadatun biabwābīn wa aqfālin lisijni al-niswati/ “Dari sinilah kemudian muncul gagasan untuk membangun rumah semacam harem. Rumah dengan gerbang terkunci untuk menampung perempuan”.

Dari penggalan tersebut menampilkan sosok perempuan-perempuan yang

tinggal dalam kungkungan. Hak-hak perempuan diabaikan dan direbut sesuka

hati. Tujuan yang disampaikan adalah agar setiap genre tidak dibedakan,

(35)

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 SINOPSIS

Harem dapat diartikan sebuah kungkungan, dan akan selalu dipersepsi

seperti itu. Namun di haremnya, Fatima bergaul dengan perempuan-perempuan

luar biasa mereka yang kearifannya menjadi jendela bagi Fatima kecil untuk

melihat dunia. Harem berasal dari harīm. Pengertian Harīm dari

kamus Munjid 1986:130

ﻡُﺮُﺣ

ﻡﺮﺣﺃ

ﻢﻳﺭﺎﺣﺃ

:

ﺎﻣ

ﻡﱢﺮﺣ

ﻢﻠﻓ

ﺲﻤﻳ

.

ﻊﺿﻮﻣ

ﻊﺴﺘﻣ

ﻝﻮﺣ

ﺮﺼﻗ

ﻚﻠﻤﻟﺍ

ﻡﺰﻠﺗ

.

ﻢﻳﺮﺤﻟﺍ

ﺏﻮﺛ

ﻡِﺮْﺤُﻤﻟﺍ

.

ﻞﻛ

ﻊﺿﻮﻣ

ﺐﺠﺗ

ﻪﺘﻳﺎﻤﺣ

.

ﻪﺘﻳﺎﻤﺣ

ﺔﻤﻳﺮﺤﻟﺍ

:

ﺎﻣ

ﺕﺎﻓ

ﻦﻣ

ﻞﻛ

ﺡﻮﻤﻄﻣ

ﻪﻴﻓ

.

/al-ḥarīmu jam’uhu ḥurumun wa aḥramun wa aḥārīmun: mā ḥurrima falima yamsun. mauḍi’u mutasa’ ḥaula qasari al-mulka talzimu ḥimāyatahu śaubu al-muḥrimi. Kullu mauḍa’in tajibu ḥamāyatahu. Al-ḥarīmah : mā fāta min kulli maṭmuhin fīhi/ “Harīm bentuk jamak: hurum wa ahrum wa ahaariim: apa yang tidak ada dipengaruhi atau disentuh dari dunia luar. Tentang istana Raja yang mewajibkan perlindungan. Pakaian dan setiap tempat yang harus dilindungi. Perempuan hariim: berputar dari setiap ambisi didalamnya”.

Mereka yang hanya memiliki sedikit kebebasan, namun kaya oleh indahnya

kebersamaan dan mimpi-mimpi. Mereka yang mengatakan bahwa selalu ada sepetak

langit biru di atas tembok harem. Mereka yang mengatakan, jangan melihat ke bawah,

pandanglah terus ke atas dan ke atas, lalu terbanglah. Ciptakan sayap-sayap.

Melalui penuturan Fatima kecil, Perempuan-Perempuan Harem membawa Anda

mengenal perempuan-perempuan luar biasa itu, serta kisah-kisah mereka yang memahat

pribadi Fatima, menjadikannya “burung dengan sayap merentang bebas” seperti gambar

(36)

RIWAYAT HIDUP

Fatima Mernissi dilahirkan tahun 1940 di Fez, Maroko. Mernissi tumbuh dewasa di

suatu harem bersama dengan ibunya, para nenek dan para saudari lainnya. Suatu harem

yang di jaga dengan ketat oleh suatu penjagaan sedemikian rupa sehingga wanita-wanita

tidak bisa lepas dari itu. Harem telah dengan baik dirawat dan dilayani oleh seorang

pelayan pelayan wanita. Neneknya, Yasmina, adalah salah satu dari sembilan isteri

tetapi nasib yang sama tidak jatuh atas ibunya. Bapaknya hanya mengambil satu isteri

dan tidak memilih poligami sejak kaum nasionalis menolak poligami. Meskipun

demikian, ibunya adalah orang buta huruf sebab dia menghabiskan semua waktu nya di

dalam harem. Fatima Mernissi mengalami suatu pergolakan di dalam pikirannya dan

hatinya memberontak demi kaum perempuan. Namun di samping jasa nasionalis yang

mengijinkan para perempuan untuk mendapatkan pendidikan, Mernissi mengakui bahwa

banyak gagasan Nasionalisme Arab yang masih belum terselesaikan. Poligami waktu itu

belum dilarang, perempuan tidak bisa mencapai status yang sama dan demokrasi belum

mapan di DuniaArab.

(Fatima Mernissi: Rebel for the Sake of Women)

Ketika Mernissi dilahirkan, Nasionalis Maroko dengan sukses membebaskan

kolonisasi negeri itu dari aturan Penjajah Perancis. Seperti dikatakannya, "jika beliau

dilahirkan dua tahun lebih awal, tidak akan memperoleh pendidikan. Beliau dilahirkan di

waktu yang tepat." Kaum Nasionalis yang melawan/ berperang melawan Perancis

berjanji untuk menciptakan Maroko Baru dengan persamaan untuk semua orang.

Perempuan dan Laki-laki mempunyai akses yang sama untuk mendapat pendidikan.

(37)

Fatima beruntung walaupun hidupnya di dalam suatu harem, didapatkannya

kesempatan untuk memperoleh suatu pendidikan lebih tinggi. Beliau tinggal/hidup di

suatu harem yang biasa yang masih tersisa Negara-Negara Teluk. Dalam bukunya The

Harem Within (Di dalam Harem itu) , Mernissi menceritakan kepada kita sekitar masa

kanak nya di dalam harem di Fez tetapi ini hanya bagian dari buku masa

kanak-kanak nya yang tidak sebagus seperti yang dilukiskannya dalam buku itu. Sebagai

contoh, walaupun digambarkan hidupnya di dalam harem dengan menarik, Fatima tidak

mengabaikan tekanan bagi mereka yang ada di dalamnya. Diterangkan bagaimana

wanita-wanita di dalam harem menghadap langit dan bermimpi hal-hal sederhana seperti

berjalan dengan bebas di jalan, atau mengintip dunia luar melalui sebuah lubang kunci.

(Fatima Mernissi:

Rebel for the Sake of Women)

Sejak kecilnya, Mernissi telah dilibatkan dalam pergolakan pemikiran nasional dan

menumbuhkan pertanyaan-pertanyaan kritis sebagai contoh pada batas tertentu

memaksakan antara anak-anak lelaki dan anak-anak perempuan. Mernissi bertanya, jika

ada persetujuan batas antara anak-anak lelaki dan anak-anak perempuan, mengapa hanya

anak-anak perempuan saja yang ditutup dan dibatasi. Sikapnya seperti itu selalu

bertanya kepada neneknya.

Pada waktu itu Mernissi juga mempunyai suatu hubungan ambivalen dengan

agama, dalam kaitan dengan perbedaan dan tensi (pertentangan) antar perspektif

Alqur'an yang dipersepsikannya dalam sekolah Alqur'an dan yang diajar oleh nenek nya.

(38)

Beliau secara konstan dicaci maki, diteriaki dan dipukul ketika dia melakukan

kesalahan. Dengan begitu dipandangnya agama sebagai sesuatu yang menakutkan.

Di sisi lain, Mernissi merasakan kecantikan agama melalui neneknya Yasmina,

yang membimbingnya ke arah sisi agama yang puitis. Neneknya sering menceritakan

cerita tentang hajinya dan dengan antusias menceritakan kepada Mernissi tentang Mekah

dan Madinah. Dibicarakannya tentang Madinah dan mengabaikan kota besar lain seperti

Arafah Dan Mina. Hal ini banyak mempengaruhi Mernissi yang membuatnya terobsesi

dengan Madinah.

Mernissi menyimpan sikap ini selama bertahun-tahun. Baginya, Alqur'an

tergantung pada perspektif kita dan pada persepsi kita itu berangkat. Ayat-ayat yang

kudus ini bisa menjadikan gerbang untuk lepas dari atau sebagai rintangan. Baginya,

Alqur'an dapat memimpin kita ke arah mimpi atau merusak ketabahan kita. Sementara

itu, Ibu Mernissi selalu mengajarinya bagaimana cara bertindak dan membawa dirinya

sebagai perempuan: "Mernissi perlu belajar bagaimana cara sorak dan protes sama

halnya belajar bagaimana cara berjalan dan berbicara." Sebagai contoh, diceritakan

kepadanya cerita bagaimana perempuan harus bertindak dengan bijaksana. Diceritakan

kepadanya cerita Seribu Satu Malam mengenai Sultan yang sangat gemar akan cerita.

Ibunya secara teratur menceriterakan kebijaksanaan. Mernissi mengakui bahwa nenek

dan ibu nya itulah yang mendukung nya dalam mengusahakan suatu pendidikan lebih

tinggi dengan demikian dia bisa mandiri.

(Fatima Mernissi:

(39)

Pemikiran dan Karya

Karya Mernissi berasal dari pengalaman individu yang mendorongnya untuk

melakukan riset historis tentang berbagai hal yang sudah mengganggu pemahaman

religiusnya. Sebagai contoh, di buku nya The Veil and Male Elite yang kemudian ia

revisi kembali menjadi Women and Islam: A Historical and Theological Enquir

(Wanita-Wanita Dan Islam: Suatu Enquir mengenai agama Dan histories), penyelidikan

nya tentang teks Alqur'an yang suci dan Hadits didasarkan pada pengalaman individu

nya, perihal kejadian kasus Hadits pembenci wanita yang menyamakan posisi seorang

wanita dengan anjing dan keledai itu.

Kesedihan Mernissi menjadi lebih dalam saat didengarnya tentang Hadits mengenai

kepemimpinan wanita. Motivasi nya untuk menyelidiki Hadits semacam itu dengan

serius dipicu oleh Hadits yang diucapkan oleh seorang pedagang di pasar yang

menafikan kepemimpinan wanita. Dikejutkan oleh pertanyaannya, pedagang itu

mengutip Hadits yang mengatakan bahwa " tidak ada keselamatan di dalam masyarakat

yang dipimpin oleh wanita." Baginya, hal ini menandakan bahwa Hadits-hadits di

alamatkan kepada komunitas masyarakat muslim dan oleh karena itu kepemimpinan

wanita masih dapat dibantah/ diperdebatkan di samping kasus Benazir Buttho yang

menjadi perdana menteri Pakistan dan di samping fakta bahwa Alqur'an membahas

kepemimpinan Ratu Bilqis.

Topik hijab telah mendominasi karier intelektualnya. Hijab, adalah sebuah instrumen

pembatasan, pemisahan dan pengasingan yang digunakan untuk menjaga wanita-wanita

ke luar dari area publik. Baginya, Hijab berarti pemisahan dan digunakan sebagai suatu

(40)

melalui penafsiran Alqur'an dan Hadits dan melalui riset historis dan analisa

kemasyarakatan. Tujuannya adalah untuk menyampaikan sebuah penafsiran alternatif

melalui bukunya The Forgotten Queen in Islam (Ratu yang terlupakan dalam Islam) dan

Islam and Democracy (Islam dan Demokrasi). Di dalam karya-karyanya ini dia mencoba

untuk menunjukkan bahwa cacat di dalam Pemerintah Arab tidaklah inheren (yang tidak

bisa dipisahkan) dengan pengajaran religius, tetapi ada kaitannya dengan manipulasi

pengajaran religius para penguasa untuk kepentingan mereka sendiri. Meskipun

demikian, Mernissi mempertahankan Negara-Negara Arab ketika mereka difitnah oleh

pers barat ( lihat Islam Dan Demokrasi hal 26).

Dalam kebanyakan karyanya, untuk menggambarkan bahwa pengajaran religius

dapat dengan mudah digerakkan dan untuk alasan itu, dia percaya bahwa tekanan kepada

perempuan bukanlah bagian dari pengajaran Islam yang sesungguhnya. Itulah mengapa

Mernissi hati-hati untuk tidak menentang tradisi suci. Kebanyakan dari artikelnya

mengenai perempuan menyatakan masalah-masalah ini. Kita dapat lihat ini, sebagai

contoh, di dalam bukunya Rebellion's Women and Islamic Memory (Pemberontakan para

Wanita Dan Memori Islam), ( London& New Jersey: Zed Buku, 1996).

Kesimpulannya, artikel-artikelnya kaya akan analisa sosiologi kemasyarakatan.

Dalam karya-karyanya tersebut di atas dan dalam disertasinya, Beyond the Veil (Di luar

Selubung), ditulisnya secara rinci tentang riset nya atas Perempuan Maroko dan tentang

batas seksual yang ditujukan pada perempuan. Meskipun demikian, perjuangan

intelektual dan pengalamannya dapat dilihat sebagai contoh masalah muslim secara

umum. (Fatima

(41)

3.2. Unsur Tersirat dalam Novel

ِﻢﻳِﺮَﺤْﻟﺍ

ِءﺎَﺴﱢﻨﻟﺍ

ُﻡ َﻼْﺣَﺍ

/a

ḥlāmu an-nisāˋi al-ḥarīmi/ Karya Fatima Mernissi

Berdasakan teori sosiologi sastra Wellek dan Warren (2014) yang menjelaskan

bahwa sosiologi sastra mempermasalahkan karya sastra itu sendiri yaitu menelaah unsur

yang tersirat dan apa yang menjadi tujuan yang ingin disampaikan. Menurut

Nurgiyantoro (2013) yang tersirat dalam karya satra itu adalah pesan moral, pesan

religius dan pesan kritik sosial.

3.2.1 Pesan Moral

Moral adalah nilai tentang bagaimana manusia harus hidup baik sebagai

manusia dalam sebuah kebiasaan kemudian terwujud dalam pola perilaku dan

terulang dalam kurun waktu yang lama sebagai sebuah kebiasaan. Moral

berasal dari bahasa latin yaitu mores yang merupakan bentuk jamak dari

perkataan mos yang berarti adab atau kebiasaan (Keraf, 2012: 14).

Bab 4 halaman 50:

Pesan moral pertama yang ingin disampaikan oleh Fatima Mernissi secara tersirat

adalah dari perbuatan penguasa dengan memanfaatkan keadaan yang mengakibatkan

penderitaan bagi keluarga-keluarga miskin. Sang penguasa dikuasai ego nya untuk

menculik gadis-gadis tidak berdosa dari keluarganya. Hal tersebut tergambar dalam

penggalan novel berikut:

ﻲﻛ ؛ ﻞﺒﺠﻟﺍ ﻲﻓ ﺓﺮﻴﻘﻔﻟﺍ ﺕﻼﺋﺎﻌﻟﺍ ﻦﻋ ﺰﺘﻨﻳ ﺕﺍﺮﻴﻐﺼﻟﺍ ﺕﺎﻴﺘﻔﻟﺍ ﺖﻧﺎﻛ ،ﺔﺠﻀﻟﺍ ﻩﺬﻫ ﻕﺮﺘﻌﻣ ﻲﻓ ﻦﻜﻟ

(42)

Pesan moral yang tersirat adalah mental dan sikap setiap orang yang harus dibenahi

agar lebih empati terhadap sesama manusia dan menghindari perbuatan-perbuatan yang

tidak berperikemanusiaan seperti penculikan sadis tersebut. Bahwa setiap manusia itu

berhak dihargai dan diperlakukan selayaknya manusia. Tujuannya adalah agar sesama

manusia bisa saling menghargai satu sama lain dan tercipta moral baik kedepannya.

Bab 5 halaman 61:

ﻲّﻄﻐﺗ ﻥﺃ ﻦﻣ ﺮﺼﻗﺃ ًﺓﺭﻮّﻨﺗ ًﺔﻳﺪﺗﺮﻣ ﻉﺭﺍﻮﺸﻟﺍ ﻲﻓ ﻝّﻮﺠﺘﻟﺎﺑ ﺎﻬﺘﻗﻭ ﻲﻀﻤﺗ ﻚﻠﺗ ﺓﺪﻴﺣﺍﻮﻟﺍ ﻪﺘﺟﻭﺯﻭ

.

ﻦﻴﻔﺘﻜﻟﺍﻭ ﺎﻬﻘﻨﻋ ﻦﻣ ٍءﺰﺟ ّﻱﺃ ﺮﺘﺴﻳﻻ ﺩﺎﻜﻳ ًﺍﺭّﻮﻘﻣ ًﺎﺼﻴﻤﻗﻭ ﺎﻬﻴﻗﺎﺳ ﻦﻣ ًﺎﺌﻴﺷ

/wa zaujatuhu al wāḥīdatu tilka tamḍiy waqtuhā biltajawwali fī alsyāwāri’i murtadiyyatan tannawaratan aqṣara min an tagaṭṭay syaiˋān min sāqīhā wa qamī ṣān muqawwarān yukādu lā yastaru ayyu juzˋi min anqihā walkatifīna/ “Dan istri tunggal penguasa menghabiskan waktunya berkeliaran di jalanan mengenakan rok pendek yang mencakup kakinya dan baju terbuka hampir setiap bagian dari leher dan bahunya”.

Penggalan novel diatas adalah kritik Mernissi terhadap seorang istri tunggal yang

memiliki kekuasaan, melakukan tindakan sesuka hatinya berbelanja, berjalan-jalan

dengan pakaian yang minim dan tidak pantas untuk dipertontonkan. Pesan moral secara

tersirat yang disampaikan Mernissi adalah seseorang yang memiliki kekuasaan

seharusnya mengajarkan dan mencontoh yang baik kepada bawahannya bukan malah

berfoya-foya berkeliaran menikmati hidup dengan pakaian seadanya di tubuh.

Tujuannya adalah agar seorang istri penguasa bertindak seperti seseorang yang

ber-attitude dan berpendidikan dari kalangan atas dan memberi contoh kepada rakyat atau

bawahannya.

Bab 12 halaman 126:

ﻢﻫﺪﺣﺃ ﺐﻫﺫﻭ

ﻑّﺮﺼﺘﺗ ﺕﺃﺪﺑ ﺎﻬّﻧﻷ ﻦﻴّﻴﻧﺎﻄﻳﺮﺒﻟﺍ ﺲﻴﺳﺍﻮﺠﻟﺍ ﺪﻳ ﻰﻠﻋ ﺖﻠﺘﻗ ﺎﻬّﻧﺃ ﻰﻟﺇ

-

ﻪﻤﻋﺯ ّﺪﺣ ﻰﻠﻋ

(43)

/wa żahaba aḥadahum-‘ala haddi zi’ammahu-ilā annahā qutilat ‘alā yadi aljawasīsi albarīṭāniyyīn liannahā badaˋat tataṣarafu bi istiqalāliyyati akśaru mimmā yanbagī/ “Dan salah satu dari mereka pergi – sebagian mengatakan- mereka tewas di tangan mata-mata Inggris karena mulai bertindak dengan sendiri”.

Dari penggalan novel di atas terlihat gambaran yang terjadi pada seorang Putri yang

mengalami kecelakaan misterius yang diduga tewas ditangan Inggris karena bertindak

sendiri yang mengakibatkan ia harus meninggal. Pesan moral tersirat yang disampaikan

adalah untuk tidak mudah percaya dan selalu berhati-hati kepada orang asing. Kita tidak

tahu apa isi hati orang lain yang sebenarnya. Tujuannya adalah agar seseorang apalagi

seorang Putri bisa menjaga dirinya dari situasi yang membahayakn seperti pada

penggalan novel diatas.

Bab 14 halaman 151:

ﺐﻠﻗ ﻲﻓ ﺖﺤﺠﻧ ﺎﻬّﻧﻷ ﺔﻣﺎﺷ ﺮﻬﺒُﺗ ﺖﻧﺎﻛ ،ﺓﺮﺸﻋ ﺔﺜﻟﺎﺜﻟﺍ ّﻦﺳ ﻲﻓ ٍﺮّﻜﺒﻣ ٍﺝﺍﻭﺯ ﺔّﻴﺤﺿ ﺖﻧﺎﻛ ﻲﺘﻟﺍ ﻯﺪﻫﻭ

.

ﺔّﻳﻮﻘﻟﺍ ﺎﻬﺘﻤﻳﺰﻋ ﺔﻁﺎﺳﻮﺑ ﻥﻭﺮﻗ ﺔﻌﻀﺑ ﻝﻼﺧ ﻩﺮﺳﺄﺑ ﻊﻤﺘﺠﻣ

/wa hudā allatī kānat ḍa ḥiyyatu zawājin mubakkarin fi sinni alśālaśati ‘asyrati, kānat tubhiru syāmatu liannahā najḥat fī qalbi mujtama’i bi asrihi khilāli biḍa’ati qur ūni biwasāṭatin ‘azīmatihā alqawiyyati/ “Dan Huda, yang merupakan korban dari pernikahan dini di usia tiga belas tahun, dia mempesona Chama Karena telah berhasil memikat seluruh masyarakat dalam beberapa abad dengan tekad yang kuat”.

Berdasarkan penggalan novel diatas Huda dianggap sebagai korban dari tindakan di

luar norma yaitu menikah dibawah umur dan dipaksa untuk menikah yang

mengakibatkan hak-hak seorang anak terabaikan. Pesan moral secara tersirat yang ingin

disampaikan adalah setiap anak berhak menikmati masa-masa kecilnya dan

mendapatkan hak nya. Sebagai orang yang dewasa, mereka juga harus melindungi

hak-hak anak dan jangan memaksa sesuka hati sesuai keinginan pribadi. Orang tua dihormati

(44)

Pesan moral secara tersirat lainnya adalah terhadap pemimpin-pemimpin Arab yang

telah menculik perempuan dan dijadikan budak kemudian menjualnya yang

mengakibatkan penderitaan bagi orang lain. Pesan moral adalah ajaran baik dan buruk

maka tujuan yang disampaikan dari perbuatan pemimpin-pemimpin tersebut yang

menculik dan menjual adalah dampak buruk bagi perempuan tersebut. Perempuan juga

manusia yang mempunyai hak menentukan hidupnya. Hal tersebut tergambar dalam

penggalan novel berikut. Bab 16 halaman 176:

ٍﺔﻣﺄﻛ ﺖﻌﻴِﺑﻭ

(

ءﺍﺮﺤﺼﻟﺍ

)

ﺏﻮﻨﺟ ﺎﻣ ٍﻥﺎﻜﻣ ﻲﻓ ،ﻥﺍﺩﻮﺴﻟﺍ ّﻡﻷﺍ ﺎﻫﺪﻠﺑ ﻦﻣ ﺎﻨﻴﻣ ﺖﻋﺰﺘﻧﺍ ٍﺓّﺪﻋ ﻦﻴﻨﺳ ﻞﺒﻗ

.

ٍﺔﻴﻫﺎﻄﻛ ﻡﺎﻳﻷﺍ ﺪﺣﺃ ﻲﻓ ﺎﻨﻴﻟﺇ ﺖﻠﺻﻭ ﻥﺃ ﻰﻟﺇ ،ﺮﺧﻷ ٍﺔﺳﺎﺨﻧ ﻕﻮﺳ ﻦﻣ ﺖﻌﻴِﺑ ّﻢﺛ ،ﺶﻛﺍّﺮﻣ ﻲﻓ

/qabla sinīna ‘adatin intaza’at mīnā min baldihā al-ummi alsūdāni, fī makānin mā janūbu (ṣahrāˋu) wa bīy’atin kaˋamatin fī marrākasyin, śumma bī’atin min sauqin nakhāsatin liakhār, ilā an waṣalta ilainā fī ahadi alˋayyami ka ṭāhiyyatin/ “Beberapa tahun yang lalu Mina diculik dari negeri asalnya Sudan, di suatu tempat selatan (Sahara) dan dijual sebagai budak di Marrakesh, kemudian dijual di pasar khusus lain, sampai dia menjadi koki kami dalam beberapa hari”.

Bab 20 halaman 240:

ﻲﺳﺎﻣﻮﻠﺑﺪﻟﺍ ﺎﻨﻧﺍﻮﻴﺣ ﺲﺒﻠُﻨﺳ ﻒﻴﻛ ﻭ

؟

/wa kaifa sanulbisa hayawānunā aldibluwmāsī?/ “bagaimana kita akan melawan

kekejaman diplomatik kita”.

Penggalan novel di atas menggambarkan rakyat yang mempertanyakan situasi

mereka dibawah kekejaman diplomatik. Diplomatik atau diplomasi adalah kegiatan

politik dan merupakan bagian dari kegiatan internasional yang saling berpengaruh dan

kompleks, dengan melibatkan pemerintah dan organisasi internasional untuk mencapai

tujuan-tujuannya (Suryokusumo dalam Syahmin, 2008:6). Pesan tersirat yang ingin

(45)

yang adil, tegas dan mencintai rakyatnya bukan dengan kekejaman. Tujuannya adalah

agar pemimpin-pemimpin mempunyai moral yang baik dan adil kepada rakyatnya.

Bab 22 halaman 261:

ﺓﺮﺷﺎﺒﻣ ﺓﻼﺼﻟﺍ ﻞﺒﻗ ﻲﻟﺎﺘﻟﺍ ﺔﻌﻤﺠﻟﺍ ﻡﻮﻳ ﻲﻓ ﻸﻤﻟﺍ ﻰﻠﻋ ﺮﻴﻤﺳ ﺦﱢﺑُﻭﻭ ،ﺔﻌﻗﺍﻮﻟﺍ ﻩﺬﻬﺑ ّﻲﻠﻋ ّﻢﻌﻟﺍ ﺕﺮﺒﺧﺄﻓ

.

ﻪّﻣﺃ ﻉﺪﺨﻳ ﻥﺃ ﻝﻭﺎﺣ ﻪّﻧﻷ

/faˋakhabarti al’ummu ‘aliy bihażihi alwāqi’ati, wawubbikhu samīru ‘ala almalˋi fī yaumi aljum’ati altālī qabla alṣalati mubāsyarati liannahu ḥāula an yakhda’u ummuhu/ “Ibunya mengatakan kepada Paman Ali kejadian ini dan Samir ditegur secara terbuka pada hari Jumat, tepat sebelum shalat Jum’at karena Samir mencoba untuk menipu ibunya sendiri”.

Dari penggalan novel diatas terlihat bahwa seorang anak yang mencoba menipu ibu

nya sendiri. Sebuah tindakan yang buruk dan jauh di bawah moral. Seorang Ibu adalah

wakil Tuhan yang harus dihargai, dihormati dan dicintailah ia sepenuh hatimu. Pesan

moral tersirat pada penggalan novel tersebut adalah agar seorang anak menyadari bahwa

makhluk yang paling mulia diciptakan Tuhan adalah ibu maka hormati lah dia. Tujuan

nya agar manusia sadar betapa berharganya seorang ibu.

3.2.2 Pesan Religius

Religius melihat aspek yang di lubuk hati, riak getaran nurani pribadi, totalitas

kedalaman pribadi manusia. Dengan demikian, religius bersifat mengatasi, lebih dalam,

dan lebih luas dari agama yang tampak, formal dan resmi (Mangunwijaya, 1982) dalam

(Nurgiyantoro, 2013:446).

Pesan religius adalah pesan yang berhubungan dengan keTuhanan yang terdapat

(46)

dibedakan hak-haknya karena superioritas laki-laki. Karena Tuhan menciptakan kita

semua sama. Tergambar pada penggalan novel berikut:

Bab 1 halaman 21:

ّﻞﻛ ﻡﻼﺳﻹﺍ ﺾﻗﺎﻨﺗ ﻚﻟﺬﺑ ﺖﻧﺎﻛ ﻭ

.

ًﻻﻮﻘﻌﻣ ﻻ ﻩﺮﺒﺘﻌﺗﻭ ،ًﺎﻣﻭﺩ ّﻱﺭﻭﺮﻛﺬﻟﺍ ٍﻕّﻮﻔﺘﻟﺍ ﺾﻓﺮﺗ ﻲﻣﺃ ﺖﻧﺎﻛ

ﷲ ﺎﻨﻘﻠﺧ ﺪﻘﻟ

) :

ﻝﻮﻘﺗ ﺖﻧﺎﻛ

.

ﺾﻗﺎﻨﺘﻟﺍ

.(

ﻦﻳﻭﺎﺴﺘﻣ

/kānat ummi tarfaḍu altafawwaqin alzakarūriy daumān, wa ta’tabirahu lā ma’qūlān. Wa kānat biżalika tanāqiḍu alˋislām kulla altanāqaḍi. Kānat taqūlu: (laqad khalaqnā alha mutasāwīna)/ “Ibuku menolak untuk keunggulan laki-laki selalu, dan menganggap tidak masuk akal. Dan mereka bertentangan dengan Islam setiap kontradiksi. Dia sering mengatakan: (Tuhan menciptakan kita sama)”.

Pesan religius secara tersirat yang ingin disampaikan Mernissi adalah kita semua

adalah sama dimana Tuhan yang membedakan setiap manusia adalah amal ibadah nya.

Tujuannya adalah agar tidak membedakan suatu tindakan atau melarang nya atas dasar

genre nya.

Bab 4 halaman 48:

ًﺎﻨﺑﺍ ﻪﻟ ﺐﺠﻨﺗ ﻢﻟ ﺎﻬّﻧﻷ ﻂﻘﻓ ،ﻪﺘﺟﻭﺯ ﻖﱢﻠﻄﻳ ﻱﺬﻟﺍ ﻙﺍﺫ ٌﺢﻟﺎﺻ ٌﻢﻠﺴﻣ ٌﻢﻛﺎﺣ ﻮﻫ ﻞﻫ

ﺎﻤﻛ

-

ﻩﺪﺣﻭ ﷲ ؟

ﻥﺁﺮﻘﻟﺍ ﺮﻛﺬﻳ

.

ﺪﻴﻟﺍﻮﻤﻟﺍ ﺲﻨﺟ ﺪﻳﺪﺤﺗ ﻦﻋ ﻝﻭﺆﺴﻤﻟﺍ ﻮﻫ

/hal huwa ḥākimun ṣālihun żāka allażī yuẓliqu zaujatahu, faqaṭ liannahā lam tanjab

lahu ibnan? Allahu wahidahun, kamā yażkuru alqur’anun, huwa almusawulun ‘an

taḥdīdin jinsu almawālīdi/ “Apakah dia seorang penguasa Muslim yang baik yang disebut istrinya, hanya karena tidak melahirkan anak seorang laki-laki? Allah sendiri, kata Al-Quran, yang berwenang untuk menentukan jenis kelamin bayi.”

Penggalan novel diatas Mernissi mengkritisi bahwa suami yang menceraikan istrinya

karena tidak melahirkan seorang anak laki-laki. Pesan tersirat yang ingin disampaikan

Mernissi adalah bahwa Allah lah yang mengatur segala urusan di dunia ini termasuk

urusan pemberian anak dan jenis kelaminnya laki-laki atau perempuan semua atas

kehendaknya. Tujuannya adalah agar manusia lebih banyak untuk bersyukur dan segala

(47)

Hal tersebut sejalan dengan Firman Allah ta’ala. Dalam Islam diakui bahwa lelaki

dan perempuan memiliki satu hakikat yang sama dan tidak ada berbedaan antara

keduanya. Perbedaan fisik dan lainnya pada lelaki dan perempuan bukan perbedaan

esensial. Al-Qur’an menyatakan bahwa tujuan diciptakannya manusia baik lelaki

maupun perempuan adalah beribadah kepada-Nya. Ia berfirman: “Dan aku tidak

menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS.

Al-Dzaariyaat (51:56).

Bab 7 halaman 78:

ﻰﻠﻋﻭ

ﺹﺎﺨﺷﻷﺍ

ﻦﻳﺬﻟﺍ

ﻥﻮﻠﺼﻳ

ﻰﻟﺇ

ﺔّﻜﻣ

ﻥﺃ

ﺮﺋﺎﻌﺷ ﺔﺳﺭﺎﻤﻣ ﻰﻠﻋ ﻥﻭﺮﺒﺠﻣ ﻢﻬﻓ ؛ﻦﻳﺮﻫﺎﻁ ﺍﻮﻧﻮﻜﻳ

.

ﺎﻬﻴﻠﻋ ﷲ ﺐﺳﺎﺤُﻳ ٍﻝﺎﻌﻓﺄﺑ ﻡﺎﻴﻘﻟﺍﻭ ٌﺶﻐﻟﺍﻭ ﺏﺬﻜﻟﺍ ﻢﻬﻴﻠﻋ ﺮّﻈﺤﻳ ﻭ

<

Referensi

Dokumen terkait