TESIS
VIABILITAS DAN KEMAMPUAN BAKTERI KITINOLITIK
NR09 DAN Bacillus sp. BK17 PADA BERBAGAI MEDIA
PEMBAWA DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN
Sclerotium rolfsii DAN Fusarium oxysporum PADA
BENIH CABAI MERAH (Capsicum annuum L.)
Oleh
DESWIDYA S HUTAURUK
117030050/BIO
PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
VIABILITAS DAN KEMAMPUAN BAKTERI KITINOLITIK
NR09 DAN Bacillus sp. BK17 PADA BERBAGAI MEDIA
PEMBAWA DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN
Sclerotium rolfsii DAN Fusarium oxysporum PADA
BENIH CABAI MERAH (Capsicum annuum L.)
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains dalam Program Studi Magister Ilmu Biologi
pada Program Pascasarjana Fakultas MIPA Universitas
Sumatera Utara
Oleh
DESWIDYA S HUTAURUK
117030050/BIO
PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Telah diuji pada
Tanggal : ... (15 Februari 2014)
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc
Anggota : 1. Dr. Ir. Herla Rusmarillin, MP
2. Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc
RIWAYAT HIDUP
RIWAYAT PRIBADI
Nama : Deswidya Sukrisna Hutauruk, S.Pd
Tempat, Langgal Lahir : Samosir, 15 Desember 1989
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Kristen
Alamat : Jl. Rianiate Desa Hutanamora, Samosir
Orangtua : Ayah : Poltak Hutauruk, MM
Ibu: Hotni Siringo-ringo, S.Pd
Jumlah saudara : 4 (Empat) Abang : Agusmanto JB
TK : Santo Mikhael Pangururan Tamat : 1995
SD : Negeri 1 Rianiate 173751 Tamat : 2001
SMP : Negeri 1 Pangururan Tamat : 2004
SMA : Negeri 1 Pangururan Tamat : 2007
Strata-1 : Universitas Negeri Medan Tamat : 2011
RIWAYAT PEKERJAAN
• Pengajar Biologi di PT. Maestro Binjai dari tahun 2010 sampai 2013
• Guru Biologi di Yayasan Perguruan Indonesia Membangun Taruna Batang
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa,
karena berkat dan kasih karunia-Nya tesis ini dapat terselesaikan. Tesis ini
berjudul “Viabilitas dan Kemampuan Bakteri Kitinolitik NR09 Dan Bacillus
sp. BK17 Pada Berbagai Media Pembawa Dalam Menghambat Pertumbuhan
Sclerotium rolfsii Dan Fusarium oxysporum Pada Benih Cabai Merah
(Capsicum annuum L.)
“
Dalam penulisan tesis ini penulis tidak terlepas dari arahan dosen
pembimbing yakni bapak Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc selaku penbimbing 1
dan ibu Dr. Ir Herla Rusmarillin, MP selaku pembimbing 2, oleh karena itu
penulis mengucapkan terimakasih buat beliau atas bimbingannya sehingga
tesis ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Penulis juga mengucapkan
terimakasih kepada pihak LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan)
sebagai sponsor atas bantuan dana yang diberikan dalam penelitian ini.
Pada kesempatan ini juga mengucapkan terimakasih yang
sedalam-dalamnya kepada ayahanda terkasih P. Hutauruk dan ibunda terkasih H.
Siringo-ringo atas doa, dukungan materi maupun moril yang tak terhitung
jumlahnya. Penulis juga mengucapakan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada Rektor Universitas Sumatera Utara, Ketua Program Studi
Pasacasarjana Biologi, serta semua dosen Pascasarjana biologi dan seluruh
teman-teman yang ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan penelitian dan
penyusunan tesis ini.
Penulis sudah berusaha semaksimal mungkin dalam menyusun serta
menyempurnakan tesis ini, namun kiranya ada saran dan kritikan dari
pembaca maka akan penulis terima demi kesempurnaan tesis ini. Semoga
tesis ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
VIABILITAS DAN KEMAMPUAN BAKTERI KITINOLITIK NR09 DAN
Bacillus sp. BK17 PADA BERBAGAI MEDIA PEMBAWA DALAM
MENGHAMBAT PERTUMBUHAN Sclerotium rolfsii DAN Fusarium
oxysporum PADA BENIH CABAI MERAH (Capsicum annuum L.)
ABSTRAK
Infeksi penyakit akibat jamur patogen seperti F. oxysporum dan S. rolfsii
menunjukkan gejala abnormal pada tanaman, tidak tumbuh dan rebah kecambah pada bibit cabai. Untuk mengurangi akibat buruk pengendalian kimia, pengendalian hayati diperlukan untuk menghambat pertumbuhan dan pengendalian penyakit akibat jamur patogen tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui viabilitas isolat bakteri kitinolitik dalam beberapa media pembawa untuk mengetahui kemampuan isolat bakteri kitinolitik pada berbagai media pembawa dalam mengendalikan penyakit rebah kecambah
yang disebabkan oleh F. oxysporum dan S. rolfsii pada tanaman cabai merah.
Metode yang digunakan dalam mengukur viabilitas dan kemampuan bakteri dala media tumbuh dengan melakukan pengenceran seri dan melakukan penghitungan jumlah koloni bakteri pada media MGMK setelah penyimpanan media pembawa selama 1 bulan, 2 bulan dan 3 bulan. Penghambatan serangan jamur patogen pada benih cabai dihitung dari jumlah benih yang tumbuh. Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah tanaman yang terserang jamur patogen, tinggi tanaman, jumlah daun, dan berat kering kecambah
setelah persemaian 30 hari.Viabilitas bakteri dilihat dari masa simpan bakteri
dalam media pembawa selama 90 hari. Viabilitas bakteri yang paling tinggi
terdapat pada media pembawa gambut yang diinokulasi bakteri Bacillus sp.
BK17 dan diikuti oleh NR09. Viabilitas bakteri hidup dalam media tumbuh terdapat pada SGN yaitu media pembawa gambut dengan penginokulasian bakteri NR09. Pertumbuhan bibit cabai yang paling tinggi terdapat pada media pembawa gambut dan kompos janjang sawit dengan penambahan koloidal
kitin 2% dengan inokulum bakteri Bacillus sp. BK17 dan NR09 dengan
persentase pertumbuhan 99,4%. Penghambatan serangan jamur patogen yang paling tinggi terdapat pada SGKB dengan persentase serangan hanya 16,5%. Berat kering tanaman yang paling tinggi terdapat pada GKN dengan berat 0,034 g. Tinggi tanaman yang paling tinggi terdapat pada JKN dengan tinggi tanaman mencapai 23,4 cm dan jumlah daun yang paling banyak terdapat pada SGN dengan jumlah daun 5,5 helai/tanaman. Bakteri kitinolitik memiliki viabilitas yang baik pada media pembawa selama masa simpan 90 hari dan
mampu menghambat serangan jamur patogen S. rolfsii dan F. oxysporum pada
persemaian bibit cabai selama 30 hari.
Kata kunci: Bacillus sp., Fusarium oxysporum, Sclerotium rolfsii, gambut,
VIABILITY AND ABILITY OF CHITINOLYTIC BACTERIA NR09 AND
Bacillussp. BK17 ON SEVERAL CARRIER MEDIA TO INHIBIT GROWTH OF Sclerotium rolfsii AND Fusarium oxysporum
OF CHILLI SEEDS (Capsicum annuumL.)
ABSTRAK
Fusarium oxysporum dan Sclerotium rolfsii has been known as causal agents of seedling-off of chilli. To control the disease biological control has been used as an alternative to replace chemical control. This study was aimed to know viability and ability of chitinolityc bacteria in several carrier media in
controling seedling-off caused by F. oxysporum and S. rolfsii of chilli.
Bacterial viability was measured as colony number growth after 1, 2, and 3 months of storage in minimum salt medium with chitin colloidal as sole C source. Seedling-off control was measured as number of seedling growth, height, leaf number, and dry weight after 30-days of growth. The result showed that bacterial viability was higher in peat. However in growing media inoculating with fungus conidia NR09 in peat grew more. Seedling growth was higher in peat and palm bunch compost added with 2% of chitin colloidal with 99.4% of seedling growth. Disease intensity was reduced more in
seedling growing in peat added with 2% of chitin colloidal of Bacillus sp.
BK17 inoculated with S. rolfsii conidia in growing medium. Higher seedling
height of 23.4 cm, leaf number of 5.5, and dry weight of 0.034 g were observed in palm bunch compost added with 2% of chitin colloidal of NR09,
in peat of NR09 inoculated with conidia of S. rolfsii in growing media, and
peat added with 2% of chitin colloidal of NR09, respectively. It seemed that chitinolytic bacteria in carrier media were still viable after 90 days of storage and still capable of reducing seeddling-off after 30 days of storage.
DAFTAR ISI
3.4 Perhitungan Jumlah Sel Bakteri Dalam Media Penguji ... 16
3.5 Penghambatan Serangan Jamur Patogen pada Benih Cabai ... 16
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 17
4.1. Uji Kemampuan Hidup Bakteri Pada Media Pembawa ... 17
4.2. Kemampuan Bakteri Hidup Dalam Media Tumbuh ... 20
4.3. Pertumbuhan Bibit Cabai ... 22
4.4. Potensi Serangan Jamur Patogen F. oxysporum dan S. rolfsii 26 4.5. Pengaruh Perlakuan Terhadap Berat Kering ... 31
4.6. Pengaruh Perlakuan Terhadap Tinggi Tanaman ... 33
4.7. Pengaruh Perlakuan Terhadap Jumlah Daun ... 35
DAFTAR TABEL
Nomor
Tabel Judul Halaman
4.2 Populasi bakteri pada media tumbuh dengan
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Gambar Judul Halaman
2.1 Penyakit rebah kecambah pada cabai 6
2.2 Penyakit Layu Fusarium pada Cabai Merah 8
2.3 (A) Gejala penyakit busuk leher akar dan (B)
karakteristik morfologi miselium jamur S. rolfsii
miselium
9
4.1 Histogram kepadatan populasi bakteri (log jumlah sel/g)
pada 4 jenis media pembawa selama masa simpan 60 hari
17
4.3 n bibit cabai selama 30 hari masa semai pada
masing-masing jenis media pembawa 25
4.4.1 Grafik potensi serangan jamur terhadap bibit cabai
selama 30 hari masa semai dengan pemberian masing- masing media pembawa
27
4.4.2 (A) Tanaman cabai normal, (B) Tanaman cabai yang
terinfeksi S. rolfsii selama masa semai benih 30 hari
dengan pemberian media pembawa gambut, dan (C)
Tanaman cabai terinfeksi F. oxysporum selama masa
semai benih 30 hari dengan pemberian media pembawa gambut
31
4.5 Berat kering tanaman pada 4 jenis media pembawa
setelah masa semai 30 hari. 32
4.6 Tinggi tanaman pada 4 jenis media pembawa setelah
masa semai 30 hari yang dihitung dari ujung daun tertinggi sampai ujung akar
34
4.7.1 Jumlah daun tanaman pada 4 jenis media pembawa
setelah masa semai 30 hari dengan menghitung jumlah helai daun yang tumbuh
36
4.7.2 Bentuk daun cabai pada masa semai 30 hari pada 4 jenis
media pembawa. (A)Bentuk daun normal, (B) Bentuk
daun abnormal akibat serangan S. rolfsii, (C) Bentuk
daun abnormal akibat serangan F. oxysporum
37
4.8.1
4.8.2
Reisolasi jamur patogen dari tanaman cabai yang
terserang reisolasi jamur patogen F. oxysporum dan (B)
reisolasi jamur patogen S. rolfsii
Reisolasi Bakteri Kitinolitik dalam Pangkal Batang tanaman cabai pada media MGMK (A) Resiolasi bakteri Bacillus sp. BK17 dan (B) reisolasi bakteri NR09
38
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Gambar Judul Halaman
1 Pembuatan Koloidal Kitin 47
2 Pembuatan Isolat Bakteri Kitinolitik Dalam Media
Pembawa 48
3 Penghambatan Serangan Jamur Patogen Pada Benih
Cabai 49
Hasil Pengitungan Sel Bakteri Dalam Media MGMK Perhitungan Viabilitas Bakteri dalam Media Pembawa dan Pertumbuhan Tanaman
VIABILITAS DAN KEMAMPUAN BAKTERI KITINOLITIK NR09 DAN
Bacillus sp. BK17 PADA BERBAGAI MEDIA PEMBAWA DALAM
MENGHAMBAT PERTUMBUHAN Sclerotium rolfsii DAN Fusarium
oxysporum PADA BENIH CABAI MERAH (Capsicum annuum L.)
ABSTRAK
Infeksi penyakit akibat jamur patogen seperti F. oxysporum dan S. rolfsii
menunjukkan gejala abnormal pada tanaman, tidak tumbuh dan rebah kecambah pada bibit cabai. Untuk mengurangi akibat buruk pengendalian kimia, pengendalian hayati diperlukan untuk menghambat pertumbuhan dan pengendalian penyakit akibat jamur patogen tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui viabilitas isolat bakteri kitinolitik dalam beberapa media pembawa untuk mengetahui kemampuan isolat bakteri kitinolitik pada berbagai media pembawa dalam mengendalikan penyakit rebah kecambah
yang disebabkan oleh F. oxysporum dan S. rolfsii pada tanaman cabai merah.
Metode yang digunakan dalam mengukur viabilitas dan kemampuan bakteri dala media tumbuh dengan melakukan pengenceran seri dan melakukan penghitungan jumlah koloni bakteri pada media MGMK setelah penyimpanan media pembawa selama 1 bulan, 2 bulan dan 3 bulan. Penghambatan serangan jamur patogen pada benih cabai dihitung dari jumlah benih yang tumbuh. Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah tanaman yang terserang jamur patogen, tinggi tanaman, jumlah daun, dan berat kering kecambah
setelah persemaian 30 hari.Viabilitas bakteri dilihat dari masa simpan bakteri
dalam media pembawa selama 90 hari. Viabilitas bakteri yang paling tinggi
terdapat pada media pembawa gambut yang diinokulasi bakteri Bacillus sp.
BK17 dan diikuti oleh NR09. Viabilitas bakteri hidup dalam media tumbuh terdapat pada SGN yaitu media pembawa gambut dengan penginokulasian bakteri NR09. Pertumbuhan bibit cabai yang paling tinggi terdapat pada media pembawa gambut dan kompos janjang sawit dengan penambahan koloidal
kitin 2% dengan inokulum bakteri Bacillus sp. BK17 dan NR09 dengan
persentase pertumbuhan 99,4%. Penghambatan serangan jamur patogen yang paling tinggi terdapat pada SGKB dengan persentase serangan hanya 16,5%. Berat kering tanaman yang paling tinggi terdapat pada GKN dengan berat 0,034 g. Tinggi tanaman yang paling tinggi terdapat pada JKN dengan tinggi tanaman mencapai 23,4 cm dan jumlah daun yang paling banyak terdapat pada SGN dengan jumlah daun 5,5 helai/tanaman. Bakteri kitinolitik memiliki viabilitas yang baik pada media pembawa selama masa simpan 90 hari dan
mampu menghambat serangan jamur patogen S. rolfsii dan F. oxysporum pada
persemaian bibit cabai selama 30 hari.
Kata kunci: Bacillus sp., Fusarium oxysporum, Sclerotium rolfsii, gambut,
VIABILITY AND ABILITY OF CHITINOLYTIC BACTERIA NR09 AND
Bacillussp. BK17 ON SEVERAL CARRIER MEDIA TO INHIBIT GROWTH OF Sclerotium rolfsii AND Fusarium oxysporum
OF CHILLI SEEDS (Capsicum annuumL.)
ABSTRAK
Fusarium oxysporum dan Sclerotium rolfsii has been known as causal agents of seedling-off of chilli. To control the disease biological control has been used as an alternative to replace chemical control. This study was aimed to know viability and ability of chitinolityc bacteria in several carrier media in
controling seedling-off caused by F. oxysporum and S. rolfsii of chilli.
Bacterial viability was measured as colony number growth after 1, 2, and 3 months of storage in minimum salt medium with chitin colloidal as sole C source. Seedling-off control was measured as number of seedling growth, height, leaf number, and dry weight after 30-days of growth. The result showed that bacterial viability was higher in peat. However in growing media inoculating with fungus conidia NR09 in peat grew more. Seedling growth was higher in peat and palm bunch compost added with 2% of chitin colloidal with 99.4% of seedling growth. Disease intensity was reduced more in
seedling growing in peat added with 2% of chitin colloidal of Bacillus sp.
BK17 inoculated with S. rolfsii conidia in growing medium. Higher seedling
height of 23.4 cm, leaf number of 5.5, and dry weight of 0.034 g were observed in palm bunch compost added with 2% of chitin colloidal of NR09,
in peat of NR09 inoculated with conidia of S. rolfsii in growing media, and
peat added with 2% of chitin colloidal of NR09, respectively. It seemed that chitinolytic bacteria in carrier media were still viable after 90 days of storage and still capable of reducing seeddling-off after 30 days of storage.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Cabai Merah (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang
memiliki nilai ekonomis cukup tinggi. Kebutuhan cabai terus meningkat setiap
tahun sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan berkembangnya
industri yang membutuhkan bahan baku cabai. Tanaman ini merupakan tanaman
perdu yang buahnya memiliki rasa pedas karena kandungan capsaicin.
Kandungan gizi yang terdapat dalam cabai adalah kalori, protein, lemak, kalsium,
vitamin A, B1 dan vitamin C. Produksi cabai di Indonesia dari tahun 2008 hingga
saat ini mencapai 1.311 juta ton, terdiri dari jenis cabai merah besar 798,32 ribu
ton (60,90%) dan cabai rawit 512,67 ribu ton (39,10%). Usaha tani cabai dapat
menjanjikan keuntungan yang menarik namun harus diikuti dengan keterampilan
dalam penerapan pengetahuan dan teknik budaya cabai serta modal yang cukup
memadai. Hal ini sangat diperlukan mengingat banyaknya penyakit yang dapat
menyerang pertumbuhan cabai. Untuk menjaga kualitas buah, cabai yang
terinfeksi penyakit harus dipisahkan dari cabai yang sehat agar tidak terjadi
penularan (Piay et al. 2010).
Terdapat beberapa penyakit yang sering menyerang tanaman cabai
seperti virus yaitu cucumber mosaic virus (CMV) (Cucumovirus), chili veinal
mottle virus (ChiVMV) (Potyvirus), potato virus (Potyvirus), dan tomato mosaic
virus (Tobamovirus) (Bastian, 2008), maupun jamur seperti Sclerotium rolfsii dan
Fusarium sp. (Nugraheni, 2009). Fusarium merupakan patogen tular tanah yang
termasuk parasit lemah yang menginfeksi melalui luka dan dapat bertahan dalam
waktu yang lama. Patogen ini menginfeksi bagian akar atau pangkal batang
tanaman yang sulit dikendalikan karena memiliki kisaran inang yang luas dengan
gejala awal yang sulit diidentifikasi, akibatnya penyakit ini sering diketahui ketika
serangan sudah lanjut (Djaenuddin, 2011). Dari hasil penelitian yang telah
2012), tanaman tomat (Hariprasad et al. 2011), tanaman jahe dan pisang (Ferniah
et al. 2008), tanaman cabai merah (Nugraheni, 2009, Indarwan et al. 2011).
Selain Fusarium jamur patogen lain yang juga meginfeksi tanaman
adalah Sclerotium. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk melihat
pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman seperti karakteristik isolat jamur S.
rolfsii dari tanaman kacang tanah (Magenda et al. 2011), penyakit kedelai dan
efektivitas jamur antagonis terhadap S. rolfsii (Hardaningsih, 2011), studi
pengaruh aplikasi berbagai konsentrasi S. rolfsii terhadap penurunan hasil pada
kacang tanah (Asniwita et al. 2009), karakteristik fisiologis isolat Sclerotium sp.
asal tanaman sambiloto (Hartati et al. 2008), penyakit tular tanah (S. rolfsii dan R.
solani) pada tanaman kacang-kacangan dan umbi-umbian serta cara
pengendaliannya (Sumartini, 2011). Laporan pertama S. rolfsii ditemukan pada
penyebab akar membusuk secara tidak normal pada umbi kentang di Tunisia
(Remadi et al. 2007), dan pengendalian penyakit busuk batang (S. rolfsii) kacang
tanah menggunakan Rhizobium dan Trichoderma harzianum (ITCC - 4572)
(Ganesan et al. 2007), penghambatan serangan S. rolfsii penyebab rebah
kecambah pada kedelai dengan bakteri kitinolitik (Malinda et al. 2013).
Pengendalian jamur patogen dengan menggunakan fungisida dapat
mengakibatkan efek negatif seperti resistensi jamur serta pencemaran lingkungan.
Isolat bakteri kitinolitik merupakan salah satu pengendali hayati yang efektif dan
ramah lingkungan dalam mengendalikan berbagai macam jamur dan bakteri
patogen. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang telah dilakukan seperti
pemanfaatan bakteri kitinolitik dalam menghambat pertumbuhan jamur patogen
asal kokon (Novitasari, 2013), penghambatan layu Fusarium pada tanaman cabai
dengan menggunakan bakteri kitinolitik (Indarwan et al., 2011), potensi isolat
bakteri kitinolitik untuk pengendalian hayati jamur (Suryanto et al. 2006).
Interaksi jamur patogen F. oxysporum dengan bakteri kitinolitik rizosfer tanaman
jahe dan pisang (Ferniah et al. 2011), isolasi dan karakterisasi rizobakteri
kitinolitik pada tomat (Hariprasad et al. 2011), pemanfaatan bakteri kitinolitik
dalam menghambat pertumbuhan Curvularia sp. penyebab penyakit bercak daun
telah diteliti diantaranya penghambatan pertumbuhan R. solani penyebab rebah
kecambah pada kentang varietas granola (Novina et al. 2012), dan pengendalian
Aspergillus niger penyebab penyakit busuk pangkal akar pada tanaman kacang
tanah (Ayu et al. 2012).
Dalam menyiapkan agen pengendali hayati, aspek yang perlu
diperhatikan adalah daya simpan agen pengendali dan viabilitasnya dalam matriks
penyimpanan dalam waktu yang lama. Teknologi alternatif lain yang sering
digunakan hingga saat ini seperti pelapisan atau pencelupan biji tanaman dengan
bakteri pengendali. Pada penelitian ini dilakukan penelitian tentang kemampuan
isolat bakteri kitinolitik pada beberapa media pembawa yang murah dan tersedia
seperti tanah gambut, kompos janjang sawit, campuran tanah gambut dengan
koloidal kitin, dan campuran kompos janjang sawit dengan koloidal kitin untuk
menyimpan sel bakteri kitinolitik yang diharapkan mampu menghambat
pertumbuhan F. oxysporum dan S. rolfsii yang menyerang tanaman cabai.
1.2Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini ialah:
1. Bagaimana viabilitas bakteri kitinolitik NR09 dan Bacillus sp. BK17 pada
berbagai media pembawa?
2. Bagaimana kemampuan isolat bakteri kitinolitik NR09 dan Bacillus sp. BK17
pada media pembawa dalam menghambat pertumbuhan jamur patogen F.
oxysporum dan S. rolfsii penyebab rebah kecambah pada cabai?
1.3Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui viabilitas isolat bakteri kitinolitik pada berbagai media
pembawa.
2. Untuk mengetahui kemampuan isolat bakteri kitinolitik pada berbagai media
pembawa dalam mengendalikan penyakit rebah kecambah yang disebabkan
1.4Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini ialah:
1. Memberikan informasi tentang viabilitas isolat bakteri kitinolitik dalam
berbagai media pembawa.
2. Memberikan informasi tentang kemampuan isolat bakteri kitinolitik pada
berbagai media pembawa dalam mengendalikan penyakit rebah kecambah
pada tanaman cabai merah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.)
Tanaman cabai merupakan salah satu komoditas holtikultura yang
banyak digemari masyarakat. Salah satu spesies cabai yang banyak
dibududayakan adalah cabai merah. Selain dapat dikonsumsi segar, cabai dapat
dikonsumsi kering sebagai bumbu masakan dan juga sebagai bahan baku industri
(Piay et al. 2010).
Alur penyebaran cabai diawali dari manusia primitif di Amerika,
diketahui dari data-data sejarah. Bagi orang-orang Indian, cabai merupakan jenis
tumbuhan yang sangat dihargai dan menempati urutan kedua setelah jagung dan
ubi kayu. Selain itu cabai juga mempunyai peranan penting dalam upacara
keagamaan dan kultur budaya orang-orang Indian. Proses domestikasinya sendiri
diwujudkan dalam bentuk adanya perubahan-perubahan terutama pada tipe buah
misalnya bentuk liarnya berukuran kecil, posisinya tegak, bila sudah berwarna
merah mudah luruh, berubah menjadi buah yang berukuran besar, seringkali
posisinya menggantung, tidak mudah luruh serta mempunyai variasi warna merah
pada buahnya (Djarwaningsih, 2005).
Pertumbuhan dan perkembangan cabai dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Barus (2006) diketahui bahwa
perlakuan penggunaan mulsa memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap
tinggi tanaman, produksi per tanaman serta produksi per hektar. Mulsa dapat
meningkatkan proses fotosintesis tanaman dan dapat mempertahankan kesuburan
tanah sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman. Mulsa
dapat menekan laju evaporasi sehingga kandungan air tanah cukup bagi
pertumbuhan tanaman.
Pada umumnya penyakit yang sering menyerang tanaman cabai merah
disebabkan oleh jamur patogen, terutama disebabkan oleh lahan yang selalu
penyakit penting yang sering menyerang tanaman cabai merah rebah kecambah
akibat F.oxysporum dan S. rolfsii.
Gambar 2.1 Penyakit rebah kecambah pada cabai (Tanijogonegoro, 2013)
2.2 Bakteri Kitinolitik
Bakteri kitinolitik merupakan kelompok bakteri penghasil kitinase yang
dapat mendegradasi senyawa kitin. Mikroorganisme ini dapat diperoleh dari
berbagai sumber seperti rizosfer, filosfer, tanah atau dari lingkungan air seperti
laut, danau, kolam atau limbah udang dan sebagainya. Selain lingkungan
mesofil, mikroorganisme kitinolitik juga telah berhasil diisolasi dari lingkungan
termofilik seperti sumber air panas, daerah geotermal dan lain-lain (Herdyastuti et
al. 2009).
Berbagai laporan menyebutkan bahwa bakteri kitinolitik sangat potensial
digunakan dalam bidang pertanian sebagai agen biokontrol yang efektif terhadap
sejumlah kapang fitopatogenik. Hasil uji antagonisme yang dilakukan oleh
Ferniah et al. (2008), menunjukkan interaksi antara jamur F. oxysporum dengan
bakteri kitinolitik. Hal ini disebabkan oleh adanya bakteri kitinolitik pada media
yang mampu menghasilkan enzim kitinase yang dapat menghambat dan
mengganggu proses pertumbuhan jamur F. oxysporum. Pertumbuhan miselium
yang cenderung serong ke atas (menjauhi media) merupakan mekanisme
pertahanan diri untuk menghindari bakteri kitinolitik dan untuk mencari oksigen
merusak komponen struktural kapang. Adanya enzim hidrolitik, misalnya
kitinase pada bakteri kitinolitik, mampu mendegradasi kitin penyusun dinding sel
kapang (Ferniah et al. 2008).
Singh et al. (1999) menunjukkan bahwa kitinase dari Streptomyces
mampu melisiskan dinding sel dan menghambat pertumbuhan F. oxysporum.
Jamur F. oxysporum yang menyerang tanaman penyebab busuk rimpang yang
ditandai dengan layu dan menguningnya daun serta berujung pada kematian
tanaman sebelum panen. Bakteri kitinolitik juga telah diketahui dapat
menghambat pertumbuhan dan menghambat serangan jamur patogen S. rolfsii
penyebab rebah kecambah. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan tinggi tanaman
dan jumlah daun tanaman kedelai yang terserang oleh S. rolfsii dan yang diberi
perlakuan inokulum bakteri kitinolitik (Malinda et al. 2013). Hardaningsih (2011)
juga melaporkan enam isolat Trichoderma telah diuji daya hambatnya terhadap S.
rolfsii dengan zona hambat antara 32,1-70%.
Dari beberapa penelitian yang yang telah dilakukan selain bakteri
kitinolitik pada pengendalian secara hayati, beberapa mikroorganisme seperti
cendawan T. harzianum (Tindaon 2008), P. flourescens (Rismawan, 2011), B.
subtilis, G. virens, Penicillium spp. (Ferreira & Boley, 2006), dan S. nigrifaciens
(Reddy, 2010) juga dapat digunakan sebagai pengendali patogen S. rolfsii. Selain
itu Widyanti (2012) mengemukakan isolat aktinomiset memiliki potensi sebagai
agen pengendalian hayati terhadap S. rolfsii dengan nilai penghambatan sebesar
91.73% pada inkubasi minggu ketiga. Streptomyces sp. dan jamur mikoriza
arbuskula digunakan sebagai pengendali hayati pada tanaman kedelai
(Sastrahidayat et al. 2009).
Bakteri kitinolitik juga memiliki kemampuan dalam menghambat
pertumbuhan Curvularia sp. penyebab penyakit bercak daun pada tanaman
mentimun hingga mencapai 43,75% (Hanif et al. 2012), bakteri kitinolitik
berpotensi dalam menghambat pertumbuhan R. solani penyebab rebah kecambah
pada kentang varietas granola hingga mencapai 37,5% (Novina et al. 2012),
busuk pangkal akar pada tanaman kacang tanah hingga mencapai 58,82% (Ayu et
al. 2012).
2.3 Fusarium
Fusarium merupakan jamur patogen penyebab penyakit layu Fusarium
pada tanaman termasuk pada tanaman cabai. Jamur Fusarium dapat berada pada
lahan dalam waktu yang lama melalui benih yang terkontaminasi atau tanaman
yang terinfeksi. Ketika terkontaminasi, jamur dapat hidup bertahun-tahun. Gejala
yang tampak pada penyakit ini adalah tepi daun bawah berwarna kuning tua,
dimulai dari tepi daun bagian pangkal. Daun bergejala kemudian menjadi coklat
dan mengering dan akhirnya seluruh tanaman mati. Secara internal, tanaman
dengan infeksi yang berlanjut memperlihatkan perubahan warna pada rizoma dan
nekrosis pada xilem. F. oxysporum memiliki bentuk konidium lonjong atau agak
memanjang, mikrokonidium bersel satu atau dua, tanpa warna (Soesanto et al.
2012).
Gambar 2.2. a. Penyakit Layu Fusarium pada tanaman Cabai Merah dan b.
Nekrosis pada xylem (Suwandi, 2009).
Gejala serangan yang dialami, daun yang terserang mengalami kelayuan
mulai dari bagian bawah, menguning dan menjalar ke atas ke ranting muda. Bila
infeksi berkembang tanaman menjadi layu. Warna jaringan akar dan batang
menjadi coklat. Tempat luka infeksi tertutup hifa putih seperti kapas. Bila
masih dapat menghasilkan buah. Namun bila serangan sudah sampai pada batang,
maka buah kecil akan gugur (Suwandi, 2009).
Fusarium merupakan salah satu jamur patogen tanaman yang sulit
dikendalikan (Singh et al. 1999). Jamur ini merupakan patogen tanaman yang
penting secara ekonomi karena dapat menyebabkan busuk dan layu pada akar,
batang maupun kecambah pada lebih dari 100 jenis tanaman. Genus ini terdiri
atas berbagai spesies, seperti F. oxysporum, F. affine, F. culmorum, F. dimerum,
F. ginearum, F. moniliforme, F. radicicola, F. roseu dan F. solani.
2.4 Sclerotium
Sclerotium sp. merupakan salah satu jamur patogen yang mempunyai
kisaran inang yang luas. Namun serangan Sclerotium sp. dilaporkan serius hanya
pada beberapa jenis tanaman saja. Sclerotium sp. merupakan jamur tular tanah
yang dapat bertahan lama dalam bentuk sclerotia di dalam tanah, pupuk kandang,
dan sisa-sisa tanaman sakit. Disamping itu jamur tersebut dapat menyebar melalui
air irigasi dan benih. Pada lahan yang ditanami secara terus menerus dengan
tanaman inang dari Sclerotium sp. akan beresiko tinggi terserang oleh
Sclerotium sp. yang dapat berakibat turunnya produksi (Timper et al. 2001).
Gambar 2.3. (A) Gejala penyakit busuk leher akar dan (B) karakteristik morfologi
miselium jamur S. rolfsii miselium pada permukaan batang tanaman
(Sukamto et al. 2013).
Penyakit busuk leher akar ini disebabkan oleh jamur S. rolfsii. Pada
tanaman terlihat gejala layu dan pada pangkal batangnya terlihat luka berwarna
coklat lembut. Pada luka tersebut tumbuh jamur berbentuk butiran kecil-kecil
lonjong atau bulat yang berwarna putih, selanjutnya butiran akan berubah warna
menjadi coklat. Pada akhirnya tanaman akan layu dan mati. Akar merupakan
bagian yang sangat penting bagi pertumbuhan suatu tanaman terutama untuk
penyerapan unsur-unsur hara yang dibutuhkan tanaman, oleh sebab itu upaya
perlindungan sangat dibutuhkan sejak awal. Sehat tidaknya akar akan
mempengaruhi tingkat produksi tanaman itu sendiri.
Gejala yang ditimbulkan oleh jamur patogen seperti S.rolfsii yang diuji
pada kecambah wijen menunjukkan gejala layu yang diikuti kematian kecambah.
Ciri khas serangan S. rolfsii adalah adanya miselia berwarna putih kapas di
sekitar luka (Yulianti et al. 2001). Brooke dan Mark (2003) menyatakan bahwa
lingkungan yang mendukung ketahanan hidup S. rolfsii selain aerasi, suhu, dan
kelembapan tanah juga adanya bahan organik. Selain itu keberadaan asam fenolat
di dalam tanah diperlukan oleh S. rolfsii untuk pertahanan diri dari serangan
mikroorganisme lain didalam tanah dimana asam fenolat ini diproduksi oleh S.
rolfsii jika memperoleh nutrisi yang cukup (Sarma dan Singh, 2002).
Penghambatan yang dilakukan oleh isolat bakteri kitinolitik mengakibatkan
terbentuknya pertumbuhan abnormal pada hifa S. rolfsii, hal ini akibat aktivitas
antagonis bakteri tersebut (Malinda et al. 2013)
2.5 Media Pembawa
Bahan pembawa atau carrier merupakan bahan tempat membawa
sel hidup atau mikroba tertentu yang diinokulasikan di dalamnya dengan tujuan
agar tetap hidup selama jangka waktu tertentu. Pupuk hayati merupakan pupuk
yang telah diinokulasikan dengan mikroba hidup yang kemudian akan membantu
tanaman dalam menyediakan unsur hara tertentu yang diperlukan. Itu sebabnya
pupuk hayati disebut juga sebagai pupuk mikrob atau sebagai media pembawa
inokulan. Bahan pembawa perlu disterilisasi untuk menghindari adanya
pertumbuhan mikrob indigenus (Putri, 2011).
Gambut merupakan bahan pembawa yang banyak digunakan untuk
terletak dibelakang tanggul sungai, sehingga lahan ini selalu tergenang air dan
tanah yang terbentuk merupakan tanah yang belum berkembang (Noviana et al.
2009). Tanah gambut di Indonesia memiliki kisaran pH 2,8-4,5, kadar bahan
organik dan nitrogen yang tinggi disebabkan tanah gambut berasal dari sisa-sisa
tumbuhan. Dengan perbandingan C/N yang tinggi, apabila tanah gambut
direklamasi maka sebagian besar unsur N akan diambil oleh jasad renik sebagai
sumber energi dalam proses pelapukan bahan organik sehingga ketersediaan hara
bagi tanaman akan berkurang (Murayama dan Abu bakar, 1996). Pemanfaatan
tanah gambut sebagai medium pembawa memiliki beberapa kelebihan seperti
memiliki kapasitas memegang kelembaban yang tinggi dan kandungan materi
organik yang tinggi yang sangat penting untuk kehidupan naungan kultur bakteri
yang lebih baik (Situmorang, 2008).
Terdapat beberapa kendala yang sering dijumpai pada tanah gambut
seperti (1) tanah yang memiliki pH asam yang berasal dari senyawa organik
selama pelapukan sehingga dapat meracuni tanaman, terutama senyawa fenol; (2)
kandungan hara mikro dan makro yang rendah; (3) kejenuhan basa yang rendah
sehingga kation Ca, Mg dan K sulit tersedia bagi tanaman. Beberapa upaya yang
dilakukan untuk memperbaiki kesuburan tanah gambut melalui pemupukan,
pengapuran, penambahan abu (serbuk gergaji atau abu vulkan), pencampuran
dengan bahan mineral seperti lumpur laut. Pengapuran dapat memperbaiki
kesuburan tanah gambut dengan mengurangi tingkat keasaman tanah dan
meningkatkan kandungan kation basa yaitu Ca dan Mg (Nurhayati, 2008). Kapur
banyak mengandung unsur Ca tetapi pemberian kapur kedalam tanah bukan hanya
karena tanah kekurangan uncur Ca tetapi karena tanah terlalu asam. Bentuk kapur
ini biasanya seperti tepung halus.
Beberapa keuntungan penambahan kapur pada tanah masam antara lain:
1. Struktur tanahnya menjadi baik dan kehidupan mikroorganisme dalam tanah
menjadi lebih giat. Akibatnya daya melapuk bahan organik menjadi humus
berjalan lebih cepat
2. Kelarutan zat-zat yang sifatnya meracuni tanaman menjadi menurun dan
3. Ditempat yang diberi kapur akan lebih leluasa ditanami berbagai jenis
tanaman (Lingga dan Marsono, 1999)
Bahan lain yang digunakan sebagai media pembawa dalam penelitian ini
adalah kompos janjang sawit. Kompos janjang sawit merupakan kompos yang
diolah dari tandan kosong kelapa sawit yang dicacah kemudian disiram dengan
limbah kelapa sawit cair dan dibiarkan untuk beberapa waktu. Proses
pengomposannya sendiri bersifat aerobik dan tanpa memerlukan mikroorganisme
tambahan dari luar. Kompos yang telah diolah mengandung berbagai nutrisi
penting yang dibutuhkan tanaman (Situmorang, 2008). Pemanfaatan kompos
tersebut sebagai media pembawa diharapkan dapat meningkatkan daya hidup
bakteri Bacillus sp. BK17 dan NR09 sekaligus dapat meningkatkan fungsi
kompos janjang sawit sebagai pupuk hayati. Kandungan utama dalam kompos
janjang sawit adalah bahan organik yang mampu memperbaiki kondisi tanah,
memiliki unsur nitrogen, fosfor, kalium, kalsium dan magnesium (Lingga, 1993).
Beberapa keuntungan sifat kompos janjang sawit antara lain:
1. Memperbaiki struktur tanah berlempung sehingga menjadi ringan
2. Memperbesar daya ikat tanah berpasir sehingga tanah tidak berderai
3. Menambah daya ikat air pada tanah
4. Memperbaiki draenase dan tata udara dalam tanah
5. Mempertinggi daya ikat tanah terhadap zat hara
6. Mengandung hara yang lengkap walaupun dengan jumlah yang sedikit
7. Membantu pelapukan bahan mineral
8. Memberi ketersediaan bahan makanan bagi mikroba
9. Menurunkan aktifitas mikroorganisme yang merugikan
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Lokasi
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2013 sampai dengan
Maret 2014 di Laboratorium Mikrobiologi dan Laboratorium Sentral, Departemen
Biologi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera
Utara dan di Laboratorium Balai Penyidikan Dan Penelitian Veteriner Medan.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah 2 jenis isolat
bakteri kitinolitik Bacillus sp. BK17 koleksi Laboratorium Mikrobiologi FMIPA
USU dan NR09 hasil isolasi dari kulit udang (Batubara, 2013), 2 jenis jamur
patogen yaitu F. oxysporum dan S. rolfsii koleksi Laboratorium Mikrobiologi
FMIPA USU, 4 jenis media pembawa berupa tanah gambut (G), kompos janjang
sawit (JS), campuran JS + 2% koloidal kitin, campuran G + 2% koloidal kitin, dan
bibit cabai (Capsicum annuum L.) komersil, CaCO3
Alat-alat yang digunakan adalah nampan plastik, petridisk, tabung reaksi,
erlenmeyer, inkubator, jarum ose, bunsen, gelas beaker, pipet mikro, gelas ukur,
spatula, pipet volum, propipet, kertas saring, corong, hot plate, vorteks, pinset,
stirer, jangka sorong, autoklave, shaker water bath, oven, timbangan analitik,
sentrifugasi, spektrofotometer, gunting, aluminium foil, plastic wrap.
10% (Larasati et al., 2012).
Media pertumbuhan yang diperlukan untuk perkembangbiakan mikroba adalah
media potato dextrose agar (PDA), nutrient broth (NB), nutrient agar (NA) dan
glucose yeast broth (GYB), Medium garam minimum + 2% molase (MGMM),
media garam minimum + 20 ml koloidal kitin (MGMK), larutan Mc Farland,
3.3 Persiapan Media Pembawa
Media pembawa yang digunakan adalah gambut dan kompos janjang
sawit. Tanah gambut yang digunakan diukur pH nya. Untuk meningkatkan pH
dilakukan dengan penambahan CaCO3
Media yang digunakan untuk perbanyakan sel adalah molase-sodium
nitrat yang dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang berisi media garam minimum,
kemudian dikocok. Sumber karbon yang digunakan adalah molase 2% dan
sumber nitrogen adalah sodium nitrat 0,3% (Nasrah et al. 2012) pH disesuaikan
menjadi 6,5-7. Media dipanaskan di atas penangas dan disterilkan dengan otoklaf. 10% sehingga diperoleh media pembawa
gambut dengan pH sekitar 7-7,4 (Larasati et al., 2012). Tanah gambut dan tanah
gambut yang ditambahkan dengan koloidal kitin 2%, kompos janjang sawit dan
kompos janjang sawit dengan penambahan koloidal kitin 2% kemudian di
strerilisasi dengan otoklaf selama 15 menit.
Isolat bakteri kitinolitik Bacillus sp. BK17 dan NR09 yang telah
disubkultur dimasukkan dalam media garam minimum molase-sodium nitrat
(MGMM) cair sebanyak 100 ml dan kemudian diinkubasi selama ± 2 hari untuk
Bacillus sp. BK17 (Nasrah et al. 2012) dan 1 hari untuk NR09 (Batubara, 2013)
sehingga diperoleh suspensi bakteri dengan kerapatan sel ≈ 108
Kombinasi media pembawa bakteri NR09 dan Bacillus sp. BK17 sebagai
berikut:
sel/ml. Kultur
bakteri yang telah diinkubasi kemudian dicampurkan dengan 500 g pada
masing-masing media pembawa dan disimpan dalam suhu ruang selama 1 bulan, 2 bulan
dan 3 bulan. Setelah penyimpanan selama 1 bulan, 2 bulan dan 3 bulan diambil
sebanyak 10 g kemudian dicampur dengan media tumbuh cabai lalu ditanami 20
biji bibit cabai merah.
7. JKB : Kompos Janjang Sawit + Koloidal Kitin 2% + Bacillus sp. BK17
8. JKN : Kompos Janjang Sawit + Koloidal Kitin 2% + NR09
Kombinasi media pembawa bakteri NR09 dan Bacillus sp. BK17 pada
Penginokulasin jamur S. Rolfsii sebagai berikut:
1. SGB : S. Rolfsii + Gambut + Bacillus sp. BK17
Kombinasi pembawa bakteri NR09 dan Bacillus sp. BK17 Pada
Penginokulasian Jamur F. oxysporum sebagai berikut:
1. FGB : F. oxysporum + Gambut + Bacillus sp. BK17
Kontrol (-) : Media tumbuh saja tanpa penginokulasin jamur patogen ataupun
3.4Perhitungan Jumlah Sel Bakteri Dalam Media Pembawa
Media pembawa yang telah dicampurkan dengan kultur bakteri
kitinolitik diambil sebanyak 1 g kemudian dibuat pengenceran seri. Jumlah sel
yang hidup dihitung dengan menyebarkan 1 ml hasil pengenceran kedalam media
MGMK. Penghitungan ini dilakukan pada 0 hari, 30 hari, 60 hari dan 90 hari.
Setelah media pembawa disiapkan, diambil 10 g dan dicampurkan dengan cara
diaduk dengan media tumbuh secara merata, lalu diambil 1 g kembali untuk
dihitung jumlah sel bakteri yang hidup pada media tumbuh tersebut. Data jumlah
sel (cfu/g) ditampilkan dalam bentuk nilai logaritma.
3.5Penghambatan Serangan Jamur Patogen pada Benih Cabai
Biakan jamur patogen F. oxysporum dan S. rolfsii yang sudah
diremajakan di cawan petri diinokulasikan pada 80 ml media GYB dalam labu
erlenmeyer 200 ml, kultur diinkubasi selama 7 hari pada suhu kamar (Nasrah et
al. 2012). Setelah jamur patogen berumur 7 hari, kultur dicampur dengan 4 kg
media tumbuh campuran tanah dan kompos steril (3:1) dalam nampan plastik
berukuran 30 cm x 38 cm x 7 cm. Sebanyak 10 g media pembawa yang telah
diinokulasikan bakteri kitinolitik dicampurkan pada media tumbuh secara merata.
Sebanyak 20 benih cabai ditanam ke dalam tiap nampan. Pengamatan dilakukan
selama 30 hari.
Parameter yang diamati adalah tanaman yang terserang jamur patogen,
tinggi tanaman, jumlah daun, dan berat kering kecambah selama persemaian 30
hari. Persentase tanaman yang terserang jamur patogen dilakukan dengan cara
menjumlahkan tanaman yang rebah, abnormal dan tidak tumbuh dibagi jumlah
tanaman yang tumbuh normal dikali 100%. Perhitungan tinggi tanaman dilakukan
dengan mengukur tinggi tanaman mulai dari ujung akar sampai ujung batang
kecambah, perhitungan jumlah daun dilakukan dengan menghitung jumlah helai
daun yang tumbuh pada tiap kecambah. Untuk berat keringnya dihitung setelah
berat basah nya ditimbang kemudian dimasukkan kedalam oven dengan suhu 100
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Viabilitas Bakteri NR09 dan Bacillus sp. BK17 Pada Berbagai Media
Pembawa
Penelitian ini menggunakan media pembawa tanah gambut, tanah gambut
dengan penambahan koloidal kitin 2%, kompos janjang sawit dan kompos janjang
sawit dengan penambahan koloidal kitin 2%. Uji kemampuan hidup mikroba
didasarkan pada daya viabilitas dan jumlah koloni populasi bakteri dalam media
pembawa. Penentuan daya viabilitas bakteri pada media pembawa dilakukan
dengan menghitung jumlah sel yang hidup dalam media MGMK. Berdasarkan
hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan adanya perubahan jumlah
populasi akibat pertumbuhan maupun kematian sel yang dapat dilihat dari masa
simpan media pembawa selama 4 tahap (90 hari) yang terlihat meningkat
(Gambar 4.1.1).
Gambar 4.1 Histogram kepadatan populasi bakteri NR09 dan Bacillus sp. BK17
Pada media pembawa gambut Bacillus sp. BK17 mengalami
pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan NR09. Dari hari ke-0 sampai
hari ke-90 masa simpan, Bacillus sp. BK17 mengalami pertumbuhan yang lebih
pesat dengan jumlah sel bakteri 9,80 dibandingkan dengan NR09 dengan jumlah
sel bakteri 9,76. Jika dibandingkan dengan media pembawa gambut yang
ditambahkan dengan koloidal kitin 2% terlihat pertumbuhan NR09 lebih tinggi
dibandingkan dengan Bacillus sp. BK17. Pada hari ke-0 sampai hari ke-90, NR09
mengalami pertumbuhan yang lebih pesat dengan jumlah sel bakteri 9,70 daripada
Bacillus sp. BK17 dengan jumlah sel bakteri 9,60. Dari pengamatan tersebut dapat
diasumsikan penambahan koloidal kitin 2% pada tanah gambut mempengaruhi
pertumbuhan NR09 dan tidak mempengaruhi pertumbuhan bakteri Bacillus sp.
BK17. Isolat NR09 merupakan isolat yang berasal dari limbah kulit udang
(Batubara, 2013).
Dari masa simpan media pembawa yang menggunakan kompos janjang
sawit dapat diketahui pertumbuhan bakteri NR09 dan Bacillus sp. BK17
mengalami pertumbuhan yang meningkat. Dari hari ke-0 sampai hari ke-90
Bacillus sp. BK17 mengalami pertumbuhan yang lebih pesat dengan jumlah sel
bakteri 9,62 daripada NR09 dengan jumlah sel bakteri 9,56. Jika dibandingkan
dengan media pembawa kompos janjang sawit yang ditambahkan dengan kitin
2%, Bacillus sp. BK17 dan NR09 mengalami pertumbuhan yang lebih rendah
pada hari ke-90. NR09 mengalami pertumbuhan dengan jumlah sel bakteri 9,60
sedangkan Bacillus sp.BK17 mengalami pertumbuhan dengan jumlah sel bakteri
9,50.
Berdasarkan masa simpan media pembawa antara gambut dengan
kompos janjang sawit dapat diketahui pertumbuhan bakteri yang lebih tinggi
dimiliki oleh bakteri Bacillus sp. BK17 pada media pembawa gambut dengan
jumlah sel bakteri 9,80, diikuti dengan jumlah bakteri yang sama pada media
pembawa kompos janjang sawit dengan jumlah sel bakteri 9,62. Viabilitas dan
stabilisasi populasi pada bahan pembawa gambut dan kompos janjang sawit tinggi
Viabilitas bakteri pada bahan pembawa gambut dipengaruhi oleh bahan
organik berupa partikel mudah larut seperti karbohidrat, protein, dan asam organik
yang terdapat pada gambut. Bahan-bahan ini merupakan sumber karbon dan
energi utama bagi aktifitas metabolisme mikroorganisme dalam gambut. Selain itu
viabilitas bakteri yang baik dan stabil ditentukan pula oleh kemampuan media
pembawa mempertahankan kandungan air, pH yang netral serta kemampuan
bakteri untuk memanfaatkan sumber karbon dan sumber energi yang ada pada
media pembawa serta strategi bertahan bakteri dengan menggunakan mekanisme
efisiensi yang dimiliki oleh bakteri itu sendiri (Jasinski, 2000).
Ambak dan Melling (2000) menyatakan tanah gambut merupakan bahan
pembawa yang umum digunakan sebagai media pembawa mikroba pada
pembuatan pupuk hayati karena mengandung serasah organik yang tinggi. Hal ini
memungkinkan tersedianya nutrisi yang diperlukan dalam pertumbuhan mikroba.
Tanah gambut mempunyai porositas yang tinggi (75-95%) sehingga mudah
menyimpan air. Penambahan inokulum yang berupa kultur cair ke dalam media
pembawa gambut menyebabkan antar partikel tanah gambut saling berikatan dan
mengikat cairan inokulum membentuk suatu partikel berukuran lebih besar
sehingga tercipta rongga-rongga udara dalam botol sampel yang baik untuk aerasi
bakteri sehingga proses metabolisme bakteri berjalan dengan lancar. Apabila
proses ini berjalan optimal dengan adanya faktor pendukung pertumbuhan
mikroba dapat bertahan hidup atau bahkan tumbuh dengan baik pada media
pembawa gambut.
Menurut penelitian Handayani (2009), bahan pembawa gambut mampu
mempertahankan viabilitas Bradyrhizobium japonicum pada penyimpanan suhu
100C. Hidayati (2009) juga menyatakan bahwa viabilitas mikrob (Bacillus sp.,
Pseudomonas sp., Azospirillum sp., dan Azotobacter sp.) dalam bahan pembawa
gambut mampu dipertahankan hingga masa penyimpanan 6 bulan. Gambut
banyak digunakan sebagai bahan pembawa karena memiliki beberapa sifat yaitu
tidak menimbulkan racun pada bakteri yang diinokulasikan, mudah diaplikasikan,
memiliki kapasitas penyerapan air yang baik, memiliki tekstur material yang tidak
terhadap biji, dan memiliki kapasitas penyangga pH yang baik (Danapriatna et al.,
2011). Viabilitas bakteri dalam gambut didukung dengan tingginya kapasitas
tukar kation 115-270 cmol/kg, rasio C/N yang tinggi yaitu 24-33,4. Selain itu
pengapuran yang dilakukan dapat meningkatkan ketersediaan Ca, Mg, P, dan Mo.
Rahayu (2011) menyatakan kompos janjang sawit memiliki kadar air, kadar
C-organik, dan kadar fosfor yang telah mendekati standar SNI. Kompos janjang
sawit memiliki kandungan unsur kalium 3,45%, fosfor 0,022%, karbon organik
(C organik) 29,76% dan kandungan air 54,39%. Oleh sebab itu kompos janjang
sawit dapat menyediakan unsur nutrisi bagi bakteri untuk dapat bertahan hidup
bahkan untuk berkembang.
4.2. Viabilitas Bakteri NR09 dan Bacillus sp. BK17 Dalam Berbagai
Media Tumbuh
Kemampuan bakteri hidup dalam media tumbuh yang telah diinokulasi
konidia F. oxysporum dan S. rolfsii pada media tumbuh diukur pada hari ke-0 dan
hari ke-30 masa semai bibit menggunakan media agar MGMK. Jumlah bakteri
pada media pembawa gambut menunjukkan bahwa pada setiap tahapnya jumlah
sel mengalami peningkatan. Jumlah koloni bakteri setiap isolat mengalami
peningkatan yang tidak berbeda jauh (Tabel 4.2.1). Namun dapat dilihat jumlah
koloni bakteri paling tinggi terdapat pada tahap ke-4 hari ke-30 yaitu pada SGN
dengan jumlah sel bakteri 7,46.
Jumlah bakteri pengendali pada media pembawa gambut dengan
penambahan kitin 2% pada setiap tahapnya juga mengalami peningkatan. Jumlah
koloni bakteri yang paling banyak terdapat pada tahap ke-4 hari ke-30 yaitu pada
GKN dengan jumlah sel bakteri 7,54. Sama halnya dengan jumlah bakteri pada
gambut, pada media pembawa kompos janjang sawit setiap tahapnya juga
mengalami peningkatan. Jumlah koloni bakteri yang paling banyak terdapat pada
isolat FJN dengan jumlah sel bakteri 7,78, sedangkan jumlah bakteri pada media
pembawa kompos janjang sawit dengan penambahan kitin 2% mengalami
peningkatan yang tidak berbeda jauh. Koloni bakteri terbanyak terdapat pada
Tabel 4.2. Hasil perhitungan jumlah populasi bakteri NR09 dan Bacillus sp. BK17 pada media tumbuh dengan penambahan berbagai jenis media pembawa
Kontrol S.rolfsii F.oxysporum
Jumlah bakteri menunjukkan perubahan dan perbedaan jumlah populasi
akibat pertumbuhan maupun kematian sel bakteri pengendali pada saat
penghambatan pertumbuhan jamur patogen. Hal ini disebabkan bakteri
mengalami fase adaptasi pada saat dicampurkan dengan media tumbuh yang telah
terserang jamur patogen. Perbedaan karakteristik media kontras antara media
pembawa terdapat pertumbuhan awal dengan media tumbuh yang telah terserang
jamur patogen akan menyebabkan kematian sel-sel yang tidak adaptif. Sel-sel
bakteri akan berkompetisi dalam mendapatkan nutrient dan komponen lain yang
esensial (seperti air dan oksigen) untuk mendukung pertumbuhannya (Noviana
dan Raharjo, 2009).
4.3. Pertumbuhan Bibit Cabai
Secara umum pertumbuhan bibit cabai pada perlakuan pemberian bakteri
dalam media pembawa baik yang tidak ditambah kitin maupun yang ditambah
kitin menunjukkan pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol
(-), perlakuan benih tanpa pemberian jamur dan bakteri. Pemberian kitin (GKB,
GKN, JKB, dan JKN) tidak mempengaruhi pertumbuhan benih terlihat dari hasil
pertumbuhan yang kurang lebih sama dengan pertumbuhan benih pada media
tanpa kitin (GB, GN, JB, dan JN) (Gambar 4.3). Yulianti et al., (2012)
menyatakan pemberian serbuk kulit rajungan yang mengandung kitin 30% ke
dalam tanah yang tidak terinfeksi jamur patogen R. solani juga menyebabkan
benih kapas tidak berkecambah, atau jika berkecambah pertumbuhannya
terhambat. Hal ini kemungkinan disebabkan kandungan kitin yang tinggi belum
mampu terdegradasi selama masa inkubasi 1,2, dan 3 bulan.
Dari hasil perlakuan dengan pemberian F. oxysporum dan bakteri dalam
janjang sawit terlihat jumlah benih yang lebih banyak tumbuh terdapat pada FJKN
dengan persentase pertumbuhan 78,9% dibandingkan dengan pertumbuhan benih
pada tanah yang hanya diinokulasikan dengan jamur F. oxysporum saja. Pada
perlakuan dengan pemberian S. rolfsii terlihat jumlah benih yang tumbuh yang
dengan pertumbuhan benih yang hanya diinokulasikan dengan jamur S. rolfsii
saja.
Perbandingan pertumbuhan benih pada setiap media pembawa terlihat
berbeda. Pada media pembawa gambut, benih yang lebih banyak tumbuh terdapat
pada GN dengan persentase pertumbuhan 99,4%. Namun dari hasil perlakuan
dengan pemberian jamur patogen F. oxysporum benih yang lebih banyak tumbuh
terdapat pada FGN dengan persentase pertumbuhan 74,4%, dan dari hasil
perlakuan dengan pemberian jamur patogen S. rolfsii terlihat pertumbuhan benih
pada SGN memiliki persentase 83%. Pertumbuhan benih yang paling rendah
terdapat pada FGB dengan persentase pertumbuhan 69,7%.
Pada media pembawa gambut dengan penambahan kitin 2%
pertumbuhan tanaman yang paling baik terdapat pada GKN dan GKB dengan
persentase pertumbuhan 98,1%. Dari perlakuan dengan pemberian jamur F.
oxysporum benih yang lebih banyak tumbuh terdapat pada FGKN dengan
persentase pertumbuhan 77,4%. Hasil perlakuan dengan pemberian jamur patogen
S. rolfsii terlihat pertumbuhan benih yang paling baik terdapat pada SGKB dengan
persentase pertumbuhan 84,6%. Pertumbuhan benih yang paling rendah terdapat
pada FGKB dengan persentase pertumbuhan 58,7%.
Pada penambahan media pembawa kompos janjang sawit pertumbuhan
tanaman yang paling baik terdapat pada JN dengan persentase pertumbuhan
97,5%. Dari perlakuan dengan pemberian jamur F. oxysporum benih yang lebih
banyak tumbuh terdapat pada FJN dengan persentase pertumbuhan 77,4% dan
dari hasil perlakuan dengan pemberian jamur patogen S. rolfsii terlihat
pertumbuhan benih yang paling baik terdapat pada SJB dengan persentase
pertumbuhan 86,6%. Pertumbuhan benih yang paling rendah terdapat pada FJB
dengan persentase pertumbuhan 76,4%.
Pada media pembawa kompos janjang sawit dengan penambahan kitin
2% pertumbuhan tanaman yang paling baik terdapat pada JKB dan JKN dengan
persentase pertumbuhan 99,4%. Dari perlakuan dengan pemberian jamur F.
oxysporum benih yang lebih banyak tumbuh terdapat pada FJKN dengan
patogen S. rolfsii terlihat pertumbuhan benih yang paling baik terdapat pada SJKN
dengan persentase pertumbuhan 85,1%. Pertumbuhan benih yang paling rendah
terdapat pada FJKB dengan persentase pertumbuhan 66,9%. Banyaknya benih
yang tidak tumbuh pada perlakuan kontrol (-) pada tahap ke-2 mungkin
disebabkan adanya kontaminasi dalam penanganan. Gejala yang tumbuh
menunjukkan gejala yang sama pada perlakuan pemberian jamur patogen.
Kemampuan menurunkan serangan F. oxysporum dan S. rolfsii oleh
NR09 dan Bacillus sp. BK17 tidak lepas dari kemampuan bakteri menghasilkan
enzim kitinase (Suryanto et al., 2010; Batubara, 2013). Kitinase bersama dengan
glukanase menunjukkan protein antifungi yang dapat melisis dinding sel jamur
sehingga pertumbuhan jamur terhambat (Holetz et al., 2002) sehingga serangan
jamur terhadap benih cabai juga menurun.
Efek layu fusarium pada pertumbuhan tanaman terjadi karena jamur
menghalangi transportasi air dan nutrisi pada tanaman yang terinfeksi. Hal ini
berakibat pada perubahan sifat morfologis dan fisiologis tanaman. Efek layu
fusarium ini mempengaruhi tinggi tanaman, berat kering tanaman dan jumlah
daun bibit cabai. Dengan menghambat pertumbuhan jamur patogen S. rolfsii dan
F. oxysporum pada bibit cabai, isolat bakteri kitinolitik mampu mempertahankan
tinggi tanaman dan bobot kering tanaman namun tidak mempengaruhi jumlah
daun tanaman (Suryanto et al., 2010).
Tumbuh dalam nampan kecil selama 30 hari kemungkinan
mempengaruhi pertumbuhan tanaman secara keseluruhan. Dalam pertanian pada
umumnya tanaman yang telah berumur ±10 hari akan dipindahkan secara
4.4. Penghambatan Serangan Jamur Patogen F. oxysporum dan S. rolfsii
oleh Bakteri KitinolitikPada Benih Cabai Merah
Secara umum dari hasil pengamatan, perbandingan penghambatan
serangan jamur patogen pada masing-masing media pembawa terlihat berbeda.
Penghambatan serangan jamur patogen dihitung berdasarkan kemampuan bakteri
dalam menurunkan jumlah benih yang tidak tumbuh, rebah kecambah dan benih
yang tumbuh secara abnormal. Pada perlakuan dengan pemberian jamur patogen
saja menunjukkan potensi serangan terhadap benih cabai akibat F.oxysporum
mencapai persentase 45,7%. Pada penginokulasian jamur S. rolfsii mencapai
persentase 49,5%. Tingginya persentase serangan jamur patogen terhadap
tanaman cabai diakibatkan tidak ditemukannya mikroorganisme yang mampu
menghambat dan mengendalikan pertumbuhan jamur patogen tersebut.
Berdasarkan hasil pengamatan dengan pemberian 4 jenis media pembawa
pada media tumbuh yang terinfeksi jamur patogen terlihat perbedaan kemampuan
dari masing-masing bakteri dalam menghambat pertumbuhan jamur patogen.
Penghambatan serangan jamur patogen yang paling tinggi dilihat dari rendahnya
serangan jamur pada benih. Penghambatan serangan jamur patogen S. rolfsii oleh
bakteri kitinolitik dapat dilihat yang paling tinggi terdapat pada SGKB dengan
persentase serangan hanya mencapai 16,5% pada benih dan penghambatan
serangan jamur F. oxysporum oleh bakteri kitinolitik yang paling tinggi terdapat
pada FJKB dengan persentase serangan hanya mencapai 21,7% pada benih.
Rendahnya serangan jamur patogen pada benih menunjukkan kemampuan bakteri
NR09 dan Bacillus sp. BK17 dalam menghambat dan mengendalikan
pertumbuhanan F. oxysporum danS. rolfsii pada benih cabai (Gambar 4.4.1).
Dari hasil pengamatan penghambatan serangan jamur patogen oleh
bakteri kitinolitik terlihat berbeda pada tiap media pembawa. Pada media
pembawa gambut penghambatan serangan jamur patogen yang paling tinggi
terdapat pada SGN dengan persentase serangan hanya 20,4% dan penghambatan
serangan jamur patogen yang paling rendah terdapat pada FGB dengan persentase
Pada media pembawa gambut dengan penambahan kitin 2%,
penghambatan serangan jamur oleh bakteri kitinolitik yang paling tinggi terdapat
pada SGKB dengan persentase serangan jamur hanya 16,5% dan penghambatan
serangan yang paling rendah terdapat pada FGKB, dilihat dari persentase
serangan mencapai 26%.
Pada media pembawa kompos janjang sawit penghambatan serangan
jamur oleh bakteri kitinolitik yang paling tinggi terdapat pada SJB dengan
persentase serangan hanya 20,7% dan penghambatan serangan jamur yang paling
rendah terdapat pada SJN dengan persentase serangan hingga mencapai 29,7%.
Pada media pembawa kompos janjang sawit dengan penambahan kitin 2%
penghambatan serangan jamur patogen oleh bakteri kitinolitik yang paling tinggi
terdapat pada SJKN dengan persentase serangan hanya 17,1% dan penghambatan
serangan jamur yang paling rendah terdapat pada FJKN dengan persentase
serangan 23,2%.
Tinggi dan rendahnya penghambatan serangan jamur S. rolfsii dan F.
oxysporum menunjukkan kemampuan bakteri NR09 dan Bacillus sp. BK17 dalam
menghambat dan mengendalikan pertumbuhan jamur patogen tersebut. Hal ini
berkaitan dengan kemampuan bakteri kitinolitik dalam menghasilkan enzim
kitinase yang digunakan dalam melisis dinding sel jamur yang juga terdiri dari
kitin. Protein antijamur dan metabolit seperti hidrolase glikosil lainnya,
pengikatan kitin, protein dan antibiotik juga memungkinkan keterlibatan dalam
menekan serangan jamur pada bibit cabai (Suryanto et al., 2010).
Gejala-gejala yang tampak pada tanaman yang terinfeksi seperti daun
yang menguning berubah menjadi coklat dan rapuh, batang yang layu kemudian
akan mengering, pertumbuhan bibit yang kerdil, dan bentuk daun maupun bentuk
batang yang abnormal. Hasil reisolasi dari tanaman yang terinfeksi menunjukkan
gejala yang sama yang membuktikan bahwa jamur patogen S. rolfsii dan F.
oxysporum penyebab penyakit pada tanaman cabai. Suryanto et al., (2010)
menjelaskan bibit yang terinfeksi oleh jamur patogen menunjukkan gejala seperti
batang kecil, daun mungil dan bentuk yang abnormal, kemudian akan layu dan
Hal ini didukung dengan gejala awal pada tanaman yang terserang S.
rolfsii berupa nekrosis dan kelayuan pada daun. Gejala berikutnya terlihat
kumpulan hifa berwarna putih pada jaringan yang terinfeksi dan dapat
menimbulkan kebusukan pada pangkal batang (Widyanti, 2012). Pengaruh
serangan jamur terhadap beberapa parameter tidak hanya menghambat daya
berkecambah benih tetapi juga menghambat kecepatan berkecambah benih.
Herlina et al. (2004) juga menyebutkan gejala serangan jamur patogen dapat
dilihat dengan terjadinya pembusukan jaringan pembuluh angkut sehingga tampak
kecoklatan, daun menguning dan akhirnya tanaman mati.
Lebih lanjut menurut Justice dan Bass (2002) serangan jamur dapat
menyebabkan benih kehilangan viabilitas, peningkatan asam lemak bebas,
penurunan kadar gula, menimbulkan bau tidak sedap, dan perubahan warna.
Rendahnya daya kecambah benih akibat serangan jamur karena jamur telah
mampu masuk ke dalam benih dan merusak embrio serta cadangan makanan
benih. Rusaknya embrio serta cadangan makanan benih menyebabkan nutrisi
untuk perkecambahan menjadi berkurang sehingga perkecambahan benih
terhambat.
Pengamatan secara langsung menunjukkan perkecambahan benih yang
terhambat menyebabkan pertumbuhan beberapa organ tumbuhan terganggu. Daun
dan batang tanaman menjadi abnormal, infeksi bibit diawal persemaian sehingga
tanaman tidak tumbuh dan rebah kecambah pada tanaman. Pertumbuhan panjang
hipokotil dan akar yang tidak maksimal dimungkinkan karena nutrisi yang
menunjang untuk pertumbuhan telah rusak oleh serangan jamur sehingga
pertumbuhan tanaman terhambat atau bahkan mati (Gambar 4.4.2). Menurut
Agrios (1997) serangan patogen penyakit rebah kecambah dapat berupa serangan
sebelum bibit muncul ke atas permukaan tanah (pre emergencedamping off) dan
setelah bibit muncul ke atas permukaan tanah (post emergencedamping off). Pada
umumnya bibit tanaman tua yang terserang penyakit akan mati dengan cepat.
Dari gambaran keseluruhan perlakuan menggunakan bakteri terlihat
adanya penurunan serangan dibandingkan dengan benih yang diberi S. rolfsii dan
mikroorganisme seperti jamur dan bakteri (Suryanto, 2009). Bakteri kitinolitik
sangat potensial digunakan sebagai pengendalian hayati terhadap jamur patogen
maupun hama karena kedua organisme ini mempunyai komponen kitin pada
dinding selnya. Aktivitas kitinase oleh bakteri kitinolitk dapat digunakan sebagai
agen biokontrol jamur patogen karena dapat mendegradasi dinding sel jamur yang
terdiri dari kitin dan telah dikaji peran kitinase ini sebagai antifungi (Holetz et al.,
2002).
Jumlah bakteri dalam media pembawa yang dicampurkan dalam media
tumbuh mampu menghambat dan mengendalikan pertumbuhan jamur patogen S.
rolfsii dan F. oxysporum. Bakteri kitinolitik NR09 dan Bacillus sp. BK17
menghasilkan enzim kitinase yang mampu mendegradasi kitin yang terdapat pada
dinding sel jamur patogen tersebut. Ferniah et al., (2008) menjelaskan hasil
degradasi kitin berupa senyawa N asetil D glukosamin yang selanjutnya akan
digunakan sebagai sumber nutrisi bagi bakteri. Mekanisme kerja enzim kitinase
yang dihasilkan oleh bakteri kitinolitik dengan memotong bagian dalam molekul
kitin dinding sel jamur dengan endokitinase dan dengan memotong ujung
terminal-N (ujung amina) pada molekul kitin (Novitasari, 2013).
Gambar 4.4.2 (A) Tanaman cabai normal, (B) Tanaman cabai yang terinfeksi S.
rolfsii selama masa semai benih 30 hari dengan pemberian media
pembawa gambut, dan (C) Tanaman cabai terinfeksi F. oxysporum
selama masa semai benih 30 hari dengan pemberian media pembawa gambut
4.5. Pengaruh Perlakuan Terhadap Berat Kering
Berdasarkan hasil pengamatan pada pengukuran berat kering tanaman
didapatkan hasil berat kering dari keempat media pembawa berbeda-beda. Pada
media pembawa gambut berat kering yang paling tinggi terdapat pada FGN
dengan nilai rata-rata 0,032 g. Pada media pembawa gambut dengan penambahan
kitin 2% berat kering yang paling tinggi terdapat pada GKN dengan nilai rata-rata
0,034 g, sedangkan pada media pembawa kompos janjang sawit berat kering yang
paling tinggi terdapat pada FJB dan FJN dengan nilai rata-rata 0,033 g. Pada
media pembawa kompos janjang sawit dengan penambahan kitin 2% berat kering
yang paling tinggi terdapat pada FJKB dan FJKN dengan nilai rata-rata 0,030 g.
Pada kontrol dengan penambahan jamur patogen S. rolfsii memiliki berat kering
yang paling tinggi 0,025 g, pada pemberian jamur F. oxysporum 0,019 g dan pada
kontrol (-) tanpa pemberian jamur patogen dan media pembawa memiliki berat
kering paling tinggi 0,024 g (Gambar 4.5).
Dari perlakuan diketahui jamur patogen S. rolfsii dan F. oxysporum
mampu menginfeksi bibit baik diawal persemaian maupun setelah tanaman
berkecambah dengan merusak embrio bibit cabai sehingga mempengaruhi berat
kering tanaman tersebut. Prabowo, (2008) menunjukkan bahwa serangan jamur
menyebabkan daya berkecambah, panjang hipokotil, panjang akar, dan berat
kering menjadi lebih rendah dibandingkan kontrol. Justice dan Bass (2002)
menyatakan serangan jamur juga menyebabkan berat segar dan berat kering
kecambah rendah. Hal ini karena jamur telah merusak bagian dalam benih
(embrio dan cadangan makanan) sehingga berat basah dan kering menurun.
Prabowo (2008) juga menyatakan jamur menyebabkan rusaknya embrio sehingga
menyebabkan penurunan daya berkecambah, panjang hipokotil, panjang akar,
berat segar dan kering. Rusaknya struktur benih menganggu proses
perkecambahan sehingga panjang hipokotil dan akar yang tumbuh menjadi lebih
pendek dibandingkan kontrol. Rusaknya struktur benih juga mengakibatkan
pertumbuhan kecambah menjadi kurang optimal sehingga berat keringnya