EVALUASI EFEKTIFITAS LAYANAN BRT
KORIDOR KORPRI-SUKARAJA DI BANDAR LAMPUNG
SkripsiOleh
Shan Dirgantara Putra
0745011075
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
EVALUASI EFEKTIFITAS LAYANAN BRT
KORIDOR KORPRI-SUKARAJA DI BANDAR LAMPUNG
Oleh
Shan Dirgantara Putra
ABSTRAK
Seiring dengan meningkatnya kebutuhan bertransportasi ikut meningkat pula kepemilikan kendaraan bermotor, tetapi hal ini tidak diikuti penambahan jaringan jalan dan pelebaran jalan yang memadai sehingga dikhawatirkan akan terjadi kemacetan lalulintas dibanyak ruas jalan di Kota Bandar Lampung. Dengan adanya BRT (Bus Rapid Transit) sebagai angkutan umum massal diharapkan dapat mengurangi kemacetan yang timbul akibat perkembangan kota itu sendiri. Namun pada kenyataan nya BRT belum dapat mengatasi kemacetan yang ada di kota Bandar Lampung. Bahkan frekuensi pelayanan nya pun belum berjalan secara efektif, halte-halte sebagai tempat naik turun nya penumpang belum secara keseluruhan di bangun.
Penelitian ini diawali dengan pengumpulan data-data yang dibutuhkan untuk mengevaluasi efektifitas layanan BRT (Bus Rapid Transit) koridor Korpri-Sukaraja di kota Bandar Lampung. Proses pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan di lapangan, mencatat pergerakan naik turun penumpang, kuisioner dan wawancara.
Dari hasil penelitian pada koridor Korpri-Sukaraja dengan panjang rute 20,8 km dari arah korpri dan 19,6 dari arah sukaraja menunjukkan bahwa Load Factor nya tidak memenuhi standar, karena hanya mencapai 35,71%. Maka dapat dikatan bahwa BRT masih kurang optimal dalam melayani pergerakan penumpang.
EVALUATION SERVICE EFFECTIVENESS BRT CORRIDOR KORPRI-SUKARAJA ON BANDAR LAMPUNG
BY
Shan Dirgantara Putra
ABSTRACT
Along with the increasing needs transport increasing as well ownership vehicle, but it is not followed by the addition of roads and widening of road network in place that is feared there will be traffic jams in many streets in the city of Bandar Lampung. With the BRT ( Bus Rapid Transit ) as mass public transport is expected to reduce congestion caused by the development of the city it self. But in fact its BRT can not solve traffic congestion in the city of Bandar Lampung. Even the frequency of its services were not effective, as the bus stops where passengers up and down his overall up yet builded.
This study begins with the collection of data needed to evaluate the effectiveness of services BRT (Bus Rapid Transit) corridor Korpri - Sukaraja in the city of Bandar Lampung. The process of data collection is done through observation in the field , noting the movement up and down the passenger, questionnaires and interviews.
From the results of research on the corridor Korpri- Sukaraja with a route length of 20,8 km and 19,6 Korpri direction from the direction of Sukaraja showed that its load factor does not meet the standard , because it only reaches 35,71 % . It can dikatan that BRT is still less than optimal in serving the movement of passengers .
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI i
DAFTAR TABEL ii
DAFTAR GAMBAR iii
I. PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1
1.2Rumusan Masalah ... 4
1.3Tujuan Penelitian ... 4
1.4Batasan Masalah ... 4
1.5Manfaat Penelitian ... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 2.1Sistem Transportasi Angkutan Umum ... 6
2.1.1 Prasyarat Pelayanan ... 8
2.2Indikator dan Parameter Kinerja Pelayanan Angkutan Umum ... 11
2.2.1 Load Factor ... 12
2.2.2 Waktu Antara Kendaraan (Headway) ... 14
2.2.3 Waktu Henti Kendaraan ... 15
2.2.4 Waktu Perjalanan ... 15
2.2.6 Waktu Sirkulasi ... 17
2.2.7 Tingkat Ketersediaan ... 18
III. METODE PENELITIAN ... 3.1Tempat dan Waktu Penelitian ... 19
3.2Metode Pengumpulan Data ... 19
3.2.1 Survey Frekwensi Layanan Angkutan Umum ... 19
3.2.2 Survey Jumlah Penumpang dan Jarak Tempuh Rata-rata Per Penumpang... 20
3.3Prosedur Perhitungan Data... 20
3.4Analisis Hasil ... 21
3.5Lintasan BRT Koridor Korpri-Sukaraja dan Titik Kontrol Yang Dilalui ... 22
3.6Flow Chart Alur Penelitian ... 24
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 4.1Pelaksanaan Survey ... 25
4.2Data Primer ... 25
4.2.1 Kapasitas Kendaraan ... 25
4.2.2 Panjang Rute ... 26
4.3Analisa Data ... 26
4.3.1 Karakteristik Operasi ... 26
4.3.2 Jarak Tempuh Rata-rata Penumpangan ... 28
4.3.3 Load Factor ... 29
4.3.5 Penumpang Kilometer ... 35
4.3.6 Intensitas Pengguna BRT Per Minggu ... 39
4.3.7 Aksesibilitas Halte ... 40
V. KESIMPULAN ...
5.1Kesimpulan ... 44
5.2Saran ... 45
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Pedoman Kualitas Pelayanan Angkutan Umum di Wilayah
Perkotaan Dalam Trayek Tetap dan Teratur ... 9
2.2 Kapasitas Kendaraan ... 10
2.3 Indikator kinerja dari angkutan umum ... 11
4.1 Perhitungan Kecepatan Bus ... 28
4.2 Nilai Load Factor Pada Hari Jum’at ... 29
4.3 Nilai Load Factor Pada Hari Minggu... 30
4.4 Nilai Load Factor Pada Hari Senin... 32
4.5 Persentase Nilai Rata-rata Load Factor Arah Korpri-Sukaraja... 34
4.6 Persentase Nilai Rata-rata Load Factor Arah Sukaraja-Korpri... 35
4.7 Nilai Penumpang Kilometer Pada Hari Jum’at... 36
4.8 Nilai Penumpang Kilometer Pada Hari Minggu... 37
4.9 Nilai Penumpang Kilometer Pada Hari Senin... 38
4.10 Pengguna BRT 1 Minggu Terakhir Dari 100 Responden ...39
4.11 Jarak Ideal Yang Diinginkan Penumpang Menuju ...40
4.12 Rata-rata Aksesibilitas Halte... 41
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Diagram Sistem Transportasi Makro dan Mikro ... 7
3.1 Lintasan BRT Koridor Korpri Sukaraja dan Titik Kontrol Yang Dilalui ... 22
3.2 Flow Chart Alur Penelitian ... 24
4.1 Grafik Load Factor Pada Arah Korpri-Sukaraja ... 29
4.2 Grafik Load Factor Pada Arah Sukaraja-Korpri ... 30
4.3 Grafik Load Factor Pada Arah Korpri-Sukaraja ... 31
4.4 Grafik Load Factor Pada Arah Sukaraja-Korpri ... 31
4.5 Grafik Load Factor Pada Arah Korpri-Sukaraja ... 32
4.6 Grafik Load Factor Pada Arah Sukaraja-Korpri ... 33
4.7 Grafik Penumpang Kilometer Arah Korpri-Sukaraja ... 36
4.8 Grafik Penumpang Kilometer Arah Sukaraja-Korpri ... 36
4.9 Grafik Penumpang Kilometer Arah Korpri-Sukaraja ... 37
4.10 Grafik Penumpang Kilometer Arah Sukaraja-Korpri ... 37
4.11 Grafik Penumpang Kilometer Arah Korpri-Sukaraja ... 38
4.12 Grafik Penumpang Kilometer Arah Sukaraja-Korpri ... 38
4.13 Diagram Naik BRT 1 Minggu Terakhir... 39
4.14 Diagram Jarak Ideal ... 40
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam sejarah perkembangan manusia terhadap perkembangan kota dapat kita
lihat bahwa manusia selalu berhasrat untuk bepergian dari satu tempat ke tempat
lain guna mendapatkan keperluan yang dibutuhkan. Dalam hal ini manusia sangat
membutuhkan suatu sarana transportasi yang disebut moda atau angkutan.
Kebutuhan akan sarana transportasi dari waktu ke waktu terus mengalami
peningkatan akibat semakin banyaknya kegiatan yang membutuhkan jasa
transportasi sehingga bertambah pula intensitas pergerakan lalu lintas kota.
Pertumbuhan perekonomian suatu daerah identik dengan adanya pergerakan
manusia maupun barang dari suatu tempat ke tempat yang lain. Setiap pergerakan
yang ada menuntut tersedianya sarana dan prasarana transportasi sehingga
pergerakan menjadi relatif lebih singkat, efisien dan keamanannya terjamin.
Jumlah kendaraan yang tersedia dengan jumlah penumpang haruslah seimbang,
tidak boleh timpang antara satu dengan yang lainnya. Hal ini merupakan suatu
kondisi ideal bagi suatu pengelolaan transportasi.
Kinerja pelayanan angkutan umum dapat dilihat dari efektifitas dan efisiensi suatu
2
moda angkutan sedangkan kriteria efisien diberikan kepada aspek penumpang.
Segi efektifitas dapat dilihat dengan indikator aksesibilitas (kemudahan pengguna
untuk mencapai rute kendaraan), kerapatan (jumlah kendaraan atau panjang rute),
kecepatan tempuh rata-rata dan headway/frekuensi (H.M, Nasution, 2003).
Pada umumnya besarnya kinerja operasi atau tingkat pelayanan suatu sistem
angkutan umum dapat dilihat dari beberapa faktor. Adapun faktor-faktor yang
umumnya dijadikan indikator kinerja dari angkutan umum adalah :
1. Aksesibilitas (kemudahan pengguna untuk mencapai rute kendaraan).
Pada dasarnya para pengguna BRT dapat dengan mudah mencapai rute
kendaraan dikarenakan belum tersedianya halte bagi para penumpang. Hal ini
yang menciptakan ketidak disiplinan para penumpang untuk tidak menunggu
BRT di tempat-tempat yang sudah disediakan oleh pemerintah. Padahal halte
merupakan salah satu penunjang untuk memaksimumkan kinerja BRT,
dikarenakan belum tersedianya halte BRT beroprasi layaknya bus biasa.
Peningkatan aksesibilitas atau titik akses masyarakat terhadap layanan BRT
perlu dilakukan peningkatan. Moda BRT yang baik tidak sepatutnya
menaikturunkan penumpang di sembarang titik seperti angkutan reguler
sehingga dengan demikian perlunya halte yang merata. Jarak antar halte BRT
yang ideal menurut standar Kementerian Perhubungan adalah 400 meter.
Pada saat ini, jika untuk membangun bangunan halte yang masif dianggap
3
portabel (portable bus stop). Dimensinya lebih ringkas dibandingkan halte
BRT konvensional sehingga lebih fleksibel karena tidak membutuhkan luas
lahan yang relatif besar dan konstruksi semasif halte. Adanya fasilitas titik
akses yang merata ini akan lebih memudahkan bagi masyarakat dalam
mengakses layanan BRT karena dapat dicapai dengan lebih dekat, baik dari
tempat tinggal atau tempat kerja mereka.
2. Kepastian Jadwal Layanan Penumpang
Buruknya aspek pelayanan terkait erat dengan perencanaan yang lemah. Oleh
karena perencanaan lemah, maka masalah waktu tempuh (travel time) sama
sekali tidak mendukung keberadaan sistem BRT dikarenakan belum dikontrol
secara ketat, padahal, soal ketepatan waktu itu merupakan salah satu daya
tarik orang untuk menggunakan angkutan umum. Dilihat dari kondisi fasilitas
BRT seperti halte dan jalur khusus BRT yang masih belum terealisasi secara
maksimum, para penumpang tidak bisa memprediksikan berapa lama waktu
tempuh yang akan dicapai untuk menuju tempat yang diinginkan.
Contohnya saja dari kedaton menuju jalur 2 korpri tepatnya menuju SMPN
21 membutuhkan waktu 15 menit di pagi hari, akan tetapi saat siang hari
membutuhkan waktu tempuh 20 - 30 menit.
3. Faktor muat penumpang Per Kilometer
Suatu rasio perbandingan antara jumlah penumpang yang berada dalam bus
dengan kapasitas muat bus merupakan definisi dari load factor. Pada
4
yang ada. Namundalam aplikasinya, kondisi ini tidak disarankan mengingat
tingkat kenyamanan penumpang akan terganggu dan dapat menimbulkan
kriminalitas dalam bus. Pada jam-jam sibuk nilai load factor bisa melebihi
batas-batas yang diinginkan sehingga tingkat pelayanan harus ditingkatkan
agar tidak terjadi perpindahan moda yang dikarenakan adanya penurunan
tingkat kenyamanan di dalam bus.
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian tersebut maka dirumuskan tentang perlunya evaluasi efektifitas
layanan BRT (Bus Rapid Transit) koridor Korpri-Sukaraja. Dan evaluasi rute
layanan beserta penempatan posisi halte, dengan demikian diharapkan hasil
penelitian ini dapat menjadi masukan kepada pihak pengelola maupun pengusaha
dan masyarakat sebagai pertimbangan menentukan kebijakan di masa depan.
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengevaluasi efektifitas rute layanan BRT (Bus Rapid Transit) koridor
Korpri-Sukaraja.
2. Mengevaluasi efektifitas halte/shelter BRT koridor Korpri-Sukaraja.
1.4 Batasan Masalah
Dalam mengevaluasi efektifitas layanan BRT, permasalahannya akan dibatasi
pada kinerja pelayanan BRT. Kinerja pelayanan yang akan dievaluasi berdasarkan
5
1. Aksesibilitas (kemudahan pengguna untuk mencapai rute kendaraan).
2. Kepastian Penumpang Saat Menunggu BRT
3. Kapasitas penumpang per kilometer.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Memberikan gambaran dan masukan kepada pihak pengelola tentang kondisi
pelayanan angkutan bus kota BRT (Bus Rapid Transit) koridor
Korpri-Sukaraja.
2. Menjadikan penelitian ini sebagai bahan pertimbangan bagi pihak-pihak yang
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Transportasi Angkutan Umum
Untuk mendapatkan pengertian yang lebih mendalam serta guna mendapatkan
alternatif pemecahan masalah transportasi perkotaan yang baik, maka sistem
transportasi makro perlu dipecahkan menjadi sistem transportasi yang lebih kecil
(mikro), dimana masing-masing sistem mikro tersebut akan saling terkait dan
saling mempengaruhi. Sistem transportasi mikro (Direktorat Jendral Perhubungan
Darat, 2008) tersebut adalah sebagai berikut :
a. Sistem Kegiatan (Transport Demand)
b. Sistem Jaringan (Prasarana Transportasi/Transport Supply)
c. Sistem Pergerakan (Lalu Lintas/Traffic)
d. Sistem Kelembagaan.
Sistem rekayasa dan manajemen lalu lintas yang baik dapat menciptakan suatu
sistem pergerakan yang aman, cepat, nyaman, murah, handal dan sesuai dengan
lingkungannya. Dalam upaya untuk menjamin terwujudnya suatu sistem
pergerakan yang aman, nyaman, lancar, murah dan sesuai dengan lingkungannya,
maka dalam sistem transportasi makro terdapat suatu sistem mikro lainnya yang
7
instansi pemerintah serta swasta yang terlibat dalam masing-masing sistem mikro.
Sistem kelembagaan (instansi) yang berkaitan dengan masalah transportasi adalah
sebagai berikut :
Sistem Kegiatan : Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional
(Bappenas), Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda)
Provinsi, Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah(Bappeda) Kota
Sistem Jaringan : Departemen Perhubungan dan Departemen Pekerjaan
Umum
Sistem Pergerakan :Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya (DLLAJR),
Polisi Lalu Lintas(Polantas).
Gambar 2.1. Diagram Sistem Transportasi Makro dan Mikro Sumber : Tamin, 1997
SISTEM TRANSPOTASI MAKRO
TRANSPOTASI MIKRO
SISTEM KEGIATAN
SISTEM JARINGAN
SISTEM PERGERAKAN
8
2.1.1. Prasyarat Pelayanan
Dalam mengoperasikan kendaraan angkutan penumpang umum, operator harus
memenuhi dua prasyarat minimum pelayanan. Berdasar kan SK Dirjen 687/2002,
standar pelayanan angkutan umum di Indonesia adalah sebagai berikut :
a) Prasyarat umum
1. Waktu tunggu di pemberhentian rata-rata 5–10 menit dan maksimum 10–20
menit.
2. Jarak untuk mencapai perhentian di pusat kota 300–500 m; untuk pinggiran
kota 500–1000 m.
3. Lama perjalanan ke dan dari tempat tujuan setiap hari, rata-rata 1,0–1,5 jam,
maksimum 2–3 jam.
4. Biaya perjalanan, yaitu persentase perjalanan terhadap pendapatan rumah
tangga.
b)Prasyarat khusus
1. Faktor layanan
2. Faktor keamanan penumpang
3. Faktor kemudahan penumpang mendapatkan bus
9
Berdasarkan keempat factor prasyarat khusus itu, pelayanan angkutan umum
diklasifikasikan kedalam dua jenis pelayanan, yaitu :
a. Pelayanan ekonomi : * Minimal tanpa AC
b. Pelayanan non ekonomi : * Minimal dengan AC
Tabel 2.1. Pedoman Kualitas Pelayanan Angkutan Umum di Wilayah
Perkotaan dalam Trayek Tetap dan Teratur.
Kwalitas Klasifikasi Pelayanan
Non Ekonomi Ekonomi
1. Kenyamanan Fasilitas tempat duduk
yang tersedia
4. Lintasan Pada lintasan utama kota,
trayek utama dan langsung
Pada lintasan utama kota
trayek cabang, ranting
5. kendaraan Bus besar lantai tunggal
Bus besar lantai ganda
(Sumber: SK Dirjen Perhubungan Darat No. 687, 2002)
10
Menurut Warpani (2002). Kinerja angkutan umum adalah hasil kerja dari
angkutan umum yang berjalan selama ini untuk melayani segala kegiatan
masyarakat dalam bepergian maupun beraktifitas. Lalu menurut Direktorat Jendral
Perhubungan Darat (1996), Kapasitas kendaraan adalah daya muat penumpang
pada setiap kendaraan angkutan umum, baik yang duduk maupun yang berdiri.
Daya muat tiap jenis angkutan umum dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Kapasitas kendaraan
(Sumber : Direktorat Jendral Perhubungan Darat, 1996)
Suatu sistem pergerakan yang aman, cepat, nyaman, murah dan sesuai dengan
lingkungannya, akan dapat tercipta jika pergerakan tersebut diatur oleh suatu
sistem rekayasa dan manajemen lalu lintas yang baik. Permasalahan kemacetan
yang sering terjadi di kota-kota besar/sedang di Indonesia biasanya timbul karena
kebutuhan transportasi lebih besar dibanding prasarana transportasi yang tersedia,
atau prasarana transportasi tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Suatu pergerakan membutuhkan sistem transportasi yang akan membuat
transportasi tersebut teratur. Keteraturan itu menuntut adanya kelengkapan sarana
11
perpindahan antar moda (terminal, pelabuhan, bandara atau stasiun), sumber
produksi, tempat pemasaran dan transaksi jual beli (pasar) dan perencanaan
perkembangan selanjutnya (Tamin, 1997).
Perubahan pada sistem kegiatan jelas akan mempengaruhi sistem jaringan melalui
suatu perubahan tingkat pelayanan pada sistem pergerakan. Begitu juga perubahan
pada sistem jaringan dapat mempengaruhi sistem kegiatan melalui peningkatan
mobilitas dan aksesibilitas dari sistem pergerakan tersebut. Selain itu, sistem
pergerakan berperanan penting dalam mengakomodir suatu sistem pergerakan
agar tercipta suatu sistem pergerakan yang lancar, aman, cepat, nyaman, murah
dan sesuai dengan lingkungannya.
2. 2. Indikator dan Parameter Kinerja Pelayanan Angkutan Umum
Pelayanan angkutan umum adalah sistem operasi yang dilihat berdasarkan
penggunaan aktual dan potensial.Adapun faktor-faktor yang umumnya dijadikan
indikator kinerja dari angkutan umum adalah seperti pada Tabel 2.3.
No Indikator
PARAMETER A. EFEKTIFITAS
Kemudahan
Panjang jaringan jalan yang dilewati angkutan kota / Luas area yang dilayani.
Kapasitas
Jumlah angkutan kota / panjang jalan yang dilalui angkutan kota.
Kwalitas
a. Frekuensi (f), headway (Hd), dan waktu tunggu (menit)
b. Kecepatan operasi (km/jam) dan waktu tempuh c. Jumlah kendaraan dan jumlah rit
12
Sumber : Bank Dunia (1986)
2.2.1. Load Factor
BRT Planning Guide (2007) mendefinisikan load factor sebagai ”the percentage
of a vehicle’s total capacity that is actually occupied”. Berdasarkan definisi itu,
maka load factor atau faktor beban dapat diartikan sebagai suatu rasio
perbandingan antara jumlah penumpang berada dalam bus dengan kapasitas muat
bus. Pada umumnya semakin besar faktor beban, maka semakin menguntungkan
sistem yang ada. Karena penumpang semakin banyak semakin banyak pula
keuntungan yang dicapai.
Namun dalam aplikasinya, kondisi ini tidak disarankan mengingat tingkat
kenyamanan penumpang dan beberapa konsekuensi negatif yang dapat
ditimbulkan. Pada operasi dengan faktor beban 1 (100%), kendaraan dalam
keadaan fully occupied dan dapat mengurangi jumlah kendaraan pribadi karena
menggunakan angkutan umum. Secara umum, besarnya faktor beban sangat
dipengaruhi oleh frekuensi bus dan besarnya demand penumpang. Besarnya faktor
ini dapat diubah dengan meningkatkan frekuensi armada atau menghilangkan
moda kompetitor pada koridor yang ada. B.EFISIENSI
Utilitas Rata-rata kendaraan-km (km / hari)
Load Factor
Rasio jumlah penumpang dengan kapasitas tempat duduk per satuan waktu tertentu
Produktifitas Total produksi kendaraan (Seat-Km/Penduduk)
13
Menurut Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (1996), load factor merupakan
perbandingan antara kapasitas terjual dengan kapasitas tersedia untuk satu
perjalanan yang biasa dinyatakan dalam persen (%). Standar yang telah ditetapkan
oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Darat untuk nilai load factor adalah 70%
(0,7) dan terdapat cadangan 30% untuk mengakomodasi kemungkinan lonjakan
penumpang, serta pada tingkat ini kesesakan penumpang di dalam kendaraan
masih dapat diterima. Pada jam-jam sibuk nilai load factor bisa melebihi
batas-batas yang diinginkan sehingga tingkat pelayanan harus ditingkatkan agar tidak
terjadi perpindahan moda yang dikarenakan adanya kesan buruk.
Adapun faktor beban ini dapat dihitung dengan formula :
Dimana,
Lf =load factor
Vp= volume penumpang rata- rata dalam bus (pnp)
Cb =kapasitas bus (pnp)
(Menurut Suwardi, 2002), load factor diperoleh dari
Dimana :
= Jumlah penumpang dikalikan dalam perjalanan dalam satu waktu
14
2.2.2. Waktu Antara Kendaraan (Headway)
Menurut Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (2009), Waktu antara kendaraan
(headway) adalah selang waktu antara kendaraan yang berada didepan dengan
kendaraan yang berada dibelakangnya ketika melewati suatu titik tertentu. Secara
garis besar, ukuran ini dapat diartikan sebagai frekuensi operasi dari suatu sistem
angkutan yang hubungannya dinyatakan dalam model matematis :
Dimana,
h = headway (menit)
f =frekuensi kendaraan (kendaraan/jam)
Adapun dalam menentukan headway optimum dari suatu sistem angkutan pada
suatu koridor perlu dipertimbangkan beberapa hal berikut :
• Ketersediaan armada yang dapat disuplai untuk memenuhi demand penumpang.
• Waktu perjalanan.
• Waktu tunggu yang dapat diterima penumpang.
• Tingkat keuntungan yang akan diperoleh.
Selain 4 faktor tersebut, pada penerapan BRT dengan jalur khusus (busway)
konsekuensi masuknya kendaraan pribadi ke dalam jalur khusus juga harus
15
2.2.3. Waktu Henti Kendaraan (Dwell Time)
Menurut Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (2009), besarnya waktu berhenti
tiap kendaraan pada perhentian sepanjang rute akan mempengaruhi efisiensi dari
sistem angkutan secara keseluruhan. Adapun besarnya waktu ini disebut sebagai
dwell time. BRT Planning Guide (2007) menyebutkan besarnya waktu ini terdiri
dari 3 waktu tundaan, yaitu waktu naik penumpang (boarding time), waktu turun
penumpang (alighting time) dan dead time, diukur dengan formula :
Dt = T closed – T open
Dimana,
Dt = dwell time(menit)
Tclosed = waktu pintu tertutup (menit)
Topen = waktu pintu mulai terbuka (menit)
Beberapa faktor yang mempengaruhi dwelling time sebagai berikut : • Besarnya aliran penumpang • Karakteristik pintu
• Jumlah pintu kendaraan • Ruang bebas didepan pintu
• Lebar pintu kendaraan • Sistem kontrol pintu(otomatis atau manual)
2.2.4. Waktu Perjalanan
Waktu perjalanan (travel time) dapat didefinisikan sebagai waktu yang
dibutuhkan untuk menempuh suatu jarak tertentu dan akan mempunyai hubungan
yang terkait dengan kecepatan rata-rata yang digunakan untuk menempuh jarak
16
pelayanan dari suatu pengoperasian bus. Disini jelas terlihat dari kewajiban
operator bus untuk mensuplai akan demand yang ada, sebagai indikator dari level
of service. Menurut Morlok (1976) waktu ini dapat diasumsikan sebagai supply of
service, dimana hubungan suplai dalam urban transit time tersebut secara garis
besar dapat dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Short Run Supply Relationship
Hubungan ini akan ditentukan sebagai suatu periode dalam suatu transit
management, sehingga tidak diperlukan pengaturan jadwal/jumlah bus dan sopir
yang harus dipersiapkan untuk pengoperasian bus pada suatu rute, sehingga
perusahaan penyedia jasa transportasi, akan menentukan berapa frekuensi setiap
bus akan berjalan sebagai hasil dari analisa jumlah armada yang ada dan
pengemudi yang tersedia untuk setiap rute.
2. Intermediate Run Supply Relationship
Hubungan ini digunakan untuk menentukan suatu periode dari waktu yang
dibutuhkan dalam transit management dalam menentukan jadwal, jumlah
kendaraan dan lainnya bergantung dari volume lalu lintas yang ada untuk setiap
rute. Selain itu perusahaan penyedia jasa biasanya juga mendapatkan informasi
dari kurva demand untuk memperhitungkan jasa atau armada yang akan mereka
17
2.2.5. Kecepatan
Kecepatan merupakan suatu ukuran lalulintas yang umumnya dijadikan tolak ukur
dari kinerja sistem. Pada dasarnya kecepatan dan waktu perjalanan tidak dapat
dipisahkan, mengingat kedua faktor ini sangat berhubungan. Semakin cepat
kecepatan yang dapat disediakan suatu sistem, maka semakin singkat waktu yang
diperlukan untuk mencapai tempat tujuan. Adapun besarnya kecepatan dapat
dihitung dengan formula :
(SK Dirjen Perhubungan Darat No. 687, 2002) dimana,
V = kecepatan (km/jam)
L = jarak tempuh (km)
T = waktu tempuh (jam)
2.2.6 Waktu Sirkulasi
Menurut Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (1996), waktu sirkulasi adalah
waktu yang ditempuh oleh angkutan umum penumpang dari terminal ujung ke
pangkalan yang lain dan kemudian kembali lagi ke terminal ujung. Perhitungan
waktu sirkulasi ini dapat dihitung dari survey di lapangan. Dimana besar waktu
sirkulasi dapat ditentukan sebagai berikut:
18
dengan :
• CTABA = Waktu sirkulasi dari A ke B, kembali ke A (menit)
• TAB = Waktu perjalanan rata-rata dari A ke B (menit)
• TBA = Waktu perjalanan rata-rata dari B ke A (menit)
• δAB = Deviasi waktu tempuh dari terminal A ke B
• δBA = Deviasi waktu tempuh dari terminal B ke A
• TTA = Waktu henti di terminal A (menit)
• TTB = Waktu henti di terminal B (menit)
2.2.7 Tingkat Ketersediaan (Availability)
Menurut Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (1996), availability (tingkat
ketersediaan) adalah jumlah angkutan umum yang beroperasi dibandingkan
dengan total jumlah angkutan umum yang melayani rute yang sama.
19
III. METODELOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dan pengumpulan data BRT (Bus Rapid Transit) koridor Korpri-Sukaraja
dimulai dari pukul 06.30 – 17.30 WIB. Waktu pelaksanaan survey pada hari Jum’at, Minggu dan Senin.
3.2. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan skunder.
a. Data primer didapat dari hasil survey frekwensi layanan angkutan umum,
survey sejumlah penumpang (asal penumpang, tujuan penumpang, kendaraan
yang digunakan sebelum dan sesudah) dan jarak tempuh rata-rata per
penumpang.
b. Data sekunder berupa data jumlah kendaraan pada koridor Korpri-Sukaraja dan
dari operator BRT berupa data jumlah bus yang disediakan untuk rute tersebut.
3.2.1 Survey Frekwensi Layanan Angkutan Umum
Tujuan survey frekwensi layanan angkutan umum ini adalah :
1. Menghitung Time Headway
20
3. Menghitung Cycle Time
4. Menghitung jumlah trip
Prosedur pelaksanaannya adalah sebagai berikut : Survey diawali dengan
menempatkan seorang surveyor di dalam halte, kemudian surveyor mencatat nomor
kendaran, jumlah penumpang saat berhenti di halte dan lama nya bis berhenti.
3.2.2 Survey Jumlah Penumpang dan Jarak Tempuh Rata-rata Per Penumpang
Pelaksanaan survey dilakukan di dalam bus mulai pukul 06.30 , survey dimulai dari
titik nol keberangkatan kendaraan . Mencatat setiap pergerakan naik-turun
penumpang dan jarak tempuh penumpang per titik kontrol yang sudah di tetapkan.
Tujuan survey jumlah penumpang dan jarak tempuh rata-rata per penumpang
adalah :
1. Menghitung jumlah penumpang BRT
2. Menghitung jarak tempuh rata-rata per penumpang
3. Menghitung nilai Load Factor
3.3 Prosedur Perhitungan Data
Dari hasil survey yang diperoleh, dilakukan beberapa analisis data sebagai berikut :
1. Menghitung jumlah BRT yang beroprasi saat ini
2. Menghitung Time Headway dan frekwensi layanan
3. Menghitung jumlah trip tiap kendaraan perhari
21
5. Menghitung Load Factor
6. Menghitung jumlah penumpang per trip
7. Menghitung jarak tempuh rata-rata penumpang per trip
8. Menghitung jumlah penumpang per bus per hari
9. Menghitung jumlah BRT yang dibutuhkan
10. Menghitung jarak tempuh BRT per hari
11. Menghitung kecepatan rata-rata
3.4 Analisis Hasil
Analisis dilakukan pada data yang diperoleh dari hasil survey, yaitu :
1. Menganalisis karakteristik operasi BRT koridor Korpri-Sukaraja
2. Menganalisis jumlah BRT yang diperlukan pada koridor Korpri-Sukaraja
3. Menganalisis keefektifitasan halte
4. Mengevaluasi rute layanan BRT koridor Korpri-Sukaraja
3.5 Lintasan BRT Koridor Korpri-Sukaraja dan Titik Kontrol Yang Dilalui
Untuk memudahkan survey yang akan dilakukan maka dibuatlah titik-titik kontrol
23
Ket :
R1 = Korpri R21 = Transit BCA
R2 = Pulau Damar R22 = Terminal Sukaraja
R3 = L. Merah Way Halim R23 = Halte Malahayati
R4 = Pos Polisi R24 = Halte Bank Buana
R5 = Halte Bakti Utama R25 = Halte Center Plaza
R6 = Halte RS Advent R26 = Halte Telkom
R7 = Halte Makam Pahlawan R27 = Halte Yamaha Kedaton
R8 = Halte Ramayana R28 = Halte Koga
R9 = Halte Simpur R30 = Halte Danrem
R10 = Halte Fajar Agung R 31 = Halte Radar Lampung
R11 = Bunderan Gajah R32 = Halte Yamaha Wayhalim
R12 = Halte Poltabes
R13 = Patung Pengantin
R14 = Halte Indosat
R15 = Halte Mongonsidi
R16 = Simpang K. Gubernur
R17 = Simpang Polda
R18 = Pom WR. Supratman
R19 = Tugu Kurning
24
3.6 Flow Chart Alur Penelitian
Gambar 3.2. Flow Chart Alur Penelitian Mulai
Pengumpulan Data
Identifikasi Masalah dan Studi Pustaka
Data Primer :
- survey frekwensi layanan
- jumlah penumpah
- jarak tempuh brata-rata
Data Skunder :
- Jumlah BRT yang terdaftar
- Jumlah BRT yang di
tetapkan Walikota
Perhitungan Data :
- Jumlah BRT yang dibutuhkan
- Jumlah trip
-Karakteristik operasi , sistem antrian naik turun
penumpang, jumlah awak BRT, jam operasi. -Perbandingan Jumlah penumpang dan BRT
Kesimpulan dan Saran
44
V. KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis dan hasil perhitungan yang telah dilakukan pada BRT
koridor Korpri-Sukaraja dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Berdasarkan dari hasil penelitian, rata-rata load factor dari arah
Korpri-Sukaraja sebesar 0,233, sedang kan dari arah Korpri-Sukaraja-Korpri sebesar 0,247.
2. Segmen yang tingkat isian penumpangnya sangat sedikit pada hasil penelitian :
A. Korpri-Sukaraja
Hari Jum’at terdapat pada segmen 7 (makam pahlawan-ramayana),
kemudian segmen 11 sampai Sukaraja.
Hari Minggu pada segmen 11 sampai Sukaraja.
Hari Senin pada segmen 7 (makam pahlawan-ramayana), kemudian
segmen 13 sampai Sukaraja.
B. Sukaraja-Korpri
Hari Jum’at pada segmen 1 sampai segmen 3, yaitu dimulai dari
Sukaraja-halte PU.
Hari Minggu pada segmen 1 sampai segmen 4, dimulai dari Sukaraja-halte
45
Hari Senin pada segmen 1 sampai segmen 5, yaitu dari Sukaraja-halte
Central plaza.
3. Efektifitas halte meliputi persentase naik turun penumpang di dalam halte dan
diluar halte :
Dari arah Korpri-Sukaraja yang naik turun pada halte sebesar 43,750 %,
sedangkan yang diluar halte sebesar 56,231 %.
Dari arah Sukaraja-Korpri yang naik turun pada halte sebesar 53,185 %,
sedangkan yang diluar halte 46,815 %.
4. Berdasarkan hasil survey dan penelitian, jumlah pengguna yang menginginkan
jarak aksesibilitas tidak lebih dari 139 m adalah sebesar 24 %. Berdasarkan
realitanya, pengguna BRT masih dapat menerima jarak aksesibilitas tidak lebih
dari 263,66 m sekitar 61 %. Jadi dapat diartikan bahwa pengguna BRT
mengalami keterpaksaan untuk mencapai halte, karena jarak mereka untuk
mencapai halte sudah melebihi dari standar Dinas Perhubungan yaitu sebesar
250m, hal inilah yang membuat kecendrungan pengguna BRT lebih banyak
yang naik turun di luar halte.
5.2 Saran
1. Trayek layanan Trans Bandar Lampung jurusan Korpri-Sukaraja dapat di
pecah menjadi Korpri-Ramayana dan Ramayana-Sukaraja. Dimana untuk
Ramayana-Sukaraja, layanannya bisa dikurangi dengan tujuan untuk
meningkatkan Load Factor jurusan Ramayana-Sukaraja. Jadi diasumsikan
pada halte ramayana di jadikan sebagai halte transit. Jadi pada saat BRT
jurusan Korpri-Sukaraja tiba di halte ramayana, penumpang berpindah menuju
46
Ramayana-Sukaraja harus menunggu setidaknya 3 BRT dari jurusan
Korpri-Sukaraja untuk meningkatkan Load Factor pada jurusan Ramayana-Korpri-Sukaraja
2. Perlu diperbanyak serta dikaji ulang untuk penempatan halte. Ada beberapa
halte yang ditempatkan sesuai dengan jarak yang disyaratkan namun sedikit
menarik penumpang. Namun ada juga beberapa halte yang ditempatkan
ditujukan untuk menarik banyak penumpang namun konsekuensinya
penumpang harus menempuh perjalanan yang lebih panjang untuk sampai ke
tempat tujuan. Sehingga ke depannya perlu diadakan kajian ulang di tempat
mana saja harus ditempatkan halte yang tidak merugikan penumpang maupun
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Perhubungan, 1996, Direktorat Jenderal Perhubungan
Darat,”Pedoman Teknis Perekayasaan Tempat Perhentian Kendaraan
Penumpang Umum” Departemen Perhubungan, Jakarta.
Departemen Perhubungan, 2008, Direktorat Jenderal Perhubungan
Darat,”Sistem Transportasi Mikro ” Departemen Perhubungan, Jakarta.
Departemen Perhubungan, 2009, Direktorat Jenderal Perhubungan
Darat,”Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2009
Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan” beserta peraturan pelaksanaannya, Departemen Perhubungan, Jakarta.
Nasution, H.M, 2003, Management Transportasi, ghalia, Jakarta.
Surat Keputusan Dirjen 687/2002, Pedoman Teknis Penyelenggaraan Angkutan Penumpang Umum, Departemen Perhubungan, Jakarta.
Tamin, O.Z, 1997, Perencanaan dan Pemodelan Transportasi. Penerbit ITB, Bandung, dalam Tomi, A. 2001. Evaluasi Angkutan Umum Untuk Moda
Angkutan Bus AC dan Bus Non AC Pada Jalur Bakauheni-Bandar Lampung. Skripsi. Universitas Lampung, Bandar Lampung, 63 halaman.
Walpole, R. E, 1995, Pengantar Statistik Edisi ke-3. PT. Gramedia, Jakarta.