HUKUM IKUT SERTA MERAYAKAN NATAL BAGI MUSLIM DALAM PANDANGAN ULAMA
(Komparasi Fatwa Majelis Ulama Indonesia,
Dâr al-
Iftâ’ al
-Misriyyah
dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan
Arab Saudi)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar
Sarjana Hukum Islam (S.H)
Oleh:
TEGUH TRIESNA DEWA NIM: 1112043100038
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata I di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 30 September 2016
ABSTRAK
Teguh Triesna Dewa, NIM 1112043100038, “Hukum Ikut Serta Merayakan Natal Dalam Pandangan Ulama (Komparasi Fatwa Majlis Ulama Indonesia, Dâr al-Iftâ’ al-Misriyyah dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi)”, Program Studi Perbandingan Mazhab Fakultas Syariah Dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 1437 H/2016M. Fatwa merayakan Natal bagi muslim menjadi objek kajian ini sesungguhnya memiliki kesamaan perspepsi dalam hal menjaga hubungan baik dengan sesama. Dimana berhubungan dengan non-Muslim adalah hanya sebatas hubungan yang bersifat ta’aruf (saling mengenal), saling tolong menolong, saling berbuat kebaikan dan berbuat adil. Hubungan tersebut akan menciptakan perdamaian, kebaikan dan interaksi yang harmonis dengan mereka. Dari sinilah Islam tidak membedakan antara orang muslim dengan kafir dzimmi (orang yang hidup di tengah masyarakat Islam, dan mendapat perlindungan dari pemerintah Islam). Akan tetepi hubungan tersebut tidak dimaksudkan untuk mencampuradukan urusan akidah. Penelitian ini menngunakan metodelogi library research dengan analisis komparatif dan Content analisys dalam mebandingkan fatwa yang menjadi objek kajian penulian ini. Tujuan peneliatan adalah untuk mengetahui letak perbedaan dan persamaan fatwa Majlis Ulama Indonesia, Lembaga Fatwa Mesir dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi tentang perayaan natal. Berdasarkan metode dan bahan penelitian kesimpulan dari penelitian ini bahwa hukum merayakan Natal adalah hal yang diharamkan bila mana terdapat pencampuradukan aqidah didalamnya.
Kata Kunci : Fatwa Merayakan Natal Bersama Pembimbing : 1. Dr. H. Muhammad Taufiki, M. Ag
2. Ummu Hanah Yusuf Saumin, M.A
KATA PENGANTAR
Puji dan rasa syukur mendalam penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,
karena berkat limpahan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya maka skripsi ini dapat
diselesaikan dengan baik. Salam dan salawat semoga selalu tercurah pada baginda
Rasulullah Muhammad SAW.
Selanjutnya, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tak
terhingga kepada semua pihak yang membantu kelancaran penulisan skripsi
ini,baik berupa dorongan moril maupun materil. Karena penulis yakin tanpa
bantuandan dukungan tersebut, sulit rasanya bagi penulis untuk menyelesaikan
penulisan skripsi ini. Oleh karena itu penulis secara khusus ingin menyampaikan
terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Phil. Asep Saepudin Jahar, M.A., Selaku Dekan Fakultas
Syarî’ah dan Hukum serta para Pembantu Dekan Fakultas Syarî’ah dan Hukum Universitas Islâm Negeri (UIN) Syarîf Hidâyatullâh
Jakarta;
2. Bapak Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si, Selaku Ketua Program Studi
Perbandingan Mazhab dan ibu Hj. Siti Hana, S. Ag, Lc., MA selaku
Sekretaris Program Studi Perbandingan Mazhab;
3. Ibu Hj. Siti Hanna, S.Ag, Lc., MA, selaku Dosen Penasehat Akademik
Penulis;
4. Bapak Dr. H. Muhammad Taufiki, M.Ag dan Ummu Hanah Yusuf
Saumin, M.A selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan arahan, saran dan ilmunya hingga penulisan skripsi ini
5. Seluruh dosen Fakultas Syarî’ah dan Hukum Universitas Islâm Negeri (UIN) Syarîf Hidâyatullâh Jakarta, yang telah mendidik dan
mengajarkan ‘Ilmu dan Akhlâq yang tidak ternilai harganya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Syarî’ah dan Hukum Universitas Islâm Negeri (UIN) Syarîf Hidâyatullâh Jakarta;
6. Pimpinan dan seluruh karyawan perpustakaan Universitas Islâm
Negeri Syarîf Hidâyatullâh Jakarta;
7. Kedua orang tua tercinta Ayahanda dan Ibunda, yang telah
mencintai saya dengan segenap jiwa dan raga, memberikan segala
yang mereka bisa, baik doa maupun dukungan sehingga dengan ridha
mereka saya bisa sampai seperti ini;
8. Kepada Siti Zakiah yang telah membantu dan menemani
menyelesaikan tugas akhir ini.
9. Keluarga Besar MCC Fakultas Syariah dan Hukum tempat penulis
berproses dalam bidang akademisi.
Sebagai akhir kata semoga Allah Subhânahu Wata’âlâ memberikan balasan atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini. Dan juga, semoga apa yang telah kalian berikan
menjadi berkah dan amal kebajikan serta bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Jakarta, 30 September 2016
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
SURAT PENGESAHAN PANITIA UJIAN ... iii
LEMBAR PERNYATAAN ... iv
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 5
C. Batasan dan Rumusan Masalah ... 5
D. Tujuan Penelitian ... 6
E. Manfaat Penelitian ... 7
F. Kerangka Konseptual ... 8
G. Review Studi Terdahulu ... 10
H. Teknis Penulisan ... 14
I. Metode Penelitian ... 14
J. Sistematika Penulisan ... 17
BAB II PENGERTIAN SEJARAH DAN TRADISI PERAYAAN NATAL A. Pengertian Perayaan Natal ... 19
C. Tradisi Perayaan Natal ... 29
a. Pohon Natal ... 29
b. Sinterklas ... 29
c. Malam Natal... 30
d. Hadiah Natal ... 31
e. Ucapan Selamat Natal ... 32
BAB III FATWA IKUT SERTA MERAYAKAN NATAL BAGI UMAT MUSLIM A. Fatwa Majelis Ulama Indonesia ... 33
B. Fatwa Ulama Lembaga Fatwa Mesir ... 41
C. Fatwa Ulama Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi ... 49
BAB IV ANALISA PERBANDINGAN FATWA A. Analisis Isi Fatwa ... 56
1. Fatwa Majelis Ulama Indonesia ... 56
2. Fatwa Ulama Lembaga Fatwa Mesir Mesir ... 59
3. Fatwa Ulama Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi ... 62
B. Analisis Perbandingan Fatwa ... 65
1. Persamaan ... 65
a. Dalam Hal Merujuk Dalil ... 65
c. Dalam Hal Penemuan‘Illat Hukum ... 67
d. Dalam Hal Latar Belakang ... 68
2. Perbedaan ... 68
a. Dalam Hal Merujuk Dalil ... 68
b. Dalam Hal Metode Istinbath Hukum ... 74
c. Dalam Hal Penemuan‘Illat Hukum ... 75
d. Dalam Hal Latar Belakang ... 76
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 79
B. Saran ... 80
DAFTAR PUSTAKA ... 81
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap bulan Desember umat Kristiani merayakan hari raya agama mereka,
yaitu Hari Natal yang jatuh pada tanggal 25 Desember. Hampir setiap tahunnya
perayaan Natal semakin terlihat meriah, pada tahun 2015 di Indonesia misalnya,
beberapa sudut pertokoan mulai ramai dengan hiasan Natal.
Supermarket-supermarket yang mulanya sepi-sepi saja, dihiasi dengan pernak-pernik Natal,
Media massa pun tak ketinggalan ikut memeriahkan hari Raya Natal dengan
menayangkan acara-acara spesial Natal, bahkan tidak jarang mereka yang
beragama Islam ikut serta dalam memeriahkan hari Raya Natal, mulai dari
karyawan toko dan restoran yang menggunakan atribut Natal sampai para
pengusaha yang sengaja ingin memeriahkan hari Natal.
Hampir disetiap negara memiliki model yang berbeda-beda dalam perayaan
Natal. Di Arab Saudi, umat Kristiani tidak bisa bebas merayakan Natal. Walaupun
ada hampir 1 juta umat Kristiani disana, pemerintah memiliki larangan untuk
merayakan Natal di tempat umum. Di saat yang sama, pemerintah Arab Saudi
tidak memiliki larangan yang tegas terkait perayaan Natal di kediaman pribadi.
Meskipun begitu, dibeberapa area, umat Kristiani masih dapat melakukan
perayaan Natal dengan melakukan semacam pendekatan dengan pejabat setempat.
perayaan liburan biasa di dalam rumah pribadi.1 Berbeda dengan Arab Saudi, perayaan Natal di Indonesia justru dapat dikatakan cukup meriah meskipun
mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim. Umat Kristiani di Indonesia dapat
merayakan Natal bersama dengan keluarga, teman, serta dikelilingi dengan
dekorasi Natal di rumah, pohon Natal, kue-kue, dan lain sebagainya. Karena pada
dasarnya Indonesia menganut prinsip kebebasan beragama bagi warga negaranya.2 Oleh karenanya hak untuk beribadah bagi agama apapun menjadi hak
fundamental yang dilindungi oleh negara. Selain itu Bhineka Tunggal Ika juga
menjadi pilar kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia,3 yang berarti Indonesia terdiri dari bermacam suku bangsa dan agama sehingga perayaan Natal
justru menjadi perayaan yang harus dilindungi oleh negara, bahkan setiap
perayaan Natal di Indonesia pemerintah selalu melakukan pengamanan yang
ekstra ketat.
Di Mesir Natal dirayakan pada tanggal 7 Januari, mayoritas umat Kristiani
di Mesir adalah penganut Kristen Koptik yang memang merayakan Natal pada
tanggal 7 Januari berdasarkan kalender yang mereka yakini. Suasana perayaan
Natal di Mesir tidak seheboh sebagaimana di Indonesia, di Mesir penjagaan
terhadap gereja-gereja tidak berlebihan, tradisi menghias pohon Natal atau atribut
ala sinterklas juga tidak menonjol di tempat publik. Namun meski demikian
spanduk-spanduk ucapan selamat Natal banyak ditemui, bahkan pihak Universitas
1“
Natal di Negara Islam, dari Pelarangan Hingga Bagi Kado”, Republika, 21 Desember 2015, h.21.
2
Effendi, A. Mansur, Perkembangan Dimensi Hak Asasi Manusia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2005), h.128.
3
al-Azhar Kairo mengirim utusan resmi mengunjungi gereja dan mengucapkan
selamat Natal kepada umat Kristiani.4 Pemerintah Mesir menjadikan perayaan Natal tanggal 7 januari sebagai hari libur resmi nasional sejak tahun 2002 silam.
Perbedaan perayaan tersebut, tentu didasari pada hukum yang berlaku dan
fatwa-fatwa ulama setempat yang mempengaruhi masyarakat di negara-negara
tersebut dalam menyikapi perayaan Natal yang ada. Fatwa-fatwa ulama tersebut
tentu dirumuskan dengan melihat bentuk negara, budaya serta latar belakang
negara dan masyarakatnya. Dalam ilmu ushul fiqh, fatwa berarti pendapat yang
dikemukakan oleh seorang mujtahid atau fakih sebagai jawaban yang diajukan
peminta fatwa dalam satu kasus yang sifatnya tidak mengikat.5 Fatwa juga dapat
diidentikkan dengan ra’yu. Ra’yu didefinisikan sebagai pendapat tentang suatu masalah yang tidak diatur oleh al-Qur’ân dan Sunnah. Ra’yu adalah pendapat yang dipertimbangkan dengan matang, yang dicapai sebagai hasil pemikiran yang
dalam dan upaya keras individu dengan tujuan menyingkapkan dan mencari
pengetahuan tentang suatu subyek yang mungkin hanya menjadi pertanda atau
indikasi dari hal lain.6 Sehingga tentunya fatwa juga dapat mempengaruhi bagaimana seorang Muslim dapat bersikap terhadap suatu permasalahan yang
tidak diatur dalam al-Qur’ân dan Sunnah.
Dalam hal ini fatwa ulama terkait dengan perayaan Natal memiliki dimensi
yang berbeda-beda. Dimensi yang paling mendasar adalah terkait dengan
4 “Natal di Negara Islam, dari Pelarangan Hingga Bagi Kado”, Republika, 21 Desember 2015, h.21.
5
Abdul Aziz Dahlan (Eds), Einsiklopedi Hukum Islam I, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1999), h. 326.
6
”Tasyabuh” yaitu suatu kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang mukmin menyerupai, dalam hal ini adalah menyerupai orang kafir baik dalam
perkataan, perbuatan maupun kebiasaan-kebiasaan mereka.7 Sebagai mana yang tergambar dalam Hadîts Nabi:
Dari Ibnu ‘Umar, Nabi Muhammad SAW bersabda,
نع
نْبا
،رمع
لاق
:
لاق
لوسر
هَلا
ىَص
هَلا
هْي ع
مَس
” :
ْنم
هَبشت
ْوقب
و ف
ْم ْنم
“
)
ا ر
د اد وبأ
4031/
)
8Artinya: “Dari Ibnu Umar, Rosulullah Bersabda:
“
Barangsiapa yang menyerupaisuatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka” (HR. Abu Daud no. 4031).
Dalam hal ini tentunya perayaan Natal yang dilakukan oleh seseorang
Muslim dapat dikatakan sebagai perbuatan tasyabuh, namun kalangan ulama juga
masih berbeda pendapat sehingga fatwa yang diberikan terhadap persoalan ini
berbeda-beda pula. Perbedaan tersebut tentunya terlihat dari taks-taks pernyataan
berbagai fatwa yang menjadi subjek dalam penelitian ini yaitu Majelis Ulama
Indonesia, Lembaga Fatwa Mesir dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa
Kerajaan Arab Saudi. Yang dimana ketiga lembaga fatwa tersebut tentunya
memiliki metode yang berbeda dalam permasalahan fatwa perayaan Natal.
Metode dan pendekatan tersebut juga akan berdampak pada substansi fatwa yang
menyebabkan terjadinya ikhtilâf dikalangan ulama.9Karena itu penulis merasa
7
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, Ringkasan Iqtidha’ Ash-Shirathil Mustaqim, Penerjemah Ahmad Hamdani Ibnu Muslim, (Solo: Pustaka Ar-Rayyan), h.68.
8
Abu Dawud, Sunan Abi Dawud, (Beirut: Dar al-Fikr, 1994), h.77 9
tertarik untuk membahas ”Hukum Ikut Serta Merayakan Natal Bagi Muslim
Dalam Pandangan Ulama (Komparasi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Dâr
al-Iftâ’ al-Misriyyah Dan Komisi Tetap Urusan Riset Dan Fatwa Kerajaan Arab
Saudi)”. Sebagai kajian yang mencoba membandingkan metode, pendekatan serta
substansi fatwa ulama terhadap permasalahan kontemporer Umat Islam.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas penulis mencoba
mengindentifikasi permasalahan yang ada dalam judul penelitian ini sebagai
berikikut:
1. Apa saja metode pengambilan fatwa yang dialakukan oleh ketiga lembaga fatwa
dalam permasalahan perayaan Natal dinegaranya?
2. Apa saja hal yang menjadi pertimbangan ulama tersebut dalam pengambilan
fatwa?
3. Apa dalîl argumentasi yang digunakan ulama ketiga lembaga tersebut dalam
pengambilan fatwa?
4. Bagaimana para ulama tersebut memaknai perayaan Natal oleh Umat Muslim
sebagai tindakan tasyabuh?
5. Sampai sejauh mana fatwa tentang perayaan Natal oleh ketiga lembaga fatwa
tersebut mempengaruhi masyarakat negaranya dalam menyikapi perayaan Natal?
6. Bagaimana kedudukan fatwa ulama ketiga lembaga fatwa tersebut dinegaranya?
C. Pembatasan dan Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis menganggap
perlu adanya pembatasan masalah yang menjadi fokus pembahasan dalam skripsi
ini. Guna mengefektifkan dan memudahkan pengolahan data, maka penulis
membatasi permasalahan dalam penulisan skripsi ini pada seputar pembahasan
tentang Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Lembaga Fatwa Mesir dan Komisi Tetap
Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi tentang keikutsertaan Muslim dalam
perayaan Natal.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari uraian di atas maka akan diuraikan beberapa rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Fatwa Majelis Ulama Indonesia terhadap perayaan Natal di Indonesia?
2. Bagaimana Fatwa Lembaga Fatwa Mesir terhadap perayaan Natal di Negara
Mesir?
3. Bagaimana Fatwa Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi
terhadap perayaan Natal di negara saudi?
4. Apa perbedaan dan persamaan fatwa Majelis Ulama Indonesia, Lembaga Fatwa
Mesir dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi tentang
perayaan Natal?
D. Tujuan Penelitian
Sebagaimana rumusan masalah di atas, tujuan dari kajian ini adalah:
1. Untuk mengetahui fatwa Majelis Ulama Indonesia terhadap perayaan Natal di
2. Untuk mengetahui fatwa Lembaga Fatwa Mesir terhadap perayaan Natal di
Negara Mesir.
3. Untuk mengetahui fatwa Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab
Saudi terhadap perayaan Natal di Negara Saudi.
4. Untuk mengetahui letak perbedaan dan persamaan fatwa Majelis Ulama
Indonesia, Lembaga Fatwa Mesir dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa
Kerajaan Arab Saudi tentang perayaan Natal.
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan kajian ini bermanfaat bagi perkembangan khasanah ilmu
pengetahuan syarî’ah umumnya yang berkaitan dengan fatwa dan lebih khususnya Hukum Islam.
2. Kegunaan Praktiss
a. Bagi Mahasiswa
Diharapkan dapat digunakan untuk meningkatkan wawasan keilmuan dan
keahlian, khususnya dalam perancangan fatwa terhadap suatu permasalahan umat.
b. Bagi Peneliti
Dapat melatih kemampuan diri dalam menerapkan teori yang telah diterima
selama kuliah, memperdalam dan meningkatkan keterampilan serta kreativitas
dalam berfikir dan dapat memecahkan permasalahan yang dihadapi dengan topik
yang diambil.
Dapat menambah hasil penelitian yang aktual terhadap permasalahan umat
serta meningkatkan pemahaman secara komperhensif terkait dengan fatwa-fatwa
ulama terhadap permasalahan kontemporer dalam hukum Islam.
F. Kerangka Konseptual
1. Penegasan Konseptual
a. Studi komparatif: sejenis penelitian deskriptif yang ingin mencari jawaban secara
mendasar tentang sebab-akibat, dengan menganalisa faktor-faktor penyebab
terjadinya ataupun munculnya suatu fenomena tertentu.10
b. Fatwa: Fatwa dilihat dari segi etimologi berasal dari kata al fatwâ wal futyâ
(fatâwâ) yang berarti petuah, nasehat jawaban atas pertanyaan yang berkaitan dengan hukum. 11 Sedangkan al- istiftâ’ berarti permintaan fatwa dan al-mufti adalah pemberi fatwa.12 Dari segi terminologi fatwa adalah pendapat atau keputusan dari alim ulama atau ahli Hukum Islam.13 Sedangkan dalam ilmu usûl fiqh, fatwa berarti pendapat yang dikemukakan oleh seorang mujtahid atau fakih sebagai jawaban yang diajukan peminta fatwa dalam satu kasus yang sifatnya
tidak mengikat.14 Pihak yang meminta fatwa tersebut bisa pribadi, lembaga maupun kelompok masyarakat berdasarkan kebutuhan hukumya masing-masing.15 c. Majelis Ulama Indonesia: Lembaga Swadaya Masyarakat yang mewadahi
‘ulamâ, zu’amâ, dan cendikiawan Islam di Indonesia untuk membimbing,
10
M. Nasir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985), h.68. 11
Abdul Aziz Dahlan, Einsiklopedi Hukum Islam I, h.326 12
Ahmad Warson Munawir, Al-Munawir Kamus Arab-Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Progressif, 1984), h.1110.
13
Sudarsono, Kamus Hukum, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1990), 127 14
Abdul Aziz Dahlan, Einsiklopedi Hukum Islam I, h.326 15
membina dan mengayomi kaum Muslimin di seluruh Indonesia. Majelis Ulama
Indonesia berdiri pada tanggal, 7 Rajab 1395 Hijriah, bertepatan dengan tanggal
26 Juli 1975 di Jakarta, Indonesia.16
d. Lembaga Fatwa Mesir: Dâr al-Iftâ’ al-Misriyyah atau Lembaga Fatwa Mesir adalah lembaga fatwa pertama yang didirikan di dunia Islam. Lembaga ini
menjadi salah satu rujukan terpenting Umat Islam seluruh dunia untuk mengetahui
jawaban setiap permasalahan hukum-hukum Islam. didirikan untuk mewakili
Islam dan pusat penelitian hukum Islam yang unggul di tingkat Internasional sejak
berdiri pada tahun 1895/ 1311 H. berdasarkan surat keputusan dari Khedive Mesir
Abbas Hilmi yang ditujukan kepada Nizârah Haqqiniyyah NO. 10 November 1895. Surat tersebut diterima oleh Nizharah yang bersangkutan tanggal 7 Jumadil
Akhir 1313 nomor 55.17
e. Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi : (Lajnah al-Dâimah lil Buhûts al-Ilmiyah wal Iftâ) merupakan lembaga resmi yang ditunjuk pemerintahan Kerajaan Saudi Arabia untuk mengurusi perkara berkaitan fatwa,
dakwah dan juga wakaf. Kalau di Indonesia semacam MUI. Fatwa-fatwa yang
keluar selalu menjadi rujukan kaum Muslimin di seluruh dunia. Hal ini tidaklah
mengherankan karena ulama yang duduk di lembaga tersebut benar-benar terpilih
dan keilmuannya sudah diakui dunia. Diantara ulama ahl al-Sunnah yang pernah
16“
MUI” diakses pada 16 Februari 2016 dari http://mui.or.id/sekilas-mui 17“
Dar al-Ifta’ al-Misriyyah atau Lembaga Fatwa Mesir” diakses pada 16 Februari 2016
menjabat sebagai ketua Lajnah al-Dâimah adalah al-Syaikh Ibnu Baz rahimahullah.18
G. Review Studi Terdahulu
Fatwa-Fatwa MUI Yang Kontroversial Pelarangan Bagi Umat Islam
Mengikuti Program Keluarga Berencana (1979) Dan Merayakan Natal (1981) Skripsi yang disusun oleh Fitra Rahmansyah Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia.. Skripsi ini mengangkat Fatwa-fatwa MUI yang dianggap kontroversial dan merupakan analisis kritis terhadap fatwa MUI
khususnya fatwa terkait perayaan Natal. Permasalahan utama yang diangkat
dalam skripsi ini adalah bagaimana MUI menghadapi dan menyikapi anjuran
pemerintah mengenai program Keluarga Berencana (KB) dan memperbolehkan
Umat Islam mengikuti perayaan Natal bersama tersebut. Disamping itu, skripsi ini
juga mengangkat permasalahan utama yaitu sejauhmana fatwa-fatwa MUI yang
dianggap kontroversial itu juga disikapi oleh pemerintah.19 Intisari dalam skripsi ini adalah menganalisa bahwa Fatwa MUI sebagai sebuah bentuk atau wujud dari
cara MUI untuk memprotes sikap pemerintah dalam menangani masalah
kerukunan umat beragama dan Keluarga Berencana. Adapun persamaan penelitian
dengan skripsi yang disusun penulis adalah adanya kesamaan dalam objek
penelitian yaitu fatwa MUI dalam perayaan Natal, sedangkan perbedaannya
adalah pada pola dan metode penelitiannya metode penelitian dalam skripsi yang
18“
Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi” diakses pada 16 Februari 2016 dari http://alifta.net/default.aspx?languagename=ar
19
disusun penulis adalah studi komparatif dimana penulis mencoba membandingkan
fatwa dari berbagai lembaga fatwa di tiga negara terkait dengan perayaan Natal,
yaitu Majelis Ulama Indonesia, Lembaga Fatwa Mesir: Dâr al-Iftâ’ al-Misriyyah dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi : (Lajnah
al-Dâimah lil Buhûts al-Ilmiyah wal Iftâ).
Makna Perayaan Hari Raya Idhul Fitri dan Hari Raya Natal (Analisa
Perbandingan Makna) Skripsi yang diajukan oleh Ihya Ulumuddin Jurusan
Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Univeritas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta. Srkipsi ini berisi tentang perbandingan pemaknaan
antara perayaan Hari Raya Idhul Fitri dan Hari Raya Natal yang ditinjau melalui
filosofis dan sejarah perayaan kedua hari raya tersebut. Serta didalamnya juga
terdapat pembahasan terkait dengan tradisi yang dilakukan oleh Umat Muslim
dalam merayakan Hari Raya Idhul Fitri serta tradisi yang dilakukan umat Kristiani
dalam Merayakan Hari Raya Natal.20 Adapun persamaan dengan skripsi yang disusun penulis adalah adanya pembahasan sub objek penelitian yang sama yaitu
terkait dengan perayaan Natal, sedangkan perbedaannya adalah pada objek
penelitian yaitu dalam skripsi ini penulis mengkaji fatwa ulama dalam perayaan
Natal serta metode penelitian. Yang berbeda dalam skripsi yang disusun oleh Ihya
Ulumuddin telah membandingkan makna perayaan Hari Raya Idhul Fitri dan Hari
Raya Natal dalam skripsi ini penulis membandingkan fatwa dari berbagai lembaga
fatwa di tiga negara terkait dengan perayaan Natal, yaitu Majelis Ulama
20
Indonesia, Lembaga Fatwa Mesir: Dâr al-Iftâ’ al-Misriyyah dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi : (al-Lajnah al-Dâimah lil Buhûts
al-Ilmiyah wal Iftâ).
Berita Ucapan Natal di Republika Online (Kajian Isi Berita Melalui
Analisis Freming), Skripsi yang disusun oleh Fatoni ShidqiJurusan Komunikasi
dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga Yogyakarta.21 Penelitian dalam skripsi tersebut mengangkat terkait dengan isu kontorversi hukum ucapan selamat Natal bagi Umat Muslim,
yang dimana Republika Online sebagai salah satu bagian dari media massa
mencoba memberitakan berbagai fatwa ulama terkait dengan larangan ucapan
selamat Natal, namun dalam penelitian tersebut penulis menemukan pelanggaran
kode etik jurnalistik yang ternyata Republika Online mencoba mengarahkan
pemberitaan isu ucapan Natal agar pembaca dapat ikut serta memperbolehkan
ucapan Natal. Persamaan dalam penelitian ini adalah adanya sub objek yang
masih terkait yaitu hukum merayakan Natal yang salah satu isunya adalah hukum
mengucapkan selamat Natal, sedangkan perbedaannya adalah dalam objek kajian
dan metode kajian dimana objek dan metode kajian dalam skripsi ini adalah
terkait dengan perbandingan fatwa ulama dalam hukum perayaan Natal.
Analisis Wacana Pemberitaan Kontroversi Ucapan Selamat Natal Di
Republika Online (Edisi 4 Januari 2013) Skripsi yang disusun oleh Ramadhan
Halim Pratama Program studi Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Ilmu
21
Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, berisi tentang isu
yang berkembang di masyarakat tentang boleh tidaknya Umat Muslim
memberikan ucapan selamat Natal kepada umat yang merayakannya, dimana
Republika Online mempublikasikan sebuah pemberitaan tentang kontroversi
ucapan Selamat Natal.22 Dari penjabaran di atas, maka dalam penelitian tersebut muncul suatu pertanyaan, sebagai objek pembahasan skripsi ini, bagaimana isi
teks yang dikonstruksi oleh Republika Online edisi 4 Januari 2013 tentang
pemberitaan Kontroversi Ucapan Selamat Natal, bagaimana proses produksi dan
konsumsi teks di Republika Online edisi 4 Januari 2013 tentang pemberitaan
Kontroversi Ucapan Selamat Natal, serta bagaimana sosiocultural practice yang
dikonstruksi oleh Republika Online edisi 4 Januari 2013 tentang pemberitaan
Kontroversi Ucapan Selamat Natal. Dalam pemberitaan tersebut, secara
keseluruhan Republika Online merepresentasikan tentang
tokoh-tokoh/Ulama-ulama besar di luar Indonesia yang menimbulkan kontroversi dikarenakan ada
yang mendukung ucapan Natal dan ada pula yang menolaknya. Republika Online
membuat berita tersebut semata-mata hanya ingin mendukung toleransi umat
beragama dan ingin menghormati hari raya besar umat agama lainnya. Republika
Online berusaha menyeimbangkan kondisi dengan mengkonstruksi realita tersebut
melalui wacana. Mengingat Republika Online merupakan salah satu media online
nasional berbasis Islam di Indonesia sehingga konstruksi wacana yang dihasilkan
akan cenderung mengandung dukungan terhadap kerukunan umat beragama yang
22
ada di Indonesia. Dalam penelitian tersebut terdapat persamaan sub objek
penelitian yaitu terkait dengan ucapan selamat Natal, sedangkan perbedaannya
adalah pada metode penelitian dalam skripsi ini penulis mencoba membandingkan
fatwa ulama terkait dengan perayaan Natal sedangkan penelitian di atas terkait
dengan penggiringan opini publik terhadap bolehnya ucapan selamat Natal yang
dilakukan melalui tulisan dalam Republika Online.
H. Teknis Penulisan
Teknis penulisan skripisi ini mengacu pada Pedoman Penulisan Skripsi
Fakultas Syariah Dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta 2012.
I. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis kajian yang digunakan dalam skripsi ini adalah menggunakan library
research atau kajian pustaka yaitu telaah yang dilaksanakan untuk memecahkan suatu masalah yang pada dasarnya bertumpu pada penelaahan kritis dan
mendalam terhadap bahan-bahan pustaka dan hasil-hasil penelitian yang terkait
dengan topik (masalah) kajian.23
2. Pendekatan Penelitian
23
Pendekatan penelitian pada kajian ini adalah kualitatif, yaitu penelitian yang
dilakukan untuk menghasilkan data deskriptif yang berupa fakta-fakta tertulis atau
lisan dari orang atau pelaku yang diamati.24
3. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Sumber primer, yaitu pustaka yang berisikan pengetahuan ilmiah yang baru dan
mutakhir ataupun pengertian baru tentang fakta yang diketahui maupun mengenai
suatu gagasan (idea).25 Maka dalam skripsi ini sumber data primer yang dimaksud adalah fatwa dari berbagai lembaga fatwa di tiga negara terkait dengan perayaan
Natal, yaitu Majelis Ulama Indonesia, Lembaga Fatwa Mesir: Dâr al-Iftâ’ al -Misriyyah dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi : (al-Lajnah al-Dâimah lil Buhûts al-Ilmiyah wal Iftâ).
b. Sumber sekunder, adalah data yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber
sekunder dari data yang kita butuhkan26, yaitu buku-buku yang mendukung atau pelengkap, khususnya buku Fiqih dan Ushul Fiqih.
4. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dari hal-hal yang akan dibahas
adalah dokumentasi. Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal
atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti,
fatwa, lengger, agenda dan sebagainya.27 Dalam pengumpulan data penulis
24
Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), h.18. 25
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dan Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 1996), h.51. 26
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Prenada Media, 2005), h.122. 27
mengumpulkannya melalui website resmi ketiga lembaga fatwa yaitu yaitu Majelis Ulama Indonesia, Lembaga Fatwa Mesir: Dâr al-Iftâ’ al-Misriyyah dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi : Lajnah al-Dâimah lil Buhûts al-Ilmiyah wal Iftâ.
5. Analisis Data
Sesuai dengan penelitian pustaka maka analisis yang penulis gunakan
adalah:
a. Komparasi
Metode komparatif yang dimaksud disini adalah dilakukan dengan
membandingkan suatu fakta yang lain sehingga diketahui suatu persamaan dan
perbedaannya, sebagaimana yang dikemukakan Aswari Sudjud bahwa penelitian
komparasi akan dapat menemukan persamaan-persamaan dan
perbedaan-perbedaan tentang benda-benda, tentang orang-orang, tentang prosedur kerja,
tentang ide-ide, kritik terhadap orang, kelompok, terhadap suatu ide atau suatu
prosedur kerja.28 Dan dalam penulisan ini, penulis membandingkan, mengkomparasikan antara berbagai fatwa dari berbagai lembaga fatwa di tiga
negara terkait dengan perayaan Natal, yaitu Majelis Ulama Indonesia, Lembaga
Fatwa Mesir: Dâr al-Iftâ’ al-Misriyyah dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi :(al-Lajnah al-Dâimah lil Buhûts al-Ilmiyah wal Iftâ).
b. Content analisys
28
Content analisys merupakan suatu metode penelitian yang memanfaatkan seperangkat prosedur, untuk menganalisa isi fatwa dan menarik kesimpulan yang
shahih dari sumber data penelitian berupa buku.29
J. Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
Bab pendahuluan berisi uraian mengenai latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, penegasan istilah, penelitian
terdahulu, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
BAB II : PENGERTIAN SEJARAH DAN TRADISI PERAYAAN NATAL
Berisi pembahasan umum terkait definisi dan sejarah perayaan Natal, yang
juga bagaimana saja model-model perayaan Natal yang terdapat diberbagai negara
dan tempat. Khususnya pembahasan keikutsertaan Muslim dalam tradisi perayaan
Natal. Dalam bab ini juga dibahas tradisi dan model model perayaan Natal yang
tidak hanya melibatkan Kaum Kristiani saja melainkan juga melibatkan kaum
Muslimin.
BAB III : FATWA HUKUM IKUT SERTA MERAYAKAN NATAL BAGI
MUSLIM
Berisi pembahasan tentang isi fatwa dalam hukum perayaan Natal yang
meliputi hukum mengucapkan selamat Natal, sampai dengan perayaan Natal
bersama yang dikeluarkan melalui fatwa ketiga lembaga fatwa tersebut yaitu
Majelis Ulama Indonesia, Lembaga Fatwa Mesir dan Komisi Tetap Urusan Riset
29
dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi. Pada bab ini penulis juga menguraikan secara
singkat argumentasi ulama ketiga lembaga fatwa tersebut melalui dalil dan
kaidah-kaidah Hukum Islam.
BAB IV : ANALISA PERBANDINGAN FATWA
Berisi pembahasan tentang perbandingan isi serta metode fatwa tentang
hukum perayaan Natal yang dikeluarkan oleh ulama Majelis Ulama Indonesia,
Lembaga Fatwa Mesir dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab
Saudi. Dalam bab ini juga penulis mencoba mengurai latar belakang apa saja yang
menyebabkan terjadinya perbedaan fatwa ulama ketiga lembaga tersebut dalam
hal hukum merayaan Natal dinegaranya.
BAB V: PENUTUP
Pada bab ini, penulis akan memberi kesimpulan dan saran yang didasarkan
BAB II
PENGERTIAN SEJARAH DAN TRADISI PERAYAAN NATAL
A. Pengertian Perayaan Natal
Kata Christmas (Natal) yang dalam Bahasa Inggris Mass of Christ atau di singkat dengan Christ-Mass, diartikan sebagai hari untuk merayakan kelahiran
“Yesus”. Kata Natal sendiri berasal dari Bahasa Latin yang artinya adalah lahir.
Kata Christmas juga sering disingkat menjadi Xmas, yang dalam bahasa Yunani, X adalah kata pertama dalam nama Kristus (Yesus).1 Di Indonesia Mass of Christ juga dikenal dengan Misa Natal yang secara Bahasa dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia adalah upacara ibadat utama dalam Gereja Katolik, yang di dalamnya
roti dan anggur yang dikurbankan berubah zatnya menjadi kehadiran Kristus.
Secara istilah Natal berarti upacara yang dilakukan oleh orang Kristen untuk
memperingati hari kelahiran Isa Al-Masih yang mereka sebut Tuhan Yesus.
Yesus dalam sejarah umat Islam sebenarnya adalah Nabi Isa Al Masih putra
Maryam. Sebutan "Isa" (dalam bahasa Arab) berasal dari bahasa Ibrani dari kata
"Esau". Dalam bahasa Latin nama itu menjadi "Yesus". Munculnya nama Yesus
terjadi pada peristiwa pengadilan Isa Al Masih oleh mereka yang hadir dengan
menambahkan huruf "J" pada awal dan "S" pada akhir kata "Esau" sehingga
menjadi Yesus. Nama Yesus baru populer pada abad ke-2.2 Populernya nama Yesus akhirnya menenggelamkan nama asli Esau di kalangan Kristen. Namun
1
Irena Handono, Perayaan Natal 25 Agustus Antara Dogma dan Toleransi, (Jakarta: Bima Rodheta, 2004), cet.IV, h.11.
2
demikian dalam surat Ali 'Imran: ayat 45-46
ميْرم نْبا ىسيع حيسملا
tetapmempertahankan nama Esau (Isa dalam dialek Arab).3 Sedangkan kata Masyiakh,
Messiah, atau Mesyah berasal dari bahasa Arab dari kata “masaha” dengan tiga huruf mati yang dikandungnya yaitu: m-sh yang berarti mengembara. Dalam
perkembangan selanjutnya orang Yunani mengubah sebutan Messiah bagi Isa
menjadi Kristos yang berarti yang disiram dengan minyak (diurapi).4 Oleh orang Eropa, Yesus disebut Christus atau Kristus, yaitu Sang Penyelamat atau Sang Penebus Dosa. Dalam pengertian secara Bahasa jika kita lihat dalam pembahasan
di atas ternyata terdapat literatur Bahasa yang berbeda dalam pemaknaan Yesus,
Isa dan Kristus.
Keajaiban kelahiran Yesus ke dunia menjadi bahan aktual dalam diskusi
yang tidak ada habisnya. Sebagian ada yang mengatakan bahwa Yesus itu darah
daging Yusuf tunangan Maria (Maryam). Oleh karena itu -seperti sudah saya
jelaskan (kekeliruannya) di depan -Yesus memiliki silsilah dari Yusuf, dengan
nenek moyang Daud.5 Bibel sendiri rupanya masih bingung terhadap status "ayah" Yesus. Pada suatu kesempatan Yusus itu diakui sebagai tunangan Maryam
(Matius 1:18), tapi dilain kesempatan juga diakui sebagai suami Maryam (Matius
1:19). Terhadap persoalan ini, sebagian orang Yahudi sangat ekstrem dengan
menuduh bahwa Yesus adalah anak haram, hasil hubungan gelap Maryam dengan
Yusuf.
3
W.Herbert Amstrong dan Masyhud, Misteri Natal Sebuah Kritik dari Tokoh Kristen Internasional, (Surabaya: Pustaka Da'i, 1994), h.29.
4
Ahmed Deedat, Siapa Pewaris Yesus Muhammad ataukah Rohul Kudus, (Surabaya: Pustaka Da'i, 1995), h.56.
5
Sebagian lagi ada yang berpendirian bahwa Yesus itu dilahirkan secara
murni suci, tanpa campur tangan (unsur jantan) manusia. Oleh karena itu Yesus
adalah "anak Tuhan". Tetapi pihak yang berpendapat demikian juga bertentangan
dalam memahami dan menafsirkan kata "anak Tuhan" tersebut. Di satu pihak
memahaminya secara harfiyah (literal), bahwa Yesus adalah anak secara
"biologis", yakni anak yang kejadiannya memerlukan campur tangan Tuhan
secara langsung kepada Maryam melalui ruh yang suci. Pemikiran tersebut
nantinya melahirkan konsep ketuhanan "Trinitas": Tuhan Bapak, Tuhan Anak,
dan Tuhan Roh Suci.6 Akan tetapi sebagian pihak memahaminya secara kiasan (metafora). Bahwa anak, bukan dalam pengertian "biologis" atau nasab,
melainkan kiasan saja. Pendapat seperti ini didasarkan oleh adanya penyebutan
anak yang bukan hanya kepada Yesus, sebagaimana penjelasan Bibel di bawah
ini:
"Maka anak-anak Allah melihat, bahwa anak-anak perempuan manusia itu cantik-cantik, lalu mereka mengambil istri dari antara perempuan-perempuan itu, siapa saja yang disukai mereka. " (Kejadian6:2).
"Pada waktu itu orang-orang raksasa ada di bumi, dan juga pada waktu sesudahnya, ketika anak-anak Allah menghampiri anak-anak perempuan manusia dan perempuan-perempuan itu melahirkan anak bagi mereka." (Kejadian 6:4).
"Aku mau menceritakan tentang ketetapan Tuhan; la berkata kepadaku: "AnakKu engkau! Engkau telah kuperanakkan pada hari ini." (Mazmur2:7).
"Dengan menangis mereka akan datang, dengan hiburan Aku akan membawa mereka; Aku akan memimpin mereka ke sungai-sungai, dijalan yang rata, dimana mereka tidak akan tersandung; sebab Aku telah menjadi bapa Israel. Efraim adalah anak sulungku." (Jeremia 31:9).
6
Namun demikian dalam Qosidah Burdah bagian ketiga Nadham yang disusun oleh seorang Sufi Terkenal Al-Imam Busyiri menyebutkan:7
راصَنلا هْتعداام ْعد
م يبن يف ى
مكتْحا هْيف اًحْدم تْش امب ْمكْحا
Artinya: “Tinggalkan tuduhan kaum nasrani, tuduhan yang dilontarkan kepada nabi-nabi mereka, Tetapkanlah untaian pujian kepada nabi pujian
apapun yang engkau suka”
Nadham di atas memberikan gambaran bagi kita bahwa ajaran Islam melarang untuk memuja-muji Nabi dengan cara berleihan layakya umat Nashrani
memuji Nabi Isa Putra Maryam sebagai Tuhan bagi mereka, pujian kepada Nabi
Isa tidak boleh melebihi pujian kepada Nabi-Nabi lainya. Karena pada prinsipnya
dalam pemujaan Nabi Isa dengan berlebihan seagai Tuhan merupakan prilaku
musyrik yaitu Menduakan Keesaan Allah SWT.
Dari paparan di atas, jelaslah bahwa istilah "anak Allah" adalah ungkapan
khas orang Yahudi kepada umatnya, dan jumlahnya banyak, bukan hanya Yesus.
Dimana kelahiran Yesus tersebut dirayakan dalam Hari Raya Natal bagi umat
Kristiani. Yang artinya pengertian Perayaan Natal juga merupakan perayaan
terhadap keyakinan Ketuhanan Trinitas yaitu Tuhan Bapak, Tuhan Anak, dan
Tuhan Roh Suci.
B.Sejarah Perayaan Natal
Peringatan Natal baru tercetus antara tahun 325-354 oleh Paus Liberius,
yang ditetapkan tanggal 25 Desember, sekaligus menjadi momentum
7 Asnawi, Ulinuha, “
Qosidah Burdah Lengkap Dengan Terjemahan Indonesia Tediri dari 10Bagian, Nadham Ini disusun oleh seorang Sufi Terkenal Al-Imam Busyiri”, Artikel diakses pada
penyembahan Dewa Matahari, yang kadang juga diperingati pada tanggal 6
Januari, 18 Oktober, 28 April, atau 18 Mei. Oleh Kaisar Konstantin, tanggal 25
Desember tersebut akhirnya disahkan sebagai kelahiran Yesus (Natal).8
Untuk menyibak tabir Natal pada tanggal 25 Desember yang diyakini
sebagai Hari Kelahiran Yesus, marilah kita simak apa yang diberitakan oleh Bibel
tentang kelahiran Yesus sebagaimana dalam Lukas 2:1-8 dan Matius 2:1, 10, II
(Markus dan Yohanes tidak menuliskan kisah kelahiran Yesus).
Lukas 2:1-8: Pada waktu itu Kaisar Agustus mengeluarkan suatu perintah, menyuruh mendaftarkan semua orang di seluruh dunia.
Inilah pendaftaran yang pertama kali diadakan sewaktu Kirenius menjadi wali negeri di Siria. Maka pergilah semua orang mendaftarkan diri, masing-masing dikotanya sendiri.
Demikian juga Yusuf pergi dari kota Nazaret di Galileo ke Yudea, ke kota Daud yang bernama Betlehem, karena ia berasal dari keluarga dan keturunan Daud-supaya didaftarkan bersamasama dengan Maria, tunangannya yang sedang mengandung.
Jadi, menurut Bibel, Yesus lahir pada masa kekuasaan Kaisar Agustus yang
saat itu yang sedang melaksanakan sensus penduduk (7M = 579 Romawi). Yusuf,
tunangan Maryam ibu Yesus berasal dari Betlehem, maka mereka bertiga kesana,
dan lahirlah Yesus Betlehem, anak sulung Maria.9 Maria membungkusnya dengan kain lampin dan membaringkannya dalam palungan (tempat makanan sapi, domba
yang terbuat dari kayu). Peristiwa itu terjadi pada malam hari dimana gembala
sedang menjaga kawanan ternak mereka dipadang rumput.10
8
Ar Roddul Jamil, Yesus dalam Pandangan Al Ghazali, (Surabaya: Pustaka Da'i, 1994), h.29.
9
Ar Roddul Jamil, Yesus dalam Pandangan Al Ghazali, h.50. 10
Menurut Matius 2:1, 10, 11 Sesudah Yesus dilahirkan di Betlehem di tanah Yudea pada zaman Herodus, datanglah orangorang Majus dari Timur ke
Yerusalem.
Ketika mereka melihat bintang itu, sangat bersuka citalah mereka. Maka masuklah mereka kedalam rumah itu dan melihat Anak itu bersama Maria, ibunya.
Jadi menurut Matius, Yesus lahir dalam masa pemerintahan raja Herodus
yang disebut Herodus Agung yang memerintah tahun 37 SM-4 M (749 Romawi),
ditandai dengan bintang-bintang yang terlihat oleh orang-orang Majusi dari
Timur.
Bagi yang memiliki wawasan luas, hati terbuka dan lapang dalam mencari
kebenaran, kitab suci Al Qur'an telah memberikan jawaban tentang kelahiran Nabi
Isa atau yang Umat Kristiani sebut dengan Yesus.11 Hal tersebut dijelaskan dalam suarat Q.S. Maryam (19): 23-25
ا انفاًيسْنم اًيْسن تْنك ا ه لْبق تم ينتْيل اي ْتلاق ةلْ نلا عْ ج لإ ضا مْلا اهءاجأف
ْنم اه
لأ ا تْحت
اًيرس كتْحت كب لعج ْدق ينزْحت ا
)
٤٢
(
كْيلع ْطقاست ةلْ نلا عْ جب كْيلإ زه
اًينج اًبط
)
٤٢
(
ميرم(
(23-25 : 19 /
Artinya : "Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (Maryam) bersandar pada pangkal pohon kurma, ia berkata: "Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti, lagi dilupakan". Maka Jibril menyerunya dari tempat yang rendah: "Janganlah kamu bersedih had, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai dibawahmu (untuk minum). Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu kearahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu."(Q.S. Maryam (19): 23-25)
11
Jadi menurut Al Qur'an Nabi Isa yang Umat Kristiani sebut sebagai Yesus
dilahirkan pada musim panas disaat pohon-pohon kurma berbuah dengan
lebatnya.
Ternyata antara pemahaman yang beredar di kalangan umat Kristen tentang
kelahiran Yesus dengan berita yang disampaikan oleh Injil, Lukas maupun
Matius, tidaklah menunjukkan suatu kepastian, sehingga ilmuwan-ilmuwan
mereka ada yang menyatakan Yesus lahir tahun 8 Sebelum Masehi, tahun 6
Sebelum Masehi, tahun 4 sesudah Masehi. Dimana kepastian terhadap kelahiran
Yesus akan mempengaruhi waktu dari perayaan Natal.12
Perintah untuk menyelenggarakan peringatan Natal tidak ada dalam Bibel
dan Yesus tidak pernah memberikan contoh ataupun memerintahkan pada
muridnya untuk menyelenggarakan peringatan kelahirannya. Perayaan Natal baru
masuk dalam ajaran Kristen Katolik pada abad ke-4 M. Dan peringatan inipun
berasal dari upacara adat masyarakat penyembah berhala. Dimana kita ketahui
bahwa abad ke-l sampai abad ke-4 M dunia masih dikuasai oleh imperium
Romawi yang paganis politheisme.13
Ketika Konstantin dan rakyat Romawi menjadi penganut agama Katholik,
mereka tidak mampu meninggalkan adat/budaya pagannya, apalagi terhadap pesta
rakyat untuk memperingati hari Sunday (sun = matahari; day=hari) yaitu kelahiran
Dewa Matahari tanggal 25 Desember.14
12
Ahmed Deedat, Mengungkap tentang Bibel versi Islam dan Kristen, h. 95. 13
Irena Handono, Perayaan Natal 25 Agustus Antara Dogma dan Toleransi, h.78. 14
Maka supaya agama Katholik bisa diterima dalam kehidupan masyarakat
Romawi diadakanlah sinkretisme (perpaduan agama-budaya / penyembahan
berhala), dengan cara menyatukan perayaan kelahiran Sun of God (Dewa Matahari) dengan kelahiran Son of God (Anak Tuhan = Yesus).
Maka pada konsili tahun 325, Konstantin memutuskan dan menetapkan
tanggal 25 Desember sebagai hari kelahiran Yesus. Juga diputuskan: Pertama, hari
Minggu (Sunday = hari matahari) dijadikan pengganti hari Sabat yang menurut
hitungan jatuh pada Sabtu. Kedua, lambang dewa matahari yaitu sinar yang
bersilang dijadikan lambang Kristen. Ketiga, membuat patung-patung Yesus
untuk menggantikan patung Dewa Matahari.15
Peringatan hari kelahiran Yesus tidak pernah menjadi perintah Kristus untuk
dilakukan. Cerita dari Perjanjian Baru tidak pernah menyebutkan adanya perayaan
hari kelahiran Yesus dilakukan oleh gereja awal. Klemens dari Aleksandria
mengejek orang-orang yang berusaha menghitung dan menentukan hari kelahiran
Yesus. Dalam abad-abad pertama, hidup kerohanian anggota-anggota jemaat lebih
diarahkan kepada kebangkitan Yesus.16 Natal tidak mendapat perhatian. Perayaan hari ulang tahun umumnya – terutama oleh Origenes – dianggap sebagai suatu kebiasaan kafir: orang orang seperti Firaun dan Herodes yang merayakan hari
ulang tahun mereka. Orang Kristen tidak berbuat demikian: orang Kristen
merayakan hari kematiannya sebagai hari ulang tahunnya.
15
W.Herbert Amstrong dan Masyhud, Misteri Natal Sebuah Kritik dari Tokoh Kristen Internasional, h. 67.
16
Perayaan kedua pesta ini berlangsung pada tanggal 5 Januari malam
(menjelang tanggal 6 Januari) dengan suatu tata ibadah yang indah, yang terdiri
dari Pembacaan Alkitab dan puji pujian. Ephraim dari Syria menganggap Epifania
sebagai pesta yang paling indah. Ia katakan: “Malam perayaan Epifania ialah malam yang membawa damai sejahtera dalam dunia. Siapakah yang mau tidur
pada malam, ketika seluruh dunia sedang berjaga jaga?” Pada malam perayaan
Epifania, semua gedung gereja dihiasi dengan karangan bunga. Pesta ini
khususnya dirayakan dengan gembira di gua Betlehem, tempat Yesus dilahirkan.17
Perayaan Natal di Timur Tengah baru dimulai pada sekitar tahun 200 M di
Aleksandria (Mesir). Para teolog Mesir menunjuk tanggal 20 Mei tetapi ada pula
pada 19 atau 20 April. Di tempat-tempat lain perayaan dilakukan pada tangal 5
atau 6 Januari; ada pula pada bulan Desember.18 Perayaan pada tanggal 25 Desember dimulai pada tahun 221 oleh Sextus Julius Africanus, dan baru diterima
secara luas pada abad ke-5. Ada berbagai perayaan keagamaan dalam masyarakat
non-Kristen pada bulan Desember. Dewasa ini umum diterima bahwa perayaan
Natal pada tanggal 25 Desember adalah penerimaan ke dalam gereja tradisi
perayaan non-Kristen terhadap (dewa) matahari: Solar Invicti (Surya tak
Terkalahkan), dengan menegaskan bahwa Yesus Kristus adalah Sang Surya
Agung itu sesuai berita Alkitab (lihat Maleakhi 4:2; Lukas 1:78; Kidung Agung
6:10).19
17
Ahmed Deedat, Mengungkap tentang Bibel versi Islam dan Kristen, (Surabaya: Pustaka Da'I, 1993), h. 90.
18
W.Herbert Amstrong dan Masyhud, Misteri Natal Sebuah Kritik dari Tokoh Kristen Internasional, h. 33.
19
Ada pendapat yang berkata bahwa tanggal 25 Desember bukanlah tanggal
hari kelahiran Yesus. Pendapat ini diperkuat berdasarkan kenyataan bahwa pada
malam tersebut para gembala masih menjaga dombanya di padang rumput. (Lukas
2:8). Pada bulan Desember tidak mungkin para gembala masih bisa menjaga
domba-dombanya dipadang rumput sebab musim dingin pada saat tersebut telah
tiba jadi sudah tidak ada rumput yang tumbuh lagi. Para pendukung tanggal
kelahiran bulan Desember berpendapat meski musim dingin, domba-domba tetap
tinggal di kandangnya dipadang rumput dan tetap dijaga oleh gembala, dan meski
tidak ada rumput, padang rumput tetaplah disebut padang rumput.
Ada juga pendapat yang berkata bahwa perayaan Natal bersumber dari
tradisi Romawi pra-Kristen, peringatan bagi dewa pertanian Saturnus jatuh pada
suatu pekan di bulan Desember dengan puncak peringatannya pada hari titik balik
musim dingin (winter solstice) yang jatuh pada tanggal 25 Desember dalam
kalender Julian.20 Peringatan yang disebut Saturnalia tersebut merupakan tradisi sosial utama bagi bangsa Romawi. Agar orang-orang Romawi dapat menganut
agama Kristen tanpa meninggalkan tradisi mereka sendiri, atas dorongan dari
kaisar Kristen pertama Romawi, Konstantin I, Paus Julius I memutuskan pada
tahun 350 bahwa kelahiran Yesus diperingati pada tanggal yang sama. Namun
pandangan ini disanggah oleh Gereja Ritus Timur, karena Gereja Ritus Timur
sudah merayakan kelahiran Yesus sejak abad ke-2, sebelum Gereja di Roma
menyatakan perayaan Natal pada tanggal 25 Desember.
20
Oleh karena itu, ada beberapa aliran Kristen yang tidak merayakan tradisi
Natal karena dianggap berasal dari tradisi kafir Romawi, yaitu aliran Gereja Yesus
Sejati, Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh, Gereja Baptis Hari Ketujuh,
Perserikatan Gereja Tuhan, kaum Yahudi Mesianik, dan Gereja Jemaat Allah
Global Indonesia. Saksi-Saksi Yehuwa juga tidak merayakan Natal.21
C. Tradisi Perayaan Natal
a. Pohon Natal
Pohon natal di gereja atau di rumah-rumah mungkin berhubungan dengan
tradisi Mesir, atau Ibrani kuno. Ada pula yang menghubungkannya dengan pohon
khusus di taman Eden.22 Tetapi dalam kehidupan pra-Kristen Eropa memang ada tradisi menghias pohon dan menempatkannya dalam rumah pada perayaan
tertentu. Tradisi “Pohon Terang” modern berkembang dari Jerman pada abad ke -18.
b. Sinterklas
Dalam perayaan Natal terdapat tradisi Sinterklaas, yang berasal dari
Belanda. Tradisi yang dirayakan pada tanggal 6 Desember ini, sekarang dikenal
dengan Santa Claus (atau Sint Nikolas), seorang tokoh legenda, yang
mengunjungi rumah anak-anak pada malam dengan kereta salju terbang ditarik
beberapa ekor rusa kutub membagi-bagi hadiah. Santo Nikolas yang sebenarnya
21
W.Herbert Amstrong dan Masyhud, Misteri Natal Sebuah Kritik dari Tokoh Kristen Internasional, h. 40.
22
berasal dari kota Myra dan diyakini hidup pada abad ke-4 Masehi.23 Dia terkenal karena kebaikannya memberi hadiah kepada orang miskin. Di Eropa (lebih
tepatnya di Belanda, Belgia, Austria dan Jerman) dia digambarkan sebagai
seorang uskup yang berjanggut dengan jubah keuskupan resmi, tetapi kemudian
gambaran ini menjalar ke seluruh dunia dengan penambahan sejumlah atribut,
seperti topi dan sebagainya. Ada pengamat agama yang menyatakan Sinterklas
justru merupakan simbol-simbol sekuler dalam Kristen yang memang tidak ada
Referensinya Alkitab, dan dikomersialkan sedemikian rupa sehingga simbol
Sinterklas diusahakan lebih populer daripada hal-hal yang berkaitan langsung
dengan Natal yang sesungguhnya, misalnya gambar bayi Yesus, dalam setiap
perayaan Natal.
c. Malam Natal
Pada awalnya malam Natal adalah hari raya keagamaan Umat Katholik, hari
tersebut ditetapkan sebagai hari libur resmi. Gereja-gereja mengadakan perayaan
pada malam itu. Mereka mengadakan prosesi keagamaan di gua Natal (replika
dari kandang domba tempat Yesus "Mesias" Kristus lahir, yang telah dihiasi
dengan dengan patung-patung tokoh Yesus, Mariam, Yusuf, para gembala) sambil
menyanyikan lagu-lagu Natal.24
Di Eropa, konon ada tradisi tersendiri dalam perayaan Natal, di mana
orang-orang dewasa minum eggnog, semacam susu telur madu, yaitu campuran krim,
23
Ahmed Deedat, Mengungkap tentang Bibel versi Islam dan Kristen, (Surabaya: Pustaka Da'I, 1993), h. 98.
24
[image:40.595.102.515.132.543.2]susu, gula, telur kocok dan brandy (semacam minuman beralkohol) atau rum.
Konon, pada malam Natal, Santa Claus menaiki kereta salju penuh hadiah, ditarik
oleh delapan ekor rusa kutub. Santa Claus lalu terbang menembus awan untuk
mengantarkan hadiah-hadiah itu kepada anak-anak di seluruh dunia. Untuk
mempersiapkan kunjungan Santa, anak-anak mendengarkan orangtuanya
membacakan The Night Before Christmas (Malam Sebelum Natal) sebelum tidur pada Malam Natal.25 Puisi tersebut dikarang oleh Clement Moore pada tahun 1832. Konon, para anak-anak menggantungkan stoking atau kaus kaki besar di
atas perapian. Santa turun dari cerobong asap dan meninggalkan permen dan
hadiah-hadiah dalam kaus kaki itu untuk anak-anak. Kini, tradisi itu tetap
diteruskan, namun kaus kakinya digantikan oleh tas kain merah berbentuk kaus
kaki.
d. Hadiah Natal
Dalam sejarah Perayaan Natal Bahkan sebelum Yesus dilahirkan, ada
kebiasaan tukar hadiah atau kado saat upacara Romawi, Saturnalia. Pada hari raya
"perpindahan musim" kuno ini, orang-orang yang menukarkan hadiah percaya
bahwa kebaikan mereka akan membuat mereka beruntung pada tahun mendatang.
Selama abad kekristenan mula-mula, orang yang baru memeluk agama Kristen
masih sering merayakan tradisi dan perayaan Romawi ini. Mereka masih membeli
dan menukarkan kado saat Saturnalia. Pada abad ke-4, saat tanggal 25 Desember
ditetapkan sebagai hari peringatan kelahiran Yesus, perayaan Saturnalia mulai
redup. Karena tanggal resmi Natal jatuh pada periode yang sama dengan perayaan
25
Romawi, mungkin saja beberapa orang Kristen menerapkan kebiasaan tukar
hadiah saat merayakan Natal. Bahkan di Indonesia banyak penjual parcel Natal
sebelum perayaan Natal yang parcel tersebut saling ditukarkan ketika Perayaan
Natal, bahkan tidak jarang penjual berbagai hadiah tersebut di Indonesia adalah
dari kalangan umat Muslim. Bahkan ada juga sebagian Muslim yang ikut serta
saling memberi hadiah atau diberi hadiah dari umat Krintiani pada saat Natal.
e. Ucapan Selamat Natal
Kebiasaan mengucapkan “Selamat Natal” atau “Merry Christmas” di Indonesia, sebagaimana di negara-negara lain dilakukan bukan hanya oleh
orang-orang Kristen, tetapi juga oleh orang-orang-orang-orang non-Kristen, termasuk kaum muslim.
Kita juga sering menyaksikan ucapan selamat Natal di Negeri ini datang dari
saudara-saudara mereka yang beragama Islam.
Misalnya kita sering menyaksikan banyak artis, pembawa acara dan penyiar
yang beragama Islam mengucapkan selamat Natal dan hari besar agama lain lewat
media-media, baik cetak dan elektronik. Atau contoh praktik mengucapkan
selamat Natal atau hari besar agama lain (non Islam) oleh Presiden, padahal kita
ketahui bahwa semua Presiden kita beragama Islam.26 Di sinilah terjadi banyak
perdebatan mengenai hukum orang Islam yang mengucapkan “selamat Natal” atau
mengucapkan selamat hari raya kepada umat agama lain yang pada dasarnya
ucapan selamat Natal juga merupakan bagian dari Perayaan Natal.
26
BAB III
FATWA IKUT SERTA MERAYAKAN NATAL BAGI UMAT MUSLIM
A. Fatwa Majelis Ulama Indonesia
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menganjurkan umat Islam tak mengikuti
kegiatan-kegiatan perayaan Natal. Mengikuti upacara Natal Bersama bagi umat
Islam hukumnya haram.1 Demikian bunyi fatwa tentang perayaan Natal Bersama yang dikeluarkan MUI pada 7 Maret 1981. Kala itu MUI dipimpin Haji Abdul
Malik Karim Amrullah (Hamka), sedangkan ketua Komisi Fatwa-nya adalah
Syukri Ghozali.
Fatwa tersebut dilatar belakangi fenomena yang kerap terjadi sejak 1968
ketika Hari Raya Idul Fitri jatuh pada 1-2 Januari dan 21-22 Desember. Lantaran
perayaan Lebaran berdekatan dengan Natal, banyak instansi menghelat acara
perayaan Natal dan Halâl Bihalal bersamaan. Ceramah-ceramah keagaman dilakukan bergantian oleh ustâdz, kemudian pendeta. Hamka mengecam
kebiasaan itu bukan toleransi namun memaksa kedua penganut Islam dan
Kristiani menjadi munafik. Hamka juga menilai penganjur perayaan bersama itu
sebagai penganut sinkretisme.2
Dalam fatwanya, MUI sendiri melihat bahwa perayaan Natal Bersama
disalahartikan oleh sebagian umat Islam dan “disangka sama dengan perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw”. Karena salah pengertian itu, ada sebagian umat
1
Irena Handono, Perayaan Natal 25 Agustus Antara Dogma dan Toleransi, (Jakarta: Bima Rodheta, 2004),Cet. IV, h.11.
2
Islam ikut dalam perayaan Natal dan duduk dalam kepanitiaan Natal. Padahal,
lanjut MUI, perayaan Natal bagi umat Kristen adalah ibadah.3
Dengan pertimbangan, Umat Islam perlu mendapat petunjuk jelas, tak
tercampuraduknya akidah dan ibadahnya dengan agama lain, perlu menambah
iman dan takwa, serta tanpa mengurangi usaha menciptakan kerukunan antar umat
beragama, MUI mengeluarkan fatwa tentang Perayaan Natal Bersama. MUI
berharap Umat Islam tak terjerumus dalam syubhat (perkara-perkara samar) dan larangan Allah.
Dalam fatwanya, MUI mepertimbangkan faktor-faktor sosiologis dalam
pengambilan fatwa pertama, Perayaan Natal bersama pada saat itu disalah artikan
oleh sebagian Umat Islam dan disangka dengan Umat Islam merayakan Maulid
Nabi Besar Muhammad SAW. Kedua, Karena salah pengertian tersebut ada sebagian orang Islam yang ikut dalam perayaan Natal dan duduk dalam
kepanitiaan Natal. Ketiga, Perayaan Natal bagi orang-orang Kristen adalah
merupakan ibadah.
Sehingga MUI menganggap bahwa Umat Islam perlu mendapat petunjuk
yang jelas tentang Perayaan Natal Bersama. Yang hal tersebut dilakukan Tanpa
mengurangi usaha Umat Islam dalam Kerukunan Antar Umat Beragama di
Indonesia.
MUI dalam fatwanya juga mendasarkan pada ajaran agama Islam yang
diformulasikan dalam bentuk argumentasi berikut:
3
Pertama: Bahwa Umat Islam diperbolehkan untuk bekerja sama dan bergaul dengan Umat agama-agama lain dalam masalah-masalah yang berhubungan
dengan masalah keduniaan, berdasarkan atas QS. al-Hujarat (49): 13
ڰإ اوفܔاعتل لئا۹قݔ ابوعش ْمكانْلعجݔ ݗثْنأݔ ركܒ ْنم ْمكانْقلخ اڰنإ ܘاڰنلا اݓڱيأ اي
ري۹خ ميلع هڰللا ڰإ ْمكاقْتأ هڰللا ْܑنع ْم݃مرْكأ
(
۷ارجحلا
(13: 49 /
Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal” QS. Luqman (31): 15
يف اݓْ۹حاصݔ اݓْعطت الف مْلع هب كل سْيل ام يب ݀رْشت ْأ ݗلع ݀اܑهاج ْإݔ
انأ ْنم لي۹س ْع۹ڰتاݔ افݔرْعم ايْنڱܑلا
ولْعت ْمتْنك اب ْم݃۳ڲ۹نأف ْم݃عجْرم ڰيلإ ڰمث ڰيلإ ۶
݇ا݆قل(
(15: 31 /
Artinya: “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa
yang telah kamu kerjakan”
QS. Mumtahanah (60): 8
ڰلا نع هڰللا مكاݓْني ال
ْأ ْمكܔايد ْنم ْمكوجرْي ْملݔ نيڲܑلا يف ْمكولتاقي ْمل نيذ
نيطسْقْلا ڱبحي هڰللا ڰإ ْمݓْيلإ اوطسْقتݔ ْمهݔڱر۹ت
۶݊حت݆݆لا(
(8: 60 /
Kedua: Bahwa Umat Islam tidak boleh mencampur adukkan aqiqah dan peribadatan agamanya dengan aqiqah dan peribadatan agama lain berdasarkan:
QS. Al-Kafirun (109):1-6
ݔرفاْ݃لا اݓڱيأ اي ْلق
)
(
ݔܑ۹ْعت ام ܑ۹ْعأ ال
)
(
انأ الݔܑ۹ْعأ ام ݔܑباع ْمتْنأ الݔ
ْمتْܑ۹ع ام ܑباع
)
(
ܑ۹ْعأ ام ݔܑباع ْمتْنأ الݔ
)
(
( نيد يلݔ ْم݃نيد ْم݃ل
٦
)
݇ݏرفاܾلا(
(1-9: 109 /
Artinya: “Katakanlah hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah pula menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku.”
QS.al-Baqarah (2): 42
ولْعت ْمتْنأݔ ڰقحْلا اوتْ݃تݔ لطا۹ْلاب ڰقحْلا اوس۹ْلت الݔ
(
۵رق۴لا
(42 : 2 /
Artinya: “Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu
Mengetahuinya”.
Ketiga: Bahwa Umat Islam harus mengakui kenabian dan kerasulan Isa Al Masih bin Maryam sebagaimana pengakuan mereka kepada para Nabi dan Rasul
yang lain, berdasarkan atas:
QS. Maryam [19]: 30-32
اًي۹ن ينلعجݔ ۶اتْ݃لا يناتآ هڰللا ْܑ۹ع يڲنإ ݄اق
)
٠٣
(
عجݔ
تْنك ام نْيأ اكܔا۹م ينل
اًيح تْمد ام ۺاكڰܗلاݔ ۺالڰصلاب يناصْݔأݔ
)
٠
(
اܔاڰ۹ج ينْلعْجي ْملݔ يتܑلاوب اًربݔ
اًيقش
)
٠
(
ميرم(
(30-32 : 19 /
menjadikan aku seorang yang diberkahi di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku mendirikan shalat dan menunaikan zakat selama aku hidup. (Dan Dia memerintahkan aku) berbakti kepada ibumu (Maryam) dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong
lagi celaka.” QS. Al-Maidah (5) : 75
هڱمأݔ لسڱرلا هلْ۹ق ْنم ْتلخ ْܑق ݄وسܔ اڰلإ ميْرم نْبا حيسْلا ام
الكْأي اناك ۻقيڲܑص
و݃فْۭي ݗڰنأ ْرظْنا ڰمث ۼاي۩ْلا مݓل نڲي۹ن فْيك ْرظْنا ݈اعڰطلا
۵܌ئ݆ۤلا(
(75 : 5 /
Artinya: “Al Masih putera Maryam itu hanyalah seorang Rosul yang sesungguhnya telah lahir sebelumnya beberapa Rosul dan ibunya seorang yang sangat benar. Kedua-duanya biasa memakan makanan (sebagai manusia). Perhatikanlah bagaimana Kami menjelaskan kepada mereka (ahli Kitab) tanda-tanda kekuasaan (Kami), kemudian perhatikanlah bagaimana mereka berpaling (dari memperhatikan
ayat-ayat Kami itu).”
Q.S Al Baqarah (2): 285
ه۹تكݔ هت݃ئالمݔ هڰللاب نمآ ٌلك ونمْْۭلاݔ هڲبܔ ْنم هْيلإ ݄ܗْنأ اب ݄وسڰرلا نمآ
انْعس اولاقݔ هلسܔ ْنم ܑحأ