• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hukum Ikut Serta Merayakan Natal Bagi Muslim dalam Pandangan Ulama (Komparasi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Dâr Al-Iftâ’ Al- Misriyyah dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hukum Ikut Serta Merayakan Natal Bagi Muslim dalam Pandangan Ulama (Komparasi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Dâr Al-Iftâ’ Al- Misriyyah dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi)"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

HUKUM IKUT SERTA MERAYAKAN NATAL BAGI MUSLIM DALAM PANDANGAN ULAMA

(Komparasi Fatwa Majelis Ulama Indonesia,

Dâr al-

Iftâ’ al

-Misriyyah

dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan

Arab Saudi)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar

Sarjana Hukum Islam (S.H)

Oleh:

TEGUH TRIESNA DEWA NIM: 1112043100038

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata I di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 30 September 2016

(5)

ABSTRAK

Teguh‎ Triesna‎ Dewa,‎ NIM‎ 1112043100038,‎ “Hukum Ikut Serta Merayakan Natal Dalam Pandangan Ulama (Komparasi Fatwa Majlis Ulama Indonesia, Dâr al-Iftâ’ al-Misriyyah dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi)”, Program Studi Perbandingan Mazhab Fakultas Syariah Dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 1437 H/2016M. Fatwa merayakan Natal bagi muslim menjadi objek kajian ini sesungguhnya memiliki kesamaan perspepsi dalam hal menjaga hubungan baik dengan sesama. Dimana berhubungan dengan non-Muslim adalah hanya sebatas hubungan yang bersifat ta’aruf (saling mengenal), saling tolong menolong, saling berbuat kebaikan dan berbuat adil. Hubungan tersebut akan menciptakan perdamaian, kebaikan dan interaksi yang harmonis dengan mereka. Dari sinilah Islam tidak membedakan antara orang muslim dengan kafir dzimmi (orang yang hidup di tengah masyarakat Islam, dan mendapat perlindungan dari pemerintah Islam). Akan tetepi hubungan tersebut tidak dimaksudkan untuk mencampuradukan urusan akidah. Penelitian ini menngunakan metodelogi library research dengan analisis komparatif dan Content analisys dalam mebandingkan fatwa yang menjadi objek kajian penulian ini. Tujuan peneliatan adalah untuk mengetahui letak perbedaan dan persamaan fatwa Majlis Ulama Indonesia, Lembaga Fatwa Mesir dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi tentang perayaan natal. Berdasarkan metode dan bahan penelitian kesimpulan dari penelitian ini bahwa hukum merayakan Natal adalah hal yang diharamkan bila mana terdapat pencampuradukan aqidah didalamnya.

Kata Kunci : Fatwa Merayakan Natal Bersama Pembimbing : 1. Dr. H. Muhammad Taufiki, M. Ag

2. Ummu Hanah Yusuf Saumin, M.A

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan rasa syukur mendalam penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,

karena berkat limpahan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya maka skripsi ini dapat

diselesaikan dengan baik. Salam dan salawat semoga selalu tercurah pada baginda

Rasulullah Muhammad SAW.

Selanjutnya, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tak

terhingga kepada semua pihak yang membantu kelancaran penulisan skripsi

ini,baik berupa dorongan moril maupun materil. Karena penulis yakin tanpa

bantuandan dukungan tersebut, sulit rasanya bagi penulis untuk menyelesaikan

penulisan skripsi ini. Oleh karena itu penulis secara khusus ingin menyampaikan

terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Phil. Asep Saepudin Jahar, M.A., Selaku Dekan Fakultas

Syarî’ah dan Hukum serta para Pembantu Dekan Fakultas Syarî’ah dan Hukum Universitas Islâm Negeri (UIN) Syarîf Hidâyatullâh

Jakarta;

2. Bapak Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si, Selaku Ketua Program Studi

Perbandingan Mazhab dan ibu Hj. Siti Hana, S. Ag, Lc., MA selaku

Sekretaris Program Studi Perbandingan Mazhab;

3. Ibu Hj. Siti Hanna, S.Ag, Lc., MA, selaku Dosen Penasehat Akademik

Penulis;

4. Bapak Dr. H. Muhammad Taufiki, M.Ag dan Ummu Hanah Yusuf

Saumin, M.A selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

memberikan arahan, saran dan ilmunya hingga penulisan skripsi ini

(7)

5. Seluruh dosen Fakultas Syarî’ah dan Hukum Universitas Islâm Negeri (UIN) Syarîf Hidâyatullâh Jakarta, yang telah mendidik dan

mengajarkan ‘Ilmu dan Akhlâq yang tidak ternilai harganya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Syarî’ah dan Hukum Universitas Islâm Negeri (UIN) Syarîf Hidâyatullâh Jakarta;

6. Pimpinan dan seluruh karyawan perpustakaan Universitas Islâm

Negeri Syarîf Hidâyatullâh Jakarta;

7. Kedua orang tua tercinta Ayahanda dan Ibunda, yang telah

mencintai saya dengan segenap jiwa dan raga, memberikan segala

yang mereka bisa, baik doa maupun dukungan sehingga dengan ridha

mereka saya bisa sampai seperti ini;

8. Kepada Siti Zakiah yang telah membantu dan menemani

menyelesaikan tugas akhir ini.

9. Keluarga Besar MCC Fakultas Syariah dan Hukum tempat penulis

berproses dalam bidang akademisi.

Sebagai akhir kata semoga Allah Subhânahu Wata’âlâ memberikan balasan atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat

menyelesaikan skripsi ini. Dan juga, semoga apa yang telah kalian berikan

menjadi berkah dan amal kebajikan serta bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Jakarta, 30 September 2016

(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

SURAT PENGESAHAN PANITIA UJIAN ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Batasan dan Rumusan Masalah ... 5

D. Tujuan Penelitian ... 6

E. Manfaat Penelitian ... 7

F. Kerangka Konseptual ... 8

G. Review Studi Terdahulu ... 10

H. Teknis Penulisan ... 14

I. Metode Penelitian ... 14

J. Sistematika Penulisan ... 17

BAB II PENGERTIAN SEJARAH DAN TRADISI PERAYAAN NATAL A. Pengertian Perayaan Natal ... 19

(9)

C. Tradisi Perayaan Natal ... 29

a. Pohon Natal ... 29

b. Sinterklas ... 29

c. Malam Natal... 30

d. Hadiah Natal ... 31

e. Ucapan Selamat Natal ... 32

BAB III FATWA IKUT SERTA MERAYAKAN NATAL BAGI UMAT MUSLIM A. Fatwa Majelis Ulama Indonesia ... 33

B. Fatwa Ulama Lembaga Fatwa Mesir ... 41

C. Fatwa Ulama Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi ... 49

BAB IV ANALISA PERBANDINGAN FATWA A. Analisis Isi Fatwa ... 56

1. Fatwa Majelis Ulama Indonesia ... 56

2. Fatwa Ulama Lembaga Fatwa Mesir Mesir ... 59

3. Fatwa Ulama Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi ... 62

B. Analisis Perbandingan Fatwa ... 65

1. Persamaan ... 65

a. Dalam Hal Merujuk Dalil ... 65

(10)

c. Dalam Hal Penemuan‘Illat Hukum ... 67

d. Dalam Hal Latar Belakang ... 68

2. Perbedaan ... 68

a. Dalam Hal Merujuk Dalil ... 68

b. Dalam Hal Metode Istinbath Hukum ... 74

c. Dalam Hal Penemuan‘Illat Hukum ... 75

d. Dalam Hal Latar Belakang ... 76

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 79

B. Saran ... 80

DAFTAR PUSTAKA ... 81

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap bulan Desember umat Kristiani merayakan hari raya agama mereka,

yaitu Hari Natal yang jatuh pada tanggal 25 Desember. Hampir setiap tahunnya

perayaan Natal semakin terlihat meriah, pada tahun 2015 di Indonesia misalnya,

beberapa sudut pertokoan mulai ramai dengan hiasan Natal.

Supermarket-supermarket yang mulanya sepi-sepi saja, dihiasi dengan pernak-pernik Natal,

Media massa pun tak ketinggalan ikut memeriahkan hari Raya Natal dengan

menayangkan acara-acara spesial Natal, bahkan tidak jarang mereka yang

beragama Islam ikut serta dalam memeriahkan hari Raya Natal, mulai dari

karyawan toko dan restoran yang menggunakan atribut Natal sampai para

pengusaha yang sengaja ingin memeriahkan hari Natal.

Hampir disetiap negara memiliki model yang berbeda-beda dalam perayaan

Natal. Di Arab Saudi, umat Kristiani tidak bisa bebas merayakan Natal. Walaupun

ada hampir 1 juta umat Kristiani disana, pemerintah memiliki larangan untuk

merayakan Natal di tempat umum. Di saat yang sama, pemerintah Arab Saudi

tidak memiliki larangan yang tegas terkait perayaan Natal di kediaman pribadi.

Meskipun begitu, dibeberapa area, umat Kristiani masih dapat melakukan

perayaan Natal dengan melakukan semacam pendekatan dengan pejabat setempat.

(12)

perayaan liburan biasa di dalam rumah pribadi.1 Berbeda dengan Arab Saudi, perayaan Natal di Indonesia justru dapat dikatakan cukup meriah meskipun

mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim. Umat Kristiani di Indonesia dapat

merayakan Natal bersama dengan keluarga, teman, serta dikelilingi dengan

dekorasi Natal di rumah, pohon Natal, kue-kue, dan lain sebagainya. Karena pada

dasarnya Indonesia menganut prinsip kebebasan beragama bagi warga negaranya.2 Oleh karenanya hak untuk beribadah bagi agama apapun menjadi hak

fundamental yang dilindungi oleh negara. Selain itu Bhineka Tunggal Ika juga

menjadi pilar kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia,3 yang berarti Indonesia terdiri dari bermacam suku bangsa dan agama sehingga perayaan Natal

justru menjadi perayaan yang harus dilindungi oleh negara, bahkan setiap

perayaan Natal di Indonesia pemerintah selalu melakukan pengamanan yang

ekstra ketat.

Di Mesir Natal dirayakan pada tanggal 7 Januari, mayoritas umat Kristiani

di Mesir adalah penganut Kristen Koptik yang memang merayakan Natal pada

tanggal 7 Januari berdasarkan kalender yang mereka yakini. Suasana perayaan

Natal di Mesir tidak seheboh sebagaimana di Indonesia, di Mesir penjagaan

terhadap gereja-gereja tidak berlebihan, tradisi menghias pohon Natal atau atribut

ala sinterklas juga tidak menonjol di tempat publik. Namun meski demikian

spanduk-spanduk ucapan selamat Natal banyak ditemui, bahkan pihak Universitas

1

Natal di Negara Islam, dari Pelarangan Hingga Bagi Kado”, Republika, 21 Desember 2015, h.21.

2

Effendi, A. Mansur, Perkembangan Dimensi Hak Asasi Manusia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2005), h.128.

3

(13)

al-Azhar Kairo mengirim utusan resmi mengunjungi gereja dan mengucapkan

selamat Natal kepada umat Kristiani.4 Pemerintah Mesir menjadikan perayaan Natal tanggal 7 januari sebagai hari libur resmi nasional sejak tahun 2002 silam.

Perbedaan perayaan tersebut, tentu didasari pada hukum yang berlaku dan

fatwa-fatwa ulama setempat yang mempengaruhi masyarakat di negara-negara

tersebut dalam menyikapi perayaan Natal yang ada. Fatwa-fatwa ulama tersebut

tentu dirumuskan dengan melihat bentuk negara, budaya serta latar belakang

negara dan masyarakatnya. Dalam ilmu ushul fiqh, fatwa berarti pendapat yang

dikemukakan oleh seorang mujtahid atau fakih sebagai jawaban yang diajukan

peminta fatwa dalam satu kasus yang sifatnya tidak mengikat.5 Fatwa juga dapat

diidentikkan dengan ra’yu. Ra’yu didefinisikan sebagai pendapat tentang suatu masalah yang tidak diatur oleh al-Qur’ân dan Sunnah. Ra’yu adalah pendapat yang dipertimbangkan dengan matang, yang dicapai sebagai hasil pemikiran yang

dalam dan upaya keras individu dengan tujuan menyingkapkan dan mencari

pengetahuan tentang suatu subyek yang mungkin hanya menjadi pertanda atau

indikasi dari hal lain.6 Sehingga tentunya fatwa juga dapat mempengaruhi bagaimana seorang Muslim dapat bersikap terhadap suatu permasalahan yang

tidak diatur dalam al-Qur’ân dan Sunnah.

Dalam hal ini fatwa ulama terkait dengan perayaan Natal memiliki dimensi

yang berbeda-beda. Dimensi yang paling mendasar adalah terkait dengan

4 “Natal di Negara Islam, dari Pelarangan Hingga Bagi Kado”, Republika, 21 Desember 2015, h.21.

5

Abdul Aziz Dahlan (Eds), Einsiklopedi Hukum Islam I, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1999), h. 326.

6

(14)

”Tasyabuh” yaitu suatu kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang mukmin menyerupai, dalam hal ini adalah menyerupai orang kafir baik dalam

perkataan, perbuatan maupun kebiasaan-kebiasaan mereka.7 Sebagai mana yang tergambar dalam Hadîts Nabi:

Dari Ibnu ‘Umar, Nabi Muhammad SAW bersabda,

نع

نْبا

،رمع

لاق

:

لاق

لوسر

هَلا

ىَص

هَلا

هْي ع

مَس

” :

ْنم

هَبشت

ْوقب

و ف

ْم ْنم

)

ا ر

د اد وبأ

4031

/

)

8

Artinya: “Dari Ibnu Umar, Rosulullah Bersabda:

Barangsiapa yang menyerupai

suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka” (HR. Abu Daud no. 4031).

Dalam hal ini tentunya perayaan Natal yang dilakukan oleh seseorang

Muslim dapat dikatakan sebagai perbuatan tasyabuh, namun kalangan ulama juga

masih berbeda pendapat sehingga fatwa yang diberikan terhadap persoalan ini

berbeda-beda pula. Perbedaan tersebut tentunya terlihat dari taks-taks pernyataan

berbagai fatwa yang menjadi subjek dalam penelitian ini yaitu Majelis Ulama

Indonesia, Lembaga Fatwa Mesir dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa

Kerajaan Arab Saudi. Yang dimana ketiga lembaga fatwa tersebut tentunya

memiliki metode yang berbeda dalam permasalahan fatwa perayaan Natal.

Metode dan pendekatan tersebut juga akan berdampak pada substansi fatwa yang

menyebabkan terjadinya ikhtilâf dikalangan ulama.9Karena itu penulis merasa

7

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, Ringkasan Iqtidha’ Ash-Shirathil Mustaqim, Penerjemah Ahmad Hamdani Ibnu Muslim, (Solo: Pustaka Ar-Rayyan), h.68.

8

Abu Dawud, Sunan Abi Dawud, (Beirut: Dar al-Fikr, 1994), h.77 9

(15)

tertarik untuk membahas ”Hukum Ikut Serta Merayakan Natal Bagi Muslim

Dalam Pandangan Ulama (Komparasi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Dâr

al-Iftâ’ al-Misriyyah Dan Komisi Tetap Urusan Riset Dan Fatwa Kerajaan Arab

Saudi)”. Sebagai kajian yang mencoba membandingkan metode, pendekatan serta

substansi fatwa ulama terhadap permasalahan kontemporer Umat Islam.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas penulis mencoba

mengindentifikasi permasalahan yang ada dalam judul penelitian ini sebagai

berikikut:

1. Apa saja metode pengambilan fatwa yang dialakukan oleh ketiga lembaga fatwa

dalam permasalahan perayaan Natal dinegaranya?

2. Apa saja hal yang menjadi pertimbangan ulama tersebut dalam pengambilan

fatwa?

3. Apa dalîl argumentasi yang digunakan ulama ketiga lembaga tersebut dalam

pengambilan fatwa?

4. Bagaimana para ulama tersebut memaknai perayaan Natal oleh Umat Muslim

sebagai tindakan tasyabuh?

5. Sampai sejauh mana fatwa tentang perayaan Natal oleh ketiga lembaga fatwa

tersebut mempengaruhi masyarakat negaranya dalam menyikapi perayaan Natal?

6. Bagaimana kedudukan fatwa ulama ketiga lembaga fatwa tersebut dinegaranya?

C. Pembatasan dan Rumusan Masalah

(16)

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis menganggap

perlu adanya pembatasan masalah yang menjadi fokus pembahasan dalam skripsi

ini. Guna mengefektifkan dan memudahkan pengolahan data, maka penulis

membatasi permasalahan dalam penulisan skripsi ini pada seputar pembahasan

tentang Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Lembaga Fatwa Mesir dan Komisi Tetap

Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi tentang keikutsertaan Muslim dalam

perayaan Natal.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari uraian di atas maka akan diuraikan beberapa rumusan

masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana Fatwa Majelis Ulama Indonesia terhadap perayaan Natal di Indonesia?

2. Bagaimana Fatwa Lembaga Fatwa Mesir terhadap perayaan Natal di Negara

Mesir?

3. Bagaimana Fatwa Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi

terhadap perayaan Natal di negara saudi?

4. Apa perbedaan dan persamaan fatwa Majelis Ulama Indonesia, Lembaga Fatwa

Mesir dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi tentang

perayaan Natal?

D. Tujuan Penelitian

Sebagaimana rumusan masalah di atas, tujuan dari kajian ini adalah:

1. Untuk mengetahui fatwa Majelis Ulama Indonesia terhadap perayaan Natal di

(17)

2. Untuk mengetahui fatwa Lembaga Fatwa Mesir terhadap perayaan Natal di

Negara Mesir.

3. Untuk mengetahui fatwa Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab

Saudi terhadap perayaan Natal di Negara Saudi.

4. Untuk mengetahui letak perbedaan dan persamaan fatwa Majelis Ulama

Indonesia, Lembaga Fatwa Mesir dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa

Kerajaan Arab Saudi tentang perayaan Natal.

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Diharapkan kajian ini bermanfaat bagi perkembangan khasanah ilmu

pengetahuan syarî’ah umumnya yang berkaitan dengan fatwa dan lebih khususnya Hukum Islam.

2. Kegunaan Praktiss

a. Bagi Mahasiswa

Diharapkan dapat digunakan untuk meningkatkan wawasan keilmuan dan

keahlian, khususnya dalam perancangan fatwa terhadap suatu permasalahan umat.

b. Bagi Peneliti

Dapat melatih kemampuan diri dalam menerapkan teori yang telah diterima

selama kuliah, memperdalam dan meningkatkan keterampilan serta kreativitas

dalam berfikir dan dapat memecahkan permasalahan yang dihadapi dengan topik

yang diambil.

(18)

Dapat menambah hasil penelitian yang aktual terhadap permasalahan umat

serta meningkatkan pemahaman secara komperhensif terkait dengan fatwa-fatwa

ulama terhadap permasalahan kontemporer dalam hukum Islam.

F. Kerangka Konseptual

1. Penegasan Konseptual

a. Studi komparatif: sejenis penelitian deskriptif yang ingin mencari jawaban secara

mendasar tentang sebab-akibat, dengan menganalisa faktor-faktor penyebab

terjadinya ataupun munculnya suatu fenomena tertentu.10

b. Fatwa: Fatwa dilihat dari segi etimologi berasal dari kata al fatwâ wal futyâ

(fatâwâ) yang berarti petuah, nasehat jawaban atas pertanyaan yang berkaitan dengan hukum. 11 Sedangkan al- istiftâ berarti permintaan fatwa dan al-mufti adalah pemberi fatwa.12 Dari segi terminologi fatwa adalah pendapat atau keputusan dari alim ulama atau ahli Hukum Islam.13 Sedangkan dalam ilmu usûl fiqh, fatwa berarti pendapat yang dikemukakan oleh seorang mujtahid atau fakih sebagai jawaban yang diajukan peminta fatwa dalam satu kasus yang sifatnya

tidak mengikat.14 Pihak yang meminta fatwa tersebut bisa pribadi, lembaga maupun kelompok masyarakat berdasarkan kebutuhan hukumya masing-masing.15 c. Majelis Ulama Indonesia: Lembaga Swadaya Masyarakat yang mewadahi

‘ulamâ, zu’amâ, dan cendikiawan Islam di Indonesia untuk membimbing,

10

M. Nasir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985), h.68. 11

Abdul Aziz Dahlan, Einsiklopedi Hukum Islam I, h.326 12

Ahmad Warson Munawir, Al-Munawir Kamus Arab-Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Progressif, 1984), h.1110.

13

Sudarsono, Kamus Hukum, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1990), 127 14

Abdul Aziz Dahlan, Einsiklopedi Hukum Islam I, h.326 15

(19)

membina dan mengayomi kaum Muslimin di seluruh Indonesia. Majelis Ulama

Indonesia berdiri pada tanggal, 7 Rajab 1395 Hijriah, bertepatan dengan tanggal

26 Juli 1975 di Jakarta, Indonesia.16

d. Lembaga Fatwa Mesir: Dâr al-Iftâ’ al-Misriyyah atau Lembaga Fatwa Mesir adalah lembaga fatwa pertama yang didirikan di dunia Islam. Lembaga ini

menjadi salah satu rujukan terpenting Umat Islam seluruh dunia untuk mengetahui

jawaban setiap permasalahan hukum-hukum Islam. didirikan untuk mewakili

Islam dan pusat penelitian hukum Islam yang unggul di tingkat Internasional sejak

berdiri pada tahun 1895/ 1311 H. berdasarkan surat keputusan dari Khedive Mesir

Abbas Hilmi yang ditujukan kepada Nizârah Haqqiniyyah NO. 10 November 1895. Surat tersebut diterima oleh Nizharah yang bersangkutan tanggal 7 Jumadil

Akhir 1313 nomor 55.17

e. Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi : (Lajnah al-Dâimah lil Buhûts al-Ilmiyah wal Iftâ) merupakan lembaga resmi yang ditunjuk pemerintahan Kerajaan Saudi Arabia untuk mengurusi perkara berkaitan fatwa,

dakwah dan juga wakaf. Kalau di Indonesia semacam MUI. Fatwa-fatwa yang

keluar selalu menjadi rujukan kaum Muslimin di seluruh dunia. Hal ini tidaklah

mengherankan karena ulama yang duduk di lembaga tersebut benar-benar terpilih

dan keilmuannya sudah diakui dunia. Diantara ulama ahl al-Sunnah yang pernah

16

MUI” diakses pada 16 Februari 2016 dari http://mui.or.id/sekilas-mui 17

Dar al-Ifta’ al-Misriyyah atau Lembaga Fatwa Mesir” diakses pada 16 Februari 2016

(20)

menjabat sebagai ketua Lajnah al-Dâimah adalah al-Syaikh Ibnu Baz rahimahullah.18

G. Review Studi Terdahulu

Fatwa-Fatwa MUI Yang Kontroversial Pelarangan Bagi Umat Islam

Mengikuti Program Keluarga Berencana (1979) Dan Merayakan Natal (1981) Skripsi yang disusun oleh Fitra Rahmansyah Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia.. Skripsi ini mengangkat Fatwa-fatwa MUI yang dianggap kontroversial dan merupakan analisis kritis terhadap fatwa MUI

khususnya fatwa terkait perayaan Natal. Permasalahan utama yang diangkat

dalam skripsi ini adalah bagaimana MUI menghadapi dan menyikapi anjuran

pemerintah mengenai program Keluarga Berencana (KB) dan memperbolehkan

Umat Islam mengikuti perayaan Natal bersama tersebut. Disamping itu, skripsi ini

juga mengangkat permasalahan utama yaitu sejauhmana fatwa-fatwa MUI yang

dianggap kontroversial itu juga disikapi oleh pemerintah.19 Intisari dalam skripsi ini adalah menganalisa bahwa Fatwa MUI sebagai sebuah bentuk atau wujud dari

cara MUI untuk memprotes sikap pemerintah dalam menangani masalah

kerukunan umat beragama dan Keluarga Berencana. Adapun persamaan penelitian

dengan skripsi yang disusun penulis adalah adanya kesamaan dalam objek

penelitian yaitu fatwa MUI dalam perayaan Natal, sedangkan perbedaannya

adalah pada pola dan metode penelitiannya metode penelitian dalam skripsi yang

18

Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi” diakses pada 16 Februari 2016 dari http://alifta.net/default.aspx?languagename=ar

19

(21)

disusun penulis adalah studi komparatif dimana penulis mencoba membandingkan

fatwa dari berbagai lembaga fatwa di tiga negara terkait dengan perayaan Natal,

yaitu Majelis Ulama Indonesia, Lembaga Fatwa Mesir: Dâr al-Iftâ’ al-Misriyyah dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi : (Lajnah

al-Dâimah lil Buhûts al-Ilmiyah wal Iftâ).

Makna Perayaan Hari Raya Idhul Fitri dan Hari Raya Natal (Analisa

Perbandingan Makna) Skripsi yang diajukan oleh Ihya Ulumuddin Jurusan

Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Univeritas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta. Srkipsi ini berisi tentang perbandingan pemaknaan

antara perayaan Hari Raya Idhul Fitri dan Hari Raya Natal yang ditinjau melalui

filosofis dan sejarah perayaan kedua hari raya tersebut. Serta didalamnya juga

terdapat pembahasan terkait dengan tradisi yang dilakukan oleh Umat Muslim

dalam merayakan Hari Raya Idhul Fitri serta tradisi yang dilakukan umat Kristiani

dalam Merayakan Hari Raya Natal.20 Adapun persamaan dengan skripsi yang disusun penulis adalah adanya pembahasan sub objek penelitian yang sama yaitu

terkait dengan perayaan Natal, sedangkan perbedaannya adalah pada objek

penelitian yaitu dalam skripsi ini penulis mengkaji fatwa ulama dalam perayaan

Natal serta metode penelitian. Yang berbeda dalam skripsi yang disusun oleh Ihya

Ulumuddin telah membandingkan makna perayaan Hari Raya Idhul Fitri dan Hari

Raya Natal dalam skripsi ini penulis membandingkan fatwa dari berbagai lembaga

fatwa di tiga negara terkait dengan perayaan Natal, yaitu Majelis Ulama

20

(22)

Indonesia, Lembaga Fatwa Mesir: Dâr al-Iftâ’ al-Misriyyah dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi : (al-Lajnah al-Dâimah lil Buhûts

al-Ilmiyah wal Iftâ).

Berita Ucapan Natal di Republika Online (Kajian Isi Berita Melalui

Analisis Freming), Skripsi yang disusun oleh Fatoni ShidqiJurusan Komunikasi

dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri

Sunan Kalijaga Yogyakarta.21 Penelitian dalam skripsi tersebut mengangkat terkait dengan isu kontorversi hukum ucapan selamat Natal bagi Umat Muslim,

yang dimana Republika Online sebagai salah satu bagian dari media massa

mencoba memberitakan berbagai fatwa ulama terkait dengan larangan ucapan

selamat Natal, namun dalam penelitian tersebut penulis menemukan pelanggaran

kode etik jurnalistik yang ternyata Republika Online mencoba mengarahkan

pemberitaan isu ucapan Natal agar pembaca dapat ikut serta memperbolehkan

ucapan Natal. Persamaan dalam penelitian ini adalah adanya sub objek yang

masih terkait yaitu hukum merayakan Natal yang salah satu isunya adalah hukum

mengucapkan selamat Natal, sedangkan perbedaannya adalah dalam objek kajian

dan metode kajian dimana objek dan metode kajian dalam skripsi ini adalah

terkait dengan perbandingan fatwa ulama dalam hukum perayaan Natal.

Analisis Wacana Pemberitaan Kontroversi Ucapan Selamat Natal Di

Republika Online (Edisi 4 Januari 2013) Skripsi yang disusun oleh Ramadhan

Halim Pratama Program studi Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Ilmu

21

(23)

Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, berisi tentang isu

yang berkembang di masyarakat tentang boleh tidaknya Umat Muslim

memberikan ucapan selamat Natal kepada umat yang merayakannya, dimana

Republika Online mempublikasikan sebuah pemberitaan tentang kontroversi

ucapan Selamat Natal.22 Dari penjabaran di atas, maka dalam penelitian tersebut muncul suatu pertanyaan, sebagai objek pembahasan skripsi ini, bagaimana isi

teks yang dikonstruksi oleh Republika Online edisi 4 Januari 2013 tentang

pemberitaan Kontroversi Ucapan Selamat Natal, bagaimana proses produksi dan

konsumsi teks di Republika Online edisi 4 Januari 2013 tentang pemberitaan

Kontroversi Ucapan Selamat Natal, serta bagaimana sosiocultural practice yang

dikonstruksi oleh Republika Online edisi 4 Januari 2013 tentang pemberitaan

Kontroversi Ucapan Selamat Natal. Dalam pemberitaan tersebut, secara

keseluruhan Republika Online merepresentasikan tentang

tokoh-tokoh/Ulama-ulama besar di luar Indonesia yang menimbulkan kontroversi dikarenakan ada

yang mendukung ucapan Natal dan ada pula yang menolaknya. Republika Online

membuat berita tersebut semata-mata hanya ingin mendukung toleransi umat

beragama dan ingin menghormati hari raya besar umat agama lainnya. Republika

Online berusaha menyeimbangkan kondisi dengan mengkonstruksi realita tersebut

melalui wacana. Mengingat Republika Online merupakan salah satu media online

nasional berbasis Islam di Indonesia sehingga konstruksi wacana yang dihasilkan

akan cenderung mengandung dukungan terhadap kerukunan umat beragama yang

22

(24)

ada di Indonesia. Dalam penelitian tersebut terdapat persamaan sub objek

penelitian yaitu terkait dengan ucapan selamat Natal, sedangkan perbedaannya

adalah pada metode penelitian dalam skripsi ini penulis mencoba membandingkan

fatwa ulama terkait dengan perayaan Natal sedangkan penelitian di atas terkait

dengan penggiringan opini publik terhadap bolehnya ucapan selamat Natal yang

dilakukan melalui tulisan dalam Republika Online.

H. Teknis Penulisan

Teknis penulisan skripisi ini mengacu pada Pedoman Penulisan Skripsi

Fakultas Syariah Dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta 2012.

I. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis kajian yang digunakan dalam skripsi ini adalah menggunakan library

research atau kajian pustaka yaitu telaah yang dilaksanakan untuk memecahkan suatu masalah yang pada dasarnya bertumpu pada penelaahan kritis dan

mendalam terhadap bahan-bahan pustaka dan hasil-hasil penelitian yang terkait

dengan topik (masalah) kajian.23

2. Pendekatan Penelitian

23

(25)

Pendekatan penelitian pada kajian ini adalah kualitatif, yaitu penelitian yang

dilakukan untuk menghasilkan data deskriptif yang berupa fakta-fakta tertulis atau

lisan dari orang atau pelaku yang diamati.24

3. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Sumber primer, yaitu pustaka yang berisikan pengetahuan ilmiah yang baru dan

mutakhir ataupun pengertian baru tentang fakta yang diketahui maupun mengenai

suatu gagasan (idea).25 Maka dalam skripsi ini sumber data primer yang dimaksud adalah fatwa dari berbagai lembaga fatwa di tiga negara terkait dengan perayaan

Natal, yaitu Majelis Ulama Indonesia, Lembaga Fatwa Mesir: Dâr al-Iftâ’ al -Misriyyah dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi : (al-Lajnah al-Dâimah lil Buhûts al-Ilmiyah wal Iftâ).

b. Sumber sekunder, adalah data yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber

sekunder dari data yang kita butuhkan26, yaitu buku-buku yang mendukung atau pelengkap, khususnya buku Fiqih dan Ushul Fiqih.

4. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dari hal-hal yang akan dibahas

adalah dokumentasi. Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal

atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti,

fatwa, lengger, agenda dan sebagainya.27 Dalam pengumpulan data penulis

24

Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), h.18. 25

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dan Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 1996), h.51. 26

Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Prenada Media, 2005), h.122. 27

(26)

mengumpulkannya melalui website resmi ketiga lembaga fatwa yaitu yaitu Majelis Ulama Indonesia, Lembaga Fatwa Mesir: Dâr al-Iftâ’ al-Misriyyah dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi : Lajnah al-Dâimah lil Buhûts al-Ilmiyah wal Iftâ.

5. Analisis Data

Sesuai dengan penelitian pustaka maka analisis yang penulis gunakan

adalah:

a. Komparasi

Metode komparatif yang dimaksud disini adalah dilakukan dengan

membandingkan suatu fakta yang lain sehingga diketahui suatu persamaan dan

perbedaannya, sebagaimana yang dikemukakan Aswari Sudjud bahwa penelitian

komparasi akan dapat menemukan persamaan-persamaan dan

perbedaan-perbedaan tentang benda-benda, tentang orang-orang, tentang prosedur kerja,

tentang ide-ide, kritik terhadap orang, kelompok, terhadap suatu ide atau suatu

prosedur kerja.28 Dan dalam penulisan ini, penulis membandingkan, mengkomparasikan antara berbagai fatwa dari berbagai lembaga fatwa di tiga

negara terkait dengan perayaan Natal, yaitu Majelis Ulama Indonesia, Lembaga

Fatwa Mesir: Dâr al-Iftâ’ al-Misriyyah dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi :(al-Lajnah al-Dâimah lil Buhûts al-Ilmiyah wal Iftâ).

b. Content analisys

28

(27)

Content analisys merupakan suatu metode penelitian yang memanfaatkan seperangkat prosedur, untuk menganalisa isi fatwa dan menarik kesimpulan yang

shahih dari sumber data penelitian berupa buku.29

J. Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

Bab pendahuluan berisi uraian mengenai latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, penegasan istilah, penelitian

terdahulu, metode penelitian dan sistematika pembahasan.

BAB II : PENGERTIAN SEJARAH DAN TRADISI PERAYAAN NATAL

Berisi pembahasan umum terkait definisi dan sejarah perayaan Natal, yang

juga bagaimana saja model-model perayaan Natal yang terdapat diberbagai negara

dan tempat. Khususnya pembahasan keikutsertaan Muslim dalam tradisi perayaan

Natal. Dalam bab ini juga dibahas tradisi dan model model perayaan Natal yang

tidak hanya melibatkan Kaum Kristiani saja melainkan juga melibatkan kaum

Muslimin.

BAB III : FATWA HUKUM IKUT SERTA MERAYAKAN NATAL BAGI

MUSLIM

Berisi pembahasan tentang isi fatwa dalam hukum perayaan Natal yang

meliputi hukum mengucapkan selamat Natal, sampai dengan perayaan Natal

bersama yang dikeluarkan melalui fatwa ketiga lembaga fatwa tersebut yaitu

Majelis Ulama Indonesia, Lembaga Fatwa Mesir dan Komisi Tetap Urusan Riset

29

(28)

dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi. Pada bab ini penulis juga menguraikan secara

singkat argumentasi ulama ketiga lembaga fatwa tersebut melalui dalil dan

kaidah-kaidah Hukum Islam.

BAB IV : ANALISA PERBANDINGAN FATWA

Berisi pembahasan tentang perbandingan isi serta metode fatwa tentang

hukum perayaan Natal yang dikeluarkan oleh ulama Majelis Ulama Indonesia,

Lembaga Fatwa Mesir dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab

Saudi. Dalam bab ini juga penulis mencoba mengurai latar belakang apa saja yang

menyebabkan terjadinya perbedaan fatwa ulama ketiga lembaga tersebut dalam

hal hukum merayaan Natal dinegaranya.

BAB V: PENUTUP

Pada bab ini, penulis akan memberi kesimpulan dan saran yang didasarkan

(29)

BAB II

PENGERTIAN SEJARAH DAN TRADISI PERAYAAN NATAL

A. Pengertian Perayaan Natal

Kata Christmas (Natal) yang dalam Bahasa Inggris Mass of Christ atau di singkat dengan Christ-Mass, diartikan sebagai hari untuk merayakan kelahiran

“Yesus”. Kata Natal sendiri berasal dari Bahasa Latin yang artinya adalah lahir.

Kata Christmas juga sering disingkat menjadi Xmas, yang dalam bahasa Yunani, X adalah kata pertama dalam nama Kristus (Yesus).1 Di Indonesia Mass of Christ juga dikenal dengan Misa Natal yang secara Bahasa dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia adalah upacara ibadat utama dalam Gereja Katolik, yang di dalamnya

roti dan anggur yang dikurbankan berubah zatnya menjadi kehadiran Kristus.

Secara istilah Natal berarti upacara yang dilakukan oleh orang Kristen untuk

memperingati hari kelahiran Isa Al-Masih yang mereka sebut Tuhan Yesus.

Yesus dalam sejarah umat Islam sebenarnya adalah Nabi Isa Al Masih putra

Maryam. Sebutan "Isa" (dalam bahasa Arab) berasal dari bahasa Ibrani dari kata

"Esau". Dalam bahasa Latin nama itu menjadi "Yesus". Munculnya nama Yesus

terjadi pada peristiwa pengadilan Isa Al Masih oleh mereka yang hadir dengan

menambahkan huruf "J" pada awal dan "S" pada akhir kata "Esau" sehingga

menjadi Yesus. Nama Yesus baru populer pada abad ke-2.2 Populernya nama Yesus akhirnya menenggelamkan nama asli Esau di kalangan Kristen. Namun

1

Irena Handono, Perayaan Natal 25 Agustus Antara Dogma dan Toleransi, (Jakarta: Bima Rodheta, 2004), cet.IV, h.11.

2

(30)

demikian dalam surat Ali 'Imran: ayat 45-46

ميْرم نْبا ىسيع حيسملا

tetap

mempertahankan nama Esau (Isa dalam dialek Arab).3 Sedangkan kata Masyiakh,

Messiah, atau Mesyah berasal dari bahasa Arab dari kata “masaha” dengan tiga huruf mati yang dikandungnya yaitu: m-sh yang berarti mengembara. Dalam

perkembangan selanjutnya orang Yunani mengubah sebutan Messiah bagi Isa

menjadi Kristos yang berarti yang disiram dengan minyak (diurapi).4 Oleh orang Eropa, Yesus disebut Christus atau Kristus, yaitu Sang Penyelamat atau Sang Penebus Dosa. Dalam pengertian secara Bahasa jika kita lihat dalam pembahasan

di atas ternyata terdapat literatur Bahasa yang berbeda dalam pemaknaan Yesus,

Isa dan Kristus.

Keajaiban kelahiran Yesus ke dunia menjadi bahan aktual dalam diskusi

yang tidak ada habisnya. Sebagian ada yang mengatakan bahwa Yesus itu darah

daging Yusuf tunangan Maria (Maryam). Oleh karena itu -seperti sudah saya

jelaskan (kekeliruannya) di depan -Yesus memiliki silsilah dari Yusuf, dengan

nenek moyang Daud.5 Bibel sendiri rupanya masih bingung terhadap status "ayah" Yesus. Pada suatu kesempatan Yusus itu diakui sebagai tunangan Maryam

(Matius 1:18), tapi dilain kesempatan juga diakui sebagai suami Maryam (Matius

1:19). Terhadap persoalan ini, sebagian orang Yahudi sangat ekstrem dengan

menuduh bahwa Yesus adalah anak haram, hasil hubungan gelap Maryam dengan

Yusuf.

3

W.Herbert Amstrong dan Masyhud, Misteri Natal Sebuah Kritik dari Tokoh Kristen Internasional, (Surabaya: Pustaka Da'i, 1994), h.29.

4

Ahmed Deedat, Siapa Pewaris Yesus Muhammad ataukah Rohul Kudus, (Surabaya: Pustaka Da'i, 1995), h.56.

5

(31)

Sebagian lagi ada yang berpendirian bahwa Yesus itu dilahirkan secara

murni suci, tanpa campur tangan (unsur jantan) manusia. Oleh karena itu Yesus

adalah "anak Tuhan". Tetapi pihak yang berpendapat demikian juga bertentangan

dalam memahami dan menafsirkan kata "anak Tuhan" tersebut. Di satu pihak

memahaminya secara harfiyah (literal), bahwa Yesus adalah anak secara

"biologis", yakni anak yang kejadiannya memerlukan campur tangan Tuhan

secara langsung kepada Maryam melalui ruh yang suci. Pemikiran tersebut

nantinya melahirkan konsep ketuhanan "Trinitas": Tuhan Bapak, Tuhan Anak,

dan Tuhan Roh Suci.6 Akan tetapi sebagian pihak memahaminya secara kiasan (metafora). Bahwa anak, bukan dalam pengertian "biologis" atau nasab,

melainkan kiasan saja. Pendapat seperti ini didasarkan oleh adanya penyebutan

anak yang bukan hanya kepada Yesus, sebagaimana penjelasan Bibel di bawah

ini:

"Maka anak-anak Allah melihat, bahwa anak-anak perempuan manusia itu cantik-cantik, lalu mereka mengambil istri dari antara perempuan-perempuan itu, siapa saja yang disukai mereka. " (Kejadian6:2).

"Pada waktu itu orang-orang raksasa ada di bumi, dan juga pada waktu sesudahnya, ketika anak-anak Allah menghampiri anak-anak perempuan manusia dan perempuan-perempuan itu melahirkan anak bagi mereka." (Kejadian 6:4).

"Aku mau menceritakan tentang ketetapan Tuhan; la berkata kepadaku: "AnakKu engkau! Engkau telah kuperanakkan pada hari ini." (Mazmur2:7).

"Dengan menangis mereka akan datang, dengan hiburan Aku akan membawa mereka; Aku akan memimpin mereka ke sungai-sungai, dijalan yang rata, dimana mereka tidak akan tersandung; sebab Aku telah menjadi bapa Israel. Efraim adalah anak sulungku." (Jeremia 31:9).

6

(32)

Namun demikian dalam Qosidah Burdah bagian ketiga Nadham yang disusun oleh seorang Sufi Terkenal Al-Imam Busyiri menyebutkan:7

راصَنلا هْتعداام ْعد

م يبن يف ى

مكتْحا هْيف اًحْدم تْش امب ْمكْحا

Artinya: “Tinggalkan tuduhan kaum nasrani, tuduhan yang dilontarkan kepada nabi-nabi mereka, Tetapkanlah untaian pujian kepada nabi pujian

apapun yang engkau suka”

Nadham di atas memberikan gambaran bagi kita bahwa ajaran Islam melarang untuk memuja-muji Nabi dengan cara berleihan layakya umat Nashrani

memuji Nabi Isa Putra Maryam sebagai Tuhan bagi mereka, pujian kepada Nabi

Isa tidak boleh melebihi pujian kepada Nabi-Nabi lainya. Karena pada prinsipnya

dalam pemujaan Nabi Isa dengan berlebihan seagai Tuhan merupakan prilaku

musyrik yaitu Menduakan Keesaan Allah SWT.

Dari paparan di atas, jelaslah bahwa istilah "anak Allah" adalah ungkapan

khas orang Yahudi kepada umatnya, dan jumlahnya banyak, bukan hanya Yesus.

Dimana kelahiran Yesus tersebut dirayakan dalam Hari Raya Natal bagi umat

Kristiani. Yang artinya pengertian Perayaan Natal juga merupakan perayaan

terhadap keyakinan Ketuhanan Trinitas yaitu Tuhan Bapak, Tuhan Anak, dan

Tuhan Roh Suci.

B.Sejarah Perayaan Natal

Peringatan Natal baru tercetus antara tahun 325-354 oleh Paus Liberius,

yang ditetapkan tanggal 25 Desember, sekaligus menjadi momentum

7 Asnawi, Ulinuha, “

Qosidah Burdah Lengkap Dengan Terjemahan Indonesia Tediri dari 10Bagian, Nadham Ini disusun oleh seorang Sufi Terkenal Al-Imam Busyiri”, Artikel diakses pada

(33)

penyembahan Dewa Matahari, yang kadang juga diperingati pada tanggal 6

Januari, 18 Oktober, 28 April, atau 18 Mei. Oleh Kaisar Konstantin, tanggal 25

Desember tersebut akhirnya disahkan sebagai kelahiran Yesus (Natal).8

Untuk menyibak tabir Natal pada tanggal 25 Desember yang diyakini

sebagai Hari Kelahiran Yesus, marilah kita simak apa yang diberitakan oleh Bibel

tentang kelahiran Yesus sebagaimana dalam Lukas 2:1-8 dan Matius 2:1, 10, II

(Markus dan Yohanes tidak menuliskan kisah kelahiran Yesus).

Lukas 2:1-8: Pada waktu itu Kaisar Agustus mengeluarkan suatu perintah, menyuruh mendaftarkan semua orang di seluruh dunia.

Inilah pendaftaran yang pertama kali diadakan sewaktu Kirenius menjadi wali negeri di Siria. Maka pergilah semua orang mendaftarkan diri, masing-masing dikotanya sendiri.

Demikian juga Yusuf pergi dari kota Nazaret di Galileo ke Yudea, ke kota Daud yang bernama Betlehem, karena ia berasal dari keluarga dan keturunan Daud-supaya didaftarkan bersamasama dengan Maria, tunangannya yang sedang mengandung.

Jadi, menurut Bibel, Yesus lahir pada masa kekuasaan Kaisar Agustus yang

saat itu yang sedang melaksanakan sensus penduduk (7M = 579 Romawi). Yusuf,

tunangan Maryam ibu Yesus berasal dari Betlehem, maka mereka bertiga kesana,

dan lahirlah Yesus Betlehem, anak sulung Maria.9 Maria membungkusnya dengan kain lampin dan membaringkannya dalam palungan (tempat makanan sapi, domba

yang terbuat dari kayu). Peristiwa itu terjadi pada malam hari dimana gembala

sedang menjaga kawanan ternak mereka dipadang rumput.10

8

Ar Roddul Jamil, Yesus dalam Pandangan Al Ghazali, (Surabaya: Pustaka Da'i, 1994), h.29.

9

Ar Roddul Jamil, Yesus dalam Pandangan Al Ghazali, h.50. 10

(34)

Menurut Matius 2:1, 10, 11 Sesudah Yesus dilahirkan di Betlehem di tanah Yudea pada zaman Herodus, datanglah orangorang Majus dari Timur ke

Yerusalem.

Ketika mereka melihat bintang itu, sangat bersuka citalah mereka. Maka masuklah mereka kedalam rumah itu dan melihat Anak itu bersama Maria, ibunya.

Jadi menurut Matius, Yesus lahir dalam masa pemerintahan raja Herodus

yang disebut Herodus Agung yang memerintah tahun 37 SM-4 M (749 Romawi),

ditandai dengan bintang-bintang yang terlihat oleh orang-orang Majusi dari

Timur.

Bagi yang memiliki wawasan luas, hati terbuka dan lapang dalam mencari

kebenaran, kitab suci Al Qur'an telah memberikan jawaban tentang kelahiran Nabi

Isa atau yang Umat Kristiani sebut dengan Yesus.11 Hal tersebut dijelaskan dalam suarat Q.S. Maryam (19): 23-25

ا انفاًيسْنم اًيْسن تْنك ا ه لْبق تم ينتْيل اي ْتلاق ةلْ نلا عْ ج لإ ضا مْلا اهءاجأف

ْنم اه

لأ ا تْحت

اًيرس كتْحت كب لعج ْدق ينزْحت ا

)

٤٢

(

كْيلع ْطقاست ةلْ نلا عْ جب كْيلإ زه

اًينج اًبط

)

٤٢

(

ميرم(

(23-25 : 19 /

Artinya : "Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (Maryam) bersandar pada pangkal pohon kurma, ia berkata: "Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti, lagi dilupakan". Maka Jibril menyerunya dari tempat yang rendah: "Janganlah kamu bersedih had, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai dibawahmu (untuk minum). Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu kearahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu."(Q.S. Maryam (19): 23-25)

11

(35)

Jadi menurut Al Qur'an Nabi Isa yang Umat Kristiani sebut sebagai Yesus

dilahirkan pada musim panas disaat pohon-pohon kurma berbuah dengan

lebatnya.

Ternyata antara pemahaman yang beredar di kalangan umat Kristen tentang

kelahiran Yesus dengan berita yang disampaikan oleh Injil, Lukas maupun

Matius, tidaklah menunjukkan suatu kepastian, sehingga ilmuwan-ilmuwan

mereka ada yang menyatakan Yesus lahir tahun 8 Sebelum Masehi, tahun 6

Sebelum Masehi, tahun 4 sesudah Masehi. Dimana kepastian terhadap kelahiran

Yesus akan mempengaruhi waktu dari perayaan Natal.12

Perintah untuk menyelenggarakan peringatan Natal tidak ada dalam Bibel

dan Yesus tidak pernah memberikan contoh ataupun memerintahkan pada

muridnya untuk menyelenggarakan peringatan kelahirannya. Perayaan Natal baru

masuk dalam ajaran Kristen Katolik pada abad ke-4 M. Dan peringatan inipun

berasal dari upacara adat masyarakat penyembah berhala. Dimana kita ketahui

bahwa abad ke-l sampai abad ke-4 M dunia masih dikuasai oleh imperium

Romawi yang paganis politheisme.13

Ketika Konstantin dan rakyat Romawi menjadi penganut agama Katholik,

mereka tidak mampu meninggalkan adat/budaya pagannya, apalagi terhadap pesta

rakyat untuk memperingati hari Sunday (sun = matahari; day=hari) yaitu kelahiran

Dewa Matahari tanggal 25 Desember.14

12

Ahmed Deedat, Mengungkap tentang Bibel versi Islam dan Kristen, h. 95. 13

Irena Handono, Perayaan Natal 25 Agustus Antara Dogma dan Toleransi, h.78. 14

(36)

Maka supaya agama Katholik bisa diterima dalam kehidupan masyarakat

Romawi diadakanlah sinkretisme (perpaduan agama-budaya / penyembahan

berhala), dengan cara menyatukan perayaan kelahiran Sun of God (Dewa Matahari) dengan kelahiran Son of God (Anak Tuhan = Yesus).

Maka pada konsili tahun 325, Konstantin memutuskan dan menetapkan

tanggal 25 Desember sebagai hari kelahiran Yesus. Juga diputuskan: Pertama, hari

Minggu (Sunday = hari matahari) dijadikan pengganti hari Sabat yang menurut

hitungan jatuh pada Sabtu. Kedua, lambang dewa matahari yaitu sinar yang

bersilang dijadikan lambang Kristen. Ketiga, membuat patung-patung Yesus

untuk menggantikan patung Dewa Matahari.15

Peringatan hari kelahiran Yesus tidak pernah menjadi perintah Kristus untuk

dilakukan. Cerita dari Perjanjian Baru tidak pernah menyebutkan adanya perayaan

hari kelahiran Yesus dilakukan oleh gereja awal. Klemens dari Aleksandria

mengejek orang-orang yang berusaha menghitung dan menentukan hari kelahiran

Yesus. Dalam abad-abad pertama, hidup kerohanian anggota-anggota jemaat lebih

diarahkan kepada kebangkitan Yesus.16 Natal tidak mendapat perhatian. Perayaan hari ulang tahun umumnya – terutama oleh Origenes – dianggap sebagai suatu kebiasaan kafir: orang orang seperti Firaun dan Herodes yang merayakan hari

ulang tahun mereka. Orang Kristen tidak berbuat demikian: orang Kristen

merayakan hari kematiannya sebagai hari ulang tahunnya.

15

W.Herbert Amstrong dan Masyhud, Misteri Natal Sebuah Kritik dari Tokoh Kristen Internasional, h. 67.

16

(37)

Perayaan kedua pesta ini berlangsung pada tanggal 5 Januari malam

(menjelang tanggal 6 Januari) dengan suatu tata ibadah yang indah, yang terdiri

dari Pembacaan Alkitab dan puji pujian. Ephraim dari Syria menganggap Epifania

sebagai pesta yang paling indah. Ia katakan: “Malam perayaan Epifania ialah malam yang membawa damai sejahtera dalam dunia. Siapakah yang mau tidur

pada malam, ketika seluruh dunia sedang berjaga jaga?” Pada malam perayaan

Epifania, semua gedung gereja dihiasi dengan karangan bunga. Pesta ini

khususnya dirayakan dengan gembira di gua Betlehem, tempat Yesus dilahirkan.17

Perayaan Natal di Timur Tengah baru dimulai pada sekitar tahun 200 M di

Aleksandria (Mesir). Para teolog Mesir menunjuk tanggal 20 Mei tetapi ada pula

pada 19 atau 20 April. Di tempat-tempat lain perayaan dilakukan pada tangal 5

atau 6 Januari; ada pula pada bulan Desember.18 Perayaan pada tanggal 25 Desember dimulai pada tahun 221 oleh Sextus Julius Africanus, dan baru diterima

secara luas pada abad ke-5. Ada berbagai perayaan keagamaan dalam masyarakat

non-Kristen pada bulan Desember. Dewasa ini umum diterima bahwa perayaan

Natal pada tanggal 25 Desember adalah penerimaan ke dalam gereja tradisi

perayaan non-Kristen terhadap (dewa) matahari: Solar Invicti (Surya tak

Terkalahkan), dengan menegaskan bahwa Yesus Kristus adalah Sang Surya

Agung itu sesuai berita Alkitab (lihat Maleakhi 4:2; Lukas 1:78; Kidung Agung

6:10).19

17

Ahmed Deedat, Mengungkap tentang Bibel versi Islam dan Kristen, (Surabaya: Pustaka Da'I, 1993), h. 90.

18

W.Herbert Amstrong dan Masyhud, Misteri Natal Sebuah Kritik dari Tokoh Kristen Internasional, h. 33.

19

(38)

Ada pendapat yang berkata bahwa tanggal 25 Desember bukanlah tanggal

hari kelahiran Yesus. Pendapat ini diperkuat berdasarkan kenyataan bahwa pada

malam tersebut para gembala masih menjaga dombanya di padang rumput. (Lukas

2:8). Pada bulan Desember tidak mungkin para gembala masih bisa menjaga

domba-dombanya dipadang rumput sebab musim dingin pada saat tersebut telah

tiba jadi sudah tidak ada rumput yang tumbuh lagi. Para pendukung tanggal

kelahiran bulan Desember berpendapat meski musim dingin, domba-domba tetap

tinggal di kandangnya dipadang rumput dan tetap dijaga oleh gembala, dan meski

tidak ada rumput, padang rumput tetaplah disebut padang rumput.

Ada juga pendapat yang berkata bahwa perayaan Natal bersumber dari

tradisi Romawi pra-Kristen, peringatan bagi dewa pertanian Saturnus jatuh pada

suatu pekan di bulan Desember dengan puncak peringatannya pada hari titik balik

musim dingin (winter solstice) yang jatuh pada tanggal 25 Desember dalam

kalender Julian.20 Peringatan yang disebut Saturnalia tersebut merupakan tradisi sosial utama bagi bangsa Romawi. Agar orang-orang Romawi dapat menganut

agama Kristen tanpa meninggalkan tradisi mereka sendiri, atas dorongan dari

kaisar Kristen pertama Romawi, Konstantin I, Paus Julius I memutuskan pada

tahun 350 bahwa kelahiran Yesus diperingati pada tanggal yang sama. Namun

pandangan ini disanggah oleh Gereja Ritus Timur, karena Gereja Ritus Timur

sudah merayakan kelahiran Yesus sejak abad ke-2, sebelum Gereja di Roma

menyatakan perayaan Natal pada tanggal 25 Desember.

20

(39)

Oleh karena itu, ada beberapa aliran Kristen yang tidak merayakan tradisi

Natal karena dianggap berasal dari tradisi kafir Romawi, yaitu aliran Gereja Yesus

Sejati, Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh, Gereja Baptis Hari Ketujuh,

Perserikatan Gereja Tuhan, kaum Yahudi Mesianik, dan Gereja Jemaat Allah

Global Indonesia. Saksi-Saksi Yehuwa juga tidak merayakan Natal.21

C. Tradisi Perayaan Natal

a. Pohon Natal

Pohon natal di gereja atau di rumah-rumah mungkin berhubungan dengan

tradisi Mesir, atau Ibrani kuno. Ada pula yang menghubungkannya dengan pohon

khusus di taman Eden.22 Tetapi dalam kehidupan pra-Kristen Eropa memang ada tradisi menghias pohon dan menempatkannya dalam rumah pada perayaan

tertentu. Tradisi “Pohon Terang” modern berkembang dari Jerman pada abad ke -18.

b. Sinterklas

Dalam perayaan Natal terdapat tradisi Sinterklaas, yang berasal dari

Belanda. Tradisi yang dirayakan pada tanggal 6 Desember ini, sekarang dikenal

dengan Santa Claus (atau Sint Nikolas), seorang tokoh legenda, yang

mengunjungi rumah anak-anak pada malam dengan kereta salju terbang ditarik

beberapa ekor rusa kutub membagi-bagi hadiah. Santo Nikolas yang sebenarnya

21

W.Herbert Amstrong dan Masyhud, Misteri Natal Sebuah Kritik dari Tokoh Kristen Internasional, h. 40.

22

(40)

berasal dari kota Myra dan diyakini hidup pada abad ke-4 Masehi.23 Dia terkenal karena kebaikannya memberi hadiah kepada orang miskin. Di Eropa (lebih

tepatnya di Belanda, Belgia, Austria dan Jerman) dia digambarkan sebagai

seorang uskup yang berjanggut dengan jubah keuskupan resmi, tetapi kemudian

gambaran ini menjalar ke seluruh dunia dengan penambahan sejumlah atribut,

seperti topi dan sebagainya. Ada pengamat agama yang menyatakan Sinterklas

justru merupakan simbol-simbol sekuler dalam Kristen yang memang tidak ada

Referensinya Alkitab, dan dikomersialkan sedemikian rupa sehingga simbol

Sinterklas diusahakan lebih populer daripada hal-hal yang berkaitan langsung

dengan Natal yang sesungguhnya, misalnya gambar bayi Yesus, dalam setiap

perayaan Natal.

c. Malam Natal

Pada awalnya malam Natal adalah hari raya keagamaan Umat Katholik, hari

tersebut ditetapkan sebagai hari libur resmi. Gereja-gereja mengadakan perayaan

pada malam itu. Mereka mengadakan prosesi keagamaan di gua Natal (replika

dari kandang domba tempat Yesus "Mesias" Kristus lahir, yang telah dihiasi

dengan dengan patung-patung tokoh Yesus, Mariam, Yusuf, para gembala) sambil

menyanyikan lagu-lagu Natal.24

Di Eropa, konon ada tradisi tersendiri dalam perayaan Natal, di mana

orang-orang dewasa minum eggnog, semacam susu telur madu, yaitu campuran krim,

23

Ahmed Deedat, Mengungkap tentang Bibel versi Islam dan Kristen, (Surabaya: Pustaka Da'I, 1993), h. 98.

24

[image:40.595.102.515.132.543.2]
(41)

susu, gula, telur kocok dan brandy (semacam minuman beralkohol) atau rum.

Konon, pada malam Natal, Santa Claus menaiki kereta salju penuh hadiah, ditarik

oleh delapan ekor rusa kutub. Santa Claus lalu terbang menembus awan untuk

mengantarkan hadiah-hadiah itu kepada anak-anak di seluruh dunia. Untuk

mempersiapkan kunjungan Santa, anak-anak mendengarkan orangtuanya

membacakan The Night Before Christmas (Malam Sebelum Natal) sebelum tidur pada Malam Natal.25 Puisi tersebut dikarang oleh Clement Moore pada tahun 1832. Konon, para anak-anak menggantungkan stoking atau kaus kaki besar di

atas perapian. Santa turun dari cerobong asap dan meninggalkan permen dan

hadiah-hadiah dalam kaus kaki itu untuk anak-anak. Kini, tradisi itu tetap

diteruskan, namun kaus kakinya digantikan oleh tas kain merah berbentuk kaus

kaki.

d. Hadiah Natal

Dalam sejarah Perayaan Natal Bahkan sebelum Yesus dilahirkan, ada

kebiasaan tukar hadiah atau kado saat upacara Romawi, Saturnalia. Pada hari raya

"perpindahan musim" kuno ini, orang-orang yang menukarkan hadiah percaya

bahwa kebaikan mereka akan membuat mereka beruntung pada tahun mendatang.

Selama abad kekristenan mula-mula, orang yang baru memeluk agama Kristen

masih sering merayakan tradisi dan perayaan Romawi ini. Mereka masih membeli

dan menukarkan kado saat Saturnalia. Pada abad ke-4, saat tanggal 25 Desember

ditetapkan sebagai hari peringatan kelahiran Yesus, perayaan Saturnalia mulai

redup. Karena tanggal resmi Natal jatuh pada periode yang sama dengan perayaan

25

(42)

Romawi, mungkin saja beberapa orang Kristen menerapkan kebiasaan tukar

hadiah saat merayakan Natal. Bahkan di Indonesia banyak penjual parcel Natal

sebelum perayaan Natal yang parcel tersebut saling ditukarkan ketika Perayaan

Natal, bahkan tidak jarang penjual berbagai hadiah tersebut di Indonesia adalah

dari kalangan umat Muslim. Bahkan ada juga sebagian Muslim yang ikut serta

saling memberi hadiah atau diberi hadiah dari umat Krintiani pada saat Natal.

e. Ucapan Selamat Natal

Kebiasaan mengucapkan “Selamat Natal” atau “Merry Christmas” di Indonesia, sebagaimana di negara-negara lain dilakukan bukan hanya oleh

orang-orang Kristen, tetapi juga oleh orang-orang-orang-orang non-Kristen, termasuk kaum muslim.

Kita juga sering menyaksikan ucapan selamat Natal di Negeri ini datang dari

saudara-saudara mereka yang beragama Islam.

Misalnya kita sering menyaksikan banyak artis, pembawa acara dan penyiar

yang beragama Islam mengucapkan selamat Natal dan hari besar agama lain lewat

media-media, baik cetak dan elektronik. Atau contoh praktik mengucapkan

selamat Natal atau hari besar agama lain (non Islam) oleh Presiden, padahal kita

ketahui bahwa semua Presiden kita beragama Islam.26 Di sinilah terjadi banyak

perdebatan mengenai hukum orang Islam yang mengucapkan “selamat Natal” atau

mengucapkan selamat hari raya kepada umat agama lain yang pada dasarnya

ucapan selamat Natal juga merupakan bagian dari Perayaan Natal.

26

(43)

BAB III

FATWA IKUT SERTA MERAYAKAN NATAL BAGI UMAT MUSLIM

A. Fatwa Majelis Ulama Indonesia

Majelis Ulama Indonesia (MUI) menganjurkan umat Islam tak mengikuti

kegiatan-kegiatan perayaan Natal. Mengikuti upacara Natal Bersama bagi umat

Islam hukumnya haram.1 Demikian bunyi fatwa tentang perayaan Natal Bersama yang dikeluarkan MUI pada 7 Maret 1981. Kala itu MUI dipimpin Haji Abdul

Malik Karim Amrullah (Hamka), sedangkan ketua Komisi Fatwa-nya adalah

Syukri Ghozali.

Fatwa tersebut dilatar belakangi fenomena yang kerap terjadi sejak 1968

ketika Hari Raya Idul Fitri jatuh pada 1-2 Januari dan 21-22 Desember. Lantaran

perayaan Lebaran berdekatan dengan Natal, banyak instansi menghelat acara

perayaan Natal dan Halâl Bihalal bersamaan. Ceramah-ceramah keagaman dilakukan bergantian oleh ustâdz, kemudian pendeta. Hamka mengecam

kebiasaan itu bukan toleransi namun memaksa kedua penganut Islam dan

Kristiani menjadi munafik. Hamka juga menilai penganjur perayaan bersama itu

sebagai penganut sinkretisme.2

Dalam fatwanya, MUI sendiri melihat bahwa perayaan Natal Bersama

disalahartikan oleh sebagian umat Islam dan “disangka sama dengan perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw”. Karena salah pengertian itu, ada sebagian umat

1

Irena Handono, Perayaan Natal 25 Agustus Antara Dogma dan Toleransi, (Jakarta: Bima Rodheta, 2004),Cet. IV, h.11.

2

(44)

Islam ikut dalam perayaan Natal dan duduk dalam kepanitiaan Natal. Padahal,

lanjut MUI, perayaan Natal bagi umat Kristen adalah ibadah.3

Dengan pertimbangan, Umat Islam perlu mendapat petunjuk jelas, tak

tercampuraduknya akidah dan ibadahnya dengan agama lain, perlu menambah

iman dan takwa, serta tanpa mengurangi usaha menciptakan kerukunan antar umat

beragama, MUI mengeluarkan fatwa tentang Perayaan Natal Bersama. MUI

berharap Umat Islam tak terjerumus dalam syubhat (perkara-perkara samar) dan larangan Allah.

Dalam fatwanya, MUI mepertimbangkan faktor-faktor sosiologis dalam

pengambilan fatwa pertama, Perayaan Natal bersama pada saat itu disalah artikan

oleh sebagian Umat Islam dan disangka dengan Umat Islam merayakan Maulid

Nabi Besar Muhammad SAW. Kedua, Karena salah pengertian tersebut ada sebagian orang Islam yang ikut dalam perayaan Natal dan duduk dalam

kepanitiaan Natal. Ketiga, Perayaan Natal bagi orang-orang Kristen adalah

merupakan ibadah.

Sehingga MUI menganggap bahwa Umat Islam perlu mendapat petunjuk

yang jelas tentang Perayaan Natal Bersama. Yang hal tersebut dilakukan Tanpa

mengurangi usaha Umat Islam dalam Kerukunan Antar Umat Beragama di

Indonesia.

MUI dalam fatwanya juga mendasarkan pada ajaran agama Islam yang

diformulasikan dalam bentuk argumentasi berikut:

3

(45)

Pertama: Bahwa Umat Islam diperbolehkan untuk bekerja sama dan bergaul dengan Umat agama-agama lain dalam masalah-masalah yang berhubungan

dengan masalah keduniaan, berdasarkan atas QS. al-Hujarat (49): 13

ڰ݌إ اوفܔاعتل لئا۹قݔ ابوعش ْمكانْلعجݔ ݗثْنأݔ ركܒ ْنم ْمكانْقلخ اڰنإ ܘاڰنلا اݓڱيأ اي

ري۹خ ميلع هڰللا ڰ݌إ ْمكاقْتأ هڰللا ْܑنع ْم݃مرْكأ

(

۷ارجحلا

(13: 49 /

Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah

Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal” QS. Luqman (31): 15

يف ا݋ݓْ۹حاصݔ ا݋ݓْعطت الف مْلع هب كل سْيل ام يب ݀رْشت ْ݌أ ݗلع ݀اܑهاج ْ݌إݔ

انأ ْنم لي۹س ْع۹ڰتاݔ افݔرْعم ايْنڱܑلا

݌ول݋ْعت ْمتْنك ا݋ب ْم݃۳ڲ۹نأف ْم݃عجْرم ڰيلإ ڰمث ڰيلإ ۶

݇ا݆قل(

(15: 31 /

Artinya: “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa

yang telah kamu kerjakan”

QS. Mumtahanah (60): 8

ڰلا نع هڰللا مكاݓْني ال

ْ݌أ ْمكܔايد ْنم ْمكوجرْ܏ي ْملݔ نيڲܑلا يف ْمكولتاقي ْمل نيذ

نيطسْق݋ْلا ڱبحي هڰللا ڰ݌إ ْمݓْيلإ اوطسْقتݔ ْمهݔڱر۹ت

۶݊حت݆݆لا(

(8: 60 /

(46)

Kedua: Bahwa Umat Islam tidak boleh mencampur adukkan aqiqah dan peribadatan agamanya dengan aqiqah dan peribadatan agama lain berdasarkan:

QS. Al-Kafirun (109):1-6

݌ݔرفاْ݃لا اݓڱيأ اي ْلق

)

(

݌ݔܑ۹ْعت ام ܑ۹ْعأ ال

)

(

انأ الݔܑ۹ْعأ ام ݌ݔܑباع ْمتْنأ الݔ

ْمتْܑ۹ع ام ܑباع

)

(

ܑ۹ْعأ ام ݌ݔܑباع ْمتْنأ الݔ

)

(

( نيد يلݔ ْم݃نيد ْم݃ل

٦

)

݇ݏرفاܾلا(

(1-9: 109 /

Artinya: “Katakanlah hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah pula menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku.”

QS.al-Baqarah (2): 42

݌و݋لْعت ْمتْنأݔ ڰقحْلا او݋تْ݃تݔ لطا۹ْلاب ڰقحْلا اوس۹ْلت الݔ

(

۵رق۴لا

(42 : 2 /

Artinya: “Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu

Mengetahuinya”.

Ketiga: Bahwa Umat Islam harus mengakui kenabian dan kerasulan Isa Al Masih bin Maryam sebagaimana pengakuan mereka kepada para Nabi dan Rasul

yang lain, berdasarkan atas:

QS. Maryam [19]: 30-32

اًي۹ن ينلعجݔ ۶اتْ݃لا يناتآ هڰللا ْܑ۹ع يڲنإ ݄اق

)

٠٣

(

عجݔ

تْنك ام نْيأ اكܔا۹م ينل

اًيح تْمد ام ۺاكڰܗلاݔ ۺالڰصلاب يناصْݔأݔ

)

٠

(

اܔاڰ۹ج ينْلعْجي ْملݔ يتܑلاوب اًربݔ

اًيقش

)

٠

(

ميرم(

(30-32 : 19 /

(47)

menjadikan aku seorang yang diberkahi di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku mendirikan shalat dan menunaikan zakat selama aku hidup. (Dan Dia memerintahkan aku) berbakti kepada ibumu (Maryam) dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong

lagi celaka.” QS. Al-Maidah (5) : 75

هڱمأݔ لسڱرلا هلْ۹ق ْنم ْتلخ ْܑق ݄وسܔ اڰلإ ميْرم نْبا حيس݋ْلا ام

݌الكْأي اناك ۻقيڲܑص

݌و݃فْۭي ݗڰنأ ْرظْنا ڰمث ۼاي۩ْلا مݓل نڲي۹ن فْيك ْرظْنا ݈اعڰطلا

۵܌ئ݆ۤلا(

(75 : 5 /

Artinya: “Al Masih putera Maryam itu hanyalah seorang Rosul yang sesungguhnya telah lahir sebelumnya beberapa Rosul dan ibunya seorang yang sangat benar. Kedua-duanya biasa memakan makanan (sebagai manusia). Perhatikanlah bagaimana Kami menjelaskan kepada mereka (ahli Kitab) tanda-tanda kekuasaan (Kami), kemudian perhatikanlah bagaimana mereka berpaling (dari memperhatikan

ayat-ayat Kami itu).”

Q.S Al Baqarah (2): 285

ه۹تكݔ هت݃ئالمݔ هڰللاب نمآ ٌلك ݌ونمْۭ݋ْلاݔ هڲبܔ ْنم هْيلإ ݄ܗْنأ ا݋ب ݄وسڰرلا نمآ

انْع݋س اولاقݔ هلسܔ ْنم ܑحأ

Gambar

gambaran ini menjalar ke seluruh dunia dengan penambahan sejumlah atribut,

Referensi

Dokumen terkait